BAB III METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dan dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi dan Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. 3.1 Alat dan Bahan Alat-alat Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, hot plate (Fisons), kawat Ni/Cr, kertas label, kertas saring, kertas saring Whatmann No.42, neraca analitik (Boeco), mikroskop (Nikon), panci infus, spatula, pipet tetes, tabung reaksi, thermometer, seperangkat alat Spektrofotometer Serapan Atom (Hitachi Z 2000) dengan nyala udara-asetilen lengkap dengan lampu katoda kalsium dan kalium Bahan-bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akua demineralisata, asam sulfat 96%, asam klorida 37%, asam nitrat 65%, asam pikrat 1% b/v, larutan lanthanum 1% b/v, asam sulfat 2 N, etanol 96%, asam klorida 2 N, ammonium molibdat, larutan baku kalium 1000 µg/ml dan larutan baku kalsium 1000 µg/ml Tumbuhan Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sukun yang diperoleh secara purposif di Jalan Sivitas Akademika, Sumatera Utara, Medan. 23

2 3.2 Identifikasi Tumbuhan Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh bagian Herbarium Medanense, Medan. 3.3 Pembuatan Pereaksi Larutan Lanthanum 1% b/v Timbang lanthanum 10 g kemudian dilarutkan dalam 1000 ml akua demineralisata (Perkin dan Elmer, 1996) Larutan Asam Pikrat 1% b/v Larutan asam pikrat 1 % b/v dibuat dengan melarutkan 1 gram asam pikrat dalam akua demineralisata hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979) Larutan Asam Klorida 2 N Larutan asam klorida 2 N dibuat dengan mengencerkan 17 ml asam klorida 37% menggunakan akua deminerlisata hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979) Larutan Asam Sulfat 2 N Larutan asam sulfat 2 N dibuat dengan mengencerkan 5,5 ml asam sulfat 96% menggunakan akua demineralisata hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979). 3.4 Prosedur Penelitian Penyiapan Sampel Daun sukun segar sebanyak 1000 g dibersihkan, kemudian dicuci bersih dengan air mengalir dan ditiriskan. Dikeringkan terlebih dahulu dalam lemari pengering kemudian dihaluskan dan dibuat larutan infusa daun sukun Preparasi Batu Ginjal Batu ginjal dari 6 pasien masing masing ditimbang seksama sebanyak 100 mg untuk tiap pengujian. 24

3 Larutan Infusa Daun Sukun Kering 10% Ditimbang seksama daun sukun kering yang telah dihaluskan sebanyak 50 gram dan dimasukkan dalam panci infusa kemudian dicukupkan dengan akua demineralisata hingga 500 ml untuk konsentrasi 10% dipanaskan pada suhu 90 C selama 15 menit sambil sekali-sekali diaduk, serkai selagi panas melalui kain flanel, ditambahkan akua demineralisata secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa 500 ml (Ditjen POM, 1995) Penyiapan Larutan Batu Ginjal Awal Batu ginjal ditimbang seksama 10 mg. Dilarutkan dengan 2 ml HNO3 (p) dan 10 ml akua demineralisata. Didekstruksi pada suhu 150 o C sampai larutan menjadi bening. Disaring menggunakan kertas saring Whatmann No.42 kedalam labu 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata. Dipipet 1 ml kedalam labu 100 ml kemudian cukupkan dengan akuademineralisata. Kemudian larutan selanjutnya ditampung ke dalam botol. Larutan ini digunakan untuk analisis kuantitatif terhadap kalsium awal pada batu ginjal Penyiapan Larutan Infusa untuk Analisis Kalium dan Kalsium Awal Diambil 50 ml dari larutan infusa, dimasukkan ke erlenmeyer 250 ml Ditambahkan 10 ml asam nitrat 65% v/v, dan kemudian dipanaskan di atas hot plate sampai jernih.untuk analisa kalsium awal tanpa inkubasi batu ginjal Penyiapan Larutan Infusa untuk Analisis Kalsium Setelah Inkubasi dengan Batu Ginjal. Diambil 50 ml dari larutan infusa lalu dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml, dimasukkan batu ginjal dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 4 jam dan diaduk setiap 10 menit sekali. Disaring dengan kertas saring, 25

4 ditambahkan 10 ml asam nitrat 65% v/v, dan kemudian dipanaskan di atas hot plate sampai jernih. 3.5 Pembuatan Larutan Uji Larutan uji ini terdiri dari empat puluh dua larutan, yaitu enam larutan tanpa inkubasi dengan batu ginjal, dan tiga puluh enam larutan setelah diinkubasi dengan batu ginjal. Dipipet 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis tanda. Disaring dengan kertas saring Whatmann No.42 dan ± 5 ml larutan pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas saring. Kemudian larutan selanjutnya ditampung ke dalam botol. Larutan ini digunakan untuk analisis kuantitatif terhadap logam kalsium dan kalium di dalamnya. 3.6 Analisis Kualitatif Kalium dalam Infusa Daun Sukun a. Uji Nyala Ni/Cr Dicelupkan kawat Ni/Cr yang sudah bersih (tidak memberikan nyala yang spesifik) kedalam sampel. Kemudian dibakar di nyala bunsen. Jika terdapat kalium maka nyala akan berwarna ungu (Masfria, dkk., 2015). b. Uji Kristal Kalium dengan Asam Pikrat 1% b/v Larutan sampel hasil dekstruksi ditambahkan larutan asam pikrat, didiamkan selama ± 5 menit pada objek gelas, kemudian akan menghasilkan kristal kuning yang berbentuk jarum jarum panjang (Masfria, dkk., 2015). 26

5 3.6.2 Kalsium dalam Infusa Daun Sukun a. Uji Nyala Ni/Cr Dicelupkan kawat Ni/Cr yang sudah bersih (tidak memberikan nyala yang spesifik) kedalam sampel. Kemudian dibakar di nyala Bunsen. Jika terdapat kalsi2um maka nyala akan berwarna merah bata (Masfria, dkk., 2015). b. Uji Kristal Kalsium dengan Asam Sulfat 2 N Larutan sampel hasil dekstruksi sebanyak 1 2 tetes, diteteskan pada objek gelas. Kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat 2 N dan etanol 96% v/v akan terbentuk endapan putih lalu diamati dibawah mikroskop. Jika terdapat kalsium akan terlihat Kristal berbentuk jarum (Masfria,dkk., 2015) Oksalat (COO)2 2- dalam Batu Ginjal a. Uji Menggunakan Asam Sulfat 96% Batu ginjal ditambahkan asam sulfat 96% akan menghasilkan gas CO2 yang ditandai dengan gelembung disekitar batu (Vogel, 1979) Fosfat (PO3) 3- dalam Batu Ginjal a. Uji Warna Menggunakan Ammonium Molibdat Batu ginjal dilarutkan dalam asam nitrat 65%, ditambahkan serbuk ammonium molibdat akan menghasilkan endapan kuning (Masfria dkk., 2013) Karbonat (CO3) 2- dalam Batu Ginjal a. Uji Menggunakan Asam Klorida 2 N Batu ginjal ditambahkan asam klorida 2 N akan menghasilkan gas CO2 yang ditandai dengan gelembung disekitar batu ginjal (Masfria dkk, 2013). 27

6 3.7 Analisis Kuantitatif Pembuatan Kurva Kalibrasi Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium Larutan baku kalium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 50 µg/ml). Larutan untuk kurva kalibrasi kalium dibuat dengan memipet (2; 4; 6; 8; dan 10) ml larutan baku 50 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (larutan ini mengandung (2,0; 4,0; 6,0; 8,0; dan 10,0) µg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 766,5 nm. Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium Larutan baku kalsium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 50 µg/ml). Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium dibuat dengan memipet (2; 4; 6; 8; dan 10) ml larutan baku 50 µg/ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (larutan ini mengandung (2,0; 4,0; 6,0; 8,0; dan 10,0) µg/ml) dan diukur pada panjang gelombang 422,7 nm Analisis Kadar Kalium dan Kalsium pada Sampel Analisis Kadar Kalium pada Larutan Infusa Larutan uji yang digunakan untuk analisis kadar kalium adalah infusa tanpa inkubasi dengan batu ginjal, infusa dipipet sebanyak 0,5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml (Faktor pengenceran = 100/0,5 = 200 kali). Larutan diukur 28

7 absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 766,5 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. Analisis Kadar Kalsium pada Larutan Infusa Larutan uji yang digunakan untuk analisis kadar kalsium adalah infusa tanpa inkubasi dengan batu ginjal, infusa dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml (Faktor pengenceran = 100/1 = 100 kali). Larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. Analisis Kadar Kalsium Awal Batu Ginjal Larutan uji yang digunakan untuk analisis kadar kalsium awal batu ginjal adalah larutan batu ginjal awal, larutan dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml (Faktor pengenceran = 100/1 = 100 kali). Larutan diukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm. Analisis kadar kalsium pada larutan infusa setelah inkubasi Larutan uji yang digunakan untuk analisis kadar kalsium adalah infusa setelah inkubasi dengan batu ginjal. Dilakukan analisis kadar kalsium setelah inkubasi dengan batu ginjal dengan cara yang sama dengan analisis kadar kalsium awal. 29

8 3.8 Perhitungan Kadar Kalium dan Kalsium Menurut Gandjar dan Rohman (2008), penentuan kadar dengan persamaan regresi y = ax + b dalam sampel dapat dihitung dengan cara: Kadar Logam (µg/ml) X (µg/ml) x V (ml) x Fp Vs (ml) X = Konsentrasi analit dalam larutan sampel V= Volume total larutan sampel yang diperiksa Fp= Faktor pengenceran dari hasil dekstruksi Vs= Volume sampel 3.9 Analisis Kelarutan Garam Kalsium Setelah Inkubasi Data yang diperoleh dari pengukuran dengan spektrofotometer serapan atom dinyatakan kadar kalsium terlarut dalam μg/ml dan persen kelarutan kalsium pada batu ginjal dalam persen (%). Kadar kalsium terlarut merupakan kenaikan kadar kalsium setelah diinkubasi dengan batu ginjal atau kadar kalsium setelah inkubasi dikurangi dengan kadar kalsium awal larutan sampel. Kadar Ca terlarut (μg/ml) = Kenaikan Kadar Ca = Kadar Ca setelah inkubasi Kadar Ca awal Persen kelarutan garam kalsium adalah kadar kalsium terlarut dibagi kadar kalsium awal dikalikan 100% Kadar Ca terlarut Persen kelarutan (%) = x 100% Kadar Ca awal 30

9 3.10 Analisis Data Secara Statistik Hasil percobaan dianalisis secara statistik untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99%, α = 0.01, dk = n-1, dapat digunakan rumus: Kadar Mineral: µ = X ± (t(α/2, dk) x SD / n ) Keterangan: X = Kadar rata-rata sampel SD dk α n = Standar Deviasi = Derajat kebebasan (dk = n-1) = Interval kepercayaan = Jumlah perlakuan 3.11 Uji Perolehan Kembali (Recovery) Menurut Harmita (2004), uji perolehan kembali atau recovery dapat dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Dalam metode ini, kadar mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar mineral dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu. Larutan baku ditambahkan pada sampel yaitu 0,5 ml larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml). Kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi basah seperti yang telah dilakukan sebelumnya. rumus: Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan % Perolehan Kembali = C F- C A C* A x 100% Keterangan: CA = Kadar mineral dalam sampel sebelum penambahan baku CF = Kadar mineral dalam sampel setelah penambahan baku = Kadar larutan baku yang ditambahkan C * A 31

10 3.12 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Menurut Harmita (2004) batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Simpangan Baku ( SY ) X = Batas deteksi (LOD) = Batas kuantitasi (LOQ) = Y Yi n 2 3 x SY X slope 10 x SY X slope 2 32

11 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Identifikasi Tumbuhan Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense Universitas Sumatera Utara, Medan. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg dengan famili Moraceae Analisis Kualitatif Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif Batu Ginjal Sampel Ion yang dianalisis Pereaksi Hasil Keterangan Batu A (COO)2 H2SO4(p) Gas CO2 + PO4 Ammonium molibdat + HNO3 Larutan dengan endapan kuning + CO3 HCL 2 N Gas CO2 + Batu B (COO)2 H2SO4(p) Gas CO2 + PO4 Ammonium molibdat + HNO3 Larutan dengan endapan kuning + CO3 HCL 2 N Gas CO2 + Batu C (COO)2 H2SO4(p) Gas CO2 + PO4 Ammonium molibdat + HNO3 Larutan dengan endapan kuning + CO3 HCL 2 N Gas CO2 + Batu D (COO)2 H2SO4(p) Gas CO2 + PO4 Ammonium molibdat + HNO3 Larutan dengan endapan kuning + CO3 HCL 2 N Gas CO2 + Batu E (COO)2 H2SO4(p) Gas CO2 + PO4 Ammonium molibdat + HNO3 Larutan dengan endapan kuning + CO3 HCL 2 N Gas CO2 + Batu F (COO)2 H2SO4(p) Gas CO2 + PO4 Ammonium molibdat + HNO3 Larutan dengan endapan kuning + CO3 HCL 2 N Gas CO2 + Keterangan : + = Mengandung ion 33

12 Tabel 4.2 Hasil Analisis Kualitatif Infusa Daun Sukun Sampel Ion yang dianalisis Pereaksi Hasil Keterangan Infusa Kalium Asam pikrat 1% b/v Kristal Jarum Panjang + Daun Uji Nyala Ni/Cr Nyala Ungu + Sukun Kalsium Asam Sulfat 2 N + Kristal Jarum + etanol 96% Uji Nyala Ni/Cr Nyala Merah Bata + Keterangan : + = Mengandung ion Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa pada sampel batu ginjal A, B, C, D, E, F terdapat ion oksalat, fosfat dan karbonat yang biasanya terdapat dalam batu ginjal. Sampel dikatakan positif mengandung ion oksalat jika ditambahkan asam sulfat pekat makan ion oksalat akan berubah menjadi gas CO2 akibat hidrasi dari asam sulfat yang terjadi. Sampel dikatakan positif mengandung fosfat jika dengan penambahan ammonium molibdat dan asam nitrat akan menghasilkan larutan dengan endapan kuning. Sampel dikatakan positif mengandung karbonat jika dengan penambahan asam klorida 2 N akan menghasilkan gas CO2. Hasil positif ion oksalat, fosfat dan karbonat dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa pada sampel infusa daun sukun terdapat ion kalium dan kalsium. Sampel dikatakan positif mengandung kalium jika menghasilkan kristal jarum panjang jika ditambahkan larutan asam pikrat 1% b/v. Sampel dikatakan positif mengandung ion kalsium jika menghasilkan kristal jarum jika ditambahkan asam sulfat 2 N dan etanol 96%. Hasil positif ion kalium dan kalsium pada infusa daun sukun dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 52. Hasil absorbansi dengan spektrofotometer serapan atom menunjukkan adanya absorbansi pada panjang gelombang kalium yaitu 766,5 nm dan kalsium 422,7 nm. Hal ini juga membuktikan secara kualitatif bahwa larutan infusa daun sukun mengandung ion kalium dan ion kalsium. 34

13 4.3 Analisis Kuantitatif Kurva Kalibrasi Kalium dan Kalsium Kurva kalibrasi dalam Spektrofotometri Serapan Atom dibuat dengan memasukkan sejumlah tertentu konsentrasi larutan dalam sistem dilanjutkan dengan pengukuran absorbansinya. Disarankan untuk membuat paling tidak empat konsentrasi baku yang berbeda dan satu blanko untuk membuat kurva baku yang linear yang menyatakan hubungan antara absorbansi (A) dengan konsentrasi analit untuk melakukan analisis (Gandjar dan Rohman, 2008). Dari pengukuran kurva kalibrasi diperoleh persamaan regresi yaitu Y = 0, X - 0, untuk kalium, dan Y = 0, X + 0,00369 untuk kalsium. Kurva kalibrasi kalium dan kalsium dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalium 35

14 Gambar 4.2 Kuva Kalibrasi Larutan Baku Kalsium Berdasarkan kurva diatas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) kalium sebesar 0,9994 dan kalsium sebesar 0,9996. Nilai r 0,95 menunjukkan adanya korelasi linear yang menyatakan hubungan antara X (Konsentrasi) dan Y (Absorbansi) (Harmita, 2014.). Data hasil pengukuran absorbansi larutan baku kalium dan kalsium dan perhitungan persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 8-9 Halaman Analisis Kadar Mineral dan Kelarutan Batu Ginjal Penentuan kadar mineral dilakukan secara spektrofotometri serapan atom. Konsentrasi mineral dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi kurva kalibrasi larutan baku masing-masing mineral. Agar konsentrasi mineral pada sampel berada pada rentang kurva kalibrasi maka masing-masing sampel diencerkan terlebih dahulu dengan faktor pengenceran yang berbeda-beda. Sebelum dilakukan inkubasi, terlebih dahulu dilakukan penetapan kadar kalium dan kalsium pada infusa serta penetapan kadar kalsium tiap batu ginjal. Faktor pengenceran untuk penentuan kadar mineral kalsium pada infusa sebelum inkubasi dan kadar 36

15 kalsium tiap batu ginjal adalah sebesar 100 kali, sedangkan faktor pengenceran untuk penentuan kadar mineral kalium pada infusa sebelum inkubasi adalah sebesar 200 kali. Setelah inkubasi dilakukan pengukuran kalsium pada setiap infusa. Faktor pengenceran untuk penentuan kadar mineral kalsium pada infusa setelah inkubasi dengan batu ginjal adalah sebesar 100 kali. Tabel 4.3 Kadar Kalsium dan Kalium Awal Infusa Sebelum Inkubasi dengan Batu Ginjal No. Sampel Kandungan Kalsium (µg/ml) Kandungan Kalium (µg/ml) 1. Infusa 620,16 ± 20,56 985,99 ± 5,65 Tabel 4.4 Kadar Kalsium Awal pada Batu Ginjal No. Sampel Batu Ginjal Kandungan Kalsium (µg/ml) 1. A 35,38 ± 0,71 2. B 121,10 ± 0,34 3. C 163,72 ± 0,81 4. D 27,21 ± 0,71 5. E 102,99 ± 1,04 6. F 143,09 ± 0,79 Tabel 4.5 Kadar Kalsium Infusa Setelah Inkubasi Batu Ginjal No. Sampel Batu Ginjal Kandungan Kalsium (µg/ml) 1. A 759,04 ± 39,96 2. B 739,65 ± 18,63 3. C 809,58 ± 22,21 4. D 694,58 ± 5,04 5. E 812,44 ± 1,75 6. F 771,45 ± 7,01 37

16 Tabel 4.6 Kadar Kalsium Terlarut pada Batu Ginjal No. Sampel Kadar K Awal dalam Infusa (µg/ml) Kadar Ca Awal dalam Infusa (µg/ml) Kadar Ca setelah Inkubasi (µg/ml) Kadar Ca terlarut (µg/ml) Berat Batu (mg) Kadar Ca Awal Batu Ginjal (µg/ml) Persen Kelarutan (%) 1 A 985,99 620,16 759,04 137,88 113,8 396,19 34,59 2 B 985,99 620,16 739,65 119,49 101,5 1016,51 11,75 3 C 985,99 620,16 809,58 189,42 102,3 1395,71 13,57 4 D 985,99 620,16 694,58 74,42 105,1 280,37 26,54 5 E 985,99 620,16 812,44 192,28 101,1 882,40 21,79 6. F 985,99 620,16 771,45 151,29 102,3 1251,12 12,09 Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa persen kelarutan batu ginjal dari batu A, B, C, D, E, F berturut turut 34,80%, 11,75%, 13,75%, 26,54%, 21,41%, 12,09%. Kemampuan terbesar infusa melarutkan batu ginjal yaitu pada batu ginjal A dan kemampuan terkecil infusa melarutkan batu ginjal yaitu pada batu ginjal B. Kadar kalsium awal batu yang didapat berbeda beda sebab perbedaan batu dari pasien, lama penyimpanan dan homogenitas lapisan batu. Daun sukun mengandung kalium yang dapat digunakan untuk menghancurkan batu ginjal. Kalium yang tinggi membuat batu ginjal berupa garam kalsium terlarut, karena kalium akan menggantikan kalsium yang terdapat sebagai senyawa kalsium oksalat, karbonat dan fosfat yang merupakan pembentuk batu ginjal, dan akan membentuk senyawa garam kalium yang lebih mudah larut dalam air, sehingga garam kalsium pada batu ginjal itu akan terlarut secara perlahan-lahan dan ikut keluar bersama urin. Kadar kalsium terlarut adalah kenaikan kadar kalsium setelah diinkubasi dengan batu ginjal dalam infusa daun sukun pada suhu 37 C selama 4 jam dan diaduk setiap 10 menit. Daya melarutkan ion kalium terhadap garam kalsium pada batu ginjal disebabkan oleh letak kalium di dalam deret volta terletak sebelah kiri, sehingga kalium akan menyingkirkan kalsium untuk 38

17 bergabung dengan senyawa karbonat, oksalat, atau pospat dan kalsium menjadi larut (Winarto dan Tim Karyasari, 2004; Girsang, 2016). Pada penelitian ini menggunakan suhu inkubasi 37 C selama 4 jam dan diaduk setiap 10 menit. Hal tersebut dimaksudkan agar kondisi percobaan sedapat mungkin dibuat sama dengan kondisi di dalam tubuh. Dipilih suhu inkubasi 37 C karena pada umumnya manusia normal suhu tubuhnya 37 C. Berdasarkan penelitian sebelumnya, diperoleh hasil bahwa waktu inkubasi yang optimal adalah 4 jam. Adapun maksud dari pengocokan setiap 10 menit adalah diasumsikan batu ginjal dalam tubuh mengalami pergerakan. Batu ginjal yang ada didalam ginjal mengalami gerakan-gerakan akibat aliran urin, aliran air, ataupun gerakan akibat aktivitas dari tubuh manusia (Nisma, 2012) Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Berdasarkan data kurva kalibraasi kalsium dan kalium diperoleh batas deteksi dan batas kuantitasi untuk kedua mineral tersebut. Batas deteksi dan batas kuantitasi kalsium dan kalium dapat dilihat pada Tabel.4.7 Tabel 4.7 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Kalium dan Kalsium No. Mineral Batas Deteksi (µg/ml) Batas Kuantitasi (µg/ml) Kalsium Kalium 0,3682 0,4178 1,2275 1,3927 Dari hasil perhitungan diperoleh batas deteksi untuk pengukuran kalsium dan kalium masing-masing sebesar 0,3682 µg/ml dan 0,4178 µg/ml. Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa semua hasil yang diperoleh pada pengukuran sampel berada diatas batas deteksi dan batas kuantitasi. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dilihat pada Lampiran 14 halaman

18 4.3.4 Uji Perolehan Kembali (Recovery) Tabel 4.8 Persen Uji Perolehan Kembali (Recovery) Kadar Kalsium No. Mineral Recovery (%) Syarat rentang recovery (%) 1. Kalsium 109, Berdasarkan Tabel 4.8, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji perolehan kembali (recovery) untuk kandungan kalsium 109,62%. Persen recovery tersebut menunjukkan kecermatan kerja yang memuaskan pada saat pemeriksaan kadar kalsium. Hasil uji perolehan kembali (recovery) ini memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapkan, jika rata-rata hasil perolehan kembali (recovery) berada pada rentang % (Harmita, 2004). Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar kalsium setelah penambahan masing-masing larutan baku dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 16 halaman Simpangan Baku Relatif Nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif untuk kalsium Tabel 4.9 Nilai Simpangan Baku dan Simpangan Baku Relatif Kalsium No. Mineral Simpangan Baku Simpangan Baku Relatif 1. Kalsium 2,0198 1,84% Berdasarkan Tabel 4.9 di atas, dapat dilihat nilai simpangan baku (SD) untuk mineral kalsium 2,0198 sedangkan nilai simpangan baku relatif (RSD) yang diperoleh sebesar 1,84% untuk mineral kalsium. Menurut Harmita (2004), nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (μg/ml) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) RSDnya adalah tidak lebih dari 32%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki presisi yang baik. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 17 halaman

19 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Terdapat garam oksalat pada tiap sampel batu ginjal yang memberikan hasil positif menggunakan asam sulfat pekat menghasilkan gas CO2. Terdapat garam fosfat pada tiap batu ginjal yang memberikan hasil positif menggunakan pereaksi ammonium molibdat dalam asam nitrat dan terdapat garam karbonat pada tiap sampel batu ginjal yang ditandai dengan adanya gas CO2 dipermukaan batu ginjal. 2. Infusa daun sukun dapat melarutkan garam kalsium pada beberapa batu ginjal secara spektrofotometri serapan atom. 3. Persen melarutkan infusa daun sukun pada batu A, B, C, D, E, F berturut turut yaitu 34,80%, 11,75%, 13,57%, 26,54%, 21,79%, 12,09% Saran Infusa daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) dapat melarutkan 6 batu ginjal pada penelitian ini sehingga disarankan untuk penelitian selanjutnya menggunakan ekstrak daun sukun atau sediaan obat tradisional lainnya dengan melakukan metode lain seperti metode inducted coupled plasma. 41

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Medan pada bulan

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2015

BAB II METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2015 BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Tempat danwaktupenelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Januari-April 2015 2.2Bahan-bahan 2.2.1 Sampel Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

Gambar 2. Daun Tempuyung

Gambar 2. Daun Tempuyung Lampiran 1. Gambar Sampel. Gambar 1. Tanaman Daun Tempuyung Gambar. Daun Tempuyung 41 Lampiran 1. (Lanjutan) Gambar 3 Kapsul Ekstrak Tempuyung Gambar 4. Kemasan Kapsul 4 Lampiran 1. (Lanjutan) Gambar 5.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penyiapan sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. USU, Lembaga Penelitian Fakultas MIPA USU, dan PT. AIRA Chemical Laboratories.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. USU, Lembaga Penelitian Fakultas MIPA USU, dan PT. AIRA Chemical Laboratories. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Kimia Bahan Makanan Fakultas Farmasi USU, Lembaga Penelitian Fakultas MIPA USU, dan PT. AIRA Chemical Laboratories. 3.1 Alat-alat Alat-alat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel. Mata air yang terletak di Gunung Sitember. Tempat penampungan air minum sebelum dialirkan ke masyarakat

Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel. Mata air yang terletak di Gunung Sitember. Tempat penampungan air minum sebelum dialirkan ke masyarakat Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel Mata air yang terletak di Gunung Sitember Tempat penampungan air minum sebelum dialirkan ke masyarakat 48 Air minum yang dialirkan menggunakan pipa besi Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Gambar Sampel. Gambar 1. Cacing Tanah Megascolex sp. Gambar 2. Cacing Tanah Fridericia sp. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Lampiran 1. Gambar Sampel. Gambar 1. Cacing Tanah Megascolex sp. Gambar 2. Cacing Tanah Fridericia sp. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar Sampel Gambar 1. Cacing Tanah Megascolex sp. Gambar 2. Cacing Tanah Fridericia sp. Lampiran 2. Hasil Analisis Kualitatif Mineral Fosfor Gambar 3. Hasil Analisis Kualitatif dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU pada bulan Februari 2012 April 2012. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Alat-alat Alat-alat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Sampel

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Sampel Lampiran 1. Hasil Identifikasi Sampel 50 Lampiran 2. Sampel yang digunakan Gambar 2. Daun Kumis Kucing Segar Gambar 3. Jamu Daun Kumis Kucing 51 Lampiran 3. Bagan Alir Proses Destruksi Kering Daun Kumis

Lebih terperinci

Kentang (Solanum tuberosum L.)

Kentang (Solanum tuberosum L.) Gambar 1. Kentang (Solanum tuberosum L.) Kentang (Solanum tuberosum L.) Gambar. Tanaman Kentang Tanaman Kentang Gambar 3. Hasil Analisis Kualitatif Timbal dan Kadmium Kadmium Timbal Hasil Analisa Kualitatif

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Air Mineral dalam Kemasan dan Air Minum Isi Ulang. Gambar 4. Air Mineral dalam Kemasan. Gambar 5. Air Minum Isi Ulang

Lampiran 1. Gambar Air Mineral dalam Kemasan dan Air Minum Isi Ulang. Gambar 4. Air Mineral dalam Kemasan. Gambar 5. Air Minum Isi Ulang Lampiran 1. Gambar Air Mineral dalam Kemasan dan Air Minum Isi Ulang Gambar 4. Air Mineral dalam Kemasan Gambar 5. Air Minum Isi Ulang Lampiran. Hasil Analisis Kualitatif Kalsium, Magnesium dan Timbal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya kandungan logam Timbal pada kerupuk rambak dengan menggunakan alat Spektrofotometer serapan atom Perkin Elmer 5100 PC. A.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Sampel Kubis Hijau (Brassica oleracea L.)

Lampiran 1. Gambar Sampel Kubis Hijau (Brassica oleracea L.) Lampiran 1. Gambar Sampel Kubis Hijau (Brassica oleracea L.) 93 Lampiran. Identifikasi Tumbuhan 94 Lampiran 3. Bagan Alir Proses Pembuatan Larutan Sampel Sampel Kubis Hijau (Brassica oleracea L.) sebanyak

Lebih terperinci

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar).

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar). Lampiran 1. Gambar Sampel dan Lokasi Pengambilan Sampel Gambar 1. Sampel Brokoli Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar). 45 Lampiran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Cibet

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Cibet Lampiran 1. Hasil Identifikasi Cibet Lampiran. Gambar Cibet (Orthetrum sp.) dan Capung (Orthetrum Sabina) sp.) (Orthetrum sabina) Capung Lampiran 3. Data Pembakuan Larutan NaOH 0,1 N Rumus normalitas larutan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011, pengambilan sampel dilakukan di Sungai Way Kuala Bandar Lampung,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Spektrofotometer UV-visibel (Genesys 10), cawan conway dengan penutupnya, pipet ukur, termometer, neraca analitik elektrik C-200D (Inaba Susakusho),

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penentuan Operating Time Senyawa Kompleks Fosfor Molibdat pada λ = 708 nm

Lampiran 1. Data Penentuan Operating Time Senyawa Kompleks Fosfor Molibdat pada λ = 708 nm Lampiran 1. Data Penentuan Operating Time Senyawa Kompleks Fosfor Molibdat pada λ = 708 nm No Menit ke- Absorbansi 1 4 0,430 5 0,431 3 6 0,433 4 7 0,434 5 8 0,435 6 9 0,436 7 10 0,437 8 11 0,438 9 1 0,439

Lebih terperinci

Ditimbang 25 gram Ditambahkan HNO 3 65% b/v sebanyak 25 ml Didiamkan selama 24 jam. Didinginkan

Ditimbang 25 gram Ditambahkan HNO 3 65% b/v sebanyak 25 ml Didiamkan selama 24 jam. Didinginkan Lampiran 1. Flowsheet Destruksi Basah Sampel yang telah dihomogenkan Ditimbang 5 gram Ditambahkan HNO 3 65% b/v sebanyak 5 ml Didiamkan selama 4 jam Sampel + HNO 3 (p) Larutan Sampel Hasil Dipanaskan di

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Lokasi Pengambilan Sampel

Lampiran 1. Gambar Lokasi Pengambilan Sampel Lampiran 1. Gambar Lokasi Pengambilan Gambar 1. Gambar Depot Air Minum Isi Ulang Gambar.Gambar Depot Air Minum Isi Ulang Teknik Reverse Osmosis Gambar 3. Gambar air minum reverse osmosis dalam kemasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), jalan Tangkuban Perahu No. 157 Lembang, Bandung. 3.2.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), jalan Tangkuban Perahu No. 157 Lembang, Bandung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengembangan Metode Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun hanya salah satu tahapan saja. Pengembangan metode dilakukan karena metode

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan Januari 2013. Proses penyemaian, penanaman, dan pemaparan dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu Tegi Kabupaten Tanggamus dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Sampel Sayur Sawi

Lampiran 1. Gambar Sampel Sayur Sawi Lampiran 1. Gambar Sampel Sayur Sawi Gambar 6. Sayur Sawi yang dijadikan Sampel Lampiran 2. Perhitungan Penetapan Kadar Air Metode Gravimetri a. Penetapan Bobot Tetap Cawan Kosong Dengan pernyataan bobot

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 33 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

massa = 2,296 gram Volume = gram BE Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pereaksi ml Natrium Fosfat 28 mm massa 1 M = massa 0,028 =

massa = 2,296 gram Volume = gram BE Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pereaksi ml Natrium Fosfat 28 mm massa 1 M = massa 0,028 = Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pereaksi 1. 500 ml Natrium Fosfat 28 mm M massa 1 x Mr V(liter) 0,028 massa 1 x 164 0, 5 massa 2,296 gram 2. 500 ml Amonium Molibdat 4 mm M massa 1 x Mr V(liter) massa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Pengukuran. Konsentrasi untuk pengukuran panjang gelombang digunakan 12 µg/ml

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Pengukuran. Konsentrasi untuk pengukuran panjang gelombang digunakan 12 µg/ml Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Pengukuran Diketahui: Nilai Absorptivitas spesifik (A 1 1 = 351b) λ= 276 nm Tebal sel (b) = 1 cm A = A 1 1 x b x c c = c = c = 0,001237 g/100ml c = 12,37 µg/ml Konsentrasi

Lebih terperinci

Spektrum serapan derivat kedua deksklorfeniramin 20 mcg/ml

Spektrum serapan derivat kedua deksklorfeniramin 20 mcg/ml Lampiran 1. Spektrum Serapan Penentuan Panjang Gelombang Analisis Spektrum serapan derivat kedua deksametason 5 mcg/ml Spektrum serapan derivat kedua deksklorfeniramin 20 mcg/ml 45 Lampiran 1. (lanjutan)

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN

BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 39 BAB 3 METODE DAN BAHAN PENELITIAN 3.1. Alat-alat dan bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu - Lampu hallow katoda - PH indikator universal - Alat-alat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di 34 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Februari sampai Mei tahun 2012. 3.2 Alat-alat Alat alat yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sampel Pulna Forte Tablet

Lampiran 1. Sampel Pulna Forte Tablet Lampiran 1. Sampel Pulna Forte Tablet 50 Lampiran 2. Komposisi Tablet Pulna Forte Daftar Spesifikasi Sampel 1. Pulna Forte No. Reg : DKL 0319609209A1 ExpireDate :Agustus 2017 Komposisi : Ethambutol HCL...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September 33 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September 2013 di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan Natrium Hidroksida 1 N. No. Berat K-Biftalat (mg) Volume NaOH (ml) , ,14 3.

Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan Natrium Hidroksida 1 N. No. Berat K-Biftalat (mg) Volume NaOH (ml) , ,14 3. Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan Natrium Hidroksida 1 N. No. Berat K-Biftalat (mg) Volume NaOH (ml) 1. 1000 5,1. 1003 5,14 3. 101 5, Normalitas NaOH Berat Kalium Biftalat (mg) Volume NaOH (ml) Berat Ekivalen

Lebih terperinci

Lampiran 1. Krim Klorfeson dan Chloramfecort-H

Lampiran 1. Krim Klorfeson dan Chloramfecort-H Lampiran 1. Krim Klorfeson dan Chloramfecort-H Gambar 1 Krim merek Klorfeson Gambar 2 Krim merek Chloramfecort-H 48 Lampiran 2. Komposisi krim Klorfeson dan Chloramfecort-H Daftar Spesifikasi krim 1. Klorfeson

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 ANALISIS KELARUTAN GARAM KALSIUM PADA BATU GINJAL DALAM INFUSA DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Niv ers SKRIPSI OLEH: ERIK KURNIAWAN NIM 131501135 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudhi No. 229, Bandung. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Larutan Natrium Tetraboraks 500 ppm. Untuk pembuatan larutan natrium tetraboraks 500 ppm (LIB I)

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Larutan Natrium Tetraboraks 500 ppm. Untuk pembuatan larutan natrium tetraboraks 500 ppm (LIB I) Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Larutan Natrium Tetraboraks 500 ppm Untuk pembuatan larutan natrium tetraboraks 500 ppm (LIB I) 500 ppm 500 mcg/ml Berat Natrium tetraboraks yang ditimbang 500 mcg / ml

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Bilangan Gelombang Spektrum IR Pseudoefedrin HCl BPFI

Lampiran 1. Data Bilangan Gelombang Spektrum IR Pseudoefedrin HCl BPFI Lampiran 1. Data Bilangan Gelombang Spektrum IR Pseudoefedrin HCl BPFI Lampiran. Data Bilangan Gelombang Spektrum IR Triprolidin HCl BPFI Lampiran 3. Kurva Serapan Penentuan Panjang Gelombang Analisis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar Krim yang Mengandung Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol

Lampiran 1. Gambar Krim yang Mengandung Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol Lampiran 1. Gambar Krim yang Mengandung Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol Gambar 1. Gambar krim yang Mengandung Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol 48 Lampiran 2. Komposisi krim merek X Contoh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Juni-Juli 2013 di Unit Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Juni-Juli 2013 di Unit Pelaksanaan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni-Juli 2013 di Unit Pelaksanaan Teknis Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Lokasi pengambilan sampel diambil dibeberapa toko di kota Medan dan

BAB III BAHAN DAN METODE. Lokasi pengambilan sampel diambil dibeberapa toko di kota Medan dan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel diambil dibeberapa toko di kota Medan dan lokasi penelitian di analisis di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metodologi Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi BAB III METODE PENELITIAN A. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitianeksperimental. Dalam hal ini 3 sampel kecap akan diuji kualitatif untuk mengetahui kandungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh/hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia 17 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei 2012. Sampel Salvinia molesta diambil dari Waduk Batu Tegi Tanggamus. Analisis sampel

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Bobot Jenis Sampel. 1. Kalibrasi Piknometer. Piknometer Kosong = 15,302 g. Piknometer berisi Aquadest Panas.

Lampiran 1. Perhitungan Bobot Jenis Sampel. 1. Kalibrasi Piknometer. Piknometer Kosong = 15,302 g. Piknometer berisi Aquadest Panas. Lampiran 1. Perhitungan Bobot Jenis Sampel 1. Kalibrasi Piknometer Piknometer Kosong = 15,30 g Piknometer berisi Aquadest Panas NO Aquadest Panas 1 5,330 5,37 3 5,38 4 5,35 5 5,39 6 5,3 Jumlah Rata-rata

Lebih terperinci

Gambar sekam padi setelah dihaluskan

Gambar sekam padi setelah dihaluskan Lampiran 1. Gambar sekam padi Gambar sekam padi Gambar sekam padi setelah dihaluskan Lampiran. Adsorben sekam padi yang diabukan pada suhu suhu 500 0 C selama 5 jam dan 15 jam Gambar Sekam Padi Setelah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu. - Alat-alat gelas pyrex. - Pipet volume pyrex. - Hot Plate Fisons

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu. - Alat-alat gelas pyrex. - Pipet volume pyrex. - Hot Plate Fisons BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat-alat - Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu - Alat-alat gelas pyrex - Pipet volume pyrex - Hot Plate Fisons - Oven Fisher - Botol akuades - Corong - Spatula

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 4: Cara uji besi (Fe) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala

Air dan air limbah Bagian 4: Cara uji besi (Fe) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 4: Cara uji besi (Fe) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.08 No. 03 Desember 2011 ISSN

PHARMACY, Vol.08 No. 03 Desember 2011 ISSN ANALISIS MERKURI DALAM SEDIAAN KOSMETIK BODY LOTION MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Agung Dimas Jatmiko, Tjiptasurasa, Wiranti Sri Rahayu Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Puwokerto,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sampel Neo Antidorin Kapsul. Gambar 1. Kotak Kemasan Sampel Neo Antidorin Kapsul. Gambar 2. Sampel Neo Antidorin Kapsul

Lampiran 1. Sampel Neo Antidorin Kapsul. Gambar 1. Kotak Kemasan Sampel Neo Antidorin Kapsul. Gambar 2. Sampel Neo Antidorin Kapsul Lampiran 1. Sampel Neo Antidorin Kapsul Gambar 1. Kotak Kemasan Sampel Neo Antidorin Kapsul Gambar 2. Sampel Neo Antidorin Kapsul 43 Lampiran 2. Komposisi Neo Antidorin Kapsul Setiap kapsul mengandung:

Lebih terperinci

Preparasi Sampel. Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3.

Preparasi Sampel. Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3. Preparasi Sampel Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3 siti_marwati@uny.ac.id Penarikan Sampel (Sampling) Tujuan sampling : mengambil sampel yang representatif untuk penyelidikan

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR KALIUM DAN DAYA LARUT KALSIUM OKSALAT OLEH INFUSA SELADA (Lactuca sativa L.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ANALISIS KADAR KALIUM DAN DAYA LARUT KALSIUM OKSALAT OLEH INFUSA SELADA (Lactuca sativa L.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM ANALISIS KADAR KALIUM DAN DAYA LARUT KALSIUM OKSALAT OLEH INFUSA SELADA (Lactuca sativa L.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Yade Metri Permata 1, Lisbeth Angkat 2, Henny Sri Wahyuni 1 1 Fakultas Farmasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan asam klorida pekat 37% (Merck KG aa), akuadestilata, sampel hand body lotion, standar

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 yang meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat alat yang digunakan ; a. Spektrofotometri Serapan Atom ( SSA ), Type Buck Scientific seri 205 b. Lampu katoda Zn dan Cu c. Lampu katoda Fe dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah krim wajah. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah hand body lotion. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah asam klorida pekat 37% (Merck KG, aa), sampel krim, metil paraben pa (Brataco), dan propil paraben

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 69: Cara uji kalium (K) s e c a r a S p e k t r o f o t o m e t r i Ser a p a n A t o m ( S S A ) n y a l a

Air dan air limbah Bagian 69: Cara uji kalium (K) s e c a r a S p e k t r o f o t o m e t r i Ser a p a n A t o m ( S S A ) n y a l a Air dan air limbah Bagian 69: Cara uji kalium (K) s e c a r a S p e k t r o f o t o m e t r i Ser a p a n A t o m ( S S A ) n y a l a ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional D a f t a r i s i Daftar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Spesifikasi Sediaan tablet Celestamin, Ocuson, dan Polacel : DKL A1. Expire Date : September 2015

Lampiran 1. Daftar Spesifikasi Sediaan tablet Celestamin, Ocuson, dan Polacel : DKL A1. Expire Date : September 2015 Lampiran 1. Daftar Spesifikasi Sediaan tablet Celestamin, Ocuson, dan Polacel 1. Celestamin (Schering-plough) No. Reg : DKL 9106604510A1 Expire Date : September 2015 Komposisi : Betametason... 0,25 mg

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia 44 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KANDUNGAN MINERAL PADA DAUN EKOR NAGA (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PEMERIKSAAN KANDUNGAN MINERAL PADA DAUN EKOR NAGA (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM PEMERIKSAAN KANDUNGAN MINERAL PADA DAUN EKOR NAGA (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Masfria, Chairul Azhar Dalimunte, Syafridah ABSTRAK Daun ekor naga (Rhaphidophora

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa kualitatif terhadap Kalsium, Besi, Posfor dan Seng dalam sampel

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa kualitatif terhadap Kalsium, Besi, Posfor dan Seng dalam sampel BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisa Kualitatif Analisa kualitatif terhadap Kalsium, Besi, Posfor dan Seng dalam sampel dilakukan dengan reaksi identifikasi dari masing-masing mineral. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian eksperimental yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium riset dan laboratorium kimia instrumen Jurusan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Alat dan Bahan 4.1.1 Alat-Alat yang digunakan : 1. Seperangkat alat kaca 2. Neraca analitik, 3. Kolom kaca, 4. Furnace, 5. Kertas saring, 6. Piknometer 5 ml, 7. Refraktometer,

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek penelitian pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Pengukuran Waktu Kerja Larutan Kuning Metanil

Lampiran 1. Data Pengukuran Waktu Kerja Larutan Kuning Metanil Lampiran 1. Data Pengukuran Waktu Kerja Larutan Kuning Metanil No. Menit ke- Serapan (A) 1 10 0,432 2 11 0,432 3 12 0,433 4 13 0,432 5 14 0,433 6 15 0,432 7 16 0,433 8 17 0,435 9 18 0,435 10 19 0,435 11

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 8: Cara uji timbal (Pb) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala

Air dan air limbah Bagian 8: Cara uji timbal (Pb) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 8: Cara uji timbal (Pb) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia

SNI Standar Nasional Indonesia Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 16: Cara uji kadmium (Cd) dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Metode penelitian secara umum yakni tentang analisis penyebaran logam berat tembaga pada air tanah dan aliran sungai di sekitar industri kerajinan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 6: Cara uji tembaga (Cu) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala

Air dan air limbah Bagian 6: Cara uji tembaga (Cu) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 6: Cara uji tembaga (Cu) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011 36 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ultraviolet secara adisi standar menggunakan teknik ekstraksi MSPD dalam. penetapan residu tetrasiklin dalam daging ayam pedaging.

METODE PENELITIAN. ultraviolet secara adisi standar menggunakan teknik ekstraksi MSPD dalam. penetapan residu tetrasiklin dalam daging ayam pedaging. III. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang mengarah pada pengembangan metode dengan tujuan mengembangkan spektrofotometri ultraviolet secara adisi standar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Universitas Muhammadiyah Purwokerto selama 4 bulan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Standarisasi Larutan NaOH dan HCl 1. Standarisasi Larutan NaOH dengan Asam Oksalat (H 2 C 2 O 4 ) 0,1 M. a. Ditimbang 1,26 g H 2 C 2 O 4. 2 H 2 O di dalam gelas beker 100 ml, b. Ditambahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Landasan Teori BAB I PENDAHULUAN 1.1 Landasan Teori Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhover, ketika menelaah garis garis hitam pada spectrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom

Lebih terperinci