2016 PENGEMBANGAN PENALARAN ILMIAH DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL LEVELS OF INQUIRY
|
|
- Sudomo Djaja Setiabudi
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, siswa terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, autentik, dan aktif (Allson dalam PMP IPA, 2014). Pada kurikulum IPA, pembelajaran harus berorientasi pada kemampuan aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, rasa ingin tahu, pengembangan sikap peduli dan bertanggungjawab terhadap lingkungan sosial dan alam. Siswa diarahkan untuk berinkuiri sehingga memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Inkuiri telah dianggap sebagai strategi penting dan efisien untuk memajukan pembelajaran sains. Inkuiri memfasilitasi siswa belajar, bekerja dan mengajukan pertanyaan dengan lebih baik dari pada pendekatan laboratorium tradisional (Hofstein, Navon, Kipnis & Mamlok-Naaman, 2005 ). Namun kenyataannya siswa masih memiliki masalah substansial mengenai penalaran ilmiah dalam inkuiri, seperti kesulitan dalam menyatakan suatu hipotesis yang dapat diuji, memilih variabel yang tepat, menentukan hubungan antar variabel, merancang percobaan untuk menguji dan meyakinkan hipotesis, menarik kesimpulan yang benar dari percobaan, menghubungkan data eksperimen dengan hipotesis, dan menafsirkan hasil dengan teori yang tepat (De Jong & Van Jollingen, 1998 ). Dengan demikian, inkuiri yang seharusnya mendorong penalaran ilmiah siswa sebagai salah satu tujuan utama dari 1
2 2 pendidikan sains tidak terpenuhi. (American Association for the Advancement of Science, 1993, National Research Council (NRC), 1996 ). Penalaran ilmiah penting bagi ilmu pengetahuan, namun penelitian Koslowski (1996) menunjukkan bahwa banyak langkah dalam inkuiri yang ditujukkan untuk penalaran ilmiah tidak mencerminkan atribut inti dari penalaran ilmiah itu sendiri. Dengan demikian, penalaran ilmiah harus dikembangkan pada siswa melalui latihan penalaran ilmiah dalam jangka waktu yang lebih panjang dan pendekatan inkuiri yang lebih tepat. (Chinn & Malhotra, 2002 ). National Science Teacher Association & Association for the Education of Teacher in Science/ NSTA &AETS (1998) menyatakan inkuiri sebagai pengembangan dan penggunaan higher order thinking. Keterampilan berpikir kritis termasuk ke dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi yang berkaitan dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis dan memecahkan masalah secara kreatif dan berpikir logis untuk menghasilkan pertimbangan dan keputusan yang tepat, sehingga keterampilan berpikir kritis dapat dikembangkan dengan inkuiri. Keterampilan berpikir kritis bukan merupakan suatu keterampilan yang dapat berkembang dengan sendirinya seiring dengan perkembangan fisik manusia. Keterampilan ini harus dilatih melalui pemberian stimulus yang menuntut seseorang untuk berpikir kritis. Sekolah sebagai suatu institusi penyelenggara pendidikan memiliki tanggung jawab untuk membantu siswanya mengembangkan keterampilan berpikir kritis (Rustaman,dkk, 2007) Pengembangan penalaran ilmiah dan berpikir kritis sesuai dengan tujuan mata pelajaran dalam kurikulum IPA yaitu: Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip IPA untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. (PMP IPA, 2014). Mengingat pentingnya kedua keterampilan tersebut, maka sudah seyogyanya pembelajaran IPA di sekolah dikelola sedemikian rupa sehingga mampu memfasilitasi
3 3 peserta didik untuk mengembangkan penalaran ilmiah dan berpikir kritis pada konsep yang dipelajarinya. Berdasarkan hasil pengamatan langsung di salah satu SMP di Kota Bandung, dapat dikatakan bahwa tujuan pembelajaran IPA untuk mengembangkan penalaran ilmiah dan berpikir kritis kurang tercapai. Hal ini didasarkan pada beberapa temuan berikut ini: 1. Hasil wawancara, yang dilakukan dengan salah satu guru IPA menyatakan bahwa pembelajaran di kelas belum berbasis inkuiri secara menyeluruh karena masih jarang dilakukan eksperimen, selain itu terdapat kesulitan dalam mengembangkan penalaran ilmiah dan berpikir kritis karena tipe soal yang digunakanpun masih berbentuk hafalan dan hitungan, tanpa pernah mencoba menggunakan tes terstandar, sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir tingkat tinggi dan cenderung hanya menghafalkan rumus-rumus. Sesekali dilakukan inkuiri dalam pembelajaran namun tidak melibatkan siswa secara penuh dalam penyelidikan ilmiah dan merencanakan suatu percobaan. Padahal penyelidikan ilmiah dan konten pengetahuan saling berhubungan untuk mendasari pengembangan berpikir ilmiah (Lampiran 3.13). 2. Hasil observasi, yang dilakukan di sekolah yang sama menunjukan bahwa pembelajaran belum memfasilitasi pengembangan berpikir tingkat tinggi, baik itu penalaran ilmiah maupun berpikir kritis. Hasil observasi mengenai pembelajaran di sekolah tersebut menunjukkan beberapa hal berikut ini: a. Tidak memfasilitasi pengembangan penalaran ilmiah terlihat karena selama pembelajaran belum menekankan pada keterampilan siswa berargumen sehingga siswa kurang mampu mengungkapkan gagasan atau ide yang dimilikinya. Selain itu pembelajaran berfokus pada penyampaian materi secara verbal kemudian menuliskan hal-hal yang dianggap penting di papan tulis. Meskipun terkadang terdapat tanya jawab dalam kegiatan pembelajaran, namun hanya beberapa siswa saja yang terlibat secara aktif. Selain itu, pada kegiatan pembelajaran jarang mengaitkan materi yang dipelajari dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-
4 4 hari, sehingga siswa tidak dapat mengembangkan keterampilan yang dapat digunakan di luar kelas, seperti pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. (Lampiran 3.15) b. Tidak memfasilitasi pengembangan penalaran ilmiah terlihat karena pada umumnya pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah. Pembelajaran seperti ini kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran (teacher center) sehingga siswa hanya menerima pengetahuan yang sudah jadi yang disampaikan terlebih dahulu tanpa membangun pengetahuan itu sendiri (Lampiran 3.15). Hal ini menyebabkan siswa hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang rendah sehingga tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya, termasuk potensi berpikir kritis. Eggen dan June Main (2001) mengatakan bahwa keterampilan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui pembelajaran IPA, dengan asumsi proses pembelajaran berdasar pada prinsip pembelajaran aktif. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran belum dapat memfasilitasi pengembangan penalaran ilmiah dan berpikir kritis terutama dalam melatihkan dan mengukurnya dengan tepat. Hal ini menyebabkan siswa belum mampu mengkonstruksi pengetahuannya secara mandiri, sehingga pengetahuan siswa kurang bermakna. Padahal seharusnya, ketika siswa mengontruksi pengetahuannya sendiri, maka pembelajaran akan lebih bermakna dan dapat diingat dalam jangka panjang. Selain itu siswa hanya mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan mengenai materi yang diajarkan tanpa mampu menghubungkannya dengan penerapan materi tersebut. Hal ini yang menyebabkan rendahnya kemampuan siswa bernalar ilmiah dan berpikir kritis. Esensi dari reformasi pendidikan IPA saat ini adalah pergeseran dari pengajaran tradisional, keterampilan berpikir tingkat rendah algoritmik ke pembelajaran yang memacu keterampilan berpikir tingkat tinggi diantaranya penalaran dan berpikir kritis (Rustaman,dkk. 2007). Alternatif solusi yang dipandang dapat mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan model inkuiri. Sudah banyak guru yang menerapkan berbagai jenis
5 5 pendekatan inkuiri seperti discovery learning, guided inquiry, ataupun free inquiry di dalam pembelajaran IPA. Akan tetapi fakta menunjukkan bahwa guru tersebut sekedar menerapkannya tanpa disertai adanya pemahaman yang komprehensif dalam menggunakannya (Wenning, 2010, hal 11). Akibatnya banyak pendekatan inkuiri di sekolah yang diterapkan secara terputus-putus (disconnected process), prosesnya tidak sistematis (random inquiry processes) dan seringkali gagal melatihkan intellectual processes skills yang berguna untuk mengembangkan pemahaman siswa (Wenning 2010, hlm 10). Wenning (2014) menyatakan bahwa penalaran ilmiah dan berpikir kritis termasuk ke dalam intellectual processes skill, sehingga keduanya harus dilatihkan dengan inkuiri yang sistematis dan komprehensif yaitu dengan model pembelajaran levels of inquiry. Levels of inquiry models merupakan unipolar rangkaian inkuiri yang terdiri atas enam tingkatan diawali dengan tingkat dasar hingga tingkat paling tinggi. Tingkatan tersebut adalah discovery learning, interactive demonstrative, inquiry lesson,inquiry lab, real-world application dan hypothetical inquiry. (Wenning 2005). Keenam tingkatan tersebut diurutkan berdasarkan kemampuan intelektual siswa dan pihak pengontrol. Semakin tinggi tingkat inkuiri semakin tinggi pula kemampuan intelektualnya. Wenning (2005) menjelaskan bahwa inkuiri yang dilakukan secara sistematis berdampak pada proses transfer pengetahuan yang berjalan dengan lebih efektif. Materi yang dikaji dalam penelitian ini adalah materi ajar gerak, materi ini dipilih karena materi gerak merupakan materi sederhana dan tidak sulit untuk dipelajari. Tetapi pada kenyataannya siswa teradang mengalami kesulitan memahami materi gerak dengan baik. Hal ini dengan banyaknya konsep dan contoh-contoh pada materi gerak yang dipelajari siswa hanya berupa hafalan bukan dipelajari secara bermakna. Selain itu, materi ini dipilih karena masih memungkinkan untuk dilakukannya eksperimen secara langsung oleh siswa dengan menggunakan alat-alat sederhana dan tidak membahayakan, sehingga pembelajaran levels of inquiry yang
6 6 menekankan kegiatan eksperimen masih dapat dilakukan. Materi ini juga memiliki aplikasi yang cukup banyak dalam kehidupan sehari-hari, seperti kereta api bergerak di rel yang lurus, gerak suatu benda menggunakan ticker timer, gerak jatuh bebas, gerak seorang penerjun payung, gerak mobil dalam balapan dan lain sebagainya sehingga diharapkan siswa mendapat manfaat belajar yang lebih bermakna. Penelitian levels of inquiry yang berhubungan dengan penalaran ilmiah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti dalam pembelajaran fisika, yaitu Lestari (2014) yang menyatakan bahwa levels of inquiry memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan penalaran ilmiah, baik pada tinjauan setiap aspek maupun keseluruhan. Selain itu, Maryanti (2014) manyatakan bahwa levels of inquiry dapat meningkatkan penalaran ilmiah siswa pada materi kalor. Jing Han (2013) menyebutkan bahwa penalaran ilmiah dapat dikembangkan dengan inkuiri ilmiah. Selain itu, Hidayat (2012) mengungkapkan levels of inquiry-interactive demonstration dapat dijadikan salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Beberapa penelitian di atas hanya berhasil dalam pembelajaran fisika dan belum melakukan penelitian mengenai levels of inquiry pada pembelajaran IPA terpadu. Selain itu, variabel yang diteliti pun belum ada yang menggunakan penalaran ilmiah dan berpikir kritis yang termasuk ke dalam intellectual processes skills. Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui pengembangan penalaran ilmiah dan berpikir kritis pada pembelajaran IPA terpadu dengan menggunakan model levels of inquiry. Penelitian ini merupakan penelitian weak experiment yang memberikan perlakuan hanya pada satu kelas tanpa adanya kelas pembanding.
7 7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalah dalam penelitan ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana pengembangan penalaran ilmiah dan keterampilan berfikir kritis siswa SMP pada pembelajaran IPA terpadu dengan menggunakan model levels of inquiry?. Untuk mempermudah pengkajian terhadap masalah yang diteliti, maka rumusan masalah di atas dirinci menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kemampuan penalaran ilmiah siswa SMP kelas VII pada pembelajaran IPA dengan menggunakan model levels of inquiry pada pokok bahasan gerak? 2. Bagaimanakah keterampilan berpikir kritis siswa SMP kelas VII pada pembelajaran IPA dengan menggunakan model levels of inquiry pada pokok bahasan gerak? 3. Bagaimanakan tanggapan siswa terhadap model pembelajaran levels of inquiry yang diterapkan di kelasnya? 4. Bagaimanakan tanggapan guru terhadap model pembelajaran levels of inquiry yang diterapkan di kelasnya? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini secara umum ditunjukkan untuk mengetahui pengembangan penalaran ilmiah dan keterampilan berfikir kritis siswa SMP pada pembelajaran IPA terpadu dengan menggunakan model levels of inquiry. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
8 8 1. Mengetahui kemampuan penalaran ilmiah siswa SMP kelas VII pada pembelajaran IPA dengan menggunakan model levels of inquiry pada pokok bahasan gerak. 2. Mengetahui keterampilan berpikir kritis siswa SMP kelas VII pada pembelajaran IPA dengan menggunakan model levels of inquiry pada pokok bahasan gerak pada pembelajaran IPA dengan menggunakan model levels of inquiry pada pokok bahasan gerak. 3. Mendapatkan gambaran tanggapan siswa terhadap model pembelajaran levels of inquiry yang diterapkan di kelasnya. 4. Mendapatkan gambaran tanggapan guru terhadap model pembelajaran levels of inquiry yang diterapkan di kelasnya. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi siswa, guru, sekolah maupun institusi lainnya. 1. Bagi siswa, melalui penelitian ini,diharapkan penalaran ilmiah dan berpikir kritis siswa dapat berkembang secara optimal. 2. Bagi guru, memberikan informasi untuk menambah pengetahuan mengenai model pembelajaran untuk mengembangkan penalaran ilmiah dan keterampilan berpikir kritis, baik untuk materi yang sama maupun yang materi lainnya. 3. Bagi sekolah, penelitian ini dapat menjadi sumber rujukan dalam penentuan kebijakan, perbaikan mutu di masa mendatang dan kajian untuk mengembangkan pembelajaran IPA di sekolah. 4. Bagi peneliti lain, dapat menjadi rujukan untuk mengembangkan dan melanjutkan penelitian ini sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan.
9 9 E. Penjelasan Istilah Supaya tidak terjadi perbedaan persepsi mengenai permasalahan yang diteliti, berikut dipaparkan penjelasan istilah: 1. Penalaran ilmiah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir dan memberikan suatu alasan melalui kegiatan inkuiri, eksperimen, menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta dan argumentasi untuk menyusun dan merubah (memodifikasi) suatu teori tentang alam, maupun sosial (Baoet al, 2009). Acuan penalaran ilmiah yang digunakan terdapat pada framework Lawson yang meliputi 6 aspek, yaitu penalaran yang diukur conservatorial reasoning, proportional reasoning, controlling variable, combinatorial reasoning, probabilistic reasoning, correlational reasoning. Namun, kerangka penalaran yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil pengembangannya yang dirumuskan oleh Jing Han. Kemampuan penalaran ilmiah ini dijaring dengan menggunakan instrumen berupa soal pilihan ganda beralasan yang diadaptasi dari Lawson Classroom Test of Scientific Reasoning (LCTSR) tahun 2000 yang kemudian dimodifikasi menjadi tes penalaran ilmiah modifikasi (MLCTSR) dimana konsep pada instrumen yang digunakan dikembangkan agar dapat mencakup konsep-konsep sains. 2. Keterampilan berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan berpikir kritis dalam framework Ennis (1985), yang menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan berpikir masuk akal/beralasan (reasonable) dan reflektif (reflective) yang difokuskan untuk mengambil keputusan tentang apa yang harus dilakukan atau apa yang harus diyakini. Dalam penelitian ini, berpikir kritis tersebut memiliki 4 kemampuan dasar, yaitu menginduksi, mengobservasi dan kredibilitas suatu sumber, mendeduksi dan mengidentifikasi asumsi. Keterampilan berpikir kritis ini dijaring dengan menggunakan instrumen berupa soal pilihan ganda yang diadaptasi dari Cornell Critical Thinking Skills Test.
10 10 3. Levels of inquiry yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model inkuiri yang dijelaskan oleh Wenning. Secara umum, levels of inquiry merupakan model pembelajaran yang diterapkan secara komprehensif dan sistematis, bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konseptual siswa serta mengembangkan pemahaman siswa tentang penyelidikan ilmiah dan sifat ilmu pengetahuan. Tahapan pada levels of inquiry ini adalah discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry laboratory, real-world application, dan hypothetical inquiry. Namun, dalam penelitian ini tahapan levels of inquiry dibatasi hanya pada tahap empat tahapan, yaitu discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson dan guided inquiry laboratory dengan alasan disesuaikan dengan tingkat berpikir subjek penelitian yang digunakan yaitu siswa SMP. Keempat tahapan tersebut diterapkan dalam proses pembelajaran selama tiga kali pertemuan. Untuk melihat keterlaksanaan levels of inquiry digunakan lembar observasi keterlaksanaan levels of inquiry dan transkrip rekaman video penerapan levels of inquiry. F. Struktur Organisasi Tesis Struktur organisasi tesis ini terdiri atas: Bab I memuat pendahuluan dari tesis yang berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, serta struktur organisasi tesis. Bab II memuat kajian pustaka mengenai penalaran ilmiah, keterampilan berpikir kritis, levels of inquiry, gambaran umum topik gerak, dan keterkaitan aspek levels of inquiry dengan penalaran ilmiah dan berpikir kritis. Bab III memuat penjabaran lebih rinci mengenai pendekatan penelitian termasuk beberapa komponen lainnya, yaitu metode dan desain penelitian, lokasi,
11 11 populasi dan sampel, instrument penelitian, prosedur penelitian, dan teknik pengumpulan data hingga analisis data. Bab IV memuat penjabaran hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari dua hal pokok yaitu pengolahan atau analisis data dan pembahasan atau analisis temuan. Bab V memuat simpulan, implikasi dan rekomendasi yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian sekaligus mengajukan hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan dari hasil penelitian tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad 21 ini, merupakan abad yang penuh dengan persaingan dalam segala bidang termasuk dalam bidang pendidikan. Namun tidak sejalan dengan hal tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini prestasi belajar (achievement) sains siswa Indonesia secara internasional masih berada pada tingkatan yang rendah, hal tersebut dapat terindikasi
Lebih terperinci2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Literasi sains adalah kemampuan seseorang untuk memahami sains, dan kemampuan seseorang untuk menerapkan sains bagi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih terperinciPENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literasi sains telah menjadi istilah yang digunakan secara luas sebagai karakteristik penting yang harus dimiliki oleh setiap warga negara dalam masyarakat modern
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis dan terus menerus terhadap suatu gejala alam sehingga menghasilkan produk tertentu.
Lebih terperinci2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abad 21 merupakan abad kompetitif di berbagai bidang yang menuntut kemampuan dan keterampilan baru yang berbeda. Perubahan keterampilan pada abad 21 memerlukan perhatian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nokadela Basyari, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemahaman konsep sangat penting dimiliki oleh siswa SMP. Di dalam Permendikbud nomor 64 tahun 2013 telah disebutkan bahwa siswa memahami konsep berdasarkan
Lebih terperinci2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjang kemajuan dari suatu bangsa karena bangsa yang maju dapat dilihat dari pendidikannya yang maju pula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUA N A.
1 BAB I PENDAHULUA N A. Latar Belakang Penelitian Sains memiliki peran yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan manusia, oleh karena itu sains diperlukan oleh seluruh masyarakat Indonesia (science
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literasi sains merupakan salah satu ranah studi Programme for Internasional Student Assessment (PISA). Pada periode-periode awal penyelenggaraan, literasi sains belum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
Lebih terperinciBAB II LEVELS OF INQUIRY MODEL DAN KEMAMPUAN INKUIRI. guru dengan siswa dalam berinteraksi. Misalnya dalam model pembelajaran yang
7 BAB II LEVELS OF INQUIRY MODEL DAN KEMAMPUAN INKUIRI A. Pembelajaran Inkuiri Menurut Wenning (2011) model pembelajaran berfungsi agar pembelajaran menjadi sistematis. Selain itu, model pembelajaran menyediakan
Lebih terperinci1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Pembelajaran Fisika seyogyanya dapat menumbuhkan rasa ingin tahu yang lebih besar untuk memahami suatu fenomena dan mengkaji fenomena tersebut dengan kajian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran IPA harus menekankan pada penguasaan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak hanya penguasaan kumpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Azza Nuzullah Putri, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki sumber daya manusia yang cerdas serta terampil. Hal ini dapat terwujud melalui generasi
Lebih terperinciDAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan berupa fakta, konsep,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
Lebih terperinci2015 PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY (LOI)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Literasi sains merupakan kemampuan untuk memahami sains, menggunakan pengetahuan ilmiah dan membantu membuat keputusan tentang fenomena alam dan interaksinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pusat kajian statistik pendidikan Amerika (National Center for Educational
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pusat kajian statistik pendidikan Amerika (National Center for Educational Statistic, USA), menunjukkan bahwa prestasi sains Indonesia di tingkat SMP pada Trend International
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan kurikulum pendidikan yang digunakan mengacu pada sistem pendidikan nasional. Pada saat penelitian ini dilakukan, kurikulum yang digunakan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan besar yang dialami siswa dalam proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif dalam proses belajar
Lebih terperinciPENGARUH LEVELS OF INQUIRY-INTERACTIVE DEMONSTRATION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA PADA MATA PELAJARAN FISIKA KELAS X
PENGARUH LEVELS OF INQUIRY-INTERACTIVE DEMONSTRATION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA PADA MATA PELAJARAN FISIKA KELAS X Retno Ayu H (1), Lia Yuliati (2), dan Muhardjito (3) Jurusan Fisika,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan pondasi awal dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan pondasi awal dalam menciptakan siswa-siswa yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap ilmiah. Pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Trends In International Mathematics and Sciencel Study (TIMSS) adalah studi internasional tentang prestasi sains dan matematika siswa. Studi ini dikoordinasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
Lebih terperinciPENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS TERPADU DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI SMAN 2 PROBOLINGGO
1 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS TERPADU DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI SMAN 2 PROBOLINGGO Desita Tri Anggraini, Muhardjito, Sutarman Jurusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rahmat Rizal, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Yetty Wadissa, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat menuntut harus memiliki sumber daya manusia yang cerdas serta terampil. Dapat diperoleh dan dikembangkan
Lebih terperinciANALISIS KEMAMPUAN INKUIRI SISWA SMP, SMA DAN SMK DALAM PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY PADA PEMBELAJARAN FISIKA
Berkala Fisika Indonesia Volume 6 Nomor 2 Juli 2014 ANALISIS KEMAMPUAN INKUIRI SISWA SMP, SMA DAN SMK DALAM PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY PADA PEMBELAJARAN FISIKA Winny Liliawati 1,3), Purwanto 1), Taufik
Lebih terperinciPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMK
41 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMK Febri Sulistiawan 1, Kamin Sumardi 2, Ega T. Berman 3 Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengkontruksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, semua infomasi dengan sangat mudah masuk ke dalam diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa harus berpikir secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterampilan proses sains (KPS) adalah pendekatan yang didasarkan pada anggapan bahwa sains itu terbentuk dan berkembang melalui suatu proses ilmiah. Dalam pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan, sikap dan keterampilan dengan melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa. Keterlibatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan abad 21 saat ini ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA dan teknologi. Terutama pada pembangunan nasional yaitu bidang pendidikan. Oleh karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum sekolah menengah atas/madrasah aliyah disebutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum sains dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi serta informasi yang sangat cepat perlu upaya proaktif dari pemerintah seperti perubahan kurikulum sains. Perubahan kurikulum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan tempat berlangsungnya proses pendidikan secara formal. Di sekolah anak-anak mendapatkan pengetahuan yang dapat dijadikan sebagai bekal untuk masa depannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006) berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry) tentang alam secara sistematis,
Lebih terperinciPENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI
PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI SKRIPSI Oleh: VALENT SARI DANISA K4308123 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai pelajaran yang sulit dan tidak disukai, diketahui dari rata-rata nilai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah menjadi fenomena umum bahwa sains, terutama fisika, dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan tidak disukai, diketahui dari rata-rata nilai mata pelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan institusi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan institusi pendidikan untuk menghasilkan calon guru yang memiliki kualifikasi akademik dan kompeten. Kompetensi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini membawa perubahan hampir di semua aspek kehidupan sehingga dibutuhkan sumber daya manusia
Lebih terperinciSiti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah suatu upaya untuk meningkatkan kualitas manusia agar mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan kehidupan suatu bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan. Pendidikan yang tertata dengan baik dapat menciptakan generasi yang berkualitas, cerdas, adaptif,
Lebih terperinci2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran sains yang dipelajari siswa di sekolah. Melalui pembelajaran fisika di sekolah, siswa belajar berbagai konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajaran mata pelajaran fisika di SMA dimaksudkan sebagai sarana untuk melatih para siswa agar dapat menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika, memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. metode yang ditujukan untuk menggambarkan dan menginterpretasikan objek
24 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Best (dalam Sukardi, 2009) metode deskriptif merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses kegiatan pembelajaran di sekolah merupakan kegiatan yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Proses pembelajaran merupakan proses yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari mengenai alam dan fenomena alam yang terjadi, yang berhubungan dengan benda hidup maupun benda tak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa yang akan datang. IPA berkaitan dengan cara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah laku bahkan pola pikir seseorang untuk lebih maju dari sebelum mendapatkan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Pemerintah terus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap atau prosedur ilmiah (Trianto, 2012: 137). Pembelajaran Ilmu
Lebih terperinciPENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA
1 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA SKRIPSI Oleh : SRI WULANNINGSIH K4308057 FAKULTAS KEGURUAN
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Seorang siswa dikatakan memahami hakikat IPA apabila individu tersebut dapat mendeksripsikan fenomena tertentu dengan konsep fisis melalui kata kata, simbolisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang penting bagi siswa. Hal ini tercantum dalam fungsi dan tujuan mata pelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika adalah ilmu pengetahuan yang paling mendasar karena berhubungan dengan perilaku dan struktur benda. Tujuan utama sains termasuk fisika umumnya dianggap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Untuk itu, pendidikan Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berpikir merupakan aspek yang tidak bisa dipisahkan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Keterampilan berpikir merupakan aspek yang tidak bisa dipisahkan dalam pembelajaran. Hampir disetiap subjek mata pelajaran dibutuhkan keterampilan berpikir,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran sains di sekolah sampai saat ini cenderung berpusat pada guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung jawab untuk menghapal
Lebih terperinci2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang timbul akibat adanya Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sains (IPTEKS) dimana semakin pesat yaitu bagaimana kita bisa memunculkan Sumber Daya
Lebih terperinci2015 PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI PADA MATERI FOTOSINTESIS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN SIKAP SISWA SMP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara pendidik dan peserta didik, pada suatu lingkungan yang bertujuan membantu peserta didik untuk memperoleh ilmu dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang diarahkan pada perkembangan peserta didik. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga menyebutkan
Lebih terperinciKeywords: kemampuan inkuiri, guru yang tersertifikasi.
ANALISIS KEMAMPUAN INKUIRI GURU YANG SUDAH TERSERTIFIKASI DAN BELUM TERSERTIFIKASI DALAM PEMBELAJARAN SAINS SD Oleh: Ramdhan Witarsa ABSTRAK Pembelajaran sains yang sesuai dengan tuntutan kurikulum adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Untuk menyongsong abad XXI diperlukan generasi muda yang luwes, kreatif dan proaktif yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Kemampuan untuk beradaptasi
Lebih terperinci2015 PENALARAN ILMIAH (SCIENTIFIC REASONING) SISWA SEKOLAH BERORIENTASI LINGKUNGAN DAN SEKOLAH MULTINASIONAL
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran sains pada hakikatnya bukanlah suatu kegiatan pasif dalam rangka mentransfer pengetahuan, dimana siswa hanya menerima informasi berupa konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gina Gusliana, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kualitas sumber daya suatu bangsa dapat dilihat dari kualitas pendidikan, yaitu dalam pembelajaran. Kualitas pembelajaran salah satunya berkaitan dengan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai proses. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Carin dan Evans (Rustaman, 2003) bahwa sains
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekarang ini mengakibatkan kompetensi sains merupakan salah satu faktor yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains serta teknologi yang sangat pesat seperti saat sekarang ini mengakibatkan kompetensi sains merupakan salah satu faktor yang menentukan kehidupan
Lebih terperinci2015 PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA PEMBELAJARAN HIDROLISIS GARAM BERBASIS INKUIRI TERBIMBING
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains merupakan pelajaran penting, karena memberikan lebih banyak pengalaman untuk menjelaskan fenomena yang dekat dengan kehidupan sekaligus mencari solusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah menunjukan perkembangan yang sangat pesat. Kemajuan IPTEK bukan hanya dirasakan oleh beberapa orang saja melainkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Model Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan, sikap dan keterampilan dengan melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa. Keterlibatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Etty Twelve Tenth, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembelajaran IPA hendaknya dilakukan sebagai produk dan proses sains. Hal ini sesuai dengan Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghadapi tantangan-tantangan global. Keterampilan berpikir kritis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan arus globalisasi yang semakin pesat menyebabkan terjadinya persaingan di berbagai bidang kehidupan salah satunya yaitu bidang pendidikan. Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains, pada hakikatnya, dapat dipandang sebagai produk dan sebagai proses. Sains sebagai produk berarti sains merupakan produk dari hasil pemikiran terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju mundurnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingkat pendidikannya, sehingga bagi bangsa yang ingin maju, pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang merupakan pengetahuan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang sains yang merupakan pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip. Sesuai dengan tujuan Kurikulum
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyatakan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan
Lebih terperinciPENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMAN 02 BATU
PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMAN 02 BATU Debora Febbivoyna (1), Sumarjono (2), Bambang Tahan Sungkowo (3) Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dikatakan bahwa pembelajaran fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), merupakan mata pelajaran
Lebih terperinci