KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PEDOMAN PENYIAPAN PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR REGIONAL BIDANG PLP

2 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 2

3 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP TA Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

4 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 4

5 KATA PENGANTAR Pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota saat ini menuntut Pemerintah Daerah untuk melakukan inovasi dalam memberikan pelayanan publik ke masyarakat. Di lain pihak, penyediaan infrastruktur menghadapi tantangan tersendiri antara lain ketersediaan lahan yang semakin sulit serta tingginya biaya untuk membangun dan mengoperasikan infrastruktur tersebut. Menghadapi tantangan tersebut, Pemerintah Daerah perlu lebih terbuka terhadap opsi pembangunan infrastruktur khususnya infrastruktur bidang Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) yang bersifat regional seperti Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional atau Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Domestik Regional, sehingga pelayanan yang diberikan dapat lebih efektif dan efisien. Opsi pelayanan publik secara regional dapat dilakukan melalui kerja sama antar Pemerintah Daerah, maupun dilakukan dengan pola Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Buku Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP ini disusun dengan tujuan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam mempersiapkan pengelolaan infrastruktur regional bidang PLP sehingga diharapkan dapat terwujud penyelenggaraan pengelolaan infrastruktur regional bidang PLP yang efisien, tepat sasaran, tepat waktu, mutu dan biaya, serta ketentuan teknis. Sasaran Buku Pedoman ini adalah penguatan kapasitas pengambil keputusan maupun pengelola infrastruktur di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang akan mengimplementasikan pengelolaan infrastruktur regional bidang PLP. Penyusunan materi buku pedoman ini merupakan rangkuman dari berbagai peraturan maupun referensi serta melibatkan para praktisi di bidang sampah dan air limbah domestik melalui tahapan kosinyasi. Namun demikian, disadari bahwa penyelenggaraan infrastruktur di bidang PLP pada dasarnya bersifat dinamis, sehingga pedoman ini dapat berubah sesuai perkembangan teknologi dan kondisi lapangan. Untuk itu kami sangat terbuka terhadap berbagai masukan dalam rangka penyempurnaan isi pedoman ini ke depan. Akhir kata, besar harapan kami agar buku pedoman ini dapat bermanfaat dan digunakan oleh Pemerintah Daerah sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan infrastruktur regional bidang PLP. Jakarta, November 2017 Direktur Jenderal Cipta Karya, Ir. Sri Hartoyo, Dipl. SE, ME 5i Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI i ii BAB 1. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MAKSUD DAN TUJUAN LANDASAN HUKUM DEFINISI DAN PENGERTIAN RUANG LINGKUP TAHAPAN PENYIAPAN PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR REGIONAL BIDANG PLP SISTEMATIKA PEDOMAN... 7 bab 2. TAHAPAN PERSIAPAN KEBUTUHAN DAN PEMRAKARSAAN STUDI PENDAHULUAN PENAWARAN RENCANA LOKASI PENGADAAN TANAH PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN Rencana Induk Studi Kelayakan Penyusunan Dokumen DED Penyusunan Dokumen AMDAL MEMBENTUK TIM KOORDINASI KERJA SAMA DAERAH (TKKSD) MEMBENTUK BADAN KERJA SAMA KESEPAKATAN BERSAMA Penyiapan Kesepakatan Penandatanganan Kesepakatan PERJANJIAN KERJA SAMA Penyiapan Perjanjian Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama SURAT MINAT PEMBANGUNAN PERSETUJUAN DPRD Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 6ii

7 bab 3. TAHAPAN PEMBANGUNAN PENYEDIAAN ANGGARAN PEMBANGUNAN Sumber Pendanaan Pembangunan Biaya investasi pembangunan infrastruktur air Limbah Domestik PEMBANGUNAN Pembangunan TPA Sampah Regional Pembangunan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik KAJIAN AKADEMIS PEMBENTUKAN UPTD Kajian akademis Analisis Beban Kerja Analisis Rasio Belanja Pegawai Standar Operasional Prosedur PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN UPTD Provinsi Badan Usaha Milik Daerah PENYEDIAAN ANGGARAN UPTD DAN SUMBER DAYA MANUSIA Penyediaan Anggaran Penyediaan Sumber Daya Manusia PROSES PEMBANGUNAN SERAH TERIMA ASET BAB 4. TAHAPAN OPERASIONAL DAN PEMELIHARAAN PELATIHAN SDM DAN PENYULUHAN MASYARAKAT BIAYA OPERASIONAL DAN PEMELIHARAAN Operasional dan Pemeliharaan Pengelolaan Persampahan Operasional dan Pemeliharaan Pengelolaan Air Limbah domestik Kompensasi Dampak Lingkungan PENGEMBANGAN KEMITRAAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT Pengembangan Kemitraan Pengembangan Peran Serta Masyarakat BAB 5. TAHAPAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN PERSYARATAN MENERAPKAN PPK-BLUD PENYIAPAN DOKUMEN PPK-BLUD TIM PENILAI PENETAPAN STATUS BLUD BAB 6. PENUTUP iii Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

8 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 8

9 1 PENDAHULUAN 9 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

10 Saat ini permasalahan pelayanan air limbah domestik dan persampahan masih cukup kompleks, antara lain keterbatasan lahan di wilayah perkotaan, kapasitas layanan infrastruktur yang belum terlampaui (tingginya idle capacity), jarak daerah pelayanan dengan infrastruktur bidang PLP yang cukup jauh. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 10

11 bab 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Urusan pemerintahan bidang pengelolaan persampahan dan air limbah domestik merupakan urusan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan keduanya merupakan pelayanan dasar yang wajib disediakan oleh negara dan harus dilaksanakan secara baik, apalagi jika dikaitkan dengan permasalahan masih rendahnya capaian pelayanan persampahan dan air limbah domestik saat ini. Tingkat capaian layanan persampahan sebesar 86,73 persen (Riskesdas, 2014) dan tingkat capaian layanan air limbah domestik sebesar 62,14 persen (BPS, 2015). Masih rendahnya akses masyarakat terhadap sarana pelayanan persampahan dan air limbah domestik tersebut antara lain disebabkan oleh kurang tersedianya prasarana dan sarana pengelolaan persampahan dan air limbah domestik di lingkungan masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pembangunan infrastruktur persampahan dan air limbah domestik. Namun demikian karena biaya pembangunan yang diperlukan dan biaya operasional tersebut cukup tinggi maka dalam penyediaannya adalah melalui kerja sama daerah. Selain itu, diperlukan suatu lembaga pengelola yang bertugas mengelola infrastruktur regional persampahan dan air limbah domestik tersebut secara berkelanjutan. Agar pelaksanaan penyediaan infrastruktur regional persampahan dan air limbah domestik tersebut mulai dari tahapan perencanaan, pengadaan, operasi dan pemeliharaan, serta pengembangan dan peningkatannya dapat dilaksanakan dengan baik perlu dibuat suatu pedoman yang dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah dan berbagai pihak terkait dalam penyiapan pengelolaan infrastruktur regional persampahan dan air limbah domestik yang dibangun. 1 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

12 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN Pedoman ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksanaan dan acuan bagi penyelenggara dalam menyiapkan pengelolaan infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik. Pedoman ini bertujuan membantu Pemerintah Daerah dalam menyiapkan pengelolaan infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1.3 LANDASAN HUKUM Landasan hukum penyusunan Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Persampahan dan Air Limbah Domestik, terdiri atas: A. Undang-Undang 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; B. Peraturan Pemerintah 1. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Kerja Sama Daerah; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah; C. Peraturan Presiden 1. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 2

13 D. Peraturan Menteri 1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Kerja Sama Daerah; 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Kerja Sama Antar Daerah; 4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga; 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah; 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah; 8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pembentukan Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerja Sama di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; 9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik; 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan dan Klasifikasi Cabang Dinas dan UPTD. 1.4 DEFINISI DAN PENGERTIAN Dalam buku Pedoman ini yang dimaksud dengan : 1. Sampah Rumah Tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. 2. Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum dan/ atau fasilitas lainnya. 3 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

14 3. Tempat Pemrosesan Akhir Regional selanjutnya disingkat TPA Regional adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan yang dikelola secara bersama-sama oleh dua atau lebih Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi. 4. Tempat pemrosesan akhir yang selanjutnya disingkat TPA adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. 5. Tempat penampungan sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. 6. Tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) yang selanjutnya disebut TPS 3R adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan,pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang skala kawasan. 7. Tempat pengolahan sampah terpadu yang selanjutnya disingkat TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir. 8. Unit Pelaksana Teknis Daerah yang selanjutnya disingkat UPTD adalah organisasi yang melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu pada Dinas atau Badan Daerah. 9. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis dan berkesinambuangan yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, dan pemrosesan akhir sampah. 10. Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan/atau kegiatan pemukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama. 11. Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik yang selanjutnya disingkat SPALD adalah serangkaian kegiatan pengelolaan air limbah domestik dalam satu kesatuan dengan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah domestik. 12. Penyelenggaraan SPALD adalah serangkaian kegiatan dalam melaksanakan pengembangan dan pengelolaan prasarana dan sarana untuk pelayanan air limbah domestik. 13. SPALD Setempat yang selanjutnya disingkat SPALD-S adalah sistem pengelolaan yang dilakukan dengan mengolah air limbah domestik di lokasi sumber, yang selanjutnya lumpur hasil olahan diangkut dengan sarana pengangkut ke Sub-sistem Pengolahan Lumpur Tinja. 14. SPALD Terpusat yang selanjutnya disingkat SPALD-T adalah sistem pengelolaan yang dilakukan dengan mengalirkan air limbah domestik dari sumber secara kolektif ke Subsistem Pengolahan Terpusat untuk diolah sebelum dibuang ke badan air permukaaan. 15. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja yang selanjutnya disingkat IPLT adalah instalasi Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 4

15 pengolahan air limbah yang dirancang hanya menerima dan mengolah lumpur tinja yang berasal dari Sub-sistem Pengolahan Setempat. 16. Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik yang selanjutnya disingkat IPALD adalah bangunan air yang berfungsi untuk mengolah air limbah domestik. 17. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 18. Kesepakatan bersama adalah persetujuan para pihak untuk melakukan kerja sama. 19. Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah selanjutnya disingkat TKKSD adalah tim yang dibentuk oleh Kepala Daerah untuk membantu Kepala Daerah dalam menyiapkan kerja sama daerah. 20. Badan Kerja Sama selanjutnya disingkat BK adalah suatu forum untuk melaksanakan kerja sama yang keanggotaannya merupakan wakil yang ditunjuk dari daerah yang melakukan kerja sama. BK ini bukan perangkat daerah. 21. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. 22. Pola Pengelolaan Keuangan BLUD, yang selanjutnya disingkat PPK-BLUD adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya RUANG LINGKUP Ruang lingkup Pedoman ini adalah semua tahapan dalam penyiapan pengelolaan infrastruktur regional persampahan dan air limbah domestik, meliputi: a. Tahapan Persiapan b. Tahapan Pembangunan; c. Tahapan Operasi dan Pemeliharaan; d. Peningkatan Kelembagaan PPK-BLUD; dan e. Implementasi Pengelolaan TPA Regional dan IPAL Regional (contoh kasus). 5 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

16 1.6. TAHAPAN PENYIAPAN PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR REGIONAL BIDANG PLP TAHAP PERSIAPAN TAHAP PEMBANGUNAN TAHAP OPERASI & PEMELIHARAAN TAHAP PENINGKATAN KELEMBAGAAN Tidak Kebutuhan & Pemrakarsaan PemKab/PemKot untuk Beregional Dengan mencantumkan Rencana Lokasi Infrastruktur Regional Ya Ya Tidak Tidak Penyusunan Dokumen Kebutuhan & Pemrakarsaan PemProv untuk Beregional Ya Studi Pendahuluan Identifikasi Potensi yang bisa dikerjasamakan Sudah mencantumkan Rencana Lokasi dalam RTRW? Ya Tidak Selesai Penawaran Kepada PemProv/ PemKab/ PemKot lain & Pihak Ketiga Penyiapan KSB Penandatanganan KSB Penyediaan Anggaran Pembangunan Sumber pendanaan Proses Lelang Sosialisasi Pembangunan Kajian Akademis & Ranperkada Pembentukan Kelembagaan Penyediaan Anggaran Penempatan SDM Diktat PELATIHAN SDM DAN PENYULUHAN MASYARAKAT OPERASI & PEMELIHARAAN PRASARANA & SARANA PENGEMBANGAN KEMITRAAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT PENINGKATAN KELEMBAGAAN PPK-BLUD Penyiapan Dokumen Pembentukan Kelembagaan PPK-BLUD SOSIALISASI PENETAPAN UPTD PPK-BLUD Rencana Induk FS Konsultasi Publik Tidak Diterima Tidak Masyarakat TKKSD & BKSAD Serah Terima Aset UPTD Beroperasional Pemerintah Daerah UPTD PPK-BLUD Beroperasi Ya Pengadaan Tanah Surat Minat Pembangunan Kepada Menteri Penyusunan DED Hasil Studi Meminta Pendapat kepada : Penyiapan PKS Penyusunan AMDAL 1. Perangkat Daerah Terkait 2. Pakar 3. Kementerian 4. Pimpinan LPND Penandatanganan PKS TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 6

17 1.7. SISTEMATIKA PEDOMAN Pedoman ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN BAB II. TAHAPAN PERSIAPAN BAB III. TAHAPAN PEMBANGUNAN BAB IV. TAHAPAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN BAB V. PENINGKATAN KELEMBAGAAN PPK-BLUD BAB VI. PENUTUP LAMPIRAN: 1. IMPLEMENTASI PENGELOLAAN TPA REGIONAL (studi kasus) 2. PERHITUNGAN BIAYA OPERASI DAN PEMELIHARAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH REGIONAL 3. PERHITUNGAN BIAYA OPERASI DAN PEMELIHARAAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (SPALD) 7 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

18 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 8

19 2TAHAPAN PERSIAPAN 9 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

20 Interaksi antara Provinsi/Kabupaten/Kota tersebut untuk mengatasi permasalahan pengelolaan persampahan atau air limbah domestik merupakan acuan bagi Pemerintah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota dalam menyiapkan infrastruktur pengelolaan persampahan dan pengelolaan air limbah secara regional. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 10

21 bab 2 TAHAPAN PERSIAPAN 2.1 KEBUTUHAN DAN PEMRAKARSAAN Inisiasi pembangunan infrastruktur regional diawali dengan adanya permasalahan sekaligus kebutuhan pengelolaan persampahan dan air limbah domestik secara regional di wilayah provinsi atau kabupaten dan/atau kota. Permasalahan keterbatasan lahan dan/atau anggaran yang dimiliki oleh salah satu Kabupaten/Kota, menjadi dasar dalam melakukan kerja sama antardaerah dalam penyediaan infrastruktur pengelolaan persampahan dan/atau air limbah domestik. Kerja sama tersebut dituangkan dalam sebuah Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang melakukan kerja sama regional. Interaksi antara provinsi/kabupaten/kota tersebut untuk mengatasi permasalahan pengelolaan persampahan atau air limbah domestik merupakan acuan bagi Pemerintah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota dalam menyiapkan infrastruktur pengelolaan persampahan dan pengelolaan air limbah secara regional. Atas dasar itu, salah satu Kepala Daerah Kabupaten/Kota atau mungkin provinsi memprakarsai dan menawarkan rencana kerja sama kepada kepala Daerah yang lain dan/atau pihak ketiga. Apabila para pihak menerima, rencana kerja sama tersebut maka relasi antara kepala Daerah yang lain dan/atau pihak ketiga dapat ditingkatkan dalam Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerja Sama yang akan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 11 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

22 2.2 STUDI PENDAHULUAN Untuk meyakinkan bahwa permasalahan dan kebutuhan pengelolaan persampahan dan air limbah domestik secara regional di wilayah provinsi, kabupaten, dan kota sebagaimana diuraikan di atas merupakan sesuatu yang mendesak dan memiliki potensi untuk dikerjasamakan secara regional terlebih dahulu dibuat studi pendahuluan. Studi pendahuluan adalah berupa gambaran makro objek kerja sama yang akan dikerjasamakan. Studi pendahuluan dilakukan dengan berpedoman pada dokumen perencanaan pembangunan daerah, seperti: a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) c. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi/Kabupaten/Kota Studi Pendahuluan paling kurang memuat: a. Kerjasama Regional Persampahan: 1. Jumlah penduduk dan proyeksi jumlah penduduk; 2. Potensi timbulan sampah; 3. Permasalahan yang dihadapi Provinsi/Kabupaten/Kota dalam pengelolaan sampah; 4. Identifikasi rencana lokasi TPA Regional, sebagai masukan pada RTRW Provinsi/ Kabupaten/Kota; dan 5. Potensi ketersedian peraturan daerah dan kelembagaan pengelolaan sampah. b. Kerjasama Regional Air Limbah Domestik: 1. Jumlah penduduk dan proyeksi jumlah penduduk; 2. Potensi pencemaran akibat pengelolaan air limbah domestik yang buruk; 3. Permasalahan yang dihadapi Provinsi/Kabupaten/Kota dalam pengelolaan air limbah domestik; 4. Identifikasi rencana lokasi IPLT/IPAL Regional, sebagai masukan pada RTRW Provinsi/ Kabupaten/Kota; dan 5. Potensi ketersedian peraturan daerah dan kelembagaan pengelolaan air limbah domestik. Hasil Studi Pendahuluan merupakan acuan dasar atau bahan pertimbangan dalam mengajukan penawaran kerjasama regional pengelolaan persampahan dan/atau air limbah domestik kepada Kepala Daerah lain dan/atau pihak ketiga. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 12

23 2.3 PENAWARAN Pada tahap penawaran dilakukan beberapa kegiatan, meliputi: a. memilih atau menentukan prioritas objek yang akan dikerjasamakan dalam pengelolaan persampahan dan air limbah domestik. b. memilih daerah lain dan/atau pihak ketiga yang akan diajak kerja sama. c. menawarkan objek yang akan dikerjasamakan melalui surat penawaran. Mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah, maka surat penawaran dimaksud dapat dilakukan antara: 1) Gubernur dengan Gubernur, tembusan suratnya disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, Departemen/Pimpinan Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) terkait dan DPRD dari daerah yang menawarkan. 2) Gubernur dengan Bupati/Walikota dalam satu Provinsi atau di luar Provinsi, tembusan suratnya disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, Departemen/ Pimpinan LPND terkait dan DPRD dari daerah yang menawarkan. 3) Bupati/Walikota dengan Bupati/Walikota dalam satu Provinsi, tembusan suratnya disampaikan kepada Gubernur, Menteri Dalam Negeri, Departemen/Pimpinan LPND terkait dan DPRD dari daerah yang menawarkan. 4) Bupati/Walikota dengan Bupati/Walikota dari Provinsi yang berbeda, tembusan suratnya disampaikan kepada masing-masing Gubernur, Menteri Dalam Negeri, Departemen/ Pimpinan LPND terkait dan DPRD Surat penawaran kerja sama Kepala Daerah sekurang-kurangnya memuat: 1) Objek yang akan dikerjasamakan; 2) Manfaat kerja sama terhadap pembangunan daerah; 3) Bentuk kerja sama; 4) Tahun anggaran dimulainya kerja sama; 5) Jangka waktu kerja sama; dan 6) Studi Pendahuluan. Surat penawaran kerja sama tersebut dapat disebut sebagai kerangka acuan/proposal kerja sama. Kepala Daerah setelah menerima jawaban tawaran rencana kerja sama dari daerah lain membahas kerja sama yang akan dilakukan dengan Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD), yang selanjutnya memberikan jawaban tertulis atas rencana kerja sama kepada Kepala Daerah lain. 13 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

24 2.4 RENCANA LOKASI Rencana lokasi infrastruktur regional persampahan dan air limbah domestik ditentukan dengan penetapan pengaturan penempatan infrastruktur tersebut pada RTRW. Untuk pembangunan infrastruktur regional persampahan dan air limbah domestik seharusnya rencana lokasi infrastruktur regional persampahan dan air limbah domestik sudah ditetapkan pada Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota. Untuk memastikan bahwa rencana lokasi infrastruktur regional persampahan dan air limbah domestik tersebut sudah ditetapkan pada RTRW Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota dapat dilihat pada ketentuan tentang Arahan Perwujudan Rencana Struktur Ruang dan ketentuan lainnya yang terkait pada Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota. Keharusan merevisi RTRW khususnya pada ketentuan tentang Arahan Perwujudan Rencana Struktur Ruang dan ketentuan lainnya yang terkait bilamana rencana lokasi infrastruktur regional persampahan dan air limbah domestik belum ditetapkan pada Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota sementara pembangunan Infrastruktur regional persampahan dan air limbah domestik sudah sangat diperlukan. 2.5 PENGADAAN TANAH 1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. 2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur regional persampahan dan/atau air limbah domestik menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Provinsi. Kepemilikan lahan di luar Pemerintah Provinsi ditindaklanjuti dengan pelaksanaan pemindahtanganan lahan, dengan cara penjualan, tukar menukar atau hibah 1. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum termasuk juga untuk infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik dapat diselenggarakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat dilakukan melalui 4 (empat) tahapan 2, yaitu: a. Tahap Perencanaan Pengadaan Instansi yang memerlukan tanah membuat Rencana Pengadaan Tanah yang disusun dalam bentuk Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah. Setelah dokumen lengkap, instansi yang memerlukan tanah tersebut menyampaikan kepada Gubernur (dalam hal ini Gubernur di provinsi terkait lokasi rencana pengadaan tanah) Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 14

25 b. Tahap Persiapan Pengadaan Tanah Setelah dokumen rencana pengadaan tanah diterima oleh Gubernur, Gubernur membentuk Tim Persiapan Pengadaan Tanah. Tim Persiapan Pengadaan Tanah memiliki tugas: 1) melaksanakan pemberitahuan (sosialisasi atau tatap muka atau dengan surat pemberitahuan) rencana pembangunan; 2) melakukan pendataan awal lokasi rencana pembangunan, meliputi pengumpulan data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah; 3) konsultasi publik rencana pembangunan; 4) menyiapkan penetapan lokasi pembangunan; 5) mengumumkan penetapan lokasi pembangunan; dan 6) melaksanakan tugas lain yang terkait persiapan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang ditugaskan oleh Gubernur. c. Tahap Pelaksanaan Pengadaan Tanah Pelaksanaan pengadaan tanah diselenggarakan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum pada tahap persiapan pengadaan tanah, instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Pengajuan pelaksanaan pengadaan tanah tersebut dilengkapi dengan: 1) keputusan penetapan lokasi; 2) dokumen perencanaan pengadaan tanah; dan 3) data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah. Pelaksanaan Pengadaan Tanah meliputi: 1) inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah; 2) penilaian ganti kerugian; 3) musyawarah penetapan ganti kerugian; 4) pemberian ganti kerugian; 5) pelepasan hak objek pengadaan tanah; 6) pemutusan hubungan hukum antara pihak yang berhak dengan objek pengadaan tanah; dan 7) pendokumentasian peta bidang, daftar nominatif dan data administrasi pengadaan tanah. 15 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

26 d. Tahap Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah Setelah dilakukannya ganti kerugian dan pelepasan hak objek pengadaan tanah, Ketua Pelaksana Pengadaan tanah menyerahkan hasil pengadaan tanah berupa bidang tanah dan dokumen pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah disertai dengan data pengadaan tanah paling lama 7 hari kerja sejak dilakukan pelepasan hak objek pengadaan tanah. Setalah dilakukan serah terima hasil pengadaan tanah, maka instansi yang memerlukan dapat langsung menggunakan untuk melaksanakan pembangunan dan wajib mendaftarkan tanah yang diperolehnya tersebut. 2.6 PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN Rencana Induk Penyusunan Rencana Induk pengelolaan infrastruktur regional dapat dilaksanakan oleh: a. Pemerintah Pusat, apabila infrastruktur regional yang akan dibangun merupakan infrastruktur regional lintas provinsi; b. Pemerintah Provinsi apabila infrastruktur regional yang akan dibangun merupakan infrastruktur regional lintas kabupaten/kota. Rencana Induk pengelolaan infrastruktur regional bidang persampahan adalah rencana pengelolaan sampah secara keseluruhan mulai dari pengurangan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Jangka waktu perencanaan minimal 10 tahun. Rencana Induk yang sudah tersusun selanjutnya dikonsultasikan kepada publik. Pelaksanaan konsultasi publik sekurang-kurangnya satu kali dalam kurun waktu 12 bulan, dengan dihadiri masyarakat yang tinggal di wilayah layanan serta di wilayah yang diperkirakan terkena dampak. 3) Lampiran 1, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Dokumen Rencana Induk setidaknya berisikan 3 : a. rencana umum; b. rencana penanganan sampah; c. program dan kegiatan penanganan sampah; d. kriteria teknis; e. standar pelayanan; f. rencana alokasi lahan TPA g. rencana keterpaduan dengan air minum, air limbah dan drainase h. rencana pembiayaan dan pola investasi; i. rencana pengembangan kelembagaan; Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 16

27 Rencana Induk Penyelenggaraan SPALD lintas Kabupaten/Kota mencakup penyelenggaraan SPALD-T dan/atau SPALD-S yang terdapat di dalam lebih dari satu wilayah Kabupaten/Kota dalam satu provinsi. Rencana Induk disusun berdasarkan wilayah Kabupaten/Kota yang masuk dalam wilayah perencanaan regional. Rencana Induk direncanakan untuk periode perencanaan minimal 20 (dua puluh) tahun. Rencana Induk Penyelenggaraan SPALD harus dikonsultasikan kepada publik untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari stakeholder, sebelum ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Penyusunan Rencana Induk SPALD untuk daerah mengacu pada pengembangan wilayah (RTRW dan RDTR) dan rencana pembangunan daerah RPJPD dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sesuai peraturan perundang-undangan. Kedudukan Rencana Induk SPALD berada dibawah kebijakan spasial di masing-masing daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Muatan Rencana Induk Penyelenggaraan SPALD setidaknya berisikan 4 : a. Rencana Umum, yaitu gambaran umum daerah dan kawasan rencana maupun kondisi wilayah baik fisik maupun non fisik; b. Standar dan Kriteria Pelayanan SPALD yang ditentukan berdasarkan jenis pelayanan, mutu pelayanan, dan penerima layanan yang akan diterapkan di wilayah perencanaan; c. Rencana Penyelenggaraan SPALD-Setempat dan SPALD-Terpusat; d. Indikasi dan sumber pembiayaan berupa besaran biaya penyelenggaraan SPALD jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek, dan sumber pembiayaan (APBN, APBD, pelaku usaha, dan/atau masyarakat); e. Rencana Kelembagaan dan SDM yang diperlukan dalam penyelenggaraan SPALD antara lain meliputi bentuk kelembagaan, struktur organisasi, dan tata kerja disertai kebutuhan SDM; f. Rencana kebutuhan peraturan perundang-undangan; dan g. Rencana pemberdayaan masyarakat. 4) Lampiran II, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik 17 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

28 Studi Kelayakan Studi Kelayakan pengelolaan infrastruktur regional dapat dilaksanakan oleh: a. Pemerintah Pusat, apabila infrastruktur regional yang akan dibangun merupakan infrastruktur regional lintas provinsi; b. Pemerintah Provinsi apabila infrastruktur regional yang akan dibangun merupakan infrastruktur regional lintas kabupaten/kota. 5 ) Lampiran 1, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Studi Kelayakan 5 penyelenggaran Prasarana dan Sarana Persampahan (PSP) adalah suatu studi untuk mengetahui tingkat kelayakan usulan program penyelenggaraan PSP di suatu wilayah pelayanan ditinjau dari aspek kelayakan teknis, ekonomi, keuangan, lingkungan, sosial, hukum dan kelembagaan. Muatan Studi Kelayakan setidaknya berisikan: a. Perencanaan PSP; b. Perkiraan timbulan sampah; c. Kondisi sosial ekonomi; d. Kelembagaan; e. Data sumber sampah; f. Program pengembangan dan strategi pelaksanaan; g. Analisis dampak lingkungan atau UKL/UPL h. Rencana operasi dan pemeliharaan; i. Perkiraan biaya investasi dan O&P; j. Perkiraan pendapatan; dan k. Kajian sumber pembiayaan. Persyaratan teknis dari penyusunan Studi Kelayakan adalah terpenuhinya: a. Kriteria kelayakan teknis; b. Kriteria standard kelayakan ekonomi dan keuangan; c. Kajian lingkungan; d. Kajian sosial; e. Kajian hukum; dan f. Kajian kelembagaan. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 18

29 Studi Kelayakan Penyelenggaraan SPALD adalah suatu studi untuk mengetahui tingkat kelayakan usulan pembangunan SPALD di suatu wilayah pelayanan ditinjau dari aspek kelayakan teknis, keuangan dan ekonomi. Studi kelayakan pengembangan SPALD wajib disusun berdasarkan: a. Rencana Induk pengembangan SPALD yang telah ditetapkan; b. Rencana program pengembangan SPALD pada Zona Prioritas; dan c. Kegiatan pengembangan SPALD pada Zona Prioritas. Sementara bagi Kabupaten/Kota yang belum terdapat Rencana Induk SPALD, studi kelayakannya disusun berdasarkan Buku Putih Sanitasi (BPS) dan Strategi Sanitasi Kabupaten/ Kota (SSK) Penyusunan Dokumen DED Penyusunan dokumen DED dilakukan setelah status lahan jelas kepemilikannya, dan dipastikan tidak terdapat permasalahan di dalamnya (clear and clean). DED atau Rencana Teknis Rinci adalah studi untuk menyusun detail rancangan bangunan infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik yang akan digunakan. Penyusunan DED diawali dengan kegiatan pengukuran lokasi serta sosialisasi rencana proyek kepada masyarakat sekitar maupun pengguna. Rancangan DED pengelolaan persampahan regional, perlu memperhatikan antara lain: a. Analisis timbulan dan komposisi sampah, yaitu untuk mengukur besarnya volume sampah dan komposisi sampah yang diproduksi dari masyarakat dan lingkungan lainnya. Besaran timbulan sampah akan berpengaruh pada kebutuhan luas lahan TPA maupun kebutuhan sarana prasarana pendukung lainnya di TPA. b. Wilayah pelayanan, cakupan pelayanan, jumlah penduduk serta proyeksinya. c. Pengukuran topografi di lokasi TPA d. Penentuan teknologi pemrosesan sampah. Ada beberapa teknik pemrosesan sampah di TPA, metode pemrosesan harus dilihat dari berbagai masalah di lahan yang telah dipilih (daur ulang/komposting, gas dan pengolahan sebagai energi listrik, pengolahan lindi). e. Target pelayanan persampahan, serta rencana strategi pengurangan sampah. f. Penyusunan Biaya Operasi dan Pemeliharaan, yang nantinya dijadikan sebagai dasar perhitungan tipping fee dalam pengelolaan infrastruktur regional bidang persampahan. Perhitungan tipping fee ini juga dilakukan dengan perhitungan kompensasi dampak 19 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

30 lingkungan. Perhitungan tipping fee ini akan dicantumkan dalam salah satu pasal dalam Perjanjian Kerja sama. g. Penyusunan SOP kegiatan pada infrastruktur regional bidang persampahan. Rancangan DED penyelenggaraan SPALD regional, perlu memperhatikan antara lain: a. Wilayah pelayanan, cakupan pelayanan, jumlah penduduk serta proyeksinya. b. Perhitungan timbulan air limbah domestik dan lumpur tinja. c. Analisis kualitas air limbah domestik dan lumpur tinja. d. Baku mutu air limbah domestik. e. Identifikasi potensi pelanggan pengguna layanan pengelolaan air limbah domestik. f. Pengukuran topografi di lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPALD) serta jaringan pelayanan dan pengumpulan air limbah domestik. g. Nota desain, spesifikasi teknis dan gambar teknis pada komponen SPALD yang direncanakan. h. Dokumen pelaksanaan kegiatan dan rencana detail kegiatan termasuk didalamnya tahapan dan jadwal pelaksanaan perencanaan. i. Penyusunan Biaya Operasi dan Pemeliharaan, yang nantinya dijadikan sebagai dasar perhitungan retribusi dalam pengelolaan sistem IPALD Regional. j. Penyusunan SOP komponen SPALD. Pengumpulan data untuk menunjang DED ini diambil dari data primer dan sekunder. Selanjutnya data tersebut perlu dianalisis dan dievaluasi diikuti dengan keluaran antara lain: a. Pembuatan gambar teknis dan design note; b. Rencana anggaran biaya (RAB) pembangunan infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik; c. Rancangan Kelembagaan yang akan mengelola infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik; dan d. Pembuatan dokumen lelang. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 20

31 Penyusunan Dokumen AMDAL Dokumen AMDAL 6 adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Sedangkan dokumen UKL-UPL adalah dokumen yang berisi pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 6) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal wajib memiliki UKL-UPL. Dokumen penyusunan Amdal terdiri atas Kerangka Acuan, Andal dan RKL-RPL. Di dalam penyusunan AMDAL dilakukan juga kegiatan sosialisasi kepada masyarakat melalui kegiatan Konsultasi Publik. Rencana kegiatan secara lebih rinci dapat disampaikan oleh perangkat daerah (Pemrakarsa) kepada masyarakat yang akan terdampak, untuk meminimalisasi resistensi terhadap rencana pembangunan infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik. Apabila dari hasil sosialisasi tersebut terjadi penolakan, maka dilakukan penyusunan ulang atas skenario rencana proyek. 2.7 MEMBENTUK TIM KOORDINASI KERJA SAMA DAERAH (TKKSD) Untuk membantu Gubernur dalam menyiapkan kerjasama daerah, Gubernur membentuk TKKSD, yang mempunyai tugas utama: a. menilai proposal berupa Rancangan Kesepakatan Bersama (KSB); b. memberikan rekomendasi kepada gubernur untuk penandatanganan KSB dan Perjanjian Kerja Sama (PKS); serta c. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kerjasama daerah kabupaten/ kota. Susunan organisasi TKKSD Provinsi terdiri atas: a. Ketua : Sekretaris Daerah b. Wakil Ketua I : Asisten yang membidangi kerja sama daerah c. Wakil Ketua II : Kepala Bappeda d. Sekretaris : Kepala Biro yang membidangi kerja sama daerah 21 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

32 e. Anggota Tetap : - Kepala Biro Hukum - Kepala SKPD yang membidangi Pemerintahan - Kepala SKPD yang membidangi keuangan dan pengelolaan asset f. Anggota Tidak Tetap : - Kepala SKPD yang Kepala SKPD yang melaksanakan kerja sama - Kepala SKPD yang terkait dengan pelaksanaan kerja sama - Tenaga ahli/pakar Atas penawaran kerja sama, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang akan menjadi calon mitra kerja sama juga membentuk TKKSD yang mempunyai tugas utama menilai proposal dan studi kelayakan dalam penawaran kerja sama. Susunan organisasi TKKSD Kabupaten/Kota terdiri atas: a. Ketua : Sekretaris Daerah b. Wakil Ketua I : Asisten yang membidangi kerja sama daerah c. Wakil Ketua II : Kepala Bappeda d. Sekretaris : Kepala Bagian yang membidangi kerja sama daerah e. Anggota Tetap : - Kepala Bagian Hukum - Kepala Bagian Pemerintahan - Kepala SKPD yang membidangi keuangan dan pengelolaan asset f. Anggota Tidak Tetap : - Kepala SKPD yang menangani Bidang Pekerjaan Umum - Kepala SKPD yang terkait dengan pelaksanaan kerja sama - Tenaga ahli/pakar Apabila dipandang lebih efektif, maka sebagaimana ketentuan yang terdapat di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah, TKKSD, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugasnya dapat membentuk Tim Teknis untuk menyiapkan materi teknis terhadap objek yang akan dikerjasamakan. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 22

33 2.8 MEMBENTUK BADAN KERJA SAMA Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan kerjasama daerah dapat membentuk lembaga berupa Badan Kerjasama, yang bertugas membantu kepala daerah melakukan kerja sama dengan daerah lain yang dilakukan secara terus menerus atau diperlukan waktu paling singkat 5 (lima) tahun, mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah. Badan Kerja sama ini bukan perangkat daerah. Pembentukan dan susunan organisasi badan kerja sama ditetapkan dengan keputusan bersama kepala daerah. Tugas Badan Kerja sama: a. membantu melakukan pengelolaan, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kerja sama; b. memberikan masukan dan saran kepada kepala daerah masing-masing mengenai langkahlangkah yang harus dilakukan apabila ada permasalahan; dan c. melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala daerah masing-masing. Biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Badan Kerjasama menjadi tanggung jawab bersama kepala daerah yang melakukan kerja sama. 2.9 KESEPAKATAN BERSAMA Penyiapan Kesepakatan Penyiapan kesepakatan dalam kerjasama daerah dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan yaitu: a. Setelah menerima jawaban persetujuan dari Kepala Daerah lain yang ditawarkan kerjasama, TKKSD masing-masing segera membahas rencana kerjasama daerah dan menyiapkan Kesepakatan Bersama. b. Kesepakatan Bersama merupakan pokok-pokok kerja sama yang memuat: 1) Identitas para pihak; 2) Maksud dan tujuan; 3) Objek dan ruang lingkup kerja sama; 4) Bentuk kerja sama; 5) Sumber biaya; 6) Tahun anggaran dimulainya pelaksanaan kerja sama; 7) Jangka waktu berlakunya kesepakatan bersama, paling lama 12 bulan; dan 8) Rencana kerja yang memuat: 23 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

34 (a) Jangka waktu penyusunan rancangan perjanjian kerjasama daerah; (b) Tanggal pembahasan bersama rancangan perjanjian kerjasama; dan (c) Jadwal penandatanganan perjanjian kerjasama daerah; Rencana kerja tersebut dijadikan lampiran dalam Kesepakatan Bersama dan ditandatangani oleh masing-masing kepala daerah Penandatanganan Kesepakatan Setelah Kesepakatan Bersama dipersiapkan selanjutnya ditandatangani oleh masing-masing Kepala Daerah yang dapat disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri/Pimpinan LPND yang terkait dengan objek kerja sama PERJANJIAN KERJA SAMA Penyiapan Perjanjian a. TKKSD Provinsi dan TKKSD Kabupaten/Kota menyiapkan rancangan Perjanjian Kerja Sama yang memuat paling sedikit: 1) Subjek kerja sama; 2) Objek kerja sama; 3) Ruang lingkup kerja sama; 4) Hak dan kewajiban; 5) Jangka waktu kerja sama; 6) Keadaan memaksa/force majeure; 7) Penyelesaian perselisihan; dan 8) Pengakhiran kerja sama. b. Dalam Perjanjian Kerja Sama, Kepala Daerah dapat menyatakan bahwa pelaksanaan yang bersifat teknis ditangani oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). c. Dalam menyiapkan rancangan Perjanjian Kerjasama, dapat meminta bantuan pakar/tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian/Lembaga Pemerintah yang terkait. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 24

35 d. Setelah ada kesepakatan, TKKSD menyiapkan rancangan akhir Perjanjian Kerja Sama sesuai format yang ditetapkan peraturan perundang-undangan. Ketua TKKSD masingmasing memberikan paraf pada rancangan Perjanjian Kerja Sama dan menyerahkan kepada Kepala Daerah masing-masing untuk ditandatangani. e. Salah satu materi dalam Perjanjian Kerja Sama yang cukup penting adalah ketentuan tentang besaran angka jasa pelayanan pengelolaan infrastruktur regional. Penetapan jasa pelayanan pengelolaan infrastruktur regional dihitung berdasarkan kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan dalam pengelolaan infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik. Di samping besaran jasa pelayanan pengelolaan infrastruktur regional ini, terdapat komponen biaya lain yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama berupa kompensasi dampak lingkungan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Perjanjian Kerja Sama ditandatangani Pemerintah Daerah yang beregional dengan dibantu TKKSD dalam berkoordinasi dengan Gubernur dan Kementerian/Lembaga terkait. Perjanjian Kerjasama ditandatangani oleh masing-masing Kepala Daerah pada tempat dan waktu yang telah disepakati pada rencana kerja sama SURAT MINAT PEMBANGUNAN Kerja sama daerah memerlukan komitmen yang kuat dari masing-masing Pemerintah Daerah yang akan beregional diantaranya meliputi komitmen kesanggupan penyediaan anggaran dan kesanggupan penyediaan lahan untuk pembangunan infrastruktur regional bidang persampahan dan/atau air limbah domestik. Dalam hal pelaksanaan pembangunan, pemerintah provinsi dapat mengusulkan pendampingan dan/atau fasilitas lainnya kepada Kementerian/Lembaga terkait melalui surat minat yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi PERSETUJUAN DPRD Rencana kerja sama daerah yang membebani daerah dan masyarakat harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan ketentuan apabila biaya kerja sama daerah belum teranggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran berjalan dan/atau menggunakan dan/atau memanfaatkan aset daerah. Namun apabila kerja sama daerah yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi dari 25 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

36 perangkat daerah dan biayanya sudah teranggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan tidak perlu mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Untuk mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap kerja sama daerah dalam penyelenggaraan infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik yang akan membebani daerah dan masyarakat, Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan surat dengan melampirkan Perjanjian Kerja Sama kepala kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan memberikan penjelasan mengenai: a. Tujuan kerja sama pembangunan dan pengelolaan infrastruktur regional. b. Objek yang akan dikerjasamakan. c. Hak dan kewajiban meliputi: - Besaran tipping fee maupun kompensasi dampak lingkungan yang menjadi kewajiban Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. - Besarnya kontribusi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kerja sama pembangunan dan pengelolaan infrastruktur regional bidang PLP. - Keuntungan yang akan diperoleh berupa barang, uang, atau jasa dari penerapan infrastruktur regional. d. Jangka waktu kerja sama pembangunan dan pengelolaan infrastruktur regional. e. Besarnya pembebanan yang dibebankan kepada masyarakat dan jenis pembebanannya. f. Studi Pendahuluan. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 26

37 27 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

38 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 28

39 3TAHAPAN PEMBANGUNAN 29 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

40 Pembangunan infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik utamanya disediakan dari anggaran belanja daerah. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 30

41 bab 3 TAHAPAN PEMBANGUNAN 3.1 PENYEDIAAN ANGGARAN PEMBANGUNAN Penyediaan anggaran pembangunan infrastruktur regional persampahan dan air limbah dapat domestik dilakukan dengan memperhatikan ketentuan pada Pasal 22 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu: Ayat (1): Ayat (2): Ayat (3): Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya. Pemberian pinjaman dan/atau hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Ayat (4): Pemerintah Daerah dapat memberikan pinjaman kepada/menerima pinjaman dari daerah lain dengan persetujuan DPRD. 31 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

42 Sumber Pendanaan Pembangunan Alokasi dana perimbangan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan, terdiri atas: a. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. b. Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. c. Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. Pembangunan infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik utamanya disediakan dari anggaran belanja daerah. Namun demikian menurut Pasal 31 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa: a. Belanja daerah yang dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Provinsi atau Kabupaten/Kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. b. Belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud di atas diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. c. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian penyediaan anggaran untuk pembangunan infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik dapat berasal dari: Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 32

43 1. dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah; 2. pinjaman; dan/atau 3. hibah. Sumber pendanaan lainnya yang dapat digunakan untuk penyediaan infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik, antara lain: a. Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha b. Dana Masyarakat Biaya investasi pembangunan infrastruktur Air Limbah Domestik Investasi pemerintah 1 adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya. Biaya investasi infrastruktur regional persampahan dan air limbah domestik ditentukan oleh sistem yang akan digunakan pada infrastruktur yang akan dibangun. Sistem yang digunakan pada TPA antara lain sistem lahan urug terkendali, lahan urug saniter, gasifikasi dan insinerasi, sedangkan yang digunakan pada infrastruktur air limbah domestik adalah SPALD-T dan SPALD-S. 1) Peraturan Peamerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah Skala Perkotaan ü ü ü ü Cakupan pelayanan skala perkotaan minimal layanan (dua puluh ribu) jiwa. IPALD, Stasiun Pompa, Pipa Induk, Pipa Retrikulasi (Pipa Servis, Pipa Lateral): Pemerintah Pusat Lahan, Pipa Lateral, House Inlet, OM: Pemerintah Daerah Sambungan Rumah: Rumah Tangga/ Pemerintah Daerah 33 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

44 3.2 PEMBANGUNAN Pembangunan TPA Sampah Regional 2) Peraturan Menteri PU Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Pembangunan TPA Sampah Regional meliputi prasarana dan sarana TPA, yang terdiri dari 2 : a. Fasilitas Dasar, yang terdiri dari jalan masuk, jalan operasi, drainase dan bangunan penunjang (pagar dan kantor). b. Fasilitas Perlindungan Lingkungan, yang terdiri dari lapisan dasar landfill, pengumpulan dan pengolahan lindi (penyaluran lindi dan instalasi pengolahan lindi), penanganan gas, zona penyangga, sumur uji atau pantau. c. Fasilitas Penunjang, yang terdiri, antara lain jembatan timbang, fasilitas air bersih, bengkel/ hanggar, tempat pencucian alat angkut dan alat berat, laboratorium, dan sebagainya. d. Fasilitas Operasional, antara lain alat angkut, antara lain: dump truck untuk pengangkutan tanah penutup, alat berat (backhoe, ekskavator dan atau bulldozer, dan sebagainya), tanah Pembangunan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik a. Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat Komponen SPALD-S terdiri dari : 1. Sub-sistem Pengolahan Setempat Sub-sistem Pengolahan Setempat berfungsi untuk mengumpulkan dan mengolah air limbah domestik (black water dan grey water) di lokasi sumber. Kapasitas pengolahan terdiri atas: a) Skala individual dapat berupa cubluk kembar, tangki septik dengan bidang resapan, biofilter dan unit pengolahan air limbah fabrikasi; dan b) Skala komunal diperuntukkan: 1) 2 (dua) sampai dengan 10 (sepuluh) unit rumah tinggal; dan 2) Mandi Cuci Kakus (MCK), dapat berupa permanen dan non permanen (mobile toilet). 2. Sub-sistem Pengangkutan Sub-sistem Pengangkutan merupakan sarana untuk memindahkan lumpur tinja dari Sub-sistem Pengolahan Setempat ke Sub-sistem Pengolahan Lumpur Tinja. Sarana pengangkut lumpur tinja ini berupa kendaraan pengangkut yang memiliki tangki Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 34

45 penampung dari bahan baja yang harus dilengkapi dengan: a) alat penyedot lumpur tinja berupa pompa vakum dan peralatan selang; dan b) tanda pengenal khusus, contoh warna yang mencolok, tulisan spesifik. Selain kelengkapan tersebut, sarana pengangkutan lumpur tinja dapat juga dilengkapi dengan alat pemantauan elektronik. Untuk lokasi yang tidak dapat dijangkau oleh truk, dapat menggunakan kendaraan bermotor roda tiga atau sejenisnya yang telah dimodifikasi sesuai kebutuhan. 3. Sub-sistem Pengolahan Lumpur Tinja Sub-sistem Pengolahan Lumpur Tinja berfungsi untuk mengolah lumpur tinja yang masuk ke dalam IPLT. Sub-sistem Pengolahan Lumpur Tinja terdiri dari pengolahan fisik, pengolahan biologis, dan/atau pengolahan kimia. Prasarana dan sarana IPLT terdiri atas: a) Prasarana utama yang berfungsi untuk mengolah lumpur tinja, yang meliputi: 1) unit penyaringan secara mekanik atau manual berfungsi untuk memisahkan atau menyaring benda kasar di dalam lumpur tinja; 2) unit pengumpulan berfungsi untuk mengumpulkan lumpur tinja dari kendaraan penyedot lumpur tinja sebelum masuk ke unit pengolahan berikutnya; 3) unit pemekatan berfungsi untuk memisahkan padatan dengan cairan yang dikandung lumpur tinja, sehingga konsentrasi padatan akan meningkat atau menjadi lebih kental; 4) unit stabilisasi berfungsi untuk menurunkan kandungan organik dari lumpur tinja, baik secara anaerobik maupun aerobik; 5) unit pengeringan lumpur berfungsi untuk menurunkan kandungan air dari lumpur hasil olahan, baik dengan mengandalkan proses fisik dan/atau proses kimia; dan 6) unit pemrosesan lumpur kering berfungsi untuk mengolah lumpur yang sudah stabil dari hasil pengolahan lumpur sebelumnya untuk kemudian dimanfaatkan. b) Prasarana dan sarana pendukung yang berfungsi untuk menunjang pengoperasian, pemeliharaan, dan evaluasi IPLT yang berada di satu area dengan IPLT. 35 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

46 Prasarana dan sarana pendukung terdiri dari: 1) platform (dumping station) yang merupakan tempat truk penyedot tinja untuk mencurahkan (unloading) lumpur tinja ke dalam tangki imhoff ataupun bak ekualisasi (pengumpul); 2) kantor yang diperuntukkan bagi tenaga kerja; 3) gudang dan bengkel kerja untuk tempat penyimpanan peralatan, suku cadang unit di IPLT, dan perlengkapan lainnya; 4) laboratorium untuk pemantauan kinerja IPLT; 5) infrastruktur jalan berupa jalan masuk, jalan operasional, dan jalan inspeksi; 6) sumur pantau untuk memantau kualitas air tanah di sekitar IPLT; 7) fasilitas air bersih untuk mendukung kegiatan pengoperasian IPLT; 8) alat pemeliharaan; 9) peralatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3); 10) pos jaga; 11) pagar pembatas untuk mencegah gangguan serta mengamankan aset yang berada di dalam lingkungan IPLT; 12) pipa pembuangan; 13) tanaman penyangga; dan/atau 14) sumber energi listrik. b. Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat Komponen SPALD-T terdiri dari: 1. Sub-sistem Pelayanan Sub-sistem Pelayanan merupakan prasarana dan sarana untuk menyalurkan air limbah domestik dari sumber melalui perpipaan ke Sub-sistem Pengumpulan. Sub-sistem Pelayanan meliputi pipa tinja, pipa non tinja, bak perangkap lemak dan minyak dari dapur, pipa persil, dan bak kontrol. 2. Sub-sistem Pengumpulan Sub-sistem Pengumpulan merupakan prasarana dan sarana untuk menyalurkan air limbah domestik melalui perpipaan dari Sub-sistem Pelayanan ke Sub-sistem Pengolahan Terpusat. Sub-sistem Pengumpulan terdiri dari pipa retikulasi, pipa induk, dan prasarana dan sarana pelengkap. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 36

47 3. Sub-sistem Pengolahan Terpusat Sub-sistem Pengolahan Terpusat merupakan prasarana dan sarana untuk mengolah air limbah domestik yang dialirkan dari sumber melalui Sub-sistem Pelayanan dan Subsistem Pengumpulan. Prasarana dan sarana IPALD terdiri atas: a) Prasarana utama meliputi: 1) bangunan pengolahan air limbah domestik; 2) bangunan pengolahan lumpur; 3) peralatan mekanikal dan elektrikal; dan/atau 4) unit pemanfaatan hasil olahan. b) Prasarana dan sarana pendukung meliputi: 1) gedung kantor; 2) laboratorium; 3) gudang dan bengkel kerja; 4) infrastruktur jalan berupa jalan masuk, jalan operasional, dan jalan inspeksi; 5) sumur pantau; 6) fasilitas air bersih; 7) alat pemeliharaan; 8) peralatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3); 9) pos jaga; 10) pagar pembatas; 11) pipa pembuangan; 12) tanaman penyangga, dan/atau 13) sumber energi listrik. Sub-sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat berupa Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPALD) yang berfungsi untuk mengolah air limbah domestik. Sub-sistem pengolahan terdiri dari unit pengolahan air limbah domestik (pengolahan fisik, pengolahan biologis, dan/atau pengolahan kimia), pengolahan lumpur hasil olahan air limbah domestik tersebut (baik berupa lumpur dari pengolahan fisik maupun lumpur dari hasil pengolahan biologis/kimia), dan unit pembuangan akhir. 37 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

48 Bagi kota yang sudah mempunyai IPALD tapi tidak mempunyai IPLT, IPALD yang sudah ada tidak dapat berfungsi sekaligus sebagai IPLT untuk mengolah lumpur tinja karena IPALD tetap berfungsi untuk mengolah air limbah domestik saja. Apabila IPALD yang ada ingin difungsikan sebagai IPLT juga, maka diperlukan penyediaan tambahan unit pemisah lumpur sebelum lumpur tinja tersebut masuk ke dalam IPALD. Apabila debit lumpur tinja yang masuk ke IPALD lebih besar dari 10% (sepuluh persen) dari kapasitas terpasang IPALD, maka diperlukan unit pengolahan pendahuluan secara biologis. Air hasil olahan IPALD dan IPLT yang dibuang ke badan air permukaan, harus memenuhi standar baku mutu air limbah domestik. Apabila air limbah domestik yang telah terolah akan dimanfaatkan untuk keperluan tertentu, maka air olahan tersebut harus memenuhi baku mutu sesuai peruntukannya. 3.3 KAJIAN AKADEMIS PEMBENTUKAN UPTD Kajian akademis Konsultasi pembentukan UPTD Provinsi dilengkapi dengan dokumen yang meliputi: a. Kajian akademis pembentukan unit pelaksana teknis; dan b. Analisis rasio belanja pegawai. Kelayakan pembentukan UPTD sangat ditentukan oleh pemenuhan 7 (tujuh) kriteria, yaitu: a. melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu dari Urusan Pemerintahan yang bersifat pelaksanaan dan menjadi tanggung jawab dari dinas/ badan instansi induknya; b. penyediaan barang dan/atau jasa yang diperlukan oleh masyarakat dan/atau oleh Perangkat Daerah lain yang berlangsung secara terus menerus; c. memberikan kontribusi dan manfaat langsung dan nyata kepada masyarakat dan/atau dalam penyelenggaraan pemerintahan; d. tersedianya sumber daya yang meliputi pegawai, pembiayaan, sarana dan prasarana; e. tersedianya jabatan fungsional teknis sesuai dengan tugas dan fungsi UPTD yang bersangkutan; f. memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melaksanakan Tugas Teknis Operasional tertentu dan/atau Tugas Teknis Penunjang tertentu; dan Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 38

49 g. memperhatikan keserasian hubungan antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pembentukan UPTD Regional Pengelolaan Sampah/Air Limbah Domestik adalah dalam rangka melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional sub urusan persampahan dan air limbah domestik yang merupakan urusan pemerintahan yang menjadi urusan daerah. Urusan tersebut diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Pembentukan UPTD akan berkontribusi dan memberikan manfaat langsung dan nyata kepada masyarakat. Layanan UPTD merupakan layanan pemerintah yang dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga apabila tidak tersedia akan mengganggu kehidupan masyarakat atau penyelenggaraan pemerintahan. Misalnya timbulan sampah yang dihasilkan masyarakat di Kabupaten/Kota tersebut, yang pengolahan atau pemrosesan akhirnya dilakukan setiap hari di TPA. Demikian halnya dengan air limbah domestik, pengolahannya dilakukan setiap hari di SPALD-T dan di SPALD-S dan melalui Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT). Pelayanan yang diberikan oleh UPTD adalah fokus pada pelayanan yang menjadi tugas teknis operasional tertentu dan/atau tugas teknis penunjang tertentu dan dalam operasionalnya UPTD dilengkapi dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) pelaksana tugas teknis operasional. Tangki Septik Komunal INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA (IPLT) Truk Tinja Pembiayaan ü Tangki Septik: Rumah tangga/hibah ü Penyedotan: Rumah Tangga ü Truk Tinja: Pemda ü IPLT: Pemda dan Pemerintah Pusat 39 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

50 Analisis Beban Kerja Dalam dokumen pembentukan UPTD perlu dihitung Analisis Beban Kerja yang digunakan untuk mengetahui jumlah jam beban kerja efektif UPTD per tahun. UPTD Provinsi Kelas A dibentuk apabila: 1. lingkup tugas dan fungsinya meliputi 2 (dua) fungsi atau lebih pada Dinas/Badan atau wilayah kerjanya lebih dari 1 (satu) kabupaten/kota; dan 2. jumlah jam kerja efektif (lima belas ribu) jam atau lebih per tahun. UPTD Provinsi Kelas B dibentuk apabila: 1. lingkup tugas dan fungsinya hanya 1 (satu) fungsi pada dinas/badan atau wilayah kerjanya hanya mencakup 1(satu) kabupaten/kota; dan 2. jumlah jam kerja efektif antara (enam ribu) jam sampai dengan kurang dari (lima belas ribu) jam per tahun. Untuk mengetahui Beban Kerja UPTD diperlukan analisis beberapa komponen yang seluruhnya dirumuskan untuk mendapatkan jumlah jam beban kerja efektif UPTD per tahun. Jumlah jam beban kerja efektif UPTD per tahun untuk mengetahui jumlah pegawai yang dibutuhkan UPTD. Adapun komponen dimaksud, adalah: a. Jabatan b. Tugas Jabatan c. Uraian Tugas d. Hasil Kerja e. Satuan Hasil Kerja f. Norma Waktu g. Jam Kerja Efektif pertahun Untuk menghitung jumlah jam kerja efektif dapat menggunakan tabel dibawah ini: No Jabatan Tugas Jabatan Uraian Tugas Hasil Kerja Satuan Hasil Kerja Norma Waktu Jam Kerja Efektif pertahun Beban Kerja Jumlah jam kerja efektif Jumlah Pegawai Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 40

51 Analisis Rasio Belanja Pegawai Tujuan perhitungan analisis rasio belanja pegawai terhadap total belanja daerah/organisasi Perangkat Daerah adalah untuk mengetahui proporsi belanja pegawai terhadap total belanja daerah atau perangkat daerah pemrakarsa pembentukan UPTD. Belanja pegawai yang digunakan dalam perhitungan rasio adalah Belanja Pegawai Langsung Dan Belanja Pegawai Tidak Langsung. Rasio menggambarkan bahwa semakin tinggi rasionya maka semakin besar APBD yang dialokasikan kepada belanja pegawai. Sebaliknya semakin kecil rasionya maka, semakin kecil proporsi APBD yang dialokasikan untuk Belanja Pegawai APBD. Rasio Belanja Pegawai merupakan perbandingan total belanja pegawai terhadap total belanja dinas total dikalikan 100%. Rasio belanja pegawai dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Rasio Belanja Pegawai = belanja pegawai pada belanja tidak langsung + belanja pegawai pada belanja langsung pegawai Total Belanja X 100% Analisis belanja pegawai berisi perbandingan rasio belanja pegawai pada perangkat daerah sebelum dan sesudah pembentukan UPTD. Contoh: Belanja Pada Dinas Jumlah (Rp) Sebelum Pembentukan UPTD Setelah Pembentukan UPTD Belanja pegawai tidak langsung (a) Belanja pegawai langsung (b) Total belanja pegawai (a) + (b) Total belanja Dinas Rasio belanja pegawai (%) Untuk mengetahui lebih lanjut tentang langkah-langkah melakukan Kajian Akademis termasuk di dalamnya melakukan Analisis Beban Kerja dan Analisis Belanja Pegawai dapat merujuk Panduan Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Bidang PLP (Ditjen Ciptakarya, Kementerian PUPR, 2017) 41 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

52 Standar Operasional Prosedur Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi pemerintahan, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan. SOP melingkup seluruh proses penyelenggaraan administrasi pemerintahan termasuk pemberian pelayanan baik pelayanan internal maupun eksternal organisasi pemerintah yang dilaksanakan oleh unit-unit organisasi pemerintahan. Adapun yang dimaksud administrasi pemerintahan adalah pengelolaan proses pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan yang dijalankan oleh organisasi pemerintah. SOP dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu SOP Teknis dan SOP Administratif. 1) SOP Teknis adalah standar prosedur yang sangat rinci dan bersifat teknis. Setiap prosedur diuraikan dengan sangat teliti sehingga tidak ada kemungkinan-kemungkinan variasi lain. SOP Teknis banyak digunakan pada bidang-bidang teknik, seperti: perakitan kendaraan bermotor, pemeliharaan kendaraan, pengoperasian alat-alat, dan lainnya; kesehatan, pengoperasian alat-alat medis, penanganan pasien pada unit gawat darurat, medical check up, dan lain-lain. Dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan, SOP teknis dapat diterapkan pada bidang-bidang antara lain: pemeliharaan sarana dan prasarana, pemeriksaan keuangan (auditing), kearsipan, korespondensi, dokumentasi, pelayananpelayanan kepada masyarakat, kepegawaian dan lainnya. 2) SOP Administratif adalah standar prosedur yang diperuntukkan bagi jenis-jenis pekerjaan yang bersifat administratif. Dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan lingkup makro, SOP administratif dapat digunakan untuk proses-proses perencanaan, pengganggaran, dan lainnya, atau secara garis besar proses-proses dalam siklus penyelenggaraan administrasi pemerintahan. Dalam lingkup mikro, SOP administratif disusun untuk proses-proses administratif dalam operasional seluruh instansi pemerintah, dari mulai level unit organisasi yang paling kecil sampai pada level organisasi secara utuh, dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Dari kedua batasan tentang SOP Teknis dan SOP Administratif, maka keduanya dapat dipilih atau diterapkan pada UPTD Regional Pengelolaan Sampah/Air Limbah Domestik. Penyusunan SOP merupakan sebuah siklus yang dapat digambarkan di dalam gambar di bawah ini. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 42

53 PEMBENTUKAN TI M PELAT IHAN ANG. T IM PER SIAPAN MEMASTIKAN PENERAPAN SOP PENILAIAN KEBUTUHAN SOP KEBIJAKAN PEMERINTAH KEBUTUHAN ORGANISASI TINGKAT AKURASI / KETEPATA N EFEKTIVITA S SOP MONITORING DAN EVALUA SI PENGEM BANGAN SOP PENGUMPULAN INFORMASI ANALIS I PENULISAN PENGUJIAN/REVIEW PENGESAHAN PEMBERITAHUAN DISTRIBUSI PELATIHAN/ PEMAHAMAN INTEGRASI/ PENERAPAN DALAM MANAJEMEN Gambar 3-1. Siklus Penyusunan SOP Dua faktor yang dapat dijadikan dasar dalam penentuan format penyusunan SOP yang akan dipakai oleh suatu organisasi adalah: a. berapa banyak keputusan yang akan dibuat dalam suatu prosedur, dan b. berapa banyak langkah dan sublangkah yang diperlukan dalam suatu prosedur. Format terbaik SOP adalah yang dapat memberikan wadah serta dapat menstransmisikan informasi yang dibutuhkan secara tepat dan memfasilitasi implementasi SOP secara konsisten. Format SOP dapat berbentuk: 1) Langkah sederhana (Simple Steps). Simple steps dapat digunakan jika prosedur yang akan disusun hanya memuat sedikit kegiatan dan memerlukan sedikit keputusan. Format SOP ini dapat digunakan dalam situasi dimana hanya ada beberapa orang yang akan melaksanakan prosedur yang telah disusun. Dan biasanya merupakan prosedur rutin. Dalam simple steps ini kegiatan yang akan dilaksanakan cenderung sederhana dengan proses yang pendek. 43 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

54 2) Tahapan berurutan (Hierarchical Steps). Format ini merupakan pengembangan dari simple steps. Digunakan jika prosedur yang disusun panjang, lebih dari sepuluh langkah dan membutuhkan informasi lebih detail, akan tetapi hanya memerlukan sedikit pengambilan keputusan. Dalam hierarchical langkah-langkah yang telah diidentifikasi dijabarkan kedalam sub-sub langkah secara terperinci. 3) Grafik (Graphic). Jika prosedur yang disusun menghendaki kegiatan yang panjang dan spesifik, maka format ini dapat dipakai. Dalam format ini proses yang panjang tersebut dijabarkan ke dalam sub-subproses yang lebih pendek yang hanya berisi beberapa langkah. Hal ini memudahkan bagi pegawai dalam melaksanakan prosedur. Format ini juga bisa digunakan jika dalam menggambarkan prosedur diperlukan adanya suatu foto atau diagram. 4) Diagram Alir (Flowcharts) merupakan format yang biasa digunakan jika dalam SOP tersebut diperlukan pengambilan keputusan yang banyak (kompleks) dan membutuhkan jawaban ya atau tidak yang akan mempengaruhi sub langkah berikutnya. Format ini juga menyediakan mekanisme yang mudah untuk diikuti dan dilaksanakan oleh para pegawai melalui serangkaian langkah-langkah sebagai hasil dari keputusan yang telah diambil. Penggunaan format ini melibatkan beberapa simbol yang umum digunakan dalam menggambarkan proses, Simbol-simbol tersebut antara lain adalah sebagai berikut: TERMINATOR PERSIAPAN PROSES PENDOKUMENTASIAN MULAI SELESAI PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN Konektor-Perpindahan aktivitas dalam satu halaman Konektor-Perpindahan aktivitas ke halaman berikutnya Gambar 3-2. Simbol-Simbol SOP Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 44

55 Penyusunan SOP harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Kemudahan dan kejelasan. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dapat dengan mudah dimengerti dan diterapkan oleh semua pegawai bahkan seseorang sama sekali baru dalam tugas pelaksanaan tugasnya. 2) Efisiensi dan efektivitas. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus merupakan prosedur yang paling efisien dan efektif dalam proses pelaksanaan tugas. 3) Keselarasan. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus selaras dengan prosedur prosedur standar lain yang terkait. 4) Keterukuran. Output dari prosedur-prosedur yang distandarkan mengandung standar kualitas (mutu) tertentu yang dapat diukur pencapaian keberhasilannya. 5) Dinamis. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dengan cepat dapat disesuaikan dengan kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan yang berkembang dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan. 6) Berorientasi pada pengguna (mereka yang dilayani). Prosedur-prosedur yang distandarkan harus mempertimbangkan kebutuhan pengguna (customer s needs) sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pengguna. 7) Kepatuhan hukum. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus memenuhi ketentuan dan peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku. 8) Kepastian hukum. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus ditetapkan oleh pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang ditaati, dilaksanakan dan menjadi instrumen untuk melindungi pegawai dari kemungkinan tuntutan hukum. Dokumen SOP merupakan dokumen yang berisi prosedur-prosedur yang distandarkan yang secara keseluruhan prosedur-prosedur tersebut membentuk satu kesatuan proses. Adapun informasi yang dimuat dalam dokumen SOP antara lain adalah sebagai berikut: 1) Halaman Judul (Cover). Halaman pertama ini berisi informasi mengenai: a. Judul SOP. b. Instansi/Satuan Kerja. c. Tahun pembuatan. d. Informasi lain yang diperlukan. 2) Keputusan Pimpinan Kementerian/Lembaga/Pemda. Karena Dokumen SOP merupakan pedoman setiap pegawai (baik pejabat struktural, fungsional atau yang ditunjuk untuk melaksanakan satu tugas dan tanggungjawab tertentu), maka dokumen ini harus memiliki kekuatan hukum. Dalam halaman selanjutnya setelah halaman judul, disajikan keputusan Pimpinan Kementerian/Lembaga/Pemda tentang penetapan dokumen SOP ini. 45 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

56 3) Daftar isi dokumen SOP. Daftar isi ini dibutuhkan untuk membantu mempercepat pencarian informasi dan menulis perubahan/revisi yang dibuat untuk bagian tertentu dari SOP terkait. (Catatan: Pada umumnya, karena prosedur-prosedur yang di-sop-kan akan mencakup prosedur dari seluruh unit kerja, maka kemungkinan besar dokumen SOP akan sangat tebal. Oleh karena itu, dokumen ini dapat dibagi ke dalam beberapa bagian, yang masingmasing memiliki daftar isi). 4) Penjelasan singkat penggunaan. Sebagai sebuah dokumen yang menjadi manual, maka dokumen SOP hendaknya memuat penjelasan bagaimana membaca dan menggunakan dokumen tersebut. Isi dari bagian ini antara lain mencakup : Ruang Lingkup, menjelaskan tujuan prosedur dibuat dan kebutuhan organisasi; Ringkasan, memuat ringkasan singkat mengenai prosedur yang dibuat; dan Definisi/Pengertian-pengertian umum, memuat beberapa definisi yang terkait dengan prosedur yang distandarkan. 5) Standar Operasional Prosedur, bagian ini adalah bagian inti dari dokumen SOP. Untuk memudahkan implementasinya, sebaiknya SOP dibagi ke dalam klasifikasi tertentu, sesuai dengan kebutuhan instansi. Setiap SOP, harus dilengkapi dengan beberapa hal sebagai berikut: a. Nama SOP, nama prosedur yang di-sop-kan; b. Satuan Kerja/unit kerja; c. Nomor dokumen, nomor prosedur yang di-sop-kan; d. tanggal pembuatan, tanggal pertama kali SOP ini dibuat; e. tanggal revisi, tanggal SOP direvisi; f. tanggal efektif, tanggal mulai diberlakukan; g. pengesahan oleh pejabat yang berkompeten; h. dasar hukum, peraturan perundang-undangan yang mendasari prosedur; i. Keterkaitan, memberikan penjelasan keterkaitan prosedur yang distandarkan dengan prosedur lain yang distandarkan; j. Peringatan, memberikan penjelasan mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi ketika prosedur dilaksanakan (atau tidak dilaksanakan). Peringatan memberikan indikasi berbagai permasalahan yang mungkin muncul dan berada diluar kendali pelaksana ketika prosedur dilaksanakan, dan berbagai dampak yang ditimbulkan. Dalam hal ini dijelaskan pula bagaimana cara mengatasinya; k. Kualifikasi Personel, memberikan penjelasan mengenai kualifikasi pegawai yang dibutuhkan dalam melaksanakan perannya pada prosedur yang distandarkan; l. Peralatan dan Perlengkapan, memberikan penjelasan mengenai daftar peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan; m. Uraian SOP, dijelaskan langkah-langkah kegiatan secara terinci dan sistematis dari prosedur yang distandarkan. Agar SOP ini terkait dengan kinerja, maka setiap aktivitas hendaknya mengindikasikan mutu baku tertentu, seperti: waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan, persyaratan/kelengkapan yang diperlukan (standar input), dan output-nya. Mutu baku ini akan menjadi alat kendali mutu sehingga produk akhirnya Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 46

57 (end product) dari sebuah proses benar-benar memenuhi kualitas yang diharapkan, sebagaimana ditetapkan dalam standar pelayanan; n. Pencatatan, memuat berbagai hal yang perlu didata dan dicatat oleh setiap pegawai yang berperan dalam pelaksanaan prosedur yang telah distandarkan. Pelaksanaan SOP harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Konsisten. SOP harus dilaksanakan secara konsisten dari waktu ke waktu, oleh siapapun, dan dalam kondisi apapun oleh seluruh jajaran organisasi pemerintahan. b. Komitmen. SOP harus dilaksanakan dengan komitmen penuh dari seluruh jajaran organisasi, dari level yang paling rendah dan tertinggi. c. Perbaikan berkelanjutan. Pelaksanaan SOP harus terbuka terhadap penyempurnaanpenyempurnaan untuk memperoleh prosedur yang benar-benar efisien dan efektif. d. Mengikat. SOP harus mengikat pelaksana dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur standar yang telah ditetapkan. e. Seluruh unsur memiliki peran penting. Seluruh pegawai peran-peran tertentu dalam setiap prosedur yang distandarkan. Jika pegawai tertentu tidak melaksanakan perannya dengan baik, maka akan mengganggu keseluruhan proses, yang akhirnya juga berdampak pada proses penyelenggaraan pemerintahan. f. Terdokumentasl dengan baik. Seluruh prosedur yang telah distandarkan harus didokumentasikan dengan baik, sehingga dapat selalu dijadikan referensi bagi setiap mereka yang memerlukan. NOMOR SOP : 21.OPTPA-UPTD TGL PEMBUATAN : 2017 TGL REVISI : UPTD REGIONAL... DINAS... PROVINSI... TGL EFEKTIF : 2017 DISAHKAN OLEH Kepala... Provinsi..., NAMA SOP Operasional dan Pemeliharaan TPA DASAR HUKUM 1. UU No. 18 Tahun PP No. 81 Tahun PERMEN PU No. 03/PRT/M/ PERMEN PAN No. PER/21/M.PAN/11/2018 KETERKAITAN PPS-UPTD PERINGATAN Apabila SOP ini tidak dilaksanakan maka pengelolaan sampah di TPA tidak berjalan optimal KUALIFIKASI PELAKSANA 1. Memiliki kemampuan pengelolaan TPA 2. Mengetahui trugas dan fungsi 3. Penyusunan, Penetapan dan Penerapan PERALATAN/PERLENGKAPAN 1. Peta TPA, alat peralatan TPA 2. Pedoman Teknis Pengolahan Sampah 3. Komputer/Printer/Scanner 4. Masker mulut, sarung tangan, topi, sepatu bot PENCATATAN DAN PENDATAAN - Disimpan sebagai data elektronik dan manual Gambar 3-3. Contoh Cover SOP 47 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

58 Pelaksana Mutu Baku No Uraian Prosedur Kepala Balai Koordinator TPA Perencana Petugas TPA Petugas Administrasi Kelengkapan Waktu Output Keterangan 1 Pembuatan rencana tindak rutin penanganan sampah dalam area pengurugan dan pengoperasian sarana dan prasarana lain Tidak Ya Rencana tindak rutin 7 hari Rencana tindak rutin 2 Pengaturan dan pencatatan sampah yang masuk ke TPA Catatan sampah masuk 30 Menit Catatan sampah masuk 3 Pengurugan dan aplikasi tanah penutupan sampah pada bidang kerja Tanah & alat berat 2 jam Aplikasi tanah 4 Pemasangan sistem penangkap gas Pipa/utility penangkap gas 15 menit Penengkap gas 5 Pengoperasian unit pengolahan lindi Unit pengolahan lindi 24 jam Unit pengolahan lindi 6 Pemeliharaan area/sel yang sudah dikerjakan Alat Berat 1 jam Area/sel yang sudah dikerjakan 7 Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, khususnya alat berat, prasarana, sarana dan utilitas Alat perbengkelan & alat listrik 5 jam Pengangkutan residu sampah 8 Pemantauan lingkungan dan operasi sesuai ketentuan analisis dampak lingkungan (penyemprotan desinfektan, pogging, pemantauan kualitas air tanah, air lindi, air sungai & udara) Alat semprot, alat uji kualitas air tanah, air lindi, air sungai 1 hari Hasil pemantauan sarana & operasi 9 Pemantauan dan pemeliharaan rutin terhadap berfungsinya sarana dan prasarana yang ada (jalan operasional, drainase, pagar, gedung kantor, rumah jaga, bengkel, tempat cuci mobil, dll) Alat berat, cangkul, dan peralatan lainnya 1 hari Pemantauan sarana & prasarana 10 Pelaporan Rekapitulasi Laporan 10 Menit Laporan 11 Dokumentasi Rekapitulasi Laporan 5 Menit Laporan Gambar 3-4. Contoh SOP 3.4 PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN UPTD Provinsi Pada Dinas atau Badan Daerah Provinsi dapat dibentuk UPTD Provinsi untuk melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu. Pembentukan UPTD Regional Pengelola Sampah/Air Limbah Domestik dapat dilakukan bilamana memenuhi 7 (tujuh) kriteria yang dipersyaratkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan dan Klasifikasi Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah yang secara rinci sudah dijelaskan di atas. Pembentukan UPTD Regional Pengelola Sampah/Air Limbah Domestik Provinsi ditetapkan dengan peraturan gubernur setelah dikonsultasikan secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri yang disertai dengan Kajian Akademis pembentukan UPTD; dan Analisis Rasio Belanja Pegawai. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 48

59 1. Klasifikasi UPTD Provinsi UPTD Regional Pengelola Sampah/Air Limbah Domestik sebagai UPTD Provinsi dapat dibentuk dengan klasifikasi: a. UPTD provinsi kelas A untuk mewadahi beban kerja yang besar; dan b. UPTD provinsi kelas B untuk mewadahi beban kerja yang kecil. Penentuan klasifikasi apakah UPTD provinsi kelas A dan UPTD provinsi kelas B ditetapkan berdasarkan hasil analisis beban kerja dengan ketentuan seperti pada tabel berikut ini. Tabel 3-2. Penentuan Klasifikasi UPTD Provinsi UPTD KELAS A 1. Lingkup tugas dan fungsinya meliputi dua bidang fungsi dinas/badan atau Wilayah kerja lebih dari 1 Kab/Kota 2. Jumlah jam kerja efektif jam kerja per tahun UPTD KELAS B 1. Lingkup tugas dan fungsinya hanya 1 fungsi dinas/ badan pada dinas/badan atau Wilayah kerjanya hanya 1 kab/kota 2. Jumlah jam kerja efektif antara 6000 s/d kurang dari jam per tahun. 2. Kedudukan Kedudukan UPTD Provinsi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas atau Kepala Badan sesuai dengan bidang Urusan Pemerintahan atau penunjang Urusan Pemerintahan yang diselenggarakan. UPTD Provinsi merupakan bagian dari Perangkat Daerah Provinsi. 3. Tugas UPTD Provinsi mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang serta Urusan Pemerintahan yang bersifat pelaksanaan dari organisasi induknya yang pada prinsipnya tidak bersifat pembinaan, kordinasi atau sinkronisasi serta tidak berkaitan langsung dengan perumusan dan penetapan kebijakan daerah. Wilayah kerja UPTD Provinsi dapat melewati batas wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten/Kota di wilayahnya dan tidak membawahi UPTD lainnya. 4. Susunan Organisasi Susunan organisasi UPTD Provinsi kelas A, terdiri atas: a. Kepala; b. Subbagian tata usaha; c. Seksi paling banyak 2 (dua) seksi; dan d. Kelompok jabatan fungsional. 49 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

60 Kepala UPTD (IIIb) Kasubag TU (IVa) Ka. Seksi...(IVa) Ka. Seksi...(IVa) Kelompok Jabatan Fungsional Gambar 3-5. Susunan Organisasi UPTD Provinsi Kelas A Susunan organisasi UPTD Provinsi kelas B, terdiri atas: a. Kepala; b. Subbagian tata usaha; dan c. Pelaksana dan kelompok jabatan fungsional. Pada UPTD provinsi yang secara geografis mempunyai jangkauan pelayanan cukup luas, untuk memudahkan pelaksanaan tugas UPTD dapat dibentuk wilayah kerja/unit kerja nonstruktural. Wilayah kerja/unit nonstruktural dipimpin oleh seorang koordinator. Kepala UPTD (IIIb) Kasubag TU (IVa) Kelompok Jabatan Fungsional Gambar 3-6. Susunan Organisasi UPTD Provinsi Kelas B Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 50

61 5. Rancangan Peraturan Gubernur Rancangan Peraturan Gubernur disusun setelah Kajian Akademis disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri. Penyusunan Rancangan Peraturan Gubernur dilakukan sesuai ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Sebelum ditetapkan maka Rancangan Peraturan Gubernur ini perlu dibahas oleh Tim Pembahas Rancangan Peraturan Gubernur. Tim Pembahas Rancangan Peraturan Gubernur dibentuk dan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pembahasan Rancangan Peraturan Gubernur dilakukan oleh Gubernur bersama dengan perangkat daerah pemrakarsa. Tim Pembahasan Rancangan Peraturan Gubernur, terdiri dari: a. Ketua : pimpinan perangkat daerah pemrakarsa atau pejabat yang ditunjuk oleh pimpinan perangkat daerah pemrakarsa. b. Sekretaris : pimpinan perangkat daerah yang membidangi hukum provinsi; dan c. Anggota : Sesuai kebutuhan. Dalam hal ketua tim adalah pejabat lain yang ditunjuk, pimpinan perangkat daerah pemrakarsa tetap bertanggungjawab terhadap materi muatan rancangan peraturan Gubernur dan/atau rancangan peraturan bersama Gubernur. Pembahasan Rancangan Peraturan Gubernur ini ditindak lanjuti dengan fasilitasi berupa pembinaaan oleh Pemerintah Pusat, melalui Ditjen Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri. Setelah selesai proses pembahasan maupun fasilitasi dari Kementerian Dalam Negeri, maka Rancangan Peraturan Gubernur ini dapat dilanjutkan dengan penetapan dan pengundangan. 51 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

62 Badan Usaha Milik Daerah Alternatif lain kelembagaan pengelola infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik adalah dengan membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pembentukan BUMD bertujuan diantaranya untuk memberikan manfaat bagi perkembangan perekonomian daerah dan menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat. Pemerintah Daerah Provinsi dapat mendirikan BUMD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah dalam bentuk Perusahaan Umum Daerah dan Perusahaan Perseroan Daerah. Sumber modal BUMD tersebut terdiri atas: a. penyertaan modal Daerah; b. pinjaman; c. hibah; dan d. sumber modal lainnya, seperti: kapitalisasi cadangan, keuntungan revaluasi aset, dan agio saham. Perusahaan Umum Daerah Perusahaan Umum Daerah adalah BUMD yang seluruh modalnya dimiliki oleh satu Daerah dan tidak terbagi atas saham. Dalam hal Perusahaan Umum Daerah akan dimiliki oleh lebih dari satu daerah, Perusahaan Umum Daerah tersebut harus merubah bentuk hukum menjadi Perusahaan Perseroan Daerah. Perusahaan Umum Daerah dapat membentuk anak perusahaan dan/atau memiliki saham pada perusahaan lain. Organisasi Perusahaan Umum Daerah terdiri atas: a. kepala daerah selaku wakil daerah sebagai pemilik modal; b. direksi; dan c. dewan pengawas. Perusahaan Perseroan Daerah Perusahaan Perseroan Daerah adalah BUMD yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh satu daerah. Perusahaan Perseroan Daerah setelah ditetapkan dengan Peraturan Daerah, pembentukan badan hukumnya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perseroan terbatas. Dalam hal pemegang saham Perusahaan Perseroan Daerah terdiri atas beberapa daerah dan bukan daerah, salah satu daerah merupakan pemegang saham mayoritas. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 52

63 Organisasi Perusahaan Perseroan Daerah terdiri atas: a. rapat umum pemegang saham, b. direksi, dan c. komisaris. Perusahaan Perseroan Daerah dapat membentuk anak perusahaan dan/atau memiliki saham pada perusahaan lain. Pembentukan anak perusahaan didasarkan atas analisa kelayakan investasi oleh analis investasi yang profesional dan independen. Selain bentuk kelembagaan UPTD dan BUMD, terdapat bentuk kelembagaan lainnya yaitu UPTD dengan yang menerapkan manajemen Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) yang uraiannya akan dibahas tersendiri pada tahapan peningkatan kelembagaan. Karakteristik masing-masing bentuk kelembagaan pengelola infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik, dapat digambarkan seperti pada Tabel berikut ini. Tabel 3-3. Perbedaan Karakteristik Kelembagaan UPTD, PPK-BLUD, dan BUMD. Parameter PERANGKAT DAERAH (UPTD) PPK-BLUD BUMD Sifat Pengelolaan barang publik Pengelolaan barang publik dan pihak lain Pengelolaan barang publik Tidak Ada keuntungan Tidak semata-mata mencari keuntungan Mencari keuntungan Pendapatan Masuk rekening kas umum daerah Masuk rekening kas BLUD Masuk rekening kas BUMD Tidak boleh langsung digunakan Boleh langsung digunakan Boleh langsung digunakan APBD bukan merupakan pendapatan APBD merupakan kewajiban Pemda APBD merupakan pendapatan Kewajiban Pemda masih ada APBD sebagai Penyertaan Modal Tidak tergantung APBD Penetapan Kelembagaan Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Kepala Daerah Penetapan PPK- BLUD dengan Keputusan Kepala Daerah Peraturan Daerah 53 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

64 Parameter PERANGKAT DAERAH (UPTD) PPK-BLUD BUMD Belanja Tidak boleh melebihi pagu Boleh melebihi pagu (ada ambang batas) Diatur sendiri Utang Piutang Tidak boleh melakukan utang dan piutang Boleh melakukan utang dan piutang Pinjaman jangka panjang dengan persetujuan Kepala Daerah Boleh melakukan utang dan piutang Investasi Tidak boleh melakukan investasi Boleh melakukan investasi Boleh melakukan investasi Kerjasama Tidak boleh melakukan kerjasama Boleh melakukan kerjasama Boleh melakukan kerjasama Kerjasama dalam rangka peningkatan pelayanan Pengelolaan Pegawai PNS Boleh PNS dan Non PNS Non PNS sesuai kebutuhan dan profesionalisme Non PNS Sesuai kebutuhan dan profesionalisme Pengelolaan Surplus Tidak boleh mengelola Surplus Boleh mengelola Surplus Tidak mengikuti mekanisme APBD Tanggal 31 Desember Kas = nol (harus disetor ke Rek. Kas Umum Daerah) Tanggal 31 Desember ada uang di Kas tidak perlu disetor ke Rek. Kas Umum Daerah Aset Aset Pemda Aset Pemda yang tidak dipisahkan Aset Pemda yang dipisahkan Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 54

65 3.5 PENYEDIAAN ANGGARAN UPTD DAN SUMBER DAYA MANUSIA Penyediaan Anggaran Penyediaan Anggaran UPTD Regional Pengelola Persampahan /Air Limbah Domestik dilakukan melalui mekanisme sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Merujuk pada ketentuan Pasal 36 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, penyusunan anggaran belanja UPTD Regional Pengelola Persampahan/Air Limbah Domestik, meliputi: a. belanja tidak langsung; dan b. belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sedangkan Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Adapun masing-masing kelompok belanja seperti disampaikan pada tabel berikut ini. Tabel 3-4. Anggaran Belanja Pemerintah Daerah KELOMPOK BELANJA TIDAK LANGSUNG (PASAL 37) a. belanja pegawai; b. bunga; c. subsidi; d. hibah; e. bantuan sosial; f. belanja bagi basil; g. bantuan keuangan; dan h. belanja tidak terduga. KELOMPOK BELANJA LANGSUNG (PASAL 50) a. belanja pegawai; b. belanja barang dan jasa; dan c. belanja modal. Sumber: Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Kemudian penyediaan anggaran untuk UPTD Regional Pengelola Persampahan/Air Limbah Domestik oleh Kabupaten/Kota yang ikut beregional dalam pengelolaan persampahan/air limbah domestik dapat merujuk pada ketentuan Pasal 47 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagai berikut: 55 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

66 1. Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada Kabupaten/Kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah Iainnya atau dari pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah Iainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan. 2. Bantuan keuangan yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah/pemerintah desa penerima bantuan. 3. Bantuan keuangan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan. Prosedur penyediaan anggaran untuk UPTD Regional Pengelola Persampahan /Air Limbah Domestik oleh Kabupaten/Kota mengikuti prosedur penyusunan anggaran perangkat daerah dengan memasukkan/mengalokasikan anggaran Bantuan Keuangan yang bersifat khusus di dalam DIPA/RKA UPTD Regional. Alokasi anggaran Bantuan Keuangan yang bersifat khusus dalam kerjasama regional yang didasari Perjanjian Kerja Sama antar Pemerintah Daerah diperuntukkan bagi kewajiban Kabupaten/Kota yang disepakati di dalam Perjanjian Kerja Sama berupa jasa pelayanan pengelolaan dan kompensasi dampak lingkungan Penyediaan Sumber Daya Manusia Pengadaan SDM/pegawai harus berdasarkan kebutuhan, baik jumlah maupun kompetensi jabatan yang diperlukan. Pengadaan Pegawai Negeri Sipil utamanya hanya diperkenankan dalam batas formasi yang telah ditetapkan. Pengadaan Pegawai UPTD Regional Persampahan/Air Limbah Domestik pada umumnya dapat dilakukan melalui: a. Rekruitmen/Pengadaan Pegawai b. Mutasi/Alih tugas Pengadaan pegawai UPTD Regional Persampahan/Air Limbah Domestik dilakukan sesuai kebutuhan yang terdiri dari pegawai dengan jabatan dan staf melalui mutasi/alih tugas. Kebutuhan jabatan struktural dan jabatan fungsional pada UPTD Regional Persampahan/Air Limbah Domestik sebagai UPTD kelas A meliputi: 1. Kepala (1 orang) 2. Kepala Bagian Tata Usaha (1 orang) Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 56

67 3. Kepala Seksi (2 orang) 4. Kelompok Jabatan Fungsional Kebutuhan jabatan struktural pada UPTD Regional Persampahan /Air Limbah Domestik sebagai UPTD kelas B meliputi: 1. Kepala (1 orang) 2. Kepala Bagian Tata Usaha (1 orang) 3. Kelompok Jabatan Fungsional Selain Mutasi/Alih tugas pengadaan pegawai pada UPTD Regional Persampahan/Air Limbah Domestik dapat dilakukan dengan penerimaan pegawai melalui pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pengangkatan calon PPPK ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian dengan masa perjanjian kerja paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja. Ketentuan penerimaan PPPK diatur pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara 57 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

68 3.6 PROSES PEMBANGUNAN Pelaksanaan pembangunan infrastruktur regional bidang persampahan dan/atau air limbah domestik yang menggunakan dana APBN/APBD Provinsi/APBD Kabupaten/Kota dilaksanakan melalui proses lelang pekerjaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, beserta perubahannya. Ketentuan tahapan proses pemilihan meliputi : a. Tahapan Pelelangan/seleksi umum Prakualifikasi Tahapan Prakualifikasi : 1) Pengumuman Prakualifikasi 2) Pendaftaran dan pengambilan dokumen prakualifikasi 3) Penjelasan dokumen prakualifikasi 4) Pemasukan dan pemukaan dokumen prakualifikasi 5) Evaluasi kualifikasi 6) Penetapan dan Pengumuman Prakualifikasi Tahapan Pemilihan : 1) Pengumuman pelelangan/seleksi 2) Pendaftaran dan pengambilan dokumen pengadaan 3) Pemberian penjelasan; 4) Pemasukan dokumen penawaran; 5) Evaluasi penawaran; 6) Penetapan pemenang; dan 7) Sanggahan 8) SPPBJ 9) Kontrak b. Tahapan Pelelangan umum/sederhana/seleksi sederhana/pemilihan langsung pasca kualifikasi adalah sebagai berikut : 1) Pengumuman pelelangan/seleksi 2) Pendaftaran dan pengambilan dokumen pengadaan 3) Pemberian penjelasan; 4) Pemasukan dokumen penawaran; 5) Evaluasi penawaran; 6) Evaluasi dan pembuktian kualifikasi 7) Penetapan pemenang; dan 8) Sanggahan 9) SPPBJ 10) Kontrak Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 58

69 No. Pekerjaan Waktu Keterangan 1 Pengumuman Prakualifikasi 7 (tujuh) hari kalender Batas akhirnya adalah hari kerja 2 Pendaftaran dan pengambilan Dokumen Kualifikasi (Download Dokumen) 3 Pemasukan Dokumen Kualifikasi 4 Pengambilan Dokumen Pemilihan (Download Dokumen pemilihan) Sejak tanggal pengumuman sampai dengan 1 (satu) hari kalender sebelum batas akhir pemasukan Dokumen Kualifikasi. Paling kurang 3 (tiga) hari kalender setelah berakhirnya penayangan pengumuman kualifikasi Sejak dikeluarkannya undangan Pelelangan/ Seleksi sampai dengan 1 (satu) hari kalender sebelum batas akhir pemasukan Dokumen Penawaran Batas akhirnya adalah hari kerja Batas akhirnya adalah hari kerja dan jam kerja Batas akhirnya adalah hari kerja 5 Pemberian Penjelasan 3 (tiga) hari kalender sejak tanggal undangan Pelelangan/ Seleksi Jam Kerja dan Hari Kerja 6 Pemasukan Dokumen Penawaran dimulai 1 (satu) hari kalender setelah pemberian penjelasan sampai dengan paling kurang 7 (tujuh) hari kalender setelah ditandatanganinya Berita Acara Pemberian Penjelasan (Minimal 2 hari kerja) Tidak mengikuti mekanisme APBD 7 Masa sanggah 5 (lima) hari kalender setelah pengumuman hasil Pelelangan/ Seleksi 8 Jawab Sanggah 5 (lima) hari kalender setelah jawaban sanggah Batas akhirnya adalah hari kerja dan jam kerja Hari kalender 9 Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang apabila tidak ada sanggahan setelah sanggahan dijawab atau paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah Kelompok Kerja ULP menyampaikan Berita Acara Hasil Seleksi (BAHS) kepada PPK untuk Seleksi Umum Dalam hal Pelelangan Umum dengan prakualifikasi Pelelangan Terbatas, atau Seleksi Umum dilakukan mendahului Tahun Anggaran, SPPBJ diterbitkan setelah DIPA/DPA ditetapkan 10 Kontrak Ditandatangani setelah diterbitkannya SPPBJ Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

70 Kegiatan pembangunan dilaksanakan berdasarkan dokumen perencanaan teknik terinci. Kegiatan pembangunan meliputi kegiatan: a. persiapan pembangunan; b. pelaksanaan pembangunan, pengawasan dan uji material; c. uji coba laboratorium dan uji coba lapangan (trial run); d. uji coba sistem (commisioning test); e. masa pemeliharaan; dan f. serah terima pekerjaan. Kegiatan pembangunan harus memperhatikan Rencana Mutu Kontrak/Kegiatan (RMK) dan Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kontrak/Kegiatan (RK3K) yang telah disusun oleh penyelenggara atau penyedia jasa pelaksanaan konstruksi. 3.7 SERAH TERIMA ASET Serah terima aset dapat dilakukan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Penyerahan aset ini mengikuti bagan alir proses alih status aset, yang disertai dengan dokumen kelengkapan alih status aset serta mengikuti prosedur alih status asset sesuai peraturan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Barang Milik Negara meliputi Barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah. Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah, seperti: Barang hibah/sumbangan atau yang sejenis, atau Barang yang diperoleh dari pelaksanaan perjanjian/kontrak. Barang Milik Negara dapat dialihkan status penggunaannya dari Pengguna Barang kepada Pengguna Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi berdasarkan persetujuan Pengelola Barang. Mekanisme pengalihan status kepemilikan aset mengacu pada peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 60

71 61 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

72 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 62

73 TAHAPAN OPERASIONAL DAN PEMELIHARAAN 63 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

74 Penyelenggaraan pelatihan dapat dilakukan melalui kerjasama dan dapat melibatkan narasumber yang kompeten di bidang persampahan ataupun air limbah domestik. Pembiayaan pelaksanaan pelatihan dapat bersumber dari APBD Provinsi, APBD Kabupaten/ Kota, maupun sumber-sumber pembiayaan lainnya yang tidak mengikat. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 64

75 bab 4 TAHAPAN OPERASIONAL DAN PEMELIHARAAN 4.1 PELATIHAN SDM DAN PENYULUHAN MASYARAKAT Pengembangan kompetensi pegawai UPTD regional pengelola persampahan/air limbah domestik, salah satunya dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Pegawai UPTD yang merupakan Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) menurut Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi. Pengembangan kompetensi antara lain melalui: a. pendidikan dan pelatihan; b. seminar; c. kursus; dan d. penataran. Kepala UPTD menyelenggarakan pelatihan yang diperuntukkan bagi pengelola infrastruktur regional bidang persampahan atau air limbah domestik, badan usaha dan atau perorangan yang terlibat dalam pengelolaan infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik. Penyelenggaraan pelatihan dapat dilakukan melalui kerjasama dan dapat melibatkan narasumber yang kompeten di bidang persampahan ataupun air limbah domestik. Pembiayaan pelaksanaan pelatihan dapat bersumber dari APBD Provinsi, APBD Kabupaten/ Kota, maupun sumber-sumber pembiayaan lainnya yang tidak mengikat. 65 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

76 Agar semua proses pengelolaan infrastruktur regional bidang persampahan dan air limbah domestik dapat berjalan dengan baik, maka Kepala UPTD menyelenggarakan penyuluhan bagi masyarakat yang dapat melibatkan instansi dan atau lembaga-lembaga yang memiliki kompetensi untuk melakukan penyuluhan. Kegiatan penyuluhan ini dapat dilakukan melalui kerjasama antar pemerintah, badan usaha swasta, lembaga swadaya masyarakat, kelompok masyarakat dan perorangan, yang pembiayaan pelaksanaannya dapat bersumber dari APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, dan sumber- sumber pembiayaan lainnya yang sah dan tidak mengikat. Penyuluhan dilakukan terutama agar masyarakat dapat termotivasi serta mendukung Pemerintah dalam melaksanakan cara-cara peningkatan standar pengelolaan sampah maupun air limbah domestik yang memadai dan memenuhi persyaratan yang berlaku. Oleh karenanya dibutuhkan pilihan media hubungan masyarakat yang spesifik dan program-program sosialisasi masyarakat, serta prosedur-prosedur rencana komunikasi yang efektif. 4.2 BIAYA OPERASIONAL DAN PEMELIHARAAN Operasional dan Pemeliharaan Pengelolaan Persampahan Mengacu pada Lampiran IV Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, kegiatan operasional dan pemeliharaan TPA sampah regional, harus dapat menjamin fungsi diantaranya: - Sistem pengumpulan dan pengolahan lindi; - Penanganan gas metan; - Pemeliharaan estetika sekitar lingkungan; - Pengendalian vektor penyakit; - Pelaksanaan keselamatan kerja; - Penanganan tanggap darurat bahaya kebakaran dan kelongsoran; - Pengawasan dan pengendalian untuk menjamin setiap pelaksanaan kegiatan telah sesuai dengan rencana; - Pelaporan dari rangkuman kegiatan pemantauan. Perhitungan biaya satuan operasi dan pemeliharaan pengelolaan TPA sampah regional dapat digunakan 2 (dua) metode, yaitu: Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 66

77 a. dengan memperhitungkan biaya investasi dan b. tanpa memperhitungkan biaya investasi. Perhitungan biaya operasional dan pemeliharaan yang melibatkan perhitungan investasi digunakan bila pengelolaan sampah melibatkan kerjasama dengan pihak ketiga. Dalam metode ini semua biaya termasuk investasi harus dihitung untuk pengembalian kepada pemilik modal. Selain itu metode pengelolaan sampah yang melibatkan kerja sama dengan pihak ketiga perlu memasukkan pula komponen biaya untuk pajak serta keuntungan perusahaan. Perhitungan biaya operasi dan pemeliharaan tanpa memperhitungkan biaya investasi, menggunakan metode perhitungan investasi sarana yang dibebankan kepada pemerintah sebagai pelayanan publik, sementara masyarakat hanya menanggung biaya operasional dan pemeliharaan. Biaya operasi dan pemeliharaan TPA sampah regional antara lain: 1. Biaya Investasi Fasilitas dasar (jalan masuk, jalan operasi, drainase, dan lain-lain). Fasilitas perlindungan lingkungan (lapisan dasar TPA, pengumpulan dan pengolahan lindi, penanganan gas, penutupan tanah, zone penyangga, sumur uji, dan lain-lain). Fasilitas penunjang (jembatan timbang, fasilitas air bersih, bengkel/hanggar, dan lainlain). Fasilitas operasional (alat berat: bulldozer, excavator, dan lain-lain). 2. Biaya Operasi Komponen gaji karyawan Komponen jembatan timbang Komponen alat berat Komponen tanah urug Komponen Instalasi Pengolahan Lindi (IPL) Komponen pemantauan/ pengendalian lingkungan Komponen kantor 3. Biaya Pemeliharaan, meliputi pemeliharaan rutin dan berkala: Komponen fasilitas dasar (jalan masuk, jalan operasi, drainase, dan lain-lain). Komponen fasilitas perlindungan lingkungan (lapisan dasar TPA, pengumpulan dan pengolahan lindi, penanganan gas, penutupan tanah, zone penyangga, sumur uji, dan lain-lain). 67 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

78 Komponen fasilitas penunjang (jembatan timbang, fasilitas air bersih, bengkel/hanggar, dan lain-lain). Komponen fasilitas operasional (alat berat: bulldozer, excavator, alat angkut dan lainlain) 4. Biaya Satuan Biaya satuan ini digunakan sebagai tolok ukur tingkat efektifitas/efisiensi sistem pengelolaan persampahan. Biaya satuan ini terdiri dari: Biaya satuan per m 3 atau per ton sampah. Biaya satuan per penduduk/tahun. Adapun komponen kegiatan operasional dan pemeliharaan TPA Regional meliputi antara lain: Pengaturan dan pencatatan sampah masuk Pengurugan sampah pada bidang kerja Aplikasi tanah penutup Pemeliharaan area/sel yang sudah dikerjakan Pemasangan sistem penangkap gas Pengoperasian unit pengolahan lindi Pengoperasian dan pemeliharaan (rutin dan berkala) sarana, khususnya alat berat, prasarana, sarana dan utilitas Pemantauan lingkungan dan operasi sesuai ketentuan analisis dampak lingkungan Pemantauan rutin terhadap berfungsinya sarana dan prasarana yang ada Contoh perhitungan biaya operasional dan pemeliharaan TPA sampah regional terdapat pada Lampiran Operasional dan Pemeliharaan Pengelolaan Air Limbah Domestik Komponen biaya operasional dan pemeliharaan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik (SPALD), berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik, meliputi: Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 68

79 Komponen Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan SPALD Komponen Biaya Pengoperasian & Pemeliharaan SPALD & Setempat IPLT 1. Komponen Biaya Pengoperasian&Pemeliharaan IPLT 1.1. Biaya Pengoperasian IPLT - Biaya Gaji Operator & Perlengkapan Kerja Operator - Biaya material habis pakai (listrik, BBM dsb) - Biaya peralatan pengoperasian 1.2. Biaya Pemeliharaan IPLT - Pemeliharaan rutin instalasi - Pemeliharaan berkala instalasi - Pemeliharaan Bangunan Penunjang 2. Komponen Biaya Pengoperasian & Pemeliharaan Sedot & Angkut 2.1. Biaya Pengoperasian - Biaya Gaji Operator & Perlengkapan Kerja - Biaya material habis pakai (listrik, BBM dsb) - Biaya peralatan pengoperasian 2.2. Biaya Pemeliharaan - Pemeliharaan Rutin truk tinja (ganti oli, dsb) - Pemeliharaan Berkala (ganti ban, spare part, dsb) 3. Komponen Biaya Umum & Administrasi Biaya gaji staf dan manajemen - Biaya material habis pakai (ATK, telekomunikasi, listrik) - Biaya peralatan kantor (komputer, printer, kendaraan operasional dsb) 4. Komponen Biaya Penyusutan - Biaya Penyusutan truk tinja - Biaya Penyusutan IPLT - Biaya Penyusutan kantor, umum & administrasi Komponen Biaya Pengoperasian & Pemeliharaan SPALD & Terpusat SPALD-Terpusat 1. Komponen Biaya Pengoperasian&Pemeliharaan SPALD T 1.1. Komponen Biaya Pengoperasian & Pemeliharaan Pipa Pengumpul - Biaya Pengoperasian - Biaya Gaji - Biaya Peralatan 1.2. Biaya Pemeliharaan SPALD T - Biaya pemeliharaan rutin pipa pengumpulan - Biaya pemeliharaan berkala pipa pengumpulan 2. Komponen Biaya Pengoperasian & Pemeliharaan IPAL 2.1. Biaya Pengoperasian - Biaya Gaji - Biaya Material - Biaya Peralatan 2.2. Biaya Pemeliharaan - Pemeliharaan Rutin IPAL - Pemeliharaan Berkala IPAL 3. Komponen Biaya Umum & Administrasi - Biaya gaji staf dan manajemen - Biaya material habis pakai (ATK, telekomunikasi, listrik) - Biaya peralatan kantor (komputer, printer, kendaraan operasional dsb) 4. Komponen Biaya Penyusutan 4.1. Biaya Penyusutan Pipa Pengumpulan - Penyusutan Pipa Persil - Penyusutan Pipa Retikulasi - Penyusutan Pipa Induk 4.2. Biaya Penyusutan IPAL - Penyusutan Bangunan Instalasi - Penyusutan M/E - Penyusutan Bangunan Penunjang 4.3. Biaya Penyusutan Kantor Administrasi - Penyusutan Bangunan Kantor - Penyusutan Peralatan Kantor, dan lain lain Contoh perhitungan Biaya Operasional dan Pemeliharaan Penyelenggaraan SPALD-T regional terlampir pada Lampiran 3. Buku Pedoman ini. 69 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

80 Kompensasi Dampak Lingkungan Pengelolaan infrastruktur regional bidang persampahan dan/atau air limbah domestik yang menyebabkan dampak lingkungan pada masyarakat, perlu dipantau dan dikelola dengan baik. Salah satu upaya pengelolaan yang dilaksanakan adalah pemberian kompensasi, yang merupakan bentuk pertanggungjawaban Pemerintah terhadap pengelolaan infrastruktur persampahan dan air limbah domestik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menyebutkan bahwa Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah. Kompensasi dapat berupa: a. relokasi; b. pemulihan lingkungan; c. biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau d. kompensasi dalam bentuk lain. Pengaturan tentang besaran kompensasi dampak lingkungan ditetapkan dengan kesepakatan para pihak yang bekerja sama. Sebagai gambaran, kesepakatan besaran dampak lingkungan yang tercantum dalam dokumen PKS TPA Regional umumnya berkisar antara 10% hingga 20% dari kompensasi jasa pelayanan (tipping fee). Pengelolaan kompensasi dampak lingkungan dapat dilakukan sekurangnya melalui 3 (tiga) mekanisme, yaitu: a. Pihak Pemerintah Provinsi pengelola infrastruktur regional persampahan/air limbah domestik menerima dana pembayaran kompensasi dampak lingkungan dari Kabupaten/ Kota yang beregional, kecuali Kabupaten/Kota yang terdampak dan ketempatan lokasi penempatan infrastruktur regional. Pemerintah Provinsi menyalurkan dana kompensasi dampak lingkungan dari Kabupaten/Kota tersebut kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang terdampak. Penyaluran dana kompensasi kepada masyarakat yang terdampak diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 70

81 b. Pihak Pemerintah Provinsi pengelola infrastruktur regional persampahan/air limbah domestik menerima dana pembayaran kompensasi dampak lingkungan dari Kabupaten/Kota yang beregional, kecuali Kabupaten/Kota yang terdampak dan ketempatan lokasi penempatan infrastruktur regional. Penyaluran dana kompensasi kepada masyarakat yang terdampak diatur dengan Peraturan Gubernur. c. Masing-masing Kabupaten/Kota yang beregional, kecuali Kabupaten/Kota yang terdampak dan ketempatan lokasi penempatan infrastruktur regional Persampahan/Air Limbah Domestik menyalurkan dana pembayaran kompensasi dampak lingkungan langsung ke kas daerah Kabupaten/Kota yang terdampak dan ketempatan lokasi penempatan infrastruktur regional Persampahan/Air Limbah Domestik. Penyaluran dana kompensasi kepada masyarakat yang terdampak diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota. 71 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

82 4.3 PENGEMBANGAN KEMITRAAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT Pengembangan Kemitraan Pengembangan kemitraan bidang persampahan dapat dirunut dari ketentuan Pasal 76 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Dilihat dari sasarannya bahwa ketentuan tersebut relevan untuk penerapan pengembangan kemitraan dalam pengelolaan air limbah domestik. Menurut ketentuan Pasal 76 tersebut: Ayat (1) : Pemerintah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat bermitra dengan swasta/badan usaha dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan. Ayat (2) : Kemitraan dapat dilakukan pada tahap pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah pada sebagian atau seluruh wilayah pelayanan. Pelibatan swasta dan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur bidang persampahan dan air limbah domestik adalah sejalan dengan prinsip tata kepemerintahan yang baik atau good governance yang dewasa ini telah menjadi model dalam penyelenggaraan pemerintahan secara umum. Tata kepemerintahan yang baik menekankan bahwa penyelenggaraan kepemerintahan negara diperlukan adanya keseimbangan interaksi dan keterlibatan antara pemerintah, dunia usaha (swasta), dan masyarakat (civil society). Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 72

83 Adanya financial gap dalam proses pelaksanaan pembangunan, dimana kebutuhan anggaran untuk pembangunan yang besar sedangkan kemampuan pemerintah sangat terbatas maka dibutuhkan peran serta swasta, baik dari swasta lokal, nasional maupun asing. Terkait dengan itu, keterlibatan sektor swasta dalam proses pembangunan daerah dalam bentuk kerjasama pemerintah dengan badan usaha setidaknya mempunyai beberapa alasan. Pertama adalah sebagai alternatif untuk menyelesaikan masalah keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah, yaitu anggaran pemerintah dalam menyediakan pelayanan publik sementara tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik semakin lama semakin meningkat. Kedua, keterlibatan atau partisipasi swasta merupakan bentuk kontribusi sektor swasta dalam pembangunan daerah. Maka pelaksanaan kemitraan merupakan upaya dalam rangka meningkatkan peranan swasta dan masyarakat dalam pelayanan publik dan pembangunan daerah. Ketiga, keterlibatan sektor swasta bisa menciptakan transparansi dan peningkatan kualitas pelayanan publik dan proses pembangunan di daerah. Keempat, pelibatan sektor swasta dalam pembangunan daerah merupakan upaya untuk menumbuhkan sektor swasta agar bisa lebih berkembang dan percepatan pembangunan daerah. Terdapat 10 varian bentuk-bentuk kemitraan, yakni: 1. Operasionalisasi dan Pemeliharaan (operations and maintenance). Model ini didasari oleh kontrak antara pemerintah dan swasta untuk mengoperasikan dan memelihara fasilitas publik. 2. Perencanaan dan Pengembangan (design-build). Didasari oleh kontrak pemerintah dan swasta untuk merencanakan dan mengembangkan fasilitas yang memenuhi standar dan prasyarat kinerja pemerintah. Ketika fasilitas itu telah dibentuk, maka pemerintah akan menjadi pemilik yang bertanggung jawab terhadap penggunaan fasilitas tersebut. 3. Pengoperasian (turnkey operation). Pemerintah menyediakan dana untuk melaksanakan kegiatan, tapi melibatkan sektor swasta untuk mendesain, membangun, dan mengoperasikan fasilitas untuk jangka waktu tertentu. Sasaran kinerja ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah yang menjadi pemilik dari fasilitas tersebut. 4. Penambahan dalam Fasilitas yang Sudah Ada (wrap arround addition). Pihak swasta membiayai dan membangun fasilitas tambahan pada fasilitas yang sudah ada. Selanjutnya, pihak swasta dapat mengoperasikan fasilitas tambahan ini untuk jangka waktu tertentu sampai dapat mengembalikan investasi dan keuntungan dari investasi tersebut. 73 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

84 5. Sewa-Beli (lease-purchase). Kontrak pemerintah dengan pihak swasta untuk mendesain, membiayai, dan membangun fasilitas pelayanan publik. Pihak swasta kemudian menyewakan fasilitas tersebut pada pemerintah untuk jangka waktu tertentu. Setelah jangka waktu itu habis, maka fasilitas akan menjadi milik pemerintah. Model ini dapat diterapkan bila pemerintah memerlukan suatu fasilitas tapi tidak punya cukup biaya untuk membangunnya. 6. Privatisasi Sementara (temporary privatization). Kepemilikan fasilitas publik yang sudah ada diberikan pada pihak swasta untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan fasilitas. Fasilitas itu kemudian dimiliki dan dioperasikan oleh pihak swasta dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam kontrak atau sampai pihak swasta sudah dapat mengembalikan modal investasi ditambah keuntungannya. 7. Sewa Pengembangan-Operasionalisasi (lease-develop-operate) atau Beli Pengembangan- Operasionalisasi (buy-develop-operate). Mitra swasta menyewa atau membeli sebuah fasilitas dari pemerintah, kemudian mengembangkan atau memodernisasikannya, selanjutnya mengoperasikannya sesuai dengan kontrak yang dibuat bersama pemerintah. Pihak swasta diharapkan untuk berinvestasi dalam pengembangan fasilitas dan diberi jangka waktu yang pasti untuk mengembalikan dan memperoleh keuntungan dari investasi tersebut. 8. Pembangunan-Pengalihan-Pengoperasian (Build-Transfer-Operate). Didasari kontrak pemerintah dengan swasta untuk membiayai dan membangun fasilitas, di mana setelah fasilitas itu selesai dibangun, maka pihak swasta mengalihkan kepemilikan fasilitas itu pada pemerintah. Pemerintah kemudian menyewakan fasilitas itu lagi kepada swasta berdasarkan sewa jangka panjang yang memungkinkan swasta mengembalikan investasi dan memperoleh keuntungan. 9. Pembangunan-Kepemilikan-Pengoperasian-Pengalihan (Build-Own-Operate-Transfer). Pihak swasta memperoleh hak franchise secara ekslusif untuk membiayai, membangun, mengoperasikan, memelihara, mengelola, dan mengumpulkan biaya pungutan selama periode tertentu untuk mengembalikan investasi. Di akhir hak franchise, kepemilikan dialihkan kembali pada pemerintah. 10. Pembangunan-Kepemilikan-Pengoperasian (Build-Own-Operate) Pemerintah dapat mengalihkan kepemilikan dan tanggung jawab atas suatu fasilitas yang sudah ada, atau mengadakan kontrak dengan swasta untuk membangun, memiliki, dan mengoperasikan fasilitas yang baru dibangun. Pihak swasta menyediakan dana untuk pembangunan fasilitas tersebut. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 74

85 Pengembangan Peran Serta Masyarakat 1) Persampahan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, Pasal 75 ayat (1) menyebutkan bahwa masyarakat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan pengawasan penyelenggaraan prasarana dan sarana yang dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Peran serta masyarakat dapat berupa: a. pemberian laporan, usul, pertimbangan, dan/atau saran kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; b. pemberian saran dan pendapat dalam perumusan kebijakan dan strategi; c. pelaksanaan kegiatan penanganan sampah yang dilakukan secara mandiri dan/atau bermitra dengan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan/atau d. pemberian pendidikan dan pelatihan, kampanye, dan pendampingan oleh kelompok masyarakat kepada anggota masyarakat dalam penanganan sampah untuk mengubah perilaku anggota masyarakat. 75 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

86 2) Air Limbah Domestik Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif didalam pengelolaan air limbah domestik, yaitu berupa: a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah Daerah dalam perumusan kebijakan pengelolaan air limbah domestik; b. partisipasi dalam penyusunan perencanaan pengelolaan air limbah domestik; c. partisipasi dalam pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana air limbah domestik; d. partisipasi dalam pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana air limbah domestik; e. partisipasi dalam pemantauan, pengendalian, pengawasan, dan evaluasi pengelolaan air limbah domestik; f. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa air limbah domestik; g. promosi dan penyuluhan pengelolaan air limbah domestik. Adapun bentuk peran masyarakat dalam proses perencanaan, misalnya menyampaikan pemikiran, gagasan, dan proses pengambilan keputusan dalam batas-batas tertentu. Keterlibatan masyarakat sejak dari perencanaan pengelolaan air limbah domestik akan memberikan rasa kepemilikan dan tanggung jawab yang besar pada masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pengelolaan air limbah domestik, yaitu dapat dilakukan dalam: a. pemetaan prasarana dan sarana air limbah domestik; b. identifikasi kebutuhan peningkatan prasarana dan sarana air limbah domestik; c. identifikasi kemampuan, pemahaman dan kesepakatan teknologi pengolahan; dan d. kesepakatan kelembagaan pengelola prasarana dan sarana air limbah domestik. Bentuk peran masyarakat lain dalam proses pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana air limbah domestik mencakup pelaksanaan konstruksi serta operasi dan pemeliharaan, misalnya sumbangan waktu, tenaga, material, dan dana, yang diwujudkan antara lain berupa pemasangan sarana penangkap lemak, pembersihan inspection chamber. Keterlibatan dalam pembangunan dan pengembagan prasarana dan sarana air limbah domestik juga diharapkan dapat meningkatkan rasa memiliki dan keinginan untuk merawat pengembangan prasarana dan sarana air limbah domestik tersebut. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 76

87 Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan operasional dan pemeliharaan dapat sebagai pemakai dan/atau pengelola prasarana dan sarana air limbah domestik. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan dapat berupa retribusi atau tenaga sehingga pengelolaan prasarana dan sarana air limbah domestik dapat beroperasi secara baik. Bentuk peran masyarakat dalam proses pemantauan, pengendalian, pengawasan, dan evaluasi pengelolaan air limbah domestik, yaitu dalam: a) memantau dan mengevaluasi kinerja teknologi yang digunakan dan manajemen pembiayaan pengelolaan air limbah domestik; b) menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada pihak yang berwenang; c) daur ulang air limbah domestik yang sudah diolah untuk berbagai keperluan misal penyiraman taman atau tanaman persawahan. Bentuk peran masyarakat dalam promosi dan penyuluhan air limbah domestik, yaitu berperilaku hidup bersih dan sehat, baik di lingkungan sendiri maupun masyarakat lain. Kegiatan ini memerlukan keterlibatan aktif dari setiap individu masyarakat secara berkelanjutan. 77 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

88 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 78

89 5TAHAPAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN 79 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

90 Peningkatan kelembagaan pengelola infrastruktur regional persampahan atau air limbah domestik, salah satunya dapat dipilih dengan meningkatkan UPTD yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD). Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 80

91 bab 5 TAHAPAN PENINGKATAN KELEMBAGAAN Peningkatan kelembagaan pengelola infrastruktur regional persampahan atau air limbah domestik, salah satunya dapat dipilih dengan meningkatkan UPTD yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD). 5.1 PERSYARATAN MENERAPKAN PPK-BLUD Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 menyebutkan bahwa untuk menerapkan PPK-BLUD harus memenuhi beberapa persyaratan, meliputi: a. substantif; b. teknis; dan c. administratif. Persyaratan substantif terpenuhi, apabila UPTD yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan: a. penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat; b. pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau c. pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat. 81 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

92 Persyaratan teknis terpenuhi, apabila: a. Kinerja pelayanan di bidang tugas dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLUD, sebagaimana direkomendasikan oleh Sekretaris Daerah/ Kepala SKPD yang bersangkutan; b. Kinerja keuangan UPTD yang bersangkutan adalah sehat, sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLUD. Persyaratan administratif terpenuhi apabila UPTD yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen sebagai berikut: a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; b. Pola tata kelola; c. Rencana strategis bisnis; d. Laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan; e. Standar pelayanan minimal; dan f. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen. Dari ketiga persyaratan tersebut, persyaratan administratif yang sangat menentukan dapat tidaknya UPTD menerapkan PPK-BLUD. Hal ini disebabkan dari dokumen administratif tersebut akan dinilai oleh Tim Penilai yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 82

93 5.2 PENYIAPAN DOKUMEN PPK-BLUD Persyaratan pokok yang harus dipenuhi untuk menerapkan PPK-BLUD adalah: a. Rencana Strategis b. Rencana Bisnis dan Anggaran c. Pola Tata Kelola d. Standar Pelayanan Minimal Selain itu persyaratan administrasi lainnya yang harus dipenuhi, meliputi: a. Syarat pengajuan BLUD b. Syarat kesanggupan meningkatkan kinerja c. Syarat kesediaan di audit d. Draf Keputusan Gubernur tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) BLUD e. Profil : - Lembaga - Personil - Keuangan - Aset 5.3 TIM PENILAI Tim Penilai anggotanya paling sedikit terdiri dari: 1. Sekretaris Daerah, sebagai ketua merangkap anggota; 2. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), sebagai sekretaris merangkap anggota; 3. Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, sebagai anggota; 4. Inspektorat Daerah, sebagai anggota; 5. Tenaga ahli (kalau diperlukan) sebagai anggota. Dari tim penilai ini dikeluarkan rekomendasi kepada Kepala Daerah, layak tidaknya usulan UPTD tersebut untuk menerapkan PPK-BLUD. 83 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

94 5.4 PENETAPAN STATUS BLUD Dalam menilai dokumen administratif, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: 900/2759/SJ tanggal 10 September 2008 perihal Pedoman Penilaian Penerapan PPK-BLUD. Setelah Kepala Daerah menerima hasil penilaian dari Tim Penilai, Kepala Daerah memutuskan menerima atau menolak usulan UPTD untuk menerapkan PPK-BLUD. Kalau usulan diterima, penetapan penerapkan PPK-BLUD dengan Keputusan Kepala Daerah. Penetapannya dengan Status BLUD berupa: a. BLUD Penuh atau b. BLUD Bertahap Hal yang membedakan dari status BLUD tersebut adalah dalam pemberian fleksibilitasnya, yaitu berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, seperti pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Dalam pengelolaan keuangan, BLUD diberikan fleksibilitas antara lain berupa: (1) pengelolaan pendapatan dan biaya; (2) pengelolaan kas; (3) pengelolaan utang; (4) pengelolaan piutang; (5) pengelolaan investasi; (6) pengadaan barang dan/atau jasa; (7) pengelolaan barang; (8) penyusunan akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban; (9) pengelolaan sisa kas di akhir tahun anggaran dan defisit; (10) kerjasama dengan pihak lain; (11) pengelolaan dana secara langsung; dan (12) perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan. Untuk BLUD dengan status penuh, diberikan seluruh fleksibilitas. Sedangkan BLUD Bertahap, diberikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu berkaitan dengan jumlah dana yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, serta perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan serta tidak diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang dan/atau jasa. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 84

95 SURAT PERNYATAAN POLA TATA KELOLA RENC STRATEGI BISNIS SPM KEPALA UNIT KERJA LAP. KEUANGAN PROGNOSA LAP. KEUANGAN BLUD PENUH LAP. AUDIT TERAKHIR PENERAPAN KEPALA SKPD BLUD BERTAHAP SEKDA SEKDA TIM PENILAI DITOLAK PPKD BAPPEDA BAWASDA TENAGA AHLI KDH DISETUJUI KEPUTUSAN KDH REKOMENDASI Sumber : Lampiran II Surat Edaran Mendagri No.900/2759/SJ. Gambar 5-1. Bagan Proses Penetapan Penerapan PPK-BLUD SKPD 85 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

96 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 86

97 6PENUTUP 87 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

98 bab 6 PENUTUP Penyiapan pengelolaan infrastruktur regional persampahan dan air limbah domestik, saat ini keberadaan peran dan fungsinya sangat dibutuhkan, dalam pencapaian target akses universal sanitasi bidang pengelolaan persampahan dan air limbah domestik yang masih menyisakan gap yang cukup besar. Pemenuhan prasarana dan sarana persampahan dan air limbah domestik akhir-akhir ini terus dilakukan, baik melalui fasilitasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat maupun atas inisiasi dari masing-masing pemerintah daerah. Namun demikian pemenuhan sarana prasarana tersebut harus dipersiapkan secara baik, yang didukung oleh pengaturan, pembiayaan, kelembagaan dan peran serta masyarakat, yang saling bersinergi. Pedoman ini merupakan salah satu upaya untuk membantu Pemerintah Daerah dalam penyiapan infrastruktur regional persampahan dan air limbah domestik berdasarkan tahapantahapan yang telah ditetapkan, dan pada akhirnya dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta terpenuhinya target akses universal sanitasi. Direktorat Jenderal Cipta Karya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan pedoman ini. Semoga partisipasi yang diberikan dapat memberikan manfaat yang besar bagi pelestarian lingkungan. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 88

99 LAMPIRAN 1 IMPLEMENTASI PENGELOLAAN TPA REGIONAL DI PROVINSI JAWA BARAT DAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 89 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

100 Implementasi Pengelolaan TPA Regional di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta I. PROVINSI JAWA BARAT 1.1. Peraturan Peraturan yang melandasi pengelolaan TPA Sarimukti Jawa Barat adalah: a. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Sampah di Jawa Barat; b. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Sampah di Jawa Barat Kelembagaan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Badan di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyebutkan bahwa pengelolaan sampah regional Jawa Barat merupakan tugas Balai Pengelolaan Sampah Regional (BPSR) Jawa Barat. Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat ini susunan organisasi BPSR Jawa Barat, terdiri atas: a. Kepala; b. Sub Bagian Tata Usaha; c. Seksi Pelayanan Operasional; d. Seksi Perencanaan Teknis dan Evaluasi; e. Sub Unit Pelayanan; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional. Adapun bentuk Struktur Organisasi dan Tata Kerja BPSR dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini: Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 90

101 Kepala Balai Kelompok Jabatan Fungsional Sub Bagian Tata Usaha Perencanaan Teknis dan Evaluasi Seksi Pelayanan Operasional Sub Unit Pelayanan Gambar 1. Struktur Organisasi dan lain-lain 1.3. Penerapan Kompensasi Jasa Pelayanan Penerapan kompensasi jasa pelayanan TPA Sarimukti Jawa Barat sesuai Pasal 17 Perjanjian Kerja Sama Antara Pemerintah Daerah Provinsi ]awa Barat, Pemerintah Daerah Kota Bandung, Pemerintah Daerah Kota Cimahi dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Tentang Penanganan Persampahan Kabupaten Bandung di Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Sementara Sarimukti Nomor: 199/14/Kimrum; 658.1/2798-PD.KBR; 180/64.PERJ/2016; 658.1/813/DCKTR; 658.1/14-Dispertasih/2016 pada tanggal 30 Juni 2016, dengan rincian sebagai berikut: a. Rp ,- perton sampah. b. Rp ,- untuk truk berkapasitas 6 m 3 setiap ritasi. c. Rp ,- untuk truk berkapasitas 10 m 3 setiap ritasi. d. Rp ,- untuk truk berkapasitas 12 m 3 setiap ritasi e. Rp ,- untuk truk berkapasitas 25 m 3 setiap ritasi Penerapan Kompensasi Dampak Lingkungan Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Antara Pemerintah Daerah Provinsi ]awa Barat, 91 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

102 Pemerintah Daerah Kota Bandung, Pemerintah Daerah Kota Cimahi dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Tentang Penanganan Persampahan Kabupaten Bandung di Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Sementara Sarimukti Nomor: 199/14/Kimrum; 658.1/2798-PD.KBR; 180/64.PERJ/2016; 658.1/813/DCKTR; 658.1/14-Dispertasih/2016 pada tanggal 30 Juni 2016, sebagaimana disebutkan dalam ayat 3 pasal 19 mengenai Kompensasi Dampak Negatif (KDN), bahwa Para Pihak sepakat memberikan kompensasi dampak negatif kepada masyarakat di sekitar lokasi TPA Regional dan jalan masuk menuju TPA regional. Nilai KDN sebesar 15% dari besaran KJP. Pada tahun 2017 ini besaran KDN disepakati sebagai berikut : 1) Rp ,-/ton. 2) Rp ,-/ritasi truk kapasitas 6 m 3. 3) Rp ,-/ritasi truk kapasitas 10 m 3. 4) Rp ,-/ritasi truk kapasitas 12 m 3. 5) Rp ,-/ritasi truk kapasitas 25 m 3. Sedangkan KDN arus balik (truk kosong keluar dari TPA), disepakati sebesar Rp ,- untuk setiap ritasi, sebagaimana disebutkan pada ayat 6 pasal 19 PKS ini. Semua dana KDN ini disetorkan Para Pihak (Pemerintah Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung) ke Kas Daerah Kabupaten Bandung Barat. Mekanisme pembayaran KJP dan KDN digambarkan pada Gambar 2. TPA Sarimukti Petugas Timbang BPSR Saksi Petugas Kab/Kota BPSR Struk-struk Timbang perhari Jumlah ton Kab/Kota Akhir Bulan : BPSR Rekapitulasi struk timbang perbulan dalam jumlah ton Hitungan Rupiah Kab/kota Tgl 5-10 BPSR Kirim Surat Tagihan KJP dan KDN Tgl 25 Kota Bandung Kota Cimahi Kab. Bandung Kab. Bandung Barat Badan Pendapatan Daerah Prov Kas Daerah Bayar KDN Keterangan : KJP KDN Gambar 2. Mekanisme Pembayaran Kompensasi Jasa Pelayanan (KJP) dan Kompensasi Dampak Negatif (KDN) Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 92

103 Pengaturan penyaluran KDN kepada masyarakat ditetapkan berdasarkan Peraturan Bupati Bandung Barat Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Kompensasi Dampak Negatif Pemrosesan Akhir Sampah. Berdasarkan pasal 13 menyebutkan bahwa penyaluran kompensasi dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme pemberian bantuan keuangan melalui Pemerintah Desa. Sumber pendanaan biaya operasi dan pemeliharaan pengelolaan sampah TPA Regional Sarimukti berasal dari dana APBD Provinsi, sedangkan untuk pembayaran KJP oleh Pemerintah Kabupaten/Kota langsung masuk ke kas daerah provinsi Sumber Daya Manusia Jumlah Sumber Daya Manusia Balai Pengelolaan Sampah Regional TPA Sarimukti keseluruhan sebanyak 110 orang dengan perincian sebagai berikut: a. Kantor Tata Usaha 3 orang b. Seksi Operasional 2 orang c. Seksi Perencanaan dan Evaluasi 2 orang d. TPA sampah regional Sarimukti 102 orang II. PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2.1. Peraturan a. Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga b. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 21 Tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Sampah, Perizinan Usaha Pengelolaan Sampah, dan Kompensasi Lingkungan Kelembagaan Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Persampahan Regional diselenggarakan oleh Balai Pengelolaan Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum Perkotaan di bawah pengelolaan Dinas Pekerjaan Umum, Energi, dan Sumber Daya Mineral Daerah Istimewa Yogyakarta. Balai Pengelolaan Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum Perkotaan ditetapkan sebagai pengelola TPA/TPST Regional sebagaimana 93 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

104 tertuang dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 92 Tahun 2015 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas Dan Fungsi Serta Tatakerja Unit Pelaksana Teknis Pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan Dan Energi Sumber Daya Mineral. Pengelolaan Balai PISAMP efektif dilakukan sejak 1 Januari 2015, yang sebelumnya dikelola oleh Balai IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) Sewon. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 92 Tahun 2015 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas Dan Fungsi Serta Tatakerja Unit Pelaksana Teknis Pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan Dan Energi Sumber Daya Mineral, susunan organisasi Balai Pengelolaan Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum Perkotaan terdiri dari: a. Kepala Balai; b. Subbagian Tata Usaha; c. Seksi Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Drainase dan Sistem Pengolahan Air Limbah; d. Seksi Operasi dan Pemeliharaan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah; e. Seksi Operasi dan Pemeliharaan Sistem Jaringan Air Minum; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional. Balai PISAMP mempunyai tugas menyelenggarakan pengelolaan jaringan drainase, sistem pengolahan air limbah permukiman, dan pengelolaan sampah di tempat pengolahan dan pemrosesan akhir dan pengelolaan sistem jaringan air minum lintas Kabupaten/Kota. Fungsi Balai PISAMP: a. Penyusunan program kerja Balai Pengelolaan Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum Perkotaan; b. Pengelolaan jaringan drainase; c. Pengelolaan sistem pengolahan air limbah permukiman; d. Pengelolaan sampah ditempat pengolahan dan pemrosesan akhir sampah; e. Pengendalian kualitas lingkungan selama proses pengolahan air limbah permukiman dan pengolahan sampah; Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 94

105 f. Pengendalian kualitas residu hasil pengolahan ke media lingkungan secara aman; g. Pengelolaan sistem jaringan air minum; h. Pelaksanaan ketatausahaan; i. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan program Balai Pengelolaan Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum Perkotaan; dan j. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Bagan struktur organisasi Balai PISAMP dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini. Kepala Balai Kelompok Jabatan Fungsional Sub Bagian Tata Usaha Seksi Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Drainase dan Sistem Pengelolaan Air Limbah Seksi Operasi dan Pemeliharaan Tempat Pengelolaan dan Pemrosesan Akhir Sampah Seksi Operasi dan Pemeliharaan Sistem Jaringan Air Minum Gambar 3. Struktur Organisasi Balai PISAMP 2.3. Penerapan Kompensasi Jasa Pelayanan Penerapan kompensasi jasa pelayanan TPA Piyungan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai dengan Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemerintah Kabupaten Bantul, Pemerintah Kabupaten Sleman, dan Pemerintah Kota Yogyakarta, Nomor: 11/PERJ/GUB/X/2016; 47/ PK/Bt/2016; 45:/PK.KDH/A/2016; 53/PERJ.YK/2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Persampahan Regional sebesar Rp ,-/ton yang harus dibayarkan paling lambat tanggal 5 oleh Kabupaten/Kota kepada pihak Provinsi 95 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

106 setiap bulan. Para Pihak melakukan rekonsiliasi jumlah sampah yang masuk TPA Regional untuk menentukan beban biaya jasa pelayanan pengelolaan sampah masing-masing Kabupaten/Kota. Subsidi Provinsi= (Total Biaya OP ) (Total Tonase Sampah) -Nilai KJP Kabupaten/Kota (Rp ,00 )/ Subsidi Provinsi Tahun 2017= - Rp =Rp ,86/Ton ( Ton) Ton Subsidi Provinsi Tahun 2017= Rp ,86 - Rp =Rp ,86/Ton Ton Ton ,86 Prosentase Sharing Provinsi Tahun 2017= Rp. Ton x 100%=61% , Penerapan Kompensasi Dampak Lingkungan Penerapan Kompensasi Dampak Lingkungan untuk TPA Piyungan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut : Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemerintah Kabupaten Bantul, Pemerintah Kabupaten Sleman, dan Pemerintah Kota Yogyakarta, Nomor: 11/PERJ/GUB/X/2016; 47/PK/Bt/2016; 45:/ PK.KDH/A/2016; 53/PERJ.YK/2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Persampahan Regional, maka Balai PISAMP memberikan Kompensasi Dampak Lingkungan kepada masyarakat sekitar TPA yang terdampak. Mekanisme pemberian kompensasi kepada masyarakat dilaksanakan melalui pengajuan proposal dari masyarakat kepada Balai PISAMP untuk program-program kegiatan yang dibutuhkan. Program-program bantuan kepada masyarakat umumnya berupa pelayanan pengobatan, perbaikan prasarana dan sarana umum (jalan, drainase) dan sebagainya. Mekanisme pembayaran jasa pelayanan pengelolaan TPA sampah regional Piyungan dapat dilihat pada Gambar 4. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 96

107 Kabupaten/Kota Sampah masuk dari Kota Yogyakarta, Kab. Sleman & Kab. Bantul TPA PIYUNGAN Balai PISAMP Melaksanakan : - Penimbangan - Pencatatan tonase sampah setiap hari Kas Daerah Provinsi Menerima pembayaran Retribusi Jasa Umum Balai PISAMP, SekBer, Kab/Kota Melaksanakan Rekonsiliasi Setiap Tanggal 5 KAB/KOTA Kab/Kota membayar Retribusi Jasa Umum dan biaya administrasi SekBEr setiap bulan Balai PISAMP Mengirim surat tagihan ke Kab./Kota paling lambat Tgl 20 Balai PISAMP Berita Acara Kesepakatan hasil Rekonsiliasi Gambar 4. Mekanisme Pembayaran Kompensasi Jasa Pelayanan Pelayanan Sampah TPA Regional Piyungan Sumber pendanaan biaya operasi dan pemeliharaan pengelolaan sampah TPA Regional Piyungan berasal dari dana APBD Provinsi, sedangkan untuk pembayaran KJP oleh Pemerintah Kabupaten/Kota langsung masuk ke kas daerah provinsi Sumber Daya Manusia Jumlah pegawai Balai PISAMP sebanyak 140 orang yang terdiri dari: a. Kantor Tata Usaha 25 orang b. Seksi Operasi Pemeliharaan 39 orang c. Seksi Air Minum Perkotaan 34 orang d. TPA sampah regional Piyungan 41 orang 97 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

108 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 98

109 LAMPIRAN 2 PERHITUNGAN BIAYA OPERASI DAN PEMELIHARAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH REGIONAL 99 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

110 Perhitungan Biaya Operasi dan Biaya Pemeliharaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional I. DASAR PERHITUNGAN Pengelolaan infrastruktur regional bidang PLP khususnya TPA sampah regional berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 mensyaratkan penggunaan metode sanitary landfill untuk kota besar dan kota metropolitan, yaitu dengan jumlah penduduk lebih besar atau sama dengan jiwa. Metode pemrosesan akhir dengan proses sanitary landfill ini dilaksanakan dengan cara melakukan penutupan sampah dengan lapisan tanah yang dilakukan setiap hari pada akhir operasional. Selain penutupan sampah harian dilakukan pula penutupan sampah secara berkala serta penutupan akhir saat sebuah area penimbunan sudah mencapai masa akhir pelayanan. Penerapan metode penimbunan (landfilling) diharapkan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penerapan metode ini berdampak pada timbulnya kebutuhan biaya operasi maupun pemeliharaan yang cukup besar akibat adanya kebutuhan operasional penutupan sampah dengan tanah penutup, disamping juga operasional alat berat. Perhitungan biaya satuan operasi dan pemeliharaan pengelolaan TPA sampah regional dapat digunakan 2 (dua) metode, yaitu: a. dengan memperhitungkan biaya investasi dan b. tanpa memperhitungkan biaya investasi. Perhitungan biaya operasional dan pemeliharaan yang melibatkan perhitungan investasi digunakan bila pengelolaan sampah melibatkan kerjasama dengan pihak ketiga. Dalam metode ini semua biaya termasuk investasi harus dihitung untuk pengembalian kepada pemilik modal. Selain itu metode pengelolaan sampah yang melibatkan kerja sama dengan pihak ketiga perlu memasukkan pula komponen biaya untuk pajak serta keuntungan perusahaan. Perhitungan biaya operasi dan pemeliharaan tanpa memperhitungkan biaya investasi, menggunakan metode perhitungan investasi sarana yang dibebankan kepada pemerintah sebagai pelayanan publik, sementara masyarakat hanya menanggung biaya operasional dan pemeliharaan. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 100

111 II. KOMPONEN BIAYA OPERASIONAL DAN PEMELIHARAAN Beberapa komponen yang mempengaruhi biaya operasional antara lain sebagai berikut: Timbulan sampah Kebutuhan tanah penutup (cover soil) disesuaikan dengan pemilihan metode penimbunan Operasional alat berat (BBM, oli, pelumas, suku cadang, dan lain-lain) Operasional fasilitas perlindungan lingkungan (pipa gas dan cassing, kerikil, listrik di IPL, BBM, oli, pelumas, suku cadang, bahan kimia, insektisida, desinfektan, gas fogging, serta pemeriksaan laboratorium terhadap kualitas udara, air lindi, air tanah dan air permukaan) Kebutuhan SDM (gaji pegawai dan operator, asuransi tenaga kerja dan kesehatan) Operasional kantor dan utilitas (ATK, listrik, telekomunikasi/internet, air bersih, BBM kendaraan operasional dan lain-lain) 101 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

112 Beberapa komponen yang mempengaruhi biaya pemeliharaan antara lain sebagai berikut: Pemeliharaan fasilitas dasar (jalan masuk, jalan operasional, drainase, pagar, kantor) Pemeliharaan fasilitas perlindungan lingkungan (lapisan kedap air, penyaluran lindi, instalasi pengolahan lindi, zona penyangga, sumur uji, penanganan gas) Pemeliharaan fasilitas operasional (rutin dan berkala alat berat, truk pengangkut tanah) Pemeliharaan fasilitas penunjang (bengkel garasi, tempat pencucian, jembatan timbang, laboratorium, dan lain-lain) Dalam perhitungan biaya pemeliharaan dapat dilakukan pendekatan antara lain: Biaya pemeliharaan jembatan timbang Diasumsikan biaya perbaikan jembatan timbang sebesar 2% dari harga alat, sedangkan biaya penggantian suku cadang sebesar 1% dari harga alat. Biaya pemeliharaan genset Diasumsikan biaya perbaikan genset sebesar 1% dari harga alat, sedangkan biaya penggantian suku cadang sebesar 2,5% dari harga alat. Biaya pemeliharaan jalan operasi TPA Diasumsikan sebesar 1%-5% dari harga investasi jalan operasi. Biaya pemeliharaan IPL Diasumsikan sebesar 1%-5% dari harga investasi IPL Perhitungan operasi dan pemeliharaan pada kegiatan pemrosesan akhir berkaitan dengan alur pekerjaan yang dilakukan. Komponen utama dalam alur pekerjaan pengelolaan TPA sampah regional diantaranya adalah kegiatan: Pengaturan dan pencatatan sampah masuk Penimbunan dan penutupan sampah pada bidang kerja Pengoperasian unit pengelolaan landfill gas Pengoperasian unit pengolahan air lindi Pengendalian dampak lingkungan Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 102

113 Pemantauan dampak lingkungan Manajemen Alur perhitungan biaya operasi dan pemeliharaan pengelolaan TPA sampah regional dapat dilihat pada Gambar 1. DIAGRAM ALUR PERHITUNGAN BIAYA OPERASI & PEMELIHARAN PENGELOLAAN TPA REGIONAL * JUMLAH PENDUDUK (iwa) * INDEKS TIMBULAN SAMPAH PER KAPITA (Liter/Org/Hari) * TIMBULAN SAMPAH YANG MASUK KE TPA REGIONAL (Ton/hari) * LUAS LAHAN TPA (Ha) * KEBUTUHAN TANAH PENUTUP * KEBUTUHAN ALAT BERAT * KEBUTUHAN PENGOLAHAN LINDI * KEBUTUHAN SDM * KEBUTUHAN BANGUNAN & SARANA PRASARANA PENGATURAN & PENCATATAN SAMPAH MASUK TPA PENIMBUNAN & PENUTUPAN SAMPAH/PERATAAN SAMPAH PENGOPERASIAN & PEMELIHARAAN UNIT PENGELOLAAN LANDFILL GAS PENGOPERASIAN & PEMELIHARAAN INSTALASI PENGOLAHAN LINDI PENGENDALIAN & PEMANTAUAN DAMPAK LINGKUNGAN MANAJEMEN & UTILITAS BIAYA OPERASI & PEMELIHARAAN PENGELOLAAN SAMPAH PER TON (Rp/Ton) Gambar 1. Alur Perhitungan Biaya Operasi dan Pemeliharaan TPA Regional 2.1. Perhitungan Timbulan Sampah Timbulan sampah pada suatu wilayah ditentukan oleh jumlah penduduk serta angka timbulan sampah/orang/hari. Besaran timbulan sampah per kapita dapat diperoleh dari survey primer komposisi dan karakteristik sampah atau melalui pendekatan data sekunder. Berdasarkan SNI Nomor dapat diketahui besaran angka timbulan sampah per kapita adalah sebagai berikut: Tabel 1. Timbulan Sampah per Kapita (Indeks Timbulan Sampah di Sumber) KLASIFIKASI KOTA VOLUME (LITER/ORG/HARI) BERAT (KG/ORG/HARI) Kota Sedang 2,75 3,25 0,70 0,80 Kota Kecil 2,5 2,75 0,625 0,70 Sumber: SNI , Tahun 1995 Adapun besaran timbulan sampah berdasarkan sumber sampah disajikan dalam Tabel sebagai berikut: 103 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

114 Tabel 2. Timbulan Sampah Berdasarkan Sumber Sampah No. KOMPONEN SUMBER SAMPAH SATUAN VOLUME (LITER) BERAT (KG) 1 Rumah Permanen Per orang/hari 2,25 2,50 0,350 0,400 2 Rumah Semi Permanen Per orang/hari 2,00 2,25 0,300-0,350 3 Rumah Non Permanen Per orang /hari 1,75 2,00 0,250-0,300 4 Kantor Per pegawai/hari 0,50 0,75 0,025-0,100 5 Toko/Ruko Per pegawai/hari 2,50 3,00 0,150-0,350 6 Sekolah Per murid/hari 0,10 0,15 0,010-0,020 7 Jalan Arteri Sekunder Per meter/hari 0,10 0,15 0,020-0,100 8 Jalan Kolektor Sekunder Per meter/hari 0,10 0,15 0,010-0,050 9 Jalan Lokal Per meter/hari 0,05 0,10 0,005-0, Pasar Per meter 2 /hari 0,20 0,60 0,100-0,300 Sumber: SNI , Tahun 1995 Perhitungan timbulan sampah menggunakan rumus sebagai berikut: Beban Pengolahan Sampah di TPA: V sm = (I s x penduduk_ /1000) Keterangan: Vsm Is penduduk = Beban pengolahan sampah di TPA (m 3 /hari) = Indeks timbulan sampah per kapita (liter/orang/hari) = Jumlah penduduk yang terlayani di wilayah pelayanan (jiwa) V st = (V sm x ρ) Keterangan: Vst = Beban pengolahan sampah di TPA (ton/hari) Vsm = Beban pengolahan sampah di TPA (m 3 /hari) ρ = Berat jenis sampah (kg/m 3 ) Perhitungan diatas dipengaruhi oleh tingkat pelayanan pengelolaan kebersihan suatu wilayah, disamping juga adanya tingkat reduksi (pengurangan) sampah yang dilakukan di wilayah pelayanan. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 104

115 2.2. Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kebutuhan personil pengelola TPA dipengaruhi oleh tugas dan fungsi masingmasing petugas pengelola TPA yang dibutuhkan dalam pengelolaan TPA sampah regional. Kebutuhan jumlah orang ditentukan oleh beban kerja yang harus ditangani pada masing-masing komponen kegiatan. Penempatan SDM secara tepat dan efisien perlu dilakukan, agar tenaga kerja yang ada dapat dimaksimalkan. Berikut ini adalah perkiraan kebutuhan personil UPT pengelola TPA sampah reagional pada masing-masing komponen kegiatan operasional: Komponen Kegiatan Operasional Peruntukan Personil Kebutuhan Tenaga 1. Pengaturan dan pencatatan sampah masuk Personil pencatat Disesuaikan dengan jam operasi TPA 2. Penimbunan dan penutupan sampah pada bidang kerja 3. Pengoperasian unit pengelolaan landfill gas 4. Pengoperasian unit pengolahan air lindi 5. Pengendalian dampak lingkungan Personil operator alat berat: - Bulldozer - Excavator Personil operator instalasi landfill gas Personil operator instalasi pengolahan air lindi (IPL) Personil operator mesin penyemprotan insektisida dan penghilang bau Disesuaikan dengan jumlah alat berat 6. Pemantauan dampak lingkungan Personil sampling 7. Manajemen dan operasional lainnya - Kepala UPT-TPA - Kepala Sub Bag. Tata Usaha - Kepala Seksi (2 orang) - Jabatan Fungsional (Penata PLP, Penelaah PLP, Teknisi Keciptakaryaan) - Petugas Administrasi - Petugas Keamanan - Petugas Kebersihan Disesuaikan dengan Kelas UPTD 105 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

116 III. PERHITUNGAN SUB SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH 3.1. Alur Perhitungan Sub Sistem Pemrosesan Akhir Sampah TPA sampah wajib dilengkapi dengan zona penyangga dan metode pemrosesan akhir dilakukan secara lahan urug saniter (kota besar atau kota metropolitan) dan lahan urug terkendali (kota sedang atau kota kecil). TPA sampah harus memenuhi beberapa ketentuan antara lain: 1. Tersedianya biaya pengoperasian dan pemeliharaan TPA sampah. 2. Sampah yang dibuang ke TPA sampah harus melalui pengurukan volume sampah sedekat mungkin dari sumbernya. 3. Sampah yang dibuang dilokasi TPA sampah adalah sampah perkotaan tidak dari industri, dan rumah sakit yang mengandung B3. 4. Kota yang sulit mendapatkan lahan TPA sampah di wilayahnya, perlu melaksanakan model TPA regional serta perlu adanya institusi pengelola kebersihan yang bertanggung jawab dalam pemrosesan akhir di TPA sampah tersebut secara memadai. Gambar berikut ini menggambarkan alur perhitungan biaya pengelolaan di TPA yang mencakup biaya investasi serta biaya operasi dan pemeliharaan. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 106

117 Perhitungan Biaya Pengelolaan di TPA Biaya Investasi : Biaya Investasi Bangunan Biaya Investasi Mesin Biaya Operasi-Pelihara-Rawat Gaji Operator Biaya Perawatan Biaya Bahan Bakar Mesin Biaya Tanah Penutup Biaya Penambahan Pipa Gas Biaya Pemasangan Casing Pipa Gas Biaya Pemasangan Gravel Biaya Insektisida Biaya Desinfektan Biaya Pmaaian Air dan Listrik Kantor Biaya Modal Biaya Pengelolaan dari Biaya Investasi dan Biaya Operasi-Pelihara-Rawat Biaya Pengelolaan dari Biaya Operasi- Pelihara-Rawat Sumber: Tata Cara Perhitungan Biaya Penyelenggaraan Sistem Pengolahan Sampah, Direktorat PPLP, KemenPUPR, 2016 Gambar 2. Alur Perhitungan pada Biaya Sub Sistem Pemrosesan Akhir di TPA Sampah Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui terdapat perhitungan biaya investasi dan perhitungan biaya operasi-pelihara-rawat. Dalam perencanaan operasional di TPA sampah terdapat parameter untuk kapasitas pemrosesan akhir sampah di TPA sampah. Pelayanan untuk satu sel sampah selama 5 tahun sebesar jiwa Biaya Investasi di TPA Sampah Biaya investasi adalah penempatan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut. Komponen biaya yang termasuk kedalam biaya investasi TPA sampah terdiri dari penunjang kegiatan operasional dari pengolahan sampah di TPA sampah. Harga investasi bangunan mempunyai umur teknis 20 tahun dan harga investasi mesin mempunyai umur 10 tahun. Umur teknis dari satu sel TPA sampah sebesar 5 tahun. Untuk menghitung Biaya Investasi (Bi) dapat menggunakan rumus * 1 ) dibawah ini. B i = H ib +H im U t * 1 ) Sumber: Tata Cara Perhitungan Biaya Penyelenggaraan Sistem Pengolahan Sampah, Direktorat PPLP, KemenPUPR, Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

118 Keterangan: B i = Biaya investasi (Rp./tahun) H ib = Harga investasi bangunan (Rp.) H im = Harga investasi mesin (Rp.) U t = Umur teknis (tahun) Contoh komponen-komponen yang termasuk kedalam biaya investasi adalah sebagai berikut: 1. Harga investasi jembatan timbang kapasitas 20 ton Rp ,- 2. Harga investasi mesin excavator Rp ,- dengan daya 57,64 HP 3. Harga investasi mesin dozer Rp ,- dengan daya 98 HP 4. Harga investasi pompa centrifugal 2 unit Kap. 90 m 3 /jam Rp ,- dengan daya 75 HP 5. Harga investasi genset Rp ,- 6. Harga total investasi mesin TPA sampah Rp ,- 7. Investasi bangunan TPA sampah Rp ,- 8. Umur teknis untuk TPA selama 5 tahun Biaya Operasi-Pelihara-Rawat di TPA Sampah Operasional adalah suatu kegiatan dalam menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa melalui perencanaan, pelaksanaan, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk barang atau jasa yang digunakan. Pemeliharaan merupakan aktivitas menjaga peralatan dan mesin yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan. Untuk menghitung Biaya Operasi-Pelihara-Rawat (Bop) dapat menggunakan rumus * 1 ) dibawah ini. B op = B o + B p + B bm + B tp + B pg + B cp + B g + B da + B de + B il + B op + B poh Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 108

119 B op = Biaya operasi-pelihara-rawat (Rp.) B o = Biaya operator (Rp.) B p = Biaya perawatan (Rp.) B bm = Biaya bahan bakar mesin (Rp.) B tp = Biaya tanah penutup (Rp.) B pg = Biaya penambahan pipa gas (Rp.) B cp = Biaya pemasangan casing pipa gas (Rp.) B da = Biaya insektisida (Rp.) B de = Biaya desinfektan (Rp.) B il = Biaya pemakaian instalasi air dan listrik (Rp.) B po = Biaya pergantian oli mesin (Rp.) B poh = Biaya pergantian oli hidrolik (Rp.) Untuk menghitung Biaya Operasi-Pelihara-Rawat (Bop) dapat juga menggunakan rumus dibawah ini: Bop = 12 :DEFG J7 HFU7 ) + (I JM) + (( F =FHDG K :: D F JP H Q 365 ) + L =FHDG (H =V T V ) + (H VX P X )+(H YV C V ) + (H X G) + (H 7G K 7G 12 kali) + (H _7 K _7 12 kali) + ( D JP M H` 365 hari/tahun) + (P m BT) + (PO HO) + (POH HPOH) Keterangan: G O = Gaji operator (Rp./orang/bulan) C p = Penambahan casing pipa gas (meter) J O = Jumlah orang (orang) H g = Harga gravel (m 2 ) B p = Biaya perawatan (Rp.) G = Gravel (m 2 ) P = Presentase perawatan (%) H da = Harga insektisida (Rp./liter) H i = Harga investasi (Rp.) U t = Umur teknis (tahun) F bb = Faktor bahan bakar (liter/fwhp.jam) K da = Konsumsi insektisida (liter) H de = Harga desinfektan (Rp./liter) K de = Konsumsi desinfektan (liter) D = Daya listrik (kw) H L = Harga listrik (Rp./kwh) F = Faktor operasi P m = Presentase Modal (5%) J P = Waktu operasi (jam) B T = Biaya total dari biaya operator, biaya perawatan, biaya instalasi listrik dan biaya bahan bakar (Rp./tahun) H B = Harga bahan bakar (Rp.) H tp = Harga tanah penutup (Rp./m 3 ) T p = Tanah penutup (m 3 ) H pg = Harga pipa gas (meter) P O = Penggantian oli mesin (liter/km) H O = Harga oli (Rp./liter) P OH = Pergantian oli hidrolik (liter/tahun) H OH = Harga oli hidrolik (Rp./liter) P g = Penambahan pipa gas (meter) H cp = Harga casing pipa gas (meter) 109 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

120 Sedangkan untuk komponen-komponen yang termasuk kedalam contoh biaya operasi-pelihara-rawat adalah: 1. Biaya personil atau biaya operator menurut BPS untuk UMR DKI Jakarta sebesar Rp ,-. UMR tersebut kemudian di proyeksikan Rp ,- dengan menyesuaikan tingkat bunga dan inflasi sebesar 11%. 2. Biaya perawatan sebesar 3% dari harga investasi mesin pencacah. Biaya perawatan ditentukan dari rata-rata perawatan yang ditetapkan sebesar 1% - 5%. 3. Kebutuhan tanah penutup m Penambahan pipa sebanyak 320 m. 5. Pemasangan casing pipa sebanyak 320 meter. 6. Pemasangan gravel sebanyak 62,8 m Harga tanah penutup Rp Harga penambahan pipa gas Rp ,-. 9. Harga pemasangan casing pipa gas Rp , Harga pemasangan gravel Rp , Harga insektisida Rp ,-/liter. 12. Harga desinfektan Rp ,-/liter. 13. Pemakaian insektisida dan desinfektan 60 liter. 14. Jumlah operator di TPA berjumlah 10 orang. 15. Biaya listrik Rp ,98/kwh. 16. Daya pompa air sebesar 0,15 kw. 17. Daya lampu penerangan sebesar 0,2 kw. 18. Daya komputer sebesar 0,5 kw. 19. Pergantian oli mesin sebanyak 8 liter selama 3 bulan sekali. 20. Pergantian oli hidrolik sebanyak 6 liter selama 6 bulan sekali. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 110

121 3.4. Total Biaya dan Biaya Pemrosesan Akhir Sampah Berdasarkan perhitungan diatas, yang termasuk kedalam total biaya adalah total biaya investasi dan biaya operasi-pelihara-rawat serta total biaya operasipelihara-rawat. Sedangkan total biaya pengolahan yaitu biaya pengolahan dari biaya investasi dan biaya operasi-pelihara-rawat serta biaya pengolahan dari biaya operasi-pelihara-rawat. Untuk menghitung Biaya Pemrosesan Akhir Sampah (B ps ) dengan biaya investasi dan biaya operasi-pelihara-rawat dapat menggunakan rumus sebagai berikut: B V# = B 7 + ƩH x K e T fj M M f Keterangan: B ps Bi B op H KJ T SH = Biaya pemrosesan akhir sampah (Rp./ton) = Biaya investasi (Rp./tahun) = Biaya operasi-pelihara-rawat (Rp./tahun) = Jumlah hari selama satu tahun (hari) = Kapasitas jiwa (jiwa) = Timbulan sampah perhari (liter/jiwa/hari) M = Massa jenis awal (liter/m 3 ) M S = Massa jenis sampah (ton/m 3 ) Untuk menghitung Biaya Pengelolaan Sampah (B ps ) dengan biaya operasi-pelihararawat saja dapat menggunakan rumus sebagai berikut: B V# = ƩH x K e T fj M M f Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

122 Keterangan: B ps B op H K J TS H = Biaya pemrosesan akhir sampah (Rp./ton) = Biaya operasi-pelihara-rawat (Rp./tahun) = Jumlah hari selama satu tahun (hari) = Kapasitas jiwa (jiwa) = Timbulan sampah perhari (liter/jiwa/hari) M = Massa jenis awal (liter/m 3 ) M S = Massa jenis sampah (ton/m 3 ) IV. CONTOH PERHITUNGAN SUB SISTEM PEMROSESAN AKHIR SAMPAH DI TPA Berikut ini disajikan contoh perhitungan biaya operasi dan pemeliharaan: TPA Sampah Regional direncanakan untuk menampung pembuangan sampah yang berasal dari Kabupaten dan Kota yang beregional dengan total jumlah penduduk pada wilayah pelayanan. Dalam perencanaan operasional di TPA terdapat parameter untuk kapasitas pemrosesan akhir sampah di TPA. Pelayanan untuk satu sel sampah selama 5 tahun sebesar jiwa Contoh Perhitungan Biaya Investasi di TPA Sampah Contoh komponen-komponen yang termasuk kedalam biaya investasi adalah sebagai berikut: 1. Harga investasi jembatan timbang kapasitas 20 ton Rp Harga investasi mesin excavator Rp ,- dengan daya 57,64 HP 3. Harga investasi mesin dozer Rp ,- dengan daya 98 HP 4. Harga investasi pompa centrifugal 2 unit kap. 90 m 3 /jam Rp ,- dengan daya 75 HP 5. Harga investasi genset Rp ,- Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 112

123 6. Harga total investasi mesin TPA sampah Rp ,- 7. Investasi bangunan TPA sampah Rp ,- 8. Umur teknis untuk sel landfill TPA selama 5 tahun 9. Umur teknis bangunan selama 20 tahun. Contoh studi kasus komponen biaya investasi untuk TPA (Bi) menggunakan rumus 1.3. sebagai berikut: Keterangan: B I = J ghij gj K L = kv.mn.onp.nnn.nnn,r ikv.s.tus.nnn.nnn tn =FHDG = Rp ,-/tahun B i = Biaya investasi (Rp./tahun) H ib = Harga investasi bangunan (Rp.) H im = Harga investasi mesin (Rp.) U t = Umur teknis (tahun) 4.2 Contoh Perhitungan Biaya Operasi dan Pemeliharaan di TPA Sampah Sedangkan untuk komponen-komponen yang termasuk kedalam contoh biaya operasi-pelihara-rawat adalah: 1. Biaya personel atau biaya operator menurut BPS untuk UMR DKI Jakarta sebesar Rp ,-. UMR tersebut kemudian di proyeksikan Rp ,- dengan menyesuaikan tingkat bunga dan inflasi sebesar 11%. 2. Biaya perawatan sebesar 3% dari harga investasi mesin pencacah. Biaya perawatan ditentukan dari rata-rata perawatan yang ditetapkan sebesar 1% - 5%. 3. Kebutuhan tanah penutup m Penambahan pipa sebanyak 320 meter. 113 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

124 5. Pemasangan casing pipa sebanyak 320 meter. 6. Pemasangan gravel sebanyak 62,8 m Harga tanah penutup Rp Harga penambahan pipa gas Rp ,-. 9. Harga pemasangan casing pipa gas Rp , Harga pemasangan gravel Rp , Harga insektisida Rp ,-/liter. 12. Harga desinfektan Rp ,-/liter. 13. Pemakaian insektisida dan desinfektan 60 liter. 14. Jumlah operator di TPA berjumlah 10 orang. 15. Biaya listrik Rp ,98/kwh. 16. Daya pompa air sebesar 0,15 Kw. 17. Daya lampu penerangan sebesar 0,2 Kw. 18. Daya komputer sebesar 0,5 Kw. 19. Pergantian oli mesin sebanyak 8 liter selama 3 bulan sekali. 20. Pergantian oli hidrolik sebanyak 6 liter selama 6 bulan sekali. Biaya pengoperasian dan pemeliharaan pengelolaan TPA sampah regional merupakan biaya yang dikeluarkan selama operasional dari TPA tersebut berlangsung. Berikut ini adalah perhitungan dari biaya tersebut menggunakan rumus 1.5. B op = 12 :DEFG J7 HFU7 ) + (I JM) + (( F =FHDG K :: D F JP H Q 365 ) L =FHDG + (H =V T V ) + (H VX P X )+(H YV C V ) + (H X G) + (H 7G K 7G 12 kali) + (H _7 K _7 12 kali) + ( D JP M H` 365 hari/tahun) + (P m BT) + (PO HO) + (P OH H POH) = (Rp ,-/orang/bulan x 10 orang x 12 bulan/tahun) + v.vw p DG7= z{.s.tus.nnn.nnn,r xygl mn =FHDG Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 114

125 = (Rp ,-/orang/bulan x 10 orang x 12 bulan/tahun) unit 6 unit Rp ,-) ( ) 10 tahun x+ ((0,15 liter/fwhp.jam x 57,64 fwhp x 0,6 x 5 jam) + (0,15 liter/fwhp.jam x 98 fwhp x 0,6 x 5 jam) x Rp ,98/kwh x 365 hari/tahun) + (Rp ,-/m 3 x m 3 ) + ( Rp ,-/meter x 320 meter) + (Rp ,-/meter x 320 meter) + (Rp ,-/m 2 x 62,8 m 2 ) + (Rp ,-/liter x 60 liter x 12 kali) + (Rp ,-/liter x 60 liter x 12kali)+((0,15 kw 2 jam 5 hari/ tahun)+(0,2 kw 8 jam 365 hari tahun ) +0,5 kw 8 jam 365 hari/tahun) Rp.1.342,98/ kwh) + (0,05 x Rp /tahun) + (((8 liter/unit 4/tahun 1 unit) + (8 liter/ unit 4/tahun 1 unit)) Rp ,-/liter) + (((6 liter/unit 2/tahun 1 unit) + (6 liter/unit 2/tahun 2 unit)) Rp ,-/liter) = Rp ,-/tahun + Rp ,-/tahun + Rp ,-/tahun + Rp ,-/tahun + Rp ,-/tahun + Rp ,-/tahun + Rp ,-/tahun + Rp ,-/tahun + Rp ,-/tahun + Rp ,-/tahun + Rp ,-/tahun + Rp ,-/tahun + Rp ,-/tahun = Rp ,-/tahun Keterangan : G O = Gaji operator (Rp./orang/bulan) C p = Penambahan casing pipa gas (meter) J O = Jumlah orang (orang) H g = Harga gravel (m 2 ) B p = Biaya perawatan (Rp.) G = Gravel (m 2 ) P = Presentase perawatan (%) H da = Harga insektisida (Rp./liter) H i = Harga investasi (Rp.) K da = Konsumsi insektisida (liter) U t = Umur teknis (tahun) H de = Harga desinfektan (Rp./liter) F bb = Faktor bahan bakar (liter/fwhp.jam) K de = Konsumsi desinfektan (liter) D = Daya listrik (kw) H L = Harga listrik (Rp./kwh) F = Faktor operasi P m = Presentase Modal (5%) J P = Waktu operasi (jam) B T = Biaya total dari biaya operator, biaya perawatan, biaya instalasi listrik dan biaya bahan bakar (Rp./tahun) H B = Harga bahan bakar (Rp.) P O = Penggantian oli mesin (liter/km) H tp = Harga tanah penutup (Rp./m 3 ) H O = Harga oli (Rp./liter) T p = Tanah penutup (m 3 ) P OH = Pergantian oli hidrolik (liter/tahun) H pg = Harga pipa gas (meter) H OH = Harga oli hidrolik (Rp./liter) P g = Penambahan pipa gas (meter) H cp = Harga casing pipa gas (meter) 115 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

126 4.3. Contoh Perhitungan Total Biaya Pemrosesan Akhir Sampah Contoh perhitungan Biaya Pemrosesan Akhir Sampah (Bps) dengan biaya investasi dan biaya operasi-pelihara-rawat dapat menggunakan rumus 1.6. sebagai berikut: sebagai berikut: Q g i Q ÉÑ B ps = ƩJ Ö Ü á à âä ã å â = kv.oçn.nnn.nnn,r/=fhdg ikv.usm.mçt.otn,r/=fhdg èêëvv ígìî w ïglñó/ígìî/òîóg épç HFU7/=FHDG Ö ôvvv ïglñó/j w n,t =@G/3 w = kv.m.pum.mçt.otn,r/=fhdg mtçon,p =@G/=FHDG = Rp ,-/ton Keterangan: Keterangan: B ps B i B op H K J T SH = Biaya pemrosesan akhir sampah (Rp./ton) = Biaya investasi (Rp./tahun) = Biaya operasi-pelihara-rawat (Rp./tahun) = Jumlah hari selama satu tahun (hari) = Kapasitas jiwa (jiwa) = Timbulan sampah perhari (liter/jiwa/hari) Keterangan: M = Massa jenis awal (liter/m 3 ) M S = Massa jenis sampah (ton/m 3 ) Contoh perhitungan Biaya Pemrosesan Akhir Sampah (Bps) dengan biaya operasipelihara-rawat, tanpa investasi dapat menggunakan rumus 1.7. sebagai berikut: B ps = = Q g i Q ÉÑ ƩJ Ö Ü á à âä ã å â kv.usm.mçt.otn,r/=fhdg èêëvv ígìî w ïglñó/ígìî/òîóg épç HFU7/=FHDG Ö ôvvv ïglñó/j w n,t =@G/3 w = kv.usm.mçt.otn,r/=fhdg mtçon,p =@G/=FHDG = Rp ,-/ton Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 116

127 Keterangan: B ps B op H K J T SH = Biaya pemrosesan akhir sampah (Rp./ton) = Biaya operasi-pelihara-rawat (Rp./tahun) = Jumlah hari selama satu tahun (hari) = Kapasitas jiwa (jiwa) = Timbulan sampah perhari (liter/jiwa/hari) M = Massa jenis awal (liter/m 3 ) M S = Massa jenis sampah (ton/m 3 ) 117 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

128 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 118

129 LAMPIRAN 3 PERHITUNGAN BIAYA OPERASI DAN PEMELIHARAAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (SPALD) 119 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

130 Perhitungan Biaya Operasi Dan Pemeliharaan Penyelenggaraan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik (SPALD) I. DASAR PERHITUNGAN Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) regional dapat dilakukan dengan 2 sistem pengelolaan, yaitu SPALD-Terpusat (offsite) dan SPALD- Setempat (onsite). Kedua sistem tersebut dipilih dengan beberapa kriteria perencanaan yang tepat, yang disesuaikan dengan kepadatan penduduk, kedalaman muka air tanah, kemiringan tanah, permeabilitas tanah dan kemampuan pembiayaan. Berikut ini, contoh perhitungan kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan pada penyelenggaraan SPALD-Terpusat. Sementara untuk perhitungan biaya operasi dan pemeliharaan sistem SPALD-Setempat (IPLT), dapat menggunakan acuan yang termuat di dalam perhitungan operasi dan pemeliharaan pada Pedoman Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT). Diagram alir perhitungan biaya operasi dan pemeliharaan IPAL regional dapat dilihat pada Gambar 1. * SHARING MASYARAKAT * SHARING KABUPATEN/KOTA * SHARING PROVINSI * JUMLAH SAMBUNGAN RUMAH * DEBIT AIR LIMBAH PER KAPITA (LITAR/ORANG/HARI) * DEBIT AIR LIMBAH MASUK IPAL * PANJANG JARINGAN * KUALITAS INFLUENT & EFFLUENT * TEKNOLOGI PENGOLAHAN MENGHITUNG OPERASIONAL & PEMELIHARAAN JARINGAN MENGHITUNG OPERASIONAL PEMELIHARAAN IPAL MENGHITUNG OPERASIONAL PEMELIHARAAN MANAJEMEN BIAYA OPERASI & PEMELIHARAAN LAYANAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK PER METER KUBIK (RP/M 3 ) Gambar 1. Diagram Alir Perhitungan Biaya Operasi dan Pemeliharaan SPALD-Terpusat Regional 1.1. Perhitungan Debit Air Limbah Debit air limbah domestik ditentukan berdasarkan jumlah penduduk yang akan dilayani serta penggunaan (konsumsi) air bersih (liter/orang/hari). Kriteria Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 120

131 perencanaan air limbah domestik umumnya menggunakan pendekatan besarnya debit air limbah domestik sebesar 80% dari rata-rata debit air bersih yang dikonsumsi setiap harinya. Pengguna air minum dapat dibedakan menjadi pengguna rumah tangga dan non rumah tangga. Perhitungan untuk pemakaian air minum penduduk sebaiknya menggunakan data primer. Apabila data primer tidak ada, data sekunder yang biasa digunakan adalah data pemakaian air PDAM untuk rumah yang hanya penggunakan PDAM sebagai satu satunya sumber air minum. Kriteria pemakaian air minum pada pengguna rumah tangga untuk kategori kota dapat dikelompokan sebagai berikut pada Tabel 1. Tabel 1. Tingkat Pemakaian Air Minum Rumah Tangga Berdasarkan Kategori Kota. No. KATEGORI KOTA JUMLAH PENDUDUK (X ORANG) TINGKAT PEMAKAIAN AIR MINUM (LTR/ORANG/ HARI) DEBIT AIR LIMBAH (LTR/ORANG/HARI) 1 Kota Metropolitan > Kota Besar Kota Sedang Kota Kecil Kota Kecamatan Kota Pusat Pertumbuhan < Sumber Data : SK-SNI Air Minum, 2000 *Digunakan asumsi debit air limbah = 80% debit pemakaian air minum Air limbah non rumah tangga yang masuk kategori domestik dan bisa diolah bersama dengan air limbah rumah tangga serta tingkat pemakaiannya disajikan pada Tabel 2 berkut ini: 121 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

132 Tabel 2. Tingkat Pemakaian Air Minum Non Rumah Tangga. No. KATEGORI KOTA JUMLAH PENDUDUK (X ORANG) TINGKAT PEMAKAIAN AIR MINUM (LTR/ORANG/ HARI) DEBIT AIR LIMBAH (LTR/ORANG/HARI) 1 Sekolah 10 Liter/murid/hari 8 2 Rumah Sakit 200 Liter/bed/hari Puskesmas (tidak rawat inap) Liter/hari Masjid Liter/hari Kantor 10 Liter/karyawan/hari 8 6 Pasar Liter/hektar/hari Hotel/Losmen 150 Liter/bed/hari Rumah Makan 100 Liter/kursi/hari 80 9 Kompleks Militer 60 Liter/orang/hari 48 Sumber Data : SK-SNI Air Minum, 2000 *Digunakan asumsi debit air limbah = 80% debit pemakaian air minum 1.2. Kualitas Air Limbah Domestik Salah satu parameter penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan air limbah adalah kualitas air limbah domestik yang masuk ke dalam IPAL Regional tersebut. Kualitas air limbah yang diolah akan menentukan besarnya biaya operasional dalam mengolah air limbah tersebut. Selain itu kualitas air limbah yang dihasilkan dari pengolahan juga harus mengikuti standar kualitas yang telah ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P.68/Menlhk/ Setjen/Kum.1/8/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. Tabel 3. Baku Mutu Air Limbah Domestik Tersendiri PARAMETER SATUAN KADAR MAKSIMUM* ph _ 6 9 BOD mg/liter 30 COD mg/liter 100 TSS mg/liter 30 Minyak & Lemak mg/liter 5 Amoniak mg/liter 10 Total Coliform Jumlah/100 ml 3000 Debit liter/orang/hari 100 Sumber: Lampiran I, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 122

133 *= Kadar maksimum hasil pengolahan air limbah yang berasal dari rumah susun, penginapan, asrama, pelayanan kesehatan, lembaga pendidikan, perkantoran, perniagaan, pasar, rumah makan, balai pertemuan, arena rekreasi, permukiman, industri, IPAL kawasan, IPAL permukiman, IPAL perkotaan, pelabuhan, bandara, stasiun kereta api, terminal dan lembaga pemasyarakatan. Komposisi air limbah domestik terdiri dari kurang lebih 99% air dari air limbah tersebut, dan sisanya adalah kandungan pencemar dengan komposisi sebagai berikut: Tabel 4. Komposisi Air Limbah Domestik A.Limbah Cair: A.1. Air 99% A.2. Bahan Padat 0,1% A.2.1. Organik A Protein 65% A Karbohidrat 25% A Lemak 10% A.2.2. Anorganik A Butiran A Garam A Metal Sumber: Sugiharto, 1987, dalam Buku Referensi Materi Diseminasi Keteknikan Bidang Air Limbah, Tahun 2011 Tabel 5. Komposisi Air Limbah Domestik (sumber dari kamar mandi dan WC) FAECES SATUAN URINE SATUAN Massa basah (gr/org/hari) Gram 1,0 1,31 Gram Massa kering (gr/org/hari) Gram 0,5 0,7 Gram Uap air % % Organik % % Nitrogen 5 7 % % Phosphor (P2O5) 3 5,4 % 2,5 5,0 % Potasium (K 2 O) 1 2,5 % 3,0 4,5 % Carbon (C) % % Calcium (CaO) 4,5-5 % 4,5 6,0 % Sumber: Duncan Mara dalam Buku Referensi Materi Diseminasi Keteknikan Bidang Air Limbah, halaman 12, Tahun 2011 Kualitas air limbah domestik yang akan diolah didalam SPALD serta kualitas hasil olahannya akan mempengaruhi terhadap kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan. 123 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

134 1.3. Jenis Pengolahan Air Limbah Domestik Proses pengolahan air limbah khususnya yang mengandung polutan senyawa organik, teknologi yang digunakan sebagian besar menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan organik tersebut. Proses pengolahan air limbah dengan aktifitas mikro-organisme disebut dengan proses biologis. Proses pengolahan air limbah secara biologis tersebut dapat dilakukan pada kondisi aerobik (dengan udara), kondisi anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi anaerobik dan aerobik. Proses biologis aerobik biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis anaerobik digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi. Pengolahan air limbah secara biologis secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses biologis dengan biakan melekat (attached culture) dan proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam. Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikroorganisme yang digunakan dibiakkan secara tersuspensi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain: proses lumpur aktif standar atau konvensional (standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainnya. Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah dimana mikroorganisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Proses ini disebut juga dengan proses mikrobiologis atau proses biofilm. Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain: trickling filter, biofilter tercelup, reaktor kontak biologis putar (Rotating Biological Contactor/RBC), serta aerasi kontak (contact aeration/oxidation). Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam adalah dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas mikro-organisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai. Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 124

135 dilakukan dengan proses aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi (stabilization pond). Proses dengan sistem lagoon tersebut kadang-kadang dikategorikan sebagai proses biologis dengan biakan tersuspensi. Secara garis besar klasifikasi proses pengolahan air limbah secara biologis dapat dilihat pada Gambar berikut ini: PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA BIOLOGIS AEROBIK Conventional/Standard Activated Lagoon Step Aeration PROSES BIOMASSA TERSUSPENSI (SUSPENDED CULTURE) Contact Stabilization Extented Aeration Oxidation Ditch Lain-lain PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA BIOLOGIS PROSES BIOMASSA MELEKAT (ATTACHED CULTURE) Trickling Filter/Biofilter Rotating Biological Contactor (RBC) Contact Oxidation/ Contact Aeration Lain-lain LAGOON/KOLAM Sumber: Pedoman Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah, dengan sistem biofilter anaerob aerob pada fasilitas pelayanan kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Dirjen Bina Upaya Kesehatan, Gambar 2. Proses Pengolahan Air Limbah Secara Biologis Aerobik Untuk memilih jenis teknologi pengolahan atau proses yang akan digunakan untuk pengolahan air limbah, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: karakteristik air limbah, jumlah air limbah, serta standar kualitas air limbah hasil pengolahan yang diharapkan. Pemilihan teknologi pengolahan air limbah harus mempertimbangkan beberapa hal 125 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

136 yaitu antara lain jumlah air limbah yang akan diolah, kualitas air hasil pengolahan yang diharapkan, kemudahan dalam hal pengelolaan, ketersediaan lahan dan sumber energi, serta biaya opearsi dan pemeliharaan yang diupayakan serendah mungkin. Setiap jenis teknologi pengolahan air limbah mempunyai keunggulan dan kekurangan masing-masing. Dalam pemilihan jenis teknologi pengolahan air limbah perlu diperhatikan aspek teknis, aspek ekonomis, aspek lingkungan serta sumber daya manusia yang akan mengelola fasilitas tersebut. Ditinjau dari referensi yang mengacu pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 4 Tahun 2017, maka pengolahan air limbah domestik dapat dilakukan melalui 3 cara pengolahan, yaitu dapat dilihat pada gambar berikut. PENGOLAHAN AIR LIMBAH SUB SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT PENGAPUNGAN, PENYARINGAN DAN/ ATAU PENGENDAPAN FISIK PENGENTALAN (THICKENING) DAN/ATAU PENGERINGAN (DEWATERING) UNTUK LUMPUR PENGOLAHAN AIR LIMBAH SUB SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT BIOLOGIS AEROBIK ANAEROBIK KOMNBINASI AEROBIK /ANAEROBIK ANOKSIK KIMIAWI PEMBERIAN ZAT KIMIA KEDALAM LUMPUR & AIR LIMBAH Sumber: Permen PUPR No. 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Gambar 3. Pengolahan Air Limbah Sub Sistem Pengolahan Terpusat 1.4. Jenis Sarana Prasarana Adapun perhitungan kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan juga terkait dengan ketersediaan sarana prsarana yang ada dalam SPALD-Terpusat tersebut. Dibawah ini diuraikan jenis sarana prasarana yang tersedia dalam SPALD-Terpusat. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 126

137 SARANA PRASARANA DALAM SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK-TERPUSAT KOMPONEN SUB SISTEM PENGUMPULAN Pipa Lateral : Berfungsi sebagai saluran pengumpul air limbah domestik dari Sub Sistem Pelayanan ke Pipa Servis PIPA RETIKULASI Pipa Servis : Berfungsi sebagai saluran pengumpul air limbah domestik dari pipa lateral ke pipa induk PENGOLAHAN AIR LIMBAH SUB SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT PIPA INDUK Berfungsi untuk mengumpulkan air limbah domestik dari pipa retikulasi dan menyalurkan ke Sub Sistem Pengolahan Terpusat Lubang Kontrol (Manhole) Bangunan Penggelontor PRASARANA & SARANA PELENGKAP Terminal Pembersihan (Terminal Clean-Out) Pipa Perlintasan (Siphon) Stasiun Pompa Sumber: Permen PUPR No. 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Gambar 4. Sarana Prasarana dalam Sistem Pengolahan SPALD-T Komponen Sub Sistem Pengumpulan 127 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

138 SARANA PRASARANA DALAM SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK-TERPUSAT KOMPONEN SUB SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT Bangunan Pengolahan Air Limbah Bangunan Pengolahan Lumpur PRASARANA UTAMA Peralatan Mekanikal/Elektrikal Unit Pemrosesan Rumput Kering INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SUB SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT Gedung Kantor Laboratorium Gudang dan Bengkel Kerja Infrastruktur Jalan, berupa Jalan Masuk, Jalan Operasional dan Jalan Inspeksi Sumur Pantau Fasilitas Air Bersih PRASARANA DAN SARANA PENDUKUNG Alat Pemeliharaan Peralatan Keselamatan & Kesehatan Kerja Pos Jaga Pagar Pembatas Pipa Pembuangan Tanaman Penyangga Sumber Energi Listrik Sumber: Permen PUPR No. 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Gambar 5. Sarana Prasarana dalam Sistem Pengolahan SPALD-T Komponen Sub Sistem Pengolahan Terpusat Dari jenis sarana prasarana yang ada di dalam SPALD-T maka dapat diidentifikasi komponen kegiatan operasi dan pemeliharaan sebagai berikut. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 128

139 PENGOPERASIAN DALAM SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK-TERPUSAT KOMPONEN SUB SISTEM PENGUMPULAN PIPA RETIKULASI Pengoperasian Jaringan Pipa Retikulasi PENGOLAHAN AIR LIMBAH SUB SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT PIPA INDUK Pengoperasian Jaringan Pipa Induk PRASARANA & SARANA PELENGKAP Pengoperasian Prasarana & Sarana Pelengkap Sumber: Permen PUPR No. 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Gambar 6. Pengoperasian dalam Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat Komponen Sub Sistem Pengumpulan PENGOPERASIAN DALAM SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK-TERPUSAT KOMPONEN SUB SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT Pengoperasian Bangunan Pengolahan Air Limbah INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SUB SISTEM PENGOLAHAN TERPUSAT PRASARANA UTAMA Pengoperasian Bangunan Pengolahan Pengoperasian Unit Pemrosesan Lumpur Kering PRASARANA DAN SARANA PENDUKUNG Sumber: Permen PUPR No. 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Gambar 7. Pengoperasian dalam Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat Komponen Sub Sistem Pengolahan Terpusat Sementara untuk kegiatan pengoperasian SPALD-T pada komponen sub sistem pelayanan, tidak diperhitungkan dalam perhitungan biaya operasi dan pemeliharaan SPALD-T, karena merupakan tanggung-jawab masyarakat atau pemilik sambungan rumah. Gambar berikut adalah identifikasi kegiatan pengoperasian pada komponen sub sistem pelayanan. 129 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

140 PENGOPERASIAN DALAM SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK-TERPUSAT KOMPONEN SUB SISTEM PELAYANAN PENGOPERASIAN BAK PENANGKAP LEMAK & MINYAK PENGOLAHAN AIR LIMBAH SUB SISTEM PENGOLAHAN SUB SISTEM PELAYANAN PENGOPERASIAN BAK KONTROL AKHIR PENGOPERASIAN LUBANG INSPEKSI Sumber: Permen PUPR No. 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Gambar 8. Pengoperasian dalam Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat Komponen Sub Sistem Pelayanan 1.5. Komponen Kegiatan Pengoperasian dan Pemeliharaan dalam Pengolahan Air Limbah Domestik Regional Pengoperasian SPALD-T, berupa rangkaian unit pengolahan fisik, pengolahan biologis dan pengolahan lumpur. Kegiatan pengoperasian meliputi kegiatan persiapan sebelum pengoperasian, pelaksanaan operasi serta pemantauan proses pengolahan, pada masing-masing tahapan kegiatan. Tabel dibawah ini menggambarkan komponen kegiatan operasi dan pemeliharaan yang ada pada SPALD Terpusat dari tahapan persiapan hingga pengolahan. Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 4 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik diketahui bahwa komponen-komponen operasi dan pemeliharaan meliputi: Tabel 1. Tingkat Pemakaian Air Minum Rumah Tangga Berdasarkan Kategori Kota. KOMPONEN BIAYA PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN SPALD Komponen Biaya Pengoperasian & Pemeliharaan SPALD Setempat IPLT 1. Komponen Biaya Pengoperasian & Pemeliharaan IPLT 1.1. Biaya Pengoperasian IPLT - Biaya gaji operator & perlengkapan kerja operator - Biaya material habis pakai (listrik, BBM dsb) - Biaya peralatan pengoperasian Komponen Biaya Pengoperasian & Pemeliharaan SPALD Terpusat SPALD-Terpusat 1. Komponen Biaya Pengoperasian & Pemeliharaan SPALD T 1.1. Komponen Biaya Pengoperasian & Pemeliharaan Pipa Pengumpul - Biaya pengoperasian - Biaya gaji - Biaya peralatan Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 130

141 KOMPONEN BIAYA PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN SPALD 1.2. Biaya Pemeliharaan IPLT - Pemeliharaan rutin instalasi - Pemeliharaan berkala instalasi - Pemeliharaan bangunan penunjang 2. Komponen Biaya Pengoperasian & Pemeliharaan Sedot & Angkut 2.1. Biaya Pengoperasian - Biaya gaji operator & perlengkapan kerja - Biaya material habis pakai (listrik, BBM dsb) - Biaya peralatan pengoperasian 2.2. Biaya Pemeliharaan - Pemeliharaan rutin truk tinja (ganti oli, dsb) - Pemeliharaan berkala (ganti ban, spare part, dsb) 3. Komponen Biaya Umum & Administrasi Biaya gaji staf dan manajemen - Biaya material habis pakai (ATK, telekomunikasi, listrik) - Biaya peralatan kantor (komputer, printer, kendaraan operasional dsb) 4. Komponen Biaya Penyusutan - Biaya penyusutan truk tinja - Biaya penyusutan IPLT - Biaya penyusutan kantor, umum & administrasi 1.2. Biaya Pemeliharaan SPALD T - Biaya pemeliharaan rutin pipa pengumpulan - Biaya pemeliharaan berkala pipa pengumpulan 2. Komponen Biaya Pengoperasian & Pemeliharaan IPAL 2.1. Biaya Pengoperasian - Biaya gaji - Biaya material - Biaya peralatan 2.2. Biaya Pemeliharaan - Pemeliharaan rutin IPAL - Pemeliharaan berkala IPAL 3. Komponen Biaya Umum & Administrasi - Biaya gaji staf dan manajemen - Biaya material habis pakai (ATK, telekomunikasi, listrik) - Biaya peralatan kantor (komputer, printer, kendaraan operasional dsb) 4. Komponen Biaya Penyusutan 4.1. Biaya Penyusutan Pipa Pengumpulan - Penyusutan pipa persil - Penyusutan pipa retikulasi - Penyusutan pipa induk 4.2. Biaya Penyusutan IPAL - Penyusutan bangunan instalasi - Penyusutan M/E - Penyusutan bangunan penunjang 4.3. Biaya Penyusutan Kantor Administrasi - Penyusutan bangunan kantor - Penyusutan peralatan kantor, dan lainlain Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik. 131 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

142 No Referensi Terkait Perhitungan Biaya SPALD-Setempat (IPLT) Biaya Investasi IPLT Sebagai contoh pada IPLT kapasitas 20 m 3 /hari dengan menggunakan sistem tangki imhoff dan kolam stabilisasi membutuhkan personil sebanyak 12 orang. Ilustrasi perhitungan biaya operasi dan pemeliharaan pada IPLT dapat dilihat pada Tabel berikut. PENUGASAN JUMLAH PERSONIL PENDIDIKAN HONORARIUM (RP) BULAN TAHUN 1 Kepala IPLT 1 S1/ 2 tahun Tenaga Keuangan 1 D3/ 1 tahun Tenaga Supervisi 1 D3/ 1 tahun Tenaga Laboratorium 1 D3/ 1 tahun Tenaga Mekanik 1 D3/ 1 tahun Tenaga Administrasi 1 D3/ 2 tahun Tenaga Pembelian 1 D3/ 1 tahun Mandor 1 SLTA/ 3 tahun Sopir Truk 2 SLTP/ 2 tahun Tenaga Kebersihan 2 SLTP/ 1 tahun Tenaga Keamanan 2 SLTP/ 2 tahun Jumlah BIAYA-BIAYA PENGADAAN Tabel 2. Tingkat Pemakaian Air Minum Non Rumah Tangga. 1 Sopir Truk 3 Stel/orang Tenaga Kebersihan 2 Pasang/orang Tenaga Keamanan Ls Jumlah Sumber: Materi Diseminasi Keteknikan Bidang Air Limbah, Bab Prosedur Standar Sistem Operasi & Pembiayaan Operasi & Pemeliharaan IPLT, Halaman 3, Tahun Biaya Pengoperasian Armada Angkutan Lumpur Tinja Komponen biaya pengoperasian diantaranya adalah Bahan Bakar, minyak pelumas, biaya perbaikan atas kerusakan, biaya penggantian suku cadang, biaya perpanjangan STNK, biaya penyusutan, biaya asuransi, biaya alat bantu dan biaya sampel. Berikut ini disajikan contoh perhitungan pengoperasian truk penyedot tinja. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 132

143 Biaya Pengoperasian 1 truk tinja: No. KOMPONEN OPERASI TRUK TINJA PERKIRAAN HARGA SATUAN JUMLAH (RP/BULAN) JUMLAH (RP/TAHUN) 1 Kebutuhan Bahan bakar: 1 lter/5 Km Rp /liter Rp hari 4 trip x 50m Km/trip 2 Kebutuhan Minyak Pelumas: Diasumsikan 10% dari kebutuhan BBM/bulan 3 Biaya perbaikan atas kerusakan: Diasumsikan 15% dari Biaya Bahan Bakar/bulan 4 Biaya penggantian suku cadang Diasumsikan 15% dari Biaya Bahan Bakar/bulan 5 Biaya Perpanjangan STNK dan KIR Diasumsikan per tahun besarannya 6 Biaya Penyusutan Diasumsikan sebesar 10% dari pembelian/tahun. Jika harga pembelian Rp ,- 7 Biaya Asuransi Kendaraan Diasumsikan sebesar 1% dari nilai truk tinja/tahun 8 Biaya Peralatan Bantu Diasumsikan sebesar Rp ,-/tahun Jumlah Biaya Administrasi dan Umum ATK Listrik PLN Sumber: Materi Diseminasi Keteknikan Bidang Air Limbah, Bab Prosedur Standar Sistem Operasi & Pembiayaan Operasi & Pemeliharaan IPLT, Halaman 4, Tahun Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

144 1.7. Biaya Pemasangan Pipa Dalam perhitungan biaya operasi dan pemeliharaan pada komponen sistem pengumpulan, maka kegiatan pemeliharaannya antara lain pemeliharaan jaringan pipa pengumpul. Pelaksanaan kegiatan pemeliharaan jaringan pipa pengumpul membutuhkan biaya pemasangan pipa, terutama apabila dijumpai ada kerusakan pipa. Tabel berikut ini adalah biaya yang dibutuhkan untuk pemasangan pipa air limbah dengan asumsi metode clean construction, meliputi biaya: - Pekerjaan persiapan - Pekerjaan galian dan pengangkutan tanah galian - Pekerjaan pemasangan pipa dan manhole - Pekerjaan timbunan kembali - Pekerjaan perbaikan jalan (tidak termasuk perbaikan jalan aspal/overlay) Tabel berikut menjelaskan biaya pemasangan pipa dengan variabel kedalaman penanaman pipa. Tabel 8. Contoh Biaya Pemasangan Pipa DIAMETER PIPA (MM) KEDALAMAN PENANAMAN PIPA AIR LIMBAH, METER (DALAM RUPIAH) 1,0 1,8 1,8 3,0 3,0 4,0 4,0 5, Sumber: Materi Diseminasi Keteknikan Bidang Air Limbah, clean construction bidang air limbah, halaman 47, Tahun Catatan: - Biaya diatas tidak termasuk biaya sewa tempat tanah galian. - Biaya pemasangan pipa dengan metode clean construction sedikit lebih tinggi (±10%) dibandingkan dengan biaya pemasangan pipa tanpa clean construction. Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 134

145 II. CONTOH PERHITUNGAN 2.1. Cara Perhitungan Biaya Operasi dan Pemeliharaan IPALD Regional Komponen Sub Sistem Pengumpulan Perhitungan biaya pemeliharaan pada sub sistem pengumpulan dapat menggunakan pendekatan prosentase dari biaya investasi pemasangan pipa. Sedangkan biaya operasional pada sub sistem pengumpulan dapat menggunakan pendekatan. Panjang jaringan pipa, sebagai berikut: - Pipa induk diameter 300 mm 1200 mm (reinforced concrete) sepanjang 41,653 Km. - Pipa sekunder dan tersier diameter 200 mm 250 mm (RC) sepanjang 70,693 Km. - Pipa lateral diameter 150 mm (PVC). - Pipa force main diameter 500 mm 600 mm (pipa baja) sepanjang 8,495 Km Komponen Sub Sistem Pengolahan Terpusat Diasumsikan IPAL Regional menggunakan sistem kolam (pond) yang pengolahannya terdiri dari kolam aerasi (surface aerator) sebanyak 2 unit, serta kolam sedimentasi sebanyak 2 unit. Asumsi Perhitungan Debit Air Limbah 1 Jumlah SR Jumlah Kamar Hotel = unit = unit Debit Air Limbah m 3 /hari (491,9 liter/detik) 2) BOD influent = mg/liter BOD effluent = 30 mg/liter 1. Perhitungan Beban BOD BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorgasnisme untuk menguraikan bahan-bahan organik (zat pencerna) yang terdapat 1 Special Assistance fot Project Implementation (SAPI) untuk DSDP, JBIC, PCI, Laporan Akhir Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

146 di dalam air buangan secara biologi. BOD dan COD digunakan untuk memonitoring kapasitas self purification badan air penerima. 2. Beban COD (Chemical Oxygent Demand) COD adalah banyaknya oksigen yang di butuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik secara kimia. Reaksinya adalah sebagai berikut : Zat Organik + O 2 CO 2 + H2O 3. Perhitungan Kebutuhan Kaporit Klorin digunakan dalam pengolahan air limbah sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator, klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa pada pengolahan air. Untuk mengoksidasi Fe(II) dan Mn(II) yang banyak terkandung dalam air tanah menjadi Fe(III) dan Mn(III). Yang dimaksud dengan klorin tidak hanya Cl 2 saja akan tetapi termasuk pula asam hipoklorit (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl), juga beberapa jenis kloramin seperti monokloramin (NH 2 Cl) dan dikloramin (NHCl 2 ) termasuk di dalamnya. Klorin dapat diperoleh dari gas Cl2 atau dari garam-garam NaOCl dan Ca(OCl)2. Kloramin terbentuk karena adanya reaksi antara amoniak (NH3) baik anorganik maupun organik aminoak di dalam air dengan klorin. Bentuk desinfektan yang ditambahkan akan mempengaruhi kualitas yang didesinfeksi. Penambahan klorin dalam bentuk gas akan menyebabkan turunnya ph air, karena terjadi pembentukan asam kuat. Akan tetapi penambahan klorin dalam bentuk natrium hipoklorit akan menaikkan alkalinity air tersebut sehingga ph akan lebih besar yang berarti penambahan klorin dapat meningkatkan ph dari air itu sendiri. Sedangkan kalsium hipoklorit akan menaikkan ph dan kesadahan total air yang didesinfeksi. Penambahan Klorin perlu untuk dilakukan sebagai pengendalian kadar coliform pada effluent air limbah. 4. Perhitungan kebutuhan listrik Pada sub sistem pengumpulan maupun pengolahan dibutuhkan energi listrik untuk melakukan operasional pompa, baik pompa pada pengumpulan maupun pompa untuk unit-unit pengolahan. Rumus yang digunakan: Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 136

147 Kebutuhan Listrik (Kwh/bulan) = Power Pompa (Hp) x 1 alat (unit) x Durasi Operasi (jam/hari) Sub sistem Pengumpulan: Stasiun Pompa 6,2 m 3 /min x 37 kw x 3 sets Stasiun Pompa 11,9 m 3 /min x 90 kw x 3 sets Pompa wetpit 72,5 kw (total) Pompa di Mobile Dewatering Unit (MDU) 50 kw Perhitungan kebutuhan listrik ditabulasi sebagai berikut: Tabel 9. Contoh Perhitungan Kebutuhan Biaya Listrik JENIS & LOKASI SPESIFIKASI DEBIT AIR LIMBAH (M 3 / HARI) JUMLAH POMPA JUMLAH ALAT OPERASI JAM OPERASI (JAM) KONSUMSI LISTRIK (KW) BIAYA OPERASI TAHUNAN (RPX1000) 2.2. Rekapitulasi Biaya Operasi dan Pemeliharaan SPALD- Terpusat Regional Contoh perhitungan operasional kebutuhan biaya listrik Perhitungan kebutuhan biaya operasional untuk listrik meliputi antara lain: Sub sistem Pengolahan (IPAL) Inflow Pump sebanyak 3 unit dengan spesifikasi 15,5 m 3 /menit x 45 kw Pompa aerator sebanyak 22 unit dengan spesifikasi 15 kw IPAL- Inflow IPAL- Aerator Rumah Pompa A Rumah Pompa B 15,5 m 3 /min x 45 kw x 3 unit 15 kw x 22 unit 6,2 m 3 /min x 37 kw x 3 unit 11,93 m 3 /min x 90 kw x 3 unit , , , , , , Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

148 JENIS & LOKASI SPESIFIKASI DEBIT AIR LIMBAH (M 3 / HARI) JUMLAH POMPA JUMLAH ALAT OPERASI JAM OPERASI (JAM) KONSUMSI LISTRIK (KW) BIAYA OPERASI TAHUNAN (RPX1000) Wetpit 72,5 kw , ,606 MDU 50 kw 4, ,509 Sumber: Special Assistance fot Project Implementation (SAPI) untuk DSDP, JBIC, PCI, Laporan Akhir 2007 Asumsi Harga Listrik = Rp ,72/kW 5.642, Contoh perhitungan kebutuhan biaya bahan kimia Dalam pelaksanaan sistem pengelolaan air limbah domestik sistem terpusat (SPALD-T) penggunaan bahan kimia diperlukan sebagai salah satu cara pengendalian kualitas effluent air limbah hasil olahan. Berikut ini adalah kebutuhan bahan kimia untuk pengelolaan SPALD-T: - Desinfeksi - Bahan kimia untuk analisa kualitas air - Pestisida dan lainnya Adapun contoh perhitungan kebutuhan biaya bahan kimia sebagai berikut: Tabel 10. Perhitungan Kebutuhan Bahan Kimia JENIS NAMA BAHAN KIMIA UNIT HARGA (RP.JUTA/ TAHUN) KETERANGAN Desinfeksi Sodium Hypochlorite Ls 57,1 Pengelolaan kualitas efluen Bahan kimia untuk analisa Manganese Sulfate Ls 3,8 Laboratorium Sodium Hydroxide Ls 5,7 Laboratorium Sulfate Acid, dll Ls 19,0 Laboratorium Pestisida dll Ls 10,0 Tanaman & Sedimentasi Jumlah 95,7 Sumber: Special Assistance fot Project Implementation (SAPI) untuk DSDP, JBIC, PCI, Laporan Akhir 2007 Asumsi: eskalasi harga 6,65% per tahun Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 138

149 Contoh perhitungan kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan peralatan Perhitungan kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan untuk peralatan meliputi antara lain: Sub sistem Pengumpulan: Peralatan yang tersedia meliputi antara lain truk dengan crane, lampu mobil, truk dengan jet, truk dengan penyedot vacuum, kamera TV, truk dengan tangki air, truk rodding. Sub sistem pengolahan IPAL: Peralatan yang tersedia meliputi antara lain pompa kolam aerasi (desludging), aksesoris pompa, pelampung untuk pompa desludging, kantor dan utilitas, pemeliharaan bangunan seluas 600 m 2, peralatan dan lain-lain. Berikut ini contoh perhitungan kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan untuk peralatan SPALD-T. 139 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

150 Tabel 11. Perkiraan Biaya Operasi dan Pemeliharaan pada Peralatan SPALD-T PERALATAN SPESIFIKASI UNIT HARGA SATUAN (RP. X 1000) JUMLAH (RP. X 1000) Sub Sistem Pengumpulan Truk dengan crane Kapasitas 2 ton Lampu mobil Truk + Crane Truk dengan jet Truk + vacuum Kamera TV Truk tangki air Rodding truk Rigid K1000 & K1500 Sub sistem IPAL Pompa Submersible Aksesoris pompa Selang, dll Pelampung untuk pompa Kantor dan Utilitas Bangunan Peralatan dan lain-lain Biaya Perbaikan diasumsikan 0,2 % dari biaya Peralatan (Rp/Bulan) (Rp/Tahun) Sumber: Special Assistance fot Project Implementation (SAPI) untuk DSDP, JBIC, PCI, Laporan Akhir 2007 Asumsi: eskalasi harga 6,65% per tahun Contoh Perhitungan Kebutuhan Biaya Pemeliharaan Peralatan Utama (Pompa, Panel, Genset, dan Lain-Lain). Contoh perhitungan untuk biaya pemeliharaan peralatan utama meliputi antara lain: Sub sistem Pengolahan (IPAL): Inflow pump sebanyak 3 unit dengan spesifikasi 15,5 m 3 /menit x 45 kw Pompa aerator sebanyak 22 unit dengan spesifikasi 15 kw Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 140

151 Sub sistem Pengumpulan: Stasiun pompa 6,2 m 3 /min x 37 kw x 3 sets Stasiun pompa 11,9 m 3 /min x 90 kw x 3 sets Pompa wetpit 72,5 kw (total) Pompa di MDU 50 kw Perhitungan kebutuhan biaya pemeliharaan peralatan utama ditabulasi sebagai berikut: Tabel 12. Contoh Perhitungan Kebutuhan biaya pemeliharaan peralatan utama BIAYA PERBAIKAN JENIS & LOKASI SPESIFIKASI BIAYA PEMBARUAN (RP.JUTA) (0,2% DARI BIAYA PEMBARUAN) (RP.JUTA/BULAN) IPAL(1)-Inflow 15,5 m 3 /min x 45 kw x 3 unit - - IPAL(2)-Inflow - - IPAL(1)-Inflow 15 kw x 11 unit IPAL(2)-Inflow - - Rumah Pompa A 6,2 m 3 /min x 37 kw x 3 unit - - Rumah Pompa B 11,93 m 3 /min x 90 kw x 3 unit - - Rumah Pompa C - - Wetpit 72,5 kw Mobile Dewatering Unit (MDU) 50 kw Genset 3 set Total Biaya Perbaikan (Rp.Juta/Tahun) Sumber: Special Assistance fot Project Implementation (SAPI) untuk DSDP, JBIC, PCI, Laporan Akhir 2007 Asumsi: eskalasi harga 6,65% per tahun Contoh Perhitungan Kebutuhan Biaya Jaringan Perpipaan Contoh perhitungan untuk biaya pemeliharaan jaringan perpipaan meliputi antara lain: Wilayah A Luas wilayah pelayanan 520 Ha Tahap 1 dan 250 Ha Tahap 2. Panjang pipa 68 Km Tahap 1 dan 41 Km Tahap Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

152 Wilayah B Luas wilayah pelayanan 330 Ha Tahap 1 dan 115 Ha Tahap 2. Panjang pipa 28 Km Tahap 1 dan 9 Km Tahap 2. Wilayah C Luas wilayah pelayanan 295 Ha Tahap 1 dan 350 Ha Tahap 2. Panjang pipa 18 Km Tahap 1 dan 26 Km Tahap 2. Perhitungan untuk biaya pemeliharaan jaringan perpipaan ditabulasi sebagai berikut: Tabel 13. Contoh Perhitungan Biaya Pemeliharaan Jaringan Perpipaan WILAYAH PELAYANAN LUAS (Ha) PANJANG PIPA (Km) BIAYA INSTALASI PIPA (Rp.JUTA) BIAYA REHABILITASI (0,2% DARI BIAYA INSTALASI) (RP.JUTA/BULAN) Wilayah A = = Wilayah B = = Wilayah C = = Biaya Perbaikan (Rp.Juta/Tahun) Sumber: Special Assistance fot Project Implementation (SAPI) untuk DSDP, JBIC, PCI, Laporan Akhir 2007 Asumsi: eskalasi harga 6,65% per tahun Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 142

153 Contoh Perhitungan Kebutuhan Biaya SDM Berikut ini adalah contoh perhitungan kebutuhan gaji untuk pejabat serta tenaga kerja pada UPT Pengelolaan SPALD-T. Tabel 14. Contoh Perhitungan Kebutuhan Biaya Sumber Daya Manusia JABATAN JUMLAH GAJI BULANAN (RP. X 1000) TOTAL BULANAN (RP.X1000/BULAN) TOTAL TAHUNAN (RP.X1000/TAHUN) Kepala UPT Kepala SPI Pengawas Teknik Pengawas Administrasi Kepala Bagian Kepala Seksi Kepala Sub Seksi Staff Petugas Jaga dan lain-lain Total Sumber: Special Assistance fot Project Implementation (SAPI) untuk DSDP, JBIC, PCI, Laporan Akhir 2007 Asumsi: eskalasi harga 6,65% per tahun 143 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

154 Contoh Perhitungan Kantor dan Administrasi Berikut ini adalah contoh perhitungan kebutuhan Kantor dan Administrasi pada UPT Pengelolaan SPALD-T. Tabel 15. Contoh Perhitungan Kebutuhan Biaya Kantor dan Administrasi JENIS BIAYA KETERANGAN TOTAL BULANAN (RP.X1000/ BULAN) TOTAL TAHUNAN (RP.X1000/TAHUN) Biaya Operasi Sewa Kantor - Biaya Operasi Listrik Kantor Biaya Operasi PDAM & Air Minum Biaya Telekomunikasi BBM untuk Kendaraan operasional Persediaan Kantor Sub Total Biaya Perbaikan Peralatan Kantor 1% dari Peralatan Kantor Sub Total Total Sumber: Special Assistance fot Project Implementation (SAPI) untuk DSDP, JBIC, PCI, Laporan Akhir 2007 Asumsi: eskalasi harga 6,65% per tahun Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 144

155 Rekapitulasi Contoh Perhitungan Biaya Operasi dan Pemeliharaan SPALD-T Dari sub bab diatas, berikut ini adalah rekapitulasi contoh perhitungan pada UPT Pengelolaan SPALD-T. Tabel 16. Rekapitulasi Biaya Operasi dan Pemeliharaan SPALD-T NO. KOMPONEN BIAYA BIAYA PER TAHUN (RP) X Kebutuhan Biaya Listrik 5.642,802 2 Kebutuhan Bahan Kimia 95,7 3 Operasi & Pemeliharaan peralatan SPALD-T Pemeliharaan peralatan utama SPALD-T Pemeliharaan Jaringan Perpipaan Biaya Sumber Daya Manusia Operasi dan Pemeliharaan Kantor dan Administrasi Total ,502 Sumber: Special Assistance fot Project Implementation (SAPI) untuk DSDP, JBIC, PCI, Laporan Akhir 2007 Asumsi: eskalasi harga 6,65% per tahun Dari tabel di atas diketahui Total Biaya Pengoperasian, Pemeliharaan, adalah sebesar Rp ,- /tahun. Apabila Volume Air Limbah Domestik rata-rata sebesar m 3 /hari atau sama dengan m 3 /tahun, maka dapat diketahui bahwa Biaya Operasi dan Pemeliharaan SPALD-T/m 3 sebesar Rp. 330,13 /m Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

156 Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP 146

157 PEDOMAN Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur RegionaL Bidang PLP Penanggungjawab: Dodi Krispratmadi Penulis: Marsaulina Pasaribu Meinar Manurung Puji Setiyowati Nurul Madina Suprapti Bintari Jakarta, November 2017 APRESIASI: Masukan dan substansi : Susmono, Sjukrul Amien, Endang Setyaningrum, Handy B. Legowo, Dani Prianto Hadi (Balai Pengelola Sampah Regional) Jawa Barat, Arief Perdana (Balai Pengelola Sampah Regional) Jawa Barat, Kuspramono (Balai Pengelola Infrastruktur Sanitasi Air Minum Perkotaan) DIY, Hapri (UPT TPA Talumelito) Gorontalo, Muhammad Zein (UPT TPA Talumelito) Gorontalo, Putu Sujana (UPT Pengelola Air Limbah) Bali, Agus Sugiarto (UPT Pengelola Air Limbah) Bali, Konsultan PT. Arkonin Engineering MP SUB DIREKTORAT STANDARDISASI DAN KELEMBAGAAN Jl. Patimura No.20, Kebayoran Baru - Jakarta Selatan, subditpp@yahoo.com Telp : Pedoman Penyiapan Pengelolaan Infrastruktur Regional Bidang PLP

158 Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan rakyat DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN Jl. Pattimura No.20, Jakarta Selatan Telp. (021)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.188, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Sampah. Rumah Tangga. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

URAIAN TAHAPAN TATA CARA KERJA SAMA

URAIAN TAHAPAN TATA CARA KERJA SAMA - 1 - LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 22 Tahun 2009 TANGGAL : 22 Mei 2009 A. Kerja Sama Antar Daerah URAIAN TAHAPAN TATA CARA KERJA SAMA 1. Persiapan a. Pembentukan Tim Koordinasi Kerja

Lebih terperinci

- 1 - URAIAN TAHAPAN TATA CARA KERJA SAMA

- 1 - URAIAN TAHAPAN TATA CARA KERJA SAMA - 1 - LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 22 Tahun 2009 TANGGAL : 22 Mei 2009 URAIAN TAHAPAN TATA CARA KERJA SAMA A. Kerja Sama Antar Daerah 1. Persiapan a. Pembentukan Tim Koordinasi Kerja

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK TEKNIS TATA CARA KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK TEKNIS TATA CARA KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK TEKNIS TATA CARA KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

- 1 - URAIAN TAHAPAN TATA CARA KERJA SAMA

- 1 - URAIAN TAHAPAN TATA CARA KERJA SAMA - 1 - LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 22 Tahun 2009 TANGGAL : 22 Mei 2009 A. Kerja Sama Antar Daerah URAIAN TAHAPAN TATA CARA KERJA SAMA 1. Persiapan a. Pembentukan Tim Koordinasi Kerja

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP No.933, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 69 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA PEMBANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 69 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA PEMBANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 69 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA PEMBANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan kawasan

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH

LAMPIRAN PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH LAMPIRAN PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH A. Kerja Sama Daerah dengan Pemerintah Daerah Lain 1. Persiapan a. Pembentukan TKKSD. b. TKKSD membentuk Tim Teknis

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Sampah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Sampah. Pedoman. No.274, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Sampah. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

Lebih terperinci

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEMITRAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEMITRAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEMITRAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka rnewujudkan peran

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT. NOMOR : 43 Tahun 2012 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT. NOMOR : 43 Tahun 2012 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 43 Tahun 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. b. bahwa

Lebih terperinci

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2018 KEMENPU-PR. Bantuan Pembangunan dan Pengelolaan Rumah Susun. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2018

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1733, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERA. Rumah Khusus. Pembangunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN BANTUAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.85, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Dana Alokasi Khusus. Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Dana Alokasi Khusus. Infrastruktur. Juknis.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Dana Alokasi Khusus. Infrastruktur. Juknis. No.606, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Dana Alokasi Khusus. Infrastruktur. Juknis. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PRT/M/2010 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.224, 2014 KEMENPERIN. Izin Usaha. Izin Perluasan. Kawasan Industri. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/M-IND/PER/2/2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mempercepat pembangunan daerah,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 8 Tahun : 2012 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA KERJA SAMA PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air minum

Lebih terperinci

-1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

-1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA -1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47/PRT/M/2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI

Lebih terperinci

2018, No Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran

2018, No Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.34, 2018 KEMENPU-PR. DAK Infrastruktur PU-PR. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2017 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 38 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN SWASTA/MASYARAKAT

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 38 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN SWASTA/MASYARAKAT GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 38 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN SWASTA/MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pokja AMPL Kota Makassar

BAB 1 PENDAHULUAN. Pokja AMPL Kota Makassar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 /PRT/M/2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 03/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 03/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 03/PRT/M/2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG INFRASTRUKTUR KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT 2006

Lebih terperinci

-1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

-1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA -1- MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/PRT/M/2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN DANA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 12 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 12 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 12 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

2015, No Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, maka perlu dilakukan penyempurnaan petunjuk teknis Dana Al

2015, No Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, maka perlu dilakukan penyempurnaan petunjuk teknis Dana Al BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.371, 2015 KEMENPU PR. Dana Alokasi Khusus. Insfrastuktur. Petunjuk Teknis. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 03/PRT/M/2015 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR + BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian target MDGs di bidang sanitasi memerlukan kebijakan dan strategi yang efektif. Oleh karena itu, diperlukan berbagai program dan kegiatan yang terukur dan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan sampah memerlukan suatu

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) merupakan dokumen perencanaan jangka menengah (5 tahun) yang memberikan arah bagi pengembangan sanitasi di Kabupaten Cilacap karena

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 20152 TENTANG PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.92, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Barang Milik Negara. Barang Milik Daerah. Pengelolaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) PERATURAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 12 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 12 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 12 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDUNG, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193,2012 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Penggunaan Dana Alokasi Khusus. Tahun Anggaran 2012. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Penyebab utama buruknya kondisi sanitasi karena lemahnya perencanaan pembangunan sanitasi : tidak terpadu, salah sasaran, tidak sesuai kebutuhan, dan tidak berkelanjutan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 19, 2008 PEMERINTAHAN. PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Evaluasi. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BANDUNG SEKRETARIAT DAERAH. JALAN WASTUKANCANA NO. 2 Telp BANDUNG SALINAN KEPUTUSAN WALIKOTA BANDUNG

PEMERINTAH KOTA BANDUNG SEKRETARIAT DAERAH. JALAN WASTUKANCANA NO. 2 Telp BANDUNG SALINAN KEPUTUSAN WALIKOTA BANDUNG PEMERINTAH KOTA BANDUNG SEKRETARIAT DAERAH JALAN WASTUKANCANA NO. 2 Telp. 4232338 4232339 4232369 4232370 BANDUNG SALINAN KEPUTUSAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 119/Kep.080-Bag.Huk-HAM/2012 TENTANG TIM KOORDINASI

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I SUMBER DAYA AIR. Air Minum. Penyediaan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 345 Tahun 2015) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2 dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 3. Undang-undang Nomor

2 dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 3. Undang-undang Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 204, 2014 KEMENPERA. Dana Alokasi Khusus. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PRT/M/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PRT/M/2012 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEBERSIHAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1154, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Kerjasama. Badan Swasta Asing. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.891, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Proyek Infrastruktur. Rencana. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DI KABUPATEN LAMANDAU

BUPATI LAMANDAU PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DI KABUPATEN LAMANDAU BUPATI LAMANDAU PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DI KABUPATEN LAMANDAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG MEKANISME PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.662, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Panduan Umum. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN LINGKUNGAN HIDUP. Bagian Kesatu Kedudukan

PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN LINGKUNGAN HIDUP. Bagian Kesatu Kedudukan PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN LINGKUNGAN HIDUP Bagian Kesatu Kedudukan (1) Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup adalah Perangkat Daerah yang merupakan pelaksana tugas

Lebih terperinci

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa lingkungan hidup yang baik merupakan hak asasi

Lebih terperinci

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 7 TAHUN TENTANG KERJASAMA DAERAH

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 7 TAHUN TENTANG KERJASAMA DAERAH BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 7 TAHUN 2014. TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA DAERAH WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN

Lebih terperinci

2017, No untuk pembangunan bendungan serta sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.06/2017 tentang Tata Cara Pendanaan Pengadaan

2017, No untuk pembangunan bendungan serta sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.06/2017 tentang Tata Cara Pendanaan Pengadaan No.611, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Penggunaan Dana Badan Usaha Terlebih Dahulu. Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANTUL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PRT/M/2017PRT/M/2017 TENTANG PENYEDIAAN RUMAH KHUSUS

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PRT/M/2017PRT/M/2017 TENTANG PENYEDIAAN RUMAH KHUSUS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PRT/M/2017PRT/M/2017 TENTANG PENYEDIAAN RUMAH KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEGIATAN TAHUN JAMAK

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEGIATAN TAHUN JAMAK BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEGIATAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN RIAU KEPUTUSAN BUPATI LINGGA NOMOR : 132/KPTS/IV/2015 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN RIAU KEPUTUSAN BUPATI LINGGA NOMOR : 132/KPTS/IV/2015 TENTANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU KEPUTUSAN BUPATI LINGGA NOMOR : 132/KPTS/IV/2015 TENTANG PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN LINGGA TAHUN ANGGARAN 2015 BUPATI LINGGA, Membaca : Surat Edaran Menteri Dalam

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.668, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Bantuan Prasarana. Sarana. Utilitas Umum. Perumahan Tapak. Petunjuk Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

Pedoman Program Hibah Air Limbah Setempat APBN

Pedoman Program Hibah Air Limbah Setempat APBN 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 LAMPIRAN 1: Surat Pernyataan Minat Pemerintah Daerah KOP SURAT PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA...

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan

Lebih terperinci

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO,

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO, BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dan pertumbuhan perekonomian Kota Yogyakarta yang semakin baik menjadikan Kota Yogyakarta sebagai kota yang memiliki daya tarik bagi para pencari kerja.

Lebih terperinci