IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU- X/2012 TERHADAP FUNGSI LEGISLASI DPD
|
|
- Doddy Sudirman
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU- X/2012 TERHADAP FUNGSI LEGISLASI DPD Riyan Permana Putra Fakultas Hukum Universitas Indonesia Abstrak Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah melahirkan beberapa lembaga negara baru, yang antara lain Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Realitas pembentukan legislasi dalam kerangka hubungan kelembagaan antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah belum begitu mendapatkan tempat yang semestinya seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tetapi setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 telah mengembalikan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah yang sebelumnya direkduksi oleh UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal ini membawa angin segar bagi Dewan Perwakilan Daerah, yang mana selama ini Dewan Perwakilan Daerah hanya menjadi bayang-bayang dominasi Dewan Perwakilan Rakyat. Dominasi berlebihan yang dilakoni Dewan Perwakilan Rakyat ini mencederai sistem bicameral yang terbentuk untuk tujuan mulia yaitu terciptanya sistem check and balances yang baik. Implications of Constitutional Court Decision No. 92/PUU-X/2012 Against Legislation Function DPD Abstract Amendments Act of 1945 has given rise to some new state institutions, which include the Regional Representative Council of the Republic of Indonesia. Reality creation of legislation within the framework of the institutional relationship between the House of Representatives and the Regional Representative Council not quite get the appropriate places as indicated in the Constitution of 1945., But after the decision of the Constitutional Court No. 92/PUU-X/2012 has restored the authority of the Board of Representatives areas that were previously reduced by the Law no. 27 of 2009 on the MPR, DPR, DPD and DPRD and Law. 12 Year 2011 on the Establishment of legislation. It brings fresh air for the Regional Representatives Council, during which the DPD is only a shadow of the dominance of the House of Representatives. Excessive dominance of the House of Representatives acted this bicameral system formed injured for a good cause, namely the creation of a system of checks and balances is good. Keywords : DPD, Legislation, Constitusional Court, Amendments, Constitution Pendahuluan Pengaturan konstitusi terhadap DPD menunjukkan bahwa keberadaannya sebagai lembaga legislatif tidak akan pernah optimal untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah. Karena memang sudah diatur sedemikian dengan alasan agar tidak ada dua lembaga legislatif dalam negara kesatuan. Hasil kerjanya tidak bergantung pada dirinya
2 sendiri tetapi bergantung pada DPR. DPD adalah lembaga negara dengan kewenangan terbatas dan tidak mungkin bertambah lagi kewenangannya kecuali terjadi perubahan (amandemen) konstitusi lagi. Beberapa waktu lalu para anggota DPD sempat memperjuangkan peningkatan kewenangan DPD melalui upaya perubahan UUD 1945 namun gagal mendapat dukungan DPR. Upaya tersebut menjadi bukti bahwa para anggota DPD sendiri merasa kurang puas dengan kewenangan lembaganya yang terbatas tersebut. 1 Harus kita sadari bersama berdasarkan amandemen terhadap UUD 1945 telah terjadi perubahan mendasar terhadap lembaga perwakilan rakyat di Indonesia. Seperti yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) UUD 1945: "Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang." Berdasarkan Pasal Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 tersebut dapat ditafsir bahwa seolah-olah sistem perwakilan di MPR menganut sistem bikameral, di mana MPR adalah forum bersama (joint session) antara DPR dan DPD. Namun demikian apabila diperbandingkan lebih lanjut lagi antara kewenangan legislasi DPR dan DPD maka ada ketimpangan derajat diantara dua lembaga perwakilan tersebut. Diantaranya adalah (1) dalam Pasal 22C UUD 1945 bahwa jumlah anggota DPD tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR, (2) dalam pasal 20 UUD NRI 1945 "DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang" sedangkan dalam pasal 22D UUD 1945 menegaskan DPD hanya dapat mengajukan kepada DPR rancangan undangundang dan ikut membahas RUU tertentu yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dalam hal proses legislasi atau proses pembentukan undang-undang, ketimpangan ini semakin terlihat di dalam pengaturan kewenangan di dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Contohnya di dalam UU No 12 Tahun 2011 Pasal 20 ayat (1): "Penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dilaksanakan oleh DPR dan Pemerintah", pengertian Pasal 20 ayat (1) ini tentu tidak sejalan dengan maksud pasal 22D UUD 1945 yang memberikan 1 Patrialis Akbar, Lembaga- Lembaga Negara Menurut UUD RI Tahun 1945, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal. 79
3 kewenangan "Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan Undang-Undang yang berkait dengan otonomi daerah... ". Ayat (3) di dalam pasal ini kemudian menyebutkan " Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan usulan dari fraksi, komisi, anggota DPR, DPD, dan/atau masyarakat. Selain kewenangan pengajuan RUU, kewenangan dalam hal pembahasan RUU di parlemen pun dibuat tidak setara antara DPR dan DPD, di dalam Pasal 65 ayat (3) UU No 12 Tahun 2011 keikutsertaan DPD dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan hanya pada pembicaraan tingkat I. Pasal 150 ayat (3) UU No.27 Tahun 2009 juga mengecualikan DPD untuk terlibat dalam pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah sebagaimana DPR dan Pemerintah, padahal pengajuan dan pembahasan DIM justru merupakan inti dari pembahasan RUU dan menentukan politik hukum dari suatu RUU. Dari beberapa fakta di atas, harus kita pahami DPD RI sebagai perwakilan daerah dalam menjalankan kewenangannya masih memiliki beberapa kelemahan tetapi selelah hadirnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 92/PUU-X/2012 yang dikeluarkan dengan suara bulat alias tanpa dissenting opinion, hakim konstitusi mengabulkan sebagian (besar) permohonan uji materi DPD RI terhadap sejumlah Pasal dalam UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Mengakibatkan beberapa pembahan yang terjadi terhadap kewenangan DPD dalam melaksanakan fungsi legislasinya. Perubahan yang terjadi itulah menjadi menarik untuk menjadi bahasan skripsi yang akan saya ajukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Tinjauan Teoritis A. Fungsi Legislasi Kata "legislasi" berasal dari Bahasa Inggris "legislation" yang berarti (1) perundang- undangan dan (2) pembuatan undang-undang. Sementara itu kata "legislation" berasal dari kata kerja "to legislate" yang berarti mengatur atau membuat undang-undang. 2 2 Dikutip Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hal. 78. Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris- lndonesia, cetakan ke- XXIV, (Jakarta:, Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal. 353.
4 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata legislasi berarti pembuatan undangundang. Dengan demikian, fungsi legislasi adalah fungsi membuat membuat undang-undang. Sebagai sebuah fungsi untuk membentuk undang-undang, legislasi merupakan sebuah proses (legislation as a process). 3 Oleh karena itu, Woodrow Wilson dalam bukunya "Congressional Goverment" mengatakan bahwa legislation is an aggregate, nor a simple production. 4 Berhubungan dengan hal itu, Jeremy Bentham dan Jhon Austin mengatakan bahwa legislasi sebagai "any form of law-making". 5 Dengan demikian, bentuk peraturan yang ditetapkan oleh lembaga legislatif untuk maksud mengikat umum dapat dikaitkan dengan pengertian "enacted law", "statute", atau undang-undang dalam arti luas. 6 Dalam pengertian itu, fungsi legislasi merupakan fungsi dalam pembentukan undang-undang. 1. Fungsi Legislasi Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sebelum Perubahan Jika kita memperhatikan rumusan Pasal 5 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 sebelum perubahan, yang menyatakan bahwa: "Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat". Maka sangat jelas dan terang, bahwa badan negara yang berkuasa atau berwenang membentuk undang-undang adalah Presiden. Secara jelas, penjelasan Pasal 5 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 sebelum perubahan juga mengatur, bahwa: "Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang." Aturan ini menerangkan, Presiden bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan "legislative power" dalam negara. Sebagian besar materi UUD Negara RI Tahun 1945 setelah perubahan mengalami perubahan mendasar apabila dibandingkan dengan naskah aslinya. Perubahan yang perlu kita perhatikan adalah terjadinya perubahan terhadap ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUD Negara RI Karena perubahan ketentuan yang diatur dalam kedua pasal tersebut mengindikasikan adanya perubahan substansi dan prosedur konstitusional. Pasal 5 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 sebelum perubahan menentukan, bahwa Presiden memegang kekuasaan atau memiliki wewenang untuk membentuk undang-undang 3 S.A. Walkland, The Legislative Process in Great Britain, (New York- Washington: Frederick A. Praeger Publisher, 1968), hal. 10. Pembentukan undang- undang sebagai sebuah proses juga dikemukakan oleh Rosiji Ranggawidjaja, Menyoal Perundang- undangan Indonesia, (Jakarta: PT. Perca, 2006), hal S.A. Walkland, Ibid., hal Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang- Undang di Indonesia, (Jakarta : Sekretariat Jendral Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006), hal Ibid.
5 dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Namun setelah perubahan keadaan menjadi berbalik, seperti diatur dalam Pasal 20 ayat (I) perubahan pertama UUD Negara RI Tahun 1945 yang mengatur bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. 7 Perubahan tersebut menggambarkan terjadinya pergeseran kekuasaan legislatif dari tangan Presiden ke tangan Dewan Perwakilan Rakyat. Sebelumnya, Presidenlah yang memegang fungsi legislasi atau kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sekarang fungsi legislasi atau kekuasaan membentuk undangundang berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat seperti ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) hasil perubahan pertama UUD Negara RI Setelah proses perubahan pertama Pasal 5 ayat (1), Presiden hanya berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. B. Teori Bikameral 1. Sistem Lembaga Perwakilan Sistem lembaga perwakilan diidentifikasi dan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sistem unikameral atau bikameral, biasanya dikaitkan dengan bentuk pemerintahan negara tersebut. Jika bentuk negaranya kesatuan biasanya menganut sistem legislatif unikameral, yakni hanya ada satu majelis atau kamar atau dewan saja. Sedangkan pada negara dengan bentuk pemerintahan federal umumnya menganut sistem legislatif bikameral. Dengan dilakukannya amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka sistem lembaga perwakilan di Indonesia berubah dari sistem unikameral menjadi bikameral. 2. Lembaga Legislatif Unikameral Lembaga legislatif yang bersifat unikameral merupakan lembaga legislatif yang terdiri dari satu kamar atau satu dewan saja. Sistem ini biasanya dianut oleh negara kesatuan. Hanya sedikit negara kesatuan yang menggunakan sistem legislatif bikameral. Kebanyakan negara kesatuan yang menganut sistem legislatif unikameral itu karena secara geografis kecil dan penduduknya tidak majemuk atau multikultural serta jumlah penduduknya dibawah 10 (sepuluh) juta. 7 Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, op. cit., Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 20 ayat (1).
6 Beberapa keuntungan dari sistem unikameral ini meliputi: 1. Kemungkinan lebih cepat untuk membuat undang-undang, karena satu kamar atau dewan saja. Sehingga pembahasan rancangan undang-undang tidak akan alot. 2. Tanggung jawab lembaga legislatif akan lebih besar jika suatu produk undang-undang mengabaikan kepentingan negara karena tidak ada kemungkinan menyalahkan lembaga lain. 3. Lebih sedikit anggota, sehingga memudahkan masyarakat untuk memantau mereka. 4. Biaya yang murah bagi pemerintahan dan pembayaran pajak Lembaga Legislatif Bikameral Sistem lembaga legislatif bikameral adalah sistem lembaga legislatif dua kamar. Penerapan sistem bikameral itu, dalam prakteknya, sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, dan sejarah ketatanegaraan yang bersangkutan. Sebenarnya tidak banyak perbedaan antara sistem unikameral atau bikameral, yang penting adalah sistem majelis/kamar tunggal atau ganda itu dapat benar-benar berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Metode Penelitian Penelitian hukum ini bersifat normatif, yaitu berupaya meneliti akibat setelah adanya uji materi sejumlah pasal dalam UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis PermusyawaratanRakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan terhadap peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam bidang legislasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Untuk memperdalam pemahaman penulis tentang DPD dengan studi kepustakaan serta kajian sebelum dilakukannya uji materi sejumlah pasal dalam UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hasil Penelitian 1. Realitas pembentukan legislasi dalam kerangka hubungan kelembagaan antara DPR- RI dan DPD-RI pra-putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X masih 8 H. Dahlan Thaib dalam Makmur Amir dan Reni Dwi Purnomowati, Op. cit., hal
7 memperlihatkan terbatasnya kewenangan yang dimiliki DPD-RI memberikan gambaran bahwa sistem bikameral Indonesia tidak dibangun dalam rangka checks and balances. Keterbatasan itu memberikan makna, gagasan menciptakan sistem dua kamar untuk mengakomodasi kepentingan daerah dalam menciptakan keadilan distribusi kekuasaan menjadi sesuatu yang utopis. 2. Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 dalam kaitannya dengan pembentukan legislasi antara DPR-RI dan DPD-RI telah mengembalikan kewenangan DPD-Ri yang sebelumnya direduksi oleh UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3). Hal ini disambut baik oleh DPD yang selama ini hanya menjadi bayang-bayang dibawah dominasi DPR; dominasi berlebihan yang mencederai sistem bikameral yang konon dibentuk untuk tujuan mulia yaitu terciptanya sistem check and balance yang baik. Pembahasan Mohammad Mahfud MD selaku ketua majelis hakim merangkap anggota membacakan perintah atau suruhan (amar) putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 92/PUU- X/2012 dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Merdeka Barat No 6, Jakarta, tanggal 27 Maret Ia bersama para anggota majelis hakim lainnya: Achmad Sodiki, Hamdan Zoelva, Muhammad Akil Mochtar, Ahmad Fadlil Sumadt. Maria Farida Indrati, Harjono, Muhammad Alim, dan Anwar Usman. Tanggal 14 September 2012, pimpinan DPD, yakni Irman Gusman (Ketua DPD), La Ode Ida (Wakil Ketua DPD), dan Gusti Kanjeng Ratu H emas (Wakil Ketua DPD), mengajukan pengujian UU 27/2009 serta UU 12/2011 terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Dalam perkara pengujian undang-undang, putusan Mahkamah Konstitusi terdiri atas tiga kemungkinan, yaitu permohonan dinyatakan tidak dapat diterima, permohonan ditolak, atau permohonan dikabulkan. 9 Dalam putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan 9 Jimly Asshiddiqie, Op. cit., hal. 226.
8 Rakyat Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu permohonan pemohon dikabulkan untuk sebagian. Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 92/PUU-X/2012 telah mengembalikan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang sebelumnya direduksi oleh UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3). Hakim konstitusi mengabulkan sebagian besar permohonan uji materi Dewan Perwakilan Daerah terhadap sejumlah pasal dalam UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan UU No 12 Tahun 2011 tentang Fembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan tanpa dissenting opinion. Hal ini disambut baik oleh DPD yang selama ini hanya menjadi bayang-bayang dibawah dominasi DPR; dominasi berlebihan yang mencederai sistem bikameral yang konon dibentuk untuk tujuan mulia yaitu terciptanya sistem check and balance yang baik. Dari beberapa poin gugatan yang diajukan DPD, 4 (poin) poin diantaranya merupakan pokok eksistensi dan jati diri DPD sebagai lembaga negara yang perlu ditegakkan kembali sebagaimana telah diamanatkan oleh UUD 1945, yaitu : 1.1 Kewenangan DPD dalam mengajukan RUU setara dengan DPR dan Presiden; 1.2 Kewenangan DPD ikut membahas RUU; 1.3 Kewenangan DPD memberikan persetujuan atas RUU; dan 1.4 Keterlibatan DPD dalam menyusun Prolegnas. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa : Realitas pembentukan legislasi dalam kerangka hubungan kelembagaan antara DPR-RI dan DPD-RI pra-putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X masih memperlihatkan terbatasnya kewenangan yang dimiliki DPD-RI memberikan gambaran bahwa sistem bikameral Indonesia tidak dibangun dalam rangka checks and balances. Keterbatasan itu memberikan makna, gagasan menciptakan sistem dua kamar untuk mengakomodasi kepentingan daerah dalam menciptakan keadilan distribusi kekuasaan menjadi sesuatu yang utopis. Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 dalam kaitannya dengan pembentukan legislasi antara DPR-RI dan DPD-RI telah mengembalikan kewenangan DPD-
9 Ri yang sebelumnya direduksi oleh UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (P3). Hal ini disambut baik oleh DPD yang selama ini hanya menjadi bayangbayang dibawah dominasi DPR; dominasi berlebihan yang mencederai sistem bikameral yang konon dibentuk untuk tujuan mulia yaitu terciptanya sistem check and balance yang baik. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat beberapa saran konstruktif yang dapat diberikan bagi fungsi legislasi DPD kedepannya, yakni : 1. DPD akan kesulitan bertindak tanpa bantuan elemen terkait untuk mengimplementasikan putusan Mahkamah Konstitusi itu. Idealnya, ketiga lembaga negara segera memformulasikan atau merumuskan model tripartit mekanisme pengajuan RUU bidang tertentu dan pembahasan RUU bidang tertentu serta penyusunan prolegnas. Langkah-langkahnya antara lain pertemuan konsultasi. Pertemuan konsultasi DPD dengan Presiden untuk merumuskan proses legislasi model tripartit. Pimpinan DPD harus menyurati pimpinan DPR agar kedua pihak segera menggelar pertemuan konsultasi. Pertemuan konsultasi DPD dengan DPR harus memiliki target utama untuk mengubah peraturan tata tertib DPR dan peraturan tata tertib DPD. 2. DPD juga perlu melakukan kegiatan sosialisasi tentang beberapa perubahan hak dan/atau kewenangan DPD pascaputusan Mahkamah Konstitusi. Kegiatan sosialisasi yang efektif, efisien, dan massif menjadi perlu untuk dilakukan mengingat masih banyak penyelenggara negara dan kelompok masyarakat yang belum memahami dan mengerti konsekuensi putusan Mahkamah Konstitusi, termasuk nilai-nilai demokrasi yang terkandung di dalamnya. Karena putusan Mahkamah Konstitusi mengubah model proses legislasi yang selama ini model dwipartit, yaitu DPR (fraksi), dan Presiden, maka banyak masukan dan harapan masyarakat yang menghendaki kegiatan sosialisasi yang intensif dan ekstensif dengan jangkauan yang dalam dan luas.
10 Kepustakaan I. Buku Dengan adanya sosialisasi putusan Mahkamah Konstitusi diharapkan terbentuknya kesamaan persepsi dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi, sehingga mendorong tertransformasikannya seluruh kegiatan DPD dalam pengajuan RUU bidang tertentu dan pembahasan RUU bidang tertentu serta penyusunan Prolegnas untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang transparan dan akuntabel, serta efektif dan efisien. 3. Amandemen kelima UUD 1945 perlu diusulkan DPD untuk semakin meneguhkan prinsip checks and balances dalam konsep lembaga perwakilan kita. Agar perbaikan sistem ketatanegaraan Indonesia, terutama di bidang legislasi dapat komprehensif dan menghasilkan produk legislasi yang bermanfaat untuk seluruh rakyat Indonesia. Sebagai lokomotif pengusul amandemen kelima. Seharusnya DPD mempersiapkan strategi perjuangan yang matang agar proses amandemen dapat menjadikan UUD 1945 menjadi konstitusi yang hidup (the living and working constitution) menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan dinamika ketatanegaraan secara kontekstual. Akbar, Patrialis. Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD RI Tahun Jakarta: Sinar Grafika, Amir, Makmur dan Reni Dwi Purnomowati, Lembaga Perwakilan Rakyat. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Arinanto, Satya. Setelah V1PR menjadi Bikameral. Kompas, 9 Agustus, Asshiddiqie, Jimly, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah, Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1996., Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD Jakarta: Konstitusi Press, 2006., Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II. Jakarta: MKRI,2006., Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI, 2006., Hubungan antar Lembaga Negara Pasca Perubahan UUD Bahan Ceramah Diklatpim Tingkat I Angkatan XVII Lembaga Administrasi Negara., Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.
11 , Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD cet.2. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia Press, 2005., Pengantar Ilmu Tata Negara Jilid I. Jakarta: Sekretariat Mahkamah Konstitusi, 2006., Perihal Undang-Undang di Indonesia. Jakarta : Sekretariat Jendral Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006., Model-Model Pengujian Konstitusionalitas di Berbagai Negara, cet. 1. Jakarta: Konstitusi Press, 2005., Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press, 2005., Gagasan Amandemen UUD 1945 dan Pemilihan Presiden Secara Langsung. Sebuah Dokumen Historis. Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan MK, Buyung, Adnan Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia: Studi S o si o- Legal atas Konstituante Jakarta : Grafiti, Dwi, Reni Pumomowati. Implementasi Sistem Bikameral dalam Parlemen Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Evans, Kevin. Menggagas Ulang Prinsip-prinsip Lembaga Kepresidenan. Jakarta : CPPS Paramadina dan Partnership for Governance Reform in Indonesia. Farida, Maria Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan. Yogyakarta: Kanisius, Fatmawati, Struktur Dan Fungsi Legislasi Parlemen Dengan Sistem Multikameral: Studi Perbandingan Antara Indonesia dan Berbagai Negara, Cet. Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Heryadi. Agus. Konstitusi Baru Melalui Komisi Konstitusi Independen. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Isra, Saldi, Jalan Berliku Amandemen Komprehensif: Dari Pakar Hingga Selebritis. Jakarta: Sekretariat Jenderal DPD RI, Isra, Saldi, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers, Internasional IDEA (Lembaga Internasional untuk Bantuan Demokrasi dan Pemilu), Penilaian Demokratisasi di Indonesia (Pengembangan Kapasitas seri 8). Jakarta: Internasional IDEA, Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramcdia, Manan, Bagir. MPR, DPR dan DPD dalam UUD 1945 Baru. Yogyakarta: FH Uli Press
12 Mahfud, Mohammad MD, Amandemen Konstitusi Menuju Refonnasi Hukum Tata Negara. Yogyakarta : Uli Press, Mulyosudarmo, Soewoto. Pembaruan Ketatanegaraan Melalui Perubahan Konstitusi, Jawa Timur: Intrans dan Asosiasi Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur, Ranggawidjaja, Rosiji. Menyoal Perundang-undangan Indonesia. Jakarta: PT. Perca, Reksodiputro, Marjono. Catatan Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Fakutas Hukum Universitas Indonesia, 1983/1984. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Strong, C.F., Modern Political Constitution An Introduction to the Comparative Study of their History and Existing Fonn. London: Sidwick & Jackson Ltd Sukanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, Surbakti. Ramlan. Menuju Demokrasi Konstitusional: Reformasi Hubungan dan Distribusi Kekuasaan. Jakarta: LP3ES, Walkland, S.A., The Legislative Process in Great Britain. New York-Washington: Frederick A. Praeger Publisher, II. Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945., Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara'Republik Indonesia LN. Nomor 11 Tahun 2006., Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia LN. Nomor 12 Tahun 2006., Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia LN. Nomor 13 Tahun 2006., Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia LN. Nomor 14 Tahun 2006., Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. LN. Nomor 92 Tahun Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 Tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR. DPD, dan DPRD, LN No. 92 tahun 2003, TLN No , Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. LN. RI. Nomor 53 Tahun 2004.
13 , Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Keputusan DPR RI Nomor : 08/DPR RI/I/ Tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Keputusan DPR RI Tahun Tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Mahkamah Konstitusi, Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 01/PMK'2005 tentang Pedoman Beracara Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 4. Mahkamah Konstitusi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X Sekretariat Jendral DPR RI. Keputusan DPR RI Tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. III. Internet Haris, Syamsuddin. Dilema Amandemen Kelima, &22&2007&, diakses 5 Januari Isra, Saldi Fungsi Legislasi DPD Dalam Penguatan Aspirasi Daerah, id/index.php?option=com_content&viewarticle&id=84:t'un gsi-lciiislasi-dpd-dalam-penguatan-aspirasidaerah&patid=23:inakalah<cmid=l 1. diakses 29 Desember 2013
PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai
105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan
Lebih terperinciFUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Oleh: I Putu Hendra Wijaya I Made Subawa Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program Kekhususan Hukum Ketatanegaraan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan
Lebih terperinciKEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI BIDANG LEGISLASI
KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI BIDANG LEGISLASI ABSTRACT: Oleh : I Nyoman Wahyu Sukma Suriyawan I Wayan Novy Purwanto Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana Authority to legislate
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA Penyusun: Law Center DPD RI Satya Arinanto Makhfud Rofiqul Umam Ahmad
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan
BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah DPD sebagai Lembaga Negara mengemban fungsi dalam
Lebih terperinciKEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh : Ni Kadek Riza Sartika Setiawati Nyoman Mas Aryani Bagian Penyelenggaraan Negara Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diatur dalam BAB VIIA Pasal 22C dan Pasal 22D UUD NRI Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu lembaga baru yang lahir melalui perubahan ketiga Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disingkat UUD NRI 1945 antara
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
82 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa selain bertujuan untuk menutup penyalahgunaan atau penyimpangan praktek
Lebih terperinciMAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang
MAKALAH Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang Sebagai persyaratan pendaftaran Program Pascasarjana Fakultas Hukum UGM dengan Konsentrasi
Lebih terperinciFUNGSI LEGISLASI DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG
FUNGSI LEGISLASI DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG Oleh Epita Eridani I Made Dedy Priyanto Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK The House of Representatives is a real
Lebih terperinciTugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan
Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi
Lebih terperinciKEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
LAPORAN PENELITIAN MANDIRI KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR Oleh : COKORDA ISTRI ANOM PEMAYUN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 PENDAHULUAN Menurut Montesque
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.
DAFTAR PUSTAKA Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Asshiddiqie, Jimly. 2007. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
Lebih terperinciDAFTAR REFERENSI. . Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia; Pasca Reformasi. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007.
112 DAFTAR REFERENSI BUKU Arifin, Firmansyah dkk. Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara. Cet. 1. Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHAN), 2005. Asshiddiqie, Jimly. Perkembangan
Lebih terperinciWardaniman Larosa Y. Hartono. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta
MEKANISME PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG UNDANG SECARA TRIPARTIT ANTARA DPR, DPD DAN PRESIDEN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 92/PUU-X/2012 Wardaniman Larosa Y. Hartono Program
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008
MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. diperluas dan diperkuat dengan semangat demokrasi melalui langkah - langkah pemikiran yang
135 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian bab - bab terdahulu, maka dapat diperoleh sebuah kesimpulan tentang upaya penguatan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam proses legislasi, dimana fungsi
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti.
DAFTAR PUSTAKA Buku: Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti. Armen Yasir, 2007. Hukum Perundang-Undangan. Bandar Lampung: Pusat Studi Universitas Lampung. Bagir
Lebih terperinciKEWENANGAN LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM REFORMASI KELEMBAGAAN PERWAKILAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
KEWENANGAN LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM REFORMASI KELEMBAGAAN PERWAKILAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Khamami Zada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat
Lebih terperinciKEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DI DALAM PROSES LEGISLASI PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Montisa Mariana, SH.,MH
KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DI DALAM PROSES LEGISLASI PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Montisa Mariana, SH.,MH ABSTRACT People s Representative Council (DPR) has shifted its function and
Lebih terperinci12 Media Bina Ilmiah ISSN No
12 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI MENURUT UUD 1945 Oleh : Jaini Bidaya Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram Abstrak: Penelitian ini berjudul Kewenangan
Lebih terperinciHUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Sriwaty Sakkirang 1
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Sriwaty Sakkirang 1 Abstrak Tulisan ini mengkaji bahwa dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciDPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016
DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 Dinamika perkembangan ketatanegaraan di Indonesia terusterjadi. Hal yang kembali mencuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebabkan terjadinya perubahan mendasar dalam struktur ketatanegaraan Republik
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan. lahir dalam amandemen ketiga. Secara de facto DPD RI baru ada pada tanggal 1
BAB V Kesimpulan A. Kesimpulan DPD RI merupakan lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang lahir dalam amandemen ketiga. Secara de facto DPD RI baru ada pada tanggal 1 Oktober 2004 yaitu ketika
Lebih terperinciPenataan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Sistem dalam Ketatanegaraan di Indonesia
Volume 2 Issue 1, March 2018: pp. 387-402. Copyright 2018 HOLREV. Faculty of Law, Halu Oleo University, Kendari, Southeast Sulawesi, Indonesia. ISSN: 2548-1762 e-issn: 2548-1754. Open Access at: http://ojs.uho.ac.id/index.php/holrev/
Lebih terperinciPOLITIK LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-X/2012
POLITIK LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-X/2012 King Faisal Sulaiman Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate Abstract: The Constitutional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, berdasarkan atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat. Kedaulatan
Lebih terperinciLEMBAR PERSETUJUAN REVITALISASI PERANAN DPD DALAM SISTEM PARLEMEN DI. INDONESIA (Kajian Yuridis UUD NRI Tahun 1945 Pasal 22C Dan 22D
LEMBAR PERSETUJUAN REVITALISASI PERANAN DPD DALAM SISTEM PARLEMEN DI INDONESIA (Kajian Yuridis UUD NRI Tahun 1945 Pasal 22C Dan 22D Serta UU N0. 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperinciKEDUDUKAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM KELEMBAGAAN LEGISLATIF MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR 1945 MOH. DERMAWAN / D
Edisi 4, Volume 2, Tahun 2014 KEDUDUKAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM KELEMBAGAAN LEGISLATIF MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR 1945 MOH. DERMAWAN / D 101 07 182 ABSTRAK Ide awal pembentukan lembaga Dewan Perwakilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah pada tahun 1999 sampai dengan 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan
Lebih terperinciDR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015
DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 POKOK BAHASAN Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945 Wewenang Mahkamah
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Dahlan Thaib, dkk, 2013, Teori dan Hukum Konstitusi, Cetakan ke-11, Rajawali Perss, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA I. Buku Achmad Ali, 2012, Vol. 1 Pemahaman Awal: Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana,
Lebih terperinciKETETAPAN Nomor 10/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA,
KETETAPAN 10/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mahkamah Konstitusi telah mencatat dalam Buku Registrasi Perkara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah dituangkan dalam empat tahap amandemen Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1999 telah menyebabkan banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktek ketatanegaraan kita.
Lebih terperinciKedudukan dan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Salmon E.M.N. Kedudukan dan Kewenangan... 585 Kedudukan dan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Salmon E.M. Nirahua Fakultas Hukum Universitas Pattimura Jl. Ir. M.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:
34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan
Lebih terperinciPUTUSAN Nomor 116/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
PUTUSAN Nomor 116/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada pembahasan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Bahwa dengan dibentuknya koalisi partai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mengakibatkan perubahan fundamental terhadap stuktur dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia telah mengalami pergeseran yang mengakibatkan perubahan fundamental terhadap stuktur dan kewenangan lembaga negara.
Lebih terperinciMEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)
MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami
Lebih terperinciFUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1
FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Sunarto 1 sunarto@mail.unnes.ac.id Abstrak: Salah satu fungsi yang harus dijalankan oleh DPR adalah fungsi legislasi, di samping fungsi lainnya yaitu fungsi
Lebih terperinciDua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..
& Apakah KONSTITUSI? 1. Akte Kelahiran suatu Negara-Bangsa (the birth certificate of a nation state); 2. Hukum Dasar atau hukum yang bersifat fundamental sehingga menjadi sumber segala peraturan perundang-undangan
Lebih terperinciPUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan keseluruhan penelitian, diperoleh beberapa kesimpulan,
187 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan keseluruhan penelitian, diperoleh beberapa kesimpulan, sebagai jawaban terhadap persoalan dalam rumusan masalah, antara lain: 1. Peran Legislasi Dewan Perwakilan
Lebih terperinciMakalah Mengenai Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam Ketatanegaraan Indonesia BAB I PENDAHULUAN
Makalah Mengenai Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam Ketatanegaraan Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
50 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Definisi tentang peran bisa diperoleh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1051) yang mengartikannya sebagai perangkat tingkah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C amandemen ketiga Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah panjang mengenai pengujian produk legislasi oleh sebuah lembaga peradilan (judicial review) akan terus berkembang. Bermula dari Amerika (1803) dalam perkara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai ketatanegaraan. 1 Berdirinya sebuah negara tidak lepas dari adanya konstitusi yang mendasarinya. Konstitusi
Lebih terperinciBAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN
BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengkajian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan
Lebih terperinciMEKANISME, WEWENANG, DAN AKIBAT HUKUM PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA TESIS
MEKANISME, WEWENANG, DAN AKIBAT HUKUM PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA TESIS WIWIK BUDI WASITO NPM. 0606006854 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM PROGRAM
Lebih terperinciCHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana
CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA Montisa Mariana Fakultas Hukum, Universitas Swadaya Gunung Jati E-mail korespondensi: montisa.mariana@gmail.com Abstrak Sistem
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Bagir Manan, DPR, DPD, dan MPR Dalam UUD 1945 Baru, UII Press, Yogyakarta, 2003.
73 DAFTAR PUSTAKA Bagir Manan, DPR, DPD, dan MPR Dalam UUD 1945 Baru, UII Press, Yogyakarta, 2003. Howard Williams, Filsafat Politik Kant, JP-Press dan IMM, Jakarta, 2003. Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum,
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD Yogyakarta: FH UII Press, 2005.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Ali, Achmad. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legis Prudence). Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 33/PUU-XII/2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 33/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua [Pasal
Lebih terperinciPUTUSAN Nomor 23/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
PUTUSAN Nomor 23/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan
Lebih terperinciPUTUSAN Nomor 92/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
PUTUSAN Nomor 92/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan
Lebih terperinciUrgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara. Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I
Urgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I Prolog Lembaga negara (staatsorgaan/political institution) merupakan suatu organisasi yang tugas
Lebih terperinciBAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN
BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2014 A. Kode Etik Penyelenggara Pemilu Amandemen UUD 1945
Lebih terperinci2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1361, 2016 DPR. Prolegnas. Penyusunan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM
Lebih terperinciKETETAPAN Nomor 97/PHPU.D-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
KETETAPAN 97/PHPU.D-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Putusan 97/PHPU.DX/2012, 20 Desember 2012, amarnya menyatakan: Mengadili,
Lebih terperinci: Abdul Qadir Amir Hartono, SE.,SH., MH. : Abdul Qadir / Gus Anton (Panggilan di Daerah)
QUISIONER UNTUK BUKU APA & SIAPA 132 SENATOR INDONESIA 2014-2019 ---------------------------------------------------------------------------------------------------- A. Biodata Nama lengkap Nama panggilan
Lebih terperinci2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 383) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, (Yogyakarta: FH UII Press, 2005).
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku : Asshiddiqie, Jimly, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, (Yogyakarta: FH UII Press, 2005). ---------------------, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Lebih terperinciBAB III KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM PENGAJUAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
31 BAB III KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM PENGAJUAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG A. Hak Inisiatif DPD dalam Membuat Rancangan Undang-Undang Di dalam UUD 1945 Pasal 22D ayat (1); dijelaskan bahwasanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. 1 Konsekuensi Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara hukum, segala aspek dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang I. PEMOHON Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dalam hal ini diwakili oleh Irman Gurman,
Lebih terperinciPENGUJIAN UU NO. 27 TAHUN 2009 DAN UU NO
PENGUJIAN UU NO. 27 TAHUN 2009 DAN UU NO. 17 TAHUN 2014 TENTANG MPR, DPR, DPD & DPRD (MD3) SEBAGAI UPAYA DPD UNTUK MENGEMBALIKAN KEWENANGAN KONSTITUSIONALNYA Suparto Fakultas Hukum Universitas Islam Riau
Lebih terperinciPUTUSAN Nomor 19/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
1 PUTUSAN Nomor 19/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu perubahan mendasar dari UUD 1945 pasca amandemen adalah kedudukan Presiden yang bukan lagi sebagai mandataris dari MPR. Sebelum amandemen, MPR merupakan
Lebih terperinciKEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI
KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI 07940077 PROGRAM KEKHUSUSAN: HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum tata negara, konstitusi diberi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum tata negara, konstitusi diberi arti yang berubah-ubah sejalan dengan perkembangan kedua ilmu tersebut. Pengertian terhadap konstitusi
Lebih terperinciRechtsVinding Online
IMPLIKASI PUTUSAN MK NOMOR 92/PUU-XIV/2016 DI DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN KPU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah Diterima: 18 Juli 2017, Disetujui: 26 Juli 2017 Pasal yang diuji dan dibatalkan dalam perkara
Lebih terperinciHUBUNGAN KEWENANGAN PRESIDEN DENGAN DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG PASCA PERUBAHAN UUD RADJIJO, SH. MH Dosen Fakultas Hukum UNISRI
HUBUNGAN KEWENANGAN PRESIDEN DENGAN DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG PASCA PERUBAHAN UUD 1945 RADJIJO, SH. MH Dosen Fakultas Hukum UNISRI Abstract:The amandemen of Indonesia constitution of UUD 1945
Lebih terperinciDPD memberikan peran yang lebih maksimal sebagai perwakilan daerah yang. nantinya akan berpengaruh terhadap daerah-daerah yang mereka wakili.
dewan tersebut. Dengan adanya keseimbangan antara DPR dan DPD, diharapkan DPD memberikan peran yang lebih maksimal sebagai perwakilan daerah yang nantinya akan berpengaruh terhadap daerah-daerah yang mereka
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Bagir Manan Lembaga Kepresidenan. FH UII Press: Yogyakarta. Bambang Sunggono Metodologi Penelitian Hukum Cetakan ke-12.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Agus Riwanto. 2016. Hukum Partai Politik dan Hukum Pemilu di Indonesia. Thafa Media: Yogyakarta. Bagir Manan. 2006. Lembaga Kepresidenan. FH UII Press: Yogyakarta. Bambang Sunggono.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dan pembentukan institusi atau lembaga negara baru dalam sistem dan struktur ketatanegaraan merupakan hasil koreksi terhadap cara dan sistem kekuasaan negara
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Abdul Aziz Hakin, 2011, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta, Cetakan Pertama, Pustaka Pelajar.
233 DAFTAR PUSTAKA BUKU Achmad Ali, 2010, Menguak Teori Hukum (Legal Theory), Teori Peradilan (Judicialprudence), Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta, Prenada Medi Group. Abdul
Lebih terperinciKedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 Oleh : Mahesa Rannie Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Abstrak : Setelah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik. Rakyat, hakikatnya memiliki kekuasaan tertinggi dengan pemerintahan dari, oleh, dan untuk
Lebih terperinciPresiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017
Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia Herlambang P. Wiratraman 2017 Pokok Bahasan Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Wewenang Presiden dan Wakil Presiden Kedudukan
Lebih terperinciPUTUSAN Nomor 89/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
PUTUSAN Nomor 89/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI (PASCA AMANDEMEN UUD 1945)
DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM SISTEM KETATANEGARAAN RI (PASCA AMANDEMEN UUD 1945) Feri Himawan Kurnia 1 Budiharto 2 Abstrak Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) merupakan lembaga perwakilan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran kamar kedua dalam
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran kamar kedua dalam lembaga perwakilan dua kamar di sistem pemerintahan presidensial Indonesia, didapat kesimpulan sebagai
Lebih terperinciKEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM LEGISLASI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-X/2012
KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM LEGISLASI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-X/2012 Oleh : Mastur Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang Email :mastur_unwahas@yahoo.com
Lebih terperinci