HASIL DAN PEMBAHASAN. Peternak Itik Famili Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung
|
|
- Indra Hartono
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 20 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkah Laku Makan dan Minum Tingkah laku makan dan minum digambarkan dan terukur dari catatan rekaman CCTV berupa film selama penelitian. Pengamatan tingkah laku makan dan minum itik lokal (Anas plathyryncos) pada periode layer di Kelompok Peternak Itik Famili Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat dilakukan selama 7 hari pada 5 ekor betina yang diberi tanda dalam suatu koloni itik berjumlah 32 ekor. Data analisis statistik tingkah laku makan dan minum pada itik periode layer hasil penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data Tingkah Laku Makan dan Minum Itik Periode Layer Analisis Statistik Frekuensi Makan Frekuensi Minum Rata-rata (kali) 5 6 Maksimal (kali) 7 7 Minimal (kali) 4 5 Sd (kali) 0,64 0,69 KV (%) 11,96 12,40 Pendugaan Parameter (kali) 5,12 < µ < 5,56 5,36 < µ < 5,84 Keterangan n = 5 ekor itik periode layer. Berdasarkan Tabel 1, frekuensi makan itik periode layer pada pemeliharaan koloni selama penelitian berkisar antara 4 sampai dengan 7, serta rataan 5 kali dalam sehari, sedangkan untuk frekuensi minum berkisar antara 5 sampai dengan 7, serta rataan 6 kali dalam sehari. Frekuensi makan tertinggi diperoleh pada hari ke 2 dan ke 3 sebesar 6 kali serta frekuensi makan terendah diperoleh pada hari berurutan ke-1, 4, 5, 6 dan 7 sebesar 5 kali (Lampiran 1). Selanjutnya frekuensi minum tertinggi diperoleh pada hari berurutan ke-1, 2, 3,
2 21 dan 5 sebesar 6 kali serta frekuensi minum terendah diperoleh pada hari berurutan ke-4, 6, dan 7 sebesar 5 kali (Lampiran 2). Rata-rata frekuensi makan dan minum itik yaitu 5±0,64 dan 6±0,69 kali dengan koefisien variasinya masing-masing 11,96% dan 12,40%, hal ini menandakan bahwa data frekuensi makan dan minum itik lokal periode layer tergolong seragam. Nilai koefisien variasi yang rendah di bawah 15% menunjukkan bahwa data frekuensi makan dan minum itik lokal periode layer pada penelitian ini termasuk seragam sejalan dengan pernyataan Nasution (1992) bahwa data dinyatakan seragam apabila nilai koefisien variasinya di bawah 15%. Pendugaan parameter interval rata-rata dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa frekuensi makan dan minum itik lokal periode layer memiliki rentang 5,12 < µ < 5,56 dan 5,36 < µ < 5,84 yang diperoleh dari data sampel. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi makan dan minum populasi itik lokal periode layer di Kelompok Peternak Itik Famili masing-masing berada dalam rentang 5,12-5,56 dan 5,36-5,84. Menurut Larbier and Leclercq (1994), tingkah laku makan salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan (temperatur, pakan dan manajemen). Pada temperatur tinggi akan terjadi pengurangan keinginan untuk pengambilan pakan, tetapi sebaliknya konsumsi air minum meningkat, sedangkan pada suhu rendah hewan cenderung untuk mengkonsumsi pakan yang terus menerus (Wahju 1997). Berdasarkan data penelitian, rataan frekuensi makan dan minum harian itik selama periode bertelur adalah 5 dan 6 kali, kondisi ini dapat disimpulkan bahwa pada pemeliharaan itik dengan periode sedang bertelur diperlukan pakan dan manajemen minum yang sesuai untuk kebutuhan itik. Itik biasanya melakukan aktifitas di dalam kandang untuk mencari makan atau minum dan istirahat.
3 22 Tingkah laku itik saat makan biasanya sambil minum kemudian makan kembali apabila tempat makan dan minum saling berdekatan. Ketaren dkk., (1999) menduga buruknya efisiensi penggunaan pakan pada itik disebabkan oleh tabiat makan itik termasuk kebiasaannya yang segera mencari air minum setelah makan, dan umumnya pakan tercecer pada saat itik pindah dari tempat pakan ke tempat minum. Iskandar dkk., (2000) menyatakan bahwa penyebab perbedaan tingkah laku makan pada itik jantan lokal adalah bentuk dan tempat pakan yang digunakan, sementara frekuensi pergerakan dipengaruhi oleh faktor umur dan kebiasaan itik untuk selalu mencari air. Hal ini menunjukkan bahwa unggas air sangat tergantung pada ketersediaan (kemudahan pencapaian) air, terutama untuk masuknya ransum ke dalam saluran pencernaannya (Rasyaf, 1994). Menurut Prasetyo dkk., (2005) itik sangat memerlukan bantuan air walaupun hanya sedikit untuk menelan ransum yang ada di mulutnya, oleh karena itu itik mempunyai kebiasaan langsung lari ke tempat air minum begitu ada ransum di dalam mulutnya. Larbier dan leclercq (1994) menyatakan bahwa konsumsi air minum di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur unggas dan bentuk ransum. Jarak waktu makan itik relatif sama dikarenakan pemberian waktu makan itik yang sudah ditentukan. Waktu makan itik dimulai pada pukul WIB dan berakhir pada pukul WIB (lampiran 4) hal tersebut dikarenakan pemberian pakan pada itik diberikan pada pagi hari dan siang hari. Lama waktu makan itik rata-rata 19 detik. Larbier dan Leclercq (1994) menyatakan bahwa tingkat kesukaan unggas dalam mengkonsumsi pakan ditentukan oleh faktor fisiologis unggas, bentuk dan jenis pakan yang diberikan. Waktu minum itik dimulai pada pukul WIB dan berakhir pada pukul WIB (lampiran 5). Hal tersebut terjadi dikarenakan pemberian air minum dalam kandang itik secara adlibitum,
4 23 sehingga itik dapat minum kapanpun dalam kandang tersebut. Lama waktu minum itik rata-rata 11 detik. Schulze (2003) mengemukakan bahwa rataan konsumsi pakan, lama konsumsi pakan/hari, lama pergerakan menuju air minum pada ayam bervariasi, tergantung pada kondisi lingkungan, kandang dan bentuk tempat pakan yang digunakan. Disela waktu makan, itik biasanya diam, menggerakkan sayap, menggerakkan ekor dan sesekali mencelupkan kepala ke dalam air. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Dahlia dkk., (2003) bahwa entok Rimba (cairina scutulata muller) melakukan istirahat disela-sela waktu makan. Istirahat terdiri atas diam, menggerakkan sayap, menggerakkan ekor, dan mandi. Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas tersebut sebagian dilakukan itik pada selang waktu siang sampai sore antara pukul WIB. Ada juga itik yang melakukan aktivitas di malam hari untuk mencari makan, minum, mandi dan istirahat, namun frekuensinya sangat sedikit. Lama frekuensi makan dan waktu keluar mencari makan dipengaruhi oleh cuaca. 4.2 Tingkah Laku Mandi Tingkah laku mandi digambarkan dan terukur dari catatan rekaman CCTV berupa film selama penelitian. Pengamatan tingkah laku mandi itik lokal (Anas plathyryncos) pada periode layer di Kelompok Peternak Itik Famili di Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat dilakukan selama 7 hari pada 5 ekor betina yang diberi tanda dalam suatu koloni itik berjumlah 32 ekor. Data analisis statistik tingkah laku mandi pada itik periode layer hasil penelitian disajikan pada Tabel 2.
5 24 Tabel 2. Data Tingkah Laku Mandi Itik Periode Layer Analisis Statistik Frekuensi Mandi Rata-rata (kali) 5 Maksimal (kali) 6 Minimal (kali) 4 Sd (kali) 0,69 KV (%) 14,25 Pendugaan Parameter (kali) 4,62 < µ < 5,10 Keterangan n = 5 ekor itik periode layer. Berdasarkan Tabel 2, rata-rata frekuensi mandi itik periode layer pada pemeliharaan koloni selama penelitian berkisar antara 4 sampai dengan 6 kali dengan rataan 5 kali dalam sehari. Frekuensi mandi tertinggi diperoleh pada hari ke 4 sebesar 6 kali serta frekuensi mandi terendah diperoleh pada hari ke-6 (Lampiran 3). Rata-rata frekuensi mandi itik pada penelitian ini yaitu 5±0,69 kali dengan koefisien variasinya 14,25%, rendahnya angka koefisien variasi menandakan bahwa data frekuensi mandi itik lokal periode layer termasuk seragam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nasution (1992) bahwa data dinyatakan seragam apabila nilai koefisien variasinya di bawah 15%. Pendugaan parameter interval rata-rata dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa frekuensi mandi itik lokal periode layer memiliki rentang 4,62 < µ < 5,10 yang diperoleh dari data sampel. Itik melakukan mandi selama 13 detik sampai dengan 18 detik dengan rataan 15 detik setiap kali mandi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi mandi populasi itik lokal periode layer di Kelompok Peternak Itik Famili masing-masing berada dalam kisaran 4,62 sampai 5,10. Itik akan melakukan mandi yang bertujuan untuk menjaga bulu tetap bersih dan bertujuan untuk mendinginkan suhu tubuh akibat lingkungan yang panas yang dapat mengakibatkan proses produksi telur dalam tubuh terganggu.
6 25 Dengan demikian pada suhu lingkungan di siang hari yang cukup panas itik melakukan mandi. Menurut Crossley (1964) bahwa unggas air berupaya untuk mendinginkan telur dan meningkatkan kelembaban di dalam sarang. Tujuan utama yaitu untuk mengatur suhu tubuh itik dan manfaat lainnya untuk kelembaban dan pendinginan telur (Drent, 1970). Itik betina yang sedang mengalami masa bertelur biasanya melakukan aktivitas mandi pada pagi sampai sore hari antara pukul WIB. Itik pada saat melakukan mandi atau berenang biasanya lebih lama dibandingkan entok atau unggas air lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Universitas Oklahoma State (2002) yang menyatakan bahwa entok tidak dapat berenang terlalu lama karena kelenjar minyak yang ada pada tubuh itik manila atau entok tidak berkembang dibandingkan dengan itik lain. Pada data penelitian, lama waktu itik mandi rata-rata 15 detik dalam satu kali mandinya (Lampiran 10). Pada saat itik mandi, kepalanya akan dimasukkan kedalam air sambil mengepakkan sayapnya. Menurut Heyn (2006) bahwa tingkah laku mandi merupakan tingkah laku itik yang menunjukkan kesempatan setidaknya itik tersebut telah mencelupkan kepala dan membasahkan tubuh mereka dengan air. Tingkah laku mandi merupakan kemampuan itik untuk menjaga bulu mereka tetap bersih. Perbedaan yang mencolok dari itik yang dipelihara dengan menggunakan bak mandi atau pancuran ialah kecenderungan mereka yang melakukan tingkah laku minum, beristirahat, berkecimpung, dan mandi. Namun sebenarnya mereka hanya mengahabiskan kurang dari 5% waktu mereka untuk mandi. Ini menunjukkan bahwa hal tersebut dilakukan karena tersedianya akses air untuk mandi disetiap harinya. Setelah mandi, itik tidak
7 26 langsung berdiam diri di dalam sarang, tetapi melakukan pengeringan dan penyisiran bulunya terlebih dahulu. 4.3 Tingkah Laku Bertelur Tingkah bertelur digambarkan dan terukur dari catatan rekaman CCTV berupa film selama penelitian. Pengamatan tingkah laku bertelur itik lokal (Anas plathyryncos) pada periode layer di Kelompok Peternak Itik Famili Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat dilakukan selama 7 hari pada 5 ekor betina yang diberi tanda dalam suatu koloni itik berjumlah 32 ekor. Data analisis statistik tingkah laku bertelur pada itik periode layer hasil penelitian disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Data Tingkah Laku bertelur Itik Periode Layer Analisis Statistik Frekuensi Bertelur Rata-rata (kali) 1 Maksimal (kali) 1 Minimal (kali) 0 Sd (kali) 0,24 KV (%) 24,98 Pendugaan Parameter (kali) 0,86 < µ < 1,02 Keterangan n = 5 ekor itik periode layer. Berdasarkan Tabel 3, frekuensi bertelur itik periode layer pada pemeliharaan koloni selama penelitian berkisar antara 0 sampai dengan 1 dengan rataan 1 kali dalam sehari (Lampiran 4). Rata-rata frekuensi bertelur itik yaitu 1 kali dengan koefisien variasinya 24,98%. Tingginya angka koefisien variasi menandakan bahwa data frekuensi bertelur itik lokal periode layer termasuk beragam. Pendugaan parameter interval rata-rata dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa frekuensi bertelur
8 27 itik lokal periode layer memiliki rentang 0,86 < µ < 1,02 yang diperoleh dari data sampel. Itik bertelur selama 10 menit sampai dengan 13 menit dengan rataan 12 menit setiap kali bertelur. Tingkah laku itik yang akan bertelur terlihat dalam rekaman CCTV selama penelitian yaitu itik banyak melakukan aktivitas pembersihan bulu, baik itu mandi ataupun hanya sekedar merapihkan bulu. Hal tersebut hampir sama dengan penelitian Cooper (1976) yang menyatakan bahwa masa mengeram atau bertelur dibagi menjadi dua yaitu waktu yang dihabiskan untuk mengeram dan waktu yang dihabiskan pergi keluar sarang untuk memelihara tubuhnya. Itik yang telah memasuki masa bertelur pasti merontokkan bulu kapas atau bulu halusnya. Hal tersebut dibuktikan dengan kondisi kandang yang banyak terdapat rontokan bulu itik yang sedang mengalami masa bertelur. Sejatinya bulu-bulu halus yang rontok ini digunakan oleh itik untuk membuat alas bagi telur-telurnya agar tetap hangat. Namun kerontokan bulu juga bisa diakibatkan karena itik mengalami stres akibat perubahan pakan atau kondisi lingkungan. Hampir sepanjang waktu itik yang sedang mengalami masa bertelur akan banyak beraktivitas dan itik menjadi lebih sensitif terhadap lingkungan baru yang akan dihadapinya. Itik biasanya beraktivitas di dalam kandang hanya untuk makan, minum, diam (bertelur), istirahat dan defekasi. Itik pada periode bertelur biasanya mulai bertelur paling cepat pada pukul sampai yang paling lambat pada pukul WIB (Lampiran 7) dengan lama waktu rata-rata 12 menit dalam sekali bertelur (Lampiran 11). Rata-rata waktu bertelur di dapat dari itik mulai berdiam duduk kemudian bertelur dan berdiri meninggalkan telurnya. Pada saat penelitian diamati itik melakukan kebiasaan persiapan bertelur pada waktu matahari terbenam dan akan
9 28 meninggalkan sarang telurnya pada waktu pagi sampai sore hari. Pada saat malam hari biasanya itik tetap berada dalam sarang untuk mengeluarkan telurnya. Cooper (1976) menyatakan bahwa angsa kanada (Canada goose) melakukan pengeraman telur pada malam hari dan siang hari untuk pembentukan sarang. McKinney (1952) melaporkan bahwa Mallard Duck lebih aktif selama menetaskan. Lind (1961) pada Black-tailed Godwit dan Drent (1970) pada Herring Gull, melaporkan bahwa unggas lebih aktif pada masa penetasan. Data penelitian menunjukkan peningkatan aktivitas selama masa bertelur pada itik kemungkinan karena induk mendapat rangsangan yang diberikan oleh embrio (Vince, 1969).
HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station
29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station Local Duck Breeding and Production Station merupakan suatu unit pembibitan dan produksi itik lokal yang berada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten
30 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan pada April--Mei 2015. B. Alat dan Bahan 1) Alat yang digunakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan
Lebih terperinciPEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV
PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak
22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lingkungan Mikro Suhu dan kelembaban udara merupakan suatu unsur lingkungan mikro yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak homeothermic,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan
9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Super Ayam kampung super merupakan hasil dari proses pemuliaan yang bertujuan untuk peningkatan produksi daging. Dalam jangka pendek metode persilangan dapat meningkatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kelompok Ternak Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung.
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mega Bird and Orchid farm, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni hingga Juli 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan pertambahan penduduk dan tingkat kesadaran masyarakat akan gizi, diperlukan peningkatan ketersediaan sumber gizi terutama protein hewani. Salah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kenaikan permintaan komoditas peternakan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berpacu dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil
Lebih terperinciPENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan ayam ras pedaging yang waktu pemeliharaannya relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam broiler perlu ditingkatkan
Lebih terperinciPeking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.
23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang
Lebih terperinciAngga Yana*, Iwan Setiawan**, Dani Garnida** Universitas Padjadjaran
EKSPLORASI TINGKAH LAKU ENTOK (Cairina moschata) MENGERAMI TELUR ITIK PADA PEMELIHARAAN BASAH DAN KERING BEHAVIOUR EXPLORATION OF MUSCOVY DUCK (Cairina moschata) ON INCUBATING DUCKS EGG IN WET AND DRY
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. banyak dan menyebar rata di seluruh daerah Indonesia. Sayang, ayam yang besar
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung sudah lama dikenal dan akrab dengan lidah masyarakat Indonesia. Telur dan dagingnya sudah lama digemari orang. Populasinya pun cukup banyak dan menyebar rata
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung dikenal sebagai jenis unggas yang mempunyai sifat dwi fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. Wahju (2004) yang menyatakan bahwa Ayam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan meningkatnya kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Salah satu produk hasil peternakan yang paling disukai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Penangkaran UD Anugrah Kediri, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan Juni-Juli 2012.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,
Lebih terperinciTipe Kandang Itik TIPE KANDANG ITIK. Dalam budidaya itik dikenal 3 tipe kandang. 60 cm. 60 cm
60 cm 1 TIPE KANDANG ITIK Tipe Kandang Itik Dalam budidaya itik dikenal 3 tipe kandang. Kandang baterai Di kandang baterai, setiap 1 kandang hanya dihuni seekor itik dewasa. Ukuran kandang sekitar 50 cm
Lebih terperinciKata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas
PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN TEMPAT AIR DAN LETAK TELUR DI DALAM MESIN TETAS YANG BERPEMANAS LISTRIK PADA PENETASAN ITIK TEGAL Subiharta dan Dian Maharsa Yuwana Assessment Institute for Agricultural Technology
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu
HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Pemeliharaan Komponen utama dalam beternak puyuh baik yang bertujuan produksi hasil maupun pembibitan terdiri atas bibit, pakan serta manajemen. Penelitian ini menggunakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian DOC yang dipelihara pada penelitian ini sebanyak 1000 ekor. DOC memiliki bobot badan yang seragam dengan rataan 37 g/ekor. Kondisi DOC sehat dengan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang penting diperhatikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan bagi hidup, tumbuh dan kembang manusia. Daging, telur, dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,
1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Manajemen Pemeliharaan dan Pakan Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, yang berbatasan dengan desa teras bendung di sebelah utara dan desa jeruk
Lebih terperinciHASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet
HASIL Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan Pengamatan perilaku walet rumahan diamati dengan tiga unit kamera IR- CCTV. Satu unit kamera IR-CCTV tambahan digunakan untuk mengamati
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik
21 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik Rambon Jantan dan 20 ekor Itik Cihateup Betina, 4 ekor
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur Itik Rambon dan
18 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur Itik Rambon dan Cihateup yang diperoleh dari pencampuran jantan dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan
PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam kampung merupakan ayam lokal di Indonesia yang kehidupannya sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras) atau ayam sayur.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,
III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012, bertempat di Kelompok Tani Ternak Rahayu, Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. juga mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memilki daya adaptasi yang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Itik merupakan sumber daya genetik yang tinggi keanekaragamannya, baik dalam hal jenis maupun potensi produksinya. Ternak itik juga mempunyai potensi untuk dikembangkan
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Pemeliharaan Kelinci Lokal Koloni dan Individu. 1. Pembuatan kandang untuk 2 perlakuan, yaitu koloni dan individu.
Lampiran. Prosedur Pemeliharaan Kelinci Lokal Koloni dan Individu. Pembuatan kandang untuk perlakuan, yaitu koloni dan individu.. Persiapan kandang dan peralatan yang akan digunakan dalam penelitian dibersihkan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat, maka permintaan komoditas peternakan
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Burung Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica)
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) Burung puyuh pertama kali didomestikasi atau diternakkan di Amerika pada tahun sekitar 1870 untuk diambil produksi telur
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding Center Puyuh Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaranyang terletak di lingkungan Kampus Universitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Itik Rambon Ternak unggas yang dapat dikatakan potensial sebagai penghasil telur selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, melihat
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Penelitian menggunakan 30 ekor Itik Rambon dengan jumlah ternak yang hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap
9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap Efisiensi Penggunaan Protein pada Puyuh Betina (Cortunix cortunix japonica) dilaksanakan pada Oktober
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,
Lebih terperinciPenyiapan Mesin Tetas
Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah
Lebih terperinciMATERI DAN METODE PENELITIAN
MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rawamangun Selatan, Gg. Kana Tanah Merah Lama, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan empat bulan, yaitu mulai bulan Agustus sampai
Lebih terperinciPENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan unggas di Indonesia semakin berkembang seiring dengan banyaknya kebutuhan protein hewani terutama itik lokal. Itik mulai digemari oleh masyarakat terutama
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor
29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di
15 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di Varia Agung Jaya Farm Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Manajemen Pemeliharaan Breeder Strain broiler breeder yang digunakan dalam penelitian ini ialah Cobb 500, Ross 308 dan Hubbard Classic. Ayam ayam tersebut dipelihara di kandang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas sebagai penghasil telur dan daging yang mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat (Permentan,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan
19 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Pusat Pembibitan Puyuh Penelitian ini telah dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Pusat pembibitan ini terdiri atas
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Detaseman Kavaleri Berkuda (Denkavkud) berada di Jalan Kolonel Masturi, Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,
Lebih terperinciINTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS
INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS 1. PENDAHULUAN Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak dipelihara oleh peternak-peternak
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di
Lebih terperinci[Pemanenan Ternak Unggas]
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pemanenan Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan industri peternakan yang semakin pesat menuntut teknologi yang baik dan menunjang. Salah satu industri peternakan yang paling berkembang adalah industri
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian Berdasarkan pengambilan data selama penelitian yang berlangsung mulai pukul 06.00 sampai pukul 16.00 WIB, data yang diperoleh menunjukkan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R
PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB Totok B Julianto dan Sasongko W R Ayam KUB Ayam kampung atau ayam buras (bukan ras), masih digemari oleh masyarakat baik di pedesaan maupun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeliharaan Ayam Salah satu syarat keberhasilan dalam pemeliharaan pembibitan ayam yaitu kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
19 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Telur Nyamuk Aedes aegypti yang telah diberikan pakan darah akan menghasilkan sejumlah telur. Telur-telur tersebut dihitung dan disimpan menurut siklus gonotrofik. Jumlah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan
2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Penetasan Bangunan penetasan adalah suatu tempat yang dibangun dengan konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan penetasan harus terpisah.
Lebih terperinciPeningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. Hal ini berdampak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam kelas aves, ordo Anseriformes, Family Anatiade, Subfamily Anatinae, Tribus Anatini dan Genus Anas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat energi dan palabilitas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )
TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina dalam fase
24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina dalam fase grower berumur 4 bulan dengan simpangan baku bobot badan
Lebih terperinciUnnes Journal of Life Science. Suhu, Kelembaban, serta Produksi Telur Itik pada Kandang Tipe Litter dan Slat
Unnes J Life Sci 1 (2) (2012) Unnes Journal of Life Science http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/unnesjlifesci Suhu, Kelembaban, serta Produksi Telur Itik pada Kandang Tipe Litter dan Slat Okvita Sari,
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015,
23 III. BAHAN DAN MATERI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015, bertempat di peternakan ayam arab milik Bapak Ilham di Desa Tegal Rejo,
Lebih terperinciIbM POTENSI DAN PEMANFAATAN ITIK (JANTAN DAN PETELUR AFKIR) SEBAGAI TERNAK POTONG PADA KELOMPOK TANI DI KECAMATAN AIR HANGAT TIMUR KABUPATEN KERINCI
IbM POTENSI DAN PEMANFAATAN ITIK (JANTAN DAN PETELUR AFKIR) SEBAGAI TERNAK POTONG PADA KELOMPOK TANI DI KECAMATAN AIR HANGAT TIMUR KABUPATEN KERINCI Haris Lukman, Yatno dan Sestilawarti Staf Pengajar Fakultas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat di pedesaan. Ternak itik sangat potensial untuk memproduksi telur
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, kebutuhan masyarakat akan protein hewani semakin meningkat. Hal ini seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada
7 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cahaya Untuk Ayam Broiler Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan ayam, karena cahaya mengontrol banyak proses fisiologi dan tingkah laku ayam (Setianto,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya akan kebutuhan daging unggas maupun telur yang kaya akan sumber
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat di Indonesia ini berdampak pada tingkat konsumsi masyarakat meningkat, pada khususnya akan kebutuhan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Lokasi penelitian di Kelompok Peternak Kambing Simpay Tampomas, berlokasi di lereng Gunung Tampomas,
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur
14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan adalah ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan
Lebih terperinci