RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2018 TIM PENGENDALIAN INFLASI PUSAT (TPIP)

Transkripsi

1 RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2018 TIM PENGENDALIAN INFLASI PUSAT (TPIP) Koreksi Harga Pangan Kembali Mendorong Deflasi September 2018 INFLASI IHK Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2018 tetap terkendali atau berada dalam kisaran sasaran 3,5%±1% (yoy). Inflasi IHK pada September 2018 mencapai 2,88% (yoy), menurun dibandingkan bulan lalu sebesar 3,20% (yoy). Penurunan inflasi IHK didorong oleh penurunan seluruh kelompok disagregasi inflasi IHK (Grafik 1). Secara bulanan, inflasi IHK pada September 2018 kembali mengalami deflasi, yakni sebesar 0,18% (mtm) 1, lebih dalam dibandingkan deflasi bulan lalu sebesar 0,05% (mtm). Deflasi IHK yang lebih dalam terutama bersumber dari deflasi kelompok volatile food (Grafik 2). Dengan perkembangan tersebut, inflasi secara kumulatif sampai dengan September 2018 mencapai 1,94% (ytd) (Tabel 1). Grafik 1. Disagregasi Inflasi Tahunan Tabel 1. Disagregasi Inflasi September 2018 Grafik 2. Disagregasi Sumbangan Inflasi Bulanan Secara spasial, terkendalinya inflasi terjadi di hampir seluruh provinsi. Hampir seluruh provinsi mencatatkan inflasi IHK di dalam rentang sasaran inflasi nasional (3,5%±1%), kecuali Papua yang mengalami inflasi sebesar 5,31% (yoy) (Gambar 1). Tingginya inflasi di Papua terutama disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi angkutan udara dan berbagai komoditas ikan segar di sepanjang Secara bulanan, deflasi terjadi di seluruh kawasan. Pada September 2018 seluruh kawasan 1 Angka tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi IHK September empat tahun terakhir sebesar 0,14% (mtm) 1

2 mengalami deflasi, yakni berturut-turut di KTI (-0,47%), disusul oleh Sumatera (-0,18%) dan Jawa (- 0,10%). Deflasi di KTI terutama disumbang oleh Sulawesi (-0,80%) dan Sulampua (-0,67%). Hampir seluruh daerah mencatatkan deflasi, kecuali Sumatera Utara, Bengkulu, dan Papua (Gambar 2). Sulawesi Tengah mengalami deflasi terdalam (-1,22%) yang disumbang oleh koreksi harga subkelompok ikan segar (selar, cakalang, ekor kuning, mujair). Sementara itu setelah mengalami deflasi terdalam pada bulan sebelumnya, pada bulan ini Bengkulu mencatatkan inflasi tertinggi seiring kembali normalnya tarif angkutan udara. Gambar 1. Peta Inflasi Daerah Tahunan Gambar 2. Peta Inflasi Daerah Bulanan Ke depan, inflasi tahun 2018 diperkirakan tetap berada pada sasaran inflasi, yaitu 3,5%±1%. Dengan perkembangan terkini, inflasi IHK tahun 2018 diperkirakan sebesar 3,4% (yoy) 2. Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi akan terus diperkuat, terutama sebagai antisipasi risiko meningkatnya inflasi volatile food. INFLASI INTI Inflasi inti tetap terkendali. Inflasi inti tercatat sebesar 2,82% (yoy), menurun dari bulan lalu sebesar 2,90% (yoy) yang didorong oleh melambatnya inflasi inti non traded di tengah relatif stabilnya inflasi inti traded (Grafik 3). Penurunan inflasi inti non traded tersebut juga tercermin pada penurunan inflasi kelompok jasa (Grafik 4). Sejalan dengan kelompok jasa, inflasi pada kelompok barang juga sedikit melambat khususnya kelompok barang non durable di tengah berlanjutnya kenaikan inflasi kelompok barang durable (Grafik 5). Selanjutnya, penurunan inflasi inti bersumber dari perlambatan inflasi kelompok pangan dan non pangan (Grafik 6). Terkendalinya inflasi inti hingga September 2018 tidak terlepas dari konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi, termasuk dalam menjaga pergerakan nilai tukar sesuai fundamentalnya. Secara bulanan, inflasi inti tercatat sebesar 0,28% (mtm), lebih rendah dibandingkan inflasi bulan lalu sebesar 0,30% (mtm) 3. Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan inflasi adalah uang kuliah akademi/perguruan tinggi, emas perhiasan, upah tukang bukan mandor, upah pembantu rumah tangga dan mie. 2 Proyeksi Bank Indonesia September Angka tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi inti September empat tahun terakhir sebesar 0,35% (mtm), namun lebih tinggi dibandingkan proyeksi Bank Indonesia sebesar 0,22% (mtm). 2

3 Grafik 3. Inflasi Inti Traded dan Non Traded (yoy) Grafik 4. Inflasi Inti Barang dan Jasa (yoy) Grafik 5. Inflasi Barang Durable dan Barang Non Durable (yoy) Grafik 6. Inflasi Inti Food Non Food (yoy) Inflasi inti kelompok traded relatif stabil. Inflasi inti traded pada September 2018 tercatat sebesar 2,55% (yoy) relatif stabil dibandingkan bulan lalu sebesar 2,54% (yoy) seiring penurunan harga komoditas global di tengah kenaikan depresiasi Rupiah (Grafik 7). Depresiasi Rupiah meningkat dari 9,16% (yoy) menjadi 11,73% (yoy) pada September Sementara itu, harga komoditas global (IHIM) mengalami deflasi yang lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya yaitu dari deflasi 8,73% (yoy) menjadi deflasi 12,68% (yoy). Deflasi IHIM tersebut bersumber dari deflasi IHIM Pangan yang lebih dalam serta IHIM Lainnya yang juga mencatat deflasi di tengah melambatnya inflasi IHIM Minyak. Secara bulanan inflasi inti traded meningkat dari 0,19% (mtm) menjadi 0,28% (mtm) didorong baik oleh kelompok pangan maupun non pangan (Grafik 8). Inflasi inti traded pangan meningkat dari 0,07% (mtm) menjadi 0,16% (mtm) terutama didorong oleh komoditas mie. Sementara itu, inflasi inti traded non pangan meningkat dari 0,22% (mtm) menjadi 0,31% (mtm) terutama didorong oleh komoditas emas perhiasan. Kenaikan inflasi inti traded bulanan tersebut seiring dengan meningkatnya tekanan depresiasi Rupiah bulanan di tengah koreksi harga komoditas global. 3

4 Grafik 7. Tekanan Eksternal Nilai Tukar dan IHIM Grafik 8. Inflasi Inti Traded (mtm) No. Tabel 2. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Inti Bulanan September 2018 Komoditas Inflasi/Deflasi (% mtm) Sumbangan mtm (%) Provinsi Pencatat Inflasi Tertinggi mtm (%) INFLASI 1 AKADEMI/PERGURUAN TINGGI Sulawesi Tengah (14,54%), Papua (9,39%), dan Lampung (4,41%) 2 EMAS PERHIASAN Kepulauan Riau (1,79%), Bangka Belitung (1,74%), dan Sulawesi Selatan (1,68%) 3 UPAH PEMBANTU RT Sumatera Selatan (1,53%), Maluku (1,41%), dan DKI Jakarta (0,96%) 4 MIE Lampung (14,49%), Sumatera Utara (3,25%), dan Kalimantan Timur (0,49%) 5 TUKANG BUKAN MANDOR Maluku Utara (1,47%), Jawa Tengah (0,71%), dan Aceh (0,69%) Inflasi inti non traded menurun didorong baik oleh kelompok pangan maupun non pangan. Pada bulan September 2018, inflasi inti non traded melambat dari 3,18% (yoy) menjadi 3,03% (yoy) pada September 2018 (Grafik 3). Penurunan inflasi tersebut bersumber dari penurunan inflasi seluruh kelompok jasa kecuali jasa kesehatan dan komunikasi (Grafik 9). Secara bulanan, inflasi inti non traded sedikit melambat dari 0,39% (mtm) menjadi 0,28% (mtm) bersumber dari kelompok pangan dan non pangan (Grafik 10). Inflasi inti non traded pangan melambat sejalan dengan koreksi kelompok volatile food. Perlambatan inflasi non traded lebih lanjut tertahan oleh peningkatan inflasi uang kuliah akademi/perguruan tinggi dan upah (pembantu rumah tangga dan tukang bukan mandor). Sumbangan inflasi uang kuliah akademi/perguruan tinggi pada September 2018 lebih rendah dibandingkan ratarata historisnya selama empat tahun terakhir (Grafik 11). Sementara itu inflasi upah tukang bukan mandor lebih tinggi dari historisnya selama empat tahun terakhir (Grafik 12). Grafik 9. Komponen Inflasi Inti Jasa (yoy) Grafik 10. Inflasi Inti Non Traded (mtm) 4

5 Grafik 11. Sumbangan Inflasi Uang Kuliah Akademi/Perguruan Tinggi Grafik 12. Inflasi Tukang Bukan Mandor Tekanan permintaan domestik masih terbatas. Indikator demand sensitive to inflation dan core flexible price kembali melambat pada September 2018 masing-masing menjadi sebesar 2,61% (yoy) dan 3,52% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,70% (yoy) dan 3,60% (yoy) (Grafik 13). 4 Tekanan permintaan yang masih terbatas ini tercermin dari perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi dan M2. Pertumbuhan kredit konsumsi sedikit menurun dari 11,49% (yoy) ke 11,40% (yoy) di bulan Agustus Pertumbuhan M2 juga melambat menjadi 5,9% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 6,20% (yoy). Grafik 13. Core Flexible Price dan Demand Sensitive to Inflation Grafik 14. Ekspektasi Inflasi Concensus Forecast, CPI Sticky Price dan Core Sticky Price Sementara itu, ekspektasi inflasi terindikasi stabil dan terjangkar dalam kisaran sasaran inflasi. Terjangkarnya ekspektasi inflasi tahun 2018 dalam kisaran sasaran inflasi tercermin pada hasil survei Consensus Forecast (CF) bulan September 2018 yaitu sebesar 3,50% (average yoy), sama seperti hasil survei bulan lalu. Sementara itu ekspektasi inflasi yang ditunjukkan oleh indikator core sticky price 5 menurun pada September 2018 (Grafik 14). Di sektor riil, ekspektasi inflasi dari pedagang eceran meningkat untuk 3 dan 6 bulan ke depan yang menunjukkan kenaikan hingga awal tahun depan (Grafik 15). Sebaliknya, ekspektasi inflasi dari konsumen menunjukkan penurunan untuk 3 dan 6 bulan ke depan (Grafik 16). 4 Indikator demand sensitive to inflation terdiri dari komoditas inti non food pada keranjang IHK. Indikator core flexible price terdiri dari komoditas inti pada keranjang IHK yang memiliki pergerakan harga yang fluktuatif. Komoditas flexible price memberikan informasi terkait kondisi perekonomian terkini. 5 Indikator core sticky price terdiri dari komoditas inti pada keranjang IHK yang memiliki pergerakan harga yang stabil atau cenderung tidak mengalami perubahan harga yang tidak signifikan. Komoditas sticky price lebih memberikan informasi terkait dengan ekspektasi inflasi sehingga dapat menjadi proxy ekspektasi inflasi ke depan. Mayoritas komoditas sticky price merupakan komoditas dari sektor manufaktur dan komoditas jasa. 5

6 Grafik 15. Ekspektasi Inflasi Pedagang Eceran Grafik 16. Ekspektasi Inflasi Konsumen INFLASI VOLATILE FOOD Kelompok volatile food bulan ini kembali mengalami deflasi seiring dengan meningkatnya pasokan. Deflasi volatile food tercatat sebesar 1,83% (mtm), lebih dalam dari deflasi bulan lalu sebesar 1,24% (mtm) dan historis deflasi bulan September empat tahun terakhir sebesar 0,56% (mtm). Lebih dalamnya deflasi volatile food dibandingkan dengan historisnya bersumber dari lebih dalamnya deflasi komoditas bawang merah, cabai merah, cabai rawit, daging ayam ras, telur ayam ras dan minyak goreng. Hampir seluruh komoditas pangan utama bulan ini mengalami deflasi kecuali beras. Deflasi terutama terjadi pada komoditas daging ayam ras, bawang merah, telur ayam ras, cabai merah, dan cabai rawit seiring dengan meningkatnya pasokan (Tabel 3). Tabel 3. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food September 2018 (mtm) Deflasi daging ayam ras dan telur ayam ras didorong tambahan pasokan domestik. Pada September 2018 deflasi daging ayam ras dan telur ayam ras masing-masing mencapai 8,79% (mtm) dan 4,62% (mtm), melanjutkan deflasi pada bulan sebelumnya. Deflasi terjadi seiring dengan kelebihan pasokan, seperti di Blitar 6, di tengah kenaikan harga jagung untuk pakan akibat gangguan pasokan karena musim kering. 7 Harga jagung rata-rata meningkat dari Rp3.500-Rp3.600/kg menjadi Rp4.700-Rp4.800/kg, sehingga mendorong kenaikan harga pakan rata-rata sebesar Rp500/kg 8. Dengan penurunan tersebut, harga daging ayam ras dan telur ayam ras telah berada di bawah harga 6 Sumber: Detik Finance, 27 September Sumber: Kompas, 27 September Sumber: Kompas, 25 September

7 acuan. Harga daging ayam ras mencapai Rp33.164/kg, di bawah harga acuan sebesar Rp34.000/kg (Grafik 17), sementara harga telur ayam ras mencapai Rp22.529/kg, di bawah harga acuan sebesar Rp23.000/kg (Grafik 18) 9. Grafik 17. Inflasi dan Harga Daging Ayam Ras Grafik 18. Inflasi dan Harga Telur Ayam Ras Tambahan pasokan domestik dan impor mendorong deflasi aneka bawang. Pada bulan ini, deflasi bawang merah dan bawang putih masing-masing mencapai 9,04% (mtm) dan 2,23% (mtm). Deflasi bawang merah disebabkan oleh panen raya di Kabupaten Brebes dan Kediri sebagai sentra produksi. Meningkatnya pasokan bawang merah tercermin pada kenaikan pasokan di Pasar Induk Kramat Jati DKI Jakarta dari ton pada bulan lalu menjadi ton. Deflasi bawang putih dipengaruhi oleh meningkatnya volume impor dari ton di bulan Juli menjadi ton di bulan Agustus. Dengan perkembangan tersebut, harga bawang merah dan bawang putih masingmasing mencapai Rp22.750/kg dan Rp25.530/kg (Grafik 19 dan 20). Harga bawang merah tersebut telah mendekati harga di tingkat petani yang berada dalam kisaran Rp Rp22.500/kg. Grafik 19. Inflasi dan Harga Bawang Merah Grafik 20. Inflasi dan Harga Bawang Putih Panen raya juga mendorong deflasi aneka cabai. Deflasi cabai merah dan cabai rawit bulan ini mencapai 5,23% (mtm) dan 12,83% (mtm), melanjutkan deflasi pada bulan sebelumnya. Deflasi aneka cabai seiring dengan panen raya di berbagai wilayah antara lain di Malang, Kediri, Gresik, Tuban, Banyuwangi, Brebes, Cianjur, Sukabumi, Subang, Pemalang, Madura dan Lamongan. Panen raya menyebabkan harga cabai di tingkat petani turun hingga mencapai Rp10.000/kg, lebih rendah 9 Pemerintah merevisi ke atas harga acuan daging ayam ras dan telur ayam ras pada Permendag No.58/2018 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen per 1 Oktober Harga acuan daging ayam ras di level konsumen naik dari Rp32.000/kg menjadi Rp34.000/kg dan telur ayam ras naik dari Rp22.000/kg menjadi Rp23.000/kg. Sementara harga acuan daging ayam ras dan telur ayam ras di level peternak direvisi dari Rp Rp19.000/kg menjadi Rp Rp20.000/kg. Di sisi lain, harga acuan jagung tetap yaitu sebesar Rp3.150/kg di level petani dan Rp4.000/kg di level konsumen. 7

8 dari harga yang ideal bagi petani yaitu sekitar Rp35.000/kg 10. Meningkatnya pasokan cabai juga tercermin pada pasokan di Pasar Induk Kramat Jati DKI Jakarta yang mencapai ton, lebih tinggi dari bulan lalu yaitu ton. Dengan perkembangan tersebut, harga cabai merah dan cabai rawit masing-masing mencapai Rp27.639/kg dan Rp29.931/kg (Grafik 21 dan 22). Grafik 21. Inflasi dan Harga Cabai Merah Grafik 22. Inflasi dan Harga Cabai Rawit Grafik 23. Inflasi dan Harga Beras Harga beras stabil ditopang Operasi Pasar. Inflasi beras bulan September 2018 mencapai 0,26% (mtm). Angka tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan bulan lalu yaitu 0,00% (mtm), namun lebih baik dari inflasi pada bulan September 2017 sebesar 0,85% (mtm) dan dari historisnya tahun sebesar 0,53% (mtm) di tengah kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang belum berubah. Kenaikan harga beras di tingkat konsumen tersebut lebih rendah dari kenaikan harga gabah di tingkat petani dan penggilingan seiring dengan penyaluran Operasi Pasar yang cukup besar. Kenaikan harga gabah mencapai sekitar 2% (mtm) 11 seiring dengan berkurangnya intensitas panen sebagaimana tercermin pada berkurangnya penyerapan dalam negeri oleh Bulog dari ton bulan sebelumnya menjadi ton. Sementara itu, Operasi Pasar beras selama Januari-September 2018 mencapai ton, lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2017 sebesar ton dan tertinggi dalam empat tahun terakhir. Besarnya Operasi Pasar didukung oleh pasokan impor, sehingga stok beras di Bulog masih terjaga di level 2,4 juta ton 12. Dengan perkembangan tersebut, inflasi beras mencapai 5,12% (yoy) dan harga beras rata-rata mencapai Rp11.692/kg 13 (Grafik 23). Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan September 2018, inflasi volatile food masih dalam tren kenaikan sejak awal tahun. Pada September 2018, inflasi volatile food mencapai 3,75% (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 4,97% (yoy), namun masih lebih tinggi dari akhir tahun 2017 sebesar 0,71% (yoy). Tren kenaikan inflasi volatile food dari awal tahun terutama disumbang oleh komoditas hortikultura (Grafik 24). Kenaikan inflasi lebih lanjut tertahan oleh tren penurunan harga komoditas pangan global (Grafik 25). 10 Sumber: Liputan 6, 28 Agustus Dibandingkan bulan lalu, rata-rata harga GKP di tingkat petani pada September 2018 naik 2,40% (mtm) menjadi Rp4.899/kg, sedangkan GKP di tingkat penggilingan naik 2,46% (mtm) menjadi Rp4.990/kg. Sementara itu, GKG di tingkat petani naik 1,71% (mtm) menjadi Rp5.399/kg, sedangkan GKG di tingkat penggilingan naik 1,86% (mtm) menjadi Rp5.501/kg. 12 Bulog, September Rata-rata seluruh jenis beras dari data PIHPS. 8

9 Grafik 24. Sumbangan ytd Inflasi Pangan Grafik 25. Harga Pangan Domestik dan Global INFLASI ADMINISTERED PRICES Tarif kelompok administered prices relatif stabil. Kelompok administered prices mencatat inflasi sebesar 0,00% (mtm) 14, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,06% (mtm), namun lebih rendah dari historis bulan September empat tahun terakhir yaitu inflasi sebesar 0,11% (mtm). Stabilnya tarif kelompok administered prices bulan ini terutama didorong oleh deflasi tarif angkutan udara di tengah inflasi rokok kretek filter dan rokok kretek. Tarif angkutan udara kembali turun pada bulan September 2018, melanjutkan penurunan sejak bulan Juli Tabel 4. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Administered Prices September 2018 (mtm) Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan September 2018, inflasi administered prices masih melanjutkan tren perlambatan sejak Juli Pada September 2018, inflasi kelompok administered prices sebesar 2,40% (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya yaitu 2,55% (yoy), dan akhir tahun 2017 yaitu 8,70% (yoy). Perlambatan tersebut terutama didorong oleh perlambatan inflasi tarif listrik sejalan dengan berlalunya dampak kenaikan tarif listrik non subsidi daya 900 VA pada tahun Sementara itu, inflasi bensin dan solar sedikit meningkat dari akhir tahun lalu yang bersumber dari BBM non subsidi. (Grafik 26 dan 27). Grafik 26. Inflasi Komoditas Strategis AP Grafik 27. Harga BBK dan Minyak Dunia 14 Angka tersebut lebih rendah dari proyeksi Bank Indonesia Agustus 2018 yaitu inflasi 0,14% (mtm). 9

10 Jakarta, 1 Oktober