METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 IV. METODOLOGI PENELITIAN Dalam menganalisis dampak kebijakan perdagangan terhadap kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer, digunakan model ekonometrika sebagai alat analisis, dan dibangun sesuai dengan kerangka pemikiran pada bab sebelumnya. Model operasional disusun berdasarkan model yang telah dikembangkan oleh Labys (1973) dan Sinaga (1989) dengan penekanan pada kebijakan perdagangan yang merupakan variabel kebijakan (eksogen) pada persamaan-persamaan struktural yang ada. Model struktural diharapkan merupakan representasi dari seluruh variabel endogen dan variabel eksogen yang secara operasional menghasilkan tanda dan besaran nilai-nilai penduga parameter yang sesuai dengan harapan teori ekonomi. Aspek dinamis dari persamaan struktural diakomodasikan dengan cara memasukkan variabel endogen tahun sebelumnya (lagged variables) ke dalam model dalam bentuk persamaan simultan Model Operasional Model Ekonometrika Produk Industri Pengolahan Kayu Primer Indonesia dibentuk sebagai sistem persamaan simultan dan dinamis. Model terdiri dari empat blok yaitu blok Kayu Bulat, blok Kayu Gergajian, blok Kayu Lapis dan blok Pulp, setiap blok terdiri dari beberapa persamaan yang jumlah keseluruhannya 39 persamaan, yaitu 25 persamaan struktural dan 14 persamaan identitas. Seluruh blok merupakan satu sistem persamaan, yang menggambarkan keterkaitan kebijakan perdagangan dengan kinerja ekspor produk pengolahan kayu primer Indonesia.

2 Kayu Bulat 1. Produksi Kayu Bulat Domestik: QRINA = a0 + a1 DPRINAR + a2 INRTS + a3 PSDH + a4 LDNRBS + a5 UPAH + a6 LQRINA+ Ut;... (01) QRINA = Produksi Kayu Bulat Domestik (1000 m 3 ) DPRINAR = Selisih Harga Kayu Bulat Domestik t dan t-1 (Rp/m 3 ) INRTS = Suku Bunga Riil (%) PSDH LDNRBS UPAH = Provisi Sumber Daya Hutan (Juta Rupiah) = Lag Dana Reboisasi (Juta Rupiah) = Upah Tenaga Kerja (Rp/hari) LQRINA = Lag Produksi Kayu Bulat Domestik (1000 m 3 ) t = Tahun ke t t-1 = Time Lag (satu tahun sebelumnya) U = Error Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : a1, a2, a3 > 0; a4, a5, a6 < 0 2. Ekspor Kayu Bulat Indonesia XRINA = b0 + b1 PRWORR + b2 DNTINA + b3 DQRINA + b4 DUMLRX + b5 TAXER + b6 LXRINA + Ut;... (02) XRINA = Ekspor Kayu Bulat Indonesia (1000 m 3 ) PRWORR = Harga Riil Kayu Bulat Dunia(US$/m 3 ) DNTINA = Selisih Nilai Tukar t dengan Nilai Tukar t-1

3 63 DQRINA = Selisih Produksi t dengan Produksi t-1 (m 3 ) DUMLRX TAXER = Dummy Larangan Ekspor = Pajak Ekspor (persen) LXRINA = Lag Ekpor Kayu Bulat (1000/m 3 ) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : b1, b2, b3 > 0; b4, b5, b6 < 0 3. Penawaran Kayu Bulat Domestik SRINA = QRINA XRINA;... (03) dimana: SRINA QRINA XRINA = Penawaran Kayu Bulat Domestik = Produksi Kayu Bulat Domestik = Ekspor Kayu Bulat Indonesia 4. Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Gergajian DRSINA = e0 + e1 PRINAR + e2 PSINAR + e3 DINRTS + e4 LDRSINA + Ut;... (04) DRSINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Gergajian (1000 m 3 ) PRINAR = Harga Kayu Bulat Domestik (Rp/ m 3 ) PSINAR = Harga Riil Kayu Gergajian Domestik (m 3 /Rp) DINRTS = Selisih Bunga Bank pada Tahun t dengan t-1 LDRSINA = Lag Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Gergajian (1000 m 3 ) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : e1, e2>0; e3, e4<0

4 64 5. Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Lapis DRLINA = f0 + f1 PRINAR + f2 DPLINAR + f3 INRTS + f4 LDRLINA + Ut;... (05) DRLINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Lapis (1000 m 3 ) PRINAR = Harga Kayu Bulat Domestik (Rp/m 3 ) DPLINAR = Selisih Harga Kayu Bulat Domestik Tahun t dengan Harga Kayu Bulat Domestik Tahun t-1 INRTS = Suku Bunga Bank (persen) LDRLINA = Lag Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Lapis (m 3 ) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : f1, f2>0; f3, f4<0 6. Permintaan Kayu bulat oleh Industri Pulp DRPINA = g0 + g1 PRINAR + g2 PPINAR + g3 INRTS + g4 LDRPINA + Ut;... (06) DRPINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Pulp (1000 m 3 ) PRINAR = Harga Kayu Bulat Domestik (Rp/m 3 ) PPINAR = Harga Pulp Domestik (Rp/m 3 ) INRTS = Suku Bunga Bank (persen) LDRPINA = Lag Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Pulp (1000 m 3 ) 7. Permintaan Kayu Bulat Domestik DRINA = DRSINA + DRLINA + DRPINA;... (07) DRINA = Permintaan Kayu Bulat Domestik (1000 m 3 )

5 65 DRSINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Gergajian (1000 m 3 ) DRLINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Lapis (1000 m 3 ) DRPINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Pulp (1000 m 3 ) 8. Harga Kayu Bulat Domestik PRINAR = c0 + c1 SRINA + c2 DRINA + c3 LPRWORR + c4 LPRINAR + Ut;... (08) PRINAR = Harga Kayu Bulat Domestik (Rp/m 3 ) SRINA = Penawaran Kayu Bulat (m 3 ) DRINA LPRWORR LPRINAR = Permintaan Kayu Bulat Domestik = Lag Harga Kayu Bulat Dunia = Lag Harga Riil Kayu Bulat Domestik (Rp/m3) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : c1, c2>0; c3, c4<0 9. Harga Kayu Bulat Dunia PRWORR = d0 + d1 DXRINA + d2 MRWOR + d3 LPRWORR + Ut;... (09) PRWORR = Harga Riil Kayu Bulat Dunia (US$/m 3 ) DXRINA MRWOR LPRWORR = Selisih Ekspor KB Indonesia pada t dengan Lagnya = Impor Kayu Bulat Dunia = Lag Harga Kayu Bulat Dunia Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : d1 > 0; d2, d3 < Kayu Gergajian 10. Produksi Kayu Gergajian Domestik

6 66 QSINA = K 1 * DRSINA;... (10) QSINA = Produksi Kayu Gergajian Domestik (1000 m 3 ) K 1 = Konstanta Rendemen Kayu Gergajian (0,50) DRSINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Gergajian (1000 m 3 ) 11. Ekspor Kayu Gergajian ke Cina XSCIN = h0 + h1 DPSWORR + h2 PSINAR + h3 QSINA + h4 NTINA + h5 GDCIN + h6 TW + h7 LXSCIN + Ut;... (11) XSCIN = Ekspor Kayu Gergajian ke Cina (1000 m 3 ) DPSWORR = Selisih Harga Riil Dunia Kayu Bulat dengan Harga Lagnya (US$/m 3 ) PSINAR = Harga Riil Kayu Gergajian Domestik (Rp/m 3 ) QSINA = Produksi Kayu Gergajian Domestik (1000 m 3 ) NTINA = Nilai Tukar Rupiah terhadap US $ GDCIN TW LXSCIN = GDP Cina = Kecenderungan Waktu = Lag XSCIN Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : h1, h2, h3, h4 > 0; h5, h6, h7 < Ekspor Kayu Gergajian ke Jepang XSJPN = i0 + i1 PSWORR + i2 PSINAR + i3 QSINA + i4 NTINA + i5 FPOJPN + i6 LXSJPN + Ut;... (12)

7 67 XSJPN = Ekspor Kayu Gergajian ke Jepang (1000m 3 ) PSWORR = Harga Kayu Gergajian Dunia (US $/m 3 ) PSINAR = Harga Riil Kayu Gergajian Domestik (Rp/m 3 ) QSINA = Produksi Kayu Gergajian Domestik (1000m 3 ) NTINA FPOJPN = Nilai Tukar Rupiah = Pertumbuhan Penduduk Jepang (persen) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : i1, i2, i3 > 0; i4, i5, i6 < Ekspor Kayu Gergajian ke Arab Saudi XSARB = j0 + j1 PSWORR + j2 PSINAR + j3 QSINA + j4 NTINA + j5 TW + j6 LXSARB + Ut;... (13) XSARB = Ekspor Kayu Gergajian ke Arab Saudi (1000 m 3 ) PSWORR = Harga Dunia Kayu Bulat (US $/m 3 ) PSINAR = Harga Riil Kayu Gergajian Domestik (Rp/m 3 ) QSINA = Produksi Kayu Gergajian Domestik (1000 m 3 ) NTINA = Nilai Tukar Rupiah terhadap US $ TW LXSARB = Kecenderungan Waktu = Lag Ekspor Kayu Gergajian ke Arab Saudi Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : j1, j2, j3 > 0; j4, j5, j6 < Ekspor Kayu Gergajian Indonesia XSINA = XSCIN + XSJPN + XSARB + XSOTH;. (14) dimana:

8 68 XSINA XSCIN XSJPN XSARB XSOTH = Ekspor Kayu Gergajian Indonesia = Ekspor Kayu Gergajian ke Cina = Ekspor Kayu Gergajian ke Jepang = Ekspor Kayu Gergajian ke Arab = Ekspor Kayu Gergajian ke Negara Lain 15. Ekspor Kayu Gergajian Dunia XSWORT = XSINA + XPWOTH;.. (15) dimana: XSWORT XSINA XPWOTH = Ekspor Kayu Gergajian Dunia = Ekspor Kayu Gergajian Indonesia = Ekspor Kayu Gergajian Negara Lain 16. Penawaran Kayu Gergajian Domestik SSINA = QSINA - XSINA;... (16) dimana: SSINA QSINA = Penawaran Kayu Gergajian Domestik = Produksi Kayu Gergajian Domestik 17. Permintaan Kayu Gergajian Domestik DSINA = k1 DPSINAR + k2 PLINAR + k3 GDINA + k4 TW + k5 LDSINA + Ut;... (17) DSINA = Permintaan Kayu Bulat Domestik (1000 m 3 ) DPSINAR PLINAR GDINA = Selisih Harga KG pada t dengan Harga lagnya = Harga Riil Kayu Lapis Domestik = Produk Domestik Bruto Indonesia

9 69 TW = Kecenderungan Waktu LDSINA = Lag Permintaan Kayu Gergajian (1000 m 3 ) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : k1, k2, k3 > 0; k4, k5 < Harga Kayu Gergajian Domestik PSINAR = m0 + m1 SSINA + m2 DDSINA + m3 PSWORR + m4 LPSINAR + Ut;... (18) PSINAR = Harga Kayu Gergajian Domestik (Rp/m 3 ) SSINA DDSINA = Penawaran Kayu Gergajian Domestik = Selisih Permintaan Kayu Gergajian (KG) pada t dengan Permintaan KG pada t-1 PSWORR = Harga Riil Kayu Gergajian Dunia (US$/m 3 ) LPSINAR = Lag Harga Kayu Gergajian Domestik(Rp/m 3 ) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : m1, m2 > 0; m3, m4 < Harga Kayu Gergajian Dunia PSWORR = l0 + l1 XSWORT + l2 DMSWORT + l3 LPSWORR + Ut;... (19) PSWORR = Harga Kayu Gergajian Dunia (US$/m 3 ) XSWORT = Ekspor Kayu Gergajian Dunia DMSWORT = Selisih Impor Kayu Gergajian Dunia pada Tahun t dengan Impor Kayu Gergajian pada t-1 LPSWORR = Lag PSWORR

10 70 Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : l1, l2 > 0; l3 < Kayu Lapis 20. Produksi Kayu Lapis Domestik QLINA = K 1 * DRLINA;... (20) QLINA = Produksi Kayu Lapis Domestik (1000 m 3 ) K 1 = Konstanta Rendemen Kayu Lapis (0,55) DRLINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Kayu Lapis (1000 m 3 ) 21. Ekspor Kayu Lapis ke Cina XLCIN = n0 + n1 DPLWORR + n2 PLINAR + n3 QLINA + n4 FNTINA + n5 TW + n6 LXLCIN + Ut;... (21) XLCIN = Ekspor Kayu Lapis ke Cina (1000 m 3 ) DPLWORR = Harga Riil Kayu Lapis Dunia (US$/m 3 ) PLINAR = Produksi Kayu Gergajian (m 3 ) QLINA = Produksi Kayu Lapis Domestik (1000 m 3 ) FNTINA = Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah terhadap US $ TW LXLCIN = Kecenderungan Waktu = Lag XLCIN Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : n1, n2, n3>0; n4, n5, n6<0 22. Ekspor Kayu Lapis ke Jepan

11 71 XLJPN = o0 + o1 DPLWORR + o2 DPLINAR + o3 QLINA + o4 FNTINA + o5 TW + o6 LXLJPN + Ut;... (22) XLJPN = Ekspor Kayu Lapis ke Jepang (m 3 ) DPLWORR DPLINAR = Selisih Harga Kayu Lapis Dunia pd t dengan lagnya = Selisih Harga Kayu Lapis pada t dengan Harga Kayu Lapis pada t-1 QLINA = Produksi Kayu Lapis Indonesia (1000 m 3 ) FNTINA = Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah terhadap US $ TW = Kecenderungan Waktu LXLJPN = Ekspor Kayu Gergajian ke Jepang pada t-1 (1000 m 3 ) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : o1, o2, o3 > 0; o4, o5, o6 < Ekspor Kayu Lapis ke Korea Selatan XLKRA = p0 + p1 DPLWORR + p2 DPLINAR + p3 QLINA + p4 FNTINA + p5 TW + p6 LXLKRA + Ut;... (23) XLKRA = Ekspor Kayu Lapis ke Korea Selatan (1000 m 3 ) DPLWORR DPLINAR = Selisih Harga Kayu Lapis Dunia pada t dengan Harga Kayu Lapis Dunia pada t-1 = Selisih Harga Kayu Lapis Domestik pada t dengan Harga Kayu Lapis Domestik pada t-1 QLINA = Produksi Kayu Lapis Indonesia (1000 m 3 ) FNTINA = Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah terhadap US $ TW = Kecenderungan Waktu LXLKRA = Ekspor Kayu Lapis ke Korea Selatan pada t-1 (1000 m 3 )

12 72 Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : p1, p2, p3 > 0; p4, p5, p6 < Ekspor Kayu Lapis Indonesia XLINA = XLCIN + XLJPN + XLKRA + XLOTHR ; (24) dimana: XLPINA XLCIN XLPJPN XLPKRA XLPOTHR = Ekspor Kayu Lapis Indonesia = Ekspor Kayu Lapis ke Cina = Ekspor Kayu Lapis ke Jepang = Ekspor Kayu Lapis ke Korea = Ekspor Kayu Lapis ke Negara Lain 25. Ekspor Kayu Lapis Dunia XLWORT = XLINA + XLWOTH;... (25) dimana: XLWORT XLINA XLWOTH = Ekspor Kayu Lapis Dunia = Ekspor Kayu Lapis Indonesia = Ekspor Kayu Lapis Negara Lain 26. Penawaran Kayu Lapis Domestik SLINA = QLINA - XLINA;... (26) dimana: SLINA = Penawaran Kayu Lapis Domestik 27. Permintaan Kayu Lapis Domestik DLINA = q1 PLINAR + q2 PSINAR + q3 GDINA + Ut;... (27) DLINA = Permintaan Kayu Lapis Domestik (1000 m 3 )

13 73 PLINAR = Harga Riil Kayu Lapis Domestik (Rp/m 3 ) PSINAR = Harga Kayu Riil Gergajian Domestik (Rp/m 3 ) GDINA = Produk Domestik Bruto Indonesia Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : q1, q2 > 0; q3 < Harga Kayu Lapis Domestik PLINAR = s1 SLINA + s2 DDLINA + s3 PLWORR + s4 LPLINAR + Ut;... (28) PLINAR = Harga Kayu Lapis Domestik (Rp/m 3 ) SLINA = Penawaran Kayu Lapis Domestik (1000 m 3 ) DDLINA PLWORR = Selisih Penawaran Kayu Lapis Domestik pada t dengan Suplai Kayu Lapis t-1 = Harga Riil Kayu Lapis Dunia LPLINAR = Lag Harga Kayu Lapis Domestik (Rp/m 3 ) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : s1, s2>0; s3, s4< Harga Kayu Lapis Dunia PLWORR = r0 + r1 DXLWORT + r2 MLWOR + r3 LPLWORR + Ut;... (29) PLWORR = Harga Kayu Lapis Dunia (US $) DXLWORT MLWOR = Selisih Ekspor Kayu Lapis Dunia pada t dengan Ekspor Kayu Lapis pada t-1 = Impor Kayu Lapis Indonesia LPLWORR = Harga Riil Kayu Lapis Dunia pada t-1 (US $)

14 74 Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : r1, r2 > 0; r3 < Pulp 30. Produksi Pulp Domestik QPINA = K 1 * DRPINA;... (30) QPINA = Produksi Pulp Domestik (1000 ton) K 1 = Konstanta Rendemen Pulp (0,25) DRLINA = Permintaan Kayu Bulat oleh Industri Pulp (1000 m 3 ) 31. Ekspor Pulp ke Cina XPCIN = t0 + t1 DPPWORR + t2 DPPINAR + t3 QPINA + t4 DNTINA + t5 TW + t6 LXPCIN + Ut;.. (31) dimana: XPCIN = Ekspor Pulp ke Cina (m 3 ) DPPWORR DPPINAR QPINA = Selisih Harga Pulp Dunia pada t dengan Harga Pulp Dunia pada t-1 (US $) = Selisih Harga Pulp Domestik pada t dengan Harga Pulp Domestik pada t-1 (Rp/m 3 ) = Produksi Pulp Domestik DNTINA = Selisih Nilai Tukar pada t dengan Nilai Tukar pada t-1 TW LXPCIN = Kecenderungan Waktu = Lag Ekspor Pulp ke Cina (ton) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : t1, t2, t3 > 0; t4, t5, t6 < Ekspor Pulp ke Jepang

15 75 XPJPN = u0 + u1 DPPWORR + u2 DPPINAR + u3 QPINA + u4 DNTINA + u5 TW + u6 LXPJPN + Ut;.. (32) XPJPN DPPWORR DPPINAR QPINA = Ekspor Pulp ke Jepang (ton) = Selisih Harga Pulp Dunia pada t dengan Harga Pulp Dunia pada t-1 (US $) = Selisih Harga Pulp Domestik pada t dengan Harga Pulp Domestik pada t-1 (Rp/m 3 ) = Produksi Pulp Domestik DNTINA = Selisih Nilai Tukar pada t dengan Nilai Tukar pada t-1 (Rp/m3) TW LXPJPN = Kecenderungan Waktu = Ekspor Pulp ke Jepang (ton) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : u1, u2, u3 > 0; u4, u5, u6 < Ekspor Pulp ke Korea Selatan XPKRA = v0 + v1 DPPWORR + v2 DPPINAR + v3 QPINA + v4 DNTINA + v5 TW + v6 LXPKRA + Ut;... (33) XPKRA DPPWORR DPPINAR QPINA DNTINA TW = Ekspor Pulp ke Korea Selatan (ton) = Selisih Harga Pulp Dunia pada t dengan Harga Pulp Dunia pada t-1 (US $) = Selisih Harga Pulp Domestik pd t dengan lagnya = Produksi Pulp Domestik (1000 ton) = Selisih Nilai Tukar Rupiah pada t dengan Nilai Tukar Rupiah pada t-1 = Kencenderungan Waktu

16 76 LXPKRA = Lag Ekspor Pulp ke Korea Selatan (ton) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : v1, v2, v3 > 0; v4, v5, v6 < Ekspor Pulp Indonesia XPINA = XPCIN + XPJPN + XPKRA + XPOTHR ;.. (34) dimana: XPINA XPCIN XPJPN XPKRA XPOTHR = Ekspor Pulp Indonesia = Ekspor Pulp ke Cina = Ekspor Pulp ke Jepang = Ekspor Pulp ke Korea = Ekspor Pulp ke Negara Lain 35. Ekspor Pulp Dunia dimana: XPWORT = XPINA + XSWOTH;... (35) XPWORT XPINA XSWOTH = Ekspor Pulp dunia = Ekspor Pulp Indonesia = Ekspor Pulp Negara Lain 36. Penawaran Pulp Domestik SPINA = QPINA - XPINA;... (36) dimana: SPINA QPINA = Penawaran Pulp Domestik = Produksi Pulp Indonesia 37. Permintaan Pulp Domestik DPINA = x0 + x1 LPPINAR + x2 GDINA + x3 LDPINA + Ut;.. (37)

17 77 DPINA GDINA LDPINA = Permintaan Pulp Domestik = GDP Indonesia = Lag Permintaan Pulp Domestik Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : x1, x2 > 0; x3 < Harga Pulp Domestik PPINAR = y0 + y1 LSPINA + y2 DPINA + y3 PPWORR + y4 LPPINAR + Ut;... (38) PPINAR LSPINA DPINA PPWORR LPPINAR = Harga Pulp Domestik (Rp/ton) = Lag SPINA = Permintaan Pulp Domestik (ton) = Harga Pulp Dunia (US$/ton) = Lag Harga Pulp Domestik (Rp/ton) Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : y1, y2 > 0; y3, y4 < Harga Pulp Dunia PPWORR = w1 LXPWORT + w2 MPWOR + w3 LPPWORR + Ut;..(39) PPWORR LXPWORT MPWOR LPPWORR = Harga Pulp Dunia = Lag Ekspor Pulp Dunia = Impor Pulp Dunia = Lag Harga Pulp Dunia Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah : w1, w2 > 0; w3< 0

18 Identifikasi Model Sebelum melakukan pendugaan model dilakukan identifikasi model untuk menentukan metode pendugaan yang akan digunakan. Jika suatu persamaan struktural (atau model secara keseluruhan) under identified, maka parameterparameternya tidak dapat diduga dengan metode ekonometrika. Jika persamaan (atau model) exactly identified, maka metode yang paling tepat digunakan adalah Indirect Least Squares (ILS), sedangkan jika over identified maka berbagai metode dapat digunakan seperti Two Stage Least Squares (2SLS) atau Three Stage Least Squares (3SLS). Identifikasi model dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pengujian terhadap model struktural (order condition) atau pengujian terhadap model reduced form (rank conditions) (Koutsoyiannis, 1978). Dalam studi ini digunakan cara yang pertama karena lebih sederhana dan lebih mudah dari cara yang kedua. Persyaratan agar suatu persamaan dikatakan teridentifikasi (identified) adalah jika jumlah seluruh variabel (endogen dan predetermined) yang tidak terdapat dalam persamaan yang bersangkutan, tetapi termasuk kedalam persamaan-persamaan lainnya, sekurang-kurangnya harus sebanyak jumlah seluruh variabel endogen dalam model (sistem persamaan) dikurang satu. Dalam notasi dapat dituliskan sebagai berikut (Koutsoyiannis, 1978) : Jika : (K - M) < (G - 1), maka persamaan under identified (K - M) = (G - 1), maka persamaan exactly identified (K - M) > (G - 1), maka persamaan over identified G = Jumlah total persamaan (jumlah total variabel endogen) K = Jumlah total variabel dalam model (endogen dan predetermined)

19 79 M = Jumlah variabel (endogen dan eksogen) dalam persamaan yang diidentifikasi. Model yang dibangun terdiri dari 25 persamaan struktural, 3 persamaan teknis produksi dan 11 persamaan identitas. Menggunakan pengujian model struktural (order condition) menghasilkan bahwa model Produk Industri Pengolahan Kayu Primer Indonesia over identified Metode Pendugaan Model Secara umum metode 3 SLS akan memberikan parameter dugaan yang lebih efisien secara asimtotik dari pada metode 2 SLS, tetapi metode 3 SLS lebih sensitif terhadap jumlah sampel dan kesalahan spesifikasi. Jika ada satu perubahan spesifikasi pada salah satu persamaan dalam sistem dapat mempengaruhi nilai dugaan parameter lainnya. Disamping itu metode 3 SLS memerlukan data sampel yang lebih besar dari pada metode 2 SLS, jika semua parameter persamaan strukturalnya diduga pada waktu yang sama (Koutsiyannis, 1978). Johnston (1972) dalam Sinaga (1989), menyebutkan bahwa berbagai tipe studi Monte Carlo menunjukkan bahwa metode yang konsisten dan efisien secara asimtotis adalah metode 2SLS, karena memberikan parameter dugaan yang paling mantap (robust). Disamping itu telah diterima sebagai pendekatan persamaan tunggal yang paling penting untuk menduga model yang over identified dan menggambarkan pemakaian yang lebih umum. Karena model Produk Industri Pengolahan Kayu Primer Indonesia over identified maka digunakan metode 2 SLS untuk menduga parameter persamaan struktural. Hal ini juga dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan data sampel

20 80 dan kemungkinan perubahan spesifikasi model untuk alternatif analisis simulasi kebijakan Validasi Model Untuk mengetahui apakah model yang dibangun cukup baik digunakan untuk simulasi, evaluasi dan peramalan dampak alternatif kebijakan, maka terlebih dahulu dilakukan validasi model melalui simulasi dasar dinamik dengan metode Gauss-Seidel. Suatu model valid apabila nilai-nilai dugaan peubah endogen yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan nilai-nilai aktualnya. Ukuran yang digunakan untuk mengetahui baik atau tidaknya suatu model adalah Mean Percentage Error (MPE), Root Mean Square Percentage Error (RMSPE) dan koefisien U-Theil, dimana semakin kecil nilai MPE, RMSPE dan U-Theil maka model semakin baik. Ketiga ukuran tersebut dapat dituliskan dalam rumus sebagai berikut: T MPE = 1/T ( Y s t - Y a t ) / Y a t t=1 T RMSPE = [ 1/T {( Y s t - Y a t ) / Y a t } 2 ] 0.5 t=1 dimana: T = Jumlah periode (tahun) simulasi Y s t = Nilai estimasi pengamatan pada periode ke-t Y a t = Nilai pengamatan aktual pada periode ke-t Koefisien U-Theil digunakan untuk uji statistik dan berhubungan dengan error simulasi. Disamping itu juga digunakan untuk mengevaluasi hasil simulasi historis (Pindyck dan Rubinfeld, 1981). Proporsi bias U M, U S dan U C merupakan

21 81 indikator bias berdasarkan sumbernya. U M menunjukkan indikasi terjadinya error sistem karena hanya mengukur deviasi nilai rata-rata hasil simulasi dari data aktualnya. Dengan demikian diharapkan nilai U M mendekati nol, berapapun nilai U-Theil yang diperoleh. U S mencerminkan kemampuan model untuk mengikuti perilaku data aktual dari peubah yang diamati, dimana semakin kecil nilai U S maka akan semakin baik daya prediksi model yang dibangun. U C merupakan bias residu dari U M dan U S, dan sering disebut sebagai error yang bukan berasal dari sistem (nonsystematic error) serta nilainya harus mendekati satu. T [ 1/T (Y s t - Y a t ) 2 ] 0.5 t=1 U-Theil = T T [1/T (Y s t ) 2 ] [1/T (Y a t ) 2 ] 0.5 t=1 t=1 U M = (Y s t - Y a t ) 2 (1/T) (Y s t - Y a t ) 2 U S = ( s - a ) 2 (1/T) (Y s t - Y a t ) 2 U C = 2(1 - ) s a (1/T) (Y s t - Y a t ) 2

22 82 Y s t, Y a t, s, dan a masing-masing merupakan rata-rata dan standar deviasi dari Y s t dan Y a t. Hubungan antara ketiga proporsi bias tersebut adalah : U M + U S + U C = 1. Untuk setiap nilai U > 0, seharusnya U M = U S = 0 dan U C = 1. Namun demikian hal itu sulit dipenuhi, oleh karena itu untuk memperoleh nilai prediksi yang baik, nilai U M dan U S adalah mendekati 0 dan nilai U C mendekati Simulasi Kebijakan Simulasi kebijakan dilakukan untuk mengevaluasi berbagai dampak kebijakan pemerintah yang diwakili oleh nilai variabel bebas atau variabel penjelas terhadap variabel endogen. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka untuk simulasi kebijakan periode atau simulasi historis kebijakan yang akan disimulasikan adalah: 1. Kenaikan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) terhadap kayu bulat, PSDH dikenakan pada setiap kayu bulat yang diproduksi dan besarnya dapat berubah sesuai dengan kebijakan Pemerintah. Dalam simulasi di prediksi PSDH naik 10 persen dari tarif yang berlaku. Hal ini untuk mengimbangi kenaikan normatif inflasi. 2. Kenaikan pungutan Dana Reboisasi 20 persen dari tarif yang berlaku, dengan asumsi bahwa dana reboisasi saat ini masih terlalu rendah karena pada dasarnya adalah dana yang dipungut dari Pemegang Hak Pengusahaan Hutan, Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan, dan Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu, atas pemungutan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi, pembangunan, HTI (Hutan Tanam Indonesia), dan rehabilitasi lahan.

23 83 3. Depresiasi nilai tukar rupiah sebesar 10 persen atau senilai 90% dari nilai tukar yang berlaku. 4. Kenaikan suku bunga bank 20 persen dari rata-rata suku bunga bank yang berlaku dengan asumsi tingkat resiko di bidang kehutanan meningkat sehingga bunga bank untuk investasi industri meningkat. 5. Kenaikan upah tenaga kerja kehutanan 10 persen dari tarif yang berlaku, kenaikan ini pada dasarnya hanya untuk mengimbangi kenaikan inflasi yang secara normatif kebijakan makro ekonomi ditekan dibawah 10 persen. 6. Penghapusan larangan ekspor kayu bulat (log): kebijakan larangan ekspor kayu bulat bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari kayu bulat dengan diolah melalui industri pengolahan kayu primer di dalam negeri yaitu industri kayu gergajian, industri kayu lapis, dan industri pulp. Implikasinya dari kebijakan ini harga kayu bulat di dalam negeri menjadi murah. Pengurangan produksi kayu bulat melalui kebijakan soft landing - 50 persen dari produksi satu tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil simulasi historis tersebut dan juga mempertimbangkan relevansinya maka ada perbedaan kebijakan yang akan disimulasikan untuk peramalan tahun yaitu skenario: 1. Kenaikan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) terhadap kayu bulat. Dalam simulasi di prediksi PSDH naik 10 persen dari tarif yang berlaku. Hal ini untuk mengimbangi kenaikan normatif inflasi. 2. Kenaikan pungutan Dana Reboisasi 20 persen dari tarif yang berlaku, dengan asumsi bahwa dana reboisasi saat ini masih terlalu rendah karena

24 84 pada dasarnya adalah dana yang dipungut dari Pemegang Hak Pengusahaan Hutan, Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan, dan Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu, atas pemungutan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu dalam rangka reboisasi, pembangunan, HTI (Hutan Tanam Indonesia), dan rehabilitasi lahan. 3. Penurunan suku bunga bank 5 persen dari rata-rata suku bunga bank yang berlaku, dengan asumsi bahwa pemerintah akan memberi insentif melalui penurunan bunga bank bagi industri perkayuan untuk lebih bersaing ditingkat internasional, mengingat bahwa investasi dibidang kehutanan memerlukan jangka waktu lama untuk pengembalian investasinya. 4. Penghapusan larangan ekspor kayu bulat (log): kebijakan larangan ekspor kayu bulat bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari kayu bulat yang diolah menjadi produk industri pengolahan kayu primer di dalam negeri yaitu produk kayu gergajian, produk kayu lapis, dan produk pulp. 5. Kenaikan upah tenaga kerja kehutanan 10 persen dari tarif yang berlaku, kenaikan ini pada dasarnya hanya untuk mengimbangi kenaikan inflasi yang secara normatif melalui kebijakan makro ekonomi ditekan dibawah 10 persen. 6. Pengurangan kuota produksi kayu bulat melalui kebijakan soft landing -50 persen dari produksi satu tahun sebelumnya. 7. Pengurangan kuota ekspor kayu bulat 50 persen. 8. Penawaran kayu bulat domestik naik 50 persen 9. Kombinasi skenario 1, 2, 3, 4 dan 5 : merupakan kombinasi kebijakan kenaikan PSDH 10 persen, kenaikan dana reboisasi 20 persen, penurunan

25 85 suku bunga bank 5 persen, penghapusan larangan ekspor kayu bulat dan kenaikan upah tenaga kerja 10 persen. 10. Kombinasi skenario 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 : merupakan kombinasi kebijakan kenaikan PSDH 10 persen, kenaikan dana reboisasi 20 persen, penurunan suku bunga bank 5 persen, penghapusan larangan ekspor kayu bulat, kenaikan upah tenaga kerja 10 persen dan penurunan kuota produksi kayu bulat 50 persen. 11. Kombinasi skenario 1, 2, 3, 4, 5 dan 7 : merupakan kombinasi kebijakan kenaikan PSDH 10 persen, kenaikan dana reboisasi 20 persen, penurunan suku bunga bank 5 persen, penghapusan larangan ekspor kayu bulat, kenaikan upah tenaga kerja 10 persen dan penurunan kuota ekspor kayu bulat 50 persen. 12. Kombinasi skenario 1, 2, 3, 4, 5 dan 8 : merupakan kombinasi kebijakan kenaikan PSDH 10 persen, kenaikan dana reboisasi 20 persen, penurunan suku bunga bank 5 persen, penghapusan larangan ekspor kayu bulat, kenaikan upah tenaga kerja 10 persen dan kenaikan jumlah penawaran kayu bulat domestik 50 persen Sumber Data Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia, Food and Agricultural Organization (FAO), International Tropical Timber Organization (ITTO) dan Departemen Kehutanan, serta hasil penelitian terdahulu yang masih relevan terhadap materi penelitian.

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA EKSPOR PRODUK INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU PRIMER INDONESIA DISERTASI BAMBANG SUKMANANTO

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA EKSPOR PRODUK INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU PRIMER INDONESIA DISERTASI BAMBANG SUKMANANTO DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA EKSPOR PRODUK INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU PRIMER INDONESIA DISERTASI BAMBANG SUKMANANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pool data 13 kabupaten dan satu kota di Kalimantan Tengah selama periode 1995-2005. Data sekunder yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series tahunan dengan rentang waktu penelitian dari tahun 1980 sampai 2008. Data dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB),

Lebih terperinci

V. EVALUASI MODEL. BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model.

V. EVALUASI MODEL. BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model. V. EVALUASI MODEL BAB V membahas hasil pendugaan, pengujian dan validasi model. Pembahasan dibedakan untuk masing-masing blok, yang terdiri dari: (1) blok makroekonomi, (2) blok deforestasi, dan (3) blok

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data APBD Kabupaten/Kota dan Provinsi di Indonesia tahun 2005-2009 yang diperoleh dari Dirjen Perimbangan

Lebih terperinci

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER P R O S I D I N G 186 DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER Novi Haryati, Soetriono, Anik Suwandari Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan statistik sebagai alat bantu untuk mengambil keputusan yang lebih baik telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan. Setiap orang, baik sadar maupun

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Perumusan Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras di Indonesia Model merupakan abstraksi atau penyederhanaan dari fenomena yang terjadi. Dengan penyederhanaan itu,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun 2011. Data time series merupakan data

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Hutan alam dan hutan tanaman industri adalah penawaran utama bahan baku industri pengolahan kayu primer, yaitu industri kayu lapis, industri kayu gergaji

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

Model Persamaan Simultan

Model Persamaan Simultan Model Persamaan Simultan Dalam peristiwa ekonomi seringkali ditemukan bahwa beberapa variabel saling mempengaruhi. Contoh : Pendapatan akan mempengaruhi konsumsi, artinya jika pendapatan naik maka diharapkan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta dan Kementrian Keuangan. Data yang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN 55 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan studi pustaka, teori-teori ekonomi makro, dan kerangka logika yang digunakan, terdapat saling keterkaitan antara komponen perekonomian makro

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (DJR/DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH/IHH). Penerimaan ini

I. PENDAHULUAN. (DJR/DR) dan Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH/IHH). Penerimaan ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam tiga dasawarsa terakhir sektor kehutanan memberikan kontribusi penting bagi perekonomian Indonesia. Selama periode tahun 1980-2005 penerimaan dari sektor kehutanan

Lebih terperinci

31 Universitas Indonesia

31 Universitas Indonesia BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Setelah memperhatikan karakteristik permintaan kedelai di Indonesia pada bab terdahulu maka sekarang tiba saatnya untuk memodelkan faktor faktor yang mempengaruhi permintaan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series

IV. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series 35 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series tahunan dengan rentang waktu dari tahun 1990 sampai 2010. Data dalam penelitian

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER PADA MODEL SIMULTAN. Oleh: M. Rondhi, Ph.D

PENDUGAAN PARAMETER PADA MODEL SIMULTAN. Oleh: M. Rondhi, Ph.D PENDUGAAN PARAMETER PADA MODEL SIMULTAN Oleh: M. Rondhi, Ph.D Standar Kompetensi Kompetensi dasar Metode Pembelajaran : Mahasiswa dapat menganalisis model simultan : 1. Mahasiswa menjelaskan contoh perekonomian

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenaitentang dampak kebijakan tarif dan kuota impor terhadap kinerjainerja industri tepung terigu Indonesia

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT

V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT V. FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENAWARAN DAN PERMINTAAN KAYU BULAT Data untuk membangun model ekonomi sebagaimana diuraikan pada Bab IV dianalisis untuk mendapatkan konfirmasi mengenai kualitas model yang dibangun,

Lebih terperinci

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS

IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS 4.1. Spesifikasi Model Model merupakan suatu penjelas dari fenomena aktual sebagai suatu sistem atau proses (Koutsoyiannis, 1977). Model ekonometrika adalah suatu

Lebih terperinci

VI. APLIKASI MODEL UNTUK EVALUASI ALTERNATIF KEBIJAKAN

VI. APLIKASI MODEL UNTUK EVALUASI ALTERNATIF KEBIJAKAN VI. APLIKASI MODEL UNTUK EVALUASI ALTERNATIF KEBIJAKAN Model ekonometrika yang telah dibangun kemudian digunakan untuk mengevaluasi alternatif kebijakan, untuk maksud itu maka model tersebut perlu divalidasi

Lebih terperinci

ESTIMASI PARAMETER PADA SISTEM PERSAMAAN SIMULTAN DENGAN METODE LIMITED INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (LIML) SKRIPSI

ESTIMASI PARAMETER PADA SISTEM PERSAMAAN SIMULTAN DENGAN METODE LIMITED INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (LIML) SKRIPSI ESTIMASI PARAMETER PADA SISTEM PERSAMAAN SIMULTAN DENGAN METODE LIMITED INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (LIML) SKRIPSI Oleh : IPA ROMIKA J2E004230 PROGRAM STUDI STATISTIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Rancangan Model dan Data yang Digunakan Model yang digunakan dalam studi penelitian ini mengacu pada sejumlah literatur dan sebuah penelitian yang dilakukan sebelumnya

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil yang tercantum pada Tabel 6.1. Koefisien determinan (R 2 ) sebesar

Lebih terperinci

Bab IV. Metode dan Model Penelitian

Bab IV. Metode dan Model Penelitian Bab IV Metode dan Model Penelitian 4.1 Spesifikasi Model Sesuai dengan tinjauan literatur, hal yang akan diteliti adalah pengaruh real exchange rate, pertumbuhan ekonomi domestik, pertumbuhan ekonomi Jepang,

Lebih terperinci

ANALISA PERSAMAAN SIMULTAN

ANALISA PERSAMAAN SIMULTAN ANALISA PERSAMAAN SIMULTAN 1. PEMBUATAN MODEL Persamaan simultan merupakan persamaan yang terdiri dari lebih dari satu persamaan, dimana salah satunya merupakann persamaan identitas, sedangkan persamaan

Lebih terperinci

ESTIMASI PARAMETER SISTEM MODEL PERSAMAAN SIMULTAN PADA DATA PANEL DINAMIS DENGAN GMM ARELLANO DAN BOND

ESTIMASI PARAMETER SISTEM MODEL PERSAMAAN SIMULTAN PADA DATA PANEL DINAMIS DENGAN GMM ARELLANO DAN BOND ISBN : 9786023610020 ESTIMASI PARAMETER SISTEM MODEL PERSAMAAN SIMULTAN PADA DATA PANEL DINAMIS DENGAN GMM ARELLANO DAN BOND Arya Fendha Ibnu Shina 1, Setiawan 2 Mahasiswa Jurusan Statistika Institut Teknologi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja kantor Bank Rakyat Indonesia Cabang Bogor (nasabah Bank Rakyat Indonesia dijadikan sebagai responden).

Lebih terperinci

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis simulasi beberapa alternatif kebijakan dengan tujuan untuk mengevaluasi perkembangan

Lebih terperinci

Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan

Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan 1 Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan Ainul Fatwa Khoiruroh, Setiawan Jurusan Statistika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Berdasarkan studi pustaka dan logika berpikir yang digunakan dalam

IV. METODE PENELITIAN. Berdasarkan studi pustaka dan logika berpikir yang digunakan dalam IV. METODE PENELITIAN 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Berdasarkan studi pustaka dan logika berpikir yang digunakan dalam menganalisis dampak pengembangan biodiesel dari kelapa sawit terhadap makroekonomi

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.4 Tahun 2015

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.4 Tahun 2015 DAMPAK FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA : ANALISIS MODEL EKONOMETRIKA Zainuddin 1 Abstract Model systems of simultaneous equations were built to analyze the impact

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KEBIJAKAN

VII. ANALISIS KEBIJAKAN VII. ANALISIS KEBIJAKAN 179 Secara teoritis tujuan dari suatu simulasi kebijakan adalah untuk menganalisis dampak dari berbagai alternatif kebijakan dengan jalan mengubah dari salah satu atau beberapa

Lebih terperinci

Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan

Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan Oleh: Ainul Fatwa Khoiruroh (1310100096) Pembimbing: Dr. Setiawan, M.S. JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ada di dunia nyata (Intriligator, 1980). Selanjutnya Labys (1973) menjelaskan

METODE PENELITIAN. ada di dunia nyata (Intriligator, 1980). Selanjutnya Labys (1973) menjelaskan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Perumusan Model Model dapat diartikan sebagai suatu penjelasan dari fenomena nyata sebagai suatu sistem atau proses yang sistematis (Koutsoyiannis, 1977). Suatu model merupakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dampak kebijakan moneter terhadap kinerja sektor riil

III. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dampak kebijakan moneter terhadap kinerja sektor riil III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dampak kebijakan moneter terhadap kinerja sektor riil mencakup wilayah Indonesia dengan basis analisis pada masing-masing sektor yang

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Landasan Teori Landasan teori mengenai penawaran dan permintaan barang dan jasa serta elastisitas harga dan mekanisme keseimbangan pasar secara umum berlaku sebagai landasan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE TWO STAGE LEAST SQUARES PADA MODEL PERSAMAAN SIMULTAN DALAM MERAMALKAN PDRB

PENERAPAN METODE TWO STAGE LEAST SQUARES PADA MODEL PERSAMAAN SIMULTAN DALAM MERAMALKAN PDRB BIAStatistics (2016) Vol. 10, No. 1, hal. 52-58 PENERAPAN METODE TWO STAGE LEAST SQUARES PADA MODEL PERSAMAAN SIMULTAN DALAM MERAMALKAN PDRB Soemartini Statistika FMIPA UNPAD Email: tine_soemartini@yahoo.com

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi dan simulasi kebijakan

VIII. SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi dan simulasi kebijakan 300 VIII. SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi dan simulasi kebijakan peramalan tentang dampak kebijakan migrasi terhadap pasar kerja dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pendugaan Model Model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional terdiri dari enam persamaan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari berbagai sumber. Data deret waktu (time series) meliputi data tahunan dari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. yang yang hanya memiliki luas Ha sampai Ha saja.

IV. GAMBARAN UMUM. yang yang hanya memiliki luas Ha sampai Ha saja. 43 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Produksi Kayu Bulat Produksi kayu bulat Indonesia saat ini jumlahnya terus menurun. Pada tahun 2009 produksi kayu bulat dari hutan alam hanya mencapai rata-rata sekitar 5 juta

Lebih terperinci

BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML)

BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML) BAB III METODE FULL INFORMATION MAXIMUM LIKELIHOOD (FIML) 3.1 Model Persamaan Simultan Model persamaan simultan adalah suatu model yang memiliki lebih dari satu persamaan yang saling terkait. Dalam model

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus

I. PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus mengalami penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 1998 rasio ekspor terhadap

Lebih terperinci

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Sebagai negara yang menganut sisitem perekonomian terbuka maka sudah barang tentu pertumbuhan ekonominya

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI 84 VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PUAP DAN RASKIN TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI 7.1. Hasil Validasi Model Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sebelum melakukan simulasi untuk menangkap

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan

Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-200 Analisis Ekonometrika Model Pendapatan Nasional Indonesia dengan Pendekatan Persamaan Sistem Simultan Ainul Fatwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan

Lebih terperinci

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN V. ANALISIS MODEL PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN 5.1. Analisis Umum Pendugaan Model Dalam proses spesifikasi, model yang digunakan dalam penelitian ini mengalami beberapa modifikasi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam banyak situasi ekonomi, hubungan yang terjadi antarvariabel

BAB I PENDAHULUAN. Dalam banyak situasi ekonomi, hubungan yang terjadi antarvariabel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam banyak situasi ekonomi, hubungan yang terjadi antarvariabel ekonomi tidak hanya bersifat satu arah namun bersifat saling mempengaruhi. Dalam bahasa ekonometrika

Lebih terperinci

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu

VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL. Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu VI. DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN FAKTOR EKSTERNAL 6.1. Dampak Kebijakan Makroekonomi Kebijakan makroekonomi yang dianalisis adalah kebijakan moneter, yaitu penawaran uang, dan kebijakan fiskal, yaitu

Lebih terperinci

Bab V Validasi Model

Bab V Validasi Model Bab V Validasi Model 5.1 Pengujian Model Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengujian model sistem dinamik menyangkut tiga aspek yaitu : (1) pengujian struktur model; (2) pengujian perilaku model;

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN seperti tertuang pada beberapa peraturan pemerintah yaitu Keppres No 117 tahun 1999 tentang prosedur permohonan PMDM dan PMA, Permen KP No 50 tahun 2011 tentang petunjuk teknis penggunaan dana alokasi

Lebih terperinci

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH Krisis finansial global yang dipicu oleh krisis perumahan di AS (sub prime mortgage) sejak pertengahan

Lebih terperinci

Dept.Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,FEM-IPB, 2)

Dept.Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,FEM-IPB, 2) ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PEKERJA WANITA INDUSTRI KECIL KAIN TENUN IKAT DI KELURAHAN BANDAR KIDUL KOTA KEDIRI DALAM RANGKA MENGHADAPI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Kasirotur Rohmah 1), Hastuti 2), dan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. MEODOLOGI PENELIIAN 91 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa engah dengan pertimbangan wilayah Jawa engah merupakan salah satu sentra berbagai kegiatan usaha kecil yang dinamis

Lebih terperinci

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Implikasi Kebijakan

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Implikasi Kebijakan Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor; Telp.: 0251 8633944; Fax: 0251 8634924; Email:

Lebih terperinci

menjadi peubah-peubah eksogen, yaitu persamaan harga irnpor dan persarnaan harga dunia. Adanya kecenderungan volume impor daging sapi yang terus

menjadi peubah-peubah eksogen, yaitu persamaan harga irnpor dan persarnaan harga dunia. Adanya kecenderungan volume impor daging sapi yang terus RINGKASAN NYAK ILHAM. Penawaran dan Perrnintaan Daging Sapi di lndonesia : Suatu Analisis Sirnulasi (dibawah birnbingan BONAR M. SINAGA, sebagsi ketua, KOOSWARDHONO MUDIKDJO dan TAHLIM SUDARYANTO sebagai

Lebih terperinci

Penelitian ini membahas pencapaian target makroekonomi melalui jalur-jalur

Penelitian ini membahas pencapaian target makroekonomi melalui jalur-jalur 101 BAB IV KONSTRUKSI MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS 4.1. Model Makroekonometrika Mekanisme Transmisi Moneter Perekonomian Indonesia Penelitian ini membahas pencapaian target makroekonomi melalui jalur-jalur

Lebih terperinci

ECONOMIC MODEL FROM DEMAND SIDE: Evidence In Indonesia

ECONOMIC MODEL FROM DEMAND SIDE: Evidence In Indonesia (ECONOMETRIC MODEL: SIMUTANEOUS EQUATION MODEL) The title of paper: ECONOMIC MODEL FROM DEMAND SIDE: Evidence In Indonesia OLEH: S U R I A N I NIM: 1509300010009 UNIVERSITAS SYIAH KUALA PROGRAM DOKTOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 6, Nomor 1, Juli 2015 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS RESPON PENAWARAN DAN PERMINTAAN KARET ALAM INDONESIA Agrippina Sinclair,* Djaimi Bakce,** dan Jum

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Sampel, Sumber Data dan Pengumpulan Data Penelitian kali ini akan mempergunakan pendekatan teori dan penelitian secara empiris. Teori-teori yang dipergunakan diperoleh

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara III. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak pernah lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth). Karena pembangunan ekonomi mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya

Lebih terperinci

Dampak Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Kinerja Ekonomi Kopi di Indonesia

Dampak Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Kinerja Ekonomi Kopi di Indonesia JURNAL HABITAT ISSN: 0853-5167 (p); 2338-2007 (e), Volume 27, No. 3, Desember 2016, Hal. 109-121 DOI: 10.21776/ub.habitat.2016.027.3.13 Dampak Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Kinerja Ekonomi

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP,

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP, V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan mengenai pengaruh selisih M2, selisih GDP, selisih tingkat suku bunga, selisih inflasi dan selisih neraca pembayaran terhadap kurs

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya,

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV, model integrasi pasar beras Indonesia merupakan model linier persamaan simultan dan diestimasi dengan metode two stage least squares

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 3, Nomor 1, Juli 2012 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) PENGARUH FAKTOR-FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KARET DI KABUPATEN

Lebih terperinci

lmplikasi Kebijakan Kenaikan DR.dan PSDH terhadap Laba Pengusaha Hutan Alam dan PNBP Sektor Kehutanan Ringkasan Rekomendasi

lmplikasi Kebijakan Kenaikan DR.dan PSDH terhadap Laba Pengusaha Hutan Alam dan PNBP Sektor Kehutanan Ringkasan Rekomendasi lmplikasi Kebijakan Kenaikan DR.dan PSDH terhadap Laba Pengusaha Hutan Alam dan PNBP Sektor Kehutanan Satria Astana, Soenarno, dan OK Karyono Ringkasan Rekomendasi 1. Kebijakan kenaikan DR dan PSDH sebagai

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. investasi yang dilakukan oleh pihak korporasi (perusahaan).

IV. METODOLOGI PENELITIAN. investasi yang dilakukan oleh pihak korporasi (perusahaan). 91 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Kerangka Analisis 4.1.1. Pilihan Alat Analisis Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis fenomena ekonomi makro seperti liberalisasi keuangan dan kebijakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 34 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi harga komoditas kakao dunia tidak ditentukan. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil estimasi dan pembahasan dalam penelitian ini akan dibagi dalam tiga pemaparan umum yaitu pemaparan secara statistik yang meliputi pembahasan mengenai hasil dari uji statistik

Lebih terperinci

DAMPAK PENGEMBANGAN INDUSTRI BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT TERHADAP PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT DI INDONESIA ABSTRACT

DAMPAK PENGEMBANGAN INDUSTRI BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT TERHADAP PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT DI INDONESIA ABSTRACT DAMPAK PENGEMBANGAN INDUSTRI BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT TERHADAP PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT DI INDONESIA IMPACT OF PALM OIL BASED BIODIESEL INDUSTRY DEVELOPMENT ON PALM OIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri Indonesia bertumpu kepada minyak bumi dan gas sebagai komoditi ekspor utama penghasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA. Iwan Hermawan

ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA. Iwan Hermawan ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA Iwan Hermawan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siti Nurhayati Basuki, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siti Nurhayati Basuki, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ekonometrika merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang menggunakan alat analisis matematika dan statistika dalam menganalisis masalah ekonomi secara kuantitatif

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Di dalam Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi daerah seluas-luasnya,

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 75 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pemerintah Penerimaan pemerintah terdiri dari PAD dan dana perimbangan. PAD terdiri dari pajak, retribusi, laba BUMD, dan lain-lain

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui bahwa secara parsial variabel

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui bahwa secara parsial variabel V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil perhitungan dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui bahwa secara

Lebih terperinci

BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan

BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan BAB VI. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN 6.1 Validasi Model Simulasi Awal. Validasi model merupakan tahap awal yang harus dilakukan melaksanakan simulasi model, validasi model dilakukan untuk melihat apakah

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN 6.1. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Pupuk dan Sektor Pertanian Kriteria pertama yang harus dipenuhi dalam analisis ini adalah adanya kesesuaian

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000

III. METODE PENELITIAN. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari 2000 28 III. METODE PENELITIAN 3.1. Data 3.1.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Bentuk data berupa data time series dengan frekuensi bulanan dari Januari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Riau. Penelitian ini berlangsung dari bulan Oktober 2007- Maret 2008. Kegiatannya meliputi penyusunan proposal,

Lebih terperinci

DAMPAK TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO,PAJAK, INVESTASI, DAN UPAH DI KOTA BATAM

DAMPAK TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO,PAJAK, INVESTASI, DAN UPAH DI KOTA BATAM DAMPAK TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO,PAJAK, INVESTASI, DAN UPAH DI KOTA BATAM Albert Gamot Malau (Albert@ut.ac.id) Program Studi Agribisnis - Universitas Terbuka

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR HERNY KARTIKA WATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0 12' - 8 lintang selatan dan 116 48' - 122 36' bujur timur. Luas wilayahnya 62 482.54 km². Provinsi Sulawesi Selatan

Lebih terperinci