Rain! Kau ingin ikut dengan kami? Tidak. Aku tidak tertarik.

Transkripsi

1 Musim semi, saat paling tepat dimana setiap bunga memekarkan kuncupnya, memberi keindahan dan kebahagian bagi setiap insan. Memberi warna pada dunia setelah berakhirnya musim dingin berselimut putih. Orang-orang tampak begitu gembira menikmati awal musim, mulai dari sekelompok anak kecil yang bermain di taman, remaja yang saling berkumpul dengan teman, atau bahkan keluarga yang menghabiskan waktu bersama. Seluruh kota dipenuhi dengan atmosfer kegembiraan, canda tawa menjadi penghias setiap sudut kota, kesedihan bukan lagi menjadi masalah. Lagipula, ini adalah musim dimana cinta mulanya bersemi. Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa tetap saja dari segelintir orang yang bersenang-senang, setidaknya ada satu atau mungkin lebih di antaranya yang enggan menikmati waktu indah mereka. Rain! Kau ingin ikut dengan kami? Tidak. Aku tidak tertarik. Tak ayalnya seorang pemuda yang dipanggil Rain, kerap kali menutup dirinya dari kermaian dengan sebuah ketenangan. Walau hidup seperti remaja biasa, namun bisa dilihat dari sorot matanya bahwa ia seperti tidak tertarik dengan apapun, kosong tanpa jiwa. Setiap kali kakinya melangkah memaksa diri untuk keluar, jangankan untuk menyapa seseorang, menatap pada setiap yang berpapasan dengannya saja tidak tertarik. Bahkan ketika seorang teman mungkin kenalannya menyapa, ia hanya menjawab dengan dingin tanpa mengalihkan sedikitpun kedua matanya dari sebuah buku di tangannya. Ada apa dengan pemuda ini? Mungkin sebagian besar orang yang melihat Rain akan bertanya-tanya, merasa kasihan karena begitu suram, namun di sisi lain juga tak ingin tahu-menahu apa yang ingin diperbuat pemuda berhiaskan surai hitam pekat tersebut.

2 Melihat pada kenyataan, lebih seperti Rain yang selalu merasa bosan, tidak ada hal yang begitu penting untuk dilakukan. Hanya menjalani rutinitas harian yang terus berulang setiap harinya, tanpa merasakan apapun dalam benaknya. Lalu, apa yang menjadi harapannya?... Dalam sebuah ruang bernuansa putih bersih, tanpa dekorasi menempel di dinding, hanya berhiaskan beberapa kursi tempat Rain sekarang duduk, memperhatikan sebuah tubuh gadis kecil yang terbaring di atas ranjang. Lemah tak bertenaga, kulit pucat dengan suhu tubuh yang sangat rendah, melihatnya membuat kedua iris pekat Rain lirih. Gadis di sana bukanlah sekedar kenalan atau teman melainkan adik perempuannya sendiri. Sudah semenjak beberapa hari yang lalu sang adik jatuh sakit, walau bukan seperti sakit keras yang mengancam nyawa, namun tetap memerlukan penanganan serius dari dokter. Rain... panggil gadis itu pelan. Kelopak mata gadis itu terbuka perlahan, mengerjap beberapa kali menyesuaikan biasan cahaya yang datang menyambut, memperlihatkan permata onyx dengan sinar redup dibaliknya. Tersenyum lemah yang ia lakukan pertama kali saat menolehkan pandangan kepada seorang kakak yang tengah menemaninya. Ayumi, kau sudah bangun? Rain bangkit dari kursi, membuat dirinya untuk lebih mendekat kepada Ayumi, kau tidak apa-apa? Aku baik-baik saja. Ayumi mengangkat tubuhnya perlahan untuk duduk, dengan sedikit bantuan dari Rain karena tidak begitu kuat menahan beban tubuhnya sendiri. Rain tersenyum kecil, menyambut kedatangan kembali Ayumi dari dunia mimpi. Telapak tangannya mengusap lembut surai gadis itu, memberikan sedikit perlakuan manja untuk membuatnya nyaman.

3 Hening sesaat dalam ruang rawat tersebut, Ayumi hanya diam menerima perlakuan Rain yang begitu lembut padanya. Kehangatan menjalar perlahan dalam tubuh, sedikit mengurangi rasa dingin yang menusuk tulangnya. Namun, dalam pikirnya Ayumi selalu bertanya-tanya kenapa sang kakak tidak pernah bersikap seperti ini kepada orang lain? Sifat dingin Rain seperti bukanlah sebuah alasan untuk memakai topeng, setidaknya Ayumi tahu masalah apa yang dimiliki oleh Rain pada orang-orang. Kau tidak menghabiskan waktumu di luar? tanya Ayumi kembali menatap Rain. Lagi-lagi pertanyaan yang sama setiap harinya, Rain sudah mendengar kalimat itu setiap kali ia berkunjung. Kekhawatiran Ayumi sangat berlebihan menurutnya. Seharusnya kau berterima kasih karena aku sudah datang, jawab Rain. Tapi jika begini terus, kau tidak akan bisa menemukan seorang istri! Ayumi menggembungkan pipi, kesal dengan kakaknya yang selalu mengalihkan topik pembicaraan. Memang bisa dikatakan, pemuda yang berusia sepadan dengan Rain sudah cukup mapan untuk menikah, namun ia sendiri belum terpikirkan untuk menjalin hubungan seperti itu. Belum lagi, gadis yang sesuai dengan kriterianya masih belum ditemukan. Untuk saat ini, Rain mempunyai seorang adik perempuan yang masih harus diawasinya. Jika harus menikah sekarang, entah bagaimana nasib Ayumi nantinya yang menjadi kekhawatiran pemuda itu. Kau tenang saja, ucap Rain seraya kembali menduduki kursinya, nanti jika sudah waktunya aku akan menemukan gadis yang kuinginkan. Benar-benar tidak dapat dipercaya, Ayumi memalingkan wajahnya ke arah lain, merengut mendengar alasan Rain yang selalu sama setiap waktunya. Walau berkata seperti itu, namun belum pernah terlihat sekalipun Rain dekat dengan gadis manapun. Jangankan untuk mencari pendamping hidup, bahkan bertatap muka enggan dilakukannya.

4 Bodoh, satu kata yang pantas diberikan untuk pemuda seperti Rain. Bukan tanpa alasan Ayumi menyuruh Rain melakukan hal itu, justru dengan menemukan pendamping menjadi satu-satunya jalan untuk mengisi kekosongan hati. Jika saja Rain bukan kakaknya, mungkin sejak tadi kepalan tangan Ayumi sudah melayang dan mendarat indah di pipi Rain. Ayumi kembali membaringkan tubuhnya di atas ranjang, menarik selimutnya tinggi menutup diri secara penuh. Tak ada yang bisa dilihatnya ataupun melihatnya, layaknya seperti mayat yang hendak dikubur. Salah satu pertanda buruk bagi Rain, jika sudah seperti ini bisa dipastikan sang adik sedang marah. Akan sulit untuk berbicara lagi sekarang, meminta maaf juga percuma. Jadi apa yang harus aku lakukan, Ayumi? tanya Rain. Tidak ada jawaban terdengar, membuat Rain menghela napas pasrah. Ia benar-benar tidak ingin terlibat dengan masalah repot seperti ini, hanya saja Ayumi itu adiknya. Membiarkannya begitu saja bukanlah tindakan yang benar. Terpaksa ia harus mengalah. Egonya tidak akan bertahan lama untuk mempertahankan harga diri, dibenci Ayumi salah satu hal yang mengerikan untuknya. Baiklah, aku mengerti. Aku akan keluar sekarang. Rain bangkit kembali, berjalan perlahan menuju pintu keluar dan beranjak dari sana, aku akan kembali lagi, ucapnya sebelum menutup pintu dan pergi. Mendengar suara pintu tertutup, selimut yang digunakan untuk menutup tubuh oleh Ayumi sedikit terbuka, memberikan celah untuk netranya mengintip. Sudah tidak ada lagi orang selain dirinya di sana, membuatnya sedikit bernapas lega dan kembali menurunkan selimut. Perhatiannya kini tertuju pada pemandangan yang ada di luar jendela, cerah bersinar penuh warna-warni bunga bermekaran, didominasi dengan merah muda guguran bunga Sakura, sedikit berharap kakak bodohnya itu bisa menemukan kebahagiaan. Benar-benar Rain bodoh. Aku juga ingin melihatmu bahagia.

5 Sedikit curahan hati, Ayumi tersenyum kecil sambil bergumam pelan. Terus dipedulikan seperti ini kadang membuat ia tak tahan, harus ada gadis yang lebih beruntung bisa merasakan kehangatan dan kelembutan Rain yang tersembunyi. Kira-kira siapa gadis beruntung yang akan merasakannya?... Rumah sakit ini bisa dikatakan menjadi salah satu rumah sakit yang cukup indah. Tidak seperti kebanyakan yang dibangun dalam model gedung bertingkat, tempat di mana Ayumi dirawat saat ini layaknya seperti sebuah taman. Sangat luas, sampai setiap ruangannya ditandai dengan blok tersendiri sebagai pemisah setiap ruangan yang digunakan, tergantung dari kelasnya. Di samping itu, sebagian besar lahan yang digunakan menjadi tempat untuk pepohanan dan berbagai jenis bunga tumbuh. Rain sangat mengenal baik pemilik rumah sakit ini, yang setidaknya pernah menyelamatkan nyawanya dan Ayumi. Saat ditanya kenapa membuat rumah sakit yang luas daripada bertingkat, sang dokter menjawab dengan senyuman; akan lebih baik jika suasana di sini sangat indah, membantu untuk proses penyembuhan pasien. Walau tidak tahu-menahu banyak soal kesehatan, setidaknya Rain mengerti maksudnya. Daripada rumah sakit seperti gedung, dimana atmosfer sekitarnya sangat berat dan cukup menyesakkan, jauh lebih segar dan sejuk di tempat seperti ini. Terlepas dari semua, Rain sendiri kini sudah tidak sadar dimana dan kemana arah tujuannya sekarang. Kedua kaki kecilnya yang membawa tubuh sampai sejauh ini, memang lelah bukan menjadi masalahnya, namun sepertinya dia sudah terlalu jauh pergi dari ruangan Ayumi. Bingung menatap sekitar, jika dilihat sepertinya di sini bagian paling belakang dari rumah sakit. Sepi dan tenang juga tempat yang sangat berbeda dengan yang lain, jauh lebih banyak pepohonan dan bunga tumbuh. Belum pernah terekam dalam ingatan Rain keberadaan tempat ini selama ia mengenal sang pemilik rumah sakit. Hanya karena luas bukan berarti pemuda bak indah gelap malam itu tidak hapal dengan jalan di sana, lebih seperti tidak ada akses untuk menujunya.

6 Yah... Aku tersesat. Rain terus melangkah mengikuti alur yang membawanya, tak berniat untuk kembali segera. Tempat itu terhubung langsung ke dunia luar tanpa ada yang menutupi, yang menjadi payung peneduh sepanjang jalur adalah jejeran pohon Sakura yang rimbun dan mekar. Belum lagi sekarang sedang musim semi, guguran kelopak merah mudanya menjadi sebuah hujan yang dapat menenggelamkan seseorang dalam dunia fantasi tanpa batas. Entah kenapa, pemandangan seperti ini sedikit menarik hati Rain untuk menikmatinya lebih dan lebih. Tanpa henti langkahnya terus menuntun semakin jauh, tak tahu kemana ujung jalur akan membawa ia sudah tidak peduli lagi. Tak terasa kini pemuda itu sudah berada pada ujung tapakan batu yang menjadi tuntunan perjalanan, sorot matanya dikejutkan lagi dengan pemandangan taman yang dibatasi pagar, menjadi pemisah wilayah di luarnya. Satu pohon besar tumbuh di tengah-tengah, antara setiap jenis bunga yang mengelilingi tempat akarnya berpijak. Namun, hal itu tampak biasa untuk Rain, satu yang membuatnya terkejut bukanlah keberadaan taman tersebut. Ada seorang gadis duduk tertidur di bawah pohon itu. Rain berjalan memasuki pagar pembatas, melihat lebih dekat untuk memastikan bahwa kedua matanya tidak salah melihat. Benar-benar seorang gadis sungguhan yang berada di sana, indah surai putih seperti salju menjuntai ke bawah hingga menyentuh rumput, berbalut gaun putih bersih juga berpadu dengan paras cantik. Dari dalam hati, Rain kagum saat melihatnya. Semakin menumbuhkan rasa penasaran untuk lebih dekat pada sang gadis, walau matanya terpejam tetapi ia tahu ada sesuatu yang berbeda dari gadis ini. Sangat cantik.

7 Ketika hendak mendekat, gadis itu membuka kedua kelopak matanya perlahan, memaksa Rain untuk kembali mundur karena terkejut. Pandangannya mengarah pada satu-satunya pemuda di sana, merasakan ada keberadaan orang lain selain dirinya, kecantikan sesungguhnya keluar seketika. Rain diam membatu, tak mampu berkata-kata ketika bertemu pandang dengan sang gadis. Peringainya lembut menenangkan hati, dengan tatapan bercahaya penuh harapan, kemilau permata rubi dalam iris gadis itu seperti sedang menyorot ke dalam hati Rain yang kelam. Kau siapa? kalimat peratama dari sang gadis. Suara lembut menyapa indera pendengaran Rain yang tetap diam, ia sadar bahwa gadis itu sedang berbicara padanya, hanya seperti tak mampu untuk membalas kata. Bagi orang asing sepertinya, tentu akan sangat aneh masuk ke wilayah orang tanpa izin. Namun, mulanya bukan maksud dirinya untuk mengganggu, tubuh yang bergerak sendiri menuntunnya datang. Kenapa kau terlihat sangat sedih...? Sebuah kalimat lain yang keluar, sangat menancap pada hati Rain yang kosong. Tatapan tajamnya memang mengintimidasi, tetapi lawannya tak gentar sedikitpun untuk membalas. Sorot mata yang sangat dalam dan lembut di saat yang bersamaan, menunjukkan ketulusan dan kemurnian hati sang pembicara saat berkata-kata. Bahkan membuat seseorang seperti Rain terpikat. Untuk mengenalnya lebih jauh. Apa yang kau maksud? tanya Rain, seakan tidak mengerti maksud dari pertanyaan sang gadis. Tak sedikitpun gadis itu bergeming, bahkan perhatian terus melekat hanya pada sang pemuda. Senyap datang menyelimuti mereka, hanya ada angin yang sayup-sayup bertiup melambaikan setiap helai rambut.

8 Gadis itu tahu benar, bahkan hanya dengan melihat, lawan bicaranya sedang berbohong. Kesadaran diri juga dimilikinya, bukan sebuah hak untuknya bertanya masalah orang yang baru ia jumpai. Namaku Sakuya. Senyuman manis mengukir paras cantiknya, berkenalan secara sopan lebih memberikan kesan daripada bertanya yang tidak-tidak, senang berkenalan denganmu. Begitu terpana melihat senyuman sang gadis, mampu menyentuh hati Rain hanya dalam beberapa detik saja. Dan juga Sakuya, benar-benar nama yang indah untuk gadis itu. Namaku Rain. Salam kenal. Rain tersenyum kecil membalas Sakuya. Walau samar, namun senyumannya jauh lebih lembut dari yang diberikan kepada Ayumi sebelumnya. Mungkin sesuatu yang berbeda akan terjadi mulai dari sekarang.