JURNAL ILMIAH PERJANJIAN PINJAM NAMA PERUSAHAAN DALAM PROYEK PEMBANGUNAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL ILMIAH PERJANJIAN PINJAM NAMA PERUSAHAAN DALAM PROYEK PEMBANGUNAN"

Transkripsi

1 JURNAL ILMIAH PERJANJIAN PINJAM NAMA PERUSAHAAN DALAM PROYEK PEMBANGUNAN OLEH TRI AYU APRIANA D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2014

2 HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH PERJANJIAN PINJAM NAMA PERUSAHAAN DALAM PROYEK PEMBANGUNAN OLEH TRI AYU APRIANA D1A Menyetujui, Mataram, Agustus 2014 Pembimbing Utama Dr. H. Sudiarto, SH. M.Hum NIP :

3 ABSTRAK PERJANJIAN PINJAM NAMA PERUSAHAAN DALAM PROYEK PEMBANGUNAN TRI AYU APRIANA D1A FAKULTAS HUKUM Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme dan prosedur pinjam nama perusahaan dan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap perusahaan dalam perjanjian pinjam nama untuk kegiatan proyek jika terjadi penyalahgunaan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mekanisme dan prosedur pinjam nama perusahaan dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak yang melakukannya tanpa ada perjanjian tertulis, dimana pemilik perusahaan mendapatkan sejumlah uang sebagai imbalan dari peminjaman perusahaan. Dalam praktik pekerjaan konstruksi tersebut dikerjakan atas nama dan tanggung jawab dari perusahaan yang dipinjam, sehingga tanggung jawab atas pekerjaan konstruksi tersebut menjadi tanggung jawab pemilik perusahaan, dengan demikian tidak ada perlindungan hukum terhadap perusahaan jika dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi tersebut terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh peminjam perusahaan. Kata kunci : Perusahaan, konstruksi ABSTRACT CREDIT AGREEMENT IN PROJECT DEVELOPMENT COMPANY NAME The purpose of this study is to determine the mechanisms and procedures of borrowed company name and to know the legal protection of the company in the borrowed agreement for the name of the project activity in the event of misuse. The research method used is a normative. The results of the study as follows: 1. Based on the survey results revealed that the mechanisms and procedure of borrowed company name do by agreement of the parties without any written agreement, where the owner of the company get some money in exchange of borrowing companies. 2. In the practice of that construction works do on behalf of and responsibility of the companies that borrowed, thus there is no legal protection for the company if the execution of the construction works of default made by the borrower company. Keywords : company, construction

4 PENDAHULUAN Pada umumnya, suatu pekerjaan konstruksi diberikan oleh pengguna jasa kepada penyedia jasa yang memenuhi persyaratan seperti disebutkan diatas. Namun dalam kenyataannya seringkali terjadi penyalahgunaan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab. Misalnya saja pada pengerjaan suatu proyek konstruksi, seorang kontraktor yang mengerjakan suatu proyek konstruksi bukan pemilik perusahaan jasa konstruksi yang memenangkan tender pada proses lelang. Kontraktor tersebut hanya meminjam nama perusahaan yang bersangkutan untuk mendapatkan proyek konstruksi yang diinginkan. Setelah kontraktor yang bersangkutan selesai mengerjakan proyek konstruksi tersebut, ia akan memberikan fee sebesar 3% kepada pemilik nama perusahaan konstruksi yang dipinjam tadi. Penyalahgunaan seperti ini sudah sangat banyak terjadi dikalangan masyarakat jasa konstruksi, dan dikenal dengan istilah pinjam nama atau pinjam bendera. Pinjam nama atau pinjam bendera dalam pengerjaan suatu proyek konstruksi seperti ini tentu akan menimbulkan permasalahan. Selain dapat menimbulkan masalah pajak, transaksi pinjam nama ini juga dapat menimbulkan masalah hukum. Contohnya jika hal ini dimanfaatkan untuk hal-hal negatif atau melanggar hukum. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 Pasal 11 yang menyebutkan bahwa pihak yang harus bertanggung jawab dalam hal ini adalah pihak yang memiliki izin usaha. Hal ini tentu sangat merugikan pihak yang memiliki izin usaha karena harus

5 mempertanggung jawabkan pekerjaan konstruksi yang sebenarnya tidak dikerjakannya. Perjanjian pinjam nama oleh kontraktor seperti ini belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Selaian itu, tidak ada payung hukum bagi pemilik perusahaan yang dipinjam nama atau bendera perusahaannya oleh kontraktor lain jika terjadi penyalahgunaan. Rumusan Masalah. Berdasarkan uraian diatas ada beberapa permasalahan yang dapat dibahas dalam penelitian ini, yaitu : 1) Bagaimanakah mekanisme dan prosedur dalam pinjam nama perusahaan? 2) Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap perusahaan dalam perjanjian pinjam nama untuk kegiatan proyek? Tujuan dan Manfaat, 1) Tujuan penelitian, Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : a) Untuk mengetahui mekanisme dan prosedur pinjam nama perusahaan. b) Untuk mengetahui perlindungan terhadap perusahaan dalam perjanjian pinjam nama untuk kegiatan proyek jika terjadi penyalahgunaan. 2) Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan dari sisi: a) Praktis. (1) Diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pihak yang terkait dalam perjanjian pinjam nama dalam pengerjaan sebuah proyek. (1) Diharapkan bermanfaat bagi pemilik perusahaan konstruksi (CV) yang kurang memahami akibat dari praktek pinjam nama oleh kontrakor. b) Teoritis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis yang berupa sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan perjanjian. Penelitian ini memfokuskan pada metode

6 penelitian hukum normatif, yaitu melakukan penelitian dikepustakaan. Bahan Kepustakaan diperoleh dengan menggunakan teknik studi dokumen dengan melakukan identifikasi terhadap bahan-bahan pustaka yang dibutuhkan dalam penelitian ini, serta membaca, menelaah dan mengutip hal-hal yang penting yang berkaitan dengan penelitian ini.

7 PEMBAHASAN Mekanisme dan Prosedur dalam Pinjam Nama Perusahaan Walaupun sistem pengadaan barang/jasa pemerintah sudah ditetapkan dan melalui proses yang panjang dan rumit, namun dalam praktiknya masih ada praktik-praktik kecurangan yang dilakukan. Seperti yang muncul dan menjadi pokok permasalahan adalah sebuah perusahaan penyedia barang/ jasa atau perorangan meminjam nama perusahaan lain untuk mengikuti pelaksanaan pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah. Perusahaan yang ditunjuk sebagai pemenang pada proses pengadaan barang/jasa tidak mengerjakan proyek pembangunan tersebut, pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh perusahaan atau pihak yang telah meminjam nama perusahaan tersebut. Perusahaan yang tercatat namanya sebagai penyedia jasa tadi hanya meminjamkan nama atau bendera perusahaannya saja kepada perusahaan atau pihak lain. Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan atau mengkaitkan perjanjian pinjam nama perusahaan dengan perjanjian pada umumnya. Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut perikatan yang didalamnya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, salah satunya adalah azas konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan

8 perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan mekanisme dan prosedur dalam perjanjian pinjam nama perusahaan yang terjadi tanpa adanya suatu perjanjian tertulis. Hanya terjadi kesepakatan antara pemilik perusahaan dengan kontraktor peminjam. Kontraktor yang meminjam nama perusahaan akan memberikan fee sebesar 3% dari nilai suatu proyek yang akan dikerjakan. Azas konsensualitas sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian, yaitu : 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Artinya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan; 2) Kecakapan, Yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian harus cakap menurut hukum, serta berhak dan berwenang melakukan perjanjian. Dalam Pasal 1330 KUH Perdata disebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yakni : (1) Orang yang belum dewasa (berumur kurang dari 21 tahun); (2) Mereka yang berada dibawah pengampuan; (3) Semua orang yang dilarang oleh undang-undang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu; 3) Mengenai suatu hal tertentu. Hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut harus mengenai suatu obyek tertentu. Menurut Pasal 1332 BW ditentukan bahwa barang-barang yang bisa dijadikan obyek perjanjian hanyalah barang-barang yang dapat diperdagangkan. Ketentuan dalam Pasal tersebut menunjukkan bahwa dalam

9 perjanjian harus jelas apa yang menjadi obyeknya sehingga perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik. 4) Suatu sebab yang halal.yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban. Syarat nomor 1 dan 2 disebut dengan syarat subyektif karena mengenai subyek yang mengadakan perjanjian. Jika syarat subyektif tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Sedangkan syarat nomor 3 dan 4 disebut syarat obyektif karena mengenai obyek dari suatu perjanjian. Jika syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu akan batal demi hukum. Artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Selain merupakan perjanjian tidak tertulis, perjanjian pinjam nama juga tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang telah tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Obyek dalam perjanjian pinjam nama perusahaan adalah nama atau bendera dari perusahaan bersangkutan. Sedangkan dalam syarat sahnya perjanjian, yang dapat dijadikan sebagai obyek pada perjanjian adalah barang atau benda, baik yang telah ada maupun yang akan ada. Sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian pinjam nama tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian. Dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dikatakan bahwa pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas.

10 Perjanjian pinjam nama dapat dikatakan sebagai bentuk pengikatan yang dilakukan para pihak dalam hubungan kerja jasa konstruksi, namun perjanjian pinjam nama tidak dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat karena dilakukan dengan cara tidak jujur dan melawan hukum. Persaingan dikatakan tidak sehat apabila dilakukan dengan cara tidak jujur, melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. 1 Praktek peminjaman nama perusahaan ini umumnya disebabkan oleh persyaratan-persyaratan yang ditetapkan bagi penyedia jasa untuk mengikuti proses lelang sangat rumit. Selain itu dalam proses pengadaan barang/jasa khususnya pengadaan jasa konstruksi tidak dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa karena tidak semua syarat-syarat yang ditetapkan panitia lelang dapat dipenuhi oleh penyedia barang/jasa. Peminjaman nama perusahaan ini tentu dilakukan dengan persetujuan Direksi atau pun Pengurusnya. Selain itu praktek peminjaman nama perusahaan ini juga dilakukan tanpa sepengetahuan panitia lelang yang menyelenggarakan pengadaan lelang barang/jasa, khususnya lelang jasa konstruksi. Praktek peminjaman nama perusahaan tersebut merupakan perjanjian dibawah tangan antar penyedia barang/jasa. Tidak dilakukan dengan perjanjian tertulis, melainkan hanya dengan kesepakatan antara para pihak yang melakukannya dan tanpa pengesahan dari pejabat yang berwenang. Perjanjian pinjam nama merupakan perjanjian innominat, karena tidak disebutkan dan tidak diatur secara jelas dalam KUH Perdata, namun 1 Arie Siswanto, Persaingan Usaha Tidak Sehat, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hlm. 78

11 berkembang dalam masyarakat dan tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna karena hanya merupakan perjanjian dibawah tangan. Perlindungan Hukum Terhadap Perusahaan dalam Perjanjian Pinjam Nama untuk Kegiatan Proyek Pasal 55 Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi jo. Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi menyebutkan mengenai larangan persekongkolan bagi pengguna jasa dan penyedia jasa atau antar penyedia jasa dan atau sub penyedia jasa, yaitu sebagai berikut : (1) Pengguna jasa dan penyedia jasa atau antar penyedia jasa dilaranag melakukan persekongkolan untuk mengatur dan atau menentukan pemenang dalam pelelangan umum atau pelelangan terbatas sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat; (2) Pengguna jasa dan penyedia jasa dilarang melakukan persekongkolan untuk menaikkan nilai pekerjaan (mark up) yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat dan atau keuangan Negara; (3) Pelaksana konstruksi dan atau sub pelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi dan atau sub pengawas konstruksi dilarang melakukan persekongkolan untuk mengatur dan menentukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja konstruksi yang merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat; (4) Pelaksana konstruksi dan atau sub pelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi dan atau sub pengawas konstruksi dan atau pemasok dilarang melakukan persekongkolan untuk mengatur dan menentukan pemasokan bahan dan atau komponen

12 bangunan dan atau peralatan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja konstruksi yang merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat; (5) Pengguna jasa dan atau penyedia jasa dan atau pemasok yang melakukan persekongkolan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya dalam Pasal 87 ayat (3) Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo. Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dikatakan bahwa penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan pelaksanaan pekerjaan utama berdasarkan kontrak dengan melakukan subkontrak kepada pihak lain, kecuali sebagian pekerjaan utama kepada penyedia barang/jasa spesialis. Dalam peraturan-peraturan ini tidak diatur mengenai larangan peminjaman nama perusahaan, begitu juga dengan perlindungan hukum terhadap penyedia jasa (perusahaan) yang melakukan peminjaman nama perusahaan jika terjadi penyalahgunaan atau wanprestasi oleh pihak penyedia jasa peminjam nama perusahaan. Penyedia jasa konstruksi yang tidak masuk dalam kualifikasi dan kompetensi namun berminat untuk mengikuti lelang pengadaan barang dan jasa tersebut tentunya akan berupaya agar tetap dapat mengikuti lelang yang dimaksud. Salah satu caranya adalah dengan meminjam nama perusahaan lain yang masuk kualifikasi untuk mengikuti lelang tersebut dan apabila perusahaan yang dipinjam namanya tersebut menang dalam lelang maka

13 pelaksana pekerjaan adalah penyedia jasa (Perusahaan) yang meminjam nama perusahaan tersebut. Praktek-praktek semacam ini tidak akan menimbulkan kerugian bagi pengguna barang/jasa apabila dilaksanakan pengawasan yang ketat dalam pelaksanaan pekerjaan sesuai spesifikasi tekhnis yang telah ditentukan dalam kontrak. Namun bila tidak ada pengawasan secara ketat maka sedikit banyak akan menurunkan kualitas pekerjaan. Kerugian yang diderita oleh penyedia jasa (perusahaan) pemenang lelang dan penandatanganan kontrak adalah apabila kualitas pekerjaan yang dikerjakan oleh perusahaan peminjam nama hasilnya kurang baik, atau perusahaan peminjam nama tersebut melakukan wanprestasi yang berakibat pada menurunnya kredibilitas perusahaan yang dipinjam namanya tersebut. Dalam hal seperti ini tidak ada bentuk perlindungan yang akan didapatkan oleh penyedia jasa yang dipinjam nama perusahaannya karena pinjam nama perusahaan merupakan perjanjian dibawah tangan yang tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Pihak peminjam nama perusahaan bisa saja mengelak dari permintaan penyedia jasa yang dipinjam untuk bertanggung jawab atas kualitas hasil pekerjaannya atau melakukan wanprestasi karena tidak ada hal yang dapat membuktikan bahwa pihak peminjamlah yang bertindak sebagai pelaksana dalam suatu proyek pembangunan. Pihak peminjam nama perusahaan mengerjakan proyek pembangunan tersebut atas nama dan tanggung jawab dari perusahaan yang dipinjam, maka dengan sendirinya tanggung jawab atas pekerjaan konstruksi

14 tersebut menjadi tanggung jawab pemilik perusahaan. Karena penyedia jasa yang menandatangani kontrak adalah penyedia jasa yang meminjamkan nama perusahaannya kepada pihak lain. Dengan demikian tidak ada perlindungan hukum terhadap perusahaan jika dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi tersebut terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh peminjam perusahaan.

15 PENUTUP Kesimpulan Perjanjian pinjam nama perusahaan adalah merupakan kesepakatan para pihak yang dilakukan secara tidak tertulis antara pemilik perusahaan dengan pihak yang meminjam nama perusahaan tersebut untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi dari proyek yang dibiayai oleh APBN dan/atau APBD, dimana pemilik perusahaan mendapatkan sejumlah uang sebagai imbalan dari peminjaman perusahaan dan peminjam dapat menggunakan nama perusahaan tersebut dengan memberikan sejumlah uang. Seluruh tanggung jawab atas pekerjaan tersebut menjadi tanggung jawab pemilik perusahaan. Dalam praktik pekerjaan konstruksi tersebut dikerjakan atas nama dan tanggung jawab dari perusahaan yang dipinjam, maka dengan sendirinya tanggung jawab atas pekerjaan konstruksi tersebut menjadi tanggung jawab pemilik perusahaan. Dengan demikian tidak ada perlindungan hukum terhadap perusahaan jika dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi tersebut terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh peminjam perusahaan. Saran Diharapkan kepada panitia penyelenggara proses lelang untuk lebih jeli dalam mencermati persyaratan-persyaratan yang diberikan oleh penyedia barang/jasa pada saat pendaftaran peserta lelang serta dalam melakukan evaluasi dokumen administrasi dan teknis serta penawaran untuk menghindari praktek peminjaman nama perusahaan dalam pelaksanaan

16 lelang. Diharapkan pula kepada pihak penyedia barang/jasa (perusahaan) yang meminjamkan nama perusahaannya pada waktu yang akan datang untuk tidak melakukan praktek-praktek semacam itu, karena bila terjadi penyalahgunaan oleh pihak perusahaan peminjam akan menimbulkan kerugian inmateril bagi perusahaan yang dipinjamkan namanya, yaitu hilangnya kepercayaan pemerintah sebagai pengguna barang/jasa terhadap perusahaan tersebut serta hilangnya kesempatan untuk mengikuti lelang pengadaan barang/jasa pada masa yang akan datang.

17 DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Dan Makalah Ashadie, Zaeni, 2005, Hukum Bisnis, PT. Raja Gravindo, Jakarta. Darminto, Eko Sri, 2006, Akibat Hukum Peminjaman Nama Badan Usaha Dalam Lelang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Ditinjau Dari Keputusan Presiden No 80 Tahun 2003 Dipemerintah Provinsi Jawa Tengah, Tesis Megister Kenotariatan Universitas Diponegoro. Harahap, Yahya, 1992, Hukum Perjanjian Indonesia, Djambatan, Jakarta. Isparoyini, Baiq, 1987, Tanggung Jawab Kontraktor Dan Konsultan Terhadap Hasil Kerja Dan Permasalahannya Studi Di Kabipaten Lombok Timur, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Mataram. Konok, Uugie, 2011, Persekutuan Komanditer, Diakses tgl 31 maret Mail, Curcor, 2010, Pengerrian Konstruksi, Diakses tgl 18 maret Meliala, A. Qiram Syamsudin, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembngannya, Liberty, Yogyakarta. Muhammad, Abdul Kadir, 1992, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung. Nahasan, Jeanot, 2010, Prosedur, Syarat Dan Cara Mendirikan CV, Diakses tgl 31 maret Patrik, Pirwahid, 1994, dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung. Prodjodikoro, R. Wirjono. 1993, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung. Rahayu, Sri, 2012, Definisi Dari CV (Comanditaire venootschap), Diakses tgl 26 maret Rahayu, Srikandi, 2010, Seputar Pengertian Perlindungan Hukum, Diakses tgl 26 maret 2014

18 Satrio, J, 1995, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. Setiawan, R, 1994, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta Bandung. Sinungan, Mucdarsyah, 1990, Kredit Seluk Beluk Dan Pengelolaannya, Tograf, Yogyakarta. Siswanto, Arie, 2001, Persaingan Usaha Tidak Sehat, Ghalia Indonesia, Jakarta. Subekti, R, 1993, Hukum Perjanjian, PT. Internusa, Jakarta. 2. Paraturan Perundang-Undangan Indonesia, Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. LN No. 54 Tahun 2000 TLN No Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. LN No. 59 Tahun 2010 Indonesia, Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. LN No. 155 Tahun 2012 TLN No. 5334

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu BAB I PENDAHULUAN Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan, demikianlah

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan analisis atau pembahasan terhadap hasil penelitian sebagaimana

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan analisis atau pembahasan terhadap hasil penelitian sebagaimana 1 BAB IV PENUTUP Berdasarkan analisis atau pembahasan terhadap hasil penelitian sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut : A. Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS Pembangunan Nasional yang dilaksanakan saat ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA 1 KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA oleh : Prof. Dr. Y. Sogar Simamora, S.H., M.Hum. (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga) Disampaikan dalam Sosialisasi Undang-Undnag dan Peraturan Bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Teori 2.1.1 Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan mengenai perjanjian pada umumnya, diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan,

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian kontrak, tetapi menurut Para pakar hukum bahwa kontrak adalah

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

Abstract. Keywords: Responsibility, contractor, tort, compensation. Abstrak

Abstract. Keywords: Responsibility, contractor, tort, compensation. Abstrak Abstract TANGGUNG JAWAB KONTRAKTOR DALAM PERBEDAAN SPESIFIKASI PENGGUNAAN BAHAN BANGUNAN DARI YANG DIPERJANJIKAN Oleh I Made Ary Ananda Putra I Wayan Wiryawan Suatra Putrawan Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA

ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA ANALISIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH PERJANJIAN KERJASAMA PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) ANTARA PT. PERTAMINA DENGAN SPBU

JURNAL ILMIAH PERJANJIAN KERJASAMA PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) ANTARA PT. PERTAMINA DENGAN SPBU JURNAL ILMIAH PERJANJIAN KERJASAMA PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) ANTARA PT. PERTAMINA DENGAN SPBU Oleh : VIKI HENDRA, S.Pd D1A 010 242 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2014 ii HALAMAN

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN 23 BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN A. Bentuk dan Isi Pemberian Kuasa Apabila dilihat dari cara terjadinya, perjanjian pemberian kuasa dibedakan menjadi enam macam yaitu: 28

Lebih terperinci

BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA

BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA Oleh : Gostan Adri Harahap, SH, M.Hum Dosen STIH Labuhanbatu, Rantau Prapat Abstrak Penulisan artikel ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu

Lebih terperinci

PEMBATALAN PERJANJIAN MAATSCHAP YANG DIDIRIKAN TANPA JANGKA WAKTU DAN ATAS DASAR WANPRESTASI

PEMBATALAN PERJANJIAN MAATSCHAP YANG DIDIRIKAN TANPA JANGKA WAKTU DAN ATAS DASAR WANPRESTASI PEMBATALAN PERJANJIAN MAATSCHAP YANG DIDIRIKAN TANPA JANGKA WAKTU DAN ATAS DASAR WANPRESTASI Oleh : Ni Luh Putri Santika I G A A Ari Krisnawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang)

PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang) PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang) Abstrak Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah jika nilai pengadaan barang, pekerjaan konstruksi,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA DI PT INDONESIA POWER SEMARANG

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA DI PT INDONESIA POWER SEMARANG TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA DI PT INDONESIA POWER SEMARANG Program Studi Magister Kenotariatan UNDIP Oleh : HERIYANTO TALCHIS, SH B4B005138 PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

HUKUM JASA KONSTRUKSI

HUKUM JASA KONSTRUKSI HUKUM JASA KONSTRUKSI A. LATAR BELAKANG Konstruksi merupakan suatu kegiatan yang melibatkan/ menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat Kegiatan konstruksi : Risiko tinggi (tidak pasti, mahal, berbahaya)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PEMBORONG DALAM PELAKSANAAN PEMBORONGAN BANGUNAN DENGAN DANA APBD. (Studi Kasus di Pemerintah Kota Padang)

TANGGUNG JAWAB PEMBORONG DALAM PELAKSANAAN PEMBORONGAN BANGUNAN DENGAN DANA APBD. (Studi Kasus di Pemerintah Kota Padang) TANGGUNG JAWAB PEMBORONG DALAM PELAKSANAAN PEMBORONGAN BANGUNAN DENGAN DANA APBD (Studi Kasus di Pemerintah Kota Padang) Program Studi Magister Kenotariatan UNDIP Oleh : ZAIRIZAL, SH B4B 003168 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK

KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK Oleh : Pande Putu Frisca Indiradewi I Gusti Ayu Puspawati I Dewa Gede Rudy Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Goals

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN. SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.Klt) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : Putu Prasintia Dewi Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACK Standard contract is typically made

Lebih terperinci

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN ST., S.H.,M.H Universitas Islam Negeri Alauddin (UIN) Makassar Abstract Vehicle financing agreement was made as the embodiment of the financing

Lebih terperinci

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GANTI RUGI. (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.522/Pdt.G/2013/PN.Dps )

WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GANTI RUGI. (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.522/Pdt.G/2013/PN.Dps ) WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN GANTI RUGI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.522/Pdt.G/2013/PN.Dps ) Oleh: Ayu Septiari Ni Gst. Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN APABILA TERJADI PEMBATALAN PERJANJIAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN APABILA TERJADI PEMBATALAN PERJANJIAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN APABILA TERJADI PEMBATALAN PERJANJIAN Oleh: Yulia Dewitasari Putu Tuni Cakabawa L. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

UPAYA YANG DAPAT DITEMPUH OLEH KREDITOR APABILA OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG AKAN DILELANG DIKUASAI OLEH PIHAK KETIGA

UPAYA YANG DAPAT DITEMPUH OLEH KREDITOR APABILA OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG AKAN DILELANG DIKUASAI OLEH PIHAK KETIGA UPAYA YANG DAPAT DITEMPUH OLEH KREDITOR APABILA OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG AKAN DILELANG DIKUASAI OLEH PIHAK KETIGA Oleh: Ida Bagus Guntur Ida Ayu Sukihana A.A. Gede Agung Dharmakusuma Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan interaksi satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan antara individuindividu yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH YANG SERTIFIKATNYA MASIH DALAM PROSES PEMECAHAN SERTIFIKAT SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh: Abu Samman Lubis *

TINJAUAN HUKUM DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh: Abu Samman Lubis * TINJAUAN HUKUM DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH Oleh: Abu Samman Lubis * I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Adalah merupakan hal yang sangat penting diketahui, khusunya Pengguna dan Penyedia barang/jasa

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari kata ovreenkomst dalam bahasa Belanda atau istilah agreement dalam bahasa Inggris.

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN Oleh : Avina Rismadewi Anak Agung Sri Utari Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Many contracts are in writing so as to make it

Lebih terperinci

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk.

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk. PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk. Cabang Purwodadi) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSINYASI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSINYASI 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSINYASI A. Pengertian Konsinyasi Penjualan konsinyasi dalam pengertian sehari-hari dikenal dengan sebutan penjualan dengan cara penitipan. Konsinyasi merupakan penyerahan

Lebih terperinci

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1 POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1 Abstrak: Klausula perjanjian dalam pembiayaan yang sudah ditentukan terlebih dahulu

Lebih terperinci

PENGGUGAT KONTRAK KARYA FREEPORT TAK PUNYA LEGAL STANDING

PENGGUGAT KONTRAK KARYA FREEPORT TAK PUNYA LEGAL STANDING PENGGUGAT KONTRAK KARYA FREEPORT TAK PUNYA LEGAL STANDING www.kompasiana.com Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin Suko Harsono menyatakan gugatan Indonesian Human Right Comitte

Lebih terperinci

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Persekongkolan Tender, Persaingan Usaha Tidak Sehat 56 LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi tersebut adalah Penyedia Jasa atau sering juga disebut dengan istilah

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi tersebut adalah Penyedia Jasa atau sering juga disebut dengan istilah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu kegiatan pengadaan barang dan jasa, khususnya bidang jasa konstruksi yang dibiayai oleh Pemerintah, dimana pelaksana pekerjaan jasa konstruksi tersebut adalah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Moch Chidin, dkk Pengertian Pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata. Bandung: Mandar Maju.

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Moch Chidin, dkk Pengertian Pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata. Bandung: Mandar Maju. DAFTAR PUSTAKA Ali, Moch Chidin, dkk. 1993. Pengertian Pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata. Bandung: Mandar Maju. Badrulzaman, Mariam Darus. 1980. Aneka Hukum Bisnis. Bandung : Alumni.. 1987.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE Oleh : Putu Prasmita Sari I Gusti Ngurah Parwata Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The title of this scientific

Lebih terperinci

Beralihnya Hak Milik Tanah Sebagai Jaminan Hutang Piutang (Studi kasus: Nunung Herlina dengan Hani Haryani)

Beralihnya Hak Milik Tanah Sebagai Jaminan Hutang Piutang (Studi kasus: Nunung Herlina dengan Hani Haryani) Beralihnya Hak Milik Tanah Sebagai Jaminan Hutang Piutang (Studi kasus: Nunung Herlina dengan Hani Haryani) Nama Mahasiswa: Abimantrana Yangki Sadputra Pembimbing: Suharnoko ABSTRAK Nama : Abimantrana

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

SYARAT SUBJEKTIF SAHNYA PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KUH PERDATA) DIKAITKAN DENGAN PERJANJIAN E-COMMERCE

SYARAT SUBJEKTIF SAHNYA PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KUH PERDATA) DIKAITKAN DENGAN PERJANJIAN E-COMMERCE SYARAT SUBJEKTIF SAHNYA PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KUH PERDATA) DIKAITKAN DENGAN PERJANJIAN E-COMMERCE Oleh Shinta Vinayanti Bumi Anak Agung Sri Indrawati Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN 2.1. Perjanjian 2.2.1. Pengertian Perjanjian Sebelum berbicara masalah perjanjian Utang piutang terlebih dahulu dijelaskan apa yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing yang tidak hanya di lingkup nasional tapi juga di lingkup global

BAB I PENDAHULUAN. saing yang tidak hanya di lingkup nasional tapi juga di lingkup global 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu faktor yang mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, iklim persaingan antar pelaku usaha harusnya dijaga dan dipertahankan baik oleh sesama pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI Disampaikan dalam kegiatan Peningkatan Wawasan Sistem Manajemen Mutu Konsruksi (Angkatan 2) Hotel Yasmin - Karawaci Tangerang 25 27 April 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG Oleh : Dewa Ayu Ariesta Dwicahyani Putri I Dewa Nyoman Sekar Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK (UU 2/2017 & PP 29/2000 Jo PP 54/2016) admikon2@gmail.com MODUL BIMBINGAN TEKNIS ADMINISTRASI KONTRAK KONSTRUKSI Modul 1 : Kebijakan Penyusunan Dok. Kontrak

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

sebagaimana tunduk kepada Pasal 1131 KUHPer. Dengan tidak lahirnya jaminan fidusia karena akta fidusia tidak didaftarkan maka jaminan tersebut

sebagaimana tunduk kepada Pasal 1131 KUHPer. Dengan tidak lahirnya jaminan fidusia karena akta fidusia tidak didaftarkan maka jaminan tersebut 81 suatu benda jaminan. Kedua, dengan tidak lahirnya jaminan fidusia maka benda jaminan tidak menjadi jaminan yang diistimewakan sesuai undang-undang (preferen) melainkan menjadi jaminan umum (konkuren)

Lebih terperinci

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 SILABUS Mata Kuliah : Kapita Selekta Hukum Perdata Kode Mata Kuliah : HKIn 2051 SKS : 2 Dosen : 1. Dr. Edy Lisdiyono, S.H., M.Hum 2. Sri Murni, S.H. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI KONTRAK KERJA KONSTRUKSI Suatu Tinjauan Sistematik Hukum dalam Perjanjian Pekerjaan Rehabilitasi Jembatan TUGU antara Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Sragen dengan CV. Cakra Kembang S K R I P

Lebih terperinci

KEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA. Oleh : Revy S.M.Korah 1

KEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA. Oleh : Revy S.M.Korah 1 KEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA Oleh : Revy S.M.Korah 1 A. PENDAHULUAN Lelang di Indonesia sebenarnya bukanlah merupakan suatu masalah yang baru, karena

Lebih terperinci

BAB II KASUS POSISI, FAKTA HUKUM, DAN IDENTIFIKASI FAKTA HUKUM. pengadaan sarana Pengadaan sarana Peningkatan mutu Pendidikan di

BAB II KASUS POSISI, FAKTA HUKUM, DAN IDENTIFIKASI FAKTA HUKUM. pengadaan sarana Pengadaan sarana Peningkatan mutu Pendidikan di BAB II KASUS POSISI, FAKTA HUKUM, DAN IDENTIFIKASI FAKTA HUKUM A. KASUS POSISI Kasus ini diawali dari adanya kecurigaan masyarakat atas pekerjaan pengadaan sarana Pengadaan sarana Peningkatan mutu Pendidikan

Lebih terperinci