- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

Transkripsi

1 - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (4), Pasal 14, Pasal 21, Pasal 48, Pasal 51, Pasal 68 ayat (3), Pasal 72, Pasal 82 ayat (2) dan Pasal 86 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan Dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950); 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3670); 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 5. Undang-Undang

2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5029); 8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4702); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3754); 12. Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1999 tentang Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat; 13. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif; 14. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 Nomor 3 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 27); 15. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Provinsi Jawa Timur. MEMUTUSKAN

3 - 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Daerah adalah Provinsi Jawa Timur. 2. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur. 3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur. 4. Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari : penyandang disabilitas fisik, penyandang disabilitas mental serta penyandang disabilitas fisik dan mental. 5. Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang disabilitas mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. 6. Pendidikan Inklusi adalah sistem penyelenggaran pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. 7. Sekolah Luar Biasa adalah sebuah lembaga pendidikan formal yang melayani pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. 8. Rehabilitasi sosial adalah kegiatan pelayanan sosial secara utuh dan terpadu melalui pendekatan fisik, mental dan sosial agar penyandang disabilitas dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam hidup bermasyarakat. 9. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak, milik orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik Negara. 10. Pelatihan

4 Pelatihan Kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, sikap kerja dan etos kerja pada tingkat keahlian keterampilan tertentu berdasarkan persyaratan jabatan tertentu, yang pelaksanaannya lebih mengutamakan praktek daripada teori. 11. Tenaga kerja penyandang disabilitas adalah tenaga kerja yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental namun mampu melakukan kegiatan secara selayaknya, serta mempunyai bakat, minat dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. BAB II RENCANA AKSI DAERAH Pasal 2 (1) Dalam rangka pelaksanaan perlindungan dan pelayanan terhadap penyandang disabilitas diperlukan suatu Rencana Aksi Daerah Perlindungan dan Pelayanan Penyandang Disabilitas. (2) Tujuan utama Rencana Aksi Daerah Perlindungan dan Pelayanan Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendorong terciptanya masyarakat inklusi penyandang disabilitas yang menghormati, melindungi dan memenuhi hakhak penyandang disabilitas dalam berbagai aspek kehidupan. (3) Rencana Aksi Daerah Perlindungan dan Pelayanan Penyandang Disabilitas selaras dengan Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas Tahun terdiri dari 8 (delapan) program utama, yaitu: a. pembentukan dan penguatan institusi pelaksana Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas; b. sinkronisasi rancangan peraturan perundang-undangan terkait disabilitas; c. pendidikan dan diseminasi; d. pemenuhan hak sipil dan politik penyandang disabilitas; e. pemenuhan hak ekonomi dan sosial budaya penyandang disabilitas; f. penguatan penyandang disabilitas perempuan, penyandang disabilitas anak dan penyandang disabilitas ganda; g. penyediaan aksesibilitas dan akomodasi yang wajar/ memadai; dan h. data, evaluasi dan pelaporan. (4) Ketentuan

5 - 5 - (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana Aksi Daerah Perlindungan dan Pelayanan Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Gubernur tersendiri. BAB III PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS/PENDIDIKAN INKLUSI Pasal 3 Penyelenggaraan pendidikan bagi penyandang disabilitas dilaksanakan melalui Sistem Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus/Pendidikan Inklusi. Pasal 4 (1) Setiap penyandang disabilitas memiliki kesempatan dan perlakuan yang sama untuk memperoleh pendidikan pada satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kedisabilitasannya. (2) Tujuan Pendidikan Inklusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, adalah: a. memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersamasama dengan peserta didik pada umumnya; dan b. mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksud pada huruf a. Pasal 5 (1) Penyandang disabilitas dengan jenis dan/atau derajat kedisabilitasannya dapat mengikuti kelas pada pendidikan khusus dalam bentuk sekolah luar biasa. (2) Bagi penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dapat dilayani di sekolah luar biasa karena tidak adanya layanan sekolah luar biasa dapat memperoleh layanan pendidikan melalui pendidikan layanan khusus/pendidikan inklusi. Pasal 6

6 - 6 - Pasal 6 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus/Pendidikan Inklusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diatur dalam Peraturan Gubernur tersendiri. BAB IV PELATIHAN KERJA CALON TENAGA KERJA PENYANDANG DISABILITAS Pasal 7 Setiap calon tenaga kerja penyandang disabilitas mempunyai hak dan kesempatan mendapatkan pelatihan kerja untuk membekali dan meningkatkan kompetensinya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan individu. Pasal 8 (1) Pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, diselenggarakan oleh: a. Pemerintah Daerah Provinsi; b. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; c. Penyelenggara rehabilitasi sosial; d. Lembaga masyarakat yang bergerak dalam bidang pelatihan kerja; dan e. Perusahaan yang mempekerjakan penyandang disabilitas. (2) Penyelenggara pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan sertifikat pelatihan bagi peserta penyandang disabilitas yang dinyatakan lulus sebagai tanda bukti kelulusan. Pasal 9 (1) Calon tenaga kerja penyandang disabilitas dapat mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja. (2) Pelaksanaan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara khusus bagi tenaga kerja penyandang disabilitas atau bersama-sama dengan peserta pelatihan kerja lainnya. (3) Lembaga pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menerapkan persyaratan dan metode latihan kerja yang telah ditetapkan, serta fasilitas pelatihan yang disesuaikan dengan jenis dan derajat kedisabilitasannya. Pasal 10

7 - 7 - Pasal 10 (1) Pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan oleh instruktur dan tenaga pelatihan lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. (2) Instruktur bagi tenaga kerja penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki sertifikat keahlian dari Perangkat Daerah yang membidangi ketenagakerjaan. Pasal 11 (1) Tenaga kerja penyandang disabilitas setelah mengikuti program pelatihan kerja berhak mendapat sertifikat pelatihan kerja. (2) Tenaga kerja penyandang disabilitas dapat mengikuti uji kompetensi untuk mendapat sertifikasi kelulusan bimbingan ketrampilan bagi penyandang disabilitas. BAB V PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN OLAHRAGA PENYANDANG DISABILITAS Pasal 12 (1) Setiap penyandang disabilitas mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan kesehatan dan kebugaran melalui kegiatan olahraga secara aksesibel dan sesuai dengan kebutuhan individu. (2) Setiap penyandang disabilitas mempunyai hak dan kesempatan yang sama menggunakan sarana dan prasarana umum milik Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 13 (1) Perangkat Daerah Provinsi yang mempunyai tugas dan fungsi dalam bidang penyelenggaraan keolahragaan, mengkoordinasikan dan memfasilitasi pembinaan dan pengembangan olahraga bagi penyandang disabilitas. (2) Pembinaan dan pengembangan olahraga penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan pada lingkup olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi berdasarkan jenis olahraga khusus bagi penyandang disabilitas yang sesuai dengan kondisi kelainan fisik dan/atau mental seseorang. Pasal 14

8 - 8 - Pasal 14 (1) Pemerintah Daerah Provinsi, organisasi olahraga, organisasi lain, dan/atau perseorangan dapat memberikan penghargaan bagi penyandang disabilitas yang berprestasi. (2) Penghargaan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat diberikan kepada pelaku olahraga, organisasi olahraga, lembaga pemerintah/swasta, dan perseorangan yang berprestasi dan/atau berjasa dalam memajukan olahraga dapat berbentuk: a. tanda kehormatan; b. kemudahan; c. beasiswa; d. pekerjaan; e. kenaikan pangkat luar biasa; f. asuransi; g. kewarganegaraan; h. warga kehormatan; i. jaminan hari tua; j. kesejahteraan; atau k. bentuk penghargaan lain. BAB VI PENGEMBANGAN SENI DAN BUDAYA BAGI PENYANDANG DISABILITAS Pasal 15 Setiap penyandang disabilitas mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk melakukan kegiatan dan menikmati seni dan budaya secara aksesibel. Pasal 16 (1) Perangkat Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi dalam bidang seni, budaya, pendidikan dan olah raga mengkoordinasikan dan memfasilitasi pengembangan seni, budaya, pendidikan dan olah raga bagi penyandang disabilitas. (2) Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan penghargaan kepada penyandang disabilitas yang berprestasi dalam bidang seni dan budaya. BAB VII

9 - 9 - BAB VII REHABILITASI Pasal 17 Rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas yang dilaksanakan oleh lembaga masyarakat dan/atau Dinas Sosial Provinsi bersama dengan instansi terkait secara terkoordinasi. Pasal 18 (1) Lembaga masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. mempunyai Akte Pendirian/Akte Notaris; b. mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga; c. mempunyai sarana dan prasarana untuk melaksanakan kegiatan, baik administrasi maupun operasional; d. mempunyai sarana prasarana kerja; e. susunan kepengurusan minimal terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara; f. telah memiliki program kegiatan; g. kegiatan yang dilaksanakan mempunyai prospek untuk dikembangkan; h. memiliki modal kerja baik berupa dana, benda tetap atau benda bergerak untuk menunjang pelaksanaan kegiatan yang menjadi bidang kegiatannya; i. administrasi kegiatannya sudah ada; dan j. terdaftar pada Instansi terkait di Provinsi. Pasal 19 Rehabilitasi sosial penyandang disabilitas terdiri dari: a. Rehabilitasi sosial dalam panti; dan b. Rehabilitasi sosial luar panti. Pasal 20 (1) Rehabilitasi sosial penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, dilakukan melalui: a. pendekatan awal yaitu melaksanakan kegiatan pendaftaran, seleksi, penerimaan dan registrasi; b. pengungkapan dan pemahaman masalah yaitu melaksanakan pengkajian dan penganalisaan masalah serta potensi calon penerima pelayanan dan sumber-sumber yang dapat membantu pemecahan masalah; c. penempatan

10 c. penempatan ke dalam program, yaitu menempatkan penerima pelayanan ke dalam program yang ada berdasarkan potensi dan minatnya; dan d. pelaksanaan pelayanan sosial secara utuh dan terpadu melalui kegiatan pendekatan fisik, mental dan sosial berupa: 1. motivasi dan diagnosa psikososial, untuk menumbuhkembangkan atau mendorong penerima dalam mengikuti program; 2. bimbingan mental untuk mendorong kemauan dan kemampuan penerima pelayanan serta pembinaan ketaqwaan; 3. bimbingan fisik untuk memelihara kesehatan jasmani dan perkembangannya; 4. bimbingan sosial untuk menumbuhkembangkan kemampuan penerima pelayanan agar dapat mengatasi permasalahan sosial yang dihadapi; 5. bimbingan keterampilan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial penerima pelayanan agar mau bekerja sesuai dengan bakat, kemampuan dan pengalamannya; 6. terapi penunjang ditujukan kepada penerima pelayanan yang mempunyai disabilitas ganda agar dapat menunjang dalam kegiatan lainnya; 7. bimbingan resosialisasi untuk mempersiapkan penerima pelayanan dari masyarakat di lingkungannya agar terjadi integrasi sosial dalam hidup bermasyarakat; 8. bimbingan dan pembinaan usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan serta ketrampilan agar usaha atau pekerjaan yang dilakukan dapat berdaya guna dan berhasil guna; dan 9. bimbingan lanjut untuk mengupayakan pemantapan dalam kehidupan dan penghidupan penerima pelayanan dalam hidup bermasyarakat. (2) Rehabilitasi sosial penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, dilakukan melalui : a. Unit Pelayanan Sosial Keliling (UPSK), yaitu sarana pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bergerak (mobile), yang kegiatannya diarahkan untuk menjangkau lokasi penyandang disabilitas sampai ke tingkat desa/kelurahan agar dapat memperoleh pelayanan kesejahteraan sosial sedini mungkin, yang meliputi: 1. deteksi dini kedisabilitasan; 2. pengungkapan, dan pemahaman masalah; 3. pelatihan

11 pelatihan orientasi mobilitas; 4. pelatihan, keterampilan praktis; dan 5. bantuan usaha ekonomi produktif dan/atau alat bantu fisik penyandang disabilitas. b. Loka Bina Karya (LBK), yaitu sarana pelayanan dari rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas melalui penyelenggaraan kegiatan bimbingan sosial dan keterampilan kerja agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya bagi terwujudnya kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, yang meliputi: a) pendataan identitas dan penyusunan rencana latihan; b) pelaksanaan kegiatan berupa kegiatan bimbingan sosial dan latihan ketrampilan ; dan c) monitoring dan evaluasi. c. Praktik Belajar Kerja (PBK), yaitu kegiatan penempatan penyandang disabilitas yang telah mendapatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial luar panti di perusahaan-perusahaan, badan-badan usaha atau pabrik, yang meliputi: a) penjajagan tempat praktik belajar kerja; b) penentuan tempat praktik belajar kerja; c) koordinasi praktik belajar kerja; d) pelaksanaan praktik belajar kerja; dan e) monitoring dan evaluasi. d. Pusat Informasi Pelayanan dan Rehabilitasi Vokasional Penyandang Cacat (PIPRVPC), yaitu pemberian Informasi dan pelayanan assesment kepada penyandang cacat agar memperoleh akses di bidang pelayanan dan rehabilitasi sosial, pendidikan dan pelatihan keterampilan. BAB VIII PEMBEBASAN BIAYA Pasal 21 (1) Pemerintah Daerah Provinsi membebaskan biaya pelayanan dasar dan rehabilitasi medik bagi penyandang disabilitas pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah Daerah Provinsi. (2) Pemerintah Daerah Provinsi memberikan dukungan biaya pendidikan bagi penyandang disabilitas pada Sekolah Luar Biasa dan Sekolah inklusi pada tingkat SMA/SMK untuk semua jenis penyandang disabilitas. BAB IX

12 BAB IX TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 22 (1) Sanksi Administratif diberikan kepada: a. satuan pendidikan yang tidak memberikan kesempatan yang sama, pelayanan khusus atau yang telah memiliki kelas terpadu/inklusi yang tidak menerima peserta didik penyandang disabilitas sesuai dengan jenis dan derajat kedisabilitasannya; b. pelaku usaha dan/atau masyarakat yang tidak memberikan kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan; c. pelaku usaha dan/atau masyarakat yang tidak mempekerjakan penyandang disabilitas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang disabilitas yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan sebagai pekerja untuk setiap 100 (seratus) orang pekerja; d. pelaku usaha dan/atau masyarakat penyelenggara pelatihan kerja bagi calon tenaga kerja penyandang disabilitas yang tidak membebaskan biaya pelatihan dan/atau biaya lainnya bagi calon tenaga kerja penyandang disabilitas yang tidak mampu; e. penyelenggara rehabilitasi yang tidak membebaskan biaya rehabilitasi bagi penyandang disabilitas yang tidak mampu; f. perangkat daerah sebagai penyelenggara pelayanan publik yang tidak memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus kepada penyandang disabilitas; dan g. perangkat daerah yang tidak memberikan informasi yang diperlukan oleh penyandang disabilitas, sepanjang bukan merupakan rahasia negara dan/atau informasi lainnya yang dikecualikan menurut ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. peringatan tertulis; b. pembekuan dan/atau pemberhentian pemberian bantuan; dan/atau c. tindakan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 23

13 Pasal 23 (1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf a diberikan terhadap pelanggaran yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu masing-masing paling lama 30 (tiga puluh) hari. Pasal 24 Dalam hal sampai dengan peringatan tertulis ketiga tetap terjadi pelanggaran, dikenakan sanksi berupa pembekuan dan/atau pemberhentian pemberian bantuan dan/atau tindakan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur. Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 9 Desember 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR Dr. H. SOEKARWO