BAB II KAJIAN PUSTAKA. penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Pembelajaran Matematika
|
|
- Sonny Tan
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual penelitian pada dasarnya adalah suatu kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010). Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Pembelajaran Matematika Self-Efficacy 1. Dimensi Tingkat 2. Dimensi Keluasan 3. Dimensi Kekuatan Sikap 1. Komponen Kognitif 2. Komponen Afektif 3. Komponen Konatif Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Berdasarkan kerangka konseptual diatas, ada dua konsep utama, yaitu: konsep tentang self-efficacy dan sikap. Setiap konsep mempunyai variable sebagai indikasi pengukuran dari konsep itu sendiri. Pengukuran terhadap self-efficacy dilakukan melalui dimensi tingkat, dimensi keluasan dan dimensi kekuatan. Sikap diukur dengan komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. 9
2 Dari kerangka konseptual terlihat bahwa self-efficacy dan sikap secara langsung berhubungan terhadap pembelajaran matematika. Self-efficacy yang tinggi akan mendorong siswa untuk mencapai keberhasilan dan mampu menghadapi kesulitan saat mengerjakan tugas. Sikap yang baik akan mendorong siswa untuk belajar dengan serius agar apa yang ingin dicapai dapat terwujud dengan baik sesuai harapan siswa. Berorientasi dari kerangka konseptual maka penelitian ini menganalisis self-efficacy dan sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika. 2.2 Self-Efficacy Self-efficacy didefinisikan sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuan mereka untuk menghasilkan tingkat kemampuan dalam mengerjakan latihan yang mempengaruhi peristiwa yang terjadi dalam kehidupan. Self-efficacy menentukan bagaimana seseorang merasa, berpikir, memotivasi dirinya dan berperilaku. Keyakinan tersebut menghasilkan perbedaan yang berdampak melalui empat aspek yakni kognitif, motivasi, afektif dan seleksi (Bandura, 1994). Menurut Zimmerman (2000) self-efficacy merupakan penilaian pribadi tentang kemampuan seseorang untuk mengatur dan melaksanakan program kerja dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan ia berusaha menilai tingkat, keumuman, dan kekuatan dari seluruh kegiatan dan konteks. Self-efficacy pada siswa SMA adalah penilaian atas kemampuan diri siswa dalam mengatur dan melaksanakan berbagai macam tugas-tugas akademik yang diberikan oleh guru. Self-efficacy mempengaruhi pilihan tindakan yang akan dilakukan dan besarnya usaha ketika 10
3 menemui kesulitan dan hambatan. Individu yang memiliki Self-efficacy tinggi memilih untuk melakukan usaha lebih besar dan tidak mudah putus asa. Pajares dan Kranzler (1995) menyebutkan bahwa self-efficacy adalah suatu alat yang berguna dalam pembelajaran matematika. Self-efficacy matematis didefinisikan sebagai suatu penilaian situasional dari suatu keyakinan individu dalam kemampuannya untuk berhasil membentuk atau menyelesaikan tugas-tugas atau masalah-masalah matematis tertentu. Artinya ketika kepada siswa diberikan suatu masalah matematika ia dapat meyakini dirinya tentang kemampuannya dalam menyelesaikan masalah tersebut. Alwisol (2007) menyatakan bahwa selfefficacy sebagai persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu, self-efficacy berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Berdasarkan dari beberapa definisi pendapat ahli mengenai self-efficacy tersebut dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan atau kepercayaan diri yang bisa mengarahkan seseorang untuk menemukan solusi dalam sebuah situasi dan evaluasi terhadap kemampuan dirinya dalam mengatur, melakukan suatu tugas untuk mencapai suatu tujuan Dimensi Self-Efficacy Bandura dalam Janatin (2015) mengemukakan bahwa self-efficacy individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu: a. Dimensi Tingkat (Level) Dimensi ini mengacu pada derajat kesulitan tugas yang dihadapi. Penerimaan dan keyakinan seeorang terhadap suatu tugas berbeda-beda. 11
4 Persepsi setiap individu akan berbeda dalam memandang tingkat kesulitan dari suatu tugas. Persepsi terhadap tugas yang sulit dipengaruhi oleh kompetensi yang dimiliki individu. Ada yang menganggap suatu tugas itu sulit sedangkan orang lain mungkin merasa tidak demikian. Keyakinan ini didasari oleh pemahamannya terhadap tugas tersebut. Indikator dimensi tingkat (Janatin, 2015): 1) Tingkat penyelesaian tugas. 2) Tingkat kesulitan tugas. 3) Optimis menghadapi kesulitan. b. Dimensi Keluasan (Generality) Dimensi ini mengacu sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam berbagai situasi tugas, mulai dari dalam melakukan suatu aktivitas yang biasa dilakukan atau situasi tertentu yang tidak pernah dilakukan hingga dalam serangkaian tugas atau situasi sulit dan bervariasi. Indikator dimensi keluasan (Janatin, 2015): 1) Penguasaan tugas-tugas yang diberikan. 2) Penguasaan materi-materi yang diberikan. 3) Cara mengatur waktu. c. Dimensi Kekuatan (Strength) Dimensi strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan yang dimiliki ketika menghadapi tuntutan tugas atau permasalahan. Hal ini berkaitan dengan ketahanan dan keuletan individu dalam pemenuhan tugasnya. Self-efficacy yang lemah dapat dengan mudah menyerah dengan pengalaman yang sulit ketika menghadapi sebuah tugas 12
5 yang sulit. Sedangkan bila self-efficacy tinggi maka individu akan memiliki keyakinan dan kemantapan yang kuat terhadap kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas dan akan terus bertahan dalam usahannya meskipun banyak mengalami kesulitan dan tantangan. Indikator dimensi kekuatan (Janatin, 2015): 1) Gigih dalam belajar. 2) Gigih dalam mengerjakan tugas. 3) Konsistensi dalam mencapai tujuan Self-Efficacy dalam Pembelajaran Matematika Self-efficacy matematika diartikan sebagai kepercayaan diri siswa terhadap kemampuan merepresentasikan dan menyelesaikan masalah matematika, cara belajar atau bekerja dalam memahami konsep dan menyelesaikan tugas, dan kemampuan berkomunikasi matematika dengan teman sebaya dan pengajar selama pembelajaran. Untuk mengembangkan kemampuan tersebut, guru haruslah melatihkan kepada siswa bahwa dalam menyelesaikan soal atau masalah matematika perlu adanya menguji jawabannya, perlu diberikan berbagai cara atau strategi dalam menyelesaikan soal matematika. Self-efficacy dan prestasi siswa SMA meningkat saat mereka menetapkan tujuan yang spesifik, untuk jangka pendek dan menantang. Meminta siswa untuk menetapkan tujuan jangka panjang adalah hal yang baik seperti: Saya ingin malanjutkan ke perguruan tinggi, tetapi akan sangat lebih baik kalau mereka juga membuat tujuan jangka pendek tentang apa yang harus dilakukan seperti: Saya harus mendapatka nilai tinggi untuk tes matematika yang akan datang. Dengan 13
6 adanya tujuan jangka pendek ini diharapkan keyakinan siswa akan meningkat, sehingga mereka pun akan lebih berusaha keras dalam mencapai tujuan tersebut. Self-efficacy atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi, pengalaman vikarius, persuasi sosial, dan pembangkitan emosi (Alwisol, 2007). Siswa SMA yang mempunyai self-efficacy tinggi, tentu memiliki rasa percaya diri yang tinggi sekaligus mengenal dirinya dengan baik. Percaya diri dan kenal diri sangat erat kaitan dalam belajar matematika. Seorang siswa dapat menyelesaikan soal matematika dengan benar tentu siswa tersebut percaya diri akan dapat menyelesaikan soal matematika tersebut. Dia akan selalu optimis dan merasa bisa atau mampu dalam menyelesaikan soal tersebut. Perasaan rasa mampu tersebut menunjukkan bahwa siswa mempunyai self-efficacy. Siswa yang mempunyai self-efficacy akan mempunyai kemandirian, kerja keras dan selalu berusaha untuk tidak mudah menyerah untuk menyesaikan suatu soal matematika. Secara umum disimpulkan bahwa self-efficacy yang dimiliki siswa SMA memberi pengaruh yang besar terhadap pembelajaran matematika. Hal ini dimaksudkan bahwa semakin tinggi self-efficacy siswa, maka semakin tinggi kemampuannya dalam pembelajaran matematika. Sebaliknya semakin rendah selfefficacy siswa maka semakin rendah kemampuan dalam pembelajaran matematika. 14
7 2.3 Sikap Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sikap. Sikap merupakan kecenderungan pola tingkah laku individu untuk berbuat sesuatu dengan cara tertentu terhadap orang, benda atau gagasan. Sikap dapat diartikan sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun, 1978). Allport dalam Susanti (2013) sikap adalah kesiapan mental dan saraf yang diorganisasi melalui pengalaman yang mempengaruhi respon seseorang terhadap semua objek dan situasi yang saling berhubungan. Sikap tidak muncul seketika atau dibawa lahir, tapi disusun dan dibentuk melalui pengalaman serta memberi pengaruh langsung pada respon seseorang. Azwar (2009) mengatakan bahwa sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu. Menurut Azwar contoh sikap siswa terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap siswa terhadap mata pelajaran harus lebih positif setelah siswa mengikuti pembelajaran dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu guru harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar siswa yang membuat sikap siswa terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif. Berdasarkan dari beberapa definisi yang diungkapan diatas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan individu menanggapi secara positif atau negatif terhadap objek, situasi, konsep, orang lain maupun dirinya sendiri akibat 15
8 hasil dari proses belajar maupun pengalaman di lapangan yang menyatakan rasa suka atau tidak sukanya (positif, negatif, atau netral) Komponen Sikap Azwar (2009) menyebutkan bahwa sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu: a. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial. Indikator komponen kognitif (Tapia dan Marsh dalam Susanti, 2013): 1) Keyakinan siswa atas kemampuannya dalam matematika. 2) Keyakinan siswa akan kegunaan, relevansi, dan keberhargaan matematika dalam kehidupan pribadi siswa dan kehidupan profesional mereka di masa depan. b. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Indikator komponen afektif (Tapia dan Marsh dalam Susanti, 2013): 1) Kekhawatiran siswa akan matematika. 16
9 2) Kesenagan perasaan nyaman siswa dalam belajar matematika dan terlibat dalam kelas matematika. c. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan caracara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku. Indikator komponen konatif (Tapia dan Marsh dalam Susanti, 2013): 1) Motivasi minat siswa dalam matematika dan keinginan siswa untuk mempelajari matematika lebih lanjut. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sikap terdiri atas 3 komponen yaitu: kognitif, afektif dan konatif. Komponen kognitif yang berhubungan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan tentang objek sikap. Komponen afekti berhubungan dengan perasaan (suka tidak suka, senang tidak senang) atau emosi yang dimiliki seseorang atau penilaian terhadap objek sikap. Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku atau bertindak dengan cara-cara tertentu berkaitan dengan objek sikap Sikap Siswa dalam Pembelajaran Matematika Sikap siswa terhadap matematika dapat didefinisikan sebagai kecenderungan yang dipelajari individu untuk merespon secara positif atau negatif terhadap matematika (Aiken dalam Bassette, 2004). Sikap belajar matematika dipengaruhi oleh keyakinan terhadap aktivitas belajar tersebut yang akan 17
10 membawa kepada hasil belajar yang memuaskan. Sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika dapat dinyatakan sebagai perasaan terhadap matematika dan kesiapan mempelajarinya. Sementara itu perasaan terhadap matematika dapat berupa perasaan positif atau perasaan negatif terhadap matematika. Perasaan positif terhadap matematika yang berarti mendukung dan menyenangi pembelajaran matematika, dan sebaliknya perasaan negatif terhadap matematika berarti tidak mendukung atau tidak menyenangi pembelajaran matematika. Sikap terhadap matematika dapat dilihat saat siswa mengikuti pembelajaran matematika, mengerjakan pekerjaan rumah, atau mengikuti kursus matematika. Sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika bermacam macam, ada siswa yang menunjukan sikap positif dengan cara memperhatikan dan tenang dalam proses pembelajaran, namun ada juga siswa yang menunjukkan sikap negatif dengan mengobrol sendiri dan tidak memperhatikan penjelasan guru. Menurut Tapia dan Marsh dalam Susanti (2013) sikap terhadap matematika dipengaruhi oleh faktor kepercayaan (keyakinan siswa atas kemampuannya dalam matematika), kekhawatiran (perasaan khawatir siswa akan matematika), nilai (keyakinan siswa akan kegunaan, relevansi, dan keberhargaan matematika dalam kehidupan pribadi siswa dan kehidupan profesional mereka di masa depan), kesenagan (perasaan nyaman siswa dalam belajar matematika dan terlibat dalam kelas matematika), dan motivasi (minat siswa dalam matematika dan keinginan siswa untuk mempelajari matematika lebih lanjut). Selanjutnya kelima faktor ini akan peneliti gunakan sebagai indikator pengukuran sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika. 18
11 Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika akan sangat bermanfaat dalam penanganan masalah-masalah atau kesulitan-kesulitan belajar matematika yang dihadapi siswa. Penanganan itu antara lain dalam bentuk pemberian stimulus tertentu untuk memperoleh efek perilaku yang diinginkan. Demikian pula untuk memecahkan soal-soal matematika, siswa dituntut untuk banyak berlatih. Baik berlatih mengerjakan soal matematika, maupun mengkaji ulang mengenai konsep atau teori matematika yang telah dipelajarinya. Dalam hal ini, untuk mencapai hasil belajar yang optimal pada pelajaran matematika sangat diperlukan sikap positif seorang siswa SMA. 2.4 Hubungan Self-Efficacy dan Sikap Siswa dalam Pembelajaran Matematika Self-efficacy sebagai keyakinan yang bisa mendorong atau mengarahkan seseorang untuk menemukan solusi dalam sebuah situasi dan mampu menghasilkan sikap positif dari situasi yang terjadi tersebut. Dengan kata lain selfefficacy menjadi kunci dan stimulus utama yang bisa membantu seseorang menemukan solusi atau jalan keluar dari sebuah situasi yang sedang dihadapi dan bersikap optimis terhadap berbagai situasi dan tempat berbeda. Kemampuan belajar setiap orang itu berbeda-beda tergantung bagaimana seseorang dalam menyesuaiakan dirinya dengan pembelajaran tersebut. Sehingga jika setiap orang di dunia ini memiliki self-efficacy yang tinggi maka seseorang itupun akan mampu memaksimalkan usaha yang dimiliki untuk mencapai harapannya. Dalam belajar, setiap siswa memiliki harapan yang berbeda untuk mencapai keinginannya dan setiap siswa pun memiliki respon yang berbeda-beda 19
12 pada setiap stimulus yang ada atau yang diberikan sehingga sikap yang baik dalam diri setiap individu ini akan membuat seseorang mampu merespon stimulus yang ada dengan baik pula dalam proses belajar mengajar. Sikap positip siswa terhadap matematika artinya siswa memiliki keyakinan tentang matematika, manfaatnya matematika baik bagi matematika sebagai ilmu maupun sebagai penunjang ilmu yang lain, bagi kehidupan, manfaat dan pentingnya belajar matematika bagi dirinya sendiri maupun bagi kemaslahatan kehidupan bangsa. Hal itu akan menyebabkan siswa senang terhadap matematika dan memiliki kecenderungan yang positip dalam memilih dan menentukan strategi belajar matematika. Diduga jika self-efficacy tinggi maka sikap siswa positip terhadap pembelajaran matematika, dan sebaliknya jika self-efficacy rendah maka sikap siswa negatip terhadap pembelajaran matematika. Dengan kata lain diduga terdapat korelasi positif antara self-efficacy dan sikap siswa. Artinya diduga semakin tinggi self-efficacy maka semakin baik sikap siswa terhadap pembelajaran matematika, sebaliknya rendah self-efficacy nya maka semakin sikap siswa jelek terhadap pembelajaran matematika. 2.5 Hasil Penelitian yang Relavan Hasil penelitian pertama yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Hasanah (2016) yang diteliti bagaimana pemahaman konseptual dan self-efficacy pada pemecahan masalah geometri siswa SMP pada siswa kelas IX-G SMP Negeri 11 Malang dengan subjek penelitian terdiri 29 siswa untuk angket self-efficacy menunjukkan bahwa dengan self-efficacy pada pemecahan 20
13 masalah Geometri termasuk kedalam ketagori self-efficacy tinggi. Penelitian kedua yang dilakukan oleh Erliana (2015) bertujuan untuk mengetahui gambaran secara umum self-efficacy bidang akademik pada siswa kelas XI di SMAN 14 Bekasi dengan subjek penelitian terdiri 175 siswa secara keseluruhan berada dalam kategori sedang. Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Janatin (2015) bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self efficacy dengan prestasi belajar siswa kelas IV SD se-gugus II Kecamatan Bantul tahun ajaran 2014/2015 dengan subjek penelitian terdiri 172 siswa menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara self-efficacy dengan prestasi belajar siswa kelas IV SD se-gugus II Kecamatan Bantul tahun ajaran 2014/2015. Penelitian keempat yang dilakukan oleh Fatimaturrohmah (2010) dengan penelitian hubungan antara sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan prestasi belajar pada siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Salatiga tahun ajaran 2009/2010, yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara sikap siswa terhadap pelajaran matematika dengan prestasi belajar matematika siswa, dan penelitian kelima yang dilakukan oleh Kuncoroningsih (2013) bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan yang signifikan antara sikap siswa dalam pembelajaran matematika dengan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pabelan dengan subjek penelitian terdiri 70 siswa yang menunjukkan ada hubungan positif signifikan antara sikap siswa dalam pembelajaran matematika terhadap prestasi belajar namun dalam kategori rendah. Bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Arsiah (2005) hubungan antara sikap terhadap matematika dan prestasi belajar matematika siswa kelas 2 SMP di Indonesia, yang menyatakan bahwa sikap siswa terhadap matematika di 21
14 Indonesia tidak mempengaruhi prestasi belajar matematika dan penelitian yang dilakukan oleh Atawalo (2011) dengan penelitian hubungan antara sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan prestasi belajar pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 SOE tahun ajaran 2010/2011, menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan prestasi belajar matematika pada siswa kelas IX SMP Negeri 2 SOE Kabupaten Timor Tengah Selatan. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah subjek yang dijadikan penelitian, pada penelitian yang dilakukan oleh Hasanah adalah siswa SMP dan terdapat kesamaan objek yaitu mengambil self-efficacy, sedangkan untuk penelitian yang dilakukan Fatimaturrohmah dan Kuncoroningsih adalah siswa SMP dan terdapat kesamaan objek yaitu sikap siswa. Untuk penelitian terdahulu yang pertama hanya fokus meneliti tentang pemahaman konseptual pada pemecahan masalah geometri dan self-efficacy siswa SMP sedangkan penelitian kedua juga untuk mengetahui gambaran secara umum self-efficacy bidang akademik, penelitian ketiga mengetahui hubungan antara self efficacy dengan prestasi belajar siswa SD, penelitian keempat dan kelima membahas hubungan antara sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan prestasi belajar pada siswa SMP. Untuk penelitian yang sedang diajukan peneliti menganalisis mengenai self-efficacy dan sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika serta hubungan self-efficacy dan sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika. 22
15 2.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, teori serta beberapa hasil penelitian yang relevan dan guna mengetahui ada tidaknya hubungan self-efficacy dan sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika maka dapat diajukan hipotesis penelitian yaitu : (tidak ada hubungan self-efficacy dan sikap siswa) (ada hubungan self-efficacy dan sikap siswa) Dengan kalimat: : Tidak ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika. : Ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika. 23
BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan
BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy
Lebih terperinciPENGUKURAN SELF-EFFICACY SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MTs N 2 CIAMIS
Jurnal Teori dan Riset Matematika (TEOREMA) Vol. 1 No. 2, Hal, 39, Maret 2017 ISSN 2541-0660 2017 PENGUKURAN SELF-EFFICACY SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI MTs N 2 CIAMIS Yoni Sunaryo Pendidikan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Setiap orang pasti akan dihadapkan pada masalah, baik masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun masalah dalam konteks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang penting bagi setiap negara. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengutamakan pentingnya pendidikan, sehingga
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis. matematis merupakan sebuah cara dalam berbagi ide-ide dan
7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Komunikasi Matematis a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis Menurut NCTM (2000: 60) menyatakan bahwa komunikasi matematis merupakan sebuah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas
BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, diantaranya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan proses globalisasi, terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah dan perguruan tinggi untuk lebih menyiapkan anak didik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses
BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran terutama dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
47 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Syarat utama sebelum melakukan sebuah penelitian adalah menentukan variabel-variabel penelitian agar
Lebih terperinci93 Suci Nurul Fitriani, 2016 HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN SELF-EFFICACY Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V ini mendeskripsikan keseluruhan bab dari hasil penelitian yang telah didapatkan, dalam bentuk simpulan serta rekomendasi bagi berbagai pihak serta keterbatasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan dapat bersaing secara global. Sebagai suatu sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan diprioritaskan bagi seluruh umat manusia karena pendidikan merupakan ilmu sepanjang hayat. Pendidikan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS
BAB II KAJIAN TEORITIS A. KAJIAN TEORI 1. Kemampuan Koneksi Matematik Matematika terdiri dari berbagai topik yang saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya antar topik dalam matematika
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Representasi Matematis
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Representasi Matematis Janvier (Kartini, 2009) mengungkapkan bahwa konsep tentang representasi merupakan salah satu konsep psikologi yang dipakai dalam pendidikan matematika
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai dari tingkat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran terbaik terjadi ketika para siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kapasitas mereka untuk berfikir, menginterpretasikan, dan terlibat dalam
Lebih terperinci2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional, bab II pasal 3, menyatakan pendidikan memiliki fungsi dan tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah pendidikan tinggi yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelajaran fisika adalah pelajaran yang mengajarkan berbagai pengetahuan yang dapat mengembangkan daya nalar, analisa, sehingga hampir semua persoalan yang berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu proses penting yang harus didapatkan dalam hidup setiap individu, yang terdiri dari segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelajaran matematika merupakan pengetahuan dasar, dan kompetensi penunjang bagi pelajaran lainnya yang penting untuk dikuasai oleh siswa. Undang undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah jenjang pendidikan yang merupakan lanjutan dari pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk mempersiapkan peserta
Lebih terperinci2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abas Hidayat, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam proses pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teoritis 1. Self-Efficacy a. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau
Lebih terperinciEFIKASI DIRI DAN METAKOGNISI SISWA KELAS X SMA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL GEOMETRI. Kata kunci: Efikasi, metakognisi dan penyelesaian masalah.
EFIKASI DIRI DAN METAKOGNISI SISWA KELAS X SMA DALAM MENYELESAIKAN SOAL-SOAL GEOMETRI ABSTRAK Dalam pembelajaran, sebagai pendidik terkadang kita tidak pernah memperhatikan sikap (attitude) siswa terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia pendidikan saat ini sangat menarik perhatian, khususnya dengan adanya peraturan baru terkait dengan kerangka dasar dan struktur kurikulum sekolah guna meningkatkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORIRIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. kecenderungan sikap yang dimilikinya. Sebagaimana yang kita ketahui,
BAB II KAJIAN TEORIRIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakikat Sikap Belajar Sikap merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dan sangat berpengaruh terhadap hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat siswa untuk mendapatkan ilmu mencetak sumber daya manusia yang handal, memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keahlian dalam kerja akademis yang dinilai oleh para pengajar melalui tes, ujian,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (www.dbeusaid.org/publications/index.cfm?fuseaction=throwpub&id..).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam
BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam bab ini diuraikan: metode dan pendekatan penelitian, definisi operasional, lokasi, populasi dan sampel penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No.03/Januari/2010 dan Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah anak berkebutuhan khusus semakin mengalami peningkatan, beberapa tahun belakangan ini istilah anak berkebutuhan khusus semakin sering terdengar
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy menurut Bandura (1997) adalah keyakinan individu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian lain dari social loafing adalah kecenderungan untuk mengurangi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SOCIAL LOAFING 1. Pengertian Social loafing Social loafing merupakan pengurangan kinerja individu selama bekerja sama dengan kelompok dibandingkan dengan bekerja sendiri (Latane,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematik. Hal ini disebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berpikir reflektif matematis merupakan salah satu kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematik. Hal ini disebabkan target pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Proses pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan dan
Lebih terperinciBIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA
Bimbingan Pribadi Sosial Untuk BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA Atifah Hanum Casmini Abstrak Adanya saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan suatu negara. Begitu pentingnya, hingga inovasi dalam pendidikan terus menerus dikembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diklat dan MGMP. Salah satu yang harus disiapkan guru sebelum melaksanakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di sekolah menjadi beberapa sumber masalah bagi siswa SMAN 2 Bangkinang Barat, jika siswa tidak dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu SD, SMP, SMA/SMK serta Perguruan Tinggi. Siswa SMP merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pendidikan menurut UU no. 20 tahun 2003 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, pada setiap jenjang pendidikan, baik itu Sekolah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, pada setiap jenjang pendidikan, baik itu Sekolah Dasar(SD), Sekolah Menengah Pertama(SMP), Sekolah Menengah Atas(SMA), maupun Perguruan Tinggi(PT),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman, saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini didukung pula dengan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIK
8 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Pemecahan Masalah Masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun, tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). NCTM (2000)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu komponen dari serangkaian mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan dan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi self efficacy Self-efficacy mengarah pada keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan dalam mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya MEA di tahun 2016 dimana orang-orang dengan kewarganegaraan asing dapat bekerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Contoh peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam kondisi apapun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan suatu bangsa, maju tidaknya suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan bangsa itu sendiri. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang terutama bidang industri dan perdagangan.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self Efficacy Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk berhasil melakukan tugas tertentu (Bandura, 1997).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan usaha sengaja, terarah dan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teoritis 2.1.1. Pengertian Partisipasi atau keadaan mengambil bagian dalam suatu aktivitas untuk mencapai suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam situasi
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Undang undang Pemerintahan Negara Republik Indonesia tahun 2003 pasal 1 ayat 1 mengenai sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Bandura 1997 mengungkapkan bahwa self efficacy membuat individu untuk
BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Data Univariat Usia responden merupakan salah satu karakteristik responden yang berkaitan dengan pengalaman dan daya berpikir seseorang, Semakin bertambah umur seseorang cenderung
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011: 81). Berdasarkan definisi di atas, dijelaskan bahwa dukungan sosial adalah penerimaan seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bergantung kepada orangtua dan orang-orang yang ada di lingkungannya hingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan bergantung kepada orangtua dan orang-orang yang ada di lingkungannya hingga waktu tertentu.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. EFIKASI DIRI PARENTING 1. Pengertian Efikasi Diri Bandura merupakan tokoh yang memperkenalkan istilah efikasi diri (selfefficacy). Bandura (2001) mendefinisikan bahwa efikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Pembelajaran matematika di sekolah memiliki peranan penting dalam mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu sebagai salah satu sumber daya yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi mungkin agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri, keluarga, masyarakat dan Negara. khususnya bagi masyarakat Indonesia. Kualitas pendidikan di Indonesia saat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses dari perjalanan hidup manusia. Melalui pendidikan manusia akan mengalami perubahan tingkah laku dari yang sebelumnya tidak
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Self efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif korelasional ini menekankan analisisnya pada data-data numerikal
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional yang menghubungkan antara variabel efikasi diri (variabel X1) dan variabel motivasi berprestasi (variabel
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Kepuasan Kerja Two Factor Theory yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Furnham et al. (2009) menyatakan bahwa kepuasan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam
BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan memajukan daya pikir manusia, karena belajar matematika tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan dan tanggung jawab yang diemban seorang guru bimbingan dan konseling dalam kegiatan konseling cenderung mengantarkannya pada keadaan stres. Bahkan ironisnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia dan bertujuan untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. masing-masing akan dijelaskan dalam sub bab berikut.
25 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metodologi penelitian dalam penelitian ini, terdiri dari: pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel, subjek
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Pembahasan pada bagian metode penelitian ini akan menguraikan mengenai (A) Identifikasi Variabel Penelitian, (B) Definisi Operasional Variabel Penelitian, (C) Populasi dan Teknik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan suatu bangsa, termasuk di Indonesia. Pendidikan kejuruan, atau yang sering disebut dengan Sekolah Menengah Kejuruan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Akademik 1. Pengertian Efikasi Diri Akademik Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan
Lebih terperincijuga kelebihan yang dimiliki
47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsep matematika merupakan ilmu dasar bagi pengembangan sains dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep matematika merupakan ilmu dasar bagi pengembangan sains dan teknologi serta juga dalam kehidupan sehari hari. Matematika memiliki kaitan erat dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari melalui sekolah, baik dalam lingkungan, di rumah maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Atas adalah salah satu lembaga pendidikan yang memberikan pengajaran kepada peserta didiknya. Lembaga pendidikan ini memberikan pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan formal yang menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional dan mempunyai tujuan untuk menyiapkan peserta didik
Lebih terperinci