STEVIE CHANTANU UNDER THE NEW YORK SKY

Transkripsi

1 STEVIE CHANTANU UNDER THE NEW YORK SKY

2 UNDER THE NEW YORK SKY Oleh: Stevie Chantanu Copyright 2015 by Stevie Chantanu Desain Sampul: Stevie Chantanu Diterbitkan melalui: 2

3 For my mother, my first fan 3

4 BAB 1 Suatu hari baru telah datang. Langit keunguan dan jingga menguak cakrawala yang seakan- akan membisikkan suatu harapan baru. Saat sinar itu menyentuh alam di kemerahan matahari, seperti ada sesuatu yang terlahir, yang membuat hidup ini berarti. Pagi seperti ini adalah masa yang sangat dia nikmati. Ada sesuatu yang sulit diungkapkan dengan kata- kata, sesuatu yang sangat kuat dan menyatu pada jiwa. Rasanya seperti sampai di rumah. Hujan baru saja berhenti, tetapi jalanan, jendela, dan dinding di studio itu masih dingin dan basah. Hari masih sangat muda dan masih sangat gelap ketika dia melangkah masuk ke studio yang terletak dibawah ruang tidurnya. Sudah beberapa lama dia tidak bisa tidur dengan baik. Walau badan terasa lelah, tetapi pikirannya terus berputar seakan tiada henti. Pikiran demi pikiran terlintas dengan cepat di alam bawah sadarnya dan membuatnya kerap terjaga. Dia mulai membersihkan perabot di dalam studio itu. Akhirnya dia menyalakan sebatang rokok dan menghisap dalam. Habis batang yang pertama, dia 4

5 pun menyalakan batang yang kedua, ditemani dengan kopi yang belakangan dia minum tanpa gula. Dia meraih telepon genggamnya, pukul 4:22 pagi. Masih terlalu pagi untuk melakukan apapun. Namun dia menikmati kesunyian pagi itu dan memutuskan untuk tidak kembali tidur. Dia melihat satu lukisan dan setelah dia terhanyut dalam pikiran dan emosi jiwa yang terkuak dalam, dia tersenyum, dan membuat komentar kecil, Sangat bagus, dia berkata setengah berbisik seraya membuang sisa- sisa wine yang tak kunjung dia minum. Dalam khayalannya, dia seperti melihat dan mengecap suatu kebahagiaan. Seakan- akan terbutakan oleh sinarnya yang teduh namun berani, semua di sekelilingnya sirna perlahan- lahan. Tidak ada keingininan untuk menatap yang lain, dia terpesona oleh kecantikan tarian yang ada di pikirannya yang telah terinspirasi oleh lukisan itu. Suatu karya yang sangat baik, pikir Harriett puas. Selesai mengerjakan pekerjaannya yang telah dia geluti selama tiga bulan terakhir, ada rasa lega dan juga rasa hampa yang sulit dijelaskan dengan kata- kata. Rasanya seperti habis selesai bercinta, dimana semua emosi dan rasa yang meluap- luap telah tertumpahkan dan kini yang tersisa hanya keheningan yang mendalam. Entah kapan terakhir dia bercinta. Telah begitu lama. Kesepian telah mendekapnya dalam rengkuhannya sehingga dia 5

6 tidak bisa lagi menangis. Kesepian telah menjadi teman terbaiknya di malam- malam yang tidak lagi bersahabat belakangan ini. Dia suka bercinta. Dia sangat menikmatinya. Terlebih- lebih bersama Aidan, kekasih terakhirnya. Semua akan terjadi dengan begitu natural, seadanya, secara begitu sederhana, dan apa adanya, dan dia sangat menikmati saat- saat mereka bersama. Membelai, mencumbu, mencium, merasakan, menikmati, menyelami jiwa satu sama lain seakan- akan mereka hidup untuk satu sama lain untuk selama- lamanya. Dan mereka berjanji, untuk selalu bersama. Ah, paling tidak untuk saat itu. Hingga pada akhirnya rasa pun pudar, jiwa pun tumbuh untuk akhirnya berpisah. Dia masih ingat saat pertama dia bertemu dengan Aidan. Pagi itu, kegiatan mulai berjalan di kota yang semarak ini. New York, ramai dengan berbagai kehidupan yang menyibak keindahan orang- orang yang bersantai dan menikmati keunikan ritmik hidup di kota yang serba cepat ini. Degup dan nyanyian di tempat ini mulai berkumandang. Matahari menyibak keindahan dan maraknya kehidupan orang- orang yang mulai beraktifitas menuju ke suatu tempat dan mengejar mimpinya. Di toko kecil itu, seorang ayah membawa anaknya untuk membuat sepasang sepatu. Di pasar buah, semarak dengan aroma pagi dan makanan khas Perancis, para pembeli 6

7 terlihat memilih apel untuk dibeli dan orang- orang terlihat bercakap- cakap dan akrab dengan satu sama lain. Tidak pernah terjadi suatu yang tidak menyenangkan di kota ini. Selalu ada seperti suatu nyanyian dan musik yang berkumandang di udara seiringan dengan suara orang- orang di sekitar dan derapan langkah anak- anak. Yuujiro, anjing miniature schnauzer kesayangannya menggoyangkan ekornya, tanda bergembira, dan melangkah ringan disampingnya. Seorang lelaki muda ada diluar toko sepatu itu, terlihat sedikit kebingungan, dan membuka bajunya dan memeras keringat yang membasahi baju itu. Apa yang dia lakukan, Harriett berpikir dalam hati. Dia membersihkan sepatunya yang kotor. Sepertinya hari ini bukanlah hari baik untuknya. Dalam cara yang sangat sulit untuk dijelaskan dengan kata- kata, Harriett seperti menebak- nebak bahwa dia adalah seorang yang bekerja sebagai musisi atau wartawan. Atau malah, dia adalah orang yang sering diambil fotonya oleh fotografer karena wajahnya yang tampan. Harriett melangkah mendekati lelaki itu yang sedang sibuk mengamati sepeda yang dia bawa. Sepedanya rusak, kata lelaki itu. Sepeda siapa? Apakah punya mu? jawab Harriett. 7