BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
|
|
- Sudirman Lesmono
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan sektor pertanian sampai saat ini telah banyak dilakukan di Indonesia. Selain sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pendapatan petani, sektor pertanian juga merupakan salah satu penggerak pembangunan nasional. Namun negara Indonesia mengalami banyak masalah pertanian diantaranya : (1) kesejahteraan petani masih rendah dan tingkat kemiskinan relatif tinggi, (2) keberadaan kelembagaan petani dan penyuluh makin lemah, (3) lahan pengusahaan petani semakin sempit sehingga pendapatan yang diperoleh tidak mencukupi keperluan dan kurang mendorong upaya peningkatan produksi, (4) akses petani ke sumberdaya produksi, termasuk permodalan dan usaha masih sangat terbatas, (5) sistem alih teknologi masih lemah (Aproyantono, 2005 dalam Sari, 2007). Permasalahan mendasar yang membuat petani Indonesia masih miskin dan tidak sejahtera adalah kurangnya akses kepada sumber permodalan, pasar dan teknologi serta organisasi tani yang masih lemah. Untuk itu penanggulangan kemiskinan merupakan bagian dari pelaksanaan rencana pembangunan jangka panjang dan kesepakatan global untuk mencapai tujuan pembangunan millennium. Permasalahan yang dihadapi dalam permodalan pertanian berkaitan langsung dengan kelembagaan, yaitu lemahnya organisasi tani, sistem dan prosedur penyaluran kredit yang rumit, birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya perdesaan, sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenarnya (Kementerian Pertanian, 2015). Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan maupun non perbankan menerapkan prinsip 5C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha pertanian dan tidak semua persyaratannya dapat dipenuhi oleh petani. Secara umum, usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi, sedangkan skim kredit masih terbatas untuk usaha produksi, belum menyentuh
2 2 kegiatan pra dan pasca produksi. Sampai saat ini belum berkembang lembaga penjamin serta belum ada lembaga keuangan khusus yang menangani sektor pertanian (Syahyuti 2007 dalam Hasibuan, 2013). Masyarakat menginginkan suatu lembaga keuangan yang tidak menerapkan sistem bunga, yang mudah dijangkau oleh petani, dan tidak memerlukan persyaratan agunan. Menurut Kementerian Pertanian 2015 salah satu program jangka menengah ( ) yang dicanangkan Kementrian Pertanian Republik Indonesia adalah memfokuskan pada pembangunan pertanian perdesaan. Langkah yang ditempuh adalah melalui pendekatan pengembangan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan. Melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007 dibentuk tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) sebagai program dana bantuan dalam usaha masyarakat tani. Sejalan dengan format penumbuhan kelembagaan tani di perdesaan, Menteri Pertanian melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor273/Kpts/OT.160/4/2007 telah menetapkan Gapoktan merupakan format final dari organisasi ditingkat petani di perdesaan yang didalamnya terkandung fungsi-fungsi pengelolaan antara lain unit pengelolaan dan pemasaran hasil, unit penyediaan saprodi, dan unit kelembagaan keuangan mikro. Untuk itu Gapoktan PUAP harus dibina dan didorong dalam mengembangkan lembaga ekonomi yang difokuskan kepada kelembagaan keuangan mikro agribisnis sebagai salah satu unit usaha dalam Gapoktan untuk mengelola dan melayani pembiayaan usaha bagi petani sebagai anggota (Kementerian Pertanian, 2014). LKM-A adalah lembaga yang memberikan jasa keuangan bagi usaha agribisnis berskala mikro di perdesaan. Lembaga ini merupakan pemberdayaan dari Gapoktan penerima dana BLM PUAP dan atau salah satu unit usaha LKM-A yang berada di dalam Gapoktan. LKM-A dibentuk dalam rangka memberikan solusi bagi petani agar dapat lebih mudah akses dan mendapatkan pelayanan keuangan dalam rangka meningkatkan usaha mereka (Kementerian Pertanian, 2016). Pembentukan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) merupakan fase lanjutan bagi gapoktan penerima dana BLM-PUAP yang dapat menjaga
3 3 perguliran atau perputaran dana. LKM-A yang berhasil dikembangkan oleh gapoktan diharapkan dapat meningkatkan akumulasi modal melalui dana keswadayaan yang dikumpulkan oleh anggota melalui tabungan atau melalui saham anggota (Kementerian Pertanian, 2014) Penumbuhan dan pengembangan LKM-A di dalam Gapoktan PUAP merupakan salah satu strategis untuk menyelesaikan persoalan pembiayaan petani mikro dan buruh tani yang selama ini sulit mendapatkan pelayanan keuangan melalui lembaga keuangan formal. Sebagai langkah pemberdayaan lebih lanjut, pembentukan LKM-A di dalam Gapoktan PUAP bertujuan untuk : (1) memberikan kepastian pelayanan dan kemudahan akses petani pada fasilitas pembiayaan; (2) memberikan prosedur yang sederhana dan cepat; (3) kedekatan lokasi pelayanan dengan tempat usaha petani; (4) pengelola LKM-A bisa memahami karakter petani sebagai nasabah (Kementerian Pertanian, 2014). Pada Gapoktan pelaksanaan PUAP 2008 sudah terbentuk sebanyak LKM-A dengan tingkat perkembangan sebesar 16,92 persen. Perkembangan ini dinilai masih lambat karena sasaran dari program PUAP pada tahun ke-3 bagi Gapoktan penerima bantuan PUAP dapat menjaga perguliran dana sampai pada fase pembentukan LKM-A.Sedangkan pada Gapoktan pelaksanaan PUAP 2009 perkembangan LKM-A cenderung lebih cepat, dalam 2 tahun berjalan tingkat perkembangannya sudah mencapai 20,36 persen dan posisinya lebih tinggi jika dibanding dengan tahun Hal ini disebabkan LKM-A sudah tumbuh tidak lama setelah Gapoktan menerima dana PUAP dan bahkan ada yang sudah tumbuh sebelum desa/gapoktan menerima dana PUAP (Andrianyta, 2012). Dalam setiap penyaluran dana yang dilakukan lembaga keuangan baik formal maupun informal kemungkinan terjadinya kredit bermasalah atau macet selalu ada. Kredit macet ini biasanya disebabkan oleh 2 faktor yaitu dari pihak nasabah dan pihak bank atau lembaganya sendiri. Dari pihak nasabah dapat diakibatkan oleh adanya unsur kesengajaan dari nasabah tidak mau membayar dana dan unsur tidak sengaja seperti nasabah tidak mampu membayar. Sedangkan dari pihak lembaga sendiri dapat diakibatkan karena aspek tata kelola organisasi atau pengelolaan keuangan oleh lembaga sendiri (Kasmir, 2002).
4 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kredit macet yang dinyatakan Perbarindo (2005) dalam Windartini (2014) bahwa faktor penyebab kredit macet berasal dari internal bank, debitur, dan eksternal atau alam. Faktor penyebab kredit macet yang berasal dari internal bank antara lain kelemahan dalam dokumentasi kredit, kelemahan dalam menganalisa kredit, kelemahan dalam transaksi jaminan, kecurangan atau kenakalan petugas bank, kelemahan sumber daya manusia, serta kurangnya pengawasan kredit. Sedangkan penyebab kredit macet yang berasal dari faktor ekstern yaitu kelemahan karakter debitur, kelemahan kemampuan debitur dan debitur mengalami musibah. Supriatna (2012) dalam hasil penelitiannya menjelaskan bahwa kemacetan bisa terjadi dikarenakan kinerja pengurus yang kurang baik dan persepsi petani yang salah bahwa bantuan dana PUAP merupakan bantuan yang tidak perlu dikembalikan. Sesuai pendapat Hastuti (2004) dan Nurmanaf (2007) bahwa selama ini masih adanya pandangan pihak-pihak tertentu, bahwa kredit program merupakan hibah dari pemerintah yang tidak perlu dikembalikan. Pandangan seperti ini merupakan salah satu penyebab terjadinya tunggakan kredit. Zalimi dkk.(2011) dalam Supriatna (2012) juga menginformasikan bahwa permasalahan dalam pengembangan LKM-A di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah berasal dari faktor internal dan eksternal Gapoktan. Faktor internal meliputi pengembalian pinjaman yang tidak tepat waktu, bahkan ada yang belum mengembalikan sama sekali karena petani beranggapan bahwa bantuan dana PUAP identik dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang tidak perlu dikembalikan, serta keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang memadai dalam pengelolaan BLM PUAP. Sedangkan faktor eksternal meliputi aksesbilitas wilayah kerja PMT dan Penyuluh Pendamping relatif rendah dan tidak seimbang dengan luas wilayah dan jumlah Gapoktan, koordinasi antar petugas di lapangan masih relatif lemah dan terlihat kurang sinergis antara Penyuluh Pendamping dan petugas PMT. Permasalahan kemacetan dalam pengembalian dana oleh nasabah yang terjadi dalam pengembangan LKM-A pada Gapoktan PUAP perlu diperhatikan, karena LKM-A merupakan salah satu langkah strategis untuk menyelesaikan persoalan pembiayaan petani mikro dan buruh tani yang selama ini sulit untuk
5 5 mendapatkan pelayanan keuangan melalui lembaga keuangan formal. Oleh karena itu, perlunya mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian dana pada LKM-A agar bantuan dana dapat bergulir dan dirasakan oleh semua anggota Gapoktan untuk meningkatkan usaha mereka. B. Rumusan Masalah Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian dari tahun 2008 sampai dengan Kegiatan program ini adalah penyaluran dana sebesar Rp. 100 Juta kepada petani melalui Gapoktan PUAP yang digunakan untuk penguatan modal usaha. Dana yang telah disalurkan sebesar Rp 5,2 Triliun kepada Gapoktan/Desa di 34 provinsi seluruh Indonesia (Kementerian Pertanian, 2016). Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang mendapatkan dana PUAP mulai tahun Keseluruhan Gapoktan yang ada di Sumatera Barat telah membentuk LKM-A sebagai wadah untuk mengelola keberlanjutan bantuan dana PUAP. Pembentukan LKM-A ini dilakukan pemerintah Provinsi Sumatera Barat guna mengatasi masalah utama petani dalam menjalankan sistem usaha yaitu: (1) sulitnya masyarakat mengakses permodalan, (2) lemahnya modal masyarakat terutama masyarakat kategori miskin atau petani kecil. Distribusi jumlah Gapoktan dan LKM-A serta perkembangan asset menurut Kabupaten/Kota Sumatera Barat per Juli 2016 dapat dilihat pada Lampiran 1 (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat 2009). Seluruh Gapoktan yang ada di 18 kabupaten maupun kota Provinsi Sumatera Barat telah membentuk LKM-A sebagai lembaga yang mengelola bantuan dana PUAP yang didapatkan oleh Gapoktan. Jumlah asset seluruh LKM-A yang ada di Provinsi Sumatera Barat sudah berkembang dan meningkat dari jumlah asset awal yang diperoleh. Provinsi Sumatera Barat terkenaldengan sektor pertanian yang sampai saat ini masih menjadi sumber penghasilan paling utama dari penduduknya. Daerah Kota Bukittinggi merupakan salah satu daerah di Provinsi Sumatera Barat dengan sektor pertanian yang masih menjadi sumber penghasilan utama penduduknya. Berdasarkan data Statistik Daerah Kota Bukittinggi 2017 oleh Badan Pusat Statistik Kota Bukittinggi sebagai daerah perkotaan, Kota Bukittinggi masih
6 6 memiliki lahan untuk pertanian. Daerah yang merupakan sentra pertanian adalah Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, karena masih mempunyai lahan yang masih luas. Produksi pertanian terbesar adalah produksi padi yang mencapai 5.459,08 ton/tahun. Tahun 2016 luas lahan yang dimanfaatkan masyarakat di Kecamatan Mandiangin Koto Selayan untuk pertanian seluas 714,79 hektar, dimana 190,88 hektar ditanami padi sawah, 517,85 hektar ditanami berbagai tanaman lainnya seperti tanaman palawija dan sayur-sayuran, dan sisanya 6,06 hektar dimanfaatkan sebagai kolam/tambak, peternakan dan lainnya (Badan Pusat Statistik Kota Bukittinggi, 2017). Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan yang terbatas tidak saja terjadi di daerah perdesaan namun juga di daerah perkotaan. Kota Bukittinggi merupakan salah satu daerah penerima dana PUAP di Sumatera Barat (Lampiran 1). Pertumbuhan asset dari keseluruhan LKM-A di Kota Bukittinggi yang mendapatkan bantuan dana PUAP telah meningkat sebesar 22,33 persen. Sampai tahun 2016 terdapat 16 Gapoktan penerima dana PUAP di Kota Bukittinggi yang masih berstatus aktif dalam menjalankan kegiatannya (Lampiran 2). Gapoktan Tembok Saiyo merupakan satu-satunya Gapoktan yang terdapat di Kelurahan Puhun Tembok Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi yang didirikan pada tahun Gapoktan Tembok Saiyo terbentuk dari gabungan lima kelompok tani, yaitu Kelompok Wanita Tani Dahlia, Kelompok Tani Ingin Maju, Kelompok Wanita Tani Begonia, Kelompok Tani Kapulas dan UP3HT Bunda Kreatif. Gapoktan Tembok Saiyo mendapat bantuan dana PUAP pada tahun 2011 dengan memfungsikan LKM-A Lumbung Tani untuk mengelola pembiayaan dan permodalan bagi anggotanya. Gapoktan Tembok Saiyo merupakan salah satu gapoktan yang aktif menerima bantuan dan mengembangkan usaha bagi anggotanya. Pada umumnya anggota Gapoktan Tembok Saiyo Kelurahan Puhun Tembok ini bekerja di bidang usaha pertanian, perdagangan dan pengolahan. Pencairan dana PUAP yang diperoleh oleh Gapoktan Tembok Saiyo dari tahun 2011 sampai 2016 baru sebesar 62 persen dan sisanya 38 persen masih di rekening milik Gapoktan dari total keseluruhan bantuan dana PUAP sebesar Rp
7 7 100 Juta. Dana ini disalurkan kepada anggota melalui pinjaman atau kredit. Peminjaman di LKM-A ini bisa dilakukan dengan persyaratan dan ketentuan pinjaman yang telah dibuat oleh pengurus LKM-A Lumbung Tani dan telah disepakati bersama oleh anggota Gapoktan Tembok Saiyo. Pada tahun di LKM-A Lumbung Tani masih terjadi tunggakan angsuran peminjam oleh anggota yang telah jatuh tempo sebesar Rp sehingga modal yang diperolehdari dana PUAP sedikit untuk pengembalian dan perputaran kembali bagi anggota Gapoktan Tembok Saiyo (Lampiran 3). Secara keseluruhan perkembangan pembiayaan dan penyaluran dana PUAP dari tahun pada LKM-A Lumbung Tani masih mengalami permasalahan kredit macet dengan tingkat Non Performing Loan (NPL) sebesar 28,1 %. Kredit macet atau kredit bermasalah (Non Performing Loan) sering terjadi pada lembaga keuangan baik formal maupun informal. Masalah ini bisa saja disebabkan oleh nasabah atau lembaga keuangannya sendiri. Kredit macet atau bermasalah bisa menyebabkan perputaran dana menjadi sedikit dan banyak nasabah yang tidak bisa mendapatkan pinjaman dana tersebut. Menurut Balai Penyuluhan Pertanian Kota Bukittinggi, terdapat beberapa Gapoktan yang mengalami pinjaman bermasalah yaitu bersifat gagal bayar atau telat bayar dalam pengembalian pinjaman. Hal ini dikarenakan manajamen kredit yang kurang baik dalam penyaluran dana dan pengembalian kredit, serta sumber daya pengurus yang kurang profesional dan kurang berpengalaman dalam mengelola dana PUAP. Perkembangan dana PUAP yang dikelola oleh LKM-A Lumbung Tani sampai akhir 2016 sudah mencapai Rp ,- atau meningkat sebesar 21,78% dari jumlah dana bantuan awal yang diperoleh oleh Gapoktan Tembok Saiyo (Lampiran2), namun dalam perkembangan dana PUAP tersebut yang telah disalurkan kepada petani melalui pinjaman atau kredit, LKM-A Lumbung Tani mengalami kendala dalam pengelolaan dana tersebut yang disebabkan oleh adanya kredit bermasalah atau kredit macet. Berdasarkan hasil pra survey yang telah dilakukan, LKM-A Lumbung Tani telah mengalami pergantian struktur kepengurusan pada tahun 2015 yang disebabkan oleh adanya masalah dalam
8 8 pengelolaan keuangan oleh pengurus lama LKM-A Lumbung Tani sehingga kegiatan pada LKM-A Lumbung Tani terganggu dan terhenti. LKM-A Lumbung Tani mengalami kendala dalam pencairan bantuan dana PUAP untuk tahap selanjutnya yaitu sebesar Rp ,- karena masalah kemacetan kredit yang terjadi pada nasabah yang lama tahun yang belum terselesaikan, sehingga pengurus baru LKM-A LumbungTani harus menyelesaikan permasalahan tersebut terlebih dahulu agar dana selanjutnya bisa dikelola kembali sebagai pembiayaan dan permodalan kepada anggota lain yang membutuhkan pinjaman. Berdasarkan hasil wawancara dengan Penyuluh Pendamping di LKM-A Lumbung Tani menjelaskan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya kemacetan kredit adalah pengembalian pinjaman yang tidak tepat waktu oleh beberapa nasabah yang meminjam serta keterbatasan pengurus LKM-A dalam pengelolaan dana. Berdasarkan uraian diatas maka timbul beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pengelolaan dan perkembangan dana PUAP di LKM-A Lumbung Tani? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian dana PUAP pada LKM-A Lumbung Tani? Merujuk pada latar belakang dan rumusan masalah di atas maka penulis melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Dana PUAP Pada LKM-A Lumbung Tani Kelurahan Puhun Tembok Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian di atas, adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan pengelolaan dan perkembangan dana PUAP pada LKM-A Lumbung Tani. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian dana PUAP pada LKM-A Lumbung Tani.
9 9 D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam evaluasi program yang telah ada maupun dalam memberikan program baru terhadap masyarakat. 2. Bagi LKM-A, hasil penelitian ini diharapkan bisa membantu dalam perbaikan pengelolaan keuangan dan perkembangan LKM-A Lumbung Tani dan menjadi pertimbangan bagi pihak LKM-A Lumbung Tani dalam pemberian kredit kepada nasabah. 3. Bagi mahasiswa dan atau peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menambah bahan referensi dalam membahas lebih dalam tentang pembiayaan pertanian dan LKM-A.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih banyak menghadapi permasalahan diberbagai bidang seperti ekonomi, sosial, hukum, politik dan bidang-bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya masalah kemiskinan berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sektor pertanian sampai saat ini telah banyak dilakukan di Indonesia. Selain sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pendapatan petani, sektor pertanian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam pembangunan nasional karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,
I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan. 29,41%, tahun 2013 tercatat 29,13%, dan 2014 tercatat 28,23%.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan kesejahteraan nasional.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor
A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian memiliki peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan pertanian yang berbasis agribisnis dimasa yang akan datang merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dan lebih dari separuh penduduk tersebut menggantungkan hidupnya pada sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak perlu di ragukan lagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KETIDAKLANCARAN PENGEMBALIAN PINJAMAN DANA PUAP PADA PETANI PADI SAWAH
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KETIDAKLANCARAN PENGEMBALIAN PINJAMAN DANA PUAP PADA PETANI PADI SAWAH (Kasus: Desa Paluh Manan Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang) Ir. Yusak Maryunianta,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang dengan cepat, sumber-sumber dana diperlukan untuk membiayai usaha tersebut. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang
Lebih terperinciSkim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)
28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peran penting mewujudkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Selain itu sektor pertanian memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat berkembang dibandingkan dengan sektor industri. Permodalan menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris, sektor pertanian di Indonesia justru paling tidak dapat berkembang dibandingkan dengan sektor industri. Permodalan menjadi masalah utama lambatnya
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan suatu program yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja dan pengentasan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah sebuah proses perubahan sosial yang terencana di bidang pertanian. Pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Organisasi merupakan sistem sosial yang mempunyai pola kerja yang teratur yang didirikan oleh manusia dan beranggotakan sekelompok manusia dalam rangka untuk mencapai
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal
Lebih terperinciKINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI
KINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI Rudi Hartono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5. Telp. 0736 23030 E-mail
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber
Lebih terperinciLAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI
LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat Indonesia yang terbatas dalam mendirikan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengelolaan Dana Simpan Pinjam LKM GAPOKTAN Ngudi Raharjo II dalam Memberdayakan Msyarakat.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengelolaan Dana Simpan Pinjam LKM GAPOKTAN Ngudi Raharjo II dalam Memberdayakan Msyarakat. Dalam rangka mensejahterakan hidup masyarakat di Desa Pagerwojo yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti kepercayaan, atau credo yang berarti saya percaya (Firdaus dan Ariyanti, 2009).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha
1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan unit usaha yang banyak dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha Kecil dan Menengah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha mikro dan informal merupakan sektor usaha yang telah terbukti berperan strategis atau penting dalam mengatasi akibat dan dampak dari krisis ekonomi yang pernah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Prosedur Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. masalah, mengenai dampak dan kendala-kendala yang dihadapi dalam
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan dan mengacu pada rumusan masalah, mengenai dampak dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan pemberdayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan perekonomian di Indonesia di nominasi oleh kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan perekonomian di Indonesia di nominasi oleh kegiatan pertanian. Hal ini di sebabkan Indonesia mempunyai lahan pertanian yang potensial yang bisa dikatakan masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah ekonomi tersebut, dengan membuat usaha kecil-kecilan atau usaha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi oleh masyarakat pada umumnya di Indonesia adalah masalah perekonomian. Dengan sempitnya lapangan pekerjaan, masyarakat sulit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. misalkan susu dari hewan ternak, sutera dari ulat sutera, dan madu dari
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pertanian sebagai sumber kehidupan yang strategis. Istilah kehidupan diartikan sebagai keinginan untuk bertahan disertai usaha untuk memperolehnya. Ketika kehidupan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Bengkulu, Oktober 2010 Penanggung jawab Kegiatan, Dr. Wahyu Wibawa, MP.
1 2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah atas rahmat dan karunia-nya, sehingga Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaaa (PUAP) tahun 2010 ini dapat tersusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. asas kekeluargaan. Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1992 pasal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan badan usaha atau lembaga keuangan yang beranggotakan orang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus
Lebih terperinciV. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP
65 V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP Kecamatan Cimarga merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan program SPP sejak diselenggarakannya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kredit adalah salah satu faktor yang berperan penting di dalam pengembangan usaha. Pada umumnya ada dua jenis kredit, yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH
BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH A. Strategi Pencegahan Pembiayaan Mura>bah}ah Multiguna Bermasalah Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Resiko
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permodalan merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk mendukung usaha baik dibidang pertanian maupun non-pertanian. Seringkali modal menjadi masalah yang penting
Lebih terperinciKuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR
LAMPIRAN 65 66 Lampiran 1. Kuisioner penelitian Kuisioner Penelitian untuk Debitur ANALISIS MANAJEMEN RISIKO KREDIT PRODUK KREDIT MASYARAKAT DESA KOMERSIL DI BANK X BOGOR Gambaran Ringkas Penelitian Sektor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar).
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian penduduknya bekerja di sektor pertanian. Saat ini keberpihakan pihak-pihak pemodal atau Bank baik pemerintah maupun
Lebih terperincidan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negative terhadap tingkat pengembalian kredit TRI. Penelitian Sarianti (1998) berjudul faktor-faktor yang
II TINJAUAN PUSTAKA Penilaian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembalian kredit sudah banyak dilakukan sebelumnya, baik pada kredit yang disalurkan oleh lembaga keuangan (bank) maupun
Lebih terperinciBAB III KERANGKA PEMIKIRAN
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian Pembiayaan Pengertian sewa guna secara umum menurut Kasmir, 2002 adalah perjanjian pihak lessor (perusahaan leassing) dengan
Lebih terperinciSTUDY ON REFUNDS AGRIBUSINESS RURAL BUSINESS DEVELOPMENT (Case study: Desa Sidourip dan Desa Pasar V Kebun Kelapa Kec. Beringin Kab.
STUDI TENTANG PENGEMBALIAN DANA PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) (Studi Kasus: Desa Sidourip dan Desa Pasar V Kebun Kelapa Kec. Beringin Kab. Deli Serdang) STUDY ON REFUNDS AGRIBUSINESS RURAL
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kredit, Teori Permintaan dan Penawaran Kredit Berdasarkan asal mulanya, Kasmir (2003) menyatakan kredit berasal dari kata credere yang artinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari konteks pembangunan dan upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia. Selama ini sektor pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan yang berdasarkan Demokrasi Ekonomi dengan fungsi utamanya yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terbukti memiliki peran dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terbukti memiliki peran dan memberikan kontribusi bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2009 tercatat kontribusi UMKM
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan di dalam Undangundang Perbankan 7 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi Undangundang Perbankan Nomor 10 Tahun
Lebih terperinciVI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN
VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN 6.1. Perkembangan Program PUAP Program PUAP berlangsung pada tahun 2008 Kabupaten Cianjur mendapatkan dana PUAP untuk 41 Gapoktan, sedangkan yang mendapatkan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Pembiayaan Syariah Al-Anshari di Kota Bukittinggi. Penelitian dilakukan dengan
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kredit macet dengan menggunakan empat variabel yaitu margin, jangka waktu pinjaman, stabilitas penjualan, dan komitmen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang dan ditemui disetiap kehidupan semua orang. Kredit terjadi karena adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kredit pada dasarnya merupakan hal klasik yang diperlukan oleh banyak orang dan ditemui disetiap kehidupan semua orang. Kredit terjadi karena adanya pihak yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan sarana yang strategis dalam rangka pembangunan ekonomi, peran yang strategis tersebut disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai penghimpun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan pihak yang memiliki kekurangan dana. Dimana kegiatan. kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan merupakan lembaga yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan perekonomian suatu negara dan bank adalah salah satunya. Bank berperan sebagai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Monitoring Monitoring (pemantauan), yang berasal dari kata Latin memperingatkan, dipandang sebagai teknik manajemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Pasca krisis ekonomi dan moneter di Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya untuk
Lebih terperinciKINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 KINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN Sholih Nugroho Hadi, Harun Kurniawan dan Achmad
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dirancang oleh para pakar dan dunia akademis guna membantu upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Masyarakat adalah sebuah konsep strategi pembangunan yang dirancang oleh para pakar dan dunia akademis guna membantu upaya pertumbuhan pembangunan yang
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian Kredit Pengertian kredit secara umum, kredit adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis pada saat sekarang ini atas dasar kepercayaan sebagai pengganti
Lebih terperinciKAJIAN PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DALAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI PERDESAAN KABUPATEN WONOSOBO ABSTRAK
KAJIAN PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DALAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS DI PERDESAAN KABUPATEN WONOSOBO Herwinarni E.M. dan Wahyudi Hariyanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah lembaga keuangan bank yang menerima
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
Lebih terperinciPEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN: Peran dan Fungsi FP2S Dalam Akselerasi KUR
PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN: Peran dan Fungsi FP2S Dalam Akselerasi KUR Direktorat Pembiayaan, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian Jakarta, Agustus 2017 Pendahuluan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Bank merupakan perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah ditegaskan dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian Kredit. Danamon Indonesia Unit Pasar Delitua dengan Toko Emas M.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian Kredit merupakan suatu perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata sehingga disebut perjanjian tidak bernama. Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi semua perjanjian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan diperhadapkan dengan sumber pendapatan yang tidak mencukupi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berkembangnya zaman kebutuhan masyarakat terus meningkat dan diperhadapkan dengan sumber pendapatan yang tidak mencukupi sehingga kredit menjadi salah satu alternatif
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prioritas utama dalam pembangunan negara Indonesia yakni peningkatan kesejahteraan rakyat melalui mengembangkan perekonomian rakyat yang didukung pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciTim Pendampingan PUAP BPTP Jatim
Workshop Penumbuhan LKM-A pada Gapoktan PUAP di Jawa Timur 29-30 Agustus 2012 Di Hotel Pelangi Malang Oleh: Tim Pendampingan PUAP BPTP Jatim Pendahuluan Menurut definisinya, workshop atau lokakarya bisa
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. A. Proses Penyaluran Dana Bergulir BPLM Di Kabupaten Kulon Progo
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Proses Penyaluran Dana Bergulir BPLM Di Kabupaten Kulon Progo Para calon penerima dana bergulir yang ingin mendapatkan fasilitas kredit dana bergulir dari Dinas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak terlepas dari peran semakin meningkatnya sektor usaha mikro, kecil dan
Lebih terperinciKEYNOTE SPEECH. Pada Seminar Nasional MENUJU PENDIRIAN BANK PERTANIAN (IPB International Convention Center, Bogor, 11 Mei 2009)
KEYNOTE SPEECH Pada Seminar Nasional MENUJU PENDIRIAN BANK PERTANIAN (IPB International Convention Center, Bogor, 11 Mei 2009) Assalaamu alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Gubernur Bank Indonesia Rektor
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Koperasi Simpan Pinjam Nur Asri berawal tahun 2006 di Kendari (Sulawesi
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 3.1.1 Sejarah Koperasi Koperasi Simpan Pinjam Nur Asri berawal tahun 2006 di Kendari (Sulawesi Tenggara ) awal mula Bapak Muzain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara termasuk Indonesia sangat bergantung
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara termasuk Indonesia sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Pasca krisis ekonomi
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kredit dan Pengertiannya Kata kredit berasal dari bahasa Yunani credere artinya kepercayaan atau credo berarti saya percaya (Shintawati, 2010; Triandaru dan Budisantoso, 2009;
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. A. Analisis Pelaksanaan Pembiayaan BMT BIMA. Peranan BMT sebagai lembaga keuangan tidak pernah terlepas dari
BAB IV ANALISIS A. Analisis Pelaksanaan Pembiayaan BMT BIMA Peranan BMT sebagai lembaga keuangan tidak pernah terlepas dari masalah pembiayaan atau kredit. Bahkan BMT sebagai lembaga keuangan, pemberian
Lebih terperinci