4 HASIL 4.1 Kondisi Terkini Perikanan Penangkapan Laut di Kabupaten Pontianak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL 4.1 Kondisi Terkini Perikanan Penangkapan Laut di Kabupaten Pontianak"

Transkripsi

1 4 HASIL 4.1 Kondisi Terkini Perikanan Penangkapan Laut di Kabupaten Pontianak Kabupaten Pontianak merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan Barat dan merupakan Kabupaten yang memiliki potensi penangkapan ikan yang cukup menjanjikan. Dari data Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Kalimanan Barat tahun 2007, Kabupaten Pontianak menduduki peringkat ke-dua setelah Kabupaten Ketapang dalam volume produksi penangkapan ikan di laut yaitu sebesar ton. Jumlah rumah tangga produksi (RTP) perikanan laut di Kabupaten Pontianak menurut data Statistik tahun 2007 adalah berjumlah RTP dengan jumlah armada sekitar unit yang terdiri dari perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal motor. Alat penangkap ikan yang digunakan juga bervariasi yaitu : antara lain pukat tarik, payang, jaring insang hanyut, jaring insang tetap, jaring tiga lapis, bagan tancap, rawai hanyut, rawai tetap, pancing ulur, sero, jermal, bubu, perangkap lainnya, serta alat penangkap kepiting. 4.2 Unit Penangkapan Gillnet di Kabupaten Pontianak Kapal Gillnet Kapal yang dioperasikan oleh nelayan gillnet di Kecamatan Mempawah Timur, Kabupaten Pontianak memiliki panjang antara m, lebar m dan dalam m terbuat dari bahan kayu rasak, kayu yang digunakan ini adalah kayu yang oleh nelayan setempat dikategorikan kayu kelas 2 dan terbaik untuk pembuatan kapal. Kapal gillnet di daerah ini mempunyai ukuran tonase antara 7-12 GT dengan mesin utama yang digunakan terdiri dari tiga merek yaitu Yanmar, Phanter dan Fuso berbahan bakar solar. Mesin Yanmar berkekuatan 33 PK dengan 3 cylinder sedangkan merek Phanter berkekuatan 180 PK dengan 4 cylinder dan merek Fuso berkekuatan 360 PK dengan 6 cylinder. Selain itu kapal gillnet ini juga dilengkapi dengan mesin roller yang nelayan setempat menyebutnya dengan nama robot.

2 40 Gambar 9 Kapal gillnet yang dioperasikan di Kabupaten Pontianak Alat Tangkap Gillnet Alat tangkap gillnet yang digunakan nelayan Kabupaten Pontianak adalah termasuk alat tangkap yang ditujukan untuk menangkap ikan pelagis yang menghuni permukaan dan lapisan tengah perairan. Nelayan setempat menyebutnya dengan istilah pukat. Dimensi ukuran gillnet umumnya yang digunakan nelayan adalah berukuran panjang antara m dengan kedalaman antara m. Bagian utama alat tangkap ini adalah badan gillnet dengan ukuran mata jaring (mesh size) inchi yang terbuat dari bahan Nylon Polyamide no 18. Gambar 10 Alat tangkap gillnet yang beroperasi di perairan Kabupaten Pontianak.

3 41 Pelampung yang digunakan terbuat dari bahan plastik berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 30 cm dan dipasang pada tali ris atas dengan jarak antar pelampung sekitar 14 m. Tali temali yang digunakan adalah bagian tali ris atas dan bawah, tali pelampung, dan tali pemberat dari bahan polyethylene no 8. Gambar 11 Pelampung yang digunakan pada alat tangkap gillnet di Kabupaten Pontianak Tenaga Kerja Nelayan yang bekerja pada usaha perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu nelayan pemilik kapal, dan nelayan pekerja yaitu nahkoda atau juru mudi atau disebut sebagai juragan dan nelayan ABK. Nelayan pemilik biasanya memiliki lebih dari 1 buah kapal. Dalam satu unit armada gillnet jumlah ABK terdiri dari 3-4 orang yaitu terdiri dari satu orang nahkoda dan sisanya adalah juru masak dan pekerja di atas kapal. 4.3 Daerah dan Musim Penangkapan Daerah penangkapan (fishing ground) alat tangkap gillnet yang beroperasi di Kabupaten Pontianak adalah di sekitar perairan Pulau Datuk, Pulau Pengikik, Pulau Setinjang dan Pulau Pejantan yang jaraknya mil laut dari fishing base. Waktu perjalanan dari pangkalan (fishing base) di Kelurahan Pasir Wan Salim Kuala Mempawah sampai ke fishing ground sekitar 6-8 jam perjalanan.

4 42 Penentuan fishing ground dilakukan oleh nahkoda dengan melihat tandatanda alam berupa pola arus dan tiupan angin, dalam hal ini keterampilan dan pengalaman nahkoda sangat berperan dalam menentukan keberhasilan upaya penangkapan. Puncak musim penangkapan (musim ikan) terjadi pada musim angin utara yaitu terjadi pada bulan September, Oktober, November dan Desember serta pada musim angin Selatan terutama pada bulan Juni dan Juli selebihnya adalah musim paceklik (Januari-Mei). Selain itu pada setiap bulannya nelayan hanya beroperasi pada bulan gelap saja (bulan pada malam hari tidak terlihat atau sangat kecil), jadi dalam sebulan mereka hanya 2 minggu beroperasi (2 trip) sedangkan sisanya dan masa paceklik dihabiskan untuk kegiatan memperbaiki jaring, mesin dan kapal. 4.4 Metode Operasi Gillnet Proses operasi armada gillnet di Kabupaten Pontianak terdiri atas tahap persiapan, tahap palayaran ke fishing ground, tahap setting alat tangkap dan tahap hauling serta tahap penanganan hasil di atas kapal. Adapun proses operasi unit penangkapan gillnet dijelaskan sebagai berikut : - Tahap persiapan. Tahap ini meliputi persiapan ransum dan perbekalan, pengisian bahan bakar, es curah, air tawar, pengecekan kondisi alat tangkap, kapal dan mesin kapal. - Tahap pelayaran ke fishing ground Pelayaran ke fishing ground dilakukan pada pukul WIB dengan kecepatan 7 knot. Setelah 6-8 jam perjalanan barulah kapal tiba di fishing ground yang ditentukan oleh nahkoda.

5 43 Gambar 12 Pelayaran kapal gillnet menuju fishing ground. - Tahap setting alat tangkap Setting alat tangkap gillnet dilakukan sore hari pada pukul WIB sampai dengan pukul WIB. Prosesnya adalah dengan cara jaring diturunkan melalui lambung kapal dengan terlebih dahulu jangkar dan bendera serta pelampung tanda diturunkan, setelah itu badan jaring diturunkan sehingga terbentang melawan arus air sehingga semua jaring selesai terendam di air. Proses ini memakan waktu hampir 2 jam, sedangkan mesin kapal tetap dinyalakan dengan posisi kapal bergerak mundur dengan kecepatan 3 knot. Perendaman dilakukan sekitar kurang lebih 4 jam sampai hauling dilakukan. Gambar 13 Penurunan (setting) jaring gillnet.

6 44 - Tahap hauling Penarikan jaring (hauling) dilakukan dengan cara menarik jaring ke atas kapal dengan cara manual maupun dengan bantuan alat roller. Proses ini berlangsung sekitar 5-6 jam karena dilakukan sambil mengeluarkan ikan dari jaring. - Tahap penanganan ikan di atas kapal Ikan-ikan yang terjerat di jaring dilepaskan, disortir sesuai ukuran dan jenisnya kemudian dimasukkan ke dalam palka kapal yang telah terlebih dahulu terisi es curah. 4.5 Hasil Tangkapan Armada gillnet yang beroperasi di Kabupaten Pontianak ditargetkan untuk menangkap ikan-ikan pelagis. Hasil tangkapan antara lain adalah ikan dari jenisjenis tongkol (Auxis thazard, Lac), tenggiri (Scomberomorus commerson), manyung (Arius thalassinus), bawal putih (Pampus argenteus), bawal hitam (Formio niger ), layang (Decapterus ruselli), hiu (Carcharhinus spp), gembung (Rastrelligger spp) dan ikan lainnya. Ikan yang dominan tertangkap (sekitar 70%) adalah tongkol (Auxis thazard, Lac) sedangkan ikan yang lain hanya 30% dari total keseluruhan hasil tangkapan. Komposisi, nama dan gambar ikan yang tertangkap oleh armada gillnet di Kabupaten Pontianak dapat dilihat pada Lampiran 4. Gambar 14 Ikan tongkol (Auxis thazard, Lac) hasil tangkapan nelayan gillnet di Kabupaten Pontianak.

7 Sistem Bagi Hasil Bagi hasil antara pemilik dan nelayan juragan (nahkoda) dan ABK adalah 50% : 50% setelah dipotong biaya operasional dan retribusi. Nahkoda yang sekaligus fishing master mendapat bagian 18%, sedangkan masing-masing ABK mendapat bagian 16% dari hasil bersih. Biaya perbaikan kapal dan alat tangkap menjadi tanggung jawab pemilik kapal dari bagian yang diperolehnya. Sistem bagi hasil ini dapat dilihat pada Gambar 15. Hasil Tangkapan Nilai Jual / Pendapatan Kotor Biaya Operasional Pendapatan Bersih (100%) Pemilik Kapal Gillnet (50%) Nelayan (50%) Nahkoda / Juragan 18% ABK 16% ABK 16% Keterangan : Pendapatan bersih = Nilai jual biaya operasional 1 trip Gambar 15 Sistem bagi hasil antara pemilik kapal (pemilik usaha) dengan nelayan gillnet di Kabupaten Pontianak.

8 Analisis Potensi Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet Potensi sumber daya lestari perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak dianalisis dengan metode surplus produksi (Sparre & Venema 1999). Metode ini digunakan untuk menghitung potensi lestari (MSY) dengan menganalisis hubungan antara upaya penangkapan (effort) dengan produksi hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (CPUE) Hasil Tangkapan dan Tingkat Upaya Penangkapan Gillnet Keberadaan sumberdaya ikan di laut, kemapuan armada dan kondisi perairan sangat mempengauhi besar dan kualitas hasil tangkapan dan target produksi yang ingin dicapai. Tren produksi, upaya dan CPUE (catch per unit effort) perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak kurun waktu dapat dilihat pada Gambar 16, 17 dan 18 berikut. Produksi (Kg) , , , , , ,00 y = 44893x+9E , , , ,00 0, Gambar 16 Perkembangan produksi perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak tahun ,00 Tahun 1.000,00 800,00 Effort (trip) 600,00 400,00 y=38,33x ,00 0, Tahun Gambar 17 Perkembangan effort perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak tahun

9 , , ,00 CPUE (Kg/trip) 1.000,00 800,00 600,00 y=109x ,00 200,00 0, Tahun Gambar 18 Perkembangan CPUE perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak tahun Dari Gambar 16, 17 dan 18 terlihat bahwa produksi, upaya dan CPUE (catch per unit effort) perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak sangat bervariasi. Dapat dilihat bahwa kecenderungan produksi turun dari tahun 2000 yaitu sebesar kg menjadi kg pada akhir tahun 2009 (Gambar 16), begitu pula halnya dengan perkembangan CPUE (Gambar 18). Meskipun demikian, ternyata perkembangan effort cenderung meningkat (Gambar 17). Hubungan antara CPUE (catch per unit effort) dan effort (trip/tahun) sepanjang tahun ditunjukkan pada Gambar 19 berikut ini , , ,00 CPUE (Kg/trip) 1.000,00 800,00 600,00 Y=-2,6398x+2887,6 y = -2,6398x ,6 400,00 200,00 0,00 400,00 500,00 600,00 700,00 800,00 900, , ,00 Effort (Trip/th) Gambar 19 Hubungan CPUE dengan effort perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak tahun

10 48 Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa hubungan CPUE dengan effort pada perikanan gillnet ini adalah negatif, hal ini berarti bahwa penambahan upaya penangkapan sejatinya akan menurunkan produktivitas alat tangkap tersebut Fungsi Produksi Maksimum Lestari (MSY) Perikanan Gillnet Perhitungan fungsi produksi ini memakai model holistik yang lebih sederhana yang dikenal dengan model produksi surplus (Sparre & Venema 1999). Tujuan penggunaan model produksi surplus adalah untuk menentukan tingkat upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang, yang biasa kita sebut hasil tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY). Dari hasil analisis regresi terhadap CPUE dan effort selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir didapatkan nilai fungsi CPUE (y) = (a) (b). Nilai intercept (a) dan independent (b) kemudian dimasukkan ke dalam rumus dalam program Maple ver.10 (Lampiran 6) untuk mengetahui nilai produksi lestari (h msy ) dan effort pada tingkat produksi maksimum lestari (E msy ). Nilai effort pada produksi lestari (E msy ) setelah dihitung adalah 547 trip per tahun, sedangkan nilai hasil tangkapan maksimum lestari (h msy ) adalah kg per tahun. Gambar berikut menunjukkan hubungan antara hasil tangkapan lestari dan upaya penengkapan lestari oleh perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak selama tahun , , , ,00 h msy = kg/th Produksi (Kg) , , , , , ,00 E msy =547 trip per tahun E max 0,00 0,00 200,00 400,00 600,00 800, , ,00 Effort (trip) Gambar 20 Hubungan antara hasil tangkapan lestari dengan upaya penangkapan lestari perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak tahun

11 49 Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa effort dan hasil tangkapan tahun telah melewati batas upaya penangkapan MSY, ini berarti perairan tempat beroperasinya armada gillnet tersebut telah sangat jenuh, dan apabila tidak dikendalikan maka akan terjadi pengurasan terhadap sumber daya ikan yang ada. 4.8 Analisis Bio-Ekonomi Perikanan Gillnet Pendekatan bio-ekonomi bertujuan untuk melihat dari aspek ekonomi apakah suatu usaha perikanan tersebut menguntungkan dengan batasan-batasan dari aspek sumberdaya ikan. Pendekatan dan model ini diperkenalkan oleh Gordon-Schaefer dimana hal ini tergantung pada biaya operasional (cost) per satuan upaya yang terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Menurut Fauzi (2004), dalam model bio-ekonomi ini terdapat asumsiasumsi yaitu : biaya per satuan upaya dan harga per satuan hasil tangkapan adalah konstan artinya hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan. Pada penelitian ini pengeluaran rata-rata per trip meliputi biaya operasional dan biaya penyusutan (Lampiran 9), sedangkan harga ikan hasil tangkapan adalah harga ikan rata-rata yang diambil dari hasil wawancara dengan responden di lapangan (Lampiran 10). Jumlah rata-rata biaya pengeluaran penangkapan per trip nelayan gillnet adalah sebesar Rp yang terdiri dari bahan bakar, oli, minyak tanah, es, ransum dan biaya penyusutan. Biaya penyusutan termasuk dalam biaya penangkapan karena setiap melakukan operasi penangkapan diasumsikan akan terjadi penyusutan terhadap alat tangkap gillnet dan kapal serta seluruh komponennya, sedangkan harga jual ikan hasil tangkapan rata-rata adalah Rp per kg. Optimalisasi bio-ekonomi perikanan gillnet pada kondisi rata-rata aktual, maximum sustainable yield (MSY), maximum economic yield (MEY) dan kondisi open access (OA) dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

12 50 Tabel 2 Optimalisasi bio-ekonomi perikanan gillnet dalam berbagai kondisi pengelolaan di Kabupaten Pontianak tahun Total Total Keuntungan Kondisi Effort Produksi Penerimaan Pengeluaran Ekonomi Pengelolaan (trip/th) (Kg/th) (Rp/th) (Rp/th) (Rp/th) Rerata aktual MSY MEY Open Acces Sumber : hasil analisis data menggunakan software maple ver.10 (Lampiran 6) Perbandingan upaya penangkapan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak pada kondisi rata-rata aktual, maximum sustainable yield (MSY), maximum economic yield (MEY) dan kondisi open access (OA) dalam periode tahun dapat dilihat pada Gambar 21 berikut , ,00 996,44 800,00 755,70 Effort (trip/th) 600,00 546,94 498,22 400,00 200,00 0,00 Rerata aktual MSY MEY Open Acces Gambar 21 Perbandingan tingkat pengupayaan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak tahun pada berbagai kondisi pengelolaan. Gambar di atas memperlihatkan kecenderungan tingkat upaya penangkapan kondisi rata-rata aktual yaitu sebesar 756 trip per tahun telah melewati tingkat pengupayaan MSY yaitu sebesar 547 trip per tahun. Sedangkan tingkat pengupayaan tertinggi terjadi pada kondisi open acces yaitu sebesar 996

13 51 trip per tahun. Kondisi ideal secara ekonomi (MEY) dapat dicapai apabila tingkat upaya sebesar 498 trip per tahun. Perbandingan hasil tangkapan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak pada kondisi rata-rata aktual, maximum sustainable yield (MSY), maximum economic yield (MEY) dan kondisi open access (OA) dalam periode tahun dapat dilihat pada Gambar 22 berikut , , , ,52 Produksi (Kg/th) , , , , , , , , ,00 0,00 Rerata aktual MSY MEY Open Acces Gambar 22 Perbandingan tingkat produksi perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak tahun pada berbagai kondisi pengelolaan. Tingkat produksi tertinggi terjadi pada pola pengelolaan MSY dan MEY sedangkan tingkat produksi aktual masih dapat dikembangkan. Dengan pendekatan bio-ekonomi dapat dilihat bahwa pada kondisi rata-rata aktual, produksi perikanan gillnet adalah sebesar kg per tahun dan masih dapat ditingkatkan hingga mencapai MEY yaitu sebesar kg per tahun sehingga peluang peningkatan produksi masih dapat dilakukan yaitu sekitar kg per tahun. Pada kondisi pengelolaan MSY produksi yang diperoleh sebesar kg per tahun dan pada kondisi open access produksinya menurun hingga sebesar kg per tahun. Perbandingan rente ekonomi perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak pada kondisi rata-rata aktual, maximum sustainable yield (MSY), maximum

14 52 economic yield (MEY) dan kondisi open access (OA) dalam periode tahun dapat dilihat pada Gambar 23 berikut , , , , , ,00 Rete Ekonomi (Rp/th) , , , , ,00 0,00 0,00 Rerata aktual MSY MEY Open Acces Gambar 23 Perbandingan rente ekonomi perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak tahun pada berbagai kondisi pengelolaan. Dalam penelitian ini manfaat ekonomi diperoleh pada kondisi MEY sebesar Rp per tahun. Rente ekonomi diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan oleh setiap unit penangkapan per tahun. 4.9 Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas Terdapat tujuh faktor produksi (X) yang diduga berpengaruh terhadap faktor hasil tangkapan nelayan gillnet (Y) di Kabuapeten Pontianak. Faktor produksi tersebut adalah ukuran kapal (GT), kekuatan mesin kapal (PK), bahan bakar (BBM), panjang jaring gillnet (m), lebar jaring gillnet (m), jumlah ABK (orang) dan jumlah hari dalam satu trip (hari). Penambahan atau pengurangan faktor produksi tersebut diasumsikan akan meningkatkan atau menurunkan hasil tangkapan. Terhadap faktor-faktor produksi tersebut dilakukan analisis ANOVA regresi linier berganda (Tabel 3) dan diperoleh nilai F hit = 5.04 lebih besar dari

15 53 nilai F tab = 3.29 hal ini menunjukkan bahwa semua faktor produksi memberikan pengaruh nyata terhadap hasil tangkapan gillnet pada tingkat kepercayaan 95% dan pengaruh tersebut berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap hasil tangkapan. Tabel 3 Hasil analisis ANOVA regresi linier berganda terhadap faktor produksi dan hasil tangkapan gillnet Sumber Keragaman DF SS MS F hitung F tabel (0,05) Regresi * 3.29 Residual error Total Keterangan : * berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% Nilai R 2 (koefisien determinasi) dari hasil analisis di atas adalah sebesar 94.6% dimana produksi hasil tangkapan gillnet di Kabupaten Pontianak dipengaruhi oleh faktor produksi sebesar 94.6% dan 5.4% lainnya ditentukan oleh faktor lain misalnya kondisi cuaca dan musim (sumberdaya ikan). Setelah dilakukan uji F, kemudian akan diketahui bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi tersebut terhadap hasil tangkapan secara parsial. Untuk itu dilakukan uji t-student (Tabel 4). Hasil uji t-student memperlihatkan bahwa secara parsial hanya tiga variabel yang berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan pada tingkat α 0.01 yaitu faktor kekuatan mesin (PK), panjang jaring (m) dan tinggi jaring (m). Faktor ukuran kapal, jumlah BBM, jumlah ABK dan lama operasi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi karena nilai t hitung yang diperoleh lebih kecil dari nilai t tabel pada α Tabel 4 Hasil analisis korelasi parsial terhadap faktor produksi gillnet Predictor Coef SE Coef T hit (db=2) Constant GT PK * BBM Panjang * Tinggi * ABK Hari Keterangan : T tabel = * = nyata pada α 0.01

16 54 Hubungan antara faktor kekuatan mesin (PK), panjang jaring (m) dan tinggi jaring (m) dengan hasil tangkapan nelayan gillnet (kg/trip) ditunjukkan pada Gambar 24, 25 dan 26 berikut Produksi (Kg/trip) y=1,508x Kekuatan mesin (PK) Gambar 24 Hubungan antara kekuatan mesin kapal gillnet (PK) dengan hasil tangkapan (kg/trip) yang dioperasikan di Kabupaten Pontianak Produksi (kg/trip) y=0,111x + 673, Panjang Jaring (m) Gambar 25 Hubungan antara panjang jaring gillnet (m) dengan hasil tangkapan (kg/trip) yang dioperasikan oleh kapal gillnet di Kabupaten Pontianak.

17 y=48,19x + 362,9 Produksi (kg/trip) Lebar Jaring (m) Gambar 26 Hubungan antara tinggi jaring gillnet (m) dengan hasil tangkapan (kg/trip) yang dioperasikan oleh kapal gillnet di Kabupaten Pontianak. Dari ketiga gambar di atas terlihat bahwa hasil tangkapan yang didapat nelayan akan meningkat seiring dengan penambahan kekuatan mesin kapal, serta panjang dan tinggi jaring yang digunakan Analisis Kelayakan Finansial Analisis aspek finansial meliputi perhitungan terhadap kriteria ekonomi, yaitu efisiensi usaha dan investasi. Efisiensi usaha terdiri dari penerimaan kotor per trip atau penerimaan kotor per tahun. Sedangkan analisis investasi meliputi Break Even Point (BEP), net B/C ratio, NPV, IRR dan Payback Period. Penilaian berdasarkan kelayakan finansial terhadap masing-masing kriteria tersebut dihitung dengan nilai discount rate sebesar 6% dalam jangka waktu 10 tahun Investasi Usaha Pertimbangan yang paling diperhatikan dalam membuat atau merancang suatu usaha yang menguntungkan adalah apabila investasi yang dilakukan dapat dikembalikan dengan waktu yang relatif cepat. Dalam hal ini, rata-rata uang yang harus disediakan untuk memulai usaha perikanan gillnet adalah sebesar Rp yang terdiri dari komponen pembelian kapal (47.26%), mesin kapal (11.38%), alat tangkap gillnet (32.54%) dan mesin roller (8.83%). Dari hasil

18 56 wawancara didapatkan keterangan bahwa modal investasi didapat dari investasi pribadi dan pinjaman dari pihak lain Biaya Tetap (fixed cost) dan Biaya Tidak Tetap (variabel cost) Biaya tetap (fixed cost) dalam penelitian ini adalah biaya operasional dan biaya penyusutan. Biaya operasional terdiri dari biaya pembelian BBM (solar), oli, minyak tanah, ransum (perbekalan) dan es, sedangkan biaya penyusutan adalah biaya yang tidak secara langsung merupakan pengeluaran uang akan tetapi biaya ini dihitung berdasarkan faktor depresi modal usaha akibat bertambahnya umur usaha. Biaya ini didapat dari membagi biaya investasi per komponen dengan daya tahannya per tahun. Biaya tidak tetap dalam operasi armada gillnet adalah biaya perawatan, sumbangan pihak ketiga (retribusi) serta upah nahkoda dan ABK. Rincian biaya tetap dan tidak tetap dalam operasi armada gillnet di Kabupaten Pontianak dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 Biaya tetap dan tidak tetap rata-rata per tahun yang dikeluarkan pengusaha unit penangkapan gillnet di Kabupaten Pontianak No Komponen Biaya Biaya Per Tahun (Rp) A Biaya Tetap : 1. Operasional a. BBM b. Oli c. Minyak tanah d. Ransum e. Es Penyusutan a. Komponen Kapal b. Komponen Mesin Kapal c. Komponen Alat tangkap d. Komponen mesin roller Total Biaya Tetap : B Biaya Tidak Tetap : 1. Perawatan Sumbangan pihak ke Upah Nahkoda dan ABK Total Biaya Tidak tetap : Total Biaya =

19 57 Dari Tabel 5 terlihat bahwa total biaya per tahun untuk pengoperasian armada gillnet di Kabupaten Pontianak adalah sebesar Rp dengan rincian biaya tetap Rp dan biaya tidak tetap sebesar Rp Biaya perawatan yang dikeluarkan termasuk biaya perbaikan alat tangkap yang rusak, perbaikan mesin kapal, bodi kapal dan roller. Biaya sumbangan pihak ketiga (retribusi) adalah sebesar Rp per tahun. Upah nahkoda dan ABK dikeluarkan setelah hasil jual dipotong dengan seluruh biaya penangkapan dalam satu trip dan dibagi 50% dengan pemilik kapal. Pembagian antara nahkoda dengan ABK sendiri seperti yang telah dijelaskan di atas (sub bab 4.6) adalah nahkoda yang sekaligus fishing master mendapat bagian 18%, sedangkan masing-masing ABK mendapat bagian 16% dari hasil bersih Analisis Investasi Ekonomi Hasil analisis kelayakan secara finansial usaha perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak dapat dilihat pada Tabel 6 berikut : Tabel 6 Hasil perhitungan analisis finansial usaha perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak Kriteria Kelayakan Finansial Nilai Net Present Value Rp Internal rate of return 38% B/C ratio 1.47 Payback periode 2.55 tahun Break Event Point (Rp) Rp Break Event Point (kg) kg Net present value (NPV) dan Internal rate of return (IRR) dihitung berdasarkan tingkat discount rate yang berlaku yaitu tingkat suku bunga deposito bank per Februari 2010 yaitu sebesar 6% per tahun dengan jangka waktu 10 tahun serta data dari cash flow usaha perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak. Dari perhitungan tersebut diperoleh hasil yaitu nilai NPV sebesar Rp ; IRR sebesar 38%; B/C ratio sebesar 1.47; BEP (Rp) sebesar Rp atau pada nilai produksi sebesar 16 ton dengan masa pengembalian investasi selama 2.55 tahun.

20 Analisis Penentuan dan Penetapan Strategi Pengembangan Perikanan Gillnet di Kabupaten Pontianak Untuk mengetahui faktor-faktor strategis yang mempengaruhi dan menentukan keberhasilan pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak dilakukan analisis faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan, serta analisis faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman. Untuk menentukan faktor internal dan eksternal terlebih dahulu dilakukan studi pustaka dan wawancara terhadap responden yang dianggap ahli atau mengerti pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak. Responden ini terdiri dari dinas atau instansi terkait (5 orang responden), pelaku usaha (3 orang responden) dan kalangan akademisi (3 orang responden). Setelah didapat faktorfaktor strategis internal dan eksternal, dengan bantuan angket diminta pendapat responden untuk menilai suatu faktor apakah merupakan ancaman atau peluang (eksternal) dan kekuatan atau kelemahan (internal) yang berpengaruh pada pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak Faktor Strategis Internal Berdasarkan wawancara melalui angket dan masukan masukan dari responden, diperoleh beberapa faktor strategis internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak dan dibuat dalam bentuk matrik evaluasi faktor strategis internal sebagai berikut :

21 59 Tabel 7 Matrik evaluasi faktor strategis internal perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak No Faktor Strategis Internal Total Bobot Rating Skor A. Kekuatan 1 Kelembagaan Nelayan Motivasi Nelayan Informasi Pasar Keuntungan Usaha Jaringan Pemasaran dalam daerah Komoditas / Hasil Tangkapan Jumlah B. Kelemahan 1 Sumber daya manusia Pembinaan Kebijakan Pemerintah Sarana dan Prasarana Jaringan Pemasaran Luar daerah Modal Usaha Keterampilan Nelayan Jumlah T O T A L Sumber : data olahan hasil tanggapan responden (2009) Faktor Strategis Eksternal Faktor strategis eksternal terdiri dari peluang yang dapat dimanfatkan dan ancaman yang harus dihindari untuk mencapai keberhasilan dalam upaya pengembangan usaha perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak. Faktor-faktor strategis eksternal tersebut disajikan dalam bentuk matrik evaluasi seperti Tabel 8 berikut :

22 60 Tabel 8 Matrik evaluasi faktor strategis eksternal perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak No Faktor Strategis Eksternal Total Bobot Rating Skor A. Peluang 1 Sumber Daya Ikan Otonomi Daerah Ketersediaan Kredit Harga Jual Potensi Pasar Pertumbuhan Ekonomi Teknologi Alat Tangkap & Armada Kapal Jumlah B. Ancaman 1 Harga BBM Tuntutan Produk Ikan Segar Hasil Tangkapan dari Daerah Lain Infrastruktur Penunjang Kondisi Cuaca Pabrik Pengolahan (Pasca Panen) Jumlah T O T A L Sumber : data olahan hasil tanggapan responden (2009) Matriks Internal Eksternal Untuk mengetahui strategi umum (grand strategy) dalam pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak, dilakukan analisis matrik internal eksternal (I-E). Matriks ini didasarkan pada dua indikator kunci yaitu skor total IFE (Internal Factor Evaluation) pada sumbu x dan skor total EFE (External Factor Evaluation) pada sumbu y. Berdasarkan perhitungan faktor-faktor strategis pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak diperoleh total skor IFE sebesar dan total skor EFE sebesar Matriks I-E untuk pengembangan usaha perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak dapat dilihat pada gambar berikut :

23 TOTAL NILAI IFE YANG DIBERI BOBOT Kuat Rata-rata Lemah TOTAL NILAI EFE YANG DIBERI BOBOT Tinggi Sedang IV 2.0 Rendah I II Internal : V Eksternal : III VI VII VIII IX 1.0 Gambar 27 Matriks I-E terhadap pengembangan usaha perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak. Skor total IFE pengembangan usaha perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak berada pada posisi internal rata-rata dan skor total EFE berada pada posisi eksternal menengah. Dengan demikian posisi pengembangan usaha perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak berada pada posisi sel V seperti pada Gambar 27 di atas Analisis SWOT Analisis matriks SWOT menghasilkan beberapa alternatif strategi seperti diperlihatkan pada Gambar 28 berikut ini :

24 62 Faktor Internal KEKUATAN (S) S1 Kelembagaan Nelayan 0.21 S2 Motivasi Nelayan S3 Informasi Pasar S4 Keuntungan Usaha 0.32 KELEMAHAN (W) W1 Sumber daya manusia W2 Pembinaan 0.14 W3 Kebijakan Pemerintah W4 Sarana dan Prasarana 0.08 S5 Jaringan Pemasaran dalam daerah 0.21 W5 Jaringan Pemasaran Luar daerah 0.14 Faktor Eksternal S6 Komoditas / Hasil Tangkapan W6 Modal Usaha W7 Keterampilan Nelayan PELUANG (0) Strategi S-O Strategi W-O O1 Sumber Daya Ikan 0.19 O2 Otonomi Daerah O3 Ketersediaan Kredit O4 Harga Jual O5 Potensi Pasar O6 Pertumbuhan Ekonomi Memperkuat kelembagaan nelayan dan jaminan kredit lunak dari pemerintah. 1. Pembinaan dan pengembangan keterampilan nelayan serta sarana dan prasarana alat tangkap dan armada kapal gillnet. O7 Teknologi Alat Tangkap & Armada Kapal ANCAMAN (T) T1 Harga BBM T2 Tuntutan Produk Ikan Segar 0.21 T3 Hasil Tankapan dari Daerah Lain T4 Infrastruktur Penunjang T5 Kondisi Cuaca Strategi S-T 1. Pengembangan jaringan pasar dan sarana prasarana pasca panen temasuk pabrik pengolah. Strategi W-T 1. Penerapan Sistem rantai dingin terhadap hasil tangkapan. 2. Penerapan subsidi BBM perikanan T6 Pabrik Pengolahan (Pasca Panen) Gambar 28 Alternatif strategi pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak Empat set strategi tersebut adalah strategi kekuatan-peluang (S-O) yaitu memperkuat kelembagaan nelayan dan jaminan kredit lunak dari pemerintah, strategi kelemahan-peluang (W-O) yaitu pembinaan dan pengembangan keterampilan nelayan serta sarana dan prasarana alat tangkap dan armada kapal gillnet, strategi kekuatan ancaman (S-T) yaitu pengembangan jaringan pasar dan sarana prasarana pasca panen termasuk pabrik pengolah dan set strategi ke empat adalah (1) penerapan sistem rantai dingin terhadap hasil tangkapan dan (2) penerapan subsidi BBM perikanan.

25 Rekomendasi Prioritas Strategi Hasil analisis SWOT terhadap faktor-faktor strategis internal dan eksternal menghasilkan lima strategi umum yang selajutnya diformulasikan dengan analisis QSPM untuk menetapkan strategi prioritas. Penentuan peringkat berpedoman pada total nilai daya tarik (TNDT) masing-masing alternatif strategi yang ada. Jumlah nilai yang tertinggi berarti menunjukkan bahwa strategi tersebut lebih menarik untuk dilaksanakan dibanding strategi lainnya. Tabel 9 Total nilai daya tarik (TNDT) alternatif strategi pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak No Alternatif Strategi TNDT Ranking 1. Memperkuat kelembagaan nelayan dan jaminan kredit lunak dari pemerintah. 2. Pembinaan dan pengembangan keterampilan III nelayan serta sarana dan prasarana alat tangkap I dan armada kapal gillnet. 3. Pengembangan jaringan pasar dan sarana prasarana pasca panen termasuk pabrik pengolah II 4. Penerapan sistem rantai dingin terhadap hasil tangkapan V 5. Penerapan subsidi BBM perikanan IV Sumber : data olahan hasil tanggapan responden Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa prioritas pertama dalam pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak adalah pada alternatif strategi pembinaan dan pengembangan keterampilan nelayan serta sarana dan prasarana alat tangkap dan armada kapal gillnet (TNDT=5.991), kemudian peringkat kedua adalah strategi pengembangan jaringan pasar dan sarana prasarana pasca panen termasuk pabrik pengolah dengan nilai Peringkat strategi berikutnya adalah memperkuat kelembagaan nelayan dan jaminan kredit lunak dari pemerintah (TNDT=5.870), kemudian strategi penerapan subsidi BBM perikanan (TNDT=5.859) dan yang terakhir adalah penerapan sistem rantai dingin terhadap hasil tangkapan (TNDT=5.309).

5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet

5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet 5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sumber Daya Lestari Perikanan Gillnet Metode surplus produksi telah banyak diaplikasikan dalam pendugaan stok perikanan tangkap, karena metode ini menerapkan integrasi berbagai

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unit Penangkapan Mini Purse Seine di Kabupaten Jeneponto 4.1.1 Kapal Kapal yang dipergunakan untuk pengoperasian alat tangkap mini purse seine di Desa Tanru Sampe dan Tarowang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Aspek Teknik 5.1.1 Deskripsi unit penangkapan ikan Unit penangkapan ikan merupakan suatu komponen yang mendukung keberhasilan operasi penangkapan ikan. Unit penangkapan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN aa 23 a aa a 5.1 Analisis Teknis Perikanan Gillnet Millenium 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal gillnet millenium yang beroperasi di PPI Karangsong adalah kapal berbahan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP Lampiran 1. Analisis finansial unit penangkapan bagan perahu di Kabupaten Bangka Selatan No Uraian Total I Investasi 1. Kapal dan perlengkapan bangunan bagan 95.. 2. Mesin 15.. 3. Mesin Jenset 5.. 4. Perlengkapan

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang 5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari perlu dilakukan, guna sustainability spesies tertentu, stok yang ada harus lestari walaupun rekrutmen

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base. 31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Frengky Amrain, 2 Abd. Hafidz Olii, 2 Alfi S.R. Baruwadi frengky_amrain@yahoo.com

Lebih terperinci

Lampiran 1 Layout PPN Prigi

Lampiran 1 Layout PPN Prigi LAMPIRAN 93 Lampiran 1 Layout PPN Prigi TPI Barat BW 01 BW 02 Kolam Pelabuhan Barat BW 03 Kantor Syahbandar Cold Storage Kantor PPN TPI Timur BW 04 Kolam Pelabuhan Timur Sumber: www.maps.google.co.id diolah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Komponen Alat Tangkap Jaring Kembung a. Jaring Kembung b. Pengukuran Mata Jaring c. Pemberat d. Pelampung Utama e. Pelampung Tanda f. Bendera Tanda Pemilik Jaring Lampiran 2. Kapal

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

4 HASIL. 4.1 Kondisi Perikanan Ikan Layang di Maluku Utara

4 HASIL. 4.1 Kondisi Perikanan Ikan Layang di Maluku Utara 65 4 HASIL 4.1 Kondisi Perikanan Ikan Layang di Maluku Utara 4.1.1 Deskripsi Unit Penangkapan Ikan Unit penangkapan ikan yang dominan menghasilkan ikan layang di perairan Maluku Utara adalah mini purse

Lebih terperinci

: Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator :..

: Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator :.. 173 Lampiran 34 Daftar Kuisioner Jenis Pertanyaan : Perikanan Tangkap Udang Nomor Sampel Kabupaten / Kota : Kecamatan : Kelurahan / Desa Tanggal Wawancara : Nama Enumerator.. I Identitas Responden Nama

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG LAMPIRAN 83 Lampiran 1. Kuesioner kelayakan usaha KUESIONER PENELITIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Usaha Penangkapan Ikan Dalam buku Statistik Perikanan Tangkap yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 25 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu daerah penghasil

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Alat Tangkap 5.1.1 Penangkapan ikan pelagis besar Unit penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya pada umumnya dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan alat penangkapan

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Purse seine (1) Alat tangkap Pukat cincin (purse seine) di daerah Maluku Tenggara yang menjadi objek penelitian lebih dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. beroperasi di perairan sekitar Kabupaten Pekalongan dan menjadikan TPI

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. beroperasi di perairan sekitar Kabupaten Pekalongan dan menjadikan TPI VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Responden Responden dalam penelitian adalah nelayan yang menangkap ikan atau beroperasi di perairan sekitar Kabupaten Pekalongan dan menjadikan TPI Wonokerto

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN aa 26 aa a a 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknis Gillnet Millenium 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal yang mengoperasikan alat tangkap gillnet millenium merupakan kapal kayu yang menggunakan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Unit Penangkapan Jaring Rajungan dan Pengoperasiannya Jaring rajungan yang biasanya digunakan oleh nelayan setempat mempunyai kontruksi jaring yang terdiri dari tali ris

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 37 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanfaatan Kapasitas Penangkapan (Fishing Capacity) Dalam menganalisis kapasitas penangkapan purse seine berdasarkan bulan, data adalah data pendaratan ikan dari kapal-kapal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Desa Tanjung Pasir merupakan salah satu desa di Kecamatan Teluknaga dimana masyarakatnya mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan tradisional, kata tanjung

Lebih terperinci

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 25 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu daerah penghasil

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI SUMBERDAYA PERIKANAN LAUT DAN TINGKAT KERAGAAN EKONOMI PENANGKAPAN IKAN (KASUS DI TPI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG)

PENDUGAAN POTENSI SUMBERDAYA PERIKANAN LAUT DAN TINGKAT KERAGAAN EKONOMI PENANGKAPAN IKAN (KASUS DI TPI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG) PENDUGAAN POTENSI SUMBERDAYA PERIKANAN LAUT DAN TINGKAT KERAGAAN EKONOMI PENANGKAPAN IKAN (KASUS DI TPI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG) Hulaifi (hulaifi@ut.ac.id) Jurusan Biologi Universitas Terbuka ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI MODEL GORDON SCHAEFER SUMBERDAYA IKAN WADER (Rasbora sp) DI RAWA PENING, KABUPATEN SEMARANG

ANALISIS BIOEKONOMI MODEL GORDON SCHAEFER SUMBERDAYA IKAN WADER (Rasbora sp) DI RAWA PENING, KABUPATEN SEMARANG ANALISIS BIOEKONOMI MODEL GORDON SCHAEFER SUMBERDAYA IKAN WADER (Rasbora sp) DI RAWA PENING, KABUPATEN SEMARANG Bioeconomic Analysis of Gordon Schaefer Model for Rasbora (Rasbora sp) Resources in Rawa

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap Alat tangkap gillnet millenium

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap Alat tangkap gillnet millenium aa3 a 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap 2.1.1 Alat tangkap gillnet millenium Jaring insang adalah salah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring monofilamen atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Keragaan Usaha Penangkapan Ikan

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Keragaan Usaha Penangkapan Ikan 51 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Keragaan Usaha Penangkapan Ikan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) telah dilaksanakan Depertemen Kalutan dan Perikanan sejak tahun 2001 sampai dengan 2009

Lebih terperinci

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province)

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) Tiara Anggia Rahmi 1), Tri Wiji Nurani 2), Prihatin IkaWahyuningrum

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 15 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pantai Jawa, dengan garis pantai sepanjang 114 km. Kabupaten Indramayu terletak pada

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 33 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal yang digunakan merupakan sarana untuk mengangkut nelayan beserta alat tangkap ke daerah penangkapan ikan. Kapal yang biasa

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 49 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Usaha Nelayan Rajungan Kegiatan usaha penangkapan dimulai dari operasi penangkapan, pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga nelayan dan lingkungan ekonomi

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 31 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data untuk kebutuhan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 hingga Mei 2011 bertempat di Sibolga Propinsi Sumatera Utara (Gambar 3).

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN Technical and Financial Analysis of Payang Fisheries Business in Coastal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap nasional masih dicirikan oleh perikanan tangkap skala kecil. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberadaan perikanan tangkap di Indonesia yang masih

Lebih terperinci

Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik Diwa Makassar ABSTRAK

Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik Diwa Makassar   ABSTRAK ASPEK FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN IKAN TUNA MADIDIHANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HANDLINE) DI KECAMATAN BONTOTIRO KABUPATEN BULUKUMBA Heriansah, Andi Aslinda, dan Fardi Hidayat Sekolah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun Cacth (ton) 46 4 HASIL 4.1 Hasil Tangkapan (Catch) Ikan Lemuru Jumlah dan nilai produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar dari tahun 24 28 dapat dilihat pada Gambar 4 dan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI

6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI 6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI 6.1 Pendahuluan Penentuan atribut pada dimensi ekonomi dalam penelitian ini menggunakan indikator yang digunakan dari Rapfish yang dituangkan dalam

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan perikanan di Indonesia secara umum bersifat terbuka (open access), sehingga nelayan dapat dengan leluasa melakukan kegiatan penangkapan di wilayah tertentu

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON 28 5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON Perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon memiliki prasarana perikanan seperti pangkalan pendaratan ikan (PPI). Pangkalan pendaratan ikan yang

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 2 tahapan berdasarkan waktu kegiatan, yaitu : (1) Pelaksanaan penelitian lapangan selama 2 bulan (September- Oktober

Lebih terperinci

6 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN

6 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN 6 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN 6.1 Kebutuhan Investasi Usaha Perikanan Usaha perikanan yang banyak berkembang di perairan Selat Bali terdiri dari purse seine one boat system (OBS), purse seine two boat system

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN

5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 5 EVALUASI UPAYA PENANGKAPAN DAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN 5.1 Pendahuluan Armada penangkapan yang dioperasikan nelayan terdiri dari berbagai jenis alat tangkap,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian 21 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan dan pengumpulan data di lapangan dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan April 2009. Penelitian dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN 40 6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari kegiatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 1 Peta lokasi daerah penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 1 Peta lokasi daerah penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2009 sampai dengan bulan April 2009 bertempat di PPI Kota Dumai, Kelurahan Pangkalan Sesai, Kecamatan Dumai

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis III. KEADAAN UMUM 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bangka Selatan, secara yuridis formal dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP GILL NET DI DESA TABANIO KECAMATAN TAKISUNG KABUPATEN TANAH LAUT

ANALISIS PENDAPATAN USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP GILL NET DI DESA TABANIO KECAMATAN TAKISUNG KABUPATEN TANAH LAUT Fish Scientiae, Volume 1 No. 2, Desember 2011, ANALISIS PENDAPATAN USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP GILL NET DI DESA TABANIO KECAMATAN TAKISUNG KABUPATEN TANAH LAUT (THE INCOME ANALYSIS

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 24 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 yang meliputi: observasi lapang, wawancara, dan pengumpulan data sekuder dari Dinas

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal

9.1 Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal yang berkelanjutan di Kota Tegal 9 PEMBAHASAN UMUM Aktivitas perikanan tangkap cenderung mengikuti aturan pengembangan umum (common development pattern), yaitu seiring dengan ditemukannya sumberdaya perikanan, pada awalnya stok sumberdaya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Status dan jumlah nelayan di Kabupaten Indramayu

Lampiran 1. Status dan jumlah nelayan di Kabupaten Indramayu Lampiran 1. Status dan jumlah nelayan di Kabupaten Indramayu No. Kecamatan Status Nelayan Jumlah Pemilik (RTP) Buruh (RTP) 1. Haurgeulis 0 0 0 2. Gantar 0 0 0 3. Kroya 0 0 0 4. Gabuswetan 0 0 0 5. Cikedung

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR ABSTRAK PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR Erfind Nurdin Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristrasi I tanggal: 18 September 2007;

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang suatu kegiatan investasi yang dilaksanakan dapat memberikan manfaat atau tidak. Studi kelayakan

Lebih terperinci