Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah. Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah. Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya"

Transkripsi

1 Ringkasan Eksekutif Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Kerjasama : Tahun 2014 Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

2 RINGKASAN Provinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terbentuk berdasarkan Undang-undang No. 21 Tahun 1958 tentang penetapan Undang Undang No. 10 Tahun 1957 tentang pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah dan perubahan Undang Undang No. 25 Tahun 1956 tentang pembentukan Daerah-daerah swatantra Tingkat I Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 53), sebagai Undang-undang. Diberlakukannya Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang Undang No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah menjamin sepenuhnya pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan sektor pertanian. Berdasarkan data BPS Provinsi Kalimantan Tengah (2014) perekonomian Kalimantan Tengah selama tahun 2013 meningkat dibanding tahun 2012, ditandai dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,37 persen. Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun 2013 adalah sektor Pertambangan dan Penggalian yang tumbuh sebesar 15,35 persen, setelah sebelumnya tumbuh melambat pada tahun Sektor lain yang pertumbuhannya tinggi antara lain sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar 11,66 persen dan sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 11,21 persen. Selama tiga tahun terakhir, distribusi PDRB Kalimantan Tengah didominasi sektor Pertanian, dan pada tahun 2013 sebesar 27,11 persen. Kontributor kedua terbesar adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (21,49%) kemudian disusul sektor Jasa-jasa (13,69%). Untuk mendukung pembangunan sektor pertanian tersebut telah disusun kerangka kerja yang terencana dan terarah yang tertuang dalam Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun Penyusunan Master Plan Kawasan Pertanian ini terlaksana berkat kerjasama swakelola antara Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah dan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya Tahun Anggaran Master Plan Kawasan Pertanian merupakan suatu rencana strategis untuk menempatkan pertanian yang tangguh sebagai core bussiness suatu daerah. Adanya suatu penataan pemanfaatan ruang pertanian yang terencana Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

3 dengan baik, lebih terarah dan lebih optimal. Oleh karena itu, Master Plan Kawasan Pertanian berisikan pedoman pembangunan pertanian sebagai acuan penataan ruang pertanian melalui pengembangan komoditas unggulan untuk menciptakan sistem pertanian yang lebih produktif, aman dan berkelanjutan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas ha, masih terdapat areal yang sesuai (S) pengembangan sektor pertanian dan peternakan seluas ha. Luas lahan yang sesuai (S) aktual dan sesuai (S) potensial untuk masing-masing tanaman, adalah sebagai berikut : 1). Tanaman Pangan Tanaman Padi Luas lahan yang sesuai (S) aktual untuk tanaman padi di Kabupaten Barito Selatan ( ha); Kabupaten Barito Timur ( ha); Kabupaten Barito Utara (5.602 ha); Kabupaten Gunung Mas ( ha); Kabupaten Kapuas ( ha); Kabupaten Katingan ( ha); Kabupaten Kotawaringin Barat ( ha); Kabupaten Kotawaringin Timur ( ha); Kabupaten Lamandau (6.445 ha); Kabupaten Murung Raya (6.436 ha); Kota Palangka Raya ( ha); Kabupaten Pulang Pisau ( ha); Kabupaten Seruyan ( ha); dan Kabupaten Sukamara (9.552 ha). Dengan luas lahan yang sesuai (S) aktual terbesar untuk tanaman padi berada di Kabupaten Kapuas ( ha). Sedangkan lahan sesuai (S) aktual untuk dikembangkan tanaman padi di Provinsi Kalimantan Tengah seluas ha. Kemudian lahan yang sesuai (S) potensial dikembangkan untuk tanaman padi di Kabupaten Barito Selatan ( ha); Kabupaten Barito Timur (6.321 ha); Kabupaten Barito Utara (8.940 ha); Kabupaten Gunung Mas ( ha); Kabupaten Kapuas ( ha); Kabupaten Katingan ( ha); Kabupaten Kotawaringin Barat ( ha); Kabupaten Kotawaringin Timur ( ha); Kabupaten Lamandau (7.594 ha); Kabupaten Murung Raya (4.633 ha); Kota Palangka Raya ( ha); Kabupaten Pulang Pisau ( ha); Kabupaten Seruyan ( ha); dan Kabupaten Sukamara ( ha). Dengan luas lahan Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

4 terbesar yang sesuai (S) potensial dikembangkan untuk tanaman padi berada di Kabupaten Katingan ( ha). Sedangkan lahan sesuai (S) potensial untuk dikembangkan tanaman padi di Kalimantan Tengah seluas ha. Tanaman Jagung Luas lahan yang sesuai (S) aktual untuk tanaman jagung di Kabupaten Barito Selatan ( ha); Kabupaten Barito Timur ( ha); Kabupaten Barito Utara (5.601 ha); Kabupaten Gunung Mas ( ha); Kabupaten Kapuas ( ha); Kabupaten Katingan ( ha); Kabupaten Kotawaringin Barat ( ha); Kabupaten Kotawaringin Timur ( ha); Kabupaten Lamandau (659 ha); Kabupaten Murung Raya (6.436 ha); Kota Palangka Raya ( ha); Kabupaten Pulang Pisau ( ha); Kabupaten Seruyan ( ha); dan Kabupaten Sukamara (8.877 ha). Dengan luas lahan yang sesuai (S) aktual terbesar untuk tanaman jagung berada di Kabupaten Kapuas ( ha). Sedangkan lahan sesuai (S) aktual untuk dikembangkan tanaman jagung di Provinsi Kalimantan Tengah seluas ha. Kemudian luas lahan yang sesuai (S) potensial dikembangkan untuk tanaman jagung di Kabupaten Barito Selatan ( ha); Kabupaten Barito Timur (4.942 ha); Kabupaten Barito Utara (8.940 ha); Kabupaten Gunung Mas ( ha); Kabupaten Kapuas ( ha); Kabupaten Katingan ( ha); Kabupaten Kotawaringin Barat ( ha); Kabupaten Kotawaringin Timur ( ha); Kabupaten Lamandau (2.723 ha); Kabupaten Murung Raya (4.633 ha); Kota Palangka Raya ( ha); Kabupaten Pulang Pisau ( ha); Kabupaten Seruyan ( ha); dan Kabupaten Sukamara ( ha). Dengan luas lahan terbesar yang sesuai (S) potensial dikembangkan untuk tanaman jagung berada di Kabupaten Katingan ( ha). Sedangkan lahan sesuai (S) potensial untuk dikembangkan tanaman jagung di Kalimantan Tengah seluas ha. Tanaman Kedelai Luas lahan yang sesuai (S) aktual untuk tanaman kedelai di Kabupaten Barito Selatan ( ha); Kabupaten Barito Timur (412 ha); Kabupaten Barito Utara (3.873 ha); Kabupaten Gunung Mas (9.929 ha); Kabupaten Kapuas ( ha); Kabupaten Katingan ( ha); Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

5 Kabupaten Kotawaringin Barat ( ha); Kabupaten Kotawaringin Timur ( ha); Kabupaten Lamandau (5.882 ha); Kabupaten Murung Raya (6.436 ha); Kota Palangka Raya ( ha); Kabupaten Pulang Pisau ( ha); Kabupaten Seruyan ( ha); dan Kabupaten Sukamara (1.172 ha). Dengan luas lahan yang sesuai (S) aktual terbesar untuk tanaman kedelai berada di Kabupaten Kapuas ( ha). Sedangkan lahan sesuai (S) aktual untuk dikembangkan tanaman kedelai di Provinsi Kalimantan Tengah seluas ha. Kemudian lahan yang sesuai (S) potensial dikembangkan untuk tanaman kedelai di Kabupaten Barito Selatan ( ha); Kabupaten Barito Timur (1.156 ha); Kabupaten Barito Utara (4.217 ha); Kabupaten Gunung Mas (6.072 ha); Kabupaten Kapuas ( ha); Kabupaten Katingan ( ha); Kabupaten Kotawaringin Barat ( ha); Kabupaten Kotawaringin Timur ( ha); Kabupaten Lamandau (5.186 ha); Kabupaten Murung Raya (4.633 ha); Kota Palangka Raya ( ha); Kabupaten Pulang Pisau ( ha); Kabupaten Seruyan ( ha); dan Kabupaten Sukamara (6.778 ha). Dengan luas lahan terbesar yang sesuai (S) potensial dikembangkan untuk tanaman kedelai berada di Kabupaten Katingan ( ha). Sedangkan lahan sesuai (S) potensial untuk dikembangkan tanaman kedelai di Kalimantan Tengah seluas ha. 2). Komoditas Tanaman Hortikultura Tanaman Jeruk Luas lahan yang sesuai (S) aktual untuk tanaman jeruk di Kabupaten Barito Selatan ( ha); Kabupaten Barito Timur (1.080 ha); Kabupaten Barito Utara (6.875 ha); Kabupaten Gunung Mas ( ha); Kabupaten Kapuas ( ha); Kabupaten Katingan ( ha); Kabupaten Kotawaringin Barat (9.413 ha); Kabupaten Kotawaringin Timur ( ha); Kabupaten Lamandau (5.882 ha); Kabupaten Murung Raya (7.935 ha); Kota Palangka Raya (5.639 ha); Kabupaten Pulang Pisau (8.139 ha); Kabupaten Seruyan ( ha); dan Kabupaten Sukamara (807 ha). Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

6 Dengan luas lahan yang sesuai (S) aktual terbesar untuk tanaman jeruk berada di Kabupaten Katingan ( ha). Sedangkan lahan sesuai (S) aktual untuk dikembangkan tanaman jeruk di Provinsi Kalimantan Tengah seluas ha. Kemudian lahan yang sesuai (S) potensial dikembangkan untuk tanaman jeruk di Kabupaten Barito Selatan (8.422 ha); Kabupaten Barito Timur (324 ha); Kabupaten Barito Utara (8.394 ha); Kabupaten Gunung Mas (6.385 ha); Kabupaten Kapuas (7.136 ha); Kabupaten Katingan ( ha); Kabupaten Kotawaringin Barat (6.351 ha); Kabupaten Kotawaringin Timur ( ha); Kabupaten Lamandau (5.186 ha); Kabupaten Murung Raya (8.554 ha); Kota Palangka Raya (1.126 ha); Kabupaten Pulang Pisau (8.203 ha); Kabupaten Seruyan ( ha); dan Kabupaten Sukamara (2.747 ha). Dengan luas lahan terbesar yang sesuai (S) potensial dikembangkan untuk tanaman jeruk berada di Kabupaten Katingan ( ha). Sedangkan lahan sesuai (S) potensial untuk dikembangkan tanaman jeruk di Kalimantan Tengah seluas ha. Tanaman Mangga Luas lahan yang sesuai (S) aktual untuk tanaman mangga di Kabupaten Barito Selatan ( ha); Kabupaten Barito Timur (407 ha); Kabupaten Barito Utara (2.828 ha); Kabupaten Kapuas ( ha); Kabupaten Katingan ( ha); Kabupaten Kotawaringin Barat ( ha); Kabupaten Kotawaringin Timur ( ha); Kabupaten Murung Raya (56 ha); Kota Palangka Raya (5.639 ha); Kabupaten Pulang Pisau ( ha); Kabupaten Seruyan (7.591 ha); dan Kabupaten Sukamara (839 ha). Dengan luas lahan yang sesuai (S) aktual terbesar untuk tanaman mangga berada di Kabupaten Kapuas ( ha). Sedangkan lahan sesuai (S) aktual untuk dikembangkan tanaman mangga di Provinsi Kalimantan Tengah seluas ha. Kemudian lahan yang sesuai (S) potensial dikembangkan untuk tanaman mangga di Kabupaten Barito Selatan ( ha); Kabupaten Barito Timur (322 ha); Kabupaten Barito Utara (2.362 ha); Kabupaten Kapuas (7.837 ha); Kabupaten Katingan ( ha); Kabupaten Kotawaringin Barat ( ha); Kabupaten Kotawaringin Timur Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

7 ( ha); Kota Palangka Raya (1.126 ha); Kabupaten Pulang Pisau (4.056 ha); Kabupaten Seruyan ( ha); dan Kabupaten Sukamara (5.969 ha). Dengan luas lahan terbesar yang sesuai (S) potensial dikembangkan untuk tanaman mangga berada di Kabupaten Katingan ( ha). Sedangkan lahan sesuai (S) potensial untuk dikembangkan tanaman mangga di Kalimantan Tengah seluas ha. Tanaman Pisang Luas lahan yang sesuai (S) aktual untuk tanaman pisang di Kabupaten Barito Selatan (1.571 ha); Kabupaten Barito Timur (6.506 ha); Kabupaten Barito Utara ( ha); Kabupaten Gunung Mas (3.168 ha); Kabupaten Kapuas (2.023 ha); Kabupaten Katingan (9.222 ha); Kabupaten Kotawaringin Barat (3.015 ha); dan Kabupaten Kotawaringin Timur ( ha); Kabupaten Lamandau (6.288 ha); Kabupaten Murung Raya ( ha); Kabupaten Seruyan (9.363 ha); dan Kabupaten Sukamara (334 ha). Dengan luas lahan yang sesuai (S) aktual terbesar untuk tanaman pisang berada di Kabupaten Murung Raya ( ha). Sedangkan lahan sesuai (S) aktual untuk dikembangkan tanaman pisang di Provinsi Kalimantan Tengah seluas ha. Kemudian lahan yang sesuai (S) potensial dikembangkan untuk tanaman pisang di Kabupaten Barito Selatan (1.262 ha); Kabupaten Barito Timur (3.356 ha); Kabupaten Barito Utara ( ha); Kabupaten Gunung Mas (2.503 ha); Kabupaten Kapuas (621 ha); Kabupaten Katingan ( ha); Kabupaten Kotawaringin Barat (2.663 ha); Kabupaten Kotawaringin Timur ( ha); Kabupaten Lamandau (5.268 ha); Kabupaten Murung Raya ( ha); Kabupaten Seruyan (7.856 ha); dan Kabupaten Sukamara (797 ha). Dengan luas lahan terbesar yang sesuai (S) potensial dikembangkan untuk tanaman pisang berada di Kabupaten Murung Raya ( ha). Sedangkan lahan sesuai (S) potensial untuk dikembangkan tanaman pisang di Kalimantan Tengah seluas ha. Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

8 3) Areal Pengembangan Peternakan Dalam rangka meningkatkan penyediaan dan keamanan pangan hewani, dan peternakan yang berkelanjutan, khususnya di Provinsi Kalimantan Tengah dirasa perlu untuk dilakukan analisis kesesuaian lahan untuk pengembangan areal peternakan. Adapun hasil analisis kesesuaian untuk areal pengembangan peternakan yang dapat dikembangkan pada penutupan lahannya belukar rawa dan semak/belukar disajikan pada Tabel Lampiran 7. Berdasarkan Tabel Lampiran 7, kesesuaian lahan yang sesuai (S) aktual di Provinsi Kalimantan Tengah hanya terdapat di Kabupaten Barito Selatan seluas 1,591 ha (belukar rawa), dan kesesuai lahan yang sesuai (S) aktual di Provinsi Kalimantan Tengah seluas ha. Sedangkan kesesuaian lahan yang sesuai (S) potensial untuk Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Katingan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Murung Raya, Kota Palangka Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Seruyan, dan Kabupaten Sukamara berturut-turut adalah : belukar rawa ha dan semak/belukar ha ( ha); belukar rawa ha dan semak/belukar ha ( ha); belukar rawa 6 ha dan semak/belukar ha ( ha); belukar rawa ha dan semak/belukar ha ( ha); belukar rawa ha dan semak/belukar ha ( ha); belukar rawa 81,933 ha dan semak/belukar ha ( ha); belukar rawa ha dan semak/belukar ha ( ha); belukar rawa ha dan semak/belukar ha ( ha); belukar rawa ha dan semak/belukar ha (5.049 ha); semak/belukar ha (5.610 ha); belukar rawa ha dan semak/belukar ha ( ha); belukar rawa ha dan semak/belukar ha ( ha); belukar rawa ha dan semak/belukar ha ( ha); dan belukar rawa ha dan semak/belukar ha. Luas areal terbesar kesesuaian lahan yang sesuai (S) potensial terdapat di Kabupaten Katingan seluas ha. Selanjutnya luas areal yang sesuai (S) potensial di Provinsi Kalimantan Tengah untuk pengembangan areal peternakan adalah ha. Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

9 Beberapa saran-saran perbaikan yang perlu dipertimbangkan oleh penentu kebijakan di daerah, terutama berkaitan dengan rendahnya sumberdaya manusia, baik kualitas maupun kuantitas yang merupakan penghambat utama pembangunan pertanian Provinsi Kalimantan Tengah. Peningkatan sumberdaya manusia ini, perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Tidak saja petani, perbaikan kualitas dan kuantitas aparat penyuluh juga perlu dilakukan. Aparat penyuluh pertanian perlu ditambah sehingga satu unit kawasan pertanian atau peternakan dapat dilayani oleh seorang penyuluh. Tenaga penyuluh pertanian lapangan yang diangkat sebaiknya dari masyarakat lokal setempat, sedangkan penyuluh pertanian spesialis dapat saja berasal dari daerah lain di luar provinsi. Untuk menyiapkan tenaga penyuluh lapangan yang langsung turun ke lapangan membina petani, diperlukan adanya atau menambah sekolah-sekolah menengah khusus (SMK) pertanian atau mengangkat tenaga kerja yang berasal dari lulusan pertanian. Selain perbaikan sumberdaya manusia, infrastruktur wilayah seperti sarana dan prasarana perhubungan yang menghambat jangkauan pelayanan pemerintah merupakan kendala pembangunan pertanian pada berbagai skala juga perlu ditingkatkan. Karena adanya sentra-sentra komoditas pertanian unggulan yang baru sangat memerlukan prasarana yang memadai untuk mendukung pengembangan perekonomian daerah. Selain itu pembenahan prasarana perekonomian ini sekaligus membuka daerah-daerah terisolir. Percepatan pembangunan pertanian Provinsi Kalimantan Tengah tidak saja terkendala oleh rendahnya sumberdaya manusia dan ketersediaan infrastruktur, juga status hak ulayat dan adat. Untuk itu pemerintah dan investor dan pemangku adat perlu membicarakan jalan keluar yang terbaik terhadap pengalihan hak pengusahaan lahan untuk keperluan investasi karena ketidakjelasan pengalihan hak atas lahan akan menghambat masuknya investasi bukan hanya dalam bidang pertanian tetapi juga terhadap sektor lainnya. Untuk itu perlu ketegasan dalam penerapan peraturan daerah (Perda) yang mengatur hak penguasaan lahan yang disepakati oleh semua pihak tetapi tetap sejalan dengan peraturan perundangan yang terkait pada tingkat nasional. Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

10 Kegiatan usahatani di Kalimantan Tengah, khususnya di lahan pasang surut dihadapkan pada permasalahan lahan yang umumnya mempunyai karakteristik tingkat keasaman tinggi dan miskin bahan organik (kurang subur). Pengolahan lahan untuk memperbaiki struktur tanah memerlukan pupuk organik yaitu pupuk kandang/kompos. Permasalahan yang dijumpai adalah kelangkaan pupuk kandang, yang dikhawatirkan akan menyebabkan penggunaan pupuk organik (pupuk kimia) menjadi terlalu tinggi takarannya sehingga meningkatkan biaya produksi. Penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan dalam jangka waktu yang panjang dapat menurunkan kesuburan lahan karena terjadinya perubahan tekstur tanah, menurunkan kesuburan lahan dan berkurangnya potensi ketersediaan unsur hara yang dapat diserap tanaman. Untuk mengatasi rendahnya produktivitas tanaman serta memacu peningkatan populasi ternak secara simultan yaitu dengan menerapkan pola integrasi atau crop livestock system (CLS). Pola ini sesuai diterapkan karena berkaitan pula dengan adanya kompetisi penggunaan lahan dimana pengembangan komoditas tidak bias lagi secara monokultur. Selain itu, keterkaitan antara tanaman dengan ternak diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan lokal dan dalam UU No. 7 tahun 1996 ketahanan pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga (tersedia pangan cukup jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau). Ada tiga fungsi pokok integrasi tanaman-ternak, perbaikan kesejahteraan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi dan ketahanan pangan serta memelihara keberlanjutan lingkungan. Kegiatan budidaya tanaman dengan ternak melalui pendekatan secara integrasi dilaksanakan dengan tujuan untuk : 1. mendukung upaya peningkatan kandungan bahan organik lahan pertanian melalui penyediaan pupuk organik yang memadai, 2. mendukung upaya peningkatan produktivitas tanaman, 3. mendukung upaya peningkatan produktivitas daging, 4. mendukung peningkatan populasi ternak, 5. meningkatkan pendapatan petani/pelaku pertanian. Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

11 Sebagian besar petani di Provinsi Kalimantan Tengah sudah menerapkan sistem usaha tani antara tanaman dan ternak, namun produktivitasnya relatif masih rendah sehingga pendapatan rumah tangga petani juga masih rendah. Hal ini disebabkan karena belum ada sinergisme dari masing-masing sub sistem produksi (tanaman dan ternak) sehingga kegiatan usahatani tanaman dan ternak belum terintegrasi secara benar dan sifatnya masih usahatani campuran (mix farming). Pola integrasi antara tanaman dan ternak serta konservasi lahan dengan sentuhan teknologi yang tepat akan dapat memberikan nilai tambah bagi petani dan merubah wawasan petani dalam meningkatkan taraf hidupnya. Tanaman pangan, misalnya padi dan jagung, menghasilkan limbah berupa jerami. Jerami tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak untuk menggantikan sebagian rumput sehingga akan membantu mengurangi kebutuhan rumput terutama pada musim kemarau dimana rumput relatif sulit diperoleh, bahkan dimungkinkan pula menggantikan rumput hingga 100%. Melalui teknologi pengolahan jerami (misalnya fermentasi jerami) pakan tersebut bisa tersedia sepanjang tahun dengan kualitas yang baik. Lahan di Kalimantan Tengah pada umumnya miskin unsur hara, kotoran ternak sangat bermanfaat dijadikan sebagai pupuk. Selain untuk memupuk tanaman sisanya bisa dijual untuk tambahan pendapatan. Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

12 Tabel Lampiran 1. Luas Areal dan Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pisang Kabupaten/Kota Lahan Berhutan Lahan Berhutan Lahan Tidak Berhutan Lahan Tidak Berhutan Kesesuaian Aktual Kesesuaian Potensial Grand Total APL HPK Total APL HPK Total Barito Selatan , ,862 2,832 1,571 1,262 Barito Timur ,506 3,240 9,746 9,862 6,506 3,356 Barito Utara 5,310 6,652 11,961 11,779 6,561 18,340 30,301 11,779 18,522 Gunung Mas ,168 2,366 5,534 5,672 3,168 2,503 Kapuas , ,451 2,644 2, Katingan 445 5,647 6,092 9,222 14,802 24,024 30,116 9,222 20,895 Kotawaringin Barat ,404 3,015 1,260 4,275 5,679 3,015 2,663 Kotawaringin Timur 1,243 1,901 3,144 18,239 19,821 38,060 41,204 18,239 22,965 Lamandau ,621 6,288 3,647 9,935 11,556 6,288 5,268 Murung Raya 1,431 5,848 7,280 20,950 23,629 44,579 51,858 20,950 30,909 Seruyan 1, ,285 9,363 5,570 14,933 17,218 9,363 7,856 Sukamara ,101 1, Grand Total 12,465 22,768 35,233 92,456 82, , ,073 92, ,617 Tabel Lampiran 2. Luas Areal dan Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jagung Kabupaten/Kota Lahan Berhutan Lahan Berhutan Lahan Tidak Berhutan Lahan Tidak Berhutan Kesesuaian Aktual Kesesuaian Potensial Grand Total APL HPK Total APL HPK Total Barito Selatan 773 1,916 2,689 55,298 10,234 65,532 68,220 55,298 12,922 Barito Timur 3, ,079 14, ,723 19,802 14,859 4,942 Barito Utara 655 1,145 1,799 5,601 7,141 12,742 14,541 5,601 8,940 Gunung Mas 450 4,799 5,249 12,316 17,491 29,806 35,055 12,316 22,740 Kapuas 2,559 8,338 10, ,039 15, , , ,039 25,997 Katingan 7,716 49,510 57,226 46,700 83, , ,375 46, ,675 Kotawaringin Barat 10,413 34,942 45,355 34,910 17,607 52,517 97,872 34,910 62,962 Kotawaringin Timur 5,134 10,963 16,097 61,433 88, , ,793 61, ,360 Lamandau 606 1,454 2, ,323 3, ,723 Murung Raya ,436 4,633 11,069 11,069 6,436 4,633 Palangkaraya 1,024 4,383 5,407 20,166 29,047 49,213 54,619 20,166 34,454 Pulang Pisau 191 3,575 3,765 53,518 16,504 70,022 73,788 53,518 20,269 Seruyan 2,354 7,209 9,564 21,152 32,012 53,164 62,727 21,152 41,576 Sukamara 7,363 2,614 9,977 8,877 12,613 21,491 31,468 8,877 22,590 Grand Total 42, , , , , ,585 1,008, , ,782 Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

13 Tabel Lampiran 3. Luas Areal dan Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Kabupaten/Kota Lahan Berhutan Lahan Berhutan Lahan Tidak Berhutan Lahan Tidak Berhutan Kesesuaian Aktual Kesesuaian Potensial Grand Total APL HPK Total APL HPK Total Barito Selatan 966 2,605 3,571 57,943 10,548 68,491 72,062 57,943 14,118 Barito Timur 3,930 1,300 5,230 16,756 1,091 17,848 23,078 16,756 6,321 Barito Utara 655 1,145 1,799 5,602 7,141 12,742 14,542 5,602 8,940 Gunung Mas 480 4,903 5,383 14,733 19,316 34,049 39,432 14,733 24,700 Kapuas 5,017 9,112 14, ,808 15, , , ,808 29,321 Katingan 9,992 62,916 72,908 64, , , ,677 64, ,874 Kotawaringin Barat 12,432 40,150 52,582 39,922 20,881 60, ,385 39,922 73,463 Kotawaringin Timur 7,534 13,326 20,859 87, , , ,673 87, ,451 Lamandau 1,351 2,311 3,662 6,445 3,932 10,377 14,039 6,445 7,594 Murung Raya ,436 4,633 11,069 11,069 6,436 4,633 Palangkaraya 1,267 4,383 5,650 21,387 29,047 50,434 56,084 21,387 34,697 Pulang Pisau 404 4,240 4,644 60,148 17,756 77,903 82,547 60,148 22,400 Seruyan 5,090 17,662 22,752 33,699 47,966 81, ,418 33,699 70,718 Sukamara 11,836 5,071 16,907 9,552 16,043 25,596 42,503 9,552 32,950 Grand Total 60, , , , ,103 1,028,560 1,258, , ,178 Tabel Lampiran 4. Luas Areal dan Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kedelai Kabupaten/Kota Lahan Berhutan Lahan Berhutan Lahan Tidak Berhutan Lahan Tidak Berhutan Kesesuaian Aktual Kesesuaian Potensial Grand Total APL HPK Total APL HPK Total Barito Selatan 543 1,604 2,147 46,427 9,697 56,124 58,271 46,427 11,844 Barito Timur , ,156 Barito Utara ,873 3,948 7,822 8,090 3,873 4,217 Gunung Mas ,929 5,811 15,740 16,002 9,929 6,072 Kapuas 2,083 3,545 5, ,596 5, , , ,596 11,380 Katingan 5,683 37,197 42,880 41,974 68, , ,734 41, ,760 Kotawaringin Barat 1,785 15,826 17,611 11,269 8,275 19,543 37,155 11,269 25,886 Kotawaringin Timur 3,238 8,082 11,319 51,192 65, , ,616 51,192 76,423 Lamandau 768 1,018 1,786 5,882 3,400 9,282 11,068 5,882 5,186 Murung Raya ,436 4,633 11,069 11,069 6,436 4,633 Palangkaraya 802 1,595 2,397 15,690 16,790 32,480 34,877 15,690 19,187 Pulang Pisau 169 2,962 3,131 49,883 12,182 62,065 65,196 49,883 15,313 Seruyan 2,780 3,280 6,060 14,729 17,979 32,708 38,768 14,729 24,039 Sukamara 2,683 1,292 3,975 1,172 2,803 3,975 7,950 1,172 6,778 Grand Total 20,842 77,222 98, , , , , , ,872 Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

14 Tabel Lampiran 5. Luas Areal dan Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jeruk Kabupaten/Kota Lahan Berhutan Lahan Berhutan Lahan Tidak Berhutan Lahan Tidak Berhutan Kesesuaian Aktual Kesesuaian Potensial Grand Total APL HPK Total APL HPK Total Barito Selatan ,612 7,507 25,118 26,033 17,612 8,422 Barito Timur , ,368 1,404 1, Barito Utara 2,074 1,653 3,727 6,875 4,667 11,542 15,269 6,875 8,394 Gunung Mas ,460 6,121 16,581 16,845 10,460 6,385 Kapuas 672 1,722 2,395 12,434 4,741 17,175 19,570 12,434 7,136 Katingan 2,203 10,805 13,009 32,792 45,847 78,638 91,647 32,792 58,855 Kotawaringin Barat 1,112 1,441 2,553 9,413 3,798 13,211 15,764 9,413 6,351 Kotawaringin Timur 2,388 6,314 8,701 18,696 21,160 39,856 48,557 18,696 29,862 Lamandau 768 1,018 1,786 5,882 3,400 9,282 11,068 5,882 5,186 Murung Raya ,935 7,788 15,724 16,489 7,935 8,554 Palangkaraya ,639 1,126 6,765 6,765 5,639 1,126 Pulang Pisau ,139 8,049 16,188 16,342 8,139 8,203 Seruyan 2,730 2,496 5,226 14,824 11,017 25,841 31,067 14,824 16,243 Sukamara 816 1,152 1, ,585 3, ,747 Grand Total 13,351 28,147 41, , , , , , ,784 Tabel Lampiran 6. Luas Areal dan Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Mangga Kabupaten/Kota Lahan Berhutan Lahan Berhutan Lahan Tidak Berhutan Lahan Tidak Berhutan Kesesuaian Aktual Kesesuaian Potensial Grand Total APL HPK Total APL HPK Total Barito Selatan ,078 46,417 9,676 56,093 57,171 46,417 10,754 Barito Timur Barito Utara ,828 2,340 5,168 5,190 2,828 2,362 Kapuas 1,555 1,709 3, ,923 4, , , ,923 7,837 Katingan 4,246 8,912 13,158 28,870 43,242 72,112 85,270 28,870 56,400 Kotawaringin Barat 1,561 11,550 13,111 10,126 6,320 16,446 29,557 10,126 19,431 Kotawaringin Timur 1,295 4,880 6,175 31,223 44,494 75,716 81,891 31,223 50,669 Murung Raya Palangkaraya ,639 1,126 6,765 6,765 5,639 1,126 Pulang Pisau ,753 4,026 46,779 46,808 42,753 4,056 Seruyan 1,326 2,567 3,893 7,591 13,443 21,034 24,927 7,591 17,336 Sukamara 2,683 1,259 3, ,027 2,867 6, ,969 Grand Total 13,253 31,479 44, , , , , , ,261 Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

15 Tabel Lampiran 7. Luas Areal dan Kesesuaian Lahan Peternakan Kabupaten Penutupan Lahan Kawasan Hutan/Non Kesesuaian Kesesuaian Total APL HPK Aktual Potensial Barito Selatan Belukar Rawa 33,524 6,004 39,528 1,591 37,937 Semak / Belukar 20,341 1,868 22,209 22,209 Barito Selatan Total 53,865 7,872 61,737 1,591 60,146 Barito Timur Belukar Rawa 5, ,068-6,068 Semak / Belukar 6, ,315-6,315 Barito Timur Total 11, ,383-12,383 Barito Utara Belukar Rawa Semak / Belukar 5,052 4,963 10,015-10,015 Barito Utara Total 5,052 4,969 10,021-10,021 Gunung Mas Belukar Rawa 513 1,850 2,363-2,363 Semak / Belukar 14,875 20,574 35,449-35,449 Gunung Mas Total 15,388 22,424 37,812-37,812 Kapuas Belukar Rawa 83,185 1,756 84,941-84,941 Semak / Belukar 16,814 7,463 24,277-24,277 Kapuas Total 99,999 9, , ,218 Katingan Belukar Rawa 24,218 57,715 81,933-81,933 Semak / Belukar 11,756 22,765 34,521-34,521 Katingan Total 35,974 80, , ,454 Kotawaringin Barat Belukar Rawa 21,143 14,623 35,766-35,766 Semak / Belukar 4,085 2,943 7,028-7,028 Kotawaringin Barat Total 25,228 17,566 42,794-42,794 Kotawaringin Timur Belukar Rawa 22,991 24,284 47,275-47,275 Semak / Belukar 23,499 40,272 63,771-63,771 Kotawaringin Timur Total 46,490 64, , ,046 Lamandau Belukar Rawa ,606-1,606 Semak / Belukar 2, ,443-3,443 Lamandau Total 3,529 1,520 5,049-5,049 Murung Raya Semak / Belukar 3,046 2,564 5,610-5,610 Murung Raya Total 3,046 2,564 5,610-5,610 Palangka Raya Belukar Rawa 15,264 28,444 43,708-43,708 Semak / Belukar 1,658 5,847 7,505-7,505 Palangka Raya Total 16,922 34,291 51,213-51,213 Pulang Pisau Belukar Rawa 37,661 11,341 49,002-49,002 Semak / Belukar 4,104 5,101 9,205-9,205 Pulang Pisau Total 41,765 16,442 58,207-58,207 Seruyan Belukar Rawa 15,232 27,474 42,706-42,706 Semak / Belukar 3,987 4,991 8,978-8,978 Seruyan Total 19,219 32,465 51,684-51,684 Sukamara Belukar Rawa 3,188 10,313 13,501-13,501 Semak / Belukar 1,062 1,172 2,234-2,234 Sukamara Total 4,250 11,485 15,735-15,735 Grand Total 382, , ,963 1, ,963 Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

16 Master Plan Kawasan Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah Tahun Ringkasan

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG 1 BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI SERUYAN, Menimbang

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 13/12/Th. VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 29.083 RUMAH TANGGA, TURUN 36,17 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah rumah tangga usaha

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 12/07/62/Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014, PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 944 TON, CABAI RAWIT SEBESAR 4.116 TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung Program Peningkatan

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SALINAN BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN

Lebih terperinci

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah TINJAUAN KINERJA EKONOMI REGIONAL: STUDI EMPIRIS : PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2003 2007 OLEH : ERNAWATI PASARIBU, S.Si, ME *) Latar Belakang Kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan selama ini dalam prakteknya

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH (ANGKA SEMENTARA)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH (ANGKA SEMENTARA) No. 13/09/62/Th. VII, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2013 SEBANYAK 270.862

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 No. 13/07/62Th.VIII, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Kalimantan Tengah

Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Kalimantan Tengah BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Kalimantan Tengah Hasil pendaftaran Sensus Ekonomi 2016 (SE2016) berjumlah 237.092

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH, AGUSTUS 2010

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH, AGUSTUS 2010 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH, AGUSTUS 2010 No. 02/01/62/Th.IV, 1 DESEMBER 2010 Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2010 mencapai 1.066.733 orang berkurang sekitar 34.279 orang dibandingkan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2012 No. 08/11/62/Th.VI, 5 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2012 Agustus 2012 : Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan Tengah Sebesar 3,17 persen Jumlah angkatan

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG DAERAH KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa Organisasi dan tata Kerja Dinas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70 tahun yang lalu. Pada tahun 1945 1960, ada dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang

Lebih terperinci

Bidang Tanaman Pangan

Bidang Tanaman Pangan Bidang Tanaman Pangan SASARAN Dinas Tan. Pangan, Horti. & Peternakan Kalimantan Tengah 1 Meningkatkan Jumlah Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; 2 Meningkatkan Jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem pemerintahan sentralistik. Sistem pemerintahan sentralistik tersebut tercermin dari dominasi pemerintah pusat

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PADA DINAS KEHUTANAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN TENGAH

PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN TENGAH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN TENGAH Disampaikan pada FIELD TRIP THE FOREST DIALOGUE KE PT. WINDU NABATINDO LESTARI PUNDU, 17 MARET 2014 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DINAS

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2014 No.08/11/62/Th.VIII, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2014 Agustus 2014 : Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan Tengah Sebesar 3,24 persen Jumlah angkatan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN (UMK) DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN (UMSK) TAHUN 2015 KABUPATEN MURUNG

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN (UMK) DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN (UMSK) TAHUN 2015 KABUPATEN LAMANDAU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI

DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI PEMERINTAH KABUPATEN LAMANDAU DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI Kompleks Perkantoran Bukit Hibul Telp.0532-2071042 Nanga Bulik Kabupaten Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah 74662 KEPUTUSAN KEPALA DINAS PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 51 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN TAHUN 2016 KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN

Lebih terperinci

DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Jl. Jenderal Soedirman No. 18 Telp. (0536) Fax (0536) Palangka Raya Kalimantan tengah

DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Jl. Jenderal Soedirman No. 18 Telp. (0536) Fax (0536) Palangka Raya Kalimantan tengah KEBIJAKAN, PROGRAM DAN KEGIATAN STRATEGIS BIDANG PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2019 DI SAMPAIKAN OLEH : KEPALA DINAS PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PADA FORUM GABUNGAN PERANGKAT DAERAH

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2013 No. 12/08/62/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 1.013 TON, CABAI RAWIT SEBESAR 3.884 TON, DAN BAWANG MERAH SEBESAR 56 TON

Lebih terperinci

f. Pembangunan Bandara, Tahap Studi AMDAL g. Pembangunan Jembatan Timbang di Jalan Negara Trans Kalimantan, Desa Purwareja Kecamatan Sematu Jaya

f. Pembangunan Bandara, Tahap Studi AMDAL g. Pembangunan Jembatan Timbang di Jalan Negara Trans Kalimantan, Desa Purwareja Kecamatan Sematu Jaya f. Pembangunan Bandara, Tahap Studi AMDAL g. Pembangunan Jembatan Timbang di Jalan Negara Trans Kalimantan, Desa Purwareja Kecamatan Sematu Jaya 2.6 INDUSTRI, PERDAGANGAN, DAN KOPERASI SERTA PERBANKAN

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUKAMARA (REVISI)

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUKAMARA (REVISI) BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN

Lebih terperinci

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 STATISTIK PENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 i STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 No. Publikasi : 62520.1401 Katalog BPS : 2101023.62 Ukuran Buku Jumlah Halaman :15 cm x 21 cm : ix + 57 halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara proporsional, artinya pelimpahan tanggung jawab akan diikuti

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara proporsional, artinya pelimpahan tanggung jawab akan diikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyelenggaraan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab memerlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 1149 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati

Lebih terperinci

PERAN UNIT PENGELOLA BENIH SUMBER DALAM PENGUATAN SISTEM PERBENIHAN DI KALIMANTAN TENGAH

PERAN UNIT PENGELOLA BENIH SUMBER DALAM PENGUATAN SISTEM PERBENIHAN DI KALIMANTAN TENGAH non SL-PTT dan dapat memberikan alternatif pilihan varietas yang dapat digunakan untuk pergiliran varietas. 3. Pada lahan rawa pasang surut/rawa lebak melalui pengawalan ini telah diadopsi beberapa varietas

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas kehidupan. Perkembangan yang terjadi di perkotaan diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas kehidupan. Perkembangan yang terjadi di perkotaan diikuti dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia pada umumnya bermuara pada meningkatnya jumlah penduduk, dan meningkatnya berbagai kebutuhan akan fasilitas kehidupan. Perkembangan

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011 DI KABUPATEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana strategis tahun 2010-2014 adalah terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN KABUPATEN KATINGAN

Lebih terperinci

2017, No Sintang Provinsi Kalimantan Barat dengan Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tah

2017, No Sintang Provinsi Kalimantan Barat dengan Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tah BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1297, 2017 KEMENDAGRI. Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat dengan Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah. Batas Daerah. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan potensi dari sektor pertanian di Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN BADUNG TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI, REALOKASI DAN RENCANA KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAPUAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian bangsa. Sektor pertanian telah berperan dalam pembentukan PDB, perolehan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT;

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT; Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT; Menimbang Mengingat : a. bahwa pupuk

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Tengah Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Tengah Agustus 2017 No. 08/11/62/Th.XI, 6 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Agustus 2017 Agustus 2017, Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi merupakan komoditas utama yang selalu dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Tetapi ada banyak hal yang menjadi kendala dalam produktivitas budidaya tanaman padi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAYANAN TERPADU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAYANAN TERPADU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAYANAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pembangunan di berbagai sektor. Pemuda, sebagian besar memiliki kesempatan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pembangunan di berbagai sektor. Pemuda, sebagian besar memiliki kesempatan 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Peran pemuda dalam pembangunan sangat penting karena dianggap berada dalam usia yang produktif untuk menunjang berbagai aktivitas pembangunan di berbagai sektor. Pemuda,

Lebih terperinci

2.1. Peraturan Pemerintah Terkait Pengembangan Produk Unggulan

2.1. Peraturan Pemerintah Terkait Pengembangan Produk Unggulan 2.1. Peraturan Pemerintah Terkait Pengembangan Produk Unggulan 2.1.1 Permendagri No. 9 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengembangan Produk Unggulan Kegiatan pengembangan produk unggulan adalah upaya yang dilakukan

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik KONSEP GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 73 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 108 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dampak negatif yang ditimbulkan dari

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2009

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam proses Pembangunan Indonesia disadari oleh Pemerintah Era reformasi terlihat dari dicanangkannya Revitaslisasi Pertanian oleh Presiden

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Palangka Raya, 28 April 2017 RAPAT KOORDINASI PENGENDALIAN (RAKORDAL) Triwulan I, Tahun 2017 REKAPITULASI IZIN USAHA PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa peranan pupuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 27 TAHUN 2004 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 27 TAHUN 2004 T E N T A N G PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 27 TAHUN 2004 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PEMECAHAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN DESA DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPET DAS KAKAB DI KABUPATEN BARITO SELATAN

PENGEMBANGAN KAPET DAS KAKAB DI KABUPATEN BARITO SELATAN PENGEMBANGAN KAPET DAS KAKAB DI KABUPATEN BARITO SELATAN Andrea Yuandiney 3609 100 002 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN, PENYALURAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KATINGAN TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KATINGAN TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KATINGAN TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA SURABAYA TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU Jl. Let. Jend. S. Pa[ PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA BENGKULU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia merupakan penyedia

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak. ABSTRAK Ahmad Surya Jaya. NIM 1205315020. Dampak Program Simantri 245 Banteng Rene Terhadap Subak Renon di Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. I Wayan Windia, SU dan Ir.

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SINJAI TAHUN ANGGARAN 2016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Penyusunan Rencana Strategis Kecamatan Sematu Jaya Tahun 2013-2018, merupakan bentuk pelaksanaan Undang-undang No.25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci