ETIKA DAN PROFESIONALISME TSI

Ukuran: px

Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ETIKA DAN PROFESIONALISME TSI"

Ade Hermanto
5 tahun lalu
Tontonan:

1 ETIKA DAN PROFESIONALISME TSI CYBERLAW Materi Minggu V - Priyo Sarjono Wibowo - 4KA07, 4KA08, 4KA22

2 TINJAUAN UMUM Computer Crime Act Council of Europe Convention of Cyber Crime

3 LATAR BELAKANG a. Pemanfaatan ICT di berbagai segi kehidupan. b. Ketergantungan terhadap ICT menimbulkan resiko dalam kehidupan.

4 DEFINISI CYBERLAW (OXFORD DICTIONARIES) Hukum, atau undang-undang khusus, yang terkait dengan pelanggaran Internet dan komputer, terutama penipuan atau pelanggaran hak cipta.

5 DEFINISI CYBERSPACE (OXFORD DICTIONARIES) The notional environment in which communication over computer networks occurs. Dipahami sebagai lingkungan dimana terjadi komunikasi melalui jaringan computer terjadi.

6 DEFINISI LAW (OXFORD DICTIONARIES) The system of rules which a particular country or community recognizes as regulating the actions of its members and which it may enforce by the imposition of penalties.

7 DEFINISI LAW (OXFORD DICTIONARIES) Sistem aturan yang diakui oleh suatu negara atau komunitas tertentu sebagai yang mengatur tindakan para anggotanya dan yang dapat ditegakkan melalui pengenaan hukuman.

8 RUANG LINGKUP A. e-commerce, B. Perlindungan Konsumen, C. Pajak, D. Jurisdiksi, E. Tandatangan digital,

9 RUANG LINGKUP F. Copyrights, G. Penyelesaian Sengketa.

10 DEFINISI e-commerce (ECEG Australia) a broad concept that covers any commercial transaction that is effected via electronic means and would include such means as facsimile, telex, EDI, Internet and the telephone.

11 DEFINISI e-commerce (ECEG Australia) konsep luas yang mencakup setiap transaksi komersial yang dilakukan melalui sarana elektronik dan akan mencakup sarana seperti faksimili, teleks, EDI, Internet, dan telefon.

12 e-commerce Salahsatu aktifitas di dalam cyberspace yang berkembang pesat, dapat dipahami sebagai transaksi perdagangan, baik barang maupun jasa, melalui media elektronik.

13 e-commerce a. Business to Business (B to B), b. Business to Consumer (B to C). - Mekanisme pembayaran, - jaminan keamanan atas transaksi (keamanan identitas pengirim dan keamanan pesan), - penggunaan mata uang asing.

14 e-commerce ASPEK HUKUM a. Kesepakatan. Terdapat perubahan prinsip di dalam hukum kontrak tradisional. b. Perlindungan hukum bagi konsumen. c. Pengaturan pajak yang berbeda di setiap negara.

15 e-commerce ASPEK HUKUM d. Yurisdiksi hukum. Membutuhkan kerjasama antar negara. e. Tanda tangan digital. Membutuhkan pengakuan hukum dari suatu negara.

16 e-commerce ASPEK HUKUM f. Copyright. Belum ada perlindungan yang memadai. g. Penyelesaian sengketa. - transaksi di dunia maya, penyelesaian secara konvensional (tatap muka fisik), - di masa mendatang mungkin perlu untuk menyelesaikan tanpa tatap muka fisik (online dispute settlement).

17 DOMAIN NAME metode pengalamatan logis dari sebuah situs. dapat diumpamakan sebagai alamat atau nomor telefon. terkategorisasi.

18 DOMAIN NAME contoh: baak.gunadarma.ac.id. dibaca dari kanan ke kiri (tingkat paling umum hingga paling khusus). id: geographical region, ac: top level domain name (TLD), gunadarma: SLD name baak: sub-domain name.

19 CYBERLAW RUANG LINGKUP Hak Cipta, Merk dagang, Fitnah, Hacking, Virus, Perlindungan konsumen Cracking, Pornografi, Kewajiban pidana, Isu prosedural, Kontrak elektronik,

20 membuat undang-undang tersendiri yang mengatur tindak pidana teknologi informasi (Cybercrime). MODEL REGULASI KHUSUS Merujuk pada pola pembagian hukum tradisional: - pembuktian perdata, transaksi elektronik, tandatangan elektronik, ganti rugi perdata, pengakuan dokumen elektronik sebagai bukti.

21 MODEL REGULASI KOMPREHENSIF Materi memuat aspek perdata, dan juga memuat aspek administrasi dan pidana, yang terkait dengan dilanggarnya ketentuan yang menyangkut penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

22 COUNCIL OF EUROPE CONVENTION ON CYBERCRIME Diawali oleh laporan dari The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang merilis laporan berjudul Computer-Related Crime: Analysis of Legal Policy (tahun 1986).

23 COUNCIL OF EUROPE CONVENTION ON CYBERCRIME Laporan ini berisi hasil survey terhadap peraturan perundangundangan negara anggota beserta rekomendasi perubahannya dalam menanggulangi computer-related crime tersebut, yang mana diakui bahwa sistem telekomunikasi juga memiliki peran penting dalam kejahatan tersebut.

24 COUNCIL OF EUROPE CONVENTION ON CYBERCRIME The Council of Europe (CE) berinisiatif melakukan studi mengenai kejahatan tersebut, dengan tujuan untuk memberikan panduan bagi para pengambil kebijakan untuk menentukan tindakan apa yang seharusnya dilarang berdasarkan hukum pidana negara anggota,

25 COUNCIL OF EUROPE CONVENTION ON CYBERCRIME dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara hak-hak sipil warga negara dan kebutuhan untuk melakukan proteksi terhadap computer-related crime tersebut.

26 COUNCIL OF EUROPE CONVENTION ON CYBERCRIME Pada perkembangannya, CE membentuk Committee of Experts on Crime in Cyberspace of the Committee on Crime Problems, yang pada tanggal 25 April 2000 telah mempublikasikan Draft Convention on Cyber-crime sebagai hasil kerjanya (

27 COUNCIL OF EUROPE CONVENTION ON CYBERCRIME menurut Prof. Susan Brenner dari University of Daytona School of Law, merupakan perjanjian internasional pertama yang mengatur hukum pidana dan aspek proseduralnya untuk berbagai tipe tindak pidana,

28 COUNCIL OF EUROPE CONVENTION ON CYBERCRIME yang berkaitan erat dengan penggunaan komputer, jaringan atau data, serta berbagai penyalahgunaan sejenis.

29 MALAYSIA S COMPUTER CRIMES ACT 1997 Sebuah Perundangan untuk menetapkan pelanggaran terhadap penyalahgunaan komputer, untuk melakukan apapun fungsi dengan maksud untuk mendapatkan akses tidak sah ke komputer untuk mendapatkan suatu materi.

30 MALAYSIA S COMPUTER CRIMES ACT 1997 Terjadinya pelanggaran jika ada orang, melalui dirinya sendiri atau memfasilitasi orang lain yang berbuat dengan maksud untuk melakukan penipuan, ketidakjujuran atau menyebabkan cedera seperti yang didefinisikan di dalam hukum pidana.

31 MALAYSIA S COMPUTER CRIMES ACT 1997 Terjadinya pelanggaran jika ada usaha untuk melakukan modifikasi yang tidak sah dari isi (program, data) dari komputer manapun.

32 MALAYSIA S COMPUTER CRIMES ACT 1997 Terjadinya pelanggaran jika terdapat perpindahan informasi (langsung/tidak langsung) yang tidak seharusnya terjadi atas angka, kode, sandi, atau cara lain untuk akses ke komputer kepada siapapun selain kepadanya dia harus berkomunikasi.

33 MALAYSIA S COMPUTER CRIMES ACT 1997 Seseorang yang mendukung atau yang mencoba melakukan pelanggaran apa pun berdasarkan Undang-undang ini akan dianggap bersalah atas pelanggaran tersebut dan harus bertanggung jawab atas hukuman yang diberikan untuk pelanggaran itu.

34 MALAYSIA S COMPUTER CRIMES ACT 1997 Seseorang yang memiliki atau mengendalikan program apa pun, data atau informasi lain yang disimpan di komputer mana pun atau diambil dari komputer mana pun,

35 MALAYSIA S COMPUTER CRIMES ACT 1997 yang mana dirinya tidak diizinkan untuk memiliki atau mengendalikan akan dianggap tidak memiliki hak akses yang sah atas program, data atau informasi seperti itu, kecuali terbukti sebaliknya.

36 Pertanyaan dan Diskusi

dokumen-dokumen yang mirip

N. Tri Suswanto Saptadi. Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Atma Jaya Makassar. 3/30/2014 nts/epk/ti-uajm 2

N. Tri Suswanto Saptadi. Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Atma Jaya Makassar. 3/30/2014 nts/epk/ti-uajm 2 N. Tri Suswanto Saptadi Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Informasi Universitas Atma Jaya Makassar 3/30/2014 nts/epk/ti-uajm 1 Bahan Kajian Perbandingan cyber law Computer crime act (beberapa