HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Miselium JPP Ompalina sp dalam media PDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Miselium JPP Ompalina sp dalam media PDA"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Jamur Pelapuk Putih (JPP) Omphalina sp JPP Omphalina sp yang digunakan pada penelitian ini di inokulasikan dalam 20 ml media PDA pada suhu 27 O C. Setelah diinkubasikan selama satu minggu dihasilkan miselium berwarna putih yang memenuhi seluruh permukaan media seperti terlihat pada Gambar 8. Sedangkan pada media PDB dihasilkan pula miselium berwarna putih dengan kultur jernih (Gambar 9). Gambar 8 Miselium JPP Ompalina sp dalam media PDA

2 30 Gambar 9 Miselium JPP Omphalina sp dalam media PDB Hasil pengamatan pertumbuhan Omphalina sp selama inkubasi satu minggu menunjukkan adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan miselium pada media PDA dan PDB. Pada media PDA pertumbuhan miselium memenuhi seluruh permukaan media pada hari ke 7 inkubasi, sedangkan pada media PDB mencapai optimum pada hari ke 5 inkubasi. Menurut Eaton dan Hale ( 1993 ) kemampuan jamur untuk tumbuh pada suatu media dipengaruhi oleh jenis substrat yang sesuai dengan pertumbuhannya. JPP lebih cepat tumbuh dalam media PDB daripada media PDA. Hal ini mungkin disebabkan dalam media cair penyerapan nutrisi lebih cepat daripada dalam media padat. Pertumbuhan Jamur Trichoderma sp Isolat Trichoderma sp yang digunakan pada penelitian ini ditumbuhkan pada 20 ml media PDA dalam cawan petri selama satu minggu. Berdasarkan pengamatan setelah tiga hari, terjadi pertumbuhan spora Trichoderma pada media PDA ditandai dengan adanya warna putih dari miselium yang lama kelamaan akan berubah menjadi hijau dan membentuk lingkaran menyebar seperti permadani (areal furrow)( Gambar 10).

3 31 Gambar 10 Miselium spora Trichoderma dalam media PDA Pertumbuhan Bakteri Selulolitik Bakteri selulolitik asal rayap yang digunakan pada penelitian ini diremajakan terlebih dahulu dengan memindahkan satu ose isolat bakteri dari biakan stok kedalam media Hans padat pada cawan petri. Setelah diinkubasikan selama 2 hari dihasilkan koloni berwarna putih agak kering (Gambar 11) Gambar 11 Bakteri selulolitik asal rayap pada media Hans Pada media Hans cair, pertumbuhan bakteri setelah diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari dan sambil dikocok pada putaran 120 rpm kultur terlihat keruh.

4 32 Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae Saccharomyces cerevisiae yang digunakan pada penelitian ini diinkubasikan dalam media YEDP dengan kondisi suhu kamar setelah diinkubasikan selama 1-3 hari dihasilkan koloni berwarna putih yang memenuhi media padat tersebut (Gambar 12). Sedangkan pada media YEDP cair dihasilkan pula kultur keruh kecoklatan (Gambar 13). Gambar 12 Saccharomyces cerevisiae pada media YEDP Media Pertumbuhan (YEDP) Media YEDP + Ragi Gambar 13 Saccharomyces cerevisiae pada media YEDP Cair

5 33 Proses Delignifikasi Pada penelitian ini dilakukan proses delignifikasi TKKS menggunakan jamur pelapuk putih Omphalina sp dengan konsentrasi inokulum + 2,5% (b/v). Pada proses delignifikasi (penguraian lignin), komponen utama dinding sel yang terlibat adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin (Zabel dan Morrell, 1992) sedangkan kondisi delignifikasi yang diinginkan adalah penurunan kandungan lignin setinggi-tingginya dan selulosa serendah rendahnya (Kirk dan Chang, 1990). Jamur pelapuk putih Omphalina sp yang digunakan untuk proses delignifikasi ditumbuhkan pada 100 ml media PDB. Isolat dengan pertumbuhan yang baik digunakan sebagai sumber inokulum. Isolat diinokulasikan ke serbuk TKKS dalam wadah kantung plastik yang telah disterilkan, kemudian di inkubasi pada suhu kamar selama + 3 minggu. Berdasarkan hasil pengamatan secara visual, pertumbuhan miselium pada umur 7 hari baru tumbuh pada bagian atas TKKS dan pada umur 14 hari miselium tampak semakin melebar. Sedangkan setelah inkubasi 20 hari jumlah pertumbuhannya telah memenuhi permukaan serbuk hingga bagian dalam (Gambar 14 ). Pertumbuhan miselium jamur paling banyak adalah pada bagian permukaan, sedang bagian dalam lebih sedikit dibanding pada bagian permukaan. Kemungkinan hal ini disebabkan pada bagian dalam tumpukan serbuk TKKS tidak terdapat cukup udara untuk proses respirasi jamur. Gambar 14 TKKS setelah didelignifikasi

6 34 Hasil pengamatan secara visual pada proses delignifikasi menunjukkan bahwa terjadi perubahan fisik berupa pemucatan warna dari coklat gelap menjadi lebih terang. Pemucatan warna TKKS diduga disebabkan karena selama pertumbuhan JPP menyerang holoselulosa dan lignin. Lignin merupakan komponen yang menyebabkan warna pada kayu, sehingga penyerangan/pernguraian lignin menjadi komponen yang lebih sederhana dapat menyebabkan warna kayu lebih muda dari normal (Onysho, 1993). Selain pemucatan warna, TKKS hasil inkubasi juga mengalami perubahan menjadi lebih rapuh dan seratnya mudah diuraikan. Enzim jamur akan melunakkan dan memecahkan dinding-dinding serat sehingga melepaskan pita-pita serat dari mikrofibrilnya dan mempermudah proses penggilingan yang tadinya sulit karena tinginya kadar lignin ( Gambar 14 ). Menurut Nishida et al. (1998) enzim yang terlibat dalam pemecahan lignin adalah enzim ligninolitik yang umumnya dihasilkan oleh jamur kelas Basidiomycetes. Senyawa tersebut selanjutnya digunakan oleh jamur sebagai nutrisinya dengan cara absorpsi melalui dinding selnya. Hasil analisis komposisi kimia TKKS sebelum dan setelah perlakuan delignifikasi berdasarkan persen rata-rata basis kering terlihat pada Gambar % Kadar Lignin Hemiselulosa Selulosa Kadar Air Terdelignifikas Tanpa Delignifikasi Gambar 15 komposisi kimia TKKS Lignin Berdasarkan Gambar 15 terlihat kadar lignin hasil delignifiksai (16,33%), menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan tanpa delignifikasi (17,78%). Hal ini berarti degdradasi lignin pada penelitian ini relatif rendah, diduga disebabkan

7 35 karena struktur lignin yang kompleks dengan berat molekul yang besar, sehingga sulit didegradasi oleh jamur (Hartoyo, 1989). Penelitian terdahulu (Away dan Goenadi, 1995) menunjukkan bahwa JPP dapat menurunkan kadar lignin TKKS secara drastis. Rendahnya lignolisis hasil penelitian ini kemungkinan karena kemampuan lignolisis enzim yang digunakan pada penelitian ini lebih rendah. Kemungkinan hal ini menjadi salah satu penghambat proses lignolisis Kadar Hemiselulosa Dalam proses delignifikasi TKKS, kandungan hemiselulosa bahan ikut terdegradasi (Gambar 15). Hasil hemiselulosa setelah inkubasi 20 hari (22,74%) mengalami penurunan yang relatif besar dibanding hemiselulosa tanpa delignifikasi (25,53%). Degradasi hemiselulosa yang lebih cepat diduga karena hemiselulosa adalah komponen yang lebih sederhana dibandingkan dengan lignin. Menurut Zabel dan Morell (1992), hemiselulosa adalah komponen dinding sel yang seringkali didegradasi terlebih dulu oleh JPP, dimungkinkan karena memiliki rantai yang lebih pendek dibanding selulosa, daya larut, dan lokasi yang terbuka di sekitar mikrofibril selulosa. Kadar Selulosa Komponen kimia TKKS yang paling penting untuk pembuatan etanol adalah selulosa. Semakin tinggi kandungan selulosa bahan, akan semakin baik untuk bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan jamur sebagai pendegradasi lignin untuk delignifikasi diharapkan hanya mendegradasi lignin dan tidak secara simultan mendegradasi selulosa, sehingga residu hasil degradasi dapat mengandung selulosa setinggi mungkin dan lignin serendah mungkin. Berdasarkan Gambar 15 kadar selulosa TKKS setelah delignifikasi 20 hari (49,07%) mengalami kenaikan dibandingkan tanpa delinifikasi (47,18 %), kemungkinan disebabkan oleh penurunan kadar komponen lain dari TKKS selain selulosa akibat degradasi oleh kapang. Karena TKKS selain mengandung komponen dinding sel struktural (lignin, hemiselulosa dan selulosa), juga mengandung zat ekstraktif dan sedikit abu. Zat

8 36 ekstraktif dalam kayu sekitar 3-10% dari bobot kering kayu. Menurut Rayner dan Boddy (1989) zat ekstraktif terdiri dari lilin, lemak, asam lemak, alkohol, steroid, komponen dengan kandungan karbon tinggi dan resin. Zat ekstraktif mungkin dapat digunakan oleh kapang selama pertumbuhannya, sehingga persentasenya dalam bahan yang mengalami degradasi diduga menurun. Jadi untuk satu gram contoh TKKS hasil inkubasi memiliki persentase komponen dinding sel struktural lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yang zat ekstraktifnya diduga masih tinggi. Selain itu, penurunan salah satu komponen mengakibatkan perubahan pada kadar komponen lain (lignin, hemiselulosa dan selulosa), karena penghitungan kadar dilakukan berdasarkan basis persentase berat dengan menghitung kadar komponen. Akibatnya, apabila salah satu komponen turun, komponen lain akan naik, begitu pula sebaliknya. Komponen lignin dan hemiselulosa menurun setelah delignifikasi, sedang komponen selulosa memperlihatkan kenaikan. Lignin dan hemiselulosa pada penelitian ini mengalami penurunan yang relatif kecil, sehingga diharapkan selulosa yang terdapat pada bagian dalam dinding sel belum terdegradasi. Hal ini didukung oleh pendapat Zabel dan Morrell (1992), bahwa degradasi komponen oleh jamur pelapuk putih dimulai dari hemiselulosa, lignin dan akhirnya selulosa. Kadar Air Kadar air merupakan parameter kunci untuk proses delignifikasi dan air mampu mempengaruhi pertumbuhan kapang, substrat, aktivitas enzim, laju tansfer massa oksigen dan karbon dioksida. Kandungan air dari substrat yang kecil akan menghambat pertumbuhan miselium, mengurangi aktivitas enzim dan aksesibilitas nutrien ( substrat ). Berdasarkan Gambar 15 kadar air TKKS setelah delignifikasi 20 hari ( 3,56 % ) mengalami penurunan dibandingkan tanpa delignifikasi ( 4,83 % ).

9 37 Hidrolisis kimiawi dan fermentasi Etanol Hasil Hidrolisis TKKS terdelignifikasi dan tanpa delignifikasi dengan HCl pada suhu 121 O C. Kadar gula pereduksi dari TKKS yang terdelignifikasi dan tanpa delignifikasi menggunakan HCL dengan berbagai konsentrasi dan waktu hidrolisis terlihat pada Gambar 16 dan 17. Kadar gula pereduksi tertinggi yaitu TKKS terdelignifikasi dengan HCL 2N selama 120 menit adalah sebesar 0,42%. Kadar gula pereduksi tertinggi dari TKKS tanpa delignifikasi yaitu hidrolisis dengan HCL 2N selama 60 menit sebesar 0,26%, lebih rendah bila dibandingkan dengan TKKS terdelignifikasi. Kadar Gula Pereduksi (%) terhadap TKKS , [ HCl ] 0.1N 0.5N 1N 2N 1% Waktu Hidrolisis (menit) Gambar 16 Kadar gula pereduksi TKKS terdelignifikasi dengan variasi waktu dan konsentrasi HCl

10 38 Kadar Gula Pereduksi (%) terhadap TKKS Kadar Gula Pereduksi (%) Gambar ,26 [ HCl ] Waktu Hidrolisis (menit) 0.1N 0.5N Kadar gula pereduksi TKKS terdelignifikasi dengan variasi waktu dan konsentrasi HCl. 1N 2N 1% Hasil Hidrolisis TKKS terdelignifikasi dan tanpa delignifikasi dengan H 2 SO 4 pada suhu 121 C Kadar gula pereduksi tertinggi diperoleh pada hidrolisis TKKS terdelignifikasi dengan H 2 SO 4 2N selama 120 menit sebesar 1,01% (Gambar 18). Kadar gula pereduksi tertinggi dari TKKS tanpa delignifikasi adalah 0,47% yaitu hidrolisis dengan H 2 SO 4 2N selama 120 menit. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar gula yang diperoleh dari hidrólisis TKKS terdelignifikasi ( Gambar 19 ). Kadar Gula Pereduksi (% terhadap TKKS) ,01 [ H 2 SO 4 ] 0.1N 0.5N 1N 2N 1% Waktu Hidrolisis (menit) Gambar 18 Kadar gula pereduksi hidrolisis TKKS terdelignifikasi dengan variasi waktu dan konsentrasi H 2 SO 4

11 39 Kadar Gula Pereduksi (%) terhadap TKKS Kadar Gula Pereduksi (%) Waktu Hidrolisis (menit) 0,47 [ H 2 SO 4 ] 0.1N 0.5N 1N 2N 1% Gambar 19 Kadar gula pereduksi TKKS Tanpa delignifikasi dengan variasi waktu dan konsentrasi H 2 SO 4 Hasil optimum hirolisis kimiawi TKKS terdelignifikasi dan tanpa delignifikasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil Optimum Hidrolisis Kimiawi TKKS HCl 2N ( 120 Menit ) H 2 SO 4 2N ( 120 Menit ) Terdelignifikasi Tanpa Delignifikasi Terdelignifikasi Tanpa Delignifikasi ( % ) ( % ) ( % ) ( % ) H 2 SO 4 2N ( 120 Menit ) Optimasi lebih lanjut T=200 ; t=5;7,5;10;12,5 dan 15 menit

12 40 Berdasarkan Tabel 2 kadar gula pereduksi optimum tertinggi hidrolisis dengan H 2 SO 4 2N, 120 menit. Dari penelitian ini kadar gula pereduksi tertinggi diperoleh dari hidrolisis dengan H 2 SO 4 2N (1,01%). Hidrolisis dioptimalkan kembali dengan menaikkan suhu sampai 200 o C menggunakan H 2 SO 4 2N dengan waktu hidrolisis 5;7,5;10;12,5; dan 15 menit. Menurut Grethleim didalam Cowling (1975) hidrolisis asam harus dilakukan dalam kondisi yang tepat agar tidak dihasilkan produk terdekomposisi yang tidak diinginkan dan umumnya hidrolisis asam dilakukan dengan asam kuat pada suhu tinggi. Menurut Xiang, 2003 pada umumnya proses hirolisis bahan selulosa menggunakan H 2 SO 4 0,5% sampai 15% pada temperatur o C dan tekanan di atas 800 psi. Bila hidrolisis dilakukan pada temperatur yang lebih tinggi lagi, hasil dari degradasi gula akan terbentuk furfural dan glukosa yang dihasilkan umumnya rendah, kurang dari 50%. Hasil Hidrolisis Kimia TKKS Pada Kondisi Optimum dengan H 2 SO 4 2N suhu 200 O C Optimasi waktu hidrolisis dengan H 2 SO 4 2N menghasilkan kadar gula pereduksi tertinggi pada hidrolisis selama 10 menit, dengan nilai konversi selulosa sebesar 30,86 persen. Berdasarkan hasil tersebut hidrolisis dilanjutkan dengan memperbesar volume hidrolisis hingga lima puluh kalinya agar diperoleh filtrat dalam jumlah yang lebih banyak, filtrat tersebut digunakan sebagai substrat untuk fermentasi etanol, karena glukosa adalah sumber energi utama bagi S. cerevisiae

13 41 Gambar 20 Optimasi waktu hidrolisis dengan H 2 SO 4 2N Fermentasi Etanol Hasil Hidrolisis Kimia Pada Kondisi Optimum Sebelum dilakukan fermentasi, pengaruh negatif furfural di dalam filtrat diminimalkan dengan cara overliming hingga ph 12 dengan penambahan Ca(OH) 2 dan dipanaskan dalam oven suhu 60 O C selama 20 jam, kemudian ph diturunkan menjadi ph 5. Sebelum dilakukan overliming filtrat awalnya berwarna kuning jernih setelah dipanaskan berubah menjadi coklat. Fermentasi awalnya terjadi secara anaerobik fakultatif, karena sedikit oksigen pada bagian atas fermentor yang digunakan untuk respirasi oleh khamir S. cerevisiae. Awal fermentasi umumnya ditandai dengan munculnya gas CO 2, namun sampling sudah dilakukan sejak 2 jam setelah penanaman, karena penguraian glukosa sudah dimulai dalam sel yang ditandai dengan turunnya kadar gula pereduksi. Besarnya kadar gula pereduksi yang hilang memberikan acuan untuk menentukan kadar etanol yang diperoleh. Hasil fermentasi etanol ( Gambar 21 ) menunjukkan terjadi penurunan kadar gula pereduksi selama fermentasi. Sementara produksi etanol mencapai maksimum ( 1,82% ) pada 48 jam dan ph menurun dari 5 hingga 4,5. Jumlah gas CO2 yang terbentuk optimum pada hasi ke-3, hal tersebut kemungkinan gula pereduksi yang optimum di hari kedua dijadikan substrat untuk pertumbuhan S. cerevisiae.

14 gula pereduksi (g/l), CO2 (ml x 10), EtOH (%) ph waktu inkubasi (hari) Kadar Gula Pereduksi PH Etanol CO2 Gambar 21 Penurunan kadar gula pereduksi, ph, kenaikan volume gas CO2 dan produksi etanol oleh S. cerevisiae Khamir tumbuh optimum pada ph 4-5 sehingga kemampuannya menggunakan glukosa untuk metabolisme sel dan fermentasi etanol mencapai optimum pada ph tersebut.. Penurunan kadar etanol setelah 48 jam mungkin juga disebabkan oleh penghambatan pertumbuhan khamir oleh gula pereduksi dalam konsentrasi yang tingggi sehingga aktivitas biokonversi juga menurun. Konversi glukosa menjadi produk akhir etanol melalui fermentasi tidaklah spontan seperti reaksi kimia biasa, diperlukan waktu untuk mengalami proses glikolisis. Oleh karena itu, tidak semua substrat terkonversi, dikarenakan sebagian digunakan untuk proses pertumbuhan dan energi metabolisme. Pada fermentasi glukosa, asam piruvat merupakan senyawa antara, kemudian asan piruvat tersebut akan mengalami perubahan lebih lanjut. Penguraian glukosa menjadi asam piruvat melalui jalur Heksosa Difosfat ( Jalur Emden-Meyerhof-Parnas ) atau glikolisis ( Stainer et al ). Pada tahap ini pula, sel aerobik meregenerasi nicotinamide adenine dinukleotide ( NAD + ), yang diperlukan untuk glikolisis. Ia diperlukan untuk fungsi sel normal karena glikolisis merupakan satu-satunya sumber ATP dalam kondisi anaerobik.

15 43 Hidrolisis secara Enzimatis dan Fermentasi etanol. Metode Simultan. Hubungan penurunan kadar gula pereduksi, kenaikan gas CO 2 dan produksi etanol oleh isolat Trichoderma atau bakteri selulolitik dan S. cerevisiae dapat dilihat pada Gambar 22 dan 23 0,33 Gambar 22 Penurunan kadar gula pereduksi, ph, kenaikan gas CO 2 dan produksi etanol oleh isolat Trichoderma sp dan S. cerevisiae secara simultan Hasil analisis secara simultan menggunakan isolat Trichoderma sp dan Saccharomyces cerevisiae pada Gambar 23 memperlihatkan penurunan kadar gula pereduksi selama fermentasi. Sementara produksi etanol mencapai maksimum ( 0,33 % ) pada 72 jam, ph menurun terus hingga 5 hari (5,7-5.0). Jumlah gas CO2 yang terbentuk optimum pada hasi ke-4, hal tersebut kemungkinan gula pereduksi yang optimum di hari ketiga dijadikan substrat untuk pertumbuhan S. cerevisiae.

16 44 0,27 Gambar 23 Penurunan kadar gula pereduksi, ph, kenaikan gas CO 2 dan produksi etanol oleh isolat bakteri selulolitik dan S.cerevisiae Proses enzimatis secara simultan menggunakan isolat bakteri selulolitik dan S. cerevisiae (Gambar 23) memperlihatkan bahwa kadar gula pereduksi menurun selama fermentasi, sementara produksi etanol mencapai maksimum (0,27 %) pada 72 jam, ph menurun terus hingga 5 hari. Hidrolisis dan fermentasi dapat dilangsungkan secara simultan. Selama hidrolisis glukosa dapat langsung dikonversi menjadi etanol sehingga mengurangi akumulasi selobiosa dan glukosa dan akibatnya mempercepat hidrolisis selulosa menjadi glukosa (Wright et al. 1988)

17 45 Metode Terpisah 0,27 Gambar 24 Penurunan kadar gula pereduksi ph, kenaikan gas CO 2 dan produksi etanol oleh Trichoderma dan S.cerevisiae secara terpisah Hasil analisis proses enzimatis secara terpisah oleh isolat Trichoderma sp. dan Sascharomyces cerevisiae (Gambar 24) tersebut memperlihatkan bahwa kadar gula pereduksi setelah ditambah isolat Trichoderma dengan waktu inkubasi awal (48 jam) meningkat. Hal ini mungkin terjadi karena pada 48 jam pertama proses utama adalah pembentukan gula pereduksi. Setelah ditambahkan S. cerevisiae dan waktu inkubasi dilanjutkan hingga 144 jam menurun, sementara produksi etanol maksimum 0,27 % pada 120 jam, ph menurun hingga hari ke 4 dan pada hari ke 5 dan ke 6 tetap ( 4,22 ). Jumlah gas CO 2 terbentuk optimum pada hari ke-5.

18 46 gula pereduksi (g/l), EtOH (%), CO2 (ml) ph 0, waktu inkubasi (hari ke) Gula Pereduksi (gr/l) CO2 % Etanol ph Gambar 25 Penurunan kadar gula pereduksi ph, kenaikan gas CO 2 dan produksi etanol oleh isolat bakteri selulolitik S.cerevisiae secara terpisah Hasil analisis (Gambar 25) memperlihatkan kenaikan kadar gula pereduksi dari hari ke 0 (1 jam pertama) hingga 48 jam. Setelah 48 jam kedalam bejana ditambahkan S. cerevisiae dan waktu inkubasi dilanjutkan hingga 144 jam. Pada jam ke 72 kadar gula pereduksi menurun. Sementara produksi etanol mencapai maksimum ( 0,20 % ) pada hari ke 5, sedang ph menurun terus. Sakarifikasi dan fermentasi simultan (SFS) dapat memperbaiki kinetika fermentasi dan meningkatkan efisiensi konversi selulosa menjadi etanol 25% lebih baik dibandingkan apabila fermentasi dilangsungkan pada reaktor yang terpisah ( Spangler & Emert, 1986 ). Hal ini karena SFS dapat menekan penghambatan terhadap selulase dan β-glukosidase akibat akumulasi selobiosa dan glukosa hasil hidrolisis, mengurangi resiko kontaminasi karena terbentuknya etanol ( Philippidis et al ). Proses hidrolisis enzimatis secara bertahap dari selulosa menjadi glukosa di pengaruhi faktor penghambat yang sangat menentukan di dalam biokonversi selulosa menjadi etano. Faktor penyebab utamanya ialah adanya penghambatan produk (terutama selobiosa dan glukosa) terhadap semua tahapan hidrolisis karena rendahnya aktivitas enzim β-glukosidase dalam komplek enzim selulase (Gambar 26 ).

19 47 hambat hambat hambat Selulosa Selobiosa Glukosa Ethanol Gula lain Eksoglukanose β-glukosidase khamir endoglukanase Sakarifikasi dan Fermentasi Sinambung (SFS) Gambar 26 Tahapan hidrolisis selulosa oleh enzim dan sistem sakarifikasi dan fermentasi sinambung/simultan selulosa menjadi etanol (Koesnandar, 2001). Hasil perolehan etanol optimum enzimatis dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 3 Hasil Perolehan Etanol Optimum Enzimatis Uraian Simultan - Trichoderma sp + S. cerevisiae - Bakteri selulolitik + S. cerevisiae % Etanol 0,33 0,27 Terpisah - Trichoderma sp + S. cerevisiae - Bakteri selulolitik + S. cerevisiae 0,27 0,20 Berdasarkan data dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metode fermentasi secara simultan lebih baik dibanding secara terpisah. Isolat Trichoderma sp menghasilkan kadar etanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat bakteri selulolitik asal rayap. Hal ini mungkin disebabkan metabolisme jamur Trichoderma

20 48 lebih cepat dibandingkan bakteri selulolitik dan Trichoderma mempunyai enzim selulase yang lebih tinggi dibanding dengan mikroba asal rayap. Trichoderma merupakan salah satu jamur pelapuk lunak yang memproduksi komplek enzim selulase yang lengkap yaitu endoselulase dan eksoselulase yang dapat memutus selulosa kristalin. (Eaton dan Hale, 1993). Perbandingan hasil analisis dengan cara kimia dan enzimatis dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Perbandingan Hasil Kimia dan Enzimatis KIMIA ( H2SO4 2N, 10 menit ) ENZIMATIS Gula Pereduksi (%) Etanol ( % ) Gula Pereduksi g/l SIMULTAN Etanol ( % ) Gula Pereduksi g/l TERPISAH Etanol ( % ) 30,86 1,82 1,46 0,33 * 0,70 0,27 0,82 0,27 0,33 0,20

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 75 7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 7.1 Pendahuluan Aplikasi pra-perlakuan tunggal (biologis ataupun gelombang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil seperti solar, bensin dan minyak tanah pada berbagai sektor ekonomi makin meningkat, sedangkan ketersediaan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao BAB 1V A. Hasil Uji Pendahuluan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengukuran Kadar Gula Pereduksi Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao sebelum dan sesudah hidrolisis diperoleh

Lebih terperinci

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc Jurnal PEMANFAATAN BIOMASSA LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI BIOETANOL Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN Anggota Kelompok 7: YOSUA GILANG

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak bumi nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak bumi di Indonesia. Cadangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya aktivitas pembangunan menyebabkan jumlah sampah dan pemakaian bahan bakar. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi saat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin meningkat dengan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini berlaku global termasuk di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kegunaan kayu sengon menyebabkan limbah kayu dalam bentuk serbuk gergaji semakin meningkat. Limbah serbuk gergaji kayu menimbulkan masalah dalam penanganannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segala penciptaan Allah SWT dan fenomena alam yang terjadi pasti terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Segala penciptaan Allah SWT dan fenomena alam yang terjadi pasti terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Segala penciptaan Allah SWT dan fenomena alam yang terjadi pasti terdapat petunjuk ilmu maupun manfaat tersendiri dan kewajiban manusia sebagai ulil albab yaitu mempelajari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Pisang Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari buah pisang yang belum

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara analisis kimia limbah tanaman jagung. Kadar Air (%) = (W1-W2) x 100% W1. Kadar Abu (%) = (C-A) x 100% B

Lampiran 1. Tatacara analisis kimia limbah tanaman jagung. Kadar Air (%) = (W1-W2) x 100% W1. Kadar Abu (%) = (C-A) x 100% B LAMPIRAN Lampiran 1. Tatacara analisis kimia limbah tanaman jagung a. Analisis Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g sampel lalu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di 24 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Biokimia Jurusan Kimia FMIPA

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin

DAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i RIWAYAT HIDUP... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv PENDAHULUAN... 1 METODOLOGI... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 7 Karakteristik Bahan Baku... 7 Kadar Gula Pereduksi... 7

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL.

PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL. Pemanfaatan Sampah Sayuran sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol (Deby Anisah, Herliati, Ayu Widyaningrum) PEMANFAATAN SAMPAH SAYURAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL Deby Anisah 1), Herliati 1),

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Praktikum kali ini membahas mengenai isolasi khamir pada cider nanas. Cider merupakan suatu produk pangan berupa minuman hasil fermentasi dengan kandungan alkohol antara 6,5% sampai sekitar

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 19 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu. Bahan kimia yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain arang aktif

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah tongkol jagung manis kering yang diperoleh dari daerah Leuwiliang, Bogor. Kapang yang digunakan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN FERMENTASI Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung kadar pati rata-rata sebesar 84,83%. Pati merupakan polimer senyawa glukosa yang terdiri

Lebih terperinci

Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh :

Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh : Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh : Rizka Dwi Atika Arinda Dwi Apsari 2309 105 006 2309 105 010 Page 1 LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOKIMIA JURUSAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin

I. PENDAHULUAN. Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia semakin menipis. Menurut data statistik migas ESDM (2009), total Cadangan minyak bumi Indonesia pada tahun 2009

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana, 2012). Tauge 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Tauge Kacang Hijau Limbah tauge kacang hijau merupakan sisa produksi tauge yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge kacang hijau (Christiana,

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi Tongkol Jagung a. Analisis Proksimat Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kondisi awal tongkol jagung. Hasil analisis proksimat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pisang merupakan buah yang umum ditemui di Indonesia. Badan Pusat statistik mencatat pada tahun 2012 produksi pisang di Indonesia adalah sebanyak 6.189.052 ton. Jumlah

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Limbah tanaman jagung (LTJ) yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Bisi 2 yang komponen utamanya berupa batang, tongkol, klobot, dan daun berasal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Substrat 1. Karakterisasi Limbah Tanaman Jagung Limbah tanaman jagung merupakan bagian dari tanaman jagung selain biji yang pemanfaatannya masih terbatas. Limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. Produksi pisang Provinsi Lampung sebesar 697.140 ton pada tahun 2011 dengan luas areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi yang ramah lingkungan. Selain dapat mengurangi polusi, penggunaan bioetanol juga dapat menghemat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu dan

I PENDAHULUAN. (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu dan I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun 2010 pemakaian BBM sebanyak 388.241 ribu barel perhari dan meningkat menjadi 394.052 ribu

Lebih terperinci

Respirasi Anaerob (Fermentasi Alkohol)

Respirasi Anaerob (Fermentasi Alkohol) Respirasi Anaerob (Fermentasi Alkohol) I. TUJUAN Mengamati hasil dari peristiwa fermentasi alkohol II. LANDASAN TEORI Respirasi anaerob merupakan salah satu proses katabolisme yang tidak menggunakan oksigen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi. a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi. a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Penyiapan Inokulum dan Optimasi Waktu Inokulasi a. Peremajaan Biakan Aspergillus flavus galur NTGA7A4UVE10 Setelah dilakukan peremajaan pada agar miring

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juli 2011. Pengujian dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi Proses, Laboratorium Bioteknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia, disebabkan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan cadangan BBM semakin berkurang, karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Pada penelitian ini, indikator pertumbuhan jamur tiram putih yang diamati adalah jumlah dan lebar tudung serta waktu panen. Yang dimaksud dengan jumlah tudung ialah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Krisis energi yang terjadi di dunia dan peningkatan populasi manusia sangat kontradiktif dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut merupakan komoditas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Asam laktat merupakan senyawa asam organik yang telah digunakan dalam berbagai industri seperti makanan, minuman, kosmetik, kimia dan farmasi. Asam laktat dapat dipolimerisasi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Limbah hasil ekstraksi alginat yang digunakan pada penelitian ini dikeringkan sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Analisis yang dilakukan terhadap limbah ekstraksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persediaan bahan bakar fosil yang bersifat unrenewable saat ini semakin menipis seiring dengan meningkatnya eksploitasi manusia untuk pemenuhan kebutuhan akan bahan bakar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung a. Kadar Air Cawan kosong (ukuran medium) diletakkan dalam oven sehari atau minimal 3 jam sebelum pengujian. Masukkan cawan kosong tersebut dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di Laboratorium Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. LIGNOSELULOSA Lignoselulosa merupakan bahan penyusun dinding sel tanaman yang komponen utamanya terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Demirbas, 2005). Selulosa adalah

Lebih terperinci

APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA

APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA 1. Pembuatan sodium Sitrat (C 6 H 5 Na 3 O 7 2H 2 O) 0,1 M 1. Mengambil dan menimbang sodium sitrat seberat 29.4 gr. 2. Melarutkan dengan aquades hingga volume 1000

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Fermentasi Alkohol Fermentasi merupakan kegiatan mikroba pada bahan pangan sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikroba yang umumnya terlibat dalam fermentasi adalah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%,

BAB I. PENDAHULUAN. bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%, BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia saat ini sebagian besar masih bertumpu pada bahan bakar fosil. Kebutuhan energi nasional ditopang minyak bumi sekitar 51,66%, gas alam 28,57%

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Sulfahri ( ) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si.

Disusun Oleh : Sulfahri ( ) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si. SIDANG TUGAS AKHIR (SB 091385) Disusun Oleh : Sulfahri (1507100022) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA TUGAS AKHIR FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA Oleh: MUSTIKA HARDI (3304 100 072) Sampah Sampah dapat dimanfaatkan secara anaerobik menjadi alkohol. Metode ini memberikan alternatif

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Kimia Ubi Kayu Ubi kayu yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu varietas Darul Hidayah yang diperoleh dari Daerah Sukabumi, Jawa Barat. Ubi kayu sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteri selulolitik adalah bakteri yang memiliki kemampuan menguraikan selulosa menjadi monomer glukosa dan menjadikannya sebagai sumber karbon dan sumber energi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL Dian Pinata NRP. 1406 100 005 DOSEN PEMBIMBING Drs. Refdinal Nawfa, M.S LATAR BELAKANG Krisis Energi Sumber Energi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan adalah reject pulp yang diperoleh dari PT.RAPP. Metode hidrolisis digunakan secara biologi yaitu dengan menggunakan enzim sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri maupun untuk keperluan sehari-hari. Ethanol merupakan salah satu produk industri yang penting

Lebih terperinci

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES CEREVISIAE

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES CEREVISIAE BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG MELALUI PROSES HIDROLISIS SDAN FERMENTASI DENGAN N SACCHAROMYCES C S CEREVISIAE Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

SKRIPSI. PRODUKSI BIOETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae DARI BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr.) DENGAN VARIASI JENIS JAMUR DAN KADAR PATI

SKRIPSI. PRODUKSI BIOETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae DARI BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr.) DENGAN VARIASI JENIS JAMUR DAN KADAR PATI SKRIPSI PRODUKSI BIOETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae DARI BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr.) DENGAN VARIASI JENIS JAMUR DAN KADAR PATI Disusun oleh: Angelia Iskandar Putri NPM : 060800998 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Percobaan 1 : Penentuan bahan baku pupuk organik Penelitian tahap I bertujuan untuk mendapatkan komposisi bahan baku pupuk organik yang berkualitas dari sampah kota dan limbah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL

PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL PENGGUNAAN PRETREATMENT BASA PADA DEGRADASI ENZIMATIK AMPAS TEBU UNTUK PRODUKSI ETANOL Oleh : Hikmatush Shiyami M. (2309100063) Azizah Ayu Kartika (2309100148) Pembimbing : Ir. Mulyanto, M.T. Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara agraris (agriculture country) yang mempunyai berbagai keragaman hasil pertanian mulai dari padi, ubi kayu, sayursayuran, jagung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis Aktivitas Enzim Selulase (U/ml) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Selulase Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan bahan bakarnya semakin meningkat. Hal ini disebabkan kerena pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya penggunaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskriptif Data Data hasil penelitian ini diperoleh melalui beberapa tahapan, sehingga menghasilkan bioetanol. Pada penelitian ini diawali dengan tahap pengumpulan kulit durian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan karakteristik fisik dan kimianya, tanaman jagung (Zea mays) memiliki banyak kegunaan, berpotensi sebagai sumber bio energi dan produk samping yang bernilai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang dan Masalah. Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang dan Masalah. Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan energi makin lama makin meningkat. Peningkatan kebutuhan energi ini disebabkan oleh pertambahan penduduk yang sangat pesat dan peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Jamur Tiram Pertumbuhan jamur tiram ditentukan oleh jenis dan komposisi media yang digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan miselium,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Molase Molase adalah hasil samping dari proses pembuatan gula tebu. Meningkatnya produksi gula tebu Indonesia sekitar sepuluh tahun terakhir ini tentunya akan meningkatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS INVENTORI Analisis inventori yang dilakukan meliputi input kebutuhan bahan baku, penggunaan alat dan energi yang dibutuhkan serta output yaitu produk dan pencemaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar 123 kalori per 100 g bahan (Rukmana, 1997). Berdasarkan kandungan tersebut, ubi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan. Oleh karena

Lebih terperinci