Protokol Istanbul untuk tata laksana korban penyiksaan
|
|
- Yuliana Tanuwidjaja
- 8 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Mei-Agustus 2002, Vol.21 No.2 Protokol Istanbul untuk tata laksana korban penyiksaan A. Prayitno Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ABSTRACT Even though Human Rights and International Humanitarian Law has consistently forbid all forms of torture, ill treatment is still practiced in almost all countries in the world today. In 1997 ill treatment has been reported in 117 countries done by police and security forces. In the last two decades much has been studied on torture and its effects, but no international guidelines has been available until the issuance of the Istanbul Protocol. The protocol principles include minimal standards so that countries are able to compile effective torture document. This protocol has been compiled for 23 years and consists of analysis, research, and document compilation of more than 75 experts in the field of law, health, and human rights representing 40 organizations and institutions from 15 countries. Definition of torture of the 1975 Tokyo Declaration of the World Medical Association, is a deliberate, systematic and inhumane act that causes physical and mental burden on an individual or persons done individually or as ordered by authority to force people to provide information, admittance or for other reasons. Key words : Istanbul protocol, torture, human rights ABSTRAK Penyiksaan dan perlakuan buruk masih dipraktekkan di sebagian besar negara di dunia, walaupun telah dilarang hukum Hak Asasi Manusia dan Humaniter Internasional. Pada tahun 1997, Amnesti Internasional melaporkan penyiksaan dan perlakuan buruk masih dilakukan di 117 negara oleh petugas keamanan. Sejak dua dekade terakhir banyak dipelajari mengenai penyiksaan dan akibatnya, tetapi pedoman yang bertaraf internasional belum tersedia. Protokol Instanbul yang diajukan kepada Komasaris Tinggi HAM PBB pada bulan Agustus 1999 secara resmi ditetapkan sebagai pedoman internasional untuk dokumentasi tentang penyiksaan dan akibatnya. Penyiksaan adalah perbuatan yang disengaja, sistematik tidak mengenal belas kasihan yang mengakibatkan penderitaan fisik dan mental, memaksa orang lain untuk memberikan pengakuan. Protokol Istanbul mencakup anamnesis dan alloanamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan psikiatrik, dan pedoman untuk evaluasi medik akibat penyiksaan. Para dokter yang menangani korban penyiksaan dituntut membuat laporan yang sesuai dengan pedoman standar internasional. Kata kunci : Protokol Istanbul, korban penyiksaan, hak asasi manusia PENDAHULUAN Meskipun Hukum Hak Asasi Manusia (HAM) dan Humaniter Internasional secara konsisten melarang penyiksaan dalam keadaan apapun, ternyata penyiksaan dan perlakuan buruk (ill treatment) masih dipraktekkan pada sebagian besar negara di dunia. Pada tahun 1997 penyiksaan dan perlakuan buruk masih dilakukan di 117 negara oleh petugas keamanan. (1) Kesenjangan antara larangan absolut terhadap penyiksaan dan prevalensinya menunjukkan bahwa semua negara perlu mengidentifikasi dan berupaya secara efektif untuk melindungi masyarakat. Sejak dua dekade terakhir telah banyak dipelajari mengenai penyiksaan dan akibatnya, 68
2 tetapi pedoman yang bertaraf internasional belum tersedia hingga terbitnya Istanbul Protocol. (2) The Manual on Effective Investigation and Documentation of Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Istanbul Protocol) dimaksudkan sebagai pedoman untuk penilaian (assessment) orang yang mendapat penyiksaan dan perlakuan kejam, untuk investigasi kasus-kasus penyiksaan, dan melaporkan hasilnya kepada pengadilan dan badan penyelidik yang lain. Prinsip-prinsip protokol meliputi standar minimal untuk negara agar dapat menyusun dokumen penyiksaan yang efektif. Protokol ini disusun selama duapuluh tiga tahun yang meliputi analisis, riset dan penyusunan naskah yang dilakukan oleh lebih dari 75 orang ahli di bidang hukum, kesehatan dan HAM yang mewakili 40 organisasi dan lembaga dari 15 negara. Pelaksanaannya dimulai pada pertemuan Medicine and Human Rights oleh Asosiasi Dokter Turki pada tahun 1966 dan diselesaikan di Istanbul pada bulan Maret Dokumen tersebut diserahkan kepada Komisaris Tinggi HAM PBB pada bulan Agustus 1999 sebagai bahan pertimbangan untuk pedoman internasional. (2) Protokol tersebut disyahkan pada suatu sidang pleno dari VIII Internasional Symposium on Torture di New Delhi pada bulan September (2) Definisi penyiksaan yang digunakan adalah berdasarkan Deklarasi Tokyo 1975 dari World Medical Association, (3) yaitu: Penyiksaan adalah perbuatan yang disengaja, sistematik dan tidak mengenal belas kasihan yang mengakibatkan penderitaan fisik dan mental oleh satu atau lebih orang yang dilakukan secara sendiri atau atas perintah penguasa, memaksa orang lain untuk memberikan informasi, membuat pengakuan atau untuk alasan lain. Protokol Intanbul mencakup antara lain anamnesis pada pasien korban penyiksaan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan psikiatrik dan pedoman evaluasi medik akibat penyiksaan. (1,4,5) Anamnesis pada pasien korban penyiksaan Hampir semua pasien korban penyiksaan menderita gangguan kesehatan jiwa. Autoanamnesis dimulai dengan cara membina hubungan yang baik antara dokter dan pasien (doctor-patient Vol.21 No.2 relationship). Biasanya pasien tidak ingin mengungkapkan pengalamannya yang mengerikan. Dengan demikian, dokter perlu menyampaikan rasa empati, hormat, perhatian dan mampu menunjukkan suatu hubungan yang baik (rapport) sehingga pasien bersedia untuk berbicara secara jujur, akrab dan jelas. Sambil melakukan wawancara, dokter mengamati atau mengobservasi pasien untuk menilai alam perasaan dan perilakunya. Alloanamnesis sangat bermanfaat untuk memperoleh informasi yang seringkali sulit diperoleh dari pasien. Semakin banyak fakta yang diberikan kepada dokter, semakin mudah untuk menegakkan diagnosis, prognosis dan terapi. Pada umumnya, semakin parah keadaan pasien, misalnya depresi, gagasan bunuh diri atau psikosis, semakin tepat bagi dokter untuk memperoleh fakta dari keluarga atau pihak lain. Aspek yang penting adalah pembicaraan dengan keluarga pasien harus dilakukan secara konfidensial. Tetapi apabila masalahnya mengenai kecenderungan bunuh diri dan membunuh orang lain, informasi tersebut tidak boleh dirahasiakan untuk memberikan perlindungan kepada pasien dan orang lain. Tujuan dari kesaksian lisan atau tertulis dari dokter adalah agar dokter dapat memberikan pendapat ahli mengenai derajat hasil pemeriksaan medik yang berkaitan dengan dugaan penyiksaan kepada pasien, dan mengkomunikasikan secara efektif kepada pengadilan dan badan penyelidik yang lain. Sebagai tambahan, kesaksian medik sering dapat mendidik pengadilan atau pejabat pemerintah yang lain serta masyarakat mengenai kelainan fisik dan psikologis korban penyiksaan. Pemeriksa harus mempersiapkan hal-hal sebagai berikut: 1. Menilai kemungkinan adanya cedera penyiksaan, walaupun tidak ada pengakuan oleh orang-orang, atau oleh penegak hukum dan pejabat pengadilan. 2. Mendokumentasikan bukti-bukti fisik dan psikologis dari cedera dan penyiksaan. 3. Mengkaitkan derajat konsistensi antara hasil pemeriksaan dan pernyataan penyiksaan oleh pasien. 4. Mengkaitkan derajat konsistensi antara hasil pemeriksaan terhadap seseorang dengan 69
3 Prayitno pengetahuan metode penyiksaan dan efek lanjutan yang lazim di daerah tertentu. 5. Menggunakan informasi yang diperoleh dengan cara yang cocok untuk meningkatkan pencarian fakta penyiksaan dan dokumentasi selanjutnya. Riwayat metode penyiksaan perlu diperoleh, baik metode fisik maupun psikologis, atau keduaduanya. Untuk memperoleh riwayat ini perlu dipertimbangkan apabila pasien sudah mampu menceritakan, walaupun harus dilaksanakan secara bertahap, yang meliputi: 1. Trauma tumpul: dipukul, ditendang, falanga (dipukul pada telapak kaki), telefono (dipukul pada kedua telinga), dijatuhkan dan 2. Penyiksaan posisional: digantung, posisi yang dipaksa dan 3. Dibakar: rokok, alat yang dipanasi, bahan kimia. 4. Disetrum. 5. Asfiksia: metode basah dan kering, ditenggelamkan, bahan kimia dan 6. Cedera yang meremukkan: jari, beban berat di atas punggung dan tungkai. 7. Luka tusuk: kawat, peluru, benda tajam. 8. Bahan kimia: garam, lada, bensin. 9. Seksual: penyiksaan genital, diperkosa, digunakan alat. 10. Pencabutan kuku atau jari tangan dan kaki. 11. Tindakan medik: amputasi jari atau tungkai, menghilangkan organ. 12. Penyiksaan farmakologik: dosis toksis sedativa, neuroleptika, paralitika dan 13. Kondisi penahanan: sel yang sempit dan berdesakkan, dikucilkan, tidak higienis, tak ada fasilitas toilet, air dan makanan yang kotor, temperatur, dipaksa telanjang. 14. Deprivasi: rangsangan suara, cahaya, isolasi, kebutuhan fisiologis yang kurang dan 15. Penghinaan dengan kata-kata dan perbuatan. 16. Ancaman: kematian, terhadap keluarga dan 17. Ancaman diserang oleh hewan. 18. Teknik psikologik untuk meruntuhkan mental. 19. Pelanggaran terhadap tabu dan keagamaan. Protokol Istanbul untuk korban penyiksaan 20. Pemaksaan perilaku: menyiksa orang lain, merusak barangnya dan 21. Pemaksaan menyaksikan penyiksaan atau kekejaman yang dilakukan terhadap orang lain. Korban penyiksaan dapat meninggalkan cedera yang secara substansial berbeda dengan bentuk trauma yang lain. Meskipun lesi akut merupakan cedera yang khas, pada umumnya lesi dapat sembuh dalam waktu enam minggu setelah penyiksaan tanpa meninggalkan cacat dan cacat non-spesifik. Hal ini terjadi pada kasus-kasus apabila penyiksa menggunakan teknik yang dapat mencegah atau membatasi gejala yang dapat dideteksi. Dalam keadaan demikian, pemeriksaan fisik dapat dilaporkan dalam batas-batas normal, tetapi ini tidak meniadakan pembuktian penyiksaan. Pemeriksaan fisik Sebagai tindak lanjut dari anamnesis, dan setelah diperoleh persetujuan korban (informed consent), pemeriksaan fisik yang lengkap oleh seorang dokter yang memenuhi syarat harus dilaksanakan. Apabila dimungkinkan pasien dapat memilih dokter yang sama gendernya dan penterjemah. Pasien perlu memahami bahwa ia dalam kontrol, dan mempunyai hak membatasi pemeriksaan atau menghentikan pemeriksaan pada setiap saat. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Kulit, yang meliputi seluruh permukaan tubuh untuk mendeteksi gejala-gejala: a. Kulit secara umum: meliputi kekurangan vitamin A, B dan C b. Lesi sebelum penyiksaan c. Lesi yang diakibatkan oleh penyiksaan seperti lecet, kontusi, laserasi, luka tusuk, luka bakar karena rokok atau atau alat yang dipanasi, cedera karena listrik, alopesia dan kuku yang dicabut. Lesi penyiksaan harus dideskripsikan lokalisasinya, simetri, bentuk, ukuran, warna dan permukaan. Foto perlu dibuat apabila memungkinkan. 2. Wajah: jaringan wajah dipalpasi untuk memeriksa fraktur, krepitasi, bengkak atau nyeri. Komponen motorik dan sensorik meliputi fungsi bau dan rasa dari semua saraf kranial. CT scan lebih baik daripada radiografi. 70
4 Cedera intrakranial dan tulang servikal sering berkaitan dengan trauma wajah. 3. Mata: banyak bentuk trauma pada mata, meliputi perdarahan, dislokasi lensa dan kehilangan penglihatan. 4. Telinga: pecahnya membrana tympani diperiksa dengan otoskop terutama akibat dari telefono dan berkurangnya pendengaran, juga cairan yang keluar. 5. Hidung: bentuk, krepitasi dan deviasi dari septum nasi. 6. Rahang, orofaring dan leher: fraktur mandibula dan dislokasi, sindrom temporomandibular. 7. Rongga mulut dan gigi: pemeriksaan oleh dokter gigi akan lebih lengkap untuk memeriksa kondisi gigi dan mulut. 8. Dada dan abdomen: pemeriksaan diarahkan pada bagian yang nyeri, yang merupakan refleksi cedera pada otot, iga atau organ-organ di dalamnya. Pemeriksaan rutin sistem kardiovaskuler, paru dan perut perlu dilakukan. 9. Sistem muskuloskeletal: keluhan nyeri pada sistem ini sering terjadi akibat seringkali dipukul atau digantung. Juga perlu diperiksa sendi-sendi, tulang punggung dan ekstremitas. 10. Sistem urogenital: dapat ditunda apabila pasien keberatan. Dicari bekas perkosaan dan penyakit-penyakit akibat hubungan seksual. 11. Sistem saraf pusat dan perifer. Pemeriksaan neurologis meliputi saraf kranial, organ-organ sensorik dan sistem saraf perifer. Pemeriksaan psikiatrik Penyiksa umumnya membenarkan perbuatannya untuk kebutuhan memperoleh informasi dari si korban. Umumnya si korban tidak mempunyai informasi yang diharapkan walaupun telah disiksa. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua korban penyiksaan dapat ditegakkan diagnosis psikiatrinya walaupun ia menunjukkan gejala-gejala gangguan kesehatan jiwa. Dalam hal ini perlu dilaporkan dalam penegakan diagnosis bahwa terdapat kondisi kejiwaan yang perlu memperoleh perhatian untuk terapi. Gangguan mental yang sering terjadi adalah gangguan stres pasca-trauma (GSPT) dan depresi. (6) Respons psikologis yang sering terjadi adalah: 1. Pengalaman kembali (re-experiencing) terhadap trauma. Peristiwa traumatik seperti terjadi kembali, walaupun pasien dalam keadaan bangun dan sadar. Juga mimpi-mimpi menakutkan dalam bentuk kejadian yang dialami maupun yang secara simbolik. Rasa kurang percaya dan takut terhadap orangorang atau petugas, termasuk dokter dan perawat. 2. Penghindaran dan penumpulan emosi. Terdapat isolasi sosial, menghindari pembicaraan, aktivitas, tempat atau orang yang dapat merekoleksi traumanya. 3. Rangsangan yang berlebihan, misalnya sukar tidur, mudah marah, kewaspadaan berlebihan, cemas, keluhan gastro-intestinal. 4. Gejala depresi: sedih, anhedonia, kurang nafsu makan, insomnia atau hipersomnia, rasa bersalah dan berdosa, pikiran untuk mati dan bunuh diri. 5. Keluhan somatik: sakit kepala, nyeri punggung dan otot. 6. Disfungsi seksual. 7. Gejala psikosis: waham, halusinasi, perilaku dan pikiran aneh, efek yang tidak serasi. 8. Ketergantungan zat sebagai akibat sekunder penyiksaan. 9. Hendaya neuropsikologis akibat pukulan pada kepala, asfiksia dan malnutrisi. Pedoman untuk evaluasi medik (7) I. Informasi kasus: tanggal evaluasi, lamanya evaluasi, identitas kasus, identitas dokter, penterjemah, persetujuan korban (informed consent). II. Kualifikasi dokter (untuk kesaksian pengadilan): pendidikan dan latihan, pengalaman kerja, publikasi. III. IV. Vol.21 No.2 Pernyataan mengenai kejujuran dan kesaksian. Informasi yang melatarbelakangi: umur, pekerjaan, komposisi keluarga, pendidikan, riwayat medik yang dulu, riwayat psikososial sebelum ditahan. V. Pernyataan mengenai penyiksaan dan perilaku buruk: ringkasan penahanan dan penyiksaan, lingkungan tempat ditahan, kronologi, ringkasan metode penyiksaan. 71
5 Prayitno VI. Gejala dan disabilitas fisik: gejala dan disabilitas akut dan kronik dan proses penyembuhannya. VII. Pemeriksaan fisik: 1. Keadaan umum 2. Kulit 3. Kepala / wajah 4. Mata / THT 5. Rongga mulut dan gigi 6. Dada / perut (termasuk gejala vital) 7. Sistem urogenital 8. Sistem muskuloskeletal 9. Sistem saraf (pusat dan perifer) VIII.Riwayat / Pemeriksaan Psikologik 1. Metode penilaian 2. Keluhan psikologis yang sekarang 3. Riwayat pasca-penyiksaan 4. Riwayat sebelum penyiksaan 5. Riwayat psikologik /psikiatrik yang lampau 6. Penyalahgunaan zat 7. Pemeriksaan status mental 8. Penilaian fungsi sosial IX. Foto X. Hasil pemeriksaan diagnostik / penunjang XI. Konsultasi XII. Interpretasi hasil 1. Bukti hasil a. Hubungan derajat konsistensi antara riwayat keluhan dan disabilitas fisik yang akut dan kronik dengan pernyataan disiksa. b. Hubungan derajat konsistensi antara hasil pemeriksaan fisik dan pernyataan disiksa (tidak adanya hasil pemeriksaan fisik tidak menyingkirkan kemungkinan penyiksaan). c. Hubungan derajat konsistensi antara hasil pemeriksaan fisik dengan pengetahuan metode penyiksaan dan efek lanjutan yang digunakan di suatu daerah tertentu. 2. Bukti psikologis a. Hubungkan derajat konsistensi antara hasil pemeriksaan psikologis dengan laporan dari si korban. b. Menilai hasil pemeriksaan psikologis yang berupa reaksi khas terhadap stres berat dalam konteks budaya dan sosial dari si korban. c. Indikasikan status si korban dalam perjalanan fluktuatif gangguan mental yang berkaitan dengan trauma. d. Identifikasikan stresor tambahan yang menimpa si korban (misalnya penuntutan, migrasi paksa, pembuangan, kehilangan peran sosial dan keluarga). e. Sebutkan kondisi fisik yang dapat mengakibatkan gambaran klinik, terutama pada trauma kepala selama penyiksaan. XIII. Kesimpulan dan Saran 1. Pernyataan pendapat terhadap konsistensi antara semua sumber bukti yang disebut di atas (hasil pemeriksaan diagnostik, pengetahuan mengenai praktek penyiksaan di daerah tertentu, laporan konsultasi dan sebagainya) dan pernyataan penyiksaan dan perlakuan buruk. 2. Mengulangi gejala dan/atau disabilitas yang terus menerus diderita sebagai akibat penyiksaan. 3. Saran untuk evaluasi lanjutan dan/ atau perawatan bagi si korban. XIV. Pernyataan kejujuran dari pemeriksa XV. Pernyataan restriksi untuk investigasi/ evaluasi medik XVI. Tanda tangan dokter, tanggal dan tempat. XVII.Lampiran yang relevan: curriculum vitae dokter, gambaran anatomi untuk identifikasi penyiksaan, foto, konsultasi, hasil pemeriksaan diagnostik dan PENUTUP Protokol Istanbul untuk korban penyiksaan Protokol Istanbul sebagai upaya untuk mendokumentasi hasil pemeriksaan terhadap korban penyiksaan dan perlakuan buruk, merupakan laporan minimal bagi setiap dokter yang memeriksa dan memberikan terapi. Dengan arus globalisasi yang makin deras, para dokter yang menangani korban penyiksaan dituntut untuk membuat laporan yang sesuai dengan standar internasional. 72
6 Daftar Pustaka 1. Amnesty International. Amnesty international report. London; AIP, 1999 available from URL: Istanbul_protocol/ispsych.html. 2. United Nations Office of the High Commisioner for Human Rights. The istanbul protocol. The manual on effective investigation and documentation of torture and other cruel, inhuman or degrading treatment or punishment. VIII International symposium on torture. New Delhi, India; World Medical Association. Declaration guidelines for medical doctors concerning torture and other cruel, inhuman or degrading treatment or punishment in relation to detention and Vol.21 No.2 imprisonment. Tokyo, Japan; Available from URL: f_e.html. 4. Ikatan Dokter Indonesia. Buku panduan penatalaksanaan korban penyiksaan. Jakarta Prayitno, A. Penanganan aspek kejiwaan korban akibat tindakan kekerasan. Lokakarya aspek medis korban tindakan kekerasan, IDI, Makassar, Februari Phychological evidence of torture. Available from URL: istanbul_protocol/ispsych.html. 7. Guidelines for medical evaluations of torture and Ill-treatment. Available from URL: isapdx4.html. 73
ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM
ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik
Lebih terperinciDiagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K)
Diagnosis & Tatalaksana Gangguan Depresi & Anxietas di Layanan Kesehatan Primer Dr. Suryo Dharmono, SpKJ(K) Yogyakarta, 11 Oct 2014 1 Prevalensi Ganguan Psikiatrik yang lazim di Komunitas dan Pelayanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sampai saat ini kanker masih menjadi momok bagi semua orang, hal ini
Lebih terperinci16/02/2016 ASKEP KEGAWATAN PSIKIATRI MASYKUR KHAIR TENTAMEN SUICIDE
ASKEP KEGAWATAN PSIKIATRI MASYKUR KHAIR TENTAMEN SUICIDE 1 Definisi Suicidum (bunuh diri) adalah kematian yang dengan sengaja dilakukan oleh diri sendiri. Tentamen suicidum (percobaan bunuh diri) adalah
Lebih terperinciBAB 1 PSIKIATRI KLINIK
Panduan Belajar Ilmu Kedokteran Jiwa - 2009 BAB 1 PSIKIATRI KLINIK A. Pertanyaan untuk persiapan dokter muda 1. Seorang pasien sering mengeluh tidak bisa tidur, sehingga pada pagi hari mengantuk tetapi
Lebih terperinciPENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA
PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,
Lebih terperinciTUJUAN WAWANCARA MEDIS
WAWANCARA MEDIS Mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dari pasien mengenai keadaan penyakitnya (awal dan riwayat) Bagian terpenting dalam proses diagnosa dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang
Lebih terperinciHamilton Depression Rating Scale (HDRS)
Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) Pilihlah salah satu pilihan yang sesuai dengan keadaan anda, beri tanda silang (X) pada kolom yang tersedia untuk setiap pertanyaan. 1. Keadaan perasaan sedih (sedih,
Lebih terperinciPMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita
Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita
Lebih terperinciMASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.
MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang
Lebih terperinciEPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS
DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang. Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia tidak akan pernah lepas
Lebih terperinciUNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS PSIKIATRI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS PSIKIATRI Program Studi : Kedokteran Kode Blok : Blok 20 Blok : PSIKIATRI Semester : 5 Standar Kompetensi : Mampu memahami dan menjelaskan tentang
Lebih terperinciGangguan Mental Terkait Trauma. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM
Gangguan Mental Terkait Trauma Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM Gangguan Mental setelah Trauma Trauma 2 minggu 1 bulan 2 bulan 6 bulan Reaksi stres akut Berkabung
Lebih terperinciLAMPIRAN. Lampiran 1 Surat Keputusan Komisi Etik Penelitian
LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Keputusan Komisi Etik Penelitian 46 47 Email: ethic_fkukmrsi@ med.maranatha. edu KOMISI ETIK PENELITIAN FAKULTAS KEDOKTERAN UK MARANATHA - R.S. IMMANUEL BANDUNG Judul: Formulir
Lebih terperinci2.1 Lampiran Kuesioner SKALA NILAI DEPRESI DARI HAMILTON HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS)
2.1 Lampiran Kuesioner SKALA NILAI DEPRESI DARI HAMILTON HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS) Tanggal Pemeriksaan : Pemeriksa : Nama Pasien : Umur : Jenis Kelamin : Pekerjaan : Pendidikan Terakhir :
Lebih terperinciREHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER
REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER Tujuan Terapi Ketergantungan Narkotika Abstinensia: Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal. Sebagian besar pasien ketergantungan narkotika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Nilai - nilai yang ada di Indonesiapun sarat dengan nilai-nilai Islam. Perkembangan zaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia memiliki visi menciptakan masyarakat yang mempunyai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,
Lebih terperinciREHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER
REHABILITASI PADA LAYANAN PRIMER Tujuan Terapi Ketergantungan Narkotika Abstinensia: Tujuan terapi ini tergolong sangat ideal. Sebagian besar pasien ketergantungan narkotika tidak mampu atau kurang termotivasi
Lebih terperinciSTATUS PSIKIATRI. II. RIWAYAT PSIKIATRI No. Rekam Medis : Autoanamnesis : Alloanamnesis : A. Keluhan Utama. Autoanamnesis.
STATUS PSIKIATRI I. IDENTITAS PASIEN Nama : JenisKelamin : Umur : Agama : Suku : Pendidikanterakhir : Status Pernikahan : Pekerjaan : Alamat : Tempat Wawancara : Tanggal Masuk : II. RIWAYAT PSIKIATRI No.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya
Lebih terperinciKanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9
Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap
Lebih terperinciSkizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?
Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala
Lebih terperinciGANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA
GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA Pembimbing : Dr. Prasilla, Sp KJ Disusun oleh : Kelompok II Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta cemas menyeluruh dan penyalahgunaan zat. PENDAHULUAN
Lebih terperinciSejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan
Lebih terperinciHAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS)
HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS) Tanggal Pemeriksaan : Pemeriksa : Nama Pasien : Umur : Jenis Kelamin : Pekerjaan : Pendidikan Terakhir : Status Perkawinan : Agama : Suku Bangsa : Lamanya di dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Menurut Badan Pusat Statistik BPS (2010), diketahui jumlah penduduk
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik BPS (2010), diketahui jumlah penduduk indonesia mencapai 237 juta jiwa lebih, setelah merdeka hingga sampai tahun 2010 telah dilakukan enam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN Gangguan stres akut (juga disebut shock psikologis, mental shock, atau sekedar shock) adalah sebuah kondisi psikologis yang timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang mengerikan.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,
Lebih terperinciPengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum
VISUM et REPERTUM Pengertian Menurut bahasa: berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat) dan repertum (melaporkan). Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa
Lebih terperinciProses Keperawatan pada Bayi dan Anak. mira asmirajanti
Proses Keperawatan pada Bayi dan Anak mira asmirajanti introduction Perawat merawat manusia sebagai mahluk yang unik dan utuh, menerapkan pendekatan komprehensif dan merencanakan perawatan bersifat individual
Lebih terperinciDitetapkan Tanggal Terbit
ASSESMEN ULANG PASIEN TERMINAL STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur O1 dari 04 Ditetapkan Tanggal Terbit dr. Radhi Bakarman, Sp.B, FICS Direktur medis Asesmen ulang pasien
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker merupakan penyakit yang mematikan dan jumlah penderitanya semakin mengalami peningkatan. Data statistik kanker dunia tahun 2012 yang dikeluarkan
Lebih terperinciCHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA
CHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA No. Aspek yang Dinilai Contoh/Parameter 1. Mengucap salam...assalamualaikum wr wb... 2. Memperkenalkan diri dan membina sambung rasa...perkenalkan saya Andi saya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, modernisasi dan globalisasi tidak dapat dihindari lagi oleh setiap negara di dunia. Begitu pula halnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan keadaan dimana fungsi fisik, emosional, intelektual, sosial dan perkembangan atau spiritual seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima
Lebih terperinciDAFTAR KOMPETENSI KLINIK
Panduan Belajar Ilmu Kedokteran Jiwa - 2009 DAFTAR KOMPETENSI KLINIK Target Kompetensi Minimal Masalah Psikiatrik Untuk Dokter Umum: 1. Mampu mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan kasus psikiatrik
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang
Lebih terperinciIPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya.
IPAP PTSD Tambahan Prinsip Umum I. Evaluasi Awal dan berkala A. PTSD merupakan gejala umum dan sering kali tidak terdiagnosis. Bukti adanya prevalensi paparan trauma yang tinggi, (termasuk kekerasan dalam
Lebih terperinciA. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang
A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang mengalami kondisi atau episode dari depresi dan/atau manik,
Lebih terperinciHEMODIALISIS PADA PASIEN GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA. By Ns. Ni Luh Gede Suwartini,S.Kep
HEMODIALISIS PADA PASIEN GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA By Ns. Ni Luh Gede Suwartini,S.Kep Latar belakang Pasien dengan penyakit ginjal kronik akan mempengaruhi psikologis individu, salah satu kondisi pasien
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini adalah kekerasan seksual terhadap anak. Anak adalah anugerah tidak ternilai yang dikaruniakan
Lebih terperinciPokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan
1 Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan I.PENDAHULUAN Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita gangguan jiwa (skizofrenia). Sampai saat ini penanganan penderita gangguan jiwa masih sangat
Lebih terperinciBAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM
BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM 3.1 Kronologi kasus Ayah Ana Widiana Kasus berikut merupakan kasus euthanasia yang terjadi pada ayah dari Ana Widiana salah
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic
Lebih terperinciRITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI
RITA ROGAYAH DEPT.PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FKUI TIDUR Tidur suatu periode istirahat bagi tubuh dan jiwa Tidur dibagi menjadi 2 fase : 1. Active sleep / rapid eye movement (REM) 2. Quid
Lebih terperinciMengenal Gangguan Stress Pasca Trauma
Materi ini merupakan salah satu bahan kuliah online gratis bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa dan perawat pendamping Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Oleh: Tirto Jiwo Juni 2012 Tirto Jiwo
Lebih terperinciPENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007
Lebih terperinciSurat Pernyataan Riwayat Kesehatan Calon Mahasiswa Baru Universitas YARSI
Surat Pernyataan Riwayat Kesehatan Calon Mahasiswa Baru Universitas YARSI IDENTITAS CALON MAHASISWA BARU Pilihan Fakultas : Tanggal diperiksa : Nomor Pendaftaran Nama Lengkap Nama panggilan Jenis Kelamin
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.
Lebih terperinciMODUL FORENSIK FORENSIK KLINIK dan VeR. Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat
MODUL FORENSIK FORENSIK KLINIK dan VeR Penulis : Dr.dr. Rika Susanti, Sp.F Dr. Citra Manela, Sp.F Dr. Taufik Hidayat BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2015
Lebih terperinciDefinisi Bell s palsy
Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6, 2009 POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN
Lebih terperinciBAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya
BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian
Lebih terperinciPEDOMAN PELAYANAN REKAM MEDIS
PEDOMAN PELAYANAN REKAM MEDIS I. PENDAHULUAN Rekam medis berdasarkan sejarahnya selalu berkembang mengikuti kemajuan ilmu kesehatan dan kedokteran. Sejak masa pra kemerdekaan rumah sakit di Indonesia sudah
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL
PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL I. DEFINISI Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan
Lebih terperinciGAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA
GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun
Lebih terperinci1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP
NOMOR SOP : TANGGAL : PEMBUATAN TANGGAL REVISI : REVISI YANG KE : TANGGAL EFEKTIF : Dinas Kesehatan Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai PUSKESMAS TANAH TINGGI DISAHKAN OLEH : KEPALA PUSKESMAS TANAH TINGGI
Lebih terperinciSTANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI MUROTTAL A. Pengertian Terapi murottal adalah rekaman suara Al-Qur an yang dilagukan oleh seorang qori (pembaca Al-Qur an), lantunan Al-Qur an secara fisik mengandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus membutuhkan orang lain disekitarnya. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk melakukan interaksi sesama
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi
Lebih terperinciBab 1. Pendahuluan. A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis
Bab 1 Pendahuluan A. Definisi Nyeri Orofasial Kronis Berdasarkan durasi terjadinya nyeri, nyeri orofasial dapat dibedakan menjadi nyeri orofasial akut serta nyeri orofasial kronis. Nyeri orofasial akut
Lebih terperinciMAKALAH. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia
PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10 13 Oktober 2011 MAKALAH Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan ini memperlihatkan dampak dari ekspansi penyediaan
Lebih terperinciHipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Data menunjukkan bahwa ratusan juta orang di seluruh dunia menderita penyakit hipertensi, sementara hampir 50% dari para manula dan 20-30% dari penduduk paruh baya di
Lebih terperinciPENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI
PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya
Lebih terperinciasuhan keperawatan Tinnitus
asuhan keperawatan Tinnitus TINNITUS A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya
Lebih terperinciPROSEDUR STANDAR OPERASIONAL SATUAN TUGAS PENANGANAN MASALAH PEREMPUAN DAN ANAK
PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL SATUAN TUGAS PENANGANAN MASALAH PEREMPUAN DAN ANAK BAGIAN PENGADUAN MASYARAKAT BIRO HUKUM DAN HUMAS KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK TAHUN 2016 BAB
Lebih terperinciProsedur Pemeriksaan Medis dan Pengumpulan Bukti Medis Kekerasan pada Perempuan. Seminar dan Workshop Penanganan Kekerasan SeksualTerhadap Perempuan
Prosedur Pemeriksaan Medis dan Pengumpulan Bukti Medis Kekerasan pada Perempuan Seminar dan Workshop Penanganan Kekerasan SeksualTerhadap Perempuan Pendahuluan Penatalaksanaan kekerasan terhadap perempuan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Muti ah, 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kejang demam adalah kejang yang terjadi karena adanya suatu proses ekstrakranium tanpa adanya kecacatan neurologik dan biasanya dialami oleh anak- anak.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa. 3.2 Tempat dan waktu penelitian 1) Tempat penelitian : Poli Rawat Jalan
Lebih terperinciBAB І PENDAHULUAN. semakin tidak terkendali seperti: pergeseran pola makan kearah yang serba
BAB І PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman terjadi beberaapa pergeseran pola kehidupan semakin tidak terkendali seperti: pergeseran pola makan kearah yang serba instan, gaya hidup yang tidak
Lebih terperinciKesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,
Lebih terperinciSurat Pernyataan Riwayat Kesehatan Calon Mahasiswa Baru Akademi Metrologi dan Instrumentasi
Surat Pernyataan Riwayat Kesehatan Calon Mahasiswa Baru Akademi Metrologi dan Instrumentasi Program Studi : Tanggal :... Identitas Calon Mahasiswa Nomor Pendaftaran Nama Lengkap Nama panggilan Jenis Kelamin
Lebih terperinciKESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA
KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi hidup manusia menurut WHO, sehat diartikan sebagai suatu keadaan sempurna baik fisik, mental, dan sosial serta bukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinci2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da
No.24, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLHUKAM. Saksi. Korban. Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6184) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciSuryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM
Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM Istilah kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ) dalam tulisan ini merujuk pada segala bentuk kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam konteks kehidupan berkeluarga.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Defenisi Kecemasan adalah keadaan yang menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai suatu konflik atau
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciTIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS
TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TUJUAN Memahami pengertian bencana dan krisis Memahami penyebab terjadinya bencana Mengidentifikasi proses terjadinya bencana Mengidentifikasi respons individu terhadap
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciLaporan Pengabdian Masyarakat
Laporan Pengabdian Masyarakat Pemeriksaan Tekanan Darah Dan Glukosa Darah Serta Penyuluhan Pencegahan Serangan Stroke Pada Lansia Di Desa Sukajadi Kecamatan Pujud Kabupaten Rokan Hilir Oleh : Ketua : dr.
Lebih terperinciPendahuluan Masalah kesehatan jiwa sering terabaikan karena dianggap tidak menyebabkan kematian secara langsung. DALY (disability-adjusted adjusted li
GANGGUAN ANXIETAS DAN DEPRESI SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENYAKIT KARDIOVASKULER DAN PENATALAKSANAANNYA DI PELAYANAN PRIMER Carla R. Marchira Department of Psychiatry, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University,
Lebih terperinciSKILL LAB. SISTEM NEUROPSIKIATRI BUKU PANDUAN MAHASISWA TEHNIK KETERAMPILAN WAWANCARA
SKILL LAB. SISTEM NEUROPSIKIATRI BUKU PANDUAN MAHASISWA TEHNIK KETERAMPILAN WAWANCARA Skill Lab. Sistem Neuropsikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar 2014 PENGANTAR Setelah melakukan
Lebih terperinciNyeri. dr. Samuel Sembiring 1
Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui
Lebih terperinci