FARIANTO & DARMANTO LAW FIRM. KUMPULAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FARIANTO & DARMANTO LAW FIRM. KUMPULAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan"

Transkripsi

1 FARIANTO & DARMANTO LAW FIRM KUMPULAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan SOHO Pancoran South Jakarta, North Wing Noble 1102, Jl. M. T. Haryono Kav. 2-3, Pancoran, Jakarta Selatan Mobile:

2 DAFTAR ISI 1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003 tentang Kesalahan Berat 2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 115/PUU- VII/2009 Tentang Hak Berunding Serikat Pekerja 3. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU- IX/2011 Tentang Upah Proses 4. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU- IX/2011 Tentang Efesiensi 5. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU- IX/2011 Tentang Outsouring 6. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU- IX/2011 Tentang PHK karena Pengusaha tidak membayar upah 7. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU- X/2012 Tentang Daluarsa Tuntutan Pembayaran Upah 8. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU- XI/2013 Tentang Pemenuhan Hak-Hak atas Buruh dalam Hal Perusahaan Pailit atau Dilikuidasi 9. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7/PUU- XII/2014 Tentang Frasa demi hukum Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8) dan Pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan 10. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU- XIV/2016 tentang masa jabatan hakim Ad- Hoc Pasal 67 ayat (2) UU 2/ Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU- XIII/2015 tentang daluwarsa di dalam Pasal 171 UU 13/2003 dan Pasal 82 UU 2/2004 Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang Menolak Permohonan Uji Materi UU Ketenagakerjaan Farianto & Darmanto Law Firm 2

3 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003 tentang Kesalahan Berat Latar belakang kasus : Beberapa ketua organisasi serikat buruh di Indonesia mengajukan permohonan uji materiil terhadap Pasal 158, 159 dan 160 UUKetenagakerjaan karena dianggap telah melanggar asas praduga tak bersalah (presumption of innocent). Amar putusan : M E N G A D I L I : 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian; 2. Menyatakan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan: Pasal 158; Pasal 159; Pasal 160 ayat (1) sepanjang mengenai anak kalimat. bukan atas pengaduan pengusaha ; Pasal 170 sepanjang mengenai anak kalimat. kecuali Pasal 158 ayat (1), ; Pasal 171 sepanjang menyangkut anak kalimat. Pasal 158 ayat (1) ; Pasal 186 sepanjang mengenai anak kalimat. Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1) ; bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Farianto & Darmanto Law Firm 3

4 3. Menyatakan Pasal 158; Pasal 159; Pasal 160 ayat (1) sepanjang mengenai anak kalimat. bukan atas pengaduan pengusaha ; Pasal 170 sepanjang mengenai anak kalimat. kecuali Pasal 158 ayat (1) ; Pasal 171 sepanjang menyangkut anak kalimat. Pasal 158 ayat (1) ; dan Pasal 186 sepanjang mengenai anak kalimat. Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 4. Menolak permohonan para Pemohon untuk selebihnya; Farianto & Darmanto Law Firm 4

5 Respon Kenmenaker Terhadap Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003 Tentang Kesalahan Berat Surat Edaran Menakertrans Nomer: SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi atas Hak Uji Materil UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terhadap UUD Respon Mahkamah Agung Terhadap Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003 Tentang Kesalahan Berat Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 03 tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan Farianto & Darmanto Law Firm 5

6 Penerapan Kesalahan Berat Setelah Putusan MK PENGUSAHA Menerapkan Pasal 158 seperti sebelum adanya putusan MK, yakni melakukan PHK sepihak tanpa membayarkan pesangon dan penghargaan masa kerja. Hanya melaporkan tindak pidana yang dilakukan pekerja ke Polisi sedangkan proses ketenagakerjaanya di biarkan atau menunggu putusan pidana. Melaporkan pekerja terlebih dahulu ke polisi dan apabila di lakukan penahanan setelah 6 (enam) bulan tidak dapat menjalankan pekerjaan atau belum 6 (enam) bulan tetapi telah ada putusan bersalah dari pengadilan pidana maka pengusaha menerbitkan Surat Keputusan PHK sepihak sesuai Pasal 160 UU Ketenagakerjaan. Tidak melaporkan kesalahan berat pekerja ke polisi akan tetapi langsung melakukan proses PHK sesuai UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (bipartite, mediasi, PHI) Tidak melaporkan kesalahan berat pekerja ke polisi asalkan pekerja bersedia mengundurkan diri atau diakhiri hubungan kerjanya tanpa pesangon dan penghargaan masa kerja. Membuat pengakhiran hubungan kerja terlebih dahulu dengan pekerja setelah itu melakukan proses pidana dengan melaporkan kesalahan berat pekerja. MEDIATOR Menolak melakukan mediasi tanpa memberikan anjuran apabila belum ada putusan pidana. Melakukan mediasi dan menerbitkan anjuran, apabila dalam proses mediasi pengusaha menyatakan bersedia memberikan kompensasi sebesar 1 x ketentuan pasal 156 ayat (2), (3) & (4) UU Ketenagakerjaan. Melakukan mediasi dan menerbitkan anjuran untuk mempekerjakan pekerja pada posisi semula atau melakukan pemutusan hubungan kerja dengan memberikan kompensasi pesangon sebesar 2 x ketentuan pasal 156 ayat (2), penghargaan masa kerja sesuai pasal 156 ayat (3) & (4) UU Farianto & Darmanto Law Firm PHI Menyatakan gugatan tidak dapat diterima apabila gugatan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat belum memiliki putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Mengabulkan gugatan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat apabila kesalahan berat diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dan pengusaha dapat membuktikanya dalam persidangan. Dalam hal ini pengadilan akan memberikan hukuman kepada pengusaha untuk membayarkan kompensasi sebesar 1 x ketentuan pasal 156 ayat (2), (3) & (4) UU Ketenagakerjaan. Namun sebagian pengadilan ada yang memutuskan tanpa memberikan hak pesangon dan penghargaan masa kerja. Mengabulkan gugatan pemutusan hubungan kerja karena kesalahan berat meskipun dianggap tidak terbukti. Pada beberapa kasus hakim justru mendasarkan alasan pemutusan hubungan kerja karena efisiensi sebagaimana diatur dalam pasal 164 ayat 3 UU Ketenagakerjaan, dan apabila pengusaha dinilai telah kehilangan kepercayaan dan hubungan kerja menjadi disharmonis maka pengusaha akan dihukum untuk membayarkan pesangon sebesar 2 x ketentuan pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan 6

7 Saran Penerapan Kesalahan Berat Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama tetap mengatur kesalahan berat dengan mengganti istilah menjadi: - Pelanggaran dengan sanksi Pemutusan Hubungan Kerja - Pelanggaran lainya, dll Mengubah istilah pidana dalam kesalahan berat menjadi istilah ketenagakerjaan, misalnya: Mencuri diganti dengan mengeluarkan, memindahkan atau membawa barang milik perusahaan tanpa melalui prosedur dan ijin atasan, untuk dikuasai atau dimiliki baik sendiri maupun bersama-sama. Melakukan proses perundingan bipartit, mediasi dan PHI. Kompensasi dapat diatur dalam PP atau PKB, tanpa Kompensasi atau Nol tetapi dalam penerapanya Kompensasi pelanggaran ini, dalam putusan PHI pada umumnya adalah 1 x pasal 156 ayat (2) (3) & (4) UU No.13 tahun 2003, karena PHI merujuk pada pasal 161 atau di anggap sebagai pelanggaran PP atau PKB. Proses pidana sudah dapat dilakukan bersamaan dengan proses PHK, sehingga apabila pekerja secara nyata melakukan tindak pidana secara bersamaan proses hukum dapat dijalankan. Identifikasi permasalahan yang diduga sebagai tindak pidana harus dilakukan dengan cermat, supaya proses hukum pidana dapat berjalan dengan baik. Back to Daftar Isi Farianto & Darmanto Law Firm 7

8 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 115/PUU-VII/2009 Tentang Hak Berunding Serikat Pekerja Latar belakang kasus : Serikat Pekerja BCA Bersatu mengajukan uji materiil terhadap Pasal 120 ayat (1), (2) dan (3) UU Ketenagakerjaan karena tidak diikutsertakan dalam perundingan PKB PT. Bank Central Asia, Tbk. M E N G A D I L I 1. Menyatakan permohonan Pemohon dikabulkan untuk sebagian; 2. Menyatakan Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Farianto & Darmanto Law Firm 8

9 3. Menyatakan Pasal 120 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) sepanjang: i) frasa, Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka..., dihapus, sehingga berbunyi, para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing masing serikat pekerja/serikat buruh, dan ii) ketentuan tersebut dalam angka (i) dimaknai, dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, maka jumlah serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili dalam melakukan perundingan dengan pengusaha dalam suatu perusahaan adalah maksimal tiga serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang jumlah anggotanya minimal 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh pekerja/buruh yang ada dalam perusahaan ; Farianto & Darmanto Law Firm 9

10 4. Menyatakan Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat; 5. Menyatakan Pasal 120 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang: i) frasa, Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka..., tidak dihapuskan, dan Farianto & Darmanto Law Firm 10

11 ii) ketentuan tersebut tidak dimaknai, dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, jumlah serikat pekerja/serikat buruh yang berhak mewakili dalam melakukan perundingan dengan pengusaha dalam suatu perusahaan adalah maksimal tiga serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh yang jumlah anggotanya minimal 10% (sepuluh perseratus) dari seluruh pekerja/buruh yang ada dalam perusahaan ; 6. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; 7. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya; Farianto & Darmanto Law Firm 11

12 Respon Kenmenaker Terhadap Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 115/PUU-VII/2009 Tentang Hak Berunding Serikat Pekerja Permenakertrans No.Per.16/MEN/XI/2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan pengesaahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. Pasal 17 Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh: Permenaker No.28 tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan pengesaahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. Pasal 19 Farianto & Darmanto Law Firm 12

13 Penerapan hak berunding Serikat Pekerja Pengusaha hanya menerima serikat pekerja yang memenuhi syarat untuk berunding PKB Pengusaha menerima semua serikat pekerja di Perusahaan sepanjang ada kesepakatan antar serikat pekerja Serikat pekerja menerima serikat pekerja minoritas untuk ikut berunding Serikat pekerja menolak serikat pekerja minoritas untuk ikut berunding Perselisihan antar serikat pekerja akibat pembagian perwakilan tim perunding tidak sesuai atau akibat serikat pekerja minoritas tidak diikutkan dalam perundingan PKB Farianto & Darmanto Law Firm 13

14 Saran penerapan hak berunding Serikat Pekerja Pengusaha mengakomodir serikat pekerja yang memenuhi syarat untuk melakukan perundingan PKB kecuali antar serikat pekerja mayoritas dengan minoritas memiliki kesepakatan maka Pengusaha disarankan untuk menerima dalam perundingan Memberikan ruang yang cukup bagi serikat pekerja dalam perundingan, artinya tidak harus tim perunding 9 : 9 tetapi dapat fleksibel Tidak berpihak kepada salah satu serikat pekerja apabila terjadi perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan terkait hak berunding Back to Daftar Isi Farianto & Darmanto Law Firm 14

15 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-IX/2011 Tentang Upah Proses Latar belakang kasus : Rommel Ginting mengajukan uji materiil terhadap Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan karena upah proses dihentikan sejak putusan pengadilan hubungan industrial. M E N G A D I L I Menyatakan: 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon; 2. Frasa belum ditetapkan dalam Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap; Farianto & Darmanto Law Firm 15

16 3. Frasa belum ditetapkan dalam Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; Farianto & Darmanto Law Firm 16

17 Respon Mahkamah Agung Terhadap Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-IX/2011 Tentang Upah Proses Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 03 tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan Farianto & Darmanto Law Firm 17

18 Penerapan Upah Proses Upah proses diartikan komponennya adalah gaji pokok Upah proses diartikan komponennya adalah gaji pokok dan tunjangan tetap beserta hak-hak lainnya Upah proses diartikan secara sempit sebagai upah skorsing Upah proses dibayarkan untuk maksimal 6 (enam) bulan Upah proses dibayarkan hanya sampai Putusan PHI atau tercapainya Perjanjian Bersama Upah proses dibayarkan sampai dengan putusan berkekuatan hukum tetap Farianto & Darmanto Law Firm 18

19 Saran penerapan upah proses Upah proses diartikan komponennya adalah gaji pokok dan tunjangan tetap beserta hak-hak lainnya Upah proses wajib dibayarkan apabila Perusahaan melakukan skorsing kepada karyawan Upah proses tidak diberikan kepada karyawan yang mangkir, menjalani penahanan dan sakit berkepanjangan Upah proses hanya dibayarkan sampai PHI menyatakan putus hubungan kerja beserta kompensasi PHK Upah proses harus selalu dibuktikan pembayarannya pada tingkat mediasi maupun persidangan di PHI supaya Pengadilan tidak menghukum pengusaha membayar upah proses Memberitahukan penghentian pembayaran upah proses kepada karyawan setelah putusan PHI dengan mendasarkan pada amar putusan Pengadilan dan menyatakan siap untuk membayar upah proses sampai dengan putusan berkekuatan hukum tetap apabila putusan yang lebih tinggi memerintahkan Back to Daftar Isi Farianto & Darmanto Law Firm 19

20 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-IX/2011 Tentang Efesiensi Latar belakang kasus : Pekerja Hotel Papandayan mengajukan uji materiil terhadap Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan karena di PHK saat Hotel Papandayan melakukan renovasi. M E N G A D I L I Menyatakan: 1. Permohonan para Pemohon dikabulkan untuk sebagian; 2. Menyatakan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang frasa perusahaan tutup tidak dimaknai perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu ; 3. Menyatakan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) pada frasa perusahaan tutup tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai perusahaan tutup permanen atau perusahaan tutup tidak untuk sementara waktu ; Farianto & Darmanto Law Firm 20

21 4. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; 5. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya; Farianto & Darmanto Law Firm 21

22 Penerapan efesiensi Efesiensi dilakukan untuk mengurangi karyawan meskipun tidak ada kerugian perusahaan dan penutupan perusahaan Efesiensi oleh Pengadilan sering dijadikan alasan PHK apabila perusahaan melakukan gugatan PHK tetapi tidak berhasil membuktikan gugatannya Pekerja maupun serikat pekerja selalu menolak PHK dengan alasan efesiensi apabila perusahaan tidak tutup permanen Efesiensi sering dijadikan alasan PHK karena masalah like and dislike Farianto & Darmanto Law Firm 22

23 Saran penerapan efisiensi PP atau PKB mengatur alasan PHK karena efisiensi dengan mengubah istilah efisiensi menjadi reorganisasi, restrukturisasi, pengurangan karyawan atau yang lainnya Memulai PHK efisiensi dengan menawarkan secara sukarela kepada karyawan Menawarkan tambahan kompensasi PHK bagi karyawan yang mengikuti program PHK secara sukarela Memiliki dasar atau acuan dari konsultan independen terkait perubahan organisasi, penutupan kantor cabang, pengurangan karyawan dan lainnya Melakukan proses perundingan bipartit, mediasi dan PHI. Membayarkan upah skorsing karyawan yang menolak efisiensi secara sukarela dan menjalani proses PHK Back to Daftar Isi Farianto & Darmanto Law Firm 23

24 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 Tentang Outsourcing Latar belakang kasus : Pekerja yang berprofesi sebagai pengukur meteran listrik dengan status pekerja outsourcing, ketika pekerja pindah ke perusahaan outsourcing lainnya, masa kerja di perusahaan outsourcing yang lama tidak diakui oleh perusahaan outsourcing yang baru. M E N G A D I L I Menyatakan: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; 2. Frasa perjanjian kerja waktu tertentu dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa perjanjian kerja untuk waktu tertentu dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; Farianto & Darmanto Law Firm 24

25 3. Frasa perjanjian kerja waktu tertentu dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa perjanjian kerja untuk waktu tertentu dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; 4. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;. 5. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; Farianto & Darmanto Law Firm 25

26 Respon Kenmenaker Terhadap Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 Tentang Outsourcing Permenakertrans Nomer. 19 tahun 2012 tentang Syarat syarat Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain. Surat Edaran Menakertran Nomer. SE.04/MEN/VIII/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Permenakertrans Nomer. 19 tahun 2012 tentang Syarat syarat Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain. Farianto & Darmanto Law Firm 26

27 Penerapan outsourcing Alur kegiatan menjadi dasar bagi pelaksanaan pemborongan pekerjaan. Khusus untuk perusahaan pertambangan dan migas, alur kegiatan menjadi dasar bagi pelaksanaan pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja. Perusahaan outsourcing (pemborongan dan PPJP) dapat mempekerjakan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) TUPE (Transfer of Undertaking Protection of Employement) bagi pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) antara perusahaan outcourcing dengan pekerja. Kegiatan penunjang oleh karyawan outsourcing sering diartikan sebagai kegiatan utama sehingga menimbulkan perselisihan Outsourcing sering diartikan hanya untuk pekerjaan sementara padahal dapat dilakukan terus-menerus Outsourcing dilakukan tidak mengikuti ketentuan mengenai pemborongan atau penyedia jasa pekerja Farianto & Darmanto Law Firm 27

28 Saran penerapan outsourcing Pekerjaan yang diserahkan kepada pihak ketiga baik melalui pemborongan atau penyedia jasa pekerja harus merupakan kegiatan penunjang Perusahaan pemberi kerja harus memiliki alur kegiatan yang telah disahkan oleh asosiasi perusahaan Perusahaan pemberi kerja tidak mencampuri hubungan kerja antara karyawan outsourcing dengan vendor Memastikan vendor atau perusahaan penerima pekerjaan memenuhi hak karyawan dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pemborongan atau penyedia jasa pekerja Di dalam kontrak service, pemborongan atau PPJP disarankan memuat TUPE dan memastikan perjanjian kerja antara vendor dengan pekerjanya yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT memuat TUPE. IPA (Indonesian Petroleum Association) dan AK3S (Asosiasi Kontraktor Kontrak Kerja Sama) disarankan untuk menegaskan alur kegiatan berlaku juga untuk PJP (Penyedia Jasa Pekerja) Back to Daftar Isi Farianto & Darmanto Law Firm 28

29 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-IX/2011 Tentang PHK karena Pengusaha tidak membayar upah Latar belakang kasus : Pekerja PT. Megahbuana Citramasindo tidak dibayarkan upahnya oleh Pengusaha selama 3 bulan berturut-turut. M E N G A D I L I Menyatakan: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai: Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu ; Farianto & Darmanto Law Firm 29

30 3. Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu ; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; Farianto & Darmanto Law Firm 30

31 Penerapan PHK karena Pengusaha tidak membayar upah Karyawan berhak mengajukan PHK apabila pengusaha dalam membayar upah tidak tepat waktu selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih Tidak membayar upah bukan berarti sama sekali tidak membayar melainkan tidak tepat waktu selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih dapat dikualifikasikan dengan tidak membayar upah Saran Perusahaan membayarkan upah karyawan tepat waktu dan teratur Back to Daftar Isi Farianto & Darmanto Law Firm 31

32 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-X/2012 Tentang Daluarsa Tuntutan Pembayaran Upah Latar belakang kasus : Ex SATPAM PT. Sandhy Putra Makmur sejak 2 Juli 2009 sampai dengan 11 Juni 2012 tidak dibayarkan kompensasi PHKnya oleh Pengusaha. Menyatakan: M E N G A D I L I 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 1.1. Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 1.2. Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Farianto & Darmanto Law Firm 32

33 Penerapan daluarsa tuntutan pembayaran upah Seluruh hak karyawan yang dianggap kurang dapat dituntut tanpa batas, seperti kekurangan upah lembur, kekurangan pembayaran upah minimum, kekurangan pembayaran pensiun atau kompensasi PHK lainnya. Padahal putusan Mahkamah Konstitusi tidak berlaku surut Perhitungan kurang bayar yang terjadi sebelum tahun 2012 hanya dihitung sejak tahun 2010 karena Pasal 96 pada saat itu mengatur daluwarsa hak karyawan selama 2 (dua) tahun dan karena putusan MK tidak berlaku surut maka perhitungan hak diterapkan maksimal terhitung sejak 2010 Farianto & Darmanto Law Firm 33

34 Saran penerapan daluarsa tuntutan pembayaran upah Menghitung hak-hak karyawan sesuai ketentuan normatif (baik yang diatur dalam PK, PP atau PKB maupun Undang-undang) Back to Daftar Isi Farianto & Darmanto Law Firm 34

35 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 Tentang Pemenuhan Hak-Hak atas Buruh dalam Hal Perusahaan Pailit atau Dilikuidasi Latar belakang kasus : Pekerja Pertamina memiliki kekhawatiran apabila Perusahaan pailit atau dilikuidasi, hak-hak pekerja tidak didahulukan Menyatakan: M E N G A D I L I 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian; 1.1 Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai: pembayaran upah pekerja/buruh yang terhutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lrlang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur separatis; 1.2 Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: pembayaran upah pekerja/buruh yang terhutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lrlang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur separatis; 2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; 3. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya. Farianto & Darmanto Law Firm 35

36 Penerapan pemenuhan hak-hak atas buruh dalam hal Perusahaan pailit atau dilikuidasi Hak pekerja dalam hal perusahaan pailit tidak didahulukan karena kekayaan perusahaan digunakan untuk membayar kewajiban hutang kepada pihak lain Saran Dalam hak perusahaan pailit, perusahaan untuk pertama kali menyelesaikan hak pekerja berupa kompensasi PHK sesuai ketentuan Pasal 165 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat 2, 3 dan 4 Back to Daftar Isi Farianto & Darmanto Law Firm 36

37 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7/PUU-XII/2014 Tentang Frasa demi hukum Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8) dan Pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan Latar belakang kasus : Pekerja dari beberapa vendor outsourcing dengan status PKWT melaporkan adanya penyimpangan terhadap PKWT kepada pegawai pengawas hingga keluar nota pemeriksaan yang memerintahkan pada vendor untuk mengangkat para pekerja menjadi PKWTT, namun nota tersebut tidak dijalankan oleh perusahaan vendor. Menyatakan: 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon; M E N G A D I L I 1.1 Frasa demi hukum pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat: 1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding; dan 2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan perundang-undangan; Farianto & Darmanto Law Firm 37

38 1.2 Frasa demi hukum pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat: 1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding; dan 2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan perundang-undangan; 1.3 Frasa demi hukum pasal 65 ayat (8) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat: Farianto & Darmanto Law Firm 38

39 1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding; dan 2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan perundang-undangan; 1.4 Frasa demi hukum pasal 65 ayat (8) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat: 1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding; dan 2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan perundang-undangan; Farianto & Darmanto Law Firm 39

40 1.5 Frasa demi hukum pasal 66 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat: 1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding; dan 2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan perundangundangan; 1.6 Frasa demi hukum pasal 66 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat: 1. Telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan bipartit tersebut tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak untuk berunding; dan 2. Telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan perundangundangan; 2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Farianto & Darmanto Law Firm 40

41 Penerapan frasa demi hukum Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8) dan Pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan demi hukum diartikan jika Pengadilan telah menyatakan status hubungan kerja karyawan berubah menjadi karyawan tetap atau karyawan pemberi kerja atau karyawan perusahaan outsourcing demi hukum diartikan jika Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan telah mengeluarkan nota pemeriksaan yang menyatakan status hubungan kerja karyawan berubah menjadi karyawan tetap atau karyawan pemberi kerja atau karyawan perusahaan outsourcing Nota pemeriksaan bersifat final dan mengikat apabila telah dilakukan perundingan bipartit dan disahkan oleh Pengadilan Negeri Pengadilan Hubungan Industrial masih menyatakan berwenang memeriksa dan mengadili perselisihan terkait status hubungan kerja meskipun Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan telah menerbitkan nota pemeriksaan Farianto & Darmanto Law Firm 41

42 Saran penerapan frasa demi hukum Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8) dan Pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan Dalam melakukan kontrak dengan karyawan harus mendasarkan pada jenis dan sifat pekerjaan karena kontrak hanya dapat dilakukan untuk pekerjaan yang sifatnya sementara/sekali selesai, pekerjaan selesai paling lama 3 (tiga) tahun, musiman, produk baru Dalam melakukan penyerahan pekerjaan kepada pihak ketiga, pekerjaan yang diserahkan harus merupakan kegiatan penunjang dan harus didasari dengan perjanjian pemborongan atau penyedia jasa pekerja Dalam hal Pegawai Pengawas mengeluarkan nota pemeriksaan maka upaya yang dapat dilakukan adalah menempuh proses penyelesaian hubungan industrial (bipartit, mediasi, PHI) Back to Daftar Isi Farianto & Darmanto Law Firm 42

43 Latar Belakang Kasus: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-XIV/2016 tentang masa jabatan hakim Ad- Hoc Pasal 67 ayat (2) UU 2/2004 Seorang hakim Ad-Hoc PHI dari serikat pekerja merasa pembatasan masa jabatan yang diatur di dalam Pasal 67 ayat (2) UU 2/2004 adalah bertentangan dengan UUD NRI 1945 MENGADILI 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; 2. Menyatakan Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dann tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai Masa Tugas Hakim Ad-Hoc adalah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali setiap 5 (lima) tahun yang diusulkan oleh Ketua Mahkamah Agung dengan terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari lembaga pengusul yang prosesnya sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku Farianto & Darmanto Law Firm 43

44 3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia; 4. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya. Farianto & Darmanto Law Firm 44

45 Penerapan Hakim Ad-Hoc yang telah selesai masa tugasnya selama 5 tahun, dapat diangkat kembali setiap 5 (lima) tahun. Sehingga Hakim Ad-Hoc dapat menjabat untuk beberapa periode (lebih dari 2 periode) Back to Daftar Isi Farianto & Darmanto Law Firm 45

46 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XIII/2015 tentang daluwarsa di dalam Pasal 171 UU 13/2003 dan Pasal 82 UU 2/2004 Latar Belakang Kasus: Pemohon merasa ketentuan di dalam Pasal 171 UU 13/2003 dan Pasal 82 UU 2/2004 mengenai daluwarsa pengajuan gugatan telah melanggar hak konstitusionalnya. MENGADILI Menyatakan: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; 1.1. Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356), sepanjang anak kalimat Pasal 159 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Farianto & Darmanto Law Firm 46

47 1.2. Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Indsutrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356), sepanjang anak kalimat Pasal 159 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat 2. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya; 3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Farianto & Darmanto Law Firm 47

48 Penerapan Jangka waktu daluwarsa 1 tahun untuk mengajukan gugatan yang diatur di dalam Pasal 171 UU 13/03 dan Pasal 82 UU 2/2004, tetap berlaku untuk alasan PHK karena pekerja di tahan dan pengunduran diri (Pasal 160 dan Pasal 162) Back to Daftar Isi Farianto & Darmanto Law Firm 48

49 Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang Menolak Permohonan Uji Materi UU Ketenagakerjaan 1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 61/PUU-VIII/2010 terhadap : a. Pasal 1 angka 22 UU 13/2003 sepanjang frasa karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 b. Pasal 88 ayat (3) huruf a UU 13/2003 yang menyatakan Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi: a. upah minimum;... haruslah dimaknai upah minimum sama dengan besaran Kebutuhan Hidup Layak (KHL) c. Pasal 90 ayat (2) UU 13/2003 yang menyatakan, Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan, memberikan celah kepada pengusaha untuk tidak patuh terhadap hukum d. Pasal 160 ayat (3) dan ayat (6) UndangUndang a quo, telah mengabaikan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) e. Pasal 162 ayat (1) UU 13/2003 yang menyatakan, Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4), telah menghapuskan penghargaan dan bakti seorang pekerja/buruh atas pengabdiannya kepada perusahaan selama bekerja f. Pasal 171 UU 13/2003 sepanjang frasa dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya, tidak memberikan perlindungan hukum karena telah memberikan batasan bagi pekerja/buruh yang mencari keadilan Farianto & Darmanto Law Firm 49

50 2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-X/2012 terhadap Pasal 163 ayat (1) tentang Perbedaan Penafsiran Sepanjang Frasa Dapat UU Ketenagakerjaan 3. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XI/2013 terhadap Pasal 160 ayat (3) tentang PHK dalam hal pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan karena dalam proses perkara pidana. 4. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 96/PUU-XI/2013 terhadap Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 tentang Outsoucing. 5. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-XII/2014 terhadap Pasal 88 ayat (4) dan Pasal 89 ayat (3) tentang Frasa dengan memperhatikan mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum. 6. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PUU-XIV/2016 terhadap Pasal 88 ayat (4) UU 13/2003 tentang frasa dan dengan memperhatikan mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum bagi pekerja untuk mendapatkan imbalan dan penghidupan yang layak sebagaimana Pasal 28D ayat (2) UUD Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 99/PUU-XIV/2016 terhadap frasa tanpa diskriminasi Pasal 6, frasa demi hukum Pasal 59 ayat (7), serta frasa belum ditetapkan Pasal 155 ayat (2) UU 13/2003 (tidak diterima) Back to Daftar Isi Farianto & Darmanto Law Firm 50

51 SOHO Pancoran South Jakarta Jl. Let. Jend. MT. Haryono Kav. 2-3, North Wing Noble 1102 Pancoran Jakarta Selatan Telp (62-21) Website

INVENTARISASI PUTUSAN/KETETAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN

INVENTARISASI PUTUSAN/KETETAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN INVENTARISASI PUTUSAN/KETETAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN I. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun 1 13/10/2011 25/PUU-IX/2011 Menyatakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh I. PEMOHON M.Komarudin dan Muhammad Hafidz, sebagai perwakilan dari Federasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerja merupakan aset utama dalam sebuah perusahaan karena tanpa adanya pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam menghasilkan barang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Joko Handoyo, S.H.,.. Pemohon I 2. Wahyudi, S.E,. Pemohon II 3. Rusdi Hartono, S.H.,. Pemohon III 4. Suherman,.....

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XIII) PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) copyright by Elok Hikmawati 1 Pemutusan Hubungan Kerja Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004). RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 68/PUU-XIII/2015 Implikasi Interpretasi Frasa Anjuran Mediator dan Konsiliator pada Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Muhammad Hafidz

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang hidup sudah pasti membutuhkan biaya untuk dapat menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang harus mencari dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 114/PUU-XIII/2015 Daluarsa Pemutusan Hubungan Kerja I. PEMOHON 1. Muhammad Hafidz (Pemohon I); 2. Wahidin (Pemohon II); 3. Chairul Eillen Kurniawan (Pemohon III); 4.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN 34 BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN 3.1 Pelaporan Perjanjian Kerja Antara Perusahaan Pemberi Pekerjaan Dengan Perusahaan

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Hubungan Kerja Hubungan antara buruh dengan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah

Lebih terperinci

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum 1 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PPHI) Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu I. PEMOHON Hery Shietra, S.H...... selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia ketenagakerjaan berbagai konflik antara Pengusaha dan Pekerja selalu saja terjadi, selain masalah besaran upah, dan masalah-masalah terkait lainya, Pemutusan

Lebih terperinci

AKIBAT DAN SOLUSI HUKUM TERHADAP PUTUSAN JUDICIAL REVIEW NOMOR. 012/PUU-1/ 2003 UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003 Oleh : Indah Mahniasari, SH, MH

AKIBAT DAN SOLUSI HUKUM TERHADAP PUTUSAN JUDICIAL REVIEW NOMOR. 012/PUU-1/ 2003 UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003 Oleh : Indah Mahniasari, SH, MH 1 AKIBAT DAN SOLUSI HUKUM TERHADAP PUTUSAN JUDICIAL REVIEW NOMOR. 012/PUU-1/ 2003 UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003 Oleh : Indah Mahniasari, SH, MH Abstraksi Undang -Undang Ketengakerjaan ketika disahkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia I. PEMOHON 1. Agus Humaedi Abdillah (Pemohon I); 2. Muhammad

Lebih terperinci

Undang-undang No 13 tahun 2003 POKOK-POKOK KETENTUAN NORMATIF HUBUNGAN INDUSTRIAL KETENAGAKERJAAN DAN SERIKAT PEKERJA

Undang-undang No 13 tahun 2003 POKOK-POKOK KETENTUAN NORMATIF HUBUNGAN INDUSTRIAL KETENAGAKERJAAN DAN SERIKAT PEKERJA Undang-undang No 13 tahun 2003 POKOK-POKOK KETENTUAN NORMATIF HUBUNGAN INDUSTRIAL KETENAGAKERJAAN DAN SERIKAT PEKERJA 1 Seekor tiram berjemur diri dipantai dengan kedua kulitnya yang terbuka lebar, Tatkala

Lebih terperinci

Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit

Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit Dr. Sri Rahayu, SH, MM Widyaiswara Madya Badan Diklat Kementerian Tenaga Kerja Abstrak: (Diterima 13 November

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2)

Lebih terperinci

Forum HRD Bekasi 25 Oktober 2013 Hotel Sahid Jaya Lippo Cikarang

Forum HRD Bekasi 25 Oktober 2013 Hotel Sahid Jaya Lippo Cikarang Forum HRD Bekasi 25 Oktober 2013 Hotel Sahid Jaya Lippo Cikarang A. Kemalsjah Siregar kemal@kemalsjahlaw.com KEMALSJAH & ASSOCIATES Plaza Bapindo Menara Mandiri Lantai 22 Jl. Jend. Sudirman Kav. 54-55,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Perkumpulan Hisbut Tahrir Indonesia, organisasi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XI/2013 Pemberian Hak-Hak Pekerja Disaat Terjadi Pengakhiran Hubungan Kerja

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XI/2013 Pemberian Hak-Hak Pekerja Disaat Terjadi Pengakhiran Hubungan Kerja RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XI/2013 Pemberian Hak-Hak Pekerja Disaat Terjadi Pengakhiran Hubungan Kerja I. PEMOHON 1. Jazuli, sebagai Pemohon I; 2. Anam Supriyanti, sebagai Pemohon

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia I. PEMOHON 1. Agus Humaedi Abdillah (Pemohon I); 2. Muhammad Hafidz

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim I. PEMOHON Teguh Satya Bhakti, S.H., M.H. selanjutnya disebut

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 99/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 99/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 99/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANG- UNDANG

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XI/2013 Pemenuhan Perjanjian Pekerjaan Waktu Tertentu, Perjanjian Pekerjaan Pemborongan, dan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial I. PEMOHON Asosiasi

Lebih terperinci

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-undang Yang Terkait Dengan Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; Undang-Undang

Lebih terperinci

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Masih ingatkah Anda dengan peristiwa mogok kerja nasional tahun 2012 silam? Aksi tersebut merupakan

Lebih terperinci

Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK

Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Tata Cara Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK Oleh: Nuardi A. Dito Profil Nuardi A. Dito [nuardi.atidaksa@gmail.com] Pendidikan 1. Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2. Program Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XV/2017 Tenggang Waktu Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali I. PEMOHON Donaldy Christian Langgar. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Pasal 69 Undang-Undang

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Aspek Ketenagakerjaan Dalam Bisnis

STIE DEWANTARA Aspek Ketenagakerjaan Dalam Bisnis Aspek Ketenagakerjaan Dalam Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 4 Hubungan Bisnis Dengan Tenaga Kerja Setiap usaha/bisnis membutuhkan tenaga kerja sebagai mesin penggerak produksi. Tenaga kerja memegang peran vital

Lebih terperinci

Perselisihan Hubungan Industrial

Perselisihan Hubungan Industrial Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 1 angka 22 UU Ketenagakerjaan: Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 150 Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan I. PEMOHON PT. Bandung Raya Indah Lestari.... selanjutnya

Lebih terperinci

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan mengenai penentuan upah sehari Sesuai ketentuan Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan No. 13/2003, bahwa waktu kerja adalah: 1. a. 7 (tujuh)

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan I. PEMOHON 1. Ricky Kurnia Margono, S.H., M.H. 2. David Surya, S.H., M.H. 3. H. Adidharma

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja

BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja BAB II PROSEDUR PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Alasan Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja Alasan-alasan yang dapat membenarkan suatu pemberhentian/pemutusan dapat

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pekerja/buruh dan Pengusaha Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh adalah Setiap orang yang bekerja

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 99/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 99/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 99/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANG- UNDANG

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU 1/2004).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU 1/2004). RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 15/PUU-XIV/2016 Ketidakjelasan Definisi Hak Tagih Terhadap Utang Negara Menghambat PT. Taspen Melakukan Pembayaran Pensiun Kepada ASN/PNS I. PEMOHON Drs. Burhan Manurung,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2099, 2014 KEMENAKER. Peraturan Perusahaan. Pembuatan dan Pendaftaran. Perjanjian Kerja Sama. Pembuatan dan Pengesahan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 61/PUU-VIII/2010 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 61/PUU-VIII/2010 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 61/PUU-VIII/2010 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN PHK BOY BUCHORI ALKHOMENI HASIBUAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Oleh: Maya Jannah, S.H., M.H Dosen tetap STIH LABUHANBATU ABSTRAK Hukum ketenagakerjaan bukan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK I. PEMOHON Yan Herimen, sebagai Pemohon I; Jhoni Boetja, sebagai Pemohon II; Edy

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun I. PEMOHON Harris Simanjuntak II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan I. PEMOHON Rama Ade Prasetya. II. OBJEK PERMOHONAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H. 1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus I. PEMOHON Dahlan Pido II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang

Lebih terperinci

Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan Hubungan Kerja Suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha karena suatu hal tertentu. Pasal 1 angka 25 UU Ketenagakerjaan: Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota I. PEMOHON Agus II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Yati Nurhayati ABSTRAK Permasalahan perburuhan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha atau antara para pekerja

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengusaha maupun pekerja/buruh. Fakta menunjukkan bahwa PHK seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pengusaha maupun pekerja/buruh. Fakta menunjukkan bahwa PHK seringkali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selalu mejadi hal yang sulit baik bagi pengusaha maupun pekerja/buruh. Fakta menunjukkan bahwa PHK seringkali menimbulkan ketidakpuasan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi I. PEMOHON 1. Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Provinsi

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 100/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 100/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 100/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 100/PUU-X/2012

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 100/PUU-X/2012 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 100/PUU-X/2012 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan [Pasal 96] terhadap Undang-Undang

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Planet Electrindo Berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata I. PEMOHON Moch. Ojat Sudrajat S. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG MENTERI KETENAGAKERJAAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PUBLIKDONESIA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 54/PUU-XII/2014 Penetapan Tersangka dan Kewenangan Pegawai Internal BPK Sebagai Ahli Dalam Persidangan Atas Hasil Audit Laporan Internal Badan Pemeriksa Keuangan

Lebih terperinci

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4 BAB 4 Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja 1. Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN KEDUA PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (Outsourching)

RINGKASAN PERBAIKAN KEDUA PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (Outsourching) RINGKASAN PERBAIKAN KEDUA PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (Outsourching) I. PEMOHON Didik Suprijadi, dalam hal ini bertindak atas nama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; DASAR HUKUM * UUD 1945, pasal 28 D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint I. PEMOHON Sri Royani II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil

Lebih terperinci

The Presenting MSDM PemutusanHub ungan Kerja (PHK)

The Presenting MSDM PemutusanHub ungan Kerja (PHK) The Presenting MSDM PemutusanHub ungan Kerja (PHK) Kelompok V Nama Anggota : Ahmad Baiquni Al-Hakim (C1B013009) Shandra Syah Putra (C1B013012) Erick Willy Stevant M (C1B013017) Fatlilah (C1B013010) Oktia

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Gambaran hasil penelitian dalam Bab mengenai Hasil Penelitian dan Analisis ini akan dimulai dari pemaparan hasil penelitian terhadap peraturan perundangundangan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan I. PEMOHON Supriyono. II. OBJEK PERMOHONAN Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIV/2016 Pengalihan Pengawasan Ketenagakerjaan dari Pemerintah Kabupaten/ Kota ke Pemerintah Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIV/2016 Pengalihan Pengawasan Ketenagakerjaan dari Pemerintah Kabupaten/ Kota ke Pemerintah Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIV/2016 Pengalihan Pengawasan Ketenagakerjaan dari Pemerintah Kabupaten/ Kota ke Pemerintah Provinsi I. PEMOHON 1. Dendy Prayitno (sebagai Pemohon I); 2. Hendrik

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 45/PUU-XIV/2016 Kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 45/PUU-XIV/2016 Kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam Perselisihan Kepengurusan Partai Politik RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 45/PUU-XIV/2016 Kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam Perselisihan Kepengurusan Partai Politik I. PEMOHON AH. Wakil Kamal, S.H., M. H.,..... selanjutnya disebut Pemohon

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 92/PUU-XIII/2015 Prinsip Sidang Terbuka Untuk Umum Bagi Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang di Mahkamah Agung I. PEMOHON Forum Kajian Hukum dan Konstitusi

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-IX/2011

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-IX/2011 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan [Pasal 59 ayat (7), Pasal 65

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Afriady Putra S.,SH., S.Sos. Kuasa Hukum: Virza

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum I. PEMOHON Drs. Rahmad Sukendar, SH. Kuasa Hukum Didi Karya Darmawan, SE.,

Lebih terperinci

Kuasa Hukum: Fathul Hadie Utsman sebagai kuasa hukum para Pemohon, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 20 Oktober 2012.

Kuasa Hukum: Fathul Hadie Utsman sebagai kuasa hukum para Pemohon, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 20 Oktober 2012. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA NOMOR 10/PUU-XIII/2015 Hak dan Kesejahteraan Guru Non PNS yang diangkat oleh Satuan Pendidikan yang didirikan oleh Pemerintah. I. PEMOHON 1. Sanusi Afandi, S.H.,

Lebih terperinci

Meminimalkan Konflik dalam PHK

Meminimalkan Konflik dalam PHK Meminimalkan Konflik dalam PHK Definisi PHK Unsur Unsur Dalam PHK : 1. Merupakan pengakhiran hubungan kerja 2. Disebabkan suatu hal tertentu 3. Mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XIV/2016 Pembatasan Masa Jabatan dan Periodesasi Hakim Pengadilan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XIV/2016 Pembatasan Masa Jabatan dan Periodesasi Hakim Pengadilan Pajak RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XIV/2016 Pembatasan Masa Jabatan dan Periodesasi Hakim Pengadilan Pajak I. PEMOHON Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Cabang Pengadilan Pajak. Kuasa Pemohon: Drs. R.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA.

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Tujuan Mahasiswa mampu mendefinisikan PHK Mahasiswa mampu mengidentifikasi jenisjenis PHK Mahasiswa mampu menganalisis hak-hak pekerja yang di PHK Pengertian PHK adalah pengakhiran

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 110,111,112,113/PUU-VII/2009 tanggal 7 Agustus 2009 atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial I. PEMOHON Dr. H. Taufiqurrohman Syahuri, S.H Kuasa Hukum Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H. dkk berdasarkan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) sudah mulai dikenal dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa P U T U S A N Nomor 1351 K/Pdt.Sus-PHI/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus perselisihan hubungan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase I. PEMOHON Zainal Abidinsyah Siregar. Kuasa Hukum: RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase Ade Kurniawan, SH., Heru Widodo, SH., MH., dkk, advokat/ penasehat hukum

Lebih terperinci