KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DALAM MENGHADAPI PEMBERLAKUAN KESEPAKATAN ASEAN Free Trade Area (AFTA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DALAM MENGHADAPI PEMBERLAKUAN KESEPAKATAN ASEAN Free Trade Area (AFTA)"

Transkripsi

1 KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DALAM MENGHADAPI PEMBERLAKUAN KESEPAKATAN ASEAN Free Trade Area (AFTA) Oleh: Henry Aspan Staf Pengajar Fakultas Ekonomi UNPAB ABSTRAK Pemberlakuan AFTA dan keikutsertaan Indonesia di dalamnya saat ini merupakan suatu kenyataan yagn tidak dapat dihindari. Persoalannya sekarang adalah bagaimana kebijakan Indonesia dalam menghadapi pemberlakuan AFTA tersebut. Karena itu penelitian ini ingin menelah bagaimana kebijakan Indonesia tersebut. Selain menggunakan pendekatan yang bersifat analitis-deskriptif, penelitian ini juga menggunakan toeri yang dikemukakan oleh Judith M. Dean, Seema Desai, dan James Riedel, tentang tingkat outward orientation suatu negara dalam bidang perdagangan luar negeri. Pengukuran terhadap tingkat outward orientation ini akan menggunakan 2 parameter, yaitu parameter liberality dan parameter openess. Kata kunci: Kebijakan, AFTA, outward orientation, liberality, openess LATAR BELAKANG Berbicara mengenai kawasan perdagangan bebas ASEAN (Association of South-East Asia Nations) atau AFTA (ASEAN Free Trade Area) saat ini bukan lagi sekedar isu ataupun wacana. AFTA, bagi negara-negara pesertanya, sekarang adalah sebuah kenyataan yang mau tidak mau harus dihadapi. Ini karena sejak tanggal 1 Januari 2002, kesepakatan AFTA tersebut telah resmi diberlakukan, khususnya di negara ASEAN-6, yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand (di Vietnam mulai diberlakukan pada tahun 2006, Laos dan Myanmar pada tahun 2008, dan Kamboja pada tahun 2010). Dengan diberlakukannya AFTA ini, maka negara-negara anggota harus menurunkan pengenaan tarif impor intra-aseannya, menjadi hanya 0% - 5%, bagi barang-barang yang telah dimasukkan ke dalam Daftar Inklusi (Inclusive List) dan telah memenuhi ketentuan tentang kandungan produk ASEAN. Pada akhirnya, diharapkan keseluruhan tarif ini akan dihapuskan sama sekali (menjadi 0%), pada tahun 2010 bagi negara ASEAN-6 dan 2015 bagi negara ASEAN-4, sehingga akan menciptakan kawasan perdagangan regional Asia Tenggara yang benar-benar bebas. Pemimpin negara-negara ASEAN ketika ide AFTA ini diluncurkan, menyadari bahwa masing-masing negara memiliki potensi ekonomi yang sangat besar, yang jika difasilitasi melalui kerja-sama antar negara yang erat, tentunya akan membawa kemanfaatan yang besar pula bagi masing-masing negara. Berangkat dari hal tersebut, maka lahirlah ide untuk menciptakan suatu kawasan

2 perdagangan bebas di wilayah ASEAN, yang akan meminimalkan hambatan (baik tarif maupun non-tarif) bagi masing-masing negara untuk melakukan kegiatan perdagangan satu-sama lain. Meski demikian, terdapat 2 kelompok yang masing-masing memiliki pandangan yang berbeda terkait dengan pembentukan AFTA ini. Kelompok yang mendukung terbentuknya AFTA ini mengatakan bahwa kelak akan tercapai efisiensi ekonomi yang maksimal di masing-masing negara. Sebaliknya, kelompok-kelompok yang menentang akan mengatakan bahwa kesepakatan liberalisasi perdagangan ini pasti akan memakan korban (khususnya di negaranegara yang kemampuan ekonominya rendah). Pandangan yang cukup netral mungkin datang dari kelompok tengah, yang mengatakan bahwa AFTA ini sesungguhnya dapat dijadikan sebagai ajang pembelajaran bagi masing-masing negara sebelum memasuki kesepakatan liberalisasi perdagangan yang lebih luas lagi, yang kelak memang tidak dapat dihindari. Dengan kondisi internal negaranegara ASEAN yang dapat dikatakan relatif cukup seimbang, masing-masing negara memiliki kesempatan untuk mempersiapkan diri agar tidak menjadi bulanbulanan. Di Indonesia sendiri perbedaan pandangan ini juga terjadi. Kenyataannya memang tidak semua kelompok pengusaha menyambut gembira atas diberlakukannya kesepakatan AFTA ini. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Adianto P. Simamora di harian The Jakarta Post, disebutkan bahwa dari sebuah survey yang dilakukan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia terhadap 80 pengusaha pada berbagai bidang, tercatat paling tidak ada 27 pengusaha yang menyatakan belum siap untuk menghadapi pemberlakuan AFTA ini. Berangkat dari kenyataan tersebut, maka Indonesia mau tidak mau dituntut untuk mampu mengambil kebijakan dan strategi perdagangan yang tepat, agar dapat menghadapi pemberlakuan AFTA tersebut sebaik mungkin dan dapat memperoleh kemanfaatan yang sebesar-besarnya dari kesepakatan tersebut. Dalam hal ini, kebijakan dan strategi yang diambil tersebut harus dapat menjadi jembatan, bahwa di satu sisi pemberlakuan AFTA ini dan keikutsertaan Indonesia di dalamnya adalah sesuatu kenyataan yang harus dipatuhi, namun di sisi lain Indonesia harus mampu mengambil kesempatan dari pemberlakuan AFTA ini guna memperoleh kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan nasional. RUMUSAN MASALAH Berangkat dari penjelasan di atas, maka rumusan permasalahan pokok yang terdapat dalam tulisan ini adalah, Bagaimana kebijakan dan strategi perdagangan Indonesia dalam menghadapi pemberlakuan kesepakatan AFTA (ASEAN Free Trade Area). GAGASAN UTAMA Gagasan utama yang dikemukan dalam tesis ini adalah bahwa tingkat orientasi keluar (outward orientation) yang dimiliki Indonesia dalam bidang perdagangan luar-negeri sampai saat ini masih rendah, baik diukur melalui Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu 680

3 parameter kebebasan (liberality) maupun diukur melalui parameter keterbukaan (openess). Maka dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Indonesia masih berorientasi ke dalam (inward oriented). Namun demikian, pemberlakuan kesepakatan AFTA ini bagaimanapun telah mempengaruhi kebijakan perdagangan yang diambil oleh pemerintah Indonesia. Hal ini misalnya dapat dilihat dari perubahan kebijakan ekspor, impor, dan kepabeanan yang dilakukan pemerintah, guna menyesuaikan dengan apa yang telah disepakati dalam kesepakatan AFTA. Selain itu pemerintah juga telah melakukan langkah-langkah yang bersifat fasilitatif dan proaktif guna mengembangkan kegiatan perdagangan Indonesia dengan kawasan ASEAN. KERANGKA ANALISA Pada dasarnya pembahasan terhadap kebijakan perdagangan luar-negeri Indonesia dalam menghadapai pemberlakuan AFTA yang terdapat dalam tulisan ini menggunakan pendekatan yang bersifat analitis-deskriptif. Meski demikian, tulisan ini juga menggunakan teori yang dikemukakan oleh Judith M. Dean, Seema Desai, dan James Riedel tentang tingkat orientasi keluar (outward orientation) yang dimliki suatu negara dalam bidang perdagangan luar-negeri, sebagai salah satu alat analisa utamanya. Pengukuran terhadap tingkat outward orientation ini sendiri akan menggunakan 2 parameter. Yang pertama adalah parameter kebebasan (liberality), yang diukur melalui besar-kecilnya tingkat intervensi yang dilakukan pemerintah dalam kegiatan perdagangan luar-negeri. Dan yang kedua adalah parameter keterbukaan (openess), yang diukur melalui tinggi-rendahnya (seberapa signifikan) rasio nilai perdagangan luar-negeri terhadap GDP yang dimiliki oleh suatu negara. PEMBAHASAN KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA Parameter Keterbukaan (Openess) Kondisi perdagangan luar-negeri Indonesia mulai mengalami perkembangan pesat ketika rezim orde baru, yang memiliki perhatian besar terhadap masalah pembangunan ekonomi, mulai berkuasa. Disahkannya UU tentang Penanaman Modal Asing (tahun 1967) dan UU tentang Penanaman Modal Dalam-Negeri (tahun 1968) pada awal rezim ini berkuasa, telah mendorong berkembangnya sektor industri melalui kegiatan penanaman modal. Berkembangnya sektor industri ini sedikit banyak juga telah mendorong berkembangnya sektor perdagangan luar-negeri Indonesia. Perkembangan sektor perdagangan luar-negeri Indonesia ini kemudian mendapat tambahan energi ketika pada dekade 1980an investasi asing di sektor industri masuk secara besar-besaran ke Indonesia. Industri yang didirikan tersebut umumnya merupakan hasil relokasi dari negara-negara industri maju (misalnya Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa Barat) dan negara-negara industri baru (misalnya Korea Selatan dan Taiwan), dalam rangka mencari lokasi produksi baru yang lebih kompetitif. Mengalir derasnya investasi asing di sektor 681 Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

4 industri ini telah meningkatkan nilai perdagangan luar-negeri Indonesia dengan sangat pesat. Namun, meski sektor perdagangan luar-negeri tersebut mengalami perkembangan pesat, nilainya terhadap aktifitas ekonomi deomestik masih belum terlalu signifikan. Sampai tahun 2006, rasio nilai perdagangan luar-negeri terhadap GDP (parameter openess) Indonesia tercatat hanya sebesar 44,4 %. Bahkan dalam 7 tahun terakhir (periode ), rasio tersebut mengalami tren penurunan (lihat tabel 1). Dengan kondisi ini maka kita dapat menilai bahwa parameter openess yang dimiliki Indonesia sampai saat ini masih tergolong rendah. Tahun Tabel 1: Perkembangan Parameter Keterbukaan (Openess) Indonesia Dalam Bidang Perdagangan Luar-Negeri ( ) Ekspor Impor Total Perdagangan GDP Rasio Total Perdagangan Terhadap GDP ( % ) (US$ juta) (US$ juta) (US$ juta) (US$ juta) , , , ,0 57, , , , ,0 53, , , , ,4 43, , , ,9 237, , , ,1 251, , , , ,2 51, , , , ,8 44,4 Sumber: Diolah dari data yang terdapat dalam buku ASEAN Statistical Yearbook 2005, serta laporan Intra- and Extra- ASEAN Trade 2005, Extra- and Intra- ASEAN Trade 2006, Gross Domestic Product in ASEAN 2007, dan Selected Basic ASEAN Indicators Selain itu, khusus untuk perdagangan dengan ASEAN, pangsa perdagangan Indonesia dengan ASEAN sampai saat ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pangsa perdagangan intra-asean secara umum. Sampai tahun 2006 pangsa perdagangan Indonesia dengan ASEAN tercatat sebesar 23,4%, sedangkan pangsa perdagangan intra-asean secara umum tercatat sebesar 25,1%. Dengan kondisi ini kita dapat mengatakan bahwa sampai saat ini orientasi perdagangan Indonesia dengan kawasan ASEAN masih lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata orientasi perdagangan intra-asean secara umum. Parameter Kebebasan (Liberality) Masalah parameter kebebasan (liberality), khususnya yang terkait dengan masalah banyaknya aturan/ kebijakan pemerintah yang dinilai dapat menghambat Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu 682

5 berlangsungnya kegiatan perdagangan luar-negeri, telah menjadi persoalan di seluruh negara ASEAN. Berbagai kesepakatan yang dibuat nyatanya belum berhasil menghapus berbagai hambatan non-tarif yang telah menghambat kelancaran kegiatan perdagangan intra-asean. Karena itu dalam AEM ke-38 di Kuala Lumpur, Malaysia, negara-negara ASEAN sepakat untuk memulai kembali proses penghapusan hambatan non-tarif tersebut dengan cara yang baru. Proses penghapusan hambatan non-tarif tersebut dimulai dengan menugaskan Sekretariat ASEAN untuk mengevaluasi berbagai produk hukum yang dimiliki oleh masing-masing negara anggota yang terkait dengan masalah perdagangan luar-negeri. Aturan-aturan yang ada tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam 3 kategori. Yang pertama adalah kategori green box, yaitu produk-produk hukum yang dinilai masih boleh berlaku atau masih boleh dipertahankan. Yang kedua adalah kategori amber box, yaitu produkproduk hukum yang perubahannya masih bergantung pada kelanjutan negosiasi yang dilakukan di antara negara-negara anggota. Dan yang ketiga adalah kategori red box, yaitu produk-produk hukum yang dinilai harus dihapuskan atau diubah agar tidak lagi menjadi hambatan dalam kegiatan perdagangan intra ASEAN. Berdasarkan hasil evaluasi ini, masing-masing negara anggota kemudian diharuskan untuk memperbaiki aturan-aturan perdagangannya yang masuk dalam kategori red box dan amber box tersebut. Indonesia sendiri, berdasarkan hasil supervisi yang dilakukan oleh Sekretariat ASEAN tersebut, diketahui masih memiliki 217 produk hukum yang masuk dalam kategori red box, 121 produk hukum yang masuk dalam ketegori amber box, dan hanya 93 produk hukum yang masuk dalam kategori green box. Maka dengan jumlah peraturan yang masuk dalam kategori red box sebanyak itu, dan hanya seperlima dari peraturan yang ada yang masuk dalam kategori green box, kita dapat menilai bahwa parameter liberality yang dimiliki Indonesia sampai saat ini masih sangat rendah. Maka berdasarkan telaah terhadap kedua parameter di atas (liberality dan openess), dimana kedua-dua parameter tersebut menunjukkan nilai yang rendah, kita dapat menyimpulkan bahwa secara normatif tingkat outward orientation yang dimiliki Indonesia dalam bidang perdagangan luar-negeri sampai saat ini masih rendah, atau dengan kata lain Indonesia sampai saat ini masih berorientasi ke dalam (inward oriented). UPAYA PEMERINTAH Meski tingkat outward orietation yang dimiliki Indonesia masih rendah, namun kita tidak bisa begitu saja mengatakan bahwa langkah dan kebijakan yang diambil Indonesia selama ini tidak siap untuk menghadapi pemberlakuan AFTA tersebut. Bagaimanapun harus diakui bahwa pemerintah selama ini telah mengambil berbagai kebijakan untuk melaksanakan isi kesepakatan AFTA tersebut, dan juga telah melakukan langkah-langkah guna menghadapi pemberlakuan AFTA tersebut. 683 Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

6 Penghapusan Hambatan Tarif Meski tingkat kepatuhan Indonesia untuk menghapus hambatan non-tarif masih tergolong rendah (terbukti dari masih banyaknya terdapat aturan yang masuk dalam kategori red box), namun untuk penurunan/ penghapusan hambatan tarif Indonesia tergolong patuh melaksanakannya. Terkait dengan upaya penurunan/ penghapusan hambatan tarif dalam rangka pelaksanaan AFTA tersebut, posisi Indonesia sampai saat ini adalah sebagai berikut: 1. Inclusion List (IL) Sampai saat ini Indonesia telah memasukkan sebanyak pos tarif ke dalam IL untuk diturunkan tarifnya menjadi hanya 0 5 %. 2. Temporary Exclusion List (TEL) Indonesia sudah tidak lagi memiliki pos tarif yang masuk ke dalam TEL. 3. Sensitive List (SL)/ Highly Sensitive List (HSL) Indonesia memasukkan 11 pos tarif ke dalam HSL, yaitu pos tarif untuk produk beras dan gula. Produk beras dan gula ini sendiri tidak hanya sensitif bagi perekonomian namun juga bagi kestabilan nasional. 4. General Exclusion List (GEL) Indonesia telah memasukkan sebanyak 100 pos tarif barang-barang yang dianggap penting guna melindungi keamanan nasional, moral masyarakat, kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, serta barang-barang seni dan bernilai sejarah/ arkeologis ke dalam GEL ini. Desentralisasi Kewenangan Pengeluaran SKA Surat Keterangan Asal (SKA) barang, didefinisikan sebagai sebuah dokumen yang berisi penjelasan tentang dari mana suatu produk itu berasal, yang berdasarkan kesepakatan yang ada dalam suatu perjanjian perdagangan ataupun secara sepihak ditetapkan oleh negara pengekspor atau oleh negara tujuan ekspor wajib untuk disertakan setiap kali barang tersebut memasuki wilayah pabean negara tujuan ekspor. SKA ini sendiri merupakan instrumen yang penting bagi pemberlakuan skema CEPT-AFTA, yaitu dalam kaitannya dengan ketentuan tentang kandungan ASEAN. Dalam hal ini SKA tersebut berfungsi sebagai pernyataan jaminan dari pihak eksportir bahwa barang-barang yang diekspornya tersebut benar-benar diproduksi di negara ASEAN dan telah memenuhi syarat kandungan ASEAN minimal 40%. Maka keberadaan SKA ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi agar suatu produk bisa memperoleh kemudahan yang terdapat dalam skema CEPT-AFTA tersebut. Di Indonesia, kewenangan untuk mengeluarkan SKA tersebut saat ini telah didesentralisasikan ke banyak instansi. Dalam hal ini instansi-instansi yang diberi kewenangan untuk mengeluarkan SKA tersebut adalah: 1. Dinas Perdagangan Provinsi/ Kabupaten/ Kota yang telah ditetapkan oleh Menteri Perdagangan setelah memenuhi persyaratan tertentu. 2. P.T. (Persero) Kawasan Berikat Nusantara dan kantor cabangnya di Jakarta, yaitu untuk barang-barang yang diproduksi di kawasan berikat tersebut. Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu 684

7 3. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS), yaitu untuk barang-barang yang diekspor melalui Pelabuhan Bebas Sabang tersebut. 4. Otorita Pengembangan Daerah Industri (OPDI) Batam, yaitu untuk barangbarang yang diproduksi di Kawasan Pengembangan Daerah Industri Batam tersebut. 5. Lembaga Tembakau cabang Medan dan Surakarta, serta Balai Pengujian Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) dan Lembaga Tembakau Surabaya dan Jember, yaitu untuk ekspor produk tembakau dan produk-produk turunannya. Terdesentralisasinya kewenangan untuk mengeluarkan SKA ini sangat memudahkan produsen/ eksportir yang ingin memperoleh SKA tersebut, sebagai syarat untuk bisa memperoleh kemudahan-kemudahan yang terdapat dalam kesepakatan AFTA. Selain itu, terdesentralisasinya kewenangan mengeluarkan SKA ini juga mendorong semakin berkembangnya kegiatan ekspor ke daerahdaerah sehingga tidak terpusat hanya di satu kawasan tertentu saja. Ketentuan Tentang Safeguard Policy Safeguard policy didefinisikan sebagai suatu ketentuan yang terdapat dalam suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan yang memungkinkan negaranegara yang ikut serta dalam kesepakatan tersebut untuk melakukan langkahlangkah guna memulihkan ataupun melindungi industri dalam negerinya dari terjadinya kerugian serius ataupun ancaman kerugian serius, sebagai akibat dari pemberlakuan kesepakatan liberalisasi perdagangan tersebut. Negara-negara anggota AFTA sendiri sejak awal telah menyadari tentang kemungkinan terjadinya kerugian serius ataupun ancaman kerugian serius yang diakibatkan oleh pemberlakuan AFTA ini. Karena itu dalam kesepakatan AFTA ini ketentuan tentang safeguard policy tersebut diatur secara eksplisit dalam CEPT-AFTA Agreement pada artikel VI tentang Emergency Measures. Dalam rangka melindungi industri dalam negeri dari kemungkinan terjadinya kerugian serius ataupun ancaman kerugian serius sebagai akibat dari keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kesepakatan liberalisasi perdagangan, pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang menjadi dasar hukum bagi pemberlakuan langkah-langkah yang dianggap perlu guna melindungi industri dalam negeri tersebut. Peraturan tersebut adalah Keppres No. 84 tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri Dari Akibat Lonjakan Impor. Meski banyak mengadopsi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Agreement on Safeguard yang ada dalam kesepakatan GATT/ WTO, namun Keppres ini merupakan payung hukum dan panduan bagi pemberlakuan safeguard policy di Indonesia secara umum, termasuk juga bagi pemberlakuan ketentuan tentang Emergency Measures yang terdapat dalam kesepakatan AFTA. Fasilitasi Bagi Kegiatan Perdagangan Selain melakukan upaya-upaya guna memenuhi ketentuan yang terdapat dalam kesepakatan AFTA, pemerintah juga telah mengambil langkah-langkah dan kebijakan yang bersifat fasilitatif guna mempermudah pelaksanaan kegiatan perdagangan luar-negeri serta membantu pelaku usaha nasional dalam 685 Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

8 memanfaatkan keberadaan AFTA. Dalam hal kebijakan yang bersifat fasilitatif tersebut, pemerintah saat ini telah memberlakukan berbagai kemudahan dalam kegiatan ekspor dan impor. Salah satunya adalah dengan menerapkan sistem pengurusan perizinan secara online di berbagai instansi. Lebih jauh lagi, pemerintah saat ini juga sedang mengembangkan suatu sistem pelayanan yang lebih lengkap dan integratif bagi kegiatan eskpor dan impor, yang dikenal dengan nama sistem INSW (Indonesian national Single Window). Dengan menggunakan sistem INSW ini, kegiatan pengurusan perizinan, kepabeanan, dan kepelabuhan/ kebandarudaraan dapat dilakukan secara terintegrasi melalui internet dengan hanya menggunakan satu jendela (window). Pengembangan sistem INSW ini sendiri merupakan bagian dari pengembangan sistem pelayanan bagi kegiatan ekspor dan impor pada tingkat yang lebih luas lagi (yaitu tingkat ASEAN) yang dikenal dengan nama sistem ASW (ASEAN Single Window). Gambar 4.1: Model Konseptual ASEAN Single Window Sumber: ASW Technical Guide Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu 686

9 Gambar 4.4: Entitas Pendukung Yang Terlibat Dalam Pelaksanaan Uji-coba Sistem INSW di Tanjung Priok Sumber: Slide Pemaparan Tentang Rencana Kerja Pelaksanaan Uji-coba Sistem NSW di Pelabuhan Tanjung Priok Priok yang dipresentasikan oleh Tim Kerja Pelaksanaan Uji-coba Sistem NSW pada tanggal 28 Agustus 2007 di Hotel Borobudur, Jakarta. Sistem INSW tersebut saat ini sedang dalam masa uji-coba di pelabuhan Tanjung Priok. Pelaksanaan uji-coba ini sendiri melibatkan 5 instansi pemerintah (DJBC, DJ Daglu, BPOM, Baratan, dan Puskari), pengelola pelabuhan/ bandara, dan perbankan sebagai pihak yang memberikan pelayanan. Diharapkan pada bulan September 2008 sistem INSW ini sudah dapat digunakan secara nasional, untuk selanjutnya diintegrasikan ke dalam sistem ASW pada bulan Desember Pada akhirnya, pemberlakuan sistem INSW dan ASW ini diharapkan akan dapat memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha untuk bisa melakukan kegiatan pengurusan perizinan, kepabeanan, dan kepelabuhan/ kebandarudaraan dengan lebih terintegrasi, efektif, dan efisien. Upaya Pengembangan Ekspor Nasional Guna mengembangkan kegiatan perdagangan luar-negeri Indonesia serta dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan berbagai kesepakatan liberalisasi perdagangan yang diikuti Indonesia (termasuk kesepakatan AFTA), pemerintah telah melakukan langkah-langkah proaktif yang diharapkan dapat semakin mendorong berkembangnya ekspor nasional. Salah satunya adalah dengan membentuk sebuah lembaga, yaitu Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), yang secara khusus bertugas untuk melakukan usaha pengembangan 687 Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

10 ekspor nasional. Dalam melaksanakan tugasnya untuk mengembangkan ekspor nasional tersebut, BPEN menitikberatkan pada 5 hal pokok, yaitu: 1. Menyediakan pelayanan informasi mengenai peluang ekspor. 2. Menjembatani calon pembeli yang berasal dari luar-negeri dengan produsen yang ada di dalam-negeri. 3. Melakukan kegiatan promosi produk ekspor Indonesia 4. Memberikan pembinaan, pendidikan, dan pelatihan kepada produsen dan eksportir nasional 5. Melakukan usaha pengembangan kegiatan ekspor di daerah. KESIMPULAN Dari keseluruhan pembahasan yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, kita dapat melihat bahwa sampai saat ini tingkat orientasi keluar (outward orientation) yang dimiliki Indonesia dalam bidang perdagangan luarnegeri masih rendah, atau dengan kata lain Indonesia sampai saat ini masih berorientasi ke dalam (inward oriented). Demikian pula dengan orientasi perdagangan Indonesia dengan kawasan ASEAN, dimana pangsa perdagangan Indonesia dengan ASEAN masih lebih rendah jika dibandingkan dengan pangsa perdagangan intra-asean secara umum. Namun demikian, bagaimanapun telah ada upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar ke depannya Indonesia bisa mengambil porsi yang lebih besar dalam kegiatan perdagangan luar-negeri dan dalam kegiatan perdagangan intra-asean tersebut. Dan khusus terkait dengan pelaksanaan AFTA, Indonesia telah mengambil langkah-langkah dan kebijakan guna melaksanakan isi kesepakatan AFTA tersebut serta pada saat yang sama berupaya untuk memanfaatkan keberadaannya secara maksimal bagi kepentingan nasional. DAFTAR PUSTAKA BUKU DAN LAPORAN ASEAN Secretariat, ASEAN Statistical Yearbook 2005, Jakarta: ASEAN Secretariat, Departemen Perdagangan RI, Laporan Perdagangan AFTA 1993, Jakarta: Departemen Perdagangan RI, Ditjen Kerjasama ASEAN - Departemen Luar Negeri RI, Peningkatan Kesiapan Dan Prospek Sektor Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan Indonesia Dalam Perdagangan Bebas ASEAN, Jakarta: Ditjen Kerjasama ASEAN, Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional - Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, AFTA dan Implementasinya, Jakarta: Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional, Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional - Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional Periode Desember 2003, Jakarta: Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan, Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu 688

11 Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional - Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI, Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional Periode Januari 2004, Jakarta: Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan, Ditjen Perdagangan Luar Negeri - Departemen Perdagangan RI, Kebijakan Umum di Bidang Ekspor, Jakarta: Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Sugeng, B., How AFTA Are You?: A Question to Enterpreneurs Who Act Locally But Think Globally, Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama, JURNAL, ARTIKEL, TULISAN, DAN PRESENTASI Dean, J. M., Desai, S., & Riedel, J., Trade Policy Reform in Developing Countries since 1985: A Review of The Evidence, dalam World Bank Discussion Papers No. 267, Simamora, A.P., Will Or Won t AFTA?, dimuat di harian The Jakarta Post. Tim Kerja Pelaksanaan Uji-coba Sistem NSW - Tim Persiapan NSW RI, Pemaparan Tentang Rencana Kerja Pelaksanaan Uji-coba Sistem NSW di Pelabuhan Tanjung Priok Priok (slide untuk bahan presentasi pada tanggal 28 Agustus 2007 di Hotel Borobudur, Jakarta), Jakarta: Tim Kerja Pelaksanaan Uji-coba sistem NSW, 2007 SURAT KABAR DAN MAJALAH Harian Republika edisi Senin 4 September WEBSITE ASEAN Secretariat, Gross Domestic Product in ASEAN 2007, ASEAN Secretariat, Intra- and extra- ASEAN Trade 2005, ASEAN Secretariat, Intra- and extra- ASEAN Trade 2006, ASEAN Secretariat, Selected Basic ASEAN Indicators 2006, Wahyu Daniel, NSW Tahap I Diluncurkan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan Indonesia-Thailand Agreement On The Common Effective Preferential Tariff Scheme For The ASEAN Free Trade

Lebih terperinci

BAB 2 KETENTUAN POKOK DALAM KESEPAKATAN AFTA DAN KEBIJAKAN INDONESIA DALAM IMPLEMENTASINYA SELAMA PERIODE

BAB 2 KETENTUAN POKOK DALAM KESEPAKATAN AFTA DAN KEBIJAKAN INDONESIA DALAM IMPLEMENTASINYA SELAMA PERIODE BAB 2 KETENTUAN POKOK DALAM KESEPAKATAN AFTA DAN KEBIJAKAN INDONESIA DALAM IMPLEMENTASINYA SELAMA PERIODE 1992-2003 2.1. Proses Terbentuknya AFTA Terbentuknya AFTA diawali dalam KTT ASEAN IV di Singapura,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan berbagai rumusan masalah yang terdapat pada Bab 1 dan memberikan saran bagi berbagai

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS STRATEGI KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM MENGHADAPI KESEPAKATAN AFTA HAKA AVESINA ASYKUR

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS STRATEGI KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM MENGHADAPI KESEPAKATAN AFTA HAKA AVESINA ASYKUR UNIVERSITAS INDONESIA TESIS STRATEGI KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM MENGHADAPI KESEPAKATAN AFTA HAKA AVESINA ASYKUR 0806438534 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM PASCA SARJANA

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT TO ESTABLISH AND IMPLEMENT THE ASEAN SINGLE WINDOW (PERSETUJUAN UNTUK MEMBANGUN DAN PELAKSANAAN ASEAN SINGLE WINDOW)

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia NOMOR : 43/M-DAG/PER/10/ /M-DAG/PER/9/2007

Menteri Perdagangan Republik Indonesia NOMOR : 43/M-DAG/PER/10/ /M-DAG/PER/9/2007 Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 43/M-DAG/PER/10/2007---/M-DAG/PER/9/2007 TENTANG PENERBITAN SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN)

Lebih terperinci

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS DR. Mhd. Saeri, M.Hum (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah wadah bagi negara-negara Asia Tenggara untuk memperjuangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekspor merupakan salah satu bagian penting dalam perdagangan internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Kutznets dalam Todaro dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Think Globally, hal.22. Strategi kebijakan..., Haka Avesina 1 Asykur, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Think Globally, hal.22. Strategi kebijakan..., Haka Avesina 1 Asykur, FISIP UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah AFTA (ASEAN Free Trade Area), bagi negara-negara pesertanya, sekarang adalah sebuah kenyataan yang mau tidak mau harus dihadapi. Ini karena sejak tanggal 1

Lebih terperinci

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peranan penerapan suatu sistem hukum dalam pembangunan demi terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 17/M-DAG/PER/9/2005

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 17/M-DAG/PER/9/2005 Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 17/M-DAG/PER/9/2005 TENTANG PENERBITAN SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICA TE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) dengan mengurangi atau menghilangkan tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun negara yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Integrasi ekonomi, Sesuai dengan tujuan pembentukannya, yaitu untuk menurunkan hambatan perdagangan dan berbagai macam hambatan lainnya diantara satu negara dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa Menteri Perdagangan melalui surat Nomor: 330/M- DAG/SD/4/2016 tanggal 14 April 2016 hal Permohonan Perubahan Peraturan Menter

2016, No c. bahwa Menteri Perdagangan melalui surat Nomor: 330/M- DAG/SD/4/2016 tanggal 14 April 2016 hal Permohonan Perubahan Peraturan Menter No.773, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea Masuk. Tarif. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/PMK.010/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG PERUBAHAN KLASIFIKASI DAN PENETAPAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR PRODUK-PRODUK TERTENTU DALAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Aliran Perdagangan ASEAN dan Negara Anggota ASEAN Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap hasil estimasi model gravity untuk persamaan perdagangan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Juli 2014, neraca perdagangan Thailand dengan Dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci

BAB 4 UPAYA PENGEMBANGAN KEGIATAN PERDAGANGAN DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB 4 UPAYA PENGEMBANGAN KEGIATAN PERDAGANGAN DENGAN KAWASAN ASEAN BAB 4 UPAYA PENGEMBANGAN KEGIATAN PERDAGANGAN DENGAN KAWASAN ASEAN 4.1. Fasilitasi Perdagangan Melalui Sistem ASEAN Single Window dan Indonesia Single Window 4.1.1 ASEAN Single Window Disepakatinya berbagai

Lebih terperinci

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Bab 3 1. Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional Hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatan-kesepakatan tertentu, dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1034, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Sistem Sertifikasi Mandiri. Percontohan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/M-DAG/PER/8/2013

Lebih terperinci

KEGIATAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE (AHTN) 2017

KEGIATAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE (AHTN) 2017 KEGIATAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE (AHTN) 2017 A. Pendahuluan Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

1. 3. Realisasi ekspor DKI Jakarta berdasarkan Penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA)

1. 3. Realisasi ekspor DKI Jakarta berdasarkan Penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) Terdapat 3 (tiga) kategori realisasi Ekspor di DKI Jakarta 1. 1. Realisasi ekspor melalui DKI Jakarta Pengertiannya adalah realisasi hasil/ nilai kegiatan ekspor yang produknya dihasilkan oleh perusahaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND THE BASIC AGREEMENT ON THE ASEAN INDUSTRIAL COOPERATION SCHEME (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Pembentukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Pembentukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Pembentukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta berdiri sejak tahun 1950, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan transportasi dewasa ini semakin mempermudah akses dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional. Perkembangan inilah yang

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

perdagangan, industri, pertania

perdagangan, industri, pertania 6. Organisasi Perdagangan Internasional Untuk mempelajari materi mengenai organisasi perdagangan internasional bisa dilihat pada link video berikut: https://bit.ly/2i9gt35. a. ASEAN (Association of South

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah tumbuh dengan pesat dan memainkan peranan penting dan strategis dalam perekonomian global. Meningkatnya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

MEMBANGUN TIM EFEKTIF

MEMBANGUN TIM EFEKTIF MATERI PELENGKAP MODUL (MPM) MATA DIKLAT MEMBANGUN TIM EFEKTIF EFEKTIVITAS TIM DAERAH DALAM MEMASUKI ERA ASEAN COMMUNITY 2016 Oleh: Dr. Ir. Sutarwi, MSc. Widyaiswara Ahli Utama BPSDMD PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *)

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, bahwa yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/M-DAG/PER/3/2015

Lebih terperinci

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 segera dimulai. Tinggal setahun lagi bagi MEA mempersiapkan hal ini. I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK,

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERLAKUAN AREA PERDAGANGAN BEBAS ASEAN DI INDONESIA

PENGARUH PEMBERLAKUAN AREA PERDAGANGAN BEBAS ASEAN DI INDONESIA PENGARUH PEMBERLAKUAN AREA PERDAGANGAN BEBAS ASEAN DI INDONESIA (Studi Kasus : Dampak Pemberlakuan Area Perdagangan Bebas ASEAN Terhadap Perdagangan Batik Pekalongan ke Asia Tenggara Tahun 2006-2007) Disusun

Lebih terperinci

Kerja sama ekonomi internasional

Kerja sama ekonomi internasional Meet -12 1 hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya dalam bidang ekonomi melalui kesepakatankesepakatan tertentu, dengan memegang prinsip keadilan dan saling menguntungkan. Tujuan umum kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan Internasional merupakan suatu ilmu yang bersifat interdisipliner yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Liberalisasi Perdagangan Nur Baladina, SP. MP. Lab. Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka

BAB I PENDAHULUAN. Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka tiga faktor Ukuran ekonomi, Cina sebagai pusat perdagangan dunia, dan pengaruh permintaan domestik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan www.packindo.org oleh: Ariana Susanti ariana@packindo.org ABAD 21 Dunia mengalami Perubahan Kemacetan terjadi di kota-kota besar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG KETENTUAN PENERBITAN SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE 5.1. Aliran Perdagangan dan Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three Sebelum menganalisis kinerja ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada KTT ASEAN ke-20 yang dihadiri oleh seluruh anggota yaitu: Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN

Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015 1 Oleh : Dr. M. Nasich, Ak 2 Dasar Pembentukan Pasar Tunggal ASEAN Integrasi ekonomi merupakan langkah penting bagi pencapaian ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2016, yang merupakan sebuah integrasi ekonomi yang didasarkan pada kepentingan bersama

Lebih terperinci

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. Pertemuan 5 Dinamika Organisasi Internasional Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A. STTKD Yogyakarta Jl.Parangtritis Km.4,5 Yogyakarta, http://www.sttkd.ac.id info@sttkd.ac.id, sttkdyogyakarta@yahoo.com

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan munculnya perjanjian kerjasama perdagangan antar dua negara atau yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan munculnya perjanjian kerjasama perdagangan antar dua negara atau yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses liberalisasi perdagangan mengalami perkembangan yang signifikan, ditandai dengan munculnya perjanjian kerjasama perdagangan antar dua negara atau yang

Lebih terperinci