5 PEMBAHASAN. 5.1 Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 PEMBAHASAN. 5.1 Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan"

Transkripsi

1 0,119 P3 5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan Desa kusu Lovra merupakan salah satu desa pesisir yang ada di kecamatan Kao kabupaten Halmahera Utara. Sebagian besar penduduknya bekerja di sektor perkebunan, khususnya perkebunan kelapa. Namun ada juga penduduk setempat yang bekerja sebagai nelayan penuh, ada juga yang bekerja sebagai nelayan sambilan. Secara umum, masyarakat desa Kusu Lovra tergolong sebagai nelayan tradisional karena peralatan yang digunakan masih dalam kapasitas kecil. Begitu juga dengan petani setempat, mereka bukan petani yang aktif yang setiap saat bekerja di kebun, tetapi umumnya mereka hanya menunggu musim panen tiba baru bekerja. Dari jumlah penduduk 341 jiwa (90 kepala keluarga), 42 kepala keluarga berprofesi sebagai nelayan penuh, dan diantara 48 kepala keluarga ada yang bermata pencaharian sebagai nelayan sambilan. Bertambah dan berkurangnya jumlah nelayan di desa ini disebabkan karena masih banyaknya masyarakat yang bekerja di dua sektor, yaitu sektor perikanan dan sektor perkebunan. Nelayan di desa ini ada yang berstatus sebagai nelayan pemilik, dan ada juga sebagai buruh nelayan. Buruh nelayan umumnya tidak memiliki perahu sendiri, mereka hanya bekerja pada orang lain dengan system bagi hasil. Diantara pemilik perahu dan buruh nelayan tidak ada kontrak kerja yang mengikat mengenai target produksi maupun jadwal melaut.

2 Pemilik perahu tidak dapat memaksa buruh nelayan bekerja dalam jumlah waktu tertentu, termasuk hasil tangkapan yang harus di hasilkan dalam setiap kali melaut. Besar kecilnya hasil melaut di bagi rata antara pemilik perahu dengan buruh nelayan setelah dikurangi biaya operasional, akan tetapi jika buruh nelayan tidak mendapatkan hasil tangkapan, maka kerugian (biaya operasional) ditanggung oleh buruh nelayan. Sebagaimana halnya dengan kehidupan masyarakat desa pada umumnya, masyarakat desa Kusu Lovra sebagian kebutuhan bahan konsumsi rumah tangga sehari-hari dihasilkan sendiri atau semi swasembada. Kemampuan masyarakat desa Kusu Lovra membangun struktur ekonomi seperti ini karena didukung oleh pontensi sumberdaya tanah yang subur, ikatan-ikatan sosial yang asli, sistem kesukuan tradisional, kebutuhan-kebutuhan yang tak terbatas dan bersahaja, serta tidak terlalu berorientasi kepada laba (non profit oriented). Hal ini juga terkait dengan tingkat pendidikan masyarakat nelayan yang relatif rendah, sehingga tingkat inovasi dan kreativitas masyarakat nelayan dalam mengelola sumberdaya perikanan masih relatif rendah. Hasil produksi masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra sangat tergantung pada cuaca. Pada musim-musim tertentu, jumlah produksi bisa melimpah hingga tidak mampu diserap oleh pasar. Hal ini menyebabkan harga menjadi sangat rendah akibat panen melimpah. Tetapi ketika musim kemarau atau cuaca buruk, hasil produksi sangat kecil hingga hasil melaut tidak mampu menutupi biaya operasional. 5.2 Prioritas Strategi dan Penjabaran Program Berdasarkan kajian kepustakaan dan kondisi riil objek penelitian, disusun strategi pemberdayaan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra kecamatan Kao kabupaten Halmahera Utara dalam rangka menanggulangi kemiskinan dengan memperhatikan faktor eksternal dan internal yang mempengaruhinya. Secara umum, dari semua komponen dalam faktor SWOT yang telah diidentifikasi, program strategis berdasarkan hasil generating dari matriks SWOT

3 adalah sebagai berikut: (1) strategi SO (kekuatan-peluang) meliputi program sosialisasi fasilitas kredit yang lebih intensif terhadap nelayarn, dan program intervensi pasar (membuka peluang pasar) oleh pemerintah, (2) strategi WO (kelemahan-peluang) meliputi program pengenalan teknologi tepat guna kepada nelayan, dan program pengembangan divesivikasi usaha pengolahan ikan; (3) strategi ST (kekuatan-ancaman) meliputi program pengintensifan pengamanan laut oleh aparat keamanan, dan program deregulasi distribusi bahan bakar minyak (BBM) khusus untuk nelayan; (4) strategi WT (kelemahan-ancaman) meliputi program subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) bagi nelayan dan program pembuatan regulasi untuk mencegah penangkapan ikan destruktif melalui aturan adat. Dari delapan program strategis hasil generating dari matriks SWOT dengan mengacu juga pada seluruh komponen faktor-faktor yang di SWOT dalam rangka pemberdayaan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra, dirumuskan 3 (tiga) program prioritas, sebagai berikut: (1) peningkatan produktivitas nelayan, (2) peningkatan peran kelembagaan lokal, dan (3) konservasi sumberdaya ikan. Setelah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan A WOT untuk mendapatkan alternative prioritas program, menurut responden program peningkatan produktifitas nelayan memiliki nilai bobot paling tinggi, kemudian diikuti oleh komponen peningkatan peran kelembagaan lokal, dan konservasi sumberdaya ikan di sekitar perairan Teluk Kao Peningkatan Produktifitas Nelayan Sumberdaya perikanan yang ada di perairan Teluk Kao seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan disekitarnya termasuk nelayan di desa Kusu Lovra. Hasil observasi lapangan dapat diidentifikasi faktor-faktor penyebab rendahnya tingkat pendapatan nelayan, antara lain karena nelayan di desa Kusu Lovra dalam melakukan aktivitas penanggkapan ikan menggunakan alat tangkap yang masih tradisional dan skala kecil, selain itu pengetahuan dan keterampilan juga masih terbatas. Sedangkan khusus untuk buruh nelayan, ditemukan bahwa mereka belum mampu membeli perahu dan peralatan tangkap sendiri. Salah satu penyebab

4 adalah akses terhadap lembaga keuangan seperti bank sangat rendah padahal hampir sebagian besar kegiatan perikanan tangkap di Indonesia didominasi oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Charle, et al (2008) mengemukakan bahwa kegiatan perairan Indonesia, hingga saat ini masih didominasi oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), baik oleh nelayan penangkap maupun nelayan pengolah hasil tangkapan. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari statistik perikanan tahun 2006 yang menunjukkan bahwa dari unit armada perikanan yang digunakan oleh seluruh nelayan di Indonesia, sekitar 90.9% merupakan perahu tanpa motor, perahu motor temple dan kapal motor yang berukuran di bawah 5 GT. Hasil penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia pada tahun 2006 mencapai hampir 49 juta unit. Dari angka tersebut hanya 13% saja yang mampu mengakses perbankkan, sedangkan 49,87% mengandalkan modal sendiri. Secara umum, pendapatan nelayan desa Kusu Lovra masih lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran. Diketahui bahwa pendapatan rata-rata nelayan desa Kusu Lovra sebesar Rp per bulan (pendapatan dari sektor perkebunan sebesar Rp dan sektor perikanan Rp per bulan) sedangkan pengeluaran sebesar Rp per bulan sehingga masih terdapat selisih pendapatan sebesar Rp per bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan keluarga nelayan dari sektor perikanan sebesar Rp per bulan, nilai pendapatan rata-rata nelayan desa Kusu Lovra dari sektor perikanan masih sangat jauh dari upah minimum provinsi (UMP) Maluku Utara tahun 2009 yakni sebesar Rp per bulan. Jika nelayan di desa Kusu Lovra hanya mengandalkan pendapatan dari sektor perikanan maka untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari saja sangat tidak mungkin tercukupi. Kehidupan selama ini berlangsung karena pemenuhan sebagian kebutuhan konsumsi rumah tangga sehari-hari dihasilkan dari usaha kebun sendiri. Bila diperhadapkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya dipenuhi misalnya; biaya pendidikan anak-anak, dan lain-lain maka pendapatan nelayan dari sektor perikanan sangat tidak memadai. Selisih lebih pendapatan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra karena didorong oleh pendapatan yang bersumber dari sektor

5 perkebunan yakni perkebunan tanaman kelapa. Oleh karena itu bagi masa depan kehidupan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra sektor perkebunan tanaman kelapa dan pertanian tanaman pangan perlu mendapat perhatian terutama ketika musim peceklik tiba, agar para nelayan bisa mengusahakan kebun mereka, dan istriistri nelayan dapat mengusahakan tanaman pangan untuk mengatasi persoalan pemenuhan kebutuhan konsumsi bahan pangan keluarga nelayan setiap hari. Gambaran pendapatan nelayan desa Kusu Lovra dari sektor perikanan sebagaimana di atas, umumnya terjadi karena masyarakat nelayannya sebagian besar hanya sebagai buruh nelayan, disamping itu sarana tangkapan yang dioperasikan juga masih sangat sederhana dan tradisional, sehingga kapasitas tangkapnya juga sangat kecil. Pendapatan nelayan desa Kusu Lovra dari sektor perikanan sebagaimana digambarkan sebelumnya setelah diakumulasikan dengan pendapatan dari sektor perkebunan dan dibandingkan dengan total nilai kebutuhan rumah tangga setiap bulan, masih terdapat selisih lebih pendapatan. Terhadap selisih lebih pendapatan tidak semua nelayan memiliki tabungan di bank maupun di lembaga keuangan mikro yang ada di lingkungan sekitarnya. Kondisi sebagaimana dialami masyarakat nelayan desa Kusu Lovra ternyata sangat tidak berbeda dengan kondisi nelayan pada umumnya di Indonesia terutama terkait dengan akses permodalan terhadap lembaga-lembaga keuangan seperti bank. Ketiadaan dan keterbatasan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra untuk mengakses modal pada lembaga keuangan seperti bank juga menjadi salah satu penyebab kurangnya produktifitas mereka. Agar produktifitas nelayan di desa Kusu Lovra terjadi peningkatan, semua faktor yang berperan dalam peningkatan produksi perlu dioptimalkan pemanfaatannya, terutama terhadap peralatan tangkap, karena itu langkah yang perlu dilakukan adalah membuka akses bagi masyarakat nelayan terutama dari lembaga-lembaga keuangan seperti bank dan juga lembaga keuangan lain seperti koperasi, dan dapat juga mendorong keswadayaan masyarakat melalui penguatan kelembagaan dengan membentuk kelompok usaha bersama. Pengalaman program Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dengan pendekatan kelembagaan dengan maksud untuk memperkuat posisi tawar masyarakat, mereka

6 haruslah terhimpun dalam suatu kelembagaan yang kokoh, sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan dengan baik. Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung (intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain itu kelembagaan ini juga dapat menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya perguliran dana produktif di antara kelompok lainnya. Lembaga keuangan seperti bank, koperasi dan lembaga keuangan lain agar dapat memfasilitasi pembinaan dan pelatihan tentang pengembangan usaha perikanan tangkap, memfasilitasi informasi-informasi kebijakan pinjaman bagi masyarakat, serta membuka peluang pemberian kredit untuk kepemilikan kapal terutama bagi buruh nelayan, sekaligus memfasilitasi masyarakat untuk pembiasaan menyisihkan sebagian dari pendapatan mereka untuk ditabung, penghapusan investasi, dan penyisihan biaya pemeliharaan. Persoalan yang dihadapi masyarakat terhadap pemberian pinjaman, adalah kepercayaan lembaga-lembaga keuangan seperti bank kepada masyarakat kecil sangat rendah, karena selama ini fasilitas pinjaman pada lembaga keuangan seperti bank hanya dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas, dan juga banyak fakta terjadi kegagalan pengembalian pinjaman yang dikucurkan bagi masyarakat kecil, oleh karena itu pembinaan adalah kata kunci, membangun keberdayaan masyarakat adalah cara satu-satunya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat. Somodiningrat (1999) mengatakan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Pemberdayaan memiliki dua kecenderungan yaitu kecenderungan primer dan kecenderungan sekunder. Kecenderungan primer merupakan pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi berdaya; kecenderungan sekunder, merupakan pemberdayaan yang menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan mereka. Pola pendekatan yang dilakukan dalam rangka membangun keberdayaan masyarakat adalah pola pendampingan, dimana pendamping dapat berperan sebagai

7 fasilitator, masyarakat dampingan dan fasilitator sama-sama dapat bertindak sebagai narasumber untuk memecahkan berbagai persoalan mereka. Pengalaman penerapan program Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) menyatakan pentingnya pendampingan, karena keberadaan pendamping memang dirasakan sangat dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan. Masyarakat belum dapat berjalan sendiri mungkin masih kuatnya tingkat ketergantungan mereka karena belum pulihnya rasa percaya diri mereka akibat paradigm-paradigma pembangunan masa lalu. Terlepas dari itu semua, peran pendamping sangatlah vital terutama mendampingi masyarakat menjalankan aktivitas usahanya. Namun yang terpenting dari pendampingan ini adalah menempatkan orang yang tepat pada kelompok yang tepat pula. Masyarakat tidak hanya diperlakukan sebagai objek tapi harus terlibat aktif dalam sebuah proses, dalam proses pemberdayaan, masyarakat tidak bisa dipandang bagaikan murid sekola dikelas, dan pendamping/penyuluh bagaikan seorang guru, sehingga yang terjadi adalah guru mengajar dan siswa belajar, tetapi proses pemberdayaan untuk membangun keberdayaan selalu memandang bahwa kita semualah pembelajar-pembelajar itu, kitalah yang belajar bersama, anda belajar saya mengajar saya mengajar anda belajar, kita semua menjadi sumber belajar. Selain itu semua faktor produksi yang dapat mempengaruhi hasil tangkapan perlu diketahui agar dapat dilakukan efisiensi dan efektifitas terhadap faktor-faktor input guna menghasilkan output yang optimal. Dengan demikan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan sehingga kesejahteraannya juga meningkat. Dalam upaya membangun keberdayaan dalam bidang usaha, cepat dan lambatnya perkembangan usaha juga perlu ditopang oleh upaya pendampingan untuk penguatan nelayan, khususnya kepada para buruh nelayan agar dapat memiliki kesadaran dan kemampuan untuk memanfaatkan peluang fasilitas kredit pada lembaga keuangan seperti bank dan koperasi untuk memiliki kapal sendiri, sekaligus dapat memiliki kemampuan untuk mengelola dan mengatur usaha dan mengatur Ekonomi Rumah Tangga (ERT) keluarga nelayan. Secara garis besar rencana

8 program peningkatan produktivitas nelayan desa Kusu Lovra dapat dilihat pada lampiran lampiran Peningkatan Peran Kelembagaan Lokal Dalam upaya untuk meningkatkan peran kelembagaan lokal, hasil SWOT menegaskan bahwa ada dua prioritas program yang dapat dilaksanakan yaitu membentuk kelompok usaha bersama bagi istri nelayan, dan kedua adalah memberikan pelatihan diversifikasi usaha pengolahan ikan. Dari kedua program tersebut, memberikan pelatihan diversifikasi usaha pengolahan ikan mendapat prioritas paling tinggi, sedangkan prioritas program membentuk kelompok usaha bersama bagi istri nelayan merupakan prioritas kedua. Kegiatan usaha ekonomi di desa Kusu Lovra hingga saat ini masih dilakukan secara individu, belum ada kelompok usaha bersama yang lahir dari masyarakat nelayan sendiri. Kondisi ini memang sangat sulit bagi masyarakat desa umumnya di Halmahera Utara karena tingkat kepercayaan antar sesama dalam masyarakat sudah sangat rendah terutama menyangkut dengan soal-soal keuangan, disamping itu kemampuan mengelola usaha bersama juga masih rendah karena keterbatasan sumberdaya manusia. Pada hal dengan berkelompok maka beban bisa menjadi lebih ringan, kemungkinan mendapatkan dukungan dari pihak luar lebih besar dibandingkan usaha dilakukan secara perorangan. Oleh karena itu pendampingan untuk penguatan dalam rangka pembiasaan pengelolaan usaha bersama menjadi sangat penting diperhatikan. Pendamping atau Penyuluh tidak hanya ditugaskan datang dan memberikan penyuluhan, tetapi peran pendampingan untuk melatih ketelatenan masyarakat, membangun dan memperkuat kebiasaan baru, menjadi kunci membangun budaya baru terhadap kemampuan usaha masyarakat. Hubungan kerja yang terjadi saat ini adalah hubungan antara atasan dengan bawahan atau pemilik perahu dengan buruh nelayan dengan sistem bagi hasil. Penghasilan diperoleh ketika buruh nelayan melaut, ketika buruh nelayan tidak melaut maka pemilik perahu juga ikut tidak mendapatkan penghasilan. Kondisi ini mestinya dipahami bersama antar kedua pihak agar kerja-kerja yang saling

9 menguntungkan dapat diupayakan dan jangan satu pihak saja yang dikorbankan, oleh karena itu dalam kegiatan kunjungan pendampingan untuk penguatan, pendamping atau juga penyuluh, mestinya memiliki kesempatan untuk mencairkan suasana ini, mengkomunikasikan kondisi ini agar para pihak yang bekerja sama berada dalam hubungan kemitraan yang saling menguntungkan dan menghargai otonomi masingmasing, karena itu upaya saling menghargasi perlu mendapat tempat yang istimewa dalam hugungan kerjasama itu. Keberadaan koperasi simpan pinjam di desa Kusu Lovra belum bisa dimanfaatkan secara optimal oleh nelayan dan masyarakat setempat, alasannya karena bunga pinjaman yang ditetapkan oleh koperasi dinilai terlalu tinggi jika hendak meminjam uang. Nelayan setempat juga tidak ada yang menjadi anggota dari koperasi tersebut. Meskipun ada koperasi yang menawarkan kemudahan, dan bunga pinjaman yang relatif lebih rendah, tidak semua nelayan maupun masyarakat mengetahui keberadaan maupun jasa yang ditawarkan oleh koperasi tersebut. Mencermati kondisi seperti ini, peran pendamping sangat dibutuhkan. Pendamping mestinya dapat mengupayakan untuk memiliki informasi, paling tidak mengupayakan informasi untuk diteruskan kepada masyarakat, sekaligus dapat mengajak masyarakat, membiasakan masyarakat untuk belajar bagaimana cara mengakses informasi, dan memanfaatkan peluang-peluang disekitarnya untuk kepentingan peningkatan usaha mereka. Desa Kusu Lovra secara geografis terletak cukup jauh dari ibu kota kabupaten yang menjadi sumber pasokan berbagai kebutuhan baik kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan usaha. Banyak kebutuhan masyarakat dan nelayan yang harus dipasok dari pusat ibu kota kabupaten seperti BBM, es batu, dan kebutuhan pokok lainnya. Hingga saat ini semua kebutuhan tersebut masih dipenuhi oleh masing-masing anggota masyarakat. Selain itu, pemasaran hasil produksi ikan, dilakukan dengan cara masing-masing kepada para pedagang maupun kepada konsumen. Hal-hal inilah yang menjadi peluang untuk dilakukannya usaha secara berkelompok, misalnya segala kebutuhan nelayan dan masyarakat tersebut disediakan oleh kelompok usaha bersama, sehingga keuntungan nantinya bisa dinikmati bersama-sama. Begitu juga dengan proses pemasaran, pemasaran bisa

10 dilakukan melalui kelompok usaha bersama, sehingga harga yang ditetapkan sama antara nelayan yang satu dengan nelayan yang lain terhadap jenis dan ukuran (spesifikasi) hasil tangkapan yang sama. Pembentukan kelompok usaha bersama ini harus dibangun atas dasar kepentingan bersama dan adanya tujuan bersama yang ingin dicapai secara bersama pula. Kelompok usaha bersama ini dibentuk tidak hanya bagi para nelayan, melainkan dapat melibatkan istri-istri nelayan yang sebagian besar aktivitasnya di darat sambil menunggu suami mereka pulang melaut. Adapun kegiatan usaha bersama yang bisa dilakukan oleh para istri nelayan adalah usaha pengeringan ikan, atau inti dari kegiatan usaha istri nelayan adalah mengolah ikan menjadi produk yang memiliki nilai tambah, sehingga membuka peluang bagi para istri nelayan untuk membantu menambah penghasilan rumah tangga nelayan. Hasil analisa A WOT diketahui bahwa yang menjadi prioritas pertama dalam upaya peningkatan kapasitas kelembagaan lokal adalah memberikan pelatihan diversifikasi usaha pengolahan ikan. Pelatihan bagi anggota kelompok merupakan pemberian modal yang sangat penting dalam melakukan kegiatan usaha. Sebab modal dalam melakukan usaha tidak hanya dalam bentuk uang semata, tetapi keterampilan dan pengetahuan mengenai jenis usaha yang akan mereka lakukan merupakan modal yang paling mendasar. Tanpa adanya keterampilan dari masingmasing anggota, maka kegiatan usaha yang akan dilakukan menjadi sia-sia. Jenis pelatihan yang akan diberikan sangat tergantung pada minat dari masing-masing anggota dan ketersediaan sumberdaya alam yang ada disekitar tempat tinggal mereka. Misalnya mereka tinggal di daerah pesisir, maka pelatihan keterampilan yang sesuai diberikan adalah pelatihan pengolahan ikan menjadi barang yang memiliki nilai tambah, seperti membuat ikan asap, pengeringan, penggaraman, pindang, terasi, pengasapan, tepung ikan dan kerupuk. Kegiatan semacam ini sudah lama dilakukan di beberapa kecamatan di kabupaten Halmahera Utara, kecuali di kecamatan Kao dan kecamatan Galela. Selain pelatihan untuk memperkuat keterampilan pemanfaatan sumberdaya ikan terutama

11 pada musim panen besar, pelatihan-pelatihan lainpun menjadi penting. Salah satu persoalan yang juga menonjol di desa Kusu Lovra adalah persoalan kemampuan mengelola keuangan dari pendapatan. Oleh karena itu pelatihan pengaturan ekonomi rumah tangga menjadi pilihan pendukung agar keluarga-keluarga nelayan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik untuk mengatur dan mengelola keuangan dari pendapatan mereka dan secara bijak dapat memanfaatkan pendapatan sesuai dengan tingkat kebutuhan dan bukan keinginannya. Model pelatihan yang dilakukan adalah betul-betul pelatihan dimana selama proses pelatihan berlangsung, terjadi pengalihan kertampilah dari pelatih kepada yang dilatih dan bukan pelaksanaan ceramah, penyuluhan, seperti seorang guru mengajar pada murid-muridnya. Dalam pemberdayaan, proses itu menjadi sangat penting, karena di dalam proses itulah, pendamping, fasilitor dapat mengajak dan membimbing masyarakat untuk belajar membiasakan diri. Secara garis besar rencana program peningkatan peran kelembagaan local desa Kusu Lovra dapat dilihat pada lampiran lampiran Konservasi sumberdaya ikan Dalam dinamika perikanan, tangkap masyarakat nelayan selalu di hadapkan dengan persoalan bagaimana memelihara sumberdaya secara berkelanjutan, dimana kehidupan mereka digantungkan padanya. Memelihara sumberdaya perikanan memang menjadi sangat kompleks dalam pembangunan perikanan sebab sumberdaya ini dikategorikan sebagai sumberdaya yang dapat pulih, tetapi selalu muncul pertanyaan terhadap pemanfaatan sumberdaya tersebut, berapa besar ikan yang dapat dimanfaatkan tanpa harus menimbulkan dampak negatif untuk masa mendatang? Budi W (2008) mengemukakan bahwa sumberdaya pesisir dan lautan merupakan modal dasar pembangunan perikanan dan dalam pemanfaatannya digunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Perlu diketahui bahwa sifat sumberdaya perikanan adalah tidak tak terbatas, sehingga pemanfaatannya harus lebih hati-hati agar tidak terjadi kepunahan. Dewasa ini di beberapa tempat telah terjadi tekanan pemanfaatan sumberdaya perikanan dari

12 berbagai gangguan yang kurang terkendali karena penggunaan bahan peledak, dan pemakaian alat tangkap yang terlarang. Bagi masyarakat nelayan desa Kusu Lovra, sumberdaya perairan Teluk Kao adalah tempat menggantungkan harapan dan masa depan mereka, oleh karena itu agar sumberdaya ini tetap terjaga dan terpelihara, program konservasi sumberdaya ikan menjadi sangat penting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam rangka konservasi sumberdaya ikan terdapat empat alternative strategi kegiatan pemberdayaan nelayan di desa Kusu Lovra, antara lain: 1) pembangunan pos jaga, 2) melakukan patroli rutin, 3) menambah armada patrol pengamanan laut, dan 4) melarang penangkapan ikan dengan bahan peledak. Hasil analisis AWOT menunjukkan bahwa prioritas kegiatan dari 4 (empat) kegiatan dalam rangka konservasi sumberdaya ikan adalah pembangunan pos jaga, dengan nilai bobot paling tinggi. Nelayan desa Kusu Lovra memberikan tanggapan demikian karena tindakan melarang penangkapan ikan dengan cara destruktif sudah sering dilakukan tetapi hasilnya tidak maksimal bahkan dapat menimbulkan tindakan-tindakan yang mengarah kepada konflik fisik antar nelayan. Oleh karena itu pelibatan keamanan dengan membangun pos jaga dan patroli secara rutin untuk melakukan pengawasan menjadi pilihan yang perlu dipertimbangkan. Persoalan yang dapat muncul kemudian adalah darimanakah sumber pembiayaan untuk menopang operasional keamanan bila patroli dilakukan secara rutin? Oleh karena itu pengawasan dengan melibatkan masyarakat menjadi pilihan alternatif. Pengawasan berbasis masyarakat hanya bisa dilakukan bila diawali dengan diskusi-diskusi untuk membangun kesadaran semua pihak dalam masyarakat pesisir. Proses diskusi itu sendiri harus selalu memberi ruang bagi masyarakat untuk ikut aktif dimana pendamping/penyuluh hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi tukar pengalaman, tukar informasi, proses belajar bersama antar nelayan terhadap perbagai persoalan yang menjadi pergumulan mereka. Hasil-hasil diskusi diupayakan dapat dituangkan dalam rencana tindak lanjut, dan sedapat mungkin diupayakan agar ada kesepakatan untuk melakukan evaluasi

13 terhadap pelaksanaan rencana tindak lanjut, agar dapat teridentifikasi masalahmasalah yang ditemui ketika pelaksanaan rencana tersebut. Diskusi dapat dilakukan antar nelayan di dalam desa, dan agar permasalahan dan pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam diskusi tersebut dapat menyebar ke banyak pihak yang berkepentingan terhadap sumberdaya itu, maka diskusi-diskusi dapat pula dilakukan bagi nelayan antar desa. Langkah ini akan banyak membantu mempercepat upaya membangun kesadaran bersama terhadap kelompok yang lebih luas atas kepentingan keberlanjutan sumberdaya perikanan yang menjadi sumber utama pengasilan mereka. Suatu saat nanti bila kesadaran sudah terbangun dengan baik, manfaat diterima dan dirasakan dari sumberdaya tersebut, maka motivasi dan keterpanggilan untuk terus bertanggungjawab menjaga kelestariaan akan semakin kuat. Program konservasi sumberdaya ikan menjadi penting dilakukan karena pada masa yang akan datang jumlah nelayan sudah pasti akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk (angkatan kerja). Sedangkan disisi lain, jumlah ikan belum tentu akan bertambah mengingat adanya penangkapan ikan dengan cara destruktif yang dapat merusak habitat ikan serta rusaknya tampat ikan berpijah dan berkembang biak. Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak merupakan masalah yang serius saat ini hingga pada masa yang akan datang karena itu upaya pencegahanpun telah dilakukan, namun hingga saat ini hasilnya belum optimal. Upaya pembangunan pos jaga, patroli rutin, melibatkan masyarakat dalam pengawasan diharapkan dapat mengurangi kerusakan ekosistem sumberdaya ikan sebagai tempat ikan berpijah, berkembang biak, dan sebagai tempat pembesaran.

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Desa Kusu Lokasi Penelitian John R Pattiasina C452070304 Lampiran 2 Gambar Alur Proses Penelitian Observasi Wawancara STUDI Teridentifikasi : Faktor-faktor SWOT Kondisi

Lebih terperinci

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat nelayan merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Pada umumnya mereka adalah kelompok masyarakat tertinggal yang berada pada

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera No.166, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ALAM. Pembudidaya. Ikan Kecil. Nelayan Kecil. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5719) PERATURAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Provinsi Jambi memiliki sumberdaya perikanan yang beragam dengan jumlah produksi perikanan laut di Provinsi Jambi sebesar 43.474,1.ton pada tahun 2015, akan

Lebih terperinci

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH TUGAS AKHIR TKP 481 Oleh : ASTRID EKANINGDYAH L2D000400 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

VII KESIMPULAN DAN SARAN

VII KESIMPULAN DAN SARAN VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka berikut ini penulis akan menyajikan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Hasil analisis kinerja keuangan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 1) Miskin sekali: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun lebih rendah 75% dari total pengeluaran 9 bahan pokok 2) Miskin: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 75-125%

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

4. PENINGKATAN PENDAPATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN EKONOMI RUMAH TANGGA NELAYAN SKALA KECIL

4. PENINGKATAN PENDAPATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN EKONOMI RUMAH TANGGA NELAYAN SKALA KECIL 4. PENINGKATAN PENDAPATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN EKONOMI RUMAH TANGGA NELAYAN SKALA KECIL Sasaran Rekomendasi : Kebijakan perikanan tangkap LATAR BELAKANG Tingkat kesejahteraan pelaku usaha kelautan

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA KUSU LOVRA KECAMATAN KAO KABUPATEN HALMAHERA UTARA

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA KUSU LOVRA KECAMATAN KAO KABUPATEN HALMAHERA UTARA STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA KUSU LOVRA KECAMATAN KAO KABUPATEN HALMAHERA UTARA (Empowerment Strategy for Fisherman Communities in Kusu Lovra Villagae of Kao Subdistrict of North Halmahera

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Upaya Pemberantasan Kemiskinann Masyarakat Pesisir MEMBERI NELAYAN KAIL, BUKAN UMPANNYA

Upaya Pemberantasan Kemiskinann Masyarakat Pesisir MEMBERI NELAYAN KAIL, BUKAN UMPANNYA KABUPATEN DELI SERDANG Upaya Pemberantasan Kemiskinann Masyarakat Pesisir MEMBERI NELAYAN KAIL, BUKAN UMPANNYA Sumber: Inovasi Kabupaten di Indonesia, Seri Pendokumentasian Best Practices, BKKSI, 2008

Lebih terperinci

Gagasan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan melalui Pendekatan Sistem

Gagasan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan melalui Pendekatan Sistem Gagasan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan melalui Pendekatan Sistem Sugeng Hartono 1 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor 1 Sugeng.ug@gmail.com 1. Pendahuluan Nelayan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO

PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO Setya Prihatiningtyas Dosen Program Studi Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN 241 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan (1) Karakteristik nelayan di lokasi penelitian secara spesifik dicirikan dengan: (a) karakteristik individu: pendidikan rendah, nelayan pendatang, motivasi intrinsik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang penting yaitu sebagian besar penggunaan lahan. Pertanian di Indonesia dapat berjalan dengan baik karena didukung adanya

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang penting yaitu sebagian besar penggunaan lahan. Pertanian di Indonesia dapat berjalan dengan baik karena didukung adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian berperan besar dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah laut dewasa ini mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah dan

I. PENDAHULUAN. Wilayah laut dewasa ini mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Wilayah laut dewasa ini mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah dan masyarakat, hal ini karena wilayah laut diyakini memiliki potensi sumberdaya yang dapat memberikan

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 56 5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 5.1 Bentuk Keterlibatan Tengkulak Bentuk-bentuk keterlibatan tengkulak merupakan cara atau metode yang dilakukan oleh tengkulak untuk melibatkan

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesejahteraan adalah mengukur kualitas hidup, yang merefleksikan aspek ekonomi, sosial dan psikologis. Dalam aspek ekonomi, maka kemampuan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daratannya. Selain itu, Indonesia juga merupakan Negara dengan garis

BAB I PENDAHULUAN. daratannya. Selain itu, Indonesia juga merupakan Negara dengan garis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari beribu-ribu pulau dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Selain itu,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan dua per tiga wilayahnya berupa perairan dan mempunyai potensi sumber daya ikan sekitar 6,4 juta ton/tahun. Dengan besarnya potensi tersebut

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi alam di sektor perikanan yang melimpah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakatnya. Salah satu sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Mengkaji perilaku nelayan artisanal di Indonesia, khususnya di pantai Utara Jawa Barat penting dilakukan. Hal ini berguna untuk mengumpulkan data dasar tentang perilaku nelayan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Keterbatasan modal merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam usaha, terutama bagi usaha kecil seperti usahatani. Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perikanan di laut sekitar 5,8 juta km 2, yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta km

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PEREKONOMIAN BERBASIS KERAKYATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan air laut di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM sumber gambar: republika.co.id I. PENDAHULUAN Energi mempunyai peran penting dan strategis untuk pencapaian tujuan sosial, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan masih menjadi masalah yang mengancam Bangsa Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta jiwa yang berarti sebanyak 16,58

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki satu abad sejarah panjang dalam keuangan mikro, bila dihitung dari masa penjajahan Belanda. Pada masa tersebut, lembaga keuangan mikro (LKM)

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN

CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN CONTRACT FARMING SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU DALAM BIDANG PETERNAKAN PENDAHULUAN Sektor pertanian (dalam arti luas termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan) merupakan sektor yang paling besar menyerap

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. mengkaji hakikat dan makna dari temuan penelitian, masing-masing temuan

BAB V PEMBAHASAN. mengkaji hakikat dan makna dari temuan penelitian, masing-masing temuan BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan tentang pemberdayaan masyarakat nelayan oleh kelompok nelayan Tuna Jaya di Desa Tasikmadu Kccamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek, telah dipaparkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional. Sebagai sektor yang menyerap 80 90% tenaga kerja, usaha Mikro Kecil dan Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah lima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam perekonomian Indonesia karena beberapa alasan antara lain: (1) sumberdaya perikanan, sumberdaya perairan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini yang merupakan bagian penutup dari laporan penelitian memuat kesimpulan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang perlu dikemukakan demi keberhasilan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diakui bahwa usaha kecil dan menengah mempunyai peran penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi merupakan hal yang mutlak yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP

VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP VI. STRATEGI PENYEMPURNAAN PEMANFAATAN DANA PINJAMAN BERGULIR P2KP 6.1 Prioritas Aspek yang Berperan dalam Penyempurnaan Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir P2KP Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SANTAN KELAPA

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SANTAN KELAPA STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SANTAN KELAPA (Studi Kasus pada PT. Pacific Eastern Coconut Utama di Desa Sukaresik Kecamatan Sidamulih Kabupaten Pangandaran) Oleh : Aan Mahaerani 1, Dini Rochdiani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia. Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

pestisida dan permodalan (Sisfahyuni, 2008).

pestisida dan permodalan (Sisfahyuni, 2008). 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Peran Kelembagaan Pertanian Penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan mutlak diperlukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. HM Idham Samawi Bupati Bantul Jika ada yang mengatakan bahwa mereka yang menguasai pangan akan menguasai kehidupan, barangkali memang benar. Dalam konteks negara dan perkembangan

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta mereka adalah kepala rumah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR.. i DAFTAR ISI.. iii DAFTAR TABEL.. v DAFTAR GAMBAR. ix DAFTAR LAMPIRAN.. x

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR.. i DAFTAR ISI.. iii DAFTAR TABEL.. v DAFTAR GAMBAR. ix DAFTAR LAMPIRAN.. x DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.. i DAFTAR ISI.. iii DAFTAR TABEL.. v DAFTAR GAMBAR. ix DAFTAR LAMPIRAN.. x I. PENDAHULUAN. 1 1.1 Latar Belakang. 1 1.2 Rumusan Masalah 4 1.3 Tujuan Penelitian.. 5 1.4

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Penanganan. Fakir Miskin. Pendekatan Wilayah. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah menyadari pemberdayaan usaha kecil menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat dan sekaligus

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci