KODEFIKASI RPI 25. Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KODEFIKASI RPI 25. Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan"

Transkripsi

1 KODEFIKASI RPI 25 Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan

2

3 Lembar Pengesahan Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan 851

4 852 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF

5 Daftar Isi Lembar Pengesahan Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Singkatan I. ABSTRAK II. LATAR BELAKANG III. RUMUSAN MASALAH IV. TUJUAN DAN SASARAN V. LUARAN VI. RUANG LINGKUP VII. METODE VIII. INSTANSI PELAKSANA, RENCANA TATA WAKTU DAN RENCANA BIAYA PENELITIAN IX. ORGANISASI X. DAFTAR PUSTAKA XI. KERANGKA KERJA LOGIS Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan 853

6

7 Daftar Tabel Table 1. Kontribusi Sektor Kehutanan dan Hasil-Hasilnya dalam Pembentukan Produk Domestik Bruto Harga Konstan Table 2. Pertumbuhan Sektor Kehutanan dalam Perekonomian Harga Konstan Table 3. Pertumbuhan Sektor Industri Kayu dan Produk-Produk Lainnya dalam Perekonomian Harga Konstan Table 4. Rencana lokasi penelitian Table 5. Matriks instansi pelaksana, tata waktu dan rencana biaya penelitian Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan 855

8

9 Daftar Singkatan B/C DR HHL HHBK HR HS HTI HTR IKBR IRR KBP LHP PDB PSDH : Benefit/Cost : Dana Reboisasi : Hasil Hutan Lain : Hasil Hutan Bukan Kayu : Hutan Rakyat : Harmonized System : Hutan Tanaman Industri : Hutan Tanaman Rakyat : Industri Kayu, Bambu dan Rotan : Internal Rate of Return : Kayu Bulat dan Perburuan : Laporan Hasil Penelitian : Produk Domestik Bruto : Provisi Sumberdaya Hutan Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan 857

10

11 I. ABSTRAK Kontribusi sektor kehutanan pada Produk Domestik Bruto nasional dapat mencapai lebih dari 2% apabila tidak terjadi illegal logging dan illegal trade serta inefisiensi pemanfaatan hutan dan pengolahan kayu serta pasar kayu tidak terdistorsi. Secara umum penelitian integratif ini bertujuan untuk mengaji tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan dan secara khusus mengaji: (1) besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman, (2) daya saing investasi industri hasil hutan, dan (3) daya saing perdagangan hasil hutan. Besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman dikaji menggunakan indikator ekonomi: nilai tegakan (stumpage value), dan indikator kelembagaan: pengaturan penyediaan lahan hutan tanaman. Daya saing investasi industri hasil hutan (tanaman) dikaji menggunakan indikator ekonomi: benefit/cost ratio (B/C ratio), internal rate of return (IRR) serta penawaran dan permintaan kayu, dan indikator kelembagaan: perizinan usaha hutan tanaman. Daya saing perdagangan hasil hutan dikaji menggunakan indikator ekonomi: keunggulan komparatif (comparative advantage) dan efisiensi sistem tataniaga, serta indikator kelembagan: pengaturan perdagangan hasil hutan di dalam dan luar negeri, termasuk harmonized system (HS) dan non tariff barrier. Sasaran penelitian integratif ini adalah diperolehnya informasi faktorfaktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi: (1) besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman, (2) daya saing investasi industri hasil hutan, dan (3) daya saing perdagangan hasil hutan. Hasil penelitian integratif ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan dalam menetapkan kebijakan memperbaiki tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan, termasuk di dalamnya perhitungan besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman. Kata Kunci: industri, perdagangan, investasi, hasil hutan, daya saing. II. LATAR BELAKANG Sumberdaya hutan memiliki tiga peran. Pertama adalah sebagai penghasil barang dan jasa. Sebagai penghasil barang, sumberdaya hutan menyediakan Hasil Hutan Kayu (HHK) dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Sebagai penghasil jasa, ekosistem hutan mempertahankan, antara lain: penyediaan sumber mata air, pembentukan iklim mikro, penyerapan karbon (carbon sequestration) dan pemandangan alam yang unik. Kedua adalah sebagai penopang sistem kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Komunitas masyarakat lokal yang hidup di sekitar hutan memandang hutan sebagai sumber mata pencaharian maupun hutan sebagai sarana peribadatan (Colfer, et al, 2001). Sebagai sumber mata pencaharian, karena hutan bisa menjadi tempat untuk mencari nafkah dengan memanfaatkan hasil hutan berupa kayu, rotan, madu dan ikan. Sebagai sarana peribadatan, Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan 859

12 karena hutan bisa menjadi tempat peribadatan tertentu. Ketiga adalah sebagai sistem penyangga kehidupan. Sebagai sistem penyangga kehidupan, sumberdaya hutan membentuk dan mempertahankan fungsifungsi ekologis (rantai makanan dan kehidupan beragam makhluk hidup, flora dan fauna) dalam keseimbangan dan berkelanjutan. Sehingga hutan dapat berfungsi sebagai penjaga siklus makanan beragam makhluk hidup; pengatur tata air dan pencegah banjir; pengendali erosi; pencegah intrusi air laut; pemelihara kesuburan tanah; dan pembentuk kondisi udara bersih. Meskipun peran sumberdaya hutan sangat penting bagi kehidupan umat manusia, peran sektor kehutanan dalam perekonomian sangat kecil, yaitu hanya sekitar 1% dari PDB (Produk Domestik Bruto) dan bila produkproduk kayu olahan juga dimasukkan, hanya meningkat menjadi sekitar 2% dari PDB (Tabel 1). Namun kontribusi yang kecil bukan hanya milik sektor kehutanan. Sektor-sektor yang lain, seperti perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, serta perikanan juga memiliki kontribusi yang kurang lebih sama dengan sektor kehutanan, yaitu sekitar 2%. Sektor pertambangan migas juga memiliki kontribusi yang tidak besar sekitar 6%, sementara industri migas malah hanya sekitar 3%, lebih kecil dibanding tanaman bahan makanan sekitar 7%. Persoalan pokoknya bukanlah pada besaran kontribusi sektor kehutanan, melainkan dampak penggandanya (multiplier effect) dalam perekonomian dan yang lebih penting lagi, adakah sumberdaya hutan dimanfaatkan secara lestari? Table 1. Kontribusi Sektor Kehutanan dan Hasil-Hasilnya dalam Pembentukan Produk Domestik Bruto Harga Konstan 2000 Uraian Miliar Rupiah * 2009** PDB , , , , , ,5 1. Kehutanan , , , , , ,8 Persentase terhadap PDB 1,05% 0,98% 0,91% 0,84% 0,79% 0,77% 2. Industri kayu & produkproduk lainnya , , , , , ,2 Persentase Terhadap PDB 1,23% 1,15% 1,08% 1,00% 0.98% 0.92% 860 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF

13 Uraian Miliar Rupiah * 2009** PDB , , , , , ,5 3. Kehutanan & hasil-hasilnya (1+2) 37, , , , , ,0 Persentase Terhadap PDB 2,28% 2,13% 1,99% 1,84% 1.77% 1.69% Sumber: BPS; * angka sementara; ** angka sangat sementara Jika sektor kehutanan dan hasil-hasilnya didisagregasi ke dalam tiga subsektor, yaitu: industri kayu, bambu dan rotan (IKBR), kayu bulat dan perburuan (KBP), dan hasil hutan lain (HHL), hasil penelitian (Astana dkk, 2003) menunjukkan masing-masing memiliki nilai pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja yang tinggi. Nilai pengganda output subsektor IKBR adalah 1,926-2,664, subsektor KBP, 1,401-1,841 dan subsektor HHL, 1,387-1,907. Nilai pengganda output subsektor IKBR sebesar 1,926 memiliki arti bahwa jika output subsektor IKBR meningkat sebesar satu satuan akibat kenaikan permintaan akhir, maka output perekonomian akan meningkat sebesar 1,926 satuan. Sedangkan nilai pengganda pendapatan subsektor IKBR adalah 1,946-4,020, subsektor KBP, 1,406-2,053 dan subsektor HHL, 1,453-1,680. Nilai pengganda pendapatan subsektor IKBR sebesar 1,946 memiliki arti bahwa jika pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor IKBR meningkat sebesar satu satuan akibat kenaikan permintaan akhir, maka pendapatan rumah tangga dalam perekonomian akan meningkat sebesar 1,946 satuan. Nilai pengganda tenaga kerja subsektor IKBR adalah 4,961-8,035, sub sektor KBP, 1,140-1,496 dan sub sektor HHL, 1,178-1,186. Nilai pengganda tenaga kerja subsektor IKBR sebesar 4,961 memiliki arti bahwa bila penyerapan tenaga kerja di sektor IKBR meningkat sebanyak satu satuan akibat kenaikan permintaan akhir, maka penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian akan meningkat sebesar 4,961 satuan. Meskipun sektor kehutanan memiliki nilai pengganda dalam perekonomian yang tinggi, namun peranan tersebut akan hilang jika hutannya tidak dimanfaatkan secara lestari. Dapat dibayangkan jika produksi kayu dan hasil hutan lainnya sama dengan nol, karena hutan (produksi) sudah habis ditebang, maka apa yang akan terjadi dalam perekonomian adalah impor kayu dan hasil hutan lain untuk memenuhi kebutuhan. Ini tentunya akan menguras devisa, dan pada gilirannya akan mengganggu neraca pembayaran (balance of payment) dan perekonomian Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan 861

14 secara keseluruhan, terlebih bila cadangan devisa dalam kondisi tipis. Kenyataan menunjukkan sejak pembangunan ekonomi dimulai tahun 1970an, laju kerusakan sumberdaya hutan terus meningkat. Laju kerusakan dan pengurangan sumberdaya hutan lebih tinggi dibanding laju pemulihan dan penambahan. Luas tutupan dan potensi per ha hutan terus mengalami penurunan. Kerusakan dan pengurangan sumberdaya hutan mengganggu tiga peran sumberdaya hutan, yaitu: sebagai penghasil barang dan jasa; sebagai penopang sistem kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat; dan sebagai sistem penyangga kehidupan. Seiring dengan penurunan luas tutupan dan potensi per ha hutan (produksi), PDB sektor kehutanan dan hasil-hasilnya mengalami pertumbuhan negatif. Pada tahun 2004 meskipun PDB sektor kehutanan mengalami pertumbuhan positif sebesar 1,28%, rataan per tahun periode mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0.40% (Tabel 2). Dalam periode , sektor industri kayu dan produk-produk lainnya juga mengalami pertumbuhan negatif rataan per tahun sebesar 0.57% (Tabel 3). Pertumbuhan PDB sektor kehutanan dan hasil-hasilnya yang negatif memberikan bukti telah terjadinya pemanfaatan hutan yang tidak lestari. Ini merupakan sebuah fenomena yang ironis, karena hutan merupakan sumberdaya yang terbarukan. Table 2. Pertumbuhan Sektor Kehutanan dalam Perekonomian Harga Konstan 2000 Tahun Miliar Rupiah % Pertumbuhan ,80 1, ,90-1, ,90-2, ,40-1, * , ** ,80 1,51 Rataan , Sumber: BPS; * angka sementara; ** angka sangat sementara 862 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF

15 Table 3. Pertumbuhan Sektor Industri Kayu dan Produk-Produk Lainnya dalam Perekonomian Harga Konstan 2000 Tahun Miliar Rupiah % Pertumbuhan ,50-2, ,50-0, ,20-0, ,60-1, * , ** ,46 Rataan Sumber: BPS; * angka sementara; ** angka sangat sementara Kontribusi sektor kehutanan dapat mencapai lebih dari 2% apabila tidak terjadi illegal logging dan illegal trade serta inefisiensi pemanfaatan hutan dan pengolahan kayu serta pasar kayu tidak terdistorsi. Terkait hal ini, terdapat pandangan bahwa kegiatan investasi di bidang industri hasil hutan dipandang kurang menarik dibanding industri bukan hasil hutan (perkebunan), karena prosedur investasi yang kurang transparan dan kelayakan finansial yang relatif rendah. Di samping itu, terdapat juga pandangan bahwa kebijakan industri dan perdagangan hasil hutan belum kondusif. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor kehutanan relatif kecil karena pembagian keuntungan (manfaat) secara berkeadilan belum sepenuhnya diterapkan dan cenderung menurun karena produksi kayu tidak lestari. Dampak krisis finansial global diperkirakan semakin menekan investasi industri dan perdagangan hasil hutan namun pada tingkat tertentu dapat menguntungkan dari sisi penghematan stok hutan. Guna meningkatkan kontribusi sektor kehutanan dalam pembentukan Produk Domestik Bruto nasional diperlukan upaya perbaikan tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan. Tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan yang baik akan meningkatkan investasi industri dan perdagangan hasil hutan serta memungkinkan peningkatan perolehan pungutan bukan pajak sektor kehutanan. Meningkatnya investasi industri dan perdagangan hasil hutan pada gilirannya akan meningkatkan kontribusi sektor kehutanan dalam pembentukan Produk Domestik Bruto nasional. Untuk itu penelitian integratif ini dilakukan. Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan 863

16 III. RUMUSAN MASALAH Kontribusi sektor kehutanan dapat mencapai lebih dari 2% apabila tidak terjadi illegal logging dan illegal trade serta inefisiensi pemanfaatan hutan dan pengolahan kayu serta pasar kayu tidak terdistorsi. Untuk itu diperlukan upaya perbaikan tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan. Tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan yang baik akan meningkatkan investasi industri dan perdagangan hasil hutan serta memungkinkan upaya peningkatan penerimaan negara bukan pajak dari hasil hutan. Peningkatan investasi dan perdagangan hasil hutan pada gilirannya akan menaikkan kontribusi sektor kehutanan dalam pembentukkan Produk Domestik Bruto nasional. Permasalahannya adalah apa saja faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi: (1) besaran pungutan bukan pajak hasil hutan, (2) daya saing investasi industri hasil hutan, dan (3) daya saing perdagangan hasil hutan. Daya saing investasi industri hasil hutan yang dikaji meliputi: (a) investasi usaha Hutan Tanaman Industri (HTI; hasil hutan kayu HTI), (b) investasi usaha Hutan Tanaman Rakyat (HTR; hasil hutan kayu HTR), (c) investasi usaha Hutan Rakyat (HR; hasil hutan kayu HR), dan (d) investasi usaha perkebunan (sebagai pembanding). Daya saing perdagangan hasil hutan yang dikaji adalah daya saing perdagangan produk kehutanan yang berorientasi pasar ekspor (kayu dan rotan). Besaran pungutan bukan pajak yang dikaji adalah besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman (HTI; HTR). IV. TUJUAN DAN SASARAN Secara umum bertujuan untuk mengkaji tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan dan secara khusus mengkaji: (1) besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman, (2) daya saing investasi industri hasil hutan, dan (3) daya saing perdagangan hasil hutan. Sasaran yang ingin dicapai: 1. Tersedianya informasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman 2. Tersedianya informasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi daya saing investasi industri hasil hutan. 3. Tersedianya informasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi daya saing perdagangan hasil hutan. 864 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF

17 V. LUARAN Luaran yang diharapkan: 1. Rekomendasi kebijakan perhitungan besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman. 2. Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing investasi industri hasil hutan dari sisi: (1) penawaran dan permintaan kayu, (2) kelayakan finansial usaha hutan tanaman, dan (3) perizinan usaha hutan tanaman. 3. Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing perdagangan hasil hutan yang berorientasi ekspor dari sisi: (1) keunggulan produk kehutanan, (2) efisiensi sistem tataniaga, (3) harmonized system (HS), dan (4) non tariff barrier. VI. RUANG LINGKUP Jenis kegiatan untuk memberikan rekomendasi kebijakan besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman terdiri dari: 1. Analisis nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman 2. Analisis kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman. Jenis kegiatan untuk memberikan rekomendasi peningkatan daya saing investasi industri hasil hutan terdiri dari: 1. Analisis penawaran dan permintaan kayu 2. Analisis kelayakan finansial usaha hutan tanaman dan perkebunan 3. Analisis perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan Jenis kegiatan untuk memberikan rekomendasi peningkatan daya saing perdagangan hasil hutan terdiri dari: 1. Analisis keunggulan produk kehutanan 2. Analisis efisiensi sistem tataniaga produk kehutanan 3. Analisis harmonized system (HS) produk kehutanan 4. Analisis non-tariff barrier produk kehutanan Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan 865

18 VII. METODE A. Kerangka Pikir Kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian nasional ditentukan oleh perkembangan investasi industri dan perdagangan hasil hutan. Besaran pungutan bukan pajak hasil hutan (DR- Dana Reboisasi dan PSDH- Provisi Sumber Daya Hutan) mempengaruhi perkembangan investasi industri dan perdagangan hasil hutan. Perkembangan investasi industri hasil hutan mempengaruhi perkembangan perdagangan hasil dan sebaliknya, perkembangan perdagangan hasil hutan mempengaruhi perkembangan investasi industri hasil hutan. Perkembangan investasi industri hasil hutan bergantung pada seberapa jauh industri hasil hutan memiliki daya saing dalam menarik investor untuk berinvestasi di bidang industri hasil hutan. Sedangkan perkembangan perdagangan hasil hutan bergantung pada seberapa jauh hasil hutan memiliki daya saing dalam merebut pangsa pasar, khususnya dalam konteks perdagangan internasional. Besaran pungutan bukan pajak hasil hutan serta daya saing investasi industri dan perdagangan hasil hutan dipengaruhi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan. Faktor-faktor ini merupakan permasalahan yang menjadi fokus kajian ini. B. Metode Analisis 1. Besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman dikaji menggunakan indikator ekonomi: nilai tegakan (stumpage value) dan indikator kelembagaan: pengaturan penyediaan lahan hutan tanaman. 2. Daya saing investasi industri hasil hutan dikaji menggunakan indikator ekonomi: benefit/cost ratio (B/C ratio), internal rate of return (IRR), penawaran dan permintaan kayu, serta indikator kelembagaan: perizinan usaha hutan tanaman. 3. Daya saing perdagangan hasil hutan dikaji menggunakan indikator ekonomi: keunggulan komparatif (comparative advantage), efisiensi sistem tataniaga, dan indikator kelembagaan: pengaturan perdagangan hasil hutan di dalam dan luar negeri, termasuk harmonized system (HS) dan non tariff barrier. 866 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF

19 C. Lokasi penelitian Rencana lokasi penelitian adalah sebagaimana tabel 4 berikut. Table 4. Rencana lokasi penelitian No. Kegiatan Lokasi 1. Analisis nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman; Analisis kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman 2. Analisis penawaran dan permintaan kayu; Analisis kelayakan finansial usaha hutan tanaman dan perkebunan; Analisis perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan 3. Analisis keunggulan produk kehutanan; Analisis efisiensi sistem tataniaga produk kehutanan; Analisis harmonized system (HS) produk kehutanan; Analisis non-tariff barrier produk kehutanan Jawa Tengah, Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah Jawa Barat, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur Jawa Timur, Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat VIII. INSTANSI PELAKSANA, RENCANA TATA WAKTU DAN RENCANA BIAYA PENELITIAN Instansi pelaksana yang terlibat dalam penelitian, tata waktu penelitian serta rencana biaya yang diperlukan tersaji pada tabel 5. Table 5. Matriks instansi pelaksana, tata waktu dan rencana biaya penelitian Kode PROGRAM/RPI /LUARAN / KEGIATAN PROGRAM KEBIJAKAN PELAKSANA 25 RPI 25 Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan TAHUN PELAKSANAAN / ANGGARAN (juta Rupiah) Luaran 1 : Rekomendasi kebijakan perhitungan besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman Analisis nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman Analisis kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman PUSLITSOSEK 150 PUSLITSOSEK 150 Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan 867

20 Kode PROGRAM/RPI /LUARAN / KEGIATAN PELAKSANA TAHUN PELAKSANAAN / ANGGARAN (juta Rupiah) Luaran 2 : Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing investasi industri hasil hutan Analisis penawaran dan permintaan kayu Analisis kelayakan finansial usaha hutan tanaman dan perkebunan; Analisis perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan PUSLITSOSEK 150 PUSLITSOSEK 150 PUSLITSOSEK Luaran 3 : Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing perdagangan hasil hutan Analisis keunggulan produk kehutanan; Analisis efisiensi sistem tataniaga produk kehutanan Analisis harmonized system (HS) produk kehutanan Analisis non-tariff barrier produk kehutanan PUSLITSOSEK 200 PUSLITSOSEK 150 PUSLITSOSEK 150 PUSLITSOSEK 150 TOTAL ANGGARAN IX. ORGANISASI Penelitian ini akan dilaksanakan di bawah koordinasi Puslitsosek dengan melibatkan instansi lingkup Badan Litbang Kehutanan dan instansi terkait lain. X. DAFTAR PUSTAKA Astana S., D. Djaenudin dan M. Z. Muttaqin Kajian Peranan Sektor Kehutanan dalam Perekonomian Daerah. Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi 4 (1). Puslitbang Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Bogor. Coelfer, C. J. P., R. L. Wadley, E. Harwell, and R. Prabhu Assessing Intergenerational Access to Resources: Using Criteria and Indicators in West Kalimantan, Indonesia in People Managing Forests: The Links between Human Well-Being and Sustainability, ed. by Coelfer and Byron. Resources for The Future and CIFOR. Washington. 868 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF

21 XI. KERANGKA KERJA LOGIS NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI TUJUAN: Secara umum bertujuan untuk mengaji tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan dan secara khusus mengaji: (1) besaran pungutan bukan pajak hasil hutan, (2) daya saing investasi industri hasil hutan dan (3) daya saing perdagangan hasil hutan Dihasilkan nya informasi faktorfaktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi: (1) besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman, (2) daya saing investasi industri hasil hutan, dan (3) daya saing perdagangan hasil hutan Dokumen data/ informasi/rekomendasi kebijakan terkait dengan faktorfaktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan (LHP, publikasi, dan Policy Brief) Kebijakan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penelitian kondusif. SASARAN: 1. Tersedianya informasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman Telah dilaksanakan sintesa hasil penelitian: Analisis nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman; Analisis kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman. Sintesa hasil penelitian terkait besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman. LHP, Publikasi, dan Policy Brief nilai tegakan dan kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman Tersedia hasilhasil penelitian sebagai bahan sistesis identifikasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman 2. Tersedianya informasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi daya saing investasi industri hasil hutan Telah dilaksanakan sintesa hasil penelitian: Analisis penawaran dan permintaan kayu; Analisis kelayakan finansial usaha hutan tanaman dan perkebunan; Analisis perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan Sintesa hasil penelitian terkait daya saing daya saing investasi industri hasil hutan. LHP, Publikasi, dan Policy Brief penawaran dan permintaan kayu; kelayakan finansial usaha hutan tanaman dan perkebunan; perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan Tersedia hasilhasil penelitian sebagai bahan sistesis identifikasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi daya saing investasi industri hasil hutan Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan 869

22 NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI 3. Tersedianya informasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi daya saing perdagangan hasil hutan Telah dilaksanakan sintesa hasil penelitian: Analisis keunggulan produk kehutanan; Analisis efisiensi sistem tataniaga produk kehutanan; Analisis harmonized system (HS) produk kehutanan; Analisis non-tariff barrier produk kehutanan Sintesa hasil penelitian terkait daya saing perdagangan hasil hutan. LHP, Publikasi, dan Policy Brief keunggulan komparatif produk kehutanan; efisiensi sistem tataniaga produk kehutanan; harmonized system (HS) produk kehutanan; nontariff barrier produk kehutanan Tersedia hasilhasil penelitian sebagai bahan sistesis identifikasi faktor-faktor ekonomi dan kelembagaan yang mempengaruhi daya saing perdagangan hasil hutan LUARAN: 1. Rekomendasi kebijakan perhitungan besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman Dilaksanakannya penelitian: Analisis nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman; Analisis kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman. Dokumen hasil penelitian terkait besaran pungutan bukan pajak hasil hutan tanaman. Dokumen LHP, Publikasi, dan Policy Brief nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman; kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman Seluruh kegiatan penelitian dilaksanakan. Kendala dan hambatan dalam merumuskan luaran diatasi. 2. Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing investasi industri hasil hutan Dilaksanakannya penelitian: Analisis penawaran dan permintaan kayu; Analisis kelayakan finansial usaha hutan tanaman dan perkebunan; Analisis perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan Dokumen hasil penelitian terkait daya saing investasi industri hasil hutan. LHP, Publikasi, dan Policy Brief penawaran dan permintaan kayu; kelayakan finansial usaha hutan tanaman dan perkebunan; perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan Seluruh kegiatan penelitian dilaksanakan. Kendala dan hambatan dalam merumuskan luaran diatasi. 870 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF

23 NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI 3. Rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing perdagangan hasil hutan Dilaksanakannya penelitian: Analisis keunggulan produk kehutanan; Analisis efisiensi sistem tataniaga produk kehutanan; Analisis harmonized system (HS) produk kehutanan; Analisis non-tariff barrier produk kehutanan Dokumen hasil penelitian terkait daya saing perdagangan hasil hutan. LHP, Publikasi, dan Policy Brief keunggulan komparatif produk kehutanan; efisiensi sistem tataniaga produk kehutanan; harmonized system (HS) produk kehutanan; nontariff barrier produk kehutanan Seluruh kegiatan penelitian dilaksanakan. Kendala dan hambatan dalam merumuskan luaran diatasi. KEGIATAN: 1.1. Analisis nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman 1.2. Analisis kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman Penelitian berhasil memperoleh informasi: 1. Nilai tegakan hutan tanaman dan faktorfaktor yang mempengaruhi 2. Kelemahan dan kelebihan alokasi dan distribusi lahan hutan, perizinan dan persyaratan penyediaan lahan hutan tanaman Dokumen presentasi dan pembahasan hasil penelitian: Analisis nilai tegakan (stumpage value) hutan tanaman; Analisis kebijakan penyediaan lahan hutan tanaman. Sumberdaya (kuantitas dan kualitas) mendukung. Tidak terjadi perubahan kebijakan yang membatalkan pelaksanaan penelitian Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan 871

24 NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI 2.1. Analisis penawaran dan permintaan kayu 2.2 Analisis kelayakan finansial usaha hutan tanaman dan perkebunan 2.3. Analisis perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan Penelitian berhasil memperoleh informasi: 1. Penawaran dan permintaan kayu nasional dan faktorfaktor yang mempengaruhi 2. Perbandingan kelayakan finansial usaha hutan tanaman dan perkebunan 3. Perbandingan perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan Dokumen presentasi dan pembahasan hasil penelitian: Analisis penawaran dan permintaan kayu; Analisis kelayakan finansial usaha hutan tanaman dan perkebunan; Analisis perizinan usaha hutan tanaman dan perkebunan Sumberdaya (kuantitas dan kualitas) mendukung. Tidak terjadi perubahan kebijakan yang membatalkan pelaksanaan penelitian 3.1. Analisis keunggulan produk kehutanan 3.2. Analisis efisiensi sistem tataniaga produk kehutanan 3.3. Analisis harmonized system (HS) produk kehutanan 3.4. Analisis non-tariff barrier produk kehutanan Penelitian berhasil memperoleh informasi: 1. Keunggulan produk kehutanan dan faktorfaktor yang mempengaruhi, termasuk informasi mengenai keunggulan kayu dan non kayu, dampak lingkungan kayu, serta preferensi konsumen. 2. Efisiensi sistem tataniaga produk kehutanan 3. Harmonized system (HS) produk kehutanan 4. Non-tariff barrier produk kehutanan Dokumen presentasi dan pembahasan hasil penelitian: Analisis keunggulan komparatif produk kehutanan; Analisis efisiensi sistem tataniaga produk kehutanan; Analisis harmonized system (HS) produk kehutanan; Analisis non-tariff barrier produk kehutanan Sumberdaya (kuantitas dan kualitas) mendukung. Tidak terjadi perubahan kebijakan yang membatalkan pelaksanaan penelitian 872 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF

POTRET KEADAAN HUTAN INDONESIA

POTRET KEADAAN HUTAN INDONESIA POTRET KEADAAN HUTAN INDONESIA Periode Tahun 20002009 FOREST WATCH INDONESIA POTRET KEADAAN HUTAN INDONESIA Edisi Pertama 2011 FOREST WATCH INDONESIA POTRET KEADAAN HUTAN INDONESIA PERIODE TAHUN 20002009

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 5 KATA PENGANTAR... 9 DAFTAR GAMBAR... 11 DAFTAR TABEL... 12 1. PENDAHULUAN... 14

DAFTAR ISI... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 5 KATA PENGANTAR... 9 DAFTAR GAMBAR... 11 DAFTAR TABEL... 12 1. PENDAHULUAN... 14 1 P a g e 2 P a g e Daftar Isi DAFTAR ISI... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 5 KATA PENGANTAR... 9 DAFTAR GAMBAR... 11 DAFTAR TABEL... 12 1. PENDAHULUAN... 14 1.1. Latar Belakang...14 1.2. Perumusan Masalah...16

Lebih terperinci

Otonomi Daerah Bidang Kehutanan

Otonomi Daerah Bidang Kehutanan Forests and Governance Programme No. 12/2007 Otonomi Daerah Bidang Kehutanan Implementasi dan Tantangan Kebijakan Perimbangan Keuangan Subarudi Haryatno Dwiprabowo Implementasi dan Tantangan Kebijakan

Lebih terperinci

Iklim Usaha di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU): Kajian Kondisi Perekonomian dan Regulasi Usaha

Iklim Usaha di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU): Kajian Kondisi Perekonomian dan Regulasi Usaha Menuju Kebijakan Promasyarakat Miskin melalui Penelitian Iklim Usaha di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU): Kajian Kondisi Perekonomian dan Regulasi Usaha Deswanto Marbun, Palmira Permata Bachtiar, & Sulton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Kondisi Ekonomi dan Kebijakan Sektor Pertanian. menjadi krisis multi dimensi yang dialami bangsa Indonesia ternyata sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Kondisi Ekonomi dan Kebijakan Sektor Pertanian. menjadi krisis multi dimensi yang dialami bangsa Indonesia ternyata sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kondisi Ekonomi dan Kebijakan Sektor Pertanian Sejak terjadinya krisis ekonomi pada bulan Juli 1977 yang berlanjut menjadi krisis multi dimensi yang dialami bangsa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda tergantung pada negara

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda tergantung pada negara II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usaha Mikro Kecil dan Menengah 1. Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda tergantung pada negara dan aspek-aspek lainnya.

Lebih terperinci

Apakah hutan dapat tumbuh di atas uang?

Apakah hutan dapat tumbuh di atas uang? PERSPEKTIF KEHUTANAN Apakah hutan dapat tumbuh di atas uang? Implikasi penelitian deforestasi bagi kebijakan yang mendukung REDD Markku Kanninen Daniel Murdiyarso Frances Seymour Arild Angelsen Sven Wunder

Lebih terperinci

BAB 32 PERBAIKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

BAB 32 PERBAIKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM BAB 32 PERBAIKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP Sumber daya alam dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi

Lebih terperinci

Iklim Usaha di Provinsi NTT: Kasus Perdagangan Hasil Pertanian di Timor Barat

Iklim Usaha di Provinsi NTT: Kasus Perdagangan Hasil Pertanian di Timor Barat Laporan Penelitian Widjajanti I. Suharyo Nina Toyamah Adri Poesoro Bambang Sulaksono Syaikhu Usman Vita Febriany Iklim Usaha di Provinsi NTT: Kasus Perdagangan Hasil Pertanian di Timor Barat Maret 2007

Lebih terperinci

PENGARUH PERKEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PADA SEKTOR UKM DI INDONESIA

PENGARUH PERKEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PADA SEKTOR UKM DI INDONESIA PENGARUH PERKEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PADA SEKTOR UKM DI INDONESIA Oleh Ade Raselawati NIM: 107084000542 JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA AYAM PETELUR (ANALISIS BIAYA MANFAAT DAN BEP PADA KEANU FARM, KENDAL)

KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA AYAM PETELUR (ANALISIS BIAYA MANFAAT DAN BEP PADA KEANU FARM, KENDAL) KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA AYAM PETELUR (ANALISIS BIAYA MANFAAT DAN BEP PADA KEANU FARM, KENDAL) SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang Oleh Richo Dian Krisno.A 7450406053

Lebih terperinci

INDONESIA 2005-2025 BUKU PUTIH

INDONESIA 2005-2025 BUKU PUTIH Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia INDONESIA 2005-2025 BUKU PUTIH Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Ketahanan Pangan Jakarta, 2006 KATA

Lebih terperinci

R E N C A N A U M U M P E N A N A M A N M O D A L P R O V I N S I K A L I M A N TA N T I M U R TA H U N 2 0 1 4-2025

R E N C A N A U M U M P E N A N A M A N M O D A L P R O V I N S I K A L I M A N TA N T I M U R TA H U N 2 0 1 4-2025 R E N C A N A U M U M P E N A N A M A N M O D A L P R O V I N S I K A L I M A N TA N T I M U R TA H U N 2 0 1 4-2025 N A S K A H A K A D E M I S B A D A N P E R I J I N A N D A N P E N A N A M A N M O

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Batang Hari Tahun 2013

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Batang Hari Tahun 2013 i H.A.FATTAH,SH BUPATI BATANG HARI ii SINWAN,SH WAKIL BUPATI BATANG HARI iii Drs. H. ALI REDO SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BATANG HARI iv Kata Pengantar Tahun 2013 merupakan tahun ke tiga dari rangkaian

Lebih terperinci

Pangan untuk Indonesia

Pangan untuk Indonesia Pangan untuk Indonesia Tantangan Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk menjamin ketahanan pangan bagi penduduknya. Indikator ketahanan pangan juga menggambarkan kondisi yang cukup baik. Akan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAERAH DI JAWA TENGAH

ANALISIS DAYA SAING DAERAH DI JAWA TENGAH ANALISIS DAYA SAING DAERAH DI JAWA TENGAH (Studi Kasus: Kota Semarang, Kota Salatiga, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal Tahun 2009-2011) Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

Survei Ekonomi OECD INDONESIA

Survei Ekonomi OECD INDONESIA Survei Ekonomi OECD INDONESIA MARET 2015 IKHTISAR The quality of the translation and its coherence with the original language text of the work are the sole responsibility of the author(s) of the translation.

Lebih terperinci

Perkembangan, Pemicu dan Dampak Harga Komoditas: Implikasinya terhadap Perekonomian Indonesia

Perkembangan, Pemicu dan Dampak Harga Komoditas: Implikasinya terhadap Perekonomian Indonesia Laporan Pengembangan Sektor Perdagangan Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Perkembangan, Pemicu dan Dampak Harga Komoditas:

Lebih terperinci

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Lampiran IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI Nomor : 4 Tahun 2013 Tanggal : 19 Juli 2013 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN a. PENDAHULUAN Pengelolaan keuangan daerah perlu diselenggarakan secara profesional,

Lebih terperinci

Judul Studi: PENGEMBANGAN SUMBER DANA ALTERNATIF UNTUK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Judul Studi: PENGEMBANGAN SUMBER DANA ALTERNATIF UNTUK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Judul Studi: PENGEMBANGAN SUMBER DANA ALTERNATIF UNTUK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Nama Unit Pelaksana: Direktorat Neraca Pembayaran dan Kerjasama Ekonomi Internasional E-mail: lukita@bappenas.go.id ABSTRAK

Lebih terperinci

LAPORAN TIM KOORDINASI PENYUSUNAN ASUMSI DASAR RAPBN 2013

LAPORAN TIM KOORDINASI PENYUSUNAN ASUMSI DASAR RAPBN 2013 LAPORAN TIM KOORDINASI PENYUSUNAN ASUMSI DASAR RAPBN 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL PUSAT KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO 2012 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat

Lebih terperinci

Biaya dan Manfaat Ekonomi dari Pengalokasian Lahan Hutan untuk Pengembangan Hutan Tanaman Industri di Indonesia

Biaya dan Manfaat Ekonomi dari Pengalokasian Lahan Hutan untuk Pengembangan Hutan Tanaman Industri di Indonesia CIFOR Working Paper No.30(i) Biaya dan Manfaat Ekonomi dari Pengalokasian Lahan Hutan untuk Pengembangan Hutan Tanaman Industri di Indonesia Julia Maturana Biaya dan Manfaat Ekonomi dari Pengalokasian

Lebih terperinci

Perdagangan antarnegara sudah. Peningkatan Daya Saing Industri Indonesia

Perdagangan antarnegara sudah. Peningkatan Daya Saing Industri Indonesia Peningkatan Daya Saing Industri Indonesia guna Menghadapi Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) dalam Rangka Memperkokoh Ketahanan Nasional Foto: http://tinyurl.com/bbq3wm4 PENDAHULUAN Perdagangan antarnegara

Lebih terperinci

Tata Guna Lahan di Kalimantan Tengah

Tata Guna Lahan di Kalimantan Tengah Pangan, Bahan Bakar, Serat dan Hutan Tata Guna Lahan di Kalimantan Tengah Menyatukan tujuan pembangunan dan keberlanjutan untuk optimalisasi lahan CIFOR Dialog Hutan (The Forests Dialogue/TFD), Maret 2014

Lebih terperinci

Konteks REDD+ di Indonesia. Pemicu, pelaku, dan lembaganya. Working Paper

Konteks REDD+ di Indonesia. Pemicu, pelaku, dan lembaganya. Working Paper Working Paper Konteks REDD+ di Indonesia Pemicu, pelaku, dan lembaganya Giorgio Budi Indrarto Prayekti Murharjanti Josi Khatarina Irvan Pulungan Feby Ivalerina Justitia Rahman Muhar Nala Prana Ida Aju

Lebih terperinci

BAB II KARAKTERISTK UNIT USAHA DI INDONESIA DAN PRODUKSI NASIONAL

BAB II KARAKTERISTK UNIT USAHA DI INDONESIA DAN PRODUKSI NASIONAL BAB II KARAKTERISTK UNIT USAHA DI INDONESIA DAN PRODUKSI NASIONAL 2.1 Unit Usaha Dan Perkembangan Ekonomi Tahun-tahun terakhir menjelang krisis perekonomian, Indonesia masih tumbuh dengan 7,8% pada tahun

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN DAN ANALISA DAYA SAING EKSPOR UNGGULAN DI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

LAJU PERTUMBUHAN DAN ANALISA DAYA SAING EKSPOR UNGGULAN DI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN LAJU PERTUMBUHAN DAN ANALISA DAYA SAING EKSPOR UNGGULAN DI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN Oleh: Safriansyah Staff Arutmin Indonesia Site Batulicin E-mail/No. Hp: Sapriansya@arutmin.com/081803897075 Abstract

Lebih terperinci

Kelompok Kerja Indonesia Design Power Departemen Perdagangan

Kelompok Kerja Indonesia Design Power Departemen Perdagangan STUDI INDUSTRI KREATIF INDONESIA 2008 Departemen Perdagangan RI Kelompok Kerja Indonesia Design Power Departemen Perdagangan Penasehat Dr. Mari Elka Pangestu, Menteri Perdagangan RI Pengarah Ardiansyah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci