65 Kultur Sel Limfosit Pengamatan kualitatif pada tissue cultue plate suspensi kultur sel limfosit dari limpa mencit sebelum inkubasi tampak tidak rap

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "65 Kultur Sel Limfosit Pengamatan kualitatif pada tissue cultue plate suspensi kultur sel limfosit dari limpa mencit sebelum inkubasi tampak tidak rap"

Transkripsi

1 64 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Rosela Uji fitokimia dilakukan di Laboratorium Uji Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB (No. sertifikat: 008/I3.11.8/LUB-CA/XI/2010) dengan hasil pada Tabel 23. Tabel 23 Uji fitokimia ekstrak etanol Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) No Parameter Uji Hasil Teknik Analisis 1 Alkaloid Uji Wagner + Kualitatif Alkaloid Uji Meyer + Kualitatif Alkaloid Uji Dragendorf + Kualitatif 2 Tanin + Kualitatif 3 Flavonoid + Kualitatif 4 Saponin + Kualitatif 5 Hidroquinon - Kualitatif 6 Steroid - Kualitatif 7 Triterpenoid - Kualitatif Keterangan: + (ditemukan dan mengandung), - (tidak ditemukan dan tidak mengandung) Ekstrak etanol rosela mengandung alkaloid, tanin, flavonoid dan saponin. Alkaloid dilaporkan memiliki manfaat sebagai antimalaria, antimikroba, dan memiliki aktivitas sitotoksik (Oloyede et al. 2010). Saponin dan tanin memiliki sifat analgetik dan anti radang (Lai et al. 2010) juga memiliki kemampuan untuk mencegah terhadap kanker (Sur et al. 2001). Flavonoid berfungsi melindungi tanaman dalam melawan berbagai macam stres yang disebabkan dari biotik dan abiotik. Flavonoid yang terkandung dalam makanan dapat berperan dalam mencegah penyakit degeneratif dan sebagai antioksidan (Pourcel et al. 2007). Flavonoid dan polifenol memiliki kemampuan menangkal radikal bebas dan memodulasi aktifitas berbagai enzim melalui berinteraksi dengan berbagai biomolekul (Devipriya & Shyamaladevi 1999). Kalik berwarna merah dari tanaman rosela banyak mengandung anthocyanin (Falade et al. 2005). Antocyanin merupakan bagian dari flavonoid yang dibentuk melalui jalur phenylpropanoid dan terdapat pada semua jaringan tanaman, termasuk daun, cabang, akar, bunga serta buah. Antocyanin merupakan derifat dari antocyanidin saat berikatan dengan gula (Kong et al. 2003). Warna yang dihasilkan oleh kandungan antocyanin mulai dari merah hingga biru. Warna merah menunjukkan ph asam dan warna biru menunjukkan ph basa (Wrolstad 2001).

2 65 Kultur Sel Limfosit Pengamatan kualitatif pada tissue cultue plate suspensi kultur sel limfosit dari limpa mencit sebelum inkubasi tampak tidak rapat. Inkubasi dilakukan selama 6-12 jam sebagai waktu adaptasi. Proses adaptasi sel limfosit diharapkan dapat mengembalikan kondisi dari stres selama proses preparasi. Waktu adaptasi akan meningkatkan jumlah sel limfosit menjadi lebih banyak dari sebelumnya sehingga tampilan sel menjadi rapat saat pengamatan (Gambar 43). Gambar 43 Pengamatan mikroskopis secara kasar suspensi sel limfosit pada media kultur. A. Pengamatan sel limfosit dalam tissue culture flask, B. Morfologi sel limfosit sebelum inkubasi, C. Morfologi sel limfosit setelah inkubasi. Pembesaran 25x lensa objektif. Hasil pengamatan kualitatif pada hari ke-1 setelah paparan radiasi 0.2 msv dapat dilihat pada Gambar 44. Jumlah sel dalam suspensi masih terlihat tidak ada perbedaan antara kelompok tanpa radiasi (K) dan kelompok radiasi (P). Gambar 44 Pengamatan sel limfosit pada tissue culture plate hari ke-1 total radiasi 0.2 msv. A. Tissue culture plate kelompok tanpa radiasi (K); B. Tissue culture plate kelompok dengan radiasi (P); C,D,E,F. Mikroskopis sel limfosit tanpa radisi pada suspensi dengan konsentrasi 0 µg/ml, 25 µg/ml, 50 µg/ml, 100 µg/ml; G,H,I,J. Mikroskopis sel limfosit dengan radisi pada suspensi dengan konsentrasi 0 µg/ml, 25 µg/ml, 50 µg/ml, 100 µg/ml. Bar=10µm.

3 66 Hasil pengamatan kualitatif pada hari ke-2 setelah paparan radiasi 0.6 msv dapat dilihat pada Gambar 45. Jumlah sel dalam suspensi mulai terlihat ada perbedaan diantara kelompok tanpa radiasi (K) dan kelompok radiasi (P). Jumlah sel pada kelompok P lebih sedikit dari pada K. Ekstrak rosela yang ditambahkan pada media dengan konsentrasi bertingkat tampak berpengaruh terhadap jumlah sel. Konsentrasi tinggi (100 µg/ml) terlihat lebih banyak mengalami proliferasi dari konsentrasi yang lebih rendah (25 µg/ml dan 50 µg/ml). Gambar 45 Pengamatan sel limfosit pada tissue culture plate hari ke-2 total radiasi 0.6 msv. A. Tissue culture plate kelompok tanpa radiasi (K); B. Tissue culture plate kelompok dengan radiasi (P); C,D,E,F. Mikroskopis sel limfosit tanpa radisi pada suspensi dengan konsentrasi 0 µg/ml, 25 µg/ml, 50 µg/ml, 100 µg/ml; G,H,I,J. Mikroskopis sel limfosit dengan radisi pada suspensi dengan konsentrasi 0 µg/ml, 25 µg/ml, 50 µg/ml, 100 µg/ml. Bar=10µm. Hasil pengamatan kualitatif pada hari ke-3 setelah paparan radiasi 1.2 msv dapat dilihat pada Gambar 46. Jumlah sel dalam suspensi menunjukkan ada perbedaan di antara kelompok tanpa radiasi dan kelompok radiasi. Jumlah sel pada kelompok P sangat sedikit dari pada K. Ekstrak rosela yang ditambahkan pada media dengan konsentrasi bertingkat tampak berpengaruh terhadap jumlah sel. Konsentrasi tinggi (100 µg/ml) terlihat lebih banyak mengalami proliferasi dari konsentrasi yang lebih rendah (25 µg/ml dan 50 µg/ml).

4 67 Gambar 46 Pengamatan sel limfosit pada tissue culture plate hari ke-3 total radiasi 1.2 msv. A. Tissue culture plate kelompok tanpa radiasi (K); B. Tissue culture plate kelompok dengan radiasi (P); C,D,E,F. Mikroskopis sel limfosit tanpa radisi pada suspensi dengan konsentrasi 0 µg/ml, 25 µg/ml, 50 µg/ml, 100 µg/ml; G,H,I,J. Mikroskopis sel limfosit dengan radisi pada suspensi dengan konsentrasi 0 µg/ml, 25 µg/ml, 50 µg/ml, 100 µg/ml. Bar=10µm. Hasil perhitungan jumlah kultur sel limfosit pada setiap tissue culture well menunjukkan adanya perbedaan di antara kelompok konsentrasi yang berbeda dan di antara kelompok tanpa radiasi (K) dan kelompok radiasi (P). Konsentrasi berbeda (0 µg/ml, 25 µg/ml, 50 µg/ml, 100 µg/ml) ekstrak etanol rosela yang ditambahkan ke dalam media penumbuh pada kelompok tanpa radiasi terlihat memiliki tingkat pembelahan sel yang lebih tinggi daripada kontrol (K). Radiasi ionisasi yang dipaparkan pada kelompok radiasi (P) memperlihatkan jumlah sel limfosit lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok dengan penambahan rosela (RP) sebagaimana pada Tabel 24. Konsentrasi tinggi (100 µg/ml) menunjukkan jumlah pembelahan sel (proliferasi) yang lebih tinggi dari pada konsetrasi rendah (25 µg/ml) dan sedang (50 µg/ml). Perbedaan tingkat pembelahan sel berbeda secara signifikan seiring dengan semakin lama waktu inkubasi hingga 4 hari (p<0.05). Stres oksidatif terjadi pada kelompok P karena adanya paparan radiasi ionisasi. Oksidan atau radikal bebas yang terbentuk akan merusak struktur protein, lemak, dan gula penyusun media dan sel limfosit. Oksidan eksternal terbentuk selama paparan radiasi ionisasi sedangkan oksidan internal dari proses fisiologis sel secara alami dapat dinetralkan oleh enzim selama metabolisme (Valko et al. 2005). Kerusakan pada struktur dan organel sel menyebabkan kematian dan

5 68 kerusakan material dalam media penumbuh juga memperparah kerusakan pada sel limfosit. Kematian sel akan terlihat dengan menurunnya jumlah sel limfosit dalam media kultur. Kelompok K tidak terjadi stress oksidatif karena tidak terbentuk oksidan tambahan secara eksternal dari radiasi. Tabel 24 Pengaruh pemberian radioprotektif Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) konsentrasi berbeda pada media penumbuh kultur sel limfosit dengan radiasi berbeda. Waktu (hari ke-) Kelompok Konsentrasi Dosis (msv) Tanpa Radiasi 0µg/ml K 8.87±0.00 a 38.67±12.68 defg 37.83±10.96 def 52.67±8.16 hi 25µg/ml R 8.87±0.00 a 44.67±9.33 efg h 59.17±10.70 i 71.17±10.61 j 50µg/ml R 8.87±0.00 a 36.17±6.11 def 54.67±8.02 hi 98.83±10.44 k 100µg/ml R 8.87±0.00 a 49.33±11.22 ghi 46.50±12.76 fgh ±12.89 l Radiasi 0µg/ml P 8.87±0.00 a 32.33±9.99 cd 19.33±3.01 ab 23.67±7.26 bc 25µg/ml RP 8.87±0.00 a 33.50±9.16 cde 31.00±4.20 cd 58.33±12.09 i 50µg/ml RP 8.87±0.00 a 35.33±2.88 def 33.83±4.26 cde 74.17±16.29 j 100µg/ml RP 8.87±0.00 a 52.00±4.24 hi 43.83±14.50 efgh 89.17±10.30 k Data ditampilkan secara kuantitatif dalam Mean ± SD; abcdefghijkl Huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05); K (kontrol tanpa radiasi), R (rosela), P (kontrol dengan radiasi), RP (rosela dengan radiasi); mili sievert (msv). Suspensi kultur sel merupakan kombinasi sel limfosit dan media yang sebagian besar tersusun oleh molekul air (H 2 O). Radiasi ionisasi akan membentuk radikal bebas dari molekul air baik pada media maupun sel limfosit dalam suspensi kultur. Ekstrak etanol rosela yang diberikan pada suspensi kultur sel limfosit akan men-depo sejumlah antioksidan dalam media disekitar sel. Radiasi ionisasi yang diberikan akan membentuk lebih sedikit radikal bebas dan radikal bebas yang terbentuk akan segera dinetralkan oleh antioksidan baik pada media maupun pada sel. Efek proteksi ekstrak etanol rosela pada sel limfosit terhadap radiasi ionisasi terlihat nyata dengan jumlah sel yang cukup tinggi. Jumlah konsentrasi bertingkat pada media penumbuh menghasilkan tingkat proteksi yang berbeda. Konsentrasi tinggi (100 µg/ml) memiliki daya proteksi yang lebih baik jika dibandingkan dengan konsentrasi rendah (25 µg/ml). Konsentrasi sedang (50 µg/ml) tidak berbeda dengan konsentrasi rendah (Gambar 47 dan Gambar 48).

6 69 Gambar 47 Pengaruh pemberian ekstrak etanol rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada media penumbuh kultur sel limfosit dengan konsentrasi berbeda. Kelompok tanpa radiasi: 0µg/mL K; 25µg/mL R; 50 µg/ml R; 100 µg/ml R; Kelompok dengan radiasi 0 µg/ml K; 25 µg/ml R; 50 µg/ml R; 100 µg/ml R; msv (mili Sievert). Ekstrak etanol rosela meningkatkan daya pembelahan sel limfosit atau memiliki sifat imunomodulator yang mendukung proses perbanyakan sel limfosit. Jeong et al. (2003) melaporkan bahwa senyawa polifenol dan komponen fenolik yang terkandung dalam tanaman herbal memiliki sifat imunomodulator. Antioksidan pada senyawa ini memiliki kemampuan untuk melindungi berbagai perubahan onkogenik akibat induksi radiasi (Borek 2004). Mulyani et al. (2011) melaporkan bahwa aktifitas antioksidan yang dikandung rosela memiliki kemampuan dalam menghambat kerusakan akibat reaksi oksidasi. A B Gambar 48 Pengaruh pemberian ekstrak etanol rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada media penumbuh kultur sel limfosit dengan konsentrasi berbeda kelompok tanpa radiasi dan dengan radiasi. A. Tanpa pemberian radiasi ( ), B. Dengan pemberian radiasi ( ). 0 µg/ml K; 25µg/mL R; 50 µg/ml R; 100 µg/ml R; msv (mili Sievert).

7 70 Antocyanin memiliki sifat antioksidan yang sangat kuat secara in-vitro (De- Rosso et al. 2008). Daya antioksidan antocyanin 3-5 kali lebih kuat dari vitamin C dan E secara in-vitro (Frei 2007). Kadar antocyanin dalam ekstrak etanol rosela yang ditambahkan dalam media penumbuh mampu membantu proses regenerasi sel limfosit dari kerusakan dan kematian yang disebabkan oleh radiasi ionisasi. Trypan blue digunakan untuk mewarnai sel limfosit pada suspensi sel kultur. Perhitungan jumlah sel dalam suspensi sel kultur dilakukan dengan kamar hitung haemositometer. Klein et al. (2006) melaporkan bahwa pewarnaan menggunakan tripan blue hanya dapat melihat secara kasar sel yang terlihat tetapi tidak dapat membedakan sel yang mengalami apoptosis secara dini. Daya Hidup Mencit dalam penelitian memiliki daya hidup 100% dimana tidak terjadi kematian selama perlakuan. Dosis radiasi ionisasi yang semakin meningkat pada penelitian ini tidak menurunkan daya hidup dan mencit tetap hidup hingga akhir penelitian. Radiasi ionisasi yang diberikan secara klinis tidak mempengaruhi daya hidup mencit (Tabel 25). Tabel 25 Pengaruh pemberian radioprotektif rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada daya hidup mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah masa pemulihan selama 30 hari. Waktu Total Dosis Kelompok Perlakuan (minggu) Radiasi (msv) K (%) P (%) R (%) RP (%) ±0.00 a ±0.00 a ±0.00 a ±0.00 a ±0.00 a ±0.00 a ±0.00 a ±0.00 a Recov ±0.00 a ±0.00 a ±0.00 a ±0.00 a ±0.00 a ±0.00 a ±0.00 a ±0.00 a Recov ±0.00 a ±0.00 a ±0.00 a ±0.00 a Data ditampilkan secara kuantitatif dalam Mean ± SD; abcdefg Huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05); K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi; P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi; R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi; RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert; Recov=pemulihan (recovery). Daya hidup setelah paparan radiasi merupakan hasil dari proses pemulihan oleh beberapa organ seperti sumsum tulang, sistem pencernaan, kulit dan sistem homeostasis tubuh (Widel et al. 2003). Kematian yang terjadi setelah paparan radiasi ionisasi disebabkan oleh sindrom hematopoetik akibat infeksi. Infeksi

8 71 terjadi karena adanya kerusakan pada sistem tanggap kebal tubuh oleh paparan radiasi ionisasi (Chen et al. 2006). Pemberian bahan yang mengandung antioksidan dapat meningkatkan daya hidup hewan model yang dipapar radiasi ionisasi (Wambi et al. 2008). Rosela merupakan bahan herbal alam yang banyak mengandung bahan antioksidan. Suplementasi rosela sebelum dilakukan pemaparan radiasi akan men-depo antioksidan dalam tubuh sehingga dapat menetralkan radikal bebas yang terbentuk selama paparan radiasi. Daya antioksidan vitamin C memiliki antioksidan kali lebih kuat dari pada antioksidan golongan flavonoid secara in-vivo (Frei 2007). Rosela selain mengandung antocyanin juga mengandung vitamin C yang cukup banyak sekitar 14 mg/100 g (Maryani & Kristiana 2005). Fungsi penetralan oksidan yang terbentuk selama paparan radiasi secara in-vivo disokong oleh vitamin C selain antocyanin. Berat Badan Berat badan mencit selama penelitian terlihat mengalami peningkatan pada semua kelompok perlakuan. Data hasil analisis menunjukkan bahwa berat badan mencit tidak berbeda pada semua kelompok perlakuan (p>0.05), akan tetapi berdasarkan jumlah dosis paparan radiasi menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0.05) sebagaimana pada Tabel 26. Tabel 26 Pengaruh pemberian radioprotektif rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada berat badan mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah masa pemulihan selama 30 hari. Waktu Total Dosis Kelompok Perlakuan (minggu) Radiasi (msv) K (g) P (g) R (g) RP (g) ±0.00 a 22.65±0.00 a 22.65±0.00 a 22.65±0.00 a ±2.25 bc 33.13±0.67 c 32.00±3.21 bc 28.13±1.26 b Recov 41.77±1.66 defgh 39.70±2.85 de 37.97±2.55 d 40.37±4.48 def ±1.97 efghi 46.33±2.08 hi 44.90±2.01 fghi 41.43±1.29 defg Recov 43.13±4.24 efgh 41.50±2.50 defg 48.73±5.80 i 45.93±2.00 ghi Data ditampilkan secara kuantitatif dalam Mean ± SD; abcdefghi Huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05); K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi; P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi; R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi; RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert; Recov=pemulihan (recovery). Menurut Olatunji et al. (2006), pemberian rosela secara kronis dengan dosis mg/kg berat badan tidak berpengaruh terhadap berat badan tikus. Hal ini juga terlihat pada hasil penelitian ini dengan dosis 50 mg/kg berat badan pada

9 72 mencit juga tidak mempengaruhi penambahan berat badan. Perlakuan dengan paparan radiasi maupun tanpa paparan radiasi juga tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan diantara kelompok perlakuan (Gambar 49). Perbedaan berdasarkan semakin tingginya dosis radiasi berkaitan dengan usia yang juga bertambah. Semakin bertambahnya usia maka semakin bertambah pula bobot badan. Hal ini terlihat pada hasil pengukuran berat badan mencit penelitian. Gambar 49 Pengaruh pemberian ekstrak rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Berat Badan (BB) mencit yang diradiasi 60 hari berselang seluruh tubuh dan setelah masa pemulihan selama 30 hari. K (NaCl non radiasi); P (NaCl +radiasi); R (Rosela non radiasi); RP (Rosela+radiasi); msv (mili Sievert); recov (recovery). Tsuda et al. (2003) melaporkan bahwa suplementasi antocyanin (cyanidin 3- glucoside rich purple 4 corn color) dengan dosis 2 g/kg berat badan pada mencit menunjukkan hasil yang sangat efektif dalam menghambat bertambahan berat badan dan penimbunan jaringan lemak dalam tubuh. Penelitian ini menggunakan dosis 50 mg/kg berat badan pada mencit tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan diantara kelompok perlakuan. Hal ini karena jumlah antocyanin yang terkandung lebih sedikit juga tingkat penyerapannya yang rendah secara in-vivo. Kadar antocyanin pada kalik rosela sekitar 2% (Maryani & Kristiana 2005). Suplementasi secara peroral pada hewan coba terjadi penyerapan antocyanin hanya sebesar 5% dari dosis yang diberikan. Sebagian besar yang diserap tersebut akan dimetabolisme dan diekskresikan dengan cepat melalui urin dan empedu (Williams et al. 2004; Lotito & Frei 2006; Frei 2007).

10 73 Gambaran Karakteristik Darah Perifer Sel Darah Putih Secara umum, jumlah total sel darah putih (white blood cells, WBC) berada dalam kisaran normal referensi. Akan tetapi, dalam penelitian ini terjadi penurunan jumlah WBC yang sangat signifikan (p<0.05), dimana jumlah total WBC pada kelompok P menunjukkan nilai yang paling rendah dari kelompok lainnya (K, R dan RP). Sel leukosit prematur (LP) juga hadir secara sangat signifikan (p<0.05) dalam darah perifer yang terlihat meningkat persentasenya seiring dengan bertambahnya dosis radiasi pada kelompok P dan RP. Jumlah LP menurun setelah pemulihan 30 hari. Persentase sel granulosit dan agranulosit berada dalam kisaran normal referensi. Kelompok radiasi (P dan RP) terlihat memiliki tendensi yang lebih rendah dan sangat signifikan dari pada kelompok tanpa radiasi (K dan R) (p<0.05). Suplementasi rosela pada kelompok RP pada jumlah persentase sel agranulosit lebih rendah daripada kelompok P dan sebaliknya pada sel granulosit (Tabel 27). Radikal bebas atau oksidan terbentuk dari molekul air penyusun darah, baik plasma darah maupun sel-sel darah setelah terpapar radiasi ionisasi. Kerusakan pada molekul penyusun sel seperti protein, lemak, dan gula berpengaruh terhadap stabilitas sel darah dalam plasma darah. Oksidan akan terbentuk pada seluruh jaringan yang tersusun atas molekul air, sehingga kerusakan terjadi secara general atau menyeluruh. Gaman et al. (2009), melaporkan bahwa kondisi ini disebut dengan istilah keracunan radiasi. Keracunan radiasi pada darah perifer dapat menyebabkan pancytopenia. Pancytopenia merupakan kondisi dimana terjadi penurunan jumlah sel darah merah (anemia), sel darah putih (neutropenia) dan platelet (trombositopenia). Jika penurunan jumlah hanya terjadi pada sel darah merah dan putih disebut dengan bicytopenia (Kar & Ghosh 2002).

11 74 Tabel 27 Pengaruh pemberian radioprotektif rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada jumlah leukosit, persentase premature leukosit, agranulosit dan granulosit mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah masa pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu) Total Dosis Radiasi (msv) Kelompok Perlakuan K P R RP Leukosit (x10 3 cells/µl) (p=0.000) ±0.00 efghij 6.64±0.00 efghij 6.64±0.00 efghij 6.64±0.00 efghij ±0.75 j 7.42±1.97 ij 6.78±1.89 fghij 9.65±0.65 k ±0.25 abcdefgh 4.63±0.25 abcdef 4.78±2.09 abcdefg 4.63±0.55 abcdef Recov 6.35±2.51 defghij 3.23±0.75 ab 2.95±0.48 a 4.77±1.26 abcdef ±0.86 hij 5.30±0.61 bcdefghi 7.20±0.79 hij 7.02±0.03 ghij ±1.03 abc 4.32±1.01 abcd 6.25±0.43 defghij 6.03±0.93 cdefghij Recov 4.46±0.60 abcde 6.28±2.93 defghij 4.48±0.46 abcde 6.08±1.05 defghij Nilai referensi* Prematur Leukosit (%) (p=0.000) ±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a ±0.00 a 0.00±0.00 a 0.00±0.00 a 1.00±0.00 a ±0.00 a 4.00±2.65 bc 0.00±0.00 a 4.33±4.93 c Recov 0.00±0.00 a 1.67±0.58 abc 0.00±0.00 a 1.33±0.58 ab ±0.00 a 11.00±1.00 d 0.00±0.00 a 8.33±5.51 d ±0.00 a 10.67±0.58 d 0.00±0.00 a 4.50±2.12 c Recov 0.00±0.00 a 0.67±0.58 a 0.00±0.00 a 2.33±1.53 abc Nilai referensi* Agranulosit (%) (p=0.000) ±0.00 fg 76.19±0.00 fg 76.19±0.00 fg 76.19±0.00 fg ±10.01 efg 78.00±6.08 fg 76.33±3.06 fg 67.33±2.08 bcde ±1.73 abc 77.00±1.00 fg 56.67±0.58 a 69.67±3.21 bcdef Recov 70.33±5.69 cdef 71.33±7.37 defg 71.33±1.53 defg 62.67±0.58 abcd ±4.36 bcdef 66.67±3.51 bcde 72.33±3.06 efg 63.33±8.08 abcd ±0.58 cdef 69.67±0.58 bcdef 69.67±4.16 bcdef 61.50±10.61 ab Recov 79.33±4.73 g 70.00±8.19 bcdef 69.67±0.58 bcdef 72.67±2.08 efg Nilai referensi* Granulosit (%) (p=0.000) ±0.00 abcd 24.33±0.00 abcd 24.33±0.00 abcd 24.33±0.00 abcd ±10.02 abcdef 22.00±6.08 abc 23.67±3.06 abcd 31.67±2.08 defg ±1.73 gh 19.67±1.53 a 43.33±0.58 gh 26.00±7.21 abcde Recov 29.67±5.69 bcdefg 26.67±8.14 abcdef 28.67±1.53 abcdef 36.00±1.00 fgh ±4.36 bcdefg 22.33±4.04 abcd 27.67±3.06 abcdef 28.33±7.64 abcdef ±0.58 bcdefg 19.67±0.58 a 30.33±4.16 cdefg 34.00±12.73 efg Recov 20.67±4.73 ab 27.33±8.62 abcdef 30.33±0.58 cdefg 25.00±3.47 abcde Nilai referensi* Data ditampilkan secara kuantitatif dalam Mean ± SD; abcdefg Huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05); K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi; P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi; R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi; RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert; Recov=pemulihan (recovery); *nilai referensi diambil dari Thrall (2004). Maks et al. (2011) melaporkan bahwa terjadi penurunan jumlah WBC pada mencit akibat dosis radiasi ionisasi sinar-. Penurunan jumlah karena terpapar radiasi sinar- terjadi pada babi (Zarybnicka et al. 2011), primata (Ignatova et al. 2010), dan manusia (Akushevich et al. 2010). Radiasi sinar-x memiliki panjang gelombang, frekuensi, dan energi sekitar 1/10 lebih rendah dari sinar-, (Wallace

12 ). Energi ionisasi sinar-x mampu menyebabkan proses ionisasi molekul air (NRC 2006). Molekul air yang terionisasi membentuk radikal bebas dan secara tidak langsung dapat merusak sel-sel penyusun jaringan. Organ-organ seperti sumsum tulang yang memproduksi sel darah akan sangat terpengaruh oleh radiasi (Grundmann et al. 2009). Konsekuensi tidak langsung pada kerusakan sumsum tulang akan mengakibatkan berkurangnya jumlah sel-sel darah perifer (Hu & Cucinotta 2011). Paparan radiasi seluruh tubuh (TBI) dapat menurunkan kapasitas antioksidan dalam serum darah yang dapat ditanggulangi dengan pemberian suplemen antioksidan dari luar (Guan et al. 2004; Guan et al. 2006). Antioksidan pada rosela tersusun atas komponen flavonoid antocyanin dan vitamin C (Maryani & Kristiana 2005). Komponen tersebut mampu secara menyeluruh menetralkan oksidan dalam tubuh sehingga menurunkan tingkat kerusakan jaringan. Suplementasi antioksidan kombinasi l-selenomethionine (SeM), vitamin C, vitamin E succinate, -lipoic acid dan N-acetyl cysteine (NAC) sangat efektif untuk melindungi sel hematopoetik terhadap deplesi, dan membantu sel hematopoetik untuk pulih (Wambi et al. 2008). Kelompok sel agranulosit tersusun atas sel limfosit dan sel monosit dimana pada sitoplasma selnya tidak memiliki granul. Sedangkan sel granulosit tersusun atas sel netrofil, eosinofil dan basofil (Stockham & Scott 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah sel agranulosit lebih tinggi daripada nilai referensi. Nilai yang cukup tinggi pada sel granulosit sebagai respon adanya kerusakan pada sel tubuh oleh paparan radiasi. Lotze et al. (2007) melaporkan bahwa sistem tanggap kebal dapat teraktifasi oleh infeksi, kerusakan jaringan secara steril, dan pedarahan. Mieloid progenitor (myeloid lineage cells) akan teraktifasi oleh sitokin proinflamator sebagai mediator kerusakan jaringan oleh reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS). Sel granulosit membutuhkan waktu 24 jam untuk pulih dari kerusakan akibat radiasi ionisasi (Watts et al. 2009).

13 76 A B C D Gambar 50 Pengaruh pemberian ekstrak rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap karakteristik sel darah putih mencit yang diradiasi 60 hari berselang seluruh tubuh dan setelah masa pemulihan selama 30 hari. A. Jumlah WBC, B. Persentase WBC prematur, C. Agranulosit, D. Granulosit. K (NaCl non radiasi); P (NaCl + radiasi); R (Rosela non radiasi); RP (Rosela+radiasi); msv (mili Sievert). Jumlah sel limfosit lebih dari 50% mengalami perubahan bentuk menjadi abnormal pada pasien kanker yang menjalani radioterapi (Mayer et al. 2011). Radiasi menginduksi mekanisme apoptosis sehingga terjadi pengurangan jumlah total sel normal. Apoptosis merupakan proses kematian sel terprogram yang terjadi pada sel penyusun jaringan tubuh karena adanya kerusakan yang tidak dapat diperbaiki oleh sel itu sendiri (Alberts et al. 2008). Apoptosis dapat mengurangi jumlah sel darah perifer yang bersirkulasi setelah terpapar radiasi (Beliaeva 2010). Sel limfosit dewasa menurun setelah paparan radiasi akan mempengaruhi sistem homeostasis tubuh. Tubuh akan merespon penurunan ini

14 77 dengan melepaskan cadangan sel dari organ pembentuk darah (lymphoid organ) ke pembuluh darah perifer. Organ limfoid pada saat yang sama juga mengalami kerusakan karena radiasi sehingga terjadi penurunan fungsi melepaskan sel limfoid atau sel darah muda (premature) ke sistem perifer. Hasil penelitian terlihat adanya sel leukosit prematur dari sumsum tulang masuk ke dalam darah perifer. Persentase mengalami peningkatan seiring dengan dosis yang diterima pada kelompok P. Akan tetapi pada kelompok suplementasi rosela (RP) menunjukkan persentase sel leukosit premature yang lebih sedikit atau sekitar 60% lebih rendah dari kelompok P dan cenderung menurun (Tabel 27). Asam askorbat (Vitamin C) dan antosianin yang terkandung dalam ekstrak rosela kemungkinan memiliki kemampuan dalam menetralkan radikal bebas yang terbentuk selama terpapar radiasi ionsasi. Shinozaki et al. (2011) melaporkan bahwa pemberian vitamin C sebagai bahan anti apoptosis mampu mengurangi berlangsungnya proses apoptosis. Rekombinasi yang terjadi selama perlakuan menurunkan kadar radikal bebas sehingga menurunkan kerusakan biologis. Terapi dengan radiasi ionisasi dapat menyebabkan kerusakan pada sel normal sebagai hasil dari mediasi sitokin (Widel et al. 2003). Induksi radiasi menyebabkan leukopenia akibat paparan sinar- (Mishima et al. 2004). Kejadian leukopenia merupakan konsekuensi dari limfopenia dan neutropenia yang terjadi selama paparan radiasi. Sediaan herbal yang mengandung antioksidan dapat menstimulasi sistem tanggap kebal, menstimulasi produksi sel darah pada sumsum tulang dan sel limfosit perifer pada pasien yang menjalani kemoterapi (Barret 2003; Mishima et al. 2004). Barrett (2003) dan Widel et al. (2003) melaporkan bahwa penggunaan herbal Echinacea dapat mempengaruhi jumlah leukosit, menstimulasi aktifitas fagosit, dan atau meningkatkan produksi sitokin. Pemeriksaan darah perifer selama dan setelah menjalani radioterapi merupakan cara utama untuk mengetahui kondisi organ hematopoetik. Kerusakan pada sumsum tulang akan berpengaruh pada masa pemulihan sel darah perifer. Sel limfosit dewasa merupakan tipe sel darah perifer yang sangat sensitif terhadap radiasi yang menyebabkan terjadinya limfopenia (Wintrobe et al. 1999; Seddek et al. 2000). Netrofil memiliki waktu hidup jam setelah keluar dari sumsum tulang sebagai sel dewasa (Mollinedo et al. 1999). Suplementasi rosela

15 78 memberikan efek yang sangat signifikan sebagai agen radio-protektif dan radiorecovery terhadap nilai sel darah putih. Untuk mengembalikan nilai normal sel darah perifer pada kelompok suplementasi rosela (RP) terlihat lebih baik daripada kelompok tanpa rosela (P). Karakteristik Trombosit Secara umum jumlah trombosit darah mencit berada di bawah kisaran normal (Tabel 28). Kelompok kontrol (K) dan rosela dengan paparan radiasi (RP) selalu lebih rendah dari pada kelompok radiasi (P) dan rosela (R) (Gambar 51). Tabel 28 Pengaruh pemberian radioprotektif rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada jumlah trombosit mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah masa pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu) Total Dosis Radiasi (msv) Kelompok Perlakuan K P R RP Trombosit (x10 6 sel/µl) (p=0.007) tdh tdh tdh tdh ±0.21 abcdefg 0.54±0.12 defg 0.41±0.16 abcdefg 0.42±0.22 abcdefg ±0.08 abcdef 0.31±0.10 abcde 0.40±0.09 abcdefg 0.43±0.09 abcdefg Recov 0.27±0.14 abcd 0.52±0.35 bcdefg 0.69±0.36 g 0.29±0.16 abcde ±0.04 abc 0.19±0.11 abcd 0.17±0.13 ab 0.13±0.05 a ±0.13 abcdefg 0.45±0.14 abcdefg 0.53±0.07 cdefg 0.40±0.15 abcdefg Recov 0.18±0.07 abcd 0.64±0.27 efg 0.68±0.34 fg 0.39±0.23 abcdefg Nilai referensi * (x10 6 sel/µl) Data ditampilkan secara kuantitatif dalam Mean ± SD; abcdefg Huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05); K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi; P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi; R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi; RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert; Recov=pemulihan (recovery); tdh=tidak dihitung; *nilai referensi diambil dari Thrall (2004) Greenberg et al. (1968) melaporkan bahwa platelet dalam sirkulasi plasma darah perifer sangat resisten terhadap radiasi (highly radioresistant). Proses irradiasi pada pasien yang menjalani radioterapi tidak mempengaruhi kondisi platelet darah. Daya tahan platelet terhadap radiasi secara in-vitro dapat mencapai lebih dari rad (Kalovidouris & Papayannis 1981). Dewasa ini beberapa studi melaporkan terjadinya trombositopenia pada kecelakaan radiasi karena kegagalan multi organ (DiCarlo et al. 2011). Radiasi ionisasi secara in-vitro tidak mempengaruhi fungsi-fungsi platelet darah (Kalovidouris & Papayannis 1981). Akan tetapi Hong-Fu et al. (1991)

16 79 melaporkan bahwa radiasi sinar gama dari 60 Co pada mencit, tikus dan kelinci menyebabkan peningkatan agregasi platelet pada 5 hari pertama setelah diradiasi. Gambar 51 Pengaruh pemberian ekstrak rosela (Hibiscus sabdariffa L.) karakteristik trombosit mencit yang diradiasi 60 hari berselang seluruh tubuh dan setelah masa pemulihan selama 30 hari. K (NaCl non radiasi); P (NaCl + radiasi); R (Rosela non radiasi); RP (Rosela+radiasi); msv (mili Sievert). Pemberian bahan herbal dan asam asetil salisilat dapat menghambat laju agregasi platelet hingga 23-53% in-vitro dan 46-69% in-vivo dosis radiasi Sv pada mencit. Verheij et al. (1994) melaporkan bahwa adesi platelet meningkat setelah terpapar radiasi karena kerusakan pada faktor von-willebrand dalam plasma darah. Radiasi ionisasi menyebabkan terbentuknya reactive oxygen species (ROS) yang mempengaruhi aktifitas platelet dalam kondisi fisiologis maupun patologis (Porta et al. 2000). Flavonoid mempengaruhi proses agregasi trombosit dengan menghambat jalur siklooksigenase sehingga tromboksan A 2 tidak terbentuk (Janssen et al. 1998; Pace-Asciak et al. 1995; Pace-Asciak et al. 1996). Kolagen dari agregasi trombosit terbentuk dari meningkatnya kadar H 2 O 2 yang mengaktifasi fungsi trombosit oleh mobilisasi kalsium dan jalur inositol (Pignatelli et al. 1998). Quersetin dan katesin merupakan flavonoid yang mampu menghambat produksi H 2 O 2 trombosit. Quersetin merupakan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak rosela (Mozaffari-Khosravi et al. 2009). Flavonoid mampu mengurangi terbentuknya kolagen dengan menghambat proses agregasi trombosit. Akan tetapi penghambatan tidak terjadi secara penuh karena trombosit penting untuk proses

17 80 pembentukan sumbat darah saat terjadi perdarahan (Pignatelli et al. 2000). Radiasi ionisasi secara in-vivo pada mencit secara berulang selama 8 minggu penelitian ini tidak mempengaruhi jumlah trombosit. Antocyanin merupakan komponen yang terkandung dalam kalik rosela (Maryani & Kristiana 2005). Konsumsi antocyanin pada studi epidemiologi mampu menurunkan resiko penyakit jantung (Wallace 2011). Suplementasi rosela pada mencit secara in-vivo penelitian ini kemungkinan berpengaruh pada penurunan fungsi agregasi trombosit dalam pembentukan kolagen. Karakteristik Sel Darah Merah (RBC) Hasil penelitian secara umum memperlihatkan bahwa gambaran parameter sel darah merah berada dalam kisaran normal sebagaimana pada nilai referensi (Tabel 29). Jumlah RBC terlihat menurun selama penelitian dan berada dalam kisaran normal (p<0.05). Persentase hematokrit (PCV) juga mengalami hal yang sama dengan jumlah RBC yang cenderung menurun tetapi masih dalam kisaran normal. Kadar hemoglobin (Hb) mengalami fluktuasi selama penelitian tetapi masih berada dalam kisaran normal. Ketiga parameter (Jumlah RBC, PCV dan Hb) terlihat adanya perbedaan pada kelompok R setelah masa pemulihan dari total paparan radiasi 2.9 msv begitu juga pada kelompok K setelah pemulihan dari 5.3 msv paparan radiasi (p<0.05). Sel darah merah memiliki badan sel yang relatif lebih tahan dari kerusakan dari pada platelet dan sel darah putih. Dengan demikian kejadian anemia biasanya berjalan lebih lambat (Kar & Ghosh 2002). Hasil penelitian menunjukkan adanya tendensi penurunan jumlah Hb, PCV dan RBC pada semua kelompok perlakuan. Penurunan ini kemungkinan terjadi akibat adanya kegagalan pembelahan sel, kehilangan organ pembentuk darah, kerusakan pada saluran pencernaan (El-Habit et al. 2000; Abouelella et al. 2007), deplesi sumsum tulang sehingga mempengaruhi diferensiasi eritroblast dan pelepasan retikulosit dari sumsum tulang (Gridley et al. 2001), dan kehilangan sel dari sistem sirkulasi karena perdarahan ataupun kerusakan dinding kapiler sehingga merusak sel-sel yang dewasa (Tawfik 2003). Pengambilan darah pada pemeriksaan darah maksimal 7% dari berat badan. Volume maksimal darah yang dapat diambil adalah 10% dari

18 81 total darah yang bersirkulasi atau sekitar ml (Hrapkiewicz & Medina 2007). Penelitian ini mengambil sampel darah perifer > 0.5 ml, dengan demikian terjadi kelebihan dalam pengambilan darah yang berakibat pada regeneratif anemia. Regeneratif anemia terjadi karena kehilangan banyak darah atau kerusakan pada sel darah, kejadian ini biasanya akan pulih setelah 1-2 minggu setelah penyebabnya dihilangkan (Thrall 2004). Waktu pengambilan data setiap selang 2 minggu belum cukup untuk regenerasi sel darah dari anemia. Tabel 29 Pengaruh pemberian radioprotektif rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada karakteristik sel darah merah mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah masa pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu) Total Dosis Radiasi (msv) Kelompok Perlakuan K P R RP Eritrosit (x10 6 cells/µl) (p=0.000) ±0.00 ef 8.24±0.00 ef 8.24±0.00 ef 8.24±0.00 ef ±0.60 cdef 7.54±0.50 def 8.31±0.74 ef 8.73±0.12 f ±0.94 abcd 7.12±0.24 bcdef 7.12±0.39 bcdef 6.95±0.42 bcde Recov 7.10±0.88 bcdef 7.74±0.71 def 5.72±1.83 abc 7.43±1.00 def ±0.77 abcde 7.24±1.55 cdef 7.86±0.66 def 7.65±1.05 def ±0.68 abcde 7.11±0.22 bcdef 5.24±1.33 a 6.66±0.26 abcde Recov 5.51±1.05 ab 6.51±0.62 abcd 8.16±1.60 def 7.04±0.62 bcde Nilai referensi* PCV (%) (p=0.000) ±0.00 cd 44.42±0.00 cd 44.42±0.00 cd 44.42±0.00 cd ±2.50 d 44.25±3.97 cd 45.17±4.80 d 46.00±1.00 d ±1.09 cd 39.58±2.90 cd 41.67±1.53 cd 42.75±1.52 cd Recov 41.42±1.28 cd 40.67±1.42 cd 31.58±12.10 ab 44.17±1.44 cd ±5.78 cd 44.33±1.81 cd 44.08±2.31 cd 42.83±3.50 cd ±0.25 cd 41.00±1.00 cd 36.75±9.96 bc 44.00±0.00 cd Recov 29.17±8.27 a 38.58±1.13 cd 43.17±1.15 cd 40.92±1.88 cd Nilai referensi* Hb (g/dl) (p=0.003) ±0.00 b 12.12±0.00 b 12.12±0.00 b 12.12±0.00 b ±0.74 b 13.31±0.39 b 13.57±0.70 b 13.20±0.66 b ±1.64 b 13.44±0.32 b 13.26±0.28 b 13.72±0.42 b Recov 13.19±0.72 b 13.22±0.07 b 9.21±5.29 a 13.79±0.51 b ±1.60 b 13.70±0.39 b 14.14±0.92 b 13.57±1.47 b ±0.14 b 12.70±0.04 b 11.46±3.20 ab 13.94±0.42 b Recov 9.16±1.35 a 11.90±0.67 b 13.70±1.00 b 13.08±0.45 b Nilai referensi* Data ditampilkan secara kuantitatif dalam Mean ± SD; abcdefg Huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05); K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi; P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi; R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi; RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert; *nilai referensi diambil dari Thrall (2004) Ekstrak etanol rosela selain mengandung antocyanin juga antioksidan yang larut air seperti vitamin C dan larut lemak seperti vitamin E. Antocyanin sangat

19 82 mudah terdegradasi dalam tubuh secara fisiokimia menjadi senyawa fenol dalam tubuh (Mazza & Miniati 1993). Total tokoferol yang terdeteksi pada ekstrak biji rosela memiliki rata-rata konsentrasi 2000 mg/kg, terdiri atas -tokoferol 25 %, y- tokoferol 74.5 % dan -tokoferol 0.5 % (Mohamed et al. 2007; Abuharfiel & Sarsourand 2001). A B C Gambar 52 Pengaruh pemberian ekstrak rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap parameter sel darah merah mencit yang diradiasi 60 hari berselang seluruh tubuh dan setelah masa pemulihan selama 30 hari. A. Jumlah sel darah merah (RBC), B. Persentase hematokrit (PCV), C. Kadar hemoglobin (Hb). K (NaCl non radiasi); P (NaCl + radiasi); R (Rosela non radiasi); RP (Rosela+radiasi); msv (mili Sievert). Suplementasi peroral menyebabkan cincin B pada struktur antocyanin terhidroksilasi. Proses degradasi dimediasi oleh ph sistem pencernaan menjadi asam fenol dan aldehid (Woodward et al. 2009). Kapasitas antioksidan dalam darah akan meningkat setelah suplementasi antocyanin. Akan tetapi hal ini bukan disebabkan secara langsung oleh konsumsi antocyanin, melainkan karena meningkatnya kadar asam uric hasil metabolism antocyanin (Frei 2007). Flavonoid menjaga dari berbagai penyakit jantung dengan meningkatkan aktifitas

20 83 nitrit oksida yang akan menjaga pembuluh darah lebih sehat dan lebih elastis, mencegah peradangan dan menurunkan tekanan darah (Frei 2007). Antocyanin juga bermanfaat dalam menjaga proses pembelahan DNA (Acquaviva et al. 2003; Lazze et al. 2003), aktifitas estrogen, menghambat enzim, meningkatkan produksi sitokin sebagai regulasi sistem tanggap kebal, memiliki aktifitas anti radang (Lefevre et al. 2004), menjaga dari peroksidasi lemak (Ramirez-Tortosa et al. 2001), meningkatkan permeabilitas dan ketahanan pembuluh darah, dan menjaga kekuatan membran sel (Rossi et al. 2003). Resume Karakteristik Sel Darah Perifer Jumlah total sel darah putih (leukosit) berada dalam kisaran normal sebagaimana data referensi. Akan tetapi, dalam penelitian ini terjadi penurunan jumlah leukosit pada kelompok radiasi (P) yang menunjukkan nilai paling rendah dari kelompok lainnya. Sel limfosit muda (limfoid) terlihat muncul dalam darah perifer seiring dengan bertambahnya dosis radiasi dan mengalami penurunan jumlah setelah waktu pemulihan. Persentase sel granulosit dan agranulosit berada dalam kisaran normal referensi dengan fluktuasi yang berfariasi bervariasi. Jumlah trombosit darah mencit berada di bawah kisaran normal referensi. Gambaran parameter sel darah merah pada jumlah sel, hematokrit dan hemoglobin berada dalam kisaran normal sebagaimana pada nilai referensi (Tabel 30). Tabel 30 Pengaruh pemberian radioprotektif Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada sel darah tepi mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu ke-) No Parameter P- value Normal* Total radiasi (msv) Pemulihan dari- (msv) Leukosit (10 3 sel/µl) N Sm R=RP>P=K K>RP>P=R P=RP>K=R 2 Limfoid (%) Ab P=RP P>RP P=RP P=RP 3 Agranulosit (%) N P=RP>K=R K =R=P>RP K =R=P>RP Sm 4 Granulosit (%) N R>K>RP>P K=R>RP=P RP>P=K= R R=P=RP>K 5 Trombosit (10 6 sel/µl) Ab Sm Sm R>P>RP=K R=P>RP>K 6 Eritrosit (10 6 sel/µl) N Sm K=P=RP>R K=P=RP>R R>RP=P>K 7 Hematokrit (%) N Sm Sm K=P=RP>R R=RP=P>K 8 Hemoglobin (g/dl) N Sm Sm K=P=RP>R R=RP=P>K N = normal, Ab = abnormal; Sm=nilai sama pada semua kelompok; K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi, P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi, R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi, RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert; huruf cetak tebal membandingkan kelompok P dengan RP; *nilai referensi dari Thrall (2004).

21 84 Berdasarkan hasil penelitian terlihat adanya perbedaan sensitifitas diantara sel-sel yang terdapat dalam plasma darah perifer. Tingkat sensitifitas sel darah perifer mulai dari yang paling sensitif (low radioresistant) hingga yang tidak sensitif (highly radioresintant) secara berturut-turut adalah sel darah putih, platelet dan sel darah merah. Leukosit merupakan sel yang sensitif terhadap kerusakan oleh radiasi. Eritrosit merupakan sel yang relatif lebih tahan dari kerusakan dari pada platelet dan leukosit. Dengan demikian kejadian anemia biasanya berjalan lebih lambat (Kar & Ghosh 2002). Hasil penelitian menunjukkan adanya tendensi penurunan jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit. Penurunan ini kemungkinan terjadi akibat adanya kegagalan pembelahan sel, kerusakan organ pembentuk darah, kerusakan pada saluran pencernaan (Abouelella et al. 2007), deplesi sumsum tulang sehingga mempengaruhi diferensiasi eritroblast dan pelepasan retikulosit dari sumsum tulang (Gridley et al. 2001). Gaman et al. (2009) melaporkan bahwa, keracunan radiasi pada darah perifer menyebabkan pancytopenia. Pancytopenia merupakan kondisi dimana terjadi penurunan jumlah eritrosit (anemia), leukosit (neutropenia) dan platelet (trombositopenia). Jika penurunan jumlah hanya terjadi pada eritrosit dan leukosit disebut bicytopenia (Kar & Ghosh 2002). Konsekuensi tidak langsung pada kerusakan sumsum tulang akan mengakibatkan berkurangnya jumlah sel-sel darah perifer (Hu & Cucinotta 2011). Nilai sel darah perifer pada kelompok suplementasi rosela lebih baik dari pada kelompok radiasi selama perlakuan. Hal ini mengindikasikan adanya efek proteksi oleh rosela terhadap sel dari radiasi. Berat Organ Berat Relatif Organ pada Sistem Pencernaan Sistem pencernaan dibagi dalam beberapa bagian, yaitu berat relatif organ lidah, lambung dan usus (Tabel 31 dan Gambar 53). Berat relatif organ lidah pada kelompok perlakuan K, R dan RP secara umum tidak berbeda. Kelompok P pada total radiasi 2.9 msv memiliki berat lebih besar dari semua kelompok (p<0.05). Berat relatif lambung hanya pada kelompok RP memiliki variasi yang berbeda sesuai dengan total dosis yang diterima (p<0.05). Nilai yang berbeda pada

22 85 kelompok ini masih berada dalam kisaran kelompok K, P dan R. Berat relatif usus tidak menunjukkan adanya perbedaan diantara kelompok perlakuan (p=0.203). Tabel 31 Pengaruh pemberian radioprotektif rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada berat relatif organ sistem pencernaan mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah masa pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu) Total Radiasi (msv) Berat relatif pada kelompok perlakuan (gram) K P R RP Lidah (p=0.001) ±0.03 ab 0.60±0.02 d 0.29±0.03 ab 0.35±0.02 abc Recov 0.47±0.22 bcd 0.33±0.12 ab 0.53±0.03 cd 0.25±0.03 a ±0.12 ab 0.36±0.13 abc 0.30±0.15 ab 0.32±0.13 ab Recov 0.32±0.17 ab 0.32±0.14 ab 0.21±0.03 a 0.22±0.01 a Lambung (p=0.000) ±0.28 abcd 1.01±0.17 abcd 1.04±0.09 abcd 1.41±0.30 d Recov 0.96±0.04 abcd 0.92±0.09 abc 0.88±0.19 ab 0.55±0.51 a ±0.12 ab 0.80±0.15 ab 0.90±0.24 ab 0.80±0.27 b Recov 0.83±0.28 ab 0.56±0.11 a 0.89±0.03 ab 1.24±0.38 bcd Usus (p=0.203) ±3.98 c 11.49±1.98 abc 13.66±1.83 bc 12.35±0.95 abc Recov 11.61±1.42 abc 10.44±1.89 ab 12.86±1.41 abc 12.22±0.99 abc ±2.75 abc 9.47±0.94 a 9.30±1.34 a 11.95±2.14 abc Recov 10.56±1.18 ab 10.74±1.28 ab 11.37±1.58 abc 11.18±0.36 abc Data ditampilkan secara kuantitatif dalam Mean ± SD; abcdefg Huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05); K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi; P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi; R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi; RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert; Organ sistem pencernaan merupakan organ yang memiliki sensitifitas terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radiasi ionisasi (Grundmann et al. 2009). Sel-sel pada mukosa saluran pencernaan selalu mengalami penggantian saat mencerna makanan baik secara fisik maupun secara kimiawi oleh enzimenzim pencernaan. Saluran pencernaan secara fisiologis akan mengganti sel-sel yang rusak dengan membentuk sel yang baru dari stem cell lineages (Lgr5+ and Ascl2+) yang berada pada lapisan basalis (Montgomery et al. 2011). Radiasi ionisasi akan merusak struktur sel-sel penyusun sistem pencernaan. Fungsi regenerasi stem cell tidak bekerja dengan optimal atau mengalami penurunan. Kerusakan yang parah akan berakibat pada perubahan berat relatif organ menjadi lebih kecil dari berat relatif normal. Pengukuran berat relatif organ dengan kerusakan dapat dijadikan indikasi awal adanya kerusakan jaringan, akan tetapi pemeriksaan mikroskopis masih diperlukan untuk validasi terjadinya kerusakan. Suplementasi rosela yang mengandung antioksidan akan menetralkan oksidan yang terbentuk saat paparan radiasi. Antioksidan flavonoid berupa

23 86 antocyanin dan vitamin C yang diserap oleh sistem pencernaan akan membantu sel-sel penyusun jaringan pada organ pencernaan untuk memperbaiki diri dari kerusakan yang disebabkan oleh oksidan atau radikal bebas. A B C Gambar 53 Pengaruh pemberian ekstrak rosela (Hibiscus sabdariffa L.) selama radiasi ionisasi berulang dan 30 hari masa pemulihan terhadap Berat Relatif (BR) sistem pencernaan mencit. A. BR lidah. B. BR lambung. C. BR usus. K (NaCl non radiasi); P (NaCl+radiasi); R (Rosela non radiasi); RP (Rosela+radiasi); msv (mili Sievert). Berat Relatif Organ pada Sistem Sirkulasi Sistem sirkulasi terbagi atas organ jantung dan paru-paru (Tabel 32 dan Gambar 54). Berat relatif jantung pada semua kelompok tidak menunjukkan adanya perbedaan (p=0.433). Berat relatif paru-paru terlihat perbedaan pada kelompok K terdapat variasi berat yang berbeda (p=0.013). Pemberian rosela pada tikus selama 28 hari mempengaruhi indeks jantung (berat relatif) pada dosis 25 dan 50 mg/kg berat badan setiap hari. Dosis 50 mg/kg berat badan menurunkan indek jantung sebesar 0.06 (Olatunji et al. 2006). Akan tetapi pada hasil penelitian dengan dosis yang sama dan waktu pemberian hingga

24 87 60 hari tidak mempengaruhi indeks jantung pada hewan mencit. Suplementasi ekstrak etanol rosela setiap 2 hari sekali tidak mempengaruhi indeks jantung mencit (Gambar 54). Perlakuan dengan radiasi sinar-x juga tidak berpengaruh terhadap indeks jantung mencit (p=0.433). Tabel 32 Pengaruh pemberian radioprotektif rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada berat relatif organ sistem sirkulasi mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu) Total Radiasi (msv) Berat relatif pada kelompok perlakuan (gram) K P R RP Jantung (p=0.433) ±0.18 ab 0.30±0.01 a 0.41±0.13 ab 0.59±0.19 ab Recov 0.55±0.34 ab 0.44±0.33 ab 0.70±0.15 ab 0.52±0.31 ab ±0.14 a 0.50±0.12 ab 0.60±0.15 ab 0.48±0.23 ab Recov 0.31±0.11 a 0.48±0.03 ab 0.48±0.14 ab 0.36±0.13 ab Paru-paru (p=0.013) ±0.28 cde 0.91±0.31 bcd 0.83±0.14 abcd 0.95±0.21 cde Recov 0.89±0.54 bcd 0.77±0.30 abcd 0.62±0.18 abc 0.79±0.47 abc ±0.12 a 0.87±0.26 bcd 0.59±0.11 abc 0.40±0.26 ab Recov 0.63±0.16 abc 0.72±0.05 abcd 0.70±0.19 abcd 0.73±0.27 abcd Data ditampilkan secara kuantitatif dalam Mean ± SD; abcdefg Huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan (p 0.05); K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi; P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi; R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi; RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert. Menurut Grundmann et al. (2009), jantung dan paru-paru merupakan organ yang kurang sensitif terhadap radiasi ionisasi. Kerusakan pada organ jantung dan paru-paru kemungkinan disebabkan oleh gangguan fungsi sel-sel penyusun jaringan. Suplementasi rosela berpengaruh terhadap fungsi sel-sel dalam jaringan karena adanya komponen antocyanin sekitar 2% dan vitamin C meskipun dalam jumlah sedikit sekitar 0.004% dari berat total dosis yang diberikan. Kerusakan sel otot jantung disebabkan oleh kelebihan ion Ca2+ intraseluler akibat menurunnya kadar aktifitas Na+-K+-ATPase atau Ca2+-Mg2+-ATPase. Kelebihan Ca2+ akan meningkatkan beban kerja otot jantung secara berlebih dan berakibat pada penyakit kardiovaskular. Patofisiologi penyakit jantung dipengaruhi oleh kadar aktifitas Na+-K+-ATPase atau Ca2+-Mg2+-ATPase yang terlalu rendah sehingga terjadi berbagai bentuk penyakit jantung (Blaustein 1996). Pembebanan berlebih dalam waktu yang lama pada otot jantung akan menyebabkan terjadinya hipertopi sehingga indeks jantung menjadi meningkat.

25 88 Suplementasi ekstrak rosela akan meningkatkan kadar aktifitas Na+-K+- ATPase dan Ca2+-Mg2+-ATPase. Kadar Ca2+ akan ditekan dan beban kerja otot jantung juga akan menurun (Olatunji et al. 2006). Antocyanin dalam ekstrak rosela akan membantu otot jantung untuk bekerja dengan kondisi optimal dengan menstabilkan kesetimbangan Ca2+ dengan enzimnya Na+-K+-ATPase dan Ca2+- Mg2+-ATPase. Sistem pernafasan merupakan organ yang menyediakan oksigen (O 2 ) untuk sel-sel dalam tubuh dan membuang karbondioksida (CO 2 ) dari sel keluar tubuh. Paru-paru merupakan organ utama yang bekerja pada proses tersebut (Nilsson 2010). Berat relatif organ paru-paru akan meningkat jika terjadi gangguan fungsi sistemik maupun kerusakan lokal pada sel-sel sistem pernafasan. Stres oksidatif akan merusak kesetimbangan agen oksidan (radikal bebas) dan antioksidan dalam tubuh. Stres oksidatif dapat terjadi karena paparan radiasi ionisasi sinar-x yang diberikan dalam perlakuan penelitian. Radiasi ionisasi menyebabkan kerusakan sel-sel normal organ pernafasan dan kemungkinan dapat menurunkan fungsi sel tanggap kebal. Proses degradasi sel yang rusak maupun materi hasil apoptosis tidak dapat berjalan dengan baik. A B berat relatif (gram) Gambar 54 Pengaruh pemberian ekstrak rosela (Hibiscus sabdariffa L.) selama radiasi ionisasi berulang dan 30 hari masa pemulihan terhadap Berat Relatif (BR) sistem sirkulasi mencit. A. BR jantung. B. BR paru-paru. K (NaCl non radiasi); P (NaCl + radiasi); R (Rosela non radiasi); RP (Rosela+radiasi); msv (mili Sievert).

26 89 Proses pernafasan seluler melalui metabolisme yang komplek. Proses pembentukan energi (adenosine triphosphate, ATP) dalam sel dilakukan oleh mitokondria melalui proses oxidative phosphorylation. Oksigen dibutuhkan dalam proses metabolisme glukosa untuk menghasilkan ATP, CO 2 dan H 2 O. Akan tetapi agen oksidasi berupa hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) terbentuk selama proses metabolisme sebagai metabolit (Turrens 2003). Sistem tanggap kebal juga bekerja melalui proses fagositosis dengan melepaskan agen oksidasi H 2 O 2 dari sel fagosit untuk mendegradasi antigen. Agen oksidasi dilepaskan dalam media ekstraseluler akan berbahaya karena dapat merusak sel-sel tubuh (Hemila 1994; Akaike et al. 1998). Vitamin C yang diserap tubuh merupakan agen antioksidan yang dapat menetralkan agen oksidasi berlebih dalam media ekstraseluler (Hemila 2003). Berat Relatif Organ pada Sistem Urogenital Sistem organ urogenitalis mencit terdiri atas organ ginjal, kelenjar aksesorius, dan testes (Tabel 33). Berat relatif organ ginjal (kanan-kiri) memiliki nilai yang sama pada semua kelompok perlakuan (p=0.229). Berat relatif organ kelenjar aksesorius terdapat sedikit perbedaan yang nyata pada kelompok R setelah 2-4 minggu dan kelompok RP setelah terpapar dosis radiasi 5.3 msv menunjukkan nilai yang lebih kecil dari kelompok lainnya (p=0.018). Berat relatif testes pada semua kelompok perlakuan dan dosis berbeda tidak berbeda secara statistik (p=0.452). Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk melakukan filtrasi darah dan ekskresi sisa-sisa metabolisme dalam tubuh berupa urin serta menjaga homeostasis tubuh. Sistem homeostasis yang terjadi dalam ginjal diantaranya seperti kesetimbangan asam-basa, elektrolit, tekanan darah dan sistem hormonal (Guyton & Hall 2006). Menurut Grundmann et al. (2009), ginjal termasuk organ yang kurang sensitif sedangkan kelenjar aksesorius dan testes termasuk yang sensitif terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radiasi ionisasi. Rosela mengandung flavonoid antocyanin dan vitamin C. Suplementasi rosela akan diserap melalui sistem pencernaan, dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui urin dan empedu. Suplementasi peroral antocyanin dalam

27 90 sistem pencernaan akan diserap sekitar 5 % (Williams et al. 2004; Lotito & Frei 2006; Frei 2007), sedangkan vitamin C dengan dosis < 20 mg penyerapan dapat mencapai 98 % (Levine et al. 1996). Penyerapan dan distribusi hasil metabolisme ekstrak rosela dalam tubuh akan menyediakan sumber antioksidan tambahan untuk menetralkan kelebihan radikal bebas. Ekskresi rosela melalui urin akan menyediakan komponen antioksidan pada sistem urogenital secara ekstraseluler. Ginjal dan saluran urinasi akan terjaga dari kerusakan oleh radiasi ionisasi yang diberikan selama perlakuan. Tabel 33 Pengaruh pemberian radioprotektif rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada berat relatif organ sistem urogenital mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu) Total Radiasi (msv) Berat relatif pada kelompok perlakuan (gram) K P R RP Ginjal (p=0.229) ±0.08 ab 1.40±0.43 a 1.67±0.06 ab 1.79±0.42 abc Recov 2.24±0.22 c 1.78±0.37 abc 1.84±0.18 abc 2.04±0.61 bc ±0.15 abc 1.81±0.31 abc 1.57±0.26 ab 1.84±0.44 abc Recov 1.70±0.11 abc 1.69±0.10 abc 1.57±0.07 ab 2.03±0.19 bc Kelenjar aksesorius (p=0.018) ±0.23 abcd 0.60±0.02 abcd 0.27±0.06 ab 0.83±0.20 cd Recov 0.71±0.21 abcd 0.99±0.60 d 0.78±0.22 bcd 0.90±0.45 cd ±0.11 abcd 0.80±0.52 cd 0.74±0.13 abcd 0.40±0.26 abc Recov 0.79±0.22 bcd 0.96±0.22 d 0.90±0.22 cd 0.81±0.29 cd Testes (p=0.452) ±0.17 ab 1.01±0.48 ab 1.12±0.39 ab 1.55±0.43 b Recov 0.95±0.20 ab 1.10±0.32 ab 0.97±0.42 a 0.98±0.15 a ±0.09 ab 1.37±0.29 ab 0.96±.0.09 a 1.29±0.62 ab Recov 1.24±0.09 ab 1.12±0.21 ab 0.90±0.17 a 0.95±0.17 a Data ditampilkan secara kuantitatif dalam Mean ± SD; abcdefg Huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05); K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi; P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi; R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi; RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert. Kelenjar aksesorius dan testes merupakan bagian dari sistem genital jantan. Kelenjar aksesorius menghasilkan sekreta dan testes memproduksi sel sperma melalui proses spermatogenesis (Heller & Clermont 1963). Sensitifitas organ kelenjar aksesorius terhadap kerusakan oleh radiasi ionisasi dalam jumlah besar akan terlihat pada indek berat relatif organ. Produksi sekresi menjadi lebih besar sehingga indek berat relatif organ bertambah seiring dengan bertambahnya dosis yang diterima (Gambar 55). Organ testes tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam berat relatif. Pengamatan mikroskopis pada kondisi sel-sel penyusun testes perlu dilakukan untuk mengetahui bentuk kerusakan yang terjadi.

28 91 A B berat relatif (gram) C Gambar 55 Pengaruh pemberian ekstrak rosela (Hibiscus sabdariffa L.) selama radiasi ionisasi berulang dan 30 hari masa pemulihan terhadap Berat Relatif (BR) sistem urogenitalis mencit. A. BR ginjal. B. BR kelenjar aksesorius. C. BR testes. K (NaCl non radiasi); P (NaCl+radiasi); R (Rosela non radiasi); RP (Rosela+radiasi); msv (mili Sievert). Berat Relatif Organ pada Organ Hati dan Limpa Organ hati setelah terpapar radiasi 2.9 msv dan 5.3 msv mengalami penurunan berat relatif pada kelompok P, R dan RP (p=0.013). Pemulihan selama 30 hari setelah diradiasi terjadi pemulihan berat dalam ukuran normal seperti kontrol (K). Sedangkan organ limpa pada kelompok R setelah pemulihan dan setelah 6-8 minggu terlihat lebih berat dari kelompok lainnya (p=0.004). Hasil pengukuran berat relatif organ hati dan limpa sebagaimana pada Tabel 34. Organ hati berfungsi sebagai pusat detoksifikasi, mensintesis protein, dan memproduksi material biokimia untuk pencernaan melalui proses metabolisme (Maton et al. 1993). Radiasi ionisasi yang diberikan kemungkinan menyebabkan kerusakan pada sel-sel penyusun jaringan organ hati. Kematian dan kerusakan sel menyebabkan hilangnya sejumlah sel dari susunan sel dalam jaringan. Kehilangan

29 92 sel dalam jumlah besar akan menyebabkan menurunnya fungsi organ dan akan terlihat pada berat relatif yang menurun (Gambar 56A). Tabel 34 Pengaruh pemberian radioprotektif rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada berat relatif organ hati dan limpa mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu) Total Dosis Radiasi (msv) Kelompok Perlakuan K P R RP Hati (p=0.013) ±1.41 bcd 3.93±0.69 a 4.77±0.99 abc 5.32±0.43 abcd Recov 6.59±1.32 bcde 6.92±1.30 cde 7.15±1.16 de 7.50±1.43 de ±0.20 abcd 6.19±0.31 bcd 6.31±0.16 bcd 5.95±0.24 abcd Recov 5.87±1.29 abcd 5.62±0.59 abcd 5.80±0.16 abcd 5.80±1.05 abcd Limpa (p=0.004) ±0.03 ab 0.40±0.17 ab 0.52±0.19 abc 0.36±0.02 ab Recov 0.48±0.23 abc 0.25±0.02 a 0.81±0.57 bcde 0.50±0.06 abc ±0.24 ab 0.43±0.22 ab 0.67±0.22 abcde 0.24±0.01 a Recov 0.45±0.35 abc 0.48±0.23 abc 0.41±0.05 ab 0.29±0.11 ab Data ditampilkan secara kuantitatif dalam Mean ± SD; abcdefg Huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05); K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi; P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi; R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi; RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert. Limpa merupakan organ hematopoietik selain sumsum tulang, timus dan limfonodus. Limpa sebagai organ yang berperan penting dalam pembentukan sel darah merah, menyimpan cadangan sel darah merah, limfosit dan trombosit (Mebius & Kraal 2005). Radiasi ionisasi dapat merusak organ dengan memiliki sel yang aktif membelah seperti halnya limpa. Menurut Grundmann et al. (2009), limpa termasuk organ hematopoetik yang sangat sensitif terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radisi ionisasi. Kerusakan yang terjadi akan merusak sel-sel penyusun jaringan limpa dan berakibat pada penurunan berat relatif organ (Gambar 56B). Suplementasi rosela sebagai sumber antioksidan alami pada mencit belum mencukupi untuk menetralkan radikal bebas pada organ limpa. Antioksidan yang beredar dalam seluruh tubuh dalam konsentrasi dan jumlah yang sama. Swirski et al. (2009), menyatakan bahwa cadangan sel darah di dalam organ limpa hampir mencapai 30% dari total sel darah yang bersirkulasi. Kerusakan pada limpa oleh radiasi ionisasi akan memberikan efek yang besar pada sel-sel darah dalam tubuh. Pengamatan mikroskopis pada organ limpa akan memperlihatkan bentuk dan tingkat kerusakan yang terjadi.

30 93 A B berat relatif (gram) Gambar 56 Pengaruh pemberian ekstrak rosela (Hibiscus sabdariffa L.) selama radiasi ionisasi berulang dan 30 hari masa pemulihan terhadap Berat Relatif (BR) organ hati dan limpa mencit. A. BR hati. B. BR limpa. K (NaCl non radiasi); P (NaCl+radiasi); R (Rosela non radiasi); RP (Rosela+radiasi); msv (mili Sievert). Resume Berat Relatif Organ Hasil penelitian menunjukkan bahwa organ pembentuk darah dan organ pencernaan memiliki perbedaan berat relatif yang berbeda diantara kelompok perlakuan. Sistem pencernaan dan organ limfoid (limpa) memiliki berat relatif organ yang terlihat sangat signifikan diantara kelompok perlakuan baik setelah menerima paparan radiasi maupun setelah waktu pemulihan (Tabel 35). Sensitifitas organ berbeda-beda terhadap paparan radiasi. Radiosensitifity merupakan kondisi tingkat sensitifitas organ terhadap kerusakan yang disebabkan oleh adanya radiasi. Organ-organ pembentuk darah memiliki tingkat sensitifitas yang paling tinggi, disusul organ pencernaan dan organ reproduksi, kulit serta yang tidak sensitif yaitu otot dan otak (Grundmann et al. 2009; NRC 2006). Istilah lain yang digunakan adalah radioresistant yaitu kondisi daya tahan jaringan atau organ terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radiasi. Radioresistant merupakan kebalikan dari radiosensitifity (NRC 2006).

31 94 Tabel 35 Pengaruh pemberian radioprotektif Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada berat relatif organ* mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu ke-) No Organ Sensitifitas# P- value Total radiasi (msv) Pemulihan dari- (msv) Lidah P>RP=K=R Sm R=K>P=RP Sm 2 Lambung RP>P=K=R Sm K=R=P>RP RP>K=R>P 3 Usus Sm Sm Sm Sm 4 Jantung Sm Sm Sm Sm 5 Paru-paru Sm P>RP=R=K Sm Sm 6 Ginjal Sm Sm Sm Sm 7 Kelenjar asesoris RP>P=K>R K=R=P>RP Sm Sm 8 Testis Sm Sm Sm Sm 9 Hati K>RP=P=R Sm Sm Sm 10 Limpa Sm R>K=P>RP R>K=RP>P Sm *Berat relatif organ=(berat organ/berat badan) x 100. #Sumber: Grundmann et al. (2009); Sm=nilai sama pada semua kelompok; K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi, P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi, R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi, RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert; + (kurang sensitif), ++ (sensitif), +++ (sangat sensitif) ; huruf cetak tebal membandingkan kelompok P dengan RP. Tingkat pembelahan atau proliferasi sel penyusun jaringan yang menentukan tingkat sensitifitas atau daya tahan organ. Jaringan yang aktif membelah memiliki sensitifitas yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan jaringan yang tidak aktif membelah (Thrall 2002). Paparan radiasi ionisasi dapat menyebabkan kerusakan pada struktur seluler organ dan berpengaruh terhadap berat relatif organ. Tubuh tersusun atas 60% komponen air (Guyton 1991). Paparan radiasi ionisasi berinteraksi dengan molekul air dan membentuk radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas terbentuk pada semua sel dan jaringan tubuh yang tersusun oleh komponen air. Selain komponen air, tubuh juga tersusun atas protein, lemak, karbohidrat dan unsur-unsur lainnya penyusun sel dan organel-organelnya. Radikal bebas secara fisiologis dibutuhkan oleh sel untuk melakukan berbagai aktifitas dan fungsinya dalam tubuh. Proses fagositosis (Hemila 1994; Akaike et al. 1998), komunikasi antar sel (Pacher et al. 2007), pernafasan seluler (Turrens 2003) membutuhkan dan diproduksi radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas berlebih dalam tubuh akan menyebabkan stress oksidatif dimana kesetimbangan homeostasis oksidan dan antioksidan terganggu (Sies 1997). Radikal bebas atau oksidan bersifat sangat reaktif dan merusak struktur atom

32 95 penyusun sel. Struktur sel seperti membran sel, reseptor sel, organel sel, hingga DNA dalam inti sel akan mengalami kerusakan oleh radikal bebas berlebih. Sel dapat memperbaiki setiap kerusakan yang ada secara fisiologis (Alvarado & Tsonis 2006), tetapi jika kerusakan yang terjadi cukup parah dan sel tidak mampu memperbaiki diri akan menyebabkan kematian sel (Alberts et al. 2008). Antioksidan merupakan agen yang mampu menetralkan radikal bebas atau oksidan dengan menyumbangkan elektron yang dimilikinya (Sies 1997). Antioksidan alami dari herbal rosela yang diberikan pada mencit penelitian sebelum diradiasi akan men-depo sejumlah antioksidan tambahan dari luar. Suplementasi ekstrak etanol rosela dapat memperkecil kerusakan seluler pada organ yang disebabkan oleh radikal bebas dari radiasi ionisasi sinar-x. Gambaran Histopatologi Sumsum Tulang Hasil pengamatan menunjukkan adanya perbedaan diantara kelompok perlakuan sebagaimana tercantum pada Tabel 36. Radiasi ionisasi yang dipaparkan mempengaruhi kondisi jaringan dengan beberapa parameter seperti adanya deplesi yang sangat banyak (+++) pada kelompok P setelah menerima dosis 2.9 msv dan dalam jumlah banyak (++) setelah 5.3 msv. Akan tetapi pada kelompok suplementasi rosela memperlihatkan sedikit perubahan jika dibandingkan dengan kelompok P. Radiasi ionisasi yang diberikan dari sarana radiodiagnostik pada seluruh tubuh mencit penelitian ini mampu menyebabkan kerusakan pada struktur sel-sel sumsum tulang. Kerusakan terlihat seiring dengan bertambahnya dosis yang diterima oleh mencit pada kelompok P. Sel-sel pada sumsum tulang yang terpapar radiasi ionisasi mengalami deplesi. Hal ini terlihat dengan adanya perbedaan kepadatan pada sel-sel penyusun sumsum tulang (Gambar 57 dan Gambar 58). Gaman et al. (2009) melaporkan bahwa pada beberapa kasus keracunan oleh radiasi, obat-obatan dan bahan kimia medis, dan paparan virus dapat menginduksi terjadinya deplesi pada stem cell hematopoetik secara langsung.

33 96 Tabel 36 Pengaruh pemberian radioprotektif rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada perubahan morfologi sumsum tulang mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah pemulihan selama 30 hari. Parameter Kelompok Perlakuan K P R RP 2-4 minggu (2.9 msv) Sel darah dewasa Deplesi sel limfoid Deplesi sel myeloid Deplesi sel megakariosit minggu (2.9 msv recov) Sel darah dewasa Deplesi sel limfoid Deplesi sel myeloid Deplesi sel megakariosit minggu (5.3 msv) Sel darah dewasa Deplesi sel limfoid Deplesi sel myeloid Deplesi sel megakariosit minggu (5.3 msv recov) Sel darah dewasa Deplesi sel limfoid Deplesi sel myeloid Deplesi sel megakariosit Data ditampilkan secara kualitatif (-) tidak ada, (+) sedikit, (++) banyak, (+++) sangat banyak; K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi; P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi; R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi; RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert. Radiasi dengan energi tinggi dapat menyebabkan anemia karena terjadi kerusakan pada sumsum tulang dan pancytopenia. Kerusakan sumsum tulang oleh paparan radiasi seluruh tubuh sangat tergantung pada jumlah dosis yang diterima. Dosis kurang dari 1 Sv hanya mengakibatkan sedikit efek kerusakan pada sumsum tulang. Dosis Sv menyebabkan penurunan jumlah keping darah dan dapat pulih kembali. Akan tetapi dengan dosis yang lebih besar dapat menyebabkan kerusakan permanen dan tidak bisa dipulihkan kembali. Dosis 5-10 Sv menyebabkan kematian dan menyebabkan kegagalan fungsi dari sumsum tulang. Paparan radiasi jangka panjang (kronis) dengan dosis rendah dapat menyebabkan aplastic anemia. Selain itu, dysplastic refractory anemia juga dapat terjadi akibat paparan radiasi ionisasi (Hillman et al. 2010). Paparan radiasi pada penelitian dilakukan dalam waktu 8 minggu setiap 2 hari dengan dosis rendah 0.2 msv selama 1/10 detik. Kumulasi setelah 4 minggu sebesar 2.9 msv dan setelah 8 minggu sebesar 5.3 msv. Total radiasi pada

34 97 penelitian ini belum menyebabkan terjadinya anemia aplastik. Aplastic anemia merupakan kondisi dimana sumsum tulang tidak mampu memproduksi sel-sel baru secara cukup untuk mengganti sel darah. Aplastic anemia terjadi akibat paparan radiasi dosis sedang hingga dosis tinggi, terapi kimia, pengobatan yang mengganggu fungsi sumsum tulang. Aplastic anemia dapatan (idiopathic) dapat kembali normal jika penyebabnya dihilangkan (Bearden 2011). Radiasi ionisasi dengan kumulasi dosis 5.3 msv menyebabkan terjadinya depresi pada sumsum tulang. Depresi yang terjadi pada sumsum tulang bersifat sementara, setelah masa pemulihan selama 30 hari tanpa paparan radiasi menunjukkan komposisi sel-sel penyusun sumsum tulang kembali normal (Tabel 37). Tabel 37 Pengaruh pemberian radioprotektif Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada jumlah sel-sel penyusun sumsum tulang mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu) Total Dosis Radiasi (msv) Kelompok Perlakuan K P R RP Sel lemak (sel) (p=0.000) ±6.29 abc 25.67±4.59 f 19.87±1.79 cdef 11.50±1.47 ab Recov 12.47±4.89 ab 19.70±5.45 cdef 16.53±3.80 bcd 8.97±3.55 a ±1.15 bcd 40.20±4.07 g 17.93±1.76 bcde 23.77±3.11 ef Recov 15.60±1.51 bcd 22.23±2.64 def 15.90±0.78 bcd 19.70±2.55 cdef Megakariosit (sel) (p=0.004) ±3.59 bc 11.53±4.38 a 26.43±1.16 d 21.67±1.69 bcd Recov 19.00±2.69 bc 24.77±6.16 cd 21.67±1.69 bcd 21.03±5.61 bcd ±0.81 bc 20.87±1.77 bcd 16.80±1.23 ab 20.87±0.65 bcd Recov 19.63±2.31 bc 19.37±2.11 bc 17.83±2.54 b 19.43±2.32 bc Limfoid (sel) (p=0.000) ±3.88 cd 97.67±4.08 a ±2.31 cd ±1.28 b Recov ±10.24 cd ±0.80 b ±4.82 bc ±2.80 bc ±5.72 de 99.13±8.16 a ±6.99 f ±1.81 g Recov ±6.66 de ±9.94 f ±11.68 e ±4.21 f Data ditampilkan secara kuantitatif dalam Mean ± SD; abcdefg Huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05); K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi; P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi; R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi; RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan pada jumlah sel-sel penyusun sumsum tulang, diantaranya adalah sel lemak, sel megakariosit dan limfoid (Tabel 37). Jumlah sel lemak mengalami peningkatan pada kelompok P seiring dengan peningkatan total dosis yang diterima, tetapi pada kelompok RP hanya meningkat setelah 5.3 msv. Jumlah sel lemak kelompok P dan RP setelah pemulihan 30 hari terlihat menurun sebagaimana pada kelompok K dan R tanpa

35 98 paparan radiasi. Sel megakariosit menunjukkan adanya penurunan jumlah pada kelompok P, meningkat setelah pemulihan dan kembali menurun dalam jumlah rataan normal. Sel limfoid kelompok P berada dalam jumlah yang rendah setelah total radiasi 2.9 msv dan 5.3 msv dan meningkat setelah pemulihan. Kelompok RP mengalami peningkatan jumlah sel limfoid seiring dengan bertambahnya dosis radiasi. Gambar 57 Histopatologi sumsum tulang mencit setelah perlakuan dengan total paparan radiasi diagnostik 2.9 msv. A,E. Kelompok kontrol (K). B,F. Kelompok radiasi (P). C,G. Kelompok rosella (R). D,H. Kelompok Rosela radiasi (RP). Megakariosit ( ) terlihat dengan ukuran yang besar, sel lemak ( ) terlihat sebagai sel yang kosong, dan sel limfoid ( ) terlihat dengan inti yang lebih gelap (hitam). Pewarnaan Hematoxylin-eosin (HE), Bar = 20 µm. Keracunan radiasi pada darah perifer menyebabkan pancytopenia. Pancitopenia pada sumsum tulang dapat menyebabkan terjadinya kekurangan jumlah sel (hypocellularity). Hypocellularity ditandai dengan hyperplasia sel lemak, sisa-sisa (residual) limfositosis, plasmositosis dan mastositosis (Kar & Ghosh 2002; Gaman et al. 2009). Hillman et al. (2010) menyatakan bahwa paparan radiasi dapat menyebabkan perubahan morfologi sumsum tulang (stem cell) yang terlihat dengan berkurangnya jumlah sel-sel hematopoetik, meningkatkan jumlah sel plasma, sel mast dan mengubah struktur sel. Sumsum tulang yang gagal melakukan fungsinya karena paparan radiasi merupakan hal penyebab kematian utama pada mamalia (Hu & Cucinotta 2011).

36 99 Gambar 58 Histopatologi sumsum tulang mencit setelah perlakuan dengan total paparan radiasi diagnostik 5.3 msv. A,E. Kelompok kontrol (K). B,F. Kelompok radiasi (P). C,G. Kelompok rosella (R). D,H. Kelompok Rosela radiasi (RP). Megakariosit ( ) terlihat dengan ukuran yang besar, sel lemak ( ) terlihat sebagai sel yang kosong, dan sel limfoid ( ) terlihat dengan inti yang lebih gelap (hitam). Pewarnaan Hematoxylin-eosin (HE), Bar = 20 µm. A B C Gambar 59 Pengaruh pemberian ekstrak rosela (Hibiscus sabdariffa L.) selama radiasi ionisasi berulang dan 30 hari masa pemulihan terhadap sumsum tulang mencit. A. sel lemak. B. sel megakariosit. C. sel limfoid. K (NaCl non radiasi); P (NaCl+radiasi); R (Rosela non radiasi); RP (Rosela+radiasi); msv (mili Sievert).

37 100 Sumsum tulang merupakan organ yang aktif membelah diri dan sangat sensitif terhadap efek radiasi (Thrall 2002; Grundmann et al. 2009). Sumsum tulang terdiri atas dua tipe yaitu, sumsum merah yang merupakan jaringan utama sistem hematopoetik dan sumsum kuning yang banyak terdiri atas sel-sel lemak. Jumlah sel lemak yang meningkat menunjukkan adanya penurunan fungsi hematopoetik sumsum tulang (Stockham & Scott 2008). Hasil pada penelitian menunjukkan adanya efek proteksi pada kelompok ekstrak etanol rosela (RP) terhadap sumsum tulang dengan menjaga jumlah sel-sel sumsum tulang berada pada jumlah yang normal sebagaimana kelompok kontrol. Akan tetapi kelompok radiasi (P) tanpa suplementasi rosela menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel lemak seiring dengan peningkatan dosis radiasi sebagai indikasi adanya penurunan fungsi dari sumsum tulang. Respon adaptasi pada sel megakariosit terlihat pada total paparan radiasi 2.9 msv jumlah sel menurun dan setelah total radiasi 5.3 msv jumlah sel tetap berada dalam kisaran normal sebagaimana pada kelompok kontrol. Jumlah megakariosit sumsum tulang yang menurun mempengaruhi jumlah platelet (trombosit) darah perifer. Fliedner dan Graessle (2008) telah mereview tentang the role of cell renewal systems dalam mempertahankan integritas sel pada mamalia setelah terpapar radiasi sebagai konsekuensi berupa toleransi atau kegagalan fungsi. Sistem pembaharuan sel megakariosit-trombosit dapat menjelaskan tentang proses kehilangan sel (excess cell loss) yang disebabkan oleh radiasi selain kehilangan sel merupakan keadaan harian sumsum tulang (stem cell pool). Paparan radiasi akan berakibat kepayahan/kelelahan pada sumsum tulang dalam menjalankan fungsinya. Kejadian ini dapat berkembang jika terjadi stres pada sistem hematopoetik sehingga dapat mengakibatkan kegagalan fungsi organ. Suplementasi antioksidan mampu meningkatkan daya hidup hewan coba dan tingkat pemulihan sumsum tulang terhadap kerusakan yang disebabkan oleh paparan radiasi ionisasi (Wambi et al. 2009). Hasil pengukuran pada luas area rongga tulang (p=0.702), luas area isi sumsum tulang (p=0.659), dan persentase luasannya (p=0.483) tidak berbeda nyata diantara kelompok perlakuan (Tabel 38). Pengamatan pada luasan area tidak memberikan hasil yang signifikan dalam penelitian ini (p>0.05).

38 101 Tabel 38 Pengaruh pemberian radioprotektif Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada ukuran dan persentase area sumsum tulang mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu) Total Dosis Radiasi (msv) Kelompok Perlakuan K P R RP Luas rongga tulang (x10 3 µm 2 ) (p=0.702) ±0.89 b 10.36±0.38 ab 10.16±0.63 ab 10.54±0.28 ab Recov 10.65±0.57 ab 10.34±0.48 ab 10.67±1.24 ab 10.54±0.03 ab ±0.84 ab 10.37±0.05 ab 10.31±0.63 ab 10.93±0.31 ab Recov 9.90±0.17 a 10.08±0.44 ab 10.68±0.18 ab 10.38±0.44 ab Luas isi tulang (x10 3 µm 2 ) (p=0.659) ±0.08 ab 10.08±0.12 ab 10.00±0.70 ab 10.12±0.22 ab Recov 10.57±0.64 b 10.39±0.77 ab 10.09±0.57 ab 10.26±0.09 ab ±0.53 ab 10.12±0.21 ab 9.95±0.40 ab 10.54±0.16 b Recov 9.54±0.15 ab 9.80±0.08 ab 10.50±0.18 b 8.60±2.67 a Persentase area sumsum (%) (p=0.483) ±7.59 ab 97.41±2.34 b 98.35±0.76 b 96.14±4.62 ab Recov 99.23±0.66 b 96.02±2.50 ab 94.84±5.67 ab 97.37±1.17 b ±2.75 b 97.57±1.54 b 96.57±2.05 ab 96.55±4.19 ab Recov 96.33±3.17 ab 97.33±3.43 b 98.31±0.03 b 82.31±22.18 a Data ditampilkan secara kuantitatif dalam Mean ± SD; abcdefg Huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05); K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi; P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi; R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi; RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert. A B C Gambar 60 Pengaruh pemberian ekstrak rosela (Hibiscus sabdariffa L.) selama radiasi ionisasi berulang dan 30 hari masa pemulihan terhadap sumsum tulang mencit. A. Luas rongga sumsum. B. Luas area sumsum. C. Persentase isi sumsum. K (NaCl non radiasi); P (NaCl+radiasi); R (Rosela non radiasi); RP (Rosela+radiasi); msv (mili Sievert).

39 102 Suplementasi antioksidan mampu meningkatkan daya hidup hewan coba dan tingkat pemulihan sumsum tulang sebagai pusat hematopoetik sel darah terhadap paparan radiasi ionisasi (Wambi et al. 2009). Sumsum tulang merupakan pusat sistem hematopoetik yang memproduksi sel-sel limfoid dari progenitornya. Sel-sel limfoid akan dilepaskan dalam buluh darah perifer setelah mengalami proses pendewasaan menjadi sel limfosit (Stockham & Scott 2008). Hasil penelitian terlihat adanya sel limfoid yang meningkat seiring dengan dosis yang diterima. Hal ini kemungkinan terjadi kerusakan pada sistem hematopoetik dimana terjadi kerusakan dalam jumlah yang cukup besar. Sel limfoid diproduksi cukup besar untuk mengimbangi kekurangan yang terjadi, sehingga sel-sel muda dalam sumsum tulang dilepaskan ke dalam darah perifer sebagai respon homeostasis tubuh. Depresi/supresi sumsum tulang disebut juga sebagai myelosupresi. Myelosupresi merupakan kondisi abnormal pada sumsum tulang yang tidak dapat memproduksi sel darah merah, sel darah putih dan platelet dalam jumlah yang normal (Stockham & Scott 2008; Varghese et al. 2010). Depresi biasanya terjadi pada 7-10 hari setelah menjalani kemoterapi, terapi antineoplastik dan terapi radiasi. Depresi dapat pulih menjadi normal setelah 3-4 minggu kemudian (Wang et al. 2003; Maya et al. 2008). Pada penelitian ini kemungkinan terjadi depresi sumsum tulang oleh paparan radiasi kronis yang diberikan sehingga meningkatkan jumlah sel lemak, menurunkan jumlah sel megakariosit dan sel limfoid. Waktu pemulihan selama 30 hari memberikan waktu yang cukup bagi sumsum tulang mencit untuk memulihkan jaringan sumsum. Depresi sumsum tulang merupakan kondisi kelainan serius yang berpengaruh pada proses pembentukan sel darah dan platelet (trombosit). Depresi sumsum tulang dapat berkembang menjadi gangguan sistem tanggap kebal sehingga tubuh menjadi rentan terhadap infeksi. Radiasi ionisasi kronis dapat merusak dan membunuh sel-sel dalam sumsum tulang yang aktif membelah dan berpengaruh pada sistem tanggap kebal (Chen et al. 2007; Varghese et al. 2010). Tubuh lebih tahan terhadap dosis kronis dibandingkan dosis akut. Dosis radiasi kronis adalah jumlah radiasi dengan dosis yang relatif kecil yang diterima dalam jangka waktu yang panjang. Tubuh memiliki cukup waktu untuk

40 103 memperbaiki kerusakan yang terjadi. Hal ini karena persentase sel yang membutuhkan perbaikan lebih sedikit dalam waktu yang cukup. Tubuh juga memiliki cukup waktu untuk mengganti sel-sel yang tidak berfungsi lagi atau mati dengan sel baru yang sehat (Jefferson Lab. 2011). Waktu pemulihan jangka pendek dalam penelitian setiap jam setelah paparan radisi ionisasi. Waktu pemulihan jangka panjang pada akhir perlakuan radiasi yaitu selama 30 hari. Waktu pemulihan 1-2 hari dan 30 hari setelah perlakuan dalam penelitian memberikan cukup waktu bagi tubuh mencit untuk memperbaiki kerusakan sel akibar paparan kronis yang diberikan. Perlindungan sel tubuh secara internal, dalam hal ini sumsum tulang, dapat dilakukan dengan pemberian bahan aktif dari luar tubuh. Suplementasi antioksidan ditujukan untuk menetralkan radikal bebas yang terbentuk saat paparan radiasi pada tubuh. Radikal bebas akan meracuni tubuh dengan merusak sel dan organel-organelnya yang menyebabkan kematian sel. Suplementasi sebelum paparan radiasi bertujuan untuk men-depo sejumlah antioksidan yang akan menyumbangkan elektronnya kepada radikal bebas sehingga menjadi netral dan tidak reaktif lagi. Suplementasi vitamin dan mineral yang mengandung antioksidan dapat memiliki efek protektif terhadap kerusakan yang disebabkan oleh sinar-x. Ohmori et al. (2005) mengkaji aktifitas antioksidan dari 6 jenis teh, termasuk ekstrak cair teh hijau dan teh oolong (Camellia sinensis), tochu (Eucommia ulmoides), Gymnema sylvestre, tanaman herbal mugwort Jepang (Artemisia princeps), dan jelai (Hordeum vulgare), terhadap radikal 1,1-diphenyl-2- picrylhydrazyl (DPPH) (Dede et al. 2003). Senyawa flavonoid memiliki aktivitas antioksidan 20 kali lebih kuat daripada vitamin dalam model oksidasi lipoprotein (Craig 1999; Vinson et al. 1995). Ganguly (2003) melaporkan bahwa ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan perlindungan oleh antioksidan menyebabkan kerusakan oksidatif pada protein, lemak dan DNA. Senyawa polifenol terutama flavonoid hanya terdapat pada tanaman, buah-buahan, sayuran dan tanaman herbal. Flavonoid merupakan fitokimia yang mampu melindungi tubuh dari kerusakan oksidatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa molekul bioaktif alami dalam ekstrak etanol rosela mampu melindungi substansi

41 104 sumsum tulang dari kerusakan radiasi. Kehadiran antioksidan dalam tanaman Rosela menekan pembentukan radikal bebas lemak dan dengan demikian mencegah pembentukan endoperoksidasi. Resume Histopatologis Sumsum Tulang Hasil penelitian menunjukkan adanya efek proteksi pada kelompok ekstrak etanol rosela terhadap sumsum tulang dengan menjaga jumlah sel-sel sumsum tulang berada pada jumlah yang normal sebagaimana kelompok kontrol. Akan tetapi kelompok radiasi menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel lemak seiring dengan peningkatan dosis radiasi sebagai indikasi adanya penurunan fungsi dari sumsum tulang (Tabel 39). Tabel 39 Pengaruh pemberian radioprotektif Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada jumlah sel-sel penyusun sumsum tulang mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu ke-) No Parameter P value Total radiasi (msv) Pemulihan dari- (msv) Sel lemak (sel) R=P>RP=K P>RP>R=K Sm P>RP=R=K 2 Sel megakariosit (sel) R>K>RP>P K=P=RP>R P>RP=R=K Sm 3 Sel limfoid (sel) K=R>RP>P RP>R>K>P K>RP=P=R P=RP>R=K 4 Rongga tulang (µm2) Sm Sm Sm Sm 5 Sumsum tulang (µm2) Sm Sm Sm Sm 6 Luas area (%) Sm Sm Sm Sm Sm=nilai sama pada semua kelompok; K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi, P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi, R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi, RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert; huruf cetak tebal membandingkan kelompok P dengan RP. Depresi pada sumsum tulang terjadi pada kelompok P dalam penelitian ini. Penurunan fungsi sumsum tulang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel lemak seiring dengan meningkatnya kumulasi dosis radiasi sina-x yang diterima. Aminin et al. (2011) melaporkan bahwa jumlah sel-sel limfoid pada sumsum tulang menurun karena pengaruh radiasi ionisasi sinar-. Radiasi ionisasi menginduksi berbagai jenis perubahan pada sel-sel dan lingkungan mikro dari sel tersebut (Little 2000; Barcellos-Hoff et al. 2005). Radiasi menyebabkan terbentuknya gugus hidroksil radikal secara in-vivo dalam jumlah besar melalui

42 105 proses homolitik komponen air pada tubuh atau dari hidrogen peroksida endogen yang dibentuk saat proses pengurangan anion superoksida. Hidroksil radikal adalah sitotoksik radikal utama penyebab kerusakan DNA melalui proses oksidasi. Agen eksogen yang mampu melawan radikal bebas sangat diperlukan untuk menurunkan kerusakan sel normal (Castillo et al. 2000). Rosela dalam penelitian ini termasuk dalam agen radioprotektor kimia. Ekstrak rosela diberikan untuk menjaga sel lemak, megakaryosit dan sel limfoid sumsum tulang berada dalam jumlah normal dari bahaya radiasi ionisasi. Rosela memiliki senyawa polifenol terutama flavonoid, yang mampu melindungi sel dari kerusakan dengan menetralisir produksi radikal bebas yang terjadi selama terpapar radiasi radiodiagnostik. Gambaran Histopatologi Organ Limpa Perubahan luas pulpa putih tampak sangat besar dengan persentase > 50% luas limpa terjadi pada kelompok P yang menerima total radiasi ionisasi 2.3 msv dan 5.3 msv. Hanya sedikit terjadi perluasan pulpa putih pada kelompok RP dengan suplementasi radioprotektif rosela dan tidak ada perubahan perluasan pada kelompok lainnya. Pemulihan selama 30 hari tanpa paparan radiasi memulihkan luasan pulpa putih sesuai dengan kelompok K dan R. Akan tetapi terjadi perluasan pulpa putih kelompok RP pada masa pemulihan dengan persentase sekitar 25-50% (Tabel 40). Jumlah Periarteriolar Lymphoid Sheath (PALS) kelompok P selalu lebih rendah dari kelompok lainnya seiring dengan bertambahnya dosis, tetapi tidak signifikan secara statistik (P=0.248). Jumlah folikel pulpa putih dalam limpa pada kelompok P juga selalu lebih rendah dari kelompok lainnya, meskipun secara statistik tidak bebeda (p=0.280). Pemulihan selama 30 hari pada jumlah PALS dan folikel pulpa putih limpa dari kumulasi dosis 2.9 msv kembali normal. Akan tetapi pada kumulasi dosis 5.3 msv jumlah folikel tidak kembali normal. Kelompok mencit dengan pemberian suplementasi ekstrak etanol rosela (RP), paparan radiasi yang diterima dapat menekan penurunan jumlah PALS dan folikel hingga mendekati normal (Tabel 40 dan Gambar 61).

43 106 Tabel 40 Pengaruh pemberian radioprotektif rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada perubahan morfologi luasan pulpa limpa mencit dengan kumulasi dosis radiasi berbeda dan setelah pemulihan selama 30 hari. Waktu (minggu) Total Dosis Radiasi (msv) Kelompok Perlakuan K P R RP Luas Area Pulpa Putih* Recov Recov Jumlah Periarteriolar Lymphoid Sheath (PALS) (p=0.248) ±0.00 abc 5.00±2.65 ab 6.67±2.52 abc 6.33±2.52 abc Recov 7.33±1.15 bc 6.67±2.31 abc 7.00±1.00 abc 7.67±0.58 bc ±0.00 abc 4.33±0.58 a 8.33±1.53 c 6.00±1.00 abc Recov 7.67±1.53 bc 7.00±1.00 abc 7.33±1.15 bc 7.00±0.00 abc Jumlah (folikel) (p=0.280) ±0.58 ab 2.67±1.53 a 5.67±1.53 ab 5.00±1.73 ab Recov 5.33±1.15 ab 4.67±1.15 ab 6.33±0.58 b 4.67±1.53 ab ±1.15 ab 3.33±1.15 ab 5.00±2.89 ab 5.33±0.58 ab Recov 5.00±1.00 ab 3.33±1.53 ab 5.33±2.83 ab 3.67±2.31 ab *Data ditampilkan secara kualitatif (-) luas pulpa putih < 25% luas limpa; (+) luas pulpa putih 25-50% luas limpa; (++) luas pulpa putih > 50% luas limpa; Data ditampilkan secara kuantitatif dalam Mean ± SD; abcdefg Huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05); K=NaCl fisiologis tanpa radiasi ionisasi; P=NaCl fisiologis dengan radiasi ionisasi; R=ekstrak etanol rosela tanpa radiasi ionisasi; RP= ekstrak etanol rosela dengan radiasi ionisasi; msv=dosis radiasi ionisasi dalam mili Sievert. Limpa mampu menyimpan sebanyak 25-30% dari total limfosit dalam tubuh, sebagian besar cadangan sel darah berupa sel mononuclear fagosit dalam pulpa merah, sel-sel limfoid berupa sel limfosit T dan sel limfosit B serta platelet dalam pulpa putih. Pulpa merah berfungsi untuk menyaring dan mendegradasi RBC tua, rusak, menghilangkan Heinz body dan Howell Jolly body serta memproduksi sel darah saat terjadi anemia. Pulpa putih terdiri atas periarteriolar lymphoid sheath (PALS, T-cell area), adjacent follicles (B-cell area), dan marginal zone (B-cell area) (Elmore 2006). Pulpa putih berfungsi menangkap antigen untuk didegradasi (Pathologyoutlines.com 2010). Kelainan limpa dapat berupa kelainan neoplastik atau pembelahan atau proliferasi baru pada sel-sel penyusunnya. Kelainan neoplastik ditandai dengan adanya hiperplasia limfosit dan limfosarkoma. Hiperplasia yang difus pada pulpa putih merupakan tanda terjadinya hiperplasia limfosit (Lymphoid hyperplasia) dan limfosarkoma (Lymphoma, malignant lymphoma) (Suttie 2006). Hiperplasia limfoid merupakan pembesaran yang terjadi secara general pada periarteriolar

44 107 lymphoid sheath (PALS, T-cell area) atau folikel limfoid karena adanya proliferasi sel-sel limfosit (Stefanski et al. 1990). A B Gambar 61 Pengaruh pemberian ekstrak rosela (Hibiscus sabdariffa L.) selama radiasi ionisasi berulang dan 30 hari masa pemulihan terhadap limpa mencit. A. Jumlah Periarteriolar Lymphoid Sheath (PALS). B. Jumlah folikel pulpa putih. K (NaCl non radiasi); P (NaCl+radiasi); R (Rosela non radiasi); RP (Rosela+radiasi); msv (mili Sievert). Hiperplasia limfosit pada organ limpa juga ditandai dengan meningkatnya areal dan jumlah komponen pulpa putih, sedangkan kondisi pulpa merah masih dalam keadaan normal. Folikel (pusat germinal) mengalami pembesaran dan terjadi peningkatan pada jumlahnya (Suttie 2006). Beberapa ahli patologi mengelompokkan semua jenis limfosarkoma dalam satu kategori, beberapa juga mengklasifikasikan dalam kriteria tertentu (Morse at al. 2002). Hiperplasia limfosit dan limfosarkoma biasanya terlihat secara bersamaan dalam pengamatan mikroskopis (Elmore 2006). Hasil penelitian menunjukkan adanya perluasan daerah pulpa putih dan penurunan jumlah PALS dan folikel pada kelompok yang mendapat radiasi. Suplementasi ekstrak rosela memperlihatkan adanya pengaruhnya terhadap perubahan ini yang ditekan hingga mendekati kondisi normal sebagaimana kelompok K dan R. Gambaran histopatologis organ limpa terlihat proliferasi pulpa putih pada kelompok radiasi (P) sedangkan kelompok rosela (RP) berada dalam kondisi normal seperti kontrol (Gambar 62 dan 63). Proliferasi pulpa putih sangat

45 108 dominan karena pengaruh paparan radiasi ionisasi dari sinar-x yang diberikan. Kerusakan sel perifer akan masuk dalam organ limfoid untuk didegradasi atau dipecah. Stevens et al. (1986) melaporkan bahwa radiasi pada abdomen mempengaruhi fungsi limpa pada pasien yang menjalani radioterapi. Hudson et al. (2011) melaporkan bahwa hewan coba dengan usia muda menunjukkan tingkat kerusakan DNA pada limpa lebih tinggi dari pada hewan yang sudah tua. Gambar 62 Histopatologi limpa mencit setelah perlakuan dengan total paparan radiasi diagnostik 2.9 msv. A,E. Kelompok kontrol (K). B,F. Kelompok radiasi (P). C,G. Kelompok rosela (R). D,H. Kelompok Rosela radiasi (RP). Pewarnaan hematoxylin-eosin (HE), Bar = 200 µm. Kerusakan pada sel-sel darah perifer seperti sel darah putih, trombosit, dan sel darah merah akan didegradasi dalam organ limpa. Cadangan sel-sel darah yang ada dalam limpa akan dilepaskan untuk menggantikan sejumlah sel yang rusak. Sel yang rusak dalam jumlah cukup besar akan membebani fungsi limpa dalam memproduksi sel yang baru dan mendegradasinya. Kerusakan ataupun penurunan fungsi sumsum tulang akan dibebankan juga fungsinya pada limpa sebagai organ hematopoetik. Radiasi ionisasi dosis rendah berulang secara klinis menyebabkan kerusakan pada sel darah perifer (Tabel 35) dan pada pemeriksaan histopatologis terlihat adanya depresi sumsum tulang (Tabel 39).

46 109 Hiperplasia limfosit ditandai dengan meningkatnya jumlah sel limfosit poliklonal. Sedangkan limfosarkoma ditandai dengan meningkatnya populasi sel limfosit monoklonal. Pemeriksaan dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) hanya memperlihatkan adanya peningkatan populasi sel limfosit (Suttie 2006). Perbedaan antara hiperplasia limfosit dengan limfosarkoma sampai saat ini masih belum jelas secara histopatologi konvensional. Untuk membedakannya dapat dilakukan dengan menggunakan pewarnaan khusus imunologi melalui pewarnaan imunohistokimia (Ward et al. 2006). Gambar 62 Histopatologi limpa mencit setelah perlakuan dengan total paparan radiasi diagnostik 5.3 msv. A,E. Kelompok kontrol (K). B,F. Kelompok radiasi (P). C,G. Kelompok rosela (R). D,H. Kelompok Rosela radiasi (RP). Pewarnaan hematoxylin-eosin (HE), Bar = 200 µm. Mekanisme Radioproteksi Berbahan Herbal Alam Radiasi ionisasi menyebabkan efek yang merusak pada jaringan dan dapat berakhir dengan terbentuknya kanker. Paparan jangka panjang (kronis) radiasi ionisasi dapat menyebabkan konsekuensi negatif pada kondisi kesehatan (Gridley & Pecaut 2006). Efek merusak akan menyebabkan peradangan pada jaringan, terbentuknya radikal bebas dengan konsekuensi terjadinya oksidasi pada lemak dan protein, kerusakan DNA dan penekanan fungsi imunitas (Weill et al. 2011).

47 110 Paparan radiasi ionisasi seluruh tubuh atau total-body exposure to ionizing radiation (TBI) pada tubuh dapat menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi banyak organ. Hal ini sebagai akibat adanya toksisitas / keracunan radiasi pada sistem hematopoetik, gastrointestinal, cerebrovaskular dan sangat ditentukan oleh total dosis radiasi yang diserap oleh tubuh (Coleman et al. 2001; Mettler & Voelz 2002). Respon seluler akibat radiasi terlihat dengan terputusnya kromosom dalam jumlah besar yang berakhir dengan kematian (Acharya et al. 2011). Gambar 64 Tahapan kejadian yang mengikuti paparan radiasi. Gambar dibagi dalam 3 bagian oleh garis putus-putus dan reaksi yang terjadi berupa radioprotektor (atas), mitigator radiasi (tengah), dan terapi (bawah). Sumber: Citrin et al Stone et al. (2004) menggolongkan bahan yang bermanfaat terhadap kerusakan jaringan oleh radiasi berdasarkan tahapan waktu kejadian dalam 3 kategori, yaitu: 1) radioprotektor, 2) mitigator, 3) terapi (Gambar 64). Radioprotektor merupakan agen yang bekerja pada saat bersamaan dengan kejadian paparan radiasi yang meningkatkan pencegahan dan pengurangan kerusakan pada jaringan normal. Mitigator merupakan agen yang bekerja bersamaan hingga setelah paparan radiasi pada jaringan normal yang rusak. Terapi

48 111 merupakan agen yang bekerja dengan memperbaiki sel rusak yang bertahan setelah paparan radiasi. Paparan radiasi ionisasi dari paparan radiasi medis memberikan kontribusi sebesar 35% dengan dosis sekitar 0.8 msv (DMP 2011). Efek jangka panjang oleh pengulangan pencitraan radiodiagnostik akan memberikan konsekuensi yang cukup serius (Tucker 2008). Respon adaptasi dapat terjadi dengan pemberian paparan dosis rendah mampu mengurangi efek kerusakan yang disebabkan oleh dosis tinggi pada paparan radisi berikutnya (Tapio & Jacob 2007). Hal ini terjadi karena adanya respon adaptasi yang diekspresikan oleh cytoprotective gen oleh paparan kronis pada beberapa sel yang terpapar (Tucker 2008). Gambar 65 Mekanisme kerusakan secara langsung dan tidak langsung oleh radiasi ionisasi pada jaringan. Sumber: Hall & Giaccia 2006

49 112 Kerusakan jaringan oleh radiasi dibedakan dalam 2 mekanisme (Hall & Giaccia 2006), yaitu: 1) kerusakan langsung (direct effects) dan 2) kerusakan tidak langsung (indirect effects). Kerusakan langsung terjadi dimana radiasi memiliki energy yang cukup untuk merusak target dalam sel seperti DNA. Kerusakan tidak langsung terjadi dengan proses pembentukan radikal bebas pada molekul atom yang terpapar (Gambar 65). Radikal bebas yang terbentuk dalam jumlah yang cukup selanjutnya mengakibatkan kerusakan pada jaringan normal (von Sonntag 1987). Kerusakan pada jaringan pada saat terpapar radiasi pada jaringan dapat ditangkal dengan pemberian anti radiasi seperti amifostin (Hendry et al. 2006). Laporan penelitian tentang pemanfaatan amifostin dapat mengurangi keparahan kejadian keracunan radiasi yang akut pada esophagus, pulmonary, hematologi pada saat menjalani kemoradiasi secara intensif untuk mengatasi kanker paru-paru (Komaki et al. 2004). Oksigen mempunyai fungsi penting bagi makhluk hidup karena menyokong proses pembentukan energi secara biologis. Akan tetapi proses metabolism energi akan membentuk radikal bebas yang menginduksi proses kerusakan oleh oksidasi pada biomakromolekul, termasuk DNA, protein dan karbohidrat (Aiyegoro & Okoh 2010). Kelainan degeneratif pada beberapa kasus juga disebabkan oleh hadirnya radikal bebas akibat stress yang berkepanjangan (Halliwell et al. 1992). Radikal bebas dilaporkan dapat menginduksi terjadinya banyak penyakit seperti kanker, diabetes melitus, aterosklerosis, penyakit kardiovaskular, penuaan dan penyakit peradangan (Di-Matteo & Esposito 2003; Geber et al. 2002; Kris- Etherton et al. 2002; Serafini et al. 2002; Wilson 1988). Antioksidan merupakan substrat penting karena mampu melindungi tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Antioksidan bekerja menetralkan radikal bebas seperti reactive oxygen species (ROS) atau reactive nitrogen species (RNS) yang secara alami terdapat dalam sistem biologis (Wilson 1988). Menurut Nair et al. (2001), mekanisme bahan radioprotektor terbagi dalam beberapa mekanisme, diantaranya adalah: 1) menekan proses terbentuknya radikal bebas, 2) detoksifikasi spesies oksigen reaktif (ROS) yang diinduksi oleh radiasi ionisasi, 3) menginduksi protektor seluler seperti superoksida dismustase (SOD), glutathion, prostaglandin dan interleukin-1 (IL-1), 4) meningkatkan kemampuan

50 113 DNA dalam memperbaiki diri dengan mentriger satu atau lebih jalur perbaikan DNA seluler, dan 5) menunda pembelahan sel dan menginduksi terjadinya hipoksia dalam jaringan. Perhatian terhadap bahan antioksidan alami saat ini terus meningkat seperti polifenol (flavonoid dan tanin) yang terdapat dalam tanaman untuk kepentingan pengobatan, suplementasi makanan yang mampu mencegah terhadap kerusakan yang disebabkan olek proses oksidasi (Ames et al. 1995). Beberapa antioksidan sintetis/buatan seperti butylated hydroxyanisole (BHA) merupakan bahan yang sangat efektif dalam menangkal radikal bebas. Akan tetapi efek samping dan tingkat keracunannya hingga saat ini masih belum diketahui (Gülçin et al. 2010; Gülçin et al. 2011). Polifenol dimetabolisme oleh flora saluran pencernaan dan metabolitnya akan diabsorpsi setelah proses penyerapan (Morel et al. 1998; Núñez et al. 2000; Opazo et al. 2000; Zago et al. 2000). Interaksi antara askorbat dan katesin mengarah pada hipotesis bahwa antioksidan polifenol merupakan bagian dari jaringan antioksidan organisme (Lotito & Fraga 2000). Rosela merupakan sumber antioksidan alami yang mengandung komponen fitokimia bermanfaat sebagai penetral radikal bebas akibat radiasi dalam tubuh. Khasiat sebagai bahan alam radioproteksi terhadap radiasi ionisasi sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sediaan farmasetik berbahan alam ini. Interaksi radiasi ionisasi dengan sistem biologi akan membentuk reactive oxygen species (ROS) dalam jumlah yang besar (Gracy et al. 1999). ROS secara signifikan mempengaruhi membrane sel dan menginduksi terjadinya proses peroksidasi pada lemak (Gambar 66). Proses peroksidasi menyebabkan kerusakan pada sel (Agarwal & Kale 2001). Hal ini juga terjadi pada sistem hematopoetik akan terlihat menurun jumlah komponen selnya (Hari-Kumar & Kuttan 2004). ROS juga mempengaruhi mekanisme pertahanan antioksidan dimana terjadi penurunan jumlah GSH, menurunnya aktifitas superoxide dismutase (SOD) dan catalase (CAT). Begitu juga pada sistem detoksifikasi dengan menurunnya fungsi detoksifikasi dengan memproduksi glutathione-s-transferase (GST) (Halliwell & Gutteridge 2000). Suplementasi antioksidan seperti -tokoferol, kurkumin, dan asam ellagik dapat menurunkan proses peroksidase lemak pada serum darah dan organ hati (Thresiamma et al. 1996).

51 114 Gambar 66 Mekanisme kerja herbal sebagai bahan radioprotektif. X, pemutusan rantai oleh antioksidan alami dari tanaman atau herbal. Sumber: Hari-Kumar & Kuttan 2004 (modifikasi). Interaksi komponen hidup dengan radiasi akan membentuk beberapa oxygen free radicals (OFR). OFR memiliki efek merusak pada sistem makhluk hidup. OFR akan menyerang semua komponen termasuk DNA, protein dan menyebabkan peroksidasi pada membran lemak sel (Gambar 67). OFR juga merusak antioksidan dalam tubuh sebagai bahan dalam mekanisme pertahanan (Gracy et al. 1999). Gambar 67 Mekanisme radioprotektif antioksidan. X, pemutusan rantai oleh antioksidan alami dari tanaman atau herbal. Sumber: Hari-Kumar et al (modifikasi).

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 MCV (Mean Corpuscular Volume) Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) menunjukkan volume rata-rata dan ukuran eritrosit. Nilai normal termasuk ke dalam normositik, nilai di bawah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap diferensiasi leukosit mencit (Mus musculus) yang diinfeksi P. berghei, setelah diberi infusa akar tanaman kayu kuning (C. fenestratum) sebagai berikut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Neutrofil pada Mencit Jantan Berdasarkan Tabel 2, rata-rata persentase neutrofil ketiga perlakuan infusa A. annua L. dari hari ke-2 sampai hari ke-8 setelah infeksi cenderung lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari pengamatan diferensial leukosit pada mencit yang diinfeksi dengan P.berghei setelah pemberian ekstrak akar kayu kuning (C. fenestratum) dengan pelarut etanol yaitu sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbanyakan tanaman cabai secara in vitro dapat dilakukan melalui organogenesis ataupun embriogenesis. Perbanyakan in vitro melalui organogenesis dilakukan dalam media MS dengan penambahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. isolasi dari Streptomycespeucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan

BAB I PENDAHULUAN. isolasi dari Streptomycespeucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Doksorubisin adalah senyawa golongan antrasiklin bersifat sitotoksik hasil isolasi dari Streptomycespeucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan secara luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia dibandingkan dengan jabatan, kekuasaan ataupun kekayaan. Tanpa kesehatan yang optimal, semuanya akan menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang volatil (mudah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup remaja yang telah digemari oleh masyarakat yaitu mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan mengakibatkan gangguan pada organ hati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual

BAB I PENDAHULUAN. Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual di pasaran. Menurut Badan Standar Nasional (1998), minuman isotonik merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring bertambahnya usia, daya fungsi makhluk hidup akan menurun secara progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada beberapa faktor yang

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Infertilitas merupakan masalah yang memiliki angka kejadian yang cukup besar di Indonesia. Penyebab infertilitas pria dipengaruhi oleh banyak faktor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, ph, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat

BAB I PENDAHULUAN. Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat IX-xi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Teh sarang semut merupakan salah satu jenis teh herbal alami yang terbuat dari bahan utama yaitu tumbuhan umbi yang digunakan oleh semut sebagai sarang sehingga

Lebih terperinci

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel

Lebih terperinci

Mekanisme penyerapan Ca dari usus (Sumber: /16-calcium-physiology-flash-cards/)

Mekanisme penyerapan Ca dari usus (Sumber: /16-calcium-physiology-flash-cards/) 92 PEMBAHASAN UMUM Berdasarkan bukti empiris menunjukkan bahwa pegagan yang kaya mineral, bahan gizi dan bahan aktif telah lama digunakan untuk tujuan meningkatkan fungsi memori. Hasil analisa kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada lingkungan hidup masyarakat terutama perubahan suhu, udara, sinar UV,

BAB I PENDAHULUAN. pada lingkungan hidup masyarakat terutama perubahan suhu, udara, sinar UV, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi informasi dan ekonomi telah membawa perubahan pada lingkungan hidup masyarakat terutama perubahan suhu, udara, sinar UV, polusi dan berbagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah. dapat digunakan untuk menilai kondisi kesehatan ternak.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah. dapat digunakan untuk menilai kondisi kesehatan ternak. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah Sel darah merah berperan membawa oksigen dalam sirkulasi darah untuk dibawa menuju sel dan jaringan. Jumlah sel darah merah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini rimpang jahe merah dan buah mengkudu yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak masing-masing 9,44 % dan 17,02 %.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) sebagai

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) sebagai BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) sebagai proteksi kerusakan sel-sel ginjal. Bawang putih diperoleh dari Superindo dan diekstraksi di Lembaga Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren (Arenga pinnata) sejenis minuman yang merupakan hasil fermentasi dari bahan minuman/buah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanpa disadari, setiap hari semua orang membutuhkan makanan untuk dapat bertahan hidup karena makanan merupakan sumber utama penghasil energi yang dapat digunakan

Lebih terperinci

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS HEMATOLOGI Darah Tempat produksi darah (sumsum tulang dan nodus limpa) DARAH Merupakan medium transport tubuh 7-10% BB normal Pada orang dewasa + 5 liter Keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC LAMPIRAN 38 38 Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC Perlakuan Laju pertambahan tinggi (cm) kedelai pada minggu ke- a 1 2 3 4 5 6 7 AUHPGC (cmhari)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman beralkohol telah banyak dikenal oleh masyarakat di dunia, salah satunya Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup tinggi angka konsumsi minuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik adalah kegiatan hidup yang harus dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan, dan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2).

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS. absolut (DM tipe 1) atau secara relatif (DM tipe 2). 53 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun salam terhadap kadar GDS Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik kronik, progresif dengan hiperglikemia sebagai tanda utama karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia dan prevalensinya akan terus bertambah hingga mencapai 21,3 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab penuaan dini adalah merokok. Dimana asap rokok mengandung komponen yang menyebabkan radikal bebas. Radikal bebas dalam jumlah banyak akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan pola hidup serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan pada persoalan

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia terletak di daerah tropis dan sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, stroke, sirosis hati, katarak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden penyakit kanker di dunia mencapai 12 juta penduduk dengan PMR 13%. Diperkirakan angka kematian akibat kanker adalah sekitar 7,6 juta pada tahun 2008. Di negara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat nontosik, sehingga dapat juga digunakan sebagai obat anti kanker dan anti

BAB I PENDAHULUAN. bersifat nontosik, sehingga dapat juga digunakan sebagai obat anti kanker dan anti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang permasalahan Coriolus versicolor merupakan salah satu jamur yang banyak digunakan dalam pengobatan penyakit. Ekstrak dari jamur Coriolus versicolor ini diketahui bersifat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. suatu usaha peternakan Domba Priangan sehingga penyebaran dari suatu daerah

PENDAHULUAN. suatu usaha peternakan Domba Priangan sehingga penyebaran dari suatu daerah 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu faktor pendukung yang penting dalam suatu usaha peternakan Domba Priangan sehingga penyebaran dari suatu daerah ke daerah lainnya menjadi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Reactive Oxygen Species (ROS) adalah hasil dari metabolisme aerobik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Reactive Oxygen Species (ROS) adalah hasil dari metabolisme aerobik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reactive Oxygen Species (ROS) adalah hasil dari metabolisme aerobik normal dalam tubuh yang secara potensial dapat menyebabkan kerusakan (Benzei and Strain,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Bahan Tumbuhan Sumber Insektisida Nabati Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi yang terbanyak diperoleh dari biji S. mahagoni, diikuti daun T. vogelii, biji A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar di dunia. WHO mencatat hingga tahun 2008 sebanyak 17,3 juta orang telah meninggal akibat

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM.

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM. 73 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Uji pendahuluan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM. Agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara

BAB I PENDAHULUAN. di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker penyebab kematian di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara di Amerika pada tahun

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Kadar Enzim SGPT dan SGOT Pada Mencit Betina Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki Tabel 1. Kadar Enzim SGPT pada mencit betina setelah pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anti Aging Medicine (AAM) adalah ilmu yang berupaya memperlambat proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang akan terjadi pada

Lebih terperinci

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009 BAB IV Darah Darah berfungsi sebagai : 1. Alat transport O 2 dari paruparu diangkut keseluruh tubuh. CO 2 diangkut dari seluruh tubuh ke paruparu. Sari makanan diangkut dari jonjot usus ke seluruh jaringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Fitokimia Ekstrak Sampel Hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda positif mengandung flavonoid, fenolik hidrokuinon,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus

HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus HASIL DAN PEMBAHASAN Toleransi Isolat Bakteri Asam Laktat asal Daging pada ph Lambung dan ph Usus Menurut Havenaar et al. (1992), dalam pengembangan galur probiotik baru, perlu dilakukan seleksi secara

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Timbal merupakan logam yang secara alamiah dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. Logam ini telah digunakan sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflamasi terjadi di dalam tubuh dimediasi oleh berbagai macam mekanisme molekular. Salah satunya yang sangat popular adalah karena produksi nitrit oksida (NO) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit inflamasi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Provitamin A dan Kandungan Vitamin A di Hati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Provitamin A dan Kandungan Vitamin A di Hati HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan marigold (Tabel 7) dalam pakan memberikan pengaruh nyata (P

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati berupa ratusan jenis tanaman obat dan telah banyak dimanfaatkan dalam proses penyembuhan berbagai penyakit. Namun sampai sekarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia. Menurut laporan status global WHO (2016), perilaku merokok telah membunuh sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Histopatologi Bursa Fabricius Hasil pengamatan histopatologi bursa Fabricius yang diberi formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan beberapa perubahan umum seperti adanya

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh Ekstrak Daun Salam Terhadap Kadar Glukosa Darah

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh Ekstrak Daun Salam Terhadap Kadar Glukosa Darah BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Pengaruh Ekstrak Daun Salam Terhadap Kadar Glukosa Darah Ekstrak daun salam memiliki kandungan alkaloid, saponin, quinon, fenolik, triterpenoid, steroid dan flavonoid. Stres oksidatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka pada kulit sering terjadi dan dapat dialami oleh setiap individu. Luka merupakan salah satu proses kerusakan atau hilangnya komponen jaringan secara spesifik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat. Masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan flora yang sangat beragam, salah satunya kekayaan tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat. Masyarakat menggunakan tanaman obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C

BAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari adalah sumber utama radiasi sinar ultraviolet (UV) untuk semua sistem kehidupan manusia. Radiasi sinar UV dibagi menjadi tiga kategori, yaitu radiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kanker merupakan suatu jenis penyakit berupa pertumbuhan sel yang tidak terkendali secara normal. Penyakit ini dapat menyerang semua bagian organ tubuh dan dapat menyebabkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 16 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1. Kadar Glukosa Darah Berdasarkan hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit sebelum dan setelah pemberian alloxan, rata-rata kadar glukosa darah mencit sebelum pemberian

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tumbuhan uji yang digunakan adalah pegagan dan beluntas. Tumbuhan uji diperoleh dalam bentuk bahan yang sudah dikeringkan. Simplisia pegagan dan beluntas yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola hidup kurang baik yang berkembang pada zaman modern ini dikuatirkan dapat mengalami perubahan terhadap segala aspek kehidupan, khususnya pada bidang kesehatan

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Eritrosit Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan bahan minuman yang terkenal tidak hanya di Indonesia, tetapi juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini karena seduhan kopi memiliki aroma yang khas yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987).

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan disekitar kita banyak mengandung agen infeksius maupun non infeksius yang dapat memberikan paparan pada tubuh manusia. Setiap orang dihadapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam mengaja kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Ginjal berfungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan pada usus besar dan rektum. Gangguan replikasi DNA di dalam sel-sel usus yang diakibatkan oleh inflamasi kronik dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organ tubuh (termasuk kulit) secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti

BAB I PENDAHULUAN. organ tubuh (termasuk kulit) secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan seluruh organ tubuh (termasuk kulit) secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemeriksaan Tumbuhan 5.1.1. Determinasi Tumbuhan Determinasi tumbuhan dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas dari tumbuhan biji bunga matahari (Helianthus annusl.).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah gangguan metabolisme lipoprotein, termasuk produksi lipoprotein berlebih maupun defisiensi lipoprotein. Dislipidemia bermanifestasi klinis sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci