NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Heart of Borneo

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Heart of Borneo"

Transkripsi

1 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION

2

3 Rencana Strategis dan Aksi Nasional National Strategis Plan of Action DEPHUT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Timur

4 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL Tim Penyusun Kelompok Kerja Nasional Author National Working Group Dicetak di atas kertas/printed on paper New Age Soft White Acid Free Forest Stewardship Council (FSC) Certificate Paper No. SGS-COC % Recycle

5 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Sambutan Menteri (Bahasa)

6 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL

7 Sambutan Menteri (Inggris)

8

9

10 Daftar Isi SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN laporan oleh Ketua Kelompok Kerja Nasional Heart of Borneo PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkembangan Ditetapkannya HoB Tujuan dan Manfaat Sistematika Lingkup Inisiatif 1. HoB dan Isu-Isu Pokok Pembangunan Berkelanjutan dan Prinsip Pengelolaan HoB Lingkup Area HoB LINGKUNGAN STRATEGIS 1. Potensi HoB Tata Ruang Ekonomi, Sosial dan Budaya Desentralisasi RENCANA STRATEGIS 1. Analisis Situatiasi Rencana Intervensi Strategis Prakondisi Yang Diperlukan RENCANA AKSI DAN STRATEGI 1. Rencana Aksi Kerjasama Propinsi/Kabupaten Pengelolaan Kawasan Lindung Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Luar Kawasan Lindung Penguatan Kelembagaan Dan Pendanaan Berkelanjutan Keterkaitan Rencana Aksi dan Strategi KELEMBAGAAN 1. Prinsip Dan Fungsi Kelembagaan Pengelolaan HoB Kelembagaan HoB Provinsi Dan Kabupaten PENUTUP LAMPIRAN - 46

11 Content FOREWORDS BY THE MINISTER OF FORESTRY Report by Head of National Working Group INTRODUCTION 1. Background Development of HoB Intiative Objectives and Benefits Structures HoB SCOPES 1. HoB and Main Issues Sustainable Development and HoB Management Principles HoB Area Scope STRATEGIC ENVIRONMENT 1. HoB Potential Spatial planning Economy, Social and Culture Decentralization STRATEGIC PLAN 1. Situation Analysis Strategic Intervention Plan Necessary Precondition ACTION PLAN and STRATEGY 1. Action Plan Inter Province/District Cooperation Protected Area Management Natural Resources Management Outside The Protected Areas Institutional Strenghten and Sustainable Financing The Relation of National Action Plan to Trilateral Strategic Plan INSTITUTIONAL 1. Principle and Function HoB Management Institutions HoB Province and District Institutions CLOSING APENDIX - 46

12 10 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL 1.Pendahuluan 1. Introduction 1.1. Latar Belakang 01. (HoB) atau Jantung Borneo merupakan suatu kawasan di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan serta mencakup sebagian wilayah Brunei Darussalam yang telah disepakati bersama antara ketiga negara tersebut untuk dikelola berdasarkan prinsip-prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan (conservation and sustainable development). Istilah (HoB) kemudian dipakai sebagai nama bagi inisiatif kerja sama tiga negara tersebut. Pentingnya kerja sama regional ini sangat jelas karena secara fisik, baik letak maupun luasannya, memang sangat tidak mungkin bagi masingmasing negara untuk mengawasi secara terus menerus pemanfaatan sumberdaya alam yang ada, khususnya hutan, dengan tanpa kerjasama antar negara. Tidak terkecuali bagaimanapun baiknya kebijakan perundangundangan mengenai perlindungan dan pengelolaan sumberdaya alam yang dimiliki, serta kemungkinan penegakan hukumnya. Hal ini sangat nyata bagi negara seperti Indonesia yang bukan saja memiliki areal terluas di HoB, akan tetapi juga sangat kaya keanekaragaman hayati namun secara geografis sangat rentan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak ramah lingkungan maupun yang illegal. 02. Program dalam kerangka inisiatif HoB membentuk kerangka kerja sub regional yang diperlukan untuk mencegah pemanfaatan sumberdaya alam yang bernilai tinggi dari sisi ekonomi, namun beresiko tidak ramah dari sisi lingkungan dan sosial di wilayah yang merupakan yurisdiksi 3 negara, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia. Disamping itu inisiatif HoB merupakan alat kerja sama regional yang menyediakan pembagian tanggung jawab yang seimbang dan peran nyata yang proporsional antara ketiga negara. Bah Background 01. The, an area stretching along the Indonesia-Malaysia border on the island of Borneo and extending into Brunei Darussalam, has been agreed among the three countries to be managed based on conservation and sustainable development principles. The term of (HoB) is also the focus of the trilateral partnership signed as the Declaration on February 12, The importance of this partnership is very clear, in regard to location and size, it is impossible for each country to monitor natural resources utilization continuously, especially forest resources, in the absence of trans-boundary cooperation between countries. Joint action will strengthen the legal frameworks and policy conditions concerning conservation and national resources management, including law enforcement. This initiative is very important for the Republic of Indonesia which owns the largest portion of forest area in the HoB, yet is faced with numerous challenges regarding natural resources utilization and illegal activities. 02. The national program for the HoB initiative consists of a sub-regional framework to ensure rational and sustainable development of the natural resources and coordination of environment and social aspects across various jurisdictions from national to provincial to district levels. In addition, the HoB initiative is a tool for regional partnership in providing joint responsibility and coordinated action among the three countries. Moreover, the HoB is one of the three largest remaining tropical rainforests in the world, and its high conservation

13 11 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Foto: WWF Indonesia Gelondongan Kayu di sungai Hutan dengan kabut Foto: WWF Indonesia Foto: WCS Indonesia Programme Bungai bangkai Menganyam Foto: WWF Indonesia kan, HoB sebagai satu dari tiga kawasan hutan hujan tropis terbesar didunia dengan nilai konservasi sangat tinggi dan penting bagi penanganan pemanasan global, memiliki nilai penting bagi masyarakat dunia sehingga menjadi fokus dukungan dunia. 03. Program atau inisiatif HoB bukan merupakan program konservasi semata namun yang lebih penting lagi merupakan program pembangunan berkelanjutan di wilayah Jantung Borneo dengan konservasi (lingkungan) sebagai salah satu pilar utama disamping pilar ekonomi dan sosial. Untuk itu khususnya bagi Indonesia, kerjasama lintas sektoral dan peran serta secara aktif kabupaten/provinsi, dimana secara administrasi pemerintahan area HoB berada, sangatlah diperlukan. Disamping itu, pemberdayaan dan pemberian peran kepada masyarakat lokal, yaitu kelompok masyarakat setempat yang berinteraksi langsung dan oleh karenanya penting bagi kelangsungan sumberdaya yang ada, harus menjadi bagian yang mendasar dalam pembangunan di area HoB Perkembangan ditetapkannya HoB 04. Diawali pada pertemuan para pihak di Brunei Darussalam pada 5-6 April 2005, HoB dan tema Three Countries One Conservation Vision values and climate change relevance are important to the global community and therefore a focus of international support. 03. The HoB initiative is developed not only for conservation purposes, but also, more importantly, for the sustainable development of the area. Environment and biodiversity are pillars of the programs alongside socioeconomic and institutional development. Thus, for Indonesia, the cross-sector collaboration and active participation of provincial and district governments inside the HoB area are of critical importance. Empowerment and equitable participation for local communities (groups having direct interaction with and over natural resources in the HoB), should be a central component of the development of the HoB DEVELOPMENT OF HoB INTIATIVE 04. Initiated on 5-6 April 2005, delegations from the three countries met in Brunei Darussalam to launch the creation of the Initiative. The theme Three Countries One Conservation Vision was agreed and proposed as the title for its launching at CBD COP

14 12 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL Foto: WWF Indonesia Pemberdayaan dan pemberian peran kepada masyarakat lokal disepakati dan diusulkan untuk diluncurkan pada pertemuan COP 8 CBD, Maret 2006 di Brazil. Sebagai tindak lanjut oleh Indonesia, pada Agustus-September 2005 dilakukan lokakarya tingkat Provinsi (Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur), dengan hasil antara lain: a) Disepakati konsep area HoB, b) Mendorong formalisasi inisiatif HoB melalui deklarasi (non-legally binding instrument), c) Melaksanakan lokakarya tingkat nasional, regional dan internasional, serta d) Sosialisasi HoB kepada seluruh pemangku kepentingan terkait. Kemudian, pada 6 8 Desember 2005, dilakukan lokakarya nasional HoB di Jakarta dan menghasilkan draft deklarasi HoB. 05. Pada 14 Maret 2006, Menteri Kehutanan mempresentasikan inisiatif HoB pada rapat koordinasi terbatas di kantor Menko Perekonomian. Disepakati bahwa inisiatif HoB hanya diluncurkan (belum deklarasi) pada side event COP 8 CBD pada 27 Maret 2006 di Brasil. Peluncuran (launching) inisiatif HOB tersebut dilaksanakan 8 (Brazil 2006). Following the seminal meeting, the Republic of Indonesia held provincial level workshops (East Kalimantan, Central Kalimantan and West Kalimantan) in August September The results included: (a). The HoB area concept was agreed; (b). Decision to pursue the HoB initiative formalization through declaration (non-legally binding instrument); (c). Agreement to hold national, regional and international level workshops; and (d). Coordinated engagement with relevant stakeholders. The HoB national workshop was held in Jakarta on December 6-8, On 14 March 2006, Indonesia s Minister of Forestry presented the HoB initiative during a restricted coordinating meeting convened by the Coordinating Minister for Economic Affairs. It was agreed that HoB initiative would be launched by the three countries at an HoB side event during the 8th Conference of the

15 13 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION dengan pernyataan oleh perwakilan masing-masing negara Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam pada 27 Maret Pada 24 November 2006, dilaksanakan pertemuan Pokja HoB antar negara di kota Cebu, Filipina (dalam rangka pertemuan Senior Official Meeting/SOM Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Phillipines East Asia Growth Area/BIMP-EAGA), dengan hasil antara lain: a) Menyepakati deklarasi HoB pada acara BIMP-EAGA/KTT ASEAN, b) Penyempurnaan naskah deklarasi, c) Pertemuan trilateral pada 4 Desember 2006 di Jakarta. 07. Pada 12 Februari 2007, dilaksanakan penandatanganan Deklarasi HoB di Nusa Dua, Bali oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Minister of Natural Resources and Environment, Malaysia, dan Minister of Industry and Primary Resources, Brunei Darussalam. Dengan adanya deklarasi ini, ketiga negara sepakat untuk bersama-sama mengelola HoB dengan prinsip konservasi dan kesejahteraan masyarakat, sukarela, serta dengan tetap menjunjung tinggi peraturan perundangan di negara masing-masing. 08. Pada Juli 2007, dilaksanakan The 1st HoB Trilateral Meeting di Brunei Darussalam. Beberapa hasil pertemuan tersebut antara lain: a) masing-masing negara agar segera merumuskan national project document, b) usulan untuk membentuk secretariate/center of HoB oleh Brunei akan disampaikan kepada otoritas yang relevan di setiap negara, c) menerima tawaran ADB untuk melaksanakan misi bantuan teknis di 3 Negara, d) Malaysia akan menjadi penyelenggara rangkaian ekspedisi HoB (HoB Expedition Series) pertama Juni 2008 di Sarawak, e) Indonesia akan menyelenggarakan lokakarya pengelolaan konservasi dan pembangunan secara lestari pertama tahun 2008, f) disepakati pertemuan HoB Trilateral kedua akan dilaksanakan di Pontianak, Kalimantan Barat, Januari Pada Oktober 2007, pertemuan para pejabat senior BIMP-EAGA di Kota Davao Filipina, menyepakati beberapa hal diantaranya: a) Malaysia menyatakan belum diperlukan sekretariat HoB, cukup dengan Trilateral meeting, b) Brunei menyampaikan project document HoB akan selesai tanggal 18 November 2007, c) Indonesia mempertimbangkan untuk menjadi tuan rumah (host) sekretariat HoB. Parties at the UN Convention on Biological Diversity meeting March 27, 2006 in Brazil. The launching included representatives statements from the three countries: Brunei Darussalam, Indonesia and Malaysia. 06. On 24 November 2006, the HoB Working Group meeting was held in Cebu, Philippines (during the Senior Officials Meeting of the Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippine East Asia Growth Area, BIMP-EAGA), with results as follows: (a). Agreed on HoB declaration at BIMP-EAGA or ASEAN High Level Conference; (b). Finalization of declaration text; (c). Agreement to hold HoB Trilateral meeting on 4 December 2006 in Jakarta. 07. On 12 February 2007, the HoB Declaration was signed by Indonesia s Minister of Forestry, Malaysia s Minister of Natural Resources and Environment, and Brunei Darussalam s Minister of Industry and Primary Resources in Nusa Dua, Bali. Through this declaration, the three countries agreed to cooperatively manage the biodiversity and natural resources of the HoB under conservation and community s welfare principles, voluntarily, as well as in respect to each respective country s legislation. 08. On July, 2007, The 1st HoB Trilateral Meeting was held in Brunei Darussalam. The results were: (a). Each country will draft national project documents immediately; (b). Proposal by Brunei Darussalam to establish trilateral secretariat or HoB center to be made up of relevant authorities in each country; (c). Acceptance of Asian Development Bank offer for technical support mission in 3 countries; (d). Malaysia will hold the first HoB Expedition Series on June 2008 in Sarawak; (e). Indonesia will hold the first conservation and the sustainable development workshop on 2008; (f). The 2nd HoB Tri-lateral meeting was agreed to be held in Pontianak, West Kalimantan, on January On October 2007, the BIMP-EAGA meeting in Davao City Philippines, resulted in the following : (a). Malaysia stated that the HoB secretariat is not necessary to be formed, suggesting he Tri-lateral meeting is sufficient;

16 14 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL Foto: WWF Indonesia Kebun jagung Menganyam tudung dari rotan Foto: WWF Indonesia Foto: WWF Indonesia Ruang kerja Foto: WWF Indonesia Menenun kain songket Katak pohon Foto: WWF Indonesia 10. Pada tanggal 4-5 April 2008 pertemuan HoB trilateral kedua diselenggarakan di Pontianak, Indonesia. Pertemuan ini menghasilkan Strategic Plan of Action (SPA) tiga negara, dan menyepakati untuk membahas lebih lanjut institusi dan pengaturan finansial HoB di tingkat tiga negara pada pertemuan ketiga di Malaysia Tujuan dan Manfaat 11. Tujuan pengelolaan area HoB adalah sebagai berikut: a. Mendorong pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan di dalam jaringan kawasan konservasi, kawasan lindung serta hutan produksi dan areal penggunaan lahan lainnya; b. Terwujudnya pelaksanaan kebijakan dan hukum yang mendukung pengelolaan berkelanjutan area HoB yang sesuai dengan perjanjian multilateral maupun bilateral yang telah ada; c. Terwujudnya pembangunan ber- (b). Brunei Darussalam stated that their national HoB project documents will be finalized by 18 November 2007; (c). Indonesia offered to be host of the HoB secretariat. 10. On 4-5 April 2008 second HoB Trilateral meeting was held in Pontianak, Indonesia. The meeting resulted in the adoption of Trilateral Strategic Plan of Action (SPA), and agreed to further discuss institutional and financial arrangement of the HoB for the tri-lateral level 1.3. OBJECTIVES AND BENEFITS 11. The objectives of HoB area management are as below: a. To support sustainable natural resources management in the network of conservation areas and protected areas as well as production forests and other land uses; b. The implementation of policy and law enforcement that supports sustainable HoB area management in line with both multilateral and bilateral existing agreements;

17 15 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION kelanjutan berbasis kaidah-kaidah ilmiah dan kearifan lokal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penerapan pengelolaan berkelanjutan, perlindungan, pendidikan dan pelatihan, maupun kegiatan lainnya yang relevan dengan pengelolaan lintas batas, konservasi dan pengembangan wilayah di area HoB. 12. Manfaat Rencana Strategis dan Aksi Nasional HoB adalah sebagai berikut: 1.4. Sistematika a. Terdapat prinsip, batasan dan langkah-langkah sebagai landasan pelaksanaan kebijakan pengelolaan HoB baik untuk skala nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; b. Terdapat landasan sinkronisasi pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam, pengembangan masyarakat, serta pembangunan ekonomi di seluruh tingkatan pemerintahan di area HoB; c. Terdapat acuan dalam penetapan program prioritas serta mobilisasi sumberdaya dalam pengelolaan HoB oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 13. Dalam dokumen ini, diuraikan batasan dan lingkup HoB kepentingan internasional, perencanaan pulau, pembangunan berkelanjutan yang menjadi dasar pengelolaan HoB, serta lingkup area HoB yang dituangkan dalam Bab II. Bab III menguraikan landasan penetapan kebijakan dan strategi pengelolaan HoB berupa isu-isu pokok dan kondisi lingkungan strategis dalam pengelolaan HoB. Bab IV menguraikan rencana strategis mencakup analisis situasi dan kondisi, intervensi strategis serta prakondisi yang diperlukan dalam pengelolaan HoB. Bab V menguraikan rencana aksi dan strategi nasional meliputi kerjasama antar wilayah, pengelolaan kawasan lindung dan di luar kawasan lindung, serta mobilisasi sumberdaya yang diperlukan dalam pengelolaan HoB. Rencana Aksi dan Strategi Nasional tersebut dibagi ke dalam beberapa tema program. Bagian akhir dokumen ini memaparkan bentuk kelembagaan sebagai instrumen pelaksanaan pengelolaan HoB. c. The implementation of sustainable development based on scientific methods and local wisdom for community s welfare improvement. This will include application of sustainable management, protection, education and training initiatives, as well as other activities relevant to cross boundary management activities, conservation and responsible production in the HoB area. 12. Benefits of HoB s Strategic and National Action Plan are as follows: a. There will be principles, restrictions, and procedures as the basis for the implementation of the HoB management policy at national, province, and district/ city scale; b. Natural resources management implementation, community development, and economic development will be coordinated between all government levels in HoB area; c. HoB is a focus of priority program implementation and resource mobilization both by Central and local governments STRUCTURES 13. In this document there are explanations about HoB definition and scope - international interests, island spatial planning, sustainable development which became HoB management basis. The scope of the HoB initiative will be described in Chapter II. Chapter III describes the foundation for policy implementation and HoB management strategy including key issues and strategic orientation of HoB management. Chapter IV describes strategic plans including condition and situation analysis, strategic intervention and preconditions needed in HoB management. Chapter V describes the national action plan and strategy on interregional cooperation, management of protected and non protected areas, and resources mobilization needed in HoB management. This national action plan and strategy is divided into several intervention areas. The final part of this document describes institutional structures for the HoB management implementation.

18 16 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL 2. Lingkup Inisiatif Heart of Borneo 2. Initiative Scope 2.1. HoB dan Isu-Isu Pokok 14. Area HoB dengan luas total sekitar 22 juta Ha mempunyai arti penting baik dalam lingkup lokal, nasional, trilateral maupun global. Arti penting yang dimaksud mencakup kepentingan ekonomi, sosial-budaya, maupun jasa lingkungan, sehingga sangat dimungkinkan terjadi perbedaan kepentingan, baik dalam hal menetapkan tujuan maupun alokasi pemanfaatan sumberdaya alam antar berbagai pihak dan/atau tingkatan. Oleh karena itu, dalam mewujudkan implementasi konservasi dan pembangunan berkelanjutan di dalam area HoB, terutama bagi Indonesia, terdapat isuisu pokok seperti hak atas sumberdaya alam, kemiskinan, tata ruang, pengembangan investasi baik dalam pelaksanaan pembangunan lingkup kabupaten/kota, provinsi, dan nasional, maupun hubungan trilateral atau internasional terhadap fungsi dan manfaat HoB. 15. Isu-isu dimaksud hanya dapat ditangani apabila orientasi pemanfaatan sumberdaya alam di area HoB tidak hanya didasarkan pada ke HoB and Main Issues 14. The covers around 22 million hectares and presents many important assets and values at local, national, trilateral and global scale. These assets enable the following: economic development, strengthening socioculture values and enhancing environment goods and services. These different roles involve many parties and stakeholders thereby making it inclusive of many agendas. Thus, to implement conservation and sustainable development in the HoB area, especially in Indonesia, there will be an emphasis on natural resources rights, poverty alleviation, spatial planning, sound investments in districts and cities, provincial and national economic development, and trilateral or international cooperation in support of HoB objectives and benefits. 15. The issues can only be realized through multistakeholder involvement and agreement on natural resources protection and responsible Foto: WWF Indonesia Memeras tebu Menganyam tikar pandan Foto: WWF Indonesia

19 17 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION pentingan pihak-pihak dalam wilayah administratif tertentu, melainkan perlu mempertimbangkan kepentingan yang lebih luas. Dalam kaitan ini, rencana tata ruang Pulau Kalimantan atau Borneo secara keseluruhan, menjadi arahan yang perlu diacu oleh Provinsi maupun Kabupaten/Kota Pembangunan Berkelanjutan dan Prinsip Pengelolaan HoB 16. Kelangsungan hidup keanekaragaman hayati hutan-hutan tropis tidak dapat dipertahankan dengan kondisi penataan ruang yang dikelola secara parsial. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa konservasi hutan memerlukan penataan kawasan hutan yang saling berhubungan dalam skala yang cukup luas, dan tanpa penataan seperti itu akan timbul efek samping pada faktor iklim, hidrologi, kepunahan spesies, dan dampak negatif lanjutan lainnya. Oleh karena itu, untuk penataan hutan lestari, ukuran hutan merupakan hal yang sangat penting, khususnya dalam perlindungan spesies liar. Pemanfaatan, pengelolaan serta kon servasi area HoB secara baik, bijak dan bertanggung jawab dapat membantu memberi kepastian keberlanjutan fungsi dan dengan demikian juga manfaat hutan-hutan di HoB bagi generasi sekarang dan yang akan datang. 17. Dalam konsepsi pembangunan berkelanjutan kegiatan ekonomi tetap dimungkinkan untuk terus berjalan di area HoB, termasuk kegiatan budidaya seperti perkebunan, pembangunan hutan tanaman, pengelolaan hutan alam, serta eksploitasi sumberdaya alam seperti pertambangan. Saat inipun sebagian kegiatan tersebut telah berlangsung di area HoB. Inisiatif HoB pada dasarnya justru akan memperkuat keg iatan pemanfaatan sumberdaya alam tersebut dengan mendorong penerapan prinsip dan kriteria pengelolaan berkelanjutan dan bertanggung jawab. Penerapan skema-skema praktek pengelolaan terbaik (best management practices) dan ekolabeling akan meningkatkan nilai ekonomi sumberdaya tersebut, terutama dalam menjawab tantangan pasar hijau yang telah ada dan di masa yang akan datang. 18. Masyarakat adat dan lokal lainnya adalah salah satu parapihak kunci (key stakeholders) yang diharapkan memperoleh manfaat dari Inisiatif HoB, sehingga dalam implementasi inisiatif tersebut, kepentingan masyarakat adat/lokal lainnya dapat diakomodasi. HoB juga diharapkan dapat membantu masyarakat adat/lokal lainnya dalam menjalankan dan melestarikan utilization across the entire area. There cannot be a preference for only certain interests or administrative priorities. Therefore, Kalimantan island spatial planning should become a guiding blueprint for all economic development, business growth and conservation by central government agencies as well as all three provinces and 10 districts inside the HoB SUSTAINABLE DEVELOPMENT AND HOB MANAGEMENT PRINCIPLES 16. The biodiversity of tropical rainforests cannot be maintained under a patchwork of protected areas and partially managed landscapes. Scientific evidence shows that forests conservation needs large scale, contiguous forest landscapes. Without it, there will be side effects on climate, hydrology, species extinction, and other negative impacts. Thus, in sustainable forests management, forest size is essential, especially in natural species protection. Utilization, management and conservation of the HoB area in sound and responsible manners will help ensure sustainable functions and benefits of forests in HoB for present and future generations. 17. Within the sustainable development concept, it is still possible to continue with economic activities in the HoB area. Economic activities may include: cultivation activities such as agricultural and forest plantations, logging, as well as natural resources exploitation such as mining. These activities have a long history in or near the HoB area. The HoB initiative seeks to strengthen natural resources utilization by encouraging implementation of sustainable and responsible management principles and criteria. Implementation of best management practices schemes and eco-labeling will increase economic values of the resources by exploiting the opportunities of the existing and future green markets as well as ensuring the long term viability of the assets. 18. Traditional and other local people are one of key stakeholders that are expected to benefit from the HoB program. In HoB implementation, customary and other local community interests can be well-accommodated. HoB also expected to help customary and other local community in continuing and perpetuating culture, especially natural resources based

20 18 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL Tabel 1. Distribusi Area HoB di Tiga Negara Negara Lokasi Luas (Hektar) (%) Kalimantan Timur ,7 Indonesia Kalimantan Barat ,13 Kalimantan Tengah ,10 Total Indonesia ,56 Brunei* Brunei Darussalam 355,278 1,59 Sarawak ,25 Malaysia* Sabah ,91 Total Malaysia ,85 Total HoB ,0 budaya, terutama budaya berbasis sumberdaya alam yang dibutuhkan bagi kelangsungan dan kesejahteraan ekonomi dan sosial serta lingkungan hidup. 19. HoB sebagai program konservasi dan pembangunan berkelanjutan diharapkan menjadi salah satu program yang dapat memberi manfaat langsung bagi masyarakat dalam jangka pendek dan panjang. HoB juga akan memperkuat berbagai inisiatif pemberdayaan masyarakat yang telah ada sebelumnya. HoB akan mengintegrasikan program-program tersebut dalam tahapan implementasi HoB. Program pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu pilar utama program implementasi HoB. Disamping itu, keterlibatan masyarakat dalam Inisiatif HoB diharapkan dapat meningkatkan kapasitas mereka dalam pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan Lingkup Area HoB 20. Prinsip pengelolaan HoB adalah: a) Keberlanjutan sistem penyangga kehidupan, b) Perhatian terhadap fungsi-fungsi sosial budaya, ekonomi dan ekologi, c) Kerjasama antar negara dan daerah. Dengan memperhatikan karakteristik HoB, maka kriteria lingkup wilayah adalah sebagai berikut: Pola sebaran kawasan konservasi di kawasan dataran tinggi dan perbatasan negara di pulau Borneo, yang dibatasi dengan memperhatikan aspek-aspek hidrologi, status kawasan hutan (Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi, Hutan Produksi Konversi), tutupan hutan (forest cover), habitat penting satwa, dataran tinggi pada kawasan perbatasan negara RI-Malaysia. 21. Berdasarkan prinsip dan kriteria di atas, distribusi area HoB di tiga negara adalah (Tabel 1): culture, which are necessary for economic, social, and environment sustainability. 19. HoB, as a conservation and sustainable development program, is expected to be one of the programs that is capable of generating direct benefits for communities in short and long term. HoB will also strengthen the existing community empowerment initiatives. HoB will integrate those programs in HoB implementation stages. Community empowerment programs will become one of the program s main pillars and community involvement in HoB initiative is expected to increase their capacity in sustainable natural resources management HOB AREA 20. The management principles embodied by the are: (a). Provision of a sustainable life support system; (b). Attention to socio-cultural economical and ecological functions; (c). Partnerships among countries and districts. By considering the HoB characteristics, the area of HoB is defined to include the following elements : The network of conservation area on the highlands of the Indonesia-Malaysia border areas of framed by areas which refer to aspects of hydrologiy, forest area status (National Park, Wildlife Sanctuary, Game Reserve, Limited Production Forest, Production Forest, Conversion Production Forest), forest cover and priority species habitats. 21. Based on the above principles and criteria, the HoB area distribution in three countries

21 19 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Table 1. HoB Area Distribution in Three Countries Country Location Width (Hectare) (%) East Kalimantan ,7 Indonesia West Kalimantan ,13 Center Kalimantan ,10 Total Indonesia ,56 Brunei Brunei Darusalam ,59 Serawak ,25 Malaysia Sabah ,91 Total Malaysia ,85 Total HoB ,0 Indonesia (56,54%), Malaysia (41,87%), dan Brunei Darussalam (1,59%). Sedangkan untuk wilayah Indonesia HoB mencakup 10 kabupaten di tiga provinsi di Kalimantan, yaitu: 1) Kalimantan Timur (Kabupaten Nunukan, Malinau, Kutai Barat); 2) Kalimantan Barat (Kabupaten Kapuas Hul u, Melawi, Sintang); dan 3) Kalimantan Tengah (Kabupaten Katingan, Gunung Mas, Murung Raya, Barito Utara). 22. Fungsi hutan area HoB di ketiga provinsi di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. KALIMANTAN TIMUR : a. Hutan Konservasi : Ha b. Hutan Lindung : Ha c. Hutan Produksi : Ha d. Areal Penggunaan Lainnya : Ha 2. KALIMANTAN TENGAH a. Hutan Konservasi : Ha b. Hutan Lindung : Ha c. Hutan Produksi : Ha d. Areal Penggunaan Lainnya : Ha 3. KALIMANTAN BARAT a. Hutan Konservasi : Ha b. Hutan Lindung : Ha c. Hutan Produksi : Ha d. Areal Penggunaan Lainnya : Ha Peta dan angka tersebut merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan batas area HoB seperti pada Gambar 1. Pada April 2008, Bappeda seluruh Provinsi yang ada di area HoB telah berkumpul di Yogyakarta dan menyepakati batas baru area HoB sebagaimana ditampilkan di lampiran 2. Untuk kerja Kelompok Kerja HoB Nasional dan Kelompok Kerja HoB Daerah pada dokumen ini masih akan menggunakan batas lama sambil mempersiapkan kegiatan di kabupaten-kabupaten baru yang masuk ke area HoB berdasarkan hasil pertemuan di Yogyakarta. is (Table 1): Indonesia (56,54%), Malaysia (41,87%), and Brunei Darussalam (1,59%). Indonesia s area of HoB includes 10 districts in three provinces in Kalimantan: 1) East Kalimantan (Nunukan, Malinau and Kutai Barat Districts); 2) West Kalimantan (Kapuas Hulu, Melawi and Sintang Districts); and 3) Central Kalimantan (Katingan, Gunung Mas, Murung Raya and Barito Utara Districts). 22. The forest function of HoB area in the three provinces in Indonesia are as below: 1. EAST KALIMANTAN: a. Conservation Forest : Ha b. Protected Forest : Ha c. Production Forest : Ha d. Other Land Use : Ha 2. CENTRAL KALIMANTAN: a. Conservation Forest : Ha b. Protected Forest : Ha c. Production Forest : Ha d. Other Land Use : Ha 3. WEST KALIMANTAN: a. Conservation Forest : Ha b. Protected Forest : Ha c. Production Forest : Ha d. Other Land Use : Ha The map and figure are refer to HoB scope in figure 1. On April 2008, all Provinces Bappeda (Regional Development Planning Agency) of HoB has gathered in Yogyakarta and decided the new boundary for HoB area on Indonesian side. The result of the meeting is HoB Indonesia boundary as presented in Appendix 2. The work of HoB National and Regional Working Group of Indonesia will continue refer to the previous boundary while preparing the work for newly included districts in HoB area.

22 20 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL Gambar 1. Lingkup Area

23 21 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Picture 1. Area Scope

24 22 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL 3. Lingkungan Strategis 3. Strategic Environment Kura-kura Ular belang hijau Orangutan Foto: WWF Indonesia Foto: WWF Indonesia Foto: WWF Indonesia Foto: WWF Indonesia Bekantan Foto: WWF Indonesia eksploitasi sumberdaya hutan Memanfaatkan perikanan Foto: WWF Indonesia 3.1. Potensi HoB 3.1. HoB Potential 23. Berdasarkan peta tutupan hutan, hutan alam di dataran rendah Borneo yang masih tersisa telah terfragmentasi. Sementara itu, hutan yang masih relatif baik kondisinya berada di daerah dataran tinggi yang tersebar luas di sepanjang perbatasan Indonesia dan Malaysia. HoB didominasi oleh kawasan dataran tinggi dengan ketinggian di atas 500 m dpl, topografi bergunung-gunung dengan tingkat kemiringan lahan yang curam hingga sangat curam antara 20-70%. 24. Konservasi hutan ini menjadi pusat perhatian di tingkat lokal, nasional dan internasional karena tingginya keanekaragaman hayati (flora dan fauna) di dalamnya, dimana sedikitnya terdapat % jenis flora dan fauna yang 23. Based on forest cover maps, the remaining natural forests in Borneo s lowland are largely fragmented. Meanwhile, intact forests with relatively good condition attributes are spread along the Indonesia-Malaysia border. Over two-thirds of the HoB is dominated by highland forests which are over 500 meters above sea level, with mountainous topography and with a steep slope level, between 20-70%. 24. The conservation of this forest has become a local, national, and international priority because of its rich biodiversity (flora and fauna), with high rates of endemism across Borneo. The biodiversity has an important role for

25 23 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION hanya dapat ditemui di Borneo. Kekayaan alam tersebut memiliki arti penting bagi penduduk dan negara-negara yang memilikinya, karena hutan Borneo merupakan warisan alam berharga yang telah memberikan berbagai jenis manfaat dan jasa. Topografi, struktur tanah yang kompleks, dengan perbedaan ketinggian daerah telah menjadi habitat hidup yang luas bagi berbagai jenis tumbuhan. Secara garis besar, Borneo menjadi tempat tinggal bagi sekitar spesies tumbuhan vascular, yang jumlahnya 5-6% dari total jumlah di seluruh dunia. Dari jumlah ini, 40-50% adalah endemik asli. Dalam perkembangannya, diketahui bahwa 361 spesies baru telah ditemukan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. 25. Fungsi penting lain area ini adalah sebagai menara air bagi seluruh Pulau Borneo. Dari area ini mengalir sumber air bagi 14 dari 20 sungai utama di Pulau Borneo. Sungai Kapuas, Katingan, Barito dan Mahakam adalah beberapa sungai besar yang hulunya berada dan airnya berasal dari kawasan dataran tinggi di area HoB. Indonesia dan Malaysia dipisahkan oleh pegunungan yang membentang di hampir sepanjang perbatasan yang tidak lain adalah inti HoB. Pada beberapa titik, batas kedua negara tersebut tepat berada di puncak pegunungan yang berarti terdapat sungai lintas negara, bahkan beberapa diantaranya mengalir hingga ke Brunei Darussalam. 26. HoB juga menjadi rumah bagi sedikitnya 50 suku Dayak, dengan bahasa dan budaya yang beragam. Air, hutan dan tanah memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat yang berada di Borneo. Menjaga keberlanjutan manfaat air, hutan dan tanah di HoB akan ikut menjaga keberlangsungan hidup masyarakat dan budaya yang dimilikinya. Sebaliknya dengan menjaga budaya masyarakat, aspekaspek positif yang telah dipelihara secara turun-temurun tidak terkecuali etika konservasi (conservation ethics) dan kearifan lokal (local wisdom) terhadap lingkungan lainnya, akan mendukung upaya konservasi fungsi dan manfaat ekosistem HoB. 27. Pada area HoB di wilayah Indonesia sampai Desember 2008 terdapat 4,9 juta ha (38%) areal hutan produksi yang dikelola dengan sistem Ijin Usaha Pengusahaan Hasil Hutan Kayu/ Hak Pengusahaan Hutan (IUPHHK/HPH). Berdasarkan catatan yang ada, di HoB terdapat 52 HPH, 28 HPH diantaranya masih aktif beroperasi dan 24 tidak aktif atau telah dicabut ijinnya oleh pemerintah. Dari HPH yang aktif 2 the community and the countries who own it, because Borneo s forest is a valuable natural legacy that provides various benefits and services. The topography, complex soil structures and different elevations have lead to a vast number of habitats for a huge number of plant species. In general, Borneo is home to more than 15,000 species of vascular plant with around 40-50% being locally endemic. Additionally, there have been about 400 new species discovered in the between Another important function of HoB is that this area acts as water tower for the entire island. The HoB is the source of 14 of 20 main river systems on Borneo Island. Kapuas, Katingan, Barito and Mahakam are main rivers located upstream whose waters come from HoB highlands. Indonesia and Malaysia are separated by mountains which stretch almost all the way along the border line, which is the core of HoB. The source of some of these rivers lie in one country but flow into another, thereby making emphasizing the importance of cross-boundary recognition of shared values. Several rivers even reach into Brunei Darussalam. 26. HoB is also the home of at least 50 Dayak tribes, with various languages and cultures. Water, forest and wild land play important roles for the existence and health of the communities which live in Borneo island. By ensuring the sustainability of water, forest and land in HoB, the life of the local community and culture are also protected. Furthermore, the local community s culture is a positive force that for generations has included conservation ethics and resource sustainability guided by local wisdom. This can support conservation of HoB ecosystem s function and benefit. 27. In the Indonesian part of HoB there are 4.9 million hectares (38%) of production forest, which is managed by Forest Concessionaires (IUPHHK/HPH). Based on the existing data, in HoB there are 52 HPHs, 28 of them are still active and the remaining 24 are inactive or in the process of having their licenses revoked by the government. However, from the active

26 24 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL diantaranya telah memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari dari Forest Stewardship Council (FSC). Untuk itu program HoB perlu diarahkan agar HPH yang belum bersertifikat diarahkan untuk mencapai standar pengelolaan hutan lestari. Selain itu masih banyak usaha perkebunan dan pertambangan yang perlu diarahkan untuk menjalankan praktek pengelolaan terbaik, dan diarahkan untuk memperoleh sertifikat pengelolaan sesuai dengan sistem yang berlaku Tata Ruang 28. Provinsi Kalimantan Timur memiliki wilayah daratan seluas Ha. Dari luas wilayah daratan tersebut berdasarkan paduserasi tata ruang (TGHK-RTRWP), terdapat kawasan hutan seluas Ha, yang berdasarkan fungsinya terdiri dari: a). Kawasan lindung seluas Ha, b). Hutan Penelitian seluas Ha, c). Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) seluas Ha dan Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) seluas Ha. 29. Pemerintah daerah Kalimantan Timur telah mengajukan perubahan terhadap paduserasi tata ruang provinsi, yang sampai saat ini masih dalam proses penyelesaian, dan akan mengakibatkan perubahan luasan fungsi-fungsi hutan sebagai berikut: a. KBK menjadi = Ha ( Ha) b. KBNK menjadi = Ha ( Ha) c. Cagar Alam menjadi = Ha ( Ha) d. Taman Nasional menjadi = Ha ( Ha) e. Hutan Lindung menjadi = Ha ( Ha) f. Taman Hutan Raya menjadi = Ha ( Ha) g. HPP menjadi = Ha (+ 392 Ha) 30. Tata ruang Provinsi Kalimantan Tengah yang dijadikan acuan oleh Departemen Kehutanan dalam mengatur kawasan hutannya adalah Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Provinsi Kalimantan Tengah yang ditetapkan pada tanggal 12 Oktober 1982 berdasarkan Lampiran Surat Keputusan Menteri Pertanian No.759/Kpts/Um/10/1982. Kawasan hutan Provinsi Kalimantan Tengah ditetapkan seluas Ha dirinci menurut fungsi dan luas HPHs, only two of them have achieved Forest Stewardship Council (FSC) certification, which verifies sustainable forest management (SFM). The HoB initiative aims to work with the remaining HPHs to direct them to obtain FSC certification and conduct sustainable forest management practices. In addition, the HoB initiative should also work on guiding the mining and plantation estates to undertake best management practices or to obtain certification in accordance with the current systems SPATIAL PLANNING 28. East Kalimantan Province covers an area of 20,039,500 Ha. Of the land, based on the synchronized spatial planning (TGHK-RTRWP), there are 15,951,620 Ha forest areas based on its function: a). 5,594,900 Ha of Protected Area, b). 17,560 Ha of Research Forest, c). 10,339,160 Ha of Forestry Production Area (KBK) and 4,087,880 Ha Non Forestry Production Area (KBNK). 29. The government of East Kalimantan has proposed an amendment toward provincial synchronized spatial planning, which is still to be finalized. The proposed changes will result in forest zoning as follows: a. KBK become = 7,985,939 Ha (- 1,788,985 Ha) b. KBNK become = 6,305,147 Ha (+ 1,134,378 Ha) c. Strict Nature Reserve become = 1,483,116 Ha (- 4,251 Ha) d. National Park become = 180,930 Ha (- 23,469 Ha) e. Protection Forest become = 3,505,204 Ha (+ 688,886 Ha) f. Grand Forest Park become = 64,148 Ha (- 6,951 Ha) g. Restricted Production Forest become = 26,178 Ha (+ 392 Ha) 30. The Central Kalimantan Province spatial plan, used by the Ministry of Forestry in forest management is based on the map of Agreed Forest Land Use (TGHK) of Central Kalimantan Province issued on 12 October 1982, which

27 25 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION sebagai berikut: a). Hutan Lindung Ha, b). Hutan Konservasi Ha, c). Hutan Produksi Terbatas Ha, d). Hutan Produksi Ha, e). Hutan Produksi Konversi Ha. 31. Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah menggunakan RTRWP tahun 2003 yang ditetapkan melalui PERDA No. 8/2003 dimana fungsi kawasan hutan secara garis besar dibagi menjadi kawasan pemanfaatan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai kawasan lindung seluas ,93 Ha (16,06%) dan kawasan budidaya kehutanan seluas ,06 Ha (52,37%) serta kawasan budidaya selain kehutanan seluas ,01 Ha (31,57%). Sampai saat ini Departemen Kehutanan masih mengacu TGHK, sementara itu Provinsi Kalimantan Tengah mengacu kepada RTRWP Kalimantan Tengah tahun Paduserasi antara TGHK dan RTRWP ini serta sinkronisasi dengan UU Tata Ruang No. 26/2007 masih sedang dalam proses finalisasi dan penyelesaian.31. Luas kawasan hutan Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan Peta Penunjukan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat (SK Menhut No. SK.259/ Kpts-II/2000, tanggal 23 Agustus 2000), terdapat kawasan hutan seluas Ha, terdiri dari kawasan suaka alam dan pelestarian alam darat seluas Ha, kawasan suaka alam dan pelestarian alam perairan seluas Ha, hutan lindung seluas Ha, hutan produksi terbatas seluas Ha, hutan produksi tetap seluas Ha, dan hutan produksi konversi seluas Ha. 32. Luas kawasan hutan Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan Peta Penunjukan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat (SK Menhut No. SK.259/Kpts-II/2000, tanggal 23 Agustus 2000), terdapat kawasan hutan seluas Ha, terdiri dari kawasan suaka alam dan pelestarian alam darat seluas Ha, kawasan suaka alam dan pelestarian alam perairan seluas Ha, hutan lindung seluas Ha, hutan produksi terbatas seluas Ha, hutan produksi tetap seluas Ha, dan hutan produksi konversi seluas Ha. 33. Hasil kajian di tiga provinsi di atas yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan pada tahun 2007 menunjukkan bahwa di lapangan masih terdapat tumpang tindih penggunaan kawasan is attached to the Decree of Minister of Agriculture No. 759/Kpts/Um/10/1982. The Central Kalimantan Province forest is declared as 15,186,000 Ha according to its function and size: a). Protected Forest of 840,000 Ha, b). Conservation Forest of 632,700 Ha, c). Limited Production Forest of 6,014,900 Ha, d). Production Forest of 3,383,700 Ha, e). Conversion Production forest of 4,314,700 Ha. 31. Meanwhile, Central Kalimantan Government is currently using the Provincial Spatial Plan (RTRWP) of 2003 determined through local government regulation No. 8/2003, where the general function of the forest area is divided into two usages area: protected and production areas. The forest area used for protected area is 2,456, Ha (16.06%), forest area 8,038, Ha (52.37%) and production area outside forestlands is 4,847, Ha (31.57%). Until to now, Ministry of Forestry still refers to TGHK, while Central Kalimantan Province refers to Central Kalimantan RTRWP. The document of synchronization between TGHK and RTRWP is still in the process of finalization. 32. Based on the map of the establishment of forests and waters conservation areas for West Kalimantan Provinces (Decree of the Minister of Forestry - SK Menhut - No. SK.259/ Kpts-II/2000, dated 23 August 2000), the forest areais 9,179,740 Ha, which includese 1,568,560 Ha terrestrial protected areas, 77,000 Ha marine protected areas, of 2,307,045 Ha protection forest, 2,445,985 Ha restricted production forest, 2,266,800 Ha permanent production forest, and 514,350 Ha convertible production forest. 33. Assessment in 2007 by the Ministry of Forestry on the spatial plans of three provinces showed that inconsistencies happened in landuse plans and designations of forest areas for other uses. This must be rectified as it will be counterproductive in consistent management efforts, both in conservation and sustainable development inside and outside the forest area. This unfavorable condition was worsened by slow progress in forest areas boundary consolidation

28 26 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL hutan. Kondisi demikian akan menghambat atau kontra produktif terhadap upaya pengelolaan, baik dalam pelestarian kawasan konservasi maupun pelaksanaan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di dalam dan di luar kawasan hutan. Belum lagi, kegiatan pemantapan kawasan hutan masih sangat lambat pelaksanaannya akibat berbagai faktor Ekonomi, Sosial dan Budaya 34. Secara umum, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat mempunyai kekayaan sumberdaya alam dan secara ekonomi dicirikan adanya disparitas nyata antara wilayah pantai dan pedalaman/perbatasan. Pembangunan pesat berlangsung di kota-kota besar wilayah pantai yang memiliki aksesibilitas tinggi dan fasilitas yang memadai. Sementara wilayah pedalaman dan terutama perbatasan yang sebagian besar terpencil dengan kendala fisik alam dan keterbatasan infrastruktur secara umum masih tertinggal, antara lain akibat perbedaan harga jual berbagai produk yang dihasilkan. Di sisi lain, berbagai bahan kebutuhan pokok yang harus didatangkan ke wilayah pedalaman/perbatasan selain seringkali sulit diperoleh kalaupun tersedia harganya melambung tinggi di luar batas daya beli masyarakat setempat. Sementara, industri pengolahan belum berkembang dan kegiatan perekonomian bergantung pada produk bahan mentah atau ekstraktif, seperti kehutanan, perkebunan/ pertanian, pertambangan dan perikanan. 35. Pelaku ekonomi dan sistem produksi di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut: a) Perekonomian masyarakat sebagian besar petani lahan berpindah dan mencari/ mengumpulkan hasil hutan atau hasil alam lainnya; b) Transaksi perdagangan dilakukan dengan cara jual-beli hasil bumi secara langsung dengan penduduk tetangga di Malaysia, terkadang dilakukan dalam bentuk barter; c) Hasil usaha yang diperoleh langsung dikonsumsi keluarga (subsisten); dan d) Nilai tukar yang diandalkan masyarakat dan sangat tinggi permintaannya adalah nilai tukar negara Malaysia. 36. Secara demografis, penyebaran penduduk di wilayah perbatasan Kalimantan tidak merata dan sangat rendah (kepadatan 4-10 jiwa per km2). Pada umumnya kualitas sumberdaya manusia relatif rendah dan angka kematian cukup tinggi akan tetapi arus mobilitas tenaga caused by many factors ECONOMY, SOCIETY AND CULTURE 34. In general, the three provinces: East, Central and West Kalimantan are rich in natural resources but there is a clear disparity in economic development between the coastal areas and the border or remote areas. Rapid development occurs in big cities near coastal areas because of a high accessibility and sufficient commercial and industrial facilities. While remote and especially border areas are mostly secluded with limited infrastructures and have generally been left behind in economic development terms. One of the causes is the different market values of products in coastal regions (higher prices) as compared to remote areas (lower prices). On the other hand, various staples and necessities that should be delivered to remote/border areas are difficult to obtain, sometimes because the price is very high (above local community buying ability). While the processing industry is not yet developed, the economy is still dependent on raw material products or little to no added-value extractives such as forestry, plantation/agriculture, mining and fisheries. 35. Economic players and production systems in the border area of Indonesia-Malaysia have several characteristics such as: a) Community economies are dominated by nomadic farming systems and collecting forest products or other natural products; b) Trade is conducted by direct trading of natural products with Malaysian neighboring communities, sometimes in the forms of barter trade; c) The products are consumed by the household itself (subsistence); and d) The Malaysian ringgit is the currency that is more accountable and in higher demand than Indonesian rupiah. 36. Demographically, the population in the border areas in Kalimantan is not equally distributed and is very low (with the population density of 4-10 people per km2). In general, the quality of life is relatively low and mortality rate is quite high. However, with the abundant natural resources, labor and people mobility are

29 27 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION kerja dan penduduk keluar-masuk cukup tinggi terkait kekayaan sumberdaya alam yang dimilikinya,. Secara etnis, mayoritas penduduk di wilayah perbatasan yang berasal dari Suku Dayak banyak yang memiliki hubungan keluarga dengan warga di negara tetangga Malaysia dan Brunei Darussalam. Karena lokasinya yang terpencil dengan jumlah penduduk yang sedikit dan penyebaran tidak merata, area ini rawan dari sisi keamanan, penyelundupan dan tindak kriminal lainnya Desentralisasi 37. Terkait implementasi otonomi daerah setelah tahun 2001, Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat secara administratif berkembang dan terdapat sejumlah kabupaten baru. Kabupaten baru hasil pemekaran pada umumnya giat melakukan pembangunan ekonomi guna mengejar ketertinggalan dari kabupaten induk atau kabupaten/kota lainnya. Kebijakan pembangunan daerah memanfaatkan kewenangan yang diperoleh atas dasar UU No.22/1999 yang selanjutnya diganti dengan UU No.32/2004. Pada umumnya, kebijakan pembangunan ekonomi kabupaten di pedalaman/perbatasan berbasis pada upaya pemanfaatan sumberdaya alam yang ada (seperti hutan, lahan, tambang dan perairan), terutama pada Kawasan Budidaya Non-Kehutanan (KBNK) menjadi kewenangan masing-masing kabupaten. Berbagai bentuk ijin pemanfaatan sumberdaya alam diterbitkan oleh masing-masing kabupaten. 38. Kabupaten Malinau (Kalimantan Timur) dan Kapuas Hulu (Kalimantan Barat) yang sebagian besar wilayahnya dalam kategori kawasan konservasi, terutama dengan keberadaan Taman Nasional (TN) Kayan Mentarang dan TN Betung Kerihun, telah mendeklarasikan diri menjadi Kabupaten Konservasi. Meskipun inisiatif ini akan sangat membantu implementasi program-inisiatif HoB di masa depan, persoalan mendasarnya adalah bahwa pengelolaan kawasan konservasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat belum mempunyai mekanisme kerjasama yang solid dengan Pemerintah Daerah. Sementara, deklarasi Kabupaten Konservasi hingga saat ini juga belum memiliki payung hukum yang kuat. quite high. Ethnically, majority of the people living in the border areas are Dayak, who have family relationships with Malaysia and Brunei Darussalam. Since the areas are secluded with small populations which are unevenly distributed, the area is prone to security disturbances, smuggling, and other crimes DECENTRALIZATION 37. Following the implementation of the decentralization act in 2001, East Kalimantan, Central Kalimantan and West Kalimantan provinces were administratively expanded; and several new districts created. New districts in general are striving for economic development to catch up with the original districts or other districts/cities. The development policy is based on the Act No.22 of 1999, which further replaced by Act No.32 of In general, in districts in remote/border areas, the economic development policy is based on existing natural resources utilization (such as forest, land, mining, and waters), especially on Non- Forest Production Areas (KBNK) over which each district issues various natural resource utilization permits. 38. Most of the areas of Malinau (East Kalimantan) and Kapuas Hulu (West Kalimantan) districts are categorized as conservation areas. It is coincident that the major proportion of the district area is in the form of protected area, namely Kayan Mentarang National Park and Betung Kerihun National Park in Malinau and Kapuas Hulu district respectively. Realizing this fact and the vision of the two districts on conservation, the two districts declared themselves as Conservation Districts. Though this initiative is expected to render great benefits for HoB program implementation in the future, the main issue is that conservation areas management under the authority of Central Government has not yet achieved a solid cooperation mechanism with local government. The Conservation District also requires a stronger legal framework, across the different jurisdictions.

30 28 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL 4. Rencana Strategis 4. Strategic Plan 4.1. Analisis Situasi 39. Dari penjelasan pada Bab sebelumnya, dapat ditunjukkan bahwa dalam area HoB terdapat kekayaan alam yang tinggi dengan intensitas pemanfaatan sumberdaya alam yang cukup tinggi. Penggunaan lahan yang tidak lestari dan eksploitasi sumberdaya alam antara lain dipicu oleh pelanggaran dan belum disepakatinya tata ruang, tingginya ketergantungan kehidupan masyarakat terhadap konsumsi langsung komoditas sumberdaya alam, kemiskinan, serta belum berkembangnya infrastruktur ekonomi dan sosial bagi pengembangan pendidikan dan kapasitas masyarakat. Sementara itu, dalam pelaksanaan pemanfaatan sumberdaya alam, seperti pemanfaatan perkebunan, hutan alam, dan bahan tambang, sebagian besar belum diselenggarakan dengan menggunakan cara kelola yang lebih baik (better management pratices). 40. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan penggunaannya kurang didasarkan pada informasi ilmiah seperti potensi sumberdaya alam, termasuk informasi dan 4.1. Situation Analysis 39. From the explanation in the previous Chapter, it is shown that the HoB area has highly valued natural resources and natural resources utilization intensity is relatively high. Unsustainable land uses and exploitation of natural resources was triggered by violations and disputes over spatial planning, human dependency on natural resources for direct consumption, poverty, and an under-developed economy and social infrastructure to strengthen community capacity. Meanwhile, most natural resources-based production, such as plantation, exploitation of natural forests, and mining, has not yet implemented better management practices. 40. Policies for natural resources management and uses are rarely based on natural scientific information such as resources potential, including knowledge on the type, magnitude and distribution of risks. Therefore, possible Foto: WWF Indonesia Konsultasi dengan masyarakat lokal rumah kayu masyarakat kalimantan Foto: WWF Indonesia

31 29 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Foto: WWF Indonesia Pertemuan kampung Pertemuan kampung Foto: WWF Indonesia pengetahuan mengenai jenis resiko, besaran resiko dan sebaran resiko, sehingga dampak negatif yang mungkin timbul kurang diantisipasi secara dini dan dipecahkan akar masalahnya. Dalam hal ini, dampak pengelolaan sumberdaya alam merupakan kesatuan dampak sektor-sektor yang memanfaatkan komoditas sumberdaya alam. Sementara itu, koordinasi sektor-sektor masih menjadi persoalan, baik pada konteks kebijakan maupun implementasinya Rencana Intervensi Strategis 41. Apabila dalam pengelolaan HoB dihadapkan pada situasi seperti dikemukakan di atas, maka intervensi strategis diharapkan dapat menjangkau seluruh pelaku pembangunan, baik pada tingkatan pembuatan maupun implementasi kebijakan. Dengan demikian, rencana intervensi strategis pengelolaan HoB adalah sebagai berikut: a. Alokasi penggunaan lahan secara berkelanjutan (sustainable land use) b. Penyempurnaan kebijakan sektor (sector reform) c. Manajemen pengelolaan kawasan lindung (protected area management) d. Pengembangan kapasitas lembaga dan pendanaan berkelanjutan (institutional capacity building and sustainable financing) 42. Sesuai prinsip pengelolaan HoB yaitu konservasi dan pembangunan berkelanjutan, maka diperlukan penetapan prioritas untuk mencegah semakin besarnya kerusakan kawasan konservasi khususnya dan kawasan lindung pada umumnya. Oleh karena itu, dalam upaya penguatan manajemen pengelolaan kawasan lindung, maka intervensi strategis pada manegative impacts cannot be anticipated and the root of the problem is not addressed. In this case, natural resources management impact is the accumulation of sectoral impacts of utilized natural resources. Coordination between sectors, at the policy and implementation levels, is still a problem STRATEGIC INTERVENTION PLAN 41. The above situation outlines the situation facing HoB implementation on the ground. In this situation, strategic intervention is expected to reach all development players, both in policy making and implementation. The intervention plan in HoB management is, therefore directed toward the following strategies: a. Sustainable land use b. Sector reform c. Protected area management d. Institutional capacity building and sustainable financing 42. Based on the HoB management principles of conservation and sustainable development, the priority is to prevent further damage in conservation areas in particular and protected areas in general. Therefore, to strengthen protected area management, strategic interventions in protected area management are further elaborated into sub-strategic interventions: a. Inventory the potential and implement the management of protected areas, including enhancement of the effectiveness of conservation area management (Information and

32 30 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL najemen pengelolaan kawasan lindung perlu dijabarkan lebih lanjut ke dalam turunan intervensi strategis, yaitu: a. Inventarisasi potensi dan manajemen pengelolaan kawasan lindung (information and conservation management) termasuk peningkatan efektifitas pengelolaan kawasan konservasi b. Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) c. Penguatan peran sektor swasta melalui penerapan better management practices, sertifikasi, dan dukungan sektor swasta/bumn untuk mewujudkan pendanaan yang berkelanjutan (sustainable financing) bagi pengelolaan kawasan lindung (private sector engagement) d. Advokasi kebijakan (policy advocacy) Secara grafis, rencana intervensi strategis pengelolaan HoB dapat dilihat pada gambar di bawah ini: conservation management) b. Community empowerment c. Strengthening roles of private sectors through implementation of best management practices, certification, and support from private sector to achieve sustainable financing of protected area management (private engagement) d. Policy advocacy The strategic intervention of HoB management can be seen below: 4.3. NECESSARY PRECONDITION 43. HoB management does not work independently in developing implementation policy. When policy development is not conducive to achieving the HoB management objectives, the HOB management policy basic framework Gambar 1. Intervensi Strategis Pengelolaan HoB Figure 1. Strategic Intervention of HoB management

33 31 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Foto: WWF Indonesia Pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan rotan Foto: WWF Indonesia Riset dalam mendukung inventarisasi potensi 4.3. Prakondisi yang Diperlukan 43. Pengelolaan HoB dalam prakteknya tidak berdiri sendiri terhadap pelaksanaan kebijakan pembangunan pada umumnya. Pada saat kebijakan pembangunan pada umumnya belum kondusif untuk mencapai tujuan pengelolaan HoB, maka seluruh kerangka dasar kebijakan pengelolaan HoB diupayakan dapat menjadi alternatif pendekatan atau bahkan diupayakan sebagai pendorong mewujudkan perbaikan pendekatan pembangunan yang sedang berjalan. Agar dapat mempunyai peran demikian itu, beberapa hal perlu dipersiapkan, antara lain: a. Strategi untuk memastikan HoB dan prinsip pembangunan berkelanjutannya diterima oleh semua parapihak di berbagai tingkatan sehingga pelaksanaannya berdasarkan pada landasan dan persepsi yang sama untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan konservasi di areal HoB; b. Strategi untuk meningkatkan nilai dan manfaat jasa lingkungan; c. Strategi untuk meningkatkan koordinasi melalui peningkatan kapasitas lembaga, terkait pengelolaan hulu dan hilir daerah aliran sungai (DAS), untuk mencapai ukuran-ukuran kinerja pengelolaan sumberdaya alam sebagai suatu unit yang terintegrasi yang dampak pengelolaannya saling berkaitan. 44. Untuk mewujudkan kesetaraan antar wilayah administrasi dalam lingkup areal HoB, diperlukan fleksibilitas atau penyesuaian bentuk, tugas dan fungsi dalam pengorganisasian, mewujudkan sharing pendanaan dari Pemerintah Daerah, serta pengembangan kapasitas sumber daya manusia. must take an alternative approach or stimulate the creation of ongoing development approach improvement. To play this role, several strategies are needed: a. Strategy to bring HoB and its sustainable development principles to all stakeholders at all levels to ensure that they work on the same platform, with the same vision for sustainable development and conservation of the HoB area; b. Strategy to improve values and benefits of environmental services; c. Strategy to improve coordination through institutional capacity improvement, for example in the relationship of upstream and downstream in watershed management; in order to measure the performance of the management of natural resources as an integrated unit whose impacts of its mismanagement are inter-related. 44. Equality of administration procedures among the districts within HoB area needs to be created. For this purpose flexibility or adjustment in the format, task and function of the organizations, creation of shared funding from Local Government and human resources capacity development are all necessary.

34 32 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL 5. Rencana Aksi dan Strategi 5. Action Plan and Strategy 5.1. RENCANA AKSI Rencana Aksi inisiatif di tingkat nasional akan dilaksanakan pada empat program utama, yang diterjemahkan ke dalam beberapa tema program sebagaimana diuraikan pada bagian berikut KERJASAMA PROVINSI/KABUPATEN 45. Pelaksanaan rencana kerja terkait isu kerjasama di perbatasan internasional akan dilakukan pemerintah nasional. Lingkup rencana aksi dan strategi untuk mewujudkan kerjasama antar provinsi/kabupaten adalah sebagai berikut: Penggunaan Lahan Berkelanjutan 1. Menetapkan batas area HoB. Batas area HoB sangat diperlukan agar semua wilayah yang termasuk dalam areal HoB di masing-masing provinsi dapat diketahui, meskipun tidak selalu dalam bentuk batas fisik. 2. Mendorong terselesaikannya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi dan kabupaten/kota guna mewujudkan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di area HoB. Penggunaan lahan berkelanjutan merupakan salah satu program utama HoB. Tata ruang yang menjamin kelestarian fungsi ekosistem merupakan prasyarat untuk implementasi HoB yang efektif. Untuk itu, RTRW yang sesuai dengan kaidah-kaidah dan tujuan HoB perlu segera diselesaikan dengan memperhatikan keutuhan ekosistem pada tingkat bentang lahan (landscape) Penyempurnaan Kebijakan Sektor 3. Menyusun kriteria dan indikator penge Action Plan The HoB initiative action plan at the national level has four main programs, further described in several intervention areas (themes) as shown in : Inter Province/District Cooperation 45. Implementation of an action plan which relates to issues of international border cooperation shall be undertaken by the Government at national level. The scope of this action and strategic plan to implement inter-province/ district cooperation, are as follows: Sustainable Land Use 1. Determine HoB area boundary. A defined boundary for the HoB area which recognizes areas contained within HoB area in each province, is highly needed because it will not always be a physical border. 2. Encourage immediate finalization of provincial and district spatial plans (RTRW) to ensure sustainable development implementation in HoB area. Sustainable land use is one of HoB s main programs. Spatial planning that ensures sustainability of ecosystem functions is pre-requisite for the effective implementation of HoB. Thus, RTRW, which is in accordance with HoB s principles and objectives, must immediately be finalized, taking into account ecosystem sustainability at landscape level Policy Reform 3. Establish criteria and indicators for sus-

35 33 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Foto: WWF Indonesia Pengelolaan sumberdaya alam hayati Pengelolaan kawasan secara partisipatif Foto: WWF Indonesia lolaan sumberdaya alam berkelanjutan dan diseminasi agar terintegrasi dalam kebijakan sektor. Kriteria dan indikator ini mencakup pengelolaan berkelanjutan bagi sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan dan sistem produksi lainnya yang menggunakan sumberdaya alam Pengembangan Kapasitas Lembaga 4. Menyusun kerangka kerja kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam dalam area HoB. Kewenangan pemerintah daerah harus sejalan dengan kebijakan nasional. Disamping itu, peran Pokja Nasional, Pokja Provinsi, dan Pokja Kabupaten/Kota perlu diselaraskan agar dapat berhubungan dengan lebih baik dengan pihak yang berwenang di pusat/ daerah. 5. Menyusun Master Plan dan Rencana Pengelolaan HoB. Perencanaan pengelolaan kawasan melalui penyusunan master plan yang dapat menjadi acuan spasial untuk implementasi HoB pada level daerah dan semua sektor terkait. Departemen Kehutanan melalui KepMenHut No. SK.55/MENHUT- VII/2004 telah menerbitkan Rencana Strategis Pengelolaan Kawasan Hutan Wilayah Perbatasan RI-Malaysia di Kalimantan. 6. Mengembangkan riset dasar dan terapan serta penguatan kerjasama antar lembaga riset sesuai visi dan misi HoB. Terkait Strategic Plan of Action (SPA) tiga netainable natural resources management and disseminate in order to integrate them into sectoral policies. The criteria and indicators include sustainable management for plantation, forest, mining and other production systems which utilize natural resources in HoB Institutional Capacity Building 4. Establish an institutional framework for natural resources management in the HoB area. In this case, local government authorities, in the utilization of natural resources should be aligned with national policy. Furthermore, the roles of National, Provinces and Districts/Cities and HoB Working Groups should be harmonized in order to better liaise with central/local authorities. 5. Establish a HoB Master Plan and Management Plan. HoB master plan is probably important as a spatial reference for HoB implementation at the local level and by all relevant sectors. Ministry of Forestry through its Decree (KepMen- Hut) No. SK.55/MENHUT-VII/2004 had issued the Strategic Plan on Forest Area Management on RI-Malaysia Border in Kalimantan. 6. Develop basic and applied research as well as strengthen collaboration among research institutions based on HoB vision and mission. According to the trilateral Strategic Plans of Action (SPA) resulting from the 2nd HoB Tri-Lateral

36 34 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL gara yang dihasilkan dalam 2nd HoB Trilateral Meeting, diperlukan riset dan pengembangan ekonomi masyarakat misalnya mengenai potensi sumberdaya alam, pengembangan ekowisata dan kehutanan masyarakat. 7. Mendorong proses pelibatan, kerjasama, peningkatan kepedulian dan pendidikan dalam pelaksanaan HoB. Keterlibatan para pihak tingkat lokal, kabupaten, provinsi, nasional, dan internasional dalam penyamaan persepsi, perencanaan proses dan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan di area HoB merupakan hal yang sangat diperlukan. Selain itu, peningkatan kepedulian dan pendidikan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang vital dalam memperkuat pengelolaan HoB Pengelolaan Kawasan Lindung 46. Kawasan lindung yang dimaksud dalam Rencana Aksi ini termasuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud oleh Undang-undang Tata Ruang, Kawasan Konservasi (Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam) sebagaimana dimaksud oleh Undang-undang Konservasi Sumber Daya Alam dan Undang-undang Kehutanan, serta kawasan-kawasan yang diidentifikasi mempunyai fungsi lindung terhadap keanekaragaman hayati, namun tidak termasuk atau tidak terdefinisikan dalam kedua peraturan perundangan di atas. Lingkup rencana aksi dan strategi untuk mewujudkan penguatan pengelolaan kawasan lindung adalah sebagai berikut: Advokasi Kebijakan 1. Merekomendasikan upaya penguatan pengelolaan dan/atau (jika dipandang penting) mengusulkan penambahan dan peningkatan status kawasan lindung dan kawasan konservasi di area HoB. Dengan mempertimbangkan aspek warisan budaya, daerah tangkapan air dan keanekaragaman hayati di area HoB serta ancaman terhadap keutuhan kawasan lindung, maka sangat penting untuk melakukan konsultasi intensif antara Pokja dan Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mengkaji pembangunan, pengendalian kerusakan dan kebutuhan pengelolaan, tidak terkecuali pengelolaan kawasan yang harus dilindungi/ Meeting, research and community economic development are needed, i.e. on natural resources potential, ecotourism development and community forestry. 7. Promote participation, collaboration, strengthening awareness and education on HoB implementation. It is important to involve all stakeholders from local, districts, provinces, national and international communities in reaching the same perception, planning process and sustainable natural resources management in HoB area. In addition enhancing awareness and education and increasing community welfare is also vital to strengthen HoB management PROTECTED AREA MANAGEMENT 46. The protected area in this Action Plan includes protected areas referred to in the Acts on; Spatial Planning Conservation Areas (Nature Reserves, National Parks, Game Reserves, Recreation Parks and Grand Forest Parks), as referred to in the Act concerning Conservation of Living Resources and their Ecosystems and the Act on Forestry, as well as areas identified to have protection functions for natural resources and biodiversity but which are not included or defined in the laws mentioned above. The scope of the strategic plan was to ensure strengthening of protected area management. This will be facilitated be the following: Policy Advocacy 1. Recommend management strengthening and/or (if considered necessary) propose additional or enhanced status of protected and conservation areas in HoB. When considering cultural heritage aspects, water catchment area and biodiversity in HoB area as well as threats to protected areas, it is important to undertake intensive consultancy among Working Groups and both central and local governments to assess development, control from damage/ loss and management needs, including management of areas that need to be protected/conserved inside production

37 35 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION dikonservasi di dalam kawasan produksi (misalnya melalui perlindungan terhadap hutan dengan nilai konservasi tinggi (high conservation value forests/ HCVFs) dan kawasan perlindungan plasma nutfah); 2. Membangun kebijakan pengembangan dan atau penguatan pengelolaan kawasan konservasi lintas batas. Aksi ini bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi ekosistem melalui peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan tersebut di bawah kerangka kerja sama internasional. Kegiatan ini utamanya ditujukan untuk mengembangkan kerja sama pengelolaan kawasan lindung dengan negara tetangga, dengan tetap mempertimbangkan isu-isu perbatasan yang sedang atau telah diselesaikan melalui inisiatif lain; Informasi dan Manajemen Pengelolaan Kawasan Lindung 3. Membangun standar, sistem, penilaian, publikasi, monitoring dan evaluasi pengelolaan kawasan lindungserta kerjasama kelembagaan antar pengelola kawasan lindung dan pengembangan ekowisata dalam areal HoB. Dalam hal ini, kerja sama lintas provinsi/kabupaten/kota dikaitkan dengan hasil-hasil kerja sama antar Negara dan kemungkinan peningkatan kerja sama beberapa isu internasional Pemberdayaan Masyarakat 4. Memperkuat kebijakan dan implementasi kerjasama pengelolaan kawasan lindung, termasuk pengembangan ekowisata berbasis masyarakat. Upaya memastikan hak-hak atau akses dan keuntungan bagi masyarakat terhadap kawasan konservasi perlu menjadi prioritas dalam pengelolaan HoB. Selain itu, peran masyarakat harus ditingkatkan dalam pengelolaan kawasan lindung yang diarahkan pada pengelolaan kolaboratif (collaborative management of protected areas); Pelibatan Peran Swasta/BUMN 5. Mengembangkan opsi-opsi keterlibatan swasta/bumn dalam pengelolaan kawasan lindung. Pengelolaan kawasan lindung ini dapat di dalam atau di luar konsesi usaha swasta/bumn. Berdasarkan peraturan perundang-undangan saat areas (for example through protection of high conservation value forests/hcvfs and genetic resources protection areas). 2. Develop policy on the development and/or strengthening the trans-boundary conservation areas management. This action is to optimize ecosystem function through improvement of area management effectiveness under the international partnership framework. This action is mainly to develop protected area management partnerships among neighboring countries, by considering border issues whose other initiatives is currently working on, or has completed the resolution Protected Area Management and Information 3. Develop standards, assessment, systems, publication, monitoring and evaluation of protected areas management including institutional collaboration among protected area authorities and the development of ecotourism in HoB area. In this case, the cross provincial/ districts/cities partnership is in accordance with tri-national cooperation and the possibility of cooperation improvement on international issues Community Empowerment 4. Strengthen policy and implementation of protected area management collaboration, including community based ecotourism development. This effort is to ensure that community rights or access to and benefits from the management ofconservation areas are prioritized in the HoB management. In addition, community roles in protected area management, that could be directed through collaborative management of protected area, should be improved Private Sector/State Owned Enterprises (BUMN) Engagement 5. Development options of private sector/bumn engagement in protected area management. Protected area man-

38 36 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL ini, swasta dapat memperoleh konsesi pariwisata alam dalam bentuk perijinan. Namun demikian, perlu digali lagi peran sector swasta dalam membantu secara financial pengelolaan kawasan konservasi misalnya melalui pemenuhan kewajibannya dalam skema CSR (Corporate Social Responsibility). Opsi-opsi yang dimaksud dapat berkaitan dengan bentuk kerjasama, skema pendanaan, atau skema-skema pemberdayaan masyarakat. Yang perlu diidentifikasi dalam kerangka rencana aksi ini adalah penciptaan sistem atau kerangka kerja pelibatan dan peran swasta dalam pengelolaan kawasan lindung Pengelolaan Sumber Daya Alam di Luar Kawasan Lindung 47. Dalam pembangunan berkelanjutan, pengelolaan sumberdaya alam di dalam kawasan-kawasan produksi yang berorientasi pada keuntungan ekonomi harus tetap berpedoman pada pelestarian lingkungan dan tanggung jawab sosial. Pembangunan berkelanjutan dan pengelolaan sumberdaya alam secara efektif daerah-daerah di luar kawasan lindung dengan memperhatikan konservasi sumberdaya alam serta memperhatikan aspek-aspek sosial. Lingkup rencana aksi dan strategi HoB untuk mewujudkan penguatan pengelolaan sumberdaya alam di luar kawasan lindung adalah sebagai berikut: Penyempurnaan Kebijakan Sektor 1. Mengembangkan pemerataan manfaat pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Upaya ini dapat dikaitkan dengan pelaksanaan pembaruan agraria maupun pengelolaan sumberdaya alam. Upaya ini juga dapat dikaitkan dengan pengembangan dan pengelolaan daerah penyangga kawasan konservasi, serta peningkatan kesejahteraan; 2. Memantau dan mengevaluasi kegiatan perekonomian serta mempromosikan area HoB sebagai tujuan ekowisata dan pelaksanaan program Reduction of Emission from Deforestation and Degradation (REDD) dibawah payung Konvensi Perubahan Iklim. Memastikan bahwa keberlanjutan pembangunan daerah dan pemanfaatan sumberdaya alam seperti hutan, kebun dan tambang di area HoB. Sektor produksi juga haagement can reside inside or outside the private sector/state Enterprises (BUMN) concession. Based on the recent legislation, private sector can have ecotourism concessions with a permit. However, further research is needed to explore how the private sector can take roles in financing the management of protected areas, for example through their CSR (Corporate Social Responsibility) programmes.. The mentioned options are related to the forms of collaboration, funding schemes, or community empowerment schemes. However, in the context of this action plan, there is a need to identify a framework/system for the establishment of involvement from the private sector in protected area management NATURAL RESOURCES MANAGEMENT OUTSIDE THE PROTECTED AREAS 47. Sustainable development means that, economic activities must also take into account conservation of the environment and social responsibility. The scope of HoB s action and strategic plans is to ensure strengthening of natural resources management outside protected area is as follows: Policy Reform 1. Develop equitable sharing of benefits which arise from sustainable natural resources management. This effort may relate to implementation of land reforms and natural resources management. Efforts may also be directed towards conservation area s buffer zone development and management, and improvement of local community s welfare; 2. Monitor and evaluate economic activities, promote HoB area as an ecotourism destination and implement Reduction of Emission from Deforestation and Degradation (REDD) programs under Climate Change Convention. To ensure the sustainability of local development and the utilization of natural resources such as forest, plantation and mining in HoB. In addition, production sectors must be guided to apply better management

39 37 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION rus diarahkan untuk melaksanakan better management practices. Area HoB dengan tingkat tutupan hutan yang masih relatif tinggi perlu dibina untuk mendapatkan keuntungan pembayaran jasa lingkungan (Payment for Environment Services/PES) seperti pemanfaatan jasa air dan jasa penyimpanan karbon. 3. Melakukan audit terhadap kegiatan pemanfaatan hutan alam dan tanaman di area HoB berdasarkan kaidah-kaidah kelestarian dalam pengelolaan hutan berkelanjutan dan skema-skema sertifikasi kayu yang diakui oleh masyarakat internasional; 4. Mendorong pelaksanaan program rehabilitasi dan restorasi terhadap kawasan hutan dan lahan yang rusak di area HoB. Pelaksanaan program tersebut dapat dikaitkan dengan upaya untuk menguatkan kelembagaan masyarakat maupun mengembangkan teknik-teknik rehabilitasi dan restrorasi yang sesuai dengan karakteristik biofisik wilayah Penggunaan Lahan Berkelanjutan 1. Inventarisasi dan klasifikasi bentukbentuk konflik pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan di areal HoB. Konflik atas lahan hutan berasal pada pemilikan lahan, terutama dengan sistem hukum yang menyatu dengan kawasan hutan yang berlaku. Konflik pemanfaatan lahan tersebut perlu diidentifikasi dan diklasifikasi berdasar sifat penguasaan lahan tersebut. 2. Menyusun mekanisme penyelesaian konflik dan melakukan mediasi penyelesaian konflik. Kegiatan ini merupakan kelanjutan kegiatan pada butir Evaluasi penggunaan ruang. Penataan ruang di areal HoB saat ini mungkin perlu dievaluasi apakah sesuai dengan prinsip dan tujuan HoB yaitu konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Evaluasi ini dapat diarahkan pada rekomendasi untuk merevisi rencana tata ruang yang ada Sistem informasi dan pemantauan 1. Mengembangkan basis data sumberdaya alam di seluruh areal HoB. Sistem informasi yang didasarkan pada basis data yang akurat menjadi landasan practices. The HoB area, with relatively high forest cover levels, has potential to benefit from PES (Payment for Environment Services) such as water services and carbon storage services; 3. Undertake audits on the utilization of natural forest and timber estates in HoB area based on internationally recognized sustainable forest management and wood certification schemes.. 4. Encourage implementation of rehabilitation and restoration programs on degraded forest and lands in the HoB area. The program implementation could be related to efforts in strengthening community institution as well as by developing rehabilitation and restoration techniques in accordance with regional biophysical characteristics Sustainable Landuse 1. Inventory and categorization of conflicts over forest and land uses in HoB area. Conflict over forest lands is rooted on land ownership, especially when the legal tenure system that includes forest areas was applied. The conflict over land use, therefore, needs to be identified and classified based on land ownership characteristics. 2. Establish mechanism for conflict resolution and undertake mediation for conflict resolution. The activity is continuation of activity in point Evaluation of land space uses. Spatial planning in HoB at the moment needs to be evaluated to meet with HoB principles and objectives, which are conservation and sustainable development. The evaluation could generate recommendations to the existing spatial planning and implementation policies and practices Information and Monitoring System 1. Develop a natural resources data base of the HoB area. Information systems based on an accurate database become a good reference for decision making process and natural resources management policy development. This database

40 38 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL yang baik untuk proses pengambilan keputusan dan pengembangan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam. Basis data ini harus selalu mutakhir (up to date) yang didukung oleh riset dan studi yang memadai. 2. Menyusun kriteria dan indikator untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi sumberdaya alam. Kriteria dan indikator mengenai potensi dan kondisi sumberdaya alam perlu untuk membuat standar metodologi dan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi. Hal ini penting karena luasnya cakupan area HoB dan banyaknya pihak yang terlibat sehingga pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi harus dilakukan oleh para pihak lokal. 3. Melaksanakan monitoring dan evaluasi sumberdaya alam Penguatan Kelembagaan dan Pendanaan Berkelanjutan 48. Lingkup rencana aksi untuk mewujudkan penguatan kelembagaan, mobilisasi sumberdaya dan pendanaan berkelanjutan bagi pengelolaan HoB adalah sebagai berikut: Penguatan Kapasitas Lembaga 1. Mendorong adanya payung hukum area HoB. Hal ini terkait dengan status hukum HoB, inisiatif HoB telah dideklarasikan oleh tiga negara dengan bentuk kerjasama yang tidak mengikat secara hukum. Karena itu pelaksanaan initiatif HoB ditingkat nasional dan daerah memerlukan suatu payung yang secara hukum mengelola area HoB, setidaknya dalam bentuk Keputusan Presiden yang penting bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan pembangunan di area HoB yang konsisten dengan prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan; 2. Menetapkan mekanisme hubungan kerja dan prioritas pekerjaan Pokjanas dan Pokjada HoB. Prioritas yang akan dikerjakan Pokjanas adalah mempersiapkan materi untuk persiapan pertemuan Tri-lateral, penyusunan pedoman-pedoman best management practices, dan mengkoordinasikan kegiatan pokja daerah (hubungan dengan dan antar dinas di provinsi dan kabupaten/kota) dalam implementasi program HoB should always be updated and supported by sufficient research and study. 2. Elaborate criteria and indicators for monitoring and evaluation of natural resources. Criteria and indicators concerning potential and condition of the natural resources are important to standardize methods and implementation of montoring and evaluation. This is important because HoB area is so vast and involves so many stakeholders that the implementation of monitoring and evaluation should be done by local stakeholders. 3. Implement monitoring and evaluation of natural resources INSTITUTIONAL STRENGHTENING AND SUSTAINABLE FINANCING 48. The scope of the action plan to ensure institutional strengthening, resources mobilization and sustainable financing for HoB management is as follows: Institutional Capacity Empowerment 1. Promote legal basis for the HoB area. With regard to HoB legal status, the HoB initiative was declared by the countries under the non legally binding cooperation framework. Therefore, the implementation of HoB initiative at national and local levels needs an umbrella to legally manage HoB area, at least in form of Presidential Decree.. This is important for sub-national governments to undertake development in the HoB area consistent with the principles of conservation and sustainable development. 2. Determine the working relationship and work prioritization of HoB National Working Group and Local Working Groups. The priority of National Working Groups is to prepare materials for Tri-lateral meetings, develop best management practices and guidelines and to coordinate the works of provincial working groups (relationships with and inter-offices in the provincial and districts/cities) in implementation of HoB programs.

41 39 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION 3. Evaluasi kinerja pemerintah provinsi dan kabupaten dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di area HoB termasuk apabila ada tambahan provinsi atau kabupaten/kota baru akibat pemekaran wilayah Penyempurnaan Kebijakan Sektor 4. Mendorong realisasi desentralisasi dan devolusi pengelolaan area HoB. Penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia di daerah untuk secara efektif melaksanaan pembangunan wilayahnya sesuai dengan prinsip-prinsip HoB Pengembangan pendanaan berkelanjutan 5. Menggalang dana dan mobilisasi sumberdaya. Penggalangan dana dan mobilisasi sumberdaya yang berkelanjutan dapat dilakukan melalui kerjasama baik dengan lembaga-lembaga di dalam negeri maupun internasional. 6. Menggali dan menggalang pendanaan kreatif. Pendanaan kreatif adalah skema pendanaan di luar skema umum, diantaranya melalui pembayaran jasa lingkungan dari jasa air, ekowisata, keanekaragaman hayati dan perdagangan karbon (carbon trade) seperti melalui Clean Development Mechanism (CDM) di bawah kerangka Protokol Kyoto, atau mekanisme yang sedang dibangun yaitu REDD (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation) dalam kerangka Konvensi Perubahan Iklim; 5.2 Keterkaitan Rencana Aksi dan Strategi 49. Rencana aksi dan strategi di atas merupakan kegiatan dan strategi nasional yang harus sejalan dengan rencana aksi dan strategi di tingkat provinsi dan kabupaten di area HoB dan serta sesuai dengan Rencana Aksi dan Strategi tingkat Trilateral. Keterkaitan ini dijelaskan lebih lanjut pada table di Lampiran Evaluation of provinces and district governments performance in the implementation of sustainable development in HoB area, including in the case where there is an additional new province or district/city resulting from administrative extension Policy Reform 4. Encourage consistent implementation of decentralization and devolution of HoB area management. Institutional strengthening and human resources capacity building at local level to effectively undertake development of the area in accordance with HoB principles Sustainable Financing Development 5. Fundraising and resources mobilization. Sustainable financing, and resources mobilization should be prioritized and conducted through cooperation with domestic and international institutions. 6. Exploration of creative financing and fundraising. Creative financing is a funding scheme explored from outside traditional schemes. These are, among others, undertaken through payment on environmental services (PES) from water services, ecotourism, biodiversity, and carbon trade such as through Clean Development Mechanism under Kyoto Protocol framework or mechanisms that are still in development such as REDD (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation), a mechanism under the Climate Change Convention (UNFCCC); 5.2 The Relation of National Action Plan to Trilateral Strategic Plan 49. The action plan and the strategies mentioned above are national activities and strategies that should be in line with the strategic plans developed at province and district levels in HoB area and should also be in accordance with the Trilateral Strategic Plan of Action (SPA). This relationship is depicted more clearly in the table of Attachment 1.

42 40 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL 6. Kelembagaan 6. InStitutional 6.1. Prinsip dan Fungsi 50. Dalam pengembangan kelembagaan pengelolaan HoB terdapat beberapa prinsip yaitu: a) Fungsi lembaga sejalan dengan tugas-tugas pokok yang harus dijalankan, b) Menganut prinsip efisiensi dalam pemanfaatan sumberdaya, c) Lembaga/organisasi yang dibentuk tidak menggantikan fungsi dan tugas lembaga/organisasi yang telah ada, d) Mempunyai fleksibilitas untuk menyesuaikan perkembangan permasalahan yang sedang dan akan dihadapi, e) Fungsi lembaga dibagi menurut lingkup kabupaten/kota, provinsi, nasional dan trilateral. 51. Fungsi pokok lembaga yang dibentuk terutama namun tidak terbatas pada: a) Bersama-sama dengan lembaga lain melakukan evaluasi dan atau pembuatan kebijakan terkait dengan pengelolaan HoB, b) Melakukan mediasi dan sinkronisasi perencanaan pembangunan di area HoB, c) Melakukan evaluasi kinerja dan mengumpulkan informasi kemajuan pelaksanaan pengelolaan HoB Kelembagaan Pengelolaan HoB 52. Berdasarkan prinsip dan fungsi pokok lembaga tersebut, kelembagaan menurut lingkup trilateral, nasional, provinsi dan kabupaten/kota disajikan pada Tabel Trilateral HoB Meeting menghasilkan hal-hal sebagai berikut: 1. Menyusun dan mengadopsi Rencara Strategis Pengelolaan HoB serta Rencana Aksi Nasional termasuk berbagai perbaikannya dari waktu ke waktu; 2. Menyepakati bentuk institusi, termasuk mekanisme keuangan untuk pelaksanaan HoB di tingkat trilateral; 3. Pertukaran pengalaman dan informasi. 54. Tugas Kelompok Kerja HoB Nasional (Pokja Principle and FunctionS 50. There are several principles for institutional development in the HoB management: (a). The functions of the institution are in line with the institutions main tasks; (b). Efficient in resources utilization; (c).the established institution/organization will not replace the existing institutions/organizations; (d). Flexible to the possible present and future development of issues; (e). Institutional function is divided into district/city, province, national and trilateral levels. 51. The main functions of the institution are: (a). Coordinating institutions in evaluation and or policy making process related to HoB management; (b). Undertaking mediation and synchronization of development planning in HoB area; (c). Undertaking performance evaluation and gathering information on the progress of HoB management implementation INSTITUTION OF HOB MANAGEMENT 52. Based on the principles and main functions of the institution, the institution at trilateral, national, province and district/city levels is presented in Table HoB trilateral meetings resulted several tasks as follows: (1) To arrange and adopt the HoB management strategic plan and to share national action plans including their revision from time to time; (2) To agree on institutional form, including financial mechanism for HoB implementation at the trilateral level, (3) To exchange experience and information on the implementation of HoB. 54. The tasks of HoB National Working Group are as follows:

43 41 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Tabel 2. Kelembagaan Pengelolaan HoB Level Struktur Kegiatan Pelaku (OC) Trilateral Belum ada struktur kelembagaan yang disepakati. Forum tertingggi saat ini adalah Tri-lateral Meeting Pertemuan tahunan trilateral (komitmen, pertukaran ide/ informasi) International outreach (penggalangan dana, peningkatan kepedulian, awareness, dll) Departemen-departemen terkait di masing-masing negara LSM (sbg fasilitator) Strategic Plan of Action (SPA) sebagai dasar kegiatan bersama Nasional Dewan Pengarah, Kelompok Kerja Nasional, Sekretariat Nasional Koordinasi pembangunan & Domestic outreach Sinergi pendanaan Regulasi & mekanisme Departemen terkait Pemda terkait Tenaga ahli LSM Provinsi Kelompok Kerja Provinsi Sinergi kebijakan daerah Forum kerjasama/ pengembangan jaringan Bappeda Provinsi, dinas terkait, Pemda Kabupaten/ Kota, perguruan tinggi, LSM Monitoring Kabupaten Kelompok Kerja Kabupaten/Kota Sosialisasi/penyebaran Partisipasi masyarakat Bappeda Kabupaten, dinas terkait, kelompok masyarakat, pemuka adat, NGOs Table 2. HoB Management Institutional Level Structure Activity PIC Trilateral There is no agreed institutional structure yet. Until now, the highest forum is Trilateral Meeting Annual trilaterial meeting (commitment, exchange idea/ info) International outreach (fundraising, awareness, conflict resolution, dll) Strategic Plan of Action (SPA) as joint activity base Related Departments in each country NGOs (as facilitator) National National committee: Advisory Group, National Working Groups, Secretariat (independent, small) Development coordination & Domestic outreach Funding Synergy Regulation & mechanism Related Department Related Local Government Experts NGOs Province Provincial Steering Committee Local Policy Synergy Partnership/ Network Development Forum Monitoring Local government body, related government offices, District/City government, Universities, NGOs District Local Government on each district/city Socialization Community Participation Local government body, related government offices, community groups, ethnic leaders, NGOs

44 42 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL Foto: WWF Indonesia Pengelolaan plasma nutfah Partisipasi masyarakat Foto: WWF Indonesia nas) adalah sebagai berikut: (1) Menyusun dan mengkoordinasikan pelaksanaan Rencana Aksi dan Strategi Nasional termasuk berbagai perbaikannya dari waktu ke waktu; (2) Mengkoordinasikan dan mengharmonisasikan pelaksanaan program pengelolaan HoB dan rencana aksi dan strategi di tingkat sektoral, antar sektor, dan provinsi; (3) Mendorong sektor-sektor terkait untuk mengembangkan kebijakan nasional dan sektoral berdasarkan arahan Inisiatif HoB, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sektor. (4) Menetapkan prinsip pengelolaan HoB, baik yang bersifat sektoral, antar sektor, atau provinsi, untuk isu-isu spesifik dalam rangka meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan-tujuan pengelolaan HoB; (5) Mengkoordinasikan dan mengarahkan Sekretariat Nasional HoB; (6) Mengembangkan mekanisme pendanaan dan mengatur pelaksanaannya dalam mendanai program-program pengelolaan HoB; (7) Mengembangkan dan mengimplementasikan sistem monitoring dan evaluasi pengelolaan HoB Kelembagaan HoB Provinsi dan Kabupaten 55. Pembentukan lembaga HoB baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota perlu memperhatikan prinsip maupun tugas dan fungsi sebagaimana disebut di atas serta perlu mem- (1) To develop and coordinate the implementation National Action and Strategic Plan including its revision from time to time; (2) To coordinate and harmonize the implementation of HoB management program and the action and strategic plan at the sectoral, inter-sectoral, and provincial levels and; (3) To support related sectors to develop national and sectoral policy based on HoB Initiative direction and in accordance with the sector s main tasks and functions; (4) To establish HoB management principles, both at the sectoral, inter-sectoral or provincial levels, to engage in specific issues in order to increase the effectiveness of the achievement of HoB management objectives; (5) To coordinate and direct HoB National Secretariat; (6) To develop funding mechanisms and control its implementation in financing HoB programs; (7) To develop and implement the monitoring and evaluation systems of HoB management HOB PROVINCE AND DISTRICT INSTITU- TIONS 55. The establishment of HoB institutions at the Provincial and District/City level needs to consider the principles, tasks, and functions of the above mentioned local indstitutions and should also consider output of the institution and indicators as presented in Table 3.

45 43 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Tabel 3. Output dan Indikator Kelembagaan HoB di Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota Output ADA STRUKTUR KELEMBAGAAN ADA KEGIATAN YANG AKTIF IMPLIKASI KEBIJAKAN YANG EFEKTIF Indikator Struktur organisasi TUPOKSI yang jelas Kewenangan & akuntabilitas Jumlah & cakupan keterlibatan Terdapat kepemimpinan/kemauan politis Frekuensi pertemuan Jumlah keputusan yg dibuat Respon/masukan Penyadartahuan publik Teradopsi dalam kebijakan pemerintah Reformasi kebijakan Prioritas & strategi Perencanaan & alokasi Table 3. HoB Institution Output and Indicators in Provincial and District/City Levels Output INSTITUTIONAL STRUCTURES EXISTS ACTIVITY IMPLMENTATION EFFECTIVE POLICIES IN PLACE Indicator Organization Structure Clear main tasks and function Authority & accountability Involvement capacity and scope Leadership/political will Meeting Frequency The amount of decision Response/input Public awareness Adopted in Government Policy Policy Reformation Priority & strategy Planning & allocation perhatikan output kelembagaan dan indikator seperti tercantum dalam Tabel Tugas Kelompok Kerja HoB Provinsi adalah sebagai berikut: (1) Mengadopsi Rencana Aksi Nasional dan menggunakannya sebagai dasar pelaksanaan program dan kegiatan pengelolaan HoB di tingkat provinsi, serta menyusun dan mengesahkan Rencana Aksi Pengelolaan HoB tingkat Provinsi; (2) Mengkoordinasikan penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan Pe- 56. The tasks of Provincial HoB Working Groups are as follows: (1) To adopt the National Action Plan and use it as the basis for the implementation of HoB management programs and activities at province level, as well as to build and adopt a Provincial level HoB Management Action Plan; (2) To coordinate the development and implementation of the programs and activities of the Provincial Government especially those which are directly related to HoB

46 44 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL merintah Provinsi terutama yang terkait secara langsung dengan pengelolaan HoB; (3) Mengkoordinasikan dan mengharmonisasikan pelaksanaan rencana aksi dan program pengelolaan HoB di tingkat dan antar Kabupaten; (4) Mengembangkan mekanisme pendanaan dan mengatur pelaksanaannya dalam mendanai program-program pengelolaan HoB; (5) Mengembangkan dan melaksanakan sistem monitoring dan evaluasi pengelolaan HoB. 57. Pokja Nasional/Daerah pada prinsipnya tidak mengambil peran sektor/dinas dalam pelaksanaan program HoB di tingkat nasional maupun daerah. Hal atau isu yang sifatnya lintas sektoral atau sulit untuk dilakukan oleh sektor sendiri akan didukung dan dikoordinasikan oleh pokja untuk mendorong pemecahannya. Pokjanas berperan dalam mengkoordinasikan sektor-sektor terkait untuk: a. Mengadopsi Strategic Plan of Actions trilateral ke dalam Rencana Strategis Nasional b. Melakukan negosiasi di Trilateral Meeting c. Membantu sektor dalam menyusun panduan pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan (misal: better management practices). Hasilnya akan dilaksanakan oleh sektor bisnis dan industri terkait dan digunakan oleh pemerintah daerah untuk menyusun kebijakan yang lebih baik. Kegiatan-kegiatan yang merupakan tupoksi sektor tetap dilakukan oleh sektor dengan dorongan dari pokjanas. Pokja daerah juga bertugas terutama untuk mengkoordinasikan dinas-dinas teknis untuk: a. Mengkoordinasikan pengembangan kebijakan daerah sesuai dengan panduan yang dikembangkan di tingkat nasional dan tiga negara b. Mengkoordinasikan pengembangan renstra Pokja daerah agar selaras dengan rencana aksi dan strategi nasional dan tiga negara c. Mendukung renstra dinas-dinas teknis agar sesuai dengan program-program HoB d. Membantu dinas pemerintah daerah dalam melaksanakan rencana agar sejalan dengan panduan dan arahan HoB. management; (3) To coordinate and harmonize the implementation of the districts and inter-districts action plans for HoB (4) To develop a funding mechanism and to control its implementation in the financing of the HoB management programs; (5) To develop and implement monitoring and evaluation systems for HoB management. 57. The National/Local Working Group does not, in principle, take sectoral or Services roles for HoB implementation at national or local level. For cross-sectoral issues which are difficult to be handled by individual relevant sectors, these will be supported and coordinated by the working group to promote solutions. The roles of the National Working Group in coordinating related sectors include the followings: a. To adopt the tri-lateral Strategic Plan of Action into National Strategic Plans b. To undertake negotiations at the trilateral meetings c. To support private sector by developing best management practices (BMP) guidelines. The products will be implemented by relevant businesses and industries in the given sectors and used by local government to develop better policies. Activities under the authorities of sectors will be implemented by the relevant sectors supported byhob National Working Group. The Local Working Group task is mainly to coordinate local governmental services in: a. Local policy development according to the guidelines developed in national and three countries levels; b. Local Working Group strategic plan development so that it is harmonized with national and trilateral action and strategy plan; c. Supporting local sectoral/ governmental services plans in order to be in line with HoB program; d. Supporting the local governmental services in the implementation of their plans in order to be aligned with HoB guidelines and direction.

47 45 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION 7. Penutup 7. Closing 58. Pengembangan kelembagaan pengelolaan HoB termasuk juga monitoring dan evaluasi kegiatan untuk mengefektifkan pelaksanaan Rencana Strategis dan Aksi Nasional serta kebijakan pengelolaan HoB. Kegiatan monitoring dan evaluasi meliputi monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan, program, kelembagaan serta alokasi pendanaan pengelolaan HoB. 59. Rencana Strategis dan Aksi Nasional ini berlaku selama 5 (lima) tahun ( ) dan dapat direvisi selama jangka waktu pelaksanaan tersebut apabila diperlukan. 58. Institutional development in HoB management includes also monitoring and evaluation in order to efectively implement the Strategic and National Action Plan of HoB at the national and local level. Monitoring and evaluation will include monitoring and evaluation of activities, program, institution as well as funding allocation in HoB management. 59. This National Strategic and Action Plan is valid for 5 (five) years period ( ) and open to revision (when needed) on that period of time. Foto: WWF Indonesia Hutan Kalimantan dan keanekaragaman hayatinya

48 46 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL Lampiran 1. SINKRONISASI RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA AKSI HOB TINGKAT TRILATERAL, NASIONAL DAN DAERAH LINGKUP RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA AKSI No. STRATEGI/AREA INTERVENSI TRI LATERAL NASIONAL PROVINSI (DAERAH) KALTIM KALTENG KALBAR I. KERJASAMA ANTAR PROVINSI/KABUPATEN 1.1. Penggunaan Lahan Berkelanjutan (Sustainable Land Use) Mengidentifikasi, Menetapkan batas area HoB. mengembangkan dan mempromosikan program-program ekowisata (ecotourism) Mengembangkan dan mengkaji master plan HoB dengan mempertimbangkan inisiatif HoB sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan masing-masing negara Melaksanakan koordinasi perencanaan penataan ruang bersama pada area HoB. Mendorong terselesaikannya RTRW guna mewujudkan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di area HoB. Deliniasi area HoB Kaltim; Identifikasi detil kondisi sosial-ekonomi dan sosial-budaya masyarakat Identifikasi dan penempatan areal HoB dalam Peta RTRWP dan RTRWK Integrasi dan sinergi rencana HoB dengan inisiatif program yang sedang berjalan dan/atau telah direncanakan; Pemantauan seluruh kegiatan penggunaan keruangan baik skala besar maupun kecil. Deliniasi, penentuan batas dan identifikasi kawasan yang masuk dalam area HoB Sinkronisasi tata ruang lintas kabupaten dalam area HoB Analisis potensi dan valuasi SDA serta analisis perubahan tata guna lahan Survey atau kajian ancaman keanekaragaman hayati di areahob Inventarisasi kegiatan budidaya di dalam wilayah HoB; Kajian daya dukung lahan; Penyusunan konsep pengembangan wilayah yg berkelanjutan; Perencanaan dan pengembangan hutan; Penyusunan detil Plan HoB; Pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan; Pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan; Pengkajian dan pengembangan tumbuhan essensial 1.2. Penyempurnaan Kebijakan Sektor (Sector Reform) Memantapkan hubungan kerja sama antar lembagalembaga penelitian dan pengembangan dan mendorong kerjasama seperti tukar menukar (magang) peneliti untuk bekerja dalam bidang konservasi dan pembangunan berkelanjutan di wilayah HoB Menyiapkan rekomendasi kebijakan mengenai usaha konservasi dan pembangunan berkelanjutan di wilayah HoB. Menyusun kriteria dan indikator pengelolaan SDA berkelanjutan dan diseminasi dalam kebijakan sektor. Sosialisasi mengenai rencana aksi HoB kepada seluruh stakeholder kunci teridentifikasi; Promosi (a.l. pilot project) pendekatan pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan; Pengembangan sistem insentif bagi seluruh pihak yang berjasa pada perwujudan visi, misi dan seluruh program kegiatan HoB Pengembangan skema/program kegiatan yang mampu mengoptimalkan pemanfaatan jasa lingkungan Revisi Perda Pengelolaan Pertambangan dan Perkebunan. Penyusunan Kebijakan Pembangunan yg berwawasan lingkungan. Pergub pedoman pembukaan lahan bagi masyarakat Sinkronisasi kebijakan pusat & daerah dalam pengelolaan SDA Mendorong pelaksanaan / praktek yang baik dalam pengelolaan SDA (better management practices) Review Perda pemanfaatan SDA al. perkebunan, pertambangan

49 47 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Appendix 1. SYNCHRONIZATION OF HOB STRATEGIC AND ACTION PLAN IN TRILATERAL, NATIONAL AND LOCAL LEVEL No. Strategy/ Intervention Area TRILATERAL SCOPE OF STRATEGIC AND ACTION PLAN PROVINCE NATIONAL EAST KALIMANTAN CENTRAL KALIMANTAN WEST KALIMANTAN I. INTER AREA/AUTHORITY COOPERATION 1.1 Sustainable Land Use To identify, develop and promote ecotourism programs To develop and study HoB master plan by considering the HoB initiative according to rules and regulation on each country To implement the joint spatial planning coordination in HoB area Determine HoB area boundary Encourage finalization of RTRW to ensure sustainable development implementation in HoB area. Delineate HoB area in East Kalimantan Identification of detail of socio-economic and socio-cultural condition of the people Identification and allocation of HoB area into RTRW Province and District Maps Integration and synergy of HoB plan with ongoing and/or planned program initiative Monitoring of all spatial allocation, both big scale and small scale Delineation, boundary determination, and identification of area included into HoB area Synchronization of cross-districts spatial plan in HoB area Analysis and valuation of natural resources potential and analysis on spatial planning change Survey or study on threat on biodiversity in HoB area Inventory on cultivation activities in HoB area Study on land support ability Arrangement on sustainable area development concept Forest planning and development Arrangement of detailed HoB plan Forest fire prevention and mitigation Environmental pollution and destruction control Study and development of essential plants Essential plantation research program 1.2. Sector Policy Reform To strenghten the partnership relation among research institutions and development and support the collaboration such as researcher exchange to work pn conservation and sustainable development in HoB area. To provide policy recommendation about conservation and sustainable development in HoB area. Arrange criteria and indicator for sustainable natural resources management and dissemination into policy sector Socialization on HoB action plan to all identified key stakeholders Promotion (e.g. pilot project) of sustainable natural resources management approach Development of incentive system to all contributors that help met HoB vision, mission and activities Development of schemes/activity that able to optimize environmental services utilization Revision of regional regulation on mining and plantation management Arrangement of environmental based development policy Governor regulation on guideline of land claring for community Synchronization of central and local government on natural resources management policy Encourage implementation of better management practices on natural resources management To review Local Policy on natural resource utilization (plantation, mining)

50 48 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL LINGKUP RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA AKSI No. STRATEGI/AREA INTERVENSI TRI LATERAL PROVINSI (DAERAH) NASIONAL KALTIM KALTENG KALBAR I. KERJASAMA ANTAR PROVINSI/KABUPATEN 1.3. Pengembangan Kapasitas Lembaga (Institutional Capacity Building) Melaksanakan peningkatan kapasitas di tingkat nasional dalam biidang keanekaragaman hayati, pengelolaan air tawar, penatagunaan lahan, GIS, pengelolaan kawasan lindung, wisata alam, penggelolaan ekoturisme, dan penegakan hukum dalam penangggulanggan peredaran internasional secara illegal hasil hutan seperti kayu, hidupan liar dan sumberdaya hayati lainnya Membangun mekanisme pertukaran informasi yang efektif dan koheren. Menyelenggarakan riset dan studi bersama dan atau terkoordinasi, utamanya dalam bidang keanekaragaman hayati dan sosial ekonomi, termasuk dalam rangka penilaian demografis Membangun program penyadaran masyarakat tentang pencegahan kehilangan lebih lanjut keanekaragaman hayati hutan, termasuk hasil kayu dan hidupan liar Menyusun kerangka kelembagaan pengelolaan SDA dalam area HoB. Menyusun Master Plan dan Rencana Pengelolaan HoB. Mengembangkan riset dasar dan terapan serta penguatan kerjasama antar lembaga riset sesuai visi dan misi HoB. Mendorong proses pelibatan, kerjasama, peningkatan kepedulian dan pendidikan dalam pengelolaan HoB. Penguatan peran Pokjada HoB dalam kerangka penyempurnaan kelembagaaan daerah; Pengembangan kerjasama program lintas batas administrasi, hulu-hilir dan lintas sektor; Pengembangan database potensi dan kebijakan pengelolaan SDA; Penerapan skema one river one management pada DAS2 lintas negara dan lintas kabupaten; Pengembangan berbagai riset dasar dan terapan yang berkaitan dengan aspek biofisik dan sosekbud (sosial, ekonomi, budaya) Penguatan peran Pokjada untuk penguatan kelembagaaan daerah sesuai dengan PP 38 dan PP 41/07 Melakukan kajiankajian kelembagaan yang bersifat holistik. Penguatan peran pokjada untuk penguatan kelembagaaan daerah sesuai dengan PP 38 dan PP 41/07; Pemantapan pengelolaan perbatasan Kalimantan Barat; Pembentukan Kantor Pengelolaan HP dan HL di wilayah HoB Meningkatkan pendidikan dan penyadaran tentang program-program HoB. 2. PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG 2.1. Advokasi Kebijakan Mengidentifikasi, me- Merekomendasikan (Policy Advocacy) nilai dan menetapkan zona-zona konservasi lintas batas dalam rangka memperkuat pengelolaan kawasan konservasi di daerah tersebut yang didasarkan pada nilai-nilai warisan budaya dan alam, kapasitas daerah tangkapan air dan kekayaan keanekaragaman hayati Membangun hubungan kelembagaan antar kawasan konservasi di dalam kawasan HoB. upaya intensifikasi pengelolaan dan/atau (jika dipertimbangkan penting) mengusulkan penambahan dan peningkatan status kawasan lindung dan kawasan konservasi di area HoB. Membangun kebijakan pengembangan dan atau penguatan pengelolaan konservasi lintas batas. Promosi dan fasilitisasi pengelolaan kawasan lindung; Perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi/hutan lindung; Promosi dan fasiltasi teknis dan nonteknis berbagai kebutuhan pengembangan Kabupaten Konservasi Fasilitasi pengelolaan sosial di semua bentuk kawasan yang dilindungi Peningkatan status kawasan lindung di wilayah HoB Kalteng. Pemantapan kawasan Hutan; Pengelolaan kawasan dan atau hutan bernilai konservasi tinggi (HCVF); Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) terpadu dan lahan kritis; Pengelolaan dan rehabilitasi kawasan sempadan sungai, danau dan sumberdaya alam lainnya; Pengendalian banjir; Rehabilitasi dan pemulihan cadangan SDA; Perlindungan dan konservasi SDA

51 49 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION No. Strategy/ Intervention Area TRILATERAL SCOPE OF STRATEGIC AND ACTION PLAN PROVINCE NATIONAL EAST KALIMANTAN CENTRAL KALIMANTAN WEST KALIMANTAN I. INTER AREA/AUTHORITY COOPERATION 1.3. Institutional Capacity Building To implement the capacity building in national level on biodiversity, water management, spatial planning, GIS, protected area management, ecotourism and law enforcement in prevention of illegal distribution of forest products such as timber, wildlife and other biodiversity To develop effective and coherent information exchange mechanism To hold research and joint or (and) coordianted studies, especially on biodiversity and social economy, including demographic assessment To develop community s awareness program on advance forest biodiversity loss prevention, including timber product and wildlife To increase the education and awareness on HoB programs Create institutional frame of natural resources management in HoB area Arrange HoB master plan and management plan Develop basic and applied research as well as strengthen collaboration among research institutions based on HoB vision and mission Support participative, collaborative, awareness and education rising in HoB management Strengthen HoB Local Working Group roles in term of local institution reform Development of cross administration, upstream-downstream, and crosssectoral on program cooperation Development of natural resources potential database and management policy Implementation of one river one management schemes on cross-nations and cross-districts watersheds Development of basic and advance researches that related with biophysical and socio-economy-cultural aspects Strengthen regional working group roles in order to strengthen local institution s strengthening in accordance to Government regulation No38 and 41/2007 Conducting studies on holistic institutions Strengthen local working group roles to strengthen local institution s strengthening in accordance with Government Regulation No 38 and 41/2007 Improvement of cross boundary management in West Kalimantan Establishment of Production Forest and Protected Forest Management Unit in HoB area II. PROTECTED AREA MANAGEMENT 2.1. Policy Advocacy To identify, asses and define cross border conservation zones to strengthen the conservation area management in the area, based on cultural heritage and nature values, water catchment capacity and biodiversity. To develop institutional relation among conservation areas in HoB area. Recommend management intensification and/or (when necessary) propose additional or increase status of protected and conservation area in HoB Develop policy on development and/or strengthening the cross boundary conservation management Promotion and facilitation of protectd area management Protection and securing conservation/ protected forest area Technical and non-technical promotion and facilitation of necessities for conservation district development Facilitation of social management in all protected areas Improve the status of protected areas in HoB area in Central Kalimantan Improve forest area Area or high conservation value forests management Integrated watershed and critical land management Management and rehabilitation of river, lake and other natural resources buffer zones Flood management Rehabilitation and restoration of natural resources reserves Protection and conservation of natural resources

52 50 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL LINGKUP RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA AKSI No. STRATEGI/AREA INTERVENSI TRI LATERAL PROVINSI (DAERAH) NASIONAL KALTIM KALTENG KALBAR II. PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG 2.2. Informasi dan Manajemen Pengelolaan Kawasan Lindung (Information and Management) Membangun jejaring pengelolaan ekowisata dalam kerangka pengelolaan sistem kawasan konservasi Menggembangkan dan meningkatkan standard operating procedures dan sistem pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan konservasi lintas batas, serta bila diperlukan, menyelenggarakan kegiatan pemantauan dan evaluasi bersama Mengembangkan daftar induk (master list) kawasan konservasi di dalam areal HoB dengan memasukkan juga informasi mengenai tujuan pengelolaan, fitur-fitur khusus, dan lembaga yang relevan dan personil yang terkait, serta bentuk kategori kawasan berdasar ketentuan masing-masing Negara Membangun standar, sistem, penilaian, publikasi, monitoring dan evaluasi pengelolaan kawasan lindung lintas provinsi dan kabupaten/kota, serta kerjasama kelembagaan antar pengelola kawasan lindung dan pengembangan ekowisata dalam HoB Eksplorasi dan identifikasi kawasan hutan yang mempunyai nilai potensial/penting bagi perlindungan keanekaragaman hayati Ekstra konservasi terhadap gajah Kalimantan dan satwa endemik lainnya melalui partisipasi aktif parapihak Membangun koridor hutan antara tiga Taman Nasional (TNKM-TNBK & Muller) disertai upaya pelibatan parapihak dan pengembangan rencana pengelolaannya; Mapping dan pengelolaan terpadu kawasan-kawasan konservasidan kritis; Budidaya dan pengembangan tanaman hutan yang bersifat endemik dan/atau bermanfaat Sosialisasi manajemen HoB di semua tingkatan lingkup pemerintahan daerah dan seluruh parapihak terkait; Penyusunan dan pemantapan database (data spasial maupun data atribut); Kajian model dan pendekatan pengembangan ekowisata di area HoBKalteng; Peningkatan kualitas dan akses informasi SDA ; Pengawasan dan penertiban kegiatan yang merusak lingkungan; Pengelolaan kawasan pelestarian alam dan suaka alam; Konservasi Orang Utan; Pengembangan pariwisata alam di kawasan TNBK dan TNDS dan meningkatkan kegiatan ekowisata berbasis masyarakat di area HoB Mengembangkan sistem dan melaksanakan program pengelolaan kolaboratif kawasan konservasi lintas batas yang mengakomodasikan peran serta masyarakat lokal dan pemangku pihak lainnya. Mengembangkan dan meningkatkan pendekatan-pendekatan yang mengarah pada perbaikan pengolahan lahan dan pengelolaan vegetasi masyarakat lokal di dalam atau di sekitar kawasan konservasi 2.3. Pemberdayaan Masyarakat (Community Empowerment) Mengembangkan Memperkuat kebijakan dan implementasi kerjasama pengelolaan kawasan lindung, termasuk pengembangan ekowisata berbasis masyarakat. Penyusunan program pendidikan lingkungan hidup; Penguatan kebijakan dan partisipasi parapihak dalam pengelolaan hutan lestari; Perencanaan dan Pengembangan energi terbarukan di pedesaan; Pengembangan Radio komunitas sebagai sarana komunikasi di perbatasan dan daerah terpencil di sekitarnya; Penguatan kelembagaan lokal mengenai pengelolaan lingkungan hidup dan konservasi sumberdaya hutan Penyusunan dan pengembangan program pendidikan lingkungan hidup dan SDA (penguatan kapasistas lembaga dan SDM). Penguatan pengelolaan SDA secara partisipatif; Sinkronisasi dan integrasi program-program pemberdayaan masyarakat antar sektor pembangunan Pemanfaatan jasa lingkungan di dalam kawasan lindung; Pengembangan lahan budidaya non kayu al. rotan, damar

53 51 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION No. Strategy/ Intervention Area TRILATERAL SCOPE OF STRATEGIC AND ACTION PLAN PROVINCE NATIONAL EAST KALIMANTAN CENTRAL KALIMANTAN WEST KALIMANTAN II. PROTECTED AREA MANAGEMENT 2.2. Protected Area s Information and Management To develop ecotourism management network in conservation area management system frame To develop and increase the standard operating procedures and monitoring and evaluation system of cross border conservation area, and if needed, to hold joint monitoring and evaluation activity To develop master list of conservation area in HoB area by putting information on management objective, special features and related relevant institution and personal, as well as area category form based on each country s requirement. Develop standard scoring system, publication of monitoring and evaluation in cross provincial and districts/cities protected area management, including institutional collaboration among protected area managers and development of ecotourism in HoB area Exploration and identification of forest area that carried potential/important value for biodiversity protection Extra conservation on Bornean elephant and other endemic species through active participation of stakeholders Develop forest corridor between three national parks (TNKM, TNBK, and TNBBBR) and followed up with stakeholders involvement and develop its management plan Mapping and integrated management of conservation and critical areas Cultivation and development of forest plans that endemic and/or beneficial Socialize HoB management to all administration level and to all relevant stakeholders Arrangement and improvement of database (spatial and attribute data) Study on model and approach on ecotourism development in Central Kalimantan s HoB area Improve natural resources information quality and access Monitoring and enforcement to activities that destruct environment Nature preservation and nature sanctuary area management Orangutan conservation Development of ecotourism in BKNP and DSNP area 2.3. Community Empowerment To develop and increase the community based ecotourism activities in HoB area To develop system and conducting collaborative cross border conservation area which accommodate local community involvement and other stakeholders. To develop and increase approaches that lead to land management repair and local community vegetation management inside or around the conservation area. Strengthen policy and implementation of protected area management collaboration, including community based ecotourism development Arrange environmental education program Strengthen policy and stakeholders participation in sustainable forest management Planning and development of renewable energy in urban area Develop community radio as means of communication in the border area and its vicinity Strengthen local institutions on environment and forest resources conservation management Arrangement and development of environmental and natural resources education program(strengthen human resources and institution capacity) Strengthen participative natural resources management Synchronization and integration of community empowerment program from various development sectors Environmental services utilization in protected areas Develop non-timber cultivation area e.g. rattan, damar

54 52 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL LINGKUP RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA AKSI No. STRATEGI/AREA INTERVENSI TRI LATERAL NASIONAL PROVINSI (DAERAH) KALTIM KALTENG KALBAR II. PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG 2.4. Pelibatan peran swasta/bumn (Corporate Engagement) Mengembangkan opsi-opsi keterlibatan swasta/bumn dalam pengelolaan kawasan lindung; Mendorong peran swasta/bumn dalam pengelolaan kawasan lindung dan pemberdayaan masyarakat; Pengembangan pola kemitraan dan penguatan kelembagaan multipihak dalam pengelolaan/ konservasi kolaboratif sumberdaya alam/hutan. Partisipasi aktif pihak swasta/bumn dalam pengelolaan kawasan lindung di wilayah HoB; Penguatan kemitraan dalam pengembangan kelembagaan dan sumber pendapatan masyarakat yang berkelanjutan; Penguatan implementasi tanggung jawab sosial perusahaan Peningkatan SDM desa; Pengembangan sektor riil masyarakat; Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau 3. PENGELOLAAN SDA DI LUAR KAWASAN LINDUNG 3.1. Penyempurnaan Kebijakan Sektor (Sector Reform) Membangun, meningkatkan dan memperkuat mekanisme dan pedoman yang ada yang menjamin pelaksanaan praktekpraktek terbaik (best practices) pengelolaan sumberdaya alam, penerapan prinsip pemanfaatan berkelanjutan dan penerapan pendekatan ekosistem (ecosystem approach) pada setiap pemanfaatan sumberdaya alam, termasuk kehutanan, perkebunan dan pertambangan di dalam wilayah HoB Mengembangkan kemerataan dan keadilan manfaat pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan; Memantau dan mengevaluasi kegiatan perekonomian serta mempromosikan area HoB sebagai lokasi ekowisata dan pelaksanaan REDD. Melakukan audit terhadap kegiatan pemanfaatan hutan alam dan tanaman di area HoB: Mendorong pelaksanaan program rehabilitasi dan restorasi terhadap kawasan hutan dan lahan yang rusak di area HoB. Peningkatan ekonomi masyarakat terutama yang kehidupan kesehariannya tergantung dengan sumberdaya alam di sekitarnya; Pengembangan energi terbarukan; Pengembangan potensi local untuk pemanfaatan sumberdaya alam lestari Fasiltiasi pelaksanaan program rehabilitasi dan restorasi terhadap kawasan hutan yang rusak; Mendorong pengembangan perkebunan rakyat (sekala kecil) yang ramah lingkungan (mempertimbangkan aspek konservasi). Analisis kebijakan dalam permasalahan sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan Kajian sosialbudaya dan ekonomi masyarakat di luar kawasan lindung HoB Menemu kenali potensi pengembangan ekonomi masyarakat Pembangunan infrastruktur kecamatan dan pedesaan; Peningkatan pemasaran dan hasil produksi pertanian; Peningkatan kesejahteraan petani; Pemantapan batas kawasan hutan; Pengembangan industri kecil dan menengah; Rehabilitasi hutan dan lahan

55 53 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION No. Strategy/ Intervention Area TRILATERAL SCOPE OF STRATEGIC AND ACTION PLAN PROVINCE NATIONAL EAST KALIMANTAN CENTRAL KALIMANTAN WEST KALIMANTAN II. PROTECTED AREA MANAGEMENT 2.4. Corporate/ State Owned Enterprise (BUMN) Engagement Development options of private sector/ BUMN engagement in protected area management Encourage private/ BUMN roles in protection area management and community empowerment Develop partnership and strengthen stakeholders institution in management/collaborative conservation of natural resources/forest resources Active participation of private/bumn in protected area management in HoB area Strengthen partnership in institution development and sustainable livelihood Strengthen corporate social responsibility implementation Improve urban s human resources Develop community s real sectors Green area management To strengthen community s human resources III. NATURAL RESOURCES MANAGEMENT OUTSIDE PROTECTED AREA 3.1. Policy Sector Reform To develop, increase and strenghten the mechanism and existing guideline that guarantee the best practices impelementation of natural resources management, implementation of sustainable use principle and ecosystem approach implementation on each natural resource use, including forestry, planatation and mining in HoB area. Develop equal and just benefit of sustainable natural resources management. Monitor and evaluate economy and promote HoB area as ecotourism sites and implementation of Reduction of Emission from Deforestation and Degradation (REDD) program under Climate Change Convention Conduct audit on utilization of natural and plantation forest in HoB area Encourage implementation of rehabilitation and restoration program on damaged forest and land area in HoB area Improve community economy, especially those whose daily life depend on natural resources Develop renewable energy Develop local potential for sustainable natural resources utilization Facilitation of rehabilitation and restoration on degraded forest area program implementation Encourage development of community plantation (small scale) that environmental friendly (by considering conservation aspect) Policy analysis in social, culture and economy problems Survey activity or socio-culture and economy study of the community who live inside or outside Muller Schwanner as well as to found the community s economy development potential Development of subdistricts and village infrastructure To increase marketing and agriculture production result To increase the farmers welfare To establish the forest area boundary Development of small and middle enterprises Forest and land rehabilitation

56 54 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL LINGKUP RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA AKSI No. STRATEGI/AREA INTERVENSI TRI LATERAL NASIONAL PROVINSI (DAERAH) KALTIM KALTENG KALBAR III. PENGELOLAAN SDA DI LUAR KAWASAN LINDUNG 3.2. Penggunaan Lahan Berkelanjutan (Sustainable Landuse) Membangun skema program rehabilitasi dan restorasi areal hutan yang tergredasi (rusak) di wilayah HoB Membanggun area HoBsebagai situs potensial untuk penyelengggaraan proyek Reduction of Emission from Deforestation and Degradation (REDD). Inventarisasi dan klasifikasi bentuk-bentuk konflik pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan di area HoB Menyusun mekanisme penyelesaian konflik dan melakukan mediasi penyelesaian konflik Evaluasi penggunaan ruang Pembuatan model (demplot) penerapan sustainable development di sektor swasta, khususnya berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam di dalam/sekitar areal HoB; Peningkatan produksi masyarakat sekitar hutan melalui intensifikasi pertanian ramah lingkungan (a.l. pertanian organik, agroforestry) Perlindungan areal/lahan pertanian produktif dari upaya konversi; Pemeliharan dan pelembagaan kearifan lokal masyarakat sekitar areal HoB; Pengembangan ekowisata berbasiskan masyarakat. Inventarisasi dan identifikasi produkproduk unggulan lokal di wilayah HoB; Kajian dan survei terhadap pengalaman serta model kelola SDA yang berbasis pengetahuan local Peningkatan ketahanan pangan; Pemanfaatan sumberdaya hutan; Pengembangan pertanian organik di kawasan penyangga kawasan konservasi/ lindung; Pengembangan kemitraan dan destinasi wisata alam; Pemantauan jasa lingkungan dan cinta alam; Pelaksanaan dan pengawasan dokumen AMDAL, RKL/RPL 3.3. Sistem Informasi dan pemantauan Mengembangkan basis data sumberdaya alam di seluruh wilayah HoB; Menyusun kriteria dan indikator untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi Melaksanakan monitoring dan evaluasi Penguatan kelembagaan (di tingkat propinsi, kabupaten dan masyarakat); Penguatan kelompok sosial masyarakat (lembaga /kelompok swadaya masyakat) berbasis lingkungan; Pembangunan jaringan data lingkungan hidup berbasis teknologi elek-tronik; Pengembangan data karbon (cadangan dan aliran) untuk seluruh jenis hutan di wilayah HoB; Pembangunan jejaring data dan informasi dengan institusi lain di dalam dan di luar areal HoB. Penyusunan Master Plan RHL di wilayah HoB Kalimantan Tengah; Pengembangan sistem peringatan dini (early warning system) bencana alam; Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bahaya kebakaran hutan dan lahan; Inventarisasi dan identifikasi potensi konflik SDA dan permaslahan social lainnya; Pengembangan pilot study tentang pemanfaatan dan mekanisme pembayaran jasa lingkungan (PES); Inventarisasi dan identifikasi hak-hak komunal dan akses masyarakat terhadap pemanfaatn SDA di kawasan HoB; Pengembangan basis data HoB untuk tingkat Prov dan Kab; Penyusunan neraca sumberdaya alam di kawasan HoB; Sosialisasi data dan informasi HoB

57 55 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION No. Strategy/ Intervention Area TRILATERAL SCOPE OF STRATEGIC AND ACTION PLAN PROVINCE NATIONAL EAST KALIMANTAN CENTRAL KALIMANTAN WEST KALIMANTAN III. NATURAL RESOURCES MANAGEMENT OUTSIDE PROTECTED AREA 3.2. Sustainable Land Use To develop rehabilitation and restoration program scheme for damage forest area in HoB area To develop HoB area as potential site to Reduction of Emission from Deforestation and Degradation (REDD) project implementation Inventory and classification of forest and land utilization conflicts in HoB area Arrange conflict mitigation mechanism and conduct conflict mitigation mediation Spatial allocation evaluation Develop model (demplot) for implementation of sustainable development in private sector, especially related with natural resources utilization inside/around HoB area Improve production from community around forest area through environmental friendly agriculture intensification (e.g. organic agriculture, agroforestry) Protection of productive agriculture land/ area from conversion Maintenance and institutionalize local wisdom of community around HoB area Develop community based ecotourism Inventory and identification of local best products in HoB area Study and survey on experience and model of local knowledge based natural resources management Improve food Sustainability Forest resources utilization Develop organic agriculture in buffer zone of conservation/ protected area Develop ecotourism s partnership and destination Monitoring environmental services and nature care Implementation and monitoring of AMDAL, RKL/RPL document 3.3. Information and Management Develop natural resources data base on the whole HoB area Ellaborate criteria and indicators for monitoring and evaluation Implement monitoring and evaluation Strengthen institutions (in provincial, districts and community level) Strengthen social community group (NGO) Develop electronic based data network on environment Develop carbon data (reserve and flow) in all forest types in HoB area Develop data and information networks with other institutions, inside and outside HoB area Develop RHL Master Plan in Central Kalimantan s HoB area Develop early warning system for natural disaster Improve community awareness on forest and land fires Inventory and identification of natural resources conflict and other social problems Develop pilot study on payment for environmental services utilization and mechanism Inventory and identification of communal s rights and community access towards natural resources in HoB area Develop HoB data basis for provincial and district level Develop natural resources balance Socialization of HoB data and information

58 56 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL LINGKUP RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA AKSI No. STRATEGI/AREA INTERVENSI TRI LATERAL NASIONAL PROVINSI (DAERAH) KALTIM KALTENG KALBAR IV. PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN PENDANAAN BERKELANJUTAN 4.1. Penguatan Kapasitas Lembaga (Institutional Capacity Building) Mendorong adanya payung hukum area HoB. Menetapkan mekanisme hubungan kerja dan prioritas pekerjaan Pokjanas dan Pokjada HoB ; Evaluasi kinerja Provinsi dan Kabupaten di dalam area HoB termasuk apabila ada tambahan wilayah administrasi baru misalnya akibat pemekaran wilayah Identifikasi skema pendanaan berkaitan pemanfaatan jasa lingkungan di areal HoB; Peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan masyarakat desa /kampung dalam rangka pengelolaan dana pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan; Pendokumentasian dan penguatan atau pengembangan pelestarian kekayaan budaya tradisi (kelompok kesenian) wisata budaya sebagai alternatif sumber perekonomian. Inventarisasi dan identifikasi sumbersumber pendanaan bagi implementasi Program HoB di Kalteng; Peningkatan kapasitas SDM pemerintah, LSM dan masyarakat melalui diklat, magang, studi banding, dls. Pemantapan koordinasi antar pokja HoB dari tingkat nasional sampai tingkat kabupaten Pengembangan kapasitas SDM Mekanisme hubungan kerja antara Provinsi dan Kabupaten 4.2. Penyempurnaan Kebijakan Sector (Sector Reform) Mendorong realisasi desentralisasi dan devolusi pengelolaan area HoB Fasilitasi/promosi proses pemberdayaan desa dalam rangka perencanaan pemba-ngunan dan pengelolaan anggaran desa Penguatan kelembagaan daerah dan lokal dalam manajemen HoB; Penguatan keterpaduan antara konservasi dan program pengembangan wilayah Kajian keterpaduan pengelolaan SDA Peningkatan alokasi APBD terhadap perlindungan lingkungan di kawasan HoB; Penertiban pemanfaatan SDA tanpa izin 4.3. Pengembangan pendanaan berkelanjutan Menggalang dana dan mobilisasi sumberdaya. Menggali dan menggalang pendanaan kreatif

59 57 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION No. Strategy/ Intervention Area TRILATERAL SCOPE OF STRATEGIC AND ACTION PLAN PROVINCE NATIONAL EAST KALIMANTAN CENTRAL KALIMANTAN WEST KALIMANTAN IV. SUSTAINABLE STRENGTHENING AND SUSTAINABLE FINANCING 4.1. Institutional Capacity Building Encourage legal umbrella of HoB area Determine work relationship and work prioritization of HoB National Working Group and Local Working Group Evaluation of Provinces and Districts performance in HoB area including where there is addition of new administrative area from regional extension Develop funding schemes related to environmental services utilization in HoB area Improve human resources and village/kampong community institution in managing funding from natural resources and environmental services utilization Documentation and strengthening or developing culture conservation through cultural-tourism as alternative source of income Inventoring and identification of sources of funding for HoB program implementation in Central Kalimantan Improve human resources capacity of government, NGOs and community through education and training, internship, comparative study, etc. Strengthen coordination among HoB working groups from national to district level Improve human resources capacity Mechanism of working relation between Province and District 4.2. Policy Sector Reform Encourage implementation of decentralization and devolution of HoB area management Facilitation/promote the process of village empowerment regarding village development planning and funding management Local institution strengthening in HoB management Strengthen integration of conservation and regional development program Study on natural resources management integration Increase APBD (annual local government s budget) allocation for environment protection in HoB area Enforcement of without permit natural resources utilization 4.3. Sustainable Fundraising and Funding resources mobilization Creative funding exploration and fundraising

60 58 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL Lampiran 2. Batas Heart of Borneo Indonesia berdasarkan Pertemuan Kelompok Kerja GIS HoB tahun 2008

61 59 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION Appendix 2. Indonesia s Heart of Borneo based on 2008 s GIS Working Group

62 60 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL Tabel 4. Distribusi Area HoB di Tiga Negara Negara Lokasi Luas (Hektar) (%) Kalimantan Timur Indonesia Kalimantan Tengah Kalimantan Barat Total Indonesia Brunei Darussalam Brunei Darussalam 355, Sarawak Malaysia* Sabah Total Malaysia Total HoB ,0 Tabel 4. Area Distribution of HoB in Trilateral Level Negara Lokasi Luas (Hektar) (%) East Kalimantan Indonesia Central Kalimantan West Kalimantan Total Indonesia Brunei Darussalam Brunei Darussalam 355, Sarawak Malaysia* Sabah Total Malaysia Total HoB ,0

63 61 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION

64 62 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL

65 63 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION

66 64 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL

67 65 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION

68 66 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL

69 67 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION

70 68 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL

71 69 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION

72 70 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL

73 71 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION

74 72 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL

75 73 NATIONAL STRATEGIC PLAN of ACTION

76 74 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL

77

78 76 RENCANA STRATEGIS DAN AKSI NASIONAL Kelompok Kerja Nasional National Working Group (HoB) Kantor Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian RI Jl. Lapangan Banteng Timur No 2-4 Jakarta Telp: +62 (0) Fax: +62 (0) Departemen Kehutanan Direktorat Konservasi Kawasan, Ditjen PHKA Gedung Manggala Wanabakti Blok VII lt. 7 Telp/Fax: +62 (0)

Profil Wilayah Heart Of Borneo

Profil Wilayah Heart Of Borneo Profil Wilayah Heart Of Borneo Dewasa ini kesadaran pentingnya aspek lingkungan dirasakan semakin meningkat, bahkan menjadi topik yang sering dibicarakan seiring dengan terjadinya berbagai gejala perubahan

Lebih terperinci

SCALING SOLUTION OF LAND USE CHALLENGES. Musdhalifah Machmud Deputy to Coordinating Minister for Food and Agriculture

SCALING SOLUTION OF LAND USE CHALLENGES. Musdhalifah Machmud Deputy to Coordinating Minister for Food and Agriculture SCALING SOLUTION OF LAND USE CHALLENGES Musdhalifah Machmud Deputy to Coordinating Minister for Food and Agriculture 1 INDONESIA IS AN ARCHIPELAGIC COUNTRY 2 PERCENTAGE OF INDONESIA AREA 3 INDONESIA IS

Lebih terperinci

Konservasi dan Perubahan Iklim. Manado, Pipin Permadi GIZ FORCLIME

Konservasi dan Perubahan Iklim. Manado, Pipin Permadi GIZ FORCLIME Konservasi dan Perubahan Iklim Manado, 28.05.2015 Pipin Permadi GIZ FORCLIME www.forclime.org Perubahan Iklim Perubahan iklim merupakan suatu keadaan dimana pola iklim dunia berubah secara drastis dan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DALAM BIDANG KESEHATAN MASYARAKAT

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DALAM BIDANG KESEHATAN MASYARAKAT SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DALAM BIDANG KESEHATAN MASYARAKAT Endang lndriasih1 -- Decentraliz~tion in health sector has enable to identify many health problems, population characteristics, and locally

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA CONCERNING SISTER CITY COOPERATION

REPUBLIK INDONESIA CONCERNING SISTER CITY COOPERATION REPUBLIK INDONESIA MEMORANDUM OF UNDERSTANDING BETWEEN THE CITY GOVERNMENT OF YOGYAKARTA, REPUBLIC OF INDONESIA AND THE DISTRICT GOVERNMENT OF COMMEWIJNE, REPUBLIC OF SURINAME CONCERNING SISTER CITY COOPERATION

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKSANAAN PENUTUPAN PROPINSI LAMPUNG BAGI PROGRAM TRANSMIGRASI UMUM

KAJIAN KEBIJAKSANAAN PENUTUPAN PROPINSI LAMPUNG BAGI PROGRAM TRANSMIGRASI UMUM KAJIAN KEBIJAKSANAAN PENUTUPAN PROPINSI LAMPUNG BAGI PROGRAM TRANSMIGRASI UMUM T 307.2 SAP Kebijaksanaan Pemerintah pada tahun 1980 untuk menutup Propinsi Lampung sebagai daerah transmigrasi mempunyai

Lebih terperinci

Marine Debris, Plastics and Microplastics: Indonesian Experience KEMENTERIAN KOORDINATOR MARITIM DAN SUMBER DAYA

Marine Debris, Plastics and Microplastics: Indonesian Experience KEMENTERIAN KOORDINATOR MARITIM DAN SUMBER DAYA Arif Havas Oegroseno Deputy Minister Coordinain Ministry for Maritime Affairs Indonesia Marine Debris, Plastics and Microplastics: Indonesian Experience Arif Havas Oegroseno Deputy Minister Coordinating

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN LAHAN PT. ANTAM (PERSERO) TBK UNIT BISNIS PERTAMBANGAN BAUKSIT TAYAN KECAMATAN TAYAN HILIR KABUPATEN SANGGAU KALIMANTAN BARAT SKRIPSI

KAJIAN PENATAAN LAHAN PT. ANTAM (PERSERO) TBK UNIT BISNIS PERTAMBANGAN BAUKSIT TAYAN KECAMATAN TAYAN HILIR KABUPATEN SANGGAU KALIMANTAN BARAT SKRIPSI KAJIAN PENATAAN LAHAN PT. ANTAM (PERSERO) TBK UNIT BISNIS PERTAMBANGAN BAUKSIT TAYAN KECAMATAN TAYAN HILIR KABUPATEN SANGGAU KALIMANTAN BARAT SKRIPSI Oleh : PRAMUDANU ANDITYAPUTRA 112100054 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Periode Ganjil 2012/2013

Laporan Tugas Akhir Periode Ganjil 2012/2013 Laporan Tugas Akhir Periode Ganjil 2012/2013 WISATA AGROFORESTRI DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA Pengembangan Hutan Wanagama I sebagai Kawasan Wisata dengan Penerapan Konsep Green Landscape dan Green

Lebih terperinci

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Made Nanika Mawapusti Yadnya I Ketut Sudiarta Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas

Lebih terperinci

RINGKASAN HASIL PENELITIAN HIBAH BERSAING

RINGKASAN HASIL PENELITIAN HIBAH BERSAING RINGKASAN HASIL PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN KE-1 MODEL PEMBINAAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENINGKATAN MUTU TENAGA KERJA (STUDI EMPIRIS PADA TENAGA KERJA DI KABUPATEN WONOGIRI) Oleh: Ir. Maulidyah Indira

Lebih terperinci

KOMUNIKE BERSAMA MENGENAI KERJA SAMA UNTUK MEMERANGI PERIKANAN TIDAK SAH, TIDAK DILAPORKAN DAN TIDAK DIATUR (/UU FISHING)

KOMUNIKE BERSAMA MENGENAI KERJA SAMA UNTUK MEMERANGI PERIKANAN TIDAK SAH, TIDAK DILAPORKAN DAN TIDAK DIATUR (/UU FISHING) t \.. REPUBU K INDONESIA KOMUNIKE BERSAMA MENGENAI KERJA SAMA UNTUK MEMERANGI PERIKANAN TIDAK SAH, TIDAK DILAPORKAN DAN TIDAK DIATUR (/UU FISHING) DAN UNTUK MEMAJUKAN TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

Kritis. Genting. Rentan. A: Penurunan tajam

Kritis. Genting. Rentan. A: Penurunan tajam SPECIES CRITERIA ANI MARDIASTUTI DEPARTMENT OF FOREST CONSERVATION FACULTY OF FORESTRY BOGOR AGRICULTURAL UNIVERSITY Kritis Memiliki peluang untuk punah > 50% dalam kurung waktu 5 tahun Genting Memiliki

Lebih terperinci

Seri Diskusi Ilmiah Restorasi Ekosistem di IPB

Seri Diskusi Ilmiah Restorasi Ekosistem di IPB Seri Diskusi Ilmiah Restorasi Ekosistem di IPB Tujuan Membangun pemahaman bersama untuk pengembangan dan pemantapan konsep RE di hutan produksi, Mendapatkan dukungan teknis dan akademis guna mendorong

Lebih terperinci

PERAN PENGEMBANG PERUMAHAN DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI PERUMAHAN KEMANG PRATAMA KOTA BEKASI TESIS

PERAN PENGEMBANG PERUMAHAN DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI PERUMAHAN KEMANG PRATAMA KOTA BEKASI TESIS PERAN PENGEMBANG PERUMAHAN DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI PERUMAHAN KEMANG PRATAMA KOTA BEKASI ALAMAN JUDUL TESIS Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Studi Magister Pembangunan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR EXECUTIVE SUMMARY

KATA PENGANTAR EXECUTIVE SUMMARY KATA PENGANTAR Ringkasan Laporan Akhir (Executive Summary) ini merupakan hasil dari tahapan-tahapan diskusi dan pembahasan sebelumnya bersama Tim Pendamping dan Tim Pengarah Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto/ Gross Regional Domestic Product

Produk Domestik Regional Bruto/ Gross Regional Domestic Product Produk Domestik Regional Bruto/ Bangka Selatan Dalam Angka/ Bangka Selatan In Figures 2012 327 328 Bangka Selatan Dalam Angka/ Bangka Selatan In Figures 2012 10.1 Produk Domestik Regional Bruto Produk

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DALAM MEWUJUDKAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA DENPASAR

PELAKSANAAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DALAM MEWUJUDKAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA DENPASAR PELAKSANAAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DALAM MEWUJUDKAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA DENPASAR Oleh: Putu Eka Sugina Ariawan I Made Arya Utama Cokorde Dalem Dahana Hukum Pemerintahan Daerah Universitas Udayana

Lebih terperinci

PENGALAMAN DALAM PENGAMANAN KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL BERBASIS MASYARAKAT. Oleh: Waldemar Hasiholan

PENGALAMAN DALAM PENGAMANAN KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL BERBASIS MASYARAKAT. Oleh: Waldemar Hasiholan PENGALAMAN DALAM PENGAMANAN KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL BERBASIS MASYARAKAT Oleh: Waldemar Hasiholan ABSTRACT THE EXPERIENCES IN PROTECTED OF NATIONAL PARK AREA BASE ON COMMUNITY. Forest protection and

Lebih terperinci

LEGAL MEMORANDUM PERTANGGUNGJAWABAN PT.O AKIBAT KEBAKARAN WILAYAH YANG DIKUASAI YANG DIKATEGORIKAN SEBAGAI PENGRUSAKAN LINGKUNGAN

LEGAL MEMORANDUM PERTANGGUNGJAWABAN PT.O AKIBAT KEBAKARAN WILAYAH YANG DIKUASAI YANG DIKATEGORIKAN SEBAGAI PENGRUSAKAN LINGKUNGAN LEGAL MEMORANDUM PERTANGGUNGJAWABAN PT.O AKIBAT KEBAKARAN WILAYAH YANG DIKUASAI YANG DIKATEGORIKAN SEBAGAI PENGRUSAKAN LINGKUNGAN ABSTRAK Saat ini, kebakaran hutan telah menjadi perhatian internasional

Lebih terperinci

DAMPAK INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN MERAUKE TESIS MAGISTER. Oleh ROMANUS MBARAKA NIM

DAMPAK INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN MERAUKE TESIS MAGISTER. Oleh ROMANUS MBARAKA NIM DAMPAK INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN MERAUKE TESIS MAGISTER Oleh ROMANUS MBARAKA NIM - 25498026 BIDANG KHUSUS PERENCANAAN WILAYAH PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN Abstrak Penelitian model pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan dilaksanakan di tiga kabupaten yakni

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI BISNIS BERTAHAN BANK DASA GANESHA SUATU USULAN ALTERNATIF

RANCANGAN STRATEGI BISNIS BERTAHAN BANK DASA GANESHA SUATU USULAN ALTERNATIF RANCANGAN STRATEGI BISNIS BERTAHAN BANK DASA GANESHA SUATU USULAN ALTERNATIF BANK DASA GANESHA adalah Bank BUMN yang pada awal mulanya pada tahun 1948 adalah Bank pengalihan dari BUREAU HERSTEL FINANCIERING

Lebih terperinci

PENGATURAN PENANAMAN MODAL ASING DI BIDANG JASA PERDAGANGAN EKSPOR

PENGATURAN PENANAMAN MODAL ASING DI BIDANG JASA PERDAGANGAN EKSPOR PENGATURAN PENANAMAN MODAL ASING DI BIDANG JASA PERDAGANGAN EKSPOR Oleh : I Ketut Alit Diputra A.A. Istri Ari Atu Dewi Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRAK Pengaturan pendirian

Lebih terperinci

Kebijakan Pelaksanaan REDD

Kebijakan Pelaksanaan REDD Kebijakan Pelaksanaan REDD Konferensi Nasional terhadap Pekerjaan Hijau Diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional Jakarta Hotel Borobudur, 16 Desember 2010 1 Kehutanan REDD bukan satu-satunya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LABORATORIUM LAPANGAN INOVASI PERTANIAN (LLIP) KAWASAN PERBATASAN RI-RDTL PROVINSI NTT

PENGEMBANGAN LABORATORIUM LAPANGAN INOVASI PERTANIAN (LLIP) KAWASAN PERBATASAN RI-RDTL PROVINSI NTT RENCANA DESIMINASI HASIL PENGKAJIAN (RDHP) PENGEMBANGAN LABORATORIUM LAPANGAN INOVASI PERTANIAN (LLIP) KAWASAN PERBATASAN RI-RDTL PROVINSI NTT. Peneliti Utama Y Ngongo BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

TESIS FUNGSI BANK DALAM PENYALURAN KREDIT YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN. (Role of Banks in the Distribution of Environment Oriented Credit )

TESIS FUNGSI BANK DALAM PENYALURAN KREDIT YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN. (Role of Banks in the Distribution of Environment Oriented Credit ) TESIS FUNGSI BANK DALAM PENYALURAN KREDIT YANG Oleh : Ni Nyoman Astiti Asih, S.H. NIM: 080720101028 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM KONSENTRASI HUKUM EKONOMI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER 2011 TESIS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kerjasama trilateral Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kerjasama trilateral Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerjasama trilateral Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam dalam menangani masalah kerusakan hutan di wilayah perbatasan Kalimantan Timur Secara historis

Lebih terperinci

Idham: Kajian kritis pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan dalam perspektif otonomi..., USU e-repository 2008

Idham: Kajian kritis pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan dalam perspektif otonomi..., USU e-repository 2008 INTI SARI Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap proses dan hasil pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan di Provinsi Sumatera Utara, apakah telah sesuai dengan aspirasi bagi peserta

Lebih terperinci

PENGEMBANSAN INFRASTRUKTUR DI WILAYAH SELATAN PROPINSI SULAWESI SELATAN ( Kabupaten Takalar, Jeneponto dan Bantaeng)

PENGEMBANSAN INFRASTRUKTUR DI WILAYAH SELATAN PROPINSI SULAWESI SELATAN ( Kabupaten Takalar, Jeneponto dan Bantaeng) PENGEMBANSAN INFRASTRUKTUR DI WILAYAH SELATAN PROPINSI SULAWESI SELATAN ( Kabupaten Takalar, Jeneponto dan Bantaeng) T 361. 2 5 SUK PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR DI WILAYAH SELATAN PROPINSI SULAWESI SELATAN

Lebih terperinci

PENDEKATAN BANGUN MATRIKS KORELASI untuk IDENTIFIKASI KOMPONEN HIDRODINAMIKA dan MORFODINAMIKA PANTAI dalam PERSPEKTIF MANAJEMEN TATA RUANG WILAYAH

PENDEKATAN BANGUN MATRIKS KORELASI untuk IDENTIFIKASI KOMPONEN HIDRODINAMIKA dan MORFODINAMIKA PANTAI dalam PERSPEKTIF MANAJEMEN TATA RUANG WILAYAH PENDEKATAN BANGUN MATRIKS KORELASI untuk IDENTIFIKASI KOMPONEN HIDRODINAMIKA dan MORFODINAMIKA PANTAI dalam PERSPEKTIF MANAJEMEN TATA RUANG WILAYAH PESISIR (Studi Kasus : Kabupaten Ciamis - Jawa Barat)

Lebih terperinci

Overlay. Scoring. Classification

Overlay. Scoring. Classification Contributor : Doni Prihatna Tanggal : Oktober 2009 Posting : Title : Kajian Ekosistem Pulau Kalimantan Peta-peta thematic pembentuk ekosistem Pulau Kalimantan : 1. Peta Ekosistem Region (Ecoregion) 2.

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN KABUPATEN DATI II LEBAK DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

KAJIAN KEMAMPUAN KABUPATEN DATI II LEBAK DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH KAJIAN KEMAMPUAN KABUPATEN DATI II LEBAK DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH T 352.2 SIT ABSTRAK KAJIAN KEMAMPUAN KABUPATEN DATI II LEBAK DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH Salah satu prinsip

Lebih terperinci

Pendapatan Regional/ Regional Income

Pendapatan Regional/ Regional Income 2011 541 542 BAB XI PENDAPATAN REGIONAL CHAPTER XI REGIONAL INCOME PDRB atas dasar berlaku pada tahun 2010 sebesar 49.362,71 milyar rupiah, sedang pada tahun sebelumnya 43.985,03 milyar rupiah, atau mengalami

Lebih terperinci

Raden Fini Rachmarafini Rachmat ( ) ABSTRAK

Raden Fini Rachmarafini Rachmat ( ) ABSTRAK PERBANDINGAN HUKUM ANTARA PENGATURAN PERLINDUNGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI DI INDONESIA DAN DI AUSTRALIA DIKAITKAN DENGAN CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES OF WILD FAUNA AND FLORA

Lebih terperinci

PENDUDUK DAN TENAGA KERJA. Population and Worker

PENDUDUK DAN TENAGA KERJA. Population and Worker PENDUDUK DAN TENAGA KERJA Population and Worker POPULATION AND WORKER III PENDUDUK DAN KETENAGAKERJAAN III POPULATION AND EMPLOYMENT III.1 PENDUDUK a. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN KONSOLIDASI LAHAN PERKOTAAN DI KOTAMADYA PALU SULAWESI TENGAH

EVALUASI PELAKSANAAN KONSOLIDASI LAHAN PERKOTAAN DI KOTAMADYA PALU SULAWESI TENGAH EVALUASI PELAKSANAAN KONSOLIDASI LAHAN PERKOTAAN DI KOTAMADYA PALU SULAWESI TENGAH T 711.4 CHA EVALUASI PELAKSANAAN KONSOLIDASI LAHAN PERKOTAAN DI KOTAMADYA PALU SULAWESI TENGAH AB STRAK Pelaksanaan konsolidasi

Lebih terperinci

CORE BUSSINES SARJANA KEHUTANAN DI BIDANG KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN 1

CORE BUSSINES SARJANA KEHUTANAN DI BIDANG KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN 1 CORE BUSSINES SARJANA KEHUTANAN DI BIDANG KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN 1 Oleh: Cecep Kusmana Fakultas Kehutanan IPB LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan kegiatan mendasar yang bersifat driving-force untuk

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL ALOKASI BIAYA PENYEDIAAN AIR BERSIH STUDI KASUS P 3 KT KODYA DENPASAR TESIS. oleh. Putu Gede Suranata

PENGEMBANGAN MODEL ALOKASI BIAYA PENYEDIAAN AIR BERSIH STUDI KASUS P 3 KT KODYA DENPASAR TESIS. oleh. Putu Gede Suranata PENGEMBANGAN MODEL ALOKASI BIAYA PENYEDIAAN AIR BERSIH STUDI KASUS P 3 KT KODYA DENPASAR TESIS oleh. Putu Gede Suranata 250 94 062 PENGUTAMAAN MANAJEMEN DAN REKAYASA KONSTRUKSI JURUSAN TEKNIK SIPIL PROGRAM

Lebih terperinci

1. Penduduk. 1. Population

1. Penduduk. 1. Population Populations and Labours 1. Penduduk Di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dinyatakan bahwa jumlah penduduk yang besar baru menjadi modal dasar yang efektif bagi pembangunan Nasional hanya bila penduduk

Lebih terperinci

KAMAN STRATEGI KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR SWS LIMBOTO BOLANGO BONE TESIS. Disusun oleh : Enteng Jolly Saerang NIM :

KAMAN STRATEGI KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR SWS LIMBOTO BOLANGO BONE TESIS. Disusun oleh : Enteng Jolly Saerang NIM : KAMAN STRATEGI KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR SWS LIMBOTO BOLANGO BONE TESIS Disusun oleh : Enteng Jolly Saerang NIM : 25094015 Pembimbing : DR. Ir. SOEBAGIYO SOEKARNEN DR. Ir. ROESTAM SJARIEF,

Lebih terperinci

DUKUNGAN WHO INDONESIA TERHADAP STANDARISASI KURIKULUM PELATIHAN GIZI OLEH: SUGENG EKO IRIANTO

DUKUNGAN WHO INDONESIA TERHADAP STANDARISASI KURIKULUM PELATIHAN GIZI OLEH: SUGENG EKO IRIANTO DUKUNGAN WHO INDONESIA TERHADAP STANDARISASI KURIKULUM PELATIHAN GIZI OLEH: SUGENG EKO IRIANTO Why WHO is here? WHO is a major player in Global Health The environment in country is changing The role of

Lebih terperinci

SISTEM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEREKONOMIAN MASYARAKAT

SISTEM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEREKONOMIAN MASYARAKAT SISTEM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEREKONOMIAN MASYARAKAT (Studi Kasus : Nagori Raya Huluan Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun) SKRIPSI Oleh : CHARIS B.K.N.SIMANGUNSONG 031201027/MANAJEMEN

Lebih terperinci

ABSTRACT ABSTRAK. Kata kunci : CITES, Perdagangan Hewan Langka, perdagangan ilegal

ABSTRACT ABSTRAK. Kata kunci : CITES, Perdagangan Hewan Langka, perdagangan ilegal KEDUDUKAN CITES (Convention on International Trade of Endangered Species) SEBAGAI SALAH SATU KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG LINGKUNGAN HIDUP YANG MENGATUR PERDAGANGAN SPESIES LANGKA Oleh Deby Dwika Andriana

Lebih terperinci

Additional Financing (Pendanaan Tambahan) Anggaran Pendapatan & Belanja Daerah Anggaran Pendapatan & Belanja Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Kerjasama Antar Desa Bantuan Langsung

Lebih terperinci

For data sources, see slide #9: Appendix 1. Data used to produce Sumatra PIM

For data sources, see slide #9: Appendix 1. Data used to produce Sumatra PIM 1 2 For data sources, see slide #9: Appendix 1. Data used to produce Sumatra PIM 3 For data sources, see slides #10: Appendix 2. Data used to produce Riau PIM (1) #11: Riau s natural forest 2008/2009 mapped

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Obligasi Daerah, Kewenangan, Pemerintahan Daerah. viii

ABSTRAK. Kata Kunci: Obligasi Daerah, Kewenangan, Pemerintahan Daerah. viii KEPASTIAN HUKUM KEWENANGAN DAN PENGAWASAN PENERBITAN OBLIGASI DAERAH DI PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN ASURANSI PERTANIAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN ASURANSI PERTANIAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN ASURANSI PERTANIAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI RIZKY GELAR PANGESTU 1087016 Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

KONVERSI LAHAN SAWAH KE NON PERTANIAN DALAM PERKEMBANGAN KOTA NGANJUK DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN MATA PENCAHARIAN DAN PENDAPATAN PETANI

KONVERSI LAHAN SAWAH KE NON PERTANIAN DALAM PERKEMBANGAN KOTA NGANJUK DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN MATA PENCAHARIAN DAN PENDAPATAN PETANI KONVERSI LAHAN SAWAH KE NON PERTANIAN DALAM PERKEMBANGAN KOTA NGANJUK DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN MATA PENCAHARIAN DAN PENDAPATAN PETANI T 711.14 WIC Berbagai kepentingan penggunaan lahan menyebabkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN TANTANGAN MEMBANGUN DUNIA INDUSTRI KONSTRUKSI YANG KONSTRUKTIF DI INDONESIA

IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN TANTANGAN MEMBANGUN DUNIA INDUSTRI KONSTRUKSI YANG KONSTRUKTIF DI INDONESIA IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN TANTANGAN MEMBANGUN DUNIA INDUSTRI KONSTRUKSI YANG KONSTRUKTIF DI INDONESIA ABSTRAK IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN TANTANGAN MEMBANGUN DUNIA INDUSTRI KONSTRUKSI YANG KONSTRUKTIF

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Studi Kelayakan, Pemeriksaan Hukum, Izin Pertambangan. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata kunci : Studi Kelayakan, Pemeriksaan Hukum, Izin Pertambangan. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN HASIL PEMERIKSAAN DARI SEGI HUKUM TERHADAP STUDI KELAYAKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PENERBITAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009

Lebih terperinci

Pendapatan Regional/ Regional Income

Pendapatan Regional/ Regional Income Nusa Tenggara Barat in Figures 2012 559 560 Nusa Tenggara in Figures 2012 BAB XI PENDAPATAN REGIONAL CHAPTER XI REGIONAL INCOME Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku pada tahun

Lebih terperinci

ABSTRACT STRUCTURE AND COMPOSITION OF THE VEGETATION IN HEPANGAN AGROFORESTRY SYSTEM AT GUMAY ULU AREA LAHAT DISTRICT SOUTH SUMATERA

ABSTRACT STRUCTURE AND COMPOSITION OF THE VEGETATION IN HEPANGAN AGROFORESTRY SYSTEM AT GUMAY ULU AREA LAHAT DISTRICT SOUTH SUMATERA ABSTRACT STRUCTURE AND COMPOSITION OF THE VEGETATION IN HEPANGAN AGROFORESTRY SYSTEM AT GUMAY ULU AREA LAHAT DISTRICT SOUTH SUMATERA Allen Adilla Akbar*, Erny Poedjirahajoe**, Lies Rahayu W.F.*** The area

Lebih terperinci

KAJIAN TUMBUH-KEMBANG KEWIRAUSAHAAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (Studi Kasus : Usahatani Sayur-Mayur di Kecamatan Sukaraja Kabupaten

KAJIAN TUMBUH-KEMBANG KEWIRAUSAHAAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (Studi Kasus : Usahatani Sayur-Mayur di Kecamatan Sukaraja Kabupaten KAJIAN TUMBUH-KEMBANG KEWIRAUSAHAAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (Studi Kasus : Usahatani Sayur-Mayur di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi) SARI Konsep pengembangan wilayah, sebagaimana

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha

Universitas Kristen Maranatha KONSEPSI GREEN CONSTITUTION DAN PERAN SWASTA DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR SEBAGAI BENTUK PEMENUHAN HAK-HAK KONSTITUSIONAL RAKYAT ABSTRAK Pasal 33 UUD RI 1945 mengamanatkan pentingnya penegakan pembangunan

Lebih terperinci

MEMORANDUM SALING PENGERTIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NORTHERN TERRITORY OF AUSTRALIA TENT ANG

MEMORANDUM SALING PENGERTIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NORTHERN TERRITORY OF AUSTRALIA TENT ANG MEMORANDUM SALING PENGERTIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NORTHERN TERRITORY OF AUSTRALIA TENT ANG KERJASAMA PEMBANGUNAN EKONOMI Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Northern

Lebih terperinci

EVALUASI PERENCANAAN DAN PEMANTAUAN PENGGUNAAN TANAH KQTAMADYA/KABUPATEN DT II DENGAN MENGGUNAKAN SIG. di K sus : K iamadya-dt II Suratbaya)

EVALUASI PERENCANAAN DAN PEMANTAUAN PENGGUNAAN TANAH KQTAMADYA/KABUPATEN DT II DENGAN MENGGUNAKAN SIG. di K sus : K iamadya-dt II Suratbaya) EVALUASI PERENCANAAN DAN PEMANTAUAN PENGGUNAAN TANAH KQTAMADYA/KABUPATEN DT II DENGAN MENGGUNAKAN SIG di K sus : K iamadya-dt II Suratbaya) ABSTRAK Dalam pengelolaan suatu wilayah, banyak aspek yang dapat

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1992 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF THE SUDAN ON ECONOMIC AND

Lebih terperinci

TESIS MAGISTER. Oleh : SETA KARTIKA NIM

TESIS MAGISTER. Oleh : SETA KARTIKA NIM KAJIAN EFEKTIVITAS PENYERAPAN DANA BANTUAN LUAR NEGERI TERHADAP KINERJA PROYEK KONSTRUKSI DAN UPAYA PEMODELAN PENILAIAN EFEKTIVITASNYA Studi Kasus : Bantuan Jepang TESIS MAGISTER Oleh : SETA KARTIKA NIM

Lebih terperinci

LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI

LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI g LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI A. Pendahuluan Sebagai lembaga konservasi,wwf Indonesia memiliki visi melestarikan

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT DI SUMATERA UTARA OLEH DAVID SAHPUTRA SARAGIH

SKRIPSI ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT DI SUMATERA UTARA OLEH DAVID SAHPUTRA SARAGIH SKRIPSI ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT DI SUMATERA UTARA OLEH DAVID SAHPUTRA SARAGIH 120501103 PROGRAM STUDI STRATA-1 EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PENDAPATAN REGIONAL REGIONAL INCOME

PENDAPATAN REGIONAL REGIONAL INCOME PENDAPATAN REGIONAL REGIONAL INCOME NUSA TENGGARA BARAT DALAM ANGKA 2013 NUSA TENGGARA BARAT IN FIGURES 2013 Pendapatan Regional/ BAB XI PENDAPATAN REGIONAL CHAPTER XI REGIONAL INCOME Produk Domestik

Lebih terperinci

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA RINGKASAN Apa Pengembangan kawasan konservasi masyarakat dan pengelolaan hutan berbasis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG CHAPTER XII POPULATION EXPENDITURE AND CONSUMPTION Penjelasan Teknis Technical Notes 1. Data pengeluaran dan konsumsi penduduk menurut kelompok barang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Lebih terperinci

Media Background MEWUJUDKAN KABUPATEN MALINAU SEBAGAI KABUPATEN KONSERVASI

Media Background MEWUJUDKAN KABUPATEN MALINAU SEBAGAI KABUPATEN KONSERVASI Media Background MEWUJUDKAN KABUPATEN MALINAU SEBAGAI KABUPATEN KONSERVASI Kabupaten Malinau merupakan salah satu Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Bulungan berdasarkan UU No. 47 Tahun 1999. Kabupaten

Lebih terperinci

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 GAMBARAN SEKILAS Praktek-Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBANGUN DASAR KERANGKA PENGAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI INDONESIA Apa» Kemitraan dengan Ratah

Lebih terperinci

KAJIAN HUBUNGAN KERJASAMA SUBKONTRAKTOR DAN KONTRAKTOR DI INDONESIA. Oleh: NURISRA NIM :

KAJIAN HUBUNGAN KERJASAMA SUBKONTRAKTOR DAN KONTRAKTOR DI INDONESIA. Oleh: NURISRA NIM : KAJIAN HUBUNGAN KERJASAMA SUBKONTRAKTOR DAN KONTRAKTOR DI INDONESIA Oleh: NURISRA NIM : 250 99 085 PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCA SARJANA BIDANG MANAJEMEN DAN REKAYASA KONSTRUKSI INSTITUT

Lebih terperinci

Pekerjaan yang Layak untuk Ketahanan Pangan

Pekerjaan yang Layak untuk Ketahanan Pangan Pekerjaan yang Layak untuk Ketahanan Pangan Program sektoral ILO untuk mempromosikan pekerjaan yang layak dan mata pencaharian yang berkelanjutan melalui pengembangan rantai nilai pangan berbasis pertanian

Lebih terperinci

SPATIAL PLANNING.

SPATIAL PLANNING. SPATIAL PLANNING http://parfikh.wordpress.com MEANING OF PLANNING Perencanaan = untuk memutuskan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya Perencanaan melibatkan tindakan memilih dan menghubungkan

Lebih terperinci

Sekilas Knowledge Management. agus supangat

Sekilas Knowledge Management. agus supangat Sekilas Knowledge Management agus supangat Pengetahuan adalah kapasitas untuk melakukan tindakan. Menunjukkan Intelektualitas dan mentalitas manusia (knowledge) Hirarki DIKW (DATA -> INFORMATION -> KNOWLEDGE

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN PRIORITAS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA AIR MENGGUNAKAN METODA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) DAN PROMETHEE TESIS MAGISTER

ANALISA PENENTUAN PRIORITAS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA AIR MENGGUNAKAN METODA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) DAN PROMETHEE TESIS MAGISTER ANALISA PENENTUAN PRIORITAS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA AIR MENGGUNAKAN METODA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) DAN PROMETHEE (Studi Kasus : Wilayah Sungai Mempawah Sambas Kalimantan Barat) TESIS MAGISTER

Lebih terperinci

PERANAN JICA (JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY) TERHADAP PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN MAKASSAR SKRIPSI

PERANAN JICA (JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY) TERHADAP PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN MAKASSAR SKRIPSI PERANAN JICA (JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY) TERHADAP PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN MAKASSAR 2008-2012 SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Lebih terperinci

PENGELOLAAN IRIGASI D.I CIPAMINGKIS DALAM RANGKA OTONOMI DAERAH

PENGELOLAAN IRIGASI D.I CIPAMINGKIS DALAM RANGKA OTONOMI DAERAH PENGELOLAAN IRIGASI D.I CIPAMINGKIS DALAM RANGKA OTONOMI DAERAH ABSTRAK PENGELOLAAN IRIGASI D.I CIPAMINGKIS DALAM RANGKA OTONOMI DAERAH Oleh Yusmanadi Departemen Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

TESIS. Dr. Ir. Indratmo Soekarno, MSc. Pembimbing :

TESIS. Dr. Ir. Indratmo Soekarno, MSc. Pembimbing : ANALISIS PENENTUAN PRIORITAS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIMANUK PROPINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN METODA ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) TESIS Pembimbing : Dr. Ir. Indratmo Soekarno,

Lebih terperinci

Informasi Data Pokok Kota Surabaya Tahun 2012 BAB I GEOGRAFIS CHAPTER I GEOGRAPHICAL CONDITIONS

Informasi Data Pokok Kota Surabaya Tahun 2012 BAB I GEOGRAFIS CHAPTER I GEOGRAPHICAL CONDITIONS BAB I GEOGRAFIS CHAPTER I GEOGRAPHICAL CONDITIONS Indonesia sebagai negara tropis, oleh karena itu kelembaban udara nya sangat tinggi yaitu sekitar 70 90% (tergantung lokasi - lokasi nya). Sedangkan, menurut

Lebih terperinci

Defining Baseline for REDD Ulu Masen, Aceh. Bogor, Agustus 2009

Defining Baseline for REDD Ulu Masen, Aceh. Bogor, Agustus 2009 Defining Baseline for REDD Ulu Masen, Aceh Bogor, 25-26 Agustus 2009 Forest cover & deforestation Forest Cover 1945 Forest Cover 1980 Forest Cover 1990 Forest Cover 2000 Forest Cover 2006 Deforestation

Lebih terperinci

PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER

PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER oleh JOHN PETRUS ADITIA AMBARITA I Made Pasek Diantha Made Maharta Yasa BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS

Lebih terperinci

SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN REPUBLIIK INDONESIA WHAT NEXT FOR PNPM?

SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN REPUBLIIK INDONESIA WHAT NEXT FOR PNPM? SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN REPUBLIIK INDONESIA WHAT NEXT FOR PNPM? DEPUTI SESWAPRES BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN SELAKU SEKRETARIS EKSEKUTIF TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

International & National Trends related to Countries Forest Policy & Current Issues on Forest Plantation for Community

International & National Trends related to Countries Forest Policy & Current Issues on Forest Plantation for Community International & National Trends related to Countries Forest Policy & Current Issues on Forest Plantation for Community Wiratno Director of Area Preparation for Social Forestry DG of Social Forestry and

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN RAWAT JALAN DAN RAWAT INAP PELAYANAN KESEHATAN Dl JAWA, SUMATERA, DAN KALIMANTAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN RAWAT JALAN DAN RAWAT INAP PELAYANAN KESEHATAN Dl JAWA, SUMATERA, DAN KALIMANTAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN RAWAT JALAN DAN RAWAT INAP PELAYANAN KESEHATAN Dl JAWA, SUMATERA, DAN KALIMANTAN Yuslely Usman1, Ning Sulistiyowati2, dan Noor Edi W idya Sukoco 1 Background:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK HUKUM TENTANG PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH KOTA MEDAN DENGAN PELAKSANA PERPARKIRAN MEDAN MALL DI KOTA MEDAN

KARAKTERISTIK HUKUM TENTANG PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH KOTA MEDAN DENGAN PELAKSANA PERPARKIRAN MEDAN MALL DI KOTA MEDAN KARAKTERISTIK HUKUM TENTANG PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH KOTA MEDAN DENGAN PELAKSANA PERPARKIRAN MEDAN MALL DI KOTA MEDAN TESIS Oleh : AYU HARIANTY NIM : 017011007/Magister Kenotariatan PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

ETHNOBOTANY OF PEOPLE LIVE IN AMARASI OF KUPANG, MOLLO AND AMANATUNA OF SOUTH CENTRAL TIMOR, WEST TIMOR, INDONESIA

ETHNOBOTANY OF PEOPLE LIVE IN AMARASI OF KUPANG, MOLLO AND AMANATUNA OF SOUTH CENTRAL TIMOR, WEST TIMOR, INDONESIA Media Konscrvasi Vol. VI, No. I, Agustus 1999 : 27-35 ETHNOBOTANY OF PEOPLE LIVE IN AMARASI OF KUPANG, MOLLO AND AMANATUNA OF SOUTH CENTRAL TIMOR, WEST TIMOR, INDONESIA (Etnobotani Penduduk Amarasi di

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN 2009

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN 2009 LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN 2009 Kajian Pengembangan Kompetensi Masyarakat dalam Mengelola Usaha Pariwisata Berdimensi Ekologis Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Dr. Hamidah

Lebih terperinci

ISBN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Rachmiwati Yusuf 1,2 dan Sri Swastika 1 ABSTRACT

ISBN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Rachmiwati Yusuf 1,2 dan Sri Swastika 1 ABSTRACT KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Rachmiwati Yusuf 1,2 dan Sri Swastika 1 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau 2 Program Doktor Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

Strategi Pengelolaan Kawasan Hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Provinsi Jambi

Strategi Pengelolaan Kawasan Hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Provinsi Jambi Gerihano, Eka Intan K.P, Sahat M.H. Simanjuntak Strategi Pengelolaan Kawasan Hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Provinsi Jambi JAM 14, 1 Diterima, Mei 2015 Direvisi, Juli 2015 2015 Oktober 2015

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

AKUISISI PERSEROAN TERBATAS DIHUBUNGKAN TERHADAP TERJADINYA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Abstrak

AKUISISI PERSEROAN TERBATAS DIHUBUNGKAN TERHADAP TERJADINYA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Abstrak AKUISISI PERSEROAN TERBATAS DIHUBUNGKAN TERHADAP TERJADINYA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Abstrak Arus globalisasi memiliki dampak yang luas bagi kehidupan mulai dari aspek teknologi, komunikasi sampai

Lebih terperinci

ABSTRAK ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI PAPUA

ABSTRAK ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI PAPUA ABSTRAK ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI PAPUA Ketimpangan merupakan masalah dan isu global yang dihadapi hampir semua negara berkembang maupun maju. Di Indonesia

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh Kurniawan Adiputra NIM PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

SKRIPSI. Oleh Kurniawan Adiputra NIM PROGRAM STUDI AGRIBISNIS POLA KEMITRAAN PETANI DENGAN TAMAN NASIONAL MERU BETIRI (TNMB) DAN KONTRIBUSI KEGIATAN USAHATANI DI ZONA REHABILITASI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI DESA WONOASRI KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

Lebih terperinci

ABSTRACT SITI ROMELAH. Intensive farming practices system by continuously applied agrochemicals,

ABSTRACT SITI ROMELAH. Intensive farming practices system by continuously applied agrochemicals, ABSTRACT SOIL QUALITY ANALYSIS AND ECONOMIC BENEFITS IN THE COW- PALM OIL INTEGRATED SYSTEM TO ACHIEVE SUSTAINABLE AGRICULTURE (CASE STUDY: KARYA MAKMUR VILLAGE, SUBDISTRICT PENAWAR AJI, TULANG BAWANG

Lebih terperinci

ABSTRAK. Tresa Telfia

ABSTRAK. Tresa Telfia ABSTRAK Pertanggungjawaban Pemerintah Kota Bandung Dalam Penyediaan Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Jalan Berkaitan dengan Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

Lebih terperinci

Kata Kunci: Ekspresi budaya tradisional, Tarian tradisional, Perlindungan Hukum

Kata Kunci: Ekspresi budaya tradisional, Tarian tradisional, Perlindungan Hukum vi TINJAUAN YURIDIS TARIAN TRADISIONAL DALAM RANGKA EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL YANG DIGUNAKAN WARGA NEGARA ASING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA ABSTRAK Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANTI DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL: SINKRONISASI PERATURAN ANTI DUMPING INDONESIA TERHADAP WTO ANTI DUMPING AGREEMENT

ANTI DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL: SINKRONISASI PERATURAN ANTI DUMPING INDONESIA TERHADAP WTO ANTI DUMPING AGREEMENT ANTI DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL: SINKRONISASI PERATURAN ANTI DUMPING INDONESIA TERHADAP WTO ANTI DUMPING AGREEMENT TESIS Oleh : RITA ERLINA 047005012/HK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU DEFORESTASI HUTAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS PROVINSI PAPUA)

ANALISIS LAJU DEFORESTASI HUTAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS PROVINSI PAPUA) ANALISIS LAJU DEFORESTASI HUTAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS PROVINSI PAPUA) La Ode Muh. Yazid Amsah 1, Drs. H. Samsu Arif, M.Si 2, Syamsuddin, S.Si, MT 2 Program Studi Geofisika Jurusan

Lebih terperinci

Hubungan Industri Dengan Lingkungan Sosial Masyarakat Menetap (Studi Kasus: Tipologi Lingkungan Industri Sedang di Jalan Raya Bogor)

Hubungan Industri Dengan Lingkungan Sosial Masyarakat Menetap (Studi Kasus: Tipologi Lingkungan Industri Sedang di Jalan Raya Bogor) Universitas Indonesia Library >> UI - Tesis (Membership) Hubungan Industri Dengan Lingkungan Sosial Masyarakat Menetap (Studi Kasus: Tipologi Lingkungan Industri Sedang di Jalan Raya Bogor) Deskripsi Dokumen:

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM TANAH KERING BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN HERI EKA SAPUTRA

KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM TANAH KERING BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN HERI EKA SAPUTRA KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM TANAH KERING BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN HERI EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN

Lebih terperinci