BAB II KAJIAN PUSTAKA. penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Pembelajaran Matematika

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Pembelajaran Matematika"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual penelitian pada dasarnya adalah suatu kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010). Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Pembelajaran Matematika Self-Efficacy 1. Dimensi Tingkat 2. Dimensi Keluasan 3. Dimensi Kekuatan Sikap 1. Komponen Kognitif 2. Komponen Afektif 3. Komponen Konatif Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Berdasarkan kerangka konseptual diatas, ada dua konsep utama, yaitu: konsep tentang self-efficacy dan sikap. Setiap konsep mempunyai variable sebagai indikasi pengukuran dari konsep itu sendiri. Pengukuran terhadap self-efficacy dilakukan melalui dimensi tingkat, dimensi keluasan dan dimensi kekuatan. Sikap diukur dengan komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. 9

2 Dari kerangka konseptual terlihat bahwa self-efficacy dan sikap secara langsung berhubungan terhadap pembelajaran matematika. Self-efficacy yang tinggi akan mendorong siswa untuk mencapai keberhasilan dan mampu menghadapi kesulitan saat mengerjakan tugas. Sikap yang baik akan mendorong siswa untuk belajar dengan serius agar apa yang ingin dicapai dapat terwujud dengan baik sesuai harapan siswa. Berorientasi dari kerangka konseptual maka penelitian ini menganalisis self-efficacy dan sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika. 2.2 Self-Efficacy Self-efficacy didefinisikan sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuan mereka untuk menghasilkan tingkat kemampuan dalam mengerjakan latihan yang mempengaruhi peristiwa yang terjadi dalam kehidupan. Self-efficacy menentukan bagaimana seseorang merasa, berpikir, memotivasi dirinya dan berperilaku. Keyakinan tersebut menghasilkan perbedaan yang berdampak melalui empat aspek yakni kognitif, motivasi, afektif dan seleksi (Bandura, 1994). Menurut Zimmerman (2000) self-efficacy merupakan penilaian pribadi tentang kemampuan seseorang untuk mengatur dan melaksanakan program kerja dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan ia berusaha menilai tingkat, keumuman, dan kekuatan dari seluruh kegiatan dan konteks. Self-efficacy pada siswa SMA adalah penilaian atas kemampuan diri siswa dalam mengatur dan melaksanakan berbagai macam tugas-tugas akademik yang diberikan oleh guru. Self-efficacy mempengaruhi pilihan tindakan yang akan dilakukan dan besarnya usaha ketika 10

3 menemui kesulitan dan hambatan. Individu yang memiliki Self-efficacy tinggi memilih untuk melakukan usaha lebih besar dan tidak mudah putus asa. Pajares dan Kranzler (1995) menyebutkan bahwa self-efficacy adalah suatu alat yang berguna dalam pembelajaran matematika. Self-efficacy matematis didefinisikan sebagai suatu penilaian situasional dari suatu keyakinan individu dalam kemampuannya untuk berhasil membentuk atau menyelesaikan tugas-tugas atau masalah-masalah matematis tertentu. Artinya ketika kepada siswa diberikan suatu masalah matematika ia dapat meyakini dirinya tentang kemampuannya dalam menyelesaikan masalah tersebut. Alwisol (2007) menyatakan bahwa selfefficacy sebagai persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu, self-efficacy berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Berdasarkan dari beberapa definisi pendapat ahli mengenai self-efficacy tersebut dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan atau kepercayaan diri yang bisa mengarahkan seseorang untuk menemukan solusi dalam sebuah situasi dan evaluasi terhadap kemampuan dirinya dalam mengatur, melakukan suatu tugas untuk mencapai suatu tujuan Dimensi Self-Efficacy Bandura dalam Janatin (2015) mengemukakan bahwa self-efficacy individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu: a. Dimensi Tingkat (Level) Dimensi ini mengacu pada derajat kesulitan tugas yang dihadapi. Penerimaan dan keyakinan seeorang terhadap suatu tugas berbeda-beda. 11

4 Persepsi setiap individu akan berbeda dalam memandang tingkat kesulitan dari suatu tugas. Persepsi terhadap tugas yang sulit dipengaruhi oleh kompetensi yang dimiliki individu. Ada yang menganggap suatu tugas itu sulit sedangkan orang lain mungkin merasa tidak demikian. Keyakinan ini didasari oleh pemahamannya terhadap tugas tersebut. Indikator dimensi tingkat (Janatin, 2015): 1) Tingkat penyelesaian tugas. 2) Tingkat kesulitan tugas. 3) Optimis menghadapi kesulitan. b. Dimensi Keluasan (Generality) Dimensi ini mengacu sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, mulai dari dalam melakukan suatu aktivitas yang biasa dilakukan atau situasi tertentu yang tidak pernah dilakukan hingga dalam serangkaian tugas atau situasi sulit dan bervariasi. Indikator dimensi keluasan (Janatin, 2015): 1) Penguasaan tugas-tugas yang diberikan. 2) Penguasaan materi-materi yang diberikan. 3) Cara mengatur waktu. c. Dimensi Kekuatan (Strength) Dimensi strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki ketika menghadapi tuntutan tugas atau permasalahan. Hal ini berkaitan dengan ketahanan dan keuletan individu dalam pemenuhan tugasnya. Self-efficacy yang lemah dapat dengan mudah menyerah dengan pengalaman yang sulit ketika menghadapi sebuah tugas 12

5 yang sulit. Sedangkan bila self-efficacy tinggi maka individu akan memiliki keyakinan dan kemantapan yang kuat terhadap kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas dan akan terus bertahan dalam usahannya meskipun banyak mengalami kesulitan dan tantangan. Indikator dimensi kekuatan (Janatin, 2015): 1) Gigih dalam belajar. 2) Gigih dalam mengerjakan tugas. 3) Konsistensi dalam mencapai tujuan Self-Efficacy dalam Pembelajaran Matematika Self-efficacy matematika diartikan sebagai kepercayaan diri siswa terhadap kemampuan merepresentasikan dan menyelesaikan masalah matematika, cara belajar atau bekerja dalam memahami konsep dan menyelesaikan tugas, dan kemampuan berkomunikasi matematika dengan teman sebaya dan pengajar selama pembelajaran. Untuk mengembangkan kemampuan tersebut, guru haruslah melatihkan kepada siswa bahwa dalam menyelesaikan soal atau masalah matematika perlu adanya menguji jawabannya, perlu diberikan berbagai cara atau strategi dalam menyelesaikan soal matematika. Self-efficacy dan prestasi siswa SMA meningkat saat mereka menetapkan tujuan yang spesifik, untuk jangka pendek dan menantang. Meminta siswa untuk menetapkan tujuan jangka panjang adalah hal yang baik seperti: Saya ingin malanjutkan ke perguruan tinggi, tetapi akan sangat lebih baik kalau mereka juga membuat tujuan jangka pendek tentang apa yang harus dilakukan seperti: Saya harus mendapatka nilai tinggi untuk tes matematika yang akan datang. Dengan 13

6 adanya tujuan jangka pendek ini diharapkan keyakinan siswa akan meningkat, sehingga mereka pun akan lebih berusaha keras dalam mencapai tujuan tersebut. Self-efficacy atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi, pengalaman vikarius, persuasi sosial, dan pembangkitan emosi (Alwisol, 2007). Siswa SMA yang mempunyai self-efficacy tinggi, tentu memiliki rasa percaya diri yang tinggi sekaligus mengenal dirinya dengan baik. Percaya diri dan kenal diri sangat erat kaitan dalam belajar matematika. Seorang siswa dapat menyelesaikan soal matematika dengan benar tentu siswa tersebut percaya diri akan dapat menyelesaikan soal matematika tersebut. Dia akan selalu optimis dan merasa bisa atau mampu dalam menyelesaikan soal tersebut. Perasaan rasa mampu tersebut menunjukkan bahwa siswa mempunyai self-efficacy. Siswa yang mempunyai self-efficacy akan mempunyai kemandirian, kerja keras dan selalu berusaha untuk tidak mudah menyerah untuk menyesaikan suatu soal matematika. Secara umum disimpulkan bahwa self-efficacy yang dimiliki siswa SMA memberi pengaruh yang besar terhadap pembelajaran matematika. Hal ini dimaksudkan bahwa semakin tinggi self-efficacy siswa, maka semakin tinggi kemampuannya dalam pembelajaran matematika. Sebaliknya semakin rendah selfefficacy siswa maka semakin rendah kemampuan dalam pembelajaran matematika. 14

7 2.3 Sikap Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sikap. Sikap merupakan kecenderungan pola tingkah laku individu untuk berbuat sesuatu dengan cara tertentu terhadap orang, benda atau gagasan. Sikap dapat diartikan sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun, 1978). Allport dalam Susanti (2013) sikap adalah kesiapan mental dan saraf yang diorganisasi melalui pengalaman yang mempengaruhi respon seseorang terhadap semua objek dan situasi yang saling berhubungan. Sikap tidak muncul seketika atau dibawa lahir, tapi disusun dan dibentuk melalui pengalaman serta memberi pengaruh langsung pada respon seseorang. Azwar (2009) mengatakan bahwa sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu. Menurut Azwar contoh sikap siswa terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap siswa terhadap mata pelajaran harus lebih positif setelah siswa mengikuti pembelajaran dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu guru harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar siswa yang membuat sikap siswa terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif. Berdasarkan dari beberapa definisi yang diungkapan diatas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan individu menanggapi secara positif atau negatif terhadap objek, situasi, konsep, orang lain maupun dirinya sendiri akibat 15

8 hasil dari proses belajar maupun pengalaman di lapangan yang menyatakan rasa suka atau tidak sukanya (positif, negatif, atau netral) Komponen Sikap Azwar (2009) menyebutkan bahwa sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu: a. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial. Indikator komponen kognitif (Tapia dan Marsh dalam Susanti, 2013): 1) Keyakinan siswa atas kemampuannya dalam matematika. 2) Keyakinan siswa akan kegunaan, relevansi, dan keberhargaan matematika dalam kehidupan pribadi siswa dan kehidupan profesional mereka di masa depan. b. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Indikator komponen afektif (Tapia dan Marsh dalam Susanti, 2013): 1) Kekhawatiran siswa akan matematika. 16

9 2) Kesenagan perasaan nyaman siswa dalam belajar matematika dan terlibat dalam kelas matematika. c. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan caracara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku. Indikator komponen konatif (Tapia dan Marsh dalam Susanti, 2013): 1) Motivasi minat siswa dalam matematika dan keinginan siswa untuk mempelajari matematika lebih lanjut. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sikap terdiri atas 3 komponen yaitu: kognitif, afektif dan konatif. Komponen kognitif yang berhubungan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan tentang objek sikap. Komponen afekti berhubungan dengan perasaan (suka tidak suka, senang tidak senang) atau emosi yang dimiliki seseorang atau penilaian terhadap objek sikap. Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku atau bertindak dengan cara-cara tertentu berkaitan dengan objek sikap Sikap Siswa dalam Pembelajaran Matematika Sikap siswa terhadap matematika dapat didefinisikan sebagai kecenderungan yang dipelajari individu untuk merespon secara positif atau negatif terhadap matematika (Aiken dalam Bassette, 2004). Sikap belajar matematika dipengaruhi oleh keyakinan terhadap aktivitas belajar tersebut yang akan 17

10 membawa kepada hasil belajar yang memuaskan. Sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika dapat dinyatakan sebagai perasaan terhadap matematika dan kesiapan mempelajarinya. Sementara itu perasaan terhadap matematika dapat berupa perasaan positif atau perasaan negatif terhadap matematika. Perasaan positif terhadap matematika yang berarti mendukung dan menyenangi pembelajaran matematika, dan sebaliknya perasaan negatif terhadap matematika berarti tidak mendukung atau tidak menyenangi pembelajaran matematika. Sikap terhadap matematika dapat dilihat saat siswa mengikuti pembelajaran matematika, mengerjakan pekerjaan rumah, atau mengikuti kursus matematika. Sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika bermacam macam, ada siswa yang menunjukan sikap positif dengan cara memperhatikan dan tenang dalam proses pembelajaran, namun ada juga siswa yang menunjukkan sikap negatif dengan mengobrol sendiri dan tidak memperhatikan penjelasan guru. Menurut Tapia dan Marsh dalam Susanti (2013) sikap terhadap matematika dipengaruhi oleh faktor kepercayaan (keyakinan siswa atas kemampuannya dalam matematika), kekhawatiran (perasaan khawatir siswa akan matematika), nilai (keyakinan siswa akan kegunaan, relevansi, dan keberhargaan matematika dalam kehidupan pribadi siswa dan kehidupan profesional mereka di masa depan), kesenagan (perasaan nyaman siswa dalam belajar matematika dan terlibat dalam kelas matematika), dan motivasi (minat siswa dalam matematika dan keinginan siswa untuk mempelajari matematika lebih lanjut). Selanjutnya kelima faktor ini akan peneliti gunakan sebagai indikator pengukuran sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika. 18

11 Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika akan sangat bermanfaat dalam penanganan masalah-masalah atau kesulitan-kesulitan belajar matematika yang dihadapi siswa. Penanganan itu antara lain dalam bentuk pemberian stimulus tertentu untuk memperoleh efek perilaku yang diinginkan. Demikian pula untuk memecahkan soal-soal matematika, siswa dituntut untuk banyak berlatih. Baik berlatih mengerjakan soal matematika, maupun mengkaji ulang mengenai konsep atau teori matematika yang telah dipelajarinya. Dalam hal ini, untuk mencapai hasil belajar yang optimal pada pelajaran matematika sangat diperlukan sikap positif seorang siswa SMA. 2.4 Hubungan Self-Efficacy dan Sikap Siswa dalam Pembelajaran Matematika Self-efficacy sebagai keyakinan yang bisa mendorong atau mengarahkan seseorang untuk menemukan solusi dalam sebuah situasi dan mampu menghasilkan sikap positif dari situasi yang terjadi tersebut. Dengan kata lain selfefficacy menjadi kunci dan stimulus utama yang bisa membantu seseorang menemukan solusi atau jalan keluar dari sebuah situasi yang sedang dihadapi dan bersikap optimis terhadap berbagai situasi dan tempat berbeda. Kemampuan belajar setiap orang itu berbeda-beda tergantung bagaimana seseorang dalam menyesuaiakan dirinya dengan pembelajaran tersebut. Sehingga jika setiap orang di dunia ini memiliki self-efficacy yang tinggi maka seseorang itupun akan mampu memaksimalkan usaha yang dimiliki untuk mencapai harapannya. Dalam belajar, setiap siswa memiliki harapan yang berbeda untuk mencapai keinginannya dan setiap siswa pun memiliki respon yang berbeda-beda 19

12 pada setiap stimulus yang ada atau yang diberikan sehingga sikap yang baik dalam diri setiap individu ini akan membuat seseorang mampu merespon stimulus yang ada dengan baik pula dalam proses belajar mengajar. Sikap positip siswa terhadap matematika artinya siswa memiliki keyakinan tentang matematika, manfaatnya matematika baik bagi matematika sebagai ilmu maupun sebagai penunjang ilmu yang lain, bagi kehidupan, manfaat dan pentingnya belajar matematika bagi dirinya sendiri maupun bagi kemaslahatan kehidupan bangsa. Hal itu akan menyebabkan siswa senang terhadap matematika dan memiliki kecenderungan yang positip dalam memilih dan menentukan strategi belajar matematika. Diduga jika self-efficacy tinggi maka sikap siswa positip terhadap pembelajaran matematika, dan sebaliknya jika self-efficacy rendah maka sikap siswa negatip terhadap pembelajaran matematika. Dengan kata lain diduga terdapat korelasi positif antara self-efficacy dan sikap siswa. Artinya diduga semakin tinggi self-efficacy maka semakin baik sikap siswa terhadap pembelajaran matematika, sebaliknya rendah self-efficacy nya maka semakin sikap siswa jelek terhadap pembelajaran matematika. 2.5 Hasil Penelitian yang Relavan Hasil penelitian pertama yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Hasanah (2016) yang diteliti bagaimana pemahaman konseptual dan self-efficacy pada pemecahan masalah geometri siswa SMP pada siswa kelas IX-G SMP Negeri 11 Malang dengan subjek penelitian terdiri 29 siswa untuk angket self-efficacy menunjukkan bahwa dengan self-efficacy pada pemecahan 20

13 masalah Geometri termasuk kedalam ketagori self-efficacy tinggi. Penelitian kedua yang dilakukan oleh Erliana (2015) bertujuan untuk mengetahui gambaran secara umum self-efficacy bidang akademik pada siswa kelas XI di SMAN 14 Bekasi dengan subjek penelitian terdiri 175 siswa secara keseluruhan berada dalam kategori sedang. Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Janatin (2015) bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self efficacy dengan prestasi belajar siswa kelas IV SD se-gugus II Kecamatan Bantul tahun ajaran 2014/2015 dengan subjek penelitian terdiri 172 siswa menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara self-efficacy dengan prestasi belajar siswa kelas IV SD se-gugus II Kecamatan Bantul tahun ajaran 2014/2015. Penelitian keempat yang dilakukan oleh Fatimaturrohmah (2010) dengan penelitian hubungan antara sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan prestasi belajar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Salatiga tahun ajaran 2009/2010, yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara sikap siswa terhadap pelajaran matematika dengan prestasi belajar matematika siswa, dan penelitian kelima yang dilakukan oleh Kuncoroningsih (2013) bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan yang signifikan antara sikap siswa dalam pembelajaran matematika dengan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pabelan dengan subjek penelitian terdiri 70 siswa yang menunjukkan ada hubungan positif signifikan antara sikap siswa dalam pembelajaran matematika terhadap prestasi belajar namun dalam kategori rendah. Bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Arsiah (2005) hubungan antara sikap terhadap matematika dan prestasi belajar matematika siswa kelas 2 SMP di Indonesia, yang menyatakan bahwa sikap siswa terhadap matematika di 21

14 Indonesia tidak mempengaruhi prestasi belajar matematika dan penelitian yang dilakukan oleh Atawalo (2011) dengan penelitian hubungan antara sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan prestasi belajar pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 SOE tahun ajaran 2010/2011, menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan prestasi belajar matematika pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 SOE Kabupaten Timor Tengah Selatan. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah subjek yang dijadikan penelitian, pada penelitian yang dilakukan oleh Hasanah adalah siswa SMP dan terdapat kesamaan objek yaitu mengambil self-efficacy, sedangkan untuk penelitian yang dilakukan Fatimaturrohmah dan Kuncoroningsih adalah siswa SMP dan terdapat kesamaan objek yaitu sikap siswa. Untuk penelitian terdahulu yang pertama hanya fokus meneliti tentang pemahaman konseptual pada pemecahan masalah geometri dan self-efficacy siswa SMP sedangkan penelitian kedua juga untuk mengetahui gambaran secara umum self-efficacy bidang akademik, penelitian ketiga mengetahui hubungan antara self efficacy dengan prestasi belajar siswa SD, penelitian keempat dan kelima membahas hubungan antara sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan prestasi belajar pada siswa SMP. Untuk penelitian yang sedang diajukan peneliti menganalisis mengenai self-efficacy dan sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika serta hubungan self-efficacy dan sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika. 22

15 2.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, teori serta beberapa hasil penelitian yang relevan dan guna mengetahui ada tidaknya hubungan self-efficacy dan sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika maka dapat diajukan hipotesis penelitian yaitu : (tidak ada hubungan self-efficacy dan sikap siswa) (ada hubungan self-efficacy dan sikap siswa) Dengan kalimat: : Tidak ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika. : Ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika. 23

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

PENGUKURAN SELF-EFFICACY SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MTs N 2 CIAMIS

PENGUKURAN SELF-EFFICACY SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MTs N 2 CIAMIS Jurnal Teori dan Riset Matematika (TEOREMA) Vol. 1 No. 2, Hal, 39, Maret 2017 ISSN 2541-0660 2017 PENGUKURAN SELF-EFFICACY SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MTs N 2 CIAMIS Yoni Sunaryo Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Setiap orang pasti akan dihadapkan pada masalah, baik masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun masalah dalam konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Komunikasi Matematis a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis Menurut NCTM (2000: 60) menyatakan bahwa komunikasi matematis merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, diantaranya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah dan perguruan tinggi untuk lebih menyiapkan anak didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran terutama dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Syarat utama sebelum melakukan sebuah penelitian adalah menentukan variabel-variabel penelitian agar

Lebih terperinci

93 Suci Nurul Fitriani, 2016 HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN SELF-EFFICACY Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

93 Suci Nurul Fitriani, 2016 HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN SELF-EFFICACY Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi. BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V ini mendeskripsikan keseluruhan bab dari hasil penelitian yang telah didapatkan, dalam bentuk simpulan serta rekomendasi bagi berbagai pihak serta keterbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan dapat bersaing secara global. Sebagai suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan dapat bersaing secara global. Sebagai suatu sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan diprioritaskan bagi seluruh umat manusia karena pendidikan merupakan ilmu sepanjang hayat. Pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. KAJIAN TEORI 1. Kemampuan Koneksi Matematik Matematika terdiri dari berbagai topik yang saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya antar topik dalam matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Representasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Representasi Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Representasi Matematis Janvier (Kartini, 2009) mengungkapkan bahwa konsep tentang representasi merupakan salah satu konsep psikologi yang dipakai dalam pendidikan matematika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai dari tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai dari tingkat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran terbaik terjadi ketika para siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kapasitas mereka untuk berfikir, menginterpretasikan, dan terlibat dalam

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional, bab II pasal 3, menyatakan pendidikan memiliki fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelajaran fisika adalah pelajaran yang mengajarkan berbagai pengetahuan yang dapat mengembangkan daya nalar, analisa, sehingga hampir semua persoalan yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelajaran matematika merupakan pengetahuan dasar, dan kompetensi penunjang bagi pelajaran lainnya yang penting untuk dikuasai oleh siswa. Undang undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abas Hidayat, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abas Hidayat, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam proses pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau

Lebih terperinci

EFIKASI DIRI DAN METAKOGNISI SISWA KELAS X SMA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL GEOMETRI. Kata kunci: Efikasi, metakognisi dan penyelesaian masalah.

EFIKASI DIRI DAN METAKOGNISI SISWA KELAS X SMA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL GEOMETRI. Kata kunci: Efikasi, metakognisi dan penyelesaian masalah. EFIKASI DIRI DAN METAKOGNISI SISWA KELAS X SMA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL GEOMETRI ABSTRAK Dalam pembelajaran, sebagai pendidik terkadang kita tidak pernah memperhatikan sikap (attitude) siswa terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia pendidikan saat ini sangat menarik perhatian, khususnya dengan adanya peraturan baru terkait dengan kerangka dasar dan struktur kurikulum sekolah guna meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORIRIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. kecenderungan sikap yang dimilikinya. Sebagaimana yang kita ketahui,

BAB II KAJIAN TEORIRIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. kecenderungan sikap yang dimilikinya. Sebagaimana yang kita ketahui, BAB II KAJIAN TEORIRIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakikat Sikap Belajar Sikap merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dan sangat berpengaruh terhadap hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat siswa untuk mendapatkan ilmu mencetak sumber daya manusia yang handal, memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keahlian dalam kerja akademis yang dinilai oleh para pengajar melalui tes, ujian,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keahlian dalam kerja akademis yang dinilai oleh para pengajar melalui tes, ujian, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam bab ini diuraikan: metode dan pendekatan penelitian, definisi operasional, lokasi, populasi dan sampel penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No.03/Januari/2010 dan Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah anak berkebutuhan khusus semakin mengalami peningkatan, beberapa tahun belakangan ini istilah anak berkebutuhan khusus semakin sering terdengar

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian lain dari social loafing adalah kecenderungan untuk mengurangi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian lain dari social loafing adalah kecenderungan untuk mengurangi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SOCIAL LOAFING 1. Pengertian Social loafing Social loafing merupakan pengurangan kinerja individu selama bekerja sama dengan kelompok dibandingkan dengan bekerja sendiri (Latane,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematik. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematik. Hal ini disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berpikir reflektif matematis merupakan salah satu kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematik. Hal ini disebabkan target pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan dan

Lebih terperinci

BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA

BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA Bimbingan Pribadi Sosial Untuk BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA Atifah Hanum Casmini Abstrak Adanya saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan suatu negara. Begitu pentingnya, hingga inovasi dalam pendidikan terus menerus dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diklat dan MGMP. Salah satu yang harus disiapkan guru sebelum melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. diklat dan MGMP. Salah satu yang harus disiapkan guru sebelum melaksanakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di sekolah menjadi beberapa sumber masalah bagi siswa SMAN 2 Bangkinang Barat, jika siswa tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu SD, SMP, SMA/SMK serta Perguruan Tinggi. Siswa SMP merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu SD, SMP, SMA/SMK serta Perguruan Tinggi. Siswa SMP merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pendidikan menurut UU no. 20 tahun 2003 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, pada setiap jenjang pendidikan, baik itu Sekolah

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, pada setiap jenjang pendidikan, baik itu Sekolah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, pada setiap jenjang pendidikan, baik itu Sekolah Dasar(SD), Sekolah Menengah Pertama(SMP), Sekolah Menengah Atas(SMA), maupun Perguruan Tinggi(PT),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman, saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini didukung pula dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 8 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Pemecahan Masalah Masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun, tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). NCTM (2000)

BAB I PENDAHULUAN. oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). NCTM (2000) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu komponen dari serangkaian mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan dan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi self efficacy Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya MEA di tahun 2016 dimana orang-orang dengan kewarganegaraan asing dapat bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Contoh peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam kondisi apapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan suatu bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa itu sendiri. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang terutama bidang industri dan perdagangan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self Efficacy Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk berhasil melakukan tugas tertentu (Bandura, 1997).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan usaha sengaja, terarah dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teoritis 2.1.1. Pengertian Partisipasi atau keadaan mengambil bagian dalam suatu aktivitas untuk mencapai suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam situasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal 1 ayat 1 mengenai sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk

BAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Data Univariat Usia responden merupakan salah satu karakteristik responden yang berkaitan dengan pengalaman dan daya berpikir seseorang, Semakin bertambah umur seseorang cenderung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011: 81). Berdasarkan definisi di atas, dijelaskan bahwa dukungan sosial adalah penerimaan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergantung kepada orangtua dan orang-orang yang ada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. bergantung kepada orangtua dan orang-orang yang ada di lingkungannya hingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan bergantung kepada orangtua dan orang-orang yang ada di lingkungannya hingga waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. EFIKASI DIRI PARENTING 1. Pengertian Efikasi Diri Bandura merupakan tokoh yang memperkenalkan istilah efikasi diri (selfefficacy). Bandura (2001) mendefinisikan bahwa efikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Pembelajaran matematika di sekolah memiliki peranan penting dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu sebagai salah satu sumber daya yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi mungkin agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, keluarga, masyarakat dan Negara. khususnya bagi masyarakat Indonesia. Kualitas pendidikan di Indonesia saat

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, keluarga, masyarakat dan Negara. khususnya bagi masyarakat Indonesia. Kualitas pendidikan di Indonesia saat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses dari perjalanan hidup manusia. Melalui pendidikan manusia akan mengalami perubahan tingkah laku dari yang sebelumnya tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Self efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif korelasional ini menekankan analisisnya pada data-data numerikal

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif korelasional ini menekankan analisisnya pada data-data numerikal BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional yang menghubungkan antara variabel efikasi diri (variabel X1) dan variabel motivasi berprestasi (variabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Kepuasan Kerja Two Factor Theory yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Furnham et al. (2009) menyatakan bahwa kepuasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan memajukan daya pikir manusia, karena belajar matematika tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan konseling dalam kegiatan konseling cenderung mengantarkannya pada keadaan stres. Bahkan ironisnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia dan bertujuan untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia. Hal ini sejalan dengan pernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut.

BAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut. 25 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metodologi penelitian dalam penelitian ini, terdiri dari: pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel, subjek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pembahasan pada bagian metode penelitian ini akan menguraikan mengenai (A) Identifikasi Variabel Penelitian, (B) Definisi Operasional Variabel Penelitian, (C) Populasi dan Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Akademik 1. Pengertian Efikasi Diri Akademik Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan

Lebih terperinci

juga kelebihan yang dimiliki

juga kelebihan yang dimiliki 47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep matematika merupakan ilmu dasar bagi pengembangan sains dan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep matematika merupakan ilmu dasar bagi pengembangan sains dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep matematika merupakan ilmu dasar bagi pengembangan sains dan teknologi serta juga dalam kehidupan sehari hari. Matematika memiliki kaitan erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari melalui sekolah, baik dalam lingkungan, di rumah maupun

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari melalui sekolah, baik dalam lingkungan, di rumah maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Atas adalah salah satu lembaga pendidikan yang memberikan pengajaran kepada peserta didiknya. Lembaga pendidikan ini memberikan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik

Lebih terperinci