Tata Laksana Terkini Pankreatitis Akut
|
|
- Ari Iwan Oesman
- 9 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Medical review Tata Laksana Terkini Pankreatitis Akut JB Suharjo B Cahyono PPDS2 Gastroenterohepatologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta ABSTRAK Pankreatitis akut didefinisikan sebagai peradangan akut, non-bakterial pada organ pankreas, yang terjadi akibat autodigesti enzim pankreas. Pada 75% 85% pasien, penyebabnya mudah diidentifikasi, dengan penyebab utama adalah batu empedu dan alkohol. Diagnosis pankreatitis akut bisa ditegakkan apabila memenuhi 2 dari 3 kriteria, yakni (1) nyeri perut bagian atas, (2) peningkatan amilase atau lipase > 3 x nilai batas atas normal, (3) hasil pemeriksaan imaging (USG/ CT scan atau MRI). Perjalanan pankreatitis akut dibagi menjadi 2, yaitu fase awal yang terjadi dalam minggu pertama dan fase lambat yang terjadi dalam beberapa minggu hingga bulan. Penyebab kematian pada fase awal adalah gagal organ dan pada fase lambat adalah pankrezatitis nekrosis terinfeksi. Komplikasi pancreatitis akut dapat berupa komplikasi gagal organ dan sistemik serta komplikasi lokal. Menilai tingkat keparahan pancreatitis pada 0 72 jam pertama sangat penting untuk tujuan prognosis, manajemen klinis awal dan dimana pasien harus dirawat (bangsal atau ICU). Manajemen pankreatitis akut berupa resusitasi cairan, nutrisi enteral, analgesik, oksigenasi, antibiotik bila ada indikasi dan intervensi invasif minimal atau bedah terbuka bila ada komplikasi pancreatitis nekrosis terinfeksi atau pseudokista yang simptomatik. ABSTRACT Acute pancreatitis is acute inflammation, non-bacterial in pancreas organ, caused by enzyme autodigestion of the gland. In 75% 85% of patients the cause is easily identified, the most cause are gallstone and alcohol. The diagnosis of acute pancreatitis is established by the presence of 2 of the following criteria (1) abdominal pain, (2) serum amylase and or lipase greater than three times upper limit of normal, and / or (3) characteristics finding from abdominal imaging. There are two phases of acute pancreatitis process; early (lasts for the first week) and late (lasts from weeks to months). Cause of death in early phase is organ failure and in late phase is infected pancreatic necrosis. There are three complications of acute pancreatitis; organ and systemic complications and local complications. Assess severity of acute pancreatitis at 0 72 hours is very crucial for knowing prognosis, initial management and where patients should be cared (ward or ICU). Management of acute pancreatitis are fluid resuscitation, oxygen supplemental, analgetic, antibiotic when indicated, and minimally invasive approaches or open surgical for infected pancreatic necrosis or symptomatic pseudocyst. Key words : Acute pancreatitis, assess severity, local and organ failure complications Kata Kunci : Pankreatitis akut, menilai tingkat keparahan, komplikasi lokal dan gagal organ PENDAHULUAN Pankreatitis akut didefinisikan sebagai peradangan akut, non-bakterial pada organ pankreas. Pankreatitis terjadi oleh karena enzim autodigesti, dimana enzim pankreas yang teraktivasi mencerna pankreas, sehingga menyebabkan edema, kerusakan vaskular, perdarahan dan nekrosis organ pankreas.1 Terjadinya pankreatitis akut diawali karena adanya jejas di sel asini pankreas akibat ; (1) obstruksi duktus pankreatikus (terutama oleh migrasi batu empedu), (2) stimulasi hormon kolesistokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi enzim peankreas (misalnya karena pengaruh hipertrigliseridemia dan alkohol), (3) iskemia (misalnya pada pankreatitis akut pasca prosedur endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) atau aterosklerosis. 2,3 Sekitar 75% 85% penyebab pankreatitis akut dapat diidentifikasi, dengan penyebab utama adalah obstruksi batu di duktus koledokus (38%) dan alkohol (36%). Penyebab lainnya adalah pancreas divisium (7%), komplikasi pasca tindakan ERCP (5,4%), hipertrigliseridemia (1% 4%), obat obatan (1%-4% ) dan hiperkalsemia. 4,5,6 Menurut Klasifikasi Atlanta (2012), 7 diagnosis pankreatitis akut tegak apabila memenuhi 2 dari 3 kri- Vol. 27, No.2, Agustus 2014 MEDICINUS 43
2 medical review teria (1) nyeri perut bagian atas, (2) peningkatan amilase atau lipase lebih dari tiga kali nilai batas normal, (3) hasil pemeriksaan imaging (USG/ CT scan atau MRI). Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit untuk mendeteksi batu empedu dan pelebaran duktus koledokus sebagai penyebab pankreatitis akut. Tidak semua pasien dengan pankreatitis harus menjalani pemeriksaan CT scan abdomen. Indikasi pemeriksaan CT scan dengan contrast enhanced computed tomography (CECT) adalah (1) untuk memastikan diagnosis pankreatitis akut apabila hasil pemeriksaan amilase lipase atau USG masih diragukan, (2) untuk menentukan tingkat keparahan pankreatitis akut dan mendeteksi adanya komplikasi lokal pankreatitis, (3) sebagai pemandu tindakan invasif minimal pada saat melakukan drainase cairan atau debris nekrotik. 8 Tujuan dari tinjauan pustaka ini adalah untuk memahami aspek diagnostik, komplikasi, penilaian tingkat keparahan, terapi suportif dan intervensi invasif minimal atau pembedahan pada pankreas yang mengalami komplikasi. FASE PANKREATITIS AKUT Berat ringannya pankreatitis akut tergantung dari respon inflamasi sistemik yang diperantarai oleh keseimbangan antara sitokin pro inflammatory dan anti-inflammatory, dan ada tidaknya infeksi baik lokal maupun sistemik. Pada keadaan dimana sitokin pro inflammatory lebih dominan daripada sitokin anti-inflammatory [IL-10, IL-1 receptor antagonist (IL-1ra) dan soluble TNF receptors (stnfr)] keadaan yang terjadi adalah pankreatitis akut berat. 1 Pada umumnya perjalanan klinis pankreatitis akut dapat dibagi menjadi dua, yaitu fase awal dan fase lanjut. 7 Fase awal Fase awal terjadi pada minggu pertama. Pada fase ini terjadi sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS), sebagai akibat respons tubuh terhadap lesi pankreas lokal. Apabila SIRS menetap maka ada risiko yang sangat besar terjadi gagal organ. Faktor yang menentukan berat ringannya pankreatitis akut selama fase awal adalah adanya dan berapa lama terjadi gagal organ. Gagal organ yang terjadi < 48 jam (transient organ failure) memberikan prognosis yang lebih baik dibandingkan apabila gagal organ bersifat persisten (> 48 jam). Komplikasi pankreatitis lokal jarang terjadi pada fase ini, seandainya terjadi komplikasi lokal, komplikasi ini tidak menentukan beratnya pankreatitis. 7 Pada fase awal penyebab kematian adalah karena respons inflamasi (SIRS) yang memicu terjadinya gagal organ multipel. 1,2 Fase lambat Fase lambat berlangsung beberapa minggu sampai bulan. Fase lambat ditandai dengan adanya SIRS yang persisten atau oleh karena komplikasi lokal dari pankreatitis akut. Fase lambat hanya terjadi pada pankreatitis sedang sampai berat. 7 Kematian pada fase lambat umumnya akibat sepsis, disebabkan oleh karena pankreatitis nekrosis akut yang mengalami infeksi. KOMPLIKASI PANKREATITIS AKUT Klasifikasi Atlanta 2012 membagi komplikasi pankreatitis akut menjadi komplikasi gagal organ dan sistemik serta komplikasi lokal MEDICINUS Vol. 27, No.2, Agustus 2014
3 medical review Komplikasi Gagal Organ dan Sistemik Menurut Klasifikasi Atlanta 2012 sistem organ yang harus dinilai sehubungan dengan gagal organ adalah respirasi, jantung dan ginjal. Zhu, et al 9 melaporkan frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan pankreatitis akut berat yaitu gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal ginjal (16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal hati (18,9%) dan perdarahan saluran cerna (10,8%), dengan angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%. Gagal organ diartikan sebagai nilai skor 2 untuk satu dari tiga sistem organ menggunakan sistem skor dari Marshall (tabel 1). Komplikasi sistemik dinilai berdasarkan adanya eksaserbasi dari penyakit penyerta yang sudah ada, seperti: penyakit jantung koroner atau penyakit paru obstruktif kronis, yang dipicu oleh pankreatitis akut. 7 Komplikasi Lokal Berdasarkan klasifikasi Atlanta 2012, secara morfologi pankreatitis akut dibedakan menjadi dua, yaitu pankreatitis edematosa interstisial dan pankreatitis nekrosis. 7 Pankreatitis edematosa Interstisial. Bentuk dari komplikasi lokal pankreatitis edematosa interstisial adalah timbunan akut cairan peripankreatik (acute collection of peripancreatic fluid) dan pesudokista pankreas (pancreatic pseudocyst). Pada pasien yang menderita pankreatitis akut, organ pankreas mengalami pembesaran difus oleh karena proses edema inflamasi. Pada pemeriksaan CECT parenkim pankreas memperlihatkan gambaran penyangatan homogen, terkadang ditemukan cairan di bagian tepi atau yang dikenal sebagai acute peripancreatic fluid collection. Sementara itu, gejala klinis pankreatitits edematosa interstisial biasanya akan berkurang dalam minggu pertama. Namun apabila akumulasi cairan tersebut tidak diserap, cairan akan dilapisi oleh dinding inflamasi yang dikenal sebagai pseudokista pankreas. Pseudokista terjadi sekitar 10% dari pankreatitis akut dan bertanggung jawab terhadap sekitar 80% lesi kistik pankreas. Jumlah pseudokista bisa tunggal atau multipel, dan berada di dalam atau di luar pankreas dengan ukuran bervariasi. 7, 10 Pankreatitis nekrosis. Pankreatitis nekrosis merupakan komplikasi lokal yang terjadi pada sekitar 10% 20% pasien dengan pankreatitis akut. Pankreatitis nekrosis ditandai dengan adanya jaringan nekrotik di parenkim dan atau di peripankreatik. Diagnosis pankreatitis nekrosis ditegakkan melalui pencitraan dan didefinisikan sebagai adanya > 30% kurang atau tidak adanya penyangatan (non-enhancement) pada pemeriksaan menggunakan CECT. Jaringan yang mengalami nekrosis dapat berasal dari parenkim pankreas atau jaringan peripankreas dan secara morfologis berupa debris atau cairan yang terlokalisir, dikenal sebagai acute necrotic collection. Pankreatitis nekrosis dapat bersifat steril (steril necrosis) atau terinfeksi (infected necrosis). Pankreatitis nekrosis steril terbentuk sekitar hari dari onset sakit. Setelah kurang lebih 4 minggu acute necrotic collection mengecil (namun jarang sekali menghilang) dan dilapisi oleh dinding inflamasi yang tebal dan kokoh yang berisi debris dan cairan, dikenal sebagai walled-off necrosis. Pada kondisi tertentu pankreatitis nekrosis yang semula bersifat steril dapat terkontaminasi mikroorganisme yang berubah menjadi pankreatitis nekrosis terinfeksi, yang mempunyai risiko mortalitas mencapai 20% 30%. Diagnosis pankreatitis nekrosis terinfeksi ditegakkan melalui aspirasi jarum halus dipandu dengan CT scan. Selain itu, adanya infeksi dapat diduga apabila pada pemeriksaan CECT didapatkan gambaran gas di 7, 10, 11 parenkim pankreas atau peripankreas. KLASIFIKASI PANKREATITIS AKUT Berdasarkan Klasifikasi Atlanta 2012, tingkat keparahan pankreatitis akut dibagi menjadi tiga, yaitu pankreatitis akut ringan, sedang dan berat (tabel 2). Pankreatitis akut ringan Pankreatitis akut ringan ditandai dengan tidak adanya gagal organ dan komplikasi lokal atau sistemik. Sekitar 80% perjalanan klinis pankreatitis akut bersifat ringan dan akan membaik secara spontan dalam 3-5 hari. 13 Pasien dengan klinis demikian tidak memerlukan pemeriksaan CECT dan angka mortalitas relatif rendah, sehingga dapat dipulangkan pada fase awal perjalanan pankreatitis akut. Vol. 27, No.2, Agustus 2014 MEDICINUS 45
4 MEDICAL Technology REVIEW Pankreatitis akut sedang Pasien pankreatitis akut sedang sampai berat ditandai dengan adanya gagal organ, komplikasi lokal atau sistemik yang bersifat sementara (< 48 jam). Umumnya pankreatitis tipe ini akan membaik tanpa intervensi atau paling tidak memerlukan perwatan yang lebih lama, dengan angka mortalitas jauh lebih rendah dibandingkan pankreatitis akut berat. Pankreatitis akut berat. Pankreatitis akut berat terjadi pada 15% 20% kasus, yang ditandai dengan adanya gagal organ yang bersifat persisten. Apabila tidak dijumpai tanda gagal organ, adanya komplikasi pankreatitis nekrosis dapat dikatagorikan sebagai pankreatitis berat. Pasien dengan gagal organ persisten yang timbul dalam beberapa hari dari onset sakit risiko mortalitasnya mencapai 30% 50%. 11,12 MENILAI TINGKAT KEPARAHAN PANKREATITIS AKUT Menilai tingkat keparahan pankreatitis akut penting dilakukan untuk menentukan prognosis, manajemen klinis awal dan menentukan dimana pasien harus dirawat. Ada beberapa parameter yang sering digunakan untuk menilai derajat pankreatitis, yaitu : kriteria gagal organ (misalnya skor Marshall), adanya komplikasi pankreatitis akut lokal (pankreatitis nekrosis akut), kriteria Ranson (sensitivitas 73%, spesifisitas 77%), APACHE II lebih besar dari 8 (acute physiology and chronic health evaluation, dengan sensitivitas 77% dan spesivisitas 84%), Bedside Index of Severity in Acute Pancreatitis (BISAP), Balthazar s computed tomography (CT) severity index (sensitifitas 87%, spesifisitas 88%) atau C-reactive protein (> 150 mg/dl) yang diperiksa 48 jam setelah onset gejala mempunya sensitifitas 75%, spesifisitas 71%. 7,11,14 Pada tahun 1985, Balthazar dan kawan kawan mengenalkan sistem angka didasarkan pada pemeriksaan CT scan untuk menilai derajat pankreatitis akut dan menentukan korelasi indeks derajat CT dengan risiko morbiditas dan mortalitas. Secara CECT luasnya nekrosis dapat dikatagorikan : tidak ada nekrosis, nekrosis lebih dari 30% (mortalitas tidak ada), nekrosis 30%-50% dan nekrosis lebih dari 50% (mortalitas 11%-25%). 10 Sebaiknya untuk mendeteksi adanya nekrosis CECT dilakukan pada hari ke-4 sampai ke-10, karena nekrosis jarang terjadi sebelum itu. 8 MANAJEMEN PANKREATITIS AKUT BERAT Pada bagan 1 dapat dilihat alur tatalaksana pankreatitis akut pada 72 jam pertama. Pada 3 hari pertama ini hal penting harus dilakukan adalah menentukan tingkat keparahan pankreatitis, memberikan terapi suportif dan evaluasi respons terapi. Pasien dengan skor APACHE > 8, komorbid berat dan gagal organ perlu dirawat di ruang perawatan intensif. 13 Komplikasi lokal harus dicurigai apabila nyeri perut tidak membaik, serum enzim pankreas meningkat, munculnya disfungsi organ, adanya demam. Komplikasi lokal dapat diketahui melalui pemeriksaan CECT, sebab itu sangat penting untuk mendeskripsikan gambaran CECT berdasarkan lokasi (peripankreatik), kandungan material (cairan, padat atau gas), dan ketebalan dinding (tipis atau tebal). Pemeriksaan CT untuk menilai adanya komplikasi pankreatitis akut dilakukan setelah jam dari onset sakit dan dapat diulang kembali apabila keadaan pasien semakin memburuk atau tidak memberikan respons dengan terapi yang sudah diberikan MEDICINUS Vol. 27, No.2, Agustus 2014
5 MEDICAL Technology REVIEW Terapi suportif Terapi suportif meliputi resusitasi cairan, koreksi gangguan elektrolit dan koagulasi, pemberian oksigen, dan ventilasi non-invasif atau invasif. Resusitasi cairan harus segera dimulai secara dini karena sekuestrasi atau pengurangan cairan sudah dapat terjadi dalam 48 jam pertama. Pada jam pertama resusitasi memberikan dampak klinis yang menentukan dalam manajemen pankreatitis akut. Diperlukan hidrasi cairan secara agresif sebanyak cc/jam dengan larutan isotonis (lebih terpilih ringer laktat), hati-hati apabila ada komorbid penyakit jantung atau ginjal. Kebutuhan cairan tubuh harus dinilai dengan interval 6 jam selama jam dengan sasaran menurunnya angka BUN dan produksi urin adalah > 0,5 ml/ kg/jam (> 500 cc/24 jam). 12,15 Antibiotika profilaksis Penyebab infeksi terbanyak adalah: Escherichia coli (32%), Enterococcus (25%), Klebsiella (15%), Staphylococcus epidermidis (15%), Staphylococcus aureus (14%), Pseudomonas (7%) dan Candida (11%). Infeksi lebih banyak bersifat monomikrobial (66%) dibandingkan polimikrobial (34%). Pemeriksaan aspirasi jarum halus yang dipandu dengan USG/ CT scan sebaiknya dilakukan untuk membedakan nekrosis pankreas akut steril atau terinfeksi Vol. 27, No.2, Agustus 2014 MEDICINUS 47
6 MEDICAL Technology REVIEW dan melakukan kultur serta sensitivitas sebagai pedoman pemberian antibiotika yang tepat. Aspirasi jarum halus relatif aman dan memberikan hasil yang akurat, dengan tingkat sensitivitas dan spesivisitas untuk menegakkan nekrosis pankreas terinfeksi sebesar masing masing 90% dan 96%. 16 Antibiotik yang banyak diteliti dan mempunyai penetrasi ke organ pankreas yaitu karbapanem, kuinolon, metronidazol dan sefalosporin dosis tinggi. 12 Berdasarkan data penelitian, antibiotika yang paling efektif adalah imipenem yang diberikan dengan dosis 0,5 gr/8 jam secara intravena). 17 Menurut American College of Gastroenterology (2013) 12 dijelaskan bahwa peran antibiotik pada pankreatitis akut yaitu (1) penggunaan rutin antibiotik dengan tujuan profilaksis pada pasien pankreatitis akut berat tidak direkomendasikan, (2) antibiotik diberikan pada infeksi ekstra-pankreas seperti kolangitis, infeksi akibat pemasangan kateter, bakteriemia, infeksi saluran kencing dan pneumonia, (3) penggunaan antibiotik pada pasien pankreatitis nekrosis steril untuk mencegah terjadinya pankreatitis nekrosis terinfeksi tidak direkomendasikan (4) Adanya nekrosis terinfeksi harus dipertimbangkan pada pasien dengan pankreatitis atau nekrosis ekstra-pankreas yang tidak membaik setelah perawatan selama 7 10 hari. Pada pasien ini diperlukan tindakan aspirasi jarum halus sebagai dasar panduan pemberian antibiotik atau antibiotik empiris segera diberikan seandainya tidak dilakukan aspirasi jarum halus. Terapi nutrisi Berdasarkan penelitian, pemberian nutrisi parenteral dapat mengakibatkan: (1) Atrofi jaringan limfoid usus (GALT) yang merupakan sumber utama imunitas mukosa, (2) terganggunya fungsi limfosit Sel T dan sel B, menurunnya aktivitas kemotaksis lekosit dan fungsi fagositosis sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri (bacterial overgrowth), (3) meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat mempermudah terjadinya translokasi bakteri, endotoksin, dan antigen masuk ke dalam sirkulasi. 18 Oleh sebab itu, pasien lebih baik diberikan nutrisi enteral daripada melalui parenteral. Nutrisi enteral dapat diberikan melalui naso-jejenum (NJT) atau melalui nasogastric tube (NGT). Secara tradisional dipercaya bahwa pemberian nutrisi enteral melalui NGT akan berisiko menyebabkan pneumonitis aspirasi dan meningkatkan sekresi enzim pankreas, yang tidak terjadi pada NJT. Studi meta-analisis membuktikan bahwa pemberian nutrisi enteral melalui NGT aman dan dapat ditoleransi pasien sebanding dengan NJT. Nutrisi parenteral dapat diberikan pada pankreatitis akut sebagai alternatif apabila jalur enteral tidak memungkinkan diberikan. 19 ACG (2013) merekomendasikan agar pada pankreatitis akut ringan, nutrisi secara oral segera diberikan apabila pasien sudah tidak mengalami nyeri perut, mual dan muntah. Makanan dimulai dalam bentuk cair atau padat lunak, bertahap dan rendah lemak. Pada pankreatitis akut berat diberikan nutrisi enteral untuk mencegah komplikasi infeksi. Nutrisi parenteral harus dihindari kecuali nutrisi enteral tidak memungkinkan untuk diberikan. Nutrisi enteral sebaiknya ditunda apabila pasien dalam keadaan masih syok, perdarahan gastrointestinal masif, obstruksi intestinal, fistula jejunum atau enteroparalisis berat. 18 INTERVENSI PADA PANKREATITIS AKUT Pada saat ini terapi pankreatitis akut berat telah bergeser dari tindakan pembedahan awal ke perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi dan endoskopi intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi. Intervensi untuk mengatasi komplikasi lokal pankreatitis akut berat adalah: (1) ERCP dan sfingterotomi untuk menghilangkan sumbatan dan evakuasi batu di duktus koledokus, (2) kolesistektomi laparoskopi ditujukan untuk mengangkat batu empedu, (3) drainase cairan menggunakan kateter perkutan baik dengan panduan USG maupun CT scan atau transluminal endoskopik, (3) nekrosektomi melalui transluminal endoskopik, nekrosektomi transabdomen laparoskopi, atau debridemen retroperitoneal yang dipandu dengan video (video-assisted retroperitoneal debridement), (4) laparotomi terbuka direkomendasikan untuk mengevakuasi timbunan cairan yang sudah dibungkus dengan kapsul yang tebal (walled off). 20 Tindakan bedah terbuka menjadi pilihan utama apabila rumah sakit tidak mempunyai fasilitas, peralatan dan keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi metode invasif minimal. Indikasi intervensi pankreatitis akut adalah (1) pankreatitis nekrosis terinfeksi, (2) pankreatitis nekrosis steril dengan penyulit (misalnya adanya obstruksi duktus koledokus, gastric outlet obstruction), (3) gagal organ multipel yang tidak membaik dengan terapi yang diberikan selama di ICCU, (4) pseudokista 48 MEDICINUS Vol. 27, No.2, Agustus 2014
7 MEDICAL Technology REVIEW pankreas simptomatik, (5) pankreatitis biliar akut dengan kolangitis, (6) pankreatitis akut dengan 7,12, 21,22 batu empedu. MANAJEMEN TRAKTUS BILIAR Berdasarkan studi kohort dan satu uji klinis yang melibatkan 998 pasien pankreatitis biliar yang tidak atau yang menjalani tindakan kolesistektomi, 95 pasien (18%) yang tidak menjalani kolesistektomi mengalami rekurensi dalam waktu 90 hari sejak keluar rumah sakit dibandingkan yang menjalani kolesistektomi tidak mengalami rekurensi sama sekali (p < 0,0001). 23 International Association of Pancreatology (2013)15 dan ACG (2013) 12 merekomendasikan agar segera dilakukan tindakan kolesistektomi pada pasien dengan pankreatitis biliar ringan sebelum pasien keluar dari rumah sakit. ERCP direkomendasikan pada pankreatitits biliar akut ringan yang disertai kolangitis dan dilakukan segera (< 24 jam). Kolestektomi sebaiknya ditunda khususnya pada pasien pankreatitis akut berat atau pada keadaan dimana cairan dan jaringan nekrotik belum terkapsulasi. Pada pasien pankreatitis biliar yang sudah menjalani tindakan sfingterotomi dan layak menjalani pembedahan, kolesistektomi disarankan, mengingat ERCP dan sfingterotomi mencegah rekurensi dari pankreatitis biliar. Tindakan kolesistektomi pada pasien peripankreatitis sebaiknya ditunda sampai terbentuk cairan yang terkapsulasi atau 6 minggu setelah onset sakit ERCP direkomendasikan pada pankreatitis biliar akut yang terbukti disertai batu di duktus koledokus. INDIKASI INTERVENSI PANKREATITIS NEKROSIS Tindakan debridement (necrosectomy) merupakan baku emas pada pankreatitis nekrosis akut terinfeksi dan nekrosis peripankreatik. 24 Menurut IAP (2013) 15 indikasi intervensi baik itu melalui prosedur radiologi, endoskopis atau pembedahan pada pankreatitis nekrosis adalah (1) kecurigaan atau sudah terbukti adanya pankreatitis nekrosis yang terinfeksi dengan pemburukan keadaan klinis, khususnya dilakukan setelah jaringan nekrosis sudah terkapsulasi dengan dinding yang tebal (walled-off necrosis), (2) pankreatitis nekrosis steril dengan gagal organ yang terus berlangsung beberapa minggu setelah onset pankreatitis akut, khususnya dilakukan setelah jaringan nekrosis sudah dikapsulasi dengan dinding yang tebal (walled-off necrosis). Pankreatitis nekrotika akut steril tidak perlu tindakan bedah, cukup konservatif kecuali terjadi pankreatitis akut fulminan. Indikasi intervensi pankreatitis nekrosis steril adalah (1) Obstruksi biliar, intestinal atau gastric outlet karena tekanan jaringan nekrotik dan cairan yang terkapsulasi (walled off necrosis), (2) pasien dengan walled off necrosis tanpa tanda infeksi namun masih mengalami gejala persisten (misalnya nyeri perut), (3) sindrom kebocoran duktus pankreatikus (disconnected duct) dengan gejala persisten (misalnya nyeri atau obstruksi) dengan nekrosis tanpa adanya infeksi (kira kira > 8 minggu setelah onset pankreatitis akut). 15 Waktu intervensi pankreatitis nekrotik menentukan responss klinis. Pendapat bahwa intervensi harus dilakukan sedini mungkin pada kasus pankreatitis nekrotik terinfeksi mulai ditinggalkan. Dari studi retrospektif disimpulkan bahwa 53 pasien dengan pankreatitis nekrotikan terinfeksi yang diobati secara operatif, penundaan pembedahan menurunkan 22% kematian. Meskipun pasien dengan pankreatitis nekrosis yang tidak stabil memerlukan tindakan debridement segera, konsensus terkini merekomendasikan agar pasien yang stabil harus diberikan antibiotik terlebih dahulu sebelum intervensi untuk menekan reaksi inflamasi. Apabila keadaan pasien masih belum membaik dan nekrosis infeksi belum mereda, nekrosektomi invasif minimal melalui radiologi, endoskopis atau laparoskopi perlu dipertimbangkan untuk dilakukan. 12 Van Santvoort dkk (2010) 25 melakukan penelitian mengenai metode nekrosektomi terbuka dibandingkan pendekatan bertingkat atau stepup approach (intervensi drainase perkutan dan bila perlu ditindaklanjuti dengan nekrosektomi retroperitoneal invasif minimal) pada pasien dengan pankreatitis nekrosis terinfeksi. Mereka menyimpulkan bahwa prosedur invasif minimal pada pankreatitis nekrosis terinfeksi menurunkan komplikasi utama (gagal organ, perforasi organ viseral atau perdarahan) dan kematian dibandingkan pembedahan terbuka. Menurut IAP (2013), 15 untuk pasien yang terbukti atau dicurigai menderita pankreatitis nekrosis infeksi, tindakan intervensi (drainase kateter perkutan, nekrosektomi/ drainase transluminal endoskopis, invasif minimal atau nekrosektomi terbuka) sedapat mungkin di- Vol. 27, No.2, Agustus 2014 MEDICINUS 49
8 tunda paling tidak 4 minggu sejak onset sakit sampai jaringan nekrotik dan cairan sudah terkapsulasi menjadi walled off necrosis. Pada umumnya pankreatitis edematosa interstisial dengan timbunan cairan akan diresorpsi dalam waktu 7 10 hari, hanya 6,8% kasus kemudian menjadi pseudokista. Pseudokista asimptomatik tidak memerlukan intervensi, tetapi dalam perjalanannya pseudokista dapat berubah karakter menjadi simptomatik. Apabila pseudokista menimbulkan gejala pilihan terapi adalah dekompresi melalui drainase perkutan atau endoscopic cyst gastrostomy dengan panduan ultrasound endoskopi. Tindakan bedah terbuka menjadi pilihan apabila pseudokista bersifat kompleks, multipel, atau adanya komplikasi seperti fistula, ruptur dan perdarahan. 26 daftar pustaka 1. Bhatia M, Wong FL, Cao Y, et al. Pathophysiology of acute pancreatitis. Pancreatology 2005; 5 : Wu XN. Current concept of pathogenesis of severe acute pancreatitis. World J Gastroenterol 2000; 6 (1): Tiscornia OM, Hamamura S, Lehmann ES, et al. Biliary acute pancreatitis : a review. World J Gastroenterol, 2000 ; 6 (2): Wang GJ., Chun FG., Dong W., Si QD. Acute pancreatitis : etiology and common pathogenesis. World J Gastroenterol 2009; 15; Jean LF., Michael LS., Catherine MP. Acute pancreatitis. Lancet 2008 : 371 ; Mitchell SC. Acute pancreatitis : etiology, clinical presentation, diagnosis, and therapy. Med Clin N Am 2008; 92; Peter AB., Thomas LB., Christos D., et al. Classification of acute pancreatitis 2012 : revision of the Atlanta Classification and definitions by international consensus. Gut 2013 ; 62: Nishat B., Shilpa P., Shirish P., Tim F., Niall P. Acute pancreatitis : the role of imaging in diagnosis and management. Clin Rad 2011;66 ; Zhu AJ, Shi JS, Sun XJ. Organ failure associated with severe acute pancreatitis. World J Gastroenterol 2003; 9 (11): Xuong Lu., Elie Aoun. Complications of acute pancreatitis. Practical Gastroenterol 2012; Bechien Wu, Peter AB. Clinical management of patients with acute pancreatitis. Gastroenterology 2013; 144; Scott T., Baillie J., John DW., Santhi SV. American College of Gastroenterology Guideline : management of acute pancreas. Am J Gastroenterol 2013; doi: /ajg Bechien W., Darwin LC. Acute pancreatitis part I: approach to early management. Clin Gastroenterol Hepatol 2010;8: Mofidi R., Patil PV., Suttie SA., Parks RW. Risk assessment in acute pancreatitis. British J Surgery 2009; 96: Working Group IAP/APA Acute Pancreatitis Guideline. IAP/APA evidence-based guidelines for the management of acute pancreatitis. Pancreatology 2013: e1-e Vege SS., Baron TH. Management of pankreatitis necrosis in severe acute pancreatitis. Clin Gastroenterol Hepatol 2005; 3: Gumaste V. Prophylactic antibiotic therapy in the management of acut pancreatitis. J Clin Gastroenterol 2000; 31 (1): Chen QP. Enteral nutrition and acute pancreatitis.. World J Gastroenterol 2001; 7 (2): Yu-Sui Chang, Hua-qun F., Yuanimei X., Ji-chun L. Nasogastric or nasojejunal feeding in predicted severe acute pancreatitis : a meta-analysis. Critical Care 2013; 17; R Sandra VB., Olaf JB., Marc GB., et al. Treatment of necrotizing pancreatitis. Clin Gastroenterol Hepatol 2012; 10; UK Working Party on Acute Pancreatitis. UK guidelines for the management of acute pancreatitis. Gut 2005; 54 (Suppl III): iii 1-iii Angst E., Storni F., Gloor B. Modern surgical concepts in the treatment of severe acute pancreatitis an individual approach to the patients. Pancreat Disord Ther 2013; 3; Larson SD., Nealson WH., Evers BM. Management of gallstone pancreatitis. Adv Surg 2006; 40; Werner J, Feuerbach S, Uhl W, Buchler MW. Management of acute pancreatitis : from surgery to intervensional intensive care. Gut 2005; 54 : Van Santvoort HC., Marc GB., Olaf JB., et al A step up approach or open necrosectomy for necrotizing pancreatitis. N Engl JMed 2010; 362; John B. Pancreatic pseudocysts (part II). Gastrointestinal Endoscopy MEDICINUS Vol. 27, No.2, Agustus 2014
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sepsis merupakan suatu sindrom klinis infeksi yang berat dan ditandai dengan tanda kardinal inflamasi seperti vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan peningkatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis
Lebih terperinciENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP)
ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) PENDAHULUAN Pemeriksaan penunjang dilakukan dalam rangka penegakan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan salah satunya adalah pemeriksaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh terhadap suatu infeksi. 1 Ini terjadi ketika tubuh kita memberi respon imun yang berlebihan untuk infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadinya komplikasi yang lebih berbahaya. diakibatkan oleh sepsis > jiwa pertahun. Hal ini tentu menjadi
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Sepsis merupakan suatu respon sistemik yang dilakukan oleh tubuh ketika menerima sebuah serangan infeksi yang kemudian bisa berlanjut menjadi sepsis berat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom respons inflamasi sistemik atau yang lebih dikenal dengan istilah systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons inflamasi tubuh yang
Lebih terperinciBAB III PANKREATITIS. Pankreatitis adalah suatu penyakit inflamasi pankreas yang identik
BAB III PANKREATITIS Pankreatitis adalah suatu penyakit inflamasi pankreas yang identik menyebabkan nyeri perut dan terkait dengan fungsinya sebagai kelenjar eksokrin, (meskipun pada akhirnya fungsi sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Gangguan Ginjal Akut pada Pasien Kritis Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis adalah puncak interaksi kompleks mikroorganisme penyebab infeksi dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, 2000).The American College
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit batu kandung empedu atau kolelitiasis merupakan penyakit yang lazim ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lokasinya dan kapsulnya yang tipis Glisson capsule. Cedera organ hepar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyebab tingginya angka kematian pada pasien trauma tumpul abdomen adalah perdarahan pada organ hepar yang umumnya disebabkan oleh karena kecelakaan lalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Infeksi serius dan kelainan lain yang bukan infeksi seperti pankreatitis, trauma dan pembedahan mayor pada abdomen dan kardiovaskular memicu terjadinya SIRS atau sepsis
Lebih terperinciStent Gastroduodenal Pada Gastric Outlet Obstruction (GOO) dan Stent Pankreas
Stent Gastroduodenal Pada Gastric Outlet Obstruction (GOO) dan Stent Pankreas Muhammad Begawan Bestari Divisi Gastroenterohepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.
Lebih terperinciPENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI
PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya
Lebih terperinciSEVERE ACUTE PANCREATITIS. DR. Ristaniah D.Soetikno, dr., Sp.Rad(K),M.Kes
SEVERE ACUTE PANCREATITIS DR. Ristaniah D.Soetikno, dr., Sp.Rad(K),M.Kes BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT DR HASAN SADIKIN BANDUNG 2011 ABSTRAK Pankreatitis akut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh reaksi tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit misalnya pada pasien
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Trauma pembedahan menyebabkan perubahan hemodinamik, metabolisme, dan respon imun pada periode pasca operasi. Seperti respon fisiologis pada umumnya, respon
Lebih terperinciTatalaksana Pankreatitis Akut
Tatalaksana Hamzah Pratama RSU Siloam Tangerang, Indonesia ABSTRAK Pankreatitis akut merupakan inflamasi pankreas dengan onset tiba-tiba dan durasi kurang dari 6 bulan. Etiologi paling sering adalah batu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya trias kematian (hipotermia, asidosis dan koagulopati) yang kini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma merupakan permasalahan utama yang dihadapi pada kehidupan moderen saat ini. Secara global, 10% dari seluruh jumlah kematian disebabkan oleh trauma. Perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit
Lebih terperinciKanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved
Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator adalah suatu sistem alat bantu hidup yang dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Ventilator dapat juga berfungsi untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons tubuh terhadap invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan endotoksin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia berat dan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sepsis adalah penyakit sistemik disebabkan penyebaran mikroba atau toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti disfungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang terjadi oleh apapun penyebabnya yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi di dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat inflamasi pada ruang subarachnoid yang dibuktikan dengan pleositosis cairan serebrospinalis
Lebih terperincidr.yarman Mazni, SpBKBD Divisi Bedah Digestif, Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
dr.yarman Mazni, SpBKBD Divisi Bedah Digestif, Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Nutrisi mempunyai peran penting dalam penatalaksanaan pasien
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di masyarakat. Sepsis menjadi salah satu dari sepuluh penyebab kematian terbesar di dunia. Diagnosis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup bulan (Reading et al., 1990). Definisi hipoalbuminemia pada neonatus berbeda
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada periode neonatus, kadar albumin serum meningkat seiring dengan umur kehamilan mulai dari 1,9 g/dl di bawah umur 30 minggu menjadi 3,1g/dL pada bayi cukup bulan
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih Epidemiologi ISK pada anak bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya. Insidens ISK tertinggi terjadi pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi dan sepsis termasuk salah satu dari penyebab kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kariadi adalah salah satu dari bagian ruang rawat intensif lain yaitu ICU pediatrik,
8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 ICU ICU modern berkembang dengan mencakup pengananan respirasi dan jantung, menunjang faal organ, dan penanganan jantung koroner. ICU RSUP dr. Kariadi adalah salah satu dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta dolar Amerika setiap tahunnya (Angus et al., 2001). Di Indonesia masih
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepsis merupakan satu dari sepuluh penyebab kematian di Amerika Serikat (AS). Diperkirakan terdapat 751.000 kasus sepsis berat setiap tahunnya di AS dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering menyebabkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi virus dengue maupun demam berdarah dengue (DBD) merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi virus dengue maupun demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan global. Dalam tiga dekade terakhir terjadi peningkatan angka kejadian penyakit di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS) sebagai respons klinis terhadap adanya infeksi. SIRS akan melibatkan
Lebih terperinciSIROSIS HEPATIS R E J O
SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun dari mikroorganisme di dalam darah dan munculnya manifestasi klinis yang dihasilkan
Lebih terperinciKekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan
F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2. penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2 Asfiksia merupakan salah satu penyebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperglikemia sering terjadi pada pasien kritis dari semua usia, baik pada dewasa maupun anak, baik pada pasien diabetes maupun bukan diabetes. Faustino dan Apkon (2005)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang terletak di persimpangan antara saluran cerna dan bagian tubuh lainnya, mengemban tugas yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kolelitiasis adalah batu yang terbentuk dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis terutama ditemukan di negara-negara
Lebih terperinciVENTRICULO PERITONEAL SHUNTING (VPS) : PERBANDINGAN ANTARA VPS TERPANDU LAPAROSKOPI & VPS DENGAN TEKNIK BEDAH TERBUKA KONVENSIONAL
VENTRICULO PERITONEAL SHUNTING (VPS) : PERBANDINGAN ANTARA VPS TERPANDU LAPAROSKOPI & VPS DENGAN TEKNIK BEDAH TERBUKA KONVENSIONAL Dipresentasikan Oleh : Aji Febriakhano Pembimbing : dr. Hanis S,Sp.BS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi sistemik dikarenakan adanya infeksi. 1 Sepsis merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti pada kasus demam tifoid di
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Intensive Cardiovascular Care Unit dan bangsal perawatan departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUD Dr. Moewardi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).
Lebih terperinciDETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN
DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit
Lebih terperinciEARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS. dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital
EARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital BACKGROUND Prevalensi SIRS mencakup 1/3 total pasien rawat inap di RS dan > 50 % dari seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga dihadapi oleh berbagai negara berkembang di dunia. Stroke adalah penyebab
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan masalah kesehatan yang tidak hanya di hadapi negara maju, tapi juga dihadapi oleh berbagai negara berkembang di dunia. Stroke adalah penyebab kematian
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Keadaan ikterus obstruktif sering ditemukan pada praktik sehari-hari dengan berbagai penyebab. Data dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula
13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu catatan penting dalam beberapa dekade terakhir adalah semakin meningkatnya angka harapan hidup pada negara negara berkembang, begitu pula halnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otak, biasanya akibat pecahnya pembuluh darah atau adanya sumbatan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Menurut World Health Organization (WHO), stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik tanda dan gejala neurologis klinis fokal dan/atau global
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peran penting pada angka kesakitan dan kematian di ruang perawatan intensif. ii
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Disfungsi hati (liver disfunction) pada pasien-pasien kritis dengan gagal organ multipel (MOF), sering tertutupi atau tidak dikenali. Pada penderita yang
Lebih terperincisex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cepat di dunia. Dalam lima puluh tahun terakhir, insidensi meningkat 30 kali dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengue adalah penyakit yang ditularkan melalui nyamuk yang menyebar paling cepat di dunia. Dalam lima puluh tahun terakhir, insidensi meningkat 30 kali dengan peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu kasus kegawatan dibidang gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. baru atau berulang. Kira-kira merupakan serangan pertama dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Stroke adalah penyebab kematian terbanyak ketiga di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker dan setiap tahunnya 700.000 orang mengalami stroke baru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit
Lebih terperinciAsuhan Keperawatan Hepatitis D
Asuhan Keperawatan Hepatitis D Hepatitis D (sering disebut Hepatitis Delta) adalah suatu peradangan pada sel-sel hati yang disebabkan oleh virus hepatitis D (HDV). Virus Hepatitis D (HDV) adalah virus
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis dan Gagal Sistem Organ Multipel Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome / SIRS) yang disebabkan oleh infeksi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih rendah di negara-negara maju
Lebih terperinciSAKIT PERUT PADA ANAK
SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial merupakan salah satu penyebab utama
Lebih terperinciSyok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi
Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intensif Care Unit berkembang cepat sejak intensif care unit (Intensive Terapy Unit) ditemukan pada tahun 1950 di daratan Eropa sebanyak 80%, saat terjadi epidemic Poliomyelitis,
Lebih terperinciMENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL
MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit bedah mayor yang sering terjadi adalah. 1 merupakan nyeri abdomen yang sering terjadi saat ini terutama di negara maju. Berdasarkan penelitian epidemiologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Albumin adalah protein serum yang disintesa di hepar dengan waktu paruh kurang lebih 21 hari. Albumin mengisi 50% protein dalam darah dan menentukan 75% tekanan onkotik
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kolelitiasis Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al.,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada penyakit jantung koroner (PJK) terdapat kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan yang menyebabkan kondisi hipoksia pada miokardium
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diare adalah peningkatan frekuensi dan penurunan konsistensi debit tinja dibandingkan dengan pola usus normal individu, merupakan gejala dari suatu penyakit sistemik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Fraktur femur merupakan salah satu trauma mayor di bidang Orthopaedi. Dikatakan sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelahiran preterm, dan intrauterine growth restriction (IUGR) (Sibai, 2005;
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Preeklamsia sangat berhubungan dengan 5-7% morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal di seluruh dunia. Preeklamsia juga merupakan penyebab 15-20% mortalitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara
Lebih terperinciHipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi
Hipertensi dalam kehamilan Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi DEFINISI Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmhg sistolik atau 90 mmhg diastolik pada dua kali
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan
Lebih terperinci