PALEOSEISMOLOGI TROPIS INDONESIA (DENGAN STUDI KASUS DI SESAR SUMATRA, SESAR PALUKORO-MATANO, DAN SESAR LEMBANG) DISERTASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PALEOSEISMOLOGI TROPIS INDONESIA (DENGAN STUDI KASUS DI SESAR SUMATRA, SESAR PALUKORO-MATANO, DAN SESAR LEMBANG) DISERTASI"

Transkripsi

1 PALEOSEISMOLOGI TROPIS INDONESIA (DENGAN STUDI KASUS DI SESAR SUMATRA, SESAR PALUKORO-MATANO, DAN SESAR LEMBANG) DISERTASI Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Doktor dari Institut Teknologi Bandung Oleh MUDRIK RAHMAWAN DARYONO NIM : (Program Studi Doktor Sain Kebumian) INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Mei 2016

2 ii

3 ABSTRAK PALEOSEISMOLOGI TROPIS INDONESIA (DENGAN STUDI KASUS DI SESAR SUMATRA, SESAR PALUKORO-MATANO, DAN SESAR LEMBANG) Oleh Mudrik Rahmawan Daryono NIM: (Program Studi Doktor Sain Kebumian) Indonesia berada di jalur pertemuan tiga lempeng yaitu Lempeng Indo-Australia yang bergerak 70 mm/th menunjam ke Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik bergerak menunjam dan bergeser dengan kecepatan 120 mm/th dengan Lempeng Eurasia juga. Pertemuan tiga lempeng ini menghasilkan sesar-sesar aktif memberikan konsekuensi banyaknya kejadian gempa bumi. Salah satu usaha untuk mengurangi bencana ini adalah dengan mempelajari karakteristik sumber gempa bumi. Metoda paleoseismologi adalah metoda geologi yang tepat untuk mempelajari karakteristik sumber gempa bumi. Metoda ini relatif baru, berkembang pesat, dan berhasil mempelajari karakteristik sesar aktif di wilayah kering dan subtropis. Mewakili wilayah tropis Indonesia, metoda ini dicoba digunakan pada tiga lokasi sesar aktif di tiga pulau besar di Indonesia dengan tingkat pemahaman sesar aktif yang berbeda. Ujicoba di tiga lokasi ini memberikan manfaat pemahaman geologi gempa bumi, manfaat praktis parameter sesar aktif untuk rekayasa kegempaan dan manfaat pemantapan metodologi penelitian paleoseismologi di wilayah tropis Indonesia. Lokasi studi pertama adalah Segmen Sianok-Sumani-Suliti bagian dari Sesar Sumatra. Gempa bumi ganda Mw 6 tahun 2007 memberikan kesempatan untuk mengetahui bentuk dan sebaran retakan permukaan. Studi ini telah dapat memetakan jalur pasti lokasi retakan permukaan itu dan besar pergeserannya. Gempa bumi ini meretakkan hanya sebagian dari seluruh panjang segment. Segment Sianok 22,5 km dari total panjang 90 km dan Segment Suliti 22,5 km dari total 60 km. Catatan kejadian gempa bumi menunjukkan bahwa semua kejadian gempa bumi di lokasi ini selalu ganda dengan besar magnitudo relatif sama, dimulai dari bagian selatan dan kemudian bagian utara, dan dengan jeda waktu beberapa jam. Indikasi periode ulang 81 tahun pada Segmen Sianok dan Segmen Sumani. Lokasi studi kedua adalah Sesar Palukoro-Matano di Sulawesi. Di lokasi ini berhasil mendeskripsikan 20 sesar wilayah Sulawesi bagian tengah, lima segmen Sesar Palukoro dan tujuh segmen Sesar Matano. Hasil studi menunjukkan pergerakan sesar geser di Sesar Matano kemudian menjadi sesar naik diujung pembelokan kearah Sesar Palukoro. Kemudian pergerakan ini di akomodari oleh Sesar geser Palukoro dengan arah sesar yang berbeda. Di Segmen Saluki (bagian iii

4 dari Sesar Palukoro) terdapat pergeseran sungai yang jelas yang menunjukkan gerak sinistral dengan kecepatan geser sesar ini adalah kurang dari 58 mm/th. Di lokasi ini pernah terjadi gempa bumi tahun 2012 yang mirip dengan kejadian gempa bumi tahun 1907 yang mempunyai arah jalur sesar tegak lurus dengan sesar utama Palukoro. Hasil uji paritan memperlihatkan jejak retakan gempa bumi tahun 1909, tahun 1468 dan tahun Data ini mengindikasikan perulangan gempa bumi pada Segmen Saluki adalah 130 tahun. Lokasi studi ketiga adalah Sesar Lembang di Jawa Barat. Hasil studi menunjukkan bahwa Sesar Lembang mempunyai gerakan geser sinistral. Sesar ini terbagi menjadi enam seksi. Hasil analisis pergeseran sungai dan stratigrafinya menunjukkan bahwa sesar lembang bergerak dengan kecepatan mm/th (panjang keseluruhan 29 km). Sesar ini mampu menghasilkan gempa bumi dengan kekuatan magnitudo Hasil uji paritan menunjukkan bukti kejadian gempa bumi pada abad 15 (tahun ). Metode paleoseismologi telah berhasil mengisi kekosongan informasi parameterparameter karakteristik sesar aktif di tiga lokasi tersebut. Hasil perbandingan proses penerapan metode di tiga lokasi memberikan pemahaman dan penyempurnaan metode ini di daerah tropis khususnya untuk kondisi Indonesia. Retakan permukaan setelah kejadian gempa bumi yang merupakan representasi jalur sesar aktif adalah cara tercepat dan tepat dalam memetakannya. Survei GPR dan geolistrik terbukti dapat membantu menentukan lokasi jalur sesar aktif tetapi harus dibuktikan dengan uji paritan. Kata kunci: Paleoseismologi, Gempa bumi, Sesar Aktif, Sesar Palukoro, Sesar Matano, Sesar Lembang, Segmen Sumani, Segmen Sianok, Segment Suliti, Sesar Sumatra, Tropis. iv

5 ABSTRACT PALEOSEISMOLOGY OF TROPICAL INDONESIA (CASES STUDY IN SUMATRAN FAULT, PALUKORO- MATANO FAULT, AND LEMBANG FAULT) By Mudrik Rahmawan Daryono NIM: (Program Studi Doktor Sain Kebumian) Indonesia is located at the junction of triple plates, the Indo-Australian Plate subducting 70 mm / yr into the Eurasian Plate and the Pacific Plate subducting and transforming 120 mm / yr into the Eurasian Plate as well. These triple junctions produce active faults which create earthquakes as the consequences. An attempt to mitigate this disaster is by studying the geological characteristics of the earthquake source. Paleoseismology is an appropriate geological method to study the characteristics of the earthquake source. This method is relatively new, rapidly growing, and able to distinguish the characteristics of active faults in the dry and subtropical regions. Representing the tropical region of Indonesia, this method had been applied in three active faults locations in three major islands in Indonesia. Trials in these locations have benefit towards the understanding of earthquake geology, providing practical parameters of active faults for engineering and filling the gap of paleoseismology research in the tropical region, particularly in Indonesia. The first study location is the Sianok-Sumani-Suliti segment, part of the Sumatran Fault. The Mw 6 doublets earthquake in 2007 provided an opportunity to identify the morphology and distribution of surface ruptures. Post-earthquake fieldwork study has been able to map the location of the surface ruptures and the offsets. The 2007 doublets earthquake only ruptured part of the entire length of the segment. The ruptured part of the Segment Sianok is 22.5 km length from the total length of 90 km and 22.5 km Suliti segment ruptured from the total of 60 km length. Historical earthquake events showed that all events were always a doublet with similar large earthquake magnitude starting from the south and then the north, and with a time lag of several hours. Indication of earthquake cycle in these segments is around 81 years. The second study site is the Palukoro-Matano Fault in Sulawesi. We describe 20 faults of central Sulawesi area, five segments of Palukoro Fault, and seven segments of Matano Faults. The study shows the movement of the transform fault in Matano Fault became reverse fault at the edge with the Palukoro Fault deflection. This movement is accommodated by Palukoro transform fault in a different direction. In Saluki Segment (part of Palukoro Fault) there is an obvious river offset which indicates this fault is sinistral with slip rate less than 58 mm / v

6 yr. The 2012 earthquake event is similar with to the 1907 earthquake event which releases energy in perpendicular direction to the Palukoro main fault. Paleoseismology trenching showed three earthquake events: 1909, 1468 and These indicate that the earthquake cycle is around 130 years. The third site is the Lembang Fault in West Java. This study shows that the fault has sinistral movement. The Fault is divided into six sections. The river offset and the fault activity analyses show that the fault has slip rate of mm/yr and total length of 29 km. Paleoseismolgy trenching shows the evidence of an earthquake event occurring in 15 th century ( ). The results of paleoseismology method have successfully filled the information gap of the active faults parameters in the three locations. The results from the three locations have been able to provide paleoseismology informations work in the tropics (especially in Indonesia). Mapping the surface ruptures after an earthquake event is the fastest and most precise method to identify the active fault lines. Ground Penetrating Radar (GPR) and geoelectric survey could help determine the active fault line sites but verification by trenching test is still required. Keywords: Paleoseismology, Earthquake, Acitve Fault, Palukoro Fault, Matano Fault, Lembang Fault, Sumani Segment, Sianok Segment, Suliti Segment, Sumatran Fault, Tropical Area. vi

7 PALEOSEISMOLOGI TROPIS INDONESIA (DENGAN STUDI KASUS DI SESAR SUMATRA, SESAR PALUKORO-MATANO, DAN SESAR LEMBANG) Oleh MUDRIK RAHMAWAN DARYONO NIM : Program Studi Doktor Sain Kebumian Institut Teknologi Bandung Menyetujui, Tim Pembimbing Bandung, 16 Mei 2016 Ketua Benyamin Sapiie, Ph.D NIP Anggota Danny Hilman Natawidjaja, Ph.D NIP vii

8 viii

9 (Rabbil 'Alamin) Didedikasikan untuk Guru Semesta Alam yang memiliki Nurwiyanti, Raisa Madania Daryono (Pemimpin Madani), Mutia Saladina Daryono (Jendral Muslim(ah)), Azazia Rahman Daryono (Hak Dasar (pemberian) Tuhan(Sifat Pengasih)), diri saya dan hidup ini... ix

10 x

11 PEDOMAN PENGGUNAAN DISERTASI Desertasi Doktor yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada penulis dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin penulis dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya. Sitasi hasil penelitian Disertasi ini dapat di tulis dalam bahasa Indonesia sebagai berikut : Daryono, M.R. (2016): Paleoseismologi Tropis Indonesia (Dengan Studi Kasus di Sesar Sumatra, Sesar Palukoro-Matano, dan Sesar Lembang), Disertasi Program Doktor, Institut Teknologi Bandung, Tidak dipublikasikan. Dan dalam bahasa Inggris sebagai berikut : Daryono, M.R. (2016): Paleoseismology of Tropical Indonesia (Cases study in Sumatran Fault, Palukoro-Matano Fault, and Lembang Fault) (Paleoseismologi Tropis Indonesia (Dengan Studi Kasus di Sesar Sumatra, Sesar Palukoro-Matano, dan Sesar Lembang)), Dessertation Doctoral Program, Institut Teknologi Bandung, Unpublished. Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh disertasi haruslah seizin Dekan Sekolah Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung. xi

12 xii

13 UCAPAN TERIMAKASIH Segala puji syukur kepada Allah yang telah memberikan kesempatan, bantuan, dukungan, bimbingan, dan kemudahan sehingga desertasi ini dapat selesai dengan baik. Terimakasih untuk Danny Hilman Natawidjaja, Ph.D dan Benyamin Sapiie, Ph.D atas bimbingan, arahan, koreksi, diskusi, dan philosofi akademis selama program S3 ini. Terimakasih untuk Prof. Kerry Edward Sieh (Direktur Earth Observatory of Singapore) atas bimbingan, kesempatan, dan bantuan dalam hal sesar aktif di Sumatra Barat hingga terbit dalam jurnal internasional. Ucapan terimakasih saya ucapkan untuk Australia-Indonesia Facility for Disaster Reduction (AIFDR) yang telah memberikan beasiswa penuh baik SPP, biaya hidup, dan biaya riset selama lima tahun untuk program S3 ini. Terimakasih untuk Prof. Phil Cummins, Dr. Jonnathan Griffin, dan Dr. Nick Horspool. Kepada Puslit Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah mengizinkan saya mengikuti dan menyelesaikan program S3 ini selama bekerja di instansi ini: DR. Haryadi Permana, Prof. Hery Harjono, Dr. Eko Yulianto, Bambang Widoyoko Surwargadhi, MSc., Almarhum Nur Aziz, ST., Nandang Supriatna, Agusmen, ST., Sukoco, Purna S Putra, MT., Dudi Paryudi, Dwi Sarah, MSc. Kepada Prof. Ramon Arrowsmith dan Gayatri (Arizona State University) atas kursus ilmu paleoseismologi di LIPI selama 14 hari. Kepada Kyle Bradley, Ph.D (Earth Observatory of Singapore) atas diskusi dan saran tentang tatanan tektonik di Sulawesi. Terimakasih kepada PT. Vale atas kepercayaannya untuk menggunakan data sehingga penelitian ini dapat sempurna. Terimakasih untuk Gde Hanjoyo Tutuko, ST. dan Setyo Wibowo, ST. Kepada Badan Geologi data xiii

14 spasial atas kesempatan dan kepercayaan untuk dapat mengakses data Sulawesi. Kepada Ipranta, MSc., Asdani Suhaemi, MT. dan Sonny Mawardi. Kepada BMKG Palu dan museum Palu. Kepada Sofyan dan Ikhsan. Kepada Pusat Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) atas bantuan uji paritan di Sesar Lembang. Kepada Dr. Sri Hidayati, Dr. Supartoyo, dan Dr. Ahmad Solikin. Kepada Yasuo Awata (Advance Industrial Science and Technology - Japan) dan JICA (Japan Indonesia Consultancy Association) atas uji paritan di Solok. Kepada Taman Nasional Lore Lindu, yaitu Megi, Samsi, dan Hani. Kepada Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah 16 Palu, yaitu Ir. Heryadi,MM dan Adhi. Kepada Prof. Robert Yeats atas koleksi profesional di perpustakaan Geoteknologi LIPI. Kepada masyarakat Desa Omu di Sulawesi Tengah, Desa Sumani di Sumatra Barat, dan Desa Batu Lonceng di Lembang. Kepada kolega Sain Kebumian ITB dan GREAT-ITB, yaitu Dr. Irwan Meilano, Dr. Dina Sarsito, Dr. Afnimar, Dr. Ivonne Milichristi Radjawane, Astyka Pamumpuni, Dr. Zulfakriza, Jessica Chandra, Didik Angga Widjaja, Peya, Iktri, Bayu Pranata, Riantini Vitriana, Ajeng, Dr. Estu Kriswati, dll. Dan untuk kedua orangtuaku Drs. Muhammad Daryono & Harsini, kedua saudaraku Annas Masruri Daryono, ST., dan Lutfian Rusdi Daryono, ST., spesial untuk istriku dan tiga orang putriku: Nurwiyanti, Raisa Madania Daryono, Mutia Saladina Daryono, dan Azazia Rahman Daryono. Serta kawan kolega penting lainnya yang tidak tersebut diatas. Terimakasih atas bantuan ikhlas nya, moga kerjasama baik ini bisa menjadi alasan kita untuk dapat masuk ke dalam surga yang telah dijanjikannya... xiv

15 DAFTAR ISI ABSTRAK... iii ABSTRACT... v LEMBAR PENGESAHAN... vii PEDOMAN PENGGUNAAN DISERTASI... xi UCAPAN TERIMAKASIH... xiii DAFTAR ISI... xv DAFTAR GAMBAR... xxi DAFTAR TABEL... xxvii DAFTAR ISTILAH... xxix Bab I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar belakang... 1 I.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 4 I.3 Hipotesa... 6 I.4 Asumsi... 7 I.5 Kebaharuan / Novelti... 8 I.6 Pelaksanaan Penelitian... 9 I.7 Sistematika Disertasi Bab II DATA DAN METODOLOGI PALEOSEISMOLOGI II.1 Retakan Permukaan (Surface Rupture) Gempa Bumi II.2 Kompilasi Data Seismisitas II.3 Pemetaan Sesar Aktif II.3.1 Identifikasi Morfologi Gempa Bumi II.3.2 Penggunaan Data-Data Digital Topografi dan Sistem Informasi Geografis (GIS) II.3.3 Analisis Data Digital II Garis Kontur II Pewarnaan Elevasi (Coloring Code) II Efek Bayangan (Hill shade) II Penampang Profil Ketinggian II Tumpangsusun (Overlay Layers) II.3.4 Pemetaan Rinci Morfologi Gempa Bumi (Active Fault Stip Map) II.3.5 Analisis Aliran Sungai xv

16 II.3.6 Sebaran Pergeseran Horisontal dan Vertikal di Jalur Sesar II.3.7 Menghitung Besar Pergeseran dan Laju Pergeseran II.3.8 Segmentasi dan Seksi Sesar II.4 Survei Geofisika Bawah Permukaan Dangkal II.4.1 Survei Ground Penetrating Radar (GPR) II.4.2 Survei Geolistrik II.5 Studi Stratigrafi Gempa bumi II.5.1 Metoda Pemboran Tangan II.5.2 Metoda Paritan II.5.3 Deskripsi Lapisan II.5.4 Deskripsi Pergeseran Setiap Kejadian Gempa Bumi II.5.5 Pemilihan Sampel dan Pentarikhkan Umur BAB III STUDI KASUS I: SEGMENT SIANOK, SUMANI DAN SULITI, SESAR SUMATRA III.1 Latar Belakang III.2 Tujuan Penelitian III.3 Pemetaan Retakan Permukaan (Surface rupture) III.3.1 Segmen Sianok III.3.2 Segmen Sumani III.4 Survei GPR untuk Retakan Permukaan Gempa bumi III.5 Metoda Paritan di Retakan Permukaan Gempa bumi III.6 Ringkasan dan Diskusi III.6.1 Retakan Permukaan Gempa Bumi III.6.2 Karakteristik gempa bumi di Segmen Sianok, Sumani dan Suliti, Sesar Sumatra III.6.3 Survei Geolistrik dan GPR di Retakan Permukaan Segmen Sianok dan Sumani, Sesar Sumatra Bab IV STUDI KASUS II: SESAR PALUKORO-MATANO, SULAWESI BAGIAN TENGAH IV. 1. Tatanan Tektonik Sulawesi IV. 2. Permasalah dan Tujuan Studi IV.2.1 Perbedaan Laju Pergeseran Sesar Matano dan Sesar Palukoro85 IV.2.2 Model Geodesi Tidak Mempertimbangkan Struktur Sesar di Sekitarnya (Sulawesi bagian tengah) IV.2.3 Tidak diketahui Karakteristik Sesar Palukoro dan Sesar Matano IV. 3. Metode dan Sumber Data xvi

17 IV. 4. Kegempaan/Seismologi IV. 5. Hasil Pemetaan Sesar Aktif - Geometri dan Segmentasi Sesar IV.5.1. Sesar Palintuma ( o E,0.988 o S o E,1.352 o S)94 IV.5.2. Sesar Parigi ( o E,0.77 o S o E,1.067 o S) IV.5.3. Sesar Tokararu ( o E,0.966 o S o E,1.576 o S) 95 IV.5.4. Sesar Sausu ( o E,1.026 o S o E,1.277 o S) IV.5.5. Graben Palolo ( o E,1.043 o S o E,1.455 o S).. 97 IV.5.6. Sesar Naik Malei ( o E,1.237 o S o E,2.473 o S) IV.5.7. Sesar Poso ( o E,1.414 o S o E,2.177 o S) IV.5.8. Sesar Weluki ( o E,1.41 o S o E,2.36 o S) IV.5.9. Zona Sesar Lore Lindu IV Sesar Poso Barat ( o E,1.586 o S o E,2.317 o S) IV Zona Sesar Salo IV Sesar Loa ( o E,1.645 o S o E,2.423 o S) IV Zona Sesar Budong-budong IV Sesar Salulore ( o E,2.288 o S o E,2.09 o S) 102 IV Sesar Bungadidi ( o E,2.493 o S o E,2.528 o S)103 IV Zona Sesar Towuti Matano Lontoa IV Sesar Lawanopo ( o E,2.547 o S o E,2.765 o S)104 IV Sesar Towuti ( o E,2.433 o S o E,2.864 o S) 105 IV Sesar Palukoro IV Segmen Palu ( o E,0.644 o S o E, o S) IV Segmen Gumbassa ( o E,1.071 o S o E, 1.23 o S) IV Segmen Saluki ( o E,1.224 o S o E,1.614 o S) IV Segmen Moa ( o E,1.664 o S o E,2.04 o S) IV Segmen Graben Meloi ( o E,2.049 o S o E,2.158 o S) IV Sesar Matano IV Segmen Kuleana ( o E,2.163 o S o E,2.209 o S) IV Segmen Pewusai ( o E,2.214 o S o E,2.432 o S) xvii

18 IV Segmen Matano ( o E,2.439 o S o E,2.498 o S) IV Segmen Pamsoa ( o E,2.441 o S o E,2.575 o S) IV Segmen Lontoa ( o E,2.634 o S o E,2.742 o S) IV Segmen Ballawai ( o E,2.596 o S o E,2.681 o S) IV Segmen Geresa ( o E,2.687 o S o E,2.672 o S) IV. 6. Analisis Kinematika Tektonik Sulawesi bagian tengah IV. 7. Sejarah kejadian gempa bumi IV.7.1 Laporan Abendanon(1917) kejadian gempa bumi tahun 1905, 1907 dan IV.7.2 Gempa bumi IV.7.3 Gempa bumi IV.7.4 Gempa bumi IV.7.5. Gempa bumi Lindu 2012 dan Kesaksian kejadian gempa bumi IV Instensitas Gempa bumi IV Rumah Panggung Loncat IV.7.6 Gempa bumi Tahun Kesaksian Papa Sinco IV.8 Studi Paleoseismologi di Segmen Saluki IV.8.1 Pemetaan topografi rinci IV.8.2 Uji Paritan IV Paritan IV Paritan IV.8.3 Umur Teras IV.9 Rangkuman, Diskusi dan Kesimpulan Bab V STUDI KASUS III: SESAR LEMBANG, JAWA BARAT V.1. Latar Belakang V.2. Sesar Lembang V.3. Geologi Sesar Lembang V.4. Tujuan Studi V.5. Data yang Digunakan V.6. Geometri dan Penampang Geolistrik Sesar Aktif Lembang V.6.1 Seksi Cimeta xviii

19 V.6.2 Seksi Cipogor V.6.3 Seksi Cihideung V.6.4 Seksi Gunung Batu V.6.5 Seksi Cikapundung V.6.6 Seksi Batu Lonceng V.7. Analisis Pergeseran Sungai oleh Sesar Lembang V Morfologi Awal Sebelum Gempa bumi (Pre-Earthquake) 162 V Pengukuran Pergeseran Sungai V Statistik Pergeseran Sungai V.8. Laju pergeseran geologi Sesar Lembang V.9. Uji Paritan V.10. Ringkasan dan Pembahasan/Diskusi V Kinematika dan Karakteristik Sesar Lembang V Catatan Kejadian Gempa bumi V Umur Sesar Lembang dan Gempa bumi Berikutnya V Mitigasi Gempa bumi Sesar Lembang V Pekerjaan Berikutnya Bab VI PALEOSEISMOLOGI DI WILAYAH TROPIS INDONESIA VI.1. Penerapan Metode VI.2. Permasalahan Penerapan Metoda VI.2.1 Tahapan Pemetaan Sesar Aktif dan Penentuan Lokasi Paritan188 VI.2.2 Tahapan Penggalian Parit VI.2.3 Tahapan Deskripsi Uji Paritan VI.2.4 Tahapan Pemilihan dan Pengambilan Sampel Pentarikhan Umur VI.2.5 Tahapan Informasi Catatan Kejadian Gempa Bumi VI.2.6 Diagram Alir Bab VII KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA xix

20 xx

21 DAFTAR GAMBAR Gambar I-1. Lokasi penelitian... 4 Gambar I-2. Diagram alir kegiatan pelaksanaan penelitian metoda paleoseismologi Gambar II-1. Diagram dimensi retakan permukaan Gambar II-2. Diagram alir penelitian paleoseismologi (McCalpin, 1996) Gambar II-3. Model kartun dan contoh retakan permukaan Gambar II-4. Bentuk morfologi yang berhubungan dengan sesar aktif. Bentukbentuk tersebut diberi simbol berdasarkan morfologi yang muncul (McCalpin, 1996b) Gambar II-5. Perbandingan hasil pemetaan sesar aktif Segmen Cholame Sesar San Andreas Gambar II-6. Perbandingan resolusi data digital di lokasi yang sama yaitu Muril - Lembang SRTM 90m (a), ASTER 30m (b), IFSAR 5m (c), dan LiDAR 0,9m (d) Gambar II-7. Penampang GPR di jalur retakan permukaan gempa bumi Izmit- Turkey Mw (Ferry dkk., 2004) Gambar II-8. Hasil uji paritan Sesar Anatolian, Turkey. Analisis stratigrafi menunjukkan adanya retakan akibat gempa bumi tahun 1912 dan 1766 (Rockwell dkk., 2009) Gambar II-9. Diagram yang menunjukkan kriteria yang digunakan dalam mendeskripsi gempa bumi lampau di singkapan dekat permukaan.36 Gambar II-10. Sketsa paritan Sesar San Andreas Gambar III-1. Sebaran pusat gempa bumi berdasarkan katalog relokasi Engdahl (2009) di sekitar daratan dan lepas pantai Sumatra Barat Gambar III-2. Lokasi sumber gempa bumi ganda 6 Maret 2007 Mw 6 di Sumatra Barat Gambar III-3 Peta Nagari Koto Gadang dan sebaran lokasi retakan permukaan KG1-KG Gambar III-4 Lokasi pergeseran di KG5 yang memotong pematang sawah Gambar III-5. Lokasi retakan permukaan di KG6 memotong bangunan rumah xxi

22 Gambar III-6. Lokasi KG4, terdapat retakan permukaan di jalan beton Gambar III-7. Retakan permukaan di lantai rumah yang menyebabkan pergeseran menganan 18 dan 21 cm, di KG Gambar III-8. Foto lokasi KG1 di bangunan sekolah (a), dan di masjid (b) Gambar III-9 Survei total station lokasi KG Gambar III-10. Komponen vertikal KG2 line 1(a) dan line 2(b) Gambar III-11. Lokasi KG1. terdapat 13 pergeseran di deretan pematang tanaman yang bergeser berarah N330 o E menganan cm Gambar III-12. Penampang ketinggian line1 sampai dengan line13 lokasi KG-1B yang menunjukkan penurunan 5-15 cm (sisi barat turun) Gambar III-13. Retakan permukaan di Pandai Sikek (PS) Gambar III-14. Hasil survei total station (a) dan foto retakan permukaan di konblok halaman depan toko suvenir Sayuthi Melik (b) Gambar III-15. Diagram komponen vertikal retakan permukaan lokasi PS Gambar III-16. Survei total station di tangga beton PS Gambar III-17. Lokasi retakan permukaan di BA Gambar III-18. Lokasi retakan permukaan di BA Gambar III-19. Lokasi retakan permukaan di BA Gambar III-20. Hasil survei total station di lokasi SR Gambar III-21. Komponen vertikal retakan permukaan di lokasi SR Gambar III-22. Retakan memotong dinding pasangan batu kali di SU Gambar III-23. Retakan memotong jalan aspal di SU Gambar III-24. Retakan permukaan di lokasi KA. (a) Retakan permukaan memotong jalan aspal dan (b) retakan pemukaan memotong batas kolam Gambar III-25. Survei total station retakan permukaan di lokasi KA Gambar III-26. Komponen vertikal retakan permukaan di KA Gambar III-27. Lokasi retakan permukaan di BT Gambar III-28. Hasil survei total station di BT. Lokasi ini merekam pergeseran gempa bumi tahun 2007, 1943 dan Gambar III-29. Pergeseran vertikal retakan permukaan 16cm (sisi barat turun) di BT xxii

23 Gambar III-30. Hasil survei total station di TB Gambar III-31. Hasil survei total station di LU Gambar III-32. Foto retakan permukaan di PA Gambar III-33. Hasil survei total station di PA Gambar III-34. Modifikasi menggunakan alas pipa PVC untuk mengurangi gangguan akibat perubahan ketinggian jalan kaki Gambar III-35(a, b) Survei GPR di Baringin Tanam (BT) dilakukan disepanjang jalan aspal sepanjang 560 m dengan arah dari Timur ke Barat Gambar III-36 (a,b) Survei GPR di Sumani (SU). Survei ini dilakukan sepanjang 280 m dengan arah Timur ke Barat. Retakan permukaan gempa bumi 2007 terlihat jelas pada gambar GPR dan (c) geolistrik Gambar III-37 Survei GPR di loaski PS Gambar III-38 Survei GPR dan geolistrik di lokasi KG Gambar III-39. Uji paritan di Segmen Sumani di Desa Sumani Gambar III-40. Peta situasi lokasi penggalian uji paritan dan retakan permukaan akibat gempa bumi ganda tahun Gambar III-41. Penampang perlapisan uji paritan di Sumani Gambar III-42. Distribusi pergeseran lateral dan vertikal gempa bumi kembar M6+ Solok Gambar III-43. Karakteristik gempa bumi dan retakan permukaan Segmen Sianok, Sumani dan Suliti Gambar IV-1. Struktur geologi regional di Pulau Sulawesi dan lokasi studi penelitian Gambar IV-2. Segmentasi Sesar Palu - Koro (Bellier dkk., 2001) Gambar IV-3. Data-data yang digunakan, indeks lokasi gambar-gambar selanjutnya dan morfologi menggunakan Data SRTM 30 m(usgs, 2015) Gambar IV-4. Sebaran sumber gempa bumi dan sumber sesar penghasil gempa bumi tersebut Gambar IV-5. Nama, nomor dan lokasi sesar di Sulawesi bagian tengah Gambar IV-6. Jalur sesar dan sebaran mataair panas Gambar IV-7. Sesar Bungadidi dicirikan pergeseran sungai mengiri 675±80 m.104 xxiii

24 Gambar IV-8. Sesar Palukoro yang terdiri atas Segmen Palu, Segmen Gumbassa, Segmen Saluki, Segmen Moa dan Segmen Graben Meloi Gambar IV-9. Pergeseran Sungai Saluki Gambar IV-10. Segmentasi Sesar Matano Gambar IV-11. Segmen Pewusai dan proses rekonstruksi analisis aliran sungai yang menunjukkan pergeseran pemendekan/shortening 584±50 m.113 Gambar IV-12. Citra LiDAR (berwarna) dan citra IFSAR (abu-abu di sisi kanan) Segmen Pamsoa dan pergeseran sinistral sungai Pamsoa 475±70 m.115 Gambar IV-13. Kinematik Sulawesi bagian tengah meliputi informasi area blok, sesar-sesar, pergeseran sungai, dan gerak GPS Gambar IV-14. Foto gempa bumi 1909 di Kulawi dari laporan Abendanon Gambar IV-15. Getaran susulan (after shocks) kejadian gempa bumi 2012 di Kulawi (data dari BMKG Palu) Gambar IV-16. Kompilasi data survey MMI, rumah loncat, longsor dan arah gerak gelombang kejadian gempa bumi 2012 di Kulawi Gambar IV-17. Foto contoh rumah panggung yang meloncat serta rincian data yang diukur Gambar IV-18. Lokasi situasi survey paleoseismologi di Omu Gambar IV-19. Hasil survei topografi rinci lokasi sesar di Omu Gambar IV-20. Foto lokasi uji trenching Gambar IV-21. Lokasi uji trenching 2 di Omu Gambar IV-22. Dinding uji trenching Gambar IV-23. Hasil uji pentarikhan umur karbon pada tiga sampel terpilih di Face Gambar IV-24. a) Uji bor auger, b) Uji handbor Gambar IV-25. Profile stratigrafi uji handbore (a) dan bor auger (b) Gambar IV-26. Hasil uji pentarikhan umur karbon C Gambar V-1. Sesar Lembang di Jawa Barat Gambar V-2. Seismisitas dan sebaran MMI gempa bumi Ujung Berung Mw 3 tanggal 22 Juli 2011 dan gempa bumi Muril Mw 3 tanggal 28 Agustus xxiv

25 Gambar V-3. (a) Letusan gunung api menutupi area barat Sesar Lembang pada waktu tyl dan (b) Aktivitas Sesar Lembang Barat.146 Gambar V-4. Peta sebaran endapan Kuarter Piroklastik Tangkuban Perahu Gambar V-5. Lokasi penelitian dan kotak rincian analisis Box1 hingga Box Gambar V-6. Jenis data IFSAR5m dan LiDAR0.9m serta area cakupannya dalam penelitian Sesar Lembang ini Gambar V-7. Morfologi rinci di Box1 yang meliputi Km 0 hingga Km Gambar V-8. Penampang bawah permukaan geolistrik lokasi Km 0, Gambar V-9. Penampang bawah permukaan geolistrik Km 5,5. Garis merah diduga adalah jalur Sesar Lembang Gambar V-10. Morfologi rinci Box2 yang meliputi Km 5 hingga Km 11 Sesar Lembang. Garis hijau adalah lokasi uji geolistrik Gambar V-11. Morfologi antiklin memanjang garis 11 dengan morfologi Wind Gap-WG) di Km Gambar V-12. Penampang permukaan geolistrik Km 9,7. Garis merah diduga adalah jalur Sesar Lembang Gambar V-13. Morfologi rinci Box3 yang meliputi Km 11 hingga Km 16 Sesar Lembang Gambar V-14. Penampang permukaan geolistrik Km 11, Gambar V-15. Morfologi rinci Box4 yang meliputi Km 16 hingga Km 21 Sesar Lembang Gambar V-16. Penampang permukaan geolistrik Km 16, Gambar V-17. Penampang permukaan geolistrik Km 17, Gambar V-18. Morfologi rinci Box5 yang meliputi Km 21 hingga Km 25 Sesar Lembang Gambar V-19. Morfologi rinci Box6 yang meliputi Km 24.5 hingga Km 29 Sesar Lembang Gambar V-20. Penampang permukaan geolistrik Km 26, Gambar V-21. Pencocokan marker pergeseran sungai besar Sesar Lembang Gambar V-22. Skema pergeseran sungai Gambar V-23. Pencocokan marker pergeseran kecil Sesar Lembang di Km 21 hingga Km xxv

26 Gambar V-24. Grafik sebaran pergeseran sungai dan lokasinya di Sesar Lembang.171 Gambar V-25. Sebaran data pergeseran sungai terkecil dengan orde pergeseran dibawah 15 m Gambar V-26. Pergeseran Sungai Cimeta di Km Gambar V-27. Lokasi uji paritan di Km Gambar V-28. Foto lokasi uji Paritan 1 (a; kiri) dan Paritan 2 (b; kanan) Gambar V-29. Penampang uji paritan. (a) Paritan 1 sisi timur, (b) Paritan 2 sisi timur, dan (c) Paritan 1 sisi barat Gambar V-30. Hasil uji pentarikhan umur karbon menunjukkan sampel P Gambar V-31. Kinematika Sesar Lembang dan pembagiannya Gambar V-32. Nama lokasi dalam legenda Sangkuriang, vector data GPS, dan Sesar Lembang Gambar VI-1. Diagram alir metode Paleoseismologi Tropis Indonesia xxvi

27 DAFTAR TABEL Tabel 1. Sumber, nama dan ketersediaan data digital.. 23 Tabel 2. Retakan permukaan gempa bumi tahun Tabel 3. Sebaran pergeseran (offset) sungai di Sesar Lembang Tabel 4. Kompilasi hasil penelitian xxvii

28 xxviii

29 DAFTAR ISTILAH Bukit sesar : shutter ridge Coseismik : coseismic Even paleoseismik: paleoseismic event Ekstensional : extentional Gawir sesar: fault scarp Gempa bumi: earthquake Gempa bumi lampau: paleoearthquake Kolisi: collision Kolam sesar: sag pond Laju pergeseran: sliprate Kinematika gempa bumi: earthquake kinematic Ketidakselarasan: unconfirmity Kompresional : compressional Mataair pasir: sand blows Morfologi gempa bumi: morphotectonic earthquake Magnitudo: magnitude Mw: moment magnitude Ms: surface magnitude Preseismik : pre seismic Marker : marker Sesar: fault Postseismik : post seismic Pemboran tangan: hand boring Paritan: trenching Pentarikhkan umur: dating Periode ulang gempa bumi: earthquake recurrent interval Pergeseran: offset Pertemuan tiga lempeng: triple junction Pergeseran sungai : river offset Retakan permukaan: surface rupture Seismisitas: seismicity Sejarah gempa bumi: historical earthquake Segmen: segment Seksi: section Siklus gempa bumi : earthquakes cycle Sungai terpancung : beheaded river Oblik : Oblique Tumpangsusun: overlay xxix

30 xxx

31 Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Data sesar aktif di Indonesia masih sangat langka (Irsyam dkk., 2010). Penelitian detil berdasarkan peta topografi bakosurtanal skala 1: dan dipublikasikan secara luas baru Sesar Sumatra (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Hal ini ironi mengingat lokasi Indonesia yang berada di jalur pertemuan lempeng yang merupakan lokasi dengan intensitas gempa tinggi. Sehingga studi sesar aktif sangat penting baik untuk membuat peta-peta bahaya gempa dan juga memahami tektonik aktif Indonesia. Mitigasi bencana gempa bumi adalah hal yang mutlak di wilayah Indonesia. Mitigasi gempa bumi ini meliputi bahaya getarannya, deformasi tanah karena pergerakan sesar di permukaan (surface rupture), dan bahaya ikutan seperti likuifaksi, longsor, dan tsunami. Seluruh bencana gempa bumi tersebut bersumber dari pergerakan sesar aktif. Konsekuensi inilah menjadi alasan penting untuk mengetahui data detil dari lokasi dan karakteristik gempa bumi yang dihasilkannya. Data detil dan karakteristik gempa bumi adalah manifestasi pergerakan tektonik saat ini. Data tektonik aktif ini memberikan informasi banyak tentang sistem kinematika tektonik regional dan data ini bersifat pasti. Hal lainnya data ini relatif lebih mudah didapat dengan bantuan teknologi yang berkembang saat ini seperti seismograf dan Geographic Positioning System (GPS) kontinyu. Pemahaman 1

32 tektonik yang sekarang masih terjadi ini adalah salah satu kunci untuk lebih memahami tatanan tektonik di masa lalu. Rekonstruksi tektonik di masa lalu akan lebih baik karena menggunakan acuan kuantitatif berdasarkan laju pergeseran (slip rate) masa kini. Studi sesar aktif atau tektonik aktif adalah studi multidisiplin meliputi bidang: seismologi, geodesi, geofisika dan geologi. Disertasi ini menggunakan metoda geologi atau biasa disebut paleoseismologi sebagai metoda utama. Metoda paleoseismologi meliputi dua hal, yaitu : (1) pemetaan rinci jalur sesar aktif termasuk indikasi pergeseran (offset) dengan menganalisis morfotektonik bentukan geologi dipermukaan akibat pergerakan sesar aktif, dan (2) uji paritan. Uji paritan ini adalah untuk mempelajari rekaman kejadian gempa bumi masalalu yang terekam di dalam perlapisan tanah. Uji paritan paleoseismologi ini adalah metoda yang relatif baru dalam penelitian gempa bumi dan saat ini berkembang cepat. Metoda ini mulai populer setelah suksesnya studi paleoseismologi di Pallet Creek, California (Sieh, 1979). Setelah itu uji paritan berkembang pesat di USA, kemudian diikuti oleh Jepang dan Eropa. Lokasi tempat uji paritan yang berhasil baik adalah di daerah gurun dan daerah sub-tropis yang memiliki curah hujan yang rendah (McCalpin, 1996b). Studi paleoseismologi sangat penting untuk memahami karakteristik gempa karena siklus gempa besar umumnya ratusan bahkan mencapai ribuan tahun padahal ketersediaan alat dan sejarah gempa sangat terbatas atau pendek. Sejarah 2

33 gempa di Indonesia umumnya sampai 100 tahun kebelakang saja. Data gempa yang tercatat oleh peralatan seismik juga hanya sampai tahun 1900-an, namun yang sudah cukup baik kualitas datanya (sudah mulai digital) baru sejak tahun 1960-an. Data geodesi GPS umumnya baru ada (terpasang jaringannya) sejak tahunan terakhir saja. Di Indonesia penelitian paleoseismologi ini masih sangat langka. Studi paritan paleoseismologi yang telah dilakukan adalah di Sumatra Selatan - Sesar Sumatra oleh Bellier (1997b) dan di Sesar Palukoro (Bellier dkk., 1997a; Bellier dkk., 2001). Namun studi paleoseismologi ini tidak sukses karena pembuatan paritan di lokasi yang kurang tepat. Kegagalan penelitian ini disebabkan oleh kegagalan penentuan lokasi retakan permukaan gempa bumi yang benar mengingat besaran deformasi permukaan dalam ukuran kurang dari 2 m (Mw 7 dalam rumus empiris gempa bumi (Wells dan Coppersmith, 1994)). Kegagalan penentuan lokasi ini dapat terjadi karena (1) jenis data citra yang digunakan adalah beresolusi rendah sehingga masih kasar/tidak jelas, atau (2) lokasi tersebut tidak merekam kejadian gempa bumi karena kecepatan erosi lebih besar dari laju pergeseran sesar, atau (3) lokasi yang memiliki lapisan koluvium yang terlalu tebal dan homogennya, atau (4) kondisi alam Indonesia yang bersifat tropis basah sehingga mengerosi semua rekaman geologi. Penelitian ini mencoba untuk menerapkan metoda paleoseismologi di tiga lokasi sesar aktif di tiga pulau besar di Indonesia yang dimaksudkan mewakili wilayah topis Indonesia, yaitu Pulau Sumatra, Sulawesi dan Jawa (Gambar I-1). Tiga sesar 3

34 aktif tersebut adalah Segmen Sianok-Sumani-Suliti di Sesar Sumatra, Sesar Palukoro-Matano di Sulawesi Tengah, dan Sesar Lembang di Jawa Barat. Disamping itu tiga lokasi tersebut memiliki laju pergeseran, kondisi geologi dan karakter sesar yang berbeda. Gambar I-1. Lokasi penelitian Sesar Palukoro-Matano, Segmen Sianok-Sumani- Suliti di Sesar Sumatra, dan Sesar Lembang di Jawa Barat. Titik berwarna merupakan lokasi sumber gempa bumi berdasarkan katalog relokasi Engdahl (2009) berdasarkan kedalaman, yaitu merah 0-10Km, oranye 10-30Km, hijau 30-60Km, dan biru lebih dalam dari 60Km. I.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini mengembangkan berbagai macam konsep dan metoda paleoseismologi yang diaplikasikan untuk wilayah tropis, daerah Indonesia utamanya. Metoda paleoseismologi yang diterapkan adalah survey setelah kejadian gempa bumi, geofisika dangkal, survey topografi rinci, dan analisis pergeseran sungai. Tujuan metoda ini adalah untuk mempelajari (1) geometri dan (2) kinematika sesar aktif dan (3) menganalisis karakteristik potensi bahaya gempa buminya. Disamping itu, penelitian ini juga memberikan manfaat praktis 4

35 bagi sains dan rekayasa kegempaan di Indonesia yang akan dihasilkan pada tiap lokasi studi. Tiga lokasi studi sesar aktif yang terpilih mempunyai karakteristik dan permasalahan yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut, studi pada masing-masing lokasi mempunyai tujuan khusus untuk dapat memecahkan permasalahan informasi parameter kegempaan di masing-masing lokasi. (1) Sesar Sumatra memiliki pemahaman sesar aktif yang baik dengan adanya publikasi yang telah membahasnya (Bellier dan Sebrier, 1994; Bellier dkk., 1997b; Genrich dkk., 2000; Katili dan Hehuwat, 1967; McCaffrey, 1991; McCarthy, 1997; Natawidjaja, 2003; Natawidjaja dan Triyoso, 2007; Prawirodirdjo dkk., 2000; Sieh dan Natawidjaja, 2000; Untung dkk., 1985). Penelitian di Segmen Sianok-Sumani- Suliti Sesar Sumatra ini adalah untuk mempelajari fenomena kejadian gempa bumi ganda Mw 6 tahun Tujuannya adalah mengetahui jalur retakan permukaan sesar aktif (pemetaan surface rupture post-earthquake) di wilayah tropis, karakteristik gempa bumi meliputi besar magnitudo, periode ulang dengan mengetahui kejadian-kejadian gempa bumi yang lebih tua, dan mencoba menerapkan uji survey geofisika dangkal. (2) Sesar Palukoro-Matano. Lokasi ini memiliki laju pergeseran geodetik sekitar 40 mm/th (Bellier dkk., 2001) adalah paling cepat dibandingkan Sesar Sumatra sekitar 20 mm/th (Sieh dan Natawidjaja, 2000) dan Sesar Lembang sekitar 5 mm/th (Abidin dkk., 2008; Abidin dkk., 2009). Meski memiliki laju pergeseran cepat, penjelasan kinematika gerak sesar aktif di Sesar Palukoro hingga Sesar Matano (dan sekitarnya) secara utuh tidak ada (Bellier dkk., 2001; Sarsito, 2010; Socquet dkk., 2006; Vigny dkk., 2002; 5

36 Walpersdorf dkk., 1998). Penelitian di lokasi ini bertujuan untuk dapat mengetahui jalur rinci segmentasi sesar, evaluasi kinematika tektonik, sejarah gempa bumi, laju pergeseran dan karakteristik gempa bumi yang dihasilkannya. (3) Sesar Lembang. Lokasi ini memiliki laju pergeseran sesar kecil yang memberikan jumlah kejadian gempa bumi yang lebih sedikit dibandingkan Sesar Sumatra dan Sesar Palukoro-Matano. Maksud penerapan di lokasi ini adalah untuk dapat membandingkan penerapan metoda paleoseismologi di daerah tropis dengan laju pergeseran yang bervariasi. Tujuan khusus penelitian dilokasi ini adalah untuk dapat menjawab lokasi jalur rinci, geometri, kinematika sesar aktif ini, kejadian gempa bumi terakhir, dan karakteristik gempa bumi yang dihasilkan. I.3 Hipotesa Penelitian sesar aktif adalah mempelajari pergerakan tektonik yang menghasilkan gempa bumi, akan terjadi dalam di masa mendatang, dan membahayakan masyarakat (McCalpin, 1996b; Wallace, 1986; Yeats dkk., 1997a). Berdasarkan batasan waktu, sesar aktif adalah sesar yang terbukti bergerak dan menghasilkan gempa bumi dalam kurun waktu holosen atau sekitar tyl (California, 1990). Bukti-bukti kejadian-kejadian gempa bumi terekam juga didalam proses geologi. Rekaman geologi (di tiga lokasi studi) ini dapat memberikan informasi karakteristik gempa bumi yang terjadi, yaitu besar magnitudo, waktu kejadian, kinematika gerak, kecepatan geser, dan periode ulang gempa bumi. Tiga lokasi studi ini dapat mewakili metoda penelitian paleoseismologi di wilayah tropis (khususnya Indonesia). 6

37 I.4 Asumsi 1) Bahwa gempa bumi adalah hasil siklus deformasi elastik pada sesar aktif yang terbagi atas perioda akumulasi strain (interseismik), pelepasan strain/stress (coseismik dan pergerakan aseismik), dan post-seismic, yaitu aftershocks. 2) Bahwa bentukan tektonik (sesar dan lipatan) yang terlihat adalah hasil akumulasi net-deformasi dari sisa siklus deformasi elastik yang berupa deformasi plastic atau brittle (permanen) 3) Bahwa bentukan morfotektonik: gawir sesar, bukit sesar (shutter-ridge) dan lainnya yang umumnya dapat terlihat apabila laju deformasi lebih besar dari laju erosi dan sedimentasi. Kasus lain, bentukan morfotektonik dapat juga terlihat pada batuan yang keras sehingga walaupun laju deformasi tidak besar tapi erosinya tetap lebih kecil (karena batuannya keras). 4) Bahwa laju pergeseran dapat diukur dari pergeseran unsur morfologi, khususnya sungai-sungai, apabila dapat melakukan pentarikhan umur dari sampel pada lapisan yang diperkirakan mempunyai umur yang sama dengan proses mulai pembentukan sungai-sungai yang tergeserkan tersebut. 5) Bahwa umumnya laju pergeseran short-term dari pengukuran GPS (interval waktu tahunan) dianggap sama dengan laju pergeseran long-term dari pengukuran pergeseran geologi/geomorfologi (interval waktu ribuan jutaan tahun). 7

38 I.5 Kebaharuan / Novelti 1) Penelitian ini pertama berhasil menerapkan, merinci, dan menyempurnakan metoda paleoseismologi yang telah ada yang sesuai untuk daerah tropis wilayah Indonesia. Penerapan metoda ini juga sesuai dengan kondisi sumberdaya alat survey geofisika, alat survey geodetik, dan ketersediaan data citra yang tersedia dan umum dilakukan di Indonesia. 2) Penelitian ini juga menghasilkan manfaat praktis parameter gempa bumi yang berguna untuk rekayasa kegempaan di Indonesia dan gap pemahaman geologi di tiap lokasi penelitian. Manfaat praktis ini berbeda-beda berdasarkan lokasi studi sesar aktif, yaitu : a) Penelitian ini berhasil menemukan dan membuktikan kejadian gempa bumi terakhir di Sesar Lembang. b) Penelitian ini menghasilkan jalur Sesar Aktif Lembang paling rinci berdasarkan notasi kilometer yang memuat informasi bukti morfologi, bangunan, jalan dan jalur sesar. Ini merupakan pertama kali di Indonesia. c) Penelitian ini berhasil menghitung kecepatan geser geologi (geological sliprate) di Sesar Lembang. Hasil ini merupakan kecepatan geser geologi pertama di pulau Jawa. d) Penelitian ini berhasil menjelaskan hubungan kinematika antara Sesar Palu-Koro dan Sesar Matano. e) Penelitian ini yang pertama meneliti struktur geologi secara lengkap daerah Sulawesi Tengah. Penelitian ini berhasil membuat tatanama dan mendeskripsikan setiap sesar di wilayah Sulawesi Tengah. 8

39 f) Penelitian ini yang pertama membagi blok area tektonik berdasarkan batas-batas struktur geologi yang ada di Sulawesi Tengah. g) Penelitian ini berhasil mendeskripsikan segmentasi secara lengkap di Sesar Palu-Koro dan Sesar Matano. h) Penelitian ini yang pertama berhasil menemukan lokasi retakan gempa bumi besar tahun 1909 di Palu. i) Penelitian ini berhasil memperkirakan waktu periode ulang gempa bumi di Segmen Saluki. j) Penelitian ini yang pertama kali memetakan jalur retakan permukaan gempa bumi ganda magnitude 6 tahun 2007 di Solok, Sumatra Barat. Ini merupakan pertama di Sesar Sumatra dan pertama di Indonesia. k) Penelitian ini menghasilkan pemahaman karakteristik gempa bumi ganda yang dihasilkan oleh Segmen Saluki Segmen Sumani Segmen Sianok. I.6 Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini tiga lokasi studi dikerjakan secara bersamaan dengan tahapan menyesuaikan dengan tingkat pemahaman penelitian sebelumnya (Gambar I-2). Lokasi studi Sesar Sumatra diawali dengan menyusun data yang telah dikumpulkan. Data tersebut kemudian dianalisis besar pergeseran pada tiap lokasi rinci. Lokasi retakan permukaan gempa bumi 2007 di Sesar Sumatra ini adalah lokasi ideal untuk menerapkan uji survey geofisika dangkal Ground Penetrating Radar (GPR) dan Geolistrik. Lokasi studi Sesar Palukoro-Matano di Sulawesi dan Sesar Lembang di Jawa belum diketahui jelas geometri sesar- 9

40 sesarnya. Tahap awal yang harus dilakukan di dua lokasi ini adalah memetakan jalur sesar aktifnya. Tahap selanjutnya adalah mencari lokasi jalur sesar aktif menggunakan data citra resolusi tinggi, catatan sejarah, dan survey geofisika dangkal. Tujuan akhirnya adalah untuk memahami karakteristik gempa bumi di tiga lokasi tersebut. Hasil akhir ini juga untuk dapat memperbaiki dan menemukan metoda terbaik/paling sesuai untuk daerah tropis (khususnya Indonesia). Lokasi Penelitian Sesar Aktif Segmen Sumani Sesar Sumatra (Studi retakan permukan gempabumi kembar 2007) Analisis pergeseran dan distribusi retakan permukaan ge Survei GPR dan Geolistrik Sesar PaluKoro- Matano Jalur dan Segmentasi Sesar Aktif Sebaran Pergeseran Sesar Aktif (Offset Distribution) Sesar Lembang Jalur dan Segmentasi Sesar Aktif Sebaran Pergeseran Sesar Aktif (Offset Distribution) Uji Paritan Survei GPR Uji Bor Tangan dan Paritan Survei Geolistrik Uji Paritan Analisis Paleoseismologi Analisis Paleoseismologi Analisis Paleoseismologi Laju pergeseran Sesar Laju pergeseran Sesar Hasil dan perbandingan metoda paleoseismologi pada tiap lokasi studi Gambar I-2. Diagram alir kegiatan pelaksanaan penelitian metoda paleoseismologi. 10

41 I.7 Sistematika Disertasi Dalan penulisan disertasi ini dibagi dalam beberapa bab yang akan membahas tiap pokok permasalahan. Bab I merupakan pendahuluan yang berisis latar belakang, tujuan, manfaat, hipotesa, asumsi, kebaharuan/novelty, pelaksanaan penelitian dan sistematika penulisan. Bab II merupakan data dan metodologi penelitian paleoseismologi. Bab III merupakan kegiatan penelitian dilokasi studi kasus Segmen Sianok, Sumani dan Suliti, Sesar Sumatra. Bab ini berisi tentang pemetaan retakan permukaan gempa bumi ganda tahun Lokasi ini menjadi uji coba survey geofisika GPR, geolistrik, dan uji paritan. Kemudian diakhir bab ini adalah diskusi dan kesimpulan karakteristik gempa bumi yang dihasilkan. Bab IV merupakan kegiatan penelitian dilokasi studi kasus Sesar Palukoro Matano, Sulawesi bagian tengah. Lokasi ini pertama adalah berisi tentang pemetaan sesar aktif di Sulawesi bagian tengah. Secara khusus membahas pemetaan rinci untuk memahami segmentasi Sesar Palukoro Matano. Bab ini berisi tentang uji paritan, sejarah gempa bumi, kejadian gempa bumi tahun 2012, dan periode ulang Segmen Saluki (bagian Sesar Palukoro). Pada bagian akhir membahas tentang pembagian blok tektonik di Sulawesi bagian tengah dan karakteristik gempa bumi yang dihasilkannya. Bab V merupakan kegiatan penelitian dilokasi studi kasus Sesar Lembang, Jawa Barat. Bab ini membahas geometri secara rinci dengan notasi 11

42 kilometer, analisis pergeseran sungai, dan kinematika gerak. Bab ini juga menyajikan hasil uji paritan yang menunjukkan waktu kejadian gempa bumi terakhir di Sesar Lembang. Bab VI merupakan diskusi keseluruhan kegiatan di tiga lokasi penelitian. Bab ini menjelaskan permasalah dan keberhasilan penerapan metoda paleoseismologi. Bab ini juga menyimpulkan perbaikan/penambahan diagram alir penelitian paleoseismologi yang sesuai untuk daerah tropis (khususnya Indonesia). Bab VII merupakan kesimpulan penelitian ini. 12

43 Bab II DATA DAN METODOLOGI PALEOSEISMOLOGI Paleoseismologi adalah bagian dari ilmu geologi gempa bumi yang mempelajari sejarah gempa bumi terutama mengenai lokasi, waktu kejadian dan ukurannya (Wallace, 1981). Kalau seismologi mempelajari gempa bumi berdasarkan data gempa bumi yang terekam oleh peralatan, paleoseismologi mempelajari gempa bumi berdasarkan bukti-bukti geologi dari proses dan kejadian gempa bumi yang terekam di alam (McCalpin, 1996a). Konsep ilmu paleoseismologi adalah mempelajari gempa bumi yang menghasilkan deformasi di permukaan. Deformasi permukaan ini muncul dan membentuk morfologi permukaan serta menghasilkan lapisan stratigrafi yang merekam kronologi besaran dan waktu kejadian gempa bumi. Secara umum. bukti-bukti yang digunakan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu bukti paleoseismologi primer dan bukti paleoseismologi sekunder (McCalpin, 1996b). Bukti paleoseismologi primer adalah bukti langsung yang berhubungan dengan pergerakan sesar sebagai contoh gawir sesar, pergeseran sungai, bukit sesar (shutter ridge), kolam sesar (sag pond), lipatan yang berada di sepanjang sesar, dan di bawah permukaan tanah terdapat informasi rekaman stratigrafi geologi yang dapat dibuka melalui uji paritan. Bukti paleoseismologi sekunder adalah fenomena-fenomena yang disebabkan oleh getaran gempa bumi. Bukti-bukti tersebut antara lain mataair pasir (sand blows), longsoran, perubahan muka air tanah, endapan tsunami, dan pohon tumbang. 13

44 Bukti-bukti paleoseismologi primer merupakan fokus utama penelitian desertasi ini. Bukti ini biasanya tidak muncul karena beberapa hal (Gambar II-1), yaitu (1) Kekuatan gempa bumi yang terlalu lemah, yang disebabkan karena gempa bumi dangkal dengan momen magnitudo kurang dari 5 atau gempa bumi dalam, (2) kondisi lapangan yang membingungkan sehingga bercampur dengan bukti lain seperti longsor, (3) Bukti yang ada dengan cepat tererosi dan rusak oleh prosesproses permukaan. Karena bukti paleoseismologi primer merupakan bukti langsung akibat pergerakan sesar, sebaran bukti ini berkaitan langsung dengan besar magnitudo gempa bumi. Panjang retakan permukaan gempa bumi merupakan besaran yang umum digunakan untuk membandingkan dengan besar magnitudo gempa bumi (Wells dan Coppersmith, 1994). Bukti primer lain yang umum dipergunakan juga adalah besar pergeseran/offset sesar. Gambar II-1. Diagram yang memperlihatkan dimensi retakan permukaan pada berbagai tingkatan magnitudo gempa bumi. Nilai pada gambar setengah oval tersebut adalah panjang retakan dan besar maksimum pergeseran. Sebelah kanan adalah diagram yang memperlihatkan sebaran luas longsoran akibat gempa bumi sebagai bukti paleoseismologi sekunder (McCalpin, 1996b). 14

45 Tahapan penelitian metoda paleoseismologi dijelaskan pada Gambar II-2 (McCalpin, 1996). Tahap pertama adalah mengenali indikasi struktur sesar di batuan Kuarter. Kemudian memastikan struktur sesar tersebut dibentuk oleh aktifitas gempa bumi (seismogenic), bukan karena aktifitas buatan manusia atau non tektonik lainnya, misalnya longsor, subsiden, erosi, teras sungai, dan lainnya. Tahap selanjutnya adalah penentuan lokasi uji paritan. Tahap ini dibantu dengan menggunakan survey geofisika. Jika sudah dipilih, kemudian dilakukan penggalian, diskripsi dinding paritan dan interpretasi kejadian gempa bumi. Informasi geologi yang menunjukkan aktifitas di satuan batuan Kuarter; atau informasi catatan kejadian gempa bumi; atau informasi studi GPS; atau analysis deformasi bumi dari citra satelit Gawir sesar yang memotong satuan batuan Kuarter atau bentang alam Kuarter. Membedakan asal mula gawir sesar Memastikan penyebab terbentuknya gawir sesar Aktivitas manusia Non tektonik. Yaitu: Longsor, erosi, teras sungai, teras danau, subsiden, dll. Non seismogenic Seismogenic Penentuan lokasi studi dan paritan Identifikasi lokasi terbaik uji paritan Geofisika Deskripsi uji paritan rinci PENGGALIAN DAN DESKRIPSI PARITAN Interpretasi hasil Gambar II-2. Diagram alir penelitian paleoseismologi (McCalpin, 1996). 15

46 II.1 Retakan Permukaan (Surface Rupture) Gempa Bumi Retakan permukaan (surface rupture) atau fault rupture adalah retakan di permukaan bumi akibat retakan besar dibawah permukaan bumi oleh pergerakan sesar aktif ketika menghasilkan gempa bumi (Ziony, 1985)seperti dijelaskan pada Gambar II-3. Retakan permukaan ini menyebabkan perubahan permanen morfologi permukaan, sebagai contoh terjadi pergeseran morfologi setelah gempa bumi Kobe di Jepang (Ota dkk., 1997) (Gambar II-3b ) dan pengangkatan dataran setinggi 4-6 meter setelah gempa bumi Chi-chi di Taiwan (Chen dkk., 2001)(Gambar II-3c). Pemetaan retakan permukaan adalah mengukur posisi kelurusan yang mengalami deformasi. Kelurusan-kelurusan tersebut adalah kelurusan struktur bangunan, seperti tembok, rumah, lantai, pematang, dan lainnya. Kelurusan itu kemudian diukur pergeserannya yang merupakan pergeseran akibat sesar aktif.. Metoda ini telah digunakan di Sesar Sumatra (Daryono dkk., 2012; Daryono dan Tohari, 2016; Natawidjaja, 2009). II.2 Kompilasi Data Seismisitas Kompilasi data seismisitas ini adalah mengumpulkan data-data seismisitas wilayah Sulawesi dari katalog gempa bumi yang tersedia. Katalog-katalog tersebut adalah USGS, Engdahl, NEIC, focal mechanism CMT dan BMKG. Datadata tersebut dimasukkan lokasinya secara spasial 2D. Data-data gempa bumi tersebut juga disaring berdasarkan besar magnitudo dan kedalamannya. Khusus untuk data BMKG dapat disaring lebih teliti karena BMKG memiliki empat stasiun gempa bumi di sekitar Palu yang juga merekam gempa bumi magnitudo 16

47 kecil (Mw<5). Sebaran data-data gempa bumi ini diperlukan untuk mengarahkan analisis selanjutnya ke sumber gempa bumi dengan tepat. (a) (b ) Gambar II-3. (a) Model kartun retakan permukaan terhadap bidang sesar dan retakan/robekan sesar akibat pergerakan gempa bumi (Ziony, 1985). (b) Retakan permukaan sesar geser gempa bumi Kobe tahun 1995 di Jepang (panah putih)(ota dkk, 1997). Lokasi ini sekarang dijadikan museum gempa bumi Kobe. (c) Retakan permukaan sesar naik gempa bumi Chi chi di Taiwan (panah putih)(chen dkk, 2001). Retakan ini terjadi di lapangan atletik yang menyebabkan kenaikan tanah hingga 4 meter. (c) II.3 Pemetaan Sesar Aktif Pemetaan sesar aktif adalah bagian yang penting dalam penelitian metoda paleoseismologi. Keberhasilan pemetaan sesar aktif sangat berpengaruh terhadap tahap selanjutnya yaitu uji paritan. Permasalahan pemetaan di wilayah tropis adalah proses erosi yang intensif dan juga tutupan vegetasi yang dominan. Jenis 17

48 data menjadi penentu keberhasilan pemetaan ini. Jenis data yang mampu menghilangkan tutupan vegetasi akan sangat membantu menelusuri jalur sesar aktif. Pemetaan sesar aktif ini mengikuti di beberapa publikasi di dunia yaitu Sesar Sumatra Indonesia (Sieh dan Natawidjaja, 2000), Turkey (Saroglu dkk., 1992), Taiwan (Shyu dkk., 2005) and Myanmar (Wang dkk., 2014). Prinsipnya pemetaan ini adalah memetakan jalur sesar berdasarkan bentukan morfologi yang berkaitan dengan geometri dan pergerakan pada sesar dan interaksinya dengan proses erosi dan sedimentasi di sekitarnya. Makin tinggi laju deformasi atau laju pergeserannya maka akan semakin jelas jejaknya di permukaan karena laju pembentukan morfologi gempa bumi (konstruktif) akan semakin lebih tinggi dari kecepatan erosi dan sedimentasinya. Sebaliknya apabila laju deformasinya rendah atau kecepatan erosi dan sedimentasinya lebih tinggi maka jejak dari geometri dan pergerakan sesar tersebut bisa tidak tampak dipermukaan karena semua bentukannya musnah oleh erosi atau tertutup oleh sedimentasi. Jadi metoda pemetaan sesar aktif dari bentukan morfologi gempa bumi di permukaan mempunyai keterbatasan. Salah satu upaya yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mencari jejak sesar dimana jejak morfologi gempa buminya tidak terlihat dipermukaan adalah dengan mempergunakan metoda survey geofisika bawah permukaan, antara lain GPR dan geolistrik. Melakukan pengukuran laju pergeseran geologi pada sesar artinya harus mencari pergeseran lapisan geologi atau unsur morfologi seperti sungai-sungai, lembah 18

49 atau punggungan di sepanjang jalur sesarnya. Tidak semua pergeseran yang terlihat adalah karena pergerakan sesar tapi bisa juga karena faktor lain seperti pembelokan sungai karena faktor litologi, erosi sungai, atau longsoran. Oleh karena itu pemilihan pergeseran untuk pengukuran laju pergeserannya harus dilakukan dengan hati-hati, mempertimbangkan berbagai faktor geologi dan geomorfologi disekitarnya. Selain itu, walaupun kita dapat menemukan pergeseran yang dimaksud hal lain yang diperlukan adalah kita harus dapat menentukan umur dari unsur yang tergeserkan. Hal inipun seringkali tidak mudah. Misalnya apabila yang tergeserkan adalah sebuah aliran sungai, maka kita harus dapat menemukan lapisan sedimen yang umurnya kira-kira sama dengan umur sungai tersebut. Apabila sungai tersebut mengalir di atas sedimen endapan hasil letusan gunung api yang homogen, misalnya seperti sungai-sungai yang mengikis endapan tebal tufa letusan Toba di Sumatra Utara, maka menentukan umur sungai tersebut bisa dilakukan dengan mudah yaitu dengan melakukan pentarikhkan umur endapan tufa tersebut, dengan asumsi bahwa sungai tersebut mulai mengikis tufa tidak lama setelah tufa tersebut diendapkan. Lain halnya dengan aliran sungai yang mengikis lapisan-lapisan geologi yang heterogen atau berbeda-beda umur. Maka penentuan umurnya akan jauh lebih sulit. Geometri dan pergeseran yang besarnya puluhan-ratusan meter sampai lebih dari satu kilometer terbentuk oleh banyak kejadian gempa bumi dalam kurun waktu yang sangat lama. Dengan kata lain, satu kejadian sesar gempa bumi bisa dianalogikan sebagai sebuah bata dari bangunan tektoniknya. Studi paleoseismologi dalam analogi ini adalah meneliti bata-bata tersebut. Kesuksesan 19

50 studi paleoseismologi sangat ditentukan oleh berhasil tidaknya menemukan lokasi yang tepat dan cocok. Syaratnya, (1) Harus di lokasi yang dilalui oleh struktur sesar utama yang menjadi targetnya, (2) Lokasi tersebut harus mempunyai stratigrafi yang berumur sesuai target interval waktunya dan mempunyai lapisanlapisan sedimen yang bisa diuji pentarikhkan umurnya. Dengan dipenuhi dua syarat itu maka diharapkan kita bisa menemukan bukti-bukti geologi dari kejadian-kejadian gempa bumi di masa lalu, yaitu dengan melihat struktur sesar yang memotong lapisan geologi yang berumur tertentu. Besarnya gempa bumi yang terjadi setara dengan besar pergeserannya. Dari satu singkapan/paritan kita dapat melihat lebih dari satu kali kejadian gempa bumi yaitu dengan menerapkan prinsip superposisi dalam proses geologi. II.3.1 Identifikasi Morfologi Gempa Bumi Hal pertama yang harus dilakukan dalam penelitian geologi gempa bumi adalah melakukan pemetaan secara teliti bentukan morfologi gempa bumi dan endapan Kuarter di zona deformasi. Berdasarkan perkiraan umur endapan yang terpatahkan dan mengukur besar pergeserannya, parameter gempa bumi dapat dihitung yaitu : (1) Kecepatan pergeseran sesar, (2) Pergeseran atau ungkit setiap kejadian gempa bumi, (3) Umur setiap kejadian gempa bumi. Pemetaan ini mengindikasikan dimana sesar terjadi dalam satu kejadian gempa bumi atau merupakan gabungan beberapa kejadian gempa bumi berdasarkan ukuran dan umur gempa bumi. Tentunya umur tersebut tergantung dengan ketidakpastian metode pentarikhkan umur yang digunakan. 20

51 Urutan ideal investigasi morfologi gempa bumi harus dimulai skala regional, ke skala lokal (pemetaan morfologi gempa bumi), ke skala teknik (strip map, uji paritan, geofisika) (McCalpin, 1996b). Umumnya target morfologi bentukan deformasi paleoseismik berukuran sangat kecil sekitar <1 m hingga 5 m, sehingga ideal pemetaan morfologi ini dilakukan dengan menggunakan peta topografi dengan interval kontur 3 sampai dengan 5 m dan menggunakan resolusi lebih besar dari 5 m. Bentukan morfologi yang dicari antara lain: gawir sesar, bukit sesar (shutter ridge), bukit tertekan (pressure ridge), kolam sesar (sag pond), lembah dipresi (Gambar II-4). Gambar II-4. Bentuk morfologi yang berhubungan dengan sesar aktif. Bentukbentuk tersebut diberi simbol berdasarkan morfologi yang muncul (McCalpin, 1996b). Tujuan utama analisis morfologi ini adalah untuk menghitung pergeseran setiap individu kejadian gempa bumi. Nilai inilah yang digunakan untuk mengestimasi besar magnitudo gempa bumi. Pergeseran pada sesar geser umumnya dapat diketahui dengan adanya pergeseran teras, sungai dan endapan kipas alluvial (alluvial fan). 21

52 Jenis data yang dipergunakan dan kecermatan sangat menentukan hasil pemetaan bentukan morfologi gempa bumi. Sebagai contoh Gambar II-5 adalah perbandingan pemetaan bentukan morfologi sesar aktif di Segmen Cholame Sesar San Andreas. Vedder dan Wallace (1970) melakukan pemetaan menggunakan foto udara dengan skala 1:24000; Stone dan Arrowsmith (1998) menggunakan foto udara skala 1:10000; dan Arrowsmith dan Zielke (2009) memetakan seluruhnya berlandaskan GIS menggunakan citra survei Digital Elevation Modul (DEM) Lidar dengan ketelitian 0.5 hingga 1 meter. Hasil pemetaan tersebut menunjukkan hasil pemetaan peta lama cenderung lebih komplek sedangkan pemetaan terbaru menggunakan data lebih rinci cenderung lebih sederhana tarikan garisnya. Gambar II-5. Perbandingan hasil pemetaan sesar aktif Segmen Cholame Sesar San Andreas. (Atas) Vedder dan Wallace (1970) melakukan pemetaan menggunakan foto udara dengan skala 1: (Tengah) Stone dan Arrowsmith (1998) menggunakan foto udara skala 1: (Bawah) Arrowsmith dan Zielke (2009) memetakan seluruhnya berlandaskan GIS menggunakan citra survey DEM Lidar dengan ketelitian 0.5 hingga 1 meter. 22

53 II.3.2 Penggunaan Data-Data Digital Topografi dan Sistem Informasi Geografis (GIS) Data-data yang dipergunakan pada penelitian ini merupakan kompilasi data yang telah ada di Indonesia, data public domain, dan beberapa data pembelian baru. Proses analisis ini akan menggunakan perangkat lunak ArcGIS versi 10 dan akan diolah semuanya secara digital. Data-data yang dipergunakan tersebut terinci pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Sumber, nama dan ketersediaan data digital. No Nama Data Sumber 1 ASTER30M v1 2 SRTM90M 3 RBI Stasiun BMKG Palu 4 IFSAR sebagian teluk Menggunakan data penelitian grup tsunami GREAT Palu 5 LIDAR sebagian teluk Menggunakan data penelitian grup tsunami GREAT Palu 6 LANDSAT Puslit Geoteknologi LIPI 7 Quick Bird Pusat Pemantapan Kawasan Hutan Palu Departemen Kehutanan 8 SPOT5 Pusat Pemantapan Kawasan Hutan Palu Departemen Kehutanan 9 IFSAR lima lokasi Pembelian GREAT terpilih 10 IFSAR seluruh Badan Geologi ESDM Sulawesi Tengah 11 LIDAR Matano PT. Vale Indonesia 12 Katalog gempa bumi Engdahl (2005) 13 Katalog gempa bumi BMKG Stasiun Palu M<5 BMKG Palu Katalog gempa bumi USGS ic_rect.php 15 Focal Mechanism NEIC 16 Katalog sejarah gempa bumi Utsu (2002) 17 LiDAR Lembang Pembelian GREAT 23

54 II.3.3 Analisis Data Digital Analisis data digital ini secara prinsip adalah memunculkan dan menguatkan gambar bentuk morfologi gempa bumi (Arrowsmith, 2010). Keakuratan analisis ini sangat bergantung pada resolusi data digital yang dipergunakan. Sebagai perbandingan data digital DEM LiDAR memiliki resolusi 0,9 m menunjukkan gambar morfologi jauh lebih rinci dibandingkan dengan data digital IFSAR 5m, ASTER 30m, ataupun SRTM 90m (Gambar II-6). Di dalam penelitian ini objek target morfologi gempa bumi memiliki dimensi beberapa meter hingga ratusan meter. Hal ini menyebabkan resolusi DEM kasar tidak dapat memperlihatkan morfologi gempa bumi yang hanya beberapa meter tersebut tetapi dapat mengenali bentuk dimensi berukuran ratusan meter. Jadi besar resolusi data yang digunakan adalah sangat penting dan menentukan keberhasilan pemetaan sesar aktif. (a) (b) 500 m (c) (d) Gambar II-6. Perbandingan resolusi data digital di lokasi yang sama yaitu Muril - Lembang SRTM 90m (a), ASTER 30m (b), IFSAR 5m (c), dan LiDAR 0,9m (d). 24

55 II Garis Kontur Garis kontur adalah cara yang umum untuk menganalisis morfologi gempa bumi. Pembuatan garis kontur ini akan dilakukan menggunakan ArcTools- spatial analyst. Ketelitian garis kontur ini sangat bergantung terhadap resolusi data DEM yang digunakan. LiDAR dengan ketelitian 90cm menghasilkan ketelitian garis kontur 30cm. IFSAR dengan ketelitian 4m menghasilkan ketelitan garis kontur 2 m. Sedangkan ASTER dan SRTM dengan ketelitan lebih kecil dari 30m menghasilkan garis kontur 25m. II Pewarnaan Elevasi (Coloring Code) Cara pewarnaan elevasi ini akan mempergunakan kode simbol ketinggian di perangkat lunak ArcMap. Didalam perangkat lunak tersebut dapat ditentukan batas ketinggian yang diinginkan. Batas ketinggian ini dapat diubah-ubah untuk menguatkan gambar morfologi gempa bumi. Cara ini efektif untuk mengetahui batas-batas perubahan ketinggian yang kontras di mana biasanya morfologi gempa bumi tersebut muncul. II Efek Bayangan (Hill shade) Cara ini adalah membuat efek bayangan matahari. Efek bayangan ini dapat diatur lokasi mataharinya sehingga diperoleh gambar bentang alam yang jelas. Pengaturan lokasi matahari ini disesuaikan dengan lokasi dan tinggi perbukitan yang berada mengelilingi objek morfologi gempa bumi yang dikehendaki. Penelitian ini menggunakan ekspresi geomorfologi menggunakan perangkat lunak tambahan multi-shade-relief digital elevation imagery (ESRI-Mapping-Center- 25

56 Team, 2010). Perangkat lunak ini mampu membuat efek bayangan dengan pembobotan tertentu. Sudut 30 derajat diberi bobot transparan 80 persen, sudut 45 derajat 60 persen, sudut 50 derajat 40 persen dan seterusnya sehingga diperoleh banyangan gradasi bayangan yang lengkap. Kelebihan penggunaan perangkat lunak ini adalah mampu menggambarkan citra secara lengkap di wilayah lembah (perangkat lunak umumnya tertutup bayangan hitam). II Penampang Profil Ketinggian Pembuatan penampang profil ketinggian ini memberi gambaran tiga dimensi morfologi gempa bumi. Profil ini membantu untuk menemukan titik deformasi sesar aktif seperti tekuk lereng, bentuk antiklin, dan lainnya. Ketelitian penampang ini bergantung pada resolusi data DEM sama halnya seperti garis kontur. Jenis dan resolusi data mempengaruhi keakuratan garis penampang elevasi. II Tumpangsusun (Overlay Layers) Tumpangsusun merupakan cara memperlihatkan gambar bentuk morfologi gempa bumi secara bersamaan. Cara ini juga dapat membandingkannya berbagai data digital sehingga gambar morfologi gempa terlihat jelas. Cara ini adalah menggabungkan beberapa data digital dengan mentranparankan lapisan bagian atas sehingga gambar morfologi gempa bumi terlihat jelas. Cara ini dapat dikombinasikan dengan citra visual satelit dan hasil olahan DEM. 26

57 II.3.4 Pemetaan Rinci Morfologi Gempa Bumi (Active Fault Stip Map) Pemetaan rinci morfologi gempa bumi adalah memetakan rinci bentukan morfologi dan bentuk-bentuk pergeseran gempa bumi skala teknis. Pembuatan peta rinci ini adalah untuk mendapatkan situasi rinci morfologi gempa bumi. Gambaran ini diperlukan untuk mendapatkan besar pergeseran vertikal dan horisontal. Pemetaan ini menuntut ketelitan berkisar ~30mm sehingga diperlukan alat ukur total station atau theodolit. Pemetaan ini mengukur kelurusan-kelurusan bangunan sipil yang tergeser dan bentukan retakan yang dihasilkan akibat gempa bumi. Obyek kelurusan-kelurusan tersebut kemudian dihitung besar pergeserannya dengan trend arah sesar menggunakan program Computerized Automatic Design (CAD). II.3.5 Analisis Aliran Sungai Analisis aliran sungai ini adalah mencocokan bentuk morfologi dengan menggeserkannya ke posisi sebelum tergeser akibat gempa bumi. Setelah tahap interpretasi morfologi gempa bumi selesai tahap selanjutnya adalah merekonstruksi pergerakan sesar aktif tersebut. Kesesuaian kelurusan sungai, bukit, dan lembah menunjukkan ketepatan kondisi awal sebelum tergeserkan. II.3.6 Sebaran Pergeseran Horisontal dan Vertikal di Jalur Sesar Setelah diketahui jenis kinematika pergerakan sebuah sesar aktif, maka dapat diukur besaran pergeseran-pergeseran dari bentuk-bentuk morfologi asalnya, seperti aliran sungai, kelurusan lereng, dan kelurusan punggungan bukit. Data 27

58 pergeseran ini kemudian dibuat dalam grafik berdasarkan lokasinya di jalur sesar tersebut (berdasarkan notasi kilometer dari awal jalur sesar atau posisi koordinat). Grafik ini memperlihatkan pola retakan yang dihasilkan oleh retakan sesar aktif tertentu tersebut. II.3.7 Menghitung Besar Pergeseran dan Laju Pergeseran Untuk menghitung laju pergeseran, ahli geologi gempa bumi harus mampu menemukan bentuk kelurusan dan kemenerusan morfologi alami maupun buatan manusia yang selanjutnya disebut marker. Marker ini antara lain adalah kelurusan sungai, lembah, bukit, pagar, dinding, pematang sawah, jalan, irigasi, dan sebagainya. Marker ini mengalami terpotong dan tergeserkan oleh sesar aktif. Pergeseran marker ini kemudian diukur panjangnya dengan memasukkan nilai ketidakpastiannya. Besar pergeseran marker ini merupakan total pergeseran dari akumulasi pergeseran akibat beberapa kejadian gempa bumi ataupun dapat juga merupakan pergeseran akibat satu kejadian gempa bumi yang baru terjadi. Jika diketahui pergeseran marker, D, yang memotong sesar selama kurun waktu tertentu, T, dengan menggunakan persamaan berikut dapat diketahui laju pergeseran sesar, V. II.3.8 Segmentasi dan Seksi Sesar Segmentasi sesar adalah batas sesar yang membagi sesar menjadi beberapa bagian yang merupakan batas retakan permukaan oleh kejadian gempa bumi (Slemmons, 28

59 1995). Batas segmentasi adalah batas berakhirnya dan awalan sebuah retakan permukaan sesar yang berkorelasi dengan besar magnitudo gempa buminya. Segmentasi sesar dikenali berdasarkan batas diskontinyu/ketidakmenerusan struktur sesar. Batas segmen ini dikenali oleh tiga hal, yaitu (1) perubahan arah strike, (2) hilang/berhentinya morfologi sesar, (3) berhentinya retakan permukaan dari uji paritan paleoseismologi (Allen, 1968), dan (4) hasil analisis deformasi preseismik dan postseismik oleh citra radar satelit. Segmentasi dapat terjadi akibat perpindahan (step-over) sesar. Umumnya jarak segmentasi ini harus lebih lebar dari 4 km (Wesnousky, 2006). Jika kurang dari 4 km, retakan permukaan umumnya menyatu menjadi satu kesatuan retakan permukaan yang dihasilkan oleh satu kejadian gempa bumi. Pada sesar geser, panjang segmen minimum adalah sekitar 25 km dan panjang keseluruhannya adalah kelipatan dari 25 km (Klinger, 2010). Seksi adalah bagian dari segmentasi yang terbagi oleh perubahan arah strike dan/atau perubahan kinematik gerak sesar. Pembagian seksi dicirikan oleh bentuk morfologi sesar. Seksi bukan merupakan batas retakan yang bisa menghasilkan gempa bumi. Terminologi seksi ini dibedakan mengingat dalam istilah geologi gempa bumi segmentasi merupakan batasan gempa bumi, sedangkan seksi merupakan batasan interpretasi pola morfologi gempa bumi. II.4 Survei Geofisika Bawah Permukaan Dangkal Survei geofisika bawah permukaan dangkal di dalam desertasi ini adalah menggunakan alat survei Ground Penetrating Radar (GPR) dan survey geolistrik. 29

60 Kedua alat ini tersedia di beberapa laboratorium geofisika di Indonesia, antara lain di Jurusan Geofisika - Institut Teknologi Bandung, Pusat Survei Geologi Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral, Laboratorium Earth Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan lainnya. II.4.1 Survei Ground Penetrating Radar (GPR) Survei GPR akan menghasilkan gambaran bawah permukaan lapisan. GPR untuk mempelajari paleoseismologi umumnya menggunakan alat yang ada di pasaran dengan spesifikasi impuls radar MHz yang dapat menembus dengan kedalaman efektif 10m. Ferry et al. (2004) telah berhasil mempelajari jalur sesar aktif menggunakan GPR di Sesar Anatolian (Gambar II-7). Penelitian ini akan menggunakan GPR produksi GSSI dan produksi Zond dengan tipe antena Multiple Low Fequency (MLF) dengan penetrasi 10 sampai dengan 25 meter. Gambar II-7. Penampang GPR di jalur retakan permukaan gempa bumi Izmit- Turkey Mw (Ferry dkk., 2004). Dari hasil uji paritan diketahui adanya dua kejadian gempa bumi lampau yang belum diketahui waktu kejadiannya. 30

61 II.4.2 Survei Geolistrik Survei geolistrik merupakan bagian dari uji geofisika untuk mengetahui sebaran lateral dan vertikal batuan berdasarkan sifat fisik konduktivitas listriknya. Survei ini efektif untuk lokasi dengan jenis batuan yang memiliki nilai konduktifitas listrik yang kontras, seperti perlapisan batupasir dan lempung. Penggunaan alat ini untuk menemukan ketidak selarasan lapisan yang menunjukkan lokasi sesar sangat baik. Penelitian ini akan menggunakan alat geolistrik Supersting Multy Channel IP8 dengan 112 elektroda. Pengolahan data akan menggunakan software EarthImager2D. Resolusi dan kedalaman penetrasi data bergantung dengan jarak spasi elektroda yang digunakan. Umumnya resolusi data adalah setengah dari spasi elektroda dan kedalaman penetrasi adalah kali spasi elektroda (tergantung juga dengan kondisi geologi). Pada penelitian ini menggunakan spasi 2,5 m atau 5 m yang berarti resolusi data yang dihasilkan adalah 1,25 m atau 2,5 m dan kedalaman penetrasi antara m. II.5 Studi Stratigrafi Gempa bumi Ekspresi stratigrafi gempa bumi dihasilkan oleh aktifitas gempa bumi yang terlihat pada pergeseran lapisan sedimen. Pergeseran sesar ini akan memotong lapisan sedimen dan membentuk ketidakselarasan yang akan tertutupi oleh lapisan yang lebih muda. Karena studi gempa bumi ini meneliti gerakan saat ini, umumnya tipe batuan sedimennya adalah tipe batuan muda yang tak terkonsolidasi. Cara mempelajari akan dijelaskan pada bab berikut. 31

62 II.5.1 Metoda Pemboran Tangan Pemboran tangan umumnya adalah pemboran tanah dangkal yang dilakukan secara manual. Tujuan utama pemboran adalah membuat korelasi lapisan sedimen. Pemboran ini memiliki kelebihan yaitu murah, ringkas, dan hasilnya berupa inti bor yang menerus. Disamping itu sifat alat yang ringkas memudahkan mobilitas penelitian. Kekurangan pemboran adalah batas kedalaman yang hanya berkisar 3 sampai 4 meter dan tidak dapat menembus lapisan sedimen yang keras. Kekurangan lainnya adalah hasil pemboran tangan ini hanya memberikan sebaran lapisan secara lateral dengan baik, tidak menggambarkan struktur sesarnya. Ketelitian beda tinggi dan kedalaman pemboran merupakan kunci pengujian ini karena objek penelitian yang berdimensi beberapa centimeter. II.5.2 Metoda Paritan Paritan merupakan tahapan utama investigasi paleoseismologi. Pengujian ini dapat menyingkap stratigrafi gempa bumi secara lengkap baik stratigrafi dan struktur sesarnya. Uji paritan ini telah berhasil digunakan untuk mengetahui gempa bumi lampau meliputi sesar, lipatan, dan retakan yang menyebabkan pergeseran sedimentasi. Tujuan utama paritan ini adalah untuk mendapatkan gambaran 3D setiap kejadian gempa bumi. Teknik paritan adalah dengan melakukan penggalian berlapis dengan arah paritan memotong tegak lurus sesar. Arah ini untuk mendapatkan data pergeseran utama dan kejadian-kejadian gempa bumi lampau berdasarkan hukum potong-memotong sesar. Umumnya seorang ahli geologi akan mudah mengenali struktur sesar di 32

63 batuan, tetapi akan sulit mengenali struktur sesar di sesar aktif (McCalpin, 1996b). Hal ini terjadi karena sebagian besar sesar aktif terlihat di batuan yang masih muda dan belum terkonsolidasi. Contoh hasil stratigrafi ini adalah pekerjaan penelitian di hasil uji paritan Sesar Anatolian, Turkey (Gambar II-8). Analisis stratigrafi menunjukkan adanya retakan akibat gempa bumi tahun 1912 dan 1766 (Rockwell dkk., 2009). Teknik ini juga menghancurkan rekaman sedimen bagian yang digali. Sehingga teknik ini harus selalu mempertimbangkan untuk penelitian yang akan datang. Gambar II-8. Hasil uji paritan Sesar Anatolian, Turkey. Analisis stratigrafi menunjukkan adanya retakan akibat gempa bumi tahun 1912 dan 1766 (Rockwell dkk., 2009). Nama lapisan adalah berdasarkan urutan dengan notasi angka puluhan, yaitu lapisan 10, lapisan 20, dst. II.5.3 Deskripsi Lapisan Aturan umum yang digunakan dalam investigasi paleoseismik yaitu mendeskripsikan satuan lapisan berdasarkan litologi dan karakter lapukannya. Diskripsi ini umum digunakan dalam pekerjaan geologi lapangan. Deskripsi ini penting untuk mengenali kejadian pergeseran dan pengisian endapan sedimen 33

64 yang akan digunakan untuk mengetahui kronologi terjadinya gempa bumi. Terdapat 15 parameter yang harus di teliti di lapangan secara cermat. 15 parameter tersebut adalah : 1. Warna 2. Ukuran butir 3. Persentase susunan 4. Diameter butir 5. Bentuk butir 6. Pemilahan 7. Ukuran matrik 8. Kekerasan matriks 9. Ketebalan lapisan 10. Struktur sedimen 11. Lapisan tanah 12. Fosil 13. Kontak lapisan 14. Struktur yang terdeformasi 15. Interpretasi awal II.5.4 Deskripsi Pergeseran Setiap Kejadian Gempa Bumi Besar pergeseran pada sebuah kejadian gempa bumi dapat digunakan untuk menghitung besar magnitudo gempa bumi dan interval waktu sebelum antar kejadian gempa bumi. Sebaran pergeseran merupakan batas segmentasi sesar dan daerah karakteristik pergeseran. Untuk mengukur pergeseran tiap kejadian gempa bumi adalah dengan mengenali jumlah kejadian gempa bumi dan kemudian menemukan bentuk kelurusan yang sama yang telah tergeser dan kemudian mengukurnya. Pengukuran ini harus dilakukan melalui ekskavasi paritan secara tiga-dimensi melalui beberapa paritan. Hasil akhir pengamatan lapisan adalah untuk mengenali dan menghitung jumlah retakan permukaan yang dihasilkan oleh kejadian gempa bumi. Retakan permukaan ini juga menunjukkan terpotongnya lapisan sedimen yang dapat dianalisa dan diuji pentarikhkan umurnya seakurat mungkin. Bukti retakan permukaan ini biasanya disebut kejadian gempa bumi lampau (paleoseismic event). Kriteria untuk mengidentifikasi retakan permukaan adalah adanya bukti 34

65 perlapisan yang ditunjukkan oleh Gambar II-9 notasi 1 hingga 10 sebagai berikut (Lettis dan Kelson, 2000) : (1) Batuan atau lapisan sedimen yang tersesarkan, (2) Upward fault termination (UFT) pada ketidakselarasan, (3) Ketidakselarasan akibat deformasi batuan atau sedimen, (4) Pergeseran batuan, (5) Perbedaan ketebalan lapisan, (6) Baji koluvial (colluvium wedge), (7) Material yang terpindahkan, (8) Penebalan lapisan pada bagian yang turun, (9) Material yang menerobos, (10) Bidang sesar yang muncul kepermukaan Kronologi retakan permukaan hasil deskripsi paleoseismologi adalah berisi beberapa kejadian retakan permukaan yang merepresentasikan kejadian gempa bumi. Retakan permukaan tersebut dideskripsikan sebagai kejadian gempa bumi yang diberi notasi alfabet. Sebagai contoh adalah deskripsi Sesar San Andreas yang kejadian gempa buminya diberi notasi kejadian A hingga F (Gambar II-10) (Grant dan Sieh, 1994). Kejadian gempa bumi A merupakan UFT yang terjadi sebelum umur lapisan 30 dan lapisan 40. Gempa bumi B pada saat umur lapisan 50. Gempa bumi D terjadi pada umur lapisan 100. Gempa bumi E tidak diketahui dengan jelas posisi UFTnya. Gempa bumi F terjadi pada umur lapisan 200 dan 200a. 35

66 Gambar II-9. Diagram yang menunjukkan kriteria yang digunakan dalam mendeskripsi gempa bumi lampau di singkapan dekat permukaan (Lettis dan Kelson, 2000). (1) Batuan atau lapisan sedimen yang tersesarkan, (2) Upward fault termination (UFT) pada ketidakselarasan, (3) Ketidakselarasan akibat deformasi batuan atau sedimen, (4) Pergeseran batuan, (5) Perbedaan ketebalan lapisan, (6) Baji koluvial (colluvium wedge), (7) Material yang terpindahkan, (8) Penebalan lapisan pada bagian yang turun, (9) Material yang menerobos, (10) Bidang sesar yang muncul kepermukaan. 36

67 Gambar II-10. Sketsa paritan Sesar San Andreas. Huruf abjad (A,B,C,D,E,F) menunjukkan bukti kejadian gempa bumi (Grant dan Sieh, 1994). II.5.5 Pemilihan Sampel dan Pentarikhkan Umur Hasil deskripsi stratigrafi gempa bumi memberikan informasi kronologi sedimentasi yang tergeser akibat aktifitas gempa bumi. Pemahaman data deskripsi lapangan ini memberikan arahan menentukan lapisan kunci untuk diketahui umurnya. Tanpa umur, kita tidak bisa menghitung laju pergeseran sesar dan umur kejadian. Pemilihan sampel uji karbon menentukan hasil rekonstruksi kronologi gempa bumi. Sampel terbaik adalah sampel vegetasi yang mati tertimbun saat terjadi gempa bumi. Ciri khas sampel ini adalah posisi vegetasi yang mati pada posisi tumbuhnya. Tetapi tidak setiap lokasi dijumpai sampel ini. Umumnya sampel 37

68 fragmen arang yang sering ditemui. Jenis sampel arang ini mengindikasikan umur maksimal suatu lapisan. Bagaimanapun pemilihan sampel ini sangat tergantung kondisi singkapan paritan. Pentarikhkan umur lapisan yang akan digunakan adalah uji karbon. Berdasarkan peluruhan C14 yang dikandung didalam material organik sebelum dan sesudah matinya akan dapat diketahui umur material organic tersebut. Uji karbon umum digunakan untuk menentukan umur lapisan karena uji ini efektif untuk lapisan memiliki umur kurang dari 50 ribu tahun (Stuiver dkk., 1979). Uji ini juga dapat menghasilkan batas kesalahan hingga 10 tahun (Yeats dkk., 1997b). Penelitian ini seluruh analisis pentarikhan umur adalah menggunakan uji Accelerator Mass Spectometry Radiocarbon Dating (AMS) di Laboratorium Beta Analytic, Florida, Amerika. Proses AMS ini menghitung rasio C12 dan C14 dengan teliti dan hanya memerlukan sampel karbon murni kurang dari satu gram. Hal ini sesuai dengan kondisi paritan yang umumnya sampel karbon berukuran butiran pasir yaitu sekitar 2-5 mm. 38

69 BAB III STUDI KASUS I: SEGMENT SIANOK, SUMANI DAN SULITI, SESAR SUMATRA III.1 Latar Belakang Pulau Sumatra berada di batas lempeng yang bergerak miring terhadap batas lempeng Asia dan Lempeng Indo-Australia. Sistem tumbukan ini menghasilkan zona penunjaman dan sistem sesar geser di Pulau Sumatra (Fitch, 1972; McCaffrey, 1992)(Gambar III-1). Laju pergeseran Lempeng Indo-Australia adalah 57 mm/th dengan arah miring (Prawirodirdjo dkk., 1997). Laju pergerseran ini diserap oleh proses penunjaman dengan kecepatan 47 mm/th dan proses pergeseran menganan dengan perkiraan kecepatan 23 mm/th oleh Sesar Sumatra (Genrich dkk., 2000; Sieh dkk., 1994). Struktur Sesar Sumatra telah banyak diteliti (Bellier dkk., 1997b; Katili dan Hehuwat, 1967; Natawidjaja dan Kumoro, 1995; Untung dkk., 1985), termasuk dipetakan secara rinci oleh Sieh dan Natawidjaja (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Sistem Sesar Sumatra ini memiliki panjang 1500 km yang membentang dari Selat Sunda hingga Aceh dan terbagi atas 20 segmen aktif (Bellier dkk., 1997b) atau 21 segmen aktif (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Penelitian pengukuran laju pergeseran geodesi juga sudah dilakukan (Genrich dkk., 2000; Prawirodirdjo dkk., 2000). Sesar Sumatra aktif menghasilkan gempa bumi. Sejak tahun 1890 tercatat telah ada 21 gempa bumi besar yang terjadi (Natawidjaja dkk., 2007). Meskipun 39

70 produktif menghasilkan gempa bumi, hingga saat ini belum ada penelitian retakan permukaan gempa bumi di Sesar Sumatra ini. Pada tanggal 6 Maret 2007 terjadi dua gempa bumi dengan magnitudo yang sama Mw 6 di Sumatra Barat. Dua gempa bumi yang terjadi dari sumber retakan sesar yang berbeda, besar magnitudo yang hampir sama, berada dilokasi yang berdekatan, dan dengan jeda waktu yang singkat didefinisikan sebagai gempa bumi ganda (doublet) (Kagan dan Jackson, 1999). Gempa bumi doublet ini memiliki focal mechanism sesar geser berdasarkan katalog USGS dan BMKG. Bab III ini telah dipublikasikan di dalam jurnal internasional Bulletin of the Seismology Society of America (BSSA) dengan judul Twin-Surface Ruptures of the March 2007 M>6 Earthquake Doublet on the Sumatran Fault (Daryono dkk., 2012). Gambar III-1. Sebaran pusat gempa bumi berdasarkan katalog relokasi Engdahl (2009) di sekitar daratan dan lepas pantai Sumatra Barat. Lempeng Indo- Australia menunjam ke Lempeng Asia dengan kecepatan 57 mm/th dengan arah miring yang menyebabkan munculnya Sesar Sumatra dengan kecepatan sinistral 23 mm/th di wilayah Sumatra Barat ini. Kotak hitam adalah lokasi gempa bumi 6 Maret 2007 yang akan diperjelas pada gambar berikutnya. 40

71 III.2 Tujuan Penelitian Gempa bumi ganda (doublet) Mw 6,2 dan 6,4 tanggal 6 Maret 2007 memberi peluang untuk meneliti sebaran, bentuk, dimensi dan pergeseran retakan permukaan. Penelitian ini bertujuan mendokumentasi, menganalisis retakan permukaan, serta mencoba menerapkan uji paritan, geolistrik dan GPR. Hasilnya adalah metoda terbaik yang dapat diterapkan di lokasi sesar aktif lainnya (khususnya uji GPR dan geolistrik). Tujuan lainnya adalah untuk dapat memahami karakteristik gempa bumi yang dihasilkan dan akan dihasilkan dimasa depan oleh segmen sesar aktif Sianok, Sumani dan Suliti ini. III.3 Pemetaan Retakan Permukaan (Surface rupture) 6 Maret 2007 terjadi dua gempa bumi Mw 6 di Sumatra Barat. Gempa bumi pertama terjadi pada pukul 10:50 pagi, dan kedua terjadi pukul 12:45 siang (Natawidjaja dkk., 2007). Gempa bumi ini menghasilkan retakan permukaan yang telah dipublikasikan oleh Daryono dkk (2012) dan akan dijelaskan pada bab berikutnya. Lokasi retakan permukaan ini tiga lokasi berada di Segmen Sianok (Koto Gadang, KG; Pandai Sikek, PS; dan Batipuh, BA) dan tujuh lokasi di Segmen Sumani (Sumpur, SR; Sumani, SU; Kasiak, KA; Baringin Tanam, BT; Tanjung Bingkung, TB; Lukuak, LU; dan Padung, PA) (Gambar III-2). Penjelasan rinci tiap lokasi akan disajikan pada bab berikut secara sistematis dari baratlaut ke tenggara. Penelitian ini adalah mendokumentasikan retakan permukaan gempa bumi ganda tahun 2007 dengan mengukur pergeseran kelurusan-kelurusan bangunan seperti 41

72 tepi jalan, dinding tembok, pondasi, batas pertanian, jembatan, batas sawah, saluran air, dan lainnya. Survei rinci ini adalah melakukan pengukuran di lokasi pergeseran retakan permukaan yang jelas dan terjangkau jalur transportasi. Pengukuran pergeseran retakan permukaan menggunakan alat ukur total station dan pengukuran manual menggunakan pita ukur. Survei ini dilakukan pada tahun 2007 dan

73 Padang Gambar III-2. Lokasi sumber gempa bumi ganda 6 Maret 2007 Mw 6 di Sumatra Barat. Lokasi ini berada di Sumatra Barat (dijelaskan pada kotak hitam gambar sebelumnya). Bintang 1 dan 2 adalah kejadian gempa bumi yang pertama dan kedua berdasarkan USGS (hijau) dan BMKG (kuning). Garis merah adalah Segmen Sianok dan Segmen Sumani (bagian dari Sesar Sumatra). Titik lokasi retakan permukaan (surface rupture) ditunjukkan dengan titik oranye dilokasi Koto Gadang (KG), Pandai Sikek (PS), Batipuah (BA), Sumpur (SR), Sumani (SU), Baringin Tanam (BT), Tanjung Bingkung (TB), Lukuak (LU), dan Padung (PA). 43

74 Utara III.3.1 Segmen Sianok Lokasi paling atas (baratlaut) adalah KG. Di daerah lebih atas setelah lokasi KG tidak ditemukan adanya retakan permukaan. Di lokasi KG terdapat enam lokasi rinci yaitu KG1 KG6 yang membentuk kelurusan gawir, retakan dan pergeseran dengan arah N326 o E. Bangunan-bangunan disepanjang jalur ini mengalami kerusakan berat akibat besarnya goncangan dan adanya pergeseran. Lokasi KG1- KG6 ini di jelaskan (Gambar III-3) di dalam peta rinci yang menggunakan koordinat lokal yang diperoleh dari Kepala Nagari Koto Gadang. Gambar III-3 Peta Nagari Koto Gadang dan sebaran lokasi retakan permukaan KG1- KG6. Bangunan-bangunan disepanjang jalur ini mengalami kerusakan berat akibat besarnya goncangan dan adanya pergeseran. Enam lokasi rinci ini membentuk garis lurus berarah N326 o E (Daryono dkk., 2012). 44

75 Di KG5, retakan memotong tanggul pembatas sawah (Gambar III-4a). Hasil pengukuran menggunakan total station menunjukkan pergeseran menganan sebesar 35 cm (Gambar III-4b). a) b) Gambar III-4 Lokasi pergeseran di KG5 yang (a) memotong pematang sawah dan (b) hasil pengukuran pergeseran menggunakan total station. Di KG6, retakan permukaan memotong bangunan rumah. Di dalam bangunan terlihat pergeseran menganan 19 dan 20 cm yang jelas di struktur lantai (Gambar III-5). 19 cm a) b) 20 cm Gambar III-5. (a) Lokasi retakan permukaan di KG6 memotong bangunan rumah. (b) Di dalam bangunan terlihat pergeseran menganan 19 dan 20 cm yang jelas di struktur lantai 45

76 Di KG4, terdapat retakan permukaan di jalan beton. Retakan permukaan ini menyebabkan jalan beton bergeser menganan 40 cm dan 9 cm. Perbedaan pergeseran ini kemungkinan disebabkan kekuatan beton dan perpotongan jalan beton dan jalur sesar yang miring (Gambar III-6). Gambar III-6. Lokasi KG4, terdapat retakan permukaan di jalan beton. Retakan permukaan ini menyebabkan jalan beton bergeser menganan 40 cm dan 9 cm. Lokasi KG3, retakan permukaan memotong bangunan rumah. Retakan ini terlihat pada lantai rumah dengan besar pergeseran menganan 18 dan 21 cm (Gambar III- 7). Retakan ini menerus memotong di lokasi KG2. Gambar III-7. Retakan permukaan di lantai rumah yang menyebabkan pergeseran menganan 18 dan 21 cm, di KG3. 46

77 Lokasi KG2, retakan permukaan memotong bangunan sekolah, mesjid, kolam pancuran dan jalan aspal (Gambar III-8). Pergeseran di lantai sekolah adalah menganan 28 dan 29 cm dengan komponen turun sisi barat 8 dan 12 cm (Gambar III-9 dan III-10). Retakan permukaan ini menerus ke bangunan masjid dengan menggeser bangunan menganan 45 cm. Retakan permukaan terus menerus membentuk garis lurus hingga di lokasi KG1. a) b) Gambar III-8. Foto lokasi KG1 (a) di bangunan sekolah, dan (b) di masjid. 47

78 Gambar III-9 Survei total station lokasi KG2. Retakan permukaan ini menerus ke bangunan masjid dengan menggeser bangunan menganan 45 cm. Retakan permukaan terus menerus membentuk garis lurus hingga di lokasi KG1. 48

79 West Koto Gadang, KG-2B, line Cm East (m) (m) 0.55 (m) West Koto Gadang, KG-2B, line-2 East 7.8 Cm (m) Gambar III-10. Penampang ketinggian komponen vertikal KG2 line 1(a) dan line 2(b). Di lokasi KG1 retakan permukaan memotong ladang sayuran. Di lokasi ini terdapat 13 pergeseran di deretan pematang tanaman yang bergeser berarah N330 o E menganan cm dan penurunan 5-15 cm (sisi barat turun)(gambar III-11 dan III-12). 49

80 Gambar III-11. Lokasi KG1. terdapat 13 pergeseran di deretan pematang tanaman yang bergeser berarah N330 o E menganan cm. 50

81 (m) West 9.27 Cm Koto Gadang, KG-1B, line (m) East West Koto Gadang, KG-1B, line Cm 8 (m) East (m) (m) 0.95 West Koto Gadang, KG-1B, line-4 East Cm (m) West Koto Gadang, KG-1B, line Cm (m) 2 1 East (m) 1.05 West Cm 15 Koto Gadang, KG-1B, line (m) East (m) Gambar III-12. Bersambung..

82 West Koto Gadang, KG-1B, line Cm East 1.05 (m) (m) West Koto Gadang, KG-1B, line Cm East 1.05 (m) (m) West Koto Gadang, KG-1B, line-9 East 0.6 (m) Cm (m) West Koto Gadang, KG-1B, line Cm East (m) West Koto Gadang, KG-1B, line-11 5 (m) East Cm (m) (m) Gambar III-12. Bersambung..

83 West Koto Gadang, KG-1B, line-12 East Cm (m) (m) West Koto Gadang, KG-1B, line Cm East 0.5 (m) (m) (m) West Koto Gadang, KG-1B, line-1 East 6.53 Cm (m) Gambar III-12. Penampang ketinggian line1 sampai dengan line13 lokasi KG-1B yang menunjukkan penurunan 5-15 cm (sisi barat turun) Sembilan kilometer kearah tenggara dari lokasi KG, terdapat retakan permukaan di Pandai Sikek (PS). Retakan permukaan di lokasi PS berada di halaman depan toko suvenir Sayuthi Melik. Retakan permukaan ini memanjang dan memotong jalan raya utama Padang Bukit Tinggi dengan arah sejajar. Retakan permukaan di jalan raya utama ini tidak terlihat jelas, tetapi di dekatnya terdapat jalan cabang 53

84 yang terdapat retakan permukaan yang jelas dimana arah jalan tegak lurus dengan arah sesar (Gambar III-13). Pergeseran di lokasi PS terdiri atas dua lokasi rinci yaitu PS1 dan PS2. Pergeseran PS1 adalah menganan dengan besar 10, 13 dan 18 cm dan komponen vertikal 8 dan 17 cm (sisi timur turun)(gambar III-14 dan III- 15). Retakan ini menerus memotong tangga beton di PS2. Tangga beton mengalami pergeseran menganan 11 cm (Gambar III-16). (a) Main road (b) Main road Branch road Gambar III-13. Retakan permukaan di Pandai Sikek (PS). (a) Retakan permukaan ini memanjang dan memotong jalan raya utama Padang Bukit Tinggi dengan arah sejajar (main road) dan (b) jalan cabang (branch road) yang terdapat retakan permukaan yang jelas (arah jalan tegak lurus dengan arah sesar). 54

85 (a) (b) Gambar III-14. (a) Hasil survei total station dan (b) foto retakan permukaan di konblok halaman depan toko suvenir Sayuthi Melik. 55

86 1.2 1 (m) West Pandai Sikek, PS-1, line-1 East Cm (m) (m) West Pandai Sikek, PS-1, line Cm East (m) 0.5 (m) 0.4 West Pandai Sikek, PS-1, line-3 East Cm (m) (m) West 16.8 Cm Pandai Sikek, PS-1, line-4 East (m) (m) West Pandai Sikek, PS-1, line-6 East Cm Gambar III-15. Penampang ketinggian komponen vertikal retakan permukaan lokasi PS1. (m) 56

87 Gambar III-16. Survei total station di tangga beton PS2. Duabelas kilometer arah tenggara dari lokasi PS, terdapat retakan permukaan di Batipuah (BA). Di lokasi sini retakan permukaan yang memotong di tiga lokasi jalan aspal. Retakan permukaan di BA3 menggeser jalan aspal menganan 29 dan 31 cm (Gambar III-17). Selanjutnya adalah lokasi BA2. Di lokasi BA2, retakan permukaan menggeser jalan menganan 20 cm (Gambar III-18). Lokasi berikutnya adalah BA1 (Gambar III-19). Hasil pengukuran menunjukkan jalan aspal bergeser menganan 40 cm dan tidak ada perbedaan tinggi. Gambar III-17. Lokasi retakan permukaan di BA3. 57

88 Gambar III-18. Lokasi retakan permukaan di BA2. Gambar III-19. Lokasi retakan permukaan di BA1. III.3.2 Segmen Sumani Terdapat tujuh lokasi retakan permukaan di Segmen Sumani. Dari arah paling baratlaut ke tenggara adalah SR, SU, KA, BT, TB, LU dan PA (Gambar III-20). Di SR, retakan permukaan memotong bangunan rumah menjadi dua bagian dan menyebabkan bangunan tersebut roboh. Hasil survei rinci total station 58

89 memperlihatkan pergeseran menganan 25 dan 12 cm dengan komponen vertikal 27 dan 19 cm dengan sisi timur turun (Gambar III-20 dan III-21). Gambar III-20. Hasil survei total station di lokasi SR (m) West Sumpur, SU-1, line Cm East (m) (m) West Sumpur, SU-1, line Cm East (m) Gambar III-21. Penampang ketinggian komponen vertikal retakan permukaan di lokasi SR. 59

90 Duabelas kilometer kearah tenggara dari lokasi SR terdapat retakan permukaan di lokasi Sumani (SU). Di lokasi ini retakan permukaan memotong dan menggeser jalan aspal dan dinding pasangan batu kali menganan 31 cm, 36 cm dan 56 cm. Retakan permukaan di lokasi ini membentuk kelurusan dengan arah N33 o W (Gambar III-22 dan III-23). Gambar III-22. Retakan memotong dinding pasangan batu kali di SU. Gambar III-23. Retakan memotong jalan aspal di SU. 60

91 Di lokasi KA terdapat retakan permukaan yang jelas dengan arah retakan permukaan N9 o W. Setiap bangunan yang terpotong retakan permukaan mengalami rusak berat (Gambar III-24). Delapan pengukuran rinci total station menunjukkan pergeseran menganan antara 6 hingga 84 cm, rata-rata 39 cm, dan pergeseran vertikal di line 3 dan 4 adalah 18 dan 23 cm dengan sisi timur naik (Gambar III-25 dan III-26). (a) (b) Gambar III-24. Retakan permukaan di lokasi KA. (a) Retakan permukaan memotong jalan aspal dan (b) retakan pemukaan memotong batas kolam. 61

92 West 12 Gambar III-25. Survei total station retakan permukaan dilokasi KA. Kasiak-Sumani, KA-1, line-3 East 22.5 Cm (m) (m) West Kasiak-Sumani, KA-1, line Cm East (m) (m) Gambar III-26. Penampang ketinggian komponen vertikal retakan permukaan di KA. 62

93 Lokasi BT adalah lokasi paling menarik karena dilokasi ini merekam pergeseran gempa bumi 2007 dan kejadian gempa bumi sebelumnya. Di lokasi ini terdapat retakan permukaan di saluran irigasi beton yang hanya menunjukkan gerakan gempa bumi 2007 dan jalan aspal tua dan pematang sawah yang menunjukkan komulasi kejadian gempa bumi 2007 dan kejadian-kejadian gempa bumi sebelumnya (Gambar III-27). Survei total station memperlihatkan pergeseran menganan 23, 42 dan 26 cm, dengan komponen vertikal 16cm sisi barat turun (Gambar III-28 dan III-29). Jalan aspal di BT ini sudah ada sejak tahun 1899 (berdasarkan peta Belanda). Pergeseran jalan aspal dilokasi ini adalah menganan 1.7 m (line1) dan 1.5 m (line2). Di pematang sawah (80 meter dari jalan aspal) terdapat retakan permukaan menggeser menganan 0.8 dan 1.3 m (line 7-9). Pergeseran vertikal berdasarkan kelurusan lereng jalan aspal adalah 18 cm. Berdasarkan informasi Bapak Hasan yang lahir tahun 1919 dan tinggal di daerah Baringin Tanam ini menjelaskan bahwa retakan permukaan juga terlihat dilokasi yang sama pada gempa bumi tahun 1926 dan

94 (a) (b) Gambar III-27. Lokasi retakan permukaan di BT. (a) Foto mengarah ke barat dengan lingkaran merah adalah kelurusan retakan permukaan gempa bumi tahun 2007 dan (b) mengarah ke timur yang memperlihatkan pergeseran jalan sejak tahun 1899 yang berarti merupakan komulasi pergeseran gempa bumi tahun 1926 dan

95 Gambar III-28. Hasil survei total station di BT. memperlihatkan pergeseran menganan 23, 42 dan 26 cm, dengan komponen vertikal 16cm sisi barat turun, pergeseran menganan 1.7 m (line1) dan 1.5 m (line2), dan di pematang sawah (80 meter dari jalan aspal) menggeser menganan 0.8 dan 1.3 m (line 7-9). Lokasi ini merekam pergeseran gempa bumi tahun 2007, 1943 dan

96 West Baringin Tanam, BT-1A, East line Cm (m) 100 West Baringin Tanam, BT-1A, line Cm (m) East (m) Gambar III-29. Penampang ketinggian pergeseran vertikal retakan permukaan 16cm (sisi barat turun) di BT. Satu koma dua kilo meter ke arah tenggara dari lokasi BT, terdapat retakan permukaan di lokasi Tanjung Bingkung (TB). Di lokasi TB terdapat pergeseran jalan aspal menganan dengan panjang 8, 35 dan 29 cm, komponen vertikal nol (Gambar III-30). Gambar III-30. Hasil survei total station di TB. 66

97 Ke arah tenggara terdapat retakan permukaan di lokasi Lukuak (LU). Dilokasi ini terdapat retakan permukaan yang menggeser 8 cm menganan jalan aspal (Gambar III-31). Danaruslan (tetua adat dan kepala desa) memberitahu bahwa retakan yang sama terjadi ketika kejadian gempa bumi tahun 1926 dan Gambar III-31. Hasil survei total station di LU. Lokasi paling tenggara adalah PA. Lokasi ini retakan permukaan memotong jalan aspal dengan pergeseran menganan 13 dan 7 cm (Gambar III-32 dan III-33). Survei ke arah lebih tenggara tidak ditemukan lagi retakan permukaan. Gambar III-32. Foto retakan permukaan di PA. 67

98 Gambar III-33. Hasil survei total station di PA. III.4 Survei GPR untuk Retakan Permukaan Gempa bumi 2007 Dokumentasi retakan permukaan gempa bumi Mw 6 tahun 2007 memberikan kesempatan mengetahui lokasi pasti sumber gempa bumi. GPR dan geolistrik perlu dilakukan uji coba di lokasi retakan permukaan gempa ini. Alat GPR yang digunakan adalah Zond GPR dengan kombinasi antenna 150 MHz. Modifikasi standar pekerjaan kita lakukan untuk mengurangi gangguan akibat cara berjalan dengan membuat landasan pipa PVC seperti pada Gambar III- 34. Pengolahan data mentah adalah menggunakan perangkat lunak Prism2.59. Pengolahan yang diterapkan adalah penentuan titik nol, panjang survei, dan menyaring frekuensi (frequency filter). 68

99 Gambar III-34. Modifikasi menggunakan alas pipa PVC untuk mengurangi gangguan akibat perubahan ketinggian jalan kaki. Dilokasi BT, survei GPR dilakukan disepanjang jalan aspal sepanjang 560m dengan arah dari Timur ke Barat. Muka air tanah di interpretasikan di kedalaman 2,6 m (Gambar III-35). Retakan permukaan gempa bumi 2007 jelas terlihat hingga kedalaman 7,5 m. Disamping itu terlihat pula bentuk retakan lainnya yang berada didekat retakan permukaan gempa bumi Hasil ini juga konsisten dengan hasil geolistrik. Retakan permukaan gempa bumi 2007 juga terlihat dengan ketidak selarasan lapisan penutup. Lokasi SU, survei dilakukan sepanjang 280 m dengan arah Timur ke Barat. Muka air tanah terlihat dikedalaman 3 m (Gambar III-36). Retakan permukaan gempa bumi 2007 terlihat jelas pada gambar GPR dan geolistrik. Lokasi PS, survei dilakukan di dua lokasi. Lokasi pertama (PS1) adalah sejajar jalan raya Padang-Bukit Tinggi (Gambar III-37). Retakan permukaan gempa bumi 2007 tidak terlihat dilokasi ini tetapi hasil GPR menunjukkan bawah permukaan jalan ini jelas terlihat adanya retakan. Retakan ini teridentifikasi hingga kedalaman 12,5 m. Lokasi kedua PS2 adalah tegak lurus jalan raya tempat 69

100 ditemukan retakan permukaan gempa bumi Lokasi ini terlihat jelas retakan hingga kedalaman 5 m. Di lokasi ini tidak memungkinkan uji geolistrik karena harus memotong jalan raya yang lebar dan padat. Lokasi KG, survei dilakukan dari arah Timur ke Barat. Panjang survei adalah 300 m. Retakan permukaan gempa bumi 2007 terlihat pada gambar hasil uji GPR dan geolistrik (Gambar III-38). 70

101 0 (m) 5 a jarak (m) (m) 5 b jarak (m) c. Gambar III-35(a, b) Survei GPR di Baringin Tanam (BT) dilakukan disepanjang jalan aspal sepanjang 560m dengan arah dari Timur ke Barat. Retakan permukaan gempa bumi 2007 jelas terlihat hingga kedalaman 7,5 m. (c) Hasil ini juga konsisten dengan hasil geolistrik. Retakan permukaan gempa bumi 2007 juga terlihat dengan ketidak selarasan lapisan penutup. 71

102 (m) a. 0 jarak (m) (m) b. 0 jarak (m) c. Gambar III-36 (a,b) Survei GPR di Sumani (SU). Survei ini dilakukan sepanjang 280 m dengan arah Timur ke Barat. Retakan permukaan gempa bumi 2007 terlihat jelas pada gambar GPR dan (c) geolistrik. 72

103 0 (m) 5 (b) 10 0 jarak (m) (c) 400 (a) (d) traces Gambar III-37 (a) Lokasi PS, survei dilakukan di dua lokasi. (b,c) Lokasi pertama (PS1) adalah sejajar jalan raya Padang-Bukit Tinggi. Retakan permukaan gempa bumi 2007 tidak terlihat dilokasi ini tetapi hasil GPR menunjukkan bawah permukaan jalan ini jelas terlihat adanya retakan. Retakan ini teridentifikasi hingga kedalaman 12,5 m. (d,e) Lokasi kedua PS2 adalah tegak lurus jalan raya tempat ditemukan retakan permukaan gempa bumi (e) traces 73

104 0 (m) 5 (a) a jarak (m) (b) (c) Gambar III-38 Lokasi KG, survei dilakukan dari arah Timur ke Barat. Panjang survei adalah 300 m. Retakan permukaan gempa bumi 2007 terlihat pada gambar hasil uji GPR (a,b) dan geolistrik (c). 74

105 III.5 Uji Paritan di Retakan Permukaan Gempa bumi 2007 Lokasi paritan dilakukan di Desa Sumani, Kabupaten Solok. Lokasi paritan ini berada di area persawahan produktif di lokasi retakan permukaan gempa bumi ganda tahun 2007.(Gambar III-39 dan Gambar III-40). Dimensi parit adalah panjang 4 m, lebar 1.5 m dan dalam 1 m. Hasil uji paritan menunjukkan empat lapisan (Gambar III-41) yaitu lapisan tanah padi (atau lapisan 10), lapisan tanah padi (atau lapisan 20), lapisan lanau (atau lapisan 30), dan lapisan lanau pasiran (lapisan 40). Garis retakan permukaan terlihat jelas memotong lapisan tanah sebagai ketidakselaran akibat pergeseran gempa bumi tahun Hasil uji pentarikhan umur karbon menunjukkan umur lapisan 30 adalah tahun (AD). Umur lapisan ini jauh lebih tua dari perkiraan yaitu kejadian gempa bumi tahun 1936 dan/atau Kemungkinan rekaman kejadian gempa bumi 1936 dan/atau 1943 terekam pada lapisan 20. Pada lokasi paritan ini lapisan 20 ini tipis dan dangkal. Besar kemungkinan lapisan 20 ini terombak oleh kegiatan pertanian sawah. (a) (b) Gambar III-39. (a) Lokasi uji paritan di lokasi Segmen Sumani di Desa Sumani. (b) Tahap penggalian. 75

106 Gambar III-40. Peta situasi lokasi penggalian uji paritan dan retakan permukaan akibat gempa bumi ganda tahun Gambar III-41. Penampang perlapisan uji paritan. menunjukkan empat lapisan yaitu lapisan tanah padi (atau lapisan 10), lapisan tanah padi (atau lapisan 20), lapisan lanau (atau lapisan 30), dan lapisan lanau pasiran (lapisan 40). Garis retakan permukaan terlihat jelas memotong lapisan tanah sebagai ketidakselaran akibat pergeseran gempa bumi tahun Sayangnya hasil uji pentarikhan umur karbon menunjukkan umur lapisan tahun (AD). Umur lapisan ini jauh lebih tua dari perkiraan yaitu kejadian gempa bumi tahun 1936 dan/atau

107 III.6 Ringkasan dan Diskusi Ringkasan dan diskusi hasil penelitian di Sesar Sumatra ini disajikan dalam tiga subbab selanjutnya. Tiga subbab ini berisi tentang hasil survey retakan permukaan gempa bumi tahun 2007, karakteristik gempa bumi di Segmen Sianok-Sumani- Suliti, dan hasil survey geofisika dangkal di jalur sesar aktif. III.6.1 Retakan Permukaan Gempa Bumi 2007 Penelitian ini telah berhasil mendokumentasikan bukti lapangan retakan permukaan gempa bumi kembar Mw dengan panjang 22.5 km (bagian selatan dari 90km Segmen Sianok) dan 22 km (bagian utara dari 60km Segment Sumani). Kompilasi data pergeseran retakan permukaan disarikan pada Tabel 2. Secara keseluruhan pergeseran adalah menganan dengan rata-rata 51 cm untuk retakan permukaan di Segmen Sianok dan 36 cm untuk retakan permukaan di Segmen Sumani. Nilai rata-rata ini dihitung berdasarkan luas area pada Gambar III-42 di bagi dengan panjang retakan permukaan. Pergeseran vertikalnya adalah 23 cm di retakan permukaan Segmen Sianok dan 17 cm di retakan permukaan Segmen Sumani. Dokumentasi ini merupakan dokumentasi pertama yang dilakukan di Sesar Sumatra dan juga di Indonesia. 77

108 Tabel 2. Retakan permukaan gempa bumi tahun Site Name ID Lines Strike Dextral Offset Offset (cm) Average (cm) Vertical Offset Up Side Offset (cm) Average (cm) Description Sianok Segment *36 *17 Koto Gadang (KG) o E ; o S Pandai Sikek (PS) o E ; o S Batipuh (BA) o E ; o S KG-5 N27 o W 35 ± 4 nil boundary of paddy field KG-6 1 N27 o W 19 ± ± 2 nil lines 1-2 are floor of a house patio 2 N27 o W 20 ± 2 nil KG-4 1 N27 o W 40 ± 2 24 ± 2 nil north side of concrete road 2 N27 o W 9 ± 2 nil south side of concrete road KG-3 1 N27 o W 18 ± 2 19 ± 2 nil lines 1-2 are floor tiles of a house 2 N27 o W 21 ± 2 nil KG-2 1 N27 o W 28 ± 2 32 ± 2 E 12 ± 1 10 ± 1 lines 1-2 are foundation of a school 2 N27 o W 29 ± 2 E 8 ± 1 3 N27 o W 45 ± 2 lines 3 is foundation of a mosque KG-1 1 N14 o W 38 ± 4 46 ± 4 E 7 ± 3 10 ± 3 lines 1-13 are berms 2 N14 o W 95 ± 4 E 9 ± 3 of eggplants field 3 N14 o W 68 ± 4 E 9 ± 3 4 N14 o W 65 ± 4 E 9 ± 3 5 N22 o W 25 ± 4 E 5 ± 3 6 N22 o W 48 ± 4 E 14 ± 3 7 N22 o W 54 ± 4 E 15 ± 3 8 N27 o W 39 ± 4 E 6 ± 3 9 N27 o W 41 ± 4 E 9 ± 3 10 N27 o W 31 ± 4 E 17 ± 3 11 N27 o W 31 ± 4 E 10 ± 3 12 N27 o W 30 ± 4 E 9 ± 3 13 N27 o W 27 ± 4 E 13 ± 3 PS-1 6 N43 o W 10 ± 2 46 ± 4 W 17 ± 1 14 ± 1 line 6 is in an aspalt road 5 N43 o W 13 ± 4 lines 1-5 are pavement of hexagonal blocks 4 N43 o W W 17 ± 1 3 N43 o W W 8 ± 1 2 N43 o W W 12 ± 1 1 N43 o W 18 ± 2 W 15 ± 1 PS-2 N43 o W 11 ± 2 a concrete stairway BA-3 1 N15 o W 29 ± 3 46 ± 4 nil all lines of BA are in asphalt road 2 N15 o W 31 ± 3 nil BA-2 N06 o W 20 ± 3 nil BA-1 1 N06 o W 40 ± 3 nil 2 N06 o W 40 ± 3 nil Sumani Segment *51 *23 Sumpur (SR) o E ; o S Sumani (SU) o E ; o S Kasiak (KA) o E ; o S Baringin Tanam (BT) o E ; o S Tanjung Bingkung (TB) o E ; o S Lukuak (LU) o E ; o S SR 1 S26 o W 25 ± 2 18 ± 2 W 27 ± 1 23 ± 1 all are in a concrete house 2 S26 o W 12 ± 2 W 19 ± 1 SU 1 N33 o W 56 ± 2 41 ± 3 low stone wall 2 N33 o W 31 ± 3 north side of asphalt road 3 N33 o W 36 ± 3 south side of asphalt road KA 1 N09 o W 19 ± 2 39 ± 2 20 ± 1 concrete drains 2 N09 o W 21 ± 3 NW side of asphalt road 3 N09 o W E 23 ± 1 lines 3-4 are in the aspalt road 4 N09 o W E 18 ± 1 5 N09 o W 67 ± 3 SE of asphalt road 6 N09 o W 36 ± 2 lines 6-8 are floor 7 N09 o W 6 ± 2 of a concrete house 8 N09 o W 84 ± 2 BT 1 N31 o W 173 ± 3 W 16 ± 1 16 ± 1 NW side of old road 2 N31 o W 148 ± 3 W 16 ± 1 SE of old road 3 N31 o W 23 ± 2 lines 3,4 are concrete drains 4 N31 o W 42 ± 2 lines 5-9 are boundary 5 N31 o W 26 ± 4 of paddy field 6 N31 o W 146 ± 4 lines 1,2,6-9 are 7 N31 o W 78 ± 4 cummulative offset 8 N31 o W 134 ± 4 9 N31 o W 86 ± 4 TB 1 N33 o W 35 ± 3 32 ± 3 east side of asphalt road 2 N33 o W 29 ± 3 west side of asphalt road LU 1 N33 o W 8 ± 3 8 ± 3 W 1 ± 1 2 ± 1 south side of asphalt road 2 N33 o W W 3 ± 1 in the asphalt road Padung (PA) PA 1 N33 o W 17 ± 2 12 ± 3 nil concrete drain o E ; o S 2 N33 o W 13 ± 3 nil north side of asphalt road 3 N33 o W 7 ± 3 nil south side of asphalt road Those coordinates above use WGS 1984 data. * Average values calculated by measuring the area under the curves in Fig6 dividing by the rupture lengths. 78

109 Gambar III-42. Distribusi pergeseran lateral dan vertikal gempa bumi kembar M6+ Solok Retakan permukaan gempa bumi kembar M memiliki panjang 22.5 km (bagian selatan dari 90km Segmen Sianok), 22 km (bagian utara dari 60km Segment Sumani), pergeseran menganan dengan rata-rata 51 cm di Segmen Sianok, dan 36 cm di Segmen Sumani. III.6.2 Karakteristik gempa bumi di Segmen Sianok, Sumani dan Suliti, Sesar Sumatra Dalam rekamanan sejarah kejadian gempa bumi di daerah ini, tercatat telah terjadi empat kali gempa bumi yaitu tahun 1822, 1926, 1943 dan Kecuali gempa bumi tahun 1822, catatan gempa bumi tersebut menunjukkan bahwa gempa bumi terjadi dua kali dengan jeda waktu yang berbeda-beda yaitu 3 jam, 7 jam dan kejadian terakhir 2 jam. Gempa bumi pertama selalu terjadi di bagian selatan dan kemudian disusul dengan gempa bumi yang terjadi disebelah utaranya. 79

110 Kompilasi lokasi kerusakan, sebaran MMI dan lokasi retakan permukaan di tunjukkan pada Gambar III-43 (Natawidjaja dan Kumoro, 1995; Untung dkk., 1985). Gempa bumi tahun 2007 kelihatannya mirip dan berada di retakan permukaan yang dengan gempa bumi tahun 1926 tetapi jelas berbeda dengan gempa bumi tahun Magnitudo gempa bumi 1996 diperkirakan hampir atau sama dengan gempa bumi tahun 2007, tetapi gempa bumi tahun 1943 jelas jauh lebih besar. Gempa tahun 1822 masih belum diketahui karena tidak ada catatan yang lebih rinci membahasnya. Padang Gambar III-43. Karakteristik gempa bumi dan retakan permukaan Segmen Sianok, Sumani dan Suliti. Gempa bumi yang terjadi selalu dua kali (ganda/doublet) dengan besar magnitudo sama dan dengan jeda waktu tertentu (3 jam, 7 jam dan kejadian terakhir 2 jam). Gempa bumi pertama selalu terjadi di bagian selatan dan kemudian disusul dengan gempa bumi yang terjadi disebelah utaranya. 80

111 III.6.3 Survei Geolistrik dan GPR di Retakan Permukaan Segmen Sianok dan Sumani, Sesar Sumatra Hasil ujicoba survey di lokasi retakan permukaan yang sudah diketahui (retakan permukaan gempa bumi tahun 2007) menunjukkan perlapisan yang terpotong oleh lapisan lebih muda dan merupakan garis ketidakselarasan lapisan. Garis ketidakselarasan lapisan ini sesuai dengan posisi lokasi retakan permukaan yang telah diketahui. GPR kuat menggambarkan garis ketidakselarasan retakan permukaan gempa bumi, sedangkan geolistrik menggambarkan perlapisan bawah permukaan dengan baik. Perlapisan ini menunjukkan juga ketidakselarasan yang berkorelasi juga dengan retakan permukaan gempa bumi tahun Hal ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat geofisika dangkal geolistrik dan GPR dapat digunakan untuk mencari/menemukan lokasi retakan permukaan yang belum diketahui. 81

112 82

113 Bab IV STUDI KASUS II: SESAR PALUKORO- MATANO, SULAWESI BAGIAN TENGAH IV. 1. Tatanan Tektonik Sulawesi Pulau Sulawesi tersusun oleh tatanan tektonik yang rumit dan tidak mudah dijelaskan (Hall dkk., 2011). Hingga saat ini masih aktif bergerak dan rutin menghasilkan gempa bumi. Pulau Sulawesi ini tersusun atas tatanan struktur geologi yang aktif bergerak dengan kecepatan pergeseran yang berbeda-beda yang ditunjukkan pada Gambar IV-1. Disebelah utara Pulau Sulawesi terdapat North Sulawesi Subduction dengan kecepatan pergeseran geodetic mm/th (Socquet dkk., 2006). Di darat terdapat pergeseran dengan kecepatan pergeseran 11 mm/yr di Sesar Gorontalo (Rangin dkk., 1999). Dari arah timur bergerak mendekat kemenerusah Sesar Sorong dengan besar pergeseran 32 mm/th (Rangin dkk., 1999). Di bagian tengah Pulau Sulawesi adalah Sesar Palukoro yang aktif bergerak (Bellier dkk., 2001; Katili, 1970; Rangin dkk., 1999; Socquet dkk., 2006) dengan besar pergeseran geodetic mm/th (Socquet dkk., 2006), 34 mm/yr (Sarsito, 2010) dan pergeseran geologi 29 mm/th (Bellier dkk., 2001). Bellier (2001) mengelompokkan Sesar Palukoro sebagai sesar dengan besar pergeseran tinggi dengan kegempaan yang rendah. Kemenerusan kearah timur adalah Sesar Matano dengan besar pergeseran sekitar 2 cm/th (Socquet dkk., 2006). Sebaran sumber gempa bumi mengelompok di bagian Subduksi Utara Sulawesi yang terlihat dengan pengelompokan kedalaman katalog relokasi Engdahl (2007). Di bagian tengah pulau Sulawesi, sebaran gempa bumi dangkal bersifat acak. 83

114 Kinematika pergeseran Sesar Palukoro ini seharusnya meneruskan pergeserannya ke Sesar Matano sehingga besar pergeseran harusnya hampir sama atau lebih kecil dari besar pergeseran Sesar Matano. Hal lainnya adalah produksi gempa bumi di Sulawesi ini yang jarang jika dibandingkan dengan kecepatan pergeseran yang masuk klasifikasi bergerak cepat (Bellier dkk., 2001). Permasalahan struktur sesar ini juga diperparah dengan belum adanya tatanama yang lengkap. Bahkan terdapat penamaan ganda untuk satu garis sesar. Permasalah lain adalah batas sesar juga batas segmentasi sesar yang tidak jelas. Sesar Palukoro dan Sesar Matano yang hingga saat ini masih belum diketahui batas dan ketersambungannya. Tahapan pertama dalam penelitian ini adalah menyusun dan memetakan neotektonik di Sulawesi bagian tengah (ditunjukkan pada kotak hitam)(gambar IV-1) menggunakan data Digital Elevation Modul (DEM). Kemudian tahap selanjutnya adalah menganalisis rinci segmentasi Sesar Matano hingga Sesar Palukoro. IV. 2. Permasalah dan Tujuan Studi Permasalahan dan tujuan studi terbagi dijelaskan pada tiga subbab selanjutnya. Tiga subbab ini menjelaskan tentang permasalahan laju pergeseran, model geodesi dan karakteristik gempa bumi di Sulawesi bagian tengah. 84

115 Gambar IV-1. Struktur geologi regional di Pulau Sulawesi dan lokasi studi penelitian yang ditunjukkan oleh kotak hitam. Kompilasi hasil penelitian geodesi deformasi di Sulawesi. Sumber peta adalah gambar SRTM 90m dan ETOPO1. IV.2.1 Perbedaan Laju Pergeseran Sesar Matano dan Sesar Palukoro Hasil pengukuran laju pergeseran survei geodesi yang menyimpulkan bahwa laju pergeseran di Sesar Matano adalah sekitar 2 cm/tahun (Sarsito, 2010) dan di Sesar Palukoro mencapai 4 cm/tahun (Socquet dkk., 2006) masih sukar diterangkan oleh kinematika tektoniknya. Sesar Palukoro fungsinya adalah meneruskan pergerakan dari Sesar Matano maka laju pergeserannya seharusnya sama atau lebih kecil dari Sesar Matano. Apabila diasumsikan bahwa hasil pengukuran laju pergeseran ini sudah akurat maka kemungkinan besar desakan kolisi mikrokontinen tersebut tidak hanya diakomodasi oleh pergerakan lateral yang rigid tapi juga deformasi internal dari kerak buminya. Dalam hal ini, kemungkinan defisit 2cm/tahun di 85

116 Sesar Matano diakomodasi oleh shortening atau zona sesar naik di utara Sesar Matano. Oleh karena itu untuk mengetahui hal ini penelitian laju pergeseran yang didapat dari pengukuran geodesi perlu diuji kembali oleh pengukuran independen dari long-term geological slip rates dari kedua sistem Sesar Palukoro dan Sesar Matano tersebut. IV.2.2 Model Geodesi Tidak Mempertimbangkan Struktur Sesar di Sekitarnya (Sulawesi bagian tengah) Model geodesi yang digunakan belum mempertimbangkan struktur di antara Sesar Palukoro dan Sesar Matano karena belum ada peta detil yang membahasnya. Struktur di antara Sesar Palukoro dan Sesar Matano ini diperlukan juga untuk memahami struktur sutura kolisi dan sesar naik keterkaitannya dengan struktur dan kinematika tektonik di Sulawesi. Publikasi pemetaan rinci hanya ada di Sesar Palukoro saja dan itupun ditampilkan dalam peta dengan resolusi yang rendah. Publikasi tersebut membagi Sesar Palukoro menjadi 7 segmen sesar aktif (Bellier dkk., 2001)(Gambar IV-2). Studi ini menggunakan citra satelit SPOT-5 resolusi 5 m tahun Pemetaan ini memperlihatkan terdapat tujuh segmentasi sesar dengan panjang 15 hingga 59 km yang diperlihatkan dengan simbor S0 hingga S6. Panjang segmen Sesar Palukoro adalah S0:15km, S1:59km, S2:43km, S3:29km, S4:40km, S5:20km, dan S6:~12km (di darat). Segmen bagian utara mempunyai karakter panjang lebih pendek dari bagian selatan. Bagian selatan dibatasi oleh pembelokan Leboni. Segmen bagian selatan, S1 dan S2, mempunyai ciri segmen berupa garis lurus dan 86

117 panjang. Sedangkan segmen bagian utara mempunyai ciri bentuk en-echelon. Ini menunjukkan bahwa segmentasi yang panjang di bagian selatan berubah ke utara menjadi lebih komplek dengan cabang-cabang segmen sesar aktif (Bellier dkk., 2001). Sayangnya publikasi ini tidak menjelaskan rinci segmentasi Sesar Palukoro ini meliputi lokasi dan alasan penentuannya. Beberapa segmen bertentangan dengan publikasi terbaru. Segmen S2 over estimate dan under estimate pada S6, S5 dan S4 dengan pemahaman publikasi bahwa batas step-over segmentasi 4 km (Wesnousky, 2006). Disamping itu penamaan berdasarkan abjad menyulitkan dibandingkan dengan penamaan identitas morfologinya seperti yang digunakan pada segment di Sesar Sumatra. Hal inilah yang melatarbelakangi untuk dilakukan kembali pemetaaan sesar aktif lebih rinci, dengan konsep segmentasi terkini dan menggunakan data terbaru juga. Gambar IV-2. Segmentasi Sesar Palu - Koro. Terdapat tujuh segmen (S0 hingga S6) (Bellier dkk., 2001). 87

118 IV.2.3 Tidak diketahui Karakteristik Sesar Palukoro dan Sesar Matano Ketiadaan peta rinci struktur sesar dan ketidak jelasan lokasi parameter gempa bumi menyebabkan tidak diketahuinya karakteristik Sesar Palukoro dan Sesar Matano dalam menghasilkan gempa bumi. Parameter gempa bumi yang diperlukan adalah sejarah kejadian, segmentasi, lokasi tepat, laju pergeseran, besar pergeseran tiap kejadian gempa, periode ulang, dan karakter perulangan gempa bumi. Parameter tersebut akan dicari melalui studi paleoseismologi yang belum pernah dilakukan di Sesar Palukoro dan Sesar Matano. Parameter tersebut juga digunakan untuk keperluan seismic hazard analysis. IV. 3. Metode dan Sumber Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini terbagi dalam beberapa wilayah yang ditunjukkan pada Gambar IV-3. Data dasar menggunakan data Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) 30 m (USGS, 2015). Kemudian data IFSAR 5 meter (wilayah dengan kotak kecil) dan Lidar 0.9 meter melingkupi wilayah pinggir pantai Teluk Palu yang diperoleh dari Australia-Indonesia Facility for Disaster Reduction (AIFDR). Data Light Detection and Ranging (LiDAR) terfilter 2.5 meter sekitar Danau Matano Towuti Lontoa dari PT. Vale. Data citra IFSAR 5 m hampir seluruh Sulawesi bagian tengah dari Badan Geologi ESDM. Pada tahap awal adalah mengumpulkan hasil penelitian dan publikasi peta geologi di daerah Sulawesi ini (Ratman dan Atmawinata, 1993; Rusmana dkk., 1993; Sidarto dan Bachri, 2013; Simandjuntak dkk., 1993; Simandjuntak dkk., 1991; Simandjuntak dkk., 1997; Sukamto dkk., 1973; Sukido dkk., 1993; Surono, 2013). 88

119 Informasi geografis tatanama sungai menggunakan data Peta Departemen Pekerjaan Umum (Public-Work-Team, 1999). Data-data tersebut kemudian dikompilasi, digitasi dan analisis didalam perangkat lunak Geographic information System ArcGIS. Penguatan gambaran geomorfologi dilakukan menggunakan model Swiss Hillshade and the MDOW (multi-directional oblique weighting) didalam aplikasi hillshade tools (ESRI-Mapping-Center-Team, 2010). IV. 4. Kegempaan/Seismologi Di dalam penelitian ini digunakan data seismisitas gempa bumi berdasarkan katalog relokasi Engdahl yang merekam kejadian gempa bumi tahun (Engdahl dkk., 2007). Katalog gempa bumi Engdahl memiliki lokasi sumber yang akurasi tetapi tidak memiliki data focal mechanism-nya. Sumber data seismisitas lainnya adalah katalog Global Centroid Moment Tensor (CMT) yang memiliki data focal mechanism tetapi kesalahan sumber lokasi lebih besar dibandingkan dengan katalog relokasi Engdahl (Ekstrom dkk., 2012). Penelitian ini mengkombinasikan kedua katalog tersebut yaitu menggunakan data focal mechanism katalog CMT dengan sumber lokasi berdasarkan katalog relokasi Engdahl. Hasil kombinasi katalog ini digunakan untuk membantu interpretasi morfologi sesar aktif menunjukkan korelasi sumber sesar, jenis sesar dan fokal mekasnism yang bersesuaian (Gambar IV-4). Rincian penjelasannya akan disatukan dengan penjabaran setiap sesar pada bab selanjutnya 89

120 "E "E "E "E "E "E Kilometers "S Palu LiDAR0.6M 1 0 0"S Gambar IV-18 Gambar IV-15 Poso 2 0 0"S Gambar IV-9 Morowali SRTM30M "S 2 0 0"S "E Budong budong Gambar IV-8 IFSAR5M SRTM30M IFSAR5M(AIFDR) 3 0 0"S "E "E "E "S "E "E "E Gambar IV-3. Data-data yang digunakan, indeks lokasi gambar-gambar selanjutnya dan morfologi menggunakan Data SRTM 30 Gambar IV-7 Gambar IV-11 Gambar IV-10 Gambar IV-12 Soroako Filtered LiDAR2.5M m(usgs, 2015). Data dasar menggunakan data Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) 30 m (USGS, 2015). Kemudian data IFSAR 5 meter (wilayah dengan kotak kecil) dan Lidar 0.9 meter melingkupi wilayah pinggir pantai yang diperoleh dari Australia-Indonesia for Disaster Reduction (AIFDR). Data Light Detection and Ranging (LiDAR) terfilter 2.5 meter sekitar Danau Matano Towuti Lontoa dari PT. Vale. Data citra IFSAR 5 m hampir seluruh Sulawesi bagian tengah dari Badan Geologi ESDM "S "E 90

121 119 30'0"E 120 0'0"E '0"E 121 0'0"E ± '0"E 122 0'0"E Kilometers '0"S 1995 Magnitude '0"S & & 2012 Depth 0-30Km 2 0'0"S Km Km Km 1 30'0"S >300Km '0"S & & '0"S 119 0'0"E 119 0'0"E '0"E '0"E 2 30'0"S '0"E 121 0'0"E '0"E 122 0'0"E 3 0'0"S Gambar IV-4. Sebaran sumber gempa bumi dan sumber sesar penghasil gempa bumi tersebut. Peta ini menyajikan data focal mechanism katalog CMT dengan titik lokasi berdasarkan katalog relokasi Engdahl (2007). 91

122 119 30'0"E 120 0'0"E '0"E 121 0'0"E '0"E 122 0'0"E Parigi Basin 2 3 Kilometers '0"S Palu Basin a Sausu Basin 4 Samalera Basin 1 Palolo Basin Mapane Basin 8 1 0'0"S Pasangkayu Basin b Kulawi Basin Toro Basin Sopu Basin Lindu Basin Napu Basin 6 7 Bau Basin ± Sumara Basin Morowali Basin 2 0'0"S Banggaiba Basin 19 Timbowa Basin Tiu Basin 1 30'0"S 2 0'0"S 119 0'0"E 119 0'0"E Budong budong Basin '0"E Gimpu Basin Besoa Basin Bada Basin 14 c Eno Basin 120 0'0"E d Meloi Basin 2 30'0"S Poso Basin Manea Basin a 10 Kangkelo Basin '0"E Tomuikarya Basin Salo Fractures Zone Gambar IV-5. Nama, nomor dan lokasi sesar. Penelitian ini mendiskripsikan 20 sesar secara sistimatis dari atas kiri berurutan ke kanan dan secara rinci 4 segment di Sesar Palukoro dan 6 segment di Sesar Matano. 15 b 11 Bone Basin Pansu Basin Toletole Basin 121 0'0"E Menaowe Basin 12 Matano Basin c Leduledu Basin Lingkobu Basin d Mahalona Basin Towuti-Matano-Lontoa Fractures Zone Towuti Basin '0"E 18 e f Lontoa Basin 122 0'0"E Geresa Basin Liasa Basin g 2 30'0"S 3 0'0"S 92

123 "E "E "E "E "E "E Kilometers Active Fault Inactive Fault Fractures Hot Spring "S 1 0 0"S 2 0 0"S "S "S 2 0 0"S "E "E "E "E "E "S "E "E "E 3 0 0"S Gambar IV-6. Jalur sesar dan sebaran mataair panas. Garis hitam adalah sesar tidak aktif. Garis merah adalah sesar aktif. 93

124 IV. 5. Hasil Pemetaan Sesar Aktif - Geometri dan Segmentasi Sesar Pulau Sulawesi memiliki tatanan sesar yang rumit yang terdiri atas sesar yang masih aktif bergerak dan yang tidak lagi bergerak. Penelitian ini mendiskripsikan 20 sesar secara sistimatis dari atas kiri berurutan ke kanan. Diskripsi jalur sesar akan diperjelas juga dengan pemberian titik koordinat awal dan titik koordinat akhir. Pada lokasi tertentu adalah merupakan kumpulan retakan (fractures) yang membentuk zona. Pada bagian akhir akan dijelaskan secara rinci 4 segment di Sesar Palukoro dan 6 segment di Sesar Matano. Penjabaran ini dijelaskan pada Gambar IV-5 yang berisi nama dan lokasi sesar serta Gambar IV-6 yang berisi jalur sesar dan sebaran mataair panas. IV.5.1. Sesar Palintuma ( o E,0.988 o S o E,1.352 o S) Jalur Sesar Palintuma ini ditunjukkan nomor 1 pada Gambar IV-5. Jalur sesar ini dicirikan dengan lembah sungai sempit, beda pola morfologi, perubahan ketinggian, dan tekuk lereng yang memanjang. Jalur sesar ini memiliki panjang 48 km dan berorientasi N325 o E (Gambar IV-3). Dua kejadian gempa bumi sesar normal pernah terekam berasal dari lokasi ini yaitu pada tahun 2001 Mw 5.2 kedalaman 47 km dan tahun 2005 Mw 6.3 kedalaman 12 km (Gambar IV-4). Jalur sesar ini telah dikenali dan dipetakan oleh Sidarto and Bachri (2013) dan Sukido (1993) tetapi masih tak bernama. Penelitian 94

125 ini memberikan nama Sesar Palintuma berdasarkan nama sungai Palintuma yang terpotong jalur sesar. Sesar Palintuma ini masuk dalam klasifikasi sesar aktif. IV.5.2. Sesar Parigi ( o E,0.77 o S o E,1.067 o S) Jalur Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 2 pada Gambar IV-5. Jalur sesar ini ditandai dengan gawir sesar dan triangular facet yang memanjang dan membentuk lengkung sempurna kurang lebih 57 km dengan arah orientasi N315 o E (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Morfologi sesar ini sudah mengalami erosi lanjut dan tidak terlihat ekspresi sesar aktif yang memotong sediment kuarter. Hal tersebut menunjukkan bahwa sesar ini tidak aktif. Batas utara jalur sesar ini berbatasan dengan laut, sedangkan sebelah selatan bertemu dan terpotong oleh Sesar Tokararu. Sesar ini bernama Sesar Parigi (Sidarto dan Bachri, 2013). Gempa bumi normal tahun 1995 yang terjadi di ujung timur dekat perpotongan dengan Sesa Tokararu. Sumber gempa bumi ini kemungkinan kuat dihasilkan oleh Sesar Sausu yang berada 7 km didekatnya. Sesar Sausu dijabarkan pada salah satu bab selanjutnya. IV.5.3. Sesar Tokararu ( o E,0.966 o S o E,1.576 o S) Jalur sesar ini ditunjukkan oleh nomor 3 pada Gambar 4. Garis sesar ini membentuk garis 74 km dengan arah lengkung relative N330 o E yang dicirikan oleh lembah sungai sempit, mataair panas, gawir dengan beda tinggi yang jelas dan triangular facet (Gambar IV-5 dan Gambar IV-8). Ujung utara jalur sesar ini menerus kearah laut dicirikan oleh antiklin dan tekuk lereng yang jelas. Batas 95

126 sebelah selatan adalah 8 km step over kanan dengan Sesar Boncea. Gawir sesar ini terlihat jelas lembah sungai Kuala Wungingkay, Kuala Malahena, Kuala Puna, Kuala Takararu dan Kuala Sausu. Sesar ini berdasarkan ekspresi morfologi dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara yang telah mengalami erosi lanjut dan tidak memotong sedimen muda; sedangkan bagian selatan memiliki ekspresi morfologi yang segar dan memotong sedimen muda. Sukamto (1975) telah mengenali sesar ini tapi masih tak bernama. Sidarto (2013) menyebutnya dengan dua nama yaitu Sesar Normal Poso Barat dan Sesar Sausu. Didalam publikasi ini diberikan nama Sesar Tokararu berdasarkan lokasi sungai Kuala Tokararu yang memiliki ekspresi sesar paling jelas. Alasan pemberian nama baru ini karena jalur sesar ini berada jauh dari Danau Poso dan juga kota Poso; disamping itu ada jalur sesar lainnya yang lebih tepat menggunakan nama Sesar Poso. Gempa bumi pernah terjadi di jalur ini pada 1996 Mw 4.3 kedalaman 49.7 km dan tahun 2009 Mw 5.1 kedalaman 35 km (Gambar IV-4). Sesar ini masuk klasifikasi sesar aktif. IV.5.4. Sesar Sausu ( o E,1.026 o S o E,1.277 o S) Jalur sesar ini ditunjukkan oleh nomor 4 pada Gambar IV-5. Jalur sesar ini dicirikan dengan lembah sungai sempit, mataair panas dan triangular facet yang 96

127 memanjang hingga 81 km dengan orientasi N295 o E (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Ekspresi gawir sesar terlihat jelas di lembah sungai Kuala Sausu. Seismisitas pernah terekam adanya dua kejadian gempa bumi normal yaitu Mw 4.5 kedalaman 55.4 km 1983 dan Mw 4.8 kedalaman 42.9 km 2005 (Gambar IV-4). Jalur sesar ini telah dipetakan dalam publikasi Simandjuntak (1997) tetapi masih tak bernama. Penelitian ini menamakan jalur sesar ini sebagai Sesar Sausu sesuai dengan nama sungai tempat ekpresi morfologi yang kentara. Sesar ini masuk dalam klasifikasi sesar aktif. IV.5.5. Graben Palolo ( o E,1.043 o S o E,1.455 o S) Graben Palolo ditunjukkan oleh nomor 5 di Gambar IV-5. Sesar ini dicirikan adanya triangular facet, mataair panas dan gawir sesar yang memanjang 70 km dengan arah N315 o E (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Sesar ini membentuk lembah Palolo dan lembah Sopu dibagian tengahnya. Batas kiri/baratlaut adalah berpotongan dengan Sesar Palukoro, sedangkan batas kanan/tenggara adalah menghilang di Lembah Napu. Dua kejadian terekam di sesar ini yaitu pada tahun 1977 Mw 5.1 kedalaman 50 km dan gempa bumi sesar normal tahun 2005 Mw 5.3 kedalaman 35 km (Gambar IV-4). Simandjuntak (1997) telah mengenali struktur ini. Sesar ini masuk klasifikasi sesar aktif. 97

128 IV.5.6. Sesar Naik Malei ( o E,1.237 o S o E,2.473 o S) Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 6 pada Gambar IV-5. Sesar ini terlihat degan adanya ekpresi morfologi lembah sungai sempit dan gawir sesar dengan panjang 137 km dan orientasi relatif N10 o E (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Jalur sesar ini membentuk lekuk sinusoidal dengan 3 buah panjang gelombang. Jejak sesar ke utara dibatasi dengan hilangnya bentuk gawir didekat pertemuan dengan Sesar Sausu. Jejak sebelah selatan hilang dan berdekatan dengan Sesar Bungadidi. Di Lembah Napu, terdapat ekspresi sesar yang memotong sedimen quarter yang menunjukkan aktifitas sesar. Sesar ini disebut sebagai Sesar Poso oleh Simandjuntak (1997) dan sudah dikenali didalam peta geologi yang dipublikasikan oleh Sukamto (1975). Nama lain sesar ini adalah Sesar Naik Poso (Sidarto dan Bachri, 2013). Penelitan ini menggunakan nama Sesar Naik Malei karena jalur sesar ini terlihat jelas morfologi sesarnya di Sungai Owei Malei. Alasan pemberian nama baru ini karena jalur sesar ini berada jauh dari Danau Poso dan juga kota Poso; disamping itu ada jalur sesar lainnya yang lebih tepat menggunakan nama Sesar Poso. Dua kali seismisitas tercatat di tahun 2001 yaitu Mw 4.8 kedalaman 7.9 km dan Mw 4.9 kedalaman 22.6 km yang terjadi didekat Lembah Napu (Gambar IV-4). Sesar ini masuk dalam klasifikasi sesar aktif. 98

129 IV.5.7. Sesar Poso ( o E,1.414 o S o E,2.177 o S) Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 7 pada Gambar IV-5. Sesar ini telah dipetakan dan dipublikasi oleh Simandjuntak (1997) dan Sukamto (Sukamto, 1975). Jalur sesar ini dicirikan dengan gawir sesar, tekuk lereng, lembah Poso dan triangular facet yang memanjang 94 km (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Bagian utara memiliki dua lajur sesar dengan arah N34 o E yang kemudian membelok membentuk garis kurva dengan arah N10 o E. Jalur sesar ini memiliki ekspresi morfologi yang jelas tetapi tidak ada yang memperlihatkan aktifitas yang memotong sedimen muda. Jalur ini disebut sebagai Sesar Normal Poso Timur (Sidarto dan Bachri, 2013). Disamping itu tidak ada rekaman seismologi dan juga catatan sejarah kejadian gempa bumi di jalur ini. Jalur sesar ini masuk klasifikasikan sesar yang tidak aktif. IV.5.8. Sesar Weluki ( o E,1.41 o S o E,2.36 o S) Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 8 pada Gambar IV-5. Jalur sesar ini ditunjukkan oleh gawir sesar, tekuk lereng, lembah dan beda tinggi yang memanjang hingga 109 km (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Bentuk morfologi berkelok-kelok dan melingkar yang merupakan khas sesar naik. Sepanjang jalur ini juga terdapat Lembah Tiu dan Lembah Bau yang dibatasi jalur sesar ini. Sisi utara jalur sesar ini terdiri atas satu jalur menerus ke dasar laut. Kemenerusannya kearah selatan menjadi bercabang menjadi beberapa jalur sesar dan melebar yang kemudian jejak jalur sesar ini menghilang. Sesar ini di sebut Sesar Naik Weluki (Sidarto dan Bachri, 2013; Simandjuntak dkk., 1997). Ekpresi jalur sesar ini tidak ada yang 99

130 memotong satuan sedimen muda dan juga tidak ada rekaman seismisitas dan catatan kejadian gempa bumi. Sesar ini masuk klasifikasi sesar tidak aktif. IV.5.9. Zona Sesar Lore Lindu Zona sesar ini terletak diantara Sesar Malei, Graben Palolo dan Sesar Palukoro (Gambar IV-5). Di zona ini terdapat banyak garis-garis sesar dengan arah yang tidak ada keseragaman. Sesar-sesar ini ditunjukkan oleh lembah sungai yang memanjang. Didalam zona ini terdapat Lembah Napu, Lembah Bada, Lembah Lindu dan Lembah Besoa (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Beberapa jalur sesar ini menunjukkan keaktifannya seperti di dekat Lembah Lindu yang menghasilkan gempa bumi 2012, Lembah Napu dengan gempa bumi tahun 1995, dan di bagian tengah gampa tahun 2002 (Gambar IV-4). IV Sesar Poso Barat ( o E,1.586 o S o E,2.317 o S) Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 10 pada Gambar IV-5. Jalur ini dicirikan oleh tekuk lereng, beda tinggi kontras, dan lembah Poso yang memanjang 90 km dengan orientasi N320 o E (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Batas utara jalur sesar ini adalah right step over 8 km dengan Sesar Takararu. Batas selatan sesar ini bertemu dengan Sesar Matano di segment Kuleana. Sesar ini di sebut Sesar Normal Poso Barat (Sidarto dan Bachri, 2013). Jalur sesar ini tidak memperlihatkan pergeseran yang memotong sediment Lembah Poso sehingga di klasifikasikan dalam sesar yang tidak aktif. 100

131 IV Zona Sesar Salo Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 20 pada Gambar IV-5. Sesar-sesar di zona ini ditunjukkan oleh ekspresi lembah sungai sempit yang memanjang dengan orientasi yang berbeda-beda (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Sesar-sesar ini berada di zona yang dibatasi oleh Sesar Loa, Sesar Matano, dan Sesar Poso. Sukamto (1975) sudah mencantumkan sesar-sesar ini tetapi masih tak bernama. Penelitian ini memberi nama Sesar Salo sesuai dengan nama sungai Salo dimana jalur sesar ini berada. Data seismisitas pernah merekam gempa bumi tahun 1982 Mw 5.7 kedalaman 50 km dan tahun 1998 Mw 4.6 kedalaman 3.7 km (Gambar IV-4). Zona sesar ini masuk dalam klasifikasi sesar aktif. IV Sesar Loa ( o E,1.645 o S o E,2.423 o S) Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 12 pada Gambar IV-5. Sesar ini ditunjukkan oleh tekuk lereng dan lembah sungai yang memanjang 107 km dengan arah N320 o E (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Batas utara sesar ini berpotongan dengan Sesar Poso, sedangkan batas selatan adalah berpotongan dengan Sesar Matano di Danau Matano. Sesar ini telah dipetakan oleh Sukamto (1975) tetapi masih belum bernama. Penelitian ini menggunakan nama Sesar Loa sesuai dengan nama sungai Koro Loa yang dilewati jalur sesar ini. Rekaman seismisitas adanya gempa bumi tahun 1995 Mw 5.3 kedalaman 52.7 km di dekat Danau Matano (Gambar IV-4). Sesar ini bagian ujung selatan masuk dalam sesar aktif sedangkan bagian ke arah utara masuk kategori sesar tidak aktif karena expresi morfologinya yang menunjukkan tidak ada yang memotong satuan sedimen muda/kuarter. 101

132 IV Zona Sesar Budong-budong Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 13 pada Gambar IV-5. Ciri morfologi yang kentara adalah gawir sesar, lembah sungai sempit dan tekuk lereng yang memanjang (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Terdapat beberapa jalur sesar dengan arah bervariasi yaitu Timurlaut/NE dan Barat-Timur/EW. Sesar ini produktif menghasilkan gempa bumi dengan hasil rekaman seismologi yang merekam banyak kejadian (Gambar IV-4). Tahun 1985 terjadi gempa bumi lima kali dengan mekanisme focal sesar geser. Zona sesar ini masuk dalam klasifikasi sesar aktif. Sesar ini telah dipetakan dalam peta geologi (Sukamto, 1975) dan (Ratman dan Atmawinata, 1993) tetapi dengan rinci jalur yang berbeda dan belum mempunyai nama. Nama Zona Sesar Budong-budong digunakan berdasarkan kedekatan zona ini dengan Lembah Budong budong. IV Sesar Salulore ( o E,2.288 o S o E,2.09 o S) Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 14 pada Gambar IV-5. Sesar ini memiliki ekpresi morfologi lembah sungai sempit yang memanjang 48 km berarah N60 o E di Sungai Salulore (asal nama sesar ini) dan Sungai Uwa Toboru (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Jalur sesar ini juga memotong sedimen muda di Lembah Eno. Batas barat sesar ini menghilang, sedangkan batas timur adalah lokasi pertemuan Sesar Matano, Sesar Palukoro dan Sesar Salulore ini. Seismisitas menunjukkan kejadian gempa bumi sesar normal pada tahun 1997 Mw 4.5 kedalaman 15 km dan tahun 1994 Mw 5.4 (Gambar IV-4). Sesar ini masuk dalam klasifikasi sesar aktif. 102

133 IV Sesar Bungadidi ( o E,2.493 o S o E,2.528 o S) Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 15 pada Gambar IV-5. Jalur sesar ini dicirikan dengan triangular facet, gawir sesar, tekuk lereng dan antiklin yang memanjang 37 km dan membentuk seperempat lingkaran (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Batas barat adalah perpotongan dengan Sesar Malei dan batas timur adalah pertemuan dengan Sesar Matano Segment Kuleana. Data seismisitas tidak memiliki sumber gempa bumi dilokasi ini. Terdapat pergeseran mengiri 675±80 m sungai yang jelas kentara di Sungai Bungadidi (Gambar IV-7). Di bagian barat sesar ini terdapat struktur antiklin dan bagian timur terdapat struktur sesar normal yang memotong sedimen muda. Sesar ini masuk dalam klasifikasi sesar aktif. IV Zona Sesar Towuti Matano Lontoa Zona sesar ini ditunjukkan oleh nomor 16 pada Gambar IV-5. Zona sesar ini dicirikan oleh tekuk lereng, gawir sungai, beda tinggi kontras dan lembah sungai sempit yang memanjang dan membentuk huruf S (Gambar IV-3 dan Gambar IV- 6). Zona ini dibatasi oleh Sesar Matano dan Sesar Towuti. Zona ini masih aktif bergerak dengan bukti adanya retakan permukaan gempa bumi yang terlihat di citra LiDAR 2.5 m yang diperoleh dari PT. Vale. Zona sesar ini masuk klasifikasi sesar aktif. 103

134 a. Palu Poso Sorowako b Gambar IV-7. a) Jalur Sesar Bungadidi dicirikan dengan triangular facet, gawir sesar, tekuk lereng dan antiklin yang memanjang 37 km dan membentuk seperempat lingkaran, dan b) Analisis pergeseran mengiri 675±80 m sungai yang jelas kentara di Sungai Bungadidi (lingkaran garis biru putus-putus). IV Sesar Lawanopo ( o E,2.547 o S o E,2.765 o S) Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 17 di Gambar IV-5. Sesar ini dicirikan oleh bentuk triangular facet, lembah sungai sempit dan gawir sesar yang memanjang paling tidak 27 km (karena menerus hingga diluar batas lokasi penelitian) dan 104

135 berarah N335 o E (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Sesar ini terlihat sudah mengalami tingkat erosi tua dan tidak ada ciri pernah bergerak. Sesar ini teridentifikasi juga pada peta geologi (Sidarto dan Bachri, 2013; Sukamto, 1975) dan diberi nama sebagai Sesar Lasolo oleh Rusmana (1993). Sesar ini masuk klasifikasi sesar tidak aktif (Natawidjaja dan Daryono, 2015). IV Sesar Towuti ( o E,2.433 o S o E,2.864 o S) Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 18 pada Gambar IV-5. Sesar ini memiliki ciri morfologi lembah sungai sempit yang memanjang melewati Danau Towuti hingga 97 km dan berarah N290 o E (Gambar IV-3 dan Gambar IV-6). Batas timur sesar ini adalah berhenti di Lembah Liasa dan batas barat terpotong oleh Sesar Matano.Seismisitas gempa bumi terekan pada tahun 1983 Mw 4.9 kedalaman 49 km (Gambar IV-4). Sesar ini masuk klasifikasi sebagai sesar aktif. IV Sesar Palukoro Sesar Palukoro ini telah banyak dipublikasikan (Bellier dkk., 2001; Hamilton, 1978; Katili, 1970; Sidarto dan Bachri, 2013; Sukamto, 1975; Sukamto dkk., 1973). Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 19 pada Gambar IV-5. Sesar ini memiliki beberapa Segmen yang berubah arah dari utara N350 o E, N345 o E dan N337 o E yang akan dijabarkan rinci mulai dari sisi utara ke selatan secara berurut pada bab dibawah berdasarkan Gambar IV

136 Palu Poso Sorowako Gambar IV-8. Sesar Palukoro yang terdiri atas Segmen Palu, Segmen Gumbassa, Segmen Saluki, Segmen Moa dan Segmen Graben Meloi. 106

137 IV Segmen Palu ( o E,0.644 o S o E,1.229 o S) Segmen ini diperlihatkan pada nomor 19-a pada Gambar IV-5 dan rincinya pada Gambar IV-8. Segmen ini dicirikan morfologi triangular facet, tekuk lereng, mataair panas dan gawir sesar yang memanjang lebih dari 66 km dengan arah N350 o E (Gambar IV-8). Secara rinci jejak sesar aktif terlihat di lembah Palu dan memotong sedimen muda yang ditunjukkan oleh garis merah. Di tekuk lereng terdapat gawir sesar yang tampak menerus tetapi tidak ada aktifitas terlihat dengan tidak adanya jejak retakan pada endapan muda yang menutupinya. Hal ini yang memasukkan dalam klasifikasi tidak aktif yang ditandai oleh garis warna hitam. Bagian kiri/utara Gambar IV-8, Bellier (2001) mendefinikan sebagai S4 dan S5. Citra IFSAR 5m memperlihatkan bahwa S4 dan S5 tidak memotong di sedimen kuarter sedimen Lembah Palu sebagai sesar tidak aktif. Expresi morfologi segar terlihat menerus di tengah teluk Palu. Kemudian jalur sesar ini kearah kiri/selatan menyatu dengan ekpresi sesar normal yang jelas memotong sedimen muda Lembah Palu yang kemudian ekpresi itu menghilang/tidak jelas. Hal lainnya adalah ekpresi sesar normal di teluk Palu sebelah atas/timur. Ekpresi sesar normal ini memotong sedimen Lembah Palu dengan jelas. Ujung Segmen kanan/selatan ini adalah Segmen Saluki 4.7 km left step over dan ujung kiri/utara segmen ini tertutup dibawah permukaan laut. Rekaman seismisitas pernah terjadi gempa bumi sesar normal pada tahun 2009 Mw 5.9 kedalaman 10 km berarah utara-selatan (trend arah Graben Palolo). 107

138 IV Segmen Gumbassa ( o E,1.071 o S o E,1.23 o S) Segmen ini dijelaskan oleh garis nomor 19-b pada Gambar IV-5 dan rinci pada Gambar IV-8. Segmen ini dicirikan oleh mataair panas dan ekpresi morfologi triangular facet yang memanjang 20 km dan berarah N350 o E. Oleh Bellier (2001), jalur sesar ini disebut sebagai S3. Ekpresi Segmen ini memperlihatkan tidak memotong sedimen Lembah Palu serta ujung kanan/selatannya membelok dan berhenti. Pembelokan ini yang menjadi pembatas antara Segmen ini dengan Segmen selanjutnya. Segmen ini diberi nama Segmen Gumbasa sesuai dengan sungai yang memotong Segmen ini yaitu Sungai Gumbasa. Kejadian gempa bumi sesar normal pernah terjadi dekat dengan Segmen Gumbasa ini yaitu pada tahun 2005 Mw 5.9 kedalaman 20 km dengan arah NS-arah tren Graben Palolo. Gempa bumi lebih sesuai berasal dari Segmen Palu. Segmen Gumbassa diklasifikasikan sesar tidak aktif. IV Segmen Saluki ( o E,1.224 o S o E,1.614 o S) Segmen ini ditunjukkan oleh nomor 19-c pada Gambar IV-5 dan rinci pada Gambar IV-9. Segmen sesar ini dicirikan oleh morfologi gawir sesar, tekuk lereng, lembah sungai sempit, struktur antiklin dan pergeseran sungai yang memanjang 40 km dengan arah N345 o E. Jelas terlihat pergeseran Sungai Saluki mengiri 510±20 m. Ujung sebelah kiri/utara adalah Segmen Gumbasa yang memiliki mekasnisme sesar normal dan ujung sebelah kanan/selatan adalah Segmen Moa yang membelok 8 derajat ke timur. 108

139 Bellier (2001) menamakan segmen ini dengan notasi S2. Pada penelitian ini segmen ini bernama Segmen Saluki sesuai dengan morfologi terjelas sepanjang segmen ini. Tidak ada data seismisitas disegmen ini, tetapi ada catatan sejarah pernah terjadi gempa bumi besar pada tahun 1909 yang akan dibahas rinci pada bab selanjutnya. Segmen Saluki ini masuk klasifikasi sesar aktif. Palu Poso Sorowako Gambar IV-9. a) Pergeseran Sungai Saluki dan b) analisis pergeseran sungai mengiri 510±20 m. IV Segmen Moa ( o E,1.664 o S o E,2.04 o S) Segmen sesar ini ditunjukkan oleh nomor 19-d pada Gambar IV-5 dan rincinya pada Gambar IV-8. Segmen sesar ini dicirikan oleh mataair panas dan lembah sungai sempit yang menerus dengan panjang 47 km dan berarah N337 o E. Bagian kiri/utara dibatasi oleh Segmen Saluki yang berubah orientasi 8 derajat dan ujung bagian kanan/selatan dibatasi oleh Segmen Meloi yang berubah orientasi

140 derajat anticlockwise/ke atas/barat.bellier menotasi Segmen ini sebagai S1 (Bellier dkk., 2001). Penelitian ini memberi nama segmen ini Segmen Moa dimana Sungai Uwai Moa adalah sungai yang menjadi bukti keberadaan sesar ini. Seismisitas pernah mencatat kejadian gempa bumi pada tahun 1968 Mw 5.9 kedalam 46 km yang berjarak 7 km dari Segmen Moa ini. IV Segmen Graben Meloi ( o E,2.049 o S o E,2.158 o S) Segmen ini ditunjukkan oleh nomor 19-e pada Gambar IV-5 dan rincinya pada Gambar IV-8. Segmen ini ditunjukkan oleh tekuk lereng, lembah, dan triangular facet yang memanjang 19 km dengan arah N 310 o E. Segmen ini berada di Lembah Meloi yang dibatasi oleh bentuk morfologi dua sesar normal. Ujung kiri/utara adalah Segmen Moa dan ujung kanan/selatan dibatasi oleh Sesar Malei. Seismisitas pernah merekam kejadian gempa bumi tahun 1977 Mw 5 kedalaman 45 km. Graben Meloi masuk klasifikasi sesar aktif. IV Sesar Matano Sesar ini ditunjukkan oleh nomor 20 pada Gambar IV-5. Sesar Matano terbagi atas 7 Segmen yang diberi notasi a hingga g. Segmetasi sesar ini membentuk garis dengan bentuk gelombang sinusoidal dengan bentuk tiga gelombang lengkap. Garis sesar ini membentuk seperti struktur en-echelon. Secara sistematis akan dijabarkan mulai dari arah kiri/barat kearah kanan/timur dengan arah umum N295 o E. Sesar ini telah dimuat dalam berbagai penelitian tetapi dengan rinci jalur sesar yang berbeda (Simandjuntak dkk., 1993; Sukamto, 1975). 110

141 Palu Poso Gambar IV-10. Sesar Matano. Segmentasi sesar ini membentuk bentuk geolombang sinusoidal dengan bentuk tiga gelombang lengkap seperti struktur en-echelon. Sesar Matano terdiri atas Segmen Kuleana, Segmen Pewusai, Segmen Matano, Segmen Pamsoa, Segmen Lontoa, Segmen Ballawai dan Segmen Geresa. 111

142 IV Segmen Kuleana ( o E,2.163 o S o E,2.209 o S) Segmen ini ditunjukkan oleh garis nomor 20-a pada Gambar IV-5 dan rincinya pada Gambar IV-10. Segmen ini dicirikan oleh lembah sungai sempit, triangular facet dan gawir sesar yang memanjang hingga 24 km dan berarah umumnya N280 o E. Segmen ini membentuk garis lengkung dan terputus-putus. Ekpresi sesar di Segmen ini terlihat berbeda diantara jalur sesar sisi barat Segmen Meloi dan sisi timur Segmen Pewusai. Ekpresi morfologi menunjukkan kemiripan Segmen ini sebagai retakan/fracture dimana tidak menunjukkan pergeseran dan deformasi tektonik yang jelas. Ujung kiri/barat dibatasi oleh Sesar Malei. Jalur ini tidak memotong Sesar Malei. Ujung kanan/timur dibatasi oleh Segmen Pewusai. Segmen ini tidak memiliki rekaman kejadian gempa sejarah maupun seismisitasnya. Segmen ini mendapat nama berdasarkan nama jalur sungai yaitu Sungai Kangkelo dan Sungai Kuleana. IV Segmen Pewusai ( o E,2.214 o S o E,2.432 o S) Segmen ini ditunjukkan oleh nomor 20-b Gambar IV-5 dan pada rincinya di Gambar IV-10. Segmen ini dicirikan oleh gawir sesar, lembah sungai sempit dan kontras beda tinggi yang memanjang 51 km dan membentuk lengkung dengan arah umum N300 o E. Jalur sesar ini menunjukkan khas bentuk sesar naik. Ujung kiri/barat dibatasi oleh oleh Segmen Kangkelo dengan jeda jarak 6 km dan ujung kanan/timur dibatasi oleh Segmen Matano dengan arah dan pola sesar yang berbeda. 112

143 Terdapat pergeseran sungai pemendekan/shortening di anak Sungai Kuleana. Proses pemendekan ini terlihat oleh dua sungai bercabang yang terpotong oleh jalur Segmen ini. Dua sungai yang bercabang ini dapat direkonstruksi asal mula aliran sungai dan dapat diketahui besar pemendekannya adalah 584±50 m (Gambar IV-11). Seismisitas gempa bumi pernah tercatat pada tahun 1977 Mw 5.1 kedalaman 25.1 km (Gambar IV-4). Palu Poso Gambar IV-11. Segmen Pewusai dan proses rekonstruksi analisis aliran sungai yang menunjukkan pergeseran pemendekan/shortening anak Sungai Kuleana. Proses pemendekan ini terlihat oleh dua sungai bercabang yang terpotong oleh jalur Segmen ini. Dua sungai yang bercabang ini dapat direkonstruksi asal mula aliran sungai dan dapat diketahui besar pemendekannya adalah 584±50 m. 113

144 IV Segmen Matano ( o E,2.439 o S o E,2.498 o S) Segmen ini ditunjukkan oleh nomer 20-c Gambar IV-5 dan rinciannya pada Gambar IV-10. Segmen ini berada di Lembah Pansu hingga ke Danau Matano yang dicirikan oleh gawir sesar, tekuk lereng, beda tinggi dan lembah sungai sempit yang memanjang 35 km dengan arah umum N274 o E. Morfologi Segmen ini memotong sedimen Lembah Pansu dan dengan ekspresi sesar geser. Ujung kiri/barat segmen ini adalah Segmen Pewusai dan ujung kanan/timur adalah Segmeng Pamsoa yang berubah arah sesar 21 derajat. Segmen ini tidak informasi kejadian gempa bumi dari katalog seismisitas maupun catatan sejarah. IV Segmen Pamsoa ( o E,2.441 o S o E,2.575 o S) Segmen ini ditujukkan oleh nomor 20-d Gambar IV-5 dan rinci di Gambar IV-10. Segmen ini dicirikan dengan adanya antiklin, pergeseran sungai, lembah sungai sempit dan gawir sesar yang memanjang 38 km dengan arah umum N295 o E. Analisis data LiDAR pada Gambar IV-12 terlihat jelas pergeseran sinistral sungai Pamsoa 475±70 m. Jalur ini juga terlihat jelas memotong sedimen Lembah Mahalona yang menunjukkan segmen ini aktif bergerak. Seismisitas menunjukkan pernah terjadi gempa bumi sesar geser dengan arah nodal utama searah dengan arah Segmen ini pada tahun 1984 Mw 4.8 kedalaman 11.4 km dan 2011 M6.1 kedalaman 13 km. 114

145 Palu Poso Sorowako Gambar IV-12. Citra LiDAR (berwarna) dan citra IFSAR (abu-abu di sisi kanan) Segmen Pamsoa. Segmen ini dicirikan dengan adanya antiklin, pergeseran sungai, lembah sungai sempit dan gawir sesar yang memanjang 38 km dengan arah umum N295 o E. Analisis data LiDAR pada terlihat jelas pergeseran sinistral sungai Pamsoa 475±70 m. 115

146 IV Segmen Lontoa ( o E,2.634 o S o E,2.742 o S) Segmen ini ditujukkan oleh nomor 20-e pada Gambar IV-5 dan rincinya pada Gambar IV-10. Beruntung penelitian ini mendapatkan citra LiDAR terfilter 2.5 m. Morfologi sesar ini terlihat jelas sebagai tekuk lereng, kontras ketinggian, gawir sesar yang memanjang 97 km dan membentuk lengkung khas sesar naik dengan arah umum N290 o E. Segmen ini unik dengan membentuk sesar naik dan membentuk lembah berbentuk V yang terisi Danau lontoa. Jalur Segmen ini terlihat memotong sedimen Lembah Lontoa yang menunjukkan bahwa sesar ini aktif bergerak. IV Segmen Ballawai ( o E,2.596 o S o E,2.681 o S) Segmen ini ditunjukkan oleh nomor 20-e pada Gambar IV-5 dan rinci pada Gambar IV-10. Segmen ini dicirikan oleh gawir sesar, tekuk lereng dan lembah sungai sempit memanjang 25 km dengan arah N298 o E. Seismisitas mencatat pernah oblik terjadi gempa bumi pada tahun 2000 Mw 5.2 kedalaman 38 km (Gambar IV-4). IV Segmen Geresa ( o E,2.687 o S o E,2.672 o S) Segmen ini ditunjukkan oleh nomor 20-g pada Gambar IV-5 dan rincinya pada Gambar IV-10. Segmen ini dicirikan oleh bentuk triangular facet, beda tinggi, dan gawir sesar yang memanjang lebih dari 12 km (menerus ke dalam laut). Seismisitas mencatat pernah terjadi gempa bumi oblik pada tahun 1980 Mw 6.1 kedalaman 15 km (Gambar IV-4). Nama Geresa adalah nama desa yang terdekat yang terpotong oleh jalur Segmen ini. 116

147 IV. 6. Analisis Kinematika Tektonik Sulawesi bagian tengah Gambar IV-13 menjelaskan kinematika di Sulawesi bagian tengah dan data gerak GPS dengan acuan blok Sunda (Socquet dkk., 2006). Dari informasi sebaran sesar-sesar, seismisitas, arah vector dapat disimpulkan terdapat empat blok. Blok hijau yang dibatasi oleh Sesar Palukoro, Sesar Bungadidi, sebagian Sesar Malei dan Sesar Matano. Blok hijau ini bergerak berotasi berlawanan arah jarum jam. Blok abu-abu yang dibatasi oleh Sesar Matano dan Sesar Poso. Blok abu-abu ini bergerak kearah barat. Blok ungu yang dibatasi Sesar Palukoro dan Sesar Malei. Blok ungu ini bergerak berotasi searah jarum jam. Dan terakhir Blok orange yaitu blok yang ditengah yang dibatasi oleh Sesar Malei, Sesar Poso dan Sesar Bungadidi. Blok ini terjepit dan bergerak dengan tiga arah vector. Jika dibandingkan dengan studi pemodelan GPS, maka dapat diketahui bahwa Blok Hijau adalah Blok Makasar, Blok Ungu adalah blok North Sula (Socquet dkk., 2006) atau Blok Toli-toli (Sarsito, 2010), blok abu-abu adalah Blok East Sula (Socquet dkk., 2006)atau Blok Batui (Sarsito, 2010), dan blok oranye adalah blok baru yang didalam penelitian ini disebut sebagai Blok Poso. Hal baru dari analisis kinematika adalah adanya blok oranye yang disebut sebagai Blok Poso. Sesar Palukoro bergerak sinistral dengan arah N345 o E dengan offset 510±20 m di potong oleh Sesar Naik Malei dengan relative utara-selatan yang membentuk lengkung sinusoidal. Kemudian jalur ini diteruskan dengan mekanisme sinistral oleh Sesar Bungadidi dengan bentuk struktur unik, sesar dengan pola seperempat lingkaran sempurna dengan pergeseran 675±80 m. Kemudian menerus oleh Sesar 117

148 Matano di Segmen Pewusai mekanisme sesar naik dengan offset shortening/pemampatan sebesar 584±50 m. Jalur Sesar Matano berarah N295 o E dan menjadi gerak sinistral dengan offset 475±70 m. Jika dianggap besar offset yang diketahui adalah memiliki umur yang sama dan besar pergeseran sebagai besaran vector, dan arah vector adalah berdasarkan kenampakan sesar (sesar geser=arah vector sejajar, sesar naik=arah vector tegak lurus). Maka dapat dihitung gerak vector relative. Dilokasi utara Sesar Matano, vector kompresi warna biru dan vector sinistral warna abu-abu dapat diketahui arah relative blok atas tersebut berarah baratdaya dengan besaran yang hampir sama (ditunjukkan garis putus-putus). Vektor ini yang sama juga terjadi di blok bagian selatan Sesar Matano. Kondisi di Sesar Palukoro dengan mekanisme sinistral dan juga adanya Palolo graben dengan mekanisme extensi tetapi tidak diketahui besarannnya. Kemudian ditengah terdapat Sesar Malei yang mengakomodir gerak kompresi dari arah vector sinistral sesar matano. IV. 7. Sejarah kejadian gempa bumi Catatan kejadian gempa bumi di Sulawesi Tengah termasuk jarang/sangat sedikit. Publikasi-publikasi kejadian gempa bumi (Bellier dkk., 2001; Hamilton, 1978; Katili, 1970) adalah bersumber utama dari catatan Abendanon (1917). Rincian kejadian laporan gempa bumi ini penting karena memberikan informasi rinci tentang kejadian gempa bumi dan persamaannya dengan kejadian gempa bumi 2012 akan dijelaskan pada bab berikut ini. 118

149 Gambar IV-13. Kinematik Sulawesi bagian tengah meliputi informasi area blok, sesar-sesar, pergeseran sungai, dan gerak GPS dengan acuan blok Sunda Land (Socquet dkk., 2006). Berdasarkan sebaran sesar-sesar, seismisitas, arah vector dapat disimpulkan terdapat empat blok. Blok hijau yang dibatasi oleh Sesar Palukoro, Sesar Bungadidi, sebagian Sesar Malei dan Sesar Matano. Blok hijau ini bergerak berotasi berlawanan arah jarum jam. Blok abu-abu yang dibatasi oleh Sesar Matano dan Sesar Poso. Blok abu-abu ini bergerak kearah barat. Blok ungu yang dibatasi Sesar Palukoro dan Sesar Malei. Blok ungu ini bergerak berotasi searah jarum jam. Dan terakhir Blok orange yaitu blok yang ditengah yang dibatasi oleh Sesar Malei, Sesar Poso dan Sesar Bungadidi. Blok ini terjepit dan bergerak dengan tiga arah vector. IV.7.1 Laporan Abendanon(1917) kejadian gempa bumi tahun 1905, 1907 dan Laporan Abendanon (1917) ini mendiskripsikan kejadian gempa bumi tahun 1905, 1907 dan Secara rinci informasi ini akan dijelaskan pada subbab berikut ini. 119

150 IV.7.2 Gempa bumi 1905 Tidak banyak informasi tentang kejadian gempa bumi tahun Didalam laporan ini hanya tertulis bahwa kejadian gempa bumi 1905 terjadi di Lembah Bada. IV.7.3 Gempa bumi 1907 Gempa bumi ini terjadi pada tanggal 30 Juli 1907 pukul 04:00 am. Sumber gempa bumi adalah berasal dari antara Kulawi dan Lindu. 164 rumah dan 49 gudang padi roboh di Kulawi Goncangan berarah NE-SW. Bangunan-bangunan roboh kearah Barat Laut (terjemah asli dari cote de l'ouest) Lama goncangan 1.5 detik. Hingga tanggal 20 September 1907 goncangan masih terasa tapi dengan jeda waktu yang lebih lama. IV.7.4 Gempa bumi 1909 Goncangan-goncangan terasa dari bulan Februari hingga akhir Juli Goncangan paling kuat terjadi pada bulan Februari Goncangan di bulan Juli terasa hingga di Donggala 18 Maret 1909 pukul 6 ½ am (tulisan asli) terjadi gempa bumi kuat antara Kulawi hingga Gimpu. Gempa bumi 1909 terasa lebih lama dari gempa bumi Gempa bumi 1909 menghancurkan rumah-rumah yang selamat ketika gempa bumi Setiap orang yang berdiri terjatuh ketika gempa bumi besar terjadi. Buah kelapa muda dan daun-daunnya jatuh ke tanah. Gempa bumi ini memunculkan banyak mataair panas baru dan menghilangkan mataair panah yang telah ada sebelumnya diantara Kulawi hingga Gimpu. 120

151 Terdapat banyak retakan ditanah dan satu paling jelas dan besar adalah berarah konsisten Utara Selatan dari Pabotoe ke Namo dengan panjang kira-kira 7 km yang juga menyebabkan permukaan tanah naik hingga 1 meter. Empat orang meninggal. Desa Lemo hingga Bolapapoe hamper seluruh rumah roboh ketanah kearah barat. Kerusakan-kerusakan di desa-desa tersebut sangat parah hingga tak berharga lagi dan menyebabkan desa-desa itu ditinggalkan (Gambar IV-14). Desa-desa yang ditinggalkan itu mati dan hilang perlahan-lahan tertutupi oleh tanaman hingga tak berbekas. Berdasarkan komunikasi pribadi, Ikhsan (Ahli arkeologi Museum Palu) mengatakan bahwa desa-desa tua itu berada diantara Desa Omu dan Tufa. Kesaksian Iksan ini juga didukung dengan informasi masyarakat yang menyatakan adanya banyak puing-puing bekas bangunan di ladang-ladang mereka. Gambar IV-14. Foto gempa bumi 1909 di Kulawi dari laporan Abendanon. IV.7.5. Gempa bumi Lindu 2012 dan Kesaksian kejadian gempa bumi 1937 Gempa bumi ini terjadi pada tanggal 18 Agustus 2012 M6.2 di antara Kulawi dan Danau Lindu. Gempa bumi ini menyebabkan 5 korban meninggal dan 694 lukaluka (BNPB, 2014). Sumber lokasi gempa bumi terdapat dua versi, yaitu versi sumber USGS dan BMKG awal yang kemudian muncul perbaikannya. 121

152 Berdasarkan data focal mechanism terdapat dua bidang yaitu bidang N338 o E yang searah dengan Sesar Palukoro dan bidang N72 o E yang tegak lurus dengan arah Sesar Palukoro. Data sebaran goncangan susulan (after shocks) BMKG Palu menyebar sekitar Danau Lindu dan berarah Barat-Timur seperti terlihat pada Gambar IV-15. Satu bulan setelah kejadian gempa bumi ini, tim GREAT-ITB (penulis, Astyka Pamumpuni, dan Didik Anggawidjaja) datang kelokasi untuk mengumpulkan informasi data lapangan selama 11 hari. Salah satu tujuan penting adalah memetakan retakan permukaan gempa bumi. Banyak temuan retakan permukaan tetapi tidak ada yang meyakinkan sebagai retakan permukaan, retakan tersebut adalah retakan gerakan tanah permukaan akibat gravitasi. Tidak adanya retakan permukaan ini disebabkan oleh : magnitudo gempa bumi yang kecil, jenis batuan koluvium yang sangat tebal, dan/atau ketinggaian elevasi lokasi yang diatas 1000 mdpl. Data lain yang berhasil dikumpulkan adalah data intensitas gempa bumi berdasarkan wawancara saksimata, arah gelombang datang, arah rumah loncat dan informasi gempa bumi sebelumnya. Data informasi tersebut dijelaskan pada bab berikut ini. 122

153 Palu Poso Sorowako Gambar IV-15. Getaran susulan (after shocks) kejadian gempa bumi 2012 di Kulawi (data dari BMKG Palu). Sebaran ini menunjukkan arah relatif NE yang menunjukkan bahwa bidang sesar yang bergerak adalah bidang dengan arah tegak lurus dengan Sesar Palukoro. IV Instensitas Gempa bumi Pengumpulan data intensitas gempa bumi adalah menggunakan standard USGS Modified Mercalli Intensity (MMI) (USGS, 2012). Gambar IV-16 adalah hasil kompilasi survey MMI ini. Data ini dikumpulkan mengelilingi daerah Danau Lindu. MMI VIII adalah terkuat yang dicatat di Desa Salutui (Warna merah). Di desa ini bangunan rumah adalah rumah kayu panggung dan seluruhnya roboh ke tanah dengan arah yang acak/tidak berpola. Berungtungnya ketika kejadian gempa 123

154 bumi berlangsung, tidak ada seorangpun tinggal di desa tersebut karena pada hari itu masyarakatnya sedang merayakan hari raya lebaran di Kulawi. Desa Anca, Tomado, Lumbo dan Langko yang berada di sebelah baratdaya Danau Lindu memiliki MMI skala 7. Banyak rumah panggung yang roboh. Orang yang berdiri ketika kejadian gempa bumi jatuh ke tanah dan perabot rumah roboh. MMI VI terjadi di tenggara Danau Lindu. Ibu Hadidi, saksi mata yang tinggal di Desa Kabutia, bercerita bahwa ketika gempa bumi terjadi dia masih bisa berdiri. Rumah panggung juga masih berdiri. Perabot didalam rumah juga masih berdiri ditempatnya. Disepanjang lembah Sesar Palukoro adalah skala MMI V sampai MMI VI. Desa Rahmat, disebelah utara Danau Lindu, menunjukkan skala MMI V. IV Rumah Panggung Loncat Umumnya jenis bangunan rumah di sekitar Danau Lindu ini adalah rumah panggung kayu dengan tinggi berkisar 1.5 meter. Jenis bangunan ini memiliki pondasi tapak yang menumpang diatas batu. Rata-rata ukuran bangunan rumah seragam berbentuk persegi dengan panjang sekitar 6-8 meter. Ketika kejadian gempa bumi bangunan rumah ini terangkat dan terlepas dari pondasi batu. Beberapa rumah panggung hanya terlepas, beberapa rumah panggung ada yang terlempar kuat sehingga kaki panggung rumah patah dan roboh. Kami mengukur arah loncatan rumah dan panjang jarak antara tapak pondasi batu ke lokasi loncatnya seperti yang terlihat pada Gambar IV

155 Hasilnya dikompilasi pada Gambar IV-16 yang memperlihatkan bahwa umumnya arah loncat adalah kearah NE. Informasi ini menguatkan bahwa bidang sesar yang bergerak adalah bidang dengan arah tegak lurus dengan Sesar Palukoro. Palu Poso Sorowako Gambar IV-16. Kompilasi data survey MMI, rumah loncat, longsor dan arah gerak gelombang kejadian gempa bumi 2012 di Kulawi. Arah umum rumah loncat adalah timurlaut. Informasi ini menguatkan bahwa bidang sesar yang bergerak adalah bidang dengan arah tegak lurus dengan Sesar Palukoro. 125

156 a b Gambar IV-17. (a) Foto contoh rumah panggung yang meloncat dan (b) rincian data yang diukur. IV.7.6 Gempa bumi Tahun Kesaksian Papa Sinco Di Desa Tamado yang terletak di pinggir Danau Lindu, kami bertemu Papa Sinco yang lahir pada tahun 1926 dan menetap didesa ini. Dia menceritakan kejadian gempa bumi besar tahun Gempa bumi ini terasa goncangan kuatnya selama tujuh hari tujuh malam. Hewan ternak kuda tidak mau makan. Petak sawah retakretak. Tapi tidak satupun rumah panggung yang roboh. Dia beranggapan gempa 1937 lebih kecil dari gempa bumi IV.8 Studi Paleoseismologi di Segmen Saluki Pada bulan Oktober 2013 tim paleoseismologi melakukan survey selama 15 hari di Desa Omu Segmen Saluki yang terdiri dari peneliti DR. Danny Hilman Natawidjaja, Mudrik R Daryono, dan Jessica Chandra; teknisi Sukoco dan Nandang Supriatna. Penentuan lokasi di Omu Segmen Saluki ini setelah dilakukan studi awal menggunakan GPR di beberapa lokasi yang menunjukkan bahwa lokasi Omu ini memiliki lapisan, kontras batuan, dan jejak retakan permukaan yang jelas. 126

157 Selama di lapangan kegiatan ini dibantu oleh masyarakat setempat yaitu Bapak Agus, Bapak Anshar (Kepala Dusun II), Bapak Kardi dan lainnya. Kegiatan ini meliputi pemetaan topografi rinci, uji trenching dan penentuan umur teras seperti terlihat pada Gambar IV-18. Palu Poso Sorowako Gambar IV-18. Lokasi situasi survey paleoseismologi di Omu. Bagian kiri adalah lokasi uji paritan dan area survei topografi rinci menggunakan alat total station. TR1 dan TR2 adalah lokasi bor auger. HB1 adalah lokasi handbore untuk mendapatkan umur teras yang tergeser oleh Segmen Saluki. IV.8.1 Pemetaan topografi rinci Pemetaan topografi rinci ini dilakukan menggunakan alat survey Total Station. Pemetaan ini dikhususkan di lokasi uji paritan yang telah diketahui sebelumnya dari survey GPR. Pada Gambar IV-19 kontur rinci tersebut terlihat gawir sesar yang membentuk lembah memanjang dan memotong teras sungai dengan jelas. Hasil pemetaan rinci ini pula yang mengarahkan tim untuk melakukan uji paritan di lokasi yang terpotong ini. Hasil analisis pergeseran sungai adalah 5.5±1.5 m sinistral. 127

158 Gambar IV-19. Hasil survei topografi rinci lokasi sesar di Omu. Interval kontur adalah 50 cm. a) kondisi asli dan b) setelah rekonstruksi pergeseran sungai menunjukkan pergeseran sinistral 5.5±1.5 m. IV.8.2 Uji Paritan Uji paritan dalam survey kali ini membuat di dua lokasi. Pembuatan paritan menggunakan tenaga manusia dengan rincian dua hari proses penggalian dan satu hari pembersihan parit. Mengikuti prosedur uji paritan yang telah dijelaskan pada bagian metoda uji paritan di dalam bab sebelumnya. 128

159 IV Paritan 1 Paritan 1 terdiri atas satu lubang galian (Gambar IV-20a). Kedalaman lubang 1 meter. Terdapat dua lapisan yang kentara, yaitu lapisan pasir kasar berfragment dan lapisan boulder. Di singkapan ini terlihat ada indikasi sesar (garis putus-putus merah) yang ditunjukkan dengan warna yang ternyata perbedaan ini disebabkan tingkat kadar air yang berbeda (Gambar IV-20b). (a) (b) Gambar IV-20. (a) Foto lokasi uji trenching 1 dan (b) foto dindingnya. IV Paritan 2 Paritan 2 terdiri atas dua lubang gali yang memperlihatkan empat dinding dengan jelas. Kondisi permukaan trenching 2 terdiri atas dua lubang dengan panjang 5 meter, lebar 1 meter dan kedalaman tak seragam berkisar 2 meter. Lubang trenching ini tegak lurus memotong sesar dengan arah barat-timur seperti terlihat pada permukaan Gambar IV-21a dan mesh model 3D pada Gambar IV-21b. 129

160 Dinding yang diteliti diberi nama Face1 hingga 4 berurutan kearah utara. Keseluruhan face memperlihatkan lapisan tanah permukaan yang berwarna abuabu (warna gambar diskripsi abu-abu), kemudian pasir kasar coklat (warna gambar diskripsi kuning), gravel paling bawah (warna gambar diskripsi oranye), gravel (warna gambar diskripsi oranye) dan gravel paling atas (warna gambar diskripsi jingga). Di lubang trenching terlihat banyak lubang-lubang bekas aktifitas serangga rayap. Garis sesar terlihat jelas dan diberi notasi A hingga G. Pada Face1 garis sesar A terlihat jelas dengan terpotongnya lapisan gravel dengan pasir kasar, sesar B terlihat dengan terpotongnya lapisan gravel dengan pasir kasar dimana lapisan pasir kasar menerus hingga ke dasar, sesar C dicirikan dengan isiang lapisan gravel diantara lapisan pasir kasar, sesar D dicirikan dengan isian gravel diantara lapisan pasir, sesar G dicirikan dengan terpotongnya lapisan sisipan pasir di lapisan gravel, dan sesar E dan F tidak terlihat (Gambar IV- 22a&b). Pada Face2 sesar A,B,C dan G terlihat jelas; sesar D tidak terlihat; sesar E terlihat jelas dengan ciri bidang sesar miring kearah barat; dan sesar F terlihat dengan terpotongnya lapisan gravel oleh lapisan pasir kasar (Gambar IV-22c&d). Face 3 sesar yang terlihat adalah sesar D,E dan G. Pada Face ini terlihat jelas batas lapisan permukaan berwarna abu-abu dengan lapisan pasir kasar coklat dan juga banyak sekali lubang-lubang bekas rayap (Gambar IV-22e&f). Face 4 sesar yang terlihat adalah sesar D, E dan G (Gambar IV-22g&h). 130

161 Hasil uji pentarikhan umur karbon pada tiga sampel terpilih di Face3 (Gambar IV- 23) menunjukkan bahwa: Umur lapisan abu-abu (sampel ST13) adalah berumur 102pMC (satuan umur karbon yang tekontaminasi oleh ledakan nuklir, satuan ini berkisar 102 tyl yang mengindikasikan akibat gempa bumi 1909). Lapisan kuning (sampel ST23) adalah berumur tahun Lapisan oranye (sampel ST17) adalah berumur tahun Hal ini menjelaskan garis sesar D, E, dan A adalah garis retakan permukaan akibat gempa bumi tahun Garis sesar B, C, dan F merupakan garis retakan permukaan akibat gempa bumi berumur (nilai tengah tahun 1468 / Abad ke15). Garis G menunjukkan kejadian gempa bumi pada tahun (nilai tengah tahun 1338 / Abad14). (a) (b Face4 Face3 Face2 Face1 Gambar IV-21. (a) Lokasi uji trenching 2 di Omu, dan (b) model 3Dnya. 131

162 S T-2 4 T2-1 8 (a) FACE1 ST-7 T2-5 TOP ST-26 CARBON L2-4 ST-26 T2-6 50CM ST-30 ST-33 ST-29 ST-28 ST-31 ST-32 ST-8 ST-25 G EAST F (b) A C B D E (c) FACE2 T2-7 ST-44 T2-3 ST-45 T2-2 ST-3 T2-20 ST-10 ST-42 ST-43 ST-46 ST-34 ST-4 ST-1 50CM ST-35 ST-41 ST-9 ST-36 ST-40 T2-1 ST-5 ST-39 ST-37 EAST ST-6 ST-38 (d) A B C T2-19 D E F G Gambar IV-22. Bersambung 132

163 (e) FACE3 102pMC (1909?) T2-16 ST-15 ST-11 ST-11 CARBON ST-17 AD ST-12 50CM ST-13 ST-20 ST-23 T2-17 ST-14 T2-15 T2-14 T2-13 ST-18 ST-21 UP ST-21 DOWN EAST ST-19 ST-22 UP ST-22 DOWN G ST-16 (f) A C B D E F AD (g) FACE4 T2-10 T2-11 T CM T2-9 CARBON ST-24 T2-8 (h) EAST A B C D Gambar IV-22. Dinding uji trenching 2. (a&b) Singkapan dan diskripsi Face1, (c&d) Face2, (e&f) Face3, dan (g&h) Face4. Garis sesar D, E, dan A adalah garis retakan permukaan akibat gempa bumi tahun Garis sesar B, C, dan F merupakan garis retakan permukaan akibat gempa bumi berumur (nilai tengah tahun 1468 / Abad ke15). Garis G menunjukkan kejadian gempa bumi pada tahun (nilai tengah tahun 1338 / Abad14). E F G 133

164 Gambar IV-23. Hasil uji pentarikhan umur karbon pada tiga sampel terpilih di Face3. Sampel ST13 adalah berumur 102pMC (satuan umur karbon yang tekontaminasi oleh ledakan nuklir, satuan ini berkisar 102 tyl yang mengindikasikan akibat gempa bumi 1909). Sampel ST23 adalah berumur tahun Sampel ST17 adalah berumur tahun IV.8.3 Umur Teras Analisis pergeseran Sesar Palukoro di Sungai Saluki menunjukkan besaran 510±20 m sinistral. Kecepatan pergeseran yang terjadi dapat diukur dengan membagi total pergeseran ini dengan umur teras. Usaha untuk mengetahui umur teras dilakukan uji pemboran auger di dua lokasi yaitu TR1 dan TR2 (Gambar IV-24). Di TR1, lapisan tanah permukaan ditemui hingga kedalaman 35 cm (Gambar IV-25). Uji auger ini mengumpulkan sampel tiap 15 cm. Kemudian didapatkan lapisan pasir kasar berwarna coklat hingga 134

165 kedalaman 100 cm. Kemudian kedalaman 105, bor auger tidak dapat menembus lapisan dengan ukuran fragmen besar. Di TR2, lapisan tanah permukaan ditemui hingga kedalam 40 cm. Kemudian lapisan pasir kasar coklat hingga kedalaman 130 cm yang kemudian alat bor auger tidak dapat menembus lapisan boulder. Lokasi ini terdapat rawa-rawa diatas bukit. Rawa-rawa ini terbentuk oleh proses pengangakatan struktur antiklin (Gambar IV-18). Uji handbore dapat menembus hingga kedalaman 263 cm. Lapisan gambut ditemui di permukaan hingga kedalaman 13cm. Kemudian lapisan pasir kasar hingga kedalaman 30 cm. Lapisan berikutnya adalah gambut hingga kedalaman 54 cm dan dilakukan pengambilan sampel HB1-1a, HB1-1b dan HB1-1c (Gambar IV-25b). Lapisan berikutnya adalah lapisan pasir kasar dan lanau abu-abu hingga kedalaman 192 cm. Lebih dalam ditemukan lagi lapisan gambut didalaman 243cm (Gambar IV-25). Pada lapisan gambut diambil sampel (HB1-2 hingga HB1-6). Lebih dalam lagi ditemukan lapisan pasir kasar dan berfragmen gravel. Di lapisan ini berhenti karena tidak dapat ditembus oleh alat bor. Hasil uji pentarikhan umur karbon C14 (Gambar IV-26) menunjukkan sampel HB1-4 tahun (BC) atau 8730±30 (BP). Sampel HB1-6 menunjukkan umur sampel tahun (BC) atau 8790±30 (BP). 135

166 a b Gambar IV-24. a) Uji bor auger, b) Uji handbor. (a) (b) Gambar IV-25. (a) Profile stratigrafi uji handbore dan (b) bor auger. 136

167 Gambar IV-26. Hasil uji pentarikhan umur karbon C14 menunjukkan sampel HB1-4 tahun (BC) atau 8730±30 (BP). Sampel HB1-6 menunjukkan umur sampel tahun (BC) atau 8790±30 (BP). IV.9 Rangkuman, Diskusi dan Kesimpulan Kinematika Sulawesi bagian tengah ini tersusun atas empat blok. Jika dibandingkan dengan studi pemodelan GPS, maka dapat diketahui bahwa Blok Hijau adalah Blok Makasar, Blok Ungu adalah blok North Sula (Socquet dkk., 2006) atau Blok Toli-toli (Sarsito, 2010), blok abu-abu adalah Blok East Sula (Socquet dkk., 2006) atau Blok Batui (Sarsito, 2010), dan blok oranye adalah blok baru yang didalam penelitian ini disebut sebagai Blok Poso. Hal baru dari analisis kinematika adalah adanya blok oranye yang disebut sebagai Blok Poso. Blok-blok ini dipisahkan oleh Sesar Palukoro, Sesar Malei, Sesar Bungadidi, Sesar Poso, dan Sesar Matano. Palukoro bergerak sinistral di potong oleh Sesar Naik Malei dengan arah relatif utara-selatan yang membentuk lengkung sinusoidal. Kemudian jalur ini diteruskan dengan mekanisme sinistral Sesar Bungadidi yang berbentuk 137

168 seperempat lingkaran sempurna dengan pergeseran 675±80 m. Kemudian menerus oleh Sesar Matano di Segmen Pewusai mekanisme sesar naik dengan offset shortening/pemampatan sebesar 584±50 m. Jalur Sesar Matano berarah N295 o E dan menjadi gerak sinistral 475±70 m. Proses pembelokan yang menghasilkan struktur lingkaran juga terdapat di Souther Alaska Microplate (Plafker dkk., 1994) dan dikuatkan dengan hasil studi GPS (Freymueller dkk., 2008). Berdasarkan studi rinci di Omu Segmen Saluki Sesar Palukoro diketahui bahwa sesar Palukoro ini aktif. Hasil penelusuran kejadian gempa bumi pernah terjadi gempa bumi tahun 1907, 1909, 1937 dan Gempa bumi 1907 berdasarkan diskripsi laporan Abendanon (1917) mirip dengan kejadian gempa bumi Yang menarik dalam laporan Abendanon pada tahun 1909, dua tahun setelah 1907, terjadi gempa bumi lebih besar yang menyebabkan rumah-rumah yang selamat pada gempa bumi 1907 roboh. Laporan Abendanon juga menyebutkan adanya retakan yang besar dan memanjang 7 km yang mempunyai loncatan setinggi 1 m. Uji paritan di segmen ini ( di Desa Omu) menunjukkan adanya pergeseran sinistral 1.5 m dan perubahan vertical setinggi 1.5 m. Hasil uji paritan juga menyakinkan bahwa sesar ini memotong lapisan muda yang ditunjukkan dengan adanya ketidak selarasan struktur sesar di dinding paritan. Jika dihitung dengan asumsi kasar kecepatan pergeseran Sesar Palukoro adalah 4 cm/th dan kejadian gempa bumi terakhir adalah pada tahun 1909, sehingga saat ini adalah 103 tahun jeda yang berarti sesar ini telah menyimpan akumulasi pergeseran sebesar 412 cm atau ~4 m. Besaran ini berarti sama dengan besaran 138

169 offset dari hasil total station minimal yaitu 4 m yang sebanding menghasilkan gempa bumi Mw 7 (Wells dan Coppersmith, 1994). Hasil analisis uji paritan menunjukkan dua kejadian gempa bumi yang berhasil diketahui yaitu tahun 1468 dan Kedua gempa bumi tua ini saling berdekatan dan memiliki jeda waktu 130 tahun. Besar waktu 130 tahun ini mengindikasikan jarak siklus gempa bumi terjadi. Meskipun angka ini masih kasar mengingat hanya dua kejadian gempa bumi dan masih belum ditemukan bukti kejadian gempa bumi antara tahun 1468 hingga 1909 (ini memerlukan uji pentarikhan umur karbon lebih banyak). Dengan kata lain bahwa saat ini adalah waktu dimasa-masa mendekati akan terjadinya pelepasan energy siklus gempa bumi tahun Untuk lebih meyakinkan perhitungan ini perlu dilakukan perhitungan kecepatan pergeseran di Segmen Saluki ini cara menghitung umur teras yang terpotong. Penelitian ini telah berhasil mengumpulkan sampel lapisan yang menyimpan informasi umur teras dari uji bor auger dan hand bore. Hasil uji umur sampel HB1-4 menunjukkan umur lapisan (BC) atau 8730±30 (BP). Sampel HB1-6 menunjukkan umur sampel tahun (BC) atau 8790±30 (BP). Umur lapisan teras ini adalah umur setelah proses pembentukan antiform antiklin atau dengan kata lain adalah batas umur minimum pergeseran sebenarnya. Jika dihitung, maka dapat diketahui besaran slip rate adalah 58 mm/th. Nilai ini adalah menunjukkan batas atas kecepatan slip rate Sesar Palukoro adalah dibawah 58 mm/th. Hal ini juga menunjukkan bahwa besar laju pergeseran Sesar Palukoro kemungkinan sama dengan hasil penelitian GPS yaitu 40 mm/th (Bellier dkk., 2001). 139

170 140

171 Bab V STUDI KASUS III: SESAR LEMBANG, JAWA BARAT V.1. Latar Belakang Sesar Lembang di Jawa Barat terletak di tengah pulau Jawa dan bersambungan dengan Sesar Cimandiri di sisi bagian barat dan Sesar Baribis di sisi timur. Berdasarkan catatan sejarah (Visser, 1922; Wichmann, 1918), pernah terjadi gempa bumi tahun 1699, 1834 dan 1900 di utara Sesar Cimandiri; dan gempa bumi tahun 1842, 1847 dan 1875 di sekitar Sesar Baribis. Sebaran pusat gempa bumi dengan kedalaman 0 60 Km (bulatan warna merah dan oranye) di daratan Jawa bagian barat bersifat acak/tidak ada pola (Engdahl dkk., 2007). Studi geodesi memperlihatkan laju pergeseran sinistral Sesar Lembang adalah 3-14 mm/th (Abidin dkk., 2008; Abidin dkk., 2009) dan 6 mm/th (Meilano dkk., 2012). Secara regional dataran tinggi di Jawa bagian barat ini mengalami pengangkatan sebesar 1 mm/th (Hanifa dkk., 2014). Meski sudah jelas keaktifan struktur di Jawa bagian barat ini, parameter sesar aktif hingga saat ini masih merupakan pendekatan dan asumsi para ahli (Irsyam dkk., 2010). Untuk mempelajari tatanan sesar aktif di Jawa bagian barat ini paling mudah adalah dimulai dari sesar yang memiliki ekpresi yang paling jelas. Sesar tersebut adalah Sesar Lembang yang ditunjukkan oleh kotak polygon hitam pada Gambar V

172 Gambar V-1. Sesar Lembang di Jawa Barat. Sesar ini terletak di tengah pulau Jawa dan bersambungan dengan Sesar Cimandiri di sisi bagian barat dan Sesar Baribis di sisi timur. Berdasarkan catatan sejarah (Visser, 1922; Wichmann, 1918), pernah terjadi gempa bumi tahun 1699, 1834 dan 1900 di utara Sesar Cimandiri; dan gempa bumi tahun 1842, 1847 dan 1875 di sekitar Sesar Baribis. Sebaran pusat gempa bumi dengan kedalaman 0 60 Km (bulatan warna merah dan oranye) di daratan Jawa bagian barat bersifat acak/tidak ada pola (Engdahl dkk., 2007). Studi geodesi memperlihatkan laju pergeseran sinistral 3-14 mm/th di Sesar Lembang. V.2. Sesar Lembang Sesar ini terlihat jelas dengan bentuk morfologi yang memanjang barat-timur (Marjiyono dkk., 2008; Silitonga, 1973; Tjia, 1968; Van Bemmelen, 1949). Meskipun jelas bentuk bentang alam sesar-nya tetapi sesar ini belum diteliti detil. Publikasi yang cukup luas baru oleh Van Bemmelen (1949) dan Tjia HD (1968). Dam (1994) menyingggung sedikit masalah Sesar Lembang tapi tidak mendalam karena fokus penelitiannya adalah stratigrafi dan sedimentologi Danau Bandung. 142

173 Kinematika dan tipe Sesar Lembang masih diperdebatkan (Hidayat dkk., 2008; Tjia, 1968; Van Bemmelen, 1949), apakah sesar geser (sinistral atau dekstral?), sesar normal, atau sesar naik? Di Sesar Lembang juga belum ada publikasi detil Sesar Lembang. Meski dengan ketelitian rendah, pengukuran laju pergeseran GPS sudah ada (Abidin dkk., 2008). Hal ini berbeda dengan pengukuran laju pergeseran geologi yang belum ada. Usaha mencari laju pergeseran geologi dengan melakukan studi paleosesimologi hasilnya masih bias. Kurang berhasilnya studi paleoseismologi ini karena belum menemukan lokasi baik dimana terdapat perlapisan geologi yang tersesarkan pada waktu terjadi gempa di masa silam. Paritan paleoseismologi yang sudah dibuka hanya memperlihatkan adanya indikasi subsidence yang memberikan ruang untuk terjadi pengendapan pada sagpond (Hidayat dkk., 2008). Dalam hal ini subsidence yang terjadi diinterpretasikan karena adanya aktifitas sesar aktif. Berdasarkan plotting kejadian rekaman kejadian gempa bumi katalog relokasi Engdahl (2007) dan USGS, tidak ada rekaman seismograf kejadian gempa bumi dilokasi Sesar Lembang. Rekaman seismologi yang ada adalah katalog BMKG dan Badan Geologi yang merekam kejadian gempa bumi magnitudo kecil, yaitu pada tanggal 22 Juli 2011 dan 28 Agustus Gempa bumi 22 Juli 2011 pukul memiliki besar magnitudo 3.4 skala richter dengan kedalaman 6 km (Sulaeman dan Hidayati, 2011). Gempa bumi ini memiliki sebaran intensitas gempa bumi MMI III (ditunjukkan garis putus-putus) dan MMI I (ditunjukkan 143

174 garis titik-titik). Hasil rekaman gempa bumi 28 Agustus 2011 adalah memiliki Mw 3.4 dengan kedalaman 1.45 km (Badan Geologi ESDM) dan Mw 3.3 kedalaman 10 km (BMKG). Kejadian gempa bumi ini menyebabkan kerusakan bangunan. Hasil survey intensitas gempa bumi MMI menunjukkan kerusakan berpusat di Desa Muril dan Desa Jambudipa, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (Sulaeman, 2011)(Gambar V-2). Pusat kerusakan ini sesuai dengan hasil relokasi seismisitas gempa bumi mikro yang ditunjukkan oleh dua bintang merah yang berada di Sesar Lembang (Madrinovella dkk., 2012). Analisis gempa bumi mikro ini menunjukkan bahwa mekanisme fokal sesar geser sinistal (Afnimar dkk., 2015; Madrinovella dkk., 2013). Gambar V-2. Seismisitas dan sebaran MMI gempa bumi Ujung Berung Mw 3 tanggal 22 Juli 2011 dan gempa bumi Muril Mw 3 tanggal 28 Agustus Permasalah lain adalah sejarah gempa tidak ada. Hingga saat ini catatan sejarah maupun rekaman geologi paleoseismologi juga tidak ada. Sangat sedikitnya informasi karakteristik sesar dan gempa Sesar Lembang akan sangat berbahaya 144

175 mengingat sesar ini berada di wilayah dengan populasi dan infrastruktur padat Kota Lembang dan Kota Bandung. Sesar Lembang ini berada di tengah Jawa Barat yang berada 10 km dari pusat Kota Bandung yang dihuni oleh 8,6 juta jiwa (Barat, 2011). Hingga saat ini parameter sesar aktif Lembang belum diketahui. Parameter tersebut adalah : keaktifan, geometri, kinematika, kecepatan geser geologi, dan kejadian gempa bumi terakhir. V.3. Geologi Sesar Lembang Sesar Lembang ini berdasarkan kronologis waktu dibedakan yaitu Sesar Lembang Timur berumur tyl dan Sesar Lembang Barat berumur tyl (Dam dkk., 1996). Setelah letusan besar Gunung Tangkuban Perahu menutupi sebagian Sesar Lembang Timur pada tyl (Gambar V-3a), Sesar Lembang Barat mulai aktif bergerak pada kurun umur tyl (Gambar V-3b) (Dam dkk., 1996). Material batuan yang terpotong oleh Sesar Lembang adalah satuan batuan Piroklastik Kuarter Tangkuban Parahu (Quarternary Tangkuban Parahu Pyroclastic) (Silitonga, 1973; Sutoyo dan Hadisantono, 1992). Satuan ini menyusun, menutupi, dan terpotong hampir diseluruh bagian Sesar Lembang seperti yang terlihat pada Gambar V-4. Satuan ini tersusun atas material piroklastik yaitu tefra, scoria, pumis, pasir, bersifat lepas-lepas, dan berwarna coklat kuning. Studi rinci stratigrafi tefra lapisan ini dikelompokkan menjadi kelompok Tangkuban Parahu Tua (Old Tangkuban Parahu) berumur tyl dan kelompok Tangkuban Parahu Muda (Young Tangkuban Parahu) berumur tyl (Kartadinata dkk., 2002; Nasution dkk., 2004). 145

176 Gambar V-3. (a) Letusan gunung api menutupi area barat Sesar Lembang pada waktu tyl dan (b) Aktivitas Sesar Lembang Barat (nomor 7) berumur tyl (Dam dkk., 1996). Gambar V-4. Peta sebaran endapan Kuarter Piroklastik Tangkuban Perahu. 146

177 V.4. Tujuan Studi Penelitian ini menjawab pertanyaan tersebut dengan melakukan pemetaan sesar aktif menggunakan data resolusi tinggi. Lokasi penelitian ini fokus di sepanjang Sesar Lembang yang ditunjukkan pada Gambar V-5. Secara rinci penjelasan ini dibagi berdasarkan kotak Box1 hingga Box6. Selanjutnya menganalisa pergeseran sungai untuk mengetahui kinemetika gerak dan laju kecepatan pergeseran Sesar Lembang. Tahap terakhir adalah melakukan uji paritan untuk mengetahui kejadian gempa bumi terdahulu. Gambar V-5. Lokasi penelitian dan kotak rincian analisis Box1 hingga Box5. Penelitian ini melakukan pemetaan sesar aktif berdasarkan ekspresi geomorfologi menggunakan analisis multi-shade-relief digital elevation imagery (ESRI- Mapping-Center-Team, 2010). Penelitian ini juga menggunakan metode geofisika 147

178 geolistrik untuk mengetahui kondisi bawah permukaan. Metoda tersebut telah dijelaskan pada Bab II. V.5. Data yang Digunakan Penelitian ini menggunakan data citra Light Detection and Ranging (LiDAR) dengan resolusi 0.9 m dan Interoferometric Synthetic Aperture Radar (IFSAR) resolusi 4 m yang ditunjukkan pada Gambar V-6. Kedua citra tersebut dalam bentuk Digital Terrain Models (DTM) dan Digital Surface Models (DSM). IFSAR Intermap dan LiDAR ini adalah hasil dari survey pesawat udara yang dipesan oleh Australia-Indonesia For Disaster Reduction (AIFDR) (Horspool dkk., 2011). Gambar V-6. Jenis data IFSAR5m dan LiDAR0.9m serta area cakupannya dalam penelitian Sesar Lembang ini. V.6. Geometri dan Penampang Geolistrik Sesar Aktif Lembang Sesar Lembang ini terlihat jelas dengan bukti adanya lereng memanjang (Linear Valley-LV), gawir sesar (FS-Fault Scarp), bukit shutter ridge (SR), pergeseran sungai (River Offset-RO), wind gap (WG), dan sungai terpancung (beheaded river-br) yang memanjang 29 km. Batas kedua ujung sesar ini ditandai oleh berhenti/hilangnya ekspresi topografi sesar. Secara keseluruhan Sesar Lembang terbagi menjadi lima seksi, yaitu Seksi Cimeta, Seksi Cipogor, Seksi Cihideung, Seksi Gunung Batu, dan Seksi Cikapundung. Lima seksi tersebut dijabarkan 148

179 secara rinci lokasi jalur sesar berdasarkan notasi kilometer lokasi yang terbagi dalam enam kotak Box. Lebih lengkapnya adalah sebagai berikut : V.6.1 Seksi Cimeta Seksi ini dijelaskan oleh Box1 yang berisi jalur sesar Lembang Km 0 hingga Km 5.5. Lokasi ini adalah batas/ujung barat Sesar Lembang yang berada di dekat Padalarang. Jejak ekspresi Sesar Lembang ini berhenti dilokasi ini. Secara umum terdapat ekpresi sesar yang lurus dan menerus dari Km 0 hingga Km 6 yang ditunjukkan oleh garis 1 (Gambar V-7). Selanjutnya, jalur sesar di Km 0.9 terdapat tekuk lereng memanjang (LV), gawir sesar (FS), bukit shutter ridge (SR) yang terlihat jelas melewati jembatan jalan tol Sungai Cimeta menerus ke lembah sungai, melewati rel kereta api, melewati lembah sungai memanjang, dan memotong sungai Cimenteng dan lembah selatan Sungai Cileungsing di Km 3. Selanjutnya, di Km 3 hingga Km 5.5 terlihat gawir sesar memanjang yang melewati sungai, lembah memanjang, dan morfologi pergeseran sungai. Lebih jelas bentuk morfologi gawir sesar (FS), sungai terpancung (BR) dan pergeseran sungai (RO) di Km 4 Km 6. Jalur sesar ini terlihat jelas pada citra LiDAR 0.9 m. Di sebelah bawah/selatan Km 4 sampai dengan Km 5 terdapat bentuk bukit simetris memanjang yang ditunjukkan oleh garis 2. Bukit simetris memanjang ini adalah bentuk struktur antiklin bersumbu N80 o E dan memotong jalan Pasirhalang. Jalur sesar Km 1 hingga Km 5.5 ini masuk dalam wilayah Desa Pasirlangu, Desa Bojongkoneng, Desa Cimanggu dan Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah. 149

180 Hasil uji geolistrik di Km 0,7 menunjukkan garis sesar menerus ke kedalaman hingga kedalaman 120 m (Gambar V-8). Ini ditunjukkan dengan beda sifat resistivitas yang kontras yaitu warna biru (resistansi sekitar 10 ohm) dan hijau (resistansi sekitar 100 ohm). Gambaran permukaan menunjukkan juga adanya dua garis sesar. Hasil uji di Km 5,5 menunjukkan garis sesar yang sama dengan ekpresi permukaan (Gambar V-9 a dan b). Dua garis sesar yang terlihat dipermukaan konsisten dengan gambaran bawah permukaan geolistrik. Bahkan Gambar V-9 b dimana ekpresi sesar tidak terlihat jelas, hasil geolistrik ini menunjukkan bahwa garis sesar menerus hingga di penampang ini. b a Gambar V-7. Morfologi rinci di Box1 yang meliputi Km 0 hingga Km 5.5. Garis hijau adalah garis uji geolistrik. Gambar V-8. Penampang bawah permukaan geolistrik lokasi Km 0,7. 150

181 Gambar V-9. Penampang bawah permukaan geolistrik Km 5,5. Garis merah diduga adalah jalur Sesar Lembang. V.6.2 Seksi Cipogor Seksi ini dijelaskan pada Box2 Km 6 hingga Km 11. Di lokasi ini terdapat struktur geologi yang kompleks yang merupakan lokasi tempat pembelokan jalur Sesar Lembang yang ditunjukkan pada Gambar V-10. Jalur sesar garis 1 dalam Box1 menerus hingga Km 6. Jalur sesar ini terlihat jelas pergeseran sungai (RO) di sungai Sungai Cimeta dan anak sungainya. Ekspresi sesar garis 1 ini menghilang kemudian muncul gawir sesar sesar normal dan graben yang berarah NW dengan panjang 1,2 km di Km 6.2 hingga Km 7 (garis 3). Ujung atas garis 3 ini terdapat pergeseran sungai di Sungai Cimeta. Kelompok bentuk jalur sesar ini ditunjukkan oleh garis 3 dan terdapat di Desa Tugumukti. Km 6.7 sampai dengan Km 9 terdapat gawir sesar (FS) dengan beda ketinggian kontras yang memanjang dan melengkung melewati Sungai Cipogor (garis 4). 151

182 Gawir sesar dilereng ini menerus hingga memotong Sungai Cimahi di Km 10.5 di wilayah Desa Jambudipa. Sejajar sesar garis 4 terdapat ekspresi bukit simetris memanjang yang merupakan ekspresi struktur antiklin. Sumbu antiklin ini berlokasi di Paratag dan kemudian berhenti/hilang di perpotongan dengan Sungai Cimahi. Lokasi Km 9.8 dan Km 10 terdapat sungai terpancung (BR). Jalur garis 4 ini menerus hingga ke Box3. Di bagian paling bawah/selatan terdapat gawir sesar di lereng dengan kontras ketinggian yang memanjang hingga ke Sungai Cireungas di Km 8.5 (garis 5). Sejajar dengan garis 5 terdapat tinggian bukit simetris memanjang yang merupakan ekspresi struktur antiklin. Sumbu antiklinnya berarah barat-timur. Kemudian kearah timur terdapat ekpresi gawir sesar normal memanjang berpindah ke atas/utara/kiri 225 m yang ditunjukkan oleh garis 6. Sesar normal garis 6 ini memiliki sisi bawah/selatan relatif turun. Jalur sesar garis 5 dan 6 ini keseluruhan memiliki panjang seluruhnya 3 km yang memotong sungai Cirengas, Cipanas, dan Cibongkok; dan juga memotong Jalan Pakuhaji dan Jalan Cileuweung-Mekarwangi. Lokasi Km 6 sampai dengan Km 7 terdapat gawir sesar turun yang membentuk lengkung memanjang (garis 7). Kearah timur terdapat morfologi simetris memanjang yang merupakan struktur antiklin (garis 8). Lokasi ini berada di wilayah Desa Pasirhalang dan Desa Paku Haji yang memotong Jalan Pasir Halang dan Jalan Pakuhaji. 152

183 Lokasi Km 6.8 sampai dengan Km 8.2 terdapat bukit simetris memanjang yang muncul kepermukaan (garis 10). Bukit memanjang ini adalah struktur antriklin. Di utara sumbu antiklin terdapat gawir sesar di tekuk lereng yang memanjang dan sejajar dengan garis 10. Tekuk lereng ini diperkirakan sebagai sesar naik. Kemudian 350 m kearah timur garis 10 terdapat bukit simetris memanjang dari Km 8.5 hingga Km 10.2 (garis 11). Bukit memanjang garis 11 ini adalah struktur antiklin. Di Km 9 garis 11 terdapat ekspresi wind gap (WG) di Km 9 berarah utara-selatan tegak lurus sumbu antiklin (Gambar V-11). Gambar V-10. Morfologi rinci Box2 yang meliputi Km 5 hingga Km 11 Sesar Lembang. Garis hijau adalah lokasi uji geolistrik. Hasil uji geolistrik di Km 9,7 menunjukkan perlapisan yang kontras yang ditunjukkan oleh beda nilai resistivitas antara hijau ( resistansi sekitar 63 ohm) dan biru (resistansi sekitar 30 ohm) (Gambar V-12). Bentuk sebaran perlapisan ini menunjukkan bentuk struktur antiklin yang merupakan komponen traspression sesar geser. Pada bagian sesar utama (garis 4) terlihat struktur graben. 153

184 Gambar V-11. Morfologi antiklin memanjang garis 11 dengan morfologi Wind Gap-WG) di Km 9. Gambar V-12. Penampang permukaan geolistrik Km 9,7. Garis merah diduga adalah jalur Sesar Lembang. V.6.3 Seksi Cihideung Seksi Cihideung ini dijelaskan oleh Box3 Km 10.5 hingga Km 16 yang ditunjukkan pada Gambar V-13. Terdapat ekpresi gawir sesar memanjang yang merupakan kemenerusan garis 4 dari Km 6.7 (Box2,Gambar V-10) hingga Km 16. Jalur sesar garis 4 ini berarah N100 o E dengan sisi bagian atas/utara lebih turun dibandingkan sisi bawah/selatan yang membentuk lima morfologi cekungan. Beberapa masih menjadi danau. Kelima cekungan ini adalah Cekungan Danau Kering (Km 9.5 di Box2), Cekungan Ciwaruga (Km 12), Cekungan Cibeureum 154

185 (Km 13), Cekungan Cihideung (Km 13.5), dan Cekungan Situ Umar (Km 16). Di sisi selatan/bawah sesar terdapat empat sungai terpancung (BR) yaitu di Km 10.8, Km 11, Km 13.5 dan Km 15. Di sisi selatan ini juga terdapat pergeseran sungai (RO) yaitu di Km 12.5, Km 13.1 (Sungai Cibeureum), Km 13.7, Km 14.5 (Sungai Cihideung) dan Km 16.3 (Sungai Situ Umar). Pada lokasi Km 16 ekspresi sesar garis 4 berhenti/menghilang di lembah Danau Situ Umar. Lokasi Km 11 hingga Km 12.2 terdapat bukit simetris yang sejajar dengan jalur sesar garis 4. Bukit ini adalah bukit antiklin yang terputus oleh tiga wind gap (WG). Sumbu antiklin berarah barat-timur memotong jalan Cihanjuang di Pasir Panjang. Gambar V-13. Morfologi rinci Box3 yang meliputi Km 11 hingga Km 16 Sesar Lembang. 155

186 Hasil uji geolistrik di Km 11,4 menunjukkan perlapisan batuan yang ditunjukkan dengan lapisan berwarna hijau (resistansi sekitar 79 ohm) dan biru (resistansi sekitar 30 ohm)(gambar V-14). Gambaran bawah permukaan ini menunjukkan struktur antiklin akibat kompresional sesar geser sinistral. Pada garis 4 menunjukkan struktur graben. Gambar V-14. Penampang permukaan geolistrik Km 11,4. Garis merah diduga adalah jalur Sesar Lembang. V.6.4 Seksi Gunung Batu Seksi ini dijelaskan pada Box 4 pada lokasi Km 16 hingga Km 21 (Gambar V-15). Ekspresi gawir sesar garis 4 menghilang/berhenti di Km 16 di lembah Situ Umar. Kemudian dilokasi ini muncul bukit asimetris memiliki lebar 500 m dan kemiringan lereng ke utara. Bukit asimetris ini di sisi selatan/bawah dibatasi oleh gawir sesar (garis 12) dan di sisi utara/atasnya tekuk lereng gawir sesar naik yang melengkung panjang khas (garis 13). Morfologi ini adalah bentuk struktur monoklin. Struktur monoklin ini masuk Desa Pagerwangi dan Desa Kayu Ambon. Lokasi Km 18 hingga Km 21.5 terdapat tekuk lereng gawir sesar memanjang dan pergeseran sungai (RO) di pertemuan sungai Cikawari, Cigulung dan Cikapundung (Kawasan wisata Maribaya)(garis 14). 156

187 Terdapat dua lintasan geolistrik yaitu di Km 16,3 dan Km 17,7. Hasil Km 16,3 konsisten dengan ekpresi permukaannya yaitu terdapat tiga garis sesar (Gambar V-16). Bahkan gambaran permukaan ini juga memperlihatkan adanya struktur antiklin diantara sesar. Hasil Km 17,7 memperlihatkan strutur perlipatan (sinklin dan antiklin) dan sesar naik (Gambar V-17). Struktur perlipatan ini lebih rinci terlihat dibandingkan dengan bentuk morfologi permukaan yaitu struktur monoklin. Penampang geolistrik Km 17,7 ini juga memperlihatkan bahwa gunung batu adalah singkapan batuan beku leleran lava atau intrusi sill (bukan sebagai intrusi dyke) yang ditunjukkan oleh warna merah kemenerusan singkapan gunung batu yang menunjukkan perlapisan mendatar. Gambar V-15. Morfologi rinci Box4 yang meliputi Km 16 hingga Km 21 Sesar Lembang. 157

188 Gambar V-16. Penampang permukaan geolistrik Km 16,3. Garis merah diduga adalah jalur Sesar Lembang. Gambar V-17. Penampang permukaan geolistrik Km 17,7. Garis merah diduga adalah jalur Sesar Lembang. V.6.5 Seksi Cikapundung Seksi ini diperlihatkan pada Box5 jalur sesar di Km 20.5 hingga Km 25 (Gambar V-18). Ekspresi morfologi sesar didalam box ini berada di lereng curam dan memiliki banyak sungai-sungai kecil. Meskipun terlihat kabur karena rimbunnya tanaman, jalur sungai dan jalur sesar masih dapat ditelusuri. Dilokasi ini terdapat kemenerusan jalur sesar garis 14 (Box4) berupa pergeseran sungai dan tekuk lereng memanjang. Jalur sesar garis 14 ini berhenti di Km 21.5 dan berbelok arah N100 o E menjadi N90 o E. Selanjutnya dilokasi Km 21.5 hingga Km 23.4 terdapat kelurusan tekuk lereng dan bukit shutter ridge yang tidak begitu jelas. Jalur ini diperkirakan merupakan kemenerusan jalur sesar (garis merah putus-putus). Dilokasi berikutnya, di Km 23.4 sampai dengan Km 25, terdapat 158

189 bukit shutter ridge (SR), sungai terpancung (BR), dan pergeseran sungai (RO) yang jelas terlihat (garis 15). Jalur ini berada di lembah bagian selatan Sungai Cikapundung. Lokasi Km 24 hingga Km 25 terdapat indikasi gawir sesar memanjang (fault scarp-fs) (garis 16). Lokasi ini berada di lembah Sungai Cikapundung. Gambar V-18. Morfologi rinci Box5 yang meliputi Km 21 hingga Km 25 Sesar Lembang. V.6.6 Seksi Batu Lonceng Box6 menjelaskan jalur sesar Km 24.5 hingga Km 29 pada Gambar V-19. Ekspresi sesar merupakan sambungan dari Box5 (garis 15) yang ditunjukkan oleh pergeseran sungai (RO) dan sungai terpancung (BR). Jalur garis 15 ini berbelok di Km 25.3 dari N90 o E menjadi N120 o E (garis 17). Kemudian Km 25.3 hingga Km 26 diperkirakan kemenerusan jalur sesar garis 17. Kemudian di lokasi Km 26 hingga Km 26.7 terdapat bukit shutter ridge (SR) dan sungai terpancung (BR) 159

190 yang jelas. Selanjutnya dilokasi Km 26.7 hingga Km 28 terdapat percabangan sungai yang merupakan gangguan aliran sungai akibat terpotong sesar. Lokasi ini diperkirakan jalur kelurusan sesar (garis merah putus-putus). Kemudian lokasi Km 28 hingga Km 29 terdapat tekuk lereng gawir sesar (FS) memanjang. Lebih jauh ke timur setelah Km 29 ekspresi sesar berhenti/menghilang. Jalur sesar garis 17 ini berada di lembah antara Sungai Cisarua dan Gunung Palasari. Terdapat dua uji geolistrik yang berada berdekatan di Km 24,5. Gambar V-20a adalah uji geolistrik dengan jarak elektroda 2,5 m. Gambar V-20b adalah uji geolistrik dengan jarak elektroda 5 m. Kedua gambaran bawah permukaan menunjukkan adanya struktur antiklin dan graben pada garis 17. Struktur antiklin ini terdapat juga sesar naik dengan arah dip ke selatan. a b Gambar V-19. Morfologi rinci Box6 yang meliputi Km 24.5 hingga Km 29 Sesar Lembang. 160

191 Gambar V-20. Penampang permukaan geolistrik Km 26,2. (a) sebelah barat dengan elektroda spasi 2,5m. (b) sebelah timur dengan elektroda spasi 5 m. Garis merah diduga adalah jalur Sesar Lembang. V.7. Analisis Pergeseran Sungai oleh Sesar Lembang Analisis pergeseran sungai adalah upaya analisis sistematis pergeseran marker morfologi disepanjang jalur sesar akibat aktifitas gempa bumi satu kejadian dan akumulasi beberapa kejadian, yang umum disebut sejarah retakan permukaan gempa bumi (Brown dan Wallace, 1968). Analisis ini dimulai dengan menemukan morfologi awal sebelum terjadinya pergeseran sesar atau morfologi awal ketika sebelum terjadi gempa bumi (pre-earthquake). Setelah diketahui kinematika sesar yang bekerja, tahap selanjutnya adalah pengukuran jarak rinci pergeseran tiap marker morfologi. Hasil analisis Sesar Lembang dijelaskan pada bab berikut ini. 161

192 V Morfologi Awal Sebelum Gempa bumi (Pre-Earthquake) Marker bentang alam (landform), tren kelurusan, dan perubahan satuan batuan yang menyambung menyebrangi sesar sebelum kejadian gempa bumi dan dengan marker itu juga geometri awal sebelum-masa-gempa bumi dapat diperkirakan (Burbank dan Anderson, 2001; McCalpin dan Nelson, 2009). Menemukan dan mencocokkan marker dilakukan melalui usaha memotong gambar Sesar Lembang di jalur sesarnya dan menggeserkannya untuk mendapatkan kondisi awal yang paling sesuai (Gambar V-21a). Usaha ini adalah utamanya adalah mencocokkan marker sungai aktif (masih teraliri air) dengan sungai aktif dan/atau sungai terpancung. Usaha pertama dengan menggeser gambar ke kiri sebagai kondisi awal gerak sesar kanan/dextral. Usaha ini menunjukkan hanya satu marker sungai yang sesuai yaitu Sungai Cimahi (Gambar V-21b). Aliran sungai yang lainnya berpasangan dengan bukit yang menunjukkan ketidaksesuaian. Usaha kedua adalah dengan menggeser ke kanan sebagai sesar kiri/sinistral. Terdapat dua kali pergeseran yang saling bersesuaian yaitu 10 marker pasangan sungai pada pergeseran balik 120 m (Gambar V-21c) dan 11 marker pasangan sungai pada pergeseran balik 460 m (Gambar V-21d). Kunci pencocokan ini terletak di empat sungai besar. (1) Sungai Cimeta. Pada pergeseran balik 120 m marker 1,2 dan 3 (Gambar V-21c) cocok menyambung antara sungai atas/utara dengan lembah sungai di bawah/selatan. Pada pergeseran balik 460 m marker 1,2 dan 3 (Gambar V-21d) cocok saling menyambung. Terutama marker 3 terdapat tiga sungai yang berjarak sama saling menyambung. (2) Sungai Cimahi. Terdapat 162

193 dua lembah sungai yang berdekatan di Sungai Cimahi ini. Pada pergeseran balik 120 m marker 4 dan 5 (Gambar V-21c) sungai ini cocok menyambung. Sungai Cimahi bagian atas/utara cocok menyambung dengan lembah sungai terpancung. Lembah sungai Cimahi bawah/selatan cocok menyambung dengan lembah sungai kering di bagian atas/utara. Pada pergeseran balik 460 m marker 4 dan 5 (Gambar V-21d) cocok menyambung. Sungai Cimahi dan lembah sungai didekatnya cocok menyambung dengan dua lembah sungai terpancung di sisi bawah/selatannya. Dua pergeseran balik ini memperlihatkan bahwa awalnya terdapat dua sungai yang kemudian tergeserkan 120 m menyebabkan pergeseran sungai dan kemudian tergeserkan hingga 460 m menyebabkan pergeseran sungai dan pembajakan sungai yang menyebabkan aliran dua sungai Cimahi dan sampingnya menjadi sungai Cimahi sisi bawah/selatan saat ini (Gambar V-21a). (3) Sungai Cihideung. Sungai ini memiliki lembah yang lebar. Dinding lembah sisi atas/utara yang sempit cocok menyambung dengan lembah sempit sisi bawah/selatannya (marker 7 Gambar V-21c). Pada pergeseran balik 460 m lembah sungai ini cocok menyambung dengan lembah sungai terpancung di sisi bawah/selatannya (marker 8 Gambar V-21d). (4) Sungai Cikapundung. Pergeseran balik 120 m marker 9 (Gambar V-21c) cocok menyambung sungai Cikawari dengan percabangan sungai Cikapundung. Marker 10 (Gambar V-21c) cocok menyambung lembah sungai Cikapundung bagian atas/utara dan bagian bawah/selatan. Pergeseran 460 m cocok menyambung sungai Cikawari dengan sungai Cikapundung dan sungai Cigulung dengan lembah cabang sungai Cikapundung di sisi bawah/selatannya. Pergeseran balik 120 m dan 460 m ini diperkuat dengan marker lembah sungai lebih kecil lainnya yang yang ditunjukkan pada Gambar V-21 c dan d. 163

194 Pergeseran balik pasangan sungai 460 m (Gambar V-21d) adalah pencocokan marker terjauh yang paling sesuai di Sesar Lembang. Pergeseran balik 460 m ini adalah kondisi morfologi awal-masa-gempa bumi di Sesar Lembang. V Pengukuran Pergeseran Sungai Pengukuran pergeseran sungai ini mengikuti kaidah arah sungai dan pergeseran sungai (Arrowsmith dan Zielke, 2009; Lienkaemper, 2001). Arah sungai membentuk lembah sungai (garis biru dengan tanda panah) dan mengalami pergeseran oleh aktifitas sesar (garis merah) pada Gambar V-22. Bagian atas garis sesar disebut bagian kepala (head) dan bagian bawah disebut ekor (tail). Proyeksi kelurusan sungai pada garis sesar pada bagian kepala dan ekor adalah besar pergeseran sungai (Gambar V-22a). Pada Gambar V-22b terdapat sungai terpancung B (beheaded river) dengan dua besaran pergeseran sungai yaitu AB dan AB. Besar nilai ketidakpastian ditunjukkan oleh lebar lembah sungai yang ditunjukkan oleh bidang warna biru. Panjang sungai terpancung bagian kepala (head) diukur panjangnya dan juga dimensi sungai (kedalaman dan lebar lembah). Gambar V-21. Skema pergeseran sungai. Arah sungai ditunjukkan oleh panah aliran air, A adalah bagian kepala (head), B adalah bagian ekor (tail), garis merah adalah sesar geser, garis hitam tipis adalah proyeksi kelurusan sungai dengan garis sesar, besar pergeseran adalah panjang proyeksi kelurusan sungai kepala dan ekor, B adalah sungai terpancung (beheaded river), dan pergeseran sungai adalah AB dan AB (Arrowsmith dan Zielke, 2009). 164

195 (a) (b) Gambar V-21. Bersambung. 165

196 (c) (d) Gambar V-22. Pencocokan marker pergeseran sungai besar Sesar Lembang. (a) kondisi saat ini, (b) Geser kanan/dextral, (c) Geser kiri/sinistral bergeser 120 m dan (d) Geser kiri/sinistral bergeser 460 m. 166

197 Dasar pengukuran pergeseran sungai pada paragraph diatas digunakan untuk mengukur besar pergeseran sungai disepanjang Sesar Lembang. Terdapat dua kelompok data, yaitu data pergeseran sungai besar dan data pergeseran sungai kecil. Hal ini terjadi karena morfologi disepanjang Sesar Lembang dapat dikelompokkan kedalam dua bagian. Bagian pertama adalah bagian dengan pergeseran besar yaitu pada sungai-sungai besar yang memiliki panjang sungai lebih dari 3 Km dengan arah sungai utara ke selatan. Pergeseran besar ini dijelaskan pada Gambar V-23. Pada gambar tersebut memperlihatkan dua kali kecocokan sungai kepala dan ekor yang ditunjukkan oleh marker panah hitam. Orde besaran pergeseran sungai adalah ratusan meter. Kelompok kedua adalah kelompok pergeseran kecil. Kelompok ini berada pada Km 21 hingga Km 29 yang ditunjukkan oleh Gambar V-23. Pada lokasi ini arah sungai selatan ke utara dengan panjang sungai berkisar 0.4 km. Panjang sungai jauh lebih pendek dibandingkan kelompok pergeseran besar tetapi kemiringan lereng di kelompok ini sangat curam. Kelompok ini memperlihatkan pergeseran sungai orde beberapa meter hingga ratusan meter yang diperlihatkan dengan kecocokkan sungai dan lembah sungai pergeseran 1 hingga 6 pada Gambar V-23. Marker kecocokan ini ditunjukkan oleh tanda panah hitam. Hasil pergeseran sungai kelompok pergeseran besar dan kecil digabungkan dan disajikan pada Tabel 3. Terdapat 61 satu data pergeseran sungai. Pergeseran terkecil adalah 6±3 m di Km dan terbesar adalah 643±50 m di Km

198 Gambar V-23. Pencocokan marker pergeseran kecil Sesar Lembang di Km 21 hingga Km

199 Km Sinistral Offset (m) Tabel 3. Sebaran pergeseran (offset) sungai di Sesar Lembang. Panjang hulu (head ) sungai (Km) Km Sinistral Offset (m) Panjang hulu (head ) sungai (Km) Km Sinistral Offset (m) Panjang hulu (head ) sungai (Km) Km Vertical Movement (meter) Down Component ± ± ± ± 3 South side ± ± ± ± 3 South side ± ± ± ± 3 North side ± ± ± ± 3 North side ± ± ± ± 3 North side ± ± ± ± 3 North side ± ± ± ± 3 North side ± ± ± ± 3 North side ± ± ± ± 3 North side ± ± ± ± 3 North side ± ± ± ± 3 North side ± ± ± ± 5 North side ± ± ± ± 4 North side ± ± ± ± 2 North side ± ± ± ± 0.2 South side ± ± ± ± 0.2 South side ± ± ± ± 0.2 South side ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± V Statistik Pergeseran Sungai Hasil pengukuran pergeseran sungai pada bab sebelumnya di satukan dalam grafik pada Gambar V-24. Gambar V-24a adalah grafik besaran pergeseran sungai berurut besar ke kecil. Grafik tersebut memperlihatkan enam kelompok kesamaan besar pergeseran sungai. Kelompok 1 memiliki rentang pergeseran sungai 6±3 m hingga 13±3 m dan rata-rata 9 m (Gambar V-24e). Kelompok 2 memiliki rentang pergeseran sungai 20±5 m hingga 46±10 dan rata-rata 24 m. Kelompok 3 memiliki rentang 56±8 m hingga 71±6 m dan rata-rata 65 m. Kelompok 4 memiliki rentang 78±7 m hingga 88±7 m dan rata-rata 84 m. Kelompok 5 memiliki rentang 101±15 m hingga 136±20 m dan rata-rata 120 m (Gambar V- 24d). Kelompok 6 memiliki rentang 370±20 m hingga 533±50 m dan rata-rata 461 m (Gambar V-24e). 169

200 Sebaran kelompok 1 hingga 4 berada di Km 21 hingga Km 29. Hal ini disebabkan oleh kondisi morfologi yaitu lembah curam dengan sungai-sungai pendek dengan panjang kurang dari 500 m. Proses erosi permukaan di lokasi ini dominan dan cenderung merekam kejadian gempa bumi yang muda. Kelompok 5 menyebar di sepanjang sesar dari Km 0 hingga Km 29. Pergeseran sungai 120 m ini terekam disepanjang sesar. Berbeda dengan kelompok 6 yang hanya tersebar di Km 0 hingga Km 21. Kelompok ini merekam pergeseran sungai berorde 460 m. Enam kelompok ini memperlihatkan umur sungai yang terpotong dan tergeserkan oleh Sesar Lembang. Persentase pergeseran sinistral dibandingkan dengan pergeseran vertical menunjukkan 100% di Km 0 hingga Km 7. Kemudian di Km 7 hingga Km 15 persentase ini menurun menjadi 80% (20% komponen gerak vertikal). Di Km 15 hingga Km 29 selanjutnya persentase ini naik menjadi 95% (5% komponen gerak vertikal). Hal penting lain adalah pergeseran sungai terkecil di Kelompok 1. Pergeseran kelompok ini menunjukkan aktivitas gempa bumi terakhir. Terdapat enam data pergeseran sungai lebih kecil dari 15 m yang tersebar di Km 25 hingga Km 29 (Gambar V-25). Berdasarkan irisan besaran nilai ketidakpastian data dapat diperoleh besaran pergeseran sungainya adalah 7±2 m. 170

201 Gambar V-24. Grafik sebaran pergeseran sungai dan lokasinya di Sesar Lembang. (a) Grafik besaran pergeseran sungai berurut besar ke kecil. (b) Sesar Lembang. (c) Sebaran pergeseran sungai seluruh data. (d) Sebaran pergeseran sungai di interval pergeseran 70 hingga 210 m. (e) Sebaran pergeseran sungai di interval 1 hingga 100 m dan pada lokasi Km 21 hingga Km 29. (f) Sebaran pergeseran vertikal. 171

202 Gambar V-25. Sebaran data pergeseran sungai terkecil dengan orde pergeseran dibawah 15 m. V.8. Laju pergeseran geologi Sesar Lembang Sesar Lembang memotong Satuan Batuan Tangkuban Parahu Tua yang berumur tyl. Satuan ini menyebar dan menutupi hampir disepanjang Sesar Lembang dan menyebabkan pergeseran sinistral sungai merata dari Km 0 hingga Km 29 yaitu 120 m (Gambar v-26). Berdasarkan dua nilai umur dan jarak pergeseran dapat dihitung kecepatan pergeseran adalah mm/th. Hasil ini hampir sama dengan hasil pengukuran geodesi yaitu 3 14 mm/th (Abidin dkk., 2008; Abidin dkk., 2009) dan 6 mm/th (Meilano dkk., 2012). (a) (b) Gambar V-26. Pergeseran Sungai Cimeta di Km 5 dengan panjang 120 m (a) Kondisi saat ini (b) setelah digeser balik. 172

203 V.9. Uji Paritan Uji paritan di Sesar Lembang dilakukan di Km 26,3, Desa Batu Lonceng, di dua lokasi paritan yang berdekatan (Gambar V-27). Paritan 1 berada di lembah sedangkan Paritan 2 berada 60 m sebelah timur yaitu di punggungan lembah. Paritan 1 terdapat lima lapisan (Gambar V-28a dan Gambar V-29a), yaitu lapisan 100 (top soil, lanau pasiran), lapisan 200 (pasir kasar ber fragmen gravel), lapisan 300 (lanau pasiran), lapisan 400 (pasir lanauan dengan fragmen batuan beku) dan lapisan 500 (lanau pasiran). Paritan 2 (Gambar V-28b dan Gambar V-29b,c) terdapat lima lapisan yaitu lapisan 100 (top soil, abu-abu, lanau pasiran), lapisan 200 (coklat, lanau pasiran), lapisan 300 (coklat, lanau pasiran, bagian atasnya berwarna hitam), lapisan 400 (pasir kasar dengan fragmen gravel) dan lapisan 500 (coklat, lanau pasiran). Kedua uji paritan tersebut menunjukkan adanya bukti retakan permukaan gempa bumi tiga kejadian yang ditunjukkan berdasarkan notasi gempa bumi A, B dan C. Gempa bumi A terlihat pada Paritan 1. Gempa bumi B terlihat di Paritan 1 dan 2. Gempa bumi C hanya terlihat pada Paritan 2 dinding sisi barat. Hasil uji pentarikhan umur karbon (Gambar V-30) menunjukkan lapisan 300 paritan 1 bagian dasar (sampel P1-2) menunjukkan pada tahun Lapisan 300 ini merupakan kunci waktu umur endapan yang mengisi retakan gempa bumi A. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian gempa bumi A adalah pada tahun Umur batas atas lapisan 300 paritan 1 adalah tahun (sampel P1-3). Lapisan 300 paritan 2 menunjukkan umur BC (sampel TR2-5) dan BP (sampel TR2-9). Lapisan 500 paritan 2 (sampel TR2-173

204 12) adalah BP Paritan 2 menghasilkan umur yang sangat tua di sebabkan karena berada pada lokasi tinggian punggungan. Hal ini menunjukkan bagian tinggian tersebut terjadi erosi dan tidak merekam kejadian gempa bumi. 1 2 Gambar V-27. Lokasi uji paritan di Km 26. Garis merah adalah jalur sesar, garis biru adalah jalur uji geolistrik, dan dua kotak hitam adalah lokasi paritan 1 dan paritan 2. Gambar V-28. Foto lokasi uji Paritan 1 (a; kiri) dan Paritan 2 (b; kanan).. 174

205 AD AD a Utara 500 Gempa A 400 Gempa B Utara b Gempa B 1 m 1 m Utara 300 c 400 Gempa B 500 Gempa C BP BC BP Gambar V-29. Penampang uji paritan. (a) Paritan 1 sisi timur, (b) Paritan 2 sisi timur, dan (c) Paritan 1 sisi barat. 175

206 Gambar V-30. Hasil uji pentarikhan umur karbon menunjukkan sampel P1-2 menunjukkan umur tahun Sampel P1-3 adalah berumur tahun sampel TR2-5 berumur BC Sampel TR2-9 berumur BP Sampel TR2-12 adalah berumur BP V.10. Ringkasan dan Pembahasan/Diskusi Ringkasan dan pembahasan tentang hasil penelitian Sesar Lembang dijelaskan pada lima subbab berikut ini. Lima subbab ini berisi tentang kinematika, catatan kejadian gempa bumi, umur, mitigasi dan pekerjaan berikutnya di Sesar Lembang. 176

207 V.10.1 Kinematika dan Karakteristik Sesar Lembang Jalur sesar Lembang ini terlihat jelas dengan bukti adanya tekuk lereng memanjang (Linear Valley-LV), gawir sesar (FS-Fault Scarp), bukit shutter ridge (SR), bentuk pergeseran sungai (river offset-ro) dan sungai terpancung (beheaded river-br) yang memanjang 29 km. Sesar ini mampu menghasilkan gempa bumi Mw 7 (Wells dan Coppersmith, 1994). Penelitian ini menjabarkan rinci lokasi jalur sesar ini berdasarkan notasi kilometer lokasi yang terbagi dalam enam kotak. Analisis pergeseran balik menunjukkan morfologi awal-masa-gempa bumi (preearthquake) di Sesar Lembang yang bergerak sebagai sesar geser sinistral dengan persentase gerak sinistral 100%-80% dan gerak naik 0%-20%. Kecepatan pergeseran sesar ini adalah mm/th. Sesar Lembang ini terdiri atas beberapa seksi sesar (Gambar V-30), yaitu : (1) Seksi Cimeta. Seksi ini adalah seksi sesar geser yang berada pada Km 0 hingga Km 6 yang berarah N80 o E, (2) Seksi Cipogor. Di seksi ini terjadi pembelokan garis sesar dari N80 o E menjadi N100 o E. Seksi ini berada di Km 6 hingga Km 10 yang memiliki sesar naik di bagian atas/utara (kompresional) dan sesar turun di bagian bawah/selatan (extensional). (3) Seksi Cihideung. Seksi sesar oblique ini berada di Km 10 hingga Km 16.5 dengan arah N100 o E. (4) Seksi Gunung Batu. Seksi kompresi ini berada di Km 16.5 hingga Km 21.5 yang memiliki struktur monoklin. (5) Seksi Cikapundung. Seksi sesar gerser ini terjadi pembelokan dari Km 21.5 sampai dengan Km 25 dengan arah N90 o E menjadi arah N120 o E di Km 25 sampai dengan Km 29. Pembagian seksi ini saling menerus dan menyambung dengan jeda kurang dari 4 177

208 km yang mengindikasikan mampu menghasilkan gempa bumi secara bersamaan (Wesnousky, 2006). Kinematika Sesar Lembang ini memberikan konsekuensi 20%-5% gerak naik di Km 7 hingga Km 20. Sisi bagian atas/utara lebih turun dibandingkan sisi bawah/selatan dan terdapat lima morfologi cekungan danau. Cekungan tersebut adalah Cekungan Danau Kering, Jambudwipa (Km 9.8), Cekungan Ciwaruga (Km 12), Cekungan Cibeureum (Km 13), Cekungan Cihideung (Km 13.5), dan Cekungan Situ Umar (Km 16). Penelitian sedimen danau di Cekungan Cihideung (Km 13.5) menunjukkan adanya perulangan endapan sedimen yang konsisten (Hidayat dkk., 2008). Perulangan ini bisa jadi adalah perulangan kejadian gempa bumi. Gambar V-31. Kinematika Sesar Lembang dan pembagiannya. V.10.2 Catatan Kejadian Gempa bumi Rekaman dua kejadian gempa bumi Mw 3, pergeseran sungai, morfologi sesar aktif dan bukti retakan permukaan gempa bumi di Paritan 1 dan Paritan 2 menujukkan bahwa Sesar Lembang adalah sesar aktif yang mampu menghasilkan gempa bumi. Tetapi tidak ada rekaman/catatan kejadian gempa bumi di sepanjang Sesar Lembang ini. Terdapat legenda terkenal yang menceritakan rinci asal namanama lokasi disekitar daerah ini, yaitu Legenda Sangkuriang. Legenda-legenda 178

209 adalah informasi yang tidak bisa diabaikan khususnya untuk masa sebelum abad 16 (Wichmann, 1918). Bahkan legenda ini juga dimuat dalam buku The Geology of Indonesia (Van Bemmelen, 1949). Di dalam Legenda Sangkuriang (Bachtiar, 2014; Purbohadiwidjojo, 1955; Yudhistira, 2010) terdapat fakta-fakta yang berkaitan dengan fenomena retakan permukaan gempa bumi, (1) Sangkuriang menebang pohon raksasa yang roboh kearah barat dengan suara keras. Cerita ini boleh jadi merupakan jalur sesar aktif dan kejadian gempa bumi yang mirip dengan kejadian pohon tumbang. Pernyataan raksasa dan suara keras menunjukkan bahwa kejadian getarannya besar lebih besar dari pohon tumbang pada umumnya. (2) Kemudian arah roboh ke barat, menunjukkan seakan-akan pohon raksasa khayalan tersebut berada melintang kearah barat-timur. (3) Posisi rebahnya pohon raksasa khayalan ini juga diceritakan rinci pada cerita kedua dan ketiga bahwa bagian tunggul/batang utama bawah berada di Bukit Tunggul dan bagian atasnya daun-ranting berada di Gunung Burangrang. Lokasi pohon yang roboh ini sesuai dengan hasil pemetaan jalur sesar aktif yang melintang barat-timur, bagian timur berupa jalur sesar tunggal dan bagian barat adalah cabang-cabang sesar akibat pembelokan jalur Sesar Lembang (Gambar V-31). (4) Terbentuknya danau dalam satu malam, boleh jadi terkait dengan mekanisme kinematika Sesar Lembang bahwa terbentuknya danau-danau akibat pergerakan sesar yang menyebabkan juga pergeseran vertical. Pergeseran vertical ini yang menyebabkan terbendungnya sungai sehingga membentuk lima danau yang menyebar di sepanjang sisi atas/utara Sesar Lembang. Terbendungnya sungai-sungai sehingga menjadi beberapa danau dalam 179

210 waktu satu malam sangat besar terjadi akibat retakan permukaan akibat gempa bumi. Catatan tertua yang merekam legenda Sangkuriang ini adalah catatan perjalan Bujangga Manik. Catatan ini yang diperkirakan ditulis pada abad 15 dan tidak lebih muda dari tahun 1511 yang tersimpan di Bodleian Library, Oxford sejak tahun 1627 (Noorduyn, 1982; Noorduyn dan Teeuw, 2009). Hasil paritan paleoseismologi menunjukkan umur kejadian gempa bumi terakhir adalah pada tahun Jadi hingga saat ini minimal sudah 561 tahun Sesar Lembang tidak mengeluarkan gempa bumi. Besar jeda waktu ini sesuai dengan catatan gempa bumi bahwa dari tahun 1600 hingga tahun 1857 tidak ada kejadian gempa bumi di sini (Wichmann, 1918). Jeda waktu ini sebanding dengan m akumulasi pergerseran (stress acumulation) untuk gempa bumi yang akan datang. V.10.3 Umur Sesar Lembang dan Gempa bumi Berikutnya Hasil pengukuran pergeseran sungai di sepanjang Sesar Lembang dapat dikelompokkan dalam enam kelompok data dengan besaran data yang hampir sama. Kelompok 1 memiliki rentang pergeseran sungai 6±3 m hingga 13±3 m dan rata-rata 9 m. Kelompok 2 memiliki rentang pergeseran sungai 20±5 m hingga 46±10 dan rata-rata 24 m. Kelompok 3 memiliki rentang 56±8 m hingga 71±6 m dan rata-rata 65 m. Kelompok 4 memiliki rentang 78±7 m hingga 88±7 m dan rata-rata 84 m. Kelompok 5 memiliki rentang 101±15 m hingga 136±20 m dan rata-rata 120 m. Kelompok 6 memiliki rentang 370±20 m hingga 533±50 m dan 180

211 rata-rata 461 m. Keenam kelompok ini menunjukkan umur sungai yang merekam kejadian gempa bumi. Gambar V-32. Nama lokasi dalam legenda Sangkuriang, vector data GPS (terhadap Sunda blok), Sesar Lembang dan kemungkinan sesar kemenerusan Sesar Lembang. Irisan pergeseran sungai terkecil adalah 7±2 m. Angka ini berarti besar pergeseran terkecil adalah antara 5 m hingga 9 m. Pergeseran sungai ini mungkin merupakan hasil komulatif gempa bumi atau satu kejadian gempa bumi. Jika dihasilkan oleh beberapa kejadian gempa bumi, hal ini sesuai panjang sesar 29 km yang mampu menghasilkan gempa bumi Mw (Wells dan Coppersmith, 1994). Besar pergeseran yang dihasilkan adalah sekitar 1-3 m. Besaran ini masuk ke kisaran besaran minimum akumulasi stress geologi yaitu m. Dengan katalain, hal ini menunjukkan bahwa Sesar Lembang telah berada masa akhir siklus gempa buminya. Dua kejadian gempa bumi mikro dangkal di 181

Puslit Geoteknologi LIPI Jl. Sangkuriang Bandung Telepon

Puslit Geoteknologi LIPI Jl. Sangkuriang Bandung Telepon Tim Peneliti Gempa, tergabung dalam LabEarth bagian dari Poklit Gempa dan Geodinamika, telah berhasil memetakan besar dan lokasi gempa-gempa yang terjadi di masa lalu serta karakteristik siklus gempanya,

Lebih terperinci

18/10/2017 UPDATING SESAR AKTIF. UPDATING SESAR AKTIF INDONESIA Focus: Surabaya dan Jawa Timur 1. LOKASI YANG LEBIH AKURAT

18/10/2017 UPDATING SESAR AKTIF. UPDATING SESAR AKTIF INDONESIA Focus: Surabaya dan Jawa Timur 1. LOKASI YANG LEBIH AKURAT Workshop Pengurangan Resiko Bencana Kota Surabaya Dan Jawa Timur, ITS, 19 Oktober 2017 UPDATING SESAR AKTIF INDONESIA Focus: Surabaya dan Jawa Timur UPDATING SESAR AKTIF 1. LOKASI YANG LEBIH AKURAT 2.

Lebih terperinci

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS Bayu Baskara ABSTRAK Bali merupakan salah satu daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami karena berada di wilayah pertemuan

Lebih terperinci

ANALISIS RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE DIFFERENCE WILAYAH SULAWESI TENGAH (Periode Januari-April 2018)

ANALISIS RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE DIFFERENCE WILAYAH SULAWESI TENGAH (Periode Januari-April 2018) ANALISIS RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE DIFFERENCE WILAYAH SULAWESI TENGAH (Periode Januari-April 2018) Oleh Mariska N. Rande 1, Emi Ulfiana 2 1 Stasiun Geofisika Kelas I Palu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tiga Lempeng bumi (Bellier et al. 2001), yaitu Lempeng Eurasia (bergerak

BAB I PENDAHULUAN. tiga Lempeng bumi (Bellier et al. 2001), yaitu Lempeng Eurasia (bergerak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Sulawesi terletak pada wilayah yang merupakan pertemuan tiga Lempeng bumi (Bellier et al. 2001), yaitu Lempeng Eurasia (bergerak ke arah tenggara), Lempeng Indo-Australia

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI SUMBER GEMPABUMI DAN TSUNAMI ACEH

MELIHAT POTENSI SUMBER GEMPABUMI DAN TSUNAMI ACEH MELIHAT POTENSI SUMBER GEMPABUMI DAN TSUNAMI ACEH Oleh Abdi Jihad dan Vrieslend Haris Banyunegoro PMG Stasiun Geofisika Mata Ie Banda Aceh disampaikan dalam Workshop II Tsunami Drill Aceh 2017 Ditinjau

Lebih terperinci

Mitigating Earthquake Hazards

Mitigating Earthquake Hazards RISTEK, Workshop 21 Juli 2009 Pengembangan Peta Zonasi Gempa (Seismic /Ground-motion Hazard Map) INDONESIA: Pembahasan Input Data : Geologi (Patahan Aktif), Seismologi, Geodesi, dan Keteknikan Oleh: Danny

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Sistematika Penulisan...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Sistematika Penulisan... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR KEASLIAN SKRIPSI... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv LEMBAR PERSEMBAHAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x

Lebih terperinci

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA DELISERDANG SUMATRA UTARA

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA DELISERDANG SUMATRA UTARA A ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA DELISERDANG SUMATRA UTARA ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BUMI DELISERDANG SUMATRA UTARA Oleh Fajar Budi Utomo*, Trisnawati*, Nur Hidayati Oktavia*, Ariska Rudyanto*,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Konsekuensi tumbukkan lempeng tersebut mengakibatkan negara

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014 \ 1 A. TATANAN TEKTONIK INDONESIA MITIGASI BENCANA GEOLOGI Secara geologi, Indonesia diapit oleh dua lempeng aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang subduksinya dapat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN 1950-2013 Samodra, S.B. & Chandra, V. R. Diterima tanggal : 15 November 2013 Abstrak Pulau Sumatera dan Pulau Jawa merupakan tempat yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tektonik, Indonesia terletak pada pertemuan lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng mikro Filipina. Interaksi antar lempeng mengakibatkan

Lebih terperinci

Analisis Percepatan Tanah Maksimum Wilayah Sumatera Barat (Studi Kasus Gempa Bumi 8 Maret 1977 dan 11 September 2014)

Analisis Percepatan Tanah Maksimum Wilayah Sumatera Barat (Studi Kasus Gempa Bumi 8 Maret 1977 dan 11 September 2014) Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 1, Januari 2016 ISSN 2302-8491 Analisis Percepatan Tanah Maksimum Wilayah Sumatera Barat (Studi Kasus Gempa Bumi 8 Maret 1977 dan 11 September 2014) Marlisa 1,*, Dwi Pujiastuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesar aktif merupakan salah satu sumber penyebab terjadinya gempabumi. Menurut Keller dan Pinter (1996) sesar aktif adalah sesar yang pernah bergerak pada kurun waktu

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Prakiraan Berakhirnya Gempa Susulan pada Segmen Aceh dan Segmen Sianok (Studi Kasus Gempa 2 Juli 2013 dan 11 September 2014)

Analisis Karakteristik Prakiraan Berakhirnya Gempa Susulan pada Segmen Aceh dan Segmen Sianok (Studi Kasus Gempa 2 Juli 2013 dan 11 September 2014) Analisis Karakteristik Prakiraan Berakhirnya Gempa Susulan pada Segmen Aceh dan Segmen Sianok (Studi Kasus Gempa 2 Juli 2013 dan 11 September 2014) Ekarama Putri 1,*, Dwi Pujiastuti 1, Irma Kurniawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempabumi sangat sering terjadi di daerah sekitar pertemuan lempeng, dalam hal ini antara lempeng benua dan lempeng samudra akibat dari tumbukan antar lempeng tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Australia dan lempeng Pasifik merupakan jenis lempeng samudera dan bersifat

Lebih terperinci

INTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG. Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA

INTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG. Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA INTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG Rasmid 1, Muhamad Imam Ramdhan 2 1 Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA 2 Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN SGD Bandung, INDONESIA

Lebih terperinci

Analisis Daerah Dugaan Seismic Gap di Sulawesi Utara dan sekitarnya

Analisis Daerah Dugaan Seismic Gap di Sulawesi Utara dan sekitarnya JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 3 (1) 53-57 dapat diakses melalui http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo Analisis Daerah Dugaan Seismic Gap di Sulawesi Utara dan sekitarnya Sandy Nur Eko Wibowo a,b*, As

Lebih terperinci

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal

Lebih terperinci

ANCAMAN GEMPABUMI DI SUMATERA TIDAK HANYA BERSUMBER DARI MENTAWAI MEGATHRUST

ANCAMAN GEMPABUMI DI SUMATERA TIDAK HANYA BERSUMBER DARI MENTAWAI MEGATHRUST ANCAMAN GEMPABUMI DI SUMATERA TIDAK HANYA BERSUMBER DARI MENTAWAI MEGATHRUST Oleh : Rahmat Triyono,ST,MSc Kepala Stasiun Geofisika Klas I Padang Panjang Email : rahmat.triyono@bmkg.go.id Sejak Gempabumi

Lebih terperinci

Estimasi Nilai Percepatan Tanah Maksimum Provinsi Aceh Berdasarkan Data Gempa Segmen Tripa Tahun Dengan Menggunakan Rumusan Mcguire

Estimasi Nilai Percepatan Tanah Maksimum Provinsi Aceh Berdasarkan Data Gempa Segmen Tripa Tahun Dengan Menggunakan Rumusan Mcguire Estimasi Nilai Percepatan Tanah Maksimum Provinsi Aceh Berdasarkan Data Gempa Segmen Tripa Tahun 1976 2016 Dengan Menggunakan Rumusan Mcguire Rido Nofaslah *, Dwi Pujiastuti Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian Utara, dan

Lebih terperinci

1. Deskripsi Riset I

1. Deskripsi Riset I 1. Deskripsi Riset I (Karakterisasi struktur kerak di bawah zona transisi busur Sunda-Banda menggunakan metoda inversi gabungan gelombang permukaan dan gelombang bodi dari data rekaman gempa dan bising

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOTEKTONIK SESAR LEMBANG TESIS

ANALISIS MORFOTEKTONIK SESAR LEMBANG TESIS ANALISIS MORFOTEKTONIK SESAR LEMBANG TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh EDI HIDAYAT NIM: 22006302 Program Studi Magister Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah mencatat bahwa Indonesia mengalami serangkaian bencana

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah mencatat bahwa Indonesia mengalami serangkaian bencana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah telah mencatat bahwa Indonesia mengalami serangkaian bencana bumi, dimulai dari letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami karena wilayah nusantara dikepung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan diantara tiga lempeng besar, yaitu lempeng pasifik, lempeng Indo-

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan diantara tiga lempeng besar, yaitu lempeng pasifik, lempeng Indo- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sulawesi terletak di bagian tengah wilayah kepulauan Indonesia dengan luas wilayah 174.600 km 2 (Sompotan, 2012). Pulau Sulawesi terletak pada zona pertemuan

Lebih terperinci

ANALISIS PERIODE ULANG DAN AKTIVITAS KEGEMPAAN PADA DAERAH SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA

ANALISIS PERIODE ULANG DAN AKTIVITAS KEGEMPAAN PADA DAERAH SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA ANALISIS PERIODE ULANG DAN AKTIVITAS KEGEMPAAN PADA DAERAH SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA Arif Budiman 1, Riva Nandia 1, dan Moh. Taufik Gunawan 2 1 Laboratorium Fisika Bumi Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Karakteristik mikrotremor dan analisis seismisitas pada jalur sesar Opak, kabupaten Bantul, Yogyakarta

Karakteristik mikrotremor dan analisis seismisitas pada jalur sesar Opak, kabupaten Bantul, Yogyakarta J. Sains Dasar 2014 3(1) 95 101 Karakteristik mikrotremor dan analisis seismisitas pada jalur sesar Opak, kabupaten Bantul, Yogyakarta (Microtremor characteristics and analysis of seismicity on Opak fault

Lebih terperinci

DEAGREGASI SEISMIC HAZARD KOTA SURAKARTA`

DEAGREGASI SEISMIC HAZARD KOTA SURAKARTA` DEAGREGASI SEISMIC HAZARD KOTA SURAKARTA` Deaggregation Seismic Hazard of Surakarta City SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

STUDI A ALISIS PARAMETER GEMPA DA POLA SEBARA YA BERDASARKA DATA MULTI-STATIO (STUDI KASUS KEJADIA GEMPA PULAU SULAWESI TAHU )

STUDI A ALISIS PARAMETER GEMPA DA POLA SEBARA YA BERDASARKA DATA MULTI-STATIO (STUDI KASUS KEJADIA GEMPA PULAU SULAWESI TAHU ) STUDI A ALISIS PARAMETER GEMPA DA POLA SEBARA YA BERDASARKA DATA MULTI-STATIO (STUDI KASUS KEJADIA GEMPA PULAU SULAWESI TAHU 2000-2014) Heri Saputra 1, Muhammad Arsyad, dan Sulistiawaty Jurusan Fisika

Lebih terperinci

J.G.S.M. Vol. 15 No. 2 Mei 2014 hal

J.G.S.M. Vol. 15 No. 2 Mei 2014 hal J.G.S.M. Vol. 15 No. 2 Mei 2014 hal. 75-79 75 PENSESARAN MENDATAR DAN ZONA TUNJAMAN AKTIF DI SULAWESI: HUBUNGANNYA DENGAN KEGEMPAAN STRIKE-SLIP FAULTS AND ACTIVE SUBDUCTION IN THE SULAWESI AREA: THEIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi geologi Indonesia yang merupakan pertemuan lempeng tektonik

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi geologi Indonesia yang merupakan pertemuan lempeng tektonik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maslah Kondisi geologi Indonesia yang merupakan pertemuan lempeng tektonik menjadikan kawasan Indonesia ini memiliki kondisi geologi yang sangat kompleks. Selain menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pulau Jawa merupakan busur gunungapi memanjang barat-timur yang dihasilkan dari pertemuan lempeng Eurasia dan Hindia-Australia. Kondisi geologi Pulau Jawa ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskripsi analitik dari data gempa yang diperoleh. Pada awalnya data gempa yang akan digunakan berasal dari katalog

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat tinggi. Hal ini karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu wilayah yang memiliki aktivitas kegempaan yang sangat tinggi. Hal ini karena Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama.

Lebih terperinci

ANALISIS PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM DENGAN MENGGUNAKAN RUMUSAN ESTEVA DAN DONOVAN (Studi Kasus Pada Semenanjung Utara Pulau Sulawesi)

ANALISIS PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM DENGAN MENGGUNAKAN RUMUSAN ESTEVA DAN DONOVAN (Studi Kasus Pada Semenanjung Utara Pulau Sulawesi) ANALISIS PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM DENGAN MENGGUNAKAN RUMUSAN ESTEVA DAN DONOVAN (Studi Kasus Pada Semenanjung Utara Pulau Sulawesi) Cloudya Gabriella Kapojos 1), Gerald Tamuntuan 1), Guntur Pasau 1) 1)

Lebih terperinci

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan suatu wilayah yang sangat aktif kegempaannya. Hal ini disebabkan oleh letak Indonesia yang berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama yaitu

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KOMPLEK GUNUNG PALASARI MANGLAYANG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROVINSI JAWA BARAT TUGAS AKHIR A

GEOLOGI DAERAH KOMPLEK GUNUNG PALASARI MANGLAYANG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROVINSI JAWA BARAT TUGAS AKHIR A GEOLOGI DAERAH KOMPLEK GUNUNG PALASARI MANGLAYANG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SUMEDANG, PROVINSI JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Diajukan sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Strata Satu di Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu karakteristik bumi adalah bumi merupakan salah satu bentuk alam yang bersifat dinamis yang disebabkan oleh tenaga-tenaga yang bekerja di dalam bumi itu sendiri

Lebih terperinci

KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI DESEMBER 2017

KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI DESEMBER 2017 KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI 2016 15 DESEMBER 2017 Oleh ZULHAM. S, S.Tr 1, RILZA NUR AKBAR, ST 1, LORI AGUNG SATRIA, A.Md 1

Lebih terperinci

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi

Lebih terperinci

(Analisis model geomekanika pada zona penunjaman lempeng untuk estimasi potensi gempa besar di Indonesia)

(Analisis model geomekanika pada zona penunjaman lempeng untuk estimasi potensi gempa besar di Indonesia) 1. Judul dan Deskripsi Riset I (Analisis model geomekanika pada zona penunjaman lempeng untuk estimasi potensi gempa besar di Indonesia) 1.1 Deskripsi singkat Pencitraan tomografi gempa bumi untuk zona

Lebih terperinci

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1. DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xvi SARI xvii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geomorfologi adalah salah satu hal yang menjadi dasar dalam ilmu geologi, karena geomorfologi dapat dijadikan panduan dalam pemetaan geologi, selain itu pengamatan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, dan lempeng Pasifik. Pada daerah di sekitar batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Hubungan Persebaran Episenter Gempa Dangkal dan Kelurusan Berdasarkan Digital Elevation Model di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta I.2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng India-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Ketiga lempeng tersebut bergerak dan saling bertumbukan

Lebih terperinci

Galih & Handayani et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 17 No.2 ( 2007)

Galih & Handayani et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 17 No.2 ( 2007) Galih & Handayani et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 7 No. ( 7) -6 Catatan Pemetaan Pola Terjadinya Gempa Bumi Di Indonesia Dengan Metode Fraktal DODI RESTUNING GALIH a, LINA HANDAYANI

Lebih terperinci

*

* Jurnal Natural Vol.6, No.2, 26 ISSN 4-853 KAJIAN STATISTIK SEISMISITAS KAWASAN SUMATERA* Warni Asnita*, Didik Sugiyanto 2, Ibnu Rusydy 3 Department of Geophysics Engineering, Syiah Kuala University, Banda

Lebih terperinci

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan. Ukuran pergerakan ini adalah bersifat relatif

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xv DAFTAR

Lebih terperinci

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan.

Lebih terperinci

BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS

BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS II.1 Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran sesaat akibat terjadinya sudden slip (pergeseran secara tiba-tiba) pada kerak bumi. Sudden slip terjadi

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH SORONG KOTA SORONG, PAPUA BARAT

GEOLOGI DAERAH SORONG KOTA SORONG, PAPUA BARAT GEOLOGI DAERAH SORONG KOTA SORONG, PAPUA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lempeng tektonik kepulauan Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng utama yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Interaksi dari ke tiga lempeng tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai gelar kesarjanaan Strata Satu ( S-1) pada Program Studi Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, maka setiap mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang letak geografis berada pada 94-141 BT dan 6 LU - 11 LS. Letak geografisnya, menjadikan Indonesia sebagai negara yang

Lebih terperinci

Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun

Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun 1977 2010 Fitri Puspasari 1, Wahyudi 2 1 Metrologi dan Instrumentasi Departemen Teknik Elektro dan Informatika

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan

Lebih terperinci

EVALUASI KEJADIAN GEMPABUMI TEKTONIK DI INDONSESIA TRIWULAN IV TAHUN 2008 (OKTOBER-DESEMBER 2008)

EVALUASI KEJADIAN GEMPABUMI TEKTONIK DI INDONSESIA TRIWULAN IV TAHUN 2008 (OKTOBER-DESEMBER 2008) EVALUASI KEJADIAN GEMPABUMI TEKTONIK DI INDONSESIA TRIWULAN IV TAHUN 2008 (OKTOBER-DESEMBER 2008) GEDE SUANTIKA Sub Bidang Pengamatan Gempabumi Bidang Pengamatan Gempabumi dan Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi

Lebih terperinci

ANALISIS REKAHAN GEMPA BUMI DAN GEMPA BUMI SUSULAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE OMORI

ANALISIS REKAHAN GEMPA BUMI DAN GEMPA BUMI SUSULAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE OMORI ANALISIS REKAHAN GEMPA BUMI DAN GEMPA BUMI SUSULAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE OMORI A. Wirma Sari R, Jasruddin, Nasrul Ihsan Universitas Negeri Makassar. Jl. Dg. Tata Raya Jurusan Fisika Kampus UNM Parang

Lebih terperinci

ANALISIS ANOMALI UDARA BEBAS DAN ANOMALI BOUGUER DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR

ANALISIS ANOMALI UDARA BEBAS DAN ANOMALI BOUGUER DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR ANALISIS ANOMALI UDARA BEBAS DAN ANOMALI BOUGUER DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR Aswin 1*), Gunawan Ibrahim 1, Mahmud Yusuf 2 1 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan 2

Lebih terperinci

SEISMISITAS VERSUS ENERGI RELEASE

SEISMISITAS VERSUS ENERGI RELEASE SEISMISITAS VERSUS ENERGI RELEASE (Studi Kasus Gempa Bumi per Segmen Patahan Wilayah SulSelBar tahun 2016-2017) Oleh : Marniati.S.Si,MT Firdaus Muhiddin.S.Si Seimisitas dan Energi Release Seismisitas adalah

Lebih terperinci

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BUMI BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA Oleh Artadi Pria Sakti*, Robby Wallansha*, Ariska

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara geografis Provinsi Bengkulu terletak pada posisi 101 1-103 46 BT dan 2 16-5 13 LS, membujur sejajar dengan Bukit Barisan dan berhadapan langsung dengan Samudra

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Sambutan Rektor Institut Teknologi Bandung i. Prakata- Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung iii. Sambutan-Dewan Editorial v

DAFTAR ISI. Sambutan Rektor Institut Teknologi Bandung i. Prakata- Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung iii. Sambutan-Dewan Editorial v DAFTAR ISI Sambutan Rektor Institut Teknologi Bandung i Prakata- Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung iii Sambutan-Dewan Editorial v Dewan Editorial vii ix Daftar Tabel xvi Daftar Gambar xix AMANAH

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... 1 HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v INTISARI... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH CIHEA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT

GEOLOGI DAERAH CIHEA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT GEOLOGI DAERAH CIHEA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH GEMPA TEKTONIK TERHADAP AKTIVITAS GUNUNGAPI : STUDI KASUS G. TALANG DAN GEMPABUMI PADANG 30 SEPTEMBER 2009

PENGARUH GEMPA TEKTONIK TERHADAP AKTIVITAS GUNUNGAPI : STUDI KASUS G. TALANG DAN GEMPABUMI PADANG 30 SEPTEMBER 2009 PENGARUH GEMPA TEKTONIK TERHADAP AKTIVITAS GUNUNGAPI : STUDI KASUS G. TALANG DAN GEMPABUMI PADANG 30 SEPTEMBER 2009 Ahmad BASUKI., dkk. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Terjadinya suatu

Lebih terperinci

MIKROZONASI GEMPA KOTA BONTANG KALIMANTAN TIMUR TESIS MAGISTER. Oleh: MOHAMAD WAHYONO

MIKROZONASI GEMPA KOTA BONTANG KALIMANTAN TIMUR TESIS MAGISTER. Oleh: MOHAMAD WAHYONO MIKROZONASI GEMPA KOTA BONTANG KALIMANTAN TIMUR TESIS MAGISTER Oleh: MOHAMAD WAHYONO 25000084 BIDANG KHUSUS GEOTEKNIK PROGRAM STUDI REKAYASA SIPIL PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2003 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gununghalu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung Barat yang terletak di bagian selatan dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Cianjur. Bentang alamnya

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing: Prof.Dr.rer.nat. Bagus Jaya Santosa, SU. Jadilah Masyarakat Sadar Bencana dan Survive Melewatinya

Dosen Pembimbing: Prof.Dr.rer.nat. Bagus Jaya Santosa, SU. Jadilah Masyarakat Sadar Bencana dan Survive Melewatinya ESTIMASI CENTROID MOMENT TENSOR (CMT), BIDANG SESAR, DURASI RUPTURE, DAN PEMODELAN DEFORMASI VERTIKAL SUMBER GEMPA BUMI SEBAGAI STUDI POTENSI BAHAYA TSUNAMI DI LAUT SELATAN JAWA Jadilah Masyarakat Sadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng aktif (triple junction) yang saling

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng aktif (triple junction) yang saling BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memiliki tatanan tektonik yang kompleks, hal ini karena wilayah Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng aktif (triple junction) yang saling bertumbukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Hindia-Australia yang lazim

BAB I PENDAHULUAN. Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Hindia-Australia yang lazim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan titik temu antara tiga lempeng besar dunia, yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Hindia-Australia yang lazim disebut Triple Junction.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gempabumi Gempabumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATAPENGANTAR... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR SINGKATAN

Lebih terperinci

STUDI B-VALUE UNTUK ANALISIS SEISMISITAS BERDASARKAN DATA GEMPABUMI PERIODE (Studi Kasus: Gorontalo) ABSTRAK

STUDI B-VALUE UNTUK ANALISIS SEISMISITAS BERDASARKAN DATA GEMPABUMI PERIODE (Studi Kasus: Gorontalo) ABSTRAK STUDI B-VALUE UNTUK ANALISIS SEISMISITAS BERDASARKAN DATA GEMPABUMI PERIODE 1904-2014 (Studi Kasus: Gorontalo) Aryani Agustiawati 1, Ir. Bambang Hari Mei, M.Si 2 Email : aryani.agustiawati@gmail.com Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gempa bumi yang terjadi di Pulau Jawa yang terbesar mencapai kekuatan 8.5 SR, terutama di Jawa bagian barat, sedangkan yang berkekuatan 5-6 SR sering terjadi di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kawasan Bandung Utara terbentuk oleh proses vulkanik Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Perahu pada kala Plistosen-Holosen. Hal tersebut menyebabkan kawasan ini tersusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tembok bangunan maupun atap bangunan merupakan salah satu faktor yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. tembok bangunan maupun atap bangunan merupakan salah satu faktor yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gempabumi merupakan salah satu bencana alam yang berpotensi menimbulkan kerusakan parah di permukaan Bumi. Sebagian besar korban akibat gempabumi disebabkan oleh kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada tiga pertemuan lempeng besar dunia yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Pasifik di bagian timur, dan Lempeng Eurasia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat

Lebih terperinci

BENCANA GEMPABUMI DI INDONESIA TAHUN 2008

BENCANA GEMPABUMI DI INDONESIA TAHUN 2008 BENCANA GEMPABUMI DI INDONESIA TAHUN 2008 Supartoyo*, Imam A. SADISUN **, Chalid I. ABDULLAH **) *) Surveyor Pemetaan Madya Bidang Pengamatan Gempabumi dan Gerakan Tanah, PVMBG **) Pengajar Program Studi

Lebih terperinci

Potensi Sumber Gempabumi di Wilayah Jawa Timur

Potensi Sumber Gempabumi di Wilayah Jawa Timur Potensi Sumber Gempabumi di Wilayah Jawa Timur Irwan Meilano Rahma Hanifa, Endra Gunawan, Masyhur Irsyam and Hasanuddin Z. Abidin 1) Geodesy Research Division, Faculty of Earth Science and Technology,

Lebih terperinci

PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan)

PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan) PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan) Geologi Regional Kuliah lapangan Geologi dilakukan pada hari Sabtu, 24 November 2012 di Perbukitan Jiwo, Kecamatan Bayat, yang terletak ±20 km di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumit yang bekerja sejak dahulu hingga sekarang. Proses-proses tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. rumit yang bekerja sejak dahulu hingga sekarang. Proses-proses tersebut, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bentuk muka bumi yang kita lihat pada saat ini merupakan hasil dari prosesproses rumit yang bekerja sejak dahulu hingga sekarang. Proses-proses tersebut, secara garis

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam terbukti telah menimbulkan bencana yang sangat besar dan merugikan. Gempa bumi pada skala kekuatan yang sangat kuat dapat menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan daerah yang rawan terhadap bencana gempabumi tektonik. Hal ini disebabkan karena Indonesia terletak pada kerangka tektonik yang didominasi oleh interaksi

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2011

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2011 GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG DAN SEKITARNYA SERTA STUDI KARAKTERISTIK ISOTOP STABIL MATA AIR PANAS DI SUNGAI CIMANDIRI HILIR TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu

Lebih terperinci

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*) POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA Oleh : Hendro Murtianto*) Abstrak Aktivitas zona patahan Sumatera bagian tengah patut mendapatkan perhatian,

Lebih terperinci

Keywords: circle method, intensity scale, P wave velocity

Keywords: circle method, intensity scale, P wave velocity JURNAL SAINS DAN PENDIDIKAN FISIKA (JSPF) Jilid Nomor, Desember ISSN 88-X STUDI TENTANG PERGERAKAN TANAH BERDASARKAN POLA KECEPATAN TANAH MAKSIMUM (PEAK GROUND VELOCITY) AKIBAT GEMPA BUMI (STUDI KASUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bentuk Tugas Akhir yang dilaksanakan adalah Tugas Akhir A yang berupa penelitian lapangan. Daerah penelitian Tugas Akhir berlokasi di Desa Cadasmalang, Sukabumi, Jawa

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN SURVEY RAWAN BENCANA DI WILAYAH PEMBANGUNAN III KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA

PEMETAAN DAN SURVEY RAWAN BENCANA DI WILAYAH PEMBANGUNAN III KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA PEMETAAN DAN SURVEY RAWAN BENCANA DI WILAYAH PEMBANGUNAN III KABUPATEN JAYAPURA PROVINSI PAPUA DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI BIDANG BINA PENGEMBANGAN GEOLOGI DAN SUMBERDAYA MINERAL Latar Belakang Secara

Lebih terperinci

STRUKTUR GEOLOGI TELUK BONE - SULAWESI SELATAN GEOLOGICAL STRUCTURES OF THE BONE GULF- SOUTH OF SULAWESI

STRUKTUR GEOLOGI TELUK BONE - SULAWESI SELATAN GEOLOGICAL STRUCTURES OF THE BONE GULF- SOUTH OF SULAWESI STRUKTUR GEOLOGI TELUK BONE - SULAWESI SELATAN GEOLOGICAL STRUCTURES OF THE BONE GULF- SOUTH OF SULAWESI Riza Rahardiawan dan Lukman Arifin Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH SUKATANI, KABUPATEN PURWAKARTA, PROPINSI JAWA BARAT

GEOLOGI DAERAH SUKATANI, KABUPATEN PURWAKARTA, PROPINSI JAWA BARAT GEOLOGI DAERAH SUKATANI, KABUPATEN PURWAKARTA, PROPINSI JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci