BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Menurut Burka & Yuen (2008), istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus. yang berarti keputusan hari esok, atau jika digabungkan menjadi menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya. Burka & Yuen (2008), kata prokrastinasi yang ditulis dalam American College Dictionary, memiliki arti menangguhkan tindakan untuk melaksanakan tugas dan dilaksanakan pada lain waktu. Kamus The Webster New Collegiate mendefinisikan prokrastinasi sebagai suatu pengunduran secara sengaja dan biasanya disertai dengan perasaan tidak suka untuk mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan. Menurut M. N. Ghufron, 2003), prokrastinasi di kalangan ilmuwan, pertama kali digunakan oleh Browndan Hoizman untuk menunjukkan kecenderungan untuk menunda-nundapenyelesaian suatu tugas atau pekerjaan. Seseorang yang mempunyai kecenderungan menunda atau tidak segera memulai kerja disebut procrastinator. Prokrastinasi dapat juga dikatakan sebagai penghindaran tugas, yang diakibatkan perasaan tidak senang terhadap tugas serta ketakutan untuk gagal dalam mengerjakan tugas. Knaus (2002), berpendapat bahwa penundaan yang 8

2 9 telah menjadi respon tetap atau kebiasaan dapat dipandang sebagai trait prokrastinasi. Artinya prokrastinasi dipandang lebih dari sekedar kecenderungan melainkan suatu respon tetap dalam mengantisipasi tugas-tugas yang tidak disukai dan dipandang tidak diselesaikan dengan sukses. Dengan kata lain penundaan yang dikatagorikan sebagai prokrastinasi adalah apabila penundaan tersebut sudah merupakan kebiasaan atau pola yang menetap, yang selalu dilakukan seseorang ketika menghadapi suatu tugas dan penundaan yang diselesaikan oleh adanya keyakinan irasional dalam memandang tugas. Bisa dikatakan bahwa istilah prokrastinasi bisa dipandang dari berbagai sisi dan bahkan tergantung dari mana seseorang melihatnya. Menurut Ferrari (Ghufron, 2003), pengertian prokrastinasi dapat dipandang dari berbagai batasan tertentu, yaitu: (1) prokrastinasi hanya sebagai perilaku penundaan, yaitu bahwa setiap perbuatan untuk menunda dalam mengerjakan suatu tugas disebut sebagai prokrastinasi, tanpa mempermasalahkan tujuan serta alasan penundaan yang dilakukan; (2) prokrastinasi sebagai suatu kebiasaan atau pola perilaku yang dimiliki individu, yang mengarah kepada trait, penundaan yang dilakukan sudah merupakan respon tetap yang selalu dilakukan seseorang dalam menghadapi tugas, biasanya disertai oleh adanya keyakinankeyakinan yang irasional; (3) prokrastinasi sebagai suatu trait kepribadian, dalam pengertian ini prokrastinasi tidak hanya sebuah perilaku penundaan saja, akan tetapi prokrastinasi merupakan suatu trait yang melibatkan komponen-komponen perilaku maupun struktur mental lain yang saling terkait yang dapat diketahui secara langsung maupun tidak langsung.

3 10 Berdasarkan pengertian dari pemaparan sebelumnya, peneliti menyimpulkan pengertian prokrastinasi sebagai suatu penundaan yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang, dengan melakukan aktivitas lain yang tidak diperlukan dalam pengerjaan tugas yang penting. Seseorang yang memiliki kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batasan waktu yang telah ditentukan, sering mengalami keterlambatan mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun gagal dalam menyelesaikan tugas sesuai batas waktu bisa dikatakan sebagai prokrastinator. Berdasarkan uraian tersebut di atas yang dimaksud dengan prokrastinasi akademik adalah penundaan tugas akademik yang dilakukan dengan sengaja dikarenakan melakukan aktivitas di luar akademik yang disenanginya sehingga membuat tugas akademik tidak dapat terselesaikan tepat pada waktunya. 2. Aspek-aspek Prokrastinasi Akademik Ferrari (1995) menyatakan bahwa sebagai suatu perilaku penundaan, prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati, aspek-aspek tersebut berupa: a. Perceived time, seseorang yang cenderung prokrastinasi adalah orangorang yang gagal menepati deadline. Seseorang yang berorientasi pada masa sekarang dan tidak mempertimbangkan masa mendatang. Prokrastinator tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera diselesaikan, tetapi menunda-nunda untuk mengerjakannya atau menunda menyelesaikannya jika sudah memulai pekerjaannya tersebut. Hal ini

4 11 mengakibatkan individu tersebut gagal memprediksikan waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas. b. Intention-action (Celah antara keinginan dan tindakan) Perbedaan antara keinginan dengan tindakan senyatanya ini terwujud pada kegagalan dalam mengerjakan tugas akademik walaupun punya keinginan untuk mengerjakannya. Ini terkait pula dengan kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual. Prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu. seorang siswa mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugasnya pada waktu yang telah ditentukan sendiri, akan tetapi saat waktunya sudah tiba tidak juga melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang telah direncanakan sehingga menyebabkan keterlambatan atau bahkan kegagalan dalam menyelesaikan tugas secara memadai. c. Emotional distress, adanya perasaan cemas saat melakukan prokrastinasi. Perilaku menunda-nunda akan membawa perasaan tidak nyaman pada pelakunya, konsekuensi negatif yang ditimbulkan memicu kecemasan dalam diri pelaku prokrastinasi. Pada mulanya seseorang akan tenang karena merasa waktu yang tersedia masih banyak. tanpa terasa waktu sudah hampir habis, ini menjadikan siswa merasa cemas karena belum menyelesaikan tugas. d. Perceived ability, atau keyakinan terhadap kemampuan diri. Prokrastinasi tidak berhubungan dengan kemampuan kognitif seseorang, namun keragu-raguan terhadap kemampuan dirinya dapat menyebabkan

5 12 seseorang melakukan prokrastinasi. Hal ini ditambah dengan rasa takut gagal menyebabkan seseorang menyalahkan dirinya sebagai yang tidak mampu, untuk menghindari munculnya dua perasaan tersebut maka seseorang dapat menghindari tugas-tugas sekolah karena takut akan pengalaman kegagalan. 3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik Menurut Santrock (2003), secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang ada pada diri individu yang melakukan prokrastinasi, meliputi: 1) Kondisi fisik individu. Faktor dari dalam yang turut mempengaruhi prokrastinasi pada individu adalah keadaan fisik dan kondisi kesehatan seseorang. Dalam hal ini apabila kondisi fisik dari seseorang sehat dan tidak kurang suatu apapun dari anggota tubuhnya untuk melakukan suatu kegiatan maka akan dapat dengan mudah untuk melakukan aktivitas yang disukainya. Apabila seseorang sakit maka tidak akan dapat melakukan aktivitas dengan baik untuk menunjang kegiatan belajarnya. 2) Kondisi psikologis individu. Millgran dan Tenne dalam Santrock (2003), menemukan bahwa kepribadian khususnya ciri kepribadian locus of control mempengaruhi seberapa banyak orang melakukan prokrastinasi

6 13 3) Motivasi berprestasi individu Motivasi berprestasi merupakan keinginan untuk menyelesaikan sesuatu demi tercapainya suatu standar kesuksesan atau melakukan usaha dengan tujuan untuk mendapatkan suatu kesuksesan. Dalam hal ini seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan disertai dengan munculnya harapan untuk sukses yang lebih besar daripada ketakutan akan kegagalan, serta tekun pada setiap usahanya ketika menghadapi tugas dan keadaan yang sulit. b. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang terdapat diluar diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi. Faktor tersebut antara lain: 1) Gaya pengasuhan orang tua. Hasil penelitian Ferrari (1995) menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah menyebabkan munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi. 2) Kondisi lingkungan. Prokrastinasi akademik lebih banyak dilakukan pada lingkungan yang rendah pengawasan dari pada lingkungan yang penuh pengawasan. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa untuk faktor internal yang berpengaruh terhadap prokrastinasi akademik adalah kondisi fisik dari masing-masing individu, kondisi psikis individu dan motivasi berprestasi individu. Selanjutnya untuk faktor eksternal yang berpengaruh terhadap prokrastinasi akademik adalah gaya pengasuhan orang tua dan kondisi lingkungan.

7 14 Di samping itu faktor-faktor lain yang menyebabkan timbulnya prokrastinasi akademik, antara lain: a. Problem Time Management Lakein dalam Ferrari (1995), mengatakan bahwa manajemen waktu melibatkan proses menentukan kebutuhan (determining needs), menetapkan tujuan untuk mencapai kebutuhan (goal setting), memprioritaskan dan merencanakan (planning) tugas yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Sebagian besar prokrastinator memiliki masalah dengan manajemen waktu. Ferrari (1995) menambahkan bahwa kemampuan estimasi waktu yang buruk dapat dikatakan sebagai prokrastinasi jika tindakan itu dilakukan dengan sengaja. b. Penetapan Prioritas Hal ini penting agar kita bisa menangani semua masalah atau tugas secara runtut sesuai dengan kepentingannya. Hal ini tidak diperhatikan oleh siswa pelaku prokrastinasi, sebagai siswa prioritas seharusnya adalah belajar tapi nyatanya lebih memilih aktifitas lain yang kurang bermanfaat bagi kelangsungan proses belajar. c. Karakteristik Tugas Adalah bagaimana karakter atau sifat tugas sekolah atau pelajaran yang akan diujikan tersebut. Jika terlalu sulit, cenderung siswa akan menunda mengerjakan tugas atau menunda mempelajari mata pelajaran tersebut. Hal ini juga dipengaruhi motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik siswa.

8 15 d. Karakter Individu Karakter disini mencakup kurang percaya diri dan irrasional. Orang yang cenderung menunda pekerjaan jika kurang percaya diri dalam melaksanakan pekerjaan tersebut ia takut terjadi kesalahan. Siswa yang berkarakter berubah-ubah merupakan orang yang hampir sering menunda pekerjaan. Burka dan Yuen (2008) menegaskan kembali dengan menyebutkan adanya aspek irrasional yang dimiliki seorang prokrastinator. Orang tersebut memiliki pandangan bahwa suatu tugas harus diselesaikan dengan sempurna, sehingga merasa lebih aman untuk tidak mengerjakannya dengan segera karena itu akan menghasilkan sesuatu yang kurang maksimal. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa faktor eksternal yang mempengaruhi prokrastinasi akademik adalah manajemen waktu dari masing-masing individu yang dapat dilihat bagaimana seseorang dapat menggunakan waktunya dengan baik, penetapan prioritas yang dapat dilihat dari bagaimana seseorang menetapkan tujuan yang utama dari tugas yang dihadapi. Faktor selanjutnya adalah karakter tugas, yang masingmasing tugas mempunyai tingkat kesukaran yang berbeda-beda sehingga tugas yang mudah dapat diselesaikan dengan cepat begitu juga sebaliknya. Untuk faktor karakter individu, seseorang yang mempunyai tingkat kepercayaan diri tinggi maka mempunyai keyakinan bahwa dirinya mampu untuk melaksanakan tugas dengan baik.

9 16 Peneliti memilih motivasi berprestasi sebagai variabel independen penelitian dikarenan dari berbagai faktor yang berpengaruh terhadap prokrastinasi akademik, motivasi berprestasi adalah faktor pendorong dari dalam diri individu sendiri untuk mencapai apa yang menjadi tujuan prestasi yang akan dicapai. Dibandingkan dengan faktor lain, motivasi berprestasi lebih kuat mempengaruhi karena setiap individu mempunyai motivasi berprestasi yang berbeda tergantung dari tujuan hidupnya. Dibandingkan dengan kondisi fisik individu dan kondisi psikologis, motivasi lebih dominan berpengaruh sebagai faktor internal terhadap prokrastinasi akademik, karena dengan adanya motivasi berprestasi maka sesorang akan mencapai apa yang menjadi tujuan, harapan maupun cita-citanya. Pendapat penulis tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rizvi, dkk (1997) yang menyatakan bahwa faktor motivasi berprestasi yang rendah dapat mendorong seseorang untuk melakukan prokrastinasi akademik. Sebab, ketika seseorang memiliki motivasi yang rendah, maka akan malas untuk memulai suatu pekerjaan sehingga kinerjanya akan menurun. Biordy (dalam Ferrari dkk., 1995) menyatakan bahwa besarnya motivasi yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi prokrastinasi secara negatif, dimana semakin tinggi motivasi berprestasi yang dimiliki seseorang ketika menghadapi tugas, akan semakin rendah kecenderungannya untuk melakukan prokrastinasi akademik.

10 17 B. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut Uno (2006), istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya berupa rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Sebelum mengacu pada pengertian motivasi, perlu diindentifikasi mengenai kata motif dan motivasi. Motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya. King (2010) menyatakan motivasi adalah kekuatan yang menggerakkan seseorang untuk berperilaku, berpikir dan merasa seperti apa yang dirasakan. Perilaku yang termotivasi diberi kekuatan, diarahkan dan dipertahankan. Dalam motivasi tercakup konsep-konsep seperti kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan berafiliasi, kebiasaan, dan keingintahuan seseorang terhadap sesuatu. Terdapat berbagai teori motivasi yang bertitik tolak pada dorongan yang berbeda satu sama lain. Ada teori motivasi yang bertitik tolak pada dorongan dan pencapaian kepuasan, ada pula yang bertitik tolak pada asas kebutuhan. Motivasi menurut asas kebutuhan pada saat ini banyak diminati. Banyak teori motivasi yang didasarkan dari asas kebutuhan (need). Kebutuhan

11 18 yang menyebabkan seseorang berusaha untuk dapat memenuhinya. Uno, (2006) menyatakan motivasi adalah proses psikologis yang dapat menjelaskan perilaku seseorang. Perilaku hakikatnya merupakan orientasi pada satu tujuan. Dengan demikian motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan. Wade (2007) menyatakan seseorang dapat tergerak untuk mencapai suatu tujuan karena adanya motivasi intrinsik yakni suatu keinginan untuk melakukan suatu aktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan yang didapat dari melakukan aktivitas tersebut. Dapat juga dikarenakan adanya motivasi ekstrinsik yakni keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal. Pengertian mengenai motivasi berprestasi dalam hal ini tidak dapat dilepaskan dari pengertian dari istilah motivasi itu sendiri. Santrock (2007) menyatakan motivasi dapat dipahami sebagai proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Oleh sebab itu, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama. Motif untuk berprestasi (achievement motive) menurut McClelland (1987) adalah motif yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan (standard of excellence), baik berasal dari standar prestasinya sendiri (autonomous standard) pada masa yang telah lalu ataupun prestasi orang lain (social comparison standard). Motivasi berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat seseorang, yang mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan

12 19 menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi yang maksimal. Santrock (2003) menyatakan motivasi berprestasi sendiri dapat dikatakan sebagai keinginan untuk menyelesaikan sesuatu demi tercapainya suatu standar kesuksesan atau melakukan usaha dengan tujuan untuk mendapatkan suatu kesuksesan. Dalam hal ini seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan disertai dengan munculnya harapan untuk sukses yang lebih besar daripada ketakutan akan kegagalan, serta tekun pada setiap usahanya ketika menghadapi tugas dan keadaan yang sulit. Menurut McClelland (1987), secara sederhana motivasi berprestasi dapat dipahami sebagai kebutuhan untuk memberikan prestasi yang mengungguli standar. Santrock (2003) menyatakan pada sisi lain, motivasi berprestasi tidak dapat dilepaskan dari kegigihan dalam mengejar waktu yang telah ditentukan untuk mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan tetap bekerja dengan baik. Sementara itu, menurut McClelland (1987), motivasi berprestasi merupakan usaha yang tampak gigih untuk mencapai keberhasilan dalam kehidupan seseorang. Dalam hal ini, McClelland mengistilahkannya sebagai need of achievement. Schultz dan Sidney (1993) menyatakan motif untuk berprestasi (achievement motive) adalah motif yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan, baik berasal dari standar prestasinya sendiri diwaktu lalu ataupun prestasi orang lain.

13 20 Motivasi berprestasi sebagai suatu dorongan atau kebutuhan dalam diri individu untuk meraih hasil atau prestasi tertentu. Lindgren (1976) mengemukakan hal senada bahwa motivasi berprestasi sebagai suatu dorongan yang ada pada seseorang sehubungan dengan prestasi, yaitu menguasai, memanipulasi serta mengatur lingkungan sosial maupun fisik, mengatasi segala rintangan dan memelihara kualitas kerja yang tinggi, bersaing melalui usaha-usaha untuk melebihi hasil kerja yang lampau, serta mengungguli hasil kerja yang lain. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan motivasi berprestasi dalam penelitian ini adalah usaha yang dilakukan oleh mahasiswa untuk mencapai prestasi yang diharapkannya. Prestasi tersebut dapat berupa prestasi akademik ataupun prestasi non akademik. 2. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi McClelland (1987) mengemukakan ciri-ciri motivasi berprestasi sebagai berikut: a. Memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan tanggung jawab secara pribadi atas tindakan yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan. Dalam hal ini, seorang individu akan merasa puas dengan prestasi yang telah diraih meskipun belum melebihi prestasi orang lain. Hal ini berkaitan dengan adanya standar yang ditentukan sendiri, sehingga ketika standar tersebut telah dicapai maka kepuasan mulai terbangun. Standar tersebut secara

14 21 perlahan akan ditingkatkan sehingga akhirnya dapat mengungguli prestasi orang lain. b. Menetapkan arah tujuan untuk berhasil dan sukses. Dalam hal ini, individu akan menetapkan arah dan tujuan sukses dalam dirinya dengan standar optimis akan berhasil. Hal demikian kemudian menumbuhkan keinginan untuk terus berusaha dan kembali mencoba jika mengalami kegagalan sampai meraih kesuksesan. c. Menempatkan tujuan yang pasti dan mewujudkannya dengan kerja keras. Individu berusaha memaksimalkan kepuasan akan prestasinya. Tujuan dalam hal ini berkaitan dengan keseimbangan antara kemampuan dengan tugas yang dirasa akan mampu dihadapi. Apabila suatu tugas dapat dikerjakan dengan baik, maka tingkat kepuasan yang diterima semakin besar. Oleh sebab itu, perhatian pada proporsi kemampuan diri sendiri dengan beban tugas menjadi salah satu aspek penting yang diperhatikan. Menurut Atkinson (dalam Sukadji 2001), motivasi berprestasi dapat tinggi atau rendah, didasari pada dua aspek yang terkandung didalamnya yaitu sebagai berikut: a. Memiliki harapan untuk sukses atau berhasil (motive of success) Seseorang yang memiliki harapan untuk meraih kesuksesan yang tinggi maka akan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi b. Memiliki ketakutan akan kegagalan (motive to avoid failure)

15 22 Seseorang yang memiliki ketakutan yang tinggi dibandingkan dengan harapan/keinginannya untuk sukses maka dapat dikategorikan sebagai individu yang motivasinya rendah Ciri lainnya dalam motivasi berprestasi dikemukakan oleh Robbins (2001) yang menyatakan: a. Menyukai tugas yang tidak memiliki tingkat kesulitan tinggi Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha mencoba setiap tugas yang menantang tetapi mampu untuk diselesaikan, sedangkan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi tinggi akan enggan melakukannya. Orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi menyukai tugas-tugas yang menantang serta berani mengambil resiko yang diperhitungkan untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan. Oleh karena itu bagi yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai tugas dengan taraf kesulitan sedang dan dianggap realistis dengan kemampuannya untuk melakukan tuntutan pekerjaan. b. Bertanggung jawab secara personal atas performa kerja Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memilih untuk bertanggung jawab secara personal terhadap performanya. Individu akan memperoleh kepuasan setelah melakukan sesuatu yang lebih baik dengan tanggung jawab personal terhadap tugas yang dilakukan. Individu juga mempunyai kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas, dan selalu ingat akan tugas-tugasnya yang belum selesai.

16 23 c. Inovatif Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi juga selalu berupaya untuk lebih inovatif, menemukan cara baru yang lebih baik dan efisien untuk menyelesaikan pekerjaan. Seseorang senang mencari informasi untuk menemukan cara menyelesaikan tugas dengan lebih baik dan menghindari cara kerja yang monoton dan rutin. d. Ketahanan Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ketahanan kerja yang lebih tinggi dalam mengerjakan tugas dibanding dengan orang dengan motivasi berprestasi rendah. Individu tersebut umumnya mampu bertahan terhadap tekanan sosial yang ada. Orang dengan motivasi berprestasi tinggi percaya dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan baik serta mampu mengerjakan pekerjaan yang serupa dengan hasil yang lebih baik di masa yang akan datang. Pada sisi lain, motivasi berprestasi yang diistilahkan sebagai need of achievement dinilai tidak dapat dilepaskan dari aspek proses belajar dan latihan. Lebih lanjut, McClelland (1987) juga menyatakan bahwa motivasi berprestasi sangat lekat dengan aspek usia masing-masing individu. Hal demikian merujuk pada adanya pembandingan prestasi antara seorang individu dengan individu lainnya. Menurut McClelland (1987), indikator utama motivasi berprestasi adalah besarnya keinginan untuk mencapai kesuksesan. Hal demikian dilihat dari upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan tugas dengan lebih baik dari

17 24 pada individu lain (better than others), kemampuan individu untuk menyelesaikan masalah secara cepat, kesediaan memikul tanggung jawab penting, serta adanya perencanaan menuju kesuksesan (McClelland, 1987). Lebih lanjut, dalam hal ini McClelland (1987) juga mengemukakan beberapa kriteria yang menunjukkan ciri-ciri dari individu dengan motivasi berprestasi tinggi, yaitu: a. Selalu berusaha, tidak mudah menyerah dalam mencapai suatu kesuksesan dengan menentukan sendiri standar bagi prestasinya. b. Secara umum tidak menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas rutin, tetapi akan cenderung menampilkan hasil yang lebih baik pada tugastugas khusus yang penting. c. Cenderung mengambil resiko yang wajar, namun tetap diperhitungkan. d. Mencermati lingkungan dan mencari kesempatan/peluang. e. Menyukai situasi menantang yang dapat dimanfaatkan untuk mengasah kemampuan. f. Kreatif. Atkinson (dalam Menhrabian dan Bank, 1975), menjelaskan bahwa untuk mengetahui motivasi berprestasi seseorang terdapat dua kecenderungan perilaku, yaitu: 1. Individu yang mengejar kesuksesan (tedency approach succes). 2. Individu yang berusaha menghindari kegagalan (tendecy to avoid failure).

18 25 Selanjutnya, menurut Wyner (dikutip Haditono, 1988) menyebutkan ciriciri individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah sebagai berikut: 1. Individu yang menunjukkan aktivitas yang berprestasi. 2. Individu yang menunjukkan ketekunan dan tidak putus asa dalam menghadapi kegagalan. 3. Individu yang memilih tugas-tugas dengan tingkat kesulitan yang tidak tinggi Menurut Heckhausen (2008) mengemukakan ada enam sifat individu yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi. Sifat-sifat tersebut adalah: 1. Individu yang mempunyai kepercayaan dalam menjalankan tugas yang berhubungan dengan prestasi 2. Individu yang mempunyai sikap yang berorientasi ke masa depan 3. Individu yang memilih tugas dengan tingkat kesulitan tidak tinggi 4. Individu yang tidak suka membuang-buang waktu. 5. Individu yang lebih tangguh dalam suatu tugas Pada penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori motivasi berprestasi McClelland. Hal tersebut dikarenakan dibandingkan dengan teori motivasi yang diungkap oleh ahli lain diantaranya Robbins (2001), Wyner (dikutip Haditono, 1988), Heckhausen (2008) pendapat yang dikemukakan oleh McClelland memiliki ciri yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini.

19 26 Aspek-aspek motivasi berprestasi yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada teori McClelland, yaitu memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan tanggung jawab secara pribadi atas tindakan yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan, menetapkan arah tujuan untuk berhasil dan sukses, dan menempatkan tujuan dan bekerja lebih keras. Kepercayaan diri berkaitan dengan kepuasan atas prestasi yang dicapai oleh siswa dengan berdasarkan standar prestasi yang ditentukan oleh diri sendiri. Sementara menetapkan arah tujuan untuk berhasil dan sukses berarti siswa memiliki kemampuan untuk berhasil dalam bidang pendidikan yang sedang ditempuhnya. Selanjutnya untuk menetapkan tujuan yang sedang dan bekerja bekerja lebih keras yaitu upaya yang dilakukan oleh siswa untuk belajar secara sungguh-sungguh untuk mencapai suatu prestasi yang telah ditetapkannya. C. Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dengan Prokrastinasi Akademik Menurut McClelland (1987), individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan memiliki kemampuan untuk menentukan standar prestasinya sendiri. Oleh sebab itu, penghargaan kemudian tidak akan banyak mempengaruhi tumbuhnya motivasi berprestasi. Lebih lanjut McClelland (1987) menyatakan dalam hal ini, motivasi berprestasi lebih berkaitan dengan aspek besarnya keinginan untuk mencapai kesuksesan. Hal demikian dapat dilihat dari upayaupaya yang dilakukan untuk menyelesaikan tugas dengan lebih baik dari pada

20 27 individu lain (better than others), kemampuan individu untuk menyelesaikan masalah secara cepat, kesediaan memikul tanggung jawab penting, serta adanya perencanaan atas setiap tindakan menuju kesuksesan. Aspek motivasi berprestasi ditunjukkan dengan aspek-aspek oleh McClelland (1987) antara lain (a) memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan tanggung jawab secara pribadi atas tindakan yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan, (b) menetapkan arah tujuan untuk berhasil dan sukses, (c) menetapkan tujuan yang sedang dan bekerja lebih keras. Menurut Bandura (2001), seseorang dengan motivasi berprestasi yang tinggi cenderung akan lebih banyak belajar dan berprestasi dari pada individu dengan motivasi berprestasi yang rendah, meskipun kemampuan yang dimiliki adalah sama. Hal demikian menunjukan bahwa individu-individu dengan kemampuan yang sama akan memiliki motivasi berprestasi yang berbeda ketika terdapat perbedaan motivasi berprestasi di antara individu-individu tersebut. Seorang individu yang memiliki keyakinan mampu menyelesaikan suatu tugas akan cenderung lebih meraih keberhasilan dari pada individuindividu yang tidak meyakini kemampuan dirinya sendiri dalam meraih keberhasilan. Bandura (2001) menyatakan, bagi seseorang yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah maka cenderung memiliki sikap atau perilaku menunda pekerjaan. Proses untuk menuju ke suatu tindakan untuk menunda pekerjaan tersebut tidak berlangsung dengan cepat akan tetapi melalui suatu proses dan waktu, misalkan seseorang sibuk dengan pekerjaan atau

21 28 aktivitasnya sehingga melupakan sejenak tugas akademik yang harus diselesaikannya dan pada saat tugas akademik tersebut harus dikumpulkan maka diselesaikan dengan cepat. Menurut Uyun (1998), prokrastinasi adalah kecenderungan untuk menunda dalam memulai, melaksanakan dan mengakhiri suatu aktivitas. Prokrastinasi akademik adalah prokrastinasi yang terjadi di lingkungan akademik. Prokrastinasi yang dilakukan seseorang menjadi indikasi kurangnya motivasi berprestasi (need for achievement) seseorang untuk tampil optimal seperti sering terlambat, persiapan yang terlalu lama sehingga tidak mampu menyelesaikan tugas tepat waktu. Mahasiswa sebagai penerus bangsa diharapkan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi yang ditunjukkan dengan semangat hidup yang tinggi, ulet, optimis dan memiliki dorongan untuk meraih sukses. Rizvi,dkk (1997) mengemukakan bahwa faktor motivasi berprestasi yang rendah dapat mendorong seseorang untuk melakukan prokrastinasi akademik. Sebab, ketika seseorang memiliki motivasi yang rendah, maka akan malas untuk memulai suatu pekerjaan sehingga kinerjanya akan menurun. Woolfolk (1996) menyatakan bahwa motivasi berprestasi sebenarnya memiliki aspek maintaining yaitu menjaga agar perilaku yang dimaksud tetap stabil. Seorang prokrastinator mudah sekali terganggu oleh interupsi dari luar yang tampak menyenangkan (Milgram, 1991). Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah biasanya menggunakan self handicapping strategy, dan strategi ini biasanya juga dipakai oleh prokrastinator (Midgley, dkk, 1996). Dalam hal ini

22 29 apabila seseorang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi maka memiliki prokrastinasi akademik yang rendah, begitu juga sebaliknya bagi sesorang yang motivasi berprestasi yang rendah maka memiliki prokrastinasi akademik yang tinggi. Berikut ini merupakan kerangka konsep dalam penelitian ini: Motivasi Berprestasi (X) Tinggi Rendah Prokrastinasi Akademik Rendah Prokrastinasi Akademik Tinggi Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Keterangan: X Y : Motivasi Berprestasi : Prokrastinasi Akademik

23 30 D. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi akademik. Semakin tinggi motivasi berprestasi maka semakin rendah prokrastinasi akademik, sebaliknya semakin rendah motivasi berprestasi maka semakin tinggi prokrastinasi akademik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik. Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin yaitu pro atau forward

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jika BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Tindakan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa 2.1.1. Pengertian Prokrastinasi Para ahli mempunyai pandangan yang berbeda mengenai prokrastinasi. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maju dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jadi prokrastinasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maju dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jadi prokrastinasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi 1. Pengertian Prokrastinasi Secara bahasa, istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendukung maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia, melalui upaya pengajaran dan pelatihan, serta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Prokrastinasi Akademik 2.1.1 Pengertian prokrastinasi Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Pendidikan itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari istilah belajar karena pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI BAB 2 TINJAUAN REFERENSI Dalam bab ini, penulis akan membahas variabel tunggal penelitian yaitu prokrastinasi akademik, kemudian bahasan mengenai definisi prokrastinasi akademik, definisi kegiatan ekstrakurikuler,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastinasi dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastinasi dengan awalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastinasi dengan awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Self efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Procrastination 1. Pengertian Procrastination Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan awalan pro yang berarti mendorong

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. kata pro yang artinya maju, ke depan, bergerak maju, dan crastinus yang

BAB II KAJIAN TEORI. kata pro yang artinya maju, ke depan, bergerak maju, dan crastinus yang BAB II KAJIAN TEORI A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastinare, dari kata pro yang artinya maju, ke depan, bergerak maju,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Definisi Self Efficacy Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk berhasil melakukan tugas tertentu (Bandura, 1997).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian dalam bidang tertentu. Semakin tinggi penguasaan seseorang terhadap suatu bidang, semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konseling konselor penddikan, dalam bidang industri HRD (Human Resources

BAB I PENDAHULUAN. konseling konselor penddikan, dalam bidang industri HRD (Human Resources BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan S1 psikologi merupakan bagian dari jenjang pendidikan tinggi tenaga kerja seperti dalam bidang pendidikan menjadi guru bimbingan dan konseling konselor penddikan,

Lebih terperinci

2014 GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PROKRASTINASI AKAD EMIK D ALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PAD A MAHASISWA PSIKOLOGI UPI

2014 GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PROKRASTINASI AKAD EMIK D ALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PAD A MAHASISWA PSIKOLOGI UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa dalam Peraturan Pemerintah RI No. 30 tahun 1990 adalah: Peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa akhir program S1 harus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat gambaran prokrastinasi pada mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Bina Nusantara. Landasan teori ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di perguruan tinggi dengan jurusan tertentu. Mahasiswa diharapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. di perguruan tinggi dengan jurusan tertentu. Mahasiswa diharapkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mahasiswa merupakan sekelompok individu yang sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi dengan jurusan tertentu. Mahasiswa diharapkan mendapatkan pelajaran dan pengalaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa atau peserta didik adalah mereka yang secara khusus diserahkan oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah, dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S1 ) Psikologi Disusun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility),

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Locus Of Control 2.1.1. Pengertian Locus Of Control Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966), seorang ahli teori pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Motif Berprestasi Ditinjau dari asal katanya, motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era teknologi dan globalisasi, manusia dituntut untuk menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting (Husetiya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Riska Tyas Perdani, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Riska Tyas Perdani, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mahasiswa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang yang belajar di perguruan tinggi. Arnett (dalam Santrock, 2011) menyatakan bahwa mahasiswa dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Kata prokrastinasi akademik sebenarnya sudah ada sejak lama, bahkan dalam salah satu prasasti di Universitas Ottawa

Lebih terperinci

sendiri seperti mengikuti adanya sebuah kursus suatu lembaga atau kegiatan

sendiri seperti mengikuti adanya sebuah kursus suatu lembaga atau kegiatan BAB I PENDAHULUAN Pendidikan adalah salah satu cara yang digunakan agar sesorang mendapatkan berbagai macam ilmu. Pendidikan dapat diperoleh secara formal maupun informal. Pendidikan secara formal seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi. Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dari kata pro yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi. Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dari kata pro yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi 1. Pengertian Prokrastinasi Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dari kata pro yang artinya maju, ke depan, bergerak maju dan crastinus yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan mahasiswa. Masalah menyontek selalu terjadi dalam dunia pendidikan dan selalu terkait dengan tes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh manusia. Pendidikan bisa berupa pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di suatu lembaga sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan sebagai masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang dan karenanya kita dituntut untuk terus memanjukan diri agar bisa

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang dan karenanya kita dituntut untuk terus memanjukan diri agar bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan dan merupakan kunci utama untuk mencapai kemajuan suatu bangsa. Pendidikan dapat memotivasi terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini remaja memiliki kecenderungan untuk tumbuh berkembang guna mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh dinamika-dinamika untuk mengakarkan diri dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. oleh dinamika-dinamika untuk mengakarkan diri dalam menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, masa yang dikuasai oleh dinamika-dinamika untuk mengakarkan diri dalam menghadapi kehidupan, dimana masa untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ProkrastinasiAkademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastinare, dari kata pro yang artinya maju, ke depan, bergerak maju, dan crastinus yang berarti besok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan masa yang memasuki masa dewasa, pada masa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan masa yang memasuki masa dewasa, pada masa tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan peserta didik yang terdaftar dan sedang menempuh proses pendidikan di Perguruan Tinggi. Pada umumnya mahasiswa berusia antara 18-24 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PROKRASTINASI AKADEMIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PROKRASTINASI AKADEMIK BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PROKRASTINASI AKADEMIK 1. Pengertian prokrastinasi Prokrastinasi merupakan suatu fenomena yang seringkali terjadi saat ini terlebih dikalangan pelajar. Milgram (Ferrari, dkk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta cakupan dan batasan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta cakupan dan batasan masalah. BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini berisi mengenai gambaran dari penelitian secara keseluruhan. Isi dalam bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku belajar seorang siswa sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pembelajarannya. Sesuai dengan pendapat Roestiah (2001), belajar yang efisien dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk membagi waktunya dengan baik dalam menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk membagi waktunya dengan baik dalam menyelesaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai subyek menuntut ilmu di perguruan tinggi tidakakan terlepas dari keaktivan belajar dan mengerjakan tugas. Salah satu kriteria yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh. berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari pendidikan adalah membantu anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh karena itu pendidikan sangat dibutuhkan baik bagi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik. seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll.

BAB II LANDASAN TEORI. atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik. seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jejaring Sosial Facebook 2.1.1 Pengertian Jejaring Sosial Facebook Pengertian jejaring sosial menurut Wikipedia (2012) adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam suatu pendidikan formal, seperti SMA/SMK terdapat dua kegiatan yang tidak dapat terpisahkan yaitu belajar dan pembelajaran. Kedua kegiatan tersebut melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian ini. Bagian pertama menerangkan tentang prilaku prokrastinasi akademik, bagian kedua menerangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. siswa. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. siswa. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa terdiri dari dua kata yaitu maha yang berarti besar dan siswa yang berarti orang yang sedang melakukan pembelajaran, jadi mahasiswa merupakan seseorang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. hanya kadang kadang (Sapadin & Maguire, 1996:4). Prokrastinasi sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. hanya kadang kadang (Sapadin & Maguire, 1996:4). Prokrastinasi sebagai 19 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PROKRASTINASI 1. Pengertian Prokrastinasi Hampir setiap individu melakukan prokrastinasi walaupun mungkin hanya kadang kadang (Sapadin & Maguire, 1996:4). Prokrastinasi sebagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA. Wheny Ervita Sari Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA. Wheny Ervita Sari Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA Wheny Ervita Sari Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada setiap individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau statusnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pada setiap individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau statusnya sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki era globalisasi sekarang ini, manusia dituntut untuk dapat menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting, namun sampai sekarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata movere yang berarti dorongan atau daya gerak. Motivasi adalah penting karena dengan adanya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Sumahamijaya, 2003 Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantungpada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini prokrastinasi sudah menjadi fenomena di kalangan umum dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena penunda-nundaan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada Perguruan Tinggi. Menurut Feldman dan Eliot, 1990 Remaja saat ini mengalami tuntutan dan harapan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini, perusahaan menyadari akan pentingnya sumber daya manusia. Keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh sumber daya yang ada di dalamnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu fenomena yang kerap terjadi di kalangan mahasiswa adalah prokrastinasi akademik. Menurut Lay (LaForge, 2005) prokrastinasi berarti menunda dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu usaha pada tiap individu dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Pengertian Kata motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere, yang berarti bergerak ( move ). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan sesuatu, membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Tuhan yang diberi berbagai kelebihan yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia adalah akal pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Pada awal abad ke-21 ini, telah memasuki suatu rentangan waktu yang sangat menentukan, dengan ditandai perubahan-perubahan besar yang belum pernah terjadi sepanjang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, dan membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai generasi muda penerus bangsa sangat diharapkan dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap kemajuan bangsa, juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangkan kualitas produknya. Karyawan merupakan harta terpenting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangkan kualitas produknya. Karyawan merupakan harta terpenting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karyawan merupakan aset bagi perusahaan, setiap perusahaan membutuhkan karyawan untuk dapat melangsungkan kegiatan dan mengembangkan kualitas produknya. Karyawan

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha

Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan atau proses pembelajaran mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan Bangsa

Lebih terperinci

Prinsip Prinsip Wirausaha

Prinsip Prinsip Wirausaha Prinsip Prinsip Wirausaha 1. Mengenal potensi diri sebelum melangkah untuk melakukan usaha seseorang harus mampu mengenal dirinya sendiri baik mengenal kelemahan maupun potensi yang ada dalam dirinya 2.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Steel (2007) mengemukakan prokrastinasi sebagai suatu perilaku menunda dengan sengaja melakukan kegiatan yang diinginkan walaupun individu mengetahui bahwa perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sekali, tetapi penundaan yang sekali itu bisa dikatakan dengan menundanunda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sekali, tetapi penundaan yang sekali itu bisa dikatakan dengan menundanunda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti pernah melakukan suatu penundaan atau menunda. Namun terkadang individu melakukan penundaan hanya sekali, tetapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mahasiswa 1. Defenisi Mahasiswa Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku prokrastinasi itu sendiri membawa dampak pro dan kontra terhadap

BAB I PENDAHULUAN. perilaku prokrastinasi itu sendiri membawa dampak pro dan kontra terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Prokrastinasi akademik merupakan masalah serius yang membawa konsekuensi bagi pelakunya (Gunawinata dkk., 2008: 257). Konsekuensi dari perilaku prokrastinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang akademik, dimana hasil akhir pendidikan dapat mempengaruhi masa depan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. bidang akademik, dimana hasil akhir pendidikan dapat mempengaruhi masa depan seseorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Salah satu aspek yang penting dalam kehidupan adalah kesuksesan atau kegagalan di bidang akademik, dimana hasil akhir pendidikan dapat mempengaruhi masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan pembangunan di berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, ekonomi, teknologi dan budaya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai dari tugas rumah tangga, tugas dari kantor ataupun tugas akademis. Banyaknya tugas yang diberikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA MA AL-HIDAYAH WAJAK MALANG ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA MA AL-HIDAYAH WAJAK MALANG ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA MA AL-HIDAYAH WAJAK MALANG Ilham Nuruddin Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang ABSTRAK Kebiasaan menunda adalah sebuah kebiasaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Flow Akademik 1. Definisi Flow Akademik Menurut Bakker (2005), flow adalah suatu keadaan sadar dimana individu menjadi benar-benar tenggelam dalam suatu kegiatan, dan menikmatinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap perkembangan remaja akhir (18-20 tahun)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang lebih baik.tidak dipungkiri lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang lebih baik.tidak dipungkiri lagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas begitu penting di era modern ini, yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang lebih baik.tidak dipungkiri lagi kemajuan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Bekerja 1. Pengertian Motivasi Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar adalah motif ( motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bisnis yang bergerak di bidang jasa adalah perbankan. Di era

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bisnis yang bergerak di bidang jasa adalah perbankan. Di era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bisnis yang bergerak di bidang jasa adalah perbankan. Di era globalisasi ini kompetisi antar bank menjadi sangat ketat. Perkembangan bisnis yang baik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kebutuhan ini tercermin dengan adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan

BAB II LANDASAN TEORI. kebutuhan ini tercermin dengan adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Berprestasi 1. Definisi Motivasi berprestasi Menurut Mc. Clelland (1987) motivasi berprestasi adalah sebuah kebutuhan untuk dapat bersaing atau melampaui standar pribadi.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN PROKRASTINASI KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN PROKRASTINASI KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA MANAJEMEN DIRI DENGAN PROKRASTINASI KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL SKRIPSI Disusun untuk melengkapi sebagian syarat Mencapai derajat gelar sarjana S-1 Psikologi Oleh : Novita Indria Megawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah label yang diberikan kepada seseorang yang sedang menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah label yang diberikan kepada seseorang yang sedang menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah label yang diberikan kepada seseorang yang sedang menjalani jenjang pendidikan di universitas atau sekolah tingggi (KBBI, 1991). Tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Mahasiswa yang Bekerja 2.1.1 Definisi Mahasiswa Definisi mahasiswa menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997), bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari pendidikan adalah membantu anak mengembangkan potensinya semaksimal mingkin, karena itu pendidikan sangat dibutuhkan baik bagi anak maupun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. waktu yang telah ditentukan sering mengalami keterlambatan, mempersiapkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. waktu yang telah ditentukan sering mengalami keterlambatan, mempersiapkan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Prokrastinasi Seseorang yang mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai batas waktu yang telah ditentukan sering mengalami keterlambatan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Variabel penelitian memiliki beberapa jenis, pada peneltian ini jenis

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO Al Khaleda Noor Praseipida 15010113140128 Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro alkhaseipida@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak ke periode dewasa. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan. Orang rela membayar mahal untuk dapat mengecap pendidikan di perguruan tinggi. Salah

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. Hubungan Antara..., Bagus, Fakultas Psikologi 2016

1.1 Latar Belakang. Hubungan Antara..., Bagus, Fakultas Psikologi 2016 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan keaslian penelitian 1.1 Latar Belakang Memasuki era perkembangan

Lebih terperinci

Belajar Investasi Masa Depan * Kata Kunci : Motivasi, Belajar, Masa depan.

Belajar Investasi Masa Depan * Kata Kunci : Motivasi, Belajar, Masa depan. Belajar Investasi Masa Depan * Oleh: Ibrahim Chalid** Abstrak Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. waktu yang dimiliki. Artinya, seseorang menyelesaikan pekerjaan di bawah waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. waktu yang dimiliki. Artinya, seseorang menyelesaikan pekerjaan di bawah waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang dihadapi mahasiswa dalam menyelesaikan studi adalah pengelolaan waktu atau disiplin waktu. Mengelola waktu berarti mengarah pada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia untuk berusaha menyesuaikan diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah mempercepat modernisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut manusia untuk bisa bertindak dan menghasilkan karya. Mahasiswa sebagai anggota dari suatu lembaga

Lebih terperinci