HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Lokasi Penelitian Peternakan domba Indocement berlokasi di kampung Legok Ratih, Desa Tajur, Kabupaten Bogor adalah sebuah peternakan yang memanfaatkan lahan bekas penambangan bahan semen. Peternakan ini berdiri pada Oktober 2008 bekerja sama dengan Fakultas Peternakan IPB. Gambar 2. Kandang di Peternakan Domba Indocement. Peternakan domba Indocement memiliki 3 kandang utama dan 1 kandang isolasi. Kandang bertipe kandang panggung. Kandang panggung dicirikan dengan adanya tiang penyanggah sehingga kandang berada diatas tanah (sekitar 0,5 1 m) dan berbentuk panggung. Alas lantai kandang terbuat dari bilah bambu yang dipasang dengan sedikit celah sehingga memudahkan kotoran jatuh kebawah kandang. Kandang ini memiliki lantai kolong yang bersemen dan miring ke arah selokan sehingga memudahkan dalam pembersihan kotoran. Atap kandang bertipe monitor dan berbahan genteng. Gambar 3. Kandang Koloni dan Ternak di dalam Kandang Koloni. 13

2 Kondisi Klimat Rataan suhu dan kelembaban lingkungan dari Peternakan Domba Indocement selama sepuluh minggu yang diamati pada dalam kandang dan luar kandang dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara di Lokasi Penelitian Lokasi Waktu Suhu ( o C) Kelembaban (%) Dalam Kandang Pagi 25,06 ± ,63 ± 12,70 Siang 32,04 ± 3,23 53,00 ± 16,65 Sore 28,55 ± 1,28 69,25 ± 11,25 Luar Kandang Pagi 28,49 ± 4,89 73,88 ± 17,59 Siang 40,25 ± 5,02 32,88 ± 11,61 Sore 29,29 ± 2,16 69,88 ± 9,96 Keterangan : pagi (07.30) WIB, siang (13.30) WIB, sore (17.30) WIB Kondisi cuaca di Peternakan Domba Indocement di dalam kandang lebih rendah dibandingkan dengan diluar kandang baik pagi, siang dan sore. Selain itu kelembaban didalam kandang juga lebih tinggi yaitu 81,63%±12,70%. Kelembaban didalam kandang juga pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan siang dan sore hari. Suhu diluar kandang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu didalam kandang. Suhu diluar kandang 40,25±5,02 o C. Rataan curah hujan selama penelitian atau selama 10 minggu adalah 22,39 mm/hari. Suhu optimal untuk domba di daerah tropis berkisar antara o C (Kartasudjana, 2001). Hal ini menunjukan bahwa suhu diluar kandang peternakan Indocement berada diatas suhu nyaman domba. Suhu siang hari di dalam kandang adalah 32,04±3,23 o C dan di luar kandang adalah 40,25±5,02 o C yang artinya kisaran suhu pada siang hari berada diatas suhu nyaman domba. Ramdan (2007) menyatakan bahwa peningkatan suhu dan kelembaban lingkungan dapat menyebabkan penurunan terhadap konsumsi pakan sehingga semakin tinggi suhu dan kelembaban udara pada suatu tempat cenderung menurunkan produktivitas ternak, terutama pertambahan bobot badan yang lambat disebabkan oleh tidak efisiennya penggunaan energi untuk pertumbuhan, karena sebagian energi tersebut banyak digunakan untuk meningkatkan aktivitas fisiologis diantaranya respirasi. 14

3 Kondisi Ternak Penelitian Kondisi Fisiologis. Suhu tubuh dapat diukur melalui suhu rektal, karena suhu rektal merupakan indikator yang baik untuk menggambarkan suhu internal tubuh ternak. Suhu rektal juga sebagai parameter yang dapat menunjukkan efek dari cekaman lingkungan terhadap domba. Oktameina (2011) melaporkan suhu tubuh pagi hari, domba yang dicukur lebih rendah (37,97±0,28 0 C) dibandingkan dengan yang tidak dicukur (38,47±0,31 0 C). Pada siang hari suhu tubuh yang dicukur lebih rendah (38,45±0,20 0 C) dibandingkan dengan yang tidak dicukur (38,70±0,25 0 C). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat cekaman atau beban panas yang dialamin oleh domba yang tidak dicukur lebih tinggi jika dibandingkan dengan domba yang dicukur. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan suhu rektal domba di daerah tropis berada pada kisaran 39, C. Oktameina (2011) melaporkan bahwa denyut jantung pada sore hari jantan (86,72±6,47 kali/menit) lebih tinggi dibandingkan dengan betina (81,24±4,12 kali/menit). Hal ini disebabkan domba garut jantan bersifat lebih agresif dan sangat kuat dibandingkan dengan betina. Sehingga aktivitas jantan lebih banyak yang menyebabkan denyut jantungnya pun lebih tinggi dibandingkan dengan betina. Denyut jantung domba pada sore hari meningkat seiring dengan peningkatan suhu tubuh, selain itu aktivitas yang dilakukan oleh ternak pada sore lebih tinggi dibandingkan siang ataupun pagi hari. Sore hari ternak dimasukkan ke dalam kandang setelah digembalakan sehingga ternak berlari-larian yang dapat menyebabkan denyut jantung domba berdetak lebih cepat (Oktameina, 2011). Denyut jantung domba kali/menit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Respirasi meliputi semua proses baik fisik maupun kimia, hewan mengadakan pertukaran gas-gas dengan lingkungan sekelilingnya, khususnya gas O 2 dan CO 2 (Widjajakusuma dan Sikar, 1986). Oktameina (2011) melaporkan bahwa laju respirasi pada pagi hari, domba jantan (24,08±2,78 kali/menit) lebih rendah dibandingkan dengan betina (28,16±2,20 kali/menit). Respirasi domba yang dicukur (24,46±2,90 kali/menit) lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak dicukur (27,78±2,69 kali/menit). Hal ini disebabkan pagi hari domba tidak mengalami stres karena suhu lingkungan berada pada kisaran suhu nyaman, sehingga laju respirasi berada pada kisaran normal. 15

4 Oktameina (2011) melaporkan bahwa pada siang hari laju respirasi pada domba yang dicukur (38,84±6,56 kali/menit) lebih rendah dibandingkan yang tidak dicukur (55,86±8,53 kali/menit). Hal ini disebabkan karena domba yang tidak dicukur memiliki respirasi yang tinggi karena pada saat pelepasan panas tubuh domba yang tidak dicukur akan terhambat maka cara yang lebih tepat untuk pelepasan panas yaitu melalui respirasi. Domba yang dicukur respirasinya lebih rendah karena pada saat pelepasan panas tubuh lebih efisien. Respirasi pada sore hari domba jantan dan betina yang tidak dicukur lebih tinggi dibandingkan dengan domba jantan yang dicukur dan domba betina yang dicukur. Oleh sebab itu domba yang dicukur memiliki laju respirasi yang lebih rendah dibandingkan dengan domba yang tidak dicukur (Oktameina,2011). Domba tropis mempunyai frekuensi laju respirasi berkisar hembusan per menit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Produksi dan Perfoma Ternak. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui performa ternak. Pertambahan bobot badan yang tinggi sangat diharapkan pada suatu peternakan untuk menghasilkan bobot badan yang tinggi serta keefesienan dalam mencerna pakan. Yunidar (2011) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan harian (PBBH) domba garut jantan yang dicukur (156±10 g/ekor/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan betina yang dicukur (60±14 g/ekor/hari), jantan dan betina yang tidak dicukur (67±17 g/ekor/hari dan 74±20 g/ekor/hari). Pakan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari konsentrat dan hijauan. Konsentrat yang diberikan merupakan pakan konsentrat komersil, sedangkan hijauan yang diberikan berupa rumput Brachiaria humidicola, air minum diberikan secara ad libitum. Yunidar (2011) melaporkan bahwa rataan konsumsi pakan hijauan segar adalah 1.114,5±83,1 g/ekor/hari, Sedangkan rataan konsumsi pakan konsentrat adalah 198,57±1,18 g/ekor/hari, Konsumsi pakan hijauan dan konsentrat adalah sebesar 716,79±40,7 g/ekor/hari. Produksi bulu domba dapat diukur melalui beberapa parameter diantaranya adalah pertumbuhan panjang bulu domba, produksi berat segar bulu domba, dan diameter bulu domba. Ma ani (2011) melaporkan bahwa rataan pertumbuhan panjang bulu pada domba garut setelah pencukuran adalah 16

5 0,38±0,03 mm/hari. Rataan diameter bulu domba garut adalah 112,19±11,93 µm, sedangkan rataan produksi berat segar bulu domba garut adalah 0,43±0,02 mg/cm 2 /hari. Menurut Ensminger (1991) panjang bulu domba sangat bervariasi antara 1-20 inchi pertahun, rata-rata pertumbuhan bulu domba pada domba merino adalah 0,2 mm/hari. Tingkah Laku Ternak. Tingkah laku saat pencukuran merupakan tingkah laku yang dilakukan oleh seekor domba selama pencukuran. Tingkah laku yang sering muncul saat pencukuran adalah tingkah laku agonistik, yaitu mengangkat kepala, menendang dan berusaha untuk berdiri. Tingkah laku agonistik terjadi akibat adanya kulit atau bagian bulu yang terjepit oleh gunting sehingga domba merasa kesakitan dan berusaha untuk melawan. Namun terdapat beberapa domba yang melakukan agonistik meskipun tidak tergunting kulitnya, diduga disebabkan stress atau merasa tertekan akibat penanganan ternak dan posisi berbaring yang kurang nyaman. Ma ani (2011) melaporkan bahwa hasil pengamatan selama pencukuran menunjukkan frekuensi tingkah laku agonistik pada domba jantan adalah 15,70±5,70 kali/pencukuran, dan pada betina lebih tinggi yaitu sebesar 19,70±4,80 kali/pencukuran. Frekuensi agonistik pada betina saat pencukuran lebih tinggi dibandingkan dengan jantan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Fraser (1975), yang menyatakan bahwa jantan lebih agresif bila dibandingkan dengan betina. Namun hal ini diduga disebabkan pada domba betina mengalami tingkat stress yang lebih tinggi saat pencukuran, sehingga domba betina menjadi lebih agresif dan menunjukkan tingkah laku agonistik yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa setiap ternak memiliki respon yang berbeda terhadap rangsangan yang diberikan. Tingkah laku lain yang muncul selama pencukuran adalah vokalisasi dan membuang kotoran yaitu membuang feses. Tingkah laku vokalisasi sering muncul bersamaan dengan agonistik atau disaat terdapat kulit yang tergunting. Frekuensi tingkah laku vokalisasi pada jantan, dan betina, adalah 1,70±2,30 kali/pencukuran dan 9,50±13,20 kali/pencukuran. Frekuensi tingkah laku vokalisasi pada betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan. Hal ini dapat disebabkan betina lebih stress dibandingkan jantan sehingga frekuensi vokalisasi meningkat. Tingkah laku 17

6 membuang kotoran jarang dilakukan selama pencukuran yaitu sebanyak 0,70±0,90 kali/pencukuran dan 0,50±0,50 kali/pencukuran masing-masing pada jantan, dan betina. Tingkah laku membuang kotoran yang muncul adalah membuang feses tingkah laku membuang urine tidak muncul selama pencukuran. Pencukuran bulu domba dilakukan untuk memanen bulu atau untuk tujuan kebersihan. Namun pencukuran akan menghilangkan bulu yang menutupi tubuh domba yang memungkinkan adanya perubahan tingkah laku. Rataan tingkah laku agonistik pada jantan adalah 0,62±0,53 kali/10 menit, sedangkan pada betina 0,12±0,17 kali/10 menit. Rataan frekuensi tingkah laku agonistik pada domba betina lebih rendah bila dibandingkan dengan tingkah laku agonistik pada jantan. Hal ini sesuai dengan pendapat Craig (1981), tingkah laku agonistik juga dimiliki oleh hewan betina namun frekuensinya sangat kecil hal ini disebabkan karena hewan betina juga dapat memproduksi hormon androgen yang dihasilkan oleh ovari dan pituitary glan, namun jumlahnya tidak sebanyak yang diproduksi oleh jantan. Tingkah laku agonistik yang muncul adalah menendang kandang dengan kaki, dan menumbukkan kepala pada dinding kandang. Tingkah laku ingestive lain adalah merumput, makan pakan hasil pemotongan atau penyimpanan dan konsentrat. Peningkatan produksi dapat dicapai jika ternak makan dengan agresif sehingga memakan pakan lebih banyak (Ensminger, 2002). Ma ani (2011) melaporkan bahwa rataan tingkah laku ingestive pada jantan dan betina adalah 6,00±3,53 kali/10 menit dan 8,38±0,53 kali/10 menit.. Tingkah laku ingestive yang sering muncul selama pengamatan adalah tingkah laku ruminasi dan minum. Tingkah laku makan rumput atau konsentrat jarang dijumpai karena pengamatan dilakukan setelah pemberian pakan selesai. Tingkah laku berikutnya adalah tingkah laku membuang kotoran yaitu tingkah laku membuang feses dan urinasi. Ma ani (2011) melaporkan bahwa rataan tingkah laku membuang kotoran pada domba jantan dan betina adalah 0,12±0,17 kali/ 10 menit dan 0,12±0,18 kali/10 menit. Tingkah laku membuang kotoran yang muncul selama pengamatan adalah mengeluarkan feses dan urin. Hart (1985) menyatakan bahwa tingkah laku membuang kotoran ini dipengaruhi oleh pakan yang dimakan serta karakter fisiologis dari tiap hewan tersebut 18

7 Tingkah laku lain yang berkaitan dengan pencukuran adalah tingkah laku merawat diri. Ma ani (2011) melaporkan bahwa rataan frekuensi tingkah laku merawat diri domba garut adalah 3,37±2,65 kali/10 menit, sedangkan frekuensi tingkah laku merawat diri domba betina sebelum dicukur adalah 4,00±1,73 kali/10 menit dan menurun menjadi 0,75±0,96 kali/10 menit. Penurunan frekuensi tingkah laku merawat diri pada betina dapat disebabkan karena dengan adanya pencukuran domba menjadi lebih bersih baik dari kotoran yang menempel pada bulu maupun ektoparasit yang mungkin berkembang pada kulit saat dalam keadaan bulu panjang, sehingga dengan demikian domba akan merasa lebih bersih dan menurunkan frekuensi tingkah laku merawat diri. Tingkah laku lain adalah tingkah laku vokalisasi yaitu tingkah laku mengeluarkan suara. Domba biasanya melakukan vokalisasi disaat mengalami gangguan atau pada saat waktu pemberian pakan tiba. Ma ani (2011) melaporkan bahwa selama pengamatan dilakukan domba tidak menunjukkan adanya tingkah laku vokalisasi. Hal ini dapat disebabkan karena kenyamanan kandang yang berupa kandang monitor sehingga dengan demikian sirkulasi udara dalam kandang lancar. Selain hal tersebut domba di peternakan ini biasanya melakukan tingkah laku vokalisasi pada saat waktu pemberian konsentrat dan akan digembalakan. Ukuran Morfometrik Ukuran Morfometrik Domba pada Akhir Penelitan Penggukuran ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor ternak. Rataan morfologi domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur pada akhir penelitian disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis menunjukkan bahwa rataan morfometrik domba pada akhir penelitian tidak berbeda nyata (P>0,05) pada semua peubah. Rataan panjang badan pada akhir penelitian adalah 56,6±3,58 cm. Salamahwati (2004) melaporkan rataan panjang badan domba garut jantan tipe tangkas pada umur kurang dari 1 tahun adalah 42,52±12,82 cm dan untuk tipe pedaging panjang badannya adalah 47,91±8,26 cm, sedangkan panjang badan 19

8 betina tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 44,15±9,88 cm dan 44,19 ± 7,51 cm. Tabel 3. Rataan Morfometrik Domba pada Akhir Penelitian (10 minggu). Peubah JK Perlakuan Rataan Cukur Tidak Cukur Jantan 57,3 ± 3,70 56,4 ± 4,83 56,85 ± 4,08 PB Betina 55,1 ± 3,89 57,6 ± 1,98 56,35 ± 3,20 Rataan 56,2 ± 3,27 57 ± 3,54 56,6 ± 3,58 TB Jantan 58,5 ± 2,69 57,2 ± 3,42 57,85 ± 2,98 Betina 58,4 ± 3,64 57,4 ± 2,19 57,9 ± 2,88 Rataan 58,45 ± 3,02 57,3 ± 2,71 57,87 ± 2,86 TPG Jantan 63,1 ± 4,34 58,4 ± 3,78 60,75 ± 4,57 Betina 60,9 ± 4,09 59,7 ± 2,77 60,3 ± 3,36 Rataan 62 ± 4,14 59,05 ± 3,20 60,53 ± 3,91 LID Jantan 59,2 ± 6,62 58,6 ± 6,62 58,9 ± 4,93 Betina 61,48 ±5,35 61,2 ± 2,28 61,34 ±3,88 Rataan 60,34 ± 4,35 59,9 ± 4,86 60,12 ± 4,50 DD Jantan 23,4 ± 1,29 23,8 ± 2,59 23,6 ± 1,94 Betina 23,1 ± 1,43 22,6 ± 1,56 22,85 ± 1,43 Rataan 23,25 ± 1,29 23,2 ± 2,11 23,23 ± 1,71 LED Jantan 14,3 ± 0,57 13,6 ± 1,78 13,95 ± 1,30 Betina 14,1 ± 0,22 14,4 ± 0,55 14,25 ± 0,42 Rataan 14,2 ± 0,42 14 ± 1,31 14,1 ± 0,95 LPG Jantan 12,7 ± 1,92 12,4 ± 1,34 12,55 ± 1,57 Betina 12,6 ± 0,55 14 ± 0,61 13,3 ± 0,91 Rataan 12,65 ± 1,33 13,2 ± 1,30 12,93 ± 1,31 PPG Jantan 18,1 ± 1,08 17,62 ± 1,68 17,86 ± 1,36 Betina 19,38 ± 1,61 18,6 ± 0,89 18,99 ± 1,29 Rataan 18,74 ± 1,46 18,11 ± 1,37 18,43 ± 1,42 Keterangan : PB = Panjang Badan, TB = Tinggi Badan, TPG = Tinggi Pinggul, LID = Lingkar Dada, DD = Dalam Dada, LED = Lebar Dada, LPG = Lebar Pinggul, PPG = panjang Pinggul, 20

9 Setiawan (2003) melaporkan betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun panjang badannya adalah 44,44±4,96 cm dan 45,44±3,10 cm. Rataan panjang badan pada akhir penelitian lebih tinggi dibandingkan panjang badan yang dilaporkan Salamahwati (2004) dan Setiawan (2003). Menurut Berg dan Butterfield (1976) pertumbuhan ternak bergerak kearah belakang (antero posterior) atau bagian depan tumbuh lebih awal. Rataan ukuran morfometrik domba pada akhir penelitian pada tinggi badan, tinggi pinggul, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, lebar pinggul dan panjang pinggul secara berurutan adalah 57,87±2,86 cm, 60,53±3,91cm, 60,12±4,50 cm, 23,23±1,71 cm, 14,1±0,95 cm, 12,93±1,31 cm, 18,43±1,42cm. Salamahwati (2004) melaporkan bahwa tinggi pundak dari jantan tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 52,07±12,42 cm dan 51,51±8,38 cm. Sedangkan betina tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 47,88±13,40 cm dan 48,13±9,33 cm. Setiawan (2003) melaporkan bahwa betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun memiliki tinggi pundak yaitu 55,52±2,99 cm dan 56,53±1,79 cm. Rataan tinggi badan domba yang diberi perlakuan pencukuran lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi badan domba yang dilaporkan oleh Salamahwati (2004) dan Setiawan (2003). Pada akhir penelitian perlakuan pencukuran belum tampak mempengaruhi ukuran morfometrik. Hasil ini menunjukan bahwa perlakuan pencukuran dan jenis kelamin tidak mempengaruhi ukuran morfometrik domba pada akhir penelitian. Pertumbuhan Morfometrik Domba Selama Penelitan Penggukuran ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor ternak. Rataan morfologi domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur pada awal penelitian disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis menunjukan perlakuan pencukuran secara umum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertumbuhan morfometrik, kecuali pada pertumbuhan panjang badan dan tinggi pinggul perlakuan pencukuran berpengaruh nyata (P<0,05). 21

10 Tabel 4. Rataan Pertumbuhan Morfometrik Domba Selama Penelitian. Peubah JK Perlakuan Rataan Cukur Tidak Cukur Jantan 6 ± 1,17 6,2 ± 2,59 6,1 ± 1,89 PB Betina 4,7 ± 0,91 7,8 ± 1,60 6,25 ± 2,05 Rataan 5,35 ± 1,20 A 7 ± 2,19 B 6,18 ± 1,92 TB Jantan 6,3 ± 1,30 5,4 ± 1,08 5,85 ± 1,23 Betina 6,7 ± 3,53 4,4 ± 1,82 5,55 ± 2,91 Rataan 6,5 ± 2,52 4,9 ± 1,51 5,7 ± 2,18 TPG Jantan 7,6 ± 3,27 4,4 ± 1,52 6 ± 2,93 Betina 6,4 ± 2,07 4,4 ± 1,47 5,4 ± 1,99 Rataan 7 ± 2,66 A 4,4 ± 1,41 B 5,7 ± 2,46 LID Jantan 2,5 ± 1 3,6 ± 1,01 3,05 ± 1,11 Betina 5,38 ± 3,83 4,2 ± 1,09 4,79 ± 2,73 Rataan 3,94 ± 3,04 3,9 ± 1,04 3,92 ± 2,21 DD Jantan 1,5 ± 0,61 4,05± 3,15 2,78 ± 2,53 Betina 2,4 ± 0,42 2,1 ± 1,08 2,25 ± 0,79 Rataan 1,95 ± 0,68 3,08 ± 2,45 2,51 ± 1,84 LED Jantan 0,9 ± 0,42 1,3 ± 0,27 1,1 ± 0,39 Betina 1,7 ± 0,57 1,3 ± 0,91 1,5 ± 0,75 Rataan 1,3 ± 0,63 1,3 ± 0,63 1,3 ± 0,62 LPG Jantan 1,8 ± 1,56 2,2 ± 0,57 2 ± 1,13 Betina 1,45 ± 0,62 2,4 ± 1,19 1,93 ± 1,03 Rataan 1,63 ± 1,14 2,3 ± 0,89 1,96 ± 1,05 PPG Jantan 1,3 ± 0,57 B 2,02 ± 0,59 AB 1,66 ± 0,67 Betina 2,88 ± 1,30 A 1,88 ± 0,92 AB 2,38 ± 1,19 Rataan 2,09 ± 1,26 1,95 ± 0,73 2,02 ± 1,01 Keterangan : PB = Panjang Badan, TB = Tinggi Badan, TPG = Tinggi Pinggul, LID = Lingkar Dada, DD = Dalam Dada, LED = Lebar Dada, LPG = Lebar Pinggul, PPG = panjang Pinggul, Superskrip (A,B) = Pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P < 0,05), Pertumbuhan panjang badan dari domba yang dicukur (5,35±1,20 cm) lebih rendah dari pada domba yang tidak dicukur (7±2,19 cm). Pertumbuhan tinggi pinggul dari domba yang dicukur (7±2,66 cm) lebih tinggi dari pada domba 22

11 yang tidak dicukur (4,4±1,41 cm). Pada jenis kelamin secara umum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada pertumbuhan morfometrik. Terdapat interaksi antara jenis kelamin dan perlakuan pencukuran yaitu pada panjang pinggul. Rataan pertumbuhan panjang pinggul jantan cukur dan betina cukur berbeda (P<0,05) yaitu 1,3±0,57 cm dan 2,88±1,30 cm. Rataan pertumbuhan panjang pinggul jantan cukur tidak berbeda dengan jantan tidak cukur dan betina tidak cukur. Rataan pertumbuhan panjang pinggul betina cukur tidak berbeda dengan jantan tidak cukur dan betina tidak cukur. Hasil analisis menunjukan rataan pertumbuhan tinggi badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, dan lebar pinggul selama penelitian tidak berbeda nyata (P>0,05). Rataan pertumbuhan tinggi badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, dan lebar pinggul secara berurutan adalah adalah 5,7±2,18 cm, 3,92±2,21cm, 2,51±1,84 cm, 1,3±0,62 cm, dan 1,96±1,05 cm. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan pencukuran tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan morfometik pada tinggi badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, dan lebar pinggul. Rataan pertumbuhan panjang badan ternak yang tidak dicukur lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang dicukur. Tingkah laku ternak yang diberi perlakuan pencukuran, meningkatkan tingkah laku makan, agonistik, vokalisasi dan membuang kotoran. Sehingga ternak yang dicukur mengeluarkan energi lebih banyak untuk hidup dibandingkan dengan ternak yang tidak dicukur. Hafez dan Dyer (1969) menyatakan bahwa pertumbuhan seekor ternak dipengaruhi olehfaktor genetik, faktor lingkungan, terutama manajemen pemeliharaan, jenis pakan, bobot badan dan iklim. Menurut Berg dan Butterfield (1976) pertumbuhan ternak bergerak kearah belakang (antero posterior) atau bagian depan tumbuh lebih awal. Terdapat interaksi antara perlakuan dan jenis kelamin berbeda nyata (P<0,05) pada pertumbuhan panjang pinggul domba. Perbedaan terjadi pada Jantan cukur dan betina cukur dengan pertambahan 1,3±0,57 cm dan 2,88±1,30 cm. Pertumbuhan betina cukur lebih tinggi dibandingkan dengan jantan cukur. Hasil ini menunjukan bahwa perlakuan pencukuran dan jenis kelamin berpengaruh terhadap pertambahan panjang pinggul. Ensminger (1977) menyatakan bahwa ternak betina mengalami pertumbuhan lebih dahulu 23

12 dibandingkan jantan. Hal ini dikarenakan betina menyiapkan pertumbuhannya pada organ reproduksi. Pertumbuhan akan meningkat bila mendekati pubertas atau kematangan, dan akan berhenti bila telah mencapai kematangan. (Taylor dan Field, 2004). Setelah mengalami kemasakan pertumbuhan otot dan tulang akan berhenti (Herren, 2000). Pencukuran bulu sebenarnya dapat mempengaruhi kondisi domba, terutama hubungannya dengan adaptasinya terhadap lingkungan. Hafez (1968) berpendapat bahwa pencukuran bulu dapat menaikan toleransi panas pada musim dimana suhu lingkungan tinggi, dan sebaliknya berkurang bila musim dingin. Disebutkan lebih lanjut bahwa pada dasarnya bulu berfungsi sebagai pelindung terhadap radiasi panas sinar matahari, sebagai insulator dan sebagai penangkap panas. Oleh karena itu pencukuran bulu dapat mempengaruhi baik keadaan fisiologi maupun produktivitas ternak. Menurut Baliarti (1984) pencukuran wol tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bila konsumsi pakan dan minum pada tiap domba adalah sama. Rataa konsumsi pakan dari konsentrat domba selama penelitian ialah sama untuk domba yang dicukur (198,87 gr/ekor/hari) dan tidak dicukur (198,06 gr/ekor/ hari). Jumlah konsentrat yang dikonsumsi ternak yang dicukur lebih banyak dibandingkan dengan ternak yang tidak dicukur. Ada selisih sebesar 0,71gr. Konsumsi rumput selama penelitian rata-rata 1,12 kg/ekor/hari untuk ternak yang dicukur dan 1,08 kg/ekor/hari untuk ternak yang tidak dicukur. Konsumsi rumput ternak yang dicukur juga lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang tidak dicukur. Perkembangan Ukuran Morfometrik Panjang Badan Pertumbuhan panjang badan dari ternak selama penelitian (sepuluh minggu) dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 4. Ukuran morfometrik JC, JTC, BC, dan BTC Pada minggu kenol secara berurutan adalah 49,7±2,33 cm, 47,4±5,14 cm, 49,2±3,49 cm, dan 47,9±1,25 cm. Pada minggu ke 2 dilakukan pencukuran, ukuran morfometrik pada minggu kedua pada JC dan JTC adalah 51,3±3,27 cm, dan 50,2±6,94 cm, sedangkan ukuran morfometrik BC dan BTC adalah 50,4±3,59 cm dan 49,8±1,30 cm. 24

13 Perkembangan morfometrik panjang badan pada minggu keempat dari JC, JTC, BC, dan BTC secara berurutan adalah 0,95 cm, 1,7 cm, 1,4 cm, dan 3 cm. perkembangan yang terkecil terjadi pada BC yaitu 1,4 cm. Sedangkan perkembangan terbesar terjadi pada BTC yaitu 3cm. Perkembangan panjang badan dari JC dan JTC setelah pencukuran mengalami peningkatan. Pada minggu kedelapan perkembangan panjang badan JC dan JTC mengalami perkembangan terendah selama penelitian yaitu 0,76 cm dan 0,69 cm. Perkembangan panjang badan JC dan JTC kembali meningkat pada minggu ke 10 panjang badan dari JC dan JTC adalah 57,3±3,70 cm dan 56,4±4,83 cm. Hal ini sama terjadi pada BTC, pertumbuhan yang terendah terjadi pada minggu keenam yaitu 1,1 cm. Perkembangan panjang badan setelah minggu keenam hingga minggu kesepuluh meningkat. Perkembangan panjag badan pada minggu kesepuluh merupakan perkembangan ukuran morfometrik tertinggi yaitu 2,1 cm. Panjang badan pada minggu kesepuluh dari BTC ialah 57,6±1,98cm. Perkembangan ukuran panjang badan BC setelah minggu keenam sbesar 1,1 cm. Gambar 4. Grafik Pertumbuhan Panjang Badan Domba Selama Penelitian. = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC). Pada minggu kedelapan perkembangan ukuran morfometrik JC dan JTC mengalami penurunan tetapi pada BC perkembangannya sama dengan minggu keenam. Pada akhir penelitian ukuran morfometrik panjang badan dari BC adalah 25

14 55,1 ± 3,89 cm. Menurut Berg dan Butterfield (1976) pertumbuhan ternak bergerak kearah belakang (antero posterior) atau bagian depan tumbuh lebih awal. Salamahwati (2004) melaporkan rataan panjang badan domba garut jantan tipe tangkas pada umur kurang dari 1 tahun adalah 42,52±12,82 cm, dan untuk tipe pedaging panjang badannya adalah 47,91±8,26 cm, sedangkan untuk betina tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 44,15±9,88 cm dan 44,19 ± 7,51 cm. Setiawan (2003) melaporkan betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun panjang badannya adalah 44,44±4,96 cm dan 45,44±3,10 cm. Pertumbuhan panjang badan selama penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan domba mengalami pertumbuhan secara linier. Hafez dan dyer (1969) menyatakan bahwa konsep pertumbuhan adalah sebagai peningkatan massa dalam waktu yang tidak terbatas secara umum, mula-mula terjadi peningkatan massa tubuh yang cepat kemudian menurun secara perlahan-lahan sampai suatu organisme mencapai fase dewasa. Tinggi Badan Pertumbuhan tinggi badan dari domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 5. Pertumbuhan tinggi badan selama penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan domba mengalami pertumbuhan secara linier. Ukuran morfometrik tinggi badan JC, JTC, BC, dan BTC pada minggu kenol secara berurutan adalah 50,02±1,87cm, 50,1±3,54 cm, 49,9±4,67 cm, dan 49,1±5,20 cm. Pada minggu kedua dilakukan pencukuran, ukuran morfometrik pada minggu kedua pada JC dan JTC adalah 52,2±2,86 cm, dan 51,8±3,36 cm, sedangkan ukuran morfometrik BC dan BTC adalah 51,7±4,52 cm dan 53±3,39 cm. Perkembangan morfometrik tinggi badan pada minggu keempat dari JC, JTC, BC dan BTC secara berurutan adalah 3,2 cm, 1 cm, 2,43 cm, dan 1,28 cm. perkembangan yang terkecil terjadi pada JTC yaitu 1,4. Sedangkan perkembangan terbesar terjadi pada JC yaitu 3,2 cm. Perkembangan tinggi badan dari JC dan BC setelah pencukuran mengalami peningkatan. Pada minggu kedelapan perkembangan tinggi badan JC dan BC mengalami perkembangan terendah selama penelitian yaitu 0,65 cm dan 0,8 cm. Perkembangan tinggi badan JC dan BC kembali meningkat pada minggu kesepuluh tinggi badan dari JC dan JTC adalah 58,5±3,65 cm dan 58,4±2,19 cm. 26

15 Gambar 5.Grafik Pertumbuhan Tinggi Badan Domba Selama Penelitian = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC) Pertumbuhan morfometrik yang terendah BTC terjadi pada minggu keenam yaitu 0,69 cm. Perkembangan tinggi badan setelah minggu keenam hingga minggu kesepuluh meningkat. Tinggi badan pada minggu kesepuluh dari BTC ialah 57,4±1,98 cm. Perkembangan ukuran panjang badan JTC minggu keenam merupakan perkembangan terendah yaitu 0,8 cm. Pada akhir penelitian ukuran morfometrik panjang badan dari JTC adalah 57,2±3,42 cm. Salamahwati (2004) melaporkan betina tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 47,88±13,40 cm dan 48,13±9,33 cm. Setiawan (2003) melaporkan bahwa betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun memiliki tinggi pundak yaitu 55,52±2,99 cm dan 56,53±1,79 cm. Pertumbuhan tinggi badan dari BTC lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi badan ternak yang dilaporkan oleh Salamahwati (2004) dan Setiawan (2003). Pada akhir penelitian atau selama sepuluh minggu penelitian rataan tinggi badan JC dan JTC adalah 58,5±2,69 cm dan 57,2±3,42 cm. Salamahwati (2004) melaporkan bahwa tinggi pundak dari jantan tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 52,07±12,42 cm dan 51,51±8,38 cm. 27

16 Tinggi panggul Pertumbuhan tinggi panggul dari domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 6. Perkembangan ukuran morfometrik tinggi panggul JC, JTC, BC, dan BTC pada minggu kenol secara berurutan adalah 53,3±2,68 cm, 51,1±3,94 cm, 53,3±4,44 cm, dan 54,2±4,55 cm. Pada minggu kedua dilakukan pencukuran, ukuran morfometrik pada minggu kedua pada JC dan JTC adalah 55,5±2,69 cm, dan 54±4,41 cm, dan ukuran morfometrik BC dan BTC adalah 54,5±4,77 cm dan 53,3±3,96 cm. Perkembangan morfometrik tinggi badan pada minggu keempat setelah pencukuran dari JC, JTC, BC dan BTC secara berurutan adalah 1,98 cm, 1,6 cm, 1,8 cm, dan 0,9 cm. Perkembangan yang terkecil terjadi pada BTC yaitu 0,9 cm. Sedangkan perkembangan terbesar terjadi pada JC yaitu 1,9 cm. Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Tinggi Pinggul Domba Selama Penelitian. = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC). Perkembangan tinggi panggul dari JTC setelah pencukuran meningkat. Pertumbuhan terendah terjadi pada minggu kesepuluh yaitu 0,6 cm. Perkembangan tinggi panggul dari JTC pada minggu kesepuluh lebih rendah dibandingkan dengan perkembangan tinggi panggul pada JC, BC, dan BTC pada 28

17 waktu yang sama. Pada minggu kesepuluh ukuran morfometrik JTC adalah 58,4±3,78 cm. Perkembangan tinggi badan dari JC dan BC setelah pencukuran mengalami peningkatan. Pada minggu kedelapan perkembangan tinggi badan JC mengalami perkembangan terendah selama penelitian yaitu 1 cm. Sedangkan perkembangan terendah dari BC terjadi pada minggu keenam yaitu 1,3 cm. Perkembangan tinggi badan JC dan BC kembali meningkat pada minggu kesepuluh tinggi badan dari JC dan JTC adalah 63,1±4,34 cm dan 60,9±4,09 cm. Pertumbuhan morfometrik yang terendah BTC terjadi pada minggu keempat yaitu 0,9 cm. Perkembangan tinggi badan setelah minggu keenam hingga minggu kesepuluh meningkat. Tinggi badan pada minggu kesepuluh dari BTC ialah 59,7±2,77 cm. Pada minggu kesepuluh domba yang dicukur memiliki ukuran tinggi panggul yang lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang tidak dicukur. Pertumbuhan tinggi panggul pada domba selama penelitian menunjukan peningkatan atau pertumbuhan secara linier. Lingkar Dada Pertumbuhan lingkar dada dari domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 7. Rataan pertumbuhan lingkar badan dari JC, JTC, BC, dan BTC. Pada minggu kenol memiliki ukuran lingkar dada yaitu secara berurutan 56,1±2,92 cm, 53,9±5,68 cm, 55,0±2,67 cm, dan 55,6±1,95 cm. Pada minggu kenol atau awal penelitian JC memiliki ukuran lingkar badan lebih besar dibandingkan dengan yang lain. Pada minggu kedua BTC pertumbuhan lingkar dada menjadi lebih besar. Pertumbuhan lingkar dada pada BTC pada minggu keempat yaitu sebesar 1,8 cm selama dua minggu. Pertumbuhan pada BC pada minggu kenol hingga minggu kedelapan pertumbuhannya tidak terlalu besar. Tetapi pada minggu kesepuluh pertumbuhan lingkar dada menjadi lebih cepat dibandingkan dengan ternak yang lainnya. Pertumbuhan yang sama juga terjadi pada JTC bahwa pada minggu kenol hingga minggu kedelapan pertumbuhannya sama. Tetapi pada minggu kesepuluh pertumbuhan lingkar dada menjadi lebih cepat. Ensminger (1977) menyatakan bahwa ternak betina mengalami pertumbuhan lebih dahulu dibandingkan jantan. 29

18 Hal ini dikarenakan betina menyiapkan pertumbuhannya pada organ reproduksi. Pertumbuhan akan meningkat bila mendekati pubertas atau kematangan, dan akan berhenti bila telah mencapai kematangan ( Taylor dan Field, 2004). Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Lingkar Dada Domba Selama Penelitian. = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC). Pertumbuhan lingkar dada JC pada minggu kenol hingga minggu kesepuluh pertumbuhannya tidak terlalu besar. Sehingga pada minggu kesepuluh JC, JTC, BC, dan BTC memiliki ukuran morfologi lingkar dada yaitu secara berurutan 59,2±3,27 cm, 58,6±6,62cm, 61,48±5,35 cm, 61,2±2,28 cm. Salamahwati (2004) melaporkan bahwa lingkar dada pada jantan tangkas dan pedaging umur kurang dari 1 tahun adalah 54,97±6,73 cm dan 54,30±14,65 cm, sedangkan untuk betina tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun lingkar dadanya adalah 53,02±13,19 dan 52,48±11,28 cm. Setiawan (2003) melaporkan bahwa lingkar dada pada betina tangkas dan betina pedaging usia kurang dari 1 tahun adalah 58,64±5,91 cm dan 61,61±4,12 cm. Takaendengan (1998) menyatakan bahwa lingkar dada merupakan bagian tubuh domba yang mengalami pembesaran kearah samping. Nurhayati (2004) menyatakan bahwa lingkar dada mempunyai hubungan yang lebih erat dengan 30

19 bobot badan dibandingkan dengan panjang badan, tinggi pundak, serta dalam dan lebar dada pada domba priangan jantan tipe pedaging dan tangkas. Takaendengan (1998) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan seekor hewan, bertambah besar pula hewan tersebut karena bertambahnya bobot badan dan besar badan kearah samping nyata. Dalam Dada Pertumbuhan dalam dada dari domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 8. Pertumbuhan morfometrik dalam dada pada minggu kenol pada JC, JTC, BC dan BTC ialah secara berurutan adalah 20,9±1,78 cm, 18,4±4,88 cm, 19,6±1,56 cm dan 19,5±1,58 cm. Pada minggu kenol ukuran dalam dada JTC paling rendah dibandingkan dengan ternak lainnya yaitu 18,4±4,88cm. Pada minggu kedua pertumbuhan dalam dada dari JTC meningkat, peningkatan pertumbuhan dari JTC hingga minggu keempat. Pertumbuhan dalam dada dari JC pada minggu ke nol hingga minggu kedua mengalami pertumbuhan sebesar 1cm dan pertumbuhan lainnya tidak terlalu besar sehingga pertumbuhan dari JC mengalami pertumbuhan yang lambat dibandingkan dengan ternak yang lain. Gambar 8. Grafik Pertumbuhan Dalam Dada Domba Selama Penelitian. = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC). 31

20 Rataan pertumbuhan dari dalam dada BTC pada minggu pertama adalah 19,5±1,58 cm. Pertumbuhan dalam dada dari BTC pada tiap minggu tidak terlalu besar pertumbuhannya sebesar 0,5 cm. Rataan pertumbuhan pada minggu keenam yang paling tinggi pada BTC yaitu sebesar 0,7 cm. sehingga rataan pertumbuahan dalam dada JC, JTC, BC dan BTC pada minggu kesepuluh adalah 23,4±1,29 cm, 23,8±2,59 cm, 23,1±1,43cm, dan 22,6±1,56 cm. Lebar Dada Pertumbuhan lebar dada dari domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 9. Rataan pertumbuhan lebar dada JC, JTC, BC dan BTC pada minggu kenol ialah secara berurutan 12,8±0,57 cm, 12,1±1,75 cm, 11,6±1,14cm, dan 12,5±1,27 cm. Pada minggu kenol, BC memiliki lebar dada yang lebih rendah dibandingkan dengan ternak yang lainnya yaitu 11,6±1,14 cm. Pertumbuhan lebar dada pada minggu kenol hingga minggu keempat mengalami pertumbuhan sebesar 1,8 cm selama empat minggu pada minggu keenam pertumbuhan lebar dada dari BC menjadi melambat yaitu sebesar 0,1 cm. Gambar 9. Grafik Pertumbuhan Lebar Dada Domba Selama Penelitian. = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC). 32

21 Lebar dada JC pada awal minggu atau minggu kenol ialah 12,8±0,57 cm. Pertumbuhan lebar dada yang tertinggi dari JC adalah pada minggu kedua yaitu sebesar 0,6 cm. Selanjutnya pertumbuhan pada JC sekitar 0,25 cm. Pada JTC lebar dada pada minggu kenol hingga minggu keenam meningkat. Lebar dada pada minggu keenam sebesar 13,0±1,69 cm. Pertumbuhan dari minggu kenol hingga minggu keenam adalah 0,9cm. Minggu kedelapan pertumbuhan lebar dada pada JTC sebesar 0,1 cm, dan meningkat kembali pada minggu kesepuluh yaitu sebesar 0,6 cm. Rataan pertumbuhan lebar dada dari BTC dari minggu kenol hingga minggu kedua sebesar 0,6cm. Pertumbuhan lebar dada BTC kembai melambat pada minggu keempat. Sehingga pada minggu keempat lebar dada BTC adalah 13,2±0,76 cm. Saat minggu keenam pertumbuhan lebar dada dari BTC kembali meningkat sebesar 0,4 cm. Rataan lebar dada JC, JTC, BC dan BTC pada minggu kesepuluh ialah secara berurutan 14,3±0,57 cm, 13,6±1,78 cm, 14,1±0,22 cm, dan 14,4±0,55 cm. Lebar Pinggul Pertumbuhan lebar pinggul dari domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 10. Rataan morfometrik lebar pinggul pada minggu kenol BC memiliki lebar pinggul yang lebih rendah dibandingkan dengan ternak lainnya. Rataan lebar pinggul pada JC, JTC, BC, dan BTC secara berurutan ialah 10,3±0,45 cm, 9,9±1,59 cm, 9,8±1,30 cm, dan 10,4±0,89 cm. Pertumbuhan lebar pinggul pada JC pada minggu kesepuluh mengalami pertumbuhan yang tinggi dibandingkan pada minggu lainnya yaitu sebesar 1,1 cm. pada minggu kesepuluh rataan lebar pinggul JC sebesar 12,7 ± 1,92 cm. Lebar pinggul pada JTC tiap minggu meningkat pada minggu kedua pertumbuhannya sebesar 0,3 cm dan terus meningkat hingga 0,9 cm pada minggu kesepuluh. Sehingga pada minggu kesepuluh rataan lebar pinggul dari JTC sebesar 12,4±1,34 cm. Pada minggu kedua lebar pinggul dari BC dan BTC mengalami peningkatan yaitu sebesar 1,35 cm dan 1,2 cm. pertumbuhan BTC dan BC lebih tinggi dibandingkan dengan JC dan JTC. Selanjutnya lebar pinggul dari BTC 33

22 tumbuh lebih besar dibandingkan dengan BC. Tetapi pertumbuhannya tidak secepat pada minggu kenol. Pada minggu keempat pertumbuhan lebar pinggul hanya 0,2 cm. Sedangkan pada minggu kesepuluh pertumbuhan lebar pinggul mencapai 1 cm. Lebar pinggul pada minggu kesepuluh ialah sebesar 14 ± 0,61 cm. Gambar 10. Grafik Pertumbuhan Lebar Pinggul Domba Selama Penelitian. = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC). Rataaan pertumbuhan BC mengalami peningkatan hanya pada minggu kedua dan masih mengalami pertumbuhan pada minggu selanjutnya. Pertumbuhan lebar pinggul yang terbesar terjadi pada minggu keenam yaitu sebesar 0,55 cm. sehingga pada minggu kesepuluh lebar pinggul dari BC sebesar 12,6 ± 0,55. Panjang Pinggul Pertumbuhan panjang pinggul dari domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 11. Ukuran panjang pinggul pada JC, JTC, BC, dan BTC pada minggu kenol secara berurutan yaitu 16,0±1,0 cm, 14,8± 1,30 cm, 16,2±0,57 cm, 15,88±1,14 cm. Pada 34

23 minggu kenol panjang pinggul dari JTC adalah yang paling rendah. Pertumbuhan panjang pinggul dari JTC pada tiap minggu mengalami peningkatan. Saat minggu ke dua pertumbuhannya lebih tinggi yaitu sebesar 0,8 cm. Pada minggu ke delapan pertumbuhannya melambat yaitu sebesar 0,26 cm dan kembali meningkat pada minggu kesepuluh sehingga pada akhir penelitian panjang pinggul dari JTC menjadi 17,62±1,68 cm. Panjang pinggul dari JC selama sepuluh minggu mengalami peningkatan. Pada minggu kedua pertumbuhannya merupakan pertumbuhan yang paling besar selama sepuluh minggu yaitu 0,8 cm. Pertumbuhan panjang pinggul dari JC kembali melambat pada minggu kedua. Setelah minggu kedua pertambahan ukuran panjang pinggul meningkat kembali. Selama sepuluh minggu penelitian panjang pinggul dari JC yaitu sebesar 18,1±1,08 cm. Pada BTC pertumbuhan panjang pinggul selama sepuluh minggu tidak banyak pertumbuhan. Pertumbuhan panjang pinggul yang tertinggi terjadi pada minggu kedua yaitu sebesar 0,84 cm. Sedangkan pertumbuhan yang paling rendah selama sepuluh minggu, terjadi pada minggu keenam dan kesepuluh yaitu sebesar 0,4 cm. Pada akhir penelitian panjang pinggul dari BTC ialah 18,6±0,89 cm. Gambar 11.Grafik Pertumbuhan Panjang Pinggul Domba Selama Penelitian. = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC). 35

24 Panjang pinggul dari BC selama penelitian. Pada minggu kenol panjang pinggul BC ialah yang paling panjang dibandingkan dengan ternak yang lainnya. Pertumbuhan panjang pinggul dari BC meningkat tinggi terjadi pada minggu ke delapan yaitu sebesar 0,84 cm. Pertumbuhan pada minggu kedelapan ini yang terjadi pada BC merupakan pertumbuhan panjang pinggul yang paling tinggi dibandingkan dengan JC, JTC, dan BTC. Selanjutnya pertumbuhan panjang pinggul BC kembali meningkat. Sehingga pada akhir penelitian atau pada minggu kesepuluh panjang pinggul dari BC sebesar 19,38±1,61cm. Ensminger (1977) menyatakan bahwa ternak betina mengalami pertumbuhan lebih dahulu dibandingkan jantan. Hal ini dikarenakan betina menyiapkan pertumbuhannya pada organ reproduksi. Pertumbuhan akan meningkat bila mendekati pubertas atau kematangan, dan akan berhenti bila telah mencapai kematangan. (Taylor dan Field, 2004). Kompilasi Perkembangan Morfometrik. Perkembangan morfometrik domba selama penelitian menunjukan bahwa pada minggu kenol ukuran panjang badan betina cukur dan tidak dicukur berada diantara panjang badan jantan cukur dan tidak cukur. Hal yang sama terjadi pada lingkar badan, dan dalam dada. Perkembangan morfometrik jantan tidak cukur dari minggu kenol hingga pada minggu kesepuluh pada grafik pertumbuhan secara umum berada di bawah jantan cukur, betina cukur dan tidak cukur. Tetapi pada peubah dalam dada, jantan tidak cukur pada minggu kesepuluh perkembanganya berada diatas jantan cukur, betina cukur dan betina tidak cukur. Perkembangan morfometrik pada minggu kedua terdapat perubahan pada ukuran morfometrik betina cukur dan tidak cukur. Saat minggu ke nol ukuran morfometrik betina cukur dan tidak cukur berada diantara jantan cukur dan tidak cukur pada peubah panjang badan, tinggi badan, dan lingkar dada. Pada minggu kedua ukuran morfometrik betina cukur dan tidak cukur meningkat sehingga berada diatas jantan cukur dan tidak cukur. Hal yang sama terjadi pada minggu kedelapan, ukuran morfometrik betina tidak cukur pada lingkar dada semakin meningkat. Tetapi pada tinggi badan betina cukur dan tidak cukur pada minggu ke delapan berada diantara jantan cukur dan tidak cukur, kondisi ini terjadi hingga minggu ke sepuluh. 36

25 Ukuran morfometrik panjang pinggul pada betina cukur dan tidak cukur dari minggu kenol hingga minggu kesepuluh, ukuran panjang pinggul betina cukur dan tidak cukur berada diatas jantan cukur dan tidak cukur sehingga pada minggu kesepuluh betina tidak cukur memiliki panjang pinggul yang lebih panjang dibandingkan dengan betina cukur, jantan cukur dan jantan tidak cukur. Ukuran lebar pinggul jantan pada minggu ke nol berada diantara betina cukur dan tidak cukur, pada minggu ke dua, ukuran lebar pinggul betina meningkat sehingga lebar pinggul betina cukur dan tidak cukur berada diatas jantan cukur dan tidak cukur. Hal ini terjadi hingga minggu ke sepuluh. 37

KARAKTERISTIK MORFOMETRIK DOMBA GARUT YANG DIBERI PERLAKUAN PENCUKURAN DAN DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF

KARAKTERISTIK MORFOMETRIK DOMBA GARUT YANG DIBERI PERLAKUAN PENCUKURAN DAN DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF KARAKTERISTIK MORFOMETRIK DOMBA GARUT YANG DIBERI PERLAKUAN PENCUKURAN DAN DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF SKRIPSI REIZA RIZKI RAMADAN PRADANA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu

METODE. Lokasi dan Waktu METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan domba PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. yang berada di desa Tajur Kecamatan Citeureup, Bogor. Penelitian dilakukan selama 9 minggu mulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kecamatan Cimalaka memiliki populasi kambing PE sebanyak 1.858 ekor. Keberadaan kambing PE di kecamatan Cimalaka diawali dengan adanya usaha pemanfaatan lahan kritis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi pengembangan usaha peternakan kambing masih terbuka lebar karena populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai 1.012.705 ekor. Menurut data

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Lokasi penelitian di Kelompok Peternak Kambing Simpay Tampomas, berlokasi di lereng Gunung Tampomas,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Detaseman Kavaleri Berkuda (Denkavkud) berada di Jalan Kolonel Masturi, Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0. HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Pemeliharaan Komponen utama dalam beternak puyuh baik yang bertujuan produksi hasil maupun pembibitan terdiri atas bibit, pakan serta manajemen. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha peternakan, salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan adalah kambing. Pada tahun 2010 dan 2011,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011)

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011) HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara geografis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

Penambahan Putih Telur Pada Mineral Blok Dengan Level Yang Berbeda Terhadap Respons Fisiologis Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

Penambahan Putih Telur Pada Mineral Blok Dengan Level Yang Berbeda Terhadap Respons Fisiologis Domba Lokal Jantan Lepas Sapih JURNAL PETERNAKAN VOLUME : 01 NO : 02 TAHUN 17 E-ISSN. 2599-1736 36 Penambahan Putih Telur Pada Mineral Blok Dengan Level Yang Berbeda Terhadap Respons Fisiologis Domba Lokal Jantan Lepas Sapih Jungjungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian Berdasarkan pengambilan data selama penelitian yang berlangsung mulai pukul 06.00 sampai pukul 16.00 WIB, data yang diperoleh menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Asal Usul dan Klasifikasi Domba Garut Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Suhu dan Kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Suhu dan Kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Domba garut memiliki sifat profilik atau memiliki anak lebih dari satu dengan jumlah anak perkelahiran ialah 1.97 ekor. Domba garut merupakan domba yang berasal dari persilangan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien 19 4.1 Ukuran Tubuh Domba Lokal IV HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks morfologi tubuh sangat diperlukan dalam mengevaluasi konformasi tubuh sebagai ternak pedaging. Hasil pengukuran ukuran tubuh domba lokal betina

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1. 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Januari 2010. Pemeliharaan ternak di Laboratorium Lapang, kandang blok B sapi perah bagian IPT Perah Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Assolihin Aqiqah bertempat di Jl. Gedebage Selatan, Kampung Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini lokasinya mudah ditemukan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler 29 IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap konsumsi ransum disajikan pada Tabel 5. Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan Mikro Suhu dan kelembaban udara merupakan suatu unsur lingkungan mikro yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak homeothermic,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Malaysia dan Indonesia, mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et al., 2002). Murtidjo

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian 17 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada 11 Maret hingga 5 Juni 011. Waktu penelitan dibagi menjadi enam periode, setiap periode perlakuan dilaksanakan selama 14 hari. Penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak kelinci mempunyai beberapa keunggulan sebagai hewan percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan penghasil daging. Selain itu kelinci

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Pengamatan tingkah laku pada ayam broiler di kandang tertutup dengan perlakuan suhu dan warna cahaya yang berbeda dilaksanakan dengan menggunakan metode scan sampling.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian DOC yang dipelihara pada penelitian ini sebanyak 1000 ekor. DOC memiliki bobot badan yang seragam dengan rataan 37 g/ekor. Kondisi DOC sehat dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ternak Kelinci Konsumsi daging kelinci di Indonesia dimasa mendatang diprediksikan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boerawa Kambing Boerawa merupakan jenis kambing persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing merupakan hewan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk

Lebih terperinci

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA Arif Qisthon dan Sri Suharyati Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof. Sumantri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Termoregulasi Sapi Perah Termoregulasi adalah pengaturan suhu tubuh yang bergantung kepada produksi panas melalui metabolisme dan pelepasan panas tersebut ke lingkungan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 mencapai 237,64 juta jiwa atau naik dibanding jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum Rataan konsumsi bahan kering dan protein ransum per ekor per hari untuk setiap perlakuan dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di usaha peternakan rakyat yang terletak di Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Laboratorium Lapang Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor merupakan laboratorium lapang yang terdiri dari empat buah bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba

TINJAUAN PUSTAKA Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba diperkirakan didomestikasi pada tahun 7.200 SM, pusat domba yang pertama kali didomestikasi di daerah Asia Tengah dan Eropa Bagian Tenggara (Hart, 1985). Domba yang pertama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan komoditas ternak, khususnya daging. Fenomena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU DOMBA GARUT AKIBAT PENCUKURAN SERTA PRODUKSI WOL PADA STATUS FISIOLOGIS YANG BERBEDA SKRIPSI AAN MA ANI

TINGKAH LAKU DOMBA GARUT AKIBAT PENCUKURAN SERTA PRODUKSI WOL PADA STATUS FISIOLOGIS YANG BERBEDA SKRIPSI AAN MA ANI TINGKAH LAKU DOMBA GARUT AKIBAT PENCUKURAN SERTA PRODUKSI WOL PADA STATUS FISIOLOGIS YANG BERBEDA SKRIPSI AAN MA ANI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebutkan ayam hasil budidaya teknologi peternakan dengan menyilangkan sesama jenisnya. Karekteristik ekonomi dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, menghasilkan produk peternakan seperti telur dan daging yang memiliki kandungan protein hewani

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003) TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelinci Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan ayam broiler merupakan usaha subsektor peternakan yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) populasi ayam broiler

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan ayam ras pedaging yang waktu pemeliharaannya relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam broiler perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah kuda kavaleri yang telah lulus program remonte di

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah kuda kavaleri yang telah lulus program remonte di III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Alat Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian adalah kuda kavaleri yang telah lulus program remonte di Detasemen Kavaleri Berkuda (Denkavkud) Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat energi dan palabilitas

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009.

METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) mulai bulan Juli hingga November 2009. Materi Ternak Ternak yang digunakan adalah 50 ekor domba

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Potong atau BPPT merupakan salah satu UPTD lingkup Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung dikenal sebagai jenis unggas yang mempunyai sifat dwi fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. Wahju (2004) yang menyatakan bahwa Ayam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KambingKacang Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong merupakan bangsa-bangsa kambing yang terdapat di wilayah Jawa Tengah (Dinas Peternakan Brebes

Lebih terperinci