PEDOMAN PELABELAN GIZI, KLAIM, DAN INFORMASI LAIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PELABELAN GIZI, KLAIM, DAN INFORMASI LAIN"

Transkripsi

1 PEDOMAN PELABELAN GIZI, KLAIM, DAN INFORMASI LAIN DIREKTORAT STANDARDISASI PANGAN OLAHAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 2018

2 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... BAB I Pendahuluan... A. Latar Belakang... B. Tujuan... C. Ruang Lingkup... BAB II Istilah dan Definisi... BAB III Panduan Perhitungan untuk Pencantuman Informasi Nilai Gizi... BAB IV Panduan Perhitungan untuk Pencantuman Klaim Pada Label Pangan Olahan... BAB V Panduan Perhitungan untuk Pangan Olahan Untuk Keperluan Gizi Khusus... BAB VI Panduan Perhitungan Pangan Olahan Organik... BAB VII Tanya Jawab...

3 BAB III PANDUAN PERHITUNGAN UNTUK PENCANTUMAN INFORMASI NILAI GIZI 1. Perhitungan kandungan gizi pada produk Nilai zat gizi pada tabel Informasi Nilai Gizi dihitung berdasarkan nilai target zat gizi yang ditetapkan oleh pelaku usaha dan dibuktikan dengan hasil analisa yang masih sesuai dengan ketentuan batas toleransi, karena hasil analisis zat gizi dapat mengalami variasi yang dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kondisi bahan baku, proses produksi, dan metode analisis. Contoh 1 Produk A adalah produk susu bubuk dengan takaran saji 35 gram, yang tidak mencantumkan klam gizi dan klaim kesehatan pada label. Nilai target pelaku usaha untuk nilai protein = 4,2 gram per takaran saji (12 gram/ 100 gram) Hasil analisa protein = 10 gram/ 100 gram Ketentuan batas toleransi hasil analisis zat gizi untuk produk susu bubuk tanpa klaim (produk umum) adalah sekurang-kurangnya 80% dari nilai yang tercantum pada tabel informasi nilai gizi (*). Batas toleransi hasil analisis zat gizi dihitung dengan rumus: Hasil analisis zat gizi Nilai target pada tabel ING x 100% = 10 g x 100% = 83,33 % (masih memenuhi syarat batas toleransi) 12 g Sehingga pelaku usaha dapat mencantumkan nilai protein sebesar 4,2 gram per takaran saji. (*) Ketentuan ini tercantum dalam tercantum dalam Peraturan Kepala Badan POM Nomor.. tentang Informasi Nilai Gizi Contoh 2 Produk B dengan berat bersih 500 ml memiliki takaran saji 250 ml (2 sajian per kemasan). Berdasarkan hasil analisis laboratorium diketahui per 100 ml produk mengandung energi 525 kkal, karbohidrat 126 gram, protein 4 gram, dan lemak 0,9 gram. Berapa kandungan gizi produk per takaran saji?

4 Kandungan gizi per takaran saji produk dihitung dengan rumus sebagai berikut: Takaran saji x Kandungan gizi produk sesuai hasil analisa 100 ml Kandungan gizi per takaran saji produk B adalah: 250 ml Energi x 525 kkal = 1312,5 kkal 100 ml 250 ml Karbohidrat x 126 g = 315 g 100 ml 250 ml Protein 100 ml x 4 g = 10 g Lemak 250 ml x 0,9 g = 2,25 g 100 ml Contoh 3 Produk C dengan peruntukan umum memiliki berat bersih 450 gram dengan takaran saji 45 gram (10 sajian per kemasan). Berdasarkan hasil analisis laboratorium diketahui per 100 gram produk mengandung energi 377 kkal, karbohidrat 46,2 gram, protein 6,2 gram, dan lemak 18,6 gram. Berapa kandungan gizi produk dan persentase AKG per takaran saji. Kandungan gizi dan persentase AKG per takaran saji produkdihitung dengan rumus sebagai berikut: Kandungan gizi = Takaran saji x Kandungan gizi sesuai hasil analisa 100 g Persentase AKG = Kandungan gizi x 100% ALG zat gizi ( ) (*) Nilai ALG zat gizi dapat dilihat pada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 9 Tahun 2015 tentang Acuan Label Gizi No Zat gizi Kandungan gizi Persentase AKG 1. Energi 45 g 100 g x 377 kkal = 170 kkal Persentase AKG untuk energi tidak ditampilkan pada tabel informasi nilai gizi 4

5 2. Karbohidrat 45 g 100 g x 46,2 g = 20,8 g ALG karbohidrat = 325 g 20,8 x 100% = 6,4% AKG Protein 45 g 100 g x6,2 g = 2,8 g ALG protein= 60 g 2,8 x 100% = 4,7% AKG Lemak 45 g 100 g x18,6 g = 8,4 g ALG lemak= 67 g 8,4 x 100% = 12,5% AKG Perhitungan Batas Minimal Pencantuman Kandungan Vitamin dan Mineral Vitamin dan mineral yang dapat dicantumkan pada tabel Informasi Nilai Gizi harus berjumlah minimal 2% AKG (*). Batas minimal kandungan vitamin dan mineral dihitung dengan rumus: Kandungan gizi per takaran saji x 100% ALG zat gizi ( ) (*) Persyaratan ini tercantum dalam Peraturan Badan POM Nomor.. tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan (**) Nilai ALG zat gizi dapat dilihat pada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 9 Tahun 2015 tentang Acuan Label Gizi Contoh: Produk D berupa puding siap konsumsi dengan takaran saji 50 g akan mencantumkan kandungan vitamin A, vitamin C, besi, dan kalsium pada ING. Hasil analisa produk per 100 g adalah sebagai berikut: vitamin A 100 mcg, vitamin C 30 mg, besi 2 mg, dan kalsium 40 mg. Apakah keempat vitamin dan mineral tersebut dapat dicantumkan pada tabel ING? No. Zat gizi Hasil analisa (per 100 g) Kandungan gizi (per takaran saji) 1 Vitamin A 100 mcg 50 g x 100 mcg 100 g = 50 mcg Persentase AKG (per takaran saji) ALG = 600 mcg Keterangan 2% AKG 5

6 No. Zat gizi Hasil analisa (per 100 g) Kandungan gizi (per takaran saji) 2 Vitamin C 30 mg 50 g x 30 mg 100 g = 15 mg 3 Besi 2 mg 50 g 100 g x 2 mg = 1 mg 4 Kalsium 40 mg 50 g x 40 mg 100 g = 20 mg Persentase AKG (per takaran saji) 50 mcg 600 mc g x 100 % = 8,3% AKG ALG = 90 mg 15 mg 90 mg x 100 % = 16,7% AKG ALG = 22 mg 1 mg 22 mg x 100 % = 4,5% AKG ALG = 1100 mg 20 mg 1100 mg x 100 % = 1,8% AKG Keterangan (Dapat dicantumkan pada tabel ING) 2% AKG (Dapat dicantumkan pada tabel ING) 2% AKG (Dapat dicantumkan pada tabel ING) < 2% AKG (Tidak dapat dicantumkan dalam ING) 3. Batas toleransi hasil analisis zat gizi Bagian ini memuat contoh perhitungan batas toleransi hasil analisis zat gizi yang diimplementasikan pada pengawasan pangan olahan setelah beredar (post-market control), untuk memastikan apakah kandungan gizi produk yang beredar masih sesuai dengan kandungan gizi yang tercantum pada label. Contoh 1 Produk E adalah produk biskuit dengan berat bersih 100 g, berikut tabel Informasi Nilai Gizi produk tersebut : 6

7 A. Diperoleh hasil analisis serat pangan sebesar 0,8 g/ 100 g, apakah produk tersebut masih memenuhi syarat? Jawaban: Tabel ING tersebut ditampilkan per takaran saji produk, yaitu 20 g, sehingga kandungan serat pangan pada tabel ING adalah 1 g/ 20 g. Hasil analisis serat pangan adalah 0,8 g/ 100 g, sehingga kandungan serat pangan per 20 gram produk adalah : 20 g x 0,8 g = 0,16 g 100 g Persentase kandungan serat pangan berdasarkan hasil analisa dibandingkan dengan kandungan yang tercantum pada tabel ING dihitung dengan rumus: Kandungan gizi berdasarkan hasil analisis Kandungan gizi pada tabel ING = 0,16 g 1 g x 100% = 16% x 100% Batas toleransi hasil analisis serat pangan untuk produk umum adalah sekurangkurangnya 80% dari nilai yang tercantum pada tabel ING (*), sehingga kandungan serat pangan pada produk tersebut TIDAK MEMENUHI SYARAT. (*) Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Badan POM Nomor.. tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan B. Diperoleh hasil analisis kalsium sebesar 105 mg/ 100 g, apakah produk tersebut masih memenuhi syarat? Jawaban : Tabel ING tersebut ditampilkan per takaran saji produk, yaitu 20 g. Kandungan kalsium pada tabel ING adalah 2% AKG per 20 g dan nilai ALG kalsium adalah 1100 mg (*). Maka jumlah kandungan kalsium dihitung dengan rumus: Nilai persentase AKG zat gizi x Nilai ALG zat gizi = 2% x 1100 mg = 22 mg/ 20 g 7

8 Hasil analisis kalsium adalah 105 mg/ 100 g, sehingga hasil analisis kalsium per 20 gram produk adalah : 20 g x 105 mg = 21 mg 100 g Persentase kandungan kalsium berdasarkan hasil analisa dibandingkan dengan kandungan yang tercantum pada tabel ING dihitung dengan rumus: Kandungan gizi berdasarkan hasil analisis Kandungan gizi pada tabel ING = 21 mg x 100% = 95,45% 22 mg x 100% Batas toleransi hasil analisis serat pangan untuk produk umum adalah sekurangkurangnya 80% dari nilai yang tercantum pada tabel ING (**), sehingga kandungan kalsium pada produk tersebut MEMENUHI SYARAT. (*) Nilai ALG zat gizi dapat dilihat pada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 9 Tahun 2015 tentang Acuan Label Gizi (**) Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Badan POM Nomor.. tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan C. Diperoleh hasil analisis Natrium sebesar 350 mg/ 100 g, apakah produk tersebut masih memenuhi syarat? Jawaban : Tabel ING tersebut ditampilkan per takaran saji produk, yaitu 20 g, sehingga kandungan natrium pada tabel ING adalah 90 mg/ 20 g. Hasil analisis natrium adalah 350 mg/ 100 g, sehingga kandungan natrium per 20 gram produk adalah : 20 g x 350 mg = 70 mg 100 g Persentase kandungan natrium berdasarkan hasil analisa dibandingkan dengan kandungan yang tercantum pada tabel ING dihitung dengan rumus: Kandungan gizi berdasarkan hasil analisis Kandungan gizi pada tabel ING = 70 mg x 100% = 77,78% 90 mg x 100% Batas toleransi hasil analisis natrium untuk produk umum adalah 80% - 120% dari nilai yang tercantum pada tabel ING (*), sehingga kandungan natrium pada produk tersebut TIDAK MEMENUHI SYARAT. 8

9 (*) Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Badan POM Nomor.. tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan Contoh 2 Produk F adalah produk susu UHT dengan berat bersih 200 ml dan mencantumkan klaim sumber Vitamin A dan kalsium, berikut tabel Informasi Nilai Gizi produk tersebut : A. Diperoleh hasil analisis vitamin A sebesar 70 mcg/ 100 ml, apakah produk tersebut masih memenuhi syarat? Jawaban: Tabel ING tersebut ditampilkan per takaran saji produk, yaitu 200 ml. Kandungan vitamin A pada tabel ING adalah 20% AKG per 200 ml, dan nilai ALG vitamin A adalah 600 mcg (*). Maka jumlah kandungan vitamin A dihitung dengan rumus: Nilai persentase AKG zat gizi x Nilai ALG zat gizi = 20% x 600 mcg = 120 mcg/ 200 ml Hasil analisis vitamin A adalah 70 mcg/100 ml, sehingga hasil analisis vitamin A per 200 ml produk adalah : 9

10 200 ml x 70 mcg = 140 mcg 100 ml Persentase kandungan vitamin A berdasarkan hasil analisa dibandingkan dengan kandungan yang tercantum pada tabel ING dihitung dengan rumus: Kandungan gizi berdasarkan hasil analisis Kandungan gizi pada tabel ING = 140 mcg x 100% = 116,67% 120 mcg x 100% Batas toleransi hasil analisis vitamin A untuk produk yang mencantumkan klaim adalah sekurang-kurangnya 100% dari nilai yang tercantum pada tabel ING(**), sehingga kandungan vitamin A pada produk tersebut MEMENUHI SYARAT. (*) Nilai ALG zat gizi dapat dilihat pada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 9 Tahun 2015 tentang Acuan Label Gizi (**) Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Badan POM Nomor.. tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan B. Diperoleh hasil analisis kalsium sebesar 125 mg/ 100 ml, apakah produk tersebut masih memenuhi syarat? Jawaban : Tabel ING tersebut ditampilkan per takaran saji produk, yaitu 200 ml. Kandungan kalsium pada tabel ING adalah 20% AKG per 200 ml, dan nilai ALG kalsium adalah 1100 mg (*). Maka jumlah kandungan kalsium dihitung dengan rumus: Nilai persentase AKG zat gizi x Nilai ALG zat gizi = 20% x 1100 mg = 220 mg/ 200 ml Hasil analisis kalsium adalah 125 mg/ 100 ml, sehingga hasil analisis kalsium per 200 ml produk adalah : 200 ml x 125 mg = 250 mg 100 ml Persentase kandungan kalsium berdasarkan hasil analisa dibandingkan dengan kandungan yang tercantum pada tabel ING dihitung dengan rumus: Kandungan gizi berdasarkan hasil analisis Kandungan gizi pada tabel ING = 250 mg x 100% = 113,64% 220 mg x 100% 10

11 Batas toleransi hasil analisis kalsium untuk produk yang mencantumkan klaim adalah sekurang-kurangnya 100% dari nilai yang tercantum pada tabel ING(**), sehingga kandungan kalsium pada produk tersebut MEMENUHI SYARAT. (*) Nilai ALG zat gizi dapat dilihat pada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 9 Tahun 2015 tentang Acuan Label Gizi (**) Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Badan POM Nomor.. tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan C. Diperoleh hasil analisis lemak total sebesar 4 g/ 100 ml, apakah produk tersebut masih memenuhi syarat? Jawaban : Tabel ING tersebut ditampilkan per takaran saji produk, yaitu 200 ml, sehingga kandungan lemak total pada tabel ING adalah 6 g/ 200 ml. Hasil analisis lemak total adalah 4 g/ 100 ml, sehingga kandungan lemak total per 200 ml produk adalah : 200 ml 100 ml x 4 g = 8 g Persentase kandungan lemak total berdasarkan hasil analisa dibandingkan dengan kandungan yang tercantum pada tabel ING dihitung dengan rumus: Kandungan gizi berdasarkan hasil analisis Kandungan gizi pada tabel ING = 8 g x 100% = 133,33% 6 g x 100% Batas toleransi hasil analisis lemak total untuk produk yang mencantumkan klaim adalah 100% - 120% dari nilai yang tercantum pada tabel ING(*), sehingga kandungan lemak total pada produk tersebut TIDAK MEMENUHI SYARAT. (*) Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Badan POM Nomor.. tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan D. Diperoleh hasil analisis protein sebesar 2,5 g/ 100 ml, apakah produk tersebut masih memenuhi syarat? Jawaban : Tabel ING tersebut ditampilkan per takaran saji produk, yaitu 200 ml, sehingga kandungan protein pada tabel ING adalah 6 g/ 200 ml. Hasil analisis protein adalah 2,5 g/ 100 ml, sehingga kandungan protein per 200 ml produk adalah : 11

12 200 ml 100 ml x 2,5 g = 5 g Persentase kandungan protein berdasarkan hasil analisa dibandingkan dengan kandungan yang tercantum pada tabel ING dihitung dengan rumus: Kandungan gizi berdasarkan hasil analisis Kandungan gizi pada tabel ING = 5 g x 100% = 83,33% 6 g x 100% Batas toleransi hasil analisis protein untuk produk yang mencantumkan klaim adalah sekurang-kurangnya 100%dari nilai yang tercantum pada tabel ING (*), sehingga kandungan protein pada produk tersebut TIDAK MEMENUHI SYARAT. (*) Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Badan POM Nomor.. tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan 4. Takaran saji Ketentuan takaran saji pangan olahan diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM Nomor 9 Tahun 2015 tentang Takaran Saji Pangan Olahan. Dalam peraturan tersebut, juga diatur bahwa: a. Berat bersih atau isi bersih Pangan Olahan paling sedikit satu atau setengah (satu per dua) dari ukuran satu Takaran Saji. b. Untuk Pangan Olahan dengan berat bersih atau isi bersih paling sedikit setengah (satu per dua) dari ukuran satu Takaran Saji, harus mencantumkan ING per saji dan per kemasan. Contoh: PT. Bakti akan memproduksi sari buah apel A dengan ukuran kemasan (isi bersih) 75 ml. Apakah ukuran kemasan tersebut dapat disetujui? Jawaban: Sari buah apel termasuk dalam Kategori Pangan Sari Buah, yang memiliki takaran saji ml. Produk diizinkan untuk memiliki berat bersih atau isi bersih paling sedikit setangah takaran saji. Dalam hal ini, setengah takaran saji produk sari buah dalah 62,5 ml. Jika produk sari buah apel A memiliki isi bersih 75 ml, maka ukuran kemasan produk tersebut dapat disetujui. 12

13 13

14 BAB IV PANDUAN PERHITUNGAN UNTUK PENCANTUMAN KLAIM PADA PANGAN OLAHAN Bagian ini mencakup penjelasan cara perhitungan persyaratan klaim gizi dan klaim kesehatan yang tercantum pada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan. 1. Klaim Kandungan Zat Gizi A. Klaim Rendah atau Bebas Pangan Olahan yang secara alami tidak mengandung komponen tertentu, dilarang memuat klaim kandungan bebas yang terkait dengan komponen tersebut kecuali ditetapkan dalam ketentuan lain. Contoh: Produk minyak goreng tidak dapat mencantumkan klaim bebas kolesterol, karena minyak goreng dari sumber nabati secara alami tidak mengandung kolesterol. Pencantuman klaim bebas kolesterol dapat menimbulkan salah persepsi pada masyarakat bahwa produk yang tidak mencantumkan klaim tersebut berarti mengandung kolesterol dan tidak baik bagi kesehatan. Contoh perhitungan persyaratan klaim rendah atau bebas Contoh 1 Produk A adalah produk susu bubuk, dengan hasil analisis lemak sebesar 2,5 g/ 100 g. Apakah produk tersebut dapat mencantumkan klaim rendah lemak? Jawaban : Persyaratan klaim rendah lemak adalah tidak lebih dari 3 g/ 100 g (dalam bentuk padat). Hasil analisis lemak pada produk tersebut adalah 2,5 g/100 g (< 3 g/ 100 g), sehingga dapat diizinkan mencantumkan klaim rendah lemak. Contoh 2 Produk B adalah produk minuman rasa buah, dengan hasil analisis gula sebesar 2,7 g/ 100 ml. Apakah produk tersebut dapat mencantumkan klaim rendah gula? Jawaban : Persyaratan klaim rendah gula adalah tidak lebih dari 2,5 g/ 100 ml (dalam bentuk cair) Hasil analisis gula pada produk tersebut adalah 2,7 g/100 ml (> 2,5 g/ 100 ml), sehingga tidak diizinkan mencantumkan klaim rendah gula.

15 Contoh 3 Produk C adalah produk yogurt, dengan hasil analisis lemak jenuh sebesar 0,05 g/100 ml dan lemak trans sebesar 0,85 g/ 100 ml. Apakah produk tersebut dapat mencantumkan klaim bebas lemak jenuh? Jawaban: Persyaratan klaim bebas lemak jenuh adalah kandungan lemak jenuh tidak lebih dari 0,1 g/ 100 ml (dalam bentuk cair) dan memenuhi persyaratan rendah lemak trans, yaitu kandungan lemak trans tidak lebih dari 0,75 g/ 100 ml (dalam bentuk cair). Hasil analisis lemak jenuh pada produk tersebut adalah 0,05 g/100 ml (< 0,1 g/100 ml, memenuhi persyaratan), namun hasil analisis lemak trans sebesar 0,85 g/ 100 ml (> 0,75 g/ 100 ml, tidak memenuhi persyaratan), sehingga tidak diizinkan mencantumkan klaim bebas lemak jenuh. B. Klaim Sumber atau Tinggi Contoh 1 Produk A adalah produk keju cheddar, dengan hasil analisis kalsium sebesar 190 mg/ 100 g. Apakah produk tersebut dapat mencantumkan klaim sumber kalsium atau tinggi kalsium? Jawaban : A. Persyaratan klaim sumber kalsium adalah kandungan kalsium tidak kurang dari 15% ALG per 100 g (dalam bentuk padat). Nilai ALG kalsium adalah 1100 mg (*), maka persyaratan jumlah kandungan kalsium dihitung dengan rumus: Nilai persentase ALG zat gizi x Nilai ALG zat gizi = 15% x 1100 mg = 165 mg/ 100 g Hasil analisis kalsium pada produk tersebut adalah 190mg/100 g (>165 mg/ 100 g), sehingga dapat diizinkan mencantumkan klaim sumber kalsium atau mengandung kalsium. B. Persyaratan klaim tinggi kalsium adalah kandungan kalsium tidak kurang dari 2 kali jumlah untuk klaim sumber kalsium. Berdasarkan hasil perhitungan klaim sumber kalsium pada poin A sebesar 165 mg/ 100 g, maka persyaratan jumlah kandungan kalsium pada klaim tinggi kalsium adalah: 15

16 2 x 165 mg = 330 mg/ 100 g Hasil analisis kalsium pada produk tersebut adalah 190 mg/100 g (< 330 mg/ 100 g), sehingga tidak diizinkan mencantumkan klaim tinggi kalsium atau kaya kalsium. (*) Nilai ALG zat gizi dapat dilihat pada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 9 Tahun 2015 tentang Acuan Label Gizi Contoh 2 Produk B adalah produk minuman serbuk, dengan hasil analisis vitamin B1 sebesar 0,12mg/100 g. Apakah produk tersebut dapat mencantumkan klaim sumber vitamin B1 atau tinggi vitamin B1? Jawaban : A. Persyaratan klaim sumber vtamin B1 adalah kandungan vitamin B1tidak kurang dari 15% ALG per 100 g (dalam bentuk padat). Nilai ALG vitamin B1 adalah 1,4 mg (*), maka persyaratan jumlah kandungan vitamin B1 dihitung dengan rumus: Nilai persentase ALG zat gizi x Nilai ALG zat gizi = 15% x 1,4 mg = 0,21 mg/ 100 g Hasil analisis vitamin B1 pada produk tersebut adalah 0,12 mg/100 g (< 0,21 mg/ 100 g), sehingga tidak diizinkan mencantumkan klaim sumber vitamin B1 atau mengandung vitamin B1. B. Persyaratan klaim tinggi vitamin B1 adalah kandungan vitamin B1 tidak kurang dari 2 kali jumlah untuk klaim sumber vitamin B1. Berdasarkan hasil perhitungan klaim sumber vitamin B1 pada poin A sebesar 0,21 mg/ 100 g, maka persyaratan jumlah kandungan vitamin B1 pada klaim tinggi vitamin B1 adalah: 2 x 0,21 mg = 0,42 mg/ 100 g Hasil analisis vitamin B1 pada produk tersebut adalah 0,12 mg/100 g (< 0,42 mg/ 100 g), sehingga tidak diizinkan mencantumkan klaim tinggi vitamin B1 atau kaya vitamin B1. (*) Nilai ALG zat gizi dapat dilihat pada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 9 Tahun 2015 tentang Acuan Label Gizi 16

17 C. Klaim Perbandingan Zat Gizi Tipe Klaim Persyaratan Kondisi Dikurangi/kurang 1. Perbedaan relatif kandungan dari (fewer)/kurang untuk zat gizi mikro kecuali (light)/atau istilah natrium terhadap pangan yang lain yang dibandingkan paling sedikit 10% maknanya sama ALG. 2. Perbedaan relatif kandungan energi dan natrium serta zat gizi lain terhadap pangan yang dibandingkan paling sedikit 25%. 3. Perbedaan mutlak paling sedikit memenuhi persyaratan rendah sebagaimana ditetapkan dalam klaim kandungan zat gizi. Ditingkatkan/lebih 1. Perbedaan relatif kandungan dari /lebih /ekstra untuk zat gizi mikro terhadap (extra)/diperkaya pangan yang dibandingkan /plus/ditambahkan paling sedikit 10% ALG. /difortifikasi 2. Perbedaan relatif kandungan energi dan zat gizi lain terhadap pangan yang dibandingkan paling sedikit 25%. 3. Perbedaan mutlak sekurangkurangnya memenuhi persyaratan sumber sebagaimana ditetapkan dalam klaim kandungan zat gizi. Produk merupakan formulasi baru. Dibandingkan dengan produk Pangan Olahan sejenis dari produsen yang sama, kandungan zat gizi yang dibandingkan lebih rendah atau tinggi. Pada label dan iklan Pangan Olahan harus dinyatakan dengan jelas produk yang dibandingkan. Perbedaan kandungan dinyatakan dalam presentase, pecahan atau dalam angka mutlak terhadap pangan yang dibandingkan dalam jumlah yang sama. Contoh perhitungan persyaratan klaim perbandingan zat gizi Contoh 1: Klaim kurang gula PT. Maju Terus telah memproduksi minuman rasa buah A yang mengandung gula 12 g/ 100 ml. Perusahaan tersebut berencana akan mencantumkan klaim kurang gula pada 17

18 minuman rasa buah B yang diproduksi dengan formula baru, yaitu kandungan gula diturunkan menjadi 5 g/ 100 ml. Apakah minuman rasa buah B tersebut dapat mencantumkan klaim kurang gula? Jawaban: Persyaratan klaim perbandingan zat gizi kurang gula adalah: a. Perbedaan relatif kandungan gula terhadap pangan yang dibandingkan paling sedikit 25%. b. Perbedaan mutlak paling sedikit memenuhi persyaratan rendah gula, yaitu 2,5 g per 100 ml (dalam bentuk cair). Cara perhitungan: Kandungan gula (per 100 ml) Produk A (Formula Lama) Produk B (Formula Baru) 12 g 5 g Perbedaaan relatif (12 g 5 g) x 100% 12 g = 58,33% Kesesuaian dengan persyaratan syarat (> 25%) Perbedaan mutlak 12 g 5 g= 7 g syarat (> 2,5 g/ 100 ml) Kesimpulan: Produk B dapat diizinkan mencantumkan klaim kurang gula. Contoh 2: Klaim kurang natrium PT. Selalu Jaya telah memproduksi mi instan A yang mengandung natrium 800 mg/100 g. Perusahaan tersebut berencana akan mencantumkan klaim kurang natrium pada mi instan B yang diproduksi dengan formula baru, yaitu kandungan natrium diturunkan menjadi 600 mg/100 g. Apakah mi instan B tersebut dapat mencantumkan klaim kurang natrium? Jawaban: Persyaratan klaim perbandingan zat gizi kurang natrium adalah: a. Perbedaan relatif kandungan natrium terhadap pangan yang dibandingkan paling sedikit 25%. b. Perbedaan mutlak paling sedikit memenuhi persyaratan rendah natrium, yaitu 0,12 g per 100 g atau 120 mg per 100 g. 18

19 Cara perhitungan: Kandungan natrium (per 100 g) Produk A (Formula lama) Produk B (Formula Baru) 800 mg 600 mg Perbedaaan relatif ( ) x 100% 800 Perbedaan mutlak = 25% 800 mg 600 mg= 200 mg Kesesuaian dengan persyaratan syarat ( 25%) syarat ( 120 mg/ 100 g) Kesimpulan:Produk B dapat mencantumkan klaim kurang natrium. Contoh 3: Klaim ekstra vitamin C PT. Bahagia Ceria telah memproduksi minuman sari buah jeruk A yang mengandung vitamin C 25 mg/100 ml. Perusahaan tersebut berencana akan mencantumkan klaim ekstra vitamin C pada minuman sari buah jeruk B yang diproduksi dengan formula baru, yaitu kandunganvitamin Cdinaikkan menjadi 70 mg/100 ml.apakah minuman sari buah jeruk B tersebut dapat mencantumkan klaim ekstra vitamin C? Jawaban: Persyaratan klaim perbandingan zat gizi ekstra vitamin C adalah: a. Perbedaan relatif kandungan untuk vitamin C terhadap pangan yang dibandingkan paling sedikit 10% ALG. Nilai ALG untuk vitamin C adalah 90 mg (*), sehingga perbedaan relatif kandungan vitamin C paling sedikit adalah : 10% x 90 mg = 9 mg/100 ml. b. Perbedaan mutlak paling sedikit memenuhi persyaratan sumber vitamin C yaitu tidak kurang dari 7,5% ALG per 100 ml (dalam bentuk cair) Nilai ALG untuk vitamin C adalah 90 mg (*), sehingga perbedaan mutlak kandungan vitamin C paling sedikit adalah : 7,5% x 90 mg = 6,75 mg/100 ml. Cara perhitungan: 19

20 Kandungan vitamin C (per 100 ml) Produk A (Formula Lama) Produk B (Formula Baru) 25 mg 70 mg Perbedaan relatif (70 25 ) x 100% 70 = 64,29% Perbedaan mutlak 70 mg 25 mg= 45 mg Kesesuaian dengan persyaratan syarat ( 10% ALG) syarat ( 7,5% ALG) Kesimpulan:Produk B dapat mencantumkan klaim ekstra vitamin C. (*) Nilai ALG zat gizi dapat dilihat pada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 9 Tahun 2015 tentang Acuan Label Gizi 20

21 BAB V PANDUAN CARA PERHITUNGAN PERSYARATAN PANGAN OLAHAN UNTUK KEPERLUAN GIZI KHUSUS Bagian ini mencakup penjelasan cara perhitungan persyaratan pangan olahan untuk keperluan gizi khusus yang tercantum pada Peraturan Badan POM Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pangan Olahan Untuk Keperluan Gizi Khusus. 1. Cara Perhitungan Informasi Nilai Gizi Jika dalam peraturan ditetapkan bahwa kandungan gizi produk harus dicantumkan per per 100 kkal, berikut adalah contoh perhitungan kandungan zat gizi per 100 kkal tersebut. Contoh 1 Formula bayi A memiliki hasil analisis zat gizi sebagai berikut : No. Zat Gizi Satuan Hasil Analisis (per 100 g) 1 Energi kkal Lemak g 24 3 Protein g 9 4 Karbohidrat g 56 5 Vitamin B1 mg 0,45 6 Vitamin B12 mcg 0,8 7 Kalsium mg Magnesium mg 50 Berapa nilai zat gizi tersebut diatas untuk per 100 kkal? Jawaban : Petunjuk penggunaan: 1 sendok takar : 4,3 g dilarutkan dalam 30 ml air matang. Jumlah energi per 100 ml: Jumlah energi per 1 sendok takar (4,3 g) atau 30 ml 476kkal 100 g x 4,3g = 20,5 kkal 21

22 Jumlah energi per 100 ml = 20,5kkal 100 ml x 30 ml = 68 kkal Jadi, dalam 100 ml formula bayi A siap konsumsi mengandung 68 kkal, sehingga MEMENUHI SYARAT kandungan energi dalam formula bayi (60 70 kkal per 100 ml produk). Perhitungan nilai zat gizi Nilai zat gizi per 100 kkal dihitung dengan rumus: Hasil analisis zat gizi Hasil analisa energi per 100 g (kkal) No. Zat Gizi Satuan Hasil Analisis (per 100 g) Nilai per 100 kkal 1 Lemak g g 476 kkal = 5 g 2 Protein g 9 9 g 476 kkal = 1,9g 3 Karbohidrat g g 476 kkal = 11,8 g 4 Vitamin B1 mg 0,45 0,45mg 476 kkal = 0,09 mg Keterangan syarat (4,4 6 g/ 100 kkal) syarat (1,8 3 g/ 100 kkal) syarat (9 14 g/ 100 kkal) syarat (min 60 mcg/ 100 kkal; ABA 300 mcg) 22

23 5 Vitamin B12 mcg 0,8 0,8mcg 476 kkal = 0,17 mcg 6 Kalsium mg mg 476 kkal = 71,43 mg 7 Magnesium mg 50 50mg 476 kkal = 10,5 mg syarat (min 0,1 mcg/ 100 kkal; ABA 1,5 mcg) syarat (min 50mg; ABA 140 mg) syarat (min 5 mg; ABA 15 mg) 2. Cara Perhitungan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus Contoh 1 Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus untuk Penyandang Diabetes sebagai berikut : No. Zat Gizi Satuan Hasil Analisis (per 100 g) 1 Energi kkal Protein g 17 3 Karbohidrat g 65 4 Serat g 7 5 Lemak g 15 6 Lemak Jenuh g 1,8 7 Lemak tidak jenuh ganda g 4,2 8 Lemak tidak jenuh tunggal g 9 9 Kolesterol g 0 23

24 10 Natrium mg 200 Berapa nilai zat gizi tersebut diatas untuk per 100 kkal? Jawaban : Petunjuk penggunaan Jumlah energi per 100 g adalah 463 kkal Jumlah anjuran konsumsi per hari adalah 120 g (@60 g, 2 kali konsumsi per hari) Sehingga jumlah asupan energi per hari : 463 kkal 100 g x 120 g = 556 kkal per hari Perhitungan nilai zat gizi Nilai zat gizi per 100 kkal dihitung dengan rumus: Hasil analisis zat gizi Hasil analisa energi per 100 g (kkal) No. Zat Gizi Satuan Hasil Analisis (per 100 g) Nilai per 100 kkal 1 Protein g g 463 kkal = 3.7 g Jumlah protein per hari: 3,7 g x 556kkal 100 kkal = 20,4 g Keterangan Syarat (2,5 5 g) atau (10 20% total kalori sehari) Jumlah energi dari protein per hari: 20,4 g x 4 kkal = 81,7 kkal Persentase energi protein : 81,7 kkal 556 kkal x 100% = 15% 24

25 2 Karbohidrat g g 463 kkal = 14 g 3 Serat g 7 7 g 463 kkal = 1,5 g 4 Lemak g g 463 kkal = 3,2 g Jumlah lemak per hari: 3,2 g x 556kkal 100 kkal = 18 g Jumlah energi dari lemak per hari: 18 g x 9 kkal = 162 kkal Syarat (11,25 16,25 g) Syarat (1 1,75 g) Tidak Syarat (2,22 2,78 g) atau (20 25% total kalori sehari) Persentase energi lemak : 162 kkal x 100% = 29% 556 kkal 5 Lemak Jenuh 6 Lemak tidak jenuh ganda g 1,8 1,8 g 463 kkal = 0,4 g g 4,2 4,2 g 463 kkal = 0,9 g Syarat (< 0,78 g) Syarat (< 1,11 g) 25

26 7 Lemak tidak jenuh tunggal g 9 9 g 463 kkal = 1,9 g Syarat (sisa dr lemak total) 8 Kolesterol mg 0 0 Syarat (< 10 mg) 9 Natrium mg g x 100kkal 463 kkal = 43,2 g Syarat (<115 mg) Contoh 2 Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus untuk Pasien Penyakit Hati Kronik sebagai berikut : No. Zat Gizi Satuan Hasil Analisis (per 100 g) 1 Energi kkal Lemak g 16,7 3 Protein g 15 4 Karbohidrat g 60 5 Natrium mg 208 Berapa nilai zat gizi tersebut diatas untuk per 100 kkal? Jawaban : Petunjuk penggunaan Takaran saji 60 gram dilarutkan dalam 250 ml air. Perhitungan nilai zat gizi Nilai zat gizi per 100 kkal dihitung dengan rumus: Hasil analisis zat gizi Hasil analisa energi per 100 g (kkal) 26

27 No. Zat Gizi Satuan Hasil Analisis (per 100 g) Nilai per 100 kkal Keterangan 1 Energi kkal 450 Energi per saji (60 g atau 250 ml) : 450 kkal 100 g x 60 g = 270 kkal Syarat ( kkal) Energi per 100 ml : 270 kkal 250 ml x 100ml = 108kkal 2 Lemak g 16,7 16,7 g 450 kkal x100kkal = 3,7 g 3 Protein g g 450 kkal = 3.3 g 4 Karbohidrat g g 450 kkal = 13,3g Energi dari karbohidrat: 13,3 g x 4 kkal = 53,2 kkal Persentase energi dari Karbohidrat: 53,2 kkal 100 kkal x100 % = 53,2% Syarat (3 4,3 g) Syarat (9,1 14,6 g) atau (50 60% dari kebutuhan energi non protein) 5 Natrium mg mg 450 kkal = 46,3 mg Syarat (41,7 71,4 mg) 27

28 BAB VI PANDUAN PERHITUNGAN PANGAN OLAHAN ORGANIK Bagian ini mencakup penjelasan cara perhitungan persentase kandungan pangan organik pada pangan olahan organik yang tercantum pada Peraturan Kepala Badan POM Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pangan Olahan Organik. PERSYARATAN 1) Pangan Olahan Organik harus mengandung Pangan Organik paling sedikit 95% (sembilan puluh lima persen) dari total berat atau volume, tidak termasuk air dan garam. 2) Pangan non Organik dapat digunakan paling banyak 5% (lima persen) dari total berat atau volume, tidak termasuk air dan garam. 3) Pangan non Organik sebagaimana dimaksud pada poin 2 tidak merupakan Pangan sejenis dengan Pangan Organik yang digunakan sebagaimana dimaksud pada poin 1. 4) Air dan garam sebagaimana dimaksud pada poin 1 dan poin 2 merupakan air dan garam yang ditambahkan selama proses pengolahan Pangan. 5) Garam sebagaimana dimaksud pada poin 1 dan poin 2 berupa Natrium Klorida dan/atau Kalium Klorida. Contoh Perhitungan: Produk pasta tomat mengandung tomat organik 250 gram, gula 50 g, BTP penstabil (kallium klorida) 2 g, dan garam 4 g. Perhitungan persentase pangan organik dengan rumus: Kandungan pangan organik x 100% Total berat atau volume produk (tidak termasuk air dan garam) = 250 g x 100% = 82,78% (250 g + 50 g + 2 g) Persentase kandungan pangan organik (tomat organik) kurang dari 95%, sehingga produk pasta tomat tersebut tidak diizinkan mencantumkan keterangan tentang organik. 28

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 2005 Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada

Lebih terperinci

Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini.

Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini. Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini. 2.1 Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain

Lebih terperinci

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011 SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011 DIREKTUR STANDARDISASI PRODUK PANGAN BADAN POM RI 1 Maret 2012 1 LIST PERATURAN 1. Peraturan Kepala Badan POM No.HK.03.1.23.11.11.09605 Tahun 2011

Lebih terperinci

8.9 VITAMIN, MINERAL DAN ZAT GIZI LAIN

8.9 VITAMIN, MINERAL DAN ZAT GIZI LAIN 8.9 VITAMIN, MINERAL DAN ZAT GIZI LAIN 8.9.1 Ketentuan tentang pencantuman vitamin, mineral dan zat gizi lain mengikuti ketentuan tentang pencantuman zat gizi yang berada dalam kelompok tersebut. 8.9.2

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

2011, No BAB 9 FORMAT

2011, No BAB 9 FORMAT 5 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.11.11. TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.06.51.0475

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR PENGUJIAN BAHAN PANGAN No. BAK/TBB/BOG311 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2010 Hal 1 dari 9 BAB III ACUAN LABEL GIZI Jika kita membeli produk makanan atau minuman di supermarket, seringkali Informasi Nilai Gizi yang tercetak pada kemasan

Lebih terperinci

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.792, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Label Gizi. Acuan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.11.11.09605 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.06.51.0475 TAHUN 2005 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR MUTU GIZI, PELABELAN, DAN PERIKLANAN SUSU FORMULA PERTUMBUHAN DAN FORMULA PERTUMBUHAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.18,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Label dan Iklan. Pangan Olahan. Pengawasan Klaim. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Grup I- Label Pangan

Grup I- Label Pangan Grup I- Label Pangan Label produk pangan adalah setiap keterangan mengenai produk pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

Keterangan mengenai takaran saji merupakan informasi pertama yang tercantum dalam format Informasi Nilai Gizi.

Keterangan mengenai takaran saji merupakan informasi pertama yang tercantum dalam format Informasi Nilai Gizi. 5.1 TAKARAN SAJI Keterangan mengenai takaran saji merupakan informasi pertama yang tercantum dalam format Informasi Nilai Gizi. 5.1.1 Pengertian a. Takaran saji adalah jumlah produk pangan yang biasa dikonsumsi

Lebih terperinci

2013, No.710 6

2013, No.710 6 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN MINUMAN KHUSUS IBU HAMIL DAN/ATAU IBU MENYUSUI PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN MINUMAN KHUSUS IBU HAMIL DAN/ATAU IBU MENYUSUI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Checklist Survei Pencantuman Label pada Produk Susu Formula dan Makanan Bayi

Lampiran 1. Checklist Survei Pencantuman Label pada Produk Susu Formula dan Makanan Bayi 41 Lampiran 1. Checklist Survei Pencantuman Label pada Produk Susu Formula dan Makanan Bayi I II NO Nama Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 a b c d a b c a b c d e f a b

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Lembaga Pemberi Kode Halal Asing yang Disahkan Oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Lembaga Pemberi Kode Halal Asing yang Disahkan Oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) 62 LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Lembaga Pemberi Kode Halal Asing yang Disahkan Oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampiran 2. Checklist Kesesuaian Pencantuman Label I II N O JENIS PRODUK 1 2 3 4 5 6 7 8

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1055, 2015 BPOM. Takaran Saji. Pangan Olahan. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN

Lebih terperinci

a. terdapat dalam jumlah yang berarti yaitu lebih dari 2 % AKG per sajian; dan atau b. mencantumkan pernyataan (klaim) tentang zat besi.

a. terdapat dalam jumlah yang berarti yaitu lebih dari 2 % AKG per sajian; dan atau b. mencantumkan pernyataan (klaim) tentang zat besi. 7.10 ZAT BESI 7.10.1 Ketentuan Zat besi wajib dicantumkan apabila : a. terdapat dalam jumlah yang berarti yaitu lebih dari 2 % AKG per sajian; dan atau b. mencantumkan pernyataan (klaim) tentang zat besi.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:HK TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:HK TENTANG NOMOR:HK.00.05.5.1142 TENTANG ACUAN PENCANTUMAN PERSENTASE ANGKA KECUKUPAN GIZI PADA LABEL PRODUK PANGAN RI, Menimbang : a. bahwa pangan yang disertai pernyataan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS KANDUNGAN GIZI BERDASARKAN STUDI LITERATUR Studi literatur ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya mengenai empat jenis produk yang diproduksi PT.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.710, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Minuman. Khusus. Ibu Hamil. Menyusui. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013

Lebih terperinci

Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum. A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan

Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum. A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan Q1 Apakah iklan pangan yang dievaluasi menggunakan kata-kata

Lebih terperinci

KLAIM PENURUNAN RISIKO PENYAKIT

KLAIM PENURUNAN RISIKO PENYAKIT LAMPIRAN V PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.09909 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN KLAIM DALAM LABEL DAN IKLAN PANGAN OLAHAN KLAIM PENURUNAN RISIKO PENYAKIT 1. Asam

Lebih terperinci

INFORMASI NILAI GIZI

INFORMASI NILAI GIZI Format Informasi Nilai Gizi untuk pangan yang biasa dikombinasikan dengan pangan lain sebelum dikonsumsi INFORMASI NILAI GIZI Takaran saji. (URT) ( g) Jumlah Sajian per Kemasan :. JUMLAH PER SAJIAN Sereal

Lebih terperinci

- Beri tanda (X) pada pilihan jawaban yang anda anggap paling tepat. - Pertanyaan berupa isian, harap dijawab dengan singkat dan jelas

- Beri tanda (X) pada pilihan jawaban yang anda anggap paling tepat. - Pertanyaan berupa isian, harap dijawab dengan singkat dan jelas Lampiran 1 Kuesioner penelitian Kuesioner ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai persepsi dan pola konsumsi konsumen di Jakarta Pusat terhadap produk uman ibu hamil dan/atau ibu menyusui. Hasil

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN 7 2013, No.709 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

ADDENDUM DOKUMEN PENGADAAN

ADDENDUM DOKUMEN PENGADAAN ADDENDUM DOKUMEN PENGADAAN Pelelangan Sederhana Pascakualifikasi Pengadaan Bahan Makanan Dinsosnakertrans Kab. Nganjuk Semula : BAB IV. LEMBAR DATA PEMILIHAN LEMBAR DATA PEMILIHAN A. LINGKUP PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Metode BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Jakarta selama delapan bulan sejak bulan Agustus 2007 sampai dengan Maret 2008. Data awal diperoleh dari Direktorat Penilaian Keamanan Pangan Badan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

Sejumlah zat gizi wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi berkenaan dengan beberapa kondisi berikut :

Sejumlah zat gizi wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi berkenaan dengan beberapa kondisi berikut : Sejumlah zat gizi wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi berkenaan dengan beberapa kondisi berikut : a. Produk pangan mengandung zat gizi tersebut dalam jumlah tertentu, atau b. Zat gizi tersebut

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 TENTANG ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 TENTANG ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 TENTANG ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

Mencermati Label dan Iklan Pangan. Purwiyatno Hariyadi

Mencermati Label dan Iklan Pangan. Purwiyatno Hariyadi Mencermati Label dan Iklan Pangan Purwiyatno Hariyadi Hanya dengan menonton televisi atau membaca surat kabar kita bisa merasakan adanya perubahan arah yang terjadi pada industri pangan. Perubahan itu

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang memiliki dua bentuk yaitu padat dan cair. Pangan merupakan istilah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI )

TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI ) TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI ) Sebagai acuan bagi produsen pangan dalam memproduksi MP-ASI, Indonesia telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang MP-ASI yang terdiri

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.11.11.09909 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN KLAIM DALAM LABEL DAN IKLAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR: HK.00.05.52.6291 TENTANG KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI, Menimbang : Mengingat : a. b. c. d. 1. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Peneltian.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Peneltian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Peneltian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

KLAIM KANDUNGAN ZAT GIZI RENDAH ATAU BEBAS. Rendah 40 kkal (170 kj) per 100 g (dalam bentuk padat) atau 20 kkal (80 kj) per 100 ml (dalam bentuk cair)

KLAIM KANDUNGAN ZAT GIZI RENDAH ATAU BEBAS. Rendah 40 kkal (170 kj) per 100 g (dalam bentuk padat) atau 20 kkal (80 kj) per 100 ml (dalam bentuk cair) 2012, No.18 14 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.11.11.09909 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN KLAIM DALAM LABEL DAN IKLAN PANGAN OLAHAN KLAIM KANDUNGAN ZAT GIZI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gizi selama Kehamilan dan Menyusui Salah satu faktor di antara sekian banyak yang mempengaruhi keberhasilan suatu kehamilan adalah gizi. Status gizi ibu hamil salah satunya berpengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN KLAIM PADA LABEL DAN IKLAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN KLAIM PADA LABEL DAN IKLAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN KLAIM PADA LABEL DAN IKLAN PANGAN OLAHAN DENGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, karena pangan merupakan salah satu faktor utama yang dibutuhkan mahluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONEASIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONEASIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONEASIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat semakin

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman dan makanan merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat semakin menyadari akan pentingnya mengkonsumsi makanan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.480,2014 BADAN POM. Formula Bayi. Pengawasan. Keperluan Medis. Khusus. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.480,2014 BADAN POM. Formula Bayi. Pengawasan. Keperluan Medis. Khusus. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.480,2014 BADAN POM. Formula Bayi. Pengawasan. Keperluan Medis. Khusus. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN UMUM Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Inventarisasi data mutu produk formula bayi yang terdaftar di BPOM selama tahun 2004 2008 Inventarisasi data dilakukan melalui pengamatan terhadap berkas pendaftaran suatu

Lebih terperinci

Apakah Diet Makanan Saja Cukup Sebagai Obat Diabetes Alami?

Apakah Diet Makanan Saja Cukup Sebagai Obat Diabetes Alami? Apakah Diet Makanan Saja Cukup Sebagai Obat Diabetes Alami? Bicara tentang diabetes pasti juga perlu membicarakan mengenai diet makanan bagi penderita diabetes. Diet makanan bagi penderita diabetes dapat

Lebih terperinci

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011).

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang mudah ditemukan dalam bahan pangan dan hampir selalu terdapat pada hidangan sehari-hari masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik

Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah mendorong para produsen pangan untuk melakukan berbagai macam inovasi dalam memproduksi pangan.

Lebih terperinci

PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA LANJUTAN. 1.1 Ketentuan ini berlaku untuk Formula Lanjutan dalam bentuk cair atau bubuk.

PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA LANJUTAN. 1.1 Ketentuan ini berlaku untuk Formula Lanjutan dalam bentuk cair atau bubuk. 7 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA LANJUTAN 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab;

a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung nilai gizi yang tinggi. Gizi yang tinggi ini merupakan sumber

I. PENDAHULUAN. mengandung nilai gizi yang tinggi. Gizi yang tinggi ini merupakan sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecap manis merupakan salah satu produk turunan kedelai yang mengandung nilai gizi yang tinggi. Gizi yang tinggi ini merupakan sumber karbohidrat dan protein yang diperoleh

Lebih terperinci

Diet Hipertensi, Diabetesi Tetap Minum Obat Herbal Untuk Diabetes

Diet Hipertensi, Diabetesi Tetap Minum Obat Herbal Untuk Diabetes Diet Hipertensi, Diabetesi Tetap Minum Obat Herbal Untuk Diabetes Konsumsi obat herbal untuk diabetes dari tahun ke tahun di Negara Indonesia terus meningkat, patut kita syukuri bahwa ini menandakan kepercayaan

Lebih terperinci

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui 1 / 11 Gizi Seimbang Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui Perubahan Berat Badan - IMT normal 18,25-25 tambah : 11, 5-16 kg - IMT underweight < 18,5 tambah : 12,5-18 kg - IMT

Lebih terperinci

TENTANG KATEGORI PANGAN

TENTANG KATEGORI PANGAN LAMPIRAN XIII PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KATEGORI PANGAN 13.0 Produk Pangan Untuk Keperluan Gizi Khusus 4 Pangan untuk keperluan gizi khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman anggota kacang-kacangan yang memiliki kandungan protein nabati yang paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada balita dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

PENERAPAN KATEGORISASI RISIKO PENILAIAN PANGAN OLAHAN. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 19 Desember 20170

PENERAPAN KATEGORISASI RISIKO PENILAIAN PANGAN OLAHAN. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 19 Desember 20170 PENERAPAN KATEGORISASI RISIKO PENILAIAN PANGAN OLAHAN Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 19 Desember 20170 Latar Belakang Perka Badan POM RI No. 12 tahun 2016 tentang Pendaftaran Pangan Olahan Pendaftaran

Lebih terperinci

2. Spesifikasi MRS Broth (merk Merck )

2. Spesifikasi MRS Broth (merk Merck ) Lampiran 1. Spesifikasi Bahan Penelitian 1. Spesifikasi Susu UHT Full Cream Ultra Milk Ultra Jaya Takaran saji 1 kotak (200 ml) Jumlah sajian per kemasan: 1 Komponen Satuan Jumlah (per 200 ml) Lemak total

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK 00.05.52.0685 TENTANG KETENTUAN POKOK PENGAWASAN PANGAN FUNGSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Produk Minuman Khusus Ibu Hamil dan/atau Ibu Menyusui Masa Kehamilan dan masa menyusui merupakan masa khusus dimana ibu dapat mengalami kondisi khusus berhubungan dengan

Lebih terperinci

NUGGET BANANA SKIN. Disusun oleh: Arnitya S. P. (X MIA 4/03) Theana Leoma (X MIA 4/27) SMA SANTA ANGELA. Jl. MERDEKA NO 24 BANDUNG

NUGGET BANANA SKIN. Disusun oleh: Arnitya S. P. (X MIA 4/03) Theana Leoma (X MIA 4/27) SMA SANTA ANGELA. Jl. MERDEKA NO 24 BANDUNG NUGGET BANANA SKIN Disusun oleh: Arnitya S. P. (X MIA 4/03) Theana Leoma (X MIA 4/27) SMA SANTA ANGELA Jl. MERDEKA NO 24 BANDUNG 2014-2015 LEMBAR PENGESAHAN JUDUL: NUGGET BANANA SKIN Menyetujui, Pembimbing

Lebih terperinci

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi DIIT SERAT TINGGI Deskripsi Serat makanan adalah polisakarida nonpati yang terdapat dalam semua makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi berpengaruh baik untuk kesehatan. Serat terdiri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: HK TENTANG PENGAWASAN PANGAN OLAHAN ORGANIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: HK TENTANG PENGAWASAN PANGAN OLAHAN ORGANIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR: HK.00.06.52.0100 TENTANG PENGAWASAN PANGAN OLAHAN ORGANIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya jam aktivitas masyarakat serta meningkatnya kesadaran. terhadap makanan dan minuman yang bermanfaat bagi kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya jam aktivitas masyarakat serta meningkatnya kesadaran. terhadap makanan dan minuman yang bermanfaat bagi kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya jam aktivitas masyarakat serta meningkatnya kesadaran terhadap makanan dan minuman yang bermanfaat bagi kesehatan yang dapat menjaga stamina dan tampil prima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3867) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara No.239, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pengawasan Pangan Olahan Organik. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

GIZI DAUR HIDUP: Gizi Orang Dewasa

GIZI DAUR HIDUP: Gizi Orang Dewasa GIZI DAUR HIDUP: Gizi Orang Dewasa By Suyatno,, Ir., MKes. Contact: E-mail: suyatnofkmundip@gmail.com Blog: suyatno.blog.undip.ac.id Hp/Telp Telp: : 08122815730 / 024-70251915 Dewasa: Karakteristik Usia

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI

SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI SPESIFIKASI PENGADAAN BARANG PROYEK PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2011 UNTUK BALITA KURANG GIZI Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) untuk balita dengan berat badan di bawah standart dalam bentuk

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN PRODUK MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN KONTRIBUSI TERHADAP KECUKUPAN GIZI BAYI/ANAK

KAJIAN KESESUAIAN PRODUK MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN KONTRIBUSI TERHADAP KECUKUPAN GIZI BAYI/ANAK KAJIAN KESESUAIAN PRODUK MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN KONTRIBUSI TERHADAP KECUKUPAN GIZI BAYI/ANAK ELIN HERLINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biskuit merupakan makanan kecil (snack) yang termasuk ke dalam kue kering dengan kadar air rendah, berukuran kecil, dan manis. Dalam pembuatan biskuit digunakan bahan

Lebih terperinci

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes GIZI DAUR HIDUP Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id Pengantar United Nations (Januari, 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN & NUTRITION LABELING

PENDAHULUAN & NUTRITION LABELING PENDAHULUAN & NUTRITION LABELING Teti Estiasih 1 Teti Estiasih -THP - FTP - UB 2 Teti Estiasih -THP - FTP - UB 1. PENDAHULUAN Teti Estiasih -THP - FTP - UB Pendahuluan Industri pangan, badan pemerintah

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK JAMUR TIRAM

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK JAMUR TIRAM KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BISNIS KRIPIK JAMUR TIRAM Disusun Oleh : Nama : AZHARI YOGA SAPUTRA NIM : 11.01.2920 Jurusan : D3-TI STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011 / 2012 ABSTRAKS Karya tulis

Lebih terperinci

tersebut dibanding produk lainnya (BPOM, 2005).

tersebut dibanding produk lainnya (BPOM, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern kali ini makanan kemasan tidak sulit untuk dijumpai. Namun terkadang label pada makanan kemasan yang akan dibeli sering luput dari perhatian konsumen.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan sejak bulan Pebruari Nopember 01. Pengambilan data label produk minuman khusus ibu hamil dan/atau ibu menyusui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumber zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya program

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PRODUK SUPLEMENTASI GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PRODUK SUPLEMENTASI GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PRODUK SUPLEMENTASI GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT DIIT GARAM RENDAH Garam yang dimaksud dalam Diit Garam Rendah adalah Garam Natrium yang terdapat dalam garam dapur (NaCl) Soda Kue (NaHCO3), Baking Powder, Natrium Benzoat dan Vetsin (Mono Sodium Glutamat).

Lebih terperinci

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol Edisi 6 Juni Vol 4 2016 Food for Kids I N D O N E S I A SUSU BISA GANTIKAN Makanan Utama? Mitos Minum Susu pada Bumil SUSU BISA PACU TINGGI BADAN? Love Milk Food for Kids I N D O N E S I A DAFTAR ISI Edisi

Lebih terperinci