BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Adversity. kesulitan dalam keadaan sukses. Lebih lanjut, kecerdasan adversity sebagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Adversity. kesulitan dalam keadaan sukses. Lebih lanjut, kecerdasan adversity sebagai"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Adversity 1. Pengertian Kecerdasan Adversity Kecerdasan adversity adalah kecerdasan yang berupa kemampuan seseorang dalam menghadapi kesulitan, bertahan dari kesulitan dan keluar dari kesulitan dalam keadaan sukses. Lebih lanjut, kecerdasan adversity sebagai kecerdasan seseorang dalam menghadapi rintangan atau kesulitan secara teratur. Hal tersebut dapat membantu individu memperkuat kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari seraya tetap berpegang teguh pada prinsip dan impian tanpa mempedulikan apa yang sedang terjadi. Unsur pokok yang menjadi sorotan kecerdasan adversity adalah seberapa jauh kemampuan seseorang untuk dapat bertahan ketika menghadapi kesulitan dan dapat mengatasi kesulitan-kesulitannya (Stoltz, 2004). Kecerdasan adversity menjelaskan seberapa baik individu dapat bertahan dan mampu mengatasi kesulitan, dapat meramalkan siapa yang dapat bertahan akan kesulitan atau siapa yang akan hancur, dan dapat memprediksi siapa yang dapat melebihi harapan dari potensi yang dimiliki. Kecerdasan adversity juga merupakan kemampuan seseorang dalam mengamati kesulitan dan mengolah kesulitan tersebut dengan kecerdasan yang dimiliki sehingga menjadi sebuah tantangan untuk menyelesaikannya (Stoltz, 2004). Leman (2007) mendefinisikan kecerdasan adversity secara ringkas, yaitu kemampuan seseorang untuk 12

2 13 menghadapi masalah. Menurut Agustian (dalam Rachmawati, 2007) kecerdasan adversity merupakan kecerdasan individu dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup yang berakar pada bagaimana kita merasakan dan menghubungkan dengan tantangan-tantangan. Nashori (2007) menyatakan bahwa kecerdasan adversity adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan kecerdasannya untuk mengarahkan, mengubah cara berfikir dan tindakannya ketika menghadapi hambatan yang bisa menyengsarakan dirinya. Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adversity merupakan kemampuan bertahan yang dimiliki seseorang dalam menghadapi dan mengelola permasalahan secara teratur dan terus-menerus sehingga dapat menyelesaikannya. 2. Aspek-aspek Kecerdasan Adversity Stoltz (2004) menyatakan bahwa kecerdasan adversity mencakup empat aspek, antara lain: a. Control (kendali) Control atau kendali adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan mengelola sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan di masa mendatang. Kendali diri ini akan berdampak pada tindakan selanjutnya atau respon yang dilakukan individu bersangkutan, tentang harapan dan idealitas individu untuk tetap berusaha keras mewujudkan keinginannya walau sesulit apapun keadaannya sekarang.

3 14 b. Origin (asal-usul atau kepemilikan) dan ownership (pengakuan) Origin yaitu kepemilikan atau dalam istilah lain disebut dengan asal-usul permasalahan tersebut berada dalam dirinya. Selanjutnya, ownership atau pengakuan dengan sejauh mana seseorang mempermasalahkan dirinya ketika mendapati bahwa kesalahan tersebut berasal dari dirinya atau sejauh mana seseorang mempermasalahkan orang lain atau lingkungan yang menjadi sumber kesulitan atau kegagalan seseorang. Rasa bersalah yang tepat akan menggugah seseorang untuk bertindak sedangkan rasa bersalah yang terlampau besar akan menciptakan kelumpuhan. Seseorang akan mengakui akibat-akibat kesulitan dan kesediaan seseorang untuk bertanggung jawab atas kesalahan atau kegagalan tersebut. c. Reach (jangkauan) Sejauh mana kesulitan ini akan merambah dalam kehidupan seseorang untuk menunjukkan bagaimana suatu masalah mengganggu aktivitas lainnya, sekalipun tidak berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi. d. Endurance (daya tahan) Endurance adalah aspek ketahanan individu. Sejauh mana kecepatan dan ketepatan seseorang dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, pada aspek ini dapat dilihat berapa lama kesulitan akan berlangsung dan berapa lama penyebab kesulitan itu akan berlangsung. Hal ini berkaitan dengan pandangan individu terhadap kepermanenan dan ketemporeran kesulitan yang berlangsung.

4 15 Stoltz (2005) menyatakan bahwa seseorang yang dapat bertahan, mengelola dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya merupakan definisi dari kecerdasan adversity. Menurut Binet dan Simon (dalam Alder, 2001) seseorang dapat mengatasi masalah dalam kehidupannya ketika memiliki tiga aspek dalam dirinya, yaitu : a. Kemampuan mengarahkan pikiran atau tindakan Kemampuan mengarahkan pikiran atau tindakan merupakan kemampuan seseorang dalam menentukan hasil dari pikirannya kemudian melakukan tindakan yang tepat untuk menjalani aktivitasnya. b. Kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan Kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan merupakan kemampuan seseorang dalam mengubah pandangan sebelumnya dengan berbagai strategi yang digunakan, ketika pandangan tersebut dianggapnya dapat merugiakan. c. Kemampuan mengkritik diri sendiri Kemampuan mengkritik diri sendiri merupakan kemampuan seseorang dalam mengevaluasi tindakannya, dimana seseorang tersebut akan mengkritisi dirinya kemudian menjadikannya sebuah gambaran untuk menjadi lebih baik. Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, tedapat empat aspek kecerdasan adversity menurut Stoltz (2004) yaitu control (kendali), origin (asal-usul atau kepemilikan) dan ownership (pengakuan), reach (jangkauan), endurance (daya tahan), selain itu kecerdasan juga mencangkup tiga aspek lainnya menurut Binet dan Simon (dalam Alder, 2001) yaitu kemampuan mengarahkan

5 16 pikiran atau tindakan, kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan dan kemampuan mengkritik diri sendiri. Dari aspek-aspek kecerdasan adversity yang telah dijabarkan, maka peneliti memilih untuk menggunakan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Stoltz (2004) yaitu control, origin dan ownership, reach serta endurance. Aspek tersebut dipilih sebagai acuan yang digunakan peneliti untuk mengukur kecerdasan adversity pada mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi. Peneliti memiliki pertimbanagn dalam memilih aspek tersebut yaitu sejalan dengan variabel penelitian dan penjabarannya lebih konkrit. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Adversity Stoltz (2005) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan seseorang digambarkan seperti pohon pinus yang perkasanya tumbuh menganjur dari tebing granit, yaitu meliputi : a. Daun 1) Kinerja Salah satu keberhasilan seseorang dalam menghadapi suatu masalah dan meraih tujuan hidup dapat dilihat dan diukur lewat kinerja. Hal tersebut karena kinerja merupakan salah satu hal yang paling mudah untuk dilihat oleh orang lain. Seseorang yang dapat mengatasi kesulitan maka dapat pula dilihat dari kinerjanya yang baik. Apabila kinerjanya tidak baik maka seseorang belum bisa mengatasi kesulitan yang dihadapi tersebut.

6 17 b. Cabang 1) Bakat Kemampuan dan kecerdasan seseorang dalam menghadapi suatu kondisi yang tidak menguntungkan bagi dirinya salah satunya dipengaruhi oleh bakat. Bakat adalah gabungan pengetahuan, kompetensi, pengalaman dan keterampilan. Seseorang yang memiliki bakat pada bidang tertentu akan sangat membantu untuk mencapai kesuksesannya pada bidang tersebut. Bakat seseorang seharusnya disalurkan sesuai dengan bidang atau kemampuannya agar bisa berkembang. Apabila bakat tersebut salah dalam penyaluran, maka seseorang akan terganggu karena yang dilakukannya tidak sesuai dengan bakat yang dimilki. 2) Kemauan Kemauan merupakan tenaga pendorong untuk mencapai suatu kesuksesan dalam hidup. Kemauan seseorang menggambarkan motivasi, antusias, gairah, dorongan, ambisi, semangat yang menyala, dan mata yang bersinar untuk menjalini kehidupannya. Seseorang yang memiliki kemauan kuat untuk mencapai kesuksesan akan menghantarkan menuju keberhasilan yang akan diraihnya karena kemauan yang kuat tersebut adalah sikap percaya diri seseorang dalam menghadapi setiap tantangan-tantangan dan hambatanhambatan yang dihadapinya. Apabila seseorang tidak memiliki kemauan yang kuat maka akan menimbulkan ketidak percayaan diri seseorang untuk menghadapi tantangan-tantangan dan hambatan-hambatan yang sedang dihadapi.

7 18 c. Batang 1) Kesehatan Kesehatan emosi dan fisik juga dapat mempengaruhi kemampuan dalam menggapai kesuksesan. Jika seseorang sakit, penyakitnya akan mengalihkan perhatian dari masalah yang sedang dihadapi. Kesehatan berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup seseorang dalam menghadapi kesulitan. Apabila seseorang sedang dalam keadaan sakit, maka berpengaruh terhadap kesulitan yang sedang dihadapinya. Seseorang akan terganggu dengan kondisi kesehatannya sehingga tidak mampu menghadapi kesulitan tersebut. Sedangkan seseorang yang berada dalam kondisi sehat maka tidak akan terganggu dalam menghadapi setiap kesulitan yang dihadapinya. 2) Karakter Seseorang yang mempunyai karakter baik, semangat, tangguh dan cerdas akan memiliki kemampuan untuk mencapai sukses. Karakter merupakan bagian yang penting bagi kita untuk meraih kesuksesan dan hidup berdampingan secara damai. Karakter membuat seseorang memiliki kecerdasan adversity yang tinggi sehingga seseorang akan memiliki kemampuan untuk mencapai sukses. d. Akar 1) Genetika Meskipun warisan genetis tidak akan menentukan nasib seseorang, namun faktor ini pasti memiliki pengaruh terhadap perilaku seseorang. Salah satu penelitian telah mengkaji anak kembar, dimana meskipun anak kembar

8 19 dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda, kemiripan dalam berperilaku tetap saja ada. Penjelasan Faktor genetika berasal dari dalam diri seseorang yang diwariskan oleh orang tuanya bersifat bawaan. Apabila orang tua nya memiliki kecerdasan adversity yang tinggi maka anaknya akan memilikinya juga. 2) Pendidikan Salah satu sarana dalam pembentukan sikap dan perilaku adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua, di sekolah maupun masyarakat akan membentuk kemampuan dalam menghadapi situasi dan mempengaruhi kinerja seseorang. Melalui pendidikan karakter seseorang di bentuk, maka seseorang akan diajarkan bagaimana harus bertindak saat sedang mengahadapi kesuitan tersebut. 3) Keyakinan Keyakinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menghadapi masalah serta membantu seseorang dalam mencapai tujuan hidup. Keyakinan yang kuat dalam menghadapi setiap tantangan dan hambatannya merupakan faktor mencapai kesuksesan bagi seseorang. Keyakinan yang kuat dalam menghadapi kesulitan akan terjadi melalui sikap optimisme. Seseorang yang optimis akan meyakini bahwa dirinya mampu untuk mengatasi berbagai rintangan dikehidupanya dengan baik, sehingga keyakinan yang dimiliki menjadikan seseorang tetap bertahan dan mengelola peristiwa yang menyulitkannya untuk meraih kesuksesannya. Hal tersebut didukung hasil penelitian Utami, dkk. (2016) yaitu terdapat hubungan positif antara

9 20 optimisme dengan kecerdasan adversity pada mahasiswa. Penelitian tersebut menunjukan bahwa optimisme mampu mempengaruhi kecerdasan adversity dengan memberikan sumbangan efektif sebesar 40.5%. Artinya variabel optimisme menyumbangkan kontribusi yang besar terhadap kecerdasan adversity. Oleh karena itu, optimisme akan menjadi faktor dominan dan variabel bebas dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, terdapat empat faktor yang mempengaruhi kecerdasan quotient yaitu daun meliputi kinerja, cabang meliputi bakat serta kemauan, batang meliputi kesehatan serta karakter, dan akar meliputi genetika, pendidikan, serta keyakinan. B. Optimisme 1. Pengertian Optimisme Optimisme merupakan kecenderungan untuk mempercayai bahwa hal yang baik akan terjadi dimasa yang akan datang serta menjelaskan peristiwaperistiwa yang baik tersebut menggunakan alasan internal, bersifat stabil, dan menyeluruh. Optimisme juga merupakan suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik melalui hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian dengan harapan kearah yang positif (Seligman, 2006). Menurut Seligman (2008) optimisme sebagai suatu pandangan secara menyeluruh, melihat hal baik, berpikir positif dan mudah memberikan makna bagi diri sendiri. Seseorang yang optimis akan meyakini bahwa dirinya mampu dan dapat bertahan pada situasi

10 21 yang berat agar tidak terjadi learned helplessness (kecenderungan untuk bereaksi menghindar). Goleman (2003) menyatakan bahwa optimisme merupakan titik pandang kecerdasan emosional, yakni suatu pertahanan diri pada seseorang agar jangan sampai terjatuh ke dalam masa kebodohan, putus asa dan depresi. Apabila seseorang mendapat kesulitan maka dirinya akan bersikap optimis dengan memiliki harapan kuat terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan akan mampu diatasi dengan baik, walaupun ditimpa banyak masalah dan mengalami frustasi. Carr (2004) mendefenisikan optimisme sebagai sebuah ekspektasi menyeluruh bahwa hal yang baik akan terjadi lebih banyak dari pada hal yang buruk. Konsep tersebut menunjukan sebuah harapan yang menyeluruh dimana akan terjadi lebih banyak hal-hal baik di masa depan dibandingkan hal yang buruk. Chang (2002) mendefinisikan optimisme sebagai pengharapan seseorang mengenai peristiwa baik yang akan terjadi dalam hidupnya dimasa depan. Optimisme sangat berhubungan dengan hasil-hasil positif yang diinginkan seseorang seperti kondisi moral yang bagus, prestasi yang bagus, kondisi kesehatan yang bagus dan kemampuan untuk mengatasi masalah yang muncul. Scheier dan Carver (2002) menyatakan bahwa optimisme merupakan pandangan seseorang mengenai masa depannya. Pandangan ini tentu saja pandangan positif tentang hasil yang akan diperoleh dimasa depan. Individu yang optimis adalah individu yang mengharapkan hal-hal baik terjadi kepada dirinya. Optimisme juga merupakan harapan bahwa semua akan berjalan dengan baik, sedangkan harapan

11 22 berarti berjuang menuju tujuan. Sikap optimis akan membantu menentukan masa depan individu karena optimisme memelihara harapan positif untuk masa depan. Optimisme membantu individu dalam mengatasi tantangan yang muncul dalam rangka mencapai tujuan. Teori tentang nilai harapan mengasumsikan bahwa kebiasaan dan sikap seseorang ditujukan pada proses pencapaian target-target hidup orang tersebut. Pendapat ini sangat jelas menunjukkan bahwa motivasi seseorang dalam proses untuk mencapai harapan yang diinginkan sangatlah berpengaruh pada optimisme orang tersebut (Lopez & Snyder, 2003). Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa optimisme merupakan keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri untuk bisa melakukan dan mendapatkan apa yang diinginkan melalui usahanya dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Aspek-aspek Optimisme Seligman (2006) menyatakan bahwa aspek-aspek optimisme terbagi dalam tiga bagian, yaitu : a. Permanence (menetap) Permanence merupakan pandangan seseorang terhadap setiap kejadian baik yang menimpanya sebagai sesuatu yang bersifat permanen. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan yang dimilikinya, sedangkan terhadap kejadian yang buruk maka seseorang akan mempersepsikannya sebagai hal yang bersifat temporer atau sementara dan bisa dihindari dimasa mendatang.

12 23 b. Pervasiveness (meresap) Pervasiveness merupakan pemberian penjelasan seseorang terhadap kejadian yang menimpanya dengan pandangan yang spesifik dan bukan sebuah generalisasi. Penjelasan yang bersifat spesifik membuat seseorang mampu melihat bahwa sesungguhnya tidak semua aspek dalam suatu kejadian itu merugikan. Artinya pasti masih ada celah positif dibalik beragam aspek kehidupan lainnya. c. Personalization (kepribadian) Personalization merupakan pandangan seseorang terhadap kejadian baik yang menimpanya sebagai sesuatu yang berasal dari dalam dirinya sendiri (internal). Seseorang juga akan menganggap kejadian buruk yang menimpanya sebagai sesuatu yang berasal dari luar dirinya sendiri (eksternal). Pandangan seperti ini akan membuat seseorang tidak akan kehilangan rasa berharga dan berbakat ketika hal buruk menimpa. Selanjutnya, aspek-aspek optimisme menurut Carver dan Scheier (dalam Lopez & Snyder, 2003), yaitu : a. Percaya diri Percaya diri merupakan dimana seseorang merasa yakin untuk mampu mengendalikan atas masa depannya dan mempunyai kekuasaan yang besar terhadap keadaan yang mengelilinginya. Keyakinan bahwa individu menguasai keadaan ini membantu dirinya lebih percaya diri dalam melakukan semua yang dikerjakan akan berjalan dengan baik.

13 24 b. Berharap sesuatu yang baik terjadi Berharap sesuatu yang baik terjadi merupakan keyakinan seseorang terhadap sesuatu yang baik yang akan terjadi pada dirinya sendiri. Meskipun pada saat itu sedang menghadapi situasi yang sulit. Seseorang yang optimis akan tetap yakin bahwa dapat menyelesaikannya dan pada akhirnya akan mendapat sesuatu yang baik. c. Mempunyai gaya penyelesaian yang fleksibel Mempunyai gaya penyelesaian yang fleksibel merupakan seseorang yang memiliki gaya penjelasan fleksibel dalam memandang kejadian yang menimpa dirinya. Seseorang akan mampu menempatkan dirinya disituasi yang berbedabeda. Lain halnya dengan orang-orang yang pesimis, maka membuatnya mempunyai gaya penjelasan yang kaku dalam memandang kejadian yang menimpa dirinya. Hal tersebut membuatnya sulit menjelaskan berbagai hal secara fleksibel atau menetapkan situasi yang berbeda. d. Jarang terkena stress dalam menghadapi situasi yang sulit Hal ini mungkin disebabkan karena seseorang yang optimis akan selalu mempunyai pandangan yang positif terhadap situasi buruk yang sedang dihadapi. Biasanya juga akan mencari jalan keluar yang lain apabila sedang mengalami kesusahan dan usahanya mengalami gagal. Oleh karena itu orang yang optimis cenderung jarang terkena stress. Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, tedapat lima aspek optimisme menurut Seligman (2006) yaitu permanence (menetap), pervasiveness (meresap), dan personalization (kepribadian), selain itu optimisme

14 25 juga mencangkup aspek-aspek lainnya menurut Carver dan Scheier (dalam Lopez & Snyder, 2003) yaitu percaya diri, berharap sesuatu yang baik akan terjadi, mempunyai gaya penyelesaian yang fleksibel, dan jarang terkena stress dalam menghadapi berbagai situasi yang sulit. Dari beberapa aspek yang telah dijabarkan, maka peneliti memilih untuk menggunakan aspek-aspek optimisme yang dikemukakan oleh Seligman (2006) yaitu permanence (menetap), pervasiveness (meresap), dan personalization (kepribadian). Aspek tersebut dipilih sebagai acuan yang digunakan untuk mengukur optimisme pada mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi. Peneliti memiliki pertimbangan yaitu aspek tersebut sejalan dengan variabel yang digunakan peneliti dan penjabarannya lebih konkrit. C. Hubungan antara Optimisme dengan Kecerdasan Adversity pada Mahasiswa Tingkat Akhir yang Sedang Mengerjakan Skripsi di Program Studi Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Mahasiswa merupakan kalangan muda yang mengalami peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Sosok mahasiswa kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuannya yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan objektif, sistematis dan rasional (Susantoro dalam Siregar, 2006). Salah satu angkatan mahasiswa yang menarik perhatian adalah mahasiswa tingkat akhir. Hal tersebut dikuatkan oleh perkataan Hartono (2011) bahwa permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa tingkat akhir cukup banyak, dimana mahasiswa dituntut

15 26 untuk proses penyelesaian tugas akhir atau skripsi untuk memperoleh gelar sarjana. Mahasiswa pada tingkat akhir dapat dijumpai di Program Studi Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Sama halnya dengan universitas lainnya lainnya mahasiswa diprogram studi psikologi dituntut untuk mengerjakan tugas akhir yaitu skripsi. Terlebih lagi, proses pengerjaan skripsi terbilang sangat panjang karena sulit untuk diselesaikan dalam satu semester saja. Menurut Putri dan Safira (2013) skripsi merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan mahasiswa pada jenjang perguruan tinggi sebelum memperoleh gelar sarjana. Tugas menyelesaikan skripsi seringkali dianggap sebagai tugas yang berat yang dialami mahasiswa dan sering menimbulkan kendala tertentu. Kendala-kendala yang dialami menyebabkan cukup banyak mahasiswa yang tidak dapat lulus tepat waktu, sehingga mahasiswa harus optimis untuk menghadapinya. Optimisme merupakan keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu dan dapat bertahan pada situasi yang berat agar tidak terjadi learned helplessness (kecenderungan untuk bereaksi menghindar) (Seligman, 2008). Salah satunya, tidak menghindari proses pengerjaan skripsi pada mahasiswa. Menurut Stoltz (2004) seseorang yang memiliki kemampuan bertahan dalam menghadapi peristiwa akan menjadikannya tetap berusaha untuk mengelola dan mengatasi berbagai rintangn dikehidupannya. Dengan demikian, mahasiswa yang optimis akan menunjukan kepercayaan diri menghadapi proses pengerjaan skripsi, sehingga mampu bertahan dan menyelesaikan skripsinya tanpa adanya rasa khawatir (Utami, dkk., 2006). Seligman (2006) menyatakan bahwa optimisme

16 27 harus memenuhi aspek tertentu agar dapat berpengaruh baik bagi seseorang salah satunya adalah mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi. Lebih lanjut, tiga aspek optimisme yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization. Aspek permanence merupakan pandangan seseorang terhadap setiap kejadian baik yang menimpanya sebagai sesuatu yang bersifat menetap (Seligman, 2006). Adanya permanence membuat seseorang yakin bahwa suatu hal yang baik akan terjadi meskipun sedang menghadapi situasi sulit, seseorang akan percaya bahwa situasi tersebut pasti dapat diselesaikan dengan berusaha lebih keras lagi pada kesempatan berikutnya (Seligman, 2008). Menurut Stoltz (2004) usaha giat yang dilakukan membuat seseorang mampu mengendalikan dan mengelola peristiwa yang menimbulkan kesulitan, sehingga seseorang akan berusaha keras mewujudkan keinginannya walau sesulit apapun keadaannya sekarang. Seligman (2008) menyatakan bahwa kurangnya permanence dapat menimbulkan ketidakyakinan seseorang untuk mengendalikan kehidupan yang dijalaninya. Oleh karena itu seseorang akan menghindar dari kewajibannya, mundur dan berhenti untuk mencapai tujuan yang diinginkannya (Stoltz, 2004). Hal tersebut juga terjadi kepada mahasiswa, ketika mahasiswa sedang dihadapkan oleh banyaknya revisi yang tidak kunjung usai, maka mahaiswa sulit menunjukan usaha untuk memahami isi revisi-revisi yang diberikan oleh dosen pembimbing, sehingga mahasiswa memilih untuk mundur sebelum mencapai tujuannya untuk lulus tepat waktu (Indawati & Kholifah, 2017).

17 28 Pencapaian tujuan tentunya tidak terlepas dari aspek pervasiveness yang merupakan pandangan seseorang bahwa ketika mengalami permasalahan sulit sekalipun pasti ada celah positif dibalik beragam aspek kehidupan (Seligman, 2008). Menurut Carver dan Scheier (dalam Lopez & Snyder, 2003) celah positif akan membantu seseorang mencari jalan keluar apabila usahanya gagal. Usaha tersebut membuat seseorang dapat bertahan dengan mencari peluang lainnya untuk dapat berdiri kembali (Stoltz, 2004). Menurut Utami, Hardjono, dan Karyanta (2016) menyatakan bahwa mahasiswa yang berpandangan positif terhadap peristiwa yang menyulitkannya, maka ketika dosen pembimbing terus merevisi skripsinya mahasiswa tersebut akan mampu bertahan dan terus mencari berbagai reverensi lain agar dosen menyetujuinya. Menurut Carver dan Scheier (dalam Lopez & Snyder, 2003) pandangan negatif, membuat seseorang kesulitan dan ragu dalam melakukan aktivitasnya. Keraguan menjadikan seseorang menganggap kesulitan yang dihadapi adalah sesuatu yang bersifat abadi dan sulit diperbaiki, sehingga jika gagal maka mahasiswa tersebut tidak memiliki pilihan dan peluang untuk bangkit kembali (Stoltz, 2004). Seseorang tentunya tidak akan merasakan keputusasaan yang begitu besar ketika memiliki aspek personalization yang merupakan pandangan seseorang terhadap kejadian baik sebagai sesuatu yang berasal dari dalam dirinya (Seligman, 2008). Seseorang yang memandang kejadian baik dalam kehidupannya akan lebih percaya diri dalam melakukan segala hal, sehingga tetap berusaha keras mewujudkan keinginan walau sesulit apapun keadaannya (Stoltz, 2004). Menurut Sari dan Rachmahana (2007) kepercayaan diri membuat mahasiswa menjelaskan

18 29 teori maupun permasalah yang diambilnya dengan baik kepada dosen pembimbing, sehingga walaupun teori tersebut sulit dicari maka mahasiswa akan terus berusaha menemukannya sampai mendapatkan alternatif lainnya. Menurut Carver dan Scheier (dalam Lopez & Snyder, 2003) rendahnya personalization menimbulkan perasaan negatif terkait keyakinan seperti cemas, marah, sedih, putus asa dan merasa bersalah. Ketidakyakinan seseorang dalam menghadapi peristiwa negatif tersebut membuatnya cenderung berfikir bahwa semua kesulitan atau permasalahan yang datang karena kesalahan dan kecerobohan dirinya sendiri sehingga dapat merusak semangatnya (Stoltz, 2004). Menurut Putri dan Safira (2013) ini membuat mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi menjadi cemas, putus asa dan tertekan ketika skripsinya tidak kunjung selesai, sehingga menjadi tidak bersemangat lagi dalam mencapai target kelulusan yang telah ditetapkannya. Stoltz (2004) mengungkapkan bahwa kecerdasan adversity akan terjadi apabila seseorang memiliki keyakinan yang kuat dalam menghadapi setiap tantangan dan hambatannya yang merupakan faktor dalam mencapai kesuksesan bagi seseorang. Keyakinan yang kuat dalam menghadapi kesulitan akan terjadi melalui sikap optimisme. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Utami dkk., (2004) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara optimisme dengan kecerdasan adversity pada mahasiswa. Mahasiswa yang optimis mempunyai keyakinan yang kuat untuk dapat menyelesaikan tugas akhirnya, sehingga keyakinan tersebut membuat mahasiswa mampu bertahan dari kesulitan dalam proses pengerjaan skripsi untuk mencapai kelulusannya. Sebaliknya, mahasiswa yang pesimis cenderung merasa tidak mampu menghadapi proses pengerjaan

19 30 skripsi yang begitu rumit, sehingga sulit mengendalikan dirinya untuk tetap berusaha dengan giat ketika terjadi rintangan dalam mencapai kelulusannya. Oleh karena itu, kontribusi dari hasil penelitian Utami dkk., (2004) mengindikasikan bahwa opimisme memiliki peranan penting dalam membentuk kecerdasan adversity pada mahasiswa. Salah satunya pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi di program studi Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. D. Hipotesis Agar diperoleh suatu pandangan untuk menganalisis data selanjutnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: terdapat hubungan positif antara optimisme dengan kecerdasan adversity pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi di program studi Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Semakin tinggi optimisme maka semakin tinggi pula kecerdasan adversity mahasiswa. Sebaliknya, semakin rendah optimisme maka semakin rendah pula kecerdasan adversity mahasiswa.

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kajian Teori

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kajian Teori BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Adversity Quotient a. Pengertian Adversity Quotient Kemampuan peserta didik dalam merespon menghadapi kesulitan atau keadaan yang tidak diinginkan disebut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan maupun perusahaan, baik di Indonesia maupun diluar negeri. Definisi asuransi menurut

Lebih terperinci

juga kelebihan yang dimiliki

juga kelebihan yang dimiliki 47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir

BAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Proses Berpikir Analogi Matematis Menurut Gilmer (Kuswana, 2011), berpikir merupakan suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau lambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami banyak perubahan. Salah satu penyebab dari perubahan tersebut adalah semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ADVERSITY QUOTIENT 1. PengertianAdversity Quotient Adversity atau kesulitan adalah bagian kehidupan kita yang hadir dan ada karena sebuah alasan dan kita sebagai manusia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir semua bidang kehidupan berkembang sangat pesat. Berkembangnya berbagai bidang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses untuk mendapatkan pengetahuan atau wawasan, mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju kesuksesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan. Jenjang pendidikan tertinggi

BAB I PENDAHULAN. adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan. Jenjang pendidikan tertinggi 1 BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Seiring dengan hal globalisasi yang tidak dapat diprediksi, peningkatan sumber daya mansia sangat dibutuhkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan yang terjadi pada era globalisasi saat ini menuntut adanya persaingan yang semakin ketat dalam dunia kerja. Hal ini mengakibatkan adanya tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bidang yang penting dan perlu mendapatkan perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak selalu ada kebutuhan untuk dikasihi dan merasakan bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman semakin dibutuhkan pula individu yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi individu tercermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam barang serta jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. heran bila kesadaran masyarakat awam tentang pentingnya pendidikan berangsurangsur

BAB I PENDAHULUAN. heran bila kesadaran masyarakat awam tentang pentingnya pendidikan berangsurangsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Membicarakan tentang pendidikan memang tidak ada habisnya. Tidaklah heran bila kesadaran masyarakat awam tentang pentingnya pendidikan berangsurangsur menunjukkan

Lebih terperinci

ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI

ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sehingga persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh: Laksmi Fivyan Warapsari F100110088 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba membekali diri dengan berbagai keterampilan dan pendidikan yang lebih tinggi agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia untuk berusaha menyesuaikan diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah mempercepat modernisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pengelolaan diri atau regulasi diri adalah upaya individu untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pengelolaan diri atau regulasi diri adalah upaya individu untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Regulasi Diri 1. Pengertian Regulasi Diri Regulasi diri merupakan aspek penting dalam menentukan perilaku seseorang. Pengelolaan diri atau regulasi diri adalah upaya individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, hampir setiap hari manusia menemui kesulitankesulitan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, hampir setiap hari manusia menemui kesulitankesulitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Dalam kehidupan, hampir setiap hari manusia menemui kesulitankesulitan yang berbeda-beda. Kesulitan itu sudah menjadi bagian dari diri individu dan tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker serviks menempati terbanyak kedua di seluruh dunia yang mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi penyebab kanker terbanyak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengenai kualitas pribadi yang dimiliki seseorang untuk menghadapi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengenai kualitas pribadi yang dimiliki seseorang untuk menghadapi BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecerdasan Adversitas 1. Definisi Kecerdasan Adversitas Kecerdasan Adversitas (Adversity Intelligence) adalah suatu konsep mengenai kualitas pribadi yang dimiliki seseorang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut adalah adversity

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut adalah adversity BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang hidup pasti pernah menemui permasalahan. Kemampuan yang harus dimiliki agar setiap individu dapat bertahan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa adalah salah satu bagian dari civitas akademika pada perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa dimasa yang akan datang. Untuk itu diharapkan mahasiswa

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan manusia dan menjadi kebutuhan bagi semua manusia. Pemerintah juga memberikan kewajiban setiap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke, Joyner, Ceko, &

BAB II LANDASAN TEORI. menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke, Joyner, Ceko, & BAB II LANDASAN TEORI A. Optimisme 1. Pengertian Optimisme Optimis adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi individu yang menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan tugas pemerintah untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan tugas pemerintah untuk menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan tugas pemerintah untuk menciptakan keadilan (Pembukaan UUD 1945 alinea IV). Pembangunan nasional diwujudkan melalui berbagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA OPTIMISME MASA DEPAN DAN KONFORMITAS TEMAN SEKOLAH DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA DI SMK

HUBUNGAN ANTARA OPTIMISME MASA DEPAN DAN KONFORMITAS TEMAN SEKOLAH DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA DI SMK HUBUNGAN ANTARA OPTIMISME MASA DEPAN DAN KONFORMITAS TEMAN SEKOLAH DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA DI SMK SKRIPSI Disusun Oleh : PRATIWI HANDAYANI F 100 040 280 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut WHO, masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab kematian pada manusia adalah penyakit kronis (dalam Sarafino, 2006). Penyakit kronis merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika, idealnya siswa dibiasakan memperoleh pemahaman melalui pengalaman dan pengetahuan yang dikembangkan oleh siswa sesuai perkembangan

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung 1 Olla Tiyana, 2 Eni Nuraeni Nugrahawati 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Optimis berarti selalu percaya diri dan berpandangan atau berpengharapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Optimis berarti selalu percaya diri dan berpandangan atau berpengharapan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Optimis berarti selalu percaya diri dan berpandangan atau berpengharapan baik dalam segala hal (Maulana dkk, 2008: 363). Optimis juga berarti memiliki pengharapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, aspek paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Problem Focused coping 1. Pengertian Coping Folkman (1986) menyatakan Coping berarti usaha-usaha kognitif dan behavioral individu untuk mengelola (mengurangi, meminimasi, menguasai,atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Mahasiswa yang dimaksud adalah individu yang berada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya,

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya, menantang bangsa ini untuk mengatasi krisis yang dialami agar tidak tertinggal kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan dengan hakikat manusia, yaitu sebagai makhluk berketuhanan, makhluk individual,

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGISIAN. #### Selamat Mengerjakan ####

PETUNJUK PENGISIAN. #### Selamat Mengerjakan #### Identitas Responden Jenis Kelamin : Kuliah di : Angkatan : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : Lama tinggal di Jawa Tengah : Tidak pernah tinggal di Jawa Tengah sebelumnya: (Ya/ Tidak) PETUNJUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai sektor bidang kehidupan mengalami peningkatan yang cukup pesat. Untuk dapat memajukan bidang kehidupan, manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Proses Berpikir Berpikir selalu dihubungkan dengan permasalahan, baik masalah yang timbul saat ini, masa lampau dan mungkin masalah yang belum terjadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam aktivitas. Salah satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan yang dinamakan keija (As'ad, 1991:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 2015/2016

ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 2015/2016 ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 215/216 Bakri M * ) E-mail: bakrim6@yahoo.co.id Sudarman Bennu * ) E-mail: sudarmanbennu@untad.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan hasil riset lebih dari 500 kajian di seluruh dunia. Kecerdasan adversitas ini

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan hasil riset lebih dari 500 kajian di seluruh dunia. Kecerdasan adversitas ini BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Adversitas 1. Pengertian Kecerdasan Adversitas Kecerdasan adversitas pertama kali diperkenalkan oleh Paul G. Stoltz yang disusun berdasarkan hasil riset lebih dari 500

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Penghuni lapas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 me 2.1.1 Pengertian me Seligman (1991) menyatakan optimisme adalah suatu pandangan secara menyeluruh, melihat hal yang baik, berpikir positif dan mudah memberikan makna bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan berkompeten di bidangnya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan berkompeten di bidangnya masing-masing. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap jenjang pendidikan selalu mengadakan sebuah ujian untuk melihat seberapa besar kemampuan dan pemahaman peserta didik. Dari masa Sekolah Dasar, Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia per 31 Desember 2010 (KPK, 2010). Sumber lain menyebutkan jika

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia per 31 Desember 2010 (KPK, 2010). Sumber lain menyebutkan jika BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis moral yang saat ini dialami bangsa Indonesi menjadi isu yang tengah hangat diperbincangkan. KPK dalam laporan tahunan tahun 2010 mencatat adanya 6.265 laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kebutuhan manusia adalah menyangkut kebutuhan ekonomi. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia karena sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, dan keterampilan. Hal ini akan membuat siswa mampu memilih,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, dan keterampilan. Hal ini akan membuat siswa mampu memilih, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan siswa diharapkan akan memperoleh kemampuan, pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianggap penting. Melalui pendidikan, individu dapat belajar. pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dianggap penting. Melalui pendidikan, individu dapat belajar. pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pendidikan telah menjadi suatu kebutuhan dan dianggap penting. Melalui pendidikan, individu dapat belajar mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Pernyataan ini bukan tanpa sebab,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY INTELLIGENCE DENGAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY INTELLIGENCE DENGAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY INTELLIGENCE DENGAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh : DIANITA WAHYU S. F100 040 259 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kontribusi yang sangat besar pada masyarakat (Reni Akbar

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kontribusi yang sangat besar pada masyarakat (Reni Akbar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi tantangan di era globalisasi, keberadaan anak berbakat menjadi penting dan bernilai. Kecerdasan yang dimiliki anak, memudahkan anak memahami sebab

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengalami berbagai hal yang kurang menyenangkan dan ada

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengalami berbagai hal yang kurang menyenangkan dan ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam menjalani kehidupan seseorang tidak luput dari kemungkinankemungkinan untuk mengalami berbagai hal yang kurang menyenangkan dan ada saja hambatan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Peraturan Republik Indonesia No. 30 tahun 1990 mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa sebagai subjek yang menuntut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Optimisme 1. Definisi Optimisme Optimis dalam KBBI diartikan sebagai orang yang selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi segala hal sedangkan optimistis didefenisikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sekolah merupakan lembaga formal yang memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peranan tersebut berupa kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi merupakan istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi merupakan istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skripsi merupakan istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan suatu karya tulis ilmiah berupa paparan tulisan hasil penelitian sarjana S-1 yang membahas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha telah mencapai era globalisasi, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha telah mencapai era globalisasi, dimana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha telah mencapai era globalisasi, dimana persaingan semakin ketat dan perubahan yang terjadipun semakin cepat sehingga para pengusaha harus dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Difabel tuna daksa merupakan sebutan bagi mereka para penyandang cacat fisik. Ada beberapa macam penyebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada manusia hingga

Lebih terperinci

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat 2 Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat 2 Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat PENGARUH LINGKUNGAN BELAJAR, CARA BELAJAR, ADVERSITY QOUTIENT DAN INTERNAL LOCUS OF CONTROL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU KELAS VII DI SMPN 4 BATANG ANAI Nofita Yulianti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang pelatihan berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pada remaja di panti asuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fase perkembangannya memiliki keunikan tersendiri. Papalia (2008) menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fase perkembangannya memiliki keunikan tersendiri. Papalia (2008) menyebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas suatu hal tentang remaja adalah suatu yang menarik karena dalam setiap fase perkembangannya memiliki keunikan tersendiri. Papalia (2008) menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani siklus kehidupan, setiap individu akan menghadapi banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan kematian mendadak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang mau tidak mau dituntut untuk giat membangun dalam segala bidang kehidupan. Terutama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sisten Kredit Semester UKSW, 2009). Menurut Hurlock (1999) mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. Sisten Kredit Semester UKSW, 2009). Menurut Hurlock (1999) mahasiswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak pihak sekarang ini yang mengritik tajam sistem pendidikan di Indonesia. Ada yang merasa bahwa sekolah-sekolah di negeri ini hanya menghasilkan manusia-manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas 12 II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini berjudul Penggunaan Layanan Bimbingan Kelompok dalam Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas XII SMA Negeri 1 Labuhan Maringgai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN.

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN. HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif dengan menerapkan psikologi positif dalam pendidikan. Psikologi positif yang dikontribusikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Adversity Quotient

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Adversity Quotient BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Adversity Quotient menurut Paul G. Stoltz (2004). Teori ini digunakan karena adanya kesesuaian

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung 1 Rery Adjeng Putri, 2 Milda Yanuvianti 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam

Lebih terperinci

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN SEBELUM UJI COBA. 1. Skala Tawakal ( I ) 2. Skala Adversity Quotient ( II )

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN SEBELUM UJI COBA. 1. Skala Tawakal ( I ) 2. Skala Adversity Quotient ( II ) 100 101 LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN SEBELUM UJI COBA 1. Skala Tawakal ( I ) 2. Skala Adversity Quotient ( II ) 102 IDENTITAS DIRI Nama (inisial) : Jenis Kelamin : Umur : Pendidikan : PETUNJUK PENGISIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau perusahaan dapat melakukan berbagai kegiatan bisnis, operasi fungsi-fungsi

BAB I PENDAHULUAN. atau perusahaan dapat melakukan berbagai kegiatan bisnis, operasi fungsi-fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi internet semakin banyak dimanfaatkan oleh berbagai organisasi terutama organisasi bisnis, kegiatan dunia usaha yang menggunakan teknologi internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Risky Melinda, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Risky Melinda, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan jasa di Indonesia dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kontribusi ini dilihat dari segi laba maupun kemampuannya menyerap sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar antara guru dan siswa yang berlangsung secara efektif dan efesien. Pendidikan sains khususnya fisika memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari BAB II LANDASAN TEORI A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-being Huppert mendefinisikan psychological well-being sebagai keadaan kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Guru 2.1.1 Definisi Kinerja Guru Menurut kamus besar bahsasa Indonesia, guru adalah orang yang pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dari golongan ekonomi kelas atas saja, tapi juga sudah masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dari golongan ekonomi kelas atas saja, tapi juga sudah masuk kedalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Narkoba khususnya di Indonesia saat ini penyebarannya sudah hampir merata di seluruh lapisan masyarakat. Narkoba kini bukan hanya disalahgunakan oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan. Kartu kredit diberikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan. Kartu kredit diberikan kepada BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG MASALAH Kartu kredit merupakan suatu alat transaksi berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan baik oleh bank maupun lembaga bukan bank dan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel-variabel dalam penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel-variabel dalam penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel-variabel dalam penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja dalam bahasa latin adolescence berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Rentang waktu usia remaja dibedakan menjadi tiga, yaitu : 12-15

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi yang semakin kompetitif seperti saat ini diperlukan sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara sangat bergantung

Lebih terperinci

terus berjuang, meskipun kadang-kadang banyak rintangan dan masalah dalam kehidupan. Kesuksesan dapat dirumuskan sebagai tingkat di mana seseorang

terus berjuang, meskipun kadang-kadang banyak rintangan dan masalah dalam kehidupan. Kesuksesan dapat dirumuskan sebagai tingkat di mana seseorang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesuksesan dicapai melalui usaha yang tidak kenal lelah untuk terus berjuang, meskipun kadang-kadang banyak rintangan dan masalah dalam kehidupan. Kesuksesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti saat ini, pendidikan menjadi salah satu aspek penting, baik untuk mengembangkan potensi dalam diri maupun untuk mencapai impian masa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif yaitu menekankan analisisnya pada data data numerical (angka) yang diolah dengan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilalui setiap individu dalam setiap jenjang pendidikan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. dilalui setiap individu dalam setiap jenjang pendidikan mereka. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang terus memperbaiki kualitas sumber daya manusianya. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikannya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian 3.1.1. Pendekatan penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka

Lebih terperinci