I PENDAHULUAN. pembangunan yang mampu menyentuh langsung petani peternak adalah

Transkripsi

1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Pelaksanaan pembangunan peternakan harus dapat menyentuh langsung aspek ekonomi para pelakunya yaitu kalangan petani peternak, karena pembangunan yang mampu menyentuh langsung petani peternak adalah pembangunan yang mampu meningkatkan pendapatan peternak (Hadisapoetro, 1978). Komoditas peternakan akan selalu mengalami peningkatan permintaan seiring dengan bertambahnya penduduk di suatu wilayah. Salah satu komoditas pangan yang dibutuhkan masyarakat adalah susu. Susu dapat dikonsumsi oleh seluruh kalangan baik anak-anak sampai orang dewasa dan tidak mengenal batasan usia. Kebutuhan susu nasional dari tahun ke tahun terus meningkat disebabkan peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan ketergantungan Indonesia akan susu impor sangat tinggi. Konsumsi susu Indonesia saat ini mencapai 3 juta ton per tahun dan sekitar 1,8 juta 2 juta ton diperoleh dari impor dengan kata lain sebanyak 20% kebutuhan susu nasional dipenuhi oleh peternak Indonesia dan sebanyak 80% diperoleh dari impor (Kementan, 2014). Salah satu cara untuk menekan angka impor susu adalah dengan mengembangkan dan meningkatkan produktivitas ternak perah di dalam Negeri. Keberhasilan peningkatan produksi ternak selain ditentukan oleh faktor genetik, juga faktor lingkungan, diantaranya meliputi kemampuan teknis peternakan, yang

2 2 terdiri dari peningkatan kemampuan tatalaksana reproduksi, pemberian pakan, dan pemeliharaan sehari-hari dan lainya oleh peternak. Pengelola atau peternak dituntut untuk mengalokasikan sarana produksi (input produksi) yang ada seefisien mungkin. Selain itu diperlukan teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas usahaternak dan meningkatkan skala produksi agar dapat melampaui Break Even Point (BEP) sehingga diperoleh keuntungan. Salah satu teknologi tersebut adalah mekanisasi pemerahan. Lingkungan inovasi teknologi di bidang peternakan merupakan alat, peternak sebagai subjek, ternak sebagai objek, lahan sebagai basis ekologi budidaya. Maka, untuk meningkatkan dan mengembangkan usahaternak sapi perah diperlukan penerapan berbagai inovasi teknologi yang salah satunya adalah teknologi pemerahan berupa mesin perah (Soehadji, 1992). Mekanisasi pemerahan merupakan perubahan teknik pemerahan dari menggunakan tangan ke tenaga mesin. Mekanisasi pemerahan sendiri lazim dalam industri peternakan sapi perah, namun di Indonesia belum banyak diadopsi. Adopsi teknologi diharapkan dapat membantu subsektor peternakan mendapatkan nilai tambah dengan efisiensi dan produktifitas serta mutu susu yang dihasilkan memenuhi standar nasional maupun internasional. Untuk itu penerapan teknologi mekanisasi pemerahan masih perlu ditingkatkan agar mampu bersaing dengan Negara-negara maju yang telah banyak menerapkan mekanisasi pemerahan dalam kegiatan produksinya. Kekhawatiran peternak mengenai besaran investasi yang harus dikeluarkan untuk mengintroduksi mekanisasi pemerahan dalam usahanya menjadi hal utama rendahnya angka mekanisasi pemerahan. Resiko kerusakan

3 3 mesin dan resiko ternak terjangkit mastitis sehingga berdampak pada biaya produksi, menjadi salah satu faktor pengahambat mekanisasi pemerahan Peternak anggota KPSBU mayoritas masih menggunakan metode pemerahan secara manual yang lebih banyak membutuhkan tenaga kerja. Kesulitan memperoleh tenaga kerja merupakan salah satu hal yang dihadapi oleh peternak sapi perah, terutama peternak dengan kepemilikian ternak besar. Selain sulitnya tenaga kerja, tingginya upah tenaga kerja juga dikeluhkan oleh peternak. Oleh karena itu, mekanisasi pemerahan dianggap sebagai sebuah solusi. Jumlah peternak anggota yang menerapkan mekanisasi pemerahan di wilayah KPSBU jumlahnya sedikit dan dibandingkan jumlah total peternak anggota. Mekanisasi pemerahan baru diperkenalkan ke wilayah KPSBU pada tahun 2013 setelah penyuluh melakukan studi banding di salah satu perusahaan peternakan yang berada di Pangalengan, namun dalam perkembangannya tidak berjalan dengan baik. Hingga dua tahun berjalan tepatnya pada tahun 2015 hanya terdapat delapan orang yang mengadopsi mekanisasi pemerahan. Maka dari itu sebagai bentuk upaya KPSBU agar mampu bersaing dengan wilayah lain (dalam hal ini dari segi teknologi pemerahan), dicanangkanlah program mekanisasi pemerahan di tahun 2016 dengan memfasilitasi 30 mesin perah kepada anggotanya. Program tersebut memiliki target yaitu terdapat penambahan jumlah anggota yang menerapkan mekanisasi pemerahan. KPSBU sangat mendukung adanya penerapan mekanisasi pemerahan di wilayah kerjanya dengan harapan dapat membantu peternak dalam meningkatkan pengetahuan dan teknologi sehingga dapat memperbaiki produksi dan kualitas susu yang dihasilkan, yang berdampak pada pengembangan usaha dan

4 4 peningkatan pendapatan peternak. Semakin banyak peternak yang menerapkan mekanisasi pemerahan akan dapat memajukan sektor produksi dan usaha anggota. Oleh sebab itu, penulis tertarik melakukan penelitian berkenaan dengan pendapatan peternak yang menerapkan mekanisasi pemerahan dan tingkat produksi Break Even Point yang dihasilkan. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana struktur pembiayaan (imbangan biaya tetap, biaya variabel, dan biaya total) dan pendapatan usaha sapi perah yang menerapkan mekanisasi pemerahan. 2. Pada skala produksi berapa usaha sapi perah yang menerapkan mekanisasi pemerahan mencapai Break Even Point. 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui struktur pembiayaan (imbangan imbangan biaya tetap, biaya variabel, dan biaya total) dan pendapatan peternak yang telah menerapkan mekanisasi pemerahan. 2. Menganalisis penerimaan usaha dan skala produksi yang dapat mencapai Break Even Point dalam usaha sapi perah yang menerapkan mekanisasi pemerahan.

5 5 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi dan masukan bagi kalangan peternak sapi perah dan pihak lain sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan keuntungan usahanya melalui mekanisasi pemerahan. 2. Memberikan informasi bagi penelitian lebih lanjut berkenaan dengan inovasi pada peternakan sapi perah, khususnya peternak dengan skala kepemilikan kecil Kerangka Pemikiran Salah satu hal yang penting dalam menjaga keberlanjutan usaha sapi perah adalah pengambilan keputusan menerapkan tekonolgi, karena dalam kurun waktu yang relatif panjang tidak menutup kemungkinan terjadinya perubahan faktor faktor produksi akibat perkembangan jaman dan perubahan lingkungan. Pemerahan secara tradisional membutuhkan teknik yang tepat agar susu keluar dari ambing dengan sempurna dan tetap mempertahankan kenyamanan ternak itu sendiri. Apabila tidak dilakukan dengan teknik yang tepat, waktu pemerahan akan menjadi lebih lama dari seharusnya dan pengeluaran susu dari ambing tidak maksimal. Pemerahan yang efektif dan efisien hanya terjadi pada saat hormon oksitosin bekerja yaitu selama 6-7 menit. Pemerahan tradisional tidak dapat dilakukan dengan cepat jika skala usaha besar, apabila tetap dilakukan membutuhkan tenaga kerja yang tidak sedikit. Dimana tenaga kerja membutuhkan biaya atau cost yang tidak sedikit. Oleh sebab itu diperlukan mekanisasi

6 6 pemerahan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan produktifitas, efektifitas, dan kualitas susu sapi perah. Produksi susu hasil mekanisasi pemerahan lebih baik dibandingkan dengan hasil pemerahan tradisional. Dari segi higienitas, pemerahan menggunakan mesin perah tidak tersentuh tangan sehingga cemaran bakteri melalui kontak dengan lingkungan sekitar dapat dihindari. Susu yang dihasilkan melaui pemerahan dengan menggunakan mesin perah lebih tinggi dibandingkan dengan pemerahan tradisional, dengan peningkatan sekitar 2,0 sampai 7,5 liter dalam sekali pemerahan, Disamping itu dengan menggunakan mesin perah, dalam waktu bersamaan dapat memerah dua ekor sapi atau lebih (Fillipovic dan Kokaj, 2009). Biaya produksi dapat ditekan apabila penggunaan input produksi yang lebih murah atau dengan input produksi yang lebih mahal namun umur ekonomisnya lama. Salah satu input produksi yang memiliki peran penting dalam usahaternak sapi perah adalah mesin dan peralatan. Mesin dan peralatan yang baik dan bagus kualitasnya akan memiliki umur ekonomis yang lama. Penggunaan mesin dan peralatan yang tepat guna juga dapat mempengaruhi pencapaian tingkat pendapatan peternak. Dalam kasus ini mekanisasi pemerahan mempengaruhi input produksi dalam suatu usahaternak sapi perah. Mekanisasi pemerahan yang dimaksud adalah introduksi mesin perah dalam usahaternak sapi perah rakyat di wilayah penelitian. Output dari usahaternak sapi perah adalah susu, ternak, dan limbah ternak. Semakin besar skala usaha semakin besar pula output yang diperoleh. Penerimaan yang diperoleh dari hasil usahaternak sapi perah adalah jumlah output yang

7 7 dihasilkan yaitu susu, pedet dan limbah dikalikan dengan harga per satuan unit output tersebut sehingga diperoleh hasil dalam satuan rupiah Semakin besar produksi yang dilakukan semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan untuk menunjang produksi tersebut. Keseluruhan biaya yang diperlukan dalam proses produksi tercermin dalam struktur biaya. Struktur biaya terdiri jumlah total biaya tetap ditambah dengan total biaya variable. Dalam struktur biaya terdapat dua hal penting yaitu biaya tetap atau fixed cost dan biaya variable atau variable cost. Variable cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan volume penjualan, dimana perubahannya tercermin dalam biaya variabel total. Dalam pengertian ini biaya variabel dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dari penjualan output, atau variabel cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit. Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak terpengaruh oleh volume penjualan. Berproduksi atau tidaknya usahaternak sapi perah, biaya ini tetap dikeluarkan. Besar kecilnya penerimaan dan struktur biaya akan mempengaruhi pendapatan. Semakin besar penerimaan akan mempengaruhi struktur biaya, begitu pula dengan sebaliknya apabila penerimaan semakin kecil, maka struktur biaya juga akan berubah. Pendapatan dapat diukur dengan melihat selisih antara penerimaan dan keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi (struktur biaya). Besar kecilnya pendapatan dipengaruhi oleh harga jual produk (dalam kasus ini adalah harga jual susu) yang diterima dan harga faktor produksi yang dikeluarkan. Analisis pendapatan untuk menghitung besar kecilnya tingkat pendapatan yang diperoleh usahaternak sapi perah yang menerapkan mekanisasi pemerahan.

8 8 Struktur biaya dan penerimaan dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisi atau menetapkan Break Even Point. Break Even Point (BEP) atau titik impas adalah suatu keadaan yang menunjukkan bahwa suatu usaha dalam keadaan tidak rugi dan tidak untung. Artinya besar total pengeluaran sama dengan besarnya penerimaan yang diperoleh, dengan kata lain ketika suatu usaha mencapai Break Even Point (BEP), maka pendapatan peternak dalam keadaan nol atau tidak untung dan tidak rugi. Penentuan titik impas atau Break Even Point dapat pula dilakukan dengan menggunakan pendekatan grafik atau bagan, dengan grafik Break Even Point manajemen akan dapat mengetahui hubungan antara biaya, penjualan (volume penjualan) dan laba. Disamping itu dengan grafik Break Even Point, manajemen dapat mengetahui besarnya biaya yang tergolong biaya tetap dan biaya variable. Dengan menggunakan grafik Break Even Point pula manajemen akan dapat mengetahui tingkat tingkat penjualan yang masih menimbulkan kerugian dan tingkat tingkat penjualan yang sudah menimbulkan laba atau besarnya rugi atau laba pada suatu tingkat penjualan tertentu. Secara grafik titik impas atau Break Even Point ditentukan oleh persilangan antara garis total revenue dan garis total cost. Analisis ini berguna apabila beberapa asumsi dasar dipenuhi. Asumsi-asumsi tersebut adalah biaya-biaya yang dikeluarkan yang dikelompokan dalam biaya variabel dan biaya tetap, besarnya biaya variabel total berubah-ubah secara proporsional dengan volume produksi atau penjualan, biaya tetap secara total tidak berubah meskipun ada perubahan besar kecilnya volume produksi atau penjualan, jumlah unit produk yang terjual sama dengan jumlah per unit produk yang diproduksi, suatu usaha hanya

9 9 memproduksi satu jenis produk, apabila lebih dari satu jenis komposisi masingmasing jenis produk dianggap konstan atau tidak berubah. P TR TC 2 TC 1 TFC 2 TFC 1 Q BEP1 Q BEP2 Q Ilustrasi 1. Grafik BEP yang Dipengaruhi Investasi (Mekanisasi Pemerahan) terhadap Struktur Biaya Produksi dan Pendapatan Usahaternak Sapi Perah (Soepono, 2012). Penerapan mekanisasi pemerahan menyebabkan adanya perubahan TFC 1 (Total Fixed Cost 1) meningkat ke TFC 2 (Total Fixed Cost 2) sebagai akibat dari adanya investasi pengadaan mesin perah. Hal tersebut mengakibatkan TC 1 (Total Cost 1) meningkat menjadi TC 2 (Total Cost 2). Dengan asumsi pendapatan yang diperoleh adalah sama, maka Titik Impas atau Break Even Point (BEP) akan bergeser ke kanan. Pada sumbu konstan nili Q BEP1 akan bergeser ke kanan menjadi Q BEP2. Hal tersebut menunjukan diperlukan peningkatan quantity minimum produk yang lebih besar (dalam hal ini adalah susu sebagai produk utama) agar usahaternak sapi perah yang menerapkan mekanisasi pemerahan dapat memperoleh keuntungan.

10 Input 1 0 Mekanisasi Pemerahan (mesin perah) Harga (Rp/unit ) Proses Produksi Output Susu (liter) Ternak (ekor) Limbah (kg) Skala Usaha (ekor) Struktur Biaya (Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp) Analisis: TC = TFC + TVC Analisis: TR = Q P Analisis: π = TR TC Analisis BEP: TR=TC BEP Skala Produksi Skala Usaha Ilustrasi 2. Kerangka Pemikiran Analisis Pendapatan dan Break Even Point 1.6 Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Koperasai Peternak Susu Bandung Utara (KPSBU) Lembang pada awal bulan Februari 2017 sampai akhir bulan Februari 2017.