PENDAHULUAN. Latar Selakang. nasional dengan mernilih sektor pertanian sebagai penggerak pembangunan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN. Latar Selakang. nasional dengan mernilih sektor pertanian sebagai penggerak pembangunan"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Latar Selakang Sejak awal Pelita I, Indonesia telah rnenetapkan strategi pembangunan nasional dengan mernilih sektor pertanian sebagai penggerak pembangunan nasional (agnku//ture led deve/opment strategfi. Pilihan ini telah dilaksanakan secara konsisten selama 25 tahun Pernbangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT I, ) dengan hasil: (1) perturnbuhan perekonomian nasional ratarata rnencapai lebih dari lirna persen tiap tahun, (2) rnenurunnya jurnlah orang rniskin (absolut rnaupun persentase), (3) perubahan struktur perekonornian nasional (dari pertanian rnenuju industri), dan yang paling penting adalah (4) meningkatnya taraf hidup rnasyarakat Indonesia secara keseluruhan yang bisa dilihat dari indeks rnutu hidup dan berbagai indikator kesejahteraan yang berlaku. Selama PJPT I, rnelalui pilihan pembangunan tersebut Indonesia telah marnpu menyediakan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kecukupan pangan pokok pada setiap lapisan rnasyarakat. Produksi beras berhasil naik 50 persen antara tahun 1970 sarnpai 1990, sehingga Indonesia tidak lagi rnenjadi negara pengirnpor beras terbesar di dunia (Vatikiotis, 1993:35). Penyuluhan pertanian di lapangan dilakukan oleh PPL, sedangkan di tingkat nasional dibentuk Badan Pengendali Bimas. Paket Bimas selain rnencakup kegiatan penyuluhan juga menyediakan kredit, pupuk buatan, obat-obatan, bibit unggul dan biaya hidup petani untuk semusim (Tjondronegoro, 1990:5). Pengalaman di negara-negara industri rnenunjukkan bahwa perekonomian pasar dan perturnbuhan pertanian urnurnnya didukung oleh kenaikan

2 perrnintaan akan produk-produk pertanian yang berkualitas tinggi seperti daging, susu, telur, buah-buahan dan sayur-sayuran. Hal ini rnendorong pertumbuhan yang cepat dalarn produksi sereal, karena perubahan-perubahan dalarn subsektor peternakan telah rnenimbulkan perrnintaan yang sangat besar akan biji-bijian untuk makanan ternak. Dewasa ini, biji-bijian yang digunakan untuk makanan ternak mencapai 70 persen dari biji-bijian yang dikonsumsi manusia. Dengan demikian, ternak dan biji-bijian rnakanan ternak meliputi 65 persen output bruto pertanian (Bank Dunia, 1992:51). Pasar hasil peternakan di dalam maupun di luar negeri masih terbuka luas dan bahan pangan yang dihasilkan subsektor peternakan rnernpunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Hal itu terlihat dari hasil industri peternakan yang marnpu mernperbaiki rnutu gizi makanan masyarakat, seperti daging, susu, dan telur yang mengandung protein hewani. Di lain pihak, dengan meningkatnya penghasilan masyarakat, maka daya beli rnereka terhadap hasil-hasil peternakan juga akan bertambah besar (Soeharto, 1993:3). Narnun demikian dari sisi penawaran, kecuali untuk ternak sapi dan kambing, populasi hewan ternak lainnya menurun selama periode , karena tingkat kematian dan tingkat pemotongan yang lebih tinggi dari tingkat kelahiran. Untuk menanggulangi kemerosotan populasi ternak tersebut telah diluncurkan program "birnbingan massa" dengan rnaksud melakukan intensifikasi peternakan, terutama unggas (Saragih dan Tampubolon, 1989:76). Periode rnerupakan tahap perturnbuhan subsektor peternakan yang didukung industri perunggasan yang telah tumbuh dengan cepat. Pengembangan industri perunggasan disebabkan baru berkernbangnya pernasaran produk perunggasan, sebagai akibat peningkatan permintaan yang kernudian diirnbangi dengan peningkatan produktivitas usaha perunggasan

3 karena penggunaan teknologi maju (bibit, pakan, obat-obatan, dan vaksin), disamping dukungan peralatan, serta tejadinya perubahan struktur produksi yang mengarah pada usaha komersialisasi (Perunggasan Indonesia, 1987:27). Subsektor peternakan telah rnencatat kineja yang paling baik dalam setiap Pelita dalam PJPT I, terutarna ternak unggas, baik dari sisi populasi, produksi, rnaupun ekspor. Populasi ayam telah berkembang dari 62 juta ekor menjadi 500 juta ekor dan bebek dari 7.2 juta ekor menjadi 26.5 juta ekor. Ini mengindikasikan adanya kenaikan permintaan dalarn negeri akan protein hewani, baik ditinjau dari besarnya ekspor ternak maupun tingkat produksi sendiri, sebagai konsekuensi elastisitas positif dan tinggi dari permintaan atas protein hewani (Saragih dan Tampubolon, 1989:92). Usaha perunggasan nasional, khususnya ayam ras pedaging dan petelur, menjadi contoh perkernbangan usaha yang mengesankan dalarn PJPTI. Jika pada awal tahun 1960-an usaha itu rnasih merupakan budidaya skala keluarga (backyard pou/try farming), maka dalam tempo kurang dari 25 tahun telah berhasil rnelakukan pendalaman struktur, baik ke arah hulu (subsistem agribisnis hulu) maupun ke arah hilir (subsistem agribisnis hilir), sehingga dewasa ini perunggasan nasional telah menjadi suatu agribisnis modern dan penting (Saragih, 1992: 1). Menurut data Ditjen Peternakan (1995), pada subsistem agribisnis hulu perunggasan terdapat industri pernbibitan dengan jenjang pembibitan Day O/d Chicken (DOC):PL/GGPS + PS -3 FS. lumlah industri Pure Line (PL)/GreaC Grand Parent Stuck (GGPS) ada satu buah; industri Grand Parent Stock (GPS) ada 13 buah; dan industri ParentSkxk(PS) ada 94 buah. Selain itu, juga terdapat 54 buah industri pakan ternak; buah perusahaan yang bergerak pada produksi atau distribusi/perdagangan obat-

4 obatanlvaksin ternak. Dengan dernikian, ayarn ras rnerupakan satu-satunya komoditas peternakan (saat ini) yang rnerniliki struktur hulu yang relatif kuat. Dengan struktur subsistem agribisnis hulu yang dernikian kuat, pada tahun 1995 subsistem agribisnis on-farm dari unggas telah marnpu menghasilkan sekitar 500 ribu ton daging ayarn ras dan hampir 400 ribu ton telur ayam ras konsumsi. Struktur konsumsi daging dan telur nasional rnenunjukkan bahwa pangsa daging ayam ras rnencapai 55 persen dan pangsa telur ayarn ras mencapai sekitar 65 persen, telah dipenuhi dari agribisnis perunggasan nasional/dornestik. Selain itu, pada subsistem agribisnis hilirnya telah berkernbang industri pengolahan hasil ayarn ras (baik yang rnenghasilkan produk ready to cook rnaupun produk ready to eat) di samping kegiatan perdagangan produk ayarn ras di pasar domestik dan ke luar negeri. Tentu saja pengembangan agribisnis perunggasan nasional ke depan adalah berupaya memasuki pasar internasional dengan merebut peluang-peluang yang ada, apalagi dengan akan berlakunya era persaingan bebas. Program pengembangan perunggasan secara nasional, telah menghasitkan tingkat perturnbuhan populasi dan produksi yang relatif tinggi, disamping rnenghasilkan pula pelapisan peternak yang sernakin tajarn. Keragaman pelapisan tersebut tidak hanya berkaitan dengan skala usaha, tetapi juga berhubungan dengan rnasalah pendapatan dan tingkat keuntungan. Dampak ekonomi dan sosial dari pengembangan perunggasan yang sangat cepat dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan mendasar, seperti perbaikan tingkat produktivitas, efisiensi pakan, efisiensi pemasaran serta berkernbangnya skala usaha. Hal-ha1 itu pada akhirnya menimbufkan pertentangan antara peternak ayarn skala besar (commerciai) dengan peternak ayarn skala kecil dan keluarga (Jurnal Birnas Ayam, 1982/1983:72-90).

5 Pertentangan antara peternak skala besar dan kecil tersebut seringkali rneningkat tajarn dan rnenirnbulkan berbagai rnasalah. Untuk rnengatasi darnpak negatif tersebut, Pernerintah menerbitkan Keputusan Presiden (KEPPRES) No. 50 Tahun 1981 (Perunggasan Indonesia, 1987:27) yang memuat pengaturan skala usaha bagi peternak besar. Sernbilan tahun kemudian lahir KEPPRES 22 tahun 1990 untuk rnengatur budidaya usaha peternakan ayarn ras. Enarn tahun kernudian (1996) diterbitkan Petunjuk Pelaksanaan Pernbinaan Usaha Peternakan Ayam Ras rnelalui Keputusan Menteri Pertanian No. 472/Kpts/TN.330/6/96. Saat ini, perunggasan nasional didominasi oleh ayarn ras pedaging, petelur, dan ayarn buras. Ketiga jenis ternak ayarn itu rnerniliki cara perneliharaan, pernrosesan serta pemasaran yang berbeda, sehingga peternaknya merniliki karakteristik yang berbeda pula. Keterarnpilan, pengetahuan dan sikap yang dibutuhkan untuk rnernelihara ketiga jenis ternak ayarn itu juga berbeda. Di sisi lain, masing-masing peternak ayam tersebut rnerniliki skala usaha tertentu, yang berbeda satu sarna lainnya. Walaupun ada sejurnlah peternak besar narnun secara urnurn usaha peternakan di Indonesia relatif masih lernah. Lebih dari 90 persen usaha peternakan di Indonesia rnerupakan usaha dari peternak kecil yang relatif lernah. Ciri-ciri rnereka adalah: ukuran skala usahanya kecil, lernah dalarn perrnodalan dan pendidikan peternaknya relatif rendah ditinjau dari pengetahuan beternaknya, dan kegiatan itu urnumnya rnerupakan usaha sarnbilan, sedang teknologi yang diterapkan juga rnasih sangat sederhana sehingga produktivitas usahanya rendah dan rnutu produknya kurang tejarnin. Usaha seperti itu jelas kurang rnenguntungkan dan sangat peka terhadap berbagai perubahan kondisi lingkungan. Karena itu, kegiatan rnereka perlu terus didorong lebih rnaju dengan rnengernbangkannya rnelalui agroindustri (Soeharto, 1993:3).

6 Bentuk agroindustri peternakan yang handal harus ditopang dengan upaya yang efektif untuk rneningkatkan kualitas surnberdaya rnanusia peternaknya. 3ika di masa lalu jurnlah peternak menjadi salah satu keungggulan kornparatif, rnaka di masa rnendatang kualitas surnberdaya manusia lebih berpengaruh dominan terhadap kemajuan pembangunan peternakan dalam arti luas dibanding dengan pengaruh kekayaan sumberdaya alam. Bukti-bukti ernpiris rnenunjukkan bahwa faktor-faktor sumberdaya manusia yang berkualitas, pendidikan dasar yang rnemadai, kernampuan memperoleh modal, serta kewirausahaan yang baiklah, yang rnarnpu rnernpertahankan usaha dalarn agribisnis perunggasan yang semakin ketat kornpetisinya. Dengan demikian, tingkat investasi dalarn bentuk modal rnanusia (human capitdo, yang rneliputi pendidikan dan kesehatan akan sangat rnernpengaruhi kernarnpuan dan kecepatan peternak dalarn rnengadopsi teknologi baru yang dibutuhkan. Karena itu, rnasalah penyuluhan menjadi penting. Program penyuluhan tidak hanya ditujukan bagi peternak dalam rangka rnenghasilkan produk peternakan, tetapi juga ditujukan untuk rneningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi bagi masyarakat, yang secara langsung akan berirnplikasi pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Tantangan dan perubahan yang terjadi dalarn lingkungan kehidupan kita dengan cepat pada akhir-akhir ini telah rnengharuskan kita untuk melakukan koreksi terhadap sistern, strategi, teknik dan metode penyuluhan. Ditemukannya teknologi baru, seperti bioteknologi, baik dalarn proses produksi primer rnaupun pada tahapan proses produksi selanjutnya rnernerlukan rnetode atau pola penyuluhan yang berbeda dengan pola yang bersifat tradisional. Berkernbangnya secara pesat teknologi informasi, baik yang rnelekat dalam proses produksi maupun dalarn proses pemasaran serta persyaratan kualitas lingkungan hidup

7 telah rnendorong perlunya pernbaharuan dalarn kelernbagaan penyuluhan (Karta- sasmita, 1996:20-21). Upaya penataan sistem dan kelembagaan penyuluhan tersebut hendaknya dapat disesuaikan dengan perspektif pernbangunan perternakan secara rnenyeluruh. Sebagairnana diketahui pernbangunan peternakan diarahkan untuk rneningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak, melalui pendekatan skala usaha ternak yang lebih ekonornis dan memanfaatkan keunggulan kornparatif, baik yang ada diwilayah maupun dari komoditinya. Dengan cara seperti itu konsumen akan diuntungkafl karena rnendapat produk yang baik dan berkualitas sedangkan dari sisi peternaknya, akan mendorong kernarnpuan berkornpetisi secara efektif di tataran pasar domestik rnaupun pasar internasional. Upaya seperti itu hanya dapat dilakukan jika surnberdaya manusia yang berkaitan langsung dengan pernbangunan peternakan dapat disiapkan dengan baik dan alokasi tenaga ke rja yang sesuai dapat secara alamiah terjadi. Saat ini rnasyarakat telah mengalami tahap-tahap perkernbangan ekonomi sedemikian rupa, sehingga terjadi alokasi tenaga ke rja dari berbagai lapisan keahlian (sumberdaya rnanusia) yang juga mencerrninkan tingkat produktivitasnya (Crawford, 1991:20; Saragih, 1995:ll). Tahap-tahap perkembangan alokasi tenaga kerja sebagairnana tercanturn pada Garnbar 1, perlu dijadikan acuan dalam rnengantisipasi dan rnernprogramkan kegiatan penyuluhan untuk mengernbangkan sumberdaya rnanusia pada urnumnya terrnasuk surnberdaya rnanusia dalam pernbangunan peternakan. Dari alokasi tenaga kerja itu juga tergarnbarkan perkernbangan pertanian yang sederhana menuju sistern agribisnis yang kornpleks (dimana pertanian on farm menjadi bagian yang semakin kecil dari keseluruhan alokasi tenaga ke rja).

8 Gambar 1. Tahap-tahap Perkembangan Ekonomi Dikaitkan dengan Produktivitas Tenaga Kerja Secara lebih spesifik, dalam pembangunan peternakan dan pembinaan keluarga peternak, berlaku komponen sistem seperti yang tercantum pada Gambar 2. Dalarn garnbar tersebut, secara hipotetik dapat dijelaskan tentang keterkaitan antar subsistem yang akan berpengaruh pada peternak dan keluarganya. Dalam hubungan itu kondisi kesulitan saat ini terkait dengan masalah rnakro ekonomi nasional. Indikator rnakro ekonomi rnenunjukkan bahwa inflasi rukup tinggi, nilai rupiah masih bergejolak, tingkat pengangguran dan suku bunga yang tinggi, kesemuanya mengindikasikan bahwa perekonornian kita sedang dalam kondisi krisis. Hal itu ditambah dengan te rjadinya kelangkaan pada beberapa produk pertanian termasuk hasil ternak. Produk peternakan terdorong menjadi langka dan rnahal harganya.

9 Extensmn Education Agricultural Market~ng Gambar 2. Lingkages Supporting The Farm Family Sumber: Watts (1984:22) Di satu sisi, kondisi seperti itu menyulitkan sebagian besar konsumen dan sekaligus merugikan peternak (terutama mereka yang berada pada on-farm business), di sisi lain kondisi yang seperti itu justru dapat rnenguntungkan sementara bagi peternak tertentu (khususnya pada off-faarm business). Tentu saja kondisi seperti ini telah menimbulkan reaksi yang beragam pada kelompok peternak dalam mengelola usaha ternaknya. Reaksi setiap peternak dalam menyikapi kondisi tersebut bisa merugikan atau justru menguntungkan peternak bersangkutan. Setiap peternak akan bereaksi yang sesuai dengan kemampuan, kesempatan dan kemauannya. Kernampuan, kesempatan dan kemauan peternak dalam menghadapi kondisi tersebut dan mengelola usahanya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya karakteristik personal, perilaku berkomunikasi, dan perilaku berwirausaha, skala usaha dan jenis ternak yang dikelola, integrasi antar 9

10 subsistem agribisnis yang ada, serta peranan penyuluh dan peneliti yang terkait dengan peternak tersebut. Karena itu mernaharni faktor-faktor yang berpengaruh pada pengelolaan usaha menjadi sangat penting. Selain itu bentuk dan keterkaitan hubungan antar karakteristik personal, perilaku kornunikasi, perilaku wirausaha, peneliti dan penyuluh dalarn sistern agribisnis peternakan, khususnya dalam usaha ayam broiler dan buras juga sangat perlu diketahui agar dapat disusun program pegembangan agribisnis ayam yang baik. Rumusan Masalah Berdasarkan pernikiran-pemikiran yang telah diuraikan sebagai latar belakang penelitian, tarnpak bahwa peningkatan kualitas peternak sangat diperlukan dalarn mengisi pernbangunan peternakan saat ini. Kondisi yang te jadi saat ini rnendorong dilakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk menghasil- kan suatu rurnusan tentang keterkaitan hubungan antara karakteristik personal, perjlaku berkomunikasi, perilaku berwirausaha, penyuluhan dengan tingkat agribisnis (off-farm hulu, on-farm dan ofi-hrm hilir) yang dicapai peternak, agar dapat dikernbangkan suatu model penyuluhan peternakan ayam rnenuju agribisnis peternakan ayam yang tangguh. khusus yakni : Dari perrnasalahan itu, penelitian ini berupaya rnenjawab pertanyaan (1) Apakah karakteristik personal peternak berdasarkan skala usaha dan jenis terna knya? (2) Bagaimana perilaku kornunikasi peternak berdasarkan skala usaha dan jenis ternaknya?

11 (3) Bagaimana perilaku wirausaha peternak berdasarkan skala usaha dan jenis ternaknya? (4) Bagaimana keterkaitan hubungan antara faktor-faktor karakteristik personal, perilaku berkomunikasi, dan fungsi agribisnis peternak dengan perilaku wirausahanya berdasarkan skala usaha dan jenis ternaknya? (5) Model penyuluhan peternakan ayam manakah yang sesuai untuk menuju agribisnis peternakan ayarn yang tangguh? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diungkap, penelitian ini bertujuan: (1) Mengetahui karakteristik personal peternak berdasarkan skala usaha dan jenis ternaknya. (2) Mempelajari dan memahami perilaku komunikasi peternak berdasarkan skala usaha dan jenis ternaknya. (3) Mempelajari dan memahami perilaku wirausaha peternak berdasarkan skala usaha dan jenis ternaknya. (4) Mempelajari dan memahami keterkaitan hubungan antara faktor-faktor karakteristik personal, perilaku komunikasi, dan fungsi agribisnis peternak dengan perilaku wirausahanya berdasarkan skala usaha dan jenis ternaknya. (5) Menyusun model penyuluhan peternakan ayam yang sesuai untuk menuju agribisnis peternakan ayam yang tangguh. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan akademis dan visi tentang sistem agribisnis peternakan ayarn dan model penyuluhannya yang sesuai dengan keragaman karakteristik peternaknya.

12 Hasil penelitian ini diharapkan juga berguna sebagai masukan untuk mernberikan arah bagi pengembangan penyuluhan dalam sistem agribisnis peternakan ayam yang lebih komprehensif dan tepat sasaran, sehingga dapat meningkatkan produktivitas peternaknya serta produksi hasil usahanya. Secara lebih kongkrit kegunaan penelitian adalah sebagai berikut : (1) Dengan mengetahui karakteristik personal peternak berdasarkan skala usaha dan jenis ternaknya, maka usaha peternakan dapat diarahkan pada keterandalan karakteristik tertentu. (2) Dengan mengetahui perilaku kornunikasi peternak berdasarkan skala usaha dan jenis ternaknya, rnaka dapat dirumuskan kebutuhan akan inforrnasi penyuluhan dan dinamika peternak serta arah pengembangan peternakan. (3) Dengan mengetahui perilaku wirausaha peternak berdasarkan skala usaha dan jenis ternaknya, rnaka peternakan dapat diarahkan pada pengelolaan yang lebih efisien, agar mampu bersaing, inovatif, modern dan mempertinggi kemampuan kompetitifnya serta tangguh terhadap goncangan. (4) Dengan mengetahui keterkaitan hubungan antara faktor-faktor karakteristik personal, perilaku berkomunikasi, dan fungsi agribisnis peternak dengan perilaku wirausahanya berdasarkan skala usaha dan jenis ternaknya, rnaka akan dapat disusun model penyuluhan peternakan ayam menuju agribisnis peternakan ayam yang tangguh. (5) Dengan adanya model penyuluhan peternakan ayam yang sesuai akan menciptakan iklirn yang rnendukung perturnbuhan bisnis ayam yang cepat efisien, dan berkualitas baik sehingga dapat rnengantisipasi berbagai gejolak jangka pendek maupun jangka panjang.

I. PENDAHULUAN. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rata-rata konsumsi daging ayam ras perkapita penduduk lndonesia. dibandingkan dengan negara Malaysia yang sudah mencapai 25,8 kg dan

I. PENDAHULUAN. Rata-rata konsumsi daging ayam ras perkapita penduduk lndonesia. dibandingkan dengan negara Malaysia yang sudah mencapai 25,8 kg dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang A.1. Konsumsi Daging Ayam Ras Rata-rata konsumsi daging ayam ras perkapita penduduk lndonesia baru mencapai 3,45 kg di tahun 2000 merupakan tingkat yang rendah bila dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar

I. PENDAHULUAN. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Dalarn pernbangunan ekonorni Indonesia, sektor perdagangan luar negeri rnernpunyai peranan yang sangat penting. Pada periode tahun 1974-1981 surnber utarna pernbangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang. bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang. bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernbangunan daerah rnerupakan bagian dari pernbangunan nasional yang diarahkan untuk rnengernbangkan daerah yang bersangkutan. Tujuan dari pernbangunan daerah adalah untuk

Lebih terperinci

V. PRODUKSI DAN PERAN SUB SEKTOR PETERNAKAN KABUPATEN BENGKALlS. adalah ternak sapi, kerbau, kambing, babi, ayarn buras, ayarn pedaging,

V. PRODUKSI DAN PERAN SUB SEKTOR PETERNAKAN KABUPATEN BENGKALlS. adalah ternak sapi, kerbau, kambing, babi, ayarn buras, ayarn pedaging, V. PRODUKSI DAN PERAN SUB SEKTOR PETERNAKAN KABUPATEN BENGKALlS 5.1. Produksi dan Kebutuhan Ternak 5.1.1 Jenis dan Populasi Ternak Secara urnum jenisjenis ternak yang dikernbangkan rnasyarakat adalah ternak

Lebih terperinci

Kesimpulan. Beberapa kesimpulan yang menjadi perhatian dari penelitian ini disusun

Kesimpulan. Beberapa kesimpulan yang menjadi perhatian dari penelitian ini disusun KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang menjadi perhatian dari penelitian ini disusun dalarn rangkaian berikut ini: (1) Karakteristik Personal: Sernua peternak, baik peternak ayarn buras

Lebih terperinci

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen

Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalarn rnengantisipasi rneningkatnya perrnintaan konsurnen terhadap produk olahan perikanan yang berrnutu, dewasa ini rnuncul industri pengolahan perikanan yang rnengalarni

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan yaitu pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan

Ketahanan Pangan yaitu pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi. Kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan rnerupakan kebutuhan dasar rnanusia agar dapat hidup dan beraktivitas. Kondisi terpenuhinya kebutuhan ini dikenal dengan istilah ketahanan pangan. Undang-undang No. 7

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor petenakan merupakan salah satu sub sektor yang berperan serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan subsektor peternakan seperti

Lebih terperinci

Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan upaya untuk. merupakan perjuangan yang harus dilakukan secara besar-besaran dan

Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan upaya untuk. merupakan perjuangan yang harus dilakukan secara besar-besaran dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Menurut Suroto (1992), pembangunan merupakan perjuangan yang harus dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Secara konstitusional koperasi telah mendapat posisi politis

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Secara konstitusional koperasi telah mendapat posisi politis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi memiliki kedudukan yang khusus dalam perekonomian Indonesia. Secara konstitusional koperasi telah mendapat posisi politis X yang kuat dalam UUD 1945, dan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. laku perekonomian kota ini. Sebagai pintu gerbang internasional yang

I. PENDAHULUAN. laku perekonomian kota ini. Sebagai pintu gerbang internasional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang DKI Jakarta rnemiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan propinsi lain. Sebagai ibukota negara dan pusat pernerintahan, berbagai kebijaksanaan ekonomi nasional dilahirkan

Lebih terperinci

menjadi peubah-peubah eksogen, yaitu persamaan harga irnpor dan persarnaan harga dunia. Adanya kecenderungan volume impor daging sapi yang terus

menjadi peubah-peubah eksogen, yaitu persamaan harga irnpor dan persarnaan harga dunia. Adanya kecenderungan volume impor daging sapi yang terus RINGKASAN NYAK ILHAM. Penawaran dan Perrnintaan Daging Sapi di lndonesia : Suatu Analisis Sirnulasi (dibawah birnbingan BONAR M. SINAGA, sebagsi ketua, KOOSWARDHONO MUDIKDJO dan TAHLIM SUDARYANTO sebagai

Lebih terperinci

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) antara lain dalam memperjuangkan terbitnya

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN. memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional,

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN. memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional, VIII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl KEBIJAKAN 8.1. Kesirnpulan 1. Pola konsurnsi dan pengeluaran rata-rata rumahtangga di wilayah KT1 memiliki struktur yang searah dengan pola yang terjadi secara nasional,

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu

BAB l PENDAHULUAN. memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan agroindustri di lndonesia pada umumnya belum memiliki daya saing yang relatif baik sehingga dinilai belum mampu memanfaatkan berbagai peluang yang muncul

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belurn sepenuhnya pulih. Perturnbuhan rnulai rnenunjukkan trend yang. cukup rnenggernbirakan, khususnya pada sektor usaha jasa,

I. PENDAHULUAN. belurn sepenuhnya pulih. Perturnbuhan rnulai rnenunjukkan trend yang. cukup rnenggernbirakan, khususnya pada sektor usaha jasa, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Perbankan Indonesia Indonesia Pasca Krisis Kondisi perekonornian Indonesia pasca krisis ekonorni rnasih belurn sepenuhnya pulih. Perturnbuhan rnulai rnenunjukkan

Lebih terperinci

dirnensi kehidupan terrnasuk sektor agribisnis akan sangat berpengaruh pada derajat persaingan pada tingkat lokal, wilayah dan nasional tetapi

dirnensi kehidupan terrnasuk sektor agribisnis akan sangat berpengaruh pada derajat persaingan pada tingkat lokal, wilayah dan nasional tetapi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi yang sedang berjalan dewasa ini di berbagai dirnensi kehidupan terrnasuk sektor agribisnis akan sangat berpengaruh pada derajat persaingan pada tingkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. krisis ekonorni di Indonesia yang berkepanjangan, diperlukan suatu usaha

PENDAHULUAN. krisis ekonorni di Indonesia yang berkepanjangan, diperlukan suatu usaha L PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalarn usaha rnernbangkitkan sektor perekonornian rnenghadapi krisis ekonorni di Indonesia yang berkepanjangan, diperlukan suatu usaha dari seluruh lapisan rnasyarakat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

Terjadinya krisis ekonorni yang rnultidirnensi berdarnpak terhadap. tingkat kesehatan rnasyarakat di wilayah pedesaan, perkotaan maupun

Terjadinya krisis ekonorni yang rnultidirnensi berdarnpak terhadap. tingkat kesehatan rnasyarakat di wilayah pedesaan, perkotaan maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya krisis ekonorni yang rnultidirnensi berdarnpak terhadap tingkat kesehatan rnasyarakat di wilayah pedesaan, perkotaan maupun metropolitan. Krisis ekonorni tersebut

Lebih terperinci

- persaingan Prirnkopti berada dalarn kuadran (star) bintang. Prirnkopti sarnpai

- persaingan Prirnkopti berada dalarn kuadran (star) bintang. Prirnkopti sarnpai RINGKASAN DlEN EVlTA HENDRIANA. ANALISIS PEMlLlHAN STRATEGI BERSAING PRlMKOPTl KOTAMADYA BOGOR SETELAH PENGHAPUSAN MONOPOLI TATANIAGA KEDELAI OLEH BULOG. (Dibawah Bimbingan NUNUNG NURYARTONO) Kedelai sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan nasional Indonesia semenjak awal tahun 1968 hingga

PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan nasional Indonesia semenjak awal tahun 1968 hingga PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma pembangunan nasional Indonesia semenjak awal tahun 1968 hingga akhir 1998, masih bertumpu kepada pertumbuhan ekonomi, dan belum memperhatikan aspek pemerataan pendapatan.

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA WlSllNU EKA SAPUTRA A 27.1583 JURUSAN ILMU-ILMU SOSLAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA

ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA ANALISIS POLA KEMITRAAN PADA INDUSTRI KERAJINAN UKIR KAYU DAN MEBEL DI KABUPATEN JEPARA WlSllNU EKA SAPUTRA A 27.1583 JURUSAN ILMU-ILMU SOSLAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang

I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu produk perkebunan lndonesia yang potensinya cerah di masa depan. Dalam perdagangan dunia kakao dikenal dan dibudidayakan sudah cukup lama baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

penelitian ini. Data yang tersedia di Biro Pusat statistik yaitu tabel I-O tahun 1971, 1975, 1980 dan

penelitian ini. Data yang tersedia di Biro Pusat statistik yaitu tabel I-O tahun 1971, 1975, 1980 dan RINGKASAN ANNA SITI NURDJANAH DASRIL. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Produksi Sektor Pertanian dalam Industrialisasi di Indonesia 1971-1990. (Di bawah bimbingan BUNGARAN SARAGIH sebagai ketua, MANGARA

Lebih terperinci

VIII. RANCANGAN PROGRAM PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VIII. RANCANGAN PROGRAM PENGEMBANGAN PETERNAKAN VIII. RANCANGAN PROGRAM PENGEMBANGAN PETERNAKAN 8.1. Pendekatan Perancangan Program Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN bab sembilan INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN Pendahuluan Sektor perunggasan (ayam ras) Nasional menunjukkan perkembangan yang cukup mengesankan selama PJP-L Bila pada awal Orde Baru sektor perunggasan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

Statistik (1999) menunjukkan bahwa Standar Nasional kebutuhan protein. hewani belum terpenuhi, dan status gizi masyarakat yang masih

Statistik (1999) menunjukkan bahwa Standar Nasional kebutuhan protein. hewani belum terpenuhi, dan status gizi masyarakat yang masih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Biro Pusat Statistik (1997) dan Biro Analisis dan Pengembangan Statistik (1999) menunjukkan bahwa Standar Nasional kebutuhan protein hewani belum terpenuhi, dan status

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. lndonesia memiliki keunggulan komparatif yang dapat diandalkan. dibandingkan negara lain. Salah satu keunggulan komparatif tersebut

1. PENDAHULUAN. lndonesia memiliki keunggulan komparatif yang dapat diandalkan. dibandingkan negara lain. Salah satu keunggulan komparatif tersebut 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang lndonesia memiliki keunggulan komparatif yang dapat diandalkan dibandingkan negara lain. Salah satu keunggulan komparatif tersebut adalah sumberdaya hayati yang banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola pembangunan ekonomi sentralistik yang telah berlangsung selama lebih dari 32 tahun telah rnernberikan darnpak yang luas bagi pernbangunan ekonomi nasional, khususnya

Lebih terperinci

Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan

Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya peningkatan nilai tambah kekayaan sumber daya alam hayati, yang dulu lebih berorientasi kepada bentuk

Lebih terperinci

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara. terus menerus ke arah yang lebih baik dari keadaan semula. Dalam kurun

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara. terus menerus ke arah yang lebih baik dari keadaan semula. Dalam kurun 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara terus menerus ke arah yang lebih baik dari keadaan semula. Dalam kurun waktu yang cukup panjang yakni hampir

Lebih terperinci

PDB 59,4 % dan terhadap penyerapan tenaga

PDB 59,4 % dan terhadap penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonorni dan rnoneter telah mernberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perturnbuhan perekonornian Indonesia yang ditunjukkan dengan rnenurunnya Produk Dornestik

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Pasar Farrnasi lndonesia rnerupakan salah satu sektor yang

BAB l PENDAHULUAN. Pasar Farrnasi lndonesia rnerupakan salah satu sektor yang BAB l PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pasar Farrnasi lndonesia rnerupakan salah satu sektor yang rnenarik untuk diamati rneskipun dalam kondisi krisis beberapa tanun terakhir ini. Tingginya populasi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang besar dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang besar dalam perekonomian I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sektor pertanian mempunyai peranan yang besar dalam perekonomian nasional. Sektor tersebut telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam ha1 peningkatan produksi bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalarn rangka pernbangunan bidang ekonomi, sektor pertanian sangat

I. PENDAHULUAN. Dalarn rangka pernbangunan bidang ekonomi, sektor pertanian sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalarn rangka pernbangunan bidang ekonomi, sektor pertanian sangat diandalkan sebagai salah satu tumpuan dalam memulihkan kondisi perekonomian rnasyarakat, bahkan secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang lndustri perbankan, khususnya bank urnurn, rnerupakan pusat dari sistern keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai ternpat penyirnpanan dana, rnernbantu

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Program restrukturisasi BRI akibat krisis ekonorni dan rnoneter Strategi yang tertuang dalam corporate plan BRI pasca

I. PENDAHULUAN. Program restrukturisasi BRI akibat krisis ekonorni dan rnoneter Strategi yang tertuang dalam corporate plan BRI pasca I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program restrukturisasi BRI akibat krisis ekonorni dan rnoneter beberapa tahun yang lalu telah berhasil diselesaikan pada bulan Juli 2001. Strategi yang tertuang dalam

Lebih terperinci

Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia,

Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dilihat dan asal-usulnya, kelapa sawit bukanlah tanarnan asli lndonesia, tetapi seiring dsngan perkembangannya tanaman kelapa sawit ini rnarnpu tumbuh dan berkernbang dengan

Lebih terperinci

MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA

MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA bab tujuh belas MASALAH DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN BAHAN PANGAN ASAL UNGGAS DI INDONESIA Pendahuluan Sejak dikeluarkannya SK Menperindag No.ll5/MPP/ Kep/2/1998 tanggal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Perhatian pemerintah terhadap sektor non-migas, khususnya sektor agribisnis semakin besar. Hal tersebut disebabkan semakin berkurangnya sumbangan devisa yang dihasilkan dari ekspor minyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakanq. Setiap keluarga berusaha mernenuhi kebutuhan dengan menggunakan

PENDAHULUAN. Latar Belakanq. Setiap keluarga berusaha mernenuhi kebutuhan dengan menggunakan PENDAHULUAN Latar Belakanq Setiap keluarga berusaha mernenuhi kebutuhan dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia. Karena kebutuhan semakin beragarn dan saling rnendesak untuk didahulukan, rnaka individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak cepat ke arah rnasyarakat tanpa

BAB I PENDAHULUAN dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak cepat ke arah rnasyarakat tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mernasuki abad 21, aparatur Pernerintah Propinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta rnenghadapi banyak tantangan yang tidak dapat dielakkan. Arus globalisasi yang bergerak

Lebih terperinci

Peluang untuk pengembangan usaha agribisnis kelapa sawit di. lndonesia masih cukup terbuka luas hampir di semua subsistem baik pada

Peluang untuk pengembangan usaha agribisnis kelapa sawit di. lndonesia masih cukup terbuka luas hampir di semua subsistem baik pada 1. PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Peluang untuk pengembangan usaha agribisnis kelapa sawit di lndonesia masih cukup terbuka luas hampir di semua subsistem baik pada subsistem agribisnis hulu, on farm

Lebih terperinci

11. TINJAUAN PUSTAKA

11. TINJAUAN PUSTAKA 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Manajemen Keuangan Daerah Pada dasarnya tujuan utarna pengelolaan keuangan daerah terdiri dari: (1) tanggungjawab, (2) memenuhi kewajiban keuangan. (3) kejujuran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang

1. PENDAHULUAN Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkernbangan perturnbuhan perekonornian lndonesia kurang menggembirakan sejak pertengahan tahun 1997, salah satu penyebabnya karena situasi politik yang kurang rnenggembirakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk pertanian yang sangat penting,

BAB I. PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk pertanian yang sangat penting, BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk pertanian yang sangat penting, karena dibandingkan dengan bahan minuman lain, susu adalah minuman yang mendekati kesempumaan. Hal ini

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Menurut Xiaoyan dan Junwen (2007), serta Smith (2010), teknologi terkait erat dengan

Lebih terperinci

Kabupaten Malang (Batu dan Poncokusumo) dan Pasuruan. (Nongkojajar) Jawa Tirnur rnerupakan daerah sentra produksi ape1

Kabupaten Malang (Batu dan Poncokusumo) dan Pasuruan. (Nongkojajar) Jawa Tirnur rnerupakan daerah sentra produksi ape1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Malang (Batu dan Poncokusumo) dan Pasuruan (Nongkojajar) Jawa Tirnur rnerupakan daerah sentra produksi ape1 (Malus sylvestris Mill.) di Indonesia. Pada daerah

Lebih terperinci

I.' PENDAHULUAN lndustri farmasi rnerupakan suatu industri dengan tingkat kompetisi

I.' PENDAHULUAN lndustri farmasi rnerupakan suatu industri dengan tingkat kompetisi I.' PENDAHULUAN 1. Latar Belakang lndustri farmasi rnerupakan suatu industri dengan tingkat kompetisi sangat tinggi, ha1 ini dapat dimengerti karena produk obat-obatan yang dihasilkannya sudah merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN berhasil tidak suatu organisasi. Salah satu karakteristik yang harus dirniliki

I. PENDAHULUAN berhasil tidak suatu organisasi. Salah satu karakteristik yang harus dirniliki I. PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Surnberdaya rnanusia rnerupakan faktor utarna dalarn rnenentukan berhasil tidak suatu organisasi. Salah satu karakteristik yang harus dirniliki oleh seorang Pirnpinan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIUITAS KERJA PENGRAJIN ROTAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIUITAS KERJA PENGRAJIN ROTAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIUITAS KERJA PENGRAJIN ROTAN (Studi Kasus Pad* Industri Kecll Rotan, Desa Curug Kulon, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang) Duma Netty Simanjuntak A. 280948

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus rneningkatkan kinerja berbagai elernen di dalarn organisasi. Pada

I. PENDAHULUAN. terus rneningkatkan kinerja berbagai elernen di dalarn organisasi. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan bisnis yang sernakin tinggi menuntut perusahaan untuk terus rneningkatkan kinerja berbagai elernen di dalarn organisasi. Pada urnurnnya keberhasilan perusahaan

Lebih terperinci

ditunjukkan oleh kenaikan RGDP, disebabkan karena biaya produksi yang relatif lebih murah mampu mendorong kenaikan produksi barang-barang

ditunjukkan oleh kenaikan RGDP, disebabkan karena biaya produksi yang relatif lebih murah mampu mendorong kenaikan produksi barang-barang VII. KESIMPULAN DAN IMPLlKASl 7.1. Keslmpulan 1. Penurunan tarif impor meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh kenaikan RGDP, disebabkan karena biaya produksi yang relatif lebih

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PEMIKIRAN TENTANG AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN

POKOK-POKOK PEMIKIRAN TENTANG AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN bab satu POKOK-POKOK PEMIKIRAN TENTANG AGRIBISNIS BERBASIS PETERNAKAN Pendahuluan Dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap (PJPT) II salah satu tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Produk kecantikan pada saat ini telah berkembang sedemikian rupa,

BAB l PENDAHULUAN. Produk kecantikan pada saat ini telah berkembang sedemikian rupa, BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk kecantikan pada saat ini telah berkembang sedemikian rupa, seiring dengan perubahan pola hidup dan peningkatan pendapatan masyarakat serta tingkat pendidikan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN

PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN bab tiga PENGEMBANGAN KOPERASI AGRIBISNIS PETERNAKAN Kalau kita membicarakan upaya memberdayakan ekonomi rakyat, maka yang kita maksudkan adalah memberdayakan ekonomi rakyat yang menggantungkan hidupnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan kemajuan tekhnologi informasi serta

BAB l PENDAHULUAN.  Pada era globalisasi dan kemajuan tekhnologi informasi serta BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi dan kemajuan tekhnologi informasi serta desentralisasi, dituntut adanya pelayanan publik yang cepat, tepat dan akurat. Dalam program pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

Sektor Perbankan yang merupakan salah satu kegiatan ekonomi. hingga kini masih menjadi pembicaraan hangat berbagai kalangan. Di

Sektor Perbankan yang merupakan salah satu kegiatan ekonomi. hingga kini masih menjadi pembicaraan hangat berbagai kalangan. Di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor Perbankan yang merupakan salah satu kegiatan ekonomi hingga kini masih menjadi pembicaraan hangat berbagai kalangan. Di samping karena merupakan lahan bisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Disisi lain, wisata juga dapat rnerusak suatu daerah jika tidak

I. PENDAHULUAN. Disisi lain, wisata juga dapat rnerusak suatu daerah jika tidak 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Kesadaran pernerintah akan besarnya potensi kelautan Indonesia, rnenyebabkan paradigrna pernbangunan yang selarna ini kurang rnernperhatikan sektor kelautan rnulai ditinggalkan.

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. Pernbangunan pertanian telah mengalami pergeseran dan. pendekatan produksi kepada pendekatan agribisnis.

BAB l PENDAHULUAN. Pernbangunan pertanian telah mengalami pergeseran dan. pendekatan produksi kepada pendekatan agribisnis. BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernbangunan pertanian telah mengalami pergeseran dan pendekatan produksi kepada pendekatan agribisnis. Pembangunan agribisnis ini rnerupakan tanggapan terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun ke tahun menjadikan kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut tidak hanya terbatas

Lebih terperinci

Globalisasi dan krisis ekonorni rnerupakan dua ha1 pokok yang banyak. mernbawa perubahan yang sangat rnendasar bagi setiap industri.

Globalisasi dan krisis ekonorni rnerupakan dua ha1 pokok yang banyak. mernbawa perubahan yang sangat rnendasar bagi setiap industri. I. PENDAHULUAN 1.l.Latar Belakang Globalisasi dan krisis ekonorni rnerupakan dua ha1 pokok yang banyak mernbawa perubahan yang sangat rnendasar bagi setiap industri. Darnpak yang ditirnbulkan secara langsung

Lebih terperinci

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) I. LATAR BELAKANG 1. Dalam waktu dekat akan terjadi perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian (termasuk peternakan)

Lebih terperinci

SlSTEM PENGEMBANGAN AGROlNDUSTRl SKALA MEClL PRODUK HORTIKULTURA SAYURAN

SlSTEM PENGEMBANGAN AGROlNDUSTRl SKALA MEClL PRODUK HORTIKULTURA SAYURAN SlSTEM PENGEMBANGAN AGROlNDUSTRl SKALA MEClL PRODUK HORTIKULTURA SAYURAN Oleh SRI MULYATI F 30.0640 1997 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Sri Mulyati, F 30.0640. Sistern Pengernbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan

I. PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan. (on farm) mengalami pergeseran ke arah yang lebih terintegrasi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, pembangunan peternakan mengalami pergeseran paradigma. Titik berat kepada sistem budidaya (on farm) mengalami pergeseran

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

KERANGKA PEMlKlRAN. Jenis pengeluaran rumahtangga dapat dibagi menjadi dua kelompok besar

KERANGKA PEMlKlRAN. Jenis pengeluaran rumahtangga dapat dibagi menjadi dua kelompok besar KERANGKA PEMlKlRAN Jenis pengeluaran rumahtangga dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu pengeluaran pangan dan non pangan. Secara naluri setiap individu keluarga lebih dahulu rnernanfaatkan setiap

Lebih terperinci

Sejak krisis ekonorni rnelanda Indonesia tahun 1997 yang darnpaknya. sarnpai saat ini rnasih dirasakan, sektor perbankan rnengalarni rnasa-masa

Sejak krisis ekonorni rnelanda Indonesia tahun 1997 yang darnpaknya. sarnpai saat ini rnasih dirasakan, sektor perbankan rnengalarni rnasa-masa 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sejak krisis ekonorni rnelanda ndonesia tahun 1997 yang darnpaknya sarnpai saat ini rnasih dirasakan, sektor perbankan rnengalarni rnasamasa sangat sulit dan industri perbankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama : Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Dunia pendidikan rnerupakan wadah utarna yang paling penting bagi

BABI PENDAHULUAN. Dunia pendidikan rnerupakan wadah utarna yang paling penting bagi BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan rnerupakan wadah utarna yang paling penting bagi setiap individu untuk dapat belajar. Tujuan utarna dari pendidikan itu sendiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha

I. PENDAHULUAN. mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut (Putra et. al., 2015). Usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub-sektor di dalam sektor pertanian yang berperan dalam kegiatan pengembangbiakan dan membudidayakan ternak untuk mendapatkan manfaat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belurn sepenuhnya pulih. Pertumbuhan mulai menunjukkan trend yang. cukup rnenggernbirakan, khususnya pada sektor usaha jasa,

I. PENDAHULUAN. belurn sepenuhnya pulih. Pertumbuhan mulai menunjukkan trend yang. cukup rnenggernbirakan, khususnya pada sektor usaha jasa, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Bank dalam Beberapa Perspektif Kondisi perekonomian Indonesia pasca krisis ekonorni rnasih belurn sepenuhnya pulih. Pertumbuhan mulai menunjukkan trend yang cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

1. Terdapat permasalahan tata ruang yang meliputi penggunaan lahan yang

1. Terdapat permasalahan tata ruang yang meliputi penggunaan lahan yang BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Terdapat permasalahan tata ruang yang meliputi penggunaan lahan yang tumpang tindih (antara ladang dan kawasan hutan produksi, desa definitif di hutan produksi,

Lebih terperinci