PENGARUH PENAMBAHAN AL (DOPING AL) TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN FASA NANO MATERIAL TiO 2 HASIL PROSES SOL-GEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PENAMBAHAN AL (DOPING AL) TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN FASA NANO MATERIAL TiO 2 HASIL PROSES SOL-GEL"

Transkripsi

1 PENGARUH PENAMBAHAN AL (DOPING AL) TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN FASA NANO MATERIAL TiO 2 HASIL PROSES SOL-GEL Mukhamad Aziz Dosen Pembimbing: Hariyati Purwaningsih, S.si, M.si Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2014

2 Latar Belakang Aplikasi nanomaterial titanium oksida yang aplikasinya begitu besar dan sangat bermanfaat. Aplikasi Titanium Oksida banyak digunakan untuk semikonduktor. Doping Al dapat meningkatkan defect Metode sol-gel sebagai metode sintesis nanopartikel yang sederhana, murah dan mudah.

3 Perubahan lingkungan (temperatur dan tekanan) saat stiring pada proses sol-gel diasumsikan konstan Homogenitas TiO 2 dan Al diasumsikan konstan Perubahan lingkungan (temperatur dan tekanan) saat sintering diasumsikan konstan Pengotor serbuk diabaikan

4 Tujuan Menganalisa pengaruh variasi penambahan Al (doping Al) terhadap struktur mikro dan fasa material TiO 2 Menganalisa pengaruh variasi temperatur sintering terhadap struktur mikro dan fasa material TiO 2

5 1 Memberikan data dan analisa awal sebagai dasar untuk mengembangkan produk inovasi material TiO 2. 2 Memberikan data dan analisa tentang struktur mikro dan fasa akibat proses sintering dan penambahan doping Al pada TiO 2

6 Fase (TiO 2 ) Rutile Anatase Brookite Title Add your text Bentuk fase yang paling umum adalah anatase dan rutile, hal ini disebabkan karena brookite adalah bentuk yang tidak stabil. Secara umum, fase anatase lebih dipilih

7 Anatase memiliki daerah aktivasi yang lebih luas dibandingkan rutile sehingga kristal anatase menjadi lebih reaktif terhadap cahaya dibandingkan rutile. Besar band gap yang dimiliki pun menjadi berbeda, pada anatase 3,2 ev sedangkan rutile 3,1 ev a. b. Gambar 2.1 (a) Struktur Anatase, (b) Struktur rutile ( Maddu, 2012)

8 Tabel 2.1 Karakteristik TiO 2 Karakteristik Anatase Rutile Serapan Optik (nm) Sekitar 388 Sekitar 413 Massa Jenis (gr/cm 3 ) 3,89 4,26 Temperatur Sintesis ( O C) Band Gap (ev) 3,2 3,1 Indeks Bias 2,5688 2,9467 Struktur Kristal Tetragonal Tetragonal Parameter Kisi a (Å) 3,7852 4,5933 c (Å) 9,5139 2,9592 Vol (Å 3 ) 136,25 62,07

9 Aluminium merupakan konduktor panas dan listrik yang sangat baik Aluminium telah digunakan untuk meningkatkan defect. (Choi, 2007). Ukuran ion dari Al 3+ dan Ti 4+ sangat berdekatan yakni masing-masing 0,067 nm dan nm. (Choi, 2007). Hal ini dapat menyebabkan ion Al dapat masuk ke dalam kisi ion Ti sebagai dopan yang mensubstitusi

10 Penambahan Al dopant pada TiO 2 juga meningkatkan defect Penambahan doping seperti Al juga dapat menghambat pertumbuhan fasa rutil dan mempertahankan fasa anatase pada material TiO 2 (Choi dkk, 2007)

11 Gambar 2.5 Proses reaksi sol-gel dan hasil reaksi sol-gel (Zhengfei, 2005) Prekusor mengalami reaksi hydrolysis dan polimerisasi sehingga dapat membentuk sol. Setelah terbentuk, maka selanjutnya gel yang basah akan terbentuk juga. Dengan perlakuan pemanasan, gel akan berubah menjadi keramik. (Zhengfei, 2005)

12 1. Metode sol-gel sederhana, biaya yang sedikit, dan sintesa dalam temperatur relatif rendah. 2. Pembentukan lapisan tipis yang sangat tinggi yaitu lapisan tipis dalam kisaran ukuran nanometer. (Nugroho, 2011)

13 Aluminum-doped TiO 2 nano-powders for gas sensors Metode sol gel. Menggunakan TiO2 dengan doping 0 wt.%, 5wt.% dan 7,5 wt.% Al. Calsinasi dengan variasi temperatur 700 C, 800 C, 900 C selama 1 jam Hasil XRD menunjukan bahwa sejumlah dopant Al sebanyak 7,5 wt.% tidak memiliki efek yang signifikan pada formasi dari powder nano TiO 2. Dengan penambahan doping, dapat mempertahankan fasa anatase Ukuran kristal tertinggi pada penambahan doping sebesar 5 wt. % Al

14 Menurut Muneer (2012) dalam penelitiannya, menyebutkan bahwa pada temperatur 400ºC terbentuk ukuran kristal terkecil. Hal ini ditunjukkan dengan data XRD yang menunjukan bahwa lebar puncak difraksi anatase pada kalsinasi 400ºC memiliki ukuran kristal paling kecil dari pada saat di kalsinasi di temperatur lainnya. Peningkatan ukuran butir terlihat pada temperatur kalsinasi 500ºC, dimana terjadi pertumbuhan butir. Pada temperatur kalsnasi 600ºC, terdapat pertumbuhan butir yang lebih besar.

15 Menggunakan penambahan Al sebanyak 0 %Wt, 5%Wt, 6 %Wt. Dengan variasi temperatur sintering 700 C, 800 C dan 900 C selama satu jam

16 Hot plate with magnetic stirrer Neraca Analitik Tabung ukur Alat Beaker Glass Pipet Pengaduk Thermocouple Micro Pippet Kaca Arloji Furnace Alat Kompaksi

17 Flow Chart Pembuatan Sensor Start TiO 2 (8 gr) + H 2 SO 4 (15ml) + 0 wt. % Al TiO 2 (8 gr) + H 2 SO 4 (15 ml) + 5 wt. % Al TiO 2 (8 gr) + H 2 SO 4 (15 ml) + 6 wt. % Al Proses perendaman selama empat hari untuk pembentukan solution A

18 Flow Chart Pembuatan Sensor A Stiring Hot plate 250 º C Kecepatan 800 rpm, Selama 3 jam Terbentuk gel Gel dicuci menggunakan aquades A

19 Flow Chart Pembuatan Sensor A Drying temperatur 350 º C selama 2 jam + kalsinasi 500 º C 2 jam Penggerusan powder Press Hidrolik P = 150 bar, ketebalan 2 mm Sintering 700 o C, 800 o C, 900 o C selama 1 jam A

20 Flow Chart Pembuatan Sensor A SEM (Morfologi) XRD Fasa) (Identifikasi A

21 Flow Chart Pembuatan Sensor A Analisa Data dan Pembahasan Kesimpulan End Gambar 3.1 Metodologi Sintesa dan Pembuatan Sensor TiO 2 dan TiO 2 doping Al

22 SEM XRD Potensiostat Title Add your text

23 Gambar 4.1 Serbuk TiO 2 setelah proses pencampuran, a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al Gambar 4.3 Serbuk TiO 2 hasil kompaksi 150 bar setelah sintering 700 o C, a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al Gambar 4.2 Ukuran ketebalan Pelet TiO 2 Gambar 4.4 Serbuk TiO 2 hasil kompaksi 150 bar setelah sintering 800 o C, a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al Gambar 4.5 Serbuk TiO 2 hasil kompaksi 150 bar setelah sintering 900 o C, a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al

24 Gambar 4.6 Perbandingan Hasil uji XRD pelet tanpa perlakuan untuk: (a) TiO 2 0 wt.%; (b) 5 wt.%; (c) 6 wt.% Al Gambar 4.7 Perbandingan Hasil uji XRD pelet TiO 2 setelah kalsinasi 500 o C untuk: (a) TiO 2 0 wt.%; (b) 5 wt.%; (c) 6 wt.% Al - Fasa TiO 2 murni adalah anatase - Fasa setelah kalsinasi 500 o C adalah titanium sulfida

25 Pada kalsinasi 500 o C, fase yang terbentuk adalah TiO( SO 4 ) 3. Hal ini terjadi karena pada temperatur 500 o C, TiO 2 masih belum dapat melepaskan ion SO 4, sehingga menyebabkan terbentuknya senyawa baru yaitu TiO(SO 4 ) 3 TiO 2 + 3SO 4-2. TiO( SO 4 ) 3. Pada temperatur 500 o C o C, TiO 2 masih belum dapat melepaskan ion SO 4. Untuk dapat melepaskan ion-ion lain seperti SO 4, maka diperlukan temperatur yang lebih tinggi dari 600 o C. Dari ulasan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk melepaskan ion-ion SO 4 maka diperlukan temperatur kalsinasi lebih dari 600 o C

26 (a) (b) (c) Gambar 4.18 Hasil uji SEM pelet TiO 2 yang menunjukkan struktur mikro setelah kompaksi dan kalsinasi 500 o C pada perbesaran x a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al Doping Al (wt%) Ukuran Partikel (µm) (a) mengalami perbesaran partikel dan telah berubah bentuk menjadi cube heksagonal. (b) mengalami perubahan ukuran menjadi lebih kecil sehingga partikel mencapai ukuran nano. (c) pada sampel ini terlihat mulai terlihat adanya peningkatan ukuran partikel yang signifikan dan ada beberapa partikel TiO 2 yang pecah. perubahan fasa dari anatase TiO 2 menjadi fase TiO(SO 4 ) 3 sehingga menyebabkan perubahan volume yang mengakibatkan pertumbuhan butir menjadi lebih besar.

27 Tabel 4.1 Ukuran kristal dan micro strain TiO2 pada puncak tertinggi setelah sintering temperatur 700 C Gambar 4.8 Perbandingan Hasil uji XRD pelet TiO 2 setelah sintering 700 o C untuk: (a) TiO 2 0 wt.%; (b) 5 wt.%; (c) 6 wt.% Al Dopin g Al (wt.%) Fasa 2 o FWHM B (rad) 10-3 D (nm) 0 TiO Al TiO Al 2 SO TiO Al 2 SO ε - Fasa TiO 2 murni pada puncak tertinggi adalah anatase, tetapi terdapat fasa rutile pada 2theta (rel. Int. Sebesar 0.38%) - Fasa TiO 2 5 wt.% Al pada puncak tertinggi adalah anatase, tetapi terdapat fasa rutile pada 2theta (rel. Int. Sebesar 0.71%) - Fasa TiO 2 6 wt.% Al adalah anatase (Al ini dapat mempengaruhi dan menghambat pertumbuhan fasa rutile.)

28 Pada temperatur sintering C grafik (b) dan (c) terbentuk fasa baru Al 2 (SO 4 ) 3. Dengan reaksi sebagai berikut: 2Al + 3SO -2 4 Al 2 (SO 4 ) 3 Senyawa ini terbentuk karena kurang tingginya temperatur sintering, sehingga menyebabkan ion SO -2 4 belum menghilang dan ion SO -2 4 akhirnya bereaksi dengan Al membentuk Al 2 (SO 4 ) 3. Terbentuknya senyawa ini dapat dihindari dengan cara meningkatkan temperatur sintering lebih tinggi, terbukti pada temperatur sintering C dan C senyawa Al 2 (SO 4 ) 3 telah hilang.

29 (a) (b) (c) Gambar 4.19 Hasil uji SEM pelet TiO 2 yang menunjukkan struktur mikro setelah sintering 700 o C pada perbesaran x a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al Doping Al (wt%) Ukuran Partikel ,480-8,660 (µm) (a) ukuran partikel yang telah mencapai ratusan nanometer dan terdapat perupakan gumpalan dari partikel partikel kecil yang menyatu akibat temperatur sintering. (b) mengalami perubahan ukuran menjadi lebih kecil, partikel mencapai ukuran nano. (c) pada sampel ini terlihat mulai terlihat adanya peningkatan ukuran partikel yang signifikan

30 Gambar 4.9 Perbandingan Hasil uji XRD pelet TiO 2 setelah sintering 800 o C untuk: (a) TiO 2 0 wt.%; (b) 5 wt.%; (c) 6 wt.% Al - Fasa TiO 2 murni adalah anatase - Fasa TiO 2 5 wt.% Al adalah anatase - Fasa TiO 2 6 wt.% Al adalah anatase Tabel 4.3 Ukuran kristal dan micro strain TiO 2 pada puncak tertinggi setelah sintering temperatur 800 o C Doping Al (wt.%) Fasa 2 o FWHM B (rad) 10-3 D (nm) 0 TiO Al TiO Al TiO Al ε

31 (a) (b) (c) Gambar 4.20 Hasil uji SEM pelet TiO 2 yang menunjukkan struktur mikro setelah sintering 800 o C pada perbesaran x a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al Doping Al (wt%) Ukuran Partikel (µm) ,295-5,864 (a) ukuran partikel yang telah mencapai ratusan nanometer dan terdapat perupakan gumpalan dari partikel partikel kecil yang menyatu akibat temperatur sintering. (b) mengalami perubahan ukuran menjadi lebih kecil, mencapai ukuran nano. (c) pada sampel ini terlihat mulai terlihat adanya peningkatan ukuran partikel yang signifikan

32 Tabel 4.4 Ukuran kristal dan micro strain TiO 2 pada puncak tertinggi setelah sintering temperatur 900 o C Doping Al (wt.%) Fasa 2 o FWHM B (rad) 10-3 D (nm) 0 TiO Al TiO Al TiO Al ε Gambar 4.10 Perbandingan Hasil uji XRD pelet TiO 2 setelah sintering 900 o C untuk: (a) TiO 2 0 wt.%; (b) 5 wt.%; (c) 6 wt.% Al - Fasa TiO 2 murni adalah anatase - Fasa TiO 2 5 wt.% Al adalah anatase - Fasa TiO 2 6 wt.% Al adalah anatase

33 (a) (b) (c) Gambar 4.21 Hasil uji SEM pelet TiO 2 yang menunjukkan struktur mikro setelah sintering 900 o C pada perbesaran x a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al Doping Al (wt%) Ukuran Partikel (µm) ,304-9,382 (a) ukuran partikel yang telah mencapai ratusan nanometer dan terdapat perupakan gumpalan dari partikel partikel kecil yang menyatu akibat temperatur sintering. (b) mengalami perubahan ukuran menjadi lebih kecil, mencapai ukuran nano. (c) pada sampel ini terlihat mulai terlihat adanya peningkatan ukuran partikel yang signifikan. Permukaan terlihat kasar dan berporous. Pecahnya serbuk yang tidak beraturan ini bisa diakibatkan oleh perbedaan koefisien muai antara TiO 2 dengan Al

34 4.4.1 Cacat intrinsik Defect ini disebabkan oleh vibrasi atom-atom dari posisi kesetimbangan akibat temperatur sintering. Pada defect intrinsik terdapat dua jenis yaitu cacat schotty dan cacat frenkel. Cacat schottky menyebabkan vacansi pada partikel. Pada Schottky defect yang terjadi adalah kekosongan pasangan cation dan anion.

35 4.4.1 Cacat ekstrinsik Berdasarkan gambar XRD 4.8, 4.9 dan 4.10 serta tabel 4.2, 4.3 dan 4.4 menunjukan perubahan pada latice. Perubahan pada latice ini mengindikasikan adanya defect pada TiO 2. Sehingga semakin melebarnya ukuran kristal (D) dapat mengindikasikan Al larut secara subtitusi di dalam kisi TiO 2. Peristiwa subtitusi Al hanya terjadi pada komposisi doping 5 wt.% dan 6 wt.% Al pada persamaan 4.4. Jika reaksi sempurna, maka vakansi oksigen diharapkan terbentuk pada defect ini. Sehingga dalam penelitiannya menurut choi (2006) persamaan defect dapat ditulis Al 2 O 3 2Al Ti + 3Vo o x + Vo º º (4.4) Ketika tekanan parsial oksigen rendah TiO 2 Ti Ti + Vo + O 2 (g) + 2e.. (4.5)

36 Gambar 4.29 Proses subtitusi Al 2 O 3 pada TiO 2 Dari ilustrasi diatas, maka dapat diasumsikan bahwa adanya Al 2 O 3 yang larut secara subtitusi dalam TiO 2. Sehingga menghasilkan 2 vakansi pada TiO 2 dan 2 ion Ti 4+ digantikan secara subtitusi oleh ion Al 3+. Jika doping 5 wt.% dan 6 wt.% Al 2 O 3 tidak larut dengan sempurna maka persamaan reaksi akan terjadi pada persamaan 4.5. Persamaan reaksi 4.5 berlaku secara khusus pada TiO 2 murni tanpa doping. Tabel 4.12 Ukuran d-spacing setelah sintering Dopant 700 o C 800 o C 900 o C D-Spacing D-Spacing D-Spacing (Å) (Å) (Å) 0 wt.% Al wt.% Al wt.% Al Selain itu berhasilnya doping melarut pada TiO 2 komposisi doping 0 dan 5 wt.% Al dapat diidentifikasi dari ukuran d-spacing. Jika terjadi cacat secara subtitusi dan intertisi maka terjadi perubahan pada pada d-spacing

37 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Variabel penambahan wt.% doping Al menyebabkan: Pada doping 5 wt.% Al, diperoleh ukuran butir nano partikel dengan ukuran nm. Sehingga 5 % Al dapat mereduksi ukuran grain Penambahan doping 6 wt.% Al menyebabkan pertumbuhan butir menjadi lebih besar dengan ukuran µm. Sehingga terdapat batas penambahan Al agar tidak terjadi pertumbuhan butir Pada penambahan doping 6 wt.%, permukaan butir nampak kasar dan terdapat porositas pada permukaanya. Pada temperatur sintering 700 o C pada 0 dan 5 wt.% Al terdapat fasa TiO 2 rutile. Semakin tinggi doping wt.% Al pada rentang temperatur 700 o C o C, fasa rutile tidak terbentuk. Hal ini karena adanya doping Al yang dapat menghambat pertumbuhan fasa rutile, sehingga didapatkan fase anatase. Semakin tinggi wt.% Al, ukuran kristal TiO 2 menjadi lebih kecil.

38 2. Variabel penambahan temperatur sintering akan menyebabkan: Ukuran butir semakin membesar dengan bertambah temperatur sintering. Semakin tinggi temperatur sintering, ukuran kristal TiO 2 menjadi lebih besar, Tetapi pada 6 wt.% Al di 800 o C terdapat anomali, sehingga ukuran kristal menurun. Semakin tinggi temperatur sintering, permukaan butir akan nampak kasar dan terdapat porositas pada permukaanya. Pada kasinasi 500 o C terbentuk fasa TiO(SO 4 ) Saran Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penambahan variasi doping untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Mempertinggi temperatur kalsinasi agar tidak terbentuk fasa TiO(SO 4 ) 3 Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian TEM.

39

40

41 1. Defect Intrinsik 2. Defect non-stoikiometrik Gambar 2.2 (a) Cacat Schottky (b) cacat frenkel (Barsoum, 2003) Gambar 2. 3 non-stoikiometri (Barsoum, 2003) Gambar 2.4 Ekstrinsic defect

42 1 8 gram Titanium Oksida dicampur dengan 0% Wt, 5% Wt, 6 %Wt Almunium dilarutkan dalam asam sulfat 98% sebanyak 40 ml 2 Larutan diaduk (stirring) dengan kecepatan 800 rpm temperatur 250ºC selama 3 jam 3 Mencuci. gel dengan aquades untuk menghilangkan kandungan SO Drying dilakukan dengan menggunakan vakum furnace dengan temperatur pemanasan 350 C selama 2 jam + kalsinasi 500 C selama 2 jam

43 5. Penggerusan adalah proses pengecilan partikel. 6 Kompaksi sebesar 150 bar. 7 Pelet dilakukan proses sintering dengan temperatur 700º C, 800º C, 900º C selama 1 jam 8 Karakterisasi SEM dan XRD

44 Teknik sol-gel adalah teknik kimia basah untuk pembuatan bahan (biasanya logam oksida) mulai dari larutan kimia yang bereaksi untuk menghasilkan partikel koloid nanosized (atau sol) yang bertindak sebagai prekusor (logam alkoxides dan logam yang mengalami reaksi hidrolisis dan polycondensation)

45 1.Menampilkan gambar morfologi sampel Gambar 3.1 Alat SEM 2.Mengetahui bentuk, sebaran dan ukuran butir serbuk TiO2 dan Al Gambar 3.2 Cara Kerja SEM (iastate.edu)

46 Gambar 3.3 Mekanisme kerja XRD X-ray Diffraction (XRD) digunakan untuk mempelajari struktur kristal dan komposisi kimia nanopartikel. Gambar 3.4 Alat XRD Posisi puncak dalam pola difraksi sinar-x dapat digunakan untuk menentukan komposisi kimia dan fasa kristal nano partikel

47 TiO2 Murni (Depan) Sinter 700'C Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. Height FWHM Left [ 2Th.] d-spacing Rel. Int. [%] [ 2Th.] [cts] [Å]

48 Counts TiO2 + 5% Al (Tengah) Sinter 700'c Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d- spacing [Å] Rel. Int. [%]

49 Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] TiO2+6% Al (belkng) Sinter 700'C Position [ 2Theta] (Copper (Cu))

50 0 0 0 TiO2 Murni Kompaksi Sinter 800'C Depan Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]

51 Counts TiO2 + 5% Al Kompaksi Sinter 800'C Tengah Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]

52 nts TiO2 + 6% Al Kompaksi Sinter 800'C Belakang Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]

53 tio2 murni sintering 900'c Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]

54 TiO2 5% Al Sinter 900'C Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]

55 TiO2 6% Al Sinter 900'C Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%]

56 Reaksi polikondensasi adalah salah satu cara polimerisasi yang merupakan reaksi 2 gugus fungsi dari monomer tanpa mengubah komposisi stokiometriknya (semua atomnya terpakai pada reaksi polimerisasi, tidak ada senyawa yang hilang). Jenis polimerisasi ini juga bisa mengalami pertumbuhan rantai dengan mengubah komposisi stokiometriknya. Dealkolisasi: penghilangan alkohol

57 Siti Aida (2010)

58 TiO2 rutile TiO2 anatase

59 D-spasing : jarak antar bidang Parameter kisi: rusuk Struktur kristal AmXp Al 2 O 3 (korundum). Bentuk heksagonal tumpukan padat Sel satuan HCP mempunyai 6 atom per sel satuan, yaitu 2 x 6 x 1/6 ( pada sudut lapisan bawah dan atas + 2 x ½ ( pada pusat lapisan bawah dan atas) + 3 (lapisan tengah).

60 Diagram skematik (a) larutan padat substitusional, (b) larutan padat interstisial, (c) campuran fase

61 AMORF KRISTAL Kristalinitas suatu bahan tergantung pada bagaimana keteraturan susunan atomatom. Bahan kristal mempunyai susunan atom yang teratur dan membentuk pola dalam jangkauan panjang struktur kristal Sedangkan pada bahan amorf atom-atom tidak mempunyai struktur dengan pola yang tertentu Hasil pengujian XRD akan menunjukkan pola (bentuk kurva) yang sangat berbeda untuk bahan kristal dan amorf

62 Struktur kristal = kisi + basis

63 KISI BRAVAIS Sistem Jumlah kisi Triklinik 1 a b c, Persyaratan sumbu dan sudut Monoklinik 2 a b c, = = 90 o Ortorombik 4 a b c, = = = 90 o Tetragonal 2 a = b c,, = = = 90 o Kubus 3 a = b = c,, = = = 90 o Trigonal 1 a = b = c,, = = < 120 o, 90 o Heksagonal 1 a = b c, = = 90 o, = 120 o

64

65 Fasa adalah sejumlah zat yang homogen baik secara kimia maupun fisika, atau dapat juga dikatakan bahwa sebuah sistem yang homogen adalah suatu fasa. Secara umum telah dikenal tiga kelompok fasa yaitu; fasa gas, fasa cair dan fasa padat.

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN Variasi kecepatan stiring 800 rpm, variasi temperatur sintering 700, 800, 900 C Variasi temperatur 700 C = struktur kristal tetragonal, fase nya anatase, no PDF 01-086-1156,

Lebih terperinci

BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA

BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA TiO2 memiliki tiga macam bentuk kristal : Anatase rutil brukit namun yang memiliki aktivitas fotokatalis terbaik adalah anatase. Bentuk kristal anatase diamati terjadi

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi ph dan Temperatur Sintering terhadap Nilai Sensitivitas Material TiO 2 Sebagai Sensor Gas CO

Pengaruh Variasi ph dan Temperatur Sintering terhadap Nilai Sensitivitas Material TiO 2 Sebagai Sensor Gas CO JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-61 Pengaruh Variasi ph dan Temperatur Sintering terhadap Nilai Sensitivitas Material TiO 2 Sebagai Sensor Gas CO Ika Silviana

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP LOGO PRESENTASI TESIS STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP. 1109201006 DOSEN PEMBIMBING: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc, Ph.D. JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Kecepatan Stiring dan Temperatur Sintering terhadap Perubahan Struktur Mikro dan Fase Material Sensor Gas Tio 2

Pengaruh Variasi Kecepatan Stiring dan Temperatur Sintering terhadap Perubahan Struktur Mikro dan Fase Material Sensor Gas Tio 2 JURNL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-68 Pengaruh Variasi Kecepatan Stiring dan Temperatur Sintering terhadap Perubahan Struktur Mikro dan Fase Material Sensor Gas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill I Wayan Yuda Semaradipta 2710100018 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 3 Pendahuluan ZnO merupakan bahan semikonduktor tipe-n yang memiliki lebar pita energi 3,37 ev pada suhu ruang dan 3,34 ev pada temperatur rendah dengan nilai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini diulas dalam tiga subbab. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 3 macam, yaitu SEM-EDS, XRD dan DRS. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam

I. PENDAHULUAN. Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahan material dalam skala nano yang dapat meningkatkan

Lebih terperinci

Stefanus Haryo Nugroho Dosen Pembimbing : Diah Susanti, ST, MT, Ph.D Hariyati Purwaningsih, SSi, MSi

Stefanus Haryo Nugroho Dosen Pembimbing : Diah Susanti, ST, MT, Ph.D Hariyati Purwaningsih, SSi, MSi Stefanus Haryo Nugroho 2706 100 017 Dosen Pembimbing : Diah Susanti, ST, MT, Ph.D Hariyati Purwaningsih, SSi, MSi Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M SINTESIS SUPERKONDUKTOR Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag DENGAN METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M0204046 (Bi-Sr-Ca-Cu-O/Ag Superconductor Synthesis with Sol-Gel Method) INTISARI Telah dibuat superkonduktor sistem BSCCO

Lebih terperinci

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN 29 BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian XRD Hasil Pengeringan Pada pengujian XRD material TiO 2 hasil proses sol-gel hanya sampai proses pengeringan ini, akan dibandingkan pengaruh perbedaan molaritas

Lebih terperinci

2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM OXIDE (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL

2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM OXIDE (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL 3 2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM OXIDE (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL Pendahuluan Bahan semikonduktor titanium oxide (TiO 2 ) merupakan material yang banyak digunakan dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan sumber energi merupakan masalah yang harus segera diselesaikan oleh masing-masing negara termasuk Indonesia. Untuk itu perlu dikembangkan suatu teknologi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

BAB 4 DATA DAN ANALISIS BAB 4 DATA DAN ANALISIS 4.1. Kondisi Sampel TiO 2 Sampel TiO 2 disintesa dengan memvariasikan jenis pelarut, block copolymer, temperatur kalsinasi, dan kelembaban relatif saat proses aging. Kondisi sintesisnya

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Katalis merupakan suatu zat yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen. Katalis heterogen merupakan katalis yang dapat digunakan

Lebih terperinci

Galuh Intan Permata Sari

Galuh Intan Permata Sari PENGARUH MILLING TIME PADA PROSES MECHANICAL ALLOYING DALAM PEMBENTUKAN FASA INTERMETALIK γ-tial DENGAN MENGGUNAKAN HIGH ENERGY MILLING Dosen Pembimbing: 1. Hariyati Purwaningsih, S.Si, M.Si 2. Ir. Rochman

Lebih terperinci

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction Yuliani Arsita *, Astuti Jurusan Fisika Universitas Andalas * yulianiarsita@yahoo.co.id

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2 Pelarutan Pengendapan Evaporasi 350 0 C 1 jam 900 0 C 10 jam 940 0 C 20 jam Ba(NO 3 ) Pelarutan Pengendapan Evaporasi Pencampuran Pirolisis Kalsinasi Peletisasi Sintering Pelet YBCO Cu(NO 3

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di lab. Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen secara langsung. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit pelet CSZ-Ni

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat 28 BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Metode yang Digunakan Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat SOFC.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih metode eksperimen. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION Yolanda Oktaviani, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas e-mail: vianyolanda@yahoo.co.id

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR. Jurusan Teknik Material & Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember

SIDANG TUGAS AKHIR. Jurusan Teknik Material & Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember SIDANG TUGAS AKHIR Arisela Distyawan NRP 2709100084 Dosen Pembimbing Diah Susanti, S.T., M.T., Ph.D Jurusan Teknik Material & Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sintesa

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan STUDI AWAL FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) MENGGUNAKAN EKSTRAKSI BUNGA SEPATU SEBAGAI DYE SENSITIZERS DENGAN VARIASI LAMA ABSORPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran udara. Dewasa ini masalah lingkungan kerap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu yang mempelajari, menciptakan dan merekayasa material berskala nanometer dimana terjadi sifat baru. Kata nanoteknologi berasal dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanoteknologi merupakan teknologi masa depan, tanpa kita sadari dengan

I. PENDAHULUAN. Nanoteknologi merupakan teknologi masa depan, tanpa kita sadari dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nanoteknologi merupakan teknologi masa depan, tanpa kita sadari dengan nanoteknologi tersebut berbagai aspek persoalan dapat kita selesaikan (Anonim A, 2012). Pengembangan

Lebih terperinci

SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM

SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM Oleh: Ella Agustin Dwi Kiswanti/1110100009 Dosen Pembimbing: Prof. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. Bidang Material Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012 26 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012 sampai Desember 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN LAPORAN TUGAS AKHIR SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN Oleh: Lisma Dian K.S (1108 100 054) Pembimbing: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. 1

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab 3 Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian Percobaan ini melewati beberapa tahap dalam pelaksanaannya. Langkah pertama yang diambil adalah mempelajari perkembangan teknologi mengenai barium ferit dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang meliputi dua tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi terhadap komposis kimia dan fase kristalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotokatalis telah mendapat banyak perhatian selama tiga dekade terakhir sebagai solusi yang menjanjikan baik untuk mengatasi masalah energi maupun lingkungan. Sejak

Lebih terperinci

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis 7 konsentrasi larutan Ca, dan H 3 PO 4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H 3 PO 4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H 3 PO 4 0,3 M (volume

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material.

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sintesis material, beberapa hal yang sangat berpengaruh dalam menentukan kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material. Perbaikan kinerja

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF YUNI SUPRIYATI M 0204066 Jurusan Fisika Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dikawasan Asia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dikawasan Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dikawasan Asia Tenggara. Sebagai negara berkembang, Indonesia melakukan swasembada diberbagai bidang, termasuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Instrumentasi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat BAB III EKSPERIMEN 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Ca(NO 3 ).4H O (99%) dan (NH 4 ) HPO 4 (99%) sebagai sumber ion kalsium dan fosfat. NaCl (99%), NaHCO 3 (99%),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999).

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan material yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa adanya hambatan atau resistansi (ρ = 0), sehingga dapat menghantarkan arus listrik tanpa kehilangan

Lebih terperinci

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2 STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2 Meilinda Nurbanasari Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Nasional, Bandung Dani Gustaman

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI Oleh Yuda Anggi Pradista NIM 101810301025 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg SIDANG LAPORAN TUGAS AKHIR (MM091381) PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg Oleh : Rendy Pramana Putra 2706 100 037 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Gambar 5.1 Hasil Mikroskop nanofiber PEO 5 wt%

Gambar 5.1 Hasil Mikroskop nanofiber PEO 5 wt% BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan. Pada pembuatan nanofiber Poly(ethylene oxide)(peo)/tio 2, ada beberapa proses yang harus dilewati.

Lebih terperinci

SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO

SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO Disampaikan oleh: Kurmidi [1106 100 051] Dosen Pembimbing Drs. Suminar Pratapa, M.Sc.,Ph.D. Sidang Tugas Akhir (J 102) Komponen Otomotif :

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE 1 PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE Arum Puspita Sari 111010034 Dosen Pembimbing: Dr. Mochamad Zainuri, M. Si Kamis, 03 Juli 2014 Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Padatan ZnO dan CuO/ZnO Pada penelitian ini telah disintesis padatan ZnO dan padatan ZnO yang di-doped dengan logam Cu. Doping dengan logam Cu diharapkan mampu

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK 1) Luluk Indra Haryani, 2) Suminar Pratapa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah banyak dibangun industri untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berkembangnya industri tentu dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, tetapi juga menimbulkan

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL X-RAY DIFFRACTOMETER (XRD) Untuk menentukan besar kristalit dari unsur penyusun utama layer oksida DSSC maka dilakukan pengujian XRD. Pengujian dilakukan untuk material

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH ARIZA NOLY KOSASIH 1108 100 025 PEMBIMBING : Dr. M. ZAINURI M,Si LATAR BELAKANG Barium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam skala nanometer. Material berukuran nanometer memiliki

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di 24 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA Oleh : Frischa Marcheliana W (1109100002) Pembimbing:Prof. Dr. Darminto, MSc Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. Analisis difraksi sinar-x dan analisis morfologi permukaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik Program studi Kimia FMIPA ITB sejak bulan September 2007 hingga Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 SENIN, 14 MARET 2014 MT 204 SIDANG TUGAS AKHIR TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

DETEKTOR GAS OKSIGEN DARI BAHAN SEMIKONDUKTOR TiO2 DOPING CuO

DETEKTOR GAS OKSIGEN DARI BAHAN SEMIKONDUKTOR TiO2 DOPING CuO DETEKTOR GAS OKSIGEN DARI BAHAN SEMIKONDUKTOR TiO2 DOPING CuO Paradita Ramli*, Elvaswer Jurusan Fisika Universitas Andalas Email : Paraditaramli77@gmail.com ABSTRAK Telah dilakukan karakterisasi detektor

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN U FIRE TUBE HEATER TREATER SANTAN TERMINAL CHEVRON INDONESIA COMPANY

ANALISA KEGAGALAN U FIRE TUBE HEATER TREATER SANTAN TERMINAL CHEVRON INDONESIA COMPANY ANALISA KEGAGALAN U FIRE TUBE HEATER TREATER SANTAN TERMINAL CHEVRON INDONESIA COMPANY Disusun oleh : Dyan Ratna Mayangsari Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci