HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai diperoleh bobot konstan. Analisis dilakukan duplo. Perhitungan kadar abu menggunakan persamaan: b Kadar abu (%) = x100%

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai diperoleh bobot konstan. Analisis dilakukan duplo. Perhitungan kadar abu menggunakan persamaan: b Kadar abu (%) = x100%"

Transkripsi

1 7 sampai diperoleh bobot konstan. Analisis dilakukan duplo. Perhitungan kadar abu menggunakan persamaan: b Kadar abu (%) = x100% a a = bobot awal sampel (g) b = bobot sisa sampel (g) Penetapan kadar karbon terikat (SNI 1995) Karbon dalam arang adalah zat yang terdapat pada fraksi padat hasil pirolisis, selain abu (zat anorganik) dan zat-zat atsiri yang masih terdapat pada pori-pori arang. Definisi ini hanya berupa pendekatan (SNI 1995). Perhitungan kadar karbon terikat menggunakan persamaan: Kadar karbon terikat (%) = 100% ( b + c) b = kadar zat mudah menguap (%) c = kadar abu (%) Penetapan daya jerap iodin (SNI 1995) Sampel kering sebanyak 0,25 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang ditutup alumunium foil lalu ditambahkan 25 ml larutan I 2 0,1N dan dikocok selama 15 menit lalu disaring. Filtrat sebanyak 10 ml dititrasi dengan Na 2 S 2 O 3 0,1N hingga berwarna kuning muda, kemudian ditambahkan beberapa tetes amilum 1%, titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang. Hal yang sama dilakukan terhadap blanko. Daya jerap iodin (mg/g) = B N Na 2 S 2O3 A 12, 693 N iod A = volume titrasi (ml) B = volume Na 2 S 2 O 3 terpakai (ml) fp = faktor pengenceran a = bobot AA (g) 12,693 = jumlah iod sesuai dengan 1 ml larutan Na 2 S 2 O 3 0,1N Penetapan daya jerap benzena (C 6 H 6 ) dan kloroform (CHCl 3 ) (ASTM 1979) Sampel kering sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diketahui bobot keringnya. Cawan yang berisi contoh tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator yang telah dijenuhkan dengan uap benzena/ kloroform dan diinkubasi pada suhu C selama 24 jam agar kesetimbangan absorpsi tercapai. Sebelum ditimbang cawan yang berisi AA tersebut dibiarkan selama 5 menit di udara terbuka a fp agar uap benzena/ kloroform yang menempel di cawan petri dapat dihilangkan. Daya jerap C 6 H 6 atau CHCl 3 (%) = b a x100% a a = bobot contoh sebelum inkubasi (g) b = bobot contoh setelah inkubasi (g) Isoterm adsorpsi standar asam laurat oleh arang aktif AA terbaik sejumlah bobot optimum dimasukkan ke dalam larutan standar asam laurat dengan variasi konsentrasi 2000, 3000, 4000, dan 5000 bpj, kemudian dikocok dengan pengocok pada suhu kamar selama waktu optimum. Setelah itu, sampel disaring dan diukur kadar FFA nya. Tetapan adsorpsi dihitung dengan model isoterm Freundlich dan Langmuir. Pemurnian minyak goreng bekas Penetapan kadar asam lemak bebas/ free fatty acid (FFA) (AOAC 1999) Sampel minyak ditimbang ke dalam Erlenmeyer 250 ml dengan bobot antara 10 dan 20 g. Ke dalam sampel ditambahkan etanol 95% panas dan indikator fenolftalein kemudian dikocok. Larutan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N yang telah distandardisasi. Kadar Asam Lemak Bebas (%) = ml NaOH N BM N = Normalitas larutan NaOH BM = Bobot molekul asam laurat g = bobot sampel yang diuji g HASIL DAN PEMBAHASAN Arang Kondisi fisik arang adalah berwarna hitam cukup pekat. Hasil analisis arang menunjukkan bahwa hampir semua parameter uji yang digunakan telah masuk dalam SNI 1999 kecuali pada parameter daya jerap iodin (Lampiran 6). Hal ini mengindikasikan bahwa arang yang terbuat dari tongkol jagung berpotensi untuk dijadikan arang aktif. Hampir semua parameter uji menunjukkan arang lebih baik kualitasnya jika dibandingkan dengan arang aktif komersial. Arang Aktif Bahan baku untuk pembuatan AA dalam penelitian ini adalah limbah tongkol jagung.

2 8 Sebelum digunakan tongkol jagung dijemur di bawah sinar matahari selama 7-8 hari dengan tujuan untuk mengurangi kandungan air. Pada analisis awal, diperoleh kadar air pada tongkol jagung sebesar 10,7% (Lampiran 4). Besarnya nilai kadar air yang diperolah sangat berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan, yaitu sebesar 70,5%. Hal ini hampir sesuai dengan pendapat Lorenz dan Kulp (1991), yang menyebutkan bahwa tongkol jagung memiliki kadar air sebesar 9.60%. Tongkol jagung selanjutnya dikarbonisasi menjadi arang menggunakan tungku pemanas (drum) dengan nyala api pada suhu antara 400 dan 500 C selama 4 jam. Selama proses berlangsung drum dijaga dalam keadaan sistem tertutup, agar tidak ada oksigen yang masuk sehingga mencegah terbentuknya abu. Pada proses karbonisasi diharapkan terjadi proses penguraian selulosa organik menjadi unsur karbon dan pengeluaran unsur-unsur nonkarbon. Arang yang terbentuk kemudian diaktivasi. Pengaktifan arang dilakukan dengan menggunakan alat retort (tungku aktivasi) yang terbuat dari baja tahan karat, dan dilengkapi dengan alat pemanas listrik sehingga tidak ada udara yang masuk. Retort ini juga dilengkapi dengan pengatur suhu sehingga pengaktifan menjadi lebih merata dan sempurna. Rendemen Penetapan rendemen arang aktif bertujuan untuk mengetahui jumlah arang aktif yang dihasilkan dari proses karbonasi dan aktivasi. Perhitungan rendemen didasarkan pada bobot kering oven bahan baku. Rendemen arang aktif yang dihasilkan dipengaruhi oleh cara pengaktifan. Rendemen yang dihasilkan berkisar antara 25,6% dan 84,8,%. Rendemen tertinggi terdapat pada arang yang diaktivasi pada suhu 700 ºC selama 60 menit dengan kombinasi NaOH 0,75%, sedangkan rendemen terkecil terdapat pada arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC dengan kombinasi NaOH 0,75 % selama 120 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis bahan baku, bentuk bahan baku (serbuk atau granulat), konsentrasi NaOH dan lamanya aktivasi berpengaruh terhadap rendemen arang aktif. Hampir semua rendemen menurun setelah peningkatan suhu. Teori kinetika menyebutkan bahwa semakin tinggi suhu reaksi maka laju reaksi akan bertambah cepat. Peningkatan suhu akan mempercepat laju reaksi antara karbon dan uap air sehingga banyak karbon yang terkonversi menjadi H 2 O dan CO 2 dan semakin sedikit karbon yang tersisa. Hal ini mengakibatkan rendemen arang aktif rendah (Hudaya & Hartoyo 1990). Peningkatan waktu aktivasi cenderung dapat menurunkan rendemen (Gambar 2). Hal ini disebabkan oleh dengan semakin lama waktu aktivasi maka kemungkinan terjadinya reaksi antara arang dengan zat pengoksidasi/pengaktif membentuk CO, CO 2, dan H 2 juga semakin meningkat sehingga arang aktif yang terbentuk berkurang Rendemen (%) Gambar 2 Rendemen beberapa jenis AA. Perlakuan T1 = 700 C C1 = NaOH 0,5% T2 = 800 C C2 = NaOH 0,75% W1 = 60 menit = tanpa aktivasi W2 = 120 menit =arang aktif komersial Kadar air Penetapan kadar air AA bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis AA. Perhitungan kadar air AA ini didasarkan pada bobot kering oven AA. Kadar air AA yang diperoleh bekisar antara 4,4% dan 9%. Nilai ini memenuhi persyaratan Standar Indonesia (SNI 1995) (Lampiran 5), yaitu kurang dari 15%. Kadar air tertinggi terdapat pada AA yang diaktivasi pada suhu 700 ºC selama 60 menit dan dikombinasikan dengan aktivasi gas dari uap air. Kadar air terendah terdapat pada AA yang diaktivasi dengan bahan pengaktif NaOH 0,5% yang dikombinasikan dengan aktivasi gas dari uap air pada suhu 700 ºC selama 120 menit. Gambar 3 menunjukkan bahwa perendaman dengan bahan pengaktif NaOH menyebabkan menurunnya kadar air. Hal ini mungkin disebabkan oleh natrium hidroksida yang sangat higroskopis sehingga H 2 O yang terdapat dalam bahan bereaksi dengannya. Pernyataan ini juga diperkuat oleh Pari

3 9 (2004), bahwa bahan pengaktif yang bersifat higroskopis dapat menurunkan kadar air. Bila dibandingkan dengan arang aktif komersialpun kadar air arang aktif yang dihasilkan juga memiliki nilai yang lebih rendah. Hasil analisis ragam (Lampiran 7), menunjukkan bahwa perlakuan suhu, waktu, dan konsentrasi NaOH maupun interaksinya berpengaruh nyata pada kadar air arang aktif Kadar air (%) Gambar 3 Kadar air (%) beberapa jenis AA. Kadar zat mudah menguap Penetapan kadar zat mudah menguap bertujuan mengetahui jumlah zat atau senyawa yang belum menguap pada proses karbonisasi dan aktivasi. Besarnya kadar zat mudah menguap mengarah kepada kemampuan daya jerap AA. Kadar zat mudah menguap yang tinggi akan mengurangi daya jerap AA tersebut. Kadar zat mudah menguap AA yang dibuat berkisar antara 14,2% dan 26,5% (Gambar 4). Hampir semua nilai tersebut telah memenuhi Standar Indonesia (SNI 1995), yaitu kurang dari 25%. Kadar zat mudah menguap tertinggi terdapat pada AA yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit, sedangkan yang terendah yaitu AA yang diaktivasi pada suhu 700 ºC selama 120 menit dengan kombinasi NaOH 0,5%. Kandungan zat mudah menguap ini praktis menunjukkan perubahan yang berarti dengan pengaruh suhu dan konsentrasi. Sementara itu, waktu aktivasi tidak berpengaruh nyata (Lampiran 8). Hasil uji Duncan (Lampiran 8) terhadap interaksi suhu, konsentrasi, dan waktu aktivasi menunjukkan bahwa suhu 700 ºC dengan kombinasi NaOH 0,5% selama 120 menit akan menghasilkan zat mudah menguap yang paling rendah, walaupun secara statistik nilai ini tidak berbeda nyata apabila dilakukan pada suhu 800 ºC Kadar zat terbang (%) Gambar 4 Kadar zat mudah menguap (%) beberapa jenis AA Kadar abu Penetapan kadar abu bertujuan menentukan kandungan oksida logam dalam AA. Kadar abu AA berkisar antara 4,4 dan 20,1%. Semua AA yang tidak diaktivasi dengan bahan pengaktif memiliki kadar abu di atas Standar Indonesia (SNI 1995), yaitu diatas 10% (Gambar 5). Sementara itu, terjadi hal yang sebaliknya untuk AA yang diaktivasi dengan bahan kimia. Hal ini mengindikasikan bahwa bahan kimia pengaktivasi berpengaruh terhadap kadar abu dari AA. Pernyataan ini diperkuat berdasarkan analisis ragam (Lampiran 9), yang menunjukkan bahwa suhu, konsentrasi, dan waktu aktivasi serta interaksi antara suhu, waktu aktivasi, dan konsentrasi berpengaruh nyata terhadap kadar abu arang aktif. Sementara itu, dari hasil uji Duncan (Lampiran 9) didapatkan bahwa AA pada suhu 800 ºC selama 60 menit dengan kombinasi NaOH 0,75% memiliki kadar abu terendah. Kadar abu tertinggi terdapat pada AA yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit. Menurut Pari (2004), penyebab tingginya kadar abu AA adalah karena terjadi proses oksidasi. Besarnya nilai kadar abu dapat mempengaruhi kemampuan daya jerap AA tersebut, baik pada gas maupun larutan karena kandungan mineral yang terdapat dalam abu seperti kalsium, kalium, magnesium, dan natrium akan menyebar dalam kisi-kisi AA.

4 Kadar abu (%) Gambar 5 Kadar abu (%) beberapa jenis AA Kadar karbon terikat Penetapan kadar karbon terikat bertujuan mengetahui kandungan karbon setelah proses karbonisasi dan aktivasi. Kadar karbon terikat AA berkisar antara 53,4% dan 80,9%. Jika dibandingkan dengan AA komersial hampir semua kadarnya lebih tinggi dan memenuhi Standar Indonesia (SNI 1995), yaitu kadarnya lebih dari 65%, kecuali arang yang diaktivasi tanpa perendaman bahan pengaktif pada suhu 800 ºC selama 120 menit. Informasi ini dapat dilihat pada kurva yang disajikan dalam Gambar 6. Hal ini kemungkinan terjadi karena proses pengarangan yang tidak sempurna dan berlangsung di tempat terbuka, sehingga memungkinkan proses oksidasi oleh oksigen terus berjalan dan menyebabkan arang berubah menjadi abu. Semakin tinggi kadar abu maka semakin kecil kadar karbon terikat. Hal ini juga diperkuat oleh Pari (2004), bahwa kadar karbon terikat dipengaruhi oleh kadar abu. Kadar karbon terikat tertinggi terdapat pada arang yang diaktivasi dengan perendaman bahan pengaktif pada suhu 800 ºC selama 60 menit, sedangkan yang terendah terdapat pada arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu aktivasi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar karbon terikat arang aktif. Dari uji Duncan didapatkan bahwa aktivasi pada suhu 700 ºC, konsentrasi NaOH 0,5% selama 60 menit akan menghasilkan kadar karbon terikat tertinggi (Lampiran 10) Kadar karbon terikat (%) Gambar 6 Kadar karbon terikat (%) beberapa jenis AA Daya jerap benzena Daya jerap AA berkisar antara 11,4% dan 30,6%. Nilai tertinggi terdapat pada arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit dan dikombinasikan dengan NaOH 0,5%, sedangkan yang terendah terdapat pada arang yang tidak diaktivasi. Dari Gambar 8 terlihat bahwa hampir semua nilai daya jerap benzena pada AA di atas nilai AA komersial. Standar Indonesia untuk daya jerap benzena pada AA yang berukuran serbuk belum ada. Ada kecenderungan daya jerap benzena meningkat seiring dengan lamanya aktivasi pada AA yang tanpa dan dipengaruhi bahan pengaktif (Gambar 7). Terlihat juga pada Gambar 8 bahwa bahan pengaktif NaOH mempengaruhi daya jerap benzena. Nilai daya jerap benzena AA yang diaktivasi dengan NaOH cenderung menurun jika dibandingkan yang tidak diaktivasi. Hal ini mungkin disebabkan oleh natrium tidak melebur sempurna dan tersisa sehingga menutupi permukaan AA pada saat proses karbonisasi dan aktivasi suhu 700 dan 800 ºC. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 11) didapatkan bahwa perlakuan suhu, waktu aktivasi, dan konsentrasi berpengaruh nyata terhadap daya jerap benzena pada arang aktif. Hal yang sama berlaku pada ketiga interaksi perlakuan, Sementara itu, dari hasil uji Duncan (Lampiran 11) didapatkan aktivasi pada suhu 800 ºC dengan konsentrasi NaOH 0,5% selama 120 menit akan menghasilkan arang aktif dengan daya jerap tertinggi.

5 Daya jerap benzena (%) Gambar 7 Daya jerap benzena beberapa jenis AA Besarnya nilai daya jerap benzena menunjukkan kemampuan AA untuk menjerap senyawa yang bersifat nonpolar. Artinya pori-pori pada permukaan AA sedikit mengandung senyawa nonkarbon sehingga gas atau uap yang dapat diserap menjadi lebih banyak (Pari 1996). Daya jerap kloroform Daya jerap kloroform berkisar antara 13,%9-44,3%. Nilai tertinggi terdapat pada arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit dan dikombinasikan dengan NaOH 0,5%, sedangkan yang terendah terdapat pada arang yang tidak diaktivasi. Hal ini mengindikasikan bahwa perendaman dengan NaOH akan memperbesar pori-pori AA sehingga daya jerapnya meningkat. Dari Gambar 8 terlihat bahwa hampir semua nilai daya jerap kloroform di bawah 40%. Rendahnya daya jerap kloroform mungkin disebabkan oleh masih adanya senyawa nonkarbon yang menempel pada permukaan atau menutupi pori-pori AA yang tidak keluar saat proses aktivasi. Daya jerap AA terhadap kloroform dipengaruhi oleh tingkat kepolaran permukaan AA. Semakin besar daya jerap terhadap kloroform menunjukkan permukaan AA banyak mengandung senyawa yang bersifat polar seperti fenol, aldehida, dan karboksilat (Rasjiddin 2006). Daya jerap kloroform yang dihasilkan ternyata lebih besar dari daya jerap benzena. Hal ini menunjukkan bahwa AA yang dihasilkan memiliki kemampuan yang lebih baik untuk menjerap senyawa yang bersifat polar dibandingkan dengan senyawa nonpolar. Hasil analisis ragam (Lampiran 12) menunjukkan bahwa pelakuan suhu dan waktu aktivasi berpengaruh nyata terhadap daya jerap kloroform arang aktif. Sementara itu, dari hasil uji Duncan (Lampiran 12) didapatkan bahwa aktivasi pada suhu 800 ºC dengan konsentrasi NaOH 0,5% selama 120 menit menghasilkan daya jerap kloroform tertinggi Daya jerap kloroform Gambar 8 Daya jerap kloroform beberapa jenis AA Daya jerap iodin Penetapan daya jerap AA terhadap iodin merupakan persyaratan umum untuk menilai kualitas AA. Daya jerap iodin AA yang dibuat berkisar antara 359,5%-1050,5%. Nilai tertinggi terdapat pada arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit dan dikombinasikan dengan NaOH 0,5%, sedangkan yang terendah terdapat pada arang yang tanpa diaktivasi. Dari Gambar 9 terlihat bahwa semua arang yang diaktivasi baik dengan cara fisik maupun fisik dan kimia memiliki daya jerap iodin yang telah memenuhi Standar Indonesia (SNI 1995), yaitu lebih besar dari 750 mg/g. Hal yang sama juga terjadi ketika daya jerap iodin AA dibandingkan dengan AA komersial. Namun, hanya satu AA yang memenuhi Standar Jepang (JIS 1967) karena daya jerap terhadap iodin lebih dari 1050 mg/g, yaitu arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit dan dikombinasikan dengan NaOH 0,5%. Jika dibandingkan nilai daya jerap iodin antara arang dan arang yang diaktivasi suhu 800 ºC selama 120 menit dan dikombinasikan dengan NaOH 0,5% maka terjadi peningkatan sebesar 192,2%. Besarnya daya jerap AA terhadap iodin ada hubungannya dengan pola struktur mikropori yang terbentuk. Selain itu juga mengindikasikan besarnya diameter pori AA tersebut yang hanya mampu dimasuki oleh molekul dengan diameter kurang dari 10Å.

6 12 T1W!C1 cc Daya jerap iodin Gambar 9 Daya jerap iodin beberapa jenis AA. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 13) didapatkan bahwa pelakuan suhu, lama aktivasi, dan konsentrasi serta interaksi ketiga perlakuan berpengaruh nyata terhadap daya jerapa iodin arang aktif. Dari hasil uji Duncan (Lampiran 13) didapatkan bahwa aktivasi 800 ºC yang dikombinasikan dengan NaOH 0,5% selama 120 menit akan menghasilkan daya jerap iod tertinggi. Penggunaan Arang Aktif untuk Pemurnian Minyak Goreng Bekas Berdasarkan hasil pencirian AA dengan parameter daya jerap iodin, maka terpilih AA secara fisik terbaik ialah arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 60 menit. Sementara itu, AA secara fisik dan kimia terbaik ialah arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit dan dikombinasikan dengan perendaman NaOH konsentrasi 0, 5%. Kedua AA terbaik tersebut kemudian di uji sebagai adsorben untuk pemurnian minyak goreng bekas. Sebelumnya dilakukan uji pendahuluan untuk mendapatkan nilai bobot dan waktu optimum yang akan digunakan pada standar asam laurat. Uji pendahuluan ini menggunakan standar asam laurat karena asam laurat merupakan asam lemak bebas yang paling dominan dalam minyak goreng yang terbuat dari kelapa sawit. Nilai bobot dan waktu optimum yang didapat juga digunakan untuk penentuan isoterm adsorpsi. Uji pendahuluan Konsentrasi asam laurat yang digunakan untuk uji pendahuluan adalah 0,3% (b/b). Konsentrasi campuran asam laurat dan AA terbaik ditentukan berdasarkan kapasitas adsorpsi dan presentase penjerapannya selama rentang waktu 60 menit untuk setiap variasi konsentrasi. Berdasarkan hasil uji pendahuluan didapatkan konsentrasi terbaik untuk AA secara fisik maupun secara fisik dan kimia berturut turut adalah 7,04% (b/v) dan 7,08% (b/v) (Lampiran 14). Nilai ini didapatkan dari perpotongan garis kapasitas adsorpsi dan presentase penjerapan asam laurat oleh AA dalam satu kurva (Gambar 10 dan 11) (%) Bobot arang aktif Gambar 10 Konsentrasi optimum berdasarkan perpotongan kapasitas adsorpsi dengan efisiensi pada AA (800 ºC,60') keterangan : Q = Kapasitas adsorpsi (mg/ g) E = Efisiensi (%) (%) Bobot arang aktif Gambar 11 Konsentrasi optimum berdasarkan perpotongan kapasitas adsorpsi dengan efisiensi pada arang aktif (800 ºC,120',0,5% NaOH) Keterangan : Q = Kapasitas adsorpsi (mg/ g) E = Efisiensi (%) Waktu kontak optimum pada proses adsorpsi asam laurat baik pada AA secara fisik maupun secara fisik dan kimia ialah 90 menit (Gambar 12 dan 13). Lamanya proses adsorpsi ditentukan berdasarkan kapasitas dan presentase penjerapannya selama rentang waktu tertentu. Pada saat kapasitas dan presentase penjerapan asam laurat mencapai nilai optimum, maka lama proses adsorpsi Q E Q E

7 13 tersebut diambil sebagai waktu adsorpsi (Lampiran 15). Kapasitas adsorpsi (mg/g) Waktu Q (menit) E Gambar 12 Waktu adsorpsi optimum arang aktif (800ºC,60') Kapasitas Adsorpsi (mg/g) Waktu Q (menit) E Gambar 13 Waktu adsorpsi optimum arang aktif (800ºC,120',0,5% NaOH) Efisiensi (%) Efisiensi (%) Berdasarkan Gambar 12 dan 13, proses adsorpsi terlihat meningkat pada selang waktu menit. Selanjutnya proses adsorpsi cenderung hampir stabil. Waktu untuk mencapai kapasitas adsorpsi optimum pada kedua AA tersebut adalah sama. Hal yang sama juga berlaku pada persentasi penjerapannya, yaitu 100%. Pemurnian minyak goreng bekas Komponen utama minyak yang sangat menentuan mutu minyak goreng adalah asam lemaknya, karena asam lemak menentukan sifat kimia maupun stabilitas minyak (Djatmiko 1974). Proses pemanasan pada minyak dapat menyebabkan minyak menjadi rusak. Salah satu parameter yang digunakan untuk melihat kerusakan minyak akibat pemanasan adalah kandungan asam lemak bebasnya. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisis. Proses pemanasan pada suhu tinggi dan kontak minyak udara dapat mempercepat oksidasi. Sementara itu, proses hidrolisis dapat dipercepat karena adanya air. Data percobaan pemurnian minyak goreng bekas tersaji dalam Tabel 3. Tabel 3. Hasil analisis minyak goreng bekas FFA (% b/b) AA Sampel minyak AA (800 C, (800 C, 120',0,5% 60') NaOH) Minyak curah awal Minyak curah bekas Minyak curah bekas setelah dimurnikan Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa ada penurunan kadar FFA pada sampel minyak goreng curah bekas setelah dimurnikan dengan AA sebesar 51,57% untuk AA (800 C, 60'), dan 17,74% untuk AA (800 C, 120',0,5% NaOH) (Lampiran 16). Hal ini menunjukkan kedua AA yang dibuat memiliki kemampuan sebagai adsorben pemurnian minyak, pernyataan ini dikuatkan oleh penelitian Pari (2004) yang menyatakan AA yang memiliki daya jerap iodin di atas 1000 mg/g dapat digunakan untuk pemurnian minyak makan. Persentasi penurunan kadar FFA AA (800 C, 60') lebih besar dari AA (800 C, 120', 0,5% NaOH), yaitu selisih 33,83 %. H 2 COOCR HCOOCR + 3H 2 O H 2 COOCR CH 2 OH CHOH +3RCOOH CH 2 OH Gambar 14 Reaksi hidrolisis trigliserida Isoterm Adsorpsi Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat dalam fluida dan pada permukaan adsorben, pada suhu tetap. Telah banyak adsorpsi yang dikembangkan untuk mendeskripsikan interaksi antara adsorben dan adsorbat. Tipe isoterm Freundlich dan Langmuir pada umumnya dianut oleh adsorpsi fase padat-cair (Atkins 1990). Data konsentrasi kesetimbangan, konsentrasi asam lemak bebas terjerap, dan bobot AA yang ditimbang, digunakan dalam pembuatan kurva regresi linier untuk tipe isoterm Freundlich (Lampiran 17) dan isoterm Langmuir (Lampiran 18). Pada penelitian ini digunakan AA terbaik berdasarkan jenis aktivasinya. Adsorpsi asam laurat oleh AA (800 C, 60') memberikan linieritas 92,37% untuk isoterm Freundlich (Gambar 15) dan 83,30% untuk isoterm Langmuir (Gambar 16). Ada pendugaan

8 14 adsorpsi asam laurat oleh AA (800 C, 60') mengikuti tipe isoterm Freundlich, karena linieritasnya untuk tipe isoterm Freundlich lebih besar. Hasil penelitian ini dikuatkan oleh Hussein et al. (2004) yang menyatakan bahwa dengan nilai linieritas 90% dapat dinyatakan adsorpsi mengikuti jenis tipe isoterm adsorpsi tersebut. Jika isoterm yang dianut adalah isoterm Freundlich maka adsorpsi terjadi secara fisisorpsi banyak lapisan (Fourest dan Volesky 1996). log (x/m) y = x R 2 = log konsentrasi Gambar 15 Isoterm Freundlich adsorpsi asam laurat oleh AA (800 C, 60') C/ (x/m) y = x R 2 = Konsentrasi Gambar 16 Isoterm Langmuir adsorpsi asam laurat oleh AA (800 C, 60') Hasil yang sama diperoleh pada isoterm adsorpsi asam laurat oleh AA (800 C, 120', 0,5% NaOH), isoterm adsorpsi diduga mengikuti tipe isoterm Freundlich dengan linieritas 92,34% (Gambar 17) sedangkan isoterm Langmuir sebesar 77,89% (Gambar 18). Fakta ini menunjukkan bahwa proses adsorpsi asam laurat oleh AA (800 C, 60') maupun AA (800 C, 120'; 0,5% NaOH) menganut tipe isoterm Freundlich. log (x/m) y = x R 2 = log konsentrasi Gambar 17 Isoterm Freundlich adsorpsi asam laurat oleh AA (800 C, 120', 0,5% NaOH) C/ (x/m) y = x R 2 = Konsentrasi Gambar 18 Isoterm Langmuir adsorpsi asam laurat oleh AA (800 C, 120', 0,5% NaOH Pendekatan Freundlich mengasumsikan adsorbat yang teradsorpsi membentuk lapisan multilayer, permukaan adsorbat heterogen, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan untuk molekul adsorbat tidak sama, ada antaraksi lateral antar molekul adsorbat, dan molekul adsorbat yang teradsorpsi terdistribusi, artinya molekul-molekul tersebut bergerak pada permukaan. Kedua jenis AA mengikuti tipe isoterm Freundlich. Hal ini menggambarkan bahwa permukaan adsorbat adalah heterogen dan memiliki energi yang tidak sama (Ribeioro et al. 2001). Informasi yang diperoleh dari isoterm adsorpsi adalah suatu pendekatan yang mengasumsikan suatu permukaan adsorpsi yang homogen atau heterogen (Koumanova & Antova 2002). Isoterm adsorpsi tidak menunjukkan mekanisme penjerapan yang terjadi, baik fisisorpsi maupun kimisorpsi. Suatu adsorpsi digolongkan berlangsung secara fisisorpsi atau kimisorpsi, dapat ditentukan berdasarkan nilai entalpi dan energi aktivasinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam + 6 adsorpsi sulfur dalam solar juga dilakukan pada AZT2 dan AZT2.5 dengan kondisi bobot dan waktu adsorpsi arang aktif berdasarkan kadar sulfur yang terjerap paling tinggi dari AZT1. Setelah proses adsorpsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF SEBAGAI ADSORBEN PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS ADE MURNI SURYANI

PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF SEBAGAI ADSORBEN PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS ADE MURNI SURYANI PEMANFAATAN TONGKOL JAGUNG UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF SEBAGAI ADSORBEN PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS ADE MURNI SURYANI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI C7 PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis L.f) DAN TONGKOL JAGUNG (Zea mays LINN) SEBAGAI ADSORBEN MINYAK GORENG BEKAS (MINYAK JELANTAH) Oleh : J.P. Gentur

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTHERM ADSORPSI Oleh : Kelompok 2 Kelas C Ewith Riska Rachma 1307113269 Masroah Tuljannah 1307113580 Michael Hutapea 1307114141 PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna Adsorpsi Zat Warna Pembuatan Larutan Zat Warna Larutan stok zat warna mg/l dibuat dengan melarutkan mg serbuk Cibacron Red dalam air suling dan diencerkan hingga liter. Kemudian dibuat kurva standar dari

Lebih terperinci

ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS RIA WIJAYANTI

ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS RIA WIJAYANTI ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS RIA WIJAYANTI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X KARAKTERISTIK ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA DENGAN PENGAKTIVASI H 2SO 4 VARIASI SUHU DAN WAKTU Siti Jamilatun, Intan Dwi Isparulita, Elza Novita Putri Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Sifat Fisiko Kimia Tempurung Kelapa Sawit Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah biomassa yang berbentuk curah yang dihasilkan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Landiana Etni Laos, Arkilaus Selan Prodi Pendidikan Fisika STKIP Soe, Nusa Tenggara Timur E-mail: etni.laos@yahoo.com Abstrak. Karbon aktif merupakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Rosita Idrus, Boni Pahlanop Lapanporo, Yoga Satria Putra Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Sampel Buatan Pada prosedur awal membuat sampel buatan yang digunakan sebagai uji coba untuk penentuan daya serap dari arang aktif. Sampel buatan adalah larutan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 1.1 BILANGAN IODIN ADSORBEN BIJI ASAM JAWA Dari modifikasi adsorben biji asam jawa yang dilakukan dengan memvariasikan rasio adsorben : asam nitrat (b/v) sebesar 1:1, 1:2, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Struktur. Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Struktur Identifikasi Gugus Fungsi pada Serbuk Gergaji Kayu Campuran Analisis dengan spektrofotometri inframerah (IR) bertujuan mengetahui adanya gugus fungsi pada suatu bahan.

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA DAN PERHITUNGAN. Berat Sampel (gram) W 1 (gram)

LAMPIRAN A DATA DAN PERHITUNGAN. Berat Sampel (gram) W 1 (gram) LAMPIRAN A DATA DAN PERHITUNGAN A. DATA PENGAMATAN 1. Uji Kualitas Karbon Aktif 1.1 Kadar Air Terikat (Inherent Moisture) - Suhu Pemanasan = 110 C - Lama Pemanasan = 2 Jam Tabel 8. Kadar Air Terikat pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN C8 STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Veronika Yuli K. Alumni Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pengujian Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Nabati dan Rempah- Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM No. 17 Kampung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik kearah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gayagaya ini

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 lat dan Bahan lat yang digunakan pada pembuatan karbon aktif pada penilitian ini adalah peralatan sederhana yang dibuat dari kaleng bekas dengan diameter 15,0 cm dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, negara yang sangat subur tanahnya. Pohon sawit dan kelapa tumbuh subur di tanah Indonesia. Indonesia merupakan negara penghasil

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF J. P. Gentur Sutapa 1 dan Aris Noor Hidayat 2 1 Dosen Jurusan Teknologi Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Arang Aktif Arang adalah bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Menentukan Suhu dan Waktu Karbonisasi Pada penentuan suhu dan waktu karbonisasi yang optimum, dilakukan pemanasan sampel sekam pada berbagai suhu dan waktu pemanasan. Hasil

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat 1. Neraca Analitik Metter Toledo 2. Oven pengering Celcius 3. Botol Timbang Iwaki 4. Desikator 5. Erlenmayer Iwaki 6. Buret Iwaki 7. Pipet Tetes 8. Erlenmayer Tutup

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Waktu Optimal yang Diperlukan untuk Adsorpsi Ion Cr 3+ Oleh Serbuk Gergaji Kayu Albizia Data konsentrasi Cr 3+ yang teradsorpsi oleh serbuk gergaji kayu albizia

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELUWAK (Pangium edule) DENGAN AKTIVATOR H 3 PO 4

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELUWAK (Pangium edule) DENGAN AKTIVATOR H 3 PO 4 POSTER Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELUWAK (Pangium edule) DENGAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PRODUCTION

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, hasil uji kemampuan adsorpsi adsorben hasil pirolisis lumpur bio terhadap fenol akan dibahas. Kondisi operasi pirolisis yang digunakan untuk menghasilkan adsorben

Lebih terperinci

ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS RIA WIJAYANTI

ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS RIA WIJAYANTI ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS RIA WIJAYANTI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 2015) 11-19 Jurnal Teknologi Kimia Unimal http://ft.unimal.ic.id/teknik_kimia/jurnal Jurnal Teknologi Kimia Unimal Pemanfaatan Kulit Singkong sebagai Bahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1.1 Analisa Kadar Air Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1.1 Analisa Kadar Air Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN 1.1 Analisa Kadar Air Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa - Berat sampel = 1 gr - Suhu oven = 10C - Waktu pengeringan = 3 jam Tabel 7. Data Pengamatan Analisa Kadar Air Massa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) CPO yang berasal dari empat perusahaan di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 28 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Limbah Padat Agar-agar Limbah hasil ekstraksi agar terdiri dari dua bentuk, yaitu padat dan cair. Limbah ini mencapai 65-7% dari total bahan baku, namun belum

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN PEMANFAATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BUAH LONTAR (Borassus flabellifer Linn.) SEBAGAI ABSORBEN LIMBAH BATIK KAYU

PEMBUATAN DAN PEMANFAATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BUAH LONTAR (Borassus flabellifer Linn.) SEBAGAI ABSORBEN LIMBAH BATIK KAYU PEMBUATAN DAN PEMANFAATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BUAH LONTAR (Borassus flabellifer Linn.) SEBAGAI ABSORBEN LIMBAH BATIK KAYU 1. 2. I Ketut Gede Intan Kurniawan 1, J.P. Gentur Sutapa 2 Alumni Jurusan

Lebih terperinci

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen klorida encer, natrium tiosulfat 0,01 N, dan indikator amilum. Kalium hidroksida 0,1 N dibuat dengan melarutkan 6,8 g kalium hidroksida

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada era industrialisasi di Indonesia, kebutuhan arang aktif semakin meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang dibangun, baik industri pangan maupun

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU AKTIVASI TERHADAP DAYA SERAP KARBON AKTIF KULIT KEMIRI

PENGARUH SUHU AKTIVASI TERHADAP DAYA SERAP KARBON AKTIF KULIT KEMIRI PENGARUH SUHU AKTIVASI TERHADAP DAYA SERAP KARBON AKTIF KULIT KEMIRI Landiana Etni Laos 1*), Masturi 2, Ian Yulianti 3 123 Prodi Pendidikan Fisika PPs Unnes, Gunungpati, Kota Semarang 50229 1 Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

ADSORPSI Pb 2+ OLEH ARANG AKTIF SABUT SIWALAN (Borassus flabellifer)

ADSORPSI Pb 2+ OLEH ARANG AKTIF SABUT SIWALAN (Borassus flabellifer) ADSORPSI Pb 2+ OLEH ARANG AKTIF SABUT SIWALAN (Borassus flabellifer) ADSORPTION OF Pb 2+ BY SIWALAN FIBER (Borassus flabellifer) ACTIVATED CARBON Esty Rahmawati * dan Leny Yuanita Jurusan Kimia FMIPA,

Lebih terperinci

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna

METODE. Penentuan kapasitas adsorpsi dan isoterm adsorpsi zat warna bermuatan positif. Kation yang dihasilkan akan berinteraksi dengan adsorben sehingga terjadi penurunan intensitas warna. Penelitian ini bertujuan mensintesis metakaolin dari kaolin, mensintesis nanokomposit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Persiapan Adsorben Cangkang Gonggong Cangkang gonggong yang telah dikumpulkan dicuci bersih dan dikeringkan dengan matahari. Selanjutnya cangkang gonggong

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI CANGKANG BUAH KARET UNTUK ADSORPSI ION BESI (II) DALAM LARUTAN

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI CANGKANG BUAH KARET UNTUK ADSORPSI ION BESI (II) DALAM LARUTAN PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI CANGKANG BUAH KARET UNTUK ADSORPSI ION BESI (II) DALAM LARUTAN Teger Ardyansah Bangun 1*, Titin Anita Zaharah 1, Anis Shofiyani 1 1 Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. 8 kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT 1. Kertas saring a. Kertas saring biasa b. Kertas saring halus c. Kertas saring Whatman lembar d. Kertas saring Whatman no. 40 e. Kertas saring Whatman no. 42 2. Timbangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat yang digunakan Ayakan ukuran 120 mesh, automatic sieve shaker D406, muffle furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat titrasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na + BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentonit Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mempunyai kandungan utama mineral smektit (montmorillonit) dengan kadar 85-95% bersifat plastis dan koloidal tinggi.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN L1.1 Yield 1 2 3 20 40 60 Tabel L1.1 Data Yield Raw Material 33 Karbon Aktif 15,02 15,39 15,67 Yield 45,53 46,65 47,50 L1.2 Kadar Air dengan Tabel L1.2 Data Kadar Air Cawan

Lebih terperinci

Desikator Neraca analitik 4 desimal

Desikator Neraca analitik 4 desimal Lampiran 1. Prosedur Uji Kadar Air A. Prosedur Uji Kadar Air Bahan Anorganik (Horwitz, 2000) Haluskan sejumlah bahan sebanyak yang diperlukan agar cukup untuk analisis, atau giling sebanyak lebih dari

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 )

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) Yohanna Vinia Dewi Puspita 1, Mohammad Shodiq Ibnu 2, Surjani Wonorahardjo 3 1 Jurusan Kimia, FMIPA,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012. Karakterisasi limbah padat agar, pembuatan serta karakterisasi karbon aktif dilakukan di Laboratorium Karakterisasi

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

Jason Mandela's Lab Report

Jason Mandela's Lab Report LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK I PERCOBAAN-4 KINETIKA ADSORPSI Disusun Oleh: Nama : Jason Mandela NIM :2014/365675/PA/16132 Partner : - Dwi Ratih Purwaningsih - Krisfian Tata AP - E Devina S - Fajar Sidiq

Lebih terperinci

PEMBUATAN, PENCIRIAN, DAN UJI DAYA ADSORPSI ARANG AKTIF DARI KAYU MERANTI MERAH (Shorea sp.) ARDILES ACHMAD

PEMBUATAN, PENCIRIAN, DAN UJI DAYA ADSORPSI ARANG AKTIF DARI KAYU MERANTI MERAH (Shorea sp.) ARDILES ACHMAD i PEMBUATAN, PENCIRIAN, DAN UJI DAYA ADSORPSI ARANG AKTIF DARI KAYU MERANTI MERAH (Shorea sp.) ARDILES ACHMAD DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Juli

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan minyak nabati yang telah dimurnikan, dibuat dari bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski dari bahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN L1.1 DATA HASIL ANALISIS BILANGAN ASAM MINYAK KELAPA Tabel L1.1 Data Hasil Analisis Bilangan Asam Kadar Flavonoid Total aktu Kontak (Hari) Volume KOH (ml) Bilangan Asam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan Lampiran 2. Formula sabun transparan pada penelitian pendahuluan Bahan I () II () III () IV () V () Asam sterarat 7 7 7 7 7 Minyak kelapa 20

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014 yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Unila, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini; Latar Belakang: Sebelum air limbah domestik maupun non domestik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PENENTUAN KADAR KOEFISIEN DISTRIBUSI SELASA, 22 MEI 2014

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PENENTUAN KADAR KOEFISIEN DISTRIBUSI SELASA, 22 MEI 2014 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II PENENTUAN KADAR KOEFISIEN DISTRIBUSI SELASA, 22 MEI 2014 Disusun oleh : Fika Rakhmalinda (1112016200003) Fikri Sholihah (1112016200028 ) Naryanto (1112016200018 ) PROGRAM

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg, shaker, termometer, spektrofotometer serapan atom (FAAS GBC), Oven Memmert, X-Ray

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten) Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten (Asisten) ABSTRAK Telah dilakukan percobaan dengan judul Kinetika Adsorbsi yang bertujuan untuk mempelajari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian eksperimental. Sepuluh sampel mie basah diuji secara kualitatif untuk

Lebih terperinci

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara kimiawi, lemak dan minyak adalah campuran ester dari asam lemak dan gliserol. Lemak dan minyak dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik dari tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui dapat atau tidaknya limbah blotong dibuat menjadi briket. Penelitian pendahuluan

Lebih terperinci