Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Modul Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan memberikan pemahaman kepada peserta pelatihan mengenai peraturan perundang-undangan terkait perumahan dan kawasan permukiman. Buku ini disusun dalam 6 (enam) bab, meliputi pendahuluan, UU 1/2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman, UU 20/ 2011 tentang Rumah Susun, UU 14 tahun 2016 tentang tabungan perumahan rakyat, Permen PUPR No. 40 Tahun 2015 Tentang Pembentukan dan Evaluasi Produk Hukum Di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta penutup. Modul ini disusun secara sistematis agar peserta pelatihan dapat mempelajari materi dengan lebih mudah. Fokus pembelajaran diarahkan pada peran aktif peserta pelatihan. Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada tim penyusun dan penyempurna atas tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk mewujudkan modul ini. Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga modul ini dapat membantu dan bermanfaat bagi peningkatan kompetensi aparatur di Pusat dan Daerah dalam Bidang Penyediaan Perumahan. Bandung, Desember 2018 Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Jalan, Perumahan, Permukiman, dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan i

2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... I DAFTAR ISI... II DAFTAR GAMBAR... VII PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL... VIII A. Deskripsi... viii B. Persyaratan... viii C. Metode... viii D. Alat Bantu/Media... viii BAB 1 PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 2 B. Deskripsi Singkat... 3 C. Kompetensi Dasar... 3 D. Indikator Hasil Belajar... 3 E. Materi dan Submateri Pokok... 4 F. Estimasi Waktu... 6 BAB 2 UU 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN 7 A. Indikator keberhasilan... 8 B. Latar Belakang, Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup... 8 C. Pembinaan D. Penyelenggaraan Rumah dan Perumahan E. Perencanaan Perumahan F. Perencanaan dan Perancangan Rumah dan PSU G. Pembangunan Perumahan H. Pembangunan PSU I. Penghunian Rumah J. Pengendalian Perumahan ii Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

3 K. L. Kemudahan Pembangunan dan Perolahan Rumah Bagi MBR Penyelenggaraan Kawasan Permukiman M. Penyelenggaraan Lingkungan Hunian Perkotaan N. Penyelenggaraan Lingkungan Hunian Perdesaan O. Perencanaan Kawasan Permukiman P. Pemanfaatan Kawasan Permukiman Q. Pengendalian Penyelenggaraan Kawasan Permukiman R. Pemeliharaan dan Perbaikan S. Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh T. Penyediaan Tanah U. Pendanaan Dan Sistem Pembiayaan V. Hak Dan Kewajiban W. Peran Masyarakat X. Y. Z. AA. BB. CC. Larangan Penyelesaian Sengketa Sanksi Administratif Ketentuan Pidana Latihan Rangkuman BAB 3 UU 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN A. B. C. Indikator keberhasilan Latar belakang, Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup Penyelenggaraan Rumah Susun D. Pembinaan E. F. Perencanaan Pembangunan G. Penyediaan Tanah H. Persyaratan Pembangunan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan iii

4 I. J. K. L. Persyaratan Administratif Persyaratan Teknis Persyaratan Ekologis Sertifikat Laik Fungsi M. Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Lingkungan Rumah Susun N. Pembangunan Melalui Penanaman Modal Asing O. Pemasaran dan Jual Beli Rumah Susun P. Penguasaan, Pemilikan, Dan Pemanfaatan Q. Pemilikan Sarusun R. S. T. Pemanfaatan Rumah Susun Pengelolaan Peningkatan Kualitas U. Kelembagaan V. Tugas Dan Wewenang W. Bantuan dan Kemudahan X. Y. Z. AA. BB. CC. DD. Hak Dan Kewajiban Pengendalian Pendanaan Dan Sistem Pembiayaan Peran Masyarakat Larangan Penyelesaian Sengketa Sanksi Administratif EE.Ketentuan Pidana FF.Latihan GG. Rangkuman BAB 4 UU 14 TAHUN 2016 TENTANG TABUNGAN PERUMAHAN RAKYAT A. Indikator keberhasilan B. Latar Belakang Azas dan Tujuan iv Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

5 C. Pengelolaan Tapera D. Pengerahan Dana Tapera E. F. Pemupukan Dana Tapera Pemanfaatan Dana Tapera G. Badan Pengelola Tapera ( BP Tapera ) H. Wewenang BP Tapera I. J. K. L. Hak BP Tapera Kewajiban BP Tapera Struktur Organisasi BP Tapera Biaya Operasional BP Tapera M. Pembubaran BP Tapera N. Pembinaan Pengelolaan Tapera O. Pengelolaan Aset Tapera P. Aset BP Tapera Q. Hak dan Kewajiban Pemberi Kerja R. S. T. Hak dan Kewajiban Peserta Pengawasan dan Pemeriksaan Sanksi Adminitrasi U. Ketentuan Peralihan V. Latihan W. Rangkuman BAB 5 PERMEN PUPR NO. 40 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN DAN EVALUASI PRODUK HUKUM DI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT A. B. C. Indikator Keberhasilan Latar Belakang, Azas dan Tujuan Jenis, Kerangka dan Materi Muatan D. Perencanaan Produk Hukum E. Pembentukan Produk Hukum Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan v

6 F. Kewenangan Penetapan G. Evaluasi H. Latihan I. Rangkuman BAB 6 PENUTUP A. Simpulan B. Tindak Lanjut DAFTAR PUSTAKA GLOSARIUM BAHAN TAYANG vi Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Arah Pembinaan Perumahan dan Kawasan Permukiman Gambar 2. Penyelenggaraan Perumahan Gambar 3. Penyelenggaraan Kawasan Permukiman Gambar 4. Pemeliharaan dan Perbaikan Gambar 5. Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Kawasan Permukiman Gambar 6. Pendanaan dan Pembiayaan Gambar 7. Hak dan Kewajiban Gambar 8. Peran Masyarakat Gambar 9. Jenis jenis Rumah Susun Gambar 10. Tanah Untuk Pembangunan Rumah Susun Gambar 11. Persyaratan Pembangunan Gambar 12. Pemilikan Satuan Rumah Susun Gambar 13. Peningkatan Kualitas Rumah Susun Gambar 14. Kelembagaan Rumah Susun Gambar 15. Kelembagaan Badan Pelaksana Rumah Susun Gambar 16. Alur Pembentukan Produk Hukum Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan vii

8 PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL A. Deskripsi Mata pelatihan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) bidang penyelenggaraan perumahan memberikan pemahaman kepada peserta pelatihan mengenai UU 1/2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman dan UU 20/2011 tentang Rumah Susun serta UU nomor 4 Tahun 2015 tentang Tabungan Perumahan Rakyat dan PERMEN PUPR No. 40 Tahun 2015 Tentang Pembentukan dan Evaluasi Produk Hukum Di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Peserta pelatihan mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang berurutan. Pemahaman setiap materi pada modul ini sangat diperlukan karena materi ini menjadi dasar pemahaman sebelum mengikuti pembelajaran modul-modul berikutnya. Hal ini diperlukan karena masing-masing modul saling berkaitan. Setiap kegiatan belajar dilengkapi dengan latihan atau evaluasi. Latihan atau evaluasi ini menjadi alat ukur tingkat penguasaan peserta pelatihan setelah mempelajari materi dalam modul ini. B. Persyaratan Dalam mempelajari modul ini peserta pelatihan dilengkapi dengan peraturan perundangan dan pedoman yang terkait dengan materi norma, standar, prosedur dan kriteria bidang penyelenggaraan perumahan. C. Metode Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah dengan kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh pemberi materi (narasumber). Dalam kegiatan pembelajaran juga diberikan kesempatan tanya jawab, curah pendapat, bahkan diskusi. D. Alat Bantu/Media Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan alat bantu/media pembelajaran tertentu, yaitu : 1. LCD/projector 2. Laptop 3. Papan tulis atau whiteboard dengan penghapusnya viii Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

9 4. Flip chart 5. Bahan tayang 6. Modul dan/atau Bahan Ajar 7. Laser pointer Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan ix

10 x Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

11 BAB 1 PENDAHULUAN Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 1

12 Pendahuluan A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) mengamanatkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggungjawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau. Pemenuhan hak atas rumah merupakan masalah nasional yang dampaknya sangat dirasakan di seluruh wilayah tanah air. Hal itu dapat dilihat dari masih banyaknya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang belum dapat menghuni rumah yang layak, khususnya di perkotaan yang mengakibatkan terbentuknya kawasan kumuh. Pemenuhan kebutuhan perumahan tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang baik, hal ini telah sesuai dengan Pasal 3 huruf b dan f UU No. 1 Tahun 2001 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang berbunyi perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasanpermukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR serta menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Langkah konkret selanjutnya dalam memenuhi hak atas rumah tersebut adalah membangun rumah susun sebagai perwujudan dari hunian rumah yang layak dan terjangkau di dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Sesuai dengan Pasal 3 huruf c dan e UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun bahwa penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh serta memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan 2 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

13 penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR. Dalam mewujudkan kedua langkah tersebut maka dibutuhkan pemahaman yang mendalam mengenai ruang lingkup penyelenggaraan perumahan, kawasan permukiman bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat didalamnya.ruang lingkup tersebut diatur dalam UU No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan & Kawasan Permukimandan UU No. 20 tahun 2011 Tentang rumah Susun. Selain kedua UU tersebut perlu kiranya peserta diperkenalkan juga mengenai UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Modul ini akan mengupas tuntas bagaimana mengantar peserta pelatihan memahami bahan paparan yang akan disajikan oleh pengajar, oleh karena itu para peserta pelatihan wajib membaca modul ini. B. Deskripsi Singkat Mata pelatihan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) bidang penyelenggaraan perumahan memberikan pemahaman kepada peserta pelatihan mengenai UU 1/2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman dan UU 20/2011 tentang Rumah Susun serta UU Nomor 4 Tahun 2016 Tabungan Perumahan Rakyat dan Permen PUPR No. 40 Tahun 2015 Tentang Pembentukan dan Evaluasi Produk Hukum Di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, C. Kompetensi Dasar Peserta pelatihan memahami peraturan perundang-undangan terkait perumahan dan kawasan permukiman serta rumah susun dan tabungan perumahan rakyat serta tatacara penyusunan produk hukum. D. Indikator Hasil Belajar Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta pelatihan mampu untuk: 1. Menjelaskan UU 1/2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman 2. Menjelaskan UU 20/2011 tentang Rumah Susun 3. Menjelaskan UU 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat 4. Menjelaskan Permen PUPR No. 40 Tahun 2015 Tentang Pembentukan dan Evaluasi Produk Hukum Di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 3

14 E. Materi dan Submateri Pokok Materi Pokok dan submateri pokok dalam mata pelatihan ini adalah: 1. UU 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman a. Latar Belakang, Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup b. Pembinaan c. Penyelenggaraan Rumah dan Perumahan d. Perencanaan Perumahan e. Perencanaan dan Perancangan Rumah dan PSU f. Pembangunan Perumahan g. Pembangunan PSU h. Penghunian Rumah i. Pengendalian Perumahan j. Kemudahan Pembangunan dan Perolahan Rumah Bagi MBR k. Penyelenggaraan Kawasan Permukiman l. Penyelenggaraan Lingkungan Hunian Perkotaan m. Penyelenggaraan Lingkungan Hunian Pedesaan n. Perencanaan Kawasan Permukiman o. Pemanfaatan Kawasan Permukiman p. Pengendalian Penyelenggaraan Kawasan Permukiman q. Pemeliharaan dan Perbaikan r. Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh s. Penyediaan Tanah t. Pendanaan dan Sistem Pembiayaan u. Hak dan Kewajiban v. Peran Masyarakat w. Larangan x. Penyelesaian Sengketa y. Sanksi Administratif z. Ketentuan Pidana 2. UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun a. Latar Belakang, Asas, Tujuan, dan Ruang Lingku b. Penyelenggaraan Rumah Susun c. Pembinaan 4 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

15 d. Perencanaan e. Pembangunan f. Penyediaan Tanah g. Persyaratan Pembangunan h. Persyaratan Administrasi i. Persyaratan Teknis j. Persyaratan Ekologis k. Sertifikat Laik Fungsi l. Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Lingkungan Rumah Susun m. Pembangunan Melalui Penanaman Modal Asing n. Pemasaran dan Jual Beli Rumah Susun o. Penguasaan, Pemilikan, dan Pemanfaatan p. Pemilikan Sarusun q. Pemanfaatan Rumah Susun r. Pengelolaan s. Peningkatan Kualitas t. Kelembagaan u. Tugas dan Wewenang v. Bantuan dan Kemudahan w. Hak dan Kewajiban x. Pengendalian y. Pendanaan dan Sistem Pembiayaan z. Peran Masyarakat aa. Larangan bb. Penyelesaian Sengketa cc. Sanksi Aadministratif dd. Ketentuan Pidana 3. UU 14 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat a. Latar Belakang, Asas, dan Tujuan b. Pengelolaan Tapera c. Pengerahan Dana Tapera d. Pemupukan Dana Tapera e. Pemanfaatan Dana Tapera f. Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) g. Wewenang BP Tapera h. Hak BP Tapera Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 5

16 i. Kewajiban BP Tapera j. Struktur Organisasi BP Tapera k. Biaya Operasional BP Tapera l. Pembubaran BP Tapera m. Pembinaan Pengelolaan Tapera n. Pengelolaan Aset Tapera o. Aset BP Tapera p. Hak dan Kewajiban Pemberi Kerja q. Hak dan Kewajiban Peserta r. Pengawasan dan Pemeriksaan s. Sanksi Administrasi t. Ketentuan Peralihan 4. Permen PUPR No. 40 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Dan Evaluasi Produk Hukum Di Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat F. a. Latar Belakang, Azas dan Tujuan b. Jenis, Kerangka dan Materi Muatan c. Perencanaan Produk Hukum d. Pembentukan Produk Hukum e. Kewenangan Penutupan f. Evaluasi Estimasi Waktu Untuk mempelajari mata pelatihan norma, standar prosedur dan kriteria bidang penyelenggaraan perumahan ini, dialokasikan waktu sebanyak 3 (tiga) jam 45 menit. 6 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

17 BAB 2 UU 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 7

18 UU 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman A. Indikator keberhasilan Peserta pelatihan mampu menjelaskan mengenai substansi UU 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman B. Latar Belakang, Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; Pertumbuhan dan pembangunan wilayah yang kurang memperhatikan keseimbangan bagi kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah mengakibatkan kesulitan masyarakat untuk memperoleh rumah yang layak dan terjangkau. Demikian penjelasan umum UU Perumahan dan Kawasan Permukiman. 8 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

19 Oleh karena itu diperlukan pengaturan mengenai perumahan dan kawasan permukiman untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak huni yang dapat memenuhi azas-azas sebagai berikut : 1. Kesejahteraan; yang dimaksud dengan asas kesejahteraan adalah memberikan landasan agar kebutuhan perumahan dan kawasan permukiman yang layak bagi masyarakat dapat terpenuhi sehingga masyarakat mampu mengembangkan diri dan beradab, serta dapat melaksanakan fungsi sosialnya. 2. Keadilan dan Pemerataan; yang dimaksud dengan asas keadilan dan pemerataan adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan di bidang perumahan dan kawasan permukiman dapat dinikmati secara proporsional dan merata bagi seluruh rakyat. 3. Kenasionalan; yang dimaksud dengan asas kenasionalan adalah memberikan landasan agar hak kepemilikan tanah hanya berlaku untuk warga negara Indonesia, sedangkan hak menghuni dan menempati oleh orang asing hanya dimungkinkan dengan cara hak sewa atau hak pakai atas rumah 4. Keefisienan dan Kemanfaatan; yang dimaksud dengan asas keefisienan dan kemanfaatan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki berupa sumber daya tanah tanah, teknologi rancang bangun, dan industri bahan bangunan yang sehat untuk memberikan keuntungan dan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. 5. Keterjangkauan dan Kemudahan; yang dimaksud dengan asas keterjangkauan dan kemudahan adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan di bidang perumahan dan kawasan permukiman dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya iklim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi MBR agar setiap warga negara Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dasar akan perumahan dan permukiman. 6. Kemandirian dan Kebersamaan; yang dimaksud dengan asas kemandirian dan kebersamaan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman bertumpu pada prakarsa, swadaya, dan peran masyarakat untuk turut serta mengupayakan pengadaan dan pemeliharaan terhadap aspek- aspek perumahan dan kawasan permukiman sehingga mampu membangkitkan kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri, serta Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 9

20 terciptanya kerja sama antara pemangku kepentingan di bidang perumahan dan kawasan permukiman. 7. Kemitraan; yang dimaksud dengan asas kemitraan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan peran pelaku usaha dan masyarakat, dengan prinsip saling memerlukan, memercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang dilakukan, baik langsung maupun tidak langsung. 8. Keserasian dan Keseimbangan; yang dimaksud dengan asas keserasian dan keseimbangan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungan, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah, serta memperhatikan dampak penting terhadap lingkungan. 9. Keterpaduan; yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilaksanakan dengan memadukan kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian, baik intra- maupun antarinstansi serta sektor terkait dalam kesatuan yang bulat dan utuh, saling menunjang, dan saling mengisi. 10. Kesehatan; yang dimaksud dengan asas kesehatan adalah memberikan landasan agar pembangunan perumahan dan kawasan permukiman memenuhi standar rumah sehat, syarat kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat. 11. Kelestarian dan Keberlanjutan; yang dimaksud dengan asas kelestarian dan keberlanjutan adalah memberikan landasan agar penyediaan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan dengan memperhatikan kondisi lingkungan hidup, dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju kenaikan jumlah penduduk dan luas kawasan secara serasi dan seimbang untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang. 12. Keselamatan, Keamanan, Ketertiban, dan Keteraturan, yang dimaksud dengan keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman memperhatikan masalah keselamatan dan keamanan bangunan beserta infrastrukturnya, keselamatan dan keamananan lingkungan dari berbagai 10 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

21 ancaman yang membahayakan penghuninya, ketertiban administrasi, dan keteraturan dalam pemanfaatan perumahan dan kawasan permukiman. Selain daitur menganai azas-azas dalam penyelanggaraan perumahan dan kawasan permukiman dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman juga diatur tujuan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. Tujuan penyelenggaraan Perumahan dan kawasan permukiman untuk: 1. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. 2. Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. 3. Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan. 4. Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; 5. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya, dan 6. Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Undang - undang Perumahan dan Kawasan Permukiman mengatur ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman meliputi: 1. Pembinaan; 2. Tugas dan wewenang; 3. Penyelenggaraan perumahan; 4. Penyelenggaraan kawasan permukiman; 5. Pemeliharaan dan perbaikan; 6. Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh; 7. Penyediaan tanah; Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 11

22 8. Pendanaan dan pembiayaan; 9. Hak dan kewajiban; dan 10. Peran masyarakat. C. Pembinaan Pembinaan Perumahan dan kawasan permukiman menjadi tanggungjawab Negara dilaksanakan oleh pemerintah. Pembinaan dimaksud menjadi tugas : 1. Menteri pada tingkat nasional; 2. Gubernur pada tingkat provinsi; dan 3. Bupati/walikota pada tingkat kabupaten/kota yang meliputi aspek : a. Perencanaan; b. Pengaturan; c. Pengendalian; dan d. Pengawasan. Dalam melaksanakan pembinaan Menteri melakukan koordinasi lintas sektoral, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan, baik vertikal maupun horizontal. Gambar 1. Arah Pembinaan Perumahan dan Kawasan Permukiman 12 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

23 a. Pembinaan perencanaan Pembinaan perencanaan perumahan dan kawasan permukiman, merupakan satu kesatuan yang utuh dari rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah, yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat. Perencanaan disusun pada tingkat nasional, provinsi, atau kabupaten/kota yang dimuat dan ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perencanaan pada tingkat nasional menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi. Perencanaan pada tingkat provinsi menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. b. Pembinaan terhadap aspek pengaturan Meliputi: 1) Penyediaan tanah; 2) Pembangunan; 3) Pemanfaatan; 4) Pemeliharaan; dan 5) Pendanaan dan pembiayaan. c. Pembinaan pengendalian Meliputi pengendalian terhadap: 1) Rumah; 2) Perumahan; 3) Permukiman; 4) Lingkungan hunian; dan 5) Kawasan permukiman. d. Pembinaan terhadap aspek pengawasan Meliputi: 1) Pemantauan, 2) Evaluasi, dan 3) Koreksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 13

24 D. Penyelenggaraan Rumah dan Perumahan Penyelenggaraan rumah dan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Penyelenggaraan rumah dan perumahan dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau setiap orang untuk menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. PENYELENGGARAAN PERUMAHAN Penyelenggaraan Rumah dan Perumahan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia Bagi Peningkatan dan Perataan Kesra Mencakup rumah atau perumahan beserta PSU Dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Setiap Orang Pemerintah, Pemda dan Masyarakat Perorangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Pemanfaatan Pengendalian persyaratan administratif, teknis, dan ekologis Jenis Perumahan 1. rumah komersial; 3. rumah swadaya 2. rumah umum; 4. rumah khusus; dan 5. rumah negara. 1. Aspek Penyelenggaraan Perumahan meliputi: a. Perencanaan perumahan; b. Pembangunan perumahan; c. Pemanfaatan perumahan; dan d. Pengendalian perumahan. Gambar 2. Penyelenggaraan Perumahan Penyelenggaraan perumahan mencakup rumah atau perumahan beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum. 2. Bentuk dan Jenis Rumah Undang-undang mengatur rumah dibedakan menurut jenis dan bentuknya. Jenis rumah dibedakan berdasarkan pelaku pembangunan dan penghunian yang meliputi: a. Rumah Komersial; 14 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

25 E. b. Rumah Umum; c. Rumah Swadaya; d. Rumah Khusus; dan e. Rumah Negara. Rumah komersial diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Rumah umum diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR. Rumah swadaya diselenggarakan atas prakarsa dan upaya masyarakat, baik secara sendiri maupun berkelompok. Rumah khusus diselenggarakan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah untuk kebutuhan khusus. Rumah umum mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Rumah swadaya dapat memperoleh bantuan dan kemudahan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Rumah khusus dan rumah negara disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Bentuk rumah dibedakan berdasarkan hubungan atau keterikatan antar bangunan meliputi: a. Rumah Tunggal; b. Rumah Deret; dan c. Rumah Susun. Perencanaan Perumahan Perencanaan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah, terdiri atas: 1. Perencanaan dan perancangan rumah; dan 2. Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan. Perencanaan perumahan merupakan bagian dari perencanaan permukiman. Perencanaan perumahan mencakup rumah sederhana, rumah menengah, dan/atau rumah mewah. Perencanaan dan Perancangan Rumah dilakukan untuk: a. Menciptakan rumah yang layak huni; b. Mendukung upaya pemenuhan kebutuhan rumah oleh masyarakat dan pemerintah; dan Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 15

26 F. c. Meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur. Perencanaan dan Perancangan Rumah dan PSU Perencanaan dan perancangan rumah dilakukan oleh setiap orang yang memiliki keahlian di bidang perencanaan dan perancangan rumah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis. Persyaratan dimaksud merupakan syarat bagi diterbitkannya izin mendirikan bangunan. Perencanaan dan perancangan rumah merupakan bagian dari perencanaan perumahan dan/atau permukiman. Selain perencanaan dan perancangan rumah diatur pula perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan meliputi: a. rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai bagian dari permukiman; dan b. rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan. Rencana penyediaan kaveling tanah digunakan sebagai landasan perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Rencana penyediaan kaveling tanah dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah bagi kaveling siap bangun sesuai dengan rencana tata bangunan dan lingkungan. Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan ekologis. Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang telah memenuhi persyaratan wajib mendapat pengesahan dari pemerintah daerah. Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum dapat dilakukan oleh setiap orang. Setiap orang tersebut wajib memiliki keahlian di bidang perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan G. Pembangunan Perumahan Pembangunan perumahan meliputi: 1. Pembangunan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan/atau 2. Peningkatan kualitas perumahan. Pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan. Industri bahan bangunan wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia. 16 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

27 Pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan perizinan bagi badan hukum yang mengajukan rencana pembangunan perumahan untuk MBR. Pemerintah daerah berwenang mencabut izin pembangunan perumahan terhadap badan hukum yang tidak memenuhi kewajibannya. Badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang. Pembangunan perumahan skala besar yang dilakukan oleh badan hukum wajib mewujudkan hunian berimbang dalam satu hamparan. Kewajiban badan hukum dimaksud dikecualikan untuk badan hukum yang membangun perumahan yang seluruhnya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan rumah umum. Dalam hal pembangunan perumahan, pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memberikan insentif kepada badan hukum untuk mendorong pembangunan perumahan dengan hunian berimbang. Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah. Ketentuan mengenai hunian berimbang diatur dengan Peraturan Menteri. Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak dalam satu hamparan, pembangunan rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota. Pembangunan rumah umum harus mempunyai akses menuju pusat pelayanan atau tempat kerja. Kemudahan akses diatur dengan peraturan daerah. Pembangunan perumahan dengan hunian dilakukan oleh badan hukum yang sama. Ketentuan lebih lanjut mengenai perumahan skala besar dan kriteria hunian berimbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36 diatur dengan Peraturan Menteri. Pembangunan rumah meliputi pembangunan rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun. Pembangunan dikembangkan berdasarkan tipologi, ekologi, budaya, dinamika ekonomi pada tiap daerah, serta mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan. Pembangunan rumah dapat dilakukan oleh setiap orang, Pemerintah, dan/atau pemerintah daerah. Pembangunan rumah dan perumahan harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bertanggung jawab dalam pembangunan rumah umum, rumah khusus, dan rumah negara. Pembangunan rumah khusus dan rumah negara dibiayai melalui anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Rumah khusus dan rumah negara Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 17

28 menjadi barang milik negara/daerah dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tanggung jawab dalam pembangunan rumah umum dan rumah khusus Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menugasi dan/atau membentuk lembaga atau badan yang menangani pembangunan perumahan dan permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lembaga atau badan bertanggung jawab: membangun rumah umum, rumah khusus, dan rumah negara, menyediakan tanah bagi perumahan, dan melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan pemastian kelayakan hunian. Pembangunan rumah negara dilakukan untuk mewujudkan ketertiban penyediaan, penghunian, pengelolaan, serta pengalihan status dan hak atas rumah yang dimiliki negara. Pembangunan rumah negara diselenggarakan berdasarkan pada tipe dan kelas bangunan serta pangkat dan golongan pegawai negeri di atas tanah yang sudah jelas status haknya. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan, penyediaan, penghunian, pengelolaan, serta pengalihan status dan hak atas rumah yang dimiliki negara diatur dengan Peraturan Pemerintah. Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perjanjian pendahuluan jual beli dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas: status pemilikan tanah, hal yang diperjanjikan, kepemilikan izin mendirikan bangunan induk, ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen). Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pembangunan untuk rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun, dapat dilakukan di atas tanah: 1. Hak milik; 2. Hak guna bangunan, baik di atas tanah negara maupun di atas hak pengelolaan; atau hak pakai di atas tanah negara. Pemilikan rumah dapat difasilitasi dengan kredit atau pembiayaan pemilikan rumah. Kredit atau pembiayaan pemilikan rumah dapat dibebani hak tanggungan. Kredit atau pembiayaan rumah umum tidak harus dibebani hak tanggungan. 18 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

29 Pembangunan rumah tunggal, rumah deret, rumah susun, dan/atau satuan rumah susun dapat dibebankan jaminan utang sebagai pelunasan kredit atau pembiayaan. Pelunasan kredit atau pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan rumah tunggal, rumah deret, atau rumah susun. Badan hukum yang melakukan pembangunan rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun tidak boleh melakukan serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 80% (delapan puluh persen) dari pembeli, sebelum memenuhi persyaratan. Ketentuan mengenai rumah susun diatur tersendiri dengan undangundang. H. Pembangunan PSU Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang. Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum wajib dilakukan sesuai dengan rencana, rancangan, dan perizinan. Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan: 1. Kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah; 2. Keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas umum dan lingkungan hunian; dan 3. Ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Prasarana, sarana, dan utilitas umum yang telah selesai dibangun oleh setiap orang harus diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemanfaatan perumahan digunakan sebagai fungsi hunian. Pemanfaatan perumahan di lingkungan hunian meliputi: pemanfaatan rumah; pemanfaatan prasarana dan sarana perumahan; dan pelestarian rumah, perumahan, serta prasarana dan sarana perumahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemanfaatan rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian. Pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi hunian harus memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian. Ketentuan mengenai pemanfaatan rumah diatur dengan peraturan daerah. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 19

30 I. Penghunian Rumah Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal atau menghuni rumah. Hak untuk menghuni rumah dapat berupa hak milik atau sewa atau bukan dengan cara sewa. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghunian dengan cara sewa menyewa dan cara bukan sewa menyewa diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penghunian rumah negara diperuntukan sebagai tempat tinggal atau hunian untuk menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. Rumah negara hanya dapat dihuni selama yang bersangkutan menjabat atau menjalankan tugas kedinasan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penghunian rumah negara diatur dengan Peraturan Pemerintah. Orang asing dapat menghuni atau menempati rumah dengan cara hak sewa atau hak pakai. Ketentuan mengenai orang asing dapat menghuni atau menempati rumah dengan cara hak sewa atau hak pakai dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. J. Pengendalian Perumahan Pengendalian perumahan dimulai dari tahap: 1. Perencanaan; 2. Pembangunan; dan 3. Pemanfaatan. Pengendalian perumahan dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam bentuk: perizinan; penertiban; dan/atau penataan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian perumahan diatur dengan Peraturan Pemerintah. K. Kemudahan Pembangunan dan Perolahan Rumah Bagi MBR Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR. Untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan. Kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi MBR dapat berupa: subsidi perolehan rumah; stimulan rumah swadaya; insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; perizinan; asuransi dan penjaminan; penyediaan tanah; sertifikasi tanah; dan/atau prasarana, sarana, dan utilitas umum. Pemberian kemudahan dituangkan dalam akta perjanjian kredit atau pembiayaan untuk perolehan rumah 20 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

31 bagi MBR. Ketentuan mengenai kriteria MBR dan persyaratan kemudahan perolehan rumah bagi MBR diatur dengan Peraturan Menteri. Orang perseorangan yang memiliki rumah umum dengan kemudahan yang diberikan Pemerintah atau pemerintah daerah hanya dapat menyewakan dan/atau mengalihkan kepemilikannya atas rumah kepada pihak lain, dalam hal: 1. Pewarisan 2. Penghunian setelah jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun; atau 3. Pindah tempat tinggal karena tingkat sosial ekonomi yang lebih baik. Dalam hal dilakukan pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, pengalihannya wajib dilaksanakan oleh lembaga yang ditunjuk atau dibentuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dalam bidang perumahan dan permukiman. Jika pemilik meninggalkan rumah secara terus-menerus dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun tanpa memenuhi kewajiban berdasarkan perjanjian, Pemerintah atau pemerintah daerah berwenang mengambil alih kepemilikan rumah tersebut. Rumah yang telah diambil alih oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib didistribusikan kembali kepada MBR. Ketentuan mengenai penunjukkan dan pembentukan lembaga oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi MBR diatur dengan Peraturan Pemerintah. L. Penyelenggaraan Kawasan Permukiman PENYELENGGARAAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN MEWUJUDKAN WILAYAH YANG BERFUNGSI SEBAGAI LINGKUNGAN HUNIAN DAN TEMPAT KEGIATAN YANG MENDUKUNG PERIKEHIDUPAN DAN PENGHIDUPAN YANG TERENCANA, MENYELURUH, TERPADU, DAN BERKELANJUTAN SESUAI DENGAN RENCANA TATA RUANG. MEMENUHI HAK WARGA NEGARA ATAS TEMPAT TINGGAL YANG LAYAK DALAM LINGKUNGAN YANG SEHAT, AMAN, SERASI, DAN TERATUR SERTA MENJAMIN KEPASTIAN BERMUKIM. Gambar 3. Penyelenggaraan Kawasan Permukiman 1. PERENCANAAN 2. PEMBANGUNAN 3. PEMANFAATAN 4. PENGENDALIAN DILAKUKAN MELALUI: 1. PENGEMBANGAN YANG TELAH ADA; 2. PEMBANGUNAN BARU; ATAU 3. PEMBANGUNAN KEMBALI. Pasal 58 Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 21

32 Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Hal itu bertujuan untuk untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim. Penyelenggaraan kawasan permukiman mencakup lingkungan hunian dan tempat kegiatan pendukung perikehidupan dan penghidupan di perkotaan dan di perdesaan. Penyelenggaraan kawasan permukiman wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan yang meliputi: hubungan antar kawasan fungsional sebagai bagian lingkungan hidup di luar kawasan lindung, keterkaitan lingkungan hunian perkotaan dengan lingkungan hunian perdesaan, keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian perkotaan dan pengembangan kawasan perkotaan, keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian perdesaan dan pengembangan kawasan perdesaan, keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup, keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang dan lembaga yang mengoordinasikan pengembangan kawasan permukiman. Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan melalui, pengembangan yang telah ada, pembangunan baru atau pembangunan kembali. Ketentuan lebih lanjut mengenai arahan pengembangan kawasan permukiman diatur dengan Peraturan Pemerintah. M. Penyelenggaraan Lingkungan Hunian Perkotaan. Penyelenggaraan lingkungan hunian perkotaan dilakukan melalui: 1. Pengembangan lingkungan hunian perkotaan; 2. Pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan; atau 3. Pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan. Sedangkan penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian perkotaan huruf a mencakup: peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perkotaan dengan memperhatikan fungsi dan peranan perkotaan, peningkatan pelayanan lingkungan hunian perkotaan, peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perkotaan, penetapan bagian lingkungan hunian perkotaan yang dibatasi dan yang didorong pengembangannya, pencegahan tumbuhnya 22 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

33 perumahan kumuh dan permukiman kumuh, dan pencegahan tumbuh dan berkembangnya lingkungan hunian yang tidak terencana dan tidak teratur. Penyelenggaraan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan mencakup: 1. Penyediaan lokasi permukiman; 2. Penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan 3. Penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian perkotaan, pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan, dan pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan. Penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian perkotaan, pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan, dan pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan dilakukan oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat membentuk atau menunjuk badan hukum. Pembentukan atau penunjukan badan hukum ditetapkan oleh bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Khusus untuk wilayah DKI Jakarta, pembentukan atau penunjukan badan hukum ditetapkan oleh gubernur. N. Penyelenggaraan Lingkungan Hunian Perdesaan Penyelenggaraan lingkungan hunian perdesaan dilakukan melalui: 1. Pengembangan lingkungan hunian perdesaan; 2. Pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan; atau 3. Pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan. Penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian mencakup: peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perdesaan dengan memperhatikan fungsi dan peranan perdesaan, peningkatan pelayanan lingkungan hunian perdesaan, peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perdesaan, penetapan bagian lingkungan hunian perdesaan yang dibatasi dan yang didorong pengembangannya, peningkatan kelestarian alam dan potensi sumber daya perdesaan; dan pengurangan kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Penyelenggaraan pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan mencakup: 1. Penyediaan lokasi permukiman; 2. Penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 23

34 3. Penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan dan pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan dimaksudkan untuk memulihkan fungsi lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan. Pembangunan kembali dilakukan dengan cara: rehabilitasi, rekonstruksi, atau peremajaan. Pembangunan kembali tetap melindungi masyarakat penghuni untuk dimukimkan kembali di lokasi yang sama sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penyelenggaraan kawasan permukiman dilaksanakan melalui tahapan: 1. Perencanaan 2. Pembangunan 3. Pemanfaatan 4. Pengendalian. O. Perencanaan Kawasan Permukiman Perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dimaksudkan untuk menghasilkan dokumen rencana kawasan permukiman sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pembangunan kawasan permukiman. Pedoman tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan lingkungan hunian dan digunakan untuk tempat kegiatan pendukung dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Perencanaan kawasan permukiman dapat dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang. Dokumen rencana kawasan permukiman ditetapkan oleh bupati/walikota. Perencanaan kawasan permukiman harus mencakup : 1. Peningkatan sumber daya perkotaan atau perdesaan; 2. Mitigasi bencana; dan 3. Penyediaan atau peningkatan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Perencanaan kawasan permukiman terdiri atas perencanaan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan serta perencanaan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan perdesaan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Perencanaan lingkungan hunian perkotaan dilakukan melalui : 1. Perencanaan pengembangan lingkungan hunian perkotaan; 2. Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan; atau 3. Perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan. 24 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

35 Perencanaan pengembangan lingkungan hunian perkotaan mencakup: 1. Penyusunan rencana peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perkotaan dengan memperhatikan fungsi dan peranan perkotaan; 2. Penyusunan rencana peningkatan pelayanan lingkungan hunian perkotaan; 3. Penyusunan rencana peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perkotaan; 4. Penyusunan rencana pencegahan tumbuhnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan 5. Penyusunan rencana pencegahan tumbuh dan berkembangnya lingkungan hunian yang tidak terencana dan tidak teratur. Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan mencakup : 1. Penyusunan rencana penyediaan lokasi permukiman; 2. Penyusunan rencana penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan 3. Penyusunan rencana lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan meliputi perencanaan lingkungan hunian baru skala besar dengan Kasiba dan perencanaan lingkungan hunian baru bukan skala besar dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan didahului dengan penetapan lokasi pembangunan lingkungan hunian baru yang dapat diusulkan oleh badan hukum bidang perumahan dan permukiman atau pemerintah daerah. Lokasi pembangunan lingkungan hunian baru ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota, berdasarkan hasil studi kelayakan; 1. Rencana pembangunan perkotaan atau perdesaan; 2. Rencana penyediaan tanah; dan 3. Analisis mengenai dampak lalu lintas dan lingkungan Sedangkan perencanaan lingkungan hunian perdesaan dilakukan melalui pengembangan lingkungan hunian perdesaan; pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan; atau pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan. Perencanaan pengembangan lingkungan hunian perdesaan mencakup penyusunan rencana peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perdesaan dengan memperhatikan fungsi dan peranan perdesaan, penyusunan rencana Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 25

36 peningkatan pelayanan lingkungan hunian perdesaan, penyusunan rencana peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perdesaan, penyusunan rencana penetapan bagian lingkungan hunian perdesaan yang dibatasi dan yang didorong pengembangannya dan penyusunan rencana peningkatan kelestarian alam dan potensi sumber daya perdesaan. Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru mencakup: penyusunan rencana penyediaan lokasi permukiman, penyusunan rencana penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan penyusunan rencana penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian dan perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan dimaksudkan untuk memulihkan fungsi lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan. Perencanaan pembangunan kembali dilakukan dengan cara: penyusunan rencana rehabilitasi; penyusunan rencana rekonstruksi; atau penyusunan rencana peremajaan. Perencanaan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan perdesaan meliputi perencanaan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, kegiatan ekonomi, dan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab dalam perencanaan pengembangan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan, pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan dan perdesaan, dan pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan. Pembangunan kawasan permukiman harus mematuhi rencana dan izin pembangunan lingkungan hunian dan kegiatan pendukung dapat dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum. Pembangunan kawasan permukiman terdiri atas pembangunan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan serta pembangunan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan perdesaan. Pembangunan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan dilakukan melalui : 1. Pelaksanaan pengembangan lingkungan hunian; 2. Pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru; atau 3. Pelaksanaan pembangunan kembali lingkungan hunian. Pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru mencakup : 26 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

37 1. Pembangunan permukiman; 2. Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan 3. Pembangunan lokasi pelayanan jasa pemerintahan dan pelayanan sosial. Pembangunan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan perdesaan meliputi pembangunan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, kegiatan ekonomi, dan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengembangan lingkungan hunian, pembangunan lingkungan hunian baru, dan pembangunan kembali lingkungan hunian. P. Pemanfaatan Kawasan Permukiman Pemanfaatan kawasan permukiman dilakukan untuk menjamin kawasan permukiman sesuai dengan fungsinya sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah; dan mewujudkan struktur ruang sesuai dengan perencanaan kawasan permukiman. Pemanfaatan kawasan permukiman terdiri atas pemanfaatan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan serta pemanfaatan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan perdesaan. Pemanfaatan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan dilakukan melalui: pemanfaatan hasil pengembangan lingkungan hunian; pemanfaatan hasil pembangunan lingkungan hunian baru; atau pemanfaatan hasil pembangunan kembali lingkungan hunian. Pemanfaatan hasil pembangunan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan mencakup: tempat tinggal; prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Pemanfaatan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan perdesaan meliputi pemanfaatan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, kegiatan ekonomi, dan prasarana, sarana, dan utilitas umum, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab dalam pemanfaatan hasil pengembangan lingkungan hunian, pembangunan lingkungan hunian baru, dan pembangunan kembali lingkungan hunian di perkotaan atau perdesaan. Q. Pengendalian Penyelenggaraan Kawasan Permukiman Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab melaksanakan pengendalian dalam penyelenggaraan kawasan permukiman yang dilakukan untuk : Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 27

38 Menjamin pelaksanaan pembangunan permukiman dan pemanfaatan permukiman sesuai dengan rencana kawasan permukiman; Mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan Mencegah terjadinya tumbuh dan berkembangnya lingkungan hunian yang tidak terencana dan tidak teratur. Pengendalian dalam penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan pada tahap: 1. Perencanaan; 2. Pembangunan; dan 3. Pemanfaatan. Pengendalian kawasan permukiman dilakukan pada lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdesaan. Pengendalian penyelenggaraan lingkungan hunian perkotaan dilaksanakan pada: pengembangan perkotaan atau perkotaan baru. Pengendalian penyelenggaraan lingkungan hunian perdesaan dilaksanakan pada pengembangan perdesaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan/atau budaya perdesaan. Pengendalian pada tahap perencanaan dilakukan dengan mengawasi rencana penyediaan prasarana, sarana dan utilitas umum sesuai dengan standar pelayanan minimal dan memberikan batas zonasi lingkungan hunian dan tempat kegiatan pendukung. Pengendalian perencanaan kawasan permukiman dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Pengendalian pada tahap pembangunan dilakukan dengan mengawasi pelaksanaan pembangunan pada kawasan permukiman, untuk menjaga kualitas kawasan permukiman. Pengendalian pada tahap pembangunan yang dilakukan dengan mengawasi pelaksanaan pembangunan terdiri atas kegiatan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. Pemantauan merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyelenggaraan kawasan permukiman secara langsung, tidak langsung, dan/atau melalui laporan masyarakat. Evaluasi merupakan kegiatan penilaian terhadap tingkat pencapaian penyelenggaraan kawasan permukiman secara terukur dan objektif. Pelaporan merupakan kegiatan penyampaian hasil evaluasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan penyelenggaraan kawasan permukiman diatur dengan Peraturan Pemerintah. 28 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

39 Pengendalian pada tahap pemanfaatan dilakukan dengan: 1. Pemberian insentif; 2. Pengenaan disinsentif; dan 3. Pengenaan sanksi. Pemberian insentif berupa: insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, pemberian kompensasi, subsidi silang, pembangunan serta pengadaan prasarana, sarana, dan utilitas umum, dan/atau kemudahan prosedur perizinan. Pengenaan disinsentif berupa: pengenaan retribusi daerah, pembatasan penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum, pengenaan kompensasi; dan/atau pengenaan sanksi berdasarkan Undang-Undang PKP. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dapat dilakukan oleh: 1. Pemerintah kepada pemerintah daerah; 2. Pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; 3. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada badan hukum; atau 4. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif, pengenaan disinsentif, dan pengenaan sanksi diatur dengan Peraturan Pemerintah. R. Pemeliharaan dan Perbaikan Gambar 4. Pemeliharaan dan Perbaikan Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 29

40 Pemeliharaan dan perbaikan dimaksudkan untuk menjaga fungsi perumahan dan kawasan permukiman yang dapat berfungsi secara baik dan berkelanjutan untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup orang perorangan. Hal tersebut dilakukan pada rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum di perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. Pemeliharaan dan perbaikan dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dan perbaikan prasarana, sarana, dan utilitas umum di perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman. Pemeliharaan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum dilakukan melalui perawatan dan pemeriksaan secara berkala. Pemeliharaan rumah wajib dilakukan oleh setiap orang. Pemeliharaan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk perumahan, dan permukiman wajib dilakukan oleh pemerintah daerah dan/atau setiap orang. Pemeliharaan sarana dan utilitas umum untuk lingkungan hunian wajib dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum. Pemeliharaan prasarana untuk kawasan permukiman wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dan Pasal 89 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Perbaikan rumah dan prasarana, sarana, atau utilitas umum dilakukan melalui rehabilitasi atau pemugaran. Perbaikan rumah wajib dilakukan oleh setiap orang. Perbaikan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk perumahan dan permukiman wajib dilakukan oleh pemerintah daerah dan/atau setiap orang. Perbaikan sarana dan utilitas umum untuk lingkungan hunian wajib dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang. Perbaikan prasarana untuk kawasan permukiman wajib dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum. 30 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

41 S. Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh Gambar 5. Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Kawasan Permukiman Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh guna meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni dilakukan untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru serta untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan permukiman. Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilaksanakan berdasarkan pada prinsip kepastian bermukim yang menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki tempat tinggal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 31

42 Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru mencakup: 1. Ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi; 2. Ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum; 3. Penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum; dan 4. Pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Pencegahan dimaksud dilaksanakan melalui: pengawasan dan pengendalian; dan pemberdayaan masyarakat. Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas kesesuaian terhadap perizinan, standar teknis, dan kelaikan fungsi melalui pemeriksaan secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberdayaan masyarakat dilakukan terhadap pemangku kepentingan bidang perumahan dan kawasan permukiman melalui pendampingan dan pelayanan informasi. Pencegahan wajib dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang. Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam upaya peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, pemerintah dan/atau pemerintah daerah menetapkan kebijakan, strategi, serta pola-pola penanganan yang manusiawi, berbudaya, berkeadilan, dan ekonomis. Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh didahului dengan penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan pola-pola penanganan: a. pemugaran; b. peremajaan; atau c. pemukiman kembali. Pola-pola penanganan terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilanjutkan melalui pengelolaan untuk mempertahankan tingkat kualitas perumahan dan permukiman. 32 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

43 Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi persyaratan : 1. Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; 2. Kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan; 3. Kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan dan tidak membahayakan penghuni; 4. Tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan; e. Kualitas bangunan; dan f. Kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat. Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib didahului proses pendataan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan lokasi dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah. Pemugaran dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali, perumahan dan permukiman menjadi perumahan dan permukiman yang layak huni. Peremajaan dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat sekitar. Peremajaan harus dilakukan dengan terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat terdampak. Kualitas rumah, perumahan, dan permukiman yang diremajakan harus diwujudkan secara lebih baik dari kondisi sebelumnya. Peremajaan dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat. Pemukiman kembali dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah, perumahan, dan permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakat. Pemukiman kembali dilakukan dengan memindahkan masyarakat terdampak dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau rawan bencana serta dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang. Pemukiman kembali wajib dilakukan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota. Lokasi yang akan ditentukan Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 33

44 sebagai tempat untuk pemukiman kembali ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat. Pengelolaan dilakukan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas perumahan dan permukiman secara berkelanjutan. Pengelolaan dilakukan oleh masyarakat secara swadaya. Pengelolaan oleh masyarakat dapat difasilitasi oleh pemerintah daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penetapan lokasi, pemugaran, peremajaan, pemukiman kembali, dan pengelolaan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh diatur dengan Peraturan Pemerintah. T. Penyediaan Tanah Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab atas ketersediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. Ketersediaan tanah termasuk penetapannya di dalam rencana tata ruang wilayah merupakan tanggung jawab pemerintahan daerah Penyediaan tanah untuk pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman dapat dilakukan melalui : 1. Pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsung dikuasai negara; 2. Konsolidasi tanah oleh pemilik tanah; 3. Peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah; 4. Pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik negara atau milik daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 5. Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar; dan/atau 6. Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tanah yang langsung dikuasai oleh negara yang digunakan untuk pembangunan rumah, perumahan, dan/atau kawasan permukiman diserahkan melalui pemberian hak atas tanah kepada setiap orang yang melakukan pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman. Pemberian hak atas tanah didasarkan pada keputusan gubernur atau bupati/walikota tentang penetapan lokasi atau izin lokasi. 34 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

45 Dalam hal tanah yang langsung dikuasai negara terdapat garapan masyarakat, hak atas tanah diberikan setelah pelaku pembangunan perumahan dan permukiman selaku pemohon hak atas tanah menyelesaikan ganti rugi atas seluruh garapan masyarakat berdasarkan kesepakatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan tentang ganti rugi, penyelesaiannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Konsolidasi tanah dapat dilakukan di atas tanah milik pemegang hak atas tanah dan/atau di atas tanah negara yang digarap oleh masyarakat. Konsolidasi tanah dilaksanakan berdasarkan kesepakatan: 1. Antar Pemegang Hak Atas Tanah; 2. Antar Penggarap Tanah Negara; atau 3. Antara Penggarap Tanah Negara dan Pemegang Hak Atas Tanah. Konsolidasi tanah dapat dilaksanakan apabila paling sedikit 60% (enam puluh persen) dari pemilik tanah yang luas tanahnya meliputi paling sedikit 60% (enam puluh persen) dari luas seluruh areal tanah yang akan dikonsolidasi menyatakan persetujuannya. Kesepakatan paling sedikit 60% (enam puluh persen) tidak mengurangi hak masyarakat sebesar 40% (empat puluh persen) untuk mendapatkan aksesibilitas. Konsolidasi tanah dapat dilaksanakan bagi pembangunan rumah tunggal, rumah deret, atau rumah susun. Penetapan lokasi konsolidasi tanah dilakukan oleh bupati/walikota. Khusus untuk DKI Jakarta, penetapan lokasi konsolidasi tanah ditetapkan oleh gubernur. Lokasi konsolidasi tanah yang sudah ditetapkan tidak memerlukan izin lokasi. Dalam pembangunan rumah umum dan rumah swadaya yang didirikan di atas tanah hasil konsolidasi, Pemerintah wajib memberikan kemudahan berupa: sertifikasi hak atas tanah, penetapan lokasi, desain konsolidasi, dan pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Sertifikasi terhadap pemilik tanah hasil konsolidasi tidak dikenai bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Sertifikasi terhadap penggarap tanah negara hasil konsolidasi dikenai bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Konsolidasi tanah dapat dilaksanakan melalui kerja sama dengan badan hukum. Kerja sama dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara penggarap tanah negara dan/atau pemegang hak atas tanah dan badan hukum dengan prinsip kesetaraan yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 35

46 Ketentuan lebih lanjut mengenai konsolidasi tanah diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peralihan atau pelepasan hak atas dilakukan setelah badan hukum memperoleh izin lokasi. Peralihan hak atas tanah dibuat di hadapan pejabat pembuat akta tanah setelah ada kesepakatan bersama. Pelepasan hak atas tanah dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang. Peralihan hak atau pelepasan hak atas tanah wajib didaftarkan pada kantor pertanahan kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik negara atau milik daerah bagi pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman diperuntukkan pembangunan rumah umum dan/atau rumah khusus. Pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik negara atau milik daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar bagi pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman diperuntukkan pembangunan rumah umum, rumah khusus, dan penataan permukiman kumuh. Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum bagi pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan permukiman diperuntukkan pembangunan rumah umum, rumah khusus, dan penataan permukiman kumuh. Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 36 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

47 U. Pendanaan Dan Sistem Pembiayaan Gambar 6. Pendanaan dan Pembiayaan Pendanaan dan sistem pembiayaan, merupakan suatu hal untuk memastikan ketersediaan dana dan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, permukikam, serta lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan. Pemerintah dan pemerintah daerah mendrong pemberdayaan sistem pembiayaan. 1. Pendanaan Sumber dana untuk pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan berasal dari: a. anggaran pendapatan dan belanja negara; b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau c. sumber dana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dana tersebut dimanfaatkan untuk mendukung: a. Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; dan/atau b. Kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi MBR sesuai dengan standar pelayanan minimal. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 37

48 2. Sistem Pembiayaan a. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah harus melakukan upaya pengembangan sistem pembiayaan untuk penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. b. Pengembangan sistem pembiayaan meliputi: 1). lembaga pembiayaan; 2). pengerahan dan pemupukan dana; 3). pemanfaatan sumber biaya; dan 4). Kemudahan atau bantuan pembiayaan. c. Sistem pembiayaan dilakukan berdasarkan prinsip konvensional atau prinsip syariah melalui: a. pembiayaan primer perumahan; dan/atau b. pembiayaan sekunder perumahan. 3. Lembaga Pembiayaan Pemerintah atau pemerintah daerah dapat menugasi atau membentuk badan hukum pembiayaan di bidang perumahan dan kawasan permukiman. Badan hukum pembiayaan bertugas menjamin ketersediaan dana murah jangka panjang untuk penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. Dalam hal pembangunan dan pemilikan rumah umum dan swadaya, badan hukum pembiayaan wajib menjamin: a. Ketersediaan dana murah jangka panjang; b. Kemudahan dalam mendapatkan akses kredit atau pembiayaan; c. Keterjangkauan dalam membangun, memperbaiki, atau memiliki rumah. Penugasan dan pembentukan badan hukum pembiayaan di bidang perumahan dan kawasan permukiman dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Pengerahan dan Pemupukan Dana Pengerahan dan pemupukan dana meliputi: a. Dana masyarakat; b. Dana tabungan perumahan termasuk hasil investasi atas kelebihan likuiditas; dan/atau c. Dana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab mendorong pemberdayaan bank dalam pengerahan dan pemupukan dana bagi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman secara berkelanjutan. 38 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

49 Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong pemberdayaan lembaga keuangan bukan bank dalam pengerahan dan pemupukan dana tabungan perumahan dan dana lainnya khusus untuk perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c bagi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengerahan dan pemupukan dana diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan ketentuan mengenai tabungan perumahan diatur tersendiri dengan undang-undang. 5. Pemanfaatan Sumber Biaya Pemanfaatan sumber biaya digunakan untuk pembiayaan: a. Konstruksi; b. Perolehan rumah; c. Pembangunan rumah, rumah umum, atau perbaikan rumah swadaya; d. Pemeliharaan dan perbaikan rumah; e. Peningkatan kualitas perumahan dan kawasan permukiman; dan/atau f. Kepentingan lain di bidang perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6. Kemudahan dan Bantuan Pembiayaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan untuk pembangunan dan perolehan rumah umum dan rumah swadaya bagi MBR. Dalam hal pemanfaatan sumber biaya yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan rumah umum atau rumah swadaya, MBR selaku pemanfaat atau pengguna yang mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan wajib mengembalikan pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan dapat berupa: a. Skema pembiayaan; b. Penjaminan atau asuransi; dan/atau c. Dana murah jangka panjang. Pembiayaan primer perumahan dilaksanakan oleh badan hukum. badan hukum merupakan lembaga keuangan sebagai penyalur kredit atau pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 39

50 V. Pembiayaan sekunder perumahan berfungsi memberikan fasilitas pembiayaan untuk meningkatkan kapasitas dan kesinambungan pembiayaan perolehan rumah. Pembiayaan sekunder perumahan dilaksanakan oleh lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan bukan bank dapat melakukan sekuritisasi aset pembiayaan perolehan rumah yang hasilnya sepenuhnya diperuntukkan keberlanjutan fasilitas pembiayaan perolehan rumah untuk MBR. Sekuritisasi aset pembiayaan perolehan rumah dilaksanakan melalui pasar modal. Hak Dan Kewajiban Dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, setiap orang berhak: 1. Menempati, menikmati, dan/atau memiliki/memperoleh rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur; 2. Melakukan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; 3. Memperoleh informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; 4. Memperoleh manfaat dari penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; 5. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; dan 6. Mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang merugikan masyarakat. Dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, setiap orang wajib: 1. Menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan, dan kesehatan di perumahan dan kawasan permukiman; 2. Turut mencegah terjadinya penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang merugikan dan membahayakan kepentingan orang lain dan/atau kepentingan umum; 3. Menjaga dan memelihara prasarana lingkungan, sarana lingkungan, dan utilitas umum yang berada di perumahan dan kawasan permukiman; dan 40 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

51 4. Mengawasi pemanfaatan dan berfungsinya prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar dibawah ini: W. Peran Masyarakat Gambar 7. Hak dan Kewajiban Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat. Peran masyarakat dimaksud pada dilakukan dengan memberikan masukan dalam: 1. Penyusunan rencana pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; 2. Pelaksanaan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; 3. Pemanfaatan perumahan dan kawasan permukiman; 4. Pemeliharaan dan perbaikan perumahan dan kawasan permukiman; dan/atau 5. Pengendalian penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; Peran masyarakat dilakukan dengan membentuk forum pengembangan perumahan dan kawasan permukiman. Forum dimaksud mempunyai fungsi dan tugas: Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 41

52 1. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; 2. Membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; 3. Meningkatkan peran dan pengawasan masyarakat; 4. Memberikan masukan kepada pemerintah; dan/atau 5. Melakukan peran arbitrase dan mediasi di bidang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. Forum terdiri dari unsur: 1. Instansi pemerintah yang terkait dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman; 2. Asosiasi perusahaan penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman; 3. Asosiasi profesi penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman; 4. Asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman; 5. Pakar di bidang perumahan dan kawasan permukiman; dan/atau 6. Lembaga swadaya masyarakat dan/atau yang mewakili konsumen yang berkaitan dengan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman. Gambar 8. Peran Masyarakat 42 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

53 X. Larangan Dalam UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman diatur beberapa larangan sebagai berikut : 1. Setiap orang dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan. 2. Setiap orang dilarang menyewakan atau mengalihkan kepemilikannya atas rumah umum kepada pihak lain. 3. Setiap orang dilarang menyelenggaraan lingkungan hunian atau Kasiba yang tidak memisahkan lingkungan hunian atau Kasiba menjadi satuan lingkungan perumahan atau Lisiba. 4. Setiap orang dilarang menjual satuan lingkungan perumahan atau Lisiba yang belum menyelesaikan status hak atas tanahnya. 5. Badan hukum yang melakukan pembangunan rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun dilarang melakukan serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 80% (delapan puluh persen) dari pembeli sebelum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal Setiap orang dilarang membangun perumahan dan/atau permukiman di luar kawasan yang khusus diperuntukkan bagi perumahan dan permukiman. 7. Setiap orang dilarang membangun, perumahan, dan/atau permukiman di tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang. 8. Setiap pejabat dilarang mengeluarkan izin pembangunan rumah, perumahan, dan/atau permukiman yang tidak sesuai dengan fungsi dan pemanfaatan ruang. 9. Setiap orang dilarang menolak atau menghalang-halangi kegiatan pemukiman kembali rumah, perumahan, dan/atau permukiman yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah setelah terjadi kesepakatan dengan masyarakat setempat. 10. Setiap orang dilarang menginvestasikan dana dari pemupukan dana tabungan perumahan selain untuk pembiayaan kegiatan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 43

54 11. Badan Hukum yang menyelenggarakan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, dilarang mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas umum di luar fungsinya. 12. Badan hukum yang belum menyelesaikan status hak atas tanah lingkungan hunian atau Lisiba, dilarang menjual satuan permukiman. Dalam membangun lisiba dilarang dilakukan oleh perseorangan. 13. Badan hukum yang membangun Lisiba dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa rumah, larangan dikecualikan bagi pembangunan perumahan untuk MBR dengan kaveling tanah matang ukuran kecil Y. Penyelesaian Sengketa Penyeselesaian sengketa bidang perumahan diatur sebagai berikut : 1. Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. 2. Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa. 3. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsilisiasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak menghilangkan tanggung jawab pidana. 5. Gugatan atas pelanggaran perumahan dapat dilakukan oleh: a. orang perseorangan; b. badan hukum; c. masyarakat; dan/atau d. pemerintah dan/atau instansi terkait Z. Sanksi Administratif Dalam UU nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahanan dan Kwasan Permukiman diatur mengenai saknsi sebagai berikut : Setiap orang yang menyelenggarakan perumahan dan kawasan permukiman yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 ayat (4), Pasal 45, Pasal 47 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

55 ayat (2), Pasal 63, Pasal 71 ayat (1), Pasal 126 ayat (2), Pasal 134, Pasal 135, Pasal 136, Pasal 137, Pasal 138, Pasal 139, Pasal 140, Pasal 141, Pasal 142, Pasal 143, Pasal 144, Pasal 145, atau Pasal 146 ayat (1) dikenai sanksi administratif. Sanksi administratif dapat berupa: 1. Peringatan tertulis; 2. Pembatasan kegiatan pembangunan; 3. Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan; 4. Penghentian sementara atau penghentian tetap pada pengelolaan perumahan; 5. Penguasaan sementara oleh pemerintah (disegel); 6. Kewajiban membongkar sendiri bangunan dalam jangka waktu tertentu; 7. Pembatasan kegiatan usaha; 8. Pembekuan izin mendirikan bangunan; 9. Pencabutan izin mendirikan bangunan; 10. Pembekuan/pencabutan surat bukti kepemilikan rumah; 11. Perintah pembongkaran bangunan rumah; 12. Pembekuan izin usaha; 13. Pencabutan izin usaha; 14. Pengawasan; 15. Pembatalan izin; 16. Kewajiban pemulihan fungsi lahan dalam jangka waktu tertentu; 17. Pencabutan insentif; 18. Pengenaan denda administratif; dan/atau 19. Penutupan lokasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman telah diatur mengenai sanksi tersebut sebagai berikut : Pasal 128 1) Setiap orang yang melakukan perencanaan dan perancangan Rumah tidak memiliki keahlian di bidang perencanaan dan perancangan Rumah Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 45

56 sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa: a. Peringatan tertulis; b. Pembatasan kegiatan usaha; c. Izin usaha; dan d. Denda administratif. 2) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: a. Bagi orang perseorangan dikenai sanksi berupa denda administrasi paling sedikit Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (dua ratus juta rupiah); dan b. Bagi Badan Hukum, dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). 3) Tata cara penambahan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: a. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan sanksi administratif dikenakan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha paling lama 1 (satu) tahun; dan b. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama 2 (dua) tahun. Pasal 129 1) Setiap orang yang melakukan perencanaan dan perancangan Rumah yang hasilnya tidak memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa: a. Peringatan tertulis; b. Pencabutan izin usaha; c. Pencabutan insentif; dan d. Denda administratif. 46 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

57 2) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif yang dikenakan pada orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: a. Peringatan tertulis diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; dan b. Orang perseorangan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). 3) Dalam hal perencanaan dan perancangan Rumah dilakukan olah Badan Hukum, tata cara pengenaan sanksi administratif dilakukan sebagai berikut: a. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama 6 (enam) bulan; b. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan insentif; dan c. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pencabutan insentif sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 130 1) Setiap orang yang melakukan perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang tidak memenuhi persyaratan admistratif, teknis, dan ekologis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dikenai sanksi berupa: a. Peringatan tertulis; b. Pencabutan izin usaha; c. Pencabutan insentif; dan Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 47

58 d. Denda administratif. 4) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif yang dikenakan pada orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: a. Peringatan tertulis diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; dan b. Orang perseorangan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). 5) Dalam hal perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum dilakukan olah Badan Hukum, tata cara pengenaan sanksi administratif dilakukan sebagai berikut: a. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama 6 (enam) bulan; b. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan insentif; dan c. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pencabutan insentif sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 131 4) Setiap orang yang melakukan perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum tidak memiliki keahlian di bidang perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa: a. Peringatan tertulis; 48 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

59 b. Pembatasan kegiatan usaha; c. Pembekuan izin usaha; dan d. Denda administratif. 5) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: a. Bagi orang perseorangan dikenai sanksi berupa denda administrasi paling sedikit Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (dua ratus juta rupiah); dan b. Bagi Badan Hukum, dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). 6) Tata cara penambahan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan sebagai berikut: a. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan sanksi administratif dikenakan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha paling lama 1 (satu) tahun; b. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama 2 (dua) tahun. Pasal 132 1) Badan Hukum yang melakukan pembangunan Perumahan yang tidak mewujudkan Perumahan dengan Hunian Berimbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) atau Badan Hukum yang melakukan pembangunan Perumahan skala besar tidak mewujudkan Hunian Berimbang dalam satu hamparan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dikenai sanksi berupa: a. Peringatan tertulis; b. Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan, dan/ atau c. Denda administratif. 2) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebagai berikut: Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 49

60 a. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; b. Badan hukum yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja dikenakan sanksi administratif berupa penghentian tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan; c. Badan hukum yang mengabaikan penghentian tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa penguasaan sementara oleh pemerintah dengan cara disegel paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja; dan d. Badan hukum yang mengabaikan pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf c, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha; dan e. Badan hukum yang mengabaikan pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf f dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 133 1) Badan Hukum yang melakukan pembangunan peumahan dengan Hunian Berimbang tidak dalam satu hamparan, pembangunan Rumah umum tidak dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota, khusus untuk DKI Jakarta dalam satu provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) atau Badan Hukum yang melakukan pembangunan Perumahan dengan Hunian Berimbang tidak dalam satu hamparan tidak menyediakan akses dari Rumah umum yang dibangun menuju pusat pelayanan atau tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) dikenai sanksi administratif berupa: a. Peringatan tertulis; b. Pembatasan kegiatan pembangunan; c. Pembekuan izin mendirikan bangunan; d. Pencabutan izin mendirikan bangunan; dan e. Pembongkaran bangunan. 50 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

61 2) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebagai berikut: a. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; b. Badan hukum yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja dikenakan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan pembangunan; c. Badan hukum yang mengabaikan pembatasan kegiatan pembangunan sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin mendirikan bangunan oleh pemerintah daerah dengan cara disegel paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. d. Badan Hukum yang mengabaikan pembekuan izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf c dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin mendirikan bangunan; e. Badan Hukum yang mengabaikan pencabutan izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf f dikenakan sanksi administratif berupa pembongkaran bangunan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak perintah pembongkaran diberikan oleh Badan Hukum yang bersangkutan; dan f. Badan Hukum yang mengabaikan perintah pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf e dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 134 1) Setiap orang yang melakukan pembangunan Rumah dan Perumahan tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa: a. Peringatan tertulis: b. Pembekuan izin mendirikan bangunan; Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 51

62 c. Pencabutan izin menclirikan bangunan; clan d. Pembongkaran bangunan. 2) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan pada orang perseorangan dilaksanakan sebagai berikut: a. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; b. Orang perseorangan yang mengabaikan. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, dikenakan sanks administratif berupa pembekuan izin mendirikan bangunan oleh pemerintah daerah dengan cara disegel paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja; c. Orang perseorangan yang mengabaikan pernbekuan izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf c dikenakan sanksi adrninistratif berupa pencabutan izin rnendirikan bangunan; d. Orang perseorangan yang mengabaikan pencabutan izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf f dikenakan sanksi adrninistratif berupa pembongkaran bangunan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak perintah pembongkaran diberikan oleh setiap orang yang bersangkutan; dan e. Orang perseorangan yang mengabaikan perintah pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud; f. Pada huruf e dikenakan sanksi adrninistratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak rp ,00 (seratus juta rupiah). 3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e yang dikenakan terhadap Badan Hukurn dapat ditambah sanksi administratif berupa: a. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan perintah pembongkaran bangunan dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama 2 (dua) tahun; 52 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

63 b. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pernbekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan denda adrninistratif paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lirna ratus juta rupiah). Pasal 135 1) Badan Hukum yang melakukan pembangunan Rumah tunggal dan/atau Rumah deret, yang melakukan serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 80% (delapan puluh persen) dari pembeli, sebelum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (5) dikenai sanksi berupa: a. Peringatan tertulis; b. Pembekuan izin usaha; c. Pencabutan insentif; dan d. Denda administratif. 2) Tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: a. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; b. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama 1 (satu) tahun; c. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan insentif; dan d. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pencabutan insentif sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). Pasal 136 1) Setiap orang yang melakukan pembangunan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum Perumahan tidak sesuai dengan rencana, rancangan dan Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 53

64 perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) atau tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) atau tidak menyerahkan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang telah selesai dibangun kepada Pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa: a. Peringatan tertulis; b. Penghentian sementara pelaksanaan pembangunan; dan c. Perintah pembongkaran. 2) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif yang dikenakan pada orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: a. Peringatan tertulis diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; dan b. Setiap orang yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara pelaksanaan pembangunan; dan c. Orang perseorangan yang mengabaikan penghentian sementara pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). 3) Dalam hal pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dilakukan olah Badan Hukum, tata cara pengenaan sanksi administratif dilakukan sebagai berikut: a. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara pelaksanaan pembangunan paling lama 1 (satu) tahun; b. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan penghentian sementara pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan insentif: dan 54 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

65 c. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pencabutan insentif sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 137 1) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan Rumah selain digunakan untuk fungsi hunian yang tidak memastikan terpeliharanya Perumahan dan Lingkungan Hunian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa: a. Peringatan tertulis; b. Pembekuan surat bukti kepemilikan rumah; c. Denda administratif; dan d. Pencabutan surat bukti kepemilikan Rumah. 2) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif yang dikenakan pada orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: a. Peringatan tertulis diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; dan b. Orang perseorangan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). 3) Tata cara dan mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dikenakan pada Badan Hukum dilakukan sebagai berikut: a. Peringatan tertulis diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; b. Badan Hukum yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan surat bukti kepemilikan Rumah paling lama 1 (satu) tahun; Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 55

66 c. Badan Hukum yang mengabaikan pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (seratus juta rupiah); dan d. Badan Hukum mengabaikan denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf c, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan surat bukti kepemilikan Rumah. Pasal 138 1) Setiap orang yang melakukan penyelenggaraan kawasan Permukiman yang tidak melalui tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa: a. Peringatan b. Pembekuan izin usaha; c. Pencabutan insentif; dan d. Denda administratif. 2) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan pada orang perseorangan dilakukan sebagai berikut: a. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; dan b. Orang perseorangan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pembatalan izin paling lama 1 (satu) tahun. c. Tata cara penambahan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan sebagai berikut: d. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama 1 (satu) tahun; 56 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

67 e. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan insentif; dan f. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pencabutan insentif sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). Pasal 139 1) Setiap orang yang melakukan pembangunan kawasan Permukiman tidak mematuhi rencana dan izm pembangunan Lingkungan Hunian dan kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa: a. Peringatan tertulis; b. Pembekuan izin usaha; c. Pencabutan insentif; dan/atau d. Denda administratif. 2) Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan pada orang perseorangan dilaksanakan sebagai berikut: a. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangk waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; dan b. Orang perseorangan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pembatalan izin paling lama 1 (satu) tahun. 3) Tata cara penambahan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan pada badan hukum dilaksanakan sebagai berikut: a. Badan hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama 1 (satu) tahun; Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 57

68 b. Badan hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan insentif; dan c. Badan hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pencabutan insentif sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). AA.Ketentuan Pidana Ketentuan Pidana yang diatur dalam UU nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahanan dan Kawasan Permukiman adalah sebagai berikut : 1. Setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan, yang tidak membangun perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah). 2. Selain pidana dimaksud pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa membangun kembali perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan. 3. Setiap orang yang menyewakan atau mengalihkan kepemilikannya atas rumah umum kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). 4. Setiap orang yang menyelenggaraan lingkungan hunian atau Kasiba yang tidak memisahkan lingkungan hunian atau Kasiba menjadi satuan lingkungan perumahan atau Lisiba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah). 5. Selain pidana pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin. 6. Setiap orang yang menjual satuan lingkungan perumahan atau Lisiba yang belum menyelesaikan status hak atas tanahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah). 58 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

69 7. Badan hukum yang dengan sengaja melakukan serah terima dan/atau menerima pembayaran lebih dari 80% (delapan puluh persen) dari pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). 8. Setiap orang yang dengan sengaja membangun perumahan dan/atau permukiman di luar kawasan yang khusus diperuntukkan bagi perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (dua miliar rupiah). 9. Setiap orang yang dengan sengaja membangun perumahan, dan/atau permukiman di tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). 10. Setiap pejabat yang dengan sengaja mengeluarkan izin pembangunan rumah, perumahan, dan/atau permukiman yang tidak sesuai dengan fungsi dan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah). 11. Setiap orang yang dengan sengaja menolak atau menghalanghalangi kegiatan pemukiman kembali rumah, perumahan, atau permukiman yang telah ditetapkan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah setelah terjadi kesepakatan dengan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (seratus juta rupiah). 12. Setiap orang yang dengan sengaja menginvestasikan dana dari pemupukan dana tabungan perumahan selain untuk pembiayaan kegiatan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (lima puluh miliar rupiah). Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 59

70 13. Orang perseorangan yang dengan sengaja membangun Lisiba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (2), dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). 14. Selain pidana dimaksud, pelaku dapat dipidana dengan pidana tambahan berupa pembongkaran Lisiba yang biayanya ditanggung oleh pelaku. 15. Dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah), Badan Hukum yang: a. mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas umum diluar fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144; b. menjual satuan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (1); atau c. membangun lisiba yang menjual kaveling tanah matang tanpa rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1). 16. Selain pidana bagi badan hukum dimaksud, pengurus badan hukum dapat dijatuhi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. 17. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1), Pasal 152, Pasal 153, Pasal 154, Pasal 156, Pasal 157, Pasal 160, atau Pasal 161 dilakukan oleh badan hukum, maka selain pidana penjara dan pidana denda terhadap pengurusnya, pidana dapat dijatuhkan terhadap badan hukum berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda terhadap orang. BB. Latihan 1. Jelaskan secara ringkas ruang lingkup apa saja yang diatur dalam UU Perumahan dan Kawasan Permukiman. 2. Jelaskan mengenai pengaturan hunian berimbang untuk rumah tapak. 3. Jelaskan mengenai sistem penguasaan rumah di dalam UU tersbeut. 4. Jelaskan jenis dan bentuk rumah 5. Jelaskan pola-pola penyediaan tanah dalam UU tersbeut. CC. Rangkuman 1. UU ini mengaturan ketentuan penyelenggaraan perumahan, dimulai dari perencanaan, pembangunan, pengawasan serta pengendalian. 2. UU ini juga mengatur bagaimana pembinaan bidang perumahan dilakukan oleh pemerintah 3. Mengatur pula mengenai enam pola penyediaan tanahnya 60 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

71 4. Mengatur hak dan kewajiban serta tanggung jawab, pemerintah pusat dan pemerintah daerah 5. Mengatur sanksi pidana dan sanksi administrasi serta penyelesaian sengketa dibidang perumahan. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 61

72 62 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

73 BAB 3 UU 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 63

74 UU 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun A. Indikator keberhasilan Peserta pelatihan mampu memahami dan menjelaskan mengenai muatan UU 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun. B. Latar belakang, Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau. Pemenuhan hak atas rumah merupakan masalah nasional yang dampaknya sangat dirasakan di seluruh wilayah tanah air. Hal itu dapat dilihat dari masih banyaknya MBR yang belum dapat menghuni rumah yang layak, khususnya di perkotaan yang mengakibatkan terbentuknya kawasan kumuh. Pemenuhan kebutuhan perumahan tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun sebagai bagian dari pembangunan perumahan mengingat keterbatasan lahan di perkotaan. Pembangunan rumah susun diharapkan mampu mendorong pembangunan perkotaan yang sekaligus menjadi solusi peningkatan kualitas permukiman. Ketentuan mengenai rumah susun selama ini diatur dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, tetapi dalam perkembangannya, undang-undang tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang dalam penghunian, kepemilikan, dan pemanfaatan rumah susun. Di samping itu, pengaruh globalisasi, budaya, dan kehidupan masyarakat serta dinamika masyarakat menjadikan undang-undang tersebut tidak memadai lagi sebagai pedoman dalam pengaturan penyelenggaraan rumah susun 1. Undang-Undang ini menciptakan dasar hukum yang tegas berkaitan dengan penyelenggaraan rumah susun dengan berdasarkan asas kesejahteraan, keadilan dan pemerataan, kenasionalan, keterjangkauan dan kemudahan, keefisienan dan 1 Penjelasan Umum UU nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. 64 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

75 kemanfaatan, kemandirian dan kebersamaan, kemitraan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, kesehatan, kelestarian dan berkelanjutan, keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan, serta keamanan, ketertiban, dan keteraturan. Penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau, meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang, mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh, mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan, memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi, memberdayakan para pemangku kepentingan, serta memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun. Pengaturan dalam undang-undang ini juga menunjukkan keberpihakan negara dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang terjangkau bagi MBR serta partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan rumah susun. Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Pemerintah di bidang penyelenggaraan rumah susun dan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melakukan penyelenggaraan rumah susun di daerah sesuai dengan kewenangannya. Kewenangan yang diberikan tersebut didukung oleh pendanaan yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara maupun anggaran pendapatan dan belanja daerah. Undang-Undang ini mengatur penyelenggaraan rumah susun secara komprehensif meliputi pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran masyarakat. Hal mendasar yang diatur dalam Undang-Undang ini, antara lain, mengenai jaminan kepastian hukum kepemilikan dan kepenghunian atas sarusun bagi MBR; adanya badan yang menjamin penyediaan rumah susun umum dan rumah susun khusus; pemanfaatan barang milik negara/daerah yang berupa tanah dan pendayagunaan tanah wakaf; kewajiban pelaku pembangunan rumah susun komersial untuk menyediakan rumah susun umum; pemberian insentif kepada pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus; bantuan dan kemudahan bagi MBR; serta pelindungan konsumen. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 65

76 C. Penyelenggaraan Rumah Susun Penyelenggaraan rumah susun berasaskan pada: 1. Kesejahteraan, yang dimaksud dengan asas kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak bagi masyarakat agar mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya 2. Keadilan dan pemerataan, yang dimaksud dengan asas keadilan dan pemerataan adalah memberikan hasil pembangunan di bidang rumah susun agar dapat dinikmati secara proporsional dan merata bagi seluruh rakyat. 3. Kenasionalan, yang dimaksud dengan asas kenasionakan adalah memberikan landasan agar kepemilikan sarusun dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kepentingan nasional. 4. Keterjangkauan dan kemudahan, yang dimaksud dengan asas keterjangkauan dan kemudahan adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan rumah susun dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya iklim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi MBR 5. Keefisienan dan kemanfaatan, yang dimaksud dengan asas keefisienan dan kemanfaatan adalah memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun yang dilakukan dengan memaksimalkan potensi sumber daya tanah, teknologi rancang bangun, dan industri bahan bangunan yang sehat serta memberikan kemanfaatan sebesar- besarnya bagi kesejahteraan rakyat. 6. Kemandirian dan kebersamaan, yang dimaksud dengan asas kemandirian dan kebersamaan adalah memberikan landasan penyelenggaraan rumah susun bertumpu pada prakarsa, swadaya, dan peran serta masyarakat sehingga mampu membangun kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri serta terciptanya kerja sama antarpemangku kepentingan. 7. Kemitraan, yang dimaksud dengan asas kemitraan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat dengan prinsip saling mendukung. 8. Keserasian dan keseimbangan, yang dimaksud dengan asas keserasian dan keseimbangan adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan rumah susun dilakukan dengan mewujudkan keserasian dan keseimbangan pola pemanfaatan ruang. 66 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

77 9. Keterpaduan, yang dimaksud dengan asas keterpaduan adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan secara terpadu dalam hal kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian. 10. Kesehatan, yang dimaksud dengan asas kesehatan adalah memberikan landasan agar pembangunan rumah susun memenuhi standar rumah sehat, syarat kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat. 11. Kelestarian dan berkelanjutan, yang dimaksud dengan asas kelestarian dan keberlanjutan adalah memberikan landasan agar rumah susun diselenggarakan dengan menjaga keseimbangan lingkungan hidup dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan. 12. Keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan, yang dimaksud dengan asas keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan adalah memberikan landasan agar bangunan rumah susun memenuhi persyaratan keselamatan, yaitu kemampuan bangunan rumah susun mendukung beban muatan, pengamanan bahaya kebakaran, dan bahaya petir; persyaratan kenyamanan ruang dan gerak antar ruang, pengkondisian udara, pandangan, getaran, dan kebisingan; serta persyaratan kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan, kelengkapan prasarana, dan sarana rumah susun termasuk fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia. 13. Keamanan, ketertiban, dan keteraturan, yang dimaksud dengan asas keamanan, ketertiban, dan keteraturan adalah memberikan landasan agar pengelolaan dan pemanfaatan rumah susun dapat menjamin bangunan, lingkungan, dan penghuni dari segala gangguan dan ancaman keamanan; ketertiban dalam melaksanakan kehidupan bertempat tinggal dan kehidupan sosialnya; serta keteraturan dalam pemenuhan ketentuan administratif. Penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk: 1. Menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya; 2. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 67

78 kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; 3. Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh; 4. Mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif; 5. Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR; 6. Memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun; 7. Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan 8. Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun. Lingkup pengaturan undang-undang ini meliputi: 1. Pembinaan 2. Perencanaan 3. Pembangunan 4. Penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan 5. Pengelolaan 6. Peningkatan kualitas; 7. Pengendalian; 8. Kelembagaan; 9. Tugas dan wewenang; 10. Hak dan kewajiban; 11. Pendanaan dan sistem pembiayaan; 12. Peran masyarakat. 68 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

79 Berikut adalah jenis jenis rumah susun: D. Pembinaan Gambar 9. Jenis jenis Rumah Susun Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan rumah susun yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah, melalui: Menteri pada tingkat nasional; gubernur pada tingkat provinsi; dan bupati/walikota pada tingkat kabupaten/kota. Serta meliputi: perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan. Dalam melaksanakan pembinaan Menteri melakukan koordinasi lintas sektoral, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan, baik vertikal maupun horizontal. Pembinaan Perencanaan dimaksud merupakan satu kesatuan yang utuh dari perencanaan pembangunan nasional dan merupakan bagian integral dari perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan tingkat kewenangannya serta melibatkan peran serta masyarakat, disusun pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dengan memperhatikan kebijakan dan strategi nasional di bidang rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perencanaan pada tingkat nasional menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan penyelenggaraan pembangunan rumah susun pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pembinaan Pengaturan meliputi pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, kelembagaan, dan pendanaan Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 69

80 dan sistem pembiayaan. Pengendalian dilakukan untuk menjamin penyelenggaraan rumah susun sesuai dengan tujuannya. Pengawasan meliputi pemantauan, evaluasi, dan tindakan koreksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pemerintah melakukan pembinaan penyelenggaraan rumah susun secara nasional untuk memenuhi tertib penyelenggaraan rumah susun, dilaksanakan dengan cara: 1. Koordinasi penyelenggaraan rumah susun; 2. Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan sosialisasi norma, standar, prosedur, dan kriteria; 3. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi; 4. Pendidikan dan pelatihan; 5. Penelitian dan pengembangan; 6. Pengembangan sistem dan layanan informasi dan komunikasi; dan 7. Pemberdayaan pemangku kepentingan rumah susun. Pembinaan dilakukan dengan tujuan untuk mendorong pembangunan rumah susun dengan memanfaatkan teknik dan teknologi, bahan bangunan, rekayasa konstruksi, dan rancang bangun yang tepat-guna serta mempertimbangkan kearifan lokal dan keserasian lingkungan yang aman bagi kesehatan, mendorong pembangunan rumah susun yang mampu menggerakkan industri perumahan nasional dan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya lokal, termasuk teknologi tahan gempa, mendorong terwujudnya hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat sebagai sarana pembinaan keluarga dan mendorong pewujudan dan pelestarian nilai-nilai wawasan nusantara atau budaya nasional dalam pembangunan rumah susun. E. Perencanaan Perencanaan pembangunan rumah susun meliputi: 1. Penetapan penyediaan jumlah dan jenis rumah susun; 2. Penetapan zonasi pembangunan rumah susun; dan 3. Penetapan lokasi pembangunan rumah susun. Penetapan penyediaan jumlah dan jenis rumah susun dilakukan berdasarkan kelompok sasaran, pelaku, dan sumber daya pembangunan yang meliputi rumah susun umum, rumah susun khusus, rumah susun negara, dan rumah susun komersial. Penetapan zonasi dan lokasi pembangunan rumah susun harus dilakukan sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Dalam hal daerah belum mempunyai rencana tata ruang wilayah, gubernur atau bupati/walikota 70 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

81 dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menetapkan zonasi dan lokasi pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Khusus untuk wilayah Provinsi DKI Jakarta penetapan zonasi dan lokasi pembangunan rumah susun dilakukan sesuai dengan ketentuan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta. Perencanaan pembangunan rumah susun dilaksanakan berdasarkan: 1. Kepadatan bangunan; 2. Jumlah dan kepadatan penduduk; 3. Rencana rinci tata ruang; 4. Layanan prasarana, sarana, dan utilitas umum; 5. Layanan moda transportasi; 6. Alternatif pengembangan konsep pemanfaatan rumah susun; 7. Layanan informasi dan komunikasi; 8. Konsep hunian berimbang; 9. Analisis potensi kebutuhan rumah susun. F. Pembangunan Pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah. Pembangunan rumah susun umum yang dilaksanakan oleh setiap orang mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan pemerintah. Pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus dapat dilaksanakan oleh lembaga nirlaba dan badan usaha. Pembangunan rumah susun komersial dapat dilaksanakan oleh setiap orang. Pelaku pembangunan rumah susun komersial wajib menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun. Kewajiban dapat dilakukan di luar lokasi kawasan rumah susun komersial pada kabupaten/kota yang sama. Rumah susun dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara dan hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan. Selain dibangun di atas tanah tersebut, rumah susun umum dan/atau rumah susun khusus dapat dibangun dengan pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah atau pendayagunaan tanah wakaf. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 71

82 Pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah untuk pembangunan rumah susun dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan. (2) Tanah untuk pembangunan rumah susun harus telah diterbitkan sertifikat hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan sewa atau kerja sama pemanfaatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan sesuai dengan ikrar wakaf. Apabila pendayagunaan tanah wakaf tidak sesuai dengan ikrar wakaf, dapat dilakukan pengubahan peruntukan setelah memperoleh persetujuan dan/atau izin tertulis Badan Wakaf Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengubahan peruntukan hanya dapat dilakukan untuk pembangunan rumah susun umum. Pelaksanaan sewa atau kerja sama pemanfaatan dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemanfaatan dan pendayagunaan tanah untuk pembangunan rumah susun harus dilakukan dengan perjanjian tertulis di hadapan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perjanjian tertulis sekurangkurangnya memuat hak dan kewajiban penyewa dan pemilik tanah, jangka waktu sewa atas tanah, kepastian pemilik tanah untuk mendapatkan pengembalian tanah pada akhir masa perjanjian sewa dan jaminan penyewa terhadap tanah yang dikembalikan tidak terdapat permasalahan fisik, administrasi, dan hukum. Jangka waktu sewa atas diberikan selama 60 (enam puluh) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian tertulis. Penetapan tarif sewa atas tanah dilakukan oleh Pemerintah untuk menjamin keterjangkauan harga jual sarusun umum bagi MBR. Perjanjian tertulis dicatatkan di kantor pertanahan. G. Penyediaan Tanah Penyediaan tanah untuk pembangunan rumah susun dapat dilakukan melalui : 1. Pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsung dikuasai negara; 2. Konsolidasi tanah oleh pemilik tanah; 3. Peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh pemegang hak atas tanah; 4. Pemanfaatan barang milik negara atau barang milik daerah berupa tanah; 5. Pendayagunaan tanah wakaf; 6. Pendayagunaan sebagian tanah negara bekas tanah terlantar; dan/atau 72 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

83 7. Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum. Penyediaan tanah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dalam hal pembangunan rumah susun dilakukan di atas tanah hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan, pelaku pembangunan wajib menyelesaikan status hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum menjual sarusun yang bersangkutan. H. Persyaratan Pembangunan Gambar 10. Tanah Untuk Pembangunan Rumah Susun Pembangunan rumah susun dilakukan melalui perencanaan teknis, pelaksanaan, dan pengawasan teknis. Perencanaan teknis, pelaksanaan, dan pengawasan teknis dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 73

84 Gambar 11. Persyaratan Pembangunan Maksud dari gambar diatas adalah bahwa persyaratan pembangunan rumah susun meliputi: 1. Persyaratan administratif; 2. persyaratan teknis; dan 3. persyaratan ekologis. Dalam membangun rumah susun, pelaku pembangunan wajib memisahkan rumah susun atas sarusun, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Benda bersama menjadi bagian bersama jika dibangun sebagai bagian bangunan rumah susun. Pemisahan dimaksud memberikan kejelasan atas batas sarusun yang dapat digunakan secara terpisah untuk setiap pemilik, batas dan uraian atas bagian bersama dan benda bersama yang menjadi hak setiap sarusun dan batas dan uraian tanah bersama dan besarnya bagian yang menjadi hak setiap sarusun. Pemisahan rumah susun wajib dituangkan dalam bentuk gambar dan uraian. Gambar dan uraian, sebagai dasar untuk menetapkan NPP, SHM sarusun atau SKBG sarusun, dan perjanjian pengikatan jual beli. Gambar dan uraian dibuat sebelum pelaksanaan pembangunan rumah susun. Gambar dan uraian dituangkan dalam bentuk akta pemisahan yang disahkan oleh bupati/walikota. Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, akta pemisahan disahkan oleh Gubernur. 74 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

85 I. Persyaratan Administratif Dalam melakukan pembangunan rumah susun, pelaku pembangunan harus memenuhi ketentuan administratif yang meliputi status hak atas tanah dan izin mendirikan bangunan (IMB). Pelaku pembangunan harus membangun rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan rencana fungsi dan pemanfaatannya. Rencana fungsi dan pemanfaatan harus mendapatkan izin dari bupati/walikota. Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, rencana fungsi dan pemanfaatan harus mendapatkan izin Gubernur. Permohonan izin diajukan oleh pelaku pembangunan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut: 1. Sertifikat hak atas tanah; 2. Surat keterangan rencana kabupaten/kota; 3. Gambar rencana tapak; 4. Gambar rencana arsitektur yang memuat denah, tampak, dan potongan rumah susun yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari sarusun; 5. Gambar rencana struktur beserta perhitungannya; 6. Gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama; dan 7. Gambar rencana utilitas umum dan instalasi beserta perlengkapannya. Dalam hal rumah susun dibangun di atas tanah sewa, pelaku pembangunan harus melampirkan perjanjian tertulis pemanfaatan dan pendayagunaan tanah. Pelaku pembangunan wajib meminta pengesahan dari pemerintah daerah tentang pertelaan yang menunjukkan batas yang jelas dari setiap sarusun, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama berserta uraian NPP. Pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah harus mendapatkan izin dari bupati/walikota. Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah susun harus mendapatkan izin dari Gubernur. Pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah susun tidak mengurangi fungsi bagian bersama, benda bersama, dan fungsi hunian. Dalam hal pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah susun mengakibatkan pengubahan NPP, pertelaannya harus mendapatkan pengesahan kembali dari bupati/walikota. Khusus Provinsi DKI Jakarta pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah susun mendapatkan pengesahan dari Gubernur. Untuk mendapatkan izin pengubahan, pelaku pembangunan harus mengajukan alasan dan usulan pengubahan dengan melampirkan : Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 75

86 1. Gambar rencana tapak beserta pengubahannya; 2. Gambar rencana arsitektur beserta pengubahannya; 3. Gambar rencana struktur dan penghitungannya beserta pengubahannya; 4. Gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama beserta pengubahannya; dan 5. Gambar rencana utilitas umum dan instalasi serta perlengkapannya beserta pengubahannya. Pengajuan izin pengubahan dikenai retribusi. Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan izin rencana fungsi dan pemanfaatan serta permohonan izin pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan diatur dengan peraturan daerah. Pembangunan rumah susun dilaksanakan berdasarkan perhitungan dan penetapan koefisien lantai bangunan dan koefisien dasar bangunan yang disesuaikan dengan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan yang mengacu pada rencana tata ruang wilayah. Ketentuan mengenai koefisien lantai bangunan dan koefisien dasar bangunan dikecualikan dalam hal terdapat pembatasan ketinggian bangunan yang berhubungan dengan ketentuan keamanan dan keselamatan operasional penerbangan; dan/atau kearifan lokal. J. Persyaratan Teknis Persyaratan teknis pembangunan rumah susun terdiri atas : tata bangunan yang meliputi persyaratan peruntukan lokasi serta intensitas dan arsitektur bangunan, dan keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Ketentuan tata bangunan dan keandalan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. K. Persyaratan Ekologis Pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan ekologis yang mencakup keserasian dan keseimbangan fungsi lingkungan. Pembangunan rumah susun yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan harus dilengkapi persyaratan analisis dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. L. Sertifikat Laik Fungsi Pelaku pembangunan wajib mengajukan permohonan sertifikat laik fungsi kepada bupati/walikota setelah menyelesaikan seluruh atau sebagian pembangunan rumah susun sepanjang tidak bertentangan dengan IMB. Khusus untuk Provinsi DKI 76 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

87 Jakarta, permohonan sertifikat laik fungsi diajukan kepada Gubernur. Pemerintah daerah menerbitkan sertifikat laik fungsi setelah melakukan pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. M. Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Lingkungan Rumah Susun Pelaku pembangunan wajib melengkapi lingkungan rumah susun dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Prasarana, sarana, dan utilitas umum harus mempertimbangkan kemudahan dan keserasian hubungan dalam kegiatan seharihari, pengamanan jika terjadi hal-hal yang membahayakan; dan struktur, ukuran, dan kekuatan sesuai dengan fungsi dan penggunaannya. Prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi standar pelayanan minimal. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal prasarana, sarana, dan utilitas umum diatur dengan Peraturan Menteri. N. Pembangunan Melalui Penanaman Modal Asing Pembangunan rumah susun dapat dilakukan melalui penanaman modal asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. O. Pemasaran dan Jual Beli Rumah Susun Pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan. Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan pelaku pembangunan sekurang-kurangnya harus memiliki: 1. Kepastian peruntukan ruang; 2. Kepastian hak atas tanah; 3. Kepastian status penguasaan rumah susun; 4. Perizinan pembangunan rumah susun; dan 5. Jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin. Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun, segala sesuatu yang dijanjikan oleh pelaku pembangunan dan/atau agen pemasaran mengikat sebagai perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) bagi para pihak. Proses jual beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui PPJB yang dibuat di hadapan notaris. PPJB dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas : Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 77

88 1. Status kepemilikan tanah; 2. Kepemilikan IMB; 3. Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; 4. Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen); dan 5. Hal yang diperjanjikan. Proses jual beli, yang dilakukan sesudah pembangunan rumah susun selesai, dilakukan melalui akta jual beli (AJB). Pembangunan rumah susun dinyatakan selesai apabila telah diterbitkan: sertifikat Laik Fungsi; dan SHM sarusun atau SKBG sarusun. P. Penguasaan, Pemilikan, Dan Pemanfaatan Penguasaan sarusun pada rumah susun umum dapat dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa. Penguasaan sarusun pada rumah susun khusus dapat dilakukan dengan cara pinjam-pakai atau sewa. Penguasaan terhadap sarusun pada rumah susun negara dapat dilakukan dengan cara pinjam-pakai, sewa, atau sewa-beli. Penguasaan terhadap sarusun pada rumah susun komersial dapat dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa. Penguasaan sarusun dengan cara sewa dilakukan dengan perjanjian tertulis yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perjanjian tertulis harus didaftarkan pada PPPSRS. Tata cara pelaksanaan pinjam-pakai atau sewa diatur dalam peraturan pemerintah. Tata cara pelaksanaan pinjam-pakai, sewa, atau sewabeli dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 78 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

89 Q. Pemilikan Sarusun Gambar 12. Pemilikan Satuan Rumah Susun Hak kepemilikan atas sarusun merupakan hak milik atas sarusun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama pdihitung berdasarkan atas NPP. Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai di atas tanah negara, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan diterbitkan SHM sarusun. SHM sarusun diterbitkan bagi setiap orang yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. SHM sarusun merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang terdiri atas: 1. salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. gambar denah lantai pada tingkat rumah susun bersangkutan yang menunjukkan sarusun yang dimiliki; dan 3. pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama bagi yang bersangkutan. SHM sarusun diterbitkan oleh kantor pertanahan kabupaten/kota. SHM sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundanganundangan. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 79

90 Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa, diterbitkan SKBG sarusun. SKBG sarusun merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang terdiri atas : 1. Salinan buku bangunan gedung; 2. Salinan surat perjanjian sewa atas tanah; 3. Gambar denah lantai pada tingkat rumah susun yang bersangkutan yang menunjukkan sarusun yang dimiliki; dan 4. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama dan benda bersama yang bersangkutan. SKBG sarusun diterbitkan oleh instansi teknis kabupaten/kota yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang bangunan gedung. SKBG sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. SKBG sarusun yang dijadikan jaminan utang secara fidusia harus didaftarkan ke kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk SHM sarusun dan SKBG sarusun dan tata cara penerbitannya diatur dengan peraturan pemerintah. R. Pemanfaatan Rumah Susun Pemanfaatan rumah susun dilaksanakan sesuai dengan fungsi hunian atau campuran. Pemanfaatan rumah susun dapat berubah dari fungsi hunian ke fungsi campuran karena perubahan rencana tata ruang. Perubahan fungsi yang diakibatkan oleh perubahan rencana tata ruang menjadi dasar mengganti sejumlah rumah susun dan/atau memukimkan kembali pemilik sarusun yang dialihfungsikan. Pihak yang melakukan perubahan fungsi rumah susun wajib menjamin hak kepemilikan sarusun. Setiap orang yang menempati, menghuni, atau memiliki sarusun wajib memanfaatkan sarusun sesuai dengan fungsinya. Setiap orang dapat menyewa sarusun. Penyewaan sarusun meliputi hak orang perseorangan atas sarusun dan pemanfaatan terhadap bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Sarusun umum yang memperoleh kemudahan dari pemerintah hanya dapat dimiliki atau disewa oleh MBR. Setiap orang yang memiliki sarusun umum hanya dapat mengalihkan kepemilikannya kepada pihak lain dalam hal pewarisan, perikatan kepemilikan rumah susun setelah jangka waktu 20 (dua puluh) tahun atau pindah tempat tinggal yang dibuktikan dengan surat keterangan pindah dari yang berwenang. Pengalihan hanya dapat dilakukan kepada badan pelaksana. 80 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

91 Sarusun pada rumah susun negara dapat disewa oleh perseorangan atau kelompok dengan kemudahan dari pemerintah. Ketentuan mengenai pedoman penyewaan sarusun diatur dengan peraturan pemerintah. S. Pengelolaan Pengelolaan rumah susun meliputi kegiatan operasional, pemeliharaan, dan perawatan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pengelolaan rumah susun harus dilaksanakan oleh pengelola yang berbadan hukum, kecuali rumah susun umum sewa, rumah susun khusus, dan rumah susun negara. Badan hukum tersebut harus mendaftar dan mendapatkan izin usaha dari bupati/walikota. Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, badan hukum harus mendaftar dan mendapatkan izin usaha dari Gubernur. Dalam menjalankan pengelolaan, pengelola berhak menerima sejumlah biaya pengelolaan. Biaya pengelolaan dibebankan kepada pemilik dan penghuni secara proporsional. Biaya pengelolaan rumah susun umum sewa dan rumah susun khusus milik pemerintah dapat disubsidi pemerintah. Besarnya biaya pengelolaan dihitung berdasarkan kebutuhan nyata biaya operasional, pemeliharaan, dan perawatan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan besarnya biaya pengelolaan diatur dalam peraturan menteri yang membidangi bangunan gedung. Dalam menjalankan kewajibannya, pengelola dapat bekerja sama dengan orang perseorangan dan badan hukum. Pelaku pembangunan yang membangun rumah susun umum milik dan rumah susun komersial dalam masa transisi sebelum terbentuknya PPPSRS wajib mengelola rumah susun. Masa transisi ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak penyerahan pertama kali sarusun kepada pemilik. Pelaku pembangunan dalam pengelolaan rumah susun dapat bekerja sama dengan pengelola. Besarnya biaya pengelolaan rumah susun pada masa transisi ditanggung oleh pelaku pembangunan dan pemilik sarusun berdasarkan NPP setiap sarusun. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan rumah susun, masa transisi, dan tata cara penyerahan pertama kali diatur dengan peraturan pemerintah. T. Peningkatan Kualitas Peningkatan kualitas wajib dilakukan oleh pemilik sarusun terhadap rumah susun yang tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki, dan/atau dapat menimbulkan Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 81

92 bahaya dalam pemanfaatan bangunan rumah susun dan/atau lingkungan rumah susun. Peningkatan kualitas rumah susun selain wajib dilakukan oleh pemilik, dapat dilakukan atas prakarsa pemilik sarusun. Peningkatan kualitas dilakukan dengan pembangunan kembali rumah susun. Pembangunan kembali rumah susun dilakukan melalui pembongkaran, penataan, dan pembangunan. Peningkatan kualitas dilakukan dengan tetap melindungi hak kepemilikan, termasuk kepentingan pemilik atau penghuni dengan memperhatikan faktor sosial, budaya, dan ekonomi yang berkeadilan. Penetapan peningkatan kualitas rumah susun merupakan kewenangan pemerintah daerah. Prakarsa peningkatan kualitas rumah susun dilakukan oleh : 1. Pemilik sarusun untuk rumah susun umum milik dan rumah susun komersial melalui PPPSRS; 2. Pemerintah, pemerintah daerah, atau pemilik untuk rumah susun umum sewa dan rumah susun khusus; atau 3. Pemerintah atau pemerintah daerah untuk rumah susun negara. Prakarsa peningkatan kualitas rumah susun yang berasal dari pemilik sebagaimana dimaksud huruf a harus disetujui paling sedikit 60 % (enam puluh persen) anggota PPPSRS. Pemrakarsa peningkatan kualitas rumah susun wajib memberitahukan rencana peningkatan kualitas rumah susun kepada penghuni sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sebelum pelaksanaan rencana tersebut kemudian memberikan kesempatan kepada pemilik untuk menyampaikan masukan terhadap rencana peningkatan kualitas; dan memprioritaskan pemilik lama untuk mendapatkan satuan rumah susun yang sudah ditingkatkan kualitasnya. Dalam pelaksanaan peningkatan kualitas rumah susun, PPPSRS dapat bekerja sama dengan pelaku pembangunan rumah susun. Kerja sama dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang berdasarkan prinsip kesetaraan. Pelaksanaan peningkatan kualitas rumah susun umum dan rumah susun khusus dilaksanakan oleh badan pelaksana. Pelaku pembangunan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan peningkatan kualitas, penyediaan tempat hunian sementara yang layak dengan memperhatikan faktor jarak, sarana, prasarana, dan utilitas umum, termasuk pendanaan. PPPSRS bertanggung jawab terhadap penghunian kembali pemilik lama setelah selesainya 82 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

93 peningkatan kualitas rumah susun. Dalam hal penghunian kembali pemilik lama, pemilik tidak dikenai bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan kualitas rumah susun diatur dalam peraturan pemerintah. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar 13. Peningkatan Kualitas Rumah Susun U. Kelembagaan Gambar 14. Kelembagaan Rumah Susun Untuk mewujudkan penyediaan rumah susun yang layak dan terjangkau bagi MBR, Pemerintah menugasi atau membentuk badan pelaksana. Penugasan atau Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 83

94 pembentukan badan pelaksana bertujuan untuk mempercepat penyediaan rumah susun umum dan rumah susun khusus, terutama di perkotaan, menjamin bahwa rumah susun umum hanya dimiliki dan dihuni oleh MBR, menjamin tercapainya asas manfaat rumah susun; dan melaksanakan berbagai kebijakan di bidang rumah susun umum dan rumah susun khusus. Badan pelaksana mempunyai fungsi pelaksanaan pembangunan, pengalihan kepemilikan, dan distribusi rumah susun umum dan rumah susun khusus secara terkoordinasi dan terintegrasi. Untuk melaksanakan fungsi dimaksud, badan pelaksana bertugas : 1. Melaksanakan pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus; 2. Menyelenggarakan koordinasi operasional lintas sektor, termasuk dalam penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum 3. Melaksanakan peningkatan kualitas rumah susun umum dan rumah susun khusus 4. Memfasilitasi penyediaan tanah untuk pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus 5. Memfasilitasi penghunian, pengalihan, pemanfaatan, serta pengelolaan rumah susun umum dan rumah susun khusus 6. Melaksanakan verifikasi pemenuhan persyaratan terhadap calon pemilik dan/atau penghuni rumah susun umum dan rumah susun khusus; dan 7. Melakukan pengembangan hubungan kerja sama di bidang rumah susun dengan berbagai instansi di dalam dan di luar negeri. Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan atau pembentukan badan pelaksana diatur dengan peraturan pemerintah. Pemilik sarusun wajib membentuk PPPSRS. PPPSRS dimaksud beranggotakan pemilik atau penghuni yang mendapat kuasa dari pemilik sarusun. PPPSRS diberi kedudukan sebagai badan hukum berdasarkan undang-undang. Pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS paling lambat sebelum masa transisi berakhir. Dalam hal PPPSRS telah terbentuk, pelaku pembangunan segera menyerahkan pengelolaan benda bersama, bagian bersama, dan tanah bersama kepada PPPSRS. PPPSRS berkewajiban mengurus kepentingan para pemilik dan penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan kepemilikan benda bersama, bagian bersama, tanah bersama, dan penghunian. PPPSRS dapat membentuk atau menunjuk pengelola. Tata cara mengurus kepentingan para pemilik dan penghuni yang bersangkutan dengan penghunian diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPPSRS. 84 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

95 Dalam hal PPPSRS memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kepemilikan dan pengelolaan rumah susun, setiap anggota mempunyai hak yang sama dengan NPP. Dalam hal PPPSRS memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan penghunian rumah susun, setiap anggota berhak memberikan satu suara. Ketentuan lebih lanjut mengenai PPPSRS diatur dengan Peraturan Pemerintah. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan pada gambar dibawah ini: V. Gambar 15. Kelembagaan Badan Pelaksana Rumah Susun Tugas Dan Wewenang Pemerintah dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan rumah susun mempunyai tugas dan wewenang. Tugas dan wewenang dimaksud dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan tingkat kewenangan masing-masing. Pemerintah dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan rumah susun mempunyai tugas: 1. Merumuskan kebijakan dan strategi di bidang rumah susun pada tingkat nasional; 2. Menyusun rencana dan program pembangunan dan pengembangan rumah susun pada tingkat nasional; 3. Menyelenggarakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan rumah susun pada tingkat nasional; 4. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi pelaksanaan kebijakan penyediaan rumah susun dan mengembangkan lingkungan rumah susun sebagai bagian dari permukiman pada tingkat nasional; Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 85

96 5. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang rumah susun pada tingkat nasional; menyusun dan menetapkan standar pelayanan minimal rumah susun; 6. Menyelenggarakan koordinasi dan fasilitasi penyusunan dan penyediaan basis data rumah susun pada tingkat nasional; 7. Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung terwujudnya rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara; 8. Memfasilitasi penyediaan rumah susun bagi masyarakat, terutama bagi mbr; 9. Memfasilitasi penyediaaan prasarana, sarana, dan utilitas umum bagi rumah susun yang disediakan untuk mbr; 10. Menyelenggarakan penyusunan kebijakan nasional tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang rumah susun; dan 11. Melakukan pencadangan atau pengadaan tanah untuk rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara yang sesuai dengan peruntukan lokasi pembangunan rumah susun. Pemerintah provinsi dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan rumah susun mempunyai tugas: 1. Merumuskan kebijakan dan strategi di bidang rumah susun pada tingkat provinsi dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional; 2. Menyusun rencana dan program pembangunan dan pengembangan rumah susun pada tingkat provinsi dengan berpedoman pada perencanaan nasional; 3. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan rumah susun pada tingkat provinsi; 4. Melaksanakan fungsi operasionalisasi kebijakan penyediaan rumah susun dan mengembangkan lingkungan hunian rumah susun sebagai bagian dari kawasan permukiman pada tingkat provinsi; 5. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang rumah susun pada tingkat provinsi; 6. Melaksanakan standar pelayanan minimal rumah susun; 7. Melaksanakan koordinasi dan fasilitasi penyusunan dan penyediaan basis data rumah susun di kabupaten/kota pada wilayah provinsi; 86 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

97 8. Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung terwujudnya rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara; 9. Memfasilitasi penyediaan rumah susun bagi masyarakat, terutama bagi mbr; 10. Memfasilitasi penyediaaan prasarana, sarana, dan utilitas umum bagi rumah susun yang disediakan untuk mbr; 11. Melaksanakan kebijakan provinsi tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang rumah susun dengan berpedoman pada kebijakan nasional; dan 12. Melakukan pencadangan atau pengadaan tanah untuk rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara yang sesuai dengan peruntukan lokasi pembangunan rumah susun. Pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan rumah susun mempunyai tugas: 1. Merumuskan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang rumah susun dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi provinsi dan/atau nasional; 2. Menyusun rencana dan program pembangunan dan pengembangan rumah susun pada tingkat kabupaten/kota dengan berpedoman pada perencanaan provinsi dan/atau nasional; 3. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan rumah susun pada tingkat kabupaten/kota; 4. Melaksanakan fungsi operasionalisasi kebijakan penyediaan dan penataan lingkungan hunian rumah susun pada tingkat kabupaten/kota; 5. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang rumah susun pada tingkat kabupaten/kota; 6. Melaksanakan standar pelayanan minimal rumah susun; 7. Melaksanakan koordinasi dan fasilitasi penyusunan dan penyediaan basis data rumah susun pada tingkat kabupaten/kota; 8. Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung terwujudnya rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara; 9. Memfasilitasi penyediaan rumah susun bagi masyarakat, terutama bagi mbr; Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 87

98 10. Memfasilitasi penyediaaan prasarana, sarana, dan utilitas umum pembangunan rumah susun bagi mbr; 11. Melaksanakan kebijakan daerah tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa teknologi di bidang rumah susun dengan berpedoman pada kebijakan provinsi dan/atau nasional; 12. Melakukan pencadangan atau pengadaan tanah untuk rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara yang sesuai dengan peruntukan lokasi pembangunan rumah susun; 13. Memfasilitasi pemeliharaan dan perawatan prasarana, sarana, dan utilitas umum rumah susun yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat; dan 14. Menginventarisasi, mencatat, dan memetakan tanah, prasarana, sarana, utilitas umum, dan bangunan yang menjadi bagian dari rumah susun. Pemerintah dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan rumah susun mempunyai wewenang: 1. Menetapkan kebijakan dan strategi di bidang rumah susun pada tingkat nasional; 2. Menetapkan peraturan perundang-undangan, termasuk norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang rumah susun; 3. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program di bidang rumah susun pada tingkat nasional; 4. Mengawasi pelaksanaan operasionalisasi kebijakan dan strategi di bidang rumah susun pada tingkat nasional; 5. Memfasilitasi pengelolaan bagian bersama dan benda bersama rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara; 6. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat nasional antara pemerintah dan badan hukum atau kerja sama internasional antara pemerintah dan badan hukum asing dalam penyelenggaraan rumah susun; 7. Menyelenggarakan koordinasi pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan; 8. Menyelenggarakan koordinasi pengawasan pelaksanaan peraturan perundangundangan di bidang rumah susun; dan 9. Memfasilitasi peningkatan kualitas rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara pada tingkat nasional. 88 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

99 Pemerintah provinsi dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan rumah susun mempunyai wewenang : 1. Menetapkan kebijakan dan strategi di bidang rumah susun pada tingkat provinsi dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional; 2. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan di bidang rumah susun pada tingkat provinsi dengan berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria nasional; 3. Menyusun petunjuk pelaksanaan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang rumah susun yang telah ditetapkan oleh pemerintah; 4. Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan operasionalisasi kebijakan dan strategi di bidang rumah susun pada tingkat provinsi; 5. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang rumah susun pada tingkat provinsi; 6. Memfasilitasi pengelolaan bagian bersama dan benda bersama rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara pada tingkat provinsi; 7. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat provinsi, antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan badan hukum dalam penyelenggaraan rumah susun; 8. Melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan; 9. Melaksanakan pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang rumah susun; dan 10. Memfasilitasi peningkatan kualitas rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara pada tingkat provinsi. Pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan rumah susun mempunyai wewenang : 1. Menetapkan kebijakan dan strategi di bidang rumah susun pada tingkat kabupaten/kota dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi; 2. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangundangan di bidang rumah susun pada tingkat kabupaten/kota dengan berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria provinsi dan/atau nasional; Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 89

100 3. Menyusun petunjuk pelaksanaan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang rumah susun yang telah ditetapkan oleh pemerintah provinsi dan/atau pemerintah; 4. Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan operasionalisasi kebijakan dan strategi di bidang rumah susun; 5. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang rumah susun pada tingkat kabupaten/kota; 6. Memfasilitasi pengelolaan bagian bersama dan benda bersama rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara pada tingkat kabupaten/kota; 7. Menetapkan zonasi dan lokasi pembangunan rumah susun; 8. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan rumah susun; 9. Melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan; 10. Melaksanakan pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang rumah susun; dan 11. Memfasilitasi peningkatan kualitas rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara pada tingkat kabupaten/kota. W. Bantuan dan Kemudahan Pemerintah memberikan bantuan dan kemudahan dalam rangka pembangunan, penghunian, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan rumah susun bagi MBR. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bertanggung jawab dalam pengadaan tanah untuk pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan/atau rumah susun negara. Tanggung jawab dalam pengadaan tanah dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Biaya pengadaan tanah dibebankan kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan tingkat kewenangannya. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan insentif kepada pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus serta memberikan bantuan dan kemudahan bagi MBR. Insentif yang diberikan kepada pelaku pembangunan berupa: fasilitasi dalam pengadaan tanah, fasilitasi dalam proses sertifikasi tanah, fasilitasi dalam proses perizinan, fasilitas kredit konstruksi dengan 90 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

101 suku bunga rendah, insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau, bantuan penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada MBR berupa : 1. kredit kepemilikan sarusun dengan suku bunga rendah; 2. keringanan biaya sewa sarusun; 3. asuransi dan penjaminan kredit pemilikan rumah susun; 4. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau 5. Sertifikasi sarusun. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif kepada pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus serta bantuan dan kemudahan kepada MBR diatur dalam peraturan pemerintah. X. Hak Dan Kewajiban Setiap orang mempunyai hak untuk menghuni sarusun yang layak, terjangkau, dan berkelanjutan di dalam lingkungan yang sehat, aman, dan harmonis. Dalam penyelenggaraan rumah susun, setiap orang berhak memberikan masukan dan usulan dalam penyusunan kebijakan dan strategi rumah susun pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, mengawasi ketaatan para pemangku kepentingan terhadap pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program pembangunan rumah susun sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, baik pada tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota, memperoleh informasi, melakukan penelitian, serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi rumah susun, ikut serta membantu mengelola informasi rumah susun, baik pada tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota, membangun rumah susun, memperoleh manfaat dari penyelenggaraan rumah susun, memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan rumah susun, mengupayakan kerja sama antar lembaga dan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat dalam kegiatan usaha di bidang rumah susun dan mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap penyelenggaraan rumah susun yang merugikan masyarakat. Setiap orang wajib menaati pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program pembangunan rumah susun yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang rumah susun. Setiap orang dalam menggunakan Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 91

102 haknya wajib menaati ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang rumah susun. Dalam penyelenggaraan rumah susun, setiap orang wajib : 1. Menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan, dan kesehatan di lingkungan rumah susun; 2. Ikut serta mencegah terjadinya penyelenggaraan rumah susun yang merugikan dan membahayakan orang lain dan/atau kepentingan umum; 3. Menjaga dan memelihara prasarana dan sarana lingkungan serta utilitas umum yang berada di lingkungan rumah susun; dan 4. Mengawasi pemanfaatan dan pemfungsian prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan rumah susun. Y. Pengendalian Pengendalian penyelenggaraan rumah susun dilakukan pada tahap: 1. Perencanaan; Pengendalian penyelenggaraan rumah susun pada tahap perencanaan, dilakukan melalui penilaian terhadap: a. kesesuaian jumlah dan jenis b. kesesuaian zonasi c. kesesuaian lokasi d. kepastian ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum 2. Pembangunan; Pengendalian penyelenggaraan rumah susun pada tahap pembangunan sebagaimana dilakukan terhadap: a. Bukti penguasaan atas tanah b. Kesesuaian antara pelaksanaan pembangunan dan izin mendirikan bangunan. 3. Penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan; Pengendalian penyelenggaraan rumah susun pada tahap penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan dilakukan melalui: a. Pemberian Sertifikat Laik Fungsi b. Bukti penguasaan dan pemilikan atas sarusun. 92 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

103 4. Pengelolaan. Pengendalian penyelenggaraan rumah susun pada tahap pengelolaan dilakukan melalui: a. Pengawasan terhadap pembentukan PPPSRS b. Pengawasan terhadap pengelolaan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pengendalian penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh pemerintah melalui : 1. Perizinan; 2. Pemeriksaan; dan 3. Penertiban. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian penyelenggaraan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Z. Pendanaan Dan Sistem Pembiayaan Pendanaan dan sistem pembiayaan dimaksudkan untuk memastikan ketersediaan dana dan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan rumah susun. Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong pemberdayaan sistem pembiayaan. Sumber dana untuk pemenuhan kebutuhan rumah susun berasal dari: 1. Anggaran pendapatan dan belanja negara; 2. Anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau 3. Sumber dana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dana dimaksud dimanfaatkan untuk mendukung penyelenggaraan rumah susun umum, rumah susun khusus, serta rumah susun negara; dan/atau pemberian bantuan dan/atau kemudahan pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan upaya pengembangan sistem pembiayaan untuk penyelenggaraan rumah susun. Pengembangan sistem pembiayaan sebagaimana dimaksud adalah : lembaga pembiayaan, pengerahan dan pemupukan dana, pemanfaatan sumber biaya, dan kemudahan atau bantuan pembiayaan. Sistem pembiayaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemanfaatan sumber biaya digunakan untuk : 1. Pembangunan rumah susun; 2. Pemerolehan sarusun; Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 93

104 3. Pemeliharaan dan perawatan rumah susun; 4. Peningkatan kualitas rumah susun; dan/atau 5. Kepentingan lain di bidang rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. AA.Peran Masyarakat Penyelenggaraan rumah susun dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan tingkat kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat. Peran masyarakat dilakukan dengan memberikan masukan dalam : 1. Penyusunan rencana pembangunan rumah susun dan lingkungannya; 2. Pelaksanaan pembangunan rumah susun dan lingkungannya; 3. Pemanfaatan rumah susun dan lingkungannya; 4. Pemeliharaan dan perbaikan rumah susun dan lingkungannya; dan/atau 5. Pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan rumah susun dan lingkungannya. Masyarakat dapat membentuk forum pengembangan rumah susun. Forum mempunyai fungsi dan tugas: 1. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pengembangan rumah susun; 2. Membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan penyelenggaraan rumah susun; 3. Meningkatkan peran dan pengawasan masyarakat; 4. Memberikan masukan kepada pemerintah; dan/atau 5. Melakukan peran arbitrase dan mediasi di bidang penyelenggaraan rumah susun. Pembentukan forum sebagaimana dimaksud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BB. Larangan Setiap pelaku pembangunan rumah susun komersial dilarang mengingkari kewajibannya untuk menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun. Pelaku pembangunan dilarang membuat PPJB: a. yang tidak sesuai dengan yang dipasarkan; atau b. sebelum memenuhi persyaratan kepastian yang ditentukan 94 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

105 Setiap orang dilarang untuk merusak atau mengubah prasarana, sarana, dan utilitas umum yang ada di lingkungan rumah susun, melakukan perbuatan yang membahayakan orang lain atau kepentingan umum dalam lingkungan rumah susun, mengubah fungsi dan pemanfaatan sarusun atau mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan utilitas umum, serta benda bersama, bagian bersama, dan tanah bersama dalam pembangunan atau pengelolaan rumah susun. Setiap orang dilarang membangun rumah susun di luar lokasi yang ditetapkan. Setiap orang juga dilarang untuk mengubah peruntukan lokasi rumah susun yang sudah ditetapkan; atau mengubah fungsi dan pemanfaatan rumah susun. Larangan dimaksud dikecualikan apabila terdapat perubahan tata ruang. Setiap pejabat dilarang untuk menetapkan lokasi yang berpotensi menimbulkan bahaya untuk pembangunan rumah susun; atau mengeluarkan izin mendirikan bangunan rumah susun yang tidak sesuai dengan lokasi peruntukan. Setiap orang dilarang menyewakan atau mengalihkan kepemilikan sarusun umum kepada pihak lain, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) UU Rumah Susun. Setiap orang dilarang menghalang-halangi kegiatan peningkatan kualitas rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), Pasal 62, Pasal 64, dan Pasal 65 UU Rumah Susun. CC. Penyelesaian Sengketa Penyelesaian sengketa di bidang rumah susun terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan yang disepakati para pihak yang bersengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak menghilangkan tanggung jawab pidana. Gugatan dapat dilakukan oleh: orang perseorangan, badan hukum, masyarakat; dan/atau pemerintah atau instansi terkait. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 95

106 DD. Sanksi Administratif Setiap orang yang menyelenggarakan rumah susun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Pasal 22 ayat (3), Pasal 25 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 30, Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 ayat (1), Pasal 51 ayat (3), Pasal 52, Pasal 59 ayat (1), Pasal 61 ayat (1), Pasal 66, Pasal 74 ayat (1) Undangundang Rumah Susun dikenai sanksi administratif. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dapat berupa : 1. Peringatan tertulis; 2. Pembatasan kegiatan pembangunan dan/atau kegiatan usaha; 3. Penghentian sementara pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan; 4. Penghentian sementara atau penghentian tetap pada pengelolaan rumah susun; 5. Pengenaan denda administratif; 6. Pencabutan IMB; 7. Pencabutan sertifikat laik fungsi; 8. Pencabutan shm sarusun atau SKGB sarusun; 9. Perintah pembongkaran bangunan rumah susun; atau 10. Pencabutan izin usaha. Pengenaan sanksi administratif tidak menghilangkan tanggung jawab pemulihan dan pidana. Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif, tata cara, dan besaran denda administratif diatur dalam peraturan pemerintah. EE. Ketentuan Pidana Setiap pelaku pembangunan rumah susun komersial yang mengingkari kewajibannya untuk menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (dua puluh miliar rupiah). Pelaku pembangunan yang membuat PPJB tidak sesuai dengan yang dipasarkan; atau sebelum memenuhi persyaratan kepastian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) UU Rumah Susun ; sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 UU Rumah Susun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (empat miliar rupiah). 96 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

107 Setiap orang yang merusak atau mengubah prasarana, sarana, dan utilitas umum yang ada di lingkungan rumah susun, melakukan perbuatan yang membahayakan orang lain atau kepentingan umum dalam lingkungan rumah susun, mengubah fungsi dan pemanfaatan sarusun, atau mengalih fungsikan prasarana, sarana, dan utilitas umum, serta benda bersama, bagian bersama, dan tanah bersama dalam pembangunan atau pengelolaan rumah susun dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan bahaya bagi nyawa orang atau barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Setiap orang yang membangun rumah susun di luar lokasi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 UU Rumah Susun dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (dua miliar rupiah). Setiap orang yang: mengubah peruntukan lokasi rumah susun yang sudah ditetapkan; atau mengubah fungsi dan pemanfaatan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan bahaya bagi nyawa orang atau barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak R.p ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Setiap pejabat yang menetapkan lokasi yang berpotensi menimbulkan bahaya untuk pembangunan rumah susun; atau mengeluarkan izin mendirikan bangunan rumah susun yang tidak sesuai dengan lokasi peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah). Setiap orang yang menyewakan atau mengalihkan kepemilikan sarusun umum kepada pihak lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp ,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Setiap orang yang menghalang-halangi kegiatan peningkatan kualitas rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 dipidana dengan pidana penjara paling Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 97

108 lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (dua ratus juta rupiah). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109, sampai dengan Pasal 116 UU Rumah Susun dilakukan oleh badan hukum, maka selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana dapat dijatuhkan terhadap badan hukum berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda terhadap orang. Selain pidana denda, badan hukum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; atau b. pencabutan status badan hukum. FF. Latihan 1. Jelaskan secara singkat lingkup muatan UU Rumah Susun 2. Jelaskan sisitem kepemilikan dalam UU Rumah Susun 3. Jelaskan mengenai pengaturan hunian berimbang dalam UU Rumah Susun 4. Jelaskan mengenai hak dan kewajiban yang diatur dalam UU Rumah Susun 5. Jelaskan menganai Penyelesaian sengketa bidang perumahan GG. Rangkuman 1. Rumah merupakan kebutuhan pokok, namun kendala utamanya adalah ketersediaan lahan untuk pembangunan perumahan secara terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan membangunan dengan optimalisasi ruang diatas tanah, melalui pembangunan kearah vertikal. 2. Jenis rumah susun meliputi rumah susun umum, rumah susun khusus, rumah susun negara serta rumah susun negara. 3. Hunian berimbang didalam pembangunan rumah susun, diatur bahwa setiap pelaku pembangunan rumah susun komersial wajib membangun 20 % dari luas lantainya, untuk membangun rumah susun umum. 4. Dalam UU Rusun diatur mengenai kelembagaan sebagai badan pengelola pembangunan rumah susun yang juga diatur fungsinya. Demikian pula dalam PPPSRS diatur pula pengurus dan pengelola rumah susun. 98 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

109 BAB 4 UU 14 TAHUN 2016 TENTANG TABUNGAN PERUMAHAN RAKYAT Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 99

110 UU 14 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat A. Indikator keberhasilan Peserta pelatihan mampu memahami dan menjelaskan isi dan makna UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat B. Latar Belakang Azas dan Tujuan Negara menjamin pemenuhan kebutuhan warga negara atas tempat tinggal yang layak dan terjangkau dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Upaya pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal yang layak masih dihadapkan pada kondisi belum tersedianya dana murah jangka panjang untuk menunjang pembiayaan perumahan rakyat. Dalam menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang untuk menunjang pembiayaan perumahan, negara perlu menyelenggarakan sistem tabungan perumahan. Peraturan perundang-undangan di bidang perumahan dan sistem jaminan sosial belum mengatur secara komprehensif mengenai penyelenggaraan tabungan perumahan sehingga diperlukan pengaturan yang lebih lengkap, terperinci, dan menyeluruh 2. Selain itu upaya untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal yang layak masih dihadapkan pada kondisi permasalahan keterjangkauan, aksesibilitas, serta ketersediaan dana dan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta linglmngan hunian perkotaan dan pedesaan. Dalam menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang untuk menunjang pembiayaan perumahan, negara bertanggung jawab menyelenggarakan tabungan perumahan yang merupakan bagian dari sistem pembiayaan perumahan. Penyelenggaraan sistem pembiayaan membutuhkan dukungan dari berbagai pilar pembangunan perumahan lainnya. Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib menjamin bahwa penyelenggaraan sistem pembiayaan harus berjalan secara 2 Konsiderang UU nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. 100 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

111 terpadu dengan program perencanaan pembangunan perumahan yang berkelanjutan, serta mendorong pemberdayaan lembaga keuangan bukan bank dalam pengerahan dan pemupukan dana tabungan perumahan dan dana lainnya khusus untuk perumahan 3. Tapera merupakan perangkat untuk mengelola dana masyarakat secara bersamasama dan saling menolong antarpeserta dalam menyediakan dana murah jangka panjang dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau bagi Peserta. Pembentukan Undang-Undang tentang Tabungan Perumahan Rakyat ini merupakan pelaksanaan amanat pasal 124 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan Kawasan Permukiman. Pokok-pokok substansi yang berkaitan dengan materi pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi asas dan tujuan, pengelolaan Tapera yang mencakup pengerahan, pemupukan dan pemanfaatan Dana Tapera, Komite Tapera, BP Tapera, pembinaan dan pingelolaan Tapera, pengelolaan aset Tapera, hak dan kewajiban, pelaporan dan akuntabilitas, pengawasan, dan sanksi administratif. Untuk menjamin kesinambungan penyelenggaraan Tapera diatur juga peralihan kelembagaan dan seluruh asetnya dari lembaga yang ada, yaitu Badan Pertimbangan Tabungan perumahan negawai Negeri sipil ke dalam BP Tapera menurut Undang-Undang ini. Oleh karena itu dengan telah diterbitkan UU nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat kiranya perlu disosialisasikan melalu pelatihan. Tapera dikelola dengan berasaskan: 1. Kegotongroyongan 2. Kemanfaatan 3. Nirlaba 4. Kehati-hatian 5. Keterjangkauan 6. Kemudahan 7. Kemandirian 8. Keadilan 9. Keberlanjutan 10. Akuntabilitas 11. Keterbukaan 12. Portabilitas 3 Penjelasan Umum UU nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 101

112 13. Dana amanat, dengan tujuan untuk menghimpun dan menyediakan dala murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi peserta. C. Pengelolaan Tapera Pengelolaan Tapera dilakukan untuk menjamin tercapainya tujuan dimaksud secara efektif dan efisien, dilakukan dengan memperhatikan kebijakan di bidang perumahan dan kawasan permukiman, meliputi: a. pengerahan Dana Tapera; b. pemupukan Dana Tapera; dan c. pemanfaatan Dana Tapera D. Pengerahan Dana Tapera Pengerahan Dana Tapera dilakukan untuk pengumpulan dana dari Peserta. Dana yang dikumpulkan disimpan oleh Bank Kustodian. Kepesertaan Tapera, adalah Setiap Pekerja dan Pekerja Mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum rata-rata. Pekerja Mandiri yang berpenghasilan di bawah upah minimum- dapat menjadi Peserta. Peserta dimaksud telah berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun atau sudah kawin pada saat mendaftar. Peserta tersebut menjadi pemilik unit investasi. Pekerja wajib didaftarkan oleh pemberi kerja, sedangkan Pekerja Mandiri harus mendaftarkan dirinya sendiri kepada BP Tapera untuk menjadi peserta. Kepesertaan peserta diberikan nomor identitas kepesertaan yang digunakan sebagai bukti kepesertaan, pencatatan administrasi, simpanan, dan akses informasi Tapera. Bukti kepesertaan dimaksud berupa unit penyertaan investasi. Setiap Peserta dibuatkan rekening individu yang menggambarkan saldo Simpanan Peserta. Jika perkerja berpindah tempat bekerja atau dimutasi, pemberi Kerja baik yang lama maupun yang baru wajib melaporkan kepada Bank Kustodian. Kepesertaan dinyatakan nonaktif jika peserta tidak membayar Simpanan. Kepesertaan dapat diaktifkan kembali setelah peserta melanjutkan pembayaran Simpanan. Kepesertaan Tapera berakhir karena: 1. Telah pensiun bagi pekerja 2. Telah mencapai usia 58 (lima puluh delapan) tahun bagi pekerja mandiri 3. Peserta meninggal dunia; atau 102 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

113 4. Peserta tidak memenuhi lagi kriteria sebagai peserta selama 5 (lima) tahun berturut-turut. Peserta yang berakhir kepesertaannya berhak memperoleh pengembalian Simpanan dan hasil pemupukannya. Hasil pemupukan diperoleh setelah dilakukan pembagian secara prorata. Simpanan dan hasil pemupukan wajib diberikan paling lama 3 (tiga) bulan setelah kepesertaannya dinyatakan berakhir. Peserta yang berakhir kepesertaannya karena telah pensiun atau telah mencapai usia 58 (lima puluh delapan) tahun dapat kembali menjadi Peserta. Besaran Simpanan Tapera dibayar oleh pemberi Kerja dan Pekerja. Ketentuan mengenai besaran Simpanan Tapera diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pemberi Kerja wajib mernbayar Simpanan yang menjadi kewajibannya dan memungut Simpanan yang menjadi kewajiban Pekerjanya yang menjadi peserta. Pemberi Kerja wajib menyetorkan Simpanan ke dalam rekening Peserta yang dikelola oleh Bank Kustodian. Pekerja Mandiri wajib menyetor sendiri Simpanan yang lgnjadi kewajibannya ke dalam rekening peserta yang dikelola oleh Bank Kustodian. Bank Kustodian memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bank Kustodian wajib mencatat dalam rekening tiap-tiap Peserta. Tata cara pembayaran Simpanan diatur dengan Peraturan BP Tapera. Simpanan Peserta pada Bank Kustodian dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. E. Pemupukan Dana Tapera Pemupukan Dana Tapera dilakukan untuk meningkatkan nilai Dana Tapera. Pemupukan Dana Tapera dilakukan dengan prinsip konvensional atau prinsip syariah. Pemupukan produk keuangan dengan prinsip konvensional berupa: 1. Deposito perbankan; 2. Surat utang pemerintah pusat; 3. Surat utang pemerintah daerah; 4. Surat berharga di bidang perumahan dan kawasan permukiman; dan/ atau 5. Bentuk investasi lain yang aman dan menguntungkan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemupukan produk keuangan dengan prinsip syariah berupa: deposito perbankan syariah; 1. Surat utang pemerintah pusat (sukuk); Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 103

114 2. Surat utang pemerintah daerah (sukuk); 3. Surat berharga syariah di bidang perumahan dan kawasan permukiman; dan/atau 4. Bentuk investasi lain yang aman dan menguntungkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peserta Tapera dapat memilih prinsip pemupukan dana sesuai dengan prinsip konvensional atau prinsip syariah. Dalam rangka pemupukan Dana Tapera, Manajer Investasi dan Bank Kustodian melakukan kontrak investasi kolektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Manajer Investasi yang ditunjuk oleh BP Tapera melakukan investasi pada instrumen investasi yang aman dan menguntungkan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Mekanisme pemupukan Dana Tapera diatur dengan Peraturan BP Tapera. Manajer Investasi memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. F. Pemanfaatan Dana Tapera Pemanfaatan Dana Tapera dilakukan untuk pembiayaan perumahan bagi Peserta. Pemanfaatan Dana Tapera dikecualikan bagi Peserta warga negara asing. Pembiayaan perumahan dilaksanakan oleh Bank atau Perusahaan Pembiayaan. Pembiayaan perumahan bagi Peserta meliputi pembiayaan pemilikan rumah, pembangunan rumah, atau perbaikan rumah. Pembiayaan perumahan bagi Peserta mempunyai ketentuan : merupakan rumah pertama, hanya diberikan 1 (satu) kali dan mempunyai nilai besaran tertentu untuk tiap-tiap pembiayaan perumahan. Rumah dapat berupa rumah tunggal, rumah deret, rumah susun, atau penyebutan lain yang setara. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan perumahan dan nilai besarannya diatur dengan Peraturan BP Tapera. Pembiayaan kepemilikan rumah dapat dilakukan dengan mekanisme sewa beli. ketentuan mengenai mekanisme sewa beli diatur dengan Peraturan BP Tapera. Untuk mendapatkan pembiayaan perumahan, Peserta harus memenuhi persyaratanmempunyai masa kepesertaan paling singkat 12 (dua belas) bulan, termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah, belum memiliki rumah dan/atau, menggunakannya untuk pembiayaan kepemilikan rumah, pembangunan rumah, atau perbaikan rumah pertama. Ketentuan lebih lanjut mengenai 104 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

115 persyaratan untuk mendapatkan pembiayaan perumahan diatur dengan Peraturan BP Tapera. Untuk mendapatkan pembiayaan, BP Tapera mengatur penilaian kelayakan Peserta oleh Bank atau Perusahaan Pembiayaan. Pembiayaan perumahan bagi Peserta dilaksanakan dengan urutan prioritas berdasarkan kriteria lamanya masa kepesertaan, tingkat kelancaran membayar Simpanan, tingkat kemendesakan kepemilikan rumah, dan ketersediaan dana pemanfaatan. Ketentuan lebih lanjut mengenai urutan prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat diatur dengan Peraturan BP Tapera. Pembiayaan perumahan disalurkan melalui Bank atau perusahaan Pembiayaan yang khusus menangani pembiayaan perumahan dan yang ditunjuk oleh BP Tapera. Dalam penyaluran pembiayaan perumahan, Bank atau perusahaan Pembiayaan memperoleh dana dari Bank Kustodian dan menyerahkan aset berupa efek kepada Bank Kustodian dalam nilai yang sama. Penyaluran pembiayaan perumahan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh BP Tapera. Mekanisme nya ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan. Bank atau Perusahaan pembiayaan wajib melaporkan pelaksanaan penyaluran pembiayaan perumahan kepada Bp Tapera dan Bank Kustodian. G. Badan Pengelola Tapera ( BP Tapera ) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat dibentuk BP Tapera yang merupakan badan hukum. BP Tapera bertanggung jawab kepada Komite Tapera. BP Tapera berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia BP Tapera dapat membuka kantor perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan. BP Tapera memperoleh modal awal yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Besaran modal awal diatur dengan Peraturan Pemerintah. Biaya operasional BP Tapera berasal dari hasil pengelolaan modal awal. Dalam hai terjadi kekurangan hasil pengelolaan modal avral untuk biaya operasional BP Tapera, kekurangannya dipenuhi dari sebagian hasil pemupukan Dana Tapera. BP Tapera berfungsi mengatur, tindak turun tangan melindungi. mengawasi, dan melakukan pengelolaan Tapera untuk kepentingan Peserta. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 105

116 BP Tapera dalam melaksanakan fungsi memiliki tugas untuk : 1. Menetapkan kebijakan operasional pengelolaan Tapera; 2. Melindungi kepentingan Peserta; 3. Menetapkan pihak yang menjadi Manajer Investasi, 4. Bank Kustodian, dan Bank atau Perusahaan pembiayaan; 5. Membuat pedoman perjanjian bagi lembaga yang terlibat dalam pengelolaan Tapera yang memuat paling sedikit hak dan kewajiban setiap pihak; 6. Memastikan Pekerja Mandiri menyetor Simpanan yang menjadi kewajibannya; 7. Memastikan Pemberi Kerja menyetor Simpanan yang lenjadi kewajibannya dan Simpanan yang menjadi kewajiban Pekerjanya yang menjadi peserta; 8. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas Manajer Investasi, Bank Kustodian, dan Bank atau perusahaan Pembiayaan sesuai dengan kontrak; 9. Menggunakan biaya operasional BP Tapera secara efisien; 10. Melakukan evaluasi atas pengelolaan Tapera; 11. Menetapkan besaran alokasi dana pemupukan, pemanfaatan, dan cadangan; 12. Dapat melakukan penyediaan tanah dengan risiko yang terkawal. H. Wewenang BP Tapera Untuk melaksanakan tugas, BP Tapera berwenang untuk : 1. Meminta dan mendapatkan data dan informasi pengelolaan Dana Tapera dari Manajer Investasi, Bank Kustodian, dan Bank atau Perusahaan pembiayaan; 2. Meminta dan mendapatkan laporan pengelolaan Dana Tapera dari Manajer Investasi, Bank Kustodian, dan Bank atau Perusahaan Pembiayaan yang menjadi tanggung jawabnya masing-masing; 3. Melakukan pengawasan atas kepatuhan Manajer Investasi, Bank Kustodian, dan Bank atau perusahaan Pembiayaan dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan kebijakan operasional yang tertulis di dalam kontrak; 4. Mewakili kepentingan Peserta; 5. Menetapkan tata cara penunjukan Manajer Investasi, Bank Kustodian, dan Bank atau perusahaan Pembiayaan; 6. Menetapkan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalam rangka penyelenggaraan tugas Bp Tapera dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, efi siensi, dan efektivitas; 7. Menetapkan pedoman perjanjian kerja sama antara Manajer Investasi, Bank Kustodian, dan Bank atau Perusahaan Pembiayaan; mengenakan sanksi 106 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

117 I. administratif kepada Peserta dan/atau Pemberi Kerja yang tidak mememrhi kewajiban; melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam pengaturan dan pengawasan pengelolaan Tapera; melakukan koordinasi dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta pihak lain yang terkait; dan menagih pembayaran Simpanan dari Peserta danfatau Pemberi Kerja. Hak BP Tapera Dalam melaksanakan tugas, BP Tapera berhak mengggunakan sebagian dari hasil pemupukan Dana Tapera untuk menutup kekurangan hasil pengelolaan modal awal guna memenuhi biaya operasional BP Tapera. J. Kewajiban BP Tapera Dalam melaksanakan tugas, BP Tapera berkewajiban untuk : 1. Menetapkan tata cara pemberian nomor identitas kepesertaan dan pembukaan rekening Peserta; 2. Menetapkan kebijakan operasional sesuai dengan kebijakan umum yang ditetapkan Komite Tapera; 3. Menyampaikan laporan pengelolaan program tabungan perumahan secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Komite Tapera; 4. Menetapkan tata cara pemberian informasi kepada Peserta mengenai hak, termasuk informasi mengenai saldo Simpanan dan hasil pemupukannya; 5. Memublikasikan kinerja BP Tapera dan pengelolaan Dana Tapera melalui media massa cetak dan elektronik; 6. Menetapkan standar kinerja dan target kinerja bagi Manajer Investasi, Bank Kustodian, dan Bank atau Perusahaan Pembiayaan; melakukan pengawasan terhadap pengelolaan Dana Tapera; melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku; dan memberikan pelayanan konsultasi serta pengaduan dari Peserta, Pemberi Kerja, dan masyarakat. K. Struktur Organisasi BP Tapera BP Tapera dipimpin oleh seorang Komisioner dan dibantu paling banyak 4 (empat) Deputi Komisioner. Komisioner dan Deputi Komisioner berasal dari unsur profesional. Komisioner dan Deputi Komisioner diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Komite Tapera. Komisioner dan Deputi Komisioner diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 107

118 Untuk dapat diangkat sebagai Komisioner, calon Komisioner dan memenuhi persyaratan : 1. Warga negara Indonesia; 2. Bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa; Komisioner dan Deputi Deputi Komisioner harus 3. Sehat jasmani dan rohani; memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela; secara kolektif memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidang keuangan, hukum, dan pembiayaan perumahan; berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat dicalonkan menjadi anggota; tidak menjadi anggota atau menjabat sebagai pengurus partai politik; dan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana. Komisioner dan Deputi Komisioner dilarang merangkap jabatan di pemerintahan atau badan hukum lainnya. Komisioner dengan dibantu Deputi Komisioner berfungsi menyelenggarakan kegiatan pengaturan dan pengawasan pengelolaan Tapera. Dalam menjalankan fungsi, Komisioner bertugas untuk : 1. Menetapkan peraturan pengelolaan Tapera; 2. Melaksanakan pengawasan atas pengelolaan Tapera; 3. Mengusulkan rencana kerja strategis 5 (lima) tahunan serta rencana kerja dan anggaran tahunan BP Tapera kepada Komite Tapera; 4. Mewakili BP Tapera di dalam dan di luar pengadilan; 5. Melakukan evaluasi kinerja Manajer Investasi, Bank Kustodian, dan Bank atau Perusahaan Pembiayaan; dan 6. Menyampaikan laporan hasil pengaturan dan pengawasan pengelolaan Tapera kepada Komite Tapera. Dalam melaksanakan tugas, Komisioner memiliki wewenang untuk : a. menetapkan struktur organisasi, fungsi, tugas, wewenang, tata kerja organisasi, dan sistem kepegawaian; menyelenggarakan manajemen kepegawaian BP Tapera; termasuk mengangka; memindahkan; dan memberhentikan pegawai BP Tapera serta menetapkan penghasilan pegawai BP Tapera; mengusulkan penghasilan bagi Komisioner dan Deputi Komisioner kepada Komite Tapera; merumuskan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalam penyelenggaraan tugas BP Tapera dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas, dan melakukan pemindahtanganan aset tetap BP Tapera sesuai dengan batasan nilai yang ditetapkan oleh Komite Tapera. 108 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

119 Presiden memberhentikan Komisioner dan Deputi Komisioner dari jabatannya atas usulan Komite Tapera karena Komisioner dan Deputi Komisioner: 1. Meninggal dunia; 2. Mengundurkan diri secara tertulis; 3. Tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap; 4. Terlibat dalam tindakan yang merugikan bp tapera; 5. Tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik; atau 6. Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana. Dalam hal Komisioner dan/atau Deputi Komisioner diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, presiden mengangkat Komisioner dan/atau Deputi Komisioner berdasarkan usulan Komite Tapera untuk meneruskan sisa masa jabatannya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan, syarat, larangan, fungsi, tugas, wewenang, dan pemberhentian Komisioner dan/atau Deputi Komisioner diatur dengan Peraturan Presiden. L. Biaya Operasional BP Tapera Biaya operasional BP Tapera terdiri atas biaya personel dan biaya nonpersonel. Personel terdiri atas Komisioner, Deputi Komisioner, dan karyawan Bp Tapera. Biaya personel mencakup Gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Ketentuan mengenai Gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya bagi Komisioner dan Deputi Komisioner ditetapkan oleh Komite Tapera. Ketentuan mengenai Gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya bagi karyawan ditetapkan oleh Komisioner sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. M. Pembubaran BP Tapera BP Tapera hanya dapat dibubarkan dengan Undang-Undang. BP Tapera tidak dapat dipailitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang kepailitan. N. Pembinaan Pengelolaan Tapera Pemerintah melaksanakan pembinaan pengelolaan Tapera. Dalam rangka pembinaan pengelolaan Tapera, ini dibentuk Komite berdasarkan Undang-Undang Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 109

120 Tapera. Komite Tapera bertanggung jawab kepada presiden. Komite Tapera beranggotakan: 1. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman; 2. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan; 3. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan; 4. Komisioner Otoritas Jasa Keuangan; dan 5. Seorang dari unsur profesional yang memahami bidang perumahan dan kawasan permukiman. Pengangkatan dan pemberhenlian Ketua dan anggota Komite Tapera ditetapkan dengan Keputusan presiden. Masa jabatan anggota Komite Tapera yang berasal dari unsur profesional adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Dalam melaksanakan pembinaan, Komite Tapera menjalankan fungsi sebagai perumus dan penetap kebijakan umum dan strategis dalam pengelolaan Tapera. Dalam menjalankan fungsi, Komite Tapera bertugas untuk: 1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan strategis dalam pengelolaan Tapera; 2. Melakukan evaluasi atas pengelolaan Tapera, termasuk melakukan pengawasan atas pelaksanian tugas BP Tapera; dan 3. Menyampaikan laporan hasil evaluasi atas pengelolaan Tapera kepada Presiden. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, Komite Tapera berwenang untuk: 1. Memberikan arahan, saran, nasihat, dan pertimbangan kepada BP Tapera; 2. Meminta laporan pengelolaan Tapera dari BP rapera; 3. Menyeleksi dan mengusulkan pengangkatan serta pemberhentian Komisioner dan Deputi Komisioner BP Tapera kepada Presiden; 4. Mengesahkan rencana strategis lima tahunan BP Tapera; dan 5. Mengesahkan rencana kerja dan anggaran tahunan Bp Tapera. 110 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

121 Komite Tapera dibantu oleh unit administrasi yang rnenjalankan fungsi kesekretariatan. unit administrasi dibiayai oleh BP Tapera. O. Pengelolaan Aset Tapera Aset Tapera meliputi dana tapera dan aset BP Tapera. Dana Tapera bersumber dari: hasil penghimpunan simpanan peserta, hasil pemupukan Simpanan peserta, hasil pengembalian kredit/pembiayaan dari peserta, hasil pengalihan aset Tabungan perumahan pegawai Negeri Sipil yang dikelola oleh Badan pertimbangan Tabungan Perumahan pegawai Negeri Sipil, dana wakaf dan dana lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dana Tapera digunakan untuk: 1. Pembiayaan perumahan bagi peserta; 2. Pengembalian simpanan dan hasil pemupukannya; 3. Penutupan kekurangan hasil pengembangan modal awal guna memenuhi biaya operasional bp tapera; 4. Pemupukan produk keuangan pada berbagai bentuk investasi; dan 5. Imbal jasa bagi bank kustodian dan manajer investasi sesuai dengan kontrak. Komposisi Dana Tapera untuk pembiayaan perumahan dan investasi ditetapkan dalam peraturan BP Tapera. P. Aset BP Tapera Aset BP Tapera bersumber dari: a. modal awal dari Pemerintah yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan; b. hasil pengembangan aset BP Tapera; c. sebagian dari hasil pemupukan Dana Tapera yang digunakan untuk menutup kekurangan pengelolaan modal awal guna memenuhi biaya operasional BP Tapera; dan d. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Aset BP Tapera dapat digunakan untuk: a. kegiatan operasional BP Tapera; atau b. kegiatan investasi BP Tapera. sumber dan penggunaan aset BP Tapera diatur dengan Peraturan Pemerintah. Q. Hak dan Kewajiban Pemberi Kerja Pemberi Kerja berhak untuk mendapatkan informasi dari BP Tapera mengenai kondisi dan kinerja Dana Tapera. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 111

122 Pemberi Kerja berkewajiban untuk: a. mendaftarkan Pekerja sebagai Peserta; b. melakukan pemungutan Simpanan yang menjadi tanggung jawab Pekerja sebagai Peserta melalui pemotongan Gaji atau Upah; menyetor Simpanan yang menjadi tanggung jawabnya dan menyetorkan hasil pemungutan Simpanan yang menjadi tanggung jawab Pekerja sebagai Peserta disertai dengan daftar perincian pembayaran Simpanan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan; meiakukan pemutakhiran data Pekerja yang terkait dengan kepesertaan Tapera; dan menyimpan seluruh laporan daftar perincian pembayaran Simpanan yang menjadi tanggung jawabnya dan Pekerja. R. Hak dan Kewajiban Peserta Peserta berhak untuk : 1. Mendapatkan pemanfaatan Dana Tapera; 2. Memperoleh nomor identitas kepesertaan dan nomor rekening individu; 3. Menerima pengembalian Simpanan beserta hasil pemupukannya pada akhir masa kepesertaan; 4. Mendapatkan informasi dari BP Tapera mengenai kondisi dan kinerja Dana Tapera; 5. Mendapatkan informasi atas penempatan Dana Tapera dari Manajer Investasi dan/atau Bank Kustodian; dan 6. Mendapatkan informasi dari Manajer Investasi dan/atau Bank Kustodian mengenai posisi nilai kekayaan atas Simpanan dan hasil pemupukannya. Peserta wajib membayar Simpanan setiap bulan sesuai dengan waktu yang ditetapkan BP Tapera. BP Tapera wajib menyampaikan laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Komite Tapera paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Periode laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan dimulai dari 1 Januari sampai dengan 3l Desembei. Bentuk dan isi laporan pengelolaan program diusulkan olehbgp Tapera setelah berkonsultasi dengan Komite Tapera. Laporan keuangan BP Tapera disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 3l Juli tahun berikutnya. Isi publikasi ditetafkan oleh Komisioner. 112 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

123 Ketentuan mengenai bentuk dan isi laporan pengelolaan diatur dengan Peraturan BP Tapera setelah disetujui Komite Tapera. Bank Kustodian dan Manajer Investasi wajib menyampaikan laporan kepada BP Tapera. S. Pengawasan dan Pemeriksaan Pengawasan terhadap BP Tapera dilaksanakan oleh Komite Tapera, dan Otoritas Jasa Keuangan.Pengawasan terhadap Manajer Investasi, Bank Kustodian, dan Bank atau Perusahaan Pembiayaan, dilakukan oleh BP Tapera dan Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan atas penyelenggaraan Tapera sesuai dengan kewenangannya. T. Sanksi Adminitrasi Peserta, Pemberi Kerja, BP Tapera, Bank/Perusahaan Pembiayaan, Bank Kustodian, dan Manajer Investasi yang melanggar ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 12, Pasal 14 ayat (4), Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 19, Pasal 30, Pasal64, Pasal 66, Pasal 67 ayat (1), dan Pasal 68 UU nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, dikenai sanksi administratif berupa: 1. Peringatan tertulis; 2. Denda administratif; 3. Memublikasikan ketidakpatuhan pemberi kerja; 4. Pengenaan bunga simpanan akibat keterlambatan pengembalian; 5. Pembekuan izin usaha; dan/atau 6. Pencabutan izin usaha. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan otoritas yang berwenang memberikan sanksi diatur dengan Peraturan Pemerintah. U. Ketentuan Peralihan Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor L4 Tahun 1993 tentang Tabungan Pemmahan Pegawai Negeri Sipil tetap diakui keberadaannya sampai dengan 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil melaksanakan pengalihan aset dan hak Peserta pegawai negeri sipil secara bertahap dan menyelesaikannya dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 113

124 Menteri selaku ketua harian Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil menunjuk kantor akuntan publik yang terdaftar di Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan audit atas posisi laporan kinerja dan laporan keuangan penutup Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Kantor akuntan publik harus menyelesaikan audit atas posisi laporan kinerja dan laporan keuangan penutup Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil paling larna 1 (satu) tahun sejak ditunjuk Menteri. Presiden membentuk Komite Tapera paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Komite Tapera menyeleksi dan mengusulkan Komisioner dan Deputi Komisioner kepada Presiden untuk ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan sejak dibentuknya Komite Tapera. BP Tapera menunjuk Bank Kustod.ian, Manajer Investasi, dan Bank atau Perusahaan Pembiayaan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak BP Tapera mulai beroperasi. Semua aset untuk dan atas nama Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil dilikuidasi. Hasil likuidasi dikembalikan kepada pegawai negeri sipil aktif dan pegawai negeri sipil yang sudah berhenti bekerja karena pensiun atau meninggal dunia. Pokok Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil milik pegawai negeri sipil aktif beserta hasil pemupukannya dialihkan kepada pegawai negeri sipil aktif peserta Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil sebagai saldo awal Peserta pegawai negeri sipil. Hasil pemupukan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil milik pegawai negeri sipil yang telah berhenti bekerja karena pensiun atau meninggal dunia dikembalikan kepada pegawai negeri sipil peserta Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil yang telah berhenti bekerja karena pensiun atau ahli warisnya. Semua karyawan Badan Pertimbangan Tabungan perumahan Pegawai Negeri sipil dialihkan menjadi karyawan BP rapera. Menteri mengesahkan laporan keuangan penutup Badan Pertimbangan Tabungan perumahan pegawai Negeri Sipil. Menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang keuangan mengesahkan laporan keuangan pembuka Dana Tapera. 114 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

125 Badan Pertimbangan Tabungan perumahan pegawai Negeri Sipil dibubarkan setelah menyelesaikan pengalihan aset dan hak peserta pegawai negeri sipil dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak UndangUndang ini diundangkan. BP Tapera mulai beroperasi penuh paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. V. Latihan 1. Jelaskan yang saudara ketahui tentang tabungan perumahan rakyat 2. Siapa saja yang dapat menjadi peserta tapera dan bagaimana cara mendapatkan manfaat tapera tersebut. 3. Kelembagaan apa saja yang terdapat dari Tapera dan bagaimana memperoleh modal awalnya. W. Rangkuman 1. Salah satu upaya negara dalam memenuhi kebutuhan rumah terutama bagi MBR adalah dengan memberdayakan masyarakat untuk menabung di sektor perumahan, oleh sebab itu negara menerbitkan UU Tapera. 2. UU Tapera mengatur siapa yang dapat menjadi peserta tapera yaitu setiap warga negara indonesia dan orang asing, tetapi hanya mengatur WNI yang dapat memperoleh manfaat dan orang asing tidak dapat memperoleh manfaat dari Tapera. 3. Selain mengatur Peserta Tapera, UU Tapera juga mengatur Komite Tapera, Modal Tapera, pemupukan, pengerahan dan pemanfataan dana Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 115

126 116 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

127 BAB 5 PERMEN PUPR NO. 40 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN DAN EVALUASI PRODUK HUKUM DI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 117

128 Permen PUPR No. 40 Tahun 2015 Tentang Pembentukan dan Evaluasi Produk Hukum di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat A. Indikator Keberhasilan Peserta pelatihan mampu menjelaskan mengenai substansi Permen PUPR no. 40 Tahun 2015 tentang Pembentukan dan Evaluasi Produk Hukum di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat B. Latar Belakang, Azas dan Tujuan Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di bidang Pekerjaan Umum serta perumahan dan kawasan permukiman, diperlukan adanya landasan kerja dalam bentuk produk hukum. Selain itu dalam rangka melaksanakan pembentukan produk hukum di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, perlu didukung dengan teknik dan prosedur penyusunan produk hukum yang pasti, baku, dan standar. Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi pejabat, unit organisasi, dan unit kerja di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam pembentukan dan evaluasi produk hukum. Selain itu Peraturan Menteri ini juga bertujuan untuk mewujudkan produk hukum yang sesuai dengan teknik penyusunan yang pasti, baku, dan standar di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan produk hukum. Lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini meliputi: 1. Jenis, kerangka dan materi muatan 2. Perencanaan produk hukum 3. Pembentukan produk hukum 4. Kewenangan penetapan, dan 5. Evaluasi 118 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

129 C. Jenis, Kerangka dan Materi Muatan 1. Jenis Produk Hukum Jenis produk hukum di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terdiri atas: a. Peraturan Menteri; b. Surat Edaran; c. Keputusan; d. Instruksi; dan e. Surat Perintah. 2. Kerangka Produk Hukum Kerangka produk hukum terdiri atas a. Judul b. Pembukaan c. Batang tubuh d. Penutup; dan e. Lampiran Produk hukum yang materinya banyak dan kompleks dapat dilengkapi dengan lampiran. Lampiran tersebut dinyatakan dalam batang tubuh bahwa lampiran dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari produk hukum. 3. Materi Muatan Produk Hukum Materi muatan peraturan Peraturan Menteri merupakan pendelegasian dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Undang- Undang, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Presiden yang memiliki daya laku mengikat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, institusi terkait, dan/atau masyarakat; atau peraturan yang dibentuk berdasarkan kewenangan yang dimiliki Menteri dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan dapat digunakan sebagai pedoman di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, institusi terkait, dan/atau masyarakat. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 119

130 a. Materi muatan Peraturan Menteri berupa: 1) Norma yaitu pedoman atau ketentuan yang dipakai sebagai tatanan untuk penyelenggaraan pemerintahan; 2) Standar yaitu acuan yang dipakai sebagai patokan dalam penyelenggaraan pemerintahan; 3) Prosedur yaitu metode atau tata cara untuk penyelenggaraan pemerintahan; atau 4) Kriteria yaitu ukuran yang dipergunakan sebagai dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan serta memuat pengaturan rinci yang bersifat teknis dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. b. Materi muatan Surat Edaran berisi: 1) Pengefektifan pelaksanaan peraturan perundang-undangan 2) Kebijakan yang bersifat teknis dan/atau 3) Pemberlakuan aturan kebijakan berupa standar c. Materi muatan Keputusan berisi: 1) Penetapan kepada seorang atau beberapa pejabat dan/atau pegawai pada unit/satuan kerja dari suatu kebijakan yang berisi: a) Pembentukan dan/atau perubahan panitia, tim dan kelompok kerja b) Pelimpahan atau penyerahan wewenang tertentu kepada pejabat dibawahnya c) Penunjukan, pengangkatan dan pemberhentian seseorang pada jabatan tertentu d) Pemberian tanda penghargaan kepada institusi/ pegawai/ perorangan atau e) Penugasan untuk melaksanakan kegiatan atau tugas tertentu 2) Penetapan terhadap obyek fisik di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang harus mendapat perhatian khusus dari segi 120 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

131 keamanan, keselamatan, dan kenyamanan yang mencakup kepentingan nasional. d. Materi muatan Instruksi berisi petunjuk atau arahan yang diterbitkan dalam rangka pelaksanaan teknis peraturan perundang-undangan dan/atau pelaksanaan suatu kegiatan kepada pejabat dan pegawai di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. e. Materi muatan Surat Perintah berisi perintah yang dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan tugas dan/atau pelaksanaan kegiatan kepada pejabat dan/atau pegawai di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam jangka waktu tertentu. 4. Perubahan dan Pencabutan Produk Hukum Perubahan produk hukum yang berupa Peraturan Menteri dapat dilakukan terhadap bab, bagian, paragraf, pasal, ayat, dan/atau lampiran, dan/atau kata, istilah, kalimat, angka, dan/atau tanda baca. Perubahan produk hukum yang berupa Keputusan Menteri dapat dilakukan terhadap sebagian diktu dan/atau lampiran dan/atau kata, istilah, kalimat, angka, dan/atau tanda baca. Perubahan produk hukum yang berupa Surat Edaran Menteri dapat dilakukan terhadap sebagian batang tubuh dan/atau lampiran dan/atau kata, istilah, kalimat, angka, dan/atau tanda baca. Apabila perubahan produk hukum tersebut diubah dengan cakupan materi muatan kurang dari 50 % (lima puluh persen), dilakukan dengan menyisipkan atau menambah materi muatan; dan/atau menghapus atau mengganti sebagian materi muatan. Jika suatu perubahan tersebut mengakibatkan sistematika berubah, materi muatan berubah lebih dari 50% (lima puluh persen) atau materi pokoknya berubah, maka produk hukum yang diubah tersebut dicabut, dan disusun kembali dalam produk hukum yang baru. Pencabutan Produk Hukum dilakukan terhadap produk hukum yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau bertentangan dengan produk hukum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pencabutan Produk Hukum tersebut hanya dapat dicabut oleh produk hukum yang sederajat atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 121

132 D. Perencanaan Produk Hukum 1. Program Legislasi Jangka Menengah Menteri menetapkan Program Legislasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Proleg PUPR) jangka menengah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Kementerian dalam strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, dan program prioritas jangka menengah. Proleg PUPR tersebut berupa daftar Rancangan Peraturan Menteri yang didasarkan pada: a. Perintah Undang-Undang b. Perintah Peraturan Pemerintah c. Rencana pembangunan jangka menengah d. Rencana kerja pemerintah dan/atau e. Aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat Proleg PUPR tersebut disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Penyusunan Proleg PUPR jangka menengah dikoordinasikan oleh Biro Hukum berdasarkan usulan dari Unit Organisasi. Proleg PUPR jangka menengah dapat dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan Proleg PUPR prioritas tahunan. Apabila berdasarkan hasil evaluasi tersebut perlu dilakukan perubahan Proleg PUPR jangka menengah, Pemrakarsa menyampaikan usul perubahan disertai alasan secara tertulis kepada Kepala Biro Hukum. 2. Program Legislasi Prioritas Tahunan Menteri menetapkan Proleg PUPR prioritas tahunan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Proleg PUPR prioritas tahunan berupa daftar Rancangan Peraturan Menteri yang disusun berdasarkan Proleg PUPR jangka menengah. Penyusunan Proleg PUPR prioritas tahunan dikoordinasikan oleh Biro Hukum berdasarkan usulan dari unit organisasi. Usulan tersebut harus melampirkan dokumen kesiapan teknis yang meliputi naskah Rancangan Peraturan Menteri dan konsepsi pengaturan Rancangan Peraturan Menteri. Konsepsi pengaturan terdiri atas: a. Urgensi dan tujuan penyusunan b. Sasaran yang ingin diwujudkan 122 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

133 c. Pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur, dan d. Jangkauan serta arah pengaturan 3. Tata Cara Perencanaan Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri di Luar Proleg PUPR Dalam keadaan tertentu, Pemrakarsa dapat mengajukan usul Rancangan Peraturan Menteri di luar Proleg PUPR prioritas tahunan. Keadaan tertentu tersebut meliputi untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, dan bencana alam dan/atau keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan Peraturan Menteri. Dalam menyusun Rancangan Peraturan Menteri di luar Proleg PUPR pemrakrasa harus terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Menteri melalui Biro Hukum. Permohonan izin prakarsa disertai konsepsi pengaturan Rancangan Peraturan Menteri, yang meliputi: a. Urgensi dan tujuan penyusunan; b. Sasaran yang ingin diwujudkan; c. Pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan d. Jangkauan serta arah pengaturan. 4. Tata Cara Perencanaan Surat Edaran, Keputusan, Instruksi, dan Surat Perintah Pemrakarsa mengajukan usulan penyusunan Rancangan Surat Edaran, Keputusan, Instruksi, dan Surat Perintah kepada bagian hukum/unit kerja yang menangani bidang hukum. Usulan tersebut berupa surat pengantar yang berisikan resume Rancangan Surat Edaran, Keputusan, Instruksi, dan Surat Perintah. Usulan penyusunan Rancangan Surat Edaran, Keputusan, Instruksi, dan Surat Perintah yang ditandatangani oleh Menteri atau atas nama Menteri selain diajukan kepada bagian hukum/unit kerja yang menangani bidang hukum juga harus diajukan kepada Biro Hukum. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 123

134 E. Pembentukan Produk Hukum ALUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM Penyusunan Produk Hukum Pembahasan Produk Hukum Persetujuan Lembar Kendali Produk Hukum Penetapan Produk Hukum Penyebarluasan Produk Hukum 1. Penyusunan Produk Hukum Gambar 16. Alur Pembentukan Produk Hukum Penyusunan produk hukum dilakukan oleh Pemrakarsa berkoordinasi dengan bagian hukum/unit kerja yang menangani bidang hukum pada Unit Organisasi Pemrakarsa. Pemrakarsa dapat menerima usulan penyusunan produk hukum dari unit pelaksana teknis terkait. Dalam penyusunan produk hukum Pemrakarsa membentuk tim penyusunan produk hukum yang anggotanya terdiri atas unit kerja dan/atau instansi terkait. Hasil penyusunan produk hukum berupa rancangan produk hukum. 2. Pembahasan Produk Hukum Rancangan produk hukum dibahas oleh Pemrakarsa bersama bagian hukum/unit kerja yang menangani bidang hukum, Biro Hukum, dan unit kerja terkait untuk memperoleh masukan. Pembahasan dapat dilakukan melalui konsultasi publik, harmonisasi, pembulatan, dan/atau pemantapan substansi materi muatan produk hukum. Pembahasan dapat dilakukan dengan 124 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

135 mengundang Kementerian/Lembaga, dan pihak terkait lainnya. Produk hukum berupa Surat Edaran, Keputusan, Surat Perintah, dan Instruksi yang ditetapkan oleh Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, atau Kepala Badan dibahas oleh pemrakarsa bersama bagian hukum/unit kerja yang menangani bidang hukum. 3. Persetujuan Lembar Kendali Produk Hukum Rancangan produk hukum yang sudah disepakati dalam pembahasan dibuat dalam bentuk Lembar Kendali Produk Hukum. Lembar Kendali Produk Hukum diajukan oleh Pemrakarsa untuk mendapatkan paraf persetujuan. Lembar Kendali Produk Hukum memuat: a. Rancangan produk hukum yang sudah disepakati dalam pembahasan b. Paraf Persetujuan Pejabat Administrator pada Pemrakarsa, bagian hukum/unit kerja yang menangani bidang hukum, dan Biro Hukum yang bertugas menyusun dan memeriksa produk hukum c. Paraf Persetujuan Pimpinan Tinggi Madya dan/atau Pimpinan Tinggi Pratama pada Unit Organisasi Pemrakarsa dan Unit Organisasi lainnya sesuai dengan Jenis Produk Hukum yang sedang dibuat; dan d. Paraf Persetujuan Menteri, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, atau Pejabat Pimpinan e. Tinggi Pratama yang akan menandatangani Produk Hukum yang sedang dibuat. Setiap paraf persetujuan diberikan dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja. Dalam hal Pimpinan Unit Organisasi/Unit Kerja tidak memberikan paraf maka harus memberikan pertimbangan tertulis terkait substansi yang tidak disetujui kepada pemrakarsa untuk dilakukan Pembahasan Produk Hukum kembali. Dalam hal telah dilakukan pembahasan kembali Pimpinan Unit Organisasi/Unit Kerja tetap tidak memberikan paraf maka Lembar Kendali akan dimintakan Paraf Persetujuan Menteri, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, atau Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang akan menandatangani Produk Hukum yang sedang dibuat. 4. Penetapan Produk Hukum Lembar Kendali Produk Hukum yang sudah mendapatkan paraf persetujuan selanjutnya dibuat dalam bentuk rancangan Produk Hukum untuk ditetapkan. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 125

136 Penetapan Produk Hukum dilakukan dengan penandatanganan oleh Pejabat yang berwenang dengan terlebih dahulu dibubuhi paraf oleh sekretaris/pimpinan sekretariat atau pejabat yang diserahi wewenang yang berada satu tingkat dibawah pejabat penandatangan. Setelah penandatanganan oleh pejabat yang berwenang, Penetapan Produk Hukum dilanjutkan dengan penomoran dan pemberian cap dinas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Penandatanganan produk hukum berupa Peraturan Menteri dibuat paling sedikit sebanyak 3 (tiga) rangkap asli dan penomorannya setelah ditandatangani oleh Menteri. Penandatanganan produk hukum berupa Keputusan, Surat Edaran, Instruksi, dan Surat Perintah dibuat paling sedikit sebanyak 2 (dua) rangkap asli dan penomorannya setelah ditandatangani. Produk Hukum yang sudah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dinyatakan final dan tidak dapat diubah tanpa melalui prosedur Perubahan dan Pencabutan Produk Hukum. Produk hukum berupa Peraturan Menteri setelah melalui tahap penetapan produk hukum harus dilakukan pengundangan. Biro Hukum menyampaikan Peraturan Menteri kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia untuk dilakukan pengundangan. Penyampaian Peraturan Menteri dilakukan dengan menyerahkan 3 (tiga) rangkap naskah asli Peraturan Menteri beserta salinan digital naskah asli. Penyampaian Peraturan Menteri disertai dengan Permohonan Pengundangan Peraturan Perundang-undangan yang diajukan secara tertulis dan ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal. Peraturan Menteri yang telah diundangkan, 1 (satu) rangkap disimpan oleh Kementerian Hukum dan HAM, 1 (satu) rangkap disimpan oleh Biro Hukum, dan 1 (satu) rangkap dikembalikan kepada Pemrakarsa. Pengundangan Peraturan Menteri dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5. Penyebarluasan Produk Hukum Penyebarluasan produk hukum dapat dilakukan oleh Pemrakarsa, bagian hukum/unit kerja yang menangani bidang hukum, Biro Hukum, dan/atau unit kerja terkait. Penyebarluasan produk hukum dapat dilakukan dalam bentuk media cetak dan/atau media elektronik. Penyebarluasan produk hukum dalam bentuk file elektronik dalam media elektronik harus diunduh dari situs Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Produk Hukum berupa Peraturan 126 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

137 Menteri, penyebarluasannya dilakukan melalui salinan yang telah dilegalisasi oleh Kepala Biro Hukum tanpa menyertakan tanda tangan Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. F. Kewenangan Penetapan Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Instruksi Menteri, Surat Perintah Menteri, dan Surat Edaran Menteri ditetapkan oleh Menteri.Peraturan Menteri ditetapkan oleh Menteri dan tidak dapat didelegasikan penetapannya. Produk hukum berupa Surat Edaran yang memuat materi muatan berupa pengefektifan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan yang bersifat teknis ditetapkan oleh Menteri atau Sekretaris Jenderal Atas Nama Menteri. Produk hukum berupa Surat Edaran yang memuat materi muatan selain yang telah disebutkan dapat ditetapkan oleh Pimpinan Tinggi Madya sesuai dengan kewenangannya. Produk hukum berupa keputusan, instruksi, dan Surat Perintah selain yang ditetapkan oleh Menteri dapat ditetapkan atas nama Menteri oleh: 1. Sekretaris Jenderal 2. Inspektur Jenderal 3. Direktur Jenderal 4. Kepala Badan, atau 5. Pejabat yang ditunjuk melaui pelimpahan kewenangan dari Menteri. Produk hukum berupa keputusan, instruksi, dan surat perintah yang ditetapkan oleh Pimpinan Tinggi Madya dapat dilimpahkan kepada Pimpinan Tinggi Pratama sesuai kewenangannya. G. Evaluasi Evaluasi dilakukan terhadap Proses pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Produk Hukum. Evaluasi Produk Hukum dilakukan terhadap Peraturan Menteri dan Surat Edaran Menteri. Evaluasi proses pembentukan Peraturan Perundang- Undangan dan produk hukum dikoordinasikan oleh Biro Hukum. Evaluasi proses pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dilaksanakan dengan cara menganalisis kriteria sebagai berikut: 1. Perkembangan proses pembentukan perundang-undangan; dan 2. Permasalahan yang terjadi dalam proses pembentukan perundang-undangan. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 127

138 Evaluasi proses pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dilaksanakan setiap 3 (tiga) bulan. Evaluasi Produk Hukum dilaksanakan dengan cara menganalisis kriteria sebagai berikut: 1. Efektivitas pelaksanaan produk hukum; 2. Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan produk hukum; dan 3. Penyelesaian permasalahan yang terjadi. Evaluasi Produk Hukum dibuat dalam bentuk tabel yang memuat paling sedikit: 1. Judul Produk Hukum dan Pemrakarsa; 2. Perintah Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi atau berdasarkan 3. Kewenangan; 4. Ruang lingkup dan uraian singkat Materi Muatan Produk Hukum; 5. Permasalahan yang terjadi; dan 6. Penyelesaian permasalahan yang diusulkan. Evaluasi Produk Hukum dilaksanakan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Evaluasi proses pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan produk hukum dilaksanakan oleh Biro Hukum untuk tingkat Sekretariat Jenderal. Evaluasi proses pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan produk hukum dilaksanakan oleh Bagian Hukum/Unit yang menangani bidang hukum untuk tingkat Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal, dan Badan. Hasil Evaluasi proses pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan produk hukum yang dilaksanakan oleh Bagian Hukum/Unit yang menangani bidang hukum disampaikan kepada Biro Hukum untuk dilakukan pembahasan tingkat Kementerian. H. Latihan 1. Sebutkan lingkup pengaturan dalam Permen PUPR No. 40 Tahun 2015! 2. Jelaskan materi muatan dalam Peraturan Menteri! 3. Sebutkan isi materi muatan Surat Edaran! 128 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

139 I. Rangkuman Lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 40 Tahun 2015 tentang Pembentukan dan Evaluasi Produk Hukum di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat meliputi Jenis, kerangka dan materi muatan, Perencanaan produk hukum, Pembentukan produk hukum, Kewenangan penetapan, dan Evaluasi. Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi pejabat, unit organisasi, dan unit kerja di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam pembentukan dan evaluasi produk hukum serta bertujuan untuk mewujudkan produk hukum yang sesuai dengan teknik penyusunan yang pasti, baku, dan standar di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan produk hukum. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 129

140 130 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

141 BAB 6 PENUTUP Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 131

142 Penutup A. Simpulan 1. Rumah merupakan kebutuhan pokok bagi setiap orang, oleh sebab itu negara menjamin setiap orang untuk bertempat tinggal yang layak dengan linkingan yang sehat. 2. Maka diterbitkanlah tiga Undang-undang dalam menyiapkan dasar-dasar penyusunan NSPK dengan tujuan tercapainya pemenuhan kebutuhan rumah bagi setiap orang. 3. Tiga UU tersebut adalah UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman ( UU PKP), UU nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun ( UU Rusun ) dan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rkayat ( UU Tapera ). 4. UU PKP mengatur upaya negara dalam memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR dengan berbagai pola, antara lain pola hunian berimbang dan pola bantuan dan kemudahan dalam mendapatkan rumah.uu Rusun mengatur upaya negara memenuhi kebutuhan rumah dengan pembangunan rumah susun terutama bagi MBR, melalui pemanfataan ruang atas tanah secara vertikal, sedang UU Tapera mengatur upaya negara dalam memenuhi kebutuhan rumah melalui pemberdayaan masyarakat untuk menabung dalam rangka memperoleh kemudahan dalam pemilikan rumah. 5. Selain memberikan penjelasan kepada peserta mengenai Peraturan perundang-undangan atau NSPk, modul ini jiga menjelaskan mengenai tatacara pembentukan produk hukum pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. B. Tindak Lanjut Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta dapat mengikuti pelatihan lanjutan yang akan menyajikan peraturan pelaksanaannya dari ketiga UU tersebut, sebagai dasar penyusunan NSPK. Serta disarankan mengikuti pelatihan legal drafting. 132 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

143 DAFTAR PUSTAKA Undang-undang nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Undang-undang nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Undang-undang nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 40 Tahun 2015 tentang Pembentukan dan Evaluasi Produk Hukum di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 133

144 GLOSARIUM TAPERA Aset Perumahan dan Kawasan Permukiman Perumahan Kawasan Permukiman Lingkungan Hunian Permukiman Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) pengumpulan dana berdasarkan gotong royong dan bersifat wajib, baik bagi pekerja Formal maupun non-formal. Sumber daya atau kekayaan yang dimiliki oleh suatu entitas. Aset tersebut diperoleh dari peristiwa di masa lalu dan diharapkan akan memberikan manfaat dimasa yang akan datang Satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. Kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Bagian dari kawasan permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman. Bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, 134 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

145 perumahan dan kawasan permukiman Rumah dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Rumah Komersial Rumah yang diselenggarakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Rumah Swadaya Rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat. Rumah Umum Rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah Khusus Rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus. Rumah Negara Permukiman Kumuh Perumahan Kumuh Kawasan Siap Bangun (Kasiba) Lingkungan Siap Bangun (Lisiba) Rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. Permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. Sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang. Sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dengan batas-batas kaveling Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 135

146 yang jelas dan merupakan bagian dari kawasan siap bangun sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Kaveling Tanah Matang Konsolidasi Tanah Pendanaan Pembiayaan Sebidang tanah yang telah dipersiapkan untuk rumah sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, rencana rinci tata ruang, serta rencana tata bangunan dan lingkungan. Penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan perumahan dan permukiman guna meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan partisipasi aktif masyarakat. Penyediaan sumber daya keuangan yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau sumber dana lain yang dibelanjakan untuk penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau setiap pengeluaran yang akan diterima kembali untuk kepentingan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman baik yang berasal dari dana masyarakat, tabungan perumahan, maupun sumber dana lainnya. Prasarana Kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman. Sarana Utilitas Umum Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. Kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian. Masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah. 136 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

147 Setiap Orang Badan Hukum Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Menteri Rumah susun Penyelenggaraan Rumah Susun Satuan rumah susun (Sarusun) Tanah Bersama Orang perseorangan atau badan hukum. Badan hukum yang didirikan oleh warga negara indonesia yang kegiatannya di bidang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman. Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Kegiatan perencanaan, pembangunan, penguasaan dan pemanfaatan, pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan, pengendalian, kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang dilaksanakan secara sistematis, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab. Unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 137

148 Bagian Bersama Benda Bersama Rumah Susun Umum Rumah Susun Khusus Rumah Susun Negara Rumah Susun Komersial Sertifikat Hak Milik Sarusun (SHM Sarusun) Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Sarusun (SKBG Sarusun) Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) Pelaku Bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. Benda yang bukan merupakan bagian rumah susun melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus. Rumah susun yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. Rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapatkan keuntungan. Tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan Tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa. Angka yang menunjukkan perbandingan antara sarusun terhadap hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang dihitung berdasarkan nilai sarusun yang bersangkutan terhadap jumlah nilai rumah susun secara keseluruhan pada waktu pelaku pembangunan pertama kali memperhitungkan biaya pembangunannya secara keseluruhan untuk menentukan harga jualnya. Setiap orang dan/atau pemerintah yang melakukan 138 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

149 Pembangunan Rumah Susun Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Sarusun (PPPRS) Dana Tapera Peserta Tapera Pekerja Pemberi Kerja Pekerja Mandiri Gaji Upah pembangunan perumahan dan permukiman. Badan hukum yang beranggotakan para pemilik atau penghuni sarusun. Dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan simpanan beserta hasil pemupukannya. Setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan yang telah membayar simpanan. Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai Aparatur Sipil Negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan membayar gaji sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap warga negara Indonesia yang bekerja dengan tidak bergantung pada Pemberi Kerja untuk mendapatkan penghasilan. kompensasi dasar berupa honorarium sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan risiko pekerjaan. Hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau Pemberi Kerja kepada Pekerja yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi Pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan 139

150 Penghasilan Simpanan Komite Tabungan Perumahan Rakyat (Komite Tapera) Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) Bank Kustodian Manajer Investasi Bank Perusahaan Pembiayaan Komisioner Deputi Komisioner Pendapatan bersih yang diterima oleh Pekerja Mandiri dari hasil usaha atau pekerjaan dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang dinilai dalam bentuk uang. Sejumlah uang yang dibayar secara periodik oleh Peserta dan/atau Pemberi Kerja. Komite yang berfungsi merumuskan kebijakan umum dan strategis dalam pengelolaan Tapera. Badan hukum yang dibentuk untuk mengelola Tapera. Bank umum yang telah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk menjalankan usaha jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain; Pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat termasuk dari BP Tapera dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan perumahan. Badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa. Organ BP Tapera yang berwenang dan bertanggung jawab atas pengaturan dan pengawasan pengelolaan Tapera sesuai dengan maksud dan tujuan serta mewakili BP Tapera, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Anggota Komisioner. 140 Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Bidang Penyelenggaraan Perumahan

151 BAHAN TAYANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN - 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemerataan pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mengenai Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal. Peran

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa untuk pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa rumah merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

-1- BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

-1- BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN -1- BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1280, 2013 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Perumahan. Kawasan Permukiman. Hunian Berimbang. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 110 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 110 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 110 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5863 KEUANGAN. Perumahan Rakyat. Tabungan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 55) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa rumah merupakan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5883 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 101). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. Bahwa dalam pembangunan nasional yang pada

Lebih terperinci

dan Kawasan Permukiman

dan Kawasan Permukiman Membedah terdiri dari 18 bab dan 167 pasal, namun tulisan berikut ini tidak akan menyajikan secara keseluruhan isi undang undang tetapi hanya isu yang dianggap penting saja. Dalam UU PKP banyak diperkenalkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.571, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Perumahan. Kawasan Permukiman. Hunian Berimbang. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a. bahwa kota

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RUMAH SUSUN DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI PRESPEKTIF PENERAPAN UU.NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

PENGELOLAAN RUMAH SUSUN DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI PRESPEKTIF PENERAPAN UU.NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN PENGELOLAAN RUMAH SUSUN DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI PRESPEKTIF PENERAPAN UU.NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Oleh : Julius Lobiua SH.MH HP. 081511237866, 0816824116. I. Pengantar Pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia Menimbang: a. Bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) menyebutkan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. a. bahwa dalam pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.55, 2016 KEUANGAN. Perumahan Rakyat. Tabungan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5863). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KONTRAK DAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PRES I DEN REPUBLIK 11'-IDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRES I DEN REPUBLIK 11'-IDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN I PRES I DEN REPUBLIK 11'-IDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DRAFT BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.365, 2015 INDUSTRI. Kawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5806) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KABUPATEN GARUT Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TABUNGAN PERUMAHAN RAKYAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TABUNGAN PERUMAHAN RAKYAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TABUNGAN PERUMAHAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin pemenuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016-2035 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

B U P A T I B A L A N G A N

B U P A T I B A L A N G A N 1 SALINAN B U P A T I B A L A N G A N PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau didalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau didalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, rumah merupakan kebutuhan dasar manusia mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MENIMBANG : a. bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakikatnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 7-8 Juli 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANGUNAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PRT/M/2015 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PRT/M/2015 TENTANG BANTUAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI

Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI LATAR BELAKANG PP TENTANG KAWASAN INDUSTRI Dengan diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201 No.1216, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Perumahan Umum. Bantuan. Prasarana. Sarana. Utilitas Umum. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PRT/M/2015

Lebih terperinci

Aspek-aspek minimal yang harus tercantum dalam Perda Kumuh

Aspek-aspek minimal yang harus tercantum dalam Perda Kumuh Aspek-aspek minimal yang harus tercantum dalam Perda Kumuh No Aspek-aspek minimal Perda 1. Ketentuan Umum; Muatan 1. Daerah adalah Kabupaten/Kota... 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

B U P A T I B A L A N G A N

B U P A T I B A L A N G A N 1 SALINAN Menimbang : a. B U P A T I B A L A N G A N PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN ABSTRAKSI : bahwa dalam rangka menata dan mengendalikan pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, perlu dilakukan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERUMAHAN,

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA,

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.316, 2016 KESRA. Perumahan. Berpenghasilan Rendah. Masyarakat. Pembangunan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6004). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU Salinan No. 20/LD/2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 20 TAHUN 2011 SERI : E.8 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 20 TAHUN 2011 SERI : E.8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN PERUMAHAN MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN PERUMAHAN MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN PERUMAHAN MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA DINAS PERUMAHAN, PERMUKIMAN DAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN (RUSUN) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DASAR HUKUM Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 51 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 51 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 51 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG BH INNEKA TU NGGAL IKA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS JABATAN DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.320, 2014 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Pembinaan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5615) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 25-26 Agustus 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan pemukiman, agar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan pemukiman, agar 7 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, rumah merupakan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci