BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat berlangsung terus tanpa tersedianya air yang cukup. Keseluruhan air yang

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan, karena kehidupan di dunia tidak dapat berlangsung terus tanpa tersedianya air yang cukup. Keseluruhan air yang ada di atas dan di dalam bumi, 97% dari padanya terdapat di dalam laut dan lautan yang bergaram, dan 2,25% terdapat di dalam salju dan es. Jumlah air tawar yang tersedia dan siap dipakai manusia sangat terbatas, tetapi kebutuhan akan air ini selalu meningkat karena meningkatnya populasi dan kegiatan manusia di segala bidang (Asmadi, 2011). Kebutuhan yang pertama bagi terselenggaranya kesehatan yang baik adalah tersedianya air yang memadai dari segi kuantitas dan kualitasnya yaitu memenuhi syarat kebersihan dan keamanan. Selain itu, air bersih juga harus tersedia secara kontinyu, menarik dan dapat diterima oleh masyarakat agar mendorong masyarakat untuk memakainya. Apabila tidak demikian, masyarakat akan memakai air yang kurang atau tidak bersih, yang berasal dari sumber lain yang tidak terjamin kualitas dan penyediaannya (Asmadi, 2011). Sementara menurut Achmad (2004), kuantitas air berhubungan dengan adanya bahan-bahan lain terutama senyawa-senyawa kimia baik dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik juga adanya mikroorganisme yang memegang peranan penting dalam menentukan komposisi kimia air. 1

2 Menurut Kusnaedi (2002), air dengan kualitas yang kurang baik jika digunakan dapat mengakibatkan muntaber, diare, kolera, tipus, atau disentri. Hal ini dipertegas dengan hasil laporan World Health Organization (WHO), dimana WHO meginformasikan bahwa kematian yang disebabkan karena waterborne disease mencapai jiwa/tahun. Masih menurut WHO, dari semua kematian yang berakar pada buruknya kualitas air dan sanitasi, diare merupakan penyebab kematian terbesar yaitu jiwa/tahun. Salah satu sumber air di muka bumi adalah air tanah. Air tanah merupakan salah satu sumber air terbesar yang masih banyak digunakan oleh tiap-tiap rumah tangga di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan. Namun seringkali timbul masalah pada air tersebut akibat adanya kontaminan yang masuk dalam air tanah. Menurut Darmono (2001), biasanya kontaminan yang mencemari permukaan air akan disaring oleh tanah sehingga air menjadi cukup bersih di dalam air tanah. Tetapi apabila pencemarannya sangat berat dan melebihi kapasitas filtrasi tanah, maka daya filtrasi tanah tersebut akan menurun. Daya filtrasi sangat bergantung pada jenis dan tipe tanahnya. Berdasarkan data hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa jenis sumber air untuk seluruh kebutuhan rumah tangga di Indonesia pada umumnya adalah sumur gali terlindung (29,2%), sumur pompa (24,1%), dan air ledeng/pdam (19,7%). Di perkotaan, lebih banyak rumah tangga yang menggunakan air dari sumur bor/pompa (32,9%) dan air ledeng/pdam (28,6%), sedangkan di perdesaan lebih banyak yang menggunakan sumur gali terlindung (32,7%) (Atmarita, 2013).

3 Cakupan air bersih untuk masyarakat pedesaan dan perkotaan yaitu pada tahun 1999 dari data BPPT, untuk daerah perkotaan 45% dan daerah pedesaan 36%. Sementara di tahun 2005 dari data Departemen Pekerjaan Umum menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang sudah mendapatkan pelayanan air bersih untuk daerah perkotaan 49% dan daerah pedesaan 23% (Asmadi, 2011). Pada beberapa tahun belakangan ini diperoleh data bahwa di tahun 2009 hanya 49,82% masyarakat Indonesia yang dapat menggunakan air bersih. Data dari BPS tahun 2010, mengalami kenaikan menjadi 55,04% masyarakat Indonesia yang menerima air bersih. Sedangkan pada tahun 2011, berdasarkan data dari Sekretariat Kabinet RI menjelaskan adanya kenaikan hingga 51,79%. Tetapi nilai ini dikatakan belum mencapai target nasional yaitu 53,26%. Menurut Darmono (2001), berbagai kuman penyebab penyakit pada makhluk hidup seperti bakteri, virus, protozoa dan parasit sering mencemari air. Kuman yang masuk ke dalam air tersebut berasal dari buangan limbah rumah tangga maupun buangan dari industri peternakan, rumah sakit, tanah pertanian dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Garba (2014) tentang dampak aktivitas antropogenik terhadap kualitas sumber daya air di Kota Kaduna, Nigeria. Kegiatan manusia yang ada di kota Kaduna yaitu kegiatan industri, pertanian dan domestik. Sampel pada penelitian ini berjumlah 12 yaitu 8 sampel air tanah dan 4 sampel air permukaan (sungai Kaduna). Selanjutnya akan dilihat kualitas airnya melalui pemeriksaan parameter kimia-fisika dan mikrobiologi yaitu ph, suhu, konduktivitas, TDS, DO, BOD, Pb, minyak dan lemak, dan Coliform. Hasil penelitian

4 menunjukkan bahwa air permukaan mengandung logam yang tinggi sedangkan air tanah mengandung semua kontaminan. Pada air tanah dari 9 parameter yang diperiksa menunjukkan 6 parameter memiliki nilai yang lebih dari standart yang ditetapkan WHO yaitu ph (5,93-6,44), BOD (18,28-29,21 mg/l), DO (2,82-2,87 mg/l), Pb (0,19-0,54 mg/l), total coliform (48,57-65,57 cfu/ml) dan konduktivitas ( 524,29-524,36 μs/cm). Khusus untuk coliform, kadar yang tinggi dari coliform kemungkinan akibat dari penanganan limbah yang tidak tepat di wilayah domestik dan pertanian yang memengaruhi air permukaan melalui saluran pembuangan limbah yang masuk ke saluran air melalui interaksi air tanah/permukaan (Masamba & Mazvimavi, 2008 dalam Garba, 2014); serta kondisi sanitasi sumur yang buruk (Machiwa, 1992 dan Bordalo dan Savva- Bordalo, 2007 dalam Garba, 2014). Sumur gali merupakan salah satu konstruksi sumur untuk memperoleh air tanah. Penggunaan sumur juga harus memperhatikan syarat-syarat kesehatan yang telah ditetapkan, karena jika tidak maka akan banyak kemungkinan timbul masalah berupa masuknya bahan kontaminan dalam air sumur. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan (Entjang, 2000) bahwa sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dari permukaan tanah. Oleh karena itu dengan mudah terkena kontaminasi melalui rembesan. Umumnya rembesan berasal dari tempat buangan kotoran manusia kakus / jamban dan hewan, juga dari limbah sumur itu sendiri, baik karena lantainya maupun saluran air limbahnya yang tidak kedap air. Jika dilihat dari kuantitasnya, kebutuhan air bersih di pedesaan masih terbilang cukup. Dimana air yang bersumber dari air tanah jumlahnya masih

5 melimpah. Namun yang menjadi masalah adalah kualitas airnya. Kualitas air yang sering digunakan ini termasuk yang tidak baik. Biasanya air tersebut tidak layak digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar sumber air yang berdekatan dengan industry / pabrik, tempat pembuangan sampah, septic tank, kandang ternak atau kondisi tanah dari wilayah tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mile (2012), dimana pada daerah penelitian yang menunjukkan bahwa jarak sumur dengan septic tank rata-rata 6,95 meter menyebabkan keberadaan bakteri di dalam air sumur tersebut. Air sumur ini diperiksa kandungan bakterinya pada dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sumur 6 dan 7 dengan jarak masing-masing 3,9 meter dan 3,5 meter maka jumlah total bakterinya adalah 7,0 x 10 5 / 100 ml dan 8,2 x 10 5 /100 ml. Sementara pada musim kemarau, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sumur 7 dan 2 dengan jarak masing-masing 3,5 meter dan 4,5 meter maka jumlah total bakterinya adalah 8,0 x 10 5 /100 ml dan 5,5 x 10 5 /100 ml. Penelitian yang dilakukan oleh Marsono (2009), dari faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas bakteriologis air sumur gali (40 sampel) yang diukur maka yang cukup berpengaruh adalah jarak kandang dengan prilaku dalam bentuk tindakan. Jarak sumber pencemar dengan sumur gali yang kurang dari 10 meter berjumlah 34 sumur (85%) dari total 40 sumur dan masyarakat yang memiliki tindakan buruk dalam memanfaatkan sumur gali yaitu 24 orang (60%) dari total responden 40 orang. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi

6 (korelasi Product Moment Pearson) -0,044 untuk jarak sumber pencemar. Koefisien korelasi berharga negatif berarti semakin jauh jarak sumber pencemar dari sumur gali, semakin kecil kadar mikroorganisme dalam air sumur dan sebaliknya. Sementara itu untuk tindakan menunjukkan bahwa hasil uji statistik menggunakan Chi-Square diperoleh koefisien probabilitas atau p value 0,001 lebih kecil dari 0,05. Berarti perilaku dalam bentuk tindakan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kadar mikroorganisme dalam air sumur gali. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Pujiati (2010), dimana meskipun kondisi septic tank ada juga yang tidak memenuhi syarat namun yang mempunyai andil besar dalam memengaruhi kandungan bakteri coliform pada air sumur gali dengan konstruksi sumur yang sebagian besar tidak memenuhi syarat adalah adanya sumber pencemar lain yaitu keberadaan kandang ternak. Adapun hasil analisis pengaruh jarak sumur gali dengan septic tank terhadap kandungan bakteri coliform pada air sumur gali menunjukkan pengaruh yang signifikan dimana p (0,000) lebih kecil dari α (0,0 5). Sementara pada uji t nilai t hitung adalah -6,576, nilai negatif artinya bahwa semakin jauh jarak antara sumur gali dengan septic tank maka kandungan bakteri coliform pada air sumur gali akan semakin sedikit. Keberadaan kandang ternak yang dekat dengan rumah dijumpai di desa Klambir, kecamatan Hamparan Perak. Hewan ternak yang ada disana yaitu Kambing dan Lembu. Keadaan ini menggambarkan sanitasi masyarakat yang rendah terhadap penempatan kandang ternak yang dekat dengan rumah. Masyarakat disana kurang memahami juga bahaya yang dapat ditimbulkan dari keberadaan kandang ternak yang

7 dekat dengan rumah, khususnya jika berdekatan dengan sumber air dalam rumah tersebut. Kotoran dari hewan ternak dapat merembes ke dalam tanah yang akhirnya akan masuk ke dalam air tanah. Bahkan masyarakat disana memanfaatkan sumur gali sebagai sumber air untuk mencukupi kebutuhan air bersih. Sumur gali yang digunakan adalah sumur dangkal, padahal sumur dangkal merupakan salah satu sumber air yang mudah tercemar oleh kontaminan yang ada di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Olomukoro dan Oviojie (2014) mengukur E.coli pada dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Penelitian dilakukan di Pemukiman Udu (Delta State), Nigeria. Daerah penelitian merupakan dataran rendah yang ditandai oleh dua musim yaitu musim kemarau (November-Maret) dan musim hujan (April-Oktober). Intensitas hujan berkurang pada pertengahan bulan Agustus. Pada wilayah ini ada aktivitas domestik dan industri sehingga menghasilkan limbah yang dapat mencemari air tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata E.coli bervariasi dari 1, cfu/ml menjadi 2, cfu/ml. Pada musim kemarau menunjukkan nilai-nilai yang minimal, namun nilai yang tinggi tercatat pada musim hujan antara bulan Agustus dan September (sumur 4). Ada perbedaan yang signifikansi (P<0,05) dalam nilai-nilai yang diperoleh untuk E.coli pada air sumur. Sebuah tes posterior DMR mengungkapkan bahwa E.coli pada sumur 4 (2, cfu/ml) secara signifikan lebih tinggi dari sumur lainnya. Hal ini dapat dianggap berasal dari kondisi sanitasi yang buruk dari penduduk yang mendiami lokasi ini. Umumnya, terjadinya populasi coliform tinggi di semua sampel air merupakan indikasi dari kondisi sanitasi yang buruk di masyarakat.

8 Dalam memenuhi kebutuhan air minum, warga desa Klambir ada yang memanfaatkan air isi ulang. Bagi yang menggunakan sumur bor, biasanya mereka memanfaatkan air sumur tersebut untuk air minum dengan cara memasaknya terlebih dahulu. Sedangkan bagi warga yang mempunyai sumur gali, air sumur tersebut digunakan untuk keperluan mencuci piring, mencuci beras dan mencuci sayuran serta yang lainnya. Hal ini mereka lakukan karena mereka menganggap air sumur gali tersebut aman jika digunakan. Survei awal yang dilakukan untuk melihat kondisi lingkungan di desa Klambir ditemukan bahwa ada beberapa jarak kandang ternak dengan sumur ± 4 m. Sementara (Entjang, 2000) menyatakan bahwa dari kesimpulan pendapat beberapa pakar lokasi sumur tidak boleh kurang dari 10 meter dari sumber pencemar. Hal ini dipertegas oleh penelitian yang dilakukan oleh Gotaas, dkk dalam Soeparman (2002), sumber kontaminasi yang berupa tinja manusia yang ditempatkan dalam lubang yang menembus permukaan air tanah. Sampel positif organisme coliform didapatkan pada jarak 4 sampai 6 m dari sumber kontaminasi. Daerah kontaminasi melebar ke luar sampai kira-kira 2 m pada titik yang berjarak sekitar 5 m dari jamban dan menyempit pada kira-kira 11 m. Selain melihat kondisi lingkungan, dalam survei awal peneliti juga melakukan pemeriksaan pada dua sampel air sumur warga desa Klambir sebagai data awal untuk mengetahui jumlah bakteri coliform dalam air sumur tersebut. Hasil pemeriksaan kedua sampel yang diambil menunjukkan bahwa pada sampel sumur gali dengan

9 kedalaman ± 5-6 meter total coliform 430/100 ml sampel air sedangkan pada air sumur bor dengan kedalaman 18 meter total coliform 20/100 ml sampel air. Melihat hal ini kemungkinan masuknya bakteri yang berasal dari kotoran ternak ke dalam sumur gali cukup besar. Selain juga kondisi tanah yang dapat memengaruhi perjalanan bakteri tersebut hingga masuk ke dalam sumur gali. Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh jarak kandang ternak terhadap sumur gali dengan keberadaan Total coliform pada sumur gali tersebut Permasalahan Keberadaan sumber pencemar di sekitar sumur gali dapat menyebabkan kontaminasi pada air sumur. Kontaminan berupa bakteri yang dihasilkan akan masuk ke dalam sumur melalui pori-pori tanah. Kemampuan menembus pori-pori tanah juga sesuai dengan tekstur tanah yang akan dilalui. Untuk itu perlu diteliti bagaimana pengaruh jarak kandang ternak dan konstruksi sumur gali yang menyebabkan keberadaan bakteri coliform dalam air sumur gali tersebut Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pengaruh jarak kandang ternak terhadap total coliform air sumur gali. b. Untuk mengetahui pengaruh jumlah titik pencemar terhadap total coliform air sumur gali.

10 c. Untuk mengetahui pengaruh konstruksi sumur gali terhadap total coliform air sumur gali. d. Untuk mengetahui pengaruh porositas tanah terhadap total coliform air sumur gali. e. Untuk mengetahui pengaruh permeabilitas tanah terhadap total coliform air sumur gali. f. Untuk mengetahui pengaruh tekstur tanah terhadap total coliform air sumur gali. g. Untuk mengetahui pengaruh aktivitas pengguna air sumur gali terhadap total coliform air sumur gali. h. Untuk mengetahui pengaruh frekuensi pemompaan sumur gali terhadap total coliform air sumur gali Hipotesis a. Ada pengaruh antara jarak kandang ternak terhadap total coliform air sumur gali. b. Ada pengaruh antara jumlah titik pencemar terhadap total coliform air sumur gali. c. Ada pengaruh antara konstruksi sumur gali terhadap total coliform air sumur gali. d. Ada pengaruh antara porositas tanah terhadap total coliform air sumur gali. e. Ada pengaruh antara permeabilitas tanah terhadap total coliform air sumur gali. f. Ada pengaruh antara tekstur tanah terhadap total coliform air sumur gali. g. Ada pengaruh antara aktivitas pengguna air sumur gali terhadap total coliform air sumur gali.

11 h. Ada pengaruh frekuensi pemompaan sumur gali terhadap total coliform air sumur gali Manfaat Penelitian a. Memberi informasi kepada masyarakat bahwa keberadaan kandang ternak yang terlalu dekat dengan sumber air dapat menimbulkan kontaminasi pada air sumur gali. b. Memberikan masukan kepada pemerintah setempat tentang kebijakan pengelolaan kandang ternak dalam pengendalian kotoran ternak supaya tidak mencemari air tanah c. Menjadi pedoman bagi penelitian selanjutnya sehingga dapat melakukan kajian yang lebih mendalam. d. Menambah wawasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.