BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Berat Kering Tanaman Kentang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Berat Kering Tanaman Kentang"

Transkripsi

1 Berat Kering Tanaman Kentang Pengukuran berat kering dimulai dengan melakukan pengeringan contoh dengan menggunakan oven selama 48 jam pada suhu 70 o C. Setelah contoh tanaman kering, dilakukan penimbangan masing-masing bagian. Berat kering ini (gram) dikonversi dengan jarak tanam masing-masing contoh kemudian diperoleh biomassa (g m -2 ) Leaf Area Index (LAI) Nilai LAI dihitung dimulai dengan membuat replika beberapa contoh daun kentang pada kertas millimeter block, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat replika tersebut dan luasnya. Persamaan dari hubungan berat dan luas replika daun menunjukkan kerapatan daun pada tajuk (ρ). LAI = Luas daun pada tajuk Luas lahan yang ditutupi tanaman Radiasi surya yang diintersepsi oleh tanaman (Q int ) Radiasi yang diintersepsi tajuk dihitung menggunakan persamaan hukum Beer, Q τ τ Q int Keterangan: = Q o x e -k*lai.(3) = e -k*lai = 0,0393e 1,3718Lai...(4) = Q o Q τ = Q o (Q o x e -k*lai ) = Q o x (1-τ)....(5) Q int : Radiasi surya yang diintersepsi oleh tajuk tanaman kentang (MJ m -2 ) τ : Koefisien transmisi Q o : Radiasi surya yang terukur di stasiun klimatologi (MJ m -2 ) Nilai efisiensi tanaman (ε) ε = dw/q int.. (7) Keterangan : ε : efisiensi penggunaan radiasi surya (g MJ -1 ) dw : penambahan berat kering tanaman (g m -2 ) Q int : radiasi surya yang diintersepsi oleh tajuk tanaman secara kumulatif (MJ m -2 ) BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Intersepsi Radiasi Surya Intersepsi radiasi surya oleh tajuk tanaman adalah jumlah energi radiasi surya yang diterima oleh tajuk tanaman dikurangi radiasi surya yang ditransmisikan oleh tajuk tersebut. Perhitungan radiasi yang diintersepsi tajuk tanaman kentang dilakukan dengan menggunakan persamaan (5). Koefisien transmisi (τ) yang digunakan dalam persamaan (5) diperoleh dari Ariyani (2010, komunikasi pribadi) yang disajikan pada persamaan (4). Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 2. Pada minggu pertama pengukuran, intensitas radiasi yang diintersepsi tanaman cukup seragam dengan rata-rata 3,90 MJ m -2. Terjadi peningkatan intensitas radiasi yang diintersepsi seiring dengan kenaikan nilai LAI, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4. Hubungan antara nilai LAI dengan radiasi yang diintersepsi tajuk tanaman tidak berbanding lurus. Hal ini dikarenakan selama proses pertumbuhan tanaman kentang, nilai LAI ini akan terus naik sampai pada nilai tertentu, yang kemudian tidak ada lagi kenaikan nilai LAI atau bahkan malah terjadi penurunan. Tabel 2 Hasil perhitungan besarnya radiasi yang diintersepsi oleh tajuk tanaman kentang Perlakuan Radiasi surya yang diintersepsi (MJ m -2 ) minggu ke 1 a 2 a 3 a 4 a 5 a J1 AI 4,11 7,14 12,61 20,92 46,84 J1 BI 4,45 8,89 14,16 8,13 35,44 J1 CI 4,69 5,68 4,37 4,56 7,86 J1 AII 3,48 10,89 19,92 6,61 18,59 J1 BII 3,28 5,87 4,32 7,60 16,68 J1 CII 3,13 4,86 3,51 5,18 6,45 J2 AI 5,40 15,82 48,52 23,59 20,69 J2 BI 3,88 6,53 12,38 12,15 27,60 J2 CI 3,29 5,72 4,10 9,53 10,17 J2 AII 4,35 8,03 8,28 7,25 20,86 J2 BII 3,60 6,00 6,26 9,28 12,69 J2 CII 3,08 8,14 12,11 10,39 11,57 Keterangan : 1 a (38 hari setelah tanam) 2 a (46 hari setelah tanam) 3 a (53 hari setelah tanam) 4 a (60 hari setelah tanam) 5 a (67 hari setelah tanam)

2 7 Selama dilakukan pengukuran, ada beberapa contoh tanaman yang telah mulai terserang penyakit, sehingga hubungan antara LAI dengan intersepsi radiasi surya menjadi tidak konsisten. Penyakit yang menyerang tanaman kentang pada penelitian ini adalah hawar daun. Penyakit ini mulai menyerang tanaman kentang pada minggu keempat (60 hari setelah tanam), sehingga pada pengukuran keempat ini, besarnya intersepsi rata-ratanya lebih kecil dari minggu sebelumnya. Hal ini karena penyakit yang menyerang tanaman kentang menyebabkan pengukuran nilai LAI tidak dapat dilakukan karena daun kentang kering dan mengkerut. Pada pengukuran minggu keempat di Stasiun Pacet, suhu udara rata-rata 21,4 o C, radiasi surya rata-rata 13,87 MJm -2 dan kelembaban udara 86,2%. Kondisi ini masih memungkinkan tanaman kentang untuk terus memanen energi radiasi surya dan pada minggu berikutnya ada beberapa contoh tanaman yang masih tumbuh dengan baik, hanya saja jumlahnya sedikit. Menurut Harjadi (1984) dan Li et al. (2007), jarak tanam mempengaruhi intersepsi radiasi surya oleh daun. Apabila dilihat dari perbedaan jarak tanam, radiasi yang diserap tajuk tanaman kentang pada jarak tanam 20x30 cm lebih kecil dibandingkan dengan tanaman kentang pada jarak tanam 20x20 cm (Gambar 4a). Hal ini dikarenakan pada jarak tanam 20x30 cm, yang lebih renggang, memungkinkan lebih banyak radiasi yang ditransmisi ke bagian bawah tajuk, sehingga penggunaan energi radiasi surya menjadi kurang efisien. Pola hubungan antara LAI dan radiasi yang diintersepsi tajuk pada perlakuan ukuran benih sama dengan perlakuan jarak tanam. Pada Gambar 3b, tanaman kentang dengan benih grade C mengintersepsi radiasi surya lebih kecil dibandingkan dengan benih grade A dan B, dengan kisaran LAI yang lebih kecil dibandingkan dengan grade benih A dan B. (a) Jarak tanam (b) Ukuran umbi Gambar 4 Hubungan nilai LAI dengan intersepsi radiasi surya pada tajuk tanaman kentang.

3 8 Perbedaan jarak tanam maupun ukuran benih tidak menunjukkan perbedaan hasil pengukuran yang signifikan, baik dalam pengukuran nilai LAI ataupun intersepsi radiasi surya. Radiasi surya yang diintersepsi tajuk tanaman kentang cukup seragam. Intersepsi radiasi surya yang paling tinggi yaitu sebesar 48,52 MJm -2 selama satu minggu. Tanaman yang mengintersepsi energi sebanyak ini adalah tanaman yang ditanam pada jarak tanam 20x20 cm dan berasal dari benih dengan ukuran besar. Tanaman yang diberi perlakuan ini memiliki nilai LAI yang paling besar pula. 4.2 Berat Kering Tanaman Kentang Selain menghitung radiasi yang diintersepsi oleh tajuk tanaman kentang, berat kering dari tanaman ini juga dihitung pada tiap minggunya. Berat kering yang diukur meliputi berat kering tanaman di atas tanah (AGB) dan berat kering umbi. Hasil perhitungannya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3 dan 4. Secara keseluruhan, tanaman kentang mengalami peningkatan berat kering seiring dengan peningkatan intersepsi radiasi surya oleh tajuk. Menurut Tanaka (dalam Musawir 2005), berat kering tanaman akan bertambah seiring dengan meningkatnya nilai LAI, namun bila nilai LAI terus meningkat maka berat kering akan menurun. Penurunan berat kering ini disebabkan laju fotosintesis berkurang karena daun saling menaungi. Tabel 3 Hasil pengukuran berat kering tanaman di atas tanah Perlakuan Berat kering tanaman (g m -2 ) di atas tanah,minggu ke 1 a 2 a 3 a 4 a 5 a J1 AI 20,8 27,7 74,5 98,2 147,8 J1 BI 29,3 38,7 93, J1 CI 19, ,2 15,2 36,3 J1 AII 18,9 54,2 102,1 41,9 99,7 J1 BII 6,8 14,9 17,1 36,9 73,4 J1 CII 3,4 4,1 5,2 16,4 47,7 J2 AI 39 75, ,2 114,4 J2 BI 15,8 21,3 73,5 84,9 111,5 J2 CI 5,5 12,3 14,8 38,8 65 J2 AII 39, ,2 44,8 77,8 J2 BII 12,4 16,7 40,4 50,5 61,1 J2 CII 14,6 34,5 72,1 59,3 49,8 Berat kering tanaman di atas tanah (AGB) yang paling tinggi terukur pada minggu ketiga, tanaman kentang dengan jarak tanam 20x20 cm dan ukuran benih besar atau J2AI, data intersepsi radiasi tajuk juga paling tinggi (Tabel 2), dan LAI tinggi pula (Lampiran 2). Apabila data tersebut dibedakan berdasarkan jarak tanam, maka dapat diketahui bahwa pada jarak tanam 20x30 cm hasil pengukuran AGB yang lebih kecil dibandingkan pada jarak tanam 20x20 cm. Hal ini dikarenakan pada jarak tanam 20x30 cm intersepsi radiasi surya lebih rendah, sehingga hasil fotosintesisnya lebih sedikit pula, namun perbedaan berat kering yang terukur tidak signifikan. Perbedaan hasil pengukuran untuk perlakuan ukuran benih juga tidak terlalu besar. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tanaman kentang dengan benih grade A menghasilkan AGB yang besar pula. Perbedaan hasil ini bisa disebabkan oleh laju pertumbuhan pada kentang dengan ukuran benih grade A lebih tinggi dibandingkan benih yang lainnya. Pada perhitungan AGB ini, pengaruh ukuran benih lebih besar dibandingkan dengan jarak tanam. Tabel 4 Hasil pengukuran berat kering umbi Perlakuan Berat kering umbi (g m -2 ) minggu ke 1 a 2 a 3 a 4 a 5 a J1 AI * 20,1 47,3 178,5 279,8 J1 BI 7,9 16,1 123,9 182,0 164,0 J1 CI * 6,9 3,3 61,0 44,0 J1 AII 14,0 21,3 210,6 116,5 288,5 J1 BII * 6,2 17,1 27,1 83,2 J1 CII * 4,7 4,0 7,6 27,5 J2 AI 5,2 33,1 255,4 448,7 646,0 J2 BI * * 56,0 75,4 83,8 J2 CI * 11,8 6,6 35,7 199,8 J2 AII 26,8 14,1 87,8 168,9 148,2 J2 BII * 2,8 52,0 21,4 168,5 J2 CII 8,0 21,2 93,6 162,9 154,8 Keterangan : 1 a (38 hari setelah tanam) 2 a (46 hari setelah tanam) 3 a (53 hari setelah tanam) 4 a (60 hari setelah tanam) 5 a (67 hari setelah tanam) *) tanaman kentang belum memiliki umbi.

4 9 Pada pengukuran berat kering umbi, minggu pertama pengukuran belum semua tanaman kentang memiliki umbi. Berat kering yang terukur semakin bertambah tiap minggunya seiring dengan semakin besar nilai LAI, semakin besar intersepsi radiasi pada tajuk. Tanaman kentang yang berat kering umbinya paling tinggi dihasilkan dari tanaman kentang yang berasal dari benih grade A dan jarak tanam 20x20 cm. Ternyata perbedaan berat kering umbi yang dihasilkan dari tanaman yang diberi perlakuan jarak tanam maupun ukuran umbi cukup besar, tidak seperti pada hasil pengukuran AGB. Benih umbi yang berukuran besar dapat menghasilkan berat kering umbi yang besar pula, baik dalam jumlah umbi maupun ukuran dan berat umbi basah. Hasil pengukuran jumlah dan berat umbi basah ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambar 5 memberikan informasi bahwa pada pengukuran minggu pertama (38 hari setetah tanam) energi yang diserap tanaman lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan tanaman, penambahan ukuran tanaman. Akan tetapi, mulai minggu ketiga pengukuran (53 hari setelah tanam), energi lebih banyak dialokasikan untuk pembentukan umbi. Setelah minggu ketiga tanaman kentang masih mengalami penambahan berat kering di atas tanah, namun penambahan tersebut tidak sebesar pada saat awal pengukuran. Hal ini seperti yang disebutkan Smith (1968) bahwa pada fase pembentukan umbi, laju respirasi semakin menurun sampai masa panen. Oleh karena itu, penambahan berat kering tanaman (baik AGB maupun umbi) masih terus meningkat. Dari data pengukuran berat umbi basah (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa jumlah dan berat umbi basah terus meningkat tiap minggunya. Gambar 5 Berat kering tanaman rata-rata yang terukur pada tiap minggu.

5 Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya Gambar 6 Hubungan radiasi surya yang diintersepsi tajuk tanaman kentang secara kumulatif dengan penambahan berat kering tanaman kentang. Radiasi surya yang diintersepsi tajuk tanaman kentang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan serta produksi umbi. Energi yang diserap tersebut diakumulasikan selama masa tumbuhnya. Dengan mengkorelasikan radiasi yang diintersepsi oleh tajuk secara kumulatif dengan penambahan berat kering tanaman kentang, maka dapat diperoleh nilai efisiensi penggunaan radiasi surya. Tanaman kentang yang ditanam di Galudra, Cianjur ini memiliki nilai efisiensi sebesar 1,55 g MJ -1 dengan R 2 = 0,85. Pada penelitian ini juga dilakukan perhitungan nilai efisiensi dengan mengkorelasikan radiasi yang diintersepsi tajuk secara kumulatif dengan berat kering total (AGB+umbi). Nilai efisiensi yang diperoleh sebesar 4,49 g MJ -1, dengan nilai R 2 = 0,81. Nilai efisiensi ini lebih besar dibandingkan dengan hasil perhitungan efisiensi yang pertama (AGB), karena perhitungan ini memasukkan berat kering umbi. Sebagai catatan, berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa kadar air pada umbi 84% dari berat basah umbi. Nilai efisiensi penggunaan radiasi surya pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 5, 6 dan 7. Tanaman kentang yang ditanam pada jarak tanam 20x20 cm memiliki nilai efisiensi yang lebih besar dibandingkan dengan jarak tanam 20x30 cm. Kondisi ini menunjukkan bahwa kentang yang ditanam dengan kerapatan yang tinggi dapat menggunakan radiasi yang diintersepsi oleh tajuk lebih efisien daripada tanaman yang ditanam lebih renggang. Hal ini memperkuat hasil penelitian Kemanian et al. (2004) dan Nurmalan (1999) bahwa pada kentang dengan kerapatan tanaman yang tinggi, nilai efisiensinya lebih besar daripada kentang dengan kerapatan tanaman yang rendah. Apabila dibandingkan dengan penelitianpenelitian sebelumnya (Tabel 5), nilai efisiensi pada penelitian ini cukup mendekati nilai-nilai efisiensi tersebut. Nilai efisiensi pada Tabel 5 diperoleh dari hasil penelitian Kemanian et al. (2004) dan Nurmalan (1999) yang menggunakan jarak tanam yang berbeda; serta Tadesse et al. (2001) yang menggunakan dua varietas yang berbeda dan pemberian nitrogen. Efisiensi tanaman kentang varietas Gloria lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Spunta. Tanaman kentang yang sebelumnya diberi penambahan nitrogen, nilai efisiensinya lebih tinggi daripada benih kontrol (tidak diberi tambahan nitrogen). Nilai efisiensinya berada pada 1-2 g MJ -1.

6 11 Tabel 5 Penelitian Manrique et al (1991) Nurmalan (1999) Tadesse et al (2001) Kemanian et al (2004) Kodarsih (2010) Hasil penelitian nilai efisiensi penggunaan radiasi pada tanaman kentang Efisiensi (g MJ -1 ) 1,48 AGB 1,4-6,8 Data yang digunakan Biomassa total 1,7-2,3 AGB 1,13-1,23 AGB 1,55 AGB 4,49 Biomassa total Nilai efisiensi penggunaan radiasi surya pada tanaman kentang di Galudra ini akan lebih besar lagi apabila tanaman kentang tersebut tidak terserang penyakit. Menurut Johnson (1987), proses pengguguran daun dan serangan penyakit pada tanaman akan mengurangi nilai efisiensi penggunaan radiasi. Selain itu, menurut Chang (dalam Paimun 1999) nilai efisiensi pemanfaatan radiasi surya menjadi kecil karena dua faktor :permukaan tanah yang tidak seluruhnya ditutupi tanaman sehingga radiasi akan terbuang percuma dan berbagai macam defisiensi seperti zat-zat unsur hara, serangan hama, dan suhu yang tidak sesuai. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berat kering tanaman merupakan fungsi dari intersepsi radiasi surya pada tajuk tanaman kentang. Pada saat tajuk tanaman mengintersepsi radiasi surya yang tinggi, maka berat kering yang terukur tinggi pula, demikian sebaliknya. Selama pengukuran, intensitas radiasi surya yang diintersepsi meningkat seiring dengan kenaikan nilai LAI. Jarak tanam 20x20 cm dan 20x30 cm tidak berpengaruh secara nyata terhadap intersepsi radiasi surya oleh tajuk tanaman. Ukuran benih memberikan pengaruh pada hasil berat kering tanaman. Tanaman kentang dengan ukuran umbi yang besar menghasilkan berat kering yang lebih besar dibandingkan dengan umbi ukuran sedang dan kecil. Jarak tanam dan ukuran umbi memberikan pengaruh yang lebih besar pada berat kering umbi daripada biomas tanaman di atas tanah. Jumlah radiasi surya yang diintersepsi berbanding lurus dengan penambahan berat kering tanaman kentang, baik yang di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Gradien hubungan tersebut menunjukan nilai efisiensi penggunaan radiasi surya pada tanaman kentang. Biomas tanaman di atas tanah pada penelitian ini menghasilkan nilai efisiensi penggunaan radiasi surya sebesar 1,55 g MJ -1, sedangkan untuk biomas total nilai efisiensinya sebesar 4,49 g MJ Saran Penelitian selanjutnya akan lebih baik apabila menggunakan varietas yang berbeda dan pencegahan yang lebih baik terhadap serangan hama yang mungkin terjadi. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik (BPS) Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang. Dalam (25/11/2010) Badan Pusat Statistik (BPS) Produksi Sayuran di Indonesia. Dalam (25/11/2010) Bey, A Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Cahyono, B Budidaya Intensif Tanaman Kentang. Solo : CV. Aneka Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Mentan : Kemampuan Indonesia Untuk Produksi Kentang Sangat Membanggakan. Dalam (25/11/2010) Foods and Agriculture Organisation (FAO) The Potato. Dalam (25/11/2010) Handoko, I Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor

KOEFISIEN PEMADAMAN TAJUK DAN EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA PADA TANAMAN KENTANG

KOEFISIEN PEMADAMAN TAJUK DAN EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA PADA TANAMAN KENTANG Available online at: http://journal.ipb.ac.id/index.php/agromet J.Agromet 24 (2) : 27-32, 2010 ISSN: 0126-3633 KOEFISIEN PEMADAMAN TAJUK DAN EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA PADA TANAMAN KENTANG (Solanum

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN Semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka semakin banyak jumlah makanan (pangan) yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan primer manusia ini. Kondisi ini dapat

Lebih terperinci

V. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA PADA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DAN ATLANTIS 3 1

V. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA PADA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DAN ATLANTIS 3 1 V. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA PADA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DAN ATLANTIS 3 1 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan pada dua tempat berbeda yaitu di Galudra Provinsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan penelusuran studi pustaka dan percobaan. Penelusuran studi pustaka dimulai bulan April 2010 sampai dengan Juni 2011. Percobaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

VI. MODEL SIMULASI PERKEMBANGAN, PERTUMBUHAN DAN NERACA AIR TANAMAN KENTANG PADA DATARAN TINGGI DI INDONESIA4 1 ABSTRAK

VI. MODEL SIMULASI PERKEMBANGAN, PERTUMBUHAN DAN NERACA AIR TANAMAN KENTANG PADA DATARAN TINGGI DI INDONESIA4 1 ABSTRAK 79 VI. MODEL SIMULASI PERKEMBANGAN, PERTUMBUHAN DAN NERACA AIR TANAMAN KENTANG PADA DATARAN TINGGI DI INDONESIA 4 1 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model simulasi perkembangan, pertumbuhan,

Lebih terperinci

Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah.

Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah. 6 Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah. Kehilangan Air Tanaman Kentang Data yang digunakan untuk menduga nilai kehilangan air tanaman kentang melalui perhitungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanaman Cabai Tanaman cabai termasuk suku terung-terungan (Solanaceae), berbentuk perdu, dan tergolong tanaman semusim. Tanaman cabai hibrida varietas Serambi dapat ditanam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian 2 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Pada saat penelitian berlangsung suhu dan RH di dalam Screen house cukup fluktiatif yaitu bersuhu 26-38 o C dan berrh 79 95% pada pagi hari pukul 7.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dikenal oleh

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dikenal oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dikenal oleh petani Indonesia khususnya di daerah Jawa, NTB dan NTT. Pada setiap daerah tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13 4.1 Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisa sidik ragam untuk parameter tinggi tanaman pada 1, 2, 3 dan 4 minggu setelah tanam (MST) yang disajikan pada Lampiran 3a, 3b, 3c dan

Lebih terperinci

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun PENGARUH UMUR SIMPAN BIBIT BAWANG MERAH VARIETAS SUPER PHILIP DAN RUBARU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN DI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN Yuti Giamerti dan Tian Mulyaqin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao. Fakhrusy Zakariyya 1)

Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao. Fakhrusy Zakariyya 1) Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao Fakhrusy Zakariyya 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB Sudirman 90 Jember 68118 Daun merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 18 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Model pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dengan berbagai taraf penunasan dibangun melalui dua kegiatan yaitu (1) percobaan lapangan, dan (2) penyusunan model. Percobaan

Lebih terperinci

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi Evapotranspirasi 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi Departemen Geofisika dan Meteotologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011. Bahan

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Suhu berkorelasi positif dengan radiasi mata hari Suhu: tanah maupun udara disekitar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Tinggi Tanaman (cm ) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak tanam yang berbeda serta interaksi antara kedua perlakuan

Lebih terperinci

Frequently Ask Questions (FAQ) tentang kaitan lingkungan dan kelapa sawit

Frequently Ask Questions (FAQ) tentang kaitan lingkungan dan kelapa sawit Frequently Ask Questions (FAQ) tentang kaitan lingkungan dan kelapa sawit Tim KITA PPKS Dalam uraian ini akan ditampilkan Frequently Ask Questions (FAQ) atau pertanyaan yang sering disampaikan terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan komoditas sayuran bernilai ekonomi yang banyak diusahakan petani setelah cabai dan bawang merah. Kentang selain digunakan sebagai

Lebih terperinci

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB IKLlM INDONESIA HANDOKO Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB Secara umum, daerah tropika terletak di antara lintang 23,5O LU (tropika Cancer) sampai 23,5O LS (tropika Capricorn). Batasan ini berdasarkan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena kaya kandungan gizi. Putri dkk., (2014) menyatakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji 13 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitiaan telah dilaksanakan di perairan Teluk Gerupuk, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Jangka waktu pelaksanaan penelitian terdiri

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2017 di Lahan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2017 di Lahan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2017 di Lahan Percobaan dan Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang tinggi

I. PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang tinggi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang tinggi merupakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Untuk menguji hipotesis, digunakan data percobaan yang dirancang dilakukan di dua tempat. Percobaan pertama, dilaksanakan di Pangalengan, Kabupaten Bandung,

Lebih terperinci

PENGARUH NAUNGAN PARANET TERHADAP IKLIM MIKRO DAN PRODUKTIVITAS PUCUK TANAMAN KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.

PENGARUH NAUNGAN PARANET TERHADAP IKLIM MIKRO DAN PRODUKTIVITAS PUCUK TANAMAN KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.)Willd. PENGARUH NAUNGAN PARANET TERHADAP IKLIM MIKRO DAN PRODUKTIVITAS PUCUK TANAMAN KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.) CITRA PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Pada awal penanaman sudah memasuki musim penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu

1. PENDAHULUAN. banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat adalah satu diantara produk hortikultura yang mempunyai beragam manfaat, yaitu bisa dimanfaatkan dalam bentuk segar sebagai sayur, buah dan olahan berupa makanan,

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013- Januari 2014 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan 49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN 9 II. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Desember 2015 yang bertempat di di Pusat Penelitian dan Pengembangan Lahan Kering

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di III. TATA CARA PENELITIAN A. Rencana Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di Laboratorium Penelitian, Lahan Percobaan fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Iklim Mikro di Dalam Rumah Tanaman Kondisi suhu udara di dalam rumah tanaman selama penelitian berlangsung disajikan pada Gambar 12. 40 36 Suhu ( o C) 32 28 24 20

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman.

BAB I PENDAHULUAN. Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman. Dalam jumlah banyak nitrogen dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting di dalam sel termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun Namun

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun Namun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun 1521-1529. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa tanaman ini masuk ke Indonesia setelah tahun 1557. Tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia karena merupakan salah satu jenis sayuran buah

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN

III. TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Green House untuk melakukan fermentasi dari urin kelinci dan pengomposan azolla, dilanjutkan dengan pengaplikasian pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010)

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010) melaporkan bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahunnya meningkat 1,48

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI TANAMAN TOMAT VARIETAS TORA TERHADAP PERBEDAAN KONDISI IKLIM MIKRO AKIBAT PEMAKAIAN MULSA PERAK DAN HITAM FITRI MUNAWAROH

RESPON PRODUKSI TANAMAN TOMAT VARIETAS TORA TERHADAP PERBEDAAN KONDISI IKLIM MIKRO AKIBAT PEMAKAIAN MULSA PERAK DAN HITAM FITRI MUNAWAROH 1 RESPON PRODUKSI TANAMAN TOMAT VARIETAS TORA TERHADAP PERBEDAAN KONDISI IKLIM MIKRO AKIBAT PEMAKAIAN MULSA PERAK DAN HITAM FITRI MUNAWAROH DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 12 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Berdasarkan Tabel 2 di bawah parameter tinggi tanaman umumnya perlakuan jarak tanam berbeda nyata pada 2, 4 dan 6 MST.Variasi varietas tanaman jagung berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan bahan pangan masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Keadaan tersebut mendorong pencarian dan pengembangan sumber

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret di daerah Jumantono, Karanganyar, dengan jangka waktu penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul 147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFISIENSI KONVERSI ENERGI MATAHARI PADA PERTANAMAN KEDELE MELALUI PENANAMAN JAGUNG DENGAN JARAK TANAM BERBEDA

PENINGKATAN EFISIENSI KONVERSI ENERGI MATAHARI PADA PERTANAMAN KEDELE MELALUI PENANAMAN JAGUNG DENGAN JARAK TANAM BERBEDA Volume 12, Nomor 2, Hal. 49-54 ISSN 0852-8349 Juli Desember 2010 PENINGKATAN EFISIENSI KONVERSI ENERGI MATAHARI PADA PERTANAMAN KEDELE MELALUI PENANAMAN JAGUNG DENGAN JARAK TANAM BERBEDA Nyimas Myrna E.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

X. WATER AND IRRIGATION. Acquaah, George Horticulture. Principles and Practices. Chapter 23, 24

X. WATER AND IRRIGATION. Acquaah, George Horticulture. Principles and Practices. Chapter 23, 24 X. WATER AND IRRIGATION Acquaah, George. 2005. Horticulture. Principles and Practices. Chapter 23, 24 AIR DAN TANAMAN Air : bahan dasar semua aktivitas metabolik tanaman Air berperan penting dalam : respirasi,

Lebih terperinci

Volume 11 Nomor 2 September 2014

Volume 11 Nomor 2 September 2014 Volume 11 Nomor 2 September 2014 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 11 2 Hal. 103-200 Tabanan September 2014 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 HASIL

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

PENGATURAN POPULASI TANAMAN

PENGATURAN POPULASI TANAMAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGATURAN POPULASI TANAMAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PENGATURAN POPULASI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Rumah Plastik di Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Maret sampai

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan tanaman yang banyak

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan tanaman yang banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan tanaman yang banyak mengandung karbohidrat. Oleh karena itu ubi kayu dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat di samping

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan komoditas kacang-kacangan kedua yang ditanam secara luas di Indonesia setelah kedelai. Produktivitas kacang tanah di Indonesia tahun 1986 tercatat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kec. Natar Kab. Lampung Selatan dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan

PENDAHULUAN. Indonesia. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang tanah adalah komoditas agrobisnis yang bernilai ekonomi cukup tinggi dan merupakan salah satu sumber protein dalam pola pangan penduduk Indonesia. Kebutuhan kacang tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian I. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lokasi penelitian terletak pada 05 22ˈLS dan 105 14ˈBT pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Oktober 2011-Januari 2012. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1 Tinggi Tanaman kacang hijau pada umur 3 MST Hasil pengamatan tinggi tanaman pada umur 3 MST dan sidik ragamnya disajikan pada tabel lampiran 2. Hasil analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dikenal sebagai The King of Vegetable dan produksinya menempati urutan keempat dunia setelah beras, gandum dan jagung (The International

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

MARI BERKEBUN HORTIKULTURA DI LAHAN PEKARANGAN SEMPIT

MARI BERKEBUN HORTIKULTURA DI LAHAN PEKARANGAN SEMPIT MARI BERKEBUN HORTIKULTURA DI LAHAN PEKARANGAN SEMPIT Nitisapto M. Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Jl. Flora, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia Email: mulyono.nitisapto@yahoo.com

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian tanaman pangan merupakan sektor pertanian yang memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci