BAB IV. Kajian Interaksi Individu dalam PGMB dari perspektif Martin Buber.
|
|
- Utami Dharmawijaya
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV Kajian Interaksi Individu dalam PGMB dari perspektif Martin Buber. 4.1 Pendahuluan Pembahasan dalam Bab IV merupakan sebuah kajian dari data lapangan yang telah dideskripsikan dalam Bab III. Instrumen yang dipakai untuk menganalisis pokok-pokok yang dikembangkan dalam Bab III adalah landasan teori yang telah tertera dalam Bab II. Hasil penelitian menemukan dua hal yang mendasar. Pertama, interaksi individu dalam PGMB menggambarkan interaksi dari perspektif Martin Buber. Hubungan I-It dan hubungan I-Thou terlihat dalam interaksi individu PGMB. Temuan kedua adalah interaksi individu dalam PGMB lebih menekankan hubungan I-It. Melakukan interaksi hanya karena kepentingan dan keinginan sehingga tidak merealisasikan kehidupan yang mendorong manusia untuk mengadakan perjumpaan dengan orang lain. Tujuan dari penelitian yang penulis lakukan adalah mengkaji interaksi individu dalam PGMB dari perspektif Martin Buber. Karena itulah penulis akan memaparkan hasil kajian dalam 5 sub pokok bahasan. Setiap pokok bahasan merupakan hasil kajian dari penelitian. 4.1 Pengenalan individu terhadap PGMB menjadi dasar untuk membangun interaksi Keinginan untuk hidup bersama dengan orang lain dalam satu kelompok atau masyarakat merupakan kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Hal ini berarti individu perlu untuk mengenal satu kelompok atau masayarakat tersebut. PGMB hadir sebagai wadah oikumene yang dibentuk oleh PDUMKRIS VICO Indonesia. Enam belas tahun PGMB hadir sebagai wadah kebersamaan gereja di Muara Badak yang memiliki misi untuk menjawab panggilan dan pengutusan gereja. Akan tetapi hasil
2 penelitian menyatakan pengenalan individu terhadap PGMB tidak merata. Hanya sebagian orang yang berfungsi sebagai pengurus dan memiliki pendidikan sarjana mengetahui dengan pasti tentang PGMB, mulai dari sejarah kehadirannya sampai jumlah gereja yang terdaftar menjadi anggota PGMB. Sejarah kehadiran PGMB tidak bisa dipisahkan dari Perusahaan VICO Indonesia yang ada di Muara Badak. VICO Indonesia memiliki misi untuk mensejahterakan masyarakat, maka salasatu program kegiatannya harus merangkul masyarakat yang ada di luar perusahaan agar dapat berkembang bersama dengan perusahaan VICO, khususnya dalam bidang kerohanian. PDUMKRIS sebagai wadah yang ada di lingkungan perusahaan membina kerohanian para pekerja, PGMB wadah pembinaan yang ada di luar lingkungan perusahaan, karena itu PDUMKRIS dan PGMB harus membangun interaksi yang baik guna mewujudkan kesejahteraan dalam kehidupan bersama di Muara Badak. Secara teoritis interaksi merupakan hubungan yang dilakukan oleh individu. Martin Buber, manusia selalu berhubungan dengan tiga pihak dalam dunia ini, pertama berhubungan dengan alam, termasuk benda-benda; kedua berhubungan dengan manusia; ketiga berhubungan dengan Yang Absolut, kaum beragama menyebut dengan Tuhan. 1 Hubungan yang dilakukan oleh manusia kepada ketiga pihak tersebut, berkaitan dengan realitas. Realitas menurut Buber adalah ruang antara (in between) yang terbuka ketika manusia berhubungan alam, sesama dan Tuhan, dan dibangun atas dasar hubungan timbal balik. Buber menyebutnya sebagai aktualitas, suatu kehidupan sesungguhnya yang dibangun oleh individu. Hal ini berarti individu di PGMB harus mengenal PGMB secara realitas guna membangun interaksi di 1 Martin Buber, I and Thou, terjemahan: Ronald Georgor Smith (Edinburg: T&T. Clark, Hesperides Press,2008), 6.
3 dalamnya. Jika hal ini tidak dilakukan maka interaksi individu di PGMB tidak bisa mewujudkan misi dari kehadiran PGMB. 4.2 Pengenalan individu terhadap dirinya memberikan dampak terhadap interaksi Individu dapat mengenal dirinya melalui interaksi intrapersonal. Individu sebagai makhluk rohani tentu memiliki kemampuan untuk merefleksikan diri sendiri, sehingga dapat membuat pemisahan antara dirinya sebagai subjek atau sebagai objek. 2 Pemisahan diri sebagai subjek atau sebagai objek yang dilakukan individu tentu dalam interaksi dengan yang lain. Individu sebagai pribadi sadar akan subjektivitasnya yang mempunyai keterbukaan terhadap diri sendiri dan orang lain. 3 Dalam kesadaran itulah individu membangun interaksi antara dirinya dengan orang lain. Menurut Buber, individu senantiasa berada dalam proses mempribadi yang mengalami perjumpaan dengan yang lain. Karena itulah individu menjadi sadar akan keberadaan dirinya, dunianya dan apa yang harus dilakukan untuk menjadikan hidupku dengan yang lain menjadi bermakna. 4 PGMB sebagai wadah komunitas umat Kristen, penulis melihat bahwa sesungguhnya setiap individu tidak hanya melakukan kegiatan bersama dalam hal beribadah, mereka juga belajar untuk berinteraksi dengan yang lain. Komunikasi merupakan kata kunci dalam setiap jawaban yang diberikan oleh informan terhadap tindakan seseorang dalam berinteraksi. Hal ini 2 Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal (Yogyakarta: Kanisius, 2003), Wahju S. Wibowo, Aku, Tuhan Dan Sesama: Butir-butir Pemikiran Martin Buber tentang Relasi Manusia dan Tuhan (Yogyakarta: Cv. Sunrise, 2017), Ibid,..33.
4 memperlihatkan bahwa komunikasi tidak dapat dipisahkan dari keseharian dan aktivitas manusia. 5 Komunikasi yang baik dan benar adalah komunikasi yang terjadi dua arah, artinya ada dialog. Menurut Buber, Penjelmaan dari dialog diantara individu dengan individu, memberikan dampak adanya pergeseran komunikasi (communication) menjadi persekutuan (communion). 6 PGMB merupakan wadah persekutuan umat Kristiani yang ada di Muara Badak. Penulis berpendapat bahwa individu di dalam PGMB merasakan adanya manfaat dari PGMB. Mereka dapat melaksanakan kegiatan bersama sekalipun mereka berbeda denominasi gereja atau suku, dan bisa saling mengenal satu dengan yang lain. Pengenalan antar individu dalam wadah PGMB membantu seseorang untuk dapat memahami yang lain dalam berinteraksi. Hal inilah yang penulis temukan dalam penelitian. Sekalipun ada juga yang menyatakan bahwa PGMB tidak membantu dirinya untuk dapat memahami orang lain dalam berinteraksi. Penyebab utama individu tidak dapat memahami orang lain dikarenakan individu hidup dalam dua kutub: ego dan pribadi. Ego menjadikan dirinya sebagai pusat, melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya. Pribadi adalah kesadaran individu akan subjektivitasnya, sehingga partisipasinya dengan orang lain terbangun dalam sebuah interaksi. Pengenalan diri yang dilakukan oleh individu memberikan kesadaran baginya untuk berinteraksi dengan yang lain dan menjadikan yang lain sama dengan dirinya sebagai subjek. 5 Tommy Suprapto dan Fahrianoor, Komunikasi Penyuluhan: Dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2004), 1. 6 Martin Buber, Between Man And Man, Terjemahan: Ronald Gregor-Smith (London & New York: The Taylor & Francies e-library, 2004), 6.
5 Penulis berpendapat, hal ini belum secara keseluruhan terlihat dalam individu yang ada di PGMB. 4.3 Interaksi individu dengan individu yang berdampak di PGMB Penulis melihat hasil penelitan dan berpendapat bahwa individu di dalam PGMB sadar akan adanya sebuah interaksi yang harus dilakukan oleh semua orang, karena manusia tidak bisa hidup sendiri. Itu sebabnya individu di dalam PGMB memahami kata interaksi tidak sebatas pada hubungan yang terjadi diantara individu dengan individu, tetapi lebih memiliki makna yang dalam. Interaksi adalah hubungan yang di dalamnya tercipta komunikasi yang saling mengisi dan memperhatikan. Komunikasi yang terjadi antara individu dengan individu, untuk saling mengisi dan memperhatikan, Buber mengistilahkannya dengan perjumpaan. 7 Perjumpaan menjadi hal yang penting dalam sebuah interaksi, sekalipun di era globalisasi telah menghasilkan alat komunikasi yang membantu individu untuk tetap dapat berinteraksi dengan yang lain meskipun jarak yang memisahkan dan kesibukan dari setiap individu. Namun bukan berarti mengabaikan kemajuan teknologi, alat komunikasi tetap bisa digunakan, hanya sebatas untuk komunikasi yang sifatnya penting (urgane). Perjumpaan yang dilakukan oleh individu dalam sebuah interaksi, menurut Buber merupakan realitas dan aktualitas. Lewat perjumpaan seseorang dapat saling mengenal dan memahami, tidak hanya kepada yang lain tetapi juga kepada diri sendiri. Pengenalan individu terhadap diri sendiri dapat dilakukan dengan cara merefleksikan perbuatan-perbuatan, bukan dari segi efisiensi dan efektivitasnya, melainkan dari segi baik buruk dan moral. 8 7 Wibowo, Aku, Tuhan dan Sesama, Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal.. 57
6 Kemampuan individu untuk mengenal dirinya sendiri, dengan cara mendengar dan mencermati hati nurani (conscientia), lalu berkomunikasi dengannya. 9 Hati nurani bersifat pribadi, karena khas dari seetiap individu. Hati nurani juga bersifat suprapersonal, itu sebabnya dapat disebut juga dengan istilah suara hati, kata hati atau suara batin. 10 Penulis melihat dan menemukan dalam penelitian bahwa hati nurani mempengaruhi individu dalam berinteraksi dengan yang lain, tetapi ada juga individu yang menyatakan bahwa suasana hati tidak mempengaruhi interaksinya dengan yang lain, karena mereka bisa mengendalikan diri dan beradaptasi. Perbedaan sikap yang diperlihatkan oleh individu melalui interaksi yang dilakukan, berhubungan dengan hati nurani. Hati nurani merupakan penghayatan prilaku konkret individu atas baik-buruknya perbuatan yang akan dilakukan. 11 Hal inilah yang penulis temukan di lapangan. Relasi individu dengan seseorang memberikan pengaruh terhadap interaksinya dengan yang lain, baik positif maupun negatif. Namun, ada juga yang menyatakan tidak berpengaruh, karena orang yang percaya kepada Tuhan tidak memilih dan memihak kepada siapapun. Menurut Buber, individu yang menjalankan hubungan I-Thou dapat merasakan kehadiran Tuhan sebagai Pribadi. Melalui hubungan I-Thou, individu berada dalam proses mempribadi atau menjadi pribadi yang sejati. Akan tetapi tidak semua individu menyadari akan hal ini. Karena itulah dalam penelitian ditemukan penyebab rusaknya atau tidak berjalan dengan baik interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu yang lain dan berdampak dalam interaksi di PGMB. Interaksi individu dalam PGMB hanya terjadi ketika terlaksananya 9 Ibid. 10 Ibid, Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal, 58
7 ibadah bersama, yaitu natal dan paskah. Hal ini menandakan interaksi yang terjadi di PGMB masih menggunakan hubungan I-It, bukan I-Thou. 4.4 Interaksi individu di PGMB hadir membawa manfaat. Interaksi individu di PGMB tidak hanya terjadi antara individu dengan individu tetapi juga terjadi antara individu dengan institusi atau individu dengan beberapa kelompok individu (masyarakat). Karena itulah di dalam bab 3 ada pokok bahasan interaksi multipersonal. Dalam kehidupan modern, institusi (institutions) terbentuk melalui interaksi dengan pola I It, menurut Buber. 12 Individu melalui intitusi mengatur segala sesuatu, berkompotisi, mempengaruhi, bernegosiasi, mengajar dan lain sebagainya. Hal ini memperlihatkan dunia It yang penuh dengan objek. 13 PGMB merupakan wadah oikumene, di dalamnya terdapat institusi gereja yang berbeda-beda. Individu yang ada di dalam PGMB membangun interaksi dengan institusi: antar denominasi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa individu menyadari akan dirnya sebagai bagian dari PGMB yang merupakan manusia ciptaan Tuhan yang diberikan tugas dan tanggungjawab. Melaksanakan tugas dan tanggungjawab di dalam dunia, individu membutuhkan yang lain. Kesadaran ini terlihat dalam interaksi yang terjadi. Perbedaan denominasi bukanlah menjadi penghalang untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab,justru untuk saling melengkapi. Penulis melihat dan merasakan adanya kesadaran dari individu yang berada di dalam PGMB untuk membuka diri terhadap perbedaan agar tercipta komunikasi yang saling menghormati dan menghargai. Hal ini memperlihatkan adanya interaksi yang terjadi antara 12 Wibowo, Aku, Tuhan dan Sesama, Ibid.
8 individu dengan institusi denominasi gereja yang berbeda, termasuk di dalamnya dengan PDUMKRIS dan masyarakat yang ada di Muara Badak. Individu yang berada di dalam PGMB merupakan bagian dari masyarakat Muara Badak yang merupakan pendatang. Kehidupan masyarakat Muara Badak tidak terlepas dari masalah sosial, hasil penelitian memperlihatkan adanya masalah sosial terhadap kehidupan remaja dan rumah tangga. PGMB yang merupakan wadah oikumene, seharusnya tidak boleh berdiam diri terhadap masalah sosial yang terjadi di Muara Badak. Manusia modern kehilangan perjumpaan dengan sesama, dampaknya tidak peduli terhadap masalah sosial yang terjadi. Buber melihat sejarah perkembangan manusia justru menunjukkan peningkatan yang progresif dalam pola hubungan I It. 14 Penglihatan Buber terhadap perkembangan manusia tidak penulis temukan dalam interaksi yang terjadi antara individu dengan masyarakat atau pun dengan denominasi gereja. Hal ini terlihat dalam jawaban yang diberikan, mereka bagian dari masyarakat, mereka tidak berbeda dengan denominasi yang lain. Itu sebabnya, dalam membangun interaksi dengan masyarakat atau pun dengan denominasi gereja yang berbeda, menggunakan pola hubungan I Thou, memposisikan samasama sebagai subjek. Interaksi individu di dalam PGMB dengan PDUMRIS, penulis menemukan pola hubungan I It, sebagaimana yang Buber maksudkan yaitu hubungan sepihak dan bersifat posesif. Pola hubungan I It, menurut Buber tidak jahat selama manusia tidak memanipulasi, memperkosa, mengubah dan memperalat It. 15 PGMB dan PDUMKRIS merupakan wadah yang sama, yaitu membina kerohanian individu Kristiani. PGMB berada di luar lingkungan 14 Ibid, Pancha Wiguna Yahya, Mengenal Marten Buber dan Filsafat Dialogisnya, Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan, Vol. 2, no.1 (April 2001): 44.
9 perusahaan dan PDUMRIS di lingkungan perusahaan. Namun, individu yang ada di dalam PGMB sering menganggap PDUMRIS berbeda dengan PGMB karena itulah relasi yang terbangun dalam pola hubungan I It. Interkasi multipersonal yang dilakukan oleh individu di dalam PGMB, penulis menemukan adanya penerapan pola yang berbeda dalam membangun interaksi. Interaksi individu dengan denominasi gereja yang berbeda dan interaksi dengan masyarakat, menggunakan pola I Thou. Namun, interaksi individu dengan PDUMKRIS, pola yang digunakan adalah I It. Perbedaan pola interaksi yang digunakan oleh individu di dalam PGMB, menurut pemikiran penulis disebabkan karena latar belakang dari terciptanya interaksi dan kepentingan masing-masing pihak. Interaksi yang dibangun atas dasar timbal balik terlihat dalam interaksi I-Thou dan adanya komunikasi. 16 Komunikasi merupakan tindakan konkret dalam interaksi individu di PGMB. 17 Komunikasi diawali dari gagasan seseorang yang diolah menjadi sebuah pesan dan dikirimkan melalui media tertentu kepada yang lain sebagai penerima. 18 Hal ini berarti keberadaan individu mempengaruhi komunikasi dalam interaksi yang dibangun. Individu di PGMB keberadaannya sangat beragam. Berbeda denominasi gereja berarti beda ajaran. Berbeda suku berarti beda bahasa dan tentunya berbeda latar belakang budaya dan pendidikan. Akan tetapi memiliki keyakinan iman yang sama yaitu percaya kepada Yesus Kristus. Interaksi individu di PGMB tentu tidak terlepas dari konflik. Karena itulah interaksi 16 Martin Buber, Subject-Object And I-Thou, Subject And Object In Modern Theology: The Croall Lectures given in the University of Edinburgh, James Brown (London: SCM Press LTD, 1955), Hasil penelitian memperlihatkan komunikasi merupakan tindakan yang utama dalam interaksi. Interaksi tidak akan terjadi tanpa adanya komunikasi. 18 Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal, 11.
10 individu di PGMB harus dibangun dalam cinta kasih Allah sehingga gagasan kepedulian Allah terhadap umat dikomunikasikan. 19 Cinta yang terdapat dalam hubungan I-Thou menurut Buber merupakan bentuk tanggung jawab I terhadap Thou yang tidak terdapat dalam pola hubungan I-It. 20 Hasil penelitian interaksi individu di PGMB terlihat adanya pola hubungan I-Thou dan I-It. Hubungan I-Thou terlihat dalam interaksi intrapersonal dan interaksi interpersonal yang adakalanya berubah menjadi hubungan I-It. Hal ini disebabkan karena adanya motivasi yang berbeda dalam membangun interaksi dengan yang lain. Motivasi individu di PGMB membangun interaksi dengan yang lain bertujuan untuk mendapatkan pertolongan. 21 Hal ini berarti individu di PGMB memiliki kompetensi interpersonal sehingga memahami kekuatan dan kelemahan dirinya. 22 Kesadaran individu akan dirinya sebagai makhluk yang memiliki kekuatan dan kelemahan tentu saja akan memberikan dampak yang positif dan negatif dalam interaksi. Hal ini terlihat dari jawaban-jawaban informan atas pertanyaan: adakah dampak dari interaksi baik untuk diri sendiri ataupun terhadap relasi dengan yang lain? PGMB sebagai komune memiliki identitas kolektif yaitu; percaya kepada Yesus Kristus. Karena itulah seharusnya kehadiran PGMB bermanfaat tidak hanya untuk kepentingan gereja tetapi masyarakat Muara Badak. Akan tetapi dalam kenyataannya PGMB kehadirannya tidak dapat dirasakan oleh Gereja maupun masyarakat. Hal ini dikarenakan tidak adanya 19 Franz-Josef Eilers SVD, Berkomunikasi Dalam Pelayanan Dan Misi: Sebuah Pengantar Komunikasi Pastoral Dan Komunikasi Evangelisasi (Yogyakarta: Kanisius, 2008), Wibowo, Aku, Tuhan Dan Sesama, Hasil penelitian memperlihatkan manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan bantuan orang lain (16 orang dari 30 informan) 22 J.D.Engel, Konseling Pastoral Dan Isu-isu kontemporer (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 7.
11 perjumpaan yang dilakukan oleh individu di PGMB, maka tidak terjadi dialog. Menurut Buber, perjumpaan yang dilakukan oleh individu dalam hubungan timbal balik merupakan realitas dan aktualitas. Lewat perjumpaan seseorang dapat saling mengenal dan memahami. Perjumpaan individu untuk saling mengenal dan memahami tidak hanya kepada yang lain tetapi juga kepada diri sendiri. Pengenalan terhadap diri sendiri dapat dilakukan dengan cara merefleksikan perbuatan-perbuatan, bukan dari segi efisiensi dan efektivitasnya melainkan dari segi baik buruk dan moral. 23 Kesadaran inilah yang penulis temukan dalam penelitian interaksi individu di PGMB. Dengan demikian individu di PGMB mengakui kehadiran PGMB belum bisa bermanfaat bagi masyarakat maupun individu di PGMB. Hal ini disebabkan karena interaksi yang dibangun tidak I-Thou. 4.5 Peran Subjek dalam Aspek Horizontal dan Vertikal Tuhan adalah pribadi yang sempurna, Pribadi yang mutlak atau Absolut karena Ia tidak dapat dibatasi. Buber menggunakan istilah Eternal Thou menunjuk pada pribadi Tuhan yang Absolut. 24 Karena itulah relasi individu dengan Tuhan memakai pola hubungan I-Thou. Individu mempunyai tanggung jawab untuk berinteraksi dengan Tuhan. Menurut Buber, cara berhubungan dengan Tuhan harus dilakukan melalui suatu perbuatan yang terus menerus dipelihara oleh individu dalam perjumpaan antar manusia dan komunitasnya. 25 Individu di dalam PGMB memahami bahwa relasi dengan Tuhan mempengaruhi interaksi individu dengan sesama. Dalam perjumpaan diantara individu, mereka menemukan Tuhan. Namun, interaksi yang terjadi antar individu tidak mempengaruhi relasi individu dengan 23 Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal, Wibowo, Aku, Tuhan Dan Sesama, Ibid,..57
12 Tuhan. Penulis berpendapat, individu membangun interaksi dengan Tuhan dalam pola I Thou, sehingga apa pun yang terjadi dalam diri individu tidak mempengaruhi hubungannya dengan Tuhan. Buber memahami Tuhan sebagai Pribadi. Sebagai Pribadi, Tuhan berada dalam hubungan dengan pribadi yang lain, yaitu manusia. 26 Artinya, interaksi yang terjadi antara individu dengan Tuhan dan individu dengan individu tidak ada perbedaan. Individu di dalam PGMB membedakan interaksi transpersonal dengan interaksi interpersonal dan interaksi multipersonal. Perbedaannya terlihat melalui jawaban yang diberikan atas pertanyaan: apakah suasana hati mempengaruhi hubungan individu dengan Tuhan ataupun dengan sesama? Hubungan individu dengan individu, cenderung dipengaruhi oleh suasana hati bahkan dipengaruhi oleh interaksi dengan individu yang lain. Sebaliknya, interaksi individu dengan Tuhan tidak dipengaruhi oleh interaksi dengan individu yang lain terlebih suasana hati dari individu tersebut. Pemikiran Buber harus dilihat sebagai pemikiran religius. Buber menjadi pribadi yang religius dipengaruhi oleh ajaran Hasidisme, pengalaman-pengalaman dan penelaahan kitab suci. 27 Akhirnya, membawa Buber pada keyakinan mengenai keberadaan Tuhan dan hubungan dengan Tuhan. Kepribadian Buber tidak hanya menghasilkan sebuah pemikiran yang religius tetapi juga terlihat dalam sikapnya. Kepribadian individu menentukan kelancaran dan keberhasilan dalam berinteraksi. 28 Hal ini menandakan subjek berperan dalam relasi horizontal dan vertikal. Penulis memahami hal inilah yang akhirnya mempengaruhi interaksi individu di dalam PGMB. 26 Ibid, Ibid, Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal, 94.
13 4.6 Rangkuman Penulis berusaha untuk melihat interaksi individu di dalam PGMB dalam perspektif Martin Buber dengan membaginya dalam 4 sub pembahasan yaitu: Pengenalan individu terhadap dirinya memberi dampak terhadap interaksi; interaksi individu dengan individu yang berdampak di PGMB; interaksi individu di PGMB membawa manfaat; peran subjek dalam aspek horizontal dan vertikal. Individu dalam PGMB sadar akan keberadaannya sebagai makhluk sosial yang membutuhkan bantuan dari yang lain. Karena itu interaksi sangat dibutuhkan. Komunikasi merupakan tindakan konkret yang harus terjadi dalam sebuah interaksi, tanpa komunikasi interaksi tidak akan tercipta. Kesadaran individu akan pengenalan dirinya memberikan dampak yang baik terhadap interaksi di PGMB. Individu-individu di PGMB menyadari akan keberadaannya yang tidak bisa hidup seorang diri, mereka membutuhkan teman. Interaksi individu dengan individu tidak hanya melakukan kegiatan bersama tetapi dapat belajar bersama, karena itulah perjumpaan menjadi hal yang penting dan dampaknya terlihat dalam wadah PGMB. Individu tidak hanya berinteraksi dengan individu atau beberapa individu tetapi juga berinteraksi dengan institusi dalam hal ini denominasi gereja yang ada di Muara Badak. Individu tidak melihat denominasi gereja yang berbeda dengan dirinya sebagai sesuatu yang asing melainkan sama dengan dirinya, sehingga kehadiran individu di PGMB membawa manfaat untuk orang banyak. Individu di dalam PGMB membangun hubungan dengan Tuhan melalui doa yang membawa manfaat dalam interaksi. Individu di PGMB memahami bahwa relasi dengan Tuhan mempengaruhi interaksi individu dengan sesama. Dalam perjumpaan diantara individu,
14 mereka menemukan Tuhan. Namun, interaksi yang terjadi antar individu tidak mempengaruhi relasi individu dengan Tuhan. Hal ini menandakan peran individu sebagai subjek memberikan dampak dalam aspek horizontal dan vertikal. Pemikiran Buber dalam mebangun relasi dengan pola hubungan I Thou dan I it, tidak sepenuhnya terjadi dalam interaksi individu di PGMB. PGMB sebagai gerakan sosial keagamaan seharusnya tercipta interaksi yang membangun spiritualitas individu yang nampak dalam interaksi dengan yang lain, nyatanya tidak terwujud. Hal ini disebabkan karena adanya pemisahan antara relasi individu dengan individu dan individu dengan Tuhan.
KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto)
KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto) 1. Pengantar Manusia tidak bisa hidup seorang diri. Ia adalah Homo Socius. Ia hidup di dalam realitas yang saling berkaitan antara
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja
Lebih terperinciC. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA
- 165 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA KELAS VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja hidup di tengah masyarakat. Gereja kita kenal sebagai persekutuan orangorang percaya kepada anugerah keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per
Lebih terperinciUKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah
BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan gereja dan kekristenan di era globalisasi sekarang ini begitu pesat. Pembangunan gereja secara fisik menjadi salah satu indikator bahwa suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Nabeel Jabbour menepis pemahaman tentang gereja hanya sebatas bangunan, gedung dan persekutuan yang institusional. Berangkat dari pengalaman hidup Nabeel Jabbour selama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diri. Sebagai person manusia memiliki keunikan yang membedakan dengan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia secara kodrati memiliki dua dimensi yaitu dimensi personal dan sosial. Dimensi personal pada manusia menyatakan sisi rohani atau kualitas dalam diri. Sebagai
Lebih terperinciUKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Teologi merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk mencermati kehadiran Tuhan Allah di mana Allah menyatakan diri-nya di dalam kehidupan serta tanggapan manusia akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai kelompok sosial yang terdiri dari sejumlah individu di dalamnya tentu memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Kehidupan manusia yang seiring berjalan waktu semakin berkembang, dalam kenyataannya ada berbagai macam hal yang membawa pengaruh positif maupun negatif dalam perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat
Lebih terperinciPERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL
PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL Lenda Dabora Sagala STT Simpson Ungaran Abstrak Menghadapi perubahan sosial, Pendidikan Agama Kristen berperan dengan meresponi perubahan
Lebih terperinci25. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD
25. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I 1. menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya 1.1 menerima dan mensyukuri dirinya sebagai ciptaan 1.2 menerima dan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kesimpulan akhir dari penelitian tentang teologi kontekstual berbasis budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata peribadahan GKJ di dalam menanamkan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Gereja yang ada dan hadir dalam dunia bersifat misioner sebagaimana Allah pada hakikatnya misioner. Yang dimaksud dengan misioner adalah gereja mengalami bahwa dirinya
Lebih terperinci6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar (SD)
6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa Kutoarjo merupakan salah satu gereja dari 11 Gereja Kristen Jawa yang berada dibawah naungan Klasis Purworejo. GKJ Kutoarjo merupakan sebuah gereja
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI
BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Setelah menelusuri pernyataan Yesus dalam Yohanes 14: 6 kata Yesus kepadanya,
BAB V PENUTUP 5. 1 Kesimpulan Setelah menelusuri pernyataan Yesus dalam Yohanes 14: 6 kata Yesus kepadanya, Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa kalau tidak
Lebih terperinci7. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
7. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan
BAB V PENUTUP Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan keluarga di Jemaat GPIB Immanuel Semarang, maka penulis membuat suatu kesimpulan berdasarkan pembahasan-pembahasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai Runggun dan termasuk di dalam lingkup Klasis Jakarta-Bandung.
BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Gereja 1 dipahami terdiri dari orang-orang yang memiliki kepercayaan yang sama, yakni kepada Yesus Kristus dan melakukan pertemuan ibadah secara
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latarbelakang Pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dari kehidupan masyarakat umat beragama. Kenyataan akan adanya pluralitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN
BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN Dalam bab ini, penulis akan melakukan tinjauan kritis terhadap model penyuluhan agama berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Dunia dalam berbagai bidang kehidupan mempengaruhi kehidupan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan Dunia dalam berbagai bidang kehidupan mempengaruhi kehidupan dan nilai-nilai rohani masyarakat. Kehidupan rohani menjadi semakin terdesak dari perhatian umat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seringkali kita mendengar dan membaca bahwa negara kita yaitu negara Indonesia adalah negara yang beragama. Dikatakan demikian, karena pada umumnya setiap warga negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pada umumnya dipahami bahwa warga gereja terdiri dari dua golongan, yaitu mereka yang dipanggil penuh waktu untuk melayani atau pejabat gereja dan anggota jemaat biasa.
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan UKDW. atas kemauannya sendiri. Namun, gereja dihadirkan oleh Allah untuk
BAB I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Gereja ada dan eksis di dunia ini bukan untuk dirinya sendiri, juga bukan atas kemauannya sendiri. Namun, gereja dihadirkan oleh Allah untuk melaksanakan misi-nya
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang
Lebih terperinciC. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMALB AUTIS
- 1927 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMALB AUTIS KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas
Lebih terperinciC. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA
- 273 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pengaruh Perilaku Konsumtif terhadap Identitas Diri Remaja UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Pengaruh Perilaku Konsumtif terhadap Identitas Diri Remaja Identitas merupakan bentuk dari eksistensi diri seseorang. Identitas berhubungan dengan tahap perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibadah yang sejati seperti yang ditegaskan oleh Rasid Rachman 1 sebagai refleksinya atas Roma 12:1, adalah merupakan aksi dan selebrasi. Ibadah yang sejati tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jemaat GKI Arcamanik, Bandung. Mengapa katekisasi, Pendalaman Alkitab, khotbahkhotbah, UKDW
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang selama ini bergulat di dalam batin penulis, berdasarkan pengalaman hidup bersama dengan
Lebih terperinciUKDW. Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Dalam kehidupan umat Kristen, Allah merupakan sosok yang memiliki peranan penting. Bahkan sebelum masa Kekristenan muncul, yaitu pada masa Perjanjian Lama
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara di wilayah Asia secara geografis yang diwarnai oleh dua kenyataan, yaitu kemajemukan agama dan kebudayaan, serta situasi kemiskinan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Ibadah etnik merupakan salah satu bentuk ibadah yang memberi ruang bagi kehadiran unsurunsur budaya. Kehadiran unsur-unsur budaya yang dikemas sedemikian rupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap manusia memerlukan orang lain untuk saling memberi dan menerima. Hal itu menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial sekaligus
Lebih terperinciUKDW. Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan I. A. Latar Belakang Perbedaan merupakan hal yang selalu dapat kita temukan hampir di setiap aspek kehidupan. Beberapa perbedaan yang seringkali ditemukan misalnya perbedaan suku bangsa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Fenomena kasus hamil sebelum nikah saat ini sering terjadi di masyarakat. Di Indonesia sendiri, kasus hamil sebelum nikah sangat banyak terjadi di kota besar
Lebih terperinciGEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN
GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN I Allah Tritunggal Kami percaya kepada satu Allah yang tidak terbatas, yang keberadaan-nya kekal, Pencipta dan Penopang alam semesta yang berdaulat; bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Paham Dosa Kekristenan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1 Paham Dosa Kekristenan Dosa merupakan fenomena aktual dari masa ke masa yang seolah tidak punya jalan keluar yang pasti. Manusia mengakui keberdosaannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang dan Kerangka Teori. Gereja, dalam ekklesiologi, dipahami sebagai kumpulan orang percaya yang dipanggil untuk berpartisipasi dalam perutusan Kristus yaitu memberitakan
Lebih terperinciRENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kelas/Semester : VIII / 1 Alokasi Waktu : 2 x 40 menit A. Standar Kompetensi : Memahami
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat menjangkau seluruh jemaatnya agar dapat merasakan kehadiran Allah ditengahtengah kehidupannya. Dengan itu maka,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seperti diketahui bersama bahwa dalam kehidupan orang Kristen saat ini, gereja adalah sebuah identitas yang sangat penting bagi orang-orang percaya kepada
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dilihat secara objektif, gereja merupakan suatu institusi yang di dalamnya terjadi perjumpaan antara manusia dengan Allah. Manusia berjumpa dengan keselamatan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman senantiasa memberikan perubahan yang cukup besar pada diri manusia. Perubahan yang cukup signifikan pada diri manusia adalah gaya hidup (lifestyle).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kebebasan merupakan hal yang menarik bagi hampir semua orang. Di Indonesia, kebebasan merupakan bagian dari hak setiap individu, oleh karena itu setiap
Lebih terperinciBAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia
BAB IV Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia 4.1. Diakonia sebagai perwujudan Hukum Kasih Gereja dapat dikatakan sebagai gereja apabila dia sudah dapat menjalankan fungsinya, yaitu
Lebih terperinci5 Bab Empat. Penutup. Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang
5 Bab Empat Penutup Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang merupakan uraian singkat dari bab pendahuluan dan ketiga bab di atas, guna membuktikan kebenaran hipotesis penelitian dan hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk sosial karena merupakan bagian dari masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintaspun pasti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin
Lebih terperinciBAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN
BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa
Lebih terperinciGARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) UNIVERSITAS DIPONEGORO SPMI-UNDIP GBPP
GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) UNIVERSITAS DIPONEGORO SPMI-UNDIP GBPP 10.05.03 002 Revisi Ke 2 Tanggal 1 September 2015 Dikaji Ulang Oleh Ketua Program Studi Ilmu Gizi Dikendalikan Oleh GPM Disetujui
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Permasalahan The Meeting Place of World Religions. 1 Demikianlah predikat yang dikenakan pada Indonesia berkaitan dengan kemajemukan agama yang ada. Selain majemuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. Dr. H. Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia, 1979, hlm
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dewasa ini pertanyaan perihal Siapa Allah? merupakan bagian dari sebuah problematika yang sangat sensitif begitu pun ketika kita berbicara mengenai iman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang khas dengan pluralitas agama dan budaya. Pluralitas sendiri dapat diterjemahkan sebagai kemajemukan yang lebih mengacu pada jumlah
Lebih terperinciTANTANGAN RELIGIUS DALAM MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DI ZAMAN GADGET
1 TANTANGAN RELIGIUS DALAM MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DI ZAMAN GADGET Seminar Religius di BKS 2016 Kanisius, 8 September 2016 Paul Suparno, SJ Pendahuluan Tema BKS tahun 2016 ini adalah agar keluarga mewartakan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Tradisi Piring Nazar sebagai sebuah kenyataan sosio-religius dapat dijadikan sebagai
BAB V PENUTUP Dari penjelasan serta pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab yang terakhir ini akan dipaparkan kesimpulan yang berisi temuan-temuan mengenai Piring Nazar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Gereja adalah persekutuan umat beriman yang percaya kepada Kristus. Sebagai sebuah persekutuan iman, umat beriman senantiasa mengungkapkan dan mengekspresikan
Lebih terperinciCandi Gebang Permai Blok R/6 Yogyakarta Telp. : ; Fax. :
FILSAFAT AGAMA Oleh : Magdalena Pranata Santoso Illustrator : Yessi Mutiara Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2009 Hak Cipta 2009 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau
Lebih terperinciPASTORAL DIALOGAL. Erik Wahju Tjahjana
PASTORAL DIALOGAL Erik Wahju Tjahjana Pendahuluan Konsili Vatikan II yang dijiwai oleh semangat aggiornamento 1 merupakan momentum yang telah menghantar Gereja Katolik memasuki Abad Pencerahan di mana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Gereja Kristen Pasundan (GKP) berada dalam konteks masyarakat Jawa bagian barat yang majemuk baik suku, agama, budaya daerah dan status sosial ekonomi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Sumba (GKS) Nggongi adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di Indonesia. Gereja hadir untuk membawa misi menyampaikan kabar baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1. Gereja Oikumenikal dan Evangelikal. Data statistik keagamaan Kristen Protestan tahun 1992, memperlihatkan bahwa ada sekitar 700 organisasi 1 Kristen
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Peribadatan dalam gereja serta perayaan sakramen-sakramen adalah jembatan bagi warga jemaat untuk mengalami persekutuan dengan Tuhan dan seluruh warga jemaat. Sehingga
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jasmani yang meliputi sandang, pangan, dan papan serta kebutuhan rohaniah. Kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia pada dasarnya terbagi menjadi dua antara lain, kebutuhan jasmani yang meliputi sandang, pangan, dan papan serta kebutuhan rohaniah. Kebutuhan rohani
Lebih terperinciMenurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah
Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. Fredrike Bannink, Handbook Solution-Focused Conflict Management, (Gottingen: Hogrefe Publishing, 2010) 2
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Konflik dapat dipahami dalam dua dimensi, yaitu bahaya dan peluang 1. Bila dalam krisis, seseorang atau kelompok orang memiliki pikiran negatif yang kuat, ia atau mereka
Lebih terperinciBAB IV HATI NURANI. 2. KOMPETENSI DASAR Mengenal suara hati, sehingga dapat bertindak secara benar dan tepat
BAB IV HATI NURANI A. KOMPETENSI 1. STANDAR KOMPETENSI Memahami nilai nilai keteladanan Yesus Kristus sebagai landasan mengembangkan diri sebagai perempuan atau laki laki yang memiliki rupa rupa kemampuan
Lebih terperinciC. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNARUNGU
- 554 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNARUNGU KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi.
BAB I P E N D A H U L U A N 1. LATAR BELAKANG Konseling pastoral adalah salah satu bentuk pertolongan dalam pendampingan pastoral yang hingga kini mengalami perkembangan. Munculnya golongan kapitalis baru
Lebih terperinciI.1. PERMASALAHAN I.1.1.
BAB I PENDAHULUAN I.1. PERMASALAHAN I.1.1. Latar Belakang Masalah Gereja adalah perwujudan ajaran Kristus. AjaranNya tidak hanya untuk diucapkan, melainkan juga untuk diperlihatkan secara nyata di dalam
Lebih terperinciBAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan
BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1-1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Maranatha adalah sebuah Universitas Kristen yang memiliki visi pendidikan yakni menjadi Perguruan Tinggi yang mandiri dan berdaya cipta serta mampu mengisi
Lebih terperinciANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN
ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB PEMBUKAAN Sesungguhnya Allah didalam Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia. Ia adalah sumber kasih, kebenaran, dan hidup, yang dengan kuat kuasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia hidup tidak selamanya berada dalam kondisi dimana semuanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang direncanakan dan diingininya. Ada saat dimana muncul ketegangan-ketegangan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA
BAB IV ANALISIS DATA A. Ajaran Persepuluhan Di Gereja Yesus Kristus Dari Orang Orang Suci Zaman Akhir Dalam Tinjauan Teori Ekspresi Keagamaan Secara teologi ibadah Persepuluhan jemaat Mormon tidak jauh
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. maupun negatif kepada umat manusia. Dampak tersebut berakibat kepada perubahanperubahan
BAB V PENUTUP I. Pengantar Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi memberikan dampak baik positif maupun negatif kepada umat manusia. Dampak tersebut berakibat kepada perubahanperubahan yang terjadi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kehidupan manusia tidak pernah statis, ia senantiasa berada dalam sebuah proses yang tidak pernah berhenti. Dari pembuahan hingga berakhir dengan kematian,
Lebih terperinciBAB IV REFLEKSI TEOLOGIS
BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Keluarga merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak, dalamnya harus terdapat keseimbangan, keselarasan kasih sayang
Lebih terperinciPdt Gerry CJ Takaria
KESATUAN ALKITAB DAN GEREJA ATAU JEMAAT Roh Kudus merupakan kekuatan penggerak di belakang kesatuan Jemaat (Ef. 4:4-6). Dengan memanggil mereka dari pelbagai suku-bangsa, Roh Kudus membaptiskan mereka
Lebih terperinciC. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB AUTIS
- 1822 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB AUTIS KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Pekabaran Injil adalah tugas dan tanggung jawab gereja di tengah dunia. Gereja dipanggil untuk menjadi pekabar Injil (kabar sukacita, kabar
Lebih terperinciUKDW. Bab I PENDAHULUAN
Bab I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Perusakan lingkungan hidup di planet bumi yang paling nyata adalah pengeksploitasian sumber daya alam berupa pembabatan hutan, baik untuk tujuan perluasan
Lebih terperinciSEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA
HUBUNGAN ANTAR AGAMA DI INDONESIA Dosen : Mohammad Idris.P, Drs, MM Nama : Dwi yuliani NIM : 11.12.5832 Kelompok : Nusa Jurusan : S1- SI 07 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anastasia Jessica Putri Larasati
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Pengadaan Proyek Paus Benediktus XVI dalam pidatonya pada Hari Penutupan Orang Muda Sedunia (World Youth Day) yang diselenggarakan di Sidney pada 20 Juli 2006 mengingatkan
Lebih terperinciSuster-suster Notre Dame
Suster-suster Notre Dame Diutus untuk menjelmakan kasih Allah kita yang mahabaik dan penyelenggara Generalat/ Rumah Induk Roma Natal, 2014 Para Suster yang terkasih, Sabda telah menjadi manusia dan berdiam
Lebih terperinci11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)
11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan
Lebih terperinciUKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sakramen berasal dari bahasa Latin; Sacramentum yang memiliki arti perbuatan kudus 1. Dalam bidang hukum dan pengadilan Sacramentum biasanya diartikan sebagai barang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam mempelajari suatu agama, aspek yang pertama dipertimbangkan sekaligus harus dikaji ialah konsep ketuhanannya. Dari konsep ketuhanan, akan diketahui
Lebih terperinci