EVALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA PURWODADI DI KECAMATAN GEYER KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2007

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA PURWODADI DI KECAMATAN GEYER KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2007"

Transkripsi

1 EALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA PURWODADI DI KECAMATAN GEYER KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 007 Skripsi Oleh: Riyadi NIM K FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 007 i

2 EALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA-PURWODADI DI KECAMATAN GEYER KABUPATENGROBOGAN TAHUN 007 Oleh: Riyadi NIM K Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapat gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 007 ii

3 HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Persetujuan Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Drs. Partoso Hadi, M.si NIP: Setya Nugraha, S.Si. M.Si NIP iii

4 HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Hari : Sabtu Tanggal : 7 Maret 007 Tim Penguji Skripsi: Ketua Sekretaris Nama Terang : Dra. Inna Prihartini, M.S : Rahning Utomowati, S.Si... Tanda Tangan.... Anggota I : Drs. Partoso Hadi, M.Si Anggota II : Setya Nugraha, S.Si.M.Si Disahkan Oleh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan, DR. Trisno Martono NIP iv

5 ABSTRAK Riyadi. EALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA PURWODADI DI KECAMATAN GEYER KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 007. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 007. Tujuan penelitian ini adalah untuk (). Mengetahui satuan medan di daerah penelitian (). Mengetahui kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan di daerah penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif survei. Penelitian ini bersifat kualitatif, dengan medan sebagai kajian utama. Sampel berupa satuan medan yang ditentukan berdasarkan hasil tumpang susun Peta Bentuklahan, Peta Tanah, Peta Lereng dan Peta Penggunaan lahan. Data primer dikumpulkan dengan cara survei lapangan yang disertai dengan analisis laboratorium dan data sekunder dikumpulkan dengan cara dokumentasi. Teknik sampling dengan menggunakan purposive sampling, yaitu satuan medan sebagai satuan analisis yang ditentukan berdasarkan tujuan. Teknik analisis data dengan cara pengharkatan (scoring) terhadap sifat dan karakteristik medan yang berupa: () Topografi yang mencakup: kemiringan lereng dan Penjang lereng, () Batuan yang mencakup: indeks keausan batuan, indeks beban titik dan struktur lapisan batuan,() Tanah yang mencakup: tekstur tanah, kelompok tanah, kadar air, angka pori, permeabilitas tanah, dan kembang kerut tanah, (4) Proses geomorfologi yang mencakup: erosi dan gerak massa batuan, (5) Hidrologi yang mencakup: jarak antar sungai dan intensitas hujan, (6) Penggunaan Lahan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: dari hasil tumpang susun Peta Bentuklahan, Peta Tanah dan Peta Penggunaan Lahan diketahui satuan medan yang ada di daerah penelitian adalah 68 satuan medan. Ada dua kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan di daerah penelitian yaitu: Kelas kesesuaian III (cukup sesuai) dan kelas kesesuaian I (tidak sesuai). Kelas kesesuaian medan III (cukup sesuai) untuk jalan dengan faktor penghambat relief tanah (r), proses geomorfologi (p), dan hidrologi (h) dengan luas 570, ha, atau,0% dari luas seluruh daerah penelitian. Kelas kesesuaian medan I (tidak sesuai) untuk jalan dengan faktor penghambat relief (r), geologi (g), tanah (t), proses (p), hidrologi (h), dan penggunaan lahan (pl) dengan luas.006,77 ha, atau 9,46% dari seluruh daerah penelitian. v

6 MOTTO Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Qs. Ar Ruum: 4) Hidup akan semakin bermakna jika bermanfaat bagi sesama. (Penulis) vi

7 PERSEMBAHAN Teruntuk jiwa-jiwa besar yang senantiasa menyertai langkahku, Beliau yang telah mengandungku, mengadzankanku, mendidik, menyayangi, menyertai perkembanganku dan senantiasa mendo akanku di sepanjang waktu ialah Ibu dan Bapakku semoga Allah memuliakanmu Mereka yang selalu berbagi kasihsayang, do a dan airmata, ketiga kakakku tersayang Bang Dodo sekeluarga, Bang Panut sekeluarga dan Mbak Jum sekeluarga sukses selalu untukmu Adikku tersayang Imah gapailah cita-citamu Dia yang selalu memberiku semangat dan dorongan serta tempat berbagi suka dan cita ialah Dian Kafi Lestari mas selalu menunggumu. Mereka yang telah memberiku pengalaman dan arti dari sebuah kehidupan ialah Keluarga Besar BE SAR UNS, Keluarga Besar BRAHMAHARDHIKA, Keluarga Besar DP KPMKB Ska. Sohib sohibah Geografi 0 Almamater vii

8 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuhu. Alhamdulillahirabbil alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-nya, sehingga skripsi yang berjudul Evaluasi Medan Untuk Tingkat Kerusakan Jalur Jalan Surakarta Purwodadi Di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Tahun 007 dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak hambatan dan rintangan dalam penyusunan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bantuannya, disampaikan terimakasih kepada:. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah berkenan memberi ijin untuk menyusun skripsi.. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah berkenan memberi ijin untuk menyusun skripsi.. Ketua Program Studi Pendidikan Geografi yang telah berkenan memberi ijin untuk menyusun skripsi. 4. Bapak Drs. Partoso Hadi, M.Si selaku Pembimbing I atas kesediaan waktu dan kesabarannya memberikan arahan, bimbingan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini 5. Bapak Setya Nugraha, S.Si, M.Si selaku Pembimbing II yang telah berkenan memberikan arahan, petunjuk serta saran-saran dalam penyusunan skripsi ini. 6. Ibu Dra. Inna Prihartini, M.S selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan kesabaran selama penulis belajar di UNS. 7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Geografi FKIP yang telah memberi ilmu selama penulis belajar di UNS. 8. KaDispermas Kesbang dan Linmas Kabupaten Grobogan beserta stafnya yang telah memberikan izin penelitian. 9. Camat Geyer beserta stafnya yang telah memberikan bantuan dalam penelitian. 0. Afiq, Agung, Azka, Rita dan Dian atas bantuannya dalam pelaksanaan ujian.. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. viii

9 Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.. Wassalamu alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuhu. Surakarta, Februari 007 Penulis ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PENGAJUAN.... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN..... ABSTRAK... MOTTO..... PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL.. Hal. i ii iii iv v vii viii ix xiii xv xvii DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. B. Perumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian..... D. Manfaat Penelitian... BAB II LANDASAN TEORI..... A. Evaluasi Medan.... B. Satuan Medan... C. Keterlintasan Medan. Kemiringan Lereng.. Panjang Lereng x

11 BAB III. Indeks Keausan Batuan.. 4. Indeks Beban Titik.. 5. Struktur Perlapisan Batuan.. 6. Tekstur Tanah. 7. Kelompok tanah/ukuran Butir 8. Kadar Air. 9. Angka Pori.. 0. Permeabilitas Tanah. Kembang Kerut Tanah. Erosi. Gerak Massa Batuan Jarak Antar Alur Intensitas Hujan.. 6. Penggunaan Lahan.. D. Kerusakan Jalan E. Hasil Penelitian yang Relevan.. F. Kerangka Pemikiran.. METODOLOGI PENELITIAN.. A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian.... Waktu Penelitian.... B. Metode Penelitian.... C. Sumber Data.... Data Primer..... Data Sekunder D. Populasi dan Sampel... Populasi. Sampel xi

12 BAB I E. Teknik Pengumpulan Data Dokumentasi.. Observasi F. aliditas Data.... G. Analisis Data.. H. Prosedur Penelitian Tahap Persiapan.... Tahap Interpretasi Awal... Tahap Observasi Lapangan.. 4. Tahap Analisis Data. 5. Tahap Interpretasi Akhir.. 6. Tahap Akhir. HASIL PENELITIAN.. A. Latar Belakang Daerah Penelitian.... Letak dan Batas..... a. Letak Astronomis... b. Letak Administrasi......Iklim... a. Temperatur b. Curah Hujan... Geologi.. 4. Geomorfologi Tanah..... a. Grumusol... b. Regosol. 6. Hidrologi a. Kondisi Fisik Sungai... b. Kondisi Air Tanah xii

13 7. Penggunaan Lahan..... a. Hutan.. b. Sawah..... c. Permukiman... d. Tegalan atau Perkebunan Jaringan Jalan... B. Hasil Penelitian dan Pembahasan.... Satuan Medan daerah penelitian.... Analisis Satuan Medan.... Kesesuain Medan untuk Jalur Jalan... BAB KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. A. Kesimpulan... B. Implikasi C. Saran.. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 No DAFTAR TABEL Klasifikasi Kemiringan Lereng Kriteria Kemiringan Lereng. Kriteria Panjang Lereng... Kriteria Indeks Keausan Batuan... Kriteria Indeks Beban Titik.. Kriteria Penilaian Struktur Perlapisan Batuan. Kriteria Penilaian Tekstur Tanah. Kriteria Penilaian Kelompok Tanah Kriteria Penilaian Kadar Air Kriteria Penilaian Angka Pori.. Kriteria Penilaian Permeabilitas Tanah Kriteria Penilaian Kembang Kerut Tanah Kriteria Penilaian Erosi Kriteria Penilaian Gerak Massa Batuan... Kriteria Penilaian Kerapatan Aliran. Kriteria Penilaian Intensitas Hujan.. Kriteria Penilaian Jenis Penggunaan Lahan Kriteria Kesesuaian Medan Untuk Jalur Jalan. Data Curah Hujan Selama Tahun Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt-Ferguson Agihan Formasi Geologi Daerah Penelitian Agihan dan Luas Bentuk lahan Daerah Penelitian... Luas Jenis Tanah di Daerah Penelitian... Luas Satuan Bentuklahan Daerah Penelitian... Luas Setiap Kemiringan Lereng.. Luas Jenis Tanah.. Luas Jenis Penggunaan Lahan.. Luas Satuan Medan.. Luas Satuan Medan Yang Terlintasi Jalur Jalan.. Klasifikasi Kemiringan Lereng Klasifikasi Panjang Lereng.. Klasifikasi Indeks Keausan Batuan. Klasifikasi Indeks Beban Titik. Klasifikasi Struktur Perlapisan Batuan Klasifikasi Tekstur Tanah Klasifikasi Kadar Air... Klasifikasi Ukuran Butir Tanah... Klasifikasi Angka Pori. Klasifikasi Permeabilitas Tanah... Klasifikasi Kembang Kerut Tanah... Hal xiv

15 Klasifikasi Intensitas Hujan. Klasifikasi Jarak Antar Alur... Klasifikasi Kenampakan Erosi. Klasifikasi Gerak Massa Batuan.. Klasifikai Penggunaan Lahan... Harkat dan Parameter Penyusun Satuan Medan... Kelas Kesesuaian Medan dan Faktor Penghambat untuk Jalur Jalan... Luas Sub-Kelas Kesesuaian Medan III r, t, p, h... Luas Sub-Kelas Kesesuaian Medan I r, g, t, p, h, pl xv

16 No DAFTAR GAMBAR Skema Orde Relief Permukaan Bumi... Bagan Alir Kerangka Berpikir... Bagan Alur Penelitian... Tipe Curah Hujan Menurut Koppen... Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson.. Peta Administrasi... Penampang Melintang Perlapisan Batuan Napal Bersisipan Lanau pada Formasi Kerek Peta Geologi... Bentuklahan Asal Struktural Berbatuan Napal.. Gerak Massa pada Perbukitan Denudasional. Peta Bentuklahan... Peta Tanah... Kondisi Air Sungai pada Musim Kemarau di Desa Geyer Kecamatan Geyer... Sumur Sebagai Alternatif Mendapatkan Air Tanah pada... Hutan Kayu Putih Merupakan Hutan Reboisasi Peta Penggunaan Lahan... Penggunaan Lahan Sawah yang Ditanami Padi di Desa Juworo... Penggunaan Lahan Permukiman di Daerah Dataran dan Aktifitas Jual Beli Hasil Pertanian. Penggunaan Lahan Tegalan pada Topografi Agak Miring... Kerusakan Badan Jalan Miring dan Jalan Bergelombang Akibat Dari Kurangnya Daya Dukung Tanah Peta Lereng... Peta Satuan Medan... Satuan Medan D-G--Kb di Desa Ledokdawan... Satuan Medan D-G-I-Kb di Desa Ledokdawan... Satuan Medan D-G-I-Pmk di Desa Geyer... Satuan Medan D-G-III-Ht di Desa Geyer... Satuan Medan D-G-I-Ht di Desa Geyer... Satuan Medan S-G-I-Pmk di Desa Monggot... Satuan Medan S5-G-I-Ht di Desa Monggot... Satuan Medan S5-G-II-Ht di Desa Juworo dan Monggot... Satuan Medan S5-G-III-Kb di Desa Juworo... Satuan Medan S5-G-I-Ht di Desa Juworo dan Monggot... Satuan Medan S-G-I-Ht di Desa Juworo... Satuan Medan S-G-I-Sw di Desa Juworo... Peta Kesesuain Medan... Kondisi Jalan pada Kesesuaian Medan Cukup Sesuai di Desa Hal xvi

17 7 Ledokdawan... Kondisi Jalan pada Kelas Kesesuaian Medan Tidak Sesuai di Desa Monggot xvii

18 DAFTAR LAMPIRAN Hasil Analisis Tanah Hasil Uji Batuan Perijinan xviii

19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan penduduk di Indonesia yang cepat sampai dengan saat ini membawa dampak pada peningkatan kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup. Peningkatan berbagai kegiatan itu dapat dilihat dengan semakin banyaknya kegiatan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Semua kegiatan tersebut sangat tergantung oleh sistem sarana dan prasarana yang ada guna memperlancar proses-proses tersebut. Sarana dan prasarana yang memadai di samping memperlancar kegiatan perekonomian, sosial, budaya dan keamanan juga mempercepat perkembangan suatu wilayah, karena antara wilayah satu dengan yang lain mudah dijangkau. Transportasi merupakan salah satu sektor kegiatan yang sangat penting, karena berkaitan dengan kebutuhan semua orang yang ada dalam lapisan masyarakat. Di kota, transportasi berkaitan dengan kebutuhan pekerja untuk mencapai lokasi pekerjaan dan sebaliknya, kebutuhan para pelajar untuk mencapai sekolah, mengunjungi tempat perbelanjaan dan pelayanan lainnya, bahkan untuk bepergian ke luar kota. Di samping kegiatan untuk mengangkut orang, maka transportasi juga melayani kebutuhan untuk memindahkan barang dari satu tempat ke tempat yang lain. Suatu transportasi dikatakan baik apabila: pertama, waktu perjalanan cepat dan tidak mengalami kemacetan. Kedua, frekuensi pelayanan memuaskan. Ketiga, aman (bebas dari kemungkinan kecelakaan) dan kondisi pelayanan yang nyaman. Untuk mencapai kondisi yang ideal seperti ini, sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang menjadi komponen transportasi, yaitu: kondisi sarana (kendaraan) dan kondisi prasarana (jalan dan sistem jaringannya). Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di

20 bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Jalan diklasifikasikan berdasarkan peruntukan, fungsi, dan statusnya. Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Untuk memenuhi kebutuhan akan jalan maka sudah semestinya pembangunan jalan harus berdasarkan pada hasil survei yang seksama. Kemudian dalam merencanakan pembangunan jalan sebaiknya dikaji terlebih dahulu mengenai kemungkinan-kemungkinan letak lintas jalan yang akan dibangun. Hal ini penting karena dengan membangun jalan yang berdasarkan pada kajian fisik dan sosial ekonomi akan diperoleh suatu pembangunan jalan yang murah, mudah dipelihara, mudah dibangun dan efektif dipakai. Dari segi fisik perencanaan jalan harus di perhatikan beberapa aspek fisik yang meliputi beberapa karakteristik medan yaitu topografi, proses geomorfologi, batuan, tanah, kerapatan aliran dan penggunaan lahan. Dalam kaitannya dengan pekerjaan perencanaan jalan data mengenai karakteristik medan perlu diklasifikasi, dianalisis dan dievaluasi sesuai dengan kelas jalan yang direncanakan akan dibangun. Perencanaan transportasi jalan dalam tata guna lahan mempunyai dua tujuan pokok yaitu: meningkatkan daya guna sistem yang ada dan merencanakan untuk perkembangan dan pertumbuhan di masa yang akan datang. Perencanaan tersebut harus didasarkan pada nilai ekonomi, keawetan, pemeliharaan serta dampak yang timbul terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perencanaan dan informasi yang tepat tentang kondisi fisik suatu daerah sangat diperlukan, sehingga kerusakan jalan yang menyebabkan terhambatnya kegiatan dapat diminimalisir sejak awal. Kerusakan jalan secara umum adalah merupakan keadaan bangunan jalan yang tidak berfungsi, baik sacara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan atau keselamatan umum. Kerusakan jalan dapat disebabkan oleh adanya faktor dari dalam dan faktor dari

21 luar. Faktor dari dalam adalah penyebab kerusakan jalan itu bersifat alami, yaitu kondisi fisik lingkungan yang tidak mendukung untuk bangunan jalan. Sedangkan faktor dari luar dapat disebabkan oleh kesalahan konstruksinya, berat beban yang melebihi kemampuan jalan (tonase) dan kualitas jalan yang tidak mampu mendukung beban. Kerusakan jalan yang disebabkan oleh faktor alami dapat dikaji dengan pendekatan geomorfologi. Ditinjau dari teknis pelaksanaan dan pembangunan jalan, informasi kondisi geomorfologi suatu daerah sangat membantu dalam menangani masalahmasalah yang ada kaitannya dengan kondisi fisik geomorfologis. Berdasarkan informasi kondisi fisik daerah dapat direncanakan jalur jalan yang sesuai, sehingga kemungkinan kerusakan jalan bisa diantisipasi lebih awal guna menekan biaya yang lebih banyak baik dalam pembangunan maupun perawatan. Sedangkan pada jalur jalan yang sudah dibangun, informasi kondisi geomorfologi tetap diperlukan guna untuk mengetahui kerusakan dan sebab-sebab terjadinya kerusakan jalan. Evaluasi medan terhadap tingkat kerusakan jalur jalan dilakukan dengan menyekor (scoring) parameter-parameter medan yang meliputi relief, batuan, tanah, kondisi hidrologi dan penggunaan lahan. Jalur jalan di daerah penelitian termasuk dalam satu jalur yang menghubungkan ke berbagai daerah sekitarnya sebagai kegiatan penduduk. Jalur jalan Surakarta-Purwodadi di Kecamatan Geyer merupakan jalan yang menghubungkan kota Purwodadi dengan kota Surakarta. Berdasarkan fungsinya jalan di Kecamatan Geyer termasuk dalam jalan kabupaten yaitu, jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. Kecamatan Geyer merupakan dataran kaki Pegunungan Kendeng yang mempunyai morfologi berombak dengan penggunaan lahan diantaranya: permukiman, tegalan dan hutan. Jalan Surakarta-Purwodadi yang melintas di Kabupaten Grobogan sepanjang, Km dimulai dari Dusun Getas Desa Juworo sampai kota Purwodadi, sedangkan yang melintas di Kecamatan Geyer sepanjang

22 4 Km atau 54% dari panjang jalan Surakarta-Purwodadi di Kabupaten Grobogan. Jalan tersebut dibangun pada bentuklahan struktural dan bentuklahan asal proses denudasional. Untuk memenuhi persyaratan panjang lereng, maka jalan dibelokkan sedemikian rupa sehingga memenuhi standart. Berdasarkan peraturan perencanaan Geometrik Jalan Raya tahun 970, pembangunan jalan di Kecamatan Geyer sudah sesuai peraturan, namun jalan yang dihasilkan kurang memuaskan, belum mencapai waktu yang diperkirakan dan kondisi jalan tersebut sudah mengalami kerusakan yang dapat mengancam keselamatan penggunanya. Untuk itu perlu dievaluasi apakah karakteristik medan daerah tersebut mendukung terhadap jalur jalan. Masalah yang timbul pada jalur jalan Surakarta-Purwodadi yaitu badan jalan sering bergelombang, aspal retak-retak, badan jalan bergeser, bahu jalan mengalami penurunan dan jalan longsor. Kerusakan jalan tersebut disebabkan karena kondisi fisik medan yang tidak mendukung terhadap jalur jalan. Untuk mengetahui kerusakan jalan yang disebabkan oleh kondisi fisik medan perlu dilakukan evaluasi medan sebagai terapan dari geomorfologi teknik. Informasi tentang kesesuaian medan untuk bangunan jalan diperoleh dengan mengevaluasi medan untuk bangunan jalan, yaitu proses pendugaan kemampuan medan untuk penggunaan jalan. Proses evaluasi tersebut menghasilkan tingkat kesesuaian medan. Kelas kesesuaian medan akan semakin rendah jika dijumpai faktor pembatas. Faktor pembatas adalah penyusun satuan medan yang buruk untuk penggunaannya. Dari uraian di atas perlu diadakan penelitian tentang kesesuaian medan untuk bangunan jalan terkait dengan kerusakan jalan. Tertarik dengan masalah kerusakan jalan, penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul: EALUASI MEDAN UNTUK ANALISIS KERUSAKAN JALUR JALAN SURAKARTA PURWODADI DI KECAMATAN GEYER KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 007 B. Rumusan Masalah Berbagai keragaman faktor penyusun satuan medan yang meliputi: relief, bentuklahan, tanah, proses geomorfologi dan penggunaan lahan akan memberikan kemampuan yang berbeda tergantung dari kesesuaiannya untuk

23 5 penggunaan tertentu. Suatu satuan medan tidak mungkin sesuai dengan semua penggunaan. Penggunaan medan yang tidak sesuai akan mengakibatkan tidak terjaganya kelestarian medan. Satuan medan tersusun atas kondisi relief, geologi, bentuklahan, tanah, dan penggunaan lahan tertentu. Jika digunakan untuk bangunan jalan maka akan memberikan sifat tertentu yang berbeda pada setiap satuan medan yang berbeda. Berdasarkan pada uraian di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:. Bagaimanakah satuan medan di daerah penelitian?. Bagaimanakah kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan di daerah penelitian? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah yang penulis rumuskan, tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:. Mengetahui satuan medan di daerah penelitian.. Mengetahui kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan di daerah penelitian. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:. Manfaat Teoritis Tingkat kesesuaian medan untuk jalur jalan, faktor pembatas, dan kerusakan jalan pada satuan medan tertentu berguna sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam perencanaan jalur jalan yang baru dan pemeliharaan jalan yang sudah ada. Ini merupakan penerapan geomorfologi keteknikan khususnya evaluasi medan untuk menganalisis kerusakan jalan yang disebabkan oleh kurang mantapnya kondisi fisik.. Manfaat Praktis Hasil kajian topografi, geologi, hidrologi, tanah, proses geomorfologi dan penggunaan lahan yang berupa keterlintasan medan setiap satuan medan di daerah penelitian diharapkan dapat dipergunakan sebagai dasar perencanaan perbaikan kerusakan jalan di daerah penelitian.

24 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Evaluasi Medan Evaluasi medan adalah proses pelaksanaan penilaian medan untuk keperluan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interprestasi hasil survei dan studi mengenai relief, tanah, batuan/geologi, proses geomorfologi, hidrologi dan penggunaan lahan dari medan, dalam rangka mengidentifikasi dan membandingkan macam macam kemungkinan penggunaan lahan yang sesuai dengan tujuan evaluasi (van Zuidam, 979: ). Evaluasi medan untuk jalan merupakan salah satu terapan ilmu geomorfologi yang proses evaluasinya dilakukan terhadap aspek fisik saja. Masukan data yang diperlukan tergantung pada tujuan serta kondisi medan untuk jalan (Sunarto 990: 0). Dengan demikian perlu ditentukan relevansi karakteristik medan dan jenis data yang diperlukan dalam proses evaluasi. Studi satuan medan yang mendasarkan pada kerangka klasifikasi satuan bentuklahan menurut genesanya, kelas relief, dan litologi merupakan suatu model pendekatan evaluasi medan untuk jalan. Dengan melakukan survei berdasarkan pada pendekatan tersebut diperoleh keterkaitan karakteristik medan yang berpengaruh pada jalan yang akan atau sudah dibangun. Tujuan dari evaluasi medan adalah menentukan nilai suatu medan untuk tujuan tertentu. Kerangka dasar dari evaluasi medan adalah dengan pemberian harkat (scoring) terhadap karakteristik medan yang ada. Manfaat yang paling mendasar dari evaluasi medan adalah untuk menilai kesesuaian medan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari penggunaan lahan tersebut. Dalam penelitian ini evaluasi medan bertujuan untuk mengklasifikasikan kesesuaian medan di daerah penelitian bagi keperluan non pertanian khususnya untuk jalur jalan.

25 7 B. Satuan Medan Medan merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi manusia. Sebagai sumberdaya, medan sangat menentukan pembangunan yang berlangsung, karena semua pembangunan pasti dilakukan di atas medan. Satuan medan diperoleh dari hasil tumpang susun peta bentuklahan, peta tanah dan peta penggunaan lahan. Bentuklahan adalah bentukan pada permukaan bumi sebagai hasil dari perubahan bentuk permukaan bumi oleh proses-proses geomorfologis yang beroperasi di permukaan bumi (Joyosoeharto, 985:9). Proses-proses geomorfologi yang berlangsung di permukaan bumi, yaitu menyangkut semua perubahan fisis maupun khemis yang terjadi di permukaan bumi oleh tenagatenaga geomorfologis yaitu tenaga yang ditimbulkan oleh medium alam yang berada di atmosfer bumi. Obyek studi geomorfologi adalah bentuklahan permukaan bumi secara sistimatik, tidak hanya mengenai konfigurasi permukaannya saja tetapi juga asal mula terjadinya dan evolusi perkembangannya. Bentanglahan yang digambarkan oleh kondisi relief permukaan terdiri atas tiga tingkatan yaitu: relief orde satu, relief orde dua dan relief orde tiga (Lobeck dalam Joyosoeharto, 985: 9). Relief orde satu meliputi daratan dan ledok lautan. Relief orde dua meliputi pegunungan dan dataran, bentang relief orde dua merupakan hasil kerja tenaga-tenaga dari dalam bumi dan erupsi gunungapi. Relief orde tiga yaitu bentuk-bentuk erosional, deposisional dan residual, bentuk-bentuk ini terjadi karena perombakan oleh aktifitas proses-proses yang tenaganya berasal dari luar kulit bumi (eksogen). Untuk lebih jelasnya lihat skema orde relief permukaan bumi pada gambar. Bentuklahan di samping menggambarkan konfigurasi permukaannya juga memberikan keterangan tentang asal mula terjadinya. Demikian banyak kenampakan-kenampakan bentanglahan di permukaan bumi ini, hingga perlu dikelompokkan kedalam kelompok-kelompok yang mempunyai kesamaan atau hampir sama mengenai bentuk luar dan asal mula terjadinya (Joyosoeharto, 985: 4)

26 8 Identifikasi bentuklahan dilakukan melalui identifikasi relief, struktur, litologi dan proses geomorfologi. Klasifikasi bentuklahan dilakukan untuk menyederhanakan bentuk permukaan bumi yang kompleks kedalam satuan yang mempunyai sifat dan perwatakan yang sama (Joyosueharto, 985: 0). Kesamaan sifat dan perwatakan dilihat dari relief yang menggambarkan konfigurasi permukaan bumi, struktur geologi sebagai asal pembentuknya dan proses yang menjelaskan bagaimana bentuklahan itu terjadi. Klasifikasi bentuklahan didasarkan pada relief, batuan dan proses geomorfologi. Untuk menurunkan satuan bentuklahan menjadi satuan medan perlu ditambahkan dengan informasi kemiringan lereng yang mencerminkan relief, tanah, dan penggunaan lahan. Dalam pembagian bentuklahan atas dasar genetiknya, terdapat 9 bentukan asal proses, yaitu: bentukan asal struktural, bentukan asal volkanis, bentukan asal proses denudasional, bentukan asal proses fluvial, bentukan asal proses marin, bentukan asal proses angin, bentukan asal proses pelarutan, bentukan asal proses glasial dan bentukan asal aktivitas organisme. Bentukan asal proses tersebut masih dapat dibedakan menjadi bagian yang lebih rinci lagi, yaitu sub satuan bentuklahan (Sunarto, 990: ). Ketidak samaan sifat dan watak dari setiap bentuklahan dan sub bentuklahan memberikan karakteristik tersendiri dari satuan bentuklahan dan sub bentuklahan tersebut. Medan adalah bidang lahan yang berhubungan dengan sifat-sifat fisik permukaan bumi dan dekat dengan permukaan yang kompleks dan penting bagi manusia (Mitchel dalam Zuidam 979: ). Satuan medan diperoleh dari tumpangsusun Peta Bentuklahan, Peta Lereng, Peta Tanah dan, Peta Penggunaan Lahan Suatu medan mempunyai kriteria tertentu sebagai penciri yang digunakan untuk membedakan satu medan dengan yang lainnya, kriteria yang digunakan untuk memberi ciri khas medan yakni: bentuklahan, tanah, dan penggunaan lahan. Karakteristik medan tersebut merupakan rincian lebih lanjut dari suatu bentuklahan yang kemudian dirinci menjadi satuan medan, dengan karakteristik terdiri dari relief, proses geomorfologi, tipe batuan, tanah, dan penggunaan lahan.

27 9 Permukaan Bumi Benua (Daratan) Ledok Lautan Pegunungan Dataran Bentuk Erosional Bentuk Deposisional Bentuk Residual (Sisa) Gambar. Skema Orde Relief Permukaan Bumi.

28 0 C. Keterlintasan Medan Keterlintasan medan untuk jalan adalah kemampuan suatu unit medan untuk menopang gerak lintas kendaraan darat yang lewat di atasnya (Sunarto, 990: ). Ada berbagai jenis dan tonase kendaraan darat yang lewat pada suatu jalan. Tidak semua jalan dapat dilalui berbagai kendaraan tersebut. Ketidak mampuan jalan dalam menopang gerak lintas kendaraan tersebut karena keterlintasan medan yang rendah. Untuk mengetahui keterlintasan medan perlu dilakukan evaluasi. Ada empat faktor yang mempengaruhi keterlintasan medan untuk jalur jalan. Keempat faktor yang mempengaruhi keterlintasan medan tersebut adalah: gemorfologi, geologi, tanah, dan hidrologi (Sunarto, 990: 7). Dalam kaitannya dengan tujuan penelitian ini, keterlintasan medan yang relevan dari setiap tipe penggunaan ditentukan berdasarkan tinggi rendahnya skor nilai keterlintasan medan. Karakteristik medan yang dipakai dalam menentukan keterlintasan medan untuk jalur jalan sebagai berikut: a. Topografi yang mencakup: - Kemiringan lereng - Panjang lereng b. Batuan yang mencakup: - Indeks keausan batuan - Indeks beban titik - Kemiringan lapisan batuan c. Tanah yang mencakup: - Tekstur tanah - Ukuran butir tanah - Kadar air - Angka pori - Permeabilitas tanah - Kembang kerut tanah d. Proses geomorfologi yang mencakup: - Erosi - Gerak massa batuan

29 e. Hidrologi yang mencakup: - Jarak antar sungai - Intensitas hujan f. Penggunaan lahan Deskripsi dan pengukuran dari kriteria penilaian keterlintasan medan tersebut dijelaskan secara berurutan sebagai berikut:. Kemiringan Lereng Bentuk topografi permukaan bumi yang bervariasi memiliki daya dukung yang bervariasi pula dalam menahan beban yang disangganya. Dalam medan sebenarnya topografi dapat diketahui berdasarkan perbedaan kemiringan lereng. Terkait dengan perencanaan lokasi jalur jalan raya, kemiringan lereng sangat penting untuk diperhatikan. Karena suatu jalan yang akan dibangun memerlukan bidang tanah yang datar. Jalur jalan yang dibangun di daerah rawa sudah barang tentu memerlukan perencanaan yang berbeda dengan jalan yang dibangun di daerah yang datar, begitu pula dengan jalan yang akan dibangun di daerah pegunungan. Di daerah rawa akan lebih banyak menghadapi masalah penimbunan dan penyingkiran material endapan rawa. Di daerah dataran akan lebih banyak menghadapi masalah drainase, sedangkan di daerah pegunungan akan lebih banyak menghadapi masalah pemotongan dan penimbunan. Sunarto (990: 9) mengklasifikasikan kemiringan lereng menjadi 7 kelas kemiringan lereng seperti pada tabel di bawah ini. Tabel. Klasifikasi Kemiringan Lereng. Kemiringan Lereng % Pemerian 0 Rata atau hampir rata 7 Agak miring 8 Miring 4 0 Agak curam 55 Curam Sangat curam > 40 Sangat curam sekali Sumber: Sunarto, 990 : 9. Peraturan perencanaan geometrik jalan raya, landai maksimum yang diperbolehkan dalam medan datar (0-%) adalah %, untuk medan berbukit

30 adalah (8%) dan untuk medan bergelombang adalah (%). Berdasarkan dengan ketentuan tersebut dan klasifikasi lereng yang dibuat Sunarto di atas, dibuat kriteria penilaian kemiringan lereng untuk bangunan jalan. Kriteria penilaian kemiringan lereng yang digunakan seperti pada tabel sebagai berikut: Tabel. Kriteria Kemiringan Lereng. No Kemiringan Lereng (%) Harkat Kelas Kesesuaian < - < < < 0 - > 0 Sumber: Dirjen Bina Marga, dalam Oktavianto, 99: I II III I. Panjang Lereng Panjang lereng suatu medan sangat berpengaruh terhadap intensitas proses yang terjadi pada medan tersebut. Semakin panjang lereng akan semakin lama proses yang dikerjakan dan berimbas pada banyaknya dana yang harus dikeluarkan, juga akan semakin besar akibat yang ditimbulkan seperti potensi longsor. Panjang lereng dalam penelitian ini diukur dari igir sampai lembah pada bentuklahan. Kriteria yang digunakan untuk penilaian panjang lereng seperti pada tabel sebagai berikut: Tabel. Kriteria Panjang Lereng. No Panjang Lereng (dalam meter) Harkat > 500 Sumber: Sunarto, 990 : 0. Kelas Kesesuaian I II III I

31 . Indeks Keausan Batuan Dalam merencanakan jalur jalan, kondisi batuan/geologi daerah perencanaan harus diperhatikan, karena tidak semua batuan memiliki kekuatan yang sama untuk menahan beban yang akan melewati jalan yang direncanakan. Dalam hal ini penilaian kondisi geologi berdasarkan nilai indeks keausan batuan. Uji keausan batuan pada hakekatnya adalah uji ketahanan batuan terhadap pengaruh pemuaian dan penyusutan karena pengaruh pelapukan mekanis (Wisnusudibyo, 978: 75). Hasil akhir dari uji keausan batuan adalah persentase perbandingan antara berat kering material yang sudah diuji dengan berat material sebelum diuji. Nilai keausan batuan bervariasi dari 0 % sampai 00%. Semakin tinggi nilai keausan menandakan bahwa material batuan yang diuji memiliki ketahanan terhadap proses pelapukan mekanis, dan demikian juga sebaliknya. Dalam penelitian ini, uji keausan batuan dilakukan di laboratorium. Kriteria penilaian indeks keausan batuan yang digunakan adalah kriteria yang dibuat oleh Pangluar dan Nugraha yang dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4. Kriteria Penilaian Indeks Keausan Batuan. No Indeks Keausan Batuan (%) Harkat Kelas Kesesuaian < < < 40 < I II III I Sumber: Pangluar dalam Hidayatulloh, 995: Indeks Beban Titik Indeks beban titik adalah penilaian dari uji ketahanan batuan terhadap suatu tekanan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemantapan suatu lereng, semakin tinggi angka indeks beban titik maka semakin mantap kondisi suatu lereng. Indeks beban titik sangat berpengaruh terhadap berapa banyak beban yang diperbolehkan melintasi lokasi tersebut. Semakin mantap suatu lereng maka semakin tinggi kemampuannya untuk menahan beban. Kriteria yang digunakan untuk penilaian indeks beban titik dapat dilihat pada tabel 5.

32 4 Tabel 5. Kriteria Indeks Beban Titik. No Indeks Beban Titik (kg/cm ) Harkat Kelas Kesesuaian 4 5 > 75,0 0, 75,0 0, 0,, 0, 0,6,0 5 4 I II III I Sumber: Dirjen Bina Marga dalam Octavianto, 99:. 5. Struktur Perlapisan Batuan Dalam penelitian ini penulis merasa perlu untuk memperhatikan struktur perlapisan batuan, karena perlapisan batuan dapat mendorong timbulnya longsoran. Arah kemiringan batuan yang searah dengan kemiringan lereng akan memberikan kemungkinan ketidakmantapan lereng dibandingkan apabila kemiringan batuan tersebut berlawanan arah dengan arah kemiringan lereng. Kondisi yang seperti ini akan semakin parah jika perlapisan batuan tersebut berselang seling antara keras dan lunak dan terletak pada lereng yang curam, hal ini akan membentuk bidang gelincir pada kondisi jenuh air dan akan mengakibatkan terjadinya tanah longsor. Kemiringan lapisan batuan sangat berpengaruh terhadap kemampuan batuan dalam menahan beban yang melewatinya. Pada penelitian ini, pengharkatan struktur perlapisan batuan didasarkan pada kenyataan di atas. Oleh karena itu perlapisan batuan yang horisontal dan tegak pada berbagai kelas lereng serta struktur perlapisan batuan yang miring pada medan datar (0 %) diberi harkat tinggi; tidak berstruktur, perlapisan batuan miring pada medan bergelombang (8 4%) dan tidak berstruktur pada medan curam (> 0%) diberi harkat sedang; struktur perlapisan batuan miring dengan bersilang siur perlapisan keras dan lunak pada medan berombak atau bergelombang (8 4 %) diberi harkat jelek; sedangkan struktur perlapisan batuan miring dengan bersilang siur antara perlapisan keras lunak pada medan agak curam (> 4 %) diberi harkat sangat jelek. Pengukuran struktur perlapisan batuan dilakukan di lapangan dengan cara mengukur kedudukan perlapisan terhadap kemiringan lerengnya. Kriteria penilaian struktur perlapisan batuan dapat dilihat pada tabel 6.

33 5 Tabel 6. Kriteria Penilaian Struktur Perlapisan Batuan. No Struktur Perlapisan Batuan Harkat Kelas Kesesuaian Struktur perlapisan batuan horisontal pada lahan yang datar 5 I Struktur perlapisan batuan miring pada lahan 4 II berombak Struktur perlapisan batuan miring pada lahan III 4 5 bergelombang Struktur perlapisan batuan miring dengan selang seling antara lunak dan keras pada lahan berombak Struktur perlapisan batuan miring dengan selang seling I keras dan lunak pada lahan berbukit Sumber: Sunarto, 990: Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah perbandingan butir-butir pasir, debu, dan liat di dalam tanah (Hardjowigeno, 99: 8). Dalam perencanaan pembangunan jalan tekstur tanah sangat menjadi pertimbangan, karena tekstur tanah dapat digunakan sebagai pendekatan terhadap kelompok tanah. Sistem klasifikasi tanah American Association of Stage Highway and Transportatian Officials (AASHTO) mengklasifikasikan tanah menjadi 7 kelompok besar yaitu dari A. sampai A.7. Tanah yang termasuk dalam kelompok A. adalah fragmen batu dan krikil, A. adalah kerikil berlanau, kerikil berlempung dan kerikil berpasir, A. adalah pasir halus, A.4, A.5 dan 6 adalah tanah lanau dan A.7 adalah tanah lempung. A., A. dan A disebut material granular, sedangkan kelompok A.4, A.5, A.6 dan A.7 disebut material lempung. Berdasarkan klasifikasi tanah AASHTO di atas maka dalam penelitian ini kriteria penilaian tekstur dibuat seperti pada tabel 7 di bawah ini: Tabel 7. Kriteria Penilaian Tekstur Tanah. No Tekstur Tanah Harkat Kelas Kesesuaian 4 5 Fragmen batu dan krikil Pasir Halus Krikil berlanau dan krikil berlempung Tanah lanau Tanah lempung Sumber: Anderson, 980: I II III I

34 6 7. Kelompok Tanah / Ukuran Butir Klasifikasi tanah adalah ilmu yang mempelajari cara cara membedakan sifat sifat tanah satu sama lain, dan mengelompokkan tanah dalam kelas kelas tertentu berdasarkan atas sifat sifat yang dimiliki (Hardjowigeno, 99:). Pada saat ini ada dua sistem klasifikasi tanah yang digunakan dalam keteknikan, yaitu sistem klasifikasi AASHTO dan sistem klasifikasi Unified. Dari kedua sistem klasifikasi tanah untuk keteknikan tersebut, sistem klasifikasi tanah AASHTO merupakan sistem klasifikasi yang digunakan oleh Dirjen Bina Marga dalam pembuatan jalan raya. Penilaian kelompok tanah didasarkan pada banyaknya butiran tanah yang lolos pada ayakan 0,075 mm. dalam penelitian ini menggunakan pendekatan tekstur tanah. Kriteria penilaian kelompok tanah yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut: Tabel 8. Kriteria Penilaian Kelompok Tanah. No Golongan Tanah AASHTO Harkat Kelas Kesesuaian 4 5 A. A. A. A.4 dan A.5 A.6 dan A I II III I Sumber: Anderson, 980: Kadar Air Kadar air adalah perbandingan antara volume air dengan volume butir tanah (Wesley, 977: ). Kekuatan tanah dalam menahan beban (daya dukung tanah) banyak dipengaruhi oleh banyaknya kadar air dalam tanah itu sendiri, semakin tinggi kadar air yang dikandung tanah maka daya dukung tanah akan semakin rendah. Oleh karena itu, untuk perencanaan bangunan jalan tanah harus dipadatkan sedemikian rupa sampai kadar air tertentu. Tanah yang bertekstur halus mempunyai sifat sulit untuk dipadatkan pada kadar air tinggi, sedangkan pada tanah berdebu (lanau) jika dipadatkan berulang-ulang akan menjadi lunak.

35 7 Tujuan pemadatan adalah untuk menambah kekuatan tanah dan mengurangi daya serap terhadap air yang menyebabkan penurunan. Kadar air dalam tanah dinyatakan dalam persen (%). Kriteria penilaian terhadap kadar air yang digunakan seperti pada tabel 9 di bawah ini: Tabel 9. Kriteria Penilaian Kadar Air. No Kadar Air (%) Harkat Kelas Kesesuaian 4 5 < > 78 Sumber: Wesley 977: Angka Pori Angka pori adalah rasio antara volume pori dan volume bahan padat. Angka pori banyak sekali digunakan dalam mekanika tanah untuk menyatakan berbagai parameter fisis sebagai fungsi dari kepadatan tanah (Anderson, 980: 7). Tanah yang sebagian besar mengandung pasir mempunyai sifat mudah kering jika terjadi genang air, sehingga mempunyai sifat lebih stabil dibandingkan dengan tanah yang sebagian besar diisi oleh lempung. Untuk pembangunan jalan angka pori sangat diperhitungkan karena besarnya penurunan sangat tergantung pada suatu jenis tanah. Besarnya pasir alam berkisar dari 0,5mm hingga 0,8mm dan tanah tanah kohesi berkisar 0,7mm hingga,mm maka kriteria pamberian harkat angka pori disajikan seperti pada tabel 0 sebagai berikut: I II III I Tabel 0. Kriteria Penilaian Angka Pori. No Angka Pori Tanah (%) Harkat Kelas Kesesuaian 4 5 < 0,5 0, 5 0,5 0,5,,,0 >,0 Sumber: Anderson, 980: I II III I

36 8 0. Permeabilitas Tanah Permeabilitas tanah secara kuantitatif diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan (air ) pada suatu media berpori dalam hal ini tanah. Permeabilitas tanah cukup penting dalam bidang teknik sipil, misal dalam pembuatan tanggul atau bendungan untuk menahan air, juga pengalian untuk fundasi di bawah muka air tanah (Wesley, 977: 49). Semakin cepat permeabilitas tanah pada suatu medan semakin baik, karena air hujan yang turun akan segera diresapkan ke bawah dan kemungkinan terjadi genangan sangat sedikit. Perhitungan permeabilitas tanah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan hukum Darcy dengan ketentuan rumus sebagai berikut: Q L K = x x t h a Dimana K = Permeabilitas tanah ( cm / jam ) Q = olume air yang mengalir pada setiap pengukuran ( ml ) L = Tebal contoh tanah ( cm ) t = waktu pengukuran ( jam ) h = Tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah ( cm ) a = Luas penampang contoh tanah. ( cm ) Kriteria yang digunakan untuk penilaian permeabilitas tanah untuk bangunan jalan seperti pada tabel sebagai berikut. Tabel. Kriteria Penilaian Permeabilitas Tanah. No Permeabilitas Tanah ( cm / jam ) Harkat Kelas 4 5 >,5 6,5 - <,5,0 - < 6,5 0,5 - <,0 < 0,5 Sumber: Sunarto, 990: Kesesuaian I II III I

37 9. Kembang Kerut Tanah Sifat kembang kerut tanah pada umumnya dinyatakan dengan indeks Coefficient of Linear Extensibility (COLE) atau Potential olume Change (PC). Tanah yang memiliki sifat kembang kerut tinggi tidak baik untuk suatu bangunan. Karena pada tanah ini pada musim kemarau akan terjadi rekahan rekahan yang dapat membahayakan bangunan yang ada di atasnya dalam hal ini jalan. Rekahanrekahan tersebut disebabkan oleh berkurangnya volume tanah. Kriteria yang digunakan untuk penilaian kembang kerut tanah dalam penelitian ini seperti pada tabel sebagai berikut: Tabel. Kriteria Penilaian Kebang Kerut Tanah. No Coefficient of Linear Extensibility (COLE) Harkat < 0,0 5 0,0 0,0 4 0,0 0,06 4 0,06 0,09 5 > 0,09 Sumber: Sunarto, 990: 5. Kelas Kesesuaian I II III I. Erosi Secara umum dapat dikatakan bahwa erosi dan sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkatnya materi tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang diangkut di tempat yang lain (Suripin, 00: 9). Dalam penelitian ini erosi penting untuk diperhitungkan, karena material hasil erosi yang terbawa oleh aliran permukaan (over land flow) seringkali mendangkalkan bahkan dapat menyumbat saluran pembuangan di kanan kiri jalan. Akibatnya saluran tersebut menjadi terhambat dan airnya akan meluap kebadan jalan. Apabila hal ini terus berlangsung, akibatnya badan jalan mudah rusak dan akan membahayakan pengguna jalan. Kriteria penilaian tingkat

38 0 erosi permukaan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel. Kriteria Penilaian Erosi. No Erosi Harkat Kelas Kesesuai Seluruh horison tanah relatif masih utuh Kurang dari 5% tanah atas hilang 5% - 75% tanah atas hilang 4 Lebih dari 75% tanah atas hilang dan kurang dari 5% tanah bawah hilang 5 Lebih dari 5 % tanah bawah hilang Sumber: Jamulya, 99: I II III I. Gerak Massa Batuan. Pada setiap macam lereng memungkinkan terjadinya gerakan massa batuan. Proses gerakan massa batuan yang dipertimbangkan dalam pengharkatan keterlintasan medan untuk jalan adalah luasan gerak massa batuan yang mempengaruhi satuan medan. Gerakan massa batuan merupakan gerakan massa hancuran batuan menuruni lereng karena pengaruh langsung dari gravitasi bumi. Hadirnya air dapat mempercepat proses, karena hadirnya air menyebabkan naiknya tegangan maupun turunnya kekuatan batuan dalam menahan beban dari atasnya. Gerakan massa batuan sebagai akibat dari lereng yang tidak stabil dapat diamati atau dikenali langsung di lapangan. Gerakan massa batuan sangat penting dalam keteknikan jalan raya karena dapat mengakibatkan putusnya badan jalan atau menutup jalan karena longsor. Kriteria luasan gerak massa batuan (dalam % terhadap luas satuan medan) yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Kriteria Gerak Massa Batuan. No Gerakan Massa Batuan Harkat Kelas 4 5 Tidak ada gerakan massa batuan Gerak massa batuan berpengaruh sempit Gerak massa batuan berpengaruh sedang Gerak massa batuan berpengaruh luas Gerak massa batuan berpengaruh sangat luas Sumber : Sunarto, 990:. 5 4 Kesesuaian I II III I

39 4. Jarak Antar Alur Kerapatan aliran dalam penelitian ini diperhitungkan karena berpengaruh terhadap banyaknya jembatan yang harus ada. Semakin tinggi kerapatan aliran maka akan semakin banyak alur sungai yang akan dilalui. Dalam penelitian ini jarak antar sungai diukur dari pera Rupa Bumi dan Survei langsung. Penilaian jarak antar sungai berdasarkan pada semakin tinggi kerapatan aliran akan mempercepat proses kerusakan jalan, hal ini disebabkan oleh proses erosi fluvial yang tinggi. Berdasarkan alasan di atas maka kriteria digunakan untuk penilaian kerapatan aliran pada skala : seperti pada tabel 5 di bawah ini: Tabel 5. Kriteria Penilaian Kerapatan Aliran. No Jarak Antar Sungai (cm) Harkat Kelas Kesesuaian 4 5 >,50,50,94,94,40,40 0,5 < 0,5 5 4 I II III I Sumber: van Zuidam dalam Hidayatulloh, 995: Intensitas Hujan Intensitas hujan dinyatakan oleh jumlah hujan dalam satuan waktu tertentu. Suatu daerah dengan intensitas hujan yang tinggi sangat tidak menguntungkan bagi jalur jalan, karena dapat mempercepat terjadinya erosi dan tanah longsor, selain itu intensitas hujan dapat digunakan untuk memperkirakan saluran pengatusan agar badan jalan tidak selalu tergenang air jika terjadi hujan lebat. Kriteria penilaian intensitas hujan yang digunakan seperti pada tabel 6. Tabel 6. Kriteria Penilaian Intensitas Hujan. No Intensitas Hujan (mm / hari ) Harkat Kelas Kesesuaian 4 5 < < < < 00 > 00 Sumber: Hidayatulloh, 995: I II III I

40 6. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan dalam penelitian ini juga dilakukan penilaian, karena jika penerapan tataguna lahan untuk jalan salah, maka dapat menimbulkan kerusakan. Jalan yang terletak pada medan yang berbukit dengan permukiman yang padat terancam pelongsoran, jika curah hujan di daerah itu tinggi dan struktur perlapisan batuannya miring searah dengan kemiringan lerengnya. Dalam pemberian kriteria penilaian untuk penggunaan lahan, selain didasarkan pertimbangan ekonomis juga didasarkan pada kemungkinan bertambahnya kadar air pada badan jalan, sebagai contoh jalan yang dilewatkan pada areal sawah irigasi akan mengalami kesulitan dalam pembebasan tanah juga memungkinkan bertambahnya kadar air pada tanah dasar dibandingkan jika melewati areal sawah tadah hujan atau tegalan. Berdasarkan alasan di atas dibuat kriteria penilaian seperti tertera pada tebel 7 sebagai berikut: Tabel 7. Kriteria Penilaian Jenis Penggunaan Lahan. No Jenis Penggunaan lahan Harkat Kelas kesesuaian 4 5 Permukiman Tegalan Sawah tadah hujan Hutan Sawah irigasi Sumber: Sudarmadi, 987: I II III I D. Kerusakan Jalan Berdasarkan UU No. 8 Tahun 004 tentang Jalan, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel ( 0, Februari 007). Jalan diklasifikasikan berdasarkan peruntukan, fungsi, dan statusnya.

41 Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Klasifikasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:. Klasifikasi berdasarkan peruntukan jalan. Berdasrkan UU No. 8 Tahun 004 tentang Jalan pasal 6, klasifikasi jalan berdasarkan peruntukannya adalah: a. Jalan umum Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum b. Jalan khusus Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.. Klasifikasi berdasarkan fungsi jalan. Berdasrkan UU No. 8 Tahun 004 tentang Jalan pasal 8, klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya adalah: a. Jalan arteri Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. b. Jalan kolektor Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. c. Jalan lokal Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. d. Jalan lingkungan

42 4 Jalan lingkungan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.. Klasifikasi berdasarkan status jalan. Berdasrkan UU No. 8 Tahun 004 tentang Jalan pasal 9, klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya adalah: a. Jalan nasional Jalan nasional adalah jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. b. Jalan provinsi Jalan provinsi adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota,dan jalan strategis provinsi. c. Jalan kabupaten Jalan kabupaten adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. d. Jalan kota Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. e. Jalan desa Jalan desa adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. Kenyatan dilapangan tidak semua kelas jalan tersebut dalam kondisi yang baik. Menurut Undang-Undang no.8 tahun 999 dan PP 9 tahun 000, kerusakan jalan secara umum adalah merupakan keadaan bangunan jalan yang

43 5 tidak berfungsi, baik sacara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan atau keselamatan umum (www. pu. go. id/bapekin/buletin%0 jurnal/ buletin %08/buletin86.html. 0 februari 007). Identifikasi kerusakan jalan didasarkan pada kenampakan badan jalan dilapangan yang dibedakan menjadi tiga yaitu: bergelombang, retak, dan longsor. Kerusakan badan jalan bergelombang apabila penutup jalan (aspal) terlihat tidak rata (bergelombang), kendaraan yang lewat terlihat berjalan tidak stabil. Kerusakan badan jalan retak apabila penutup badan jalan terlihat pecah pecah, rekah dan aspal penutup badan jalan terkelupas. Kerusakan badan jalan longsor apabila badan jalan hilang sebagian atau sampai putus dan badan jalan mengalami penurunan, (Hidayatulloh, 995: 6) E. Hasil Penelitian yang Relevan. Penelitan : Joko Marwanto (00) Judul : Evaluasi Medan Terhadap Kerusakan Jalan Antara Temuwangi Kaligawe Kecamatan Pedan Penelitian tersebut bermaksud untuk mengklasifikasikan dan menilai tingkat kesesuaian medan sepanjang jalur jalan, dan mengetahui jenis kerusakan pada tingkat kesesuaian medan untuk bangunan jalan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian tersebut meliputi: kemiringan lereng, panjang lereng, indeks keausan batuan, indeks beban titik, struktur perlapisan batuan, tekstur tanah, indeks golongan, permeabilitas, angka Porositas, kadar air, potensi perubahan volume, erosi, gerak massa batuan, intensitas hujan, kerapatan aliran. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode observasi yaitu: suatu metode untuk memperoleh data secara langsung dengan cara pengamatan, dan pencatatan terhadap data-data yang diperlukan sesuai dengan tujuan survei. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah pada tingkat kesesuaian medan yang sama belum tentu mempunyai faktor pembatas yang sama. Usaha untuk

44 6 memperbaiki kondisi faktor pembatas tanah dilakukan dengan memberi lapisan tanah dasar berupa campuran pasir dan batu dengan komposisi pasir lebih banyak.. Peneliti : Sayid Sudarmadi (987) Judul : Evaluasi Medan untuk Memperkirakan Daerah yang Rentan Terhadap Bahaya Alami Kerusakan Jalan (Studi Kasus pada Wilayah Jalan Lingkar Kotamadya Semarang). Penelitian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan kemampuan medan untuk bangunan jalan beserta tingkat kerentanannya terhadap bahaya alami kerusakan jalan. Sasaran yang menjadi tujuan khusus penelitian tersebut adalah peta geomorfologi terpakai sebagai hasil akhir survei geomorfologi, dengan skala : dan memperkirakan daerah yang rentan terhadap bahaya alami kerusakan jalan pada daerah penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode deskriptif observasional yaitu menggandakan pengamatan gejala dan fakta guna memperoleh data sebagai landasan dalam pemerian sesuai dengan tujuan. Data yang digunakan adalah relief (kemiringan lereng), tanah (jenis tanah dan penyebarannya, angka pori, kadar air lapangan, permeabilitas tanah, dan pengatusan permukaan), proses geomorfologi (aktifitas gerakan massa, erosi permukaan, erosi lembah, dan genangan air/banjir), batuan/geologi (indeks keausan batuan, indeks beban titik, dan struktur perlapisan batuan), hidrologi (intensitas hujan dan kerapatan aliran) serta penggunaan lahan (jenis penggunaan lahan). Kesimpulan dari hasil penelitiannya adalah tingkat kerentanan medan terhadap bahaya alami kerusakan jalan lebih ditentukan oleh banyaknya parameter pembatas dari faktor bahaya alami kerusakan jalan raya, sehingga dalam satu kelas lintasan medan yang sama belum tentu didapatkan tingkat kerentanan yang sama pula. Hal ini berkaitan dengan sifat dan karakteristik satuan medan yang berlainan, sehingga parameter pembatasnya juga berbeda. Gejala umum berupa penggelombangan pada badan jalan pada satuan medan di daerah penelitian

45 7 adalah sebagai akibat kondisi tanah pondasi jalan yang mempunyai kualifikasi yang buruk untuk bangunan jalan.. Peneliti : Emi Dwi Suryandi (00) Judul : Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi untuk Evaluasi Kerentanan Kerusakan Jalan di Kabupaten Kulon Progo Tujuan penelitian tersebut adalah memanfaatkan data penginderaan jauh untuk menyadap informasi fisik medan sebagai parameter yang digunakan dalam mengevaluasi medan terhadap kerentanan kerusakan jalan dan menentukan kelas kerentanan kerusakan jalan di Kabupaten Kulon Progo dengan menggunakan sistem informasi geografi berbasis vektor. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut diperoleh dari interpretasi foto udara pankromatik hitam putih skala : dan data sekunder untuk memperoleh parameter yang digunakan. Parameter yang dapat diperoleh secara langsung dari foto udara adalah penggunaan lahan, relief, kerapatan alur, tingkat erosi dan bentuklahan. Parameter kemiringan lereng diperoleh dari peta topografi skala : parameter tekstur tanah, kembang kerut tanah, gerak massa batuan, dan daya dukung tanah diperoleh dari deduksi bentuklahan yang didukung Peta Tanah skala : daerah DIY, Peta Tanah skala : sebagian Kabupaten Kulon Progo dan Peta Geologi skala: Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah penggabungan teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografi (SIG) dalam penentuan kelas kerentanan kerusakan jalan, sangat berperan dalam kemudahan untuk memperoleh informasi tematik, memproses data, meyimpan, mengolah serta memanajemen data. Dari tinjauan pustaka dan penelitian sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa informasi mengenai sifat dan karakteristik medan seperti relief, batuan/geologi, tanah, proses geomorfologi dan vegetasi/penggunaan lahan merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan proyek-proyek keteknikan, dalam hal ini adalah jalur jalan.

46 8 Penelitian Joko Marwanto memberikan informasi bahwa studi keterlintasan medan penilaian mengenai kondisi relief, geologi, tanah, proses geomorfologi hidrologi dan penggunaan lahan merupakan parameter yang diukur untuk penentuan kelas keterlintasan medan untuk bangunan jalan. Penelitian Sayid Sudarmadi memberikan petunjuk adanya hubungan antara karakteristik medan dengan kerusakan jalan. Dari semua penelitian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dengan variabel relief, batuan/geologi, tanah, proses geomorfologi, hidrologi dan vegetasi/penggunaan lahan dapat digunakan untuk mengetahui penyebab kerusakan jalan di daerah penelitian. F. Kerangka Pemikiran Prasarana transportasi terutama transportasi darat yang salah satunya jalan raya, mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perkembangan wilayah secara menyeluruh. Jalan mempunyai fungsi utama sebagai prasarana penghubung. Kondisi jalan yang rusak sangat menghambat perkembangan wilayah, karena membahayakan bagi penggunanya. Untuk dapat mengetahui faktor penyebab kerusakan jalan diperlukan informasi tentang keterlintasan medan yang meliputi sifat dan kemampuan setiap satuan medan untuk bangunan jalan. Dengan adanya informasi tersebut, maka perawatan dan pemeliharaan jalan dapat dilakukan secara efektif dan jalan dapat digunakan secara optimal. Informasi tentang keterlintasan medan untuk jalan diperoleh dengan cara mengevaluasi faktor keterlintasan medan pada masing-masing medan yang berupa: kemiringan lereng, panjang lereng, indeks keausan batuan, indeks beban titik, kmiringan lapisan batuan, tekstur tanah, kelompok tanah/ukuran butir tanah, kadar air, angka pori, permeabilitas tanah, kembang kerut tanah, erosi, gerak massa batuan, jarak antar sungai, intensitas hujan, dan penggunaan lahan. Satuan medan diperoleh dari tumpangsusun Peta Bentuklahan, Peta Tanah, Peta Lereng, dan Peta Penggunaan Lahan. Proses evaluasi terhadap karakteristik satuan medan menghasilkan kelas kesesuaian medan dan faktor penghambat untuk jalan. Selanjutnya kelas kesesuaian medan dan faktor penghambat tersebut dikaitkan dengan kerusakan jalan yang datanya diperoleh dari survei lapangn.

47 9 Secara sistematis kerangka pemikiran tersebut dapat diujudkan dalam bentuk diagram alir yang disajikan pada gambar sebagai berikut: Faktor Kerusakan Jalan Beban Kendaraan yang Melebihi Kemampuan Jalan Kondisi Fisik Medan Tidak Mendukung untuk Jalur Jalan Kualitas Jalan Tidak Mampu Mendukung Beban Evaluasi Medan untuk Jalur Jalan Faktor Pendukung Faktor Pembatas Kelas Kesesuaian Medan untuk Jalur Jalan Gambar : Bagan Alir Kerangka Berfikir

48 0 BAB III METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitiam. Tempat Penelitian Suatu penelitian memerlukan tempat sebagai obyek pengambilan data, informasi dan hal-hal yang diperlukan demi tercapainya tujuan penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan. Dipilihnya daerah ini sebagai daerah penelitian karena memiliki topografi yang kompleks dan jalur jalan Surakarta-Purwodadi yang terlintas mengalami kerusakan yang dapat membahayakan jiwa bagi pengguna jalan tersebut, sehingga dengan dilakukan penelitian mengenai keterlintasan medannya, dapat dijadikan sebagai dasar perencanaan perbaikan kerusakan jalan.. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai sejak diajukannya proposal sampai penulisan hasil penelitian selesai, yaitu dimulai sejak bulan Agustus 005 sampai dengan bulan Februari 007. B. Metode Penelitian Untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu penelitian selalu digunakan cara cara yang sering diistilahkan dengan metode penelitian. Menurut Surachmad (978: ), metode adalah suatu cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis, dengan menggunakan teknik dan alat alat tertentu. Sesuai dengan judul dan tujuan, maka penelitian ini bersifat deskriptif, dan model penelitian yang dilakukan adalah deskriptif survei. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Arikunto (985: 9) yang menyatakan bahwa Pada umumnya penelitian deskriptif merupakan penelitian non hipotesa sehingga dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesa. Riset deskriptif survei bermaksud untuk mencari bukti-bukti ilmiah tentang sebab terjadinya kerusakan jalurjalan Surakarta Purwodadi.

49 Satuan medan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan tumpangsusun Peta Bentuklahan skala : , Peta Tanah skala : , Peta Lereng skala : dan Peta Penggunaan Lahan skala : Peta Bentuklahan diturunkan dari Peta Geologi skala : tahun 99 dan survei lapangan. Peta Tanah diturunkan dari Peta Tanah Tinjau skala : tahun 00 dan survei lapangan. Peta Lereng dan Peta Penggunaan Lahan diturunkan dari Peta Rupa Bumi skala : tahun 000. Batas pemetaan masing-masing peta penyusun satuan medan adalah bentang alam yang diukur dari batas terluar jalur jalan sejauh Km, dengan asumsi sejauh Km sudah tidak terpengaruh oleh bangunan jalan. Simbol satuan medan disusun berdasarkan pada parameter penyusun yang terdiri dari:. Satuan bentuklahan disimbolkan dengan huruf pertama dari asal proses dan angka yang menunjukkan bentuk. Masing-masing simbol tersebut sebagai berikut: a. Perbukitan blok sesar berbatuan napal terkikis kuat diberi simbol S b. Perbukitan antiklinal berbatuan napal terkikis kuat diberi simbol S5 c. Perbukitan denudasional berbatuan napal terkikis kuat diberi simbol D d. Dataran aluvial diberi simbol F. Jenis tanah disimbolkan dengan huruf pertama dari kata pertama nama jenis tanah sebagai berikut: a. Tanah Regosol diberi simbol huruf R b. Tanah Grumusol diberi simbol huruf G. Relief dalam hal ini berupa kelas kemiringan lereng disimbolkan dengan angka Romawi sebagai berikut: a. Kemiringan 0 % diberi simbol I b. Kemiringan 8% diberi simbol II c. Kemiringan 8 4% diberi simbol III d. Kemiringan 4 0% diberi simbol I e. Kemiringan > 0% diberi simbol 4. Penggunaan lahan dilambangkan dengan huruf sebagai berikut:

50 a. Permukiman diberi simbol huruf Pmk b. Sawah diberi simbol huruf Swh c. Hutan diberi simbol huruf Ht d. Kebun / perkebunan diberi simbol huruf Kb Contoh penggunaan simbol: S-R-II-Ht Cara baca: S : Satuan bentuklahan perbukitan blok sesar berbatuan napal terkikis kuat, R : Jenis tanah regosol, II : Kelas kemiringan lereng 8%, dan Ht : Penggunaan lahan sebagai hutan. C. Sumber Data Jenis data yang akan dianalisis dalam penelitian ini, terbagi menjadi dua golongan, yang saling melengkapi dan saling mendukung.. Data Primer Data primer yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain hasil pengukuran langsung di lapangan dan hasil analisis laboratorium dari kriteria penilaian kesesuaian medan yaitu: kemiringan lereng, panjang lereng, indeks keausan batuan, indeks beban titik, struktur perlapisan batuan, tekstur tanah, ukuran butir tanah, kadar air, angka pori, permeabilitas tanah, kembang kerut tanah, erosi, gerak massa batuan, jarak antar sungai, intensitas hujan dan penggunaan lahan.. Data Sekunder Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain data jenis tanah, data geologi dan data penggunaan lahan.

51 D. Populasi dan Sampel. Populasi Penetapan populasi dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting agar diketahui dengan jelas individu individu yang menjadi obyek penelitian tersebut. Menurut Arikunto (996: 5) yang dimaksud populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua satuan medan sepanjang jalur jalan Surakarta-Purwodadi di Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan yang berjumlah 68 satuan medan.. Sampel Menurut Arikunto (996: 7), sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan mengunakan metode Purposive Sampling, yaitu satuan medan sebagai satuan evaluasi yang ditentukan berdasarkan tujuan, yaitu evaluasi medan untuk tingkat kerusakan jalur jalan. Sesuai dengan metode pengambilan sampel yang digunakan, maka satuan medan yang menjadi sampel penelitian adalah satuan medan yang terlintasi oleh jalur jalan. Dari jumlah populasi yang ada ditetapkan satuan medan yang menjadi sampel penelitian, keduabelas satuan medan tersebut adalah: D-G--Kb, D-G-I-Kb, D-G-I-Pmk, D-G-III-Ht, S-G-I-Ht, S-G-I-Pmk, S5-G-I-Ht, S5-G-II-Ht, S5-G-I-Ht, S5-G-III-Kb, S-G-I-Ht, dan S-G-I-Sw. E. Teknik Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian, data merupakan faktor yang penting. Pengumpulan data yang dimaksudkan untuk memperoleh data atau keterangan yang benar dan dapat dipercaya dalam penelitian. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain:

52 4. Dokumentasi Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan menelaah dokumen dokumen atau catatan catatan yang ada termasuk di dalamnya adalah peta. Dokumentasi dilakukan guna mendapatkan data data sekunder. Data yang dihasilkan dari cara dokumentasi antara lain: litologi, geologi, kerapatan aliran, iklim dan penggunaan medan.. Observasi Observasi lapangan adalah cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan terhadap obyek di lapangan. Observasi dilakukan untuk mendapatkan data primer. Dari observasi lapangan, data yang dihasilkan antara lain: kemiringan dan panjang lereng, perlapisan batuan, tekstur tanah, permeabilitas tanah, drainase, kenampakan erosi dan gerak massa batuan. Teknik observasi ini dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, hal ini sesuai dengan pendapat Surachmad, (978: 55) yang mengatakan bahwa teknik observasi lapangan adalah pengumpulan data dimana penyelidik mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap gejala obyek yang diselidiki. Teknik observasi tak langsung yakni teknik pengumpulan data dimana penyelidik mengadakan pengamatan terhadap gejala gejala subyek yang diselidiki dengan perantara sebuah alat, baik alat yang sudah ada (semula tidak khusus dibuat untuk keperluan tersebut), maupun yang sengaja dibuat untuk keperluan yang khusus itu. Cara pengambilan data dilakukan sebagai berikut: a. Data kemiringan lereng dan panjang lereng didapat dari Peta Lereng dengan menggunakan program sistem informasi geografi (SIG), b. Faktor batuan Pengukuran indeks beban titik dilakukan di lapangan dengan menggunakan alat penetrometer saku. Pengukuran indeks keausan batuan dilakukan di laboratorium dengan menimbang berat batuan sebelum dan sesudah diuji keausannya. Struktur perlapisan batuan diperoleh dengan mengacu pada Peta Geologi bersistem kemudian mengecek langsung di

53 5 lapangan dengan cara mengukur kedudukan perlapisan batuan terhadap kemiringan permukaan, litologi batuan, dan sifat batuan (keras-lunak), c. Faktor proses geomorfologi meliputi data tingkat erosi yang datanya diperoleh dengan cara mengukur kedalaman dan jarak antar sungai yang dapat dihitung dari peta dan cek lapangan, kemudian mencocokkan dengan tabel kriteria erosi, data gerak massa diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan mencocokkan dengan tabel kriteria gerak massa, d. Data faktor tanah yang meliputi: tekstur, kadar air, ukuran butir tanah, angka pori, permeabilitas dan kembang kerut tanah (indeks COLE) dilakukan di laboratorium dan dicocokkan dengan masing-masing tabel kriteria, e. Data intensitas hujan diperoleh dari stasiun pencatat curah hujan dan membagi jumlah rata-rata curah hujan dengan jumlah hari hujan, f. Faktor penggunaan lahan berupa jenis penggunaan lahan yang diacu dari Peta Penggunaan Lahan dan cek lapangan. F. aliditas Data Kesahihan data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer yaitu kemiringan lereng, panjang lereng, pelapukan batuan, erosi, gerak massa batuan, kekuatan batuan, kemiringan lapisan batuan, kelompok tanah, daya dukung tanah, permeabilitas tanah, kembang kerut tanah, dan drainase tanah. Data sekunder berupa jenis tanah, kemiringan lereng dan penggunaan lahan. Data data primer dan sekunder tersebut saling melengkapi yang hasil akhirnya menunjukkan karakteristik fisik pada setiap satuan medan di daerah penelitian. G. Analisis Data Analisis dilakukan untuk mengetahui satuan medan dan mengetahui kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan di daearah penelitian. Satuan medan ditentukan berdasarkan tumpangsusun Peta Bentuklahan skala : , Peta Lereng skala : , Peta Tanah skala : dan Peta Penggunaan Lahan

54 6 skala : Hasil dari tumpangsusun keempat peta tersebut berupa satuan medan, yang kemudian dijadikan satuan evaluasi untuk menetapkan sampel dalam penelitian ini. Evaluasi medan yang dilakukan untuk mengetahui kelas kesesuaian medan dengan cara menganalisis dan memberi harkat (scoring) pada sifat dan karakteristik medan yang dijadikan dasar penelitian. Sifat dan karakteristik medan yang dijadikan dasar penelitian antara yaitu: panjang lereng, kemiringan lereng, indeks beban titik, indeks keausan batuan, struktur perlapisan batuan, tekstur tanah, kadar air, kelompok tanah, angka pori, permeabilitas, kembang kerut tanah, jarak antar sungai, erosi, gerak massa batuan, intensitas hujan dan penggunaan lahan. Keseluruhan parameter tersebut selanjutnya diberi harkat dari parameter yang paling baik sampai parameter yang sangat jelek dan dimasukkan dalam masing-masing tabel kriteria. Nilai dan kelas kesesuaian yang digunakan dalam pengharkatan berkisar dari sampai dengan 5 sebagai berikut:. Harkat 5 menunjukkan kesesuaian I (sangat Sesuai). Harkat 4 menunjukkan kesesuaian II (sesuai). Harkat menunjukkan kesesuaian III (cukup sesuai) 4. Harkat menunjukkan kesesuaian I (tidak sesuai) 5. Harkat menunjukkan kesesuaian (sangat tidak sesuai) Dari hasil penilaian sifat dan karakteristik medan tersebut dijumlah dan diklasifikasikan untuk menentukan kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan. Berdasarkan 6 parameter yang diharkat mempunyai nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 6, untuk menentukan kelas kesesuaian medan digunakan persamaan: i = N R Didapat julat i = Dimana : i = interval kelas R = perbedaan nilai tertinggi dan terendah N = kelas kesesuaian medan =,8 dibulatkan menjadi. Berdasarkan persamaan di atas dibuat kelas kesesuaian medan untuk jalan seperti pada tabel 8.

55 7 Tabel 8: Kelas Kesesuaian Medan untuk Jalur Jalan. Nilai Kelas Kesesuaian Kategori I II III I Sangat sesuai Sesuai Cukup sesuai Tidak sesuai Sangat tidak sesuai Berdasarkan hasil pengharkatan, maka akan didapat kelas kesesuaian medan untuk bangunan jalan pada setiap satuan medan di daerah penelitian dengan kriteria sebagai berikut :. Kelas kesesuaian I (sangat sesuai) Jumlah harkat antara 67 dan 80. Kondisi fisik medan mendukung sekali terhadap bangunan jalan, resiko terhadap kerusakan jalan hampir tidak ada dan perawatan jalan relatif murah.. Kelas kesesuaian II (sesuai) Jumlah harkat antara 54 dan 67. Kondisi fisik medan mendukung terhadap bangunan jalan, resiko kerusakan relatif kecil dan mudah diatasi.. Kelas kesesuaian III (cukup sedang) Jumlah harkat antara 4 dan 54. Kondisi fisik medan mendukung terhadap bangunan jalan tetapi dengan persyaratan disertai perawatan yang teratur, dan terus menerus dilakukan pengamatan, biaya perawatan agak mahal. 4. Kelas kesesuaian I (tidak Sesuai) Jumlah harkat antara 8 dan 4. Kondisi fisik medan tidak mendukung terhadap bangunan jalan karena adanya resiko kerusakan jalan yang besar, biaya perawatan relatif mahal. 5. Kelas kesesuaian (sangat tidak sesuai) Jumlah harkat antara 6 dan 8. Kondisi fisik medan sudah tidak mendukung lagi terhadap bangunan jalan, banyak kerusakan jalan yang mungkin terjadi, perawatan dan perbaikan jalan sangat mahal. Sub-kelas kesesuaian ditentukan dengan memperhatikan tinggi rendahnya nilai penjumlahan dan faktor pembatas, yaitu sifat dan karakteristik

56 8 medan yang mempunyai nilai terendah. Faktor pembatas yang berasal dari relief diberi simbol (r). Faktor pembatas yang berasal dari tanah diberi simbol (t), faktor pembatas yang berasal dari geologi diberi simbol (g), faktor pembatas yang berasal dari hidrologi dengan simbol (h), faktor proses dengan simbol (p) dan faktor yang berasal dari penggunaan lahan diberi simbol (pl). H. Prosedur Penelitian. Tahap Persiapan Dalam tahap ini yang dilakukan antara lain: penyediaan alat dan bahan, biaya, perencanaan waktu yang tepat, perijinan dan lembar kerja untuk observasi lapangan.. Tahap Interpretasi Awal Dalam tahap kedua ini yang dilakukan antara lain : a. Studi pustaka yang berkaitan dengan obyek penelitian, b. Analisa Peta Tanah, Peta Topografi dan Peta Penggunaan Medan, c. Pembuatan Peta Satuan Medan.. Tahap Observasi Lapangan Dalam tahap ini yang dilakukan pengamatan lapangan untuk : a. Mencocokkan hasil interpretasi awal dengan keadaan sebenarnya di lapangan dan melakukan pengukuran lapangan sesuai kriteria kualitas medan yang dinilai, b. Pengambilan sampel yang akan dianalisis di laboratorium. 4. Tahap Analisis Data Dalam tahap ini data yang didapat dari observasi lapangan dan data pendukung lainnya, akan dianalisis secara cermat. Sedangkan untuk analisis contoh tanah dan batuan dilakukan di laboratorium Fakultas Teknik UNS.

57 9 5. Tahap Interpretasi Akhir Dalam tahap ini semua data dan informasi yang telah dianalisis diskor, yang hasil akhirnya adalah kelas kesesuaian medan yang diwujudkan dengan Peta Satuan Medan untuk bangunan jalur jalan. 6. Tahap Akhir Dalam tahap ini dilakukan penulisan laporan penelitian dalam bentuk skripsi. Secara sistematis bagan alur penelitian disajikan pada gambar.

58 40 Peta Tanah Skala : Peta Lereng Skala : Peta Geologi Skala : Survei Lapangan Survei Lapangan Peta Tanah Skala : Peta Bentuklahan Skala : Peta Penggunaan Lahan Skala : Faktor Keterlintasan Medan Peta Satuan Medan Skala : Survei Lapangan Informasi Kondisi Jalan Proses Pengolahan Data Kelas Kesesuaian Medan untuk Jalan Gambar. Bagan Alur Penelitian

59 4 BAB I HASIL PENELITIAN A. Latar Belakang Daerah Penelitian. Letak dan Batas a. Letak Astronomi Berdasarkan Peta Rupa Bumi skala : 5.000, lembar Toroh (408-64) dan Sukodono (408-64), maka secara astronomi dapat diketahui letak daerah penelitian antara 07 47,07" LS " LS dan 0 5 5,04" BT ,00" BT. Ditinjau secara administratif, daerah penelitian termasuk wilayah Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah, yang meliputi tujuh desa yaitu : Desa Ngrandu, Desa Juworo, Desa Monggot, Desa Kalangbancar, Desa Geyer, Desa Bangsri dan Desa Ledokdawan. Letak administratif daerah penelitian disajikan pada Peta Administratif. b. Batas Berdasarkan Peta Rupa Bumi skala : 5.000, lembar Toroh (408-64) dan Sukodono (408-64), maka dapat diketahui batas Kecamatan Geyer sebagai berikut:. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sumberlawang Kabupaten Sragen. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan, dan 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Juwangi Kabupaten Grobogan.. Iklim Berdasarkan letak lintangnya daerah penelitian termasuk iklim tropis, karena terletak pada lintang rendah (07 47,07" LS " LS). Dalam menentukan iklim ada tiga unsur yang sangat mempengaruhi, yaitu temperatur,

60 4 angin dan curah hujan. Untuk memperjelas iklim di daerah penelitian hanya akan diuraikan unsur temperatur dan curah hujan. a. Temperatur Berdasarkan Peta Rupa Bumi Skala : 5.000, lembar Toroh (408-64) dan Sukodono (408-64) dan survei lapangan, diketahui daerah penelitian terletak pada ketinggian antara meter dari permukaan air laut. Ketinggian tempat ini dapat digunakan untuk menentukan rata-rata temperatur suatu daerah, untuk mengetahui rata-rata temperatur suatu daerah menggunakan rumus Braak sebagai berikut : T = (6, 0,6 x h) C Dimana T = Rata-rata temperatur daerah 6, = Rata-rata temperatur daerah di pantai tropis 0,6 = Konstan temperatur (penurunan temperatur setiap kenaikan tempat setinggi 00 meter) h = Tinggi tempat dalam hm (hektometer) Untuk menentukan temperatur rata-rata dipakai kisaran temperatur di daerah tertinggi dan terendah. Daerah tertinggi adalah 75 m dan daerah terendah 50 m di atas permukaan air laut. Temperatur rata-rata daerah tertinggi adalah: T = 6, 0,6 x h = 6, 0,6 x,75 T = 5, o C Temperatur rata-rata daerah terendah adalah: T = 6, 0,6 x h = 6, 0,6 x 0,50 T = 5,9 o C Dari perhitungan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa temperatur daerah tertinggi adalah 5,9 C dan daerah terendah adalah 5, C.

61 4 b. Curah Hujan Data mengenai curah hujan daerah penelitian diperoleh dari statistik kecamatan. Data curah hujan yang diperoleh hanya selama empat tahun terakhir, yaitu dari tahun 00 sampai dengan tahun 006. Hal ini dikarenakan pada tahun sebelumnya alat pencatat curah hujan rusak sehingga curah hujan yang jatuh tidak tercatat. Keadaan rata-rata curah hujan tahunan di Kecamatan Geyer tahun 00 sampai dengan tahun 006 disajikan pada tabel 9 berikut: Tabel 9. Data Curah Hujan Selama Tahun 00 Sampai 006 No Bulan Rata-rata mm mm mm mm Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Okrober Nopember Desember Jumlah Bulan Kering Bulan Basah Sumber: Statistik Kecamatan Dengan melihat data curah hujan seperti pada tabel 9 dapat diketahui bahwa curah hujan tahunan untuk empat tahun terakhir (00-006) sebesar 85,5 mm. Bulan terkering terjadi pada bulan Agustus, yang ternyata curah hujan rata-rata yang turun hanya 4 mm. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Koppen, Kecamatan Geyer termasuk iklim Aw, yaitu : A : Berarti iklim panas, dengan suhu rata-rata tahunan tidak lebih rendah dari 8 0 C. Aw : Iklim panas yang mempunyai periode kering pada musim

62 Jumlah curah hujan minimum rata-rata bulana (mm) 44 dingin selama setengah tahun, atau dikatakan iklim sabana. Keadaan iklim Kecamatan Geyer berdasarkan klasifikasi iklim Koppen dapat dilihat pada gambar 4 sebagai berikut: 60 Af 40 Am 0 7, Aw , Curah hujan rata-rata tahunan (mm) Gambar 4: Tipe Curah Hujan Daerah Kecamatan Geyer Menurut Koppen, Priode Tahun

63 45 Menurut penggolongan tipe curah hujan dari Schmidt-Ferguson daerah penelitian termasuk tipe curah hujan C. Tipe curah hujan ini didasarkan pada nisbah rata-rata jumlah bulan kering yaitu apabila curah hujan kurang dari 60 mm dan rata-rata jumlah bulan basah apabila curah hujan lebih dari 00 mm yang disimbolkan dengan Q (Quotient). JumlahBulanKering Q = x00% JumlahBulanBasah Penggolongan tipe curah hujan menurut Schmidt-Ferguson seperti pada tabel 0 di bawah ini. Tabel 0. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson. Tipe Curah Hujan Nilai Q (%) Sifat A 0 Q < 0,4 Sangat basah B 0,4 Q < 0, Basah C 0, Q < 0,600 Agak basah D 0,600 Q <,000 Sedang E,000 Q <,670 Agak kering F,670 Q <,000 Kering G,000 Q < 7,000 Sangat kering H 7,000 Q - Luar biasa kering Sumber : Handoko, 995: 69. Atas dasar rumus di atas, serta data curah hujan selama empat tahun, maka dapat diketahui nilai Q untuk klasifikasi tipe curah hujan berdasarkan Schmidt-Ferguson di Kecamatan Geyer adalah:,5 Q = 00% 7,75 Q = 4,9% Berdasarkan nilai Q tersebut, maka dapat diketahui bahwa daerah penelitian termasuk dalam tipe curah hujan C, yang mempunyai sifat agak basah. Pada gambar 5 menunjukkan tipe curah hujan berdasarkan Schmidt-Ferguson di Kecamatan Geyer.

64 % % Jumlah rata-rata bulan kering H G Nilai Q (%) 57 % 00 % F E 60 % (7, 75:,5 D, % C B 4, % A Jumlah rata-rata bulan basah Gambar 5. Tipe Curah Hujan Menurut Schmidt dan Ferguson di Daerah Penelitian Berdasarkan Data Curah Hujan Tahun

65 Gambar 6. Peta Administratif 47

66 48. Geologi Daerah penelitian merupakan bagian dari geoantiklin Kendeng. Antiklinorium Kendeng merupakan lanjutan dari Rangkaian Pegunungan Serayu Utara di Jawa Tengah (Bemmelen, 968: 79). Di sebelah selatan Semarang, antiklinorium Kendeng panjangnya mencapai 50 km dan lebarnya mencapai 40 km serta menyempit ke arah timur sampai 0 km. Antiklinarium Kendeng berupa perbukitan dengan elevasi rata-rata 450 meter dari permukaan air laut, dan elevasi maksimum 600 meter dari permukaan air laut. Dekat Ngawi terjadi sebuah sumbu depresi, dimana punggungan ini secara melintang terpotong oleh sungai Bengawan Solo, sehingga terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian barat dan bagian timur. Dalam pembagian zona fisiografi pulau Jawa, daerah penelitian termasuk zona tengah. Zona ini mempunyai lapisan Neogen muda yang lebih tebal dibandingkan dengan zona lain. Lapisan Neogen muda ini merupakan inti dari geoantiklin muda. Proses pelipatan terjadi sejak periode Miosen atas dan di beberapa tempat sampai miosen tengah. Selama periode Plistosen tengah dihasilkan orogenesa dari lipatan yang kuat sehingga menimbulkan lipatan terbalik. Hampir seluruh daerah penelitian tersusun oleh sedimen klastis terutama napal. Berdasarkan Peta Geologi lembar Salatiga, Jawa skala : terbitan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi tahun 99, di daerah penelitian terdapat tiga formasi batuan yaitu : Formasi Kerek, Formasi Kalibeng dan Dataran Aluvial. Formasi paling tua adalah Formasi Kerek (Tmk) yaitu pada periode miosen tengah. Bagian bawah berupa sedimen tipe flysch yang berlapisan sangat baik, terdiri dari perselingan batu lanau, batulempung dan batupasir gampingan. Bagian atas terdiri dari napal bersisipan batupasir tufaan gampingan, batulanau dan batupasir kerikilan, kandungan bahan gunungapi sangat tinggi, umumnya berwarna lebih cerah dan perlapisannya tidak serapat bagian bawah. Secara keseluruhan kandungan bahan gunungapi berkurang ke arah timur. Luas formasi ini di daerah penelitian adalah.8, ha atau 46% dari luas seluruh daerah

67 49 penelitian. Formasi ini menyebar di bagian selatan dan tengah daerah penelitian yaitu di Desa Monggot, Desa Kalangbancar, Desa Juworo dan Desa Ngrandu. Penampang melintang formasi ini dapat dilihat pada gambar 7 di bawah. Gambar 7. Penampang Melintang Perlapisan Batuan Napal Bersisipan Lanau pada Formasi Kerek. Gambar Diambil pada Bulan Oktober tahun 006. Selama periode Miosen akhir hingga pliosen awal dijumpai Formasi Kalibeng (Tmpk). Formasi ini terdiri dari napal pejal di bagian atas dan di bawahnya dijumpai napal bersisipan dengan batupasir tufaan dan batu gamping. Luas formasi ini di daerah penelitian adalah.669,98 ha atau 5,7% dari luas seluruh daerah penelitian. Formasi ini tersebar luas di bagian utara dan sebagian sempit di selatan daerah penelitian yaitu Desa Bangsri, Desa Geyer, sebagian Desa Ledokdawan, Desa Juworo dan Desa Ngrandu. Pada bagian tertentu dari Formasi Kalibeng dijumpai anggota klitik Formasi Kalibeng yang terdiri dari selang-seling kalkarenit, batugamping tufaan, batupasir tufan dan napal di bagian atas ; dan biokalkarenit di bagian bawah. Anggota klitik Formasi Kalibeng berkembang pada periode pliosen akhir. Luas formasi ini adalah 7,54 ha atau 0,5% dari luas seluruh daerah penelitian.

68 50 Dataran Aluvial (Qa), berkembang pada periode Holosen. Batuan penyusunnya terdiri dari lempung, krikil dan krakal. Dataran aluvial tersebar sempit di hilir Sungai Geyer yaitu sebagian Desa Ledokdawan. Luas Dataran Aluvial didaerah penelitian adalah 80,650 ha atau,56% dari luas seluruh daerah penelitian. Agihan formasi geologi di daerah penelitian dapat dilihat pada peta Geologi dan tabel di bawah. Tabel. Agihan Formasi Geologi Daerah Penelitian. No Formasi Geologi Luas Area Ha % 4 Qa Tmk Tmpk Tpkk 80,650.8,.669,98 7,54,56 46,7 5,7 0,5 Jumlah 56,44 00,00 Sumber: Analisis Peta Geologi Daerah Penelitian. Dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa daerah penelitian didominasi oleh Formasi Kalibeng dengan penyusun batuan napal bersisipan lanau.

69 Gambar 8. Peta geologi 5

70 5 4. Geomorfologi Berdasarkan Peta Geologi dan Peta Topografi daerah penelitian serta survei lapangan, daerah penelitian mempunyai beberapa bentuklahan. Secara garis besar ada tiga () bentuklahan berdasarkan asalnya, yaitu: bentuklahan asal struktural, bentuklahan asal proses denudasional dan bentuklahan asal proses fluvial.. Bentuklahan Asal Struktural Bentuklahan asal struktural dicirikan dengan adanya sesar dan lipatan. Adanya tenaga dari dalam yang mendesak kulit permukaan bumi akan mengalami pelipatan jika letaknya jauh di dalam bumi dan menemui lapisan batuan yang plastis. Jika tenaga tersebut menemui lapisan batuan yang keras, maka akan terjadi patahan. Kenampakan yang mudah untuk diidentifikasi adalah adanya gawir sesar, yaitu berupa dinding-dinding yang curam. Proses yang berlangsung pada bentuklahan ini berupa erosi dan gerak massa batuan. Akibat dari proses tersebut, pada bentuklahan ini sering dijumpai longsor lahan terutama pada dinding lereng yang curam. Secara fisiografi bentuklahan ini berupa perbukitan. Bentuklahan ini meliputi wilayah seluas 48,949 ha atau 64,88% dari luas seluruh daerah penelitian. Penyebaran bentuklahan ini di bagian selatan daerah penelitian. Sub bentuklahan yang terbentuk adalah Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau Terkikis Kuat dan Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat. Kondisi bentuklahan ini dapat dilihat pada gambar 9.. Bentuklahan Asal Proses Denudasional Bentukan asal proses denudasional muncul karena pada bentukan asal struktural mengalami proses pengikisan dalam waktu dan intensitas yang tinggi sehingga kenampakan yang dijumpai sekarang sudah sulit dikenali relief dan strukturnya. Bentukan yang dijumpai sekarang berupa perbukitan yang puncaknya hampir rata dengan ketinggian berkisar antara 75 dan 50 meter di atas permukaan air laut. Proses geomorfologi yang bekerja dan berlangsung berupa erosi permukaan, pelapukan dan gerak massa, yang mengakibatkan perkembangan bentuklahan ini. Batuan bagian atas berupa batuan napal yang mengalami proses pelapukan, sehingga membentuk kenampakan yang menyerupai perisai. Luas

71 5 bentuklahan ini adalah 66,87 ha atau,% dari luas seluruh daerah penelitian. Bentuklahan asal proses denudasional pada daerah penelitian berupa perbukitan. Penyebaran bentuklahan ini adalah sebelah utara daerah penelitian. Akibat proses geomorfilogi yang berlangsung pada bentuklahan ini dapat dilihat pada gambar 0 di bawah. Gambar 9. Bentuklahan Asal Struktural Berbatuan Napal. Foto Diambil pada Bulan Oktober tahun 006. Gambar 0. Gerak Massa pada Bentuklahan Perbukitan Denudasional. Foto Diambil pada Bulan Oktober tahun 006.

72 54. Bentuklahan Asal Proses Fluvial Bentuklahan ini terbentuk karena proses erosi, pengendapan dan aktifitas sungai yang pada daerah penelitian banyak dipengaruhi oleh sungai Geyer dan sungai Sogo. Bentuklahan yang terbentuk adalah Dataran Aluvial yang mempunyai lapisan batuan yang horizontal berasal dari proses pengendapan dari material yang berasal dari pebukitan denudasi yang berada di atasnya. Luas bentuklahan ini di daerah penelitian adalah 49,4 ha atau,89% dari luas seluruh daerah penelitian. Agihan bentuklahan dan luas masing-masing di sajikan pada Peta Bentuklahan dan tabel di bawah ini. Tabel. Luas Bentuklahan di Daerah Penelitian. No Bentuklahan Asal Proses Bentuklahan asal Struktural Bentuklahan asal proses Denudasional Bentuklahan asal proses Fluvial Luas Ha %.48,949.66,87 49,44 64,88,,89 Jumlah 56,44 00,00 Sumber: Peta Bentuklahan dan Analisis. Dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa bentuklahan terluas yang ada di daerah penelitian adalah bentuklahan asal struktural yaitu:.48,949 ha atau 64,88 % dari luas seluruh daerah penelitian, sedangkan bentuklahan tersempit adalah bentuklahan asal proses fluvial yaitu: 49,44 ha atau,89 % dari luas seluruh daerah penelitian.

73 Gambar.Peta bentuklahan 55

74 56 5. Tanah Tanah berfungsi sebagai medium pertumbuhan vegetasi, infiltrasi, penyimpanan, penahanan, pelolosan dan penguapan air. Dalam kaitannya dengan penelitian ini maka tanah sebagai tempat yang dikenai langsung oleh bangunan jalan. Berdasarkan pada Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa Tengah skala : (Lembaga Penelitian Tanah, 966), macam tanah yang ada di Kabupaten Grobogan meliputi: () Grumusol Kelabu Tua, () Asosiasi Grumusol Coklat Kekelabuan dan Grumusol Kelabu Kekuningan, () Grumusol Kelabu, (4) Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Coklat Kekelabuan, (5) Grumusol Kelabu, (6) Asosiasi Mediteran Merah Kekuningan dan Mediteran Coklat Kekuningan, (7) Kompleks Regosol Kelabu dan Grumusol, (8). Kompleks Litosol, Mediteran dan Rendsina. (Berdasarkan pada Peta Tanah Tinjau Kabupaten Grobogan Skala : tahun 99) dan survei lapangan, daerah penelitian terdiri dari dua jenis tanah yaitu: Grumusol dan Regosol. Penyebaran masing-masing jenis tanah tersebut dapat dilihat pada peta Tanah. Ciri morfologi dan fisik masing-masing jenis tanah dijelaskan sebagai berikut: a. Grumusol Tanah grumusol berasal dari endapan lempung. Penyebarannya memanjang kearah utara selatan daerah penelitian dan di lalui oleh jalur jalan Surakarta Purwodadi. Luas jenis tanah ini adalah.99,97 ha atau 56,96% dari luas seluruh daerah penelitian. Jenis tanah ini di lapangan dicirikan dengan tekstur lempung berat, struktur lempeng, konsistensi dalam keadaan kering luar biasa teguh. Pada keadaan basah konsistensinya menjadi plastis dan sangat lekat, mudah terjadi retak-retak, jeluk tanah dalam, warna kelabu, permeabilitas sangat lambat sehingga kemampuan meloloskan air sangat kecil dan kapasitas menahan air sangat besar.

75 57 b. Regosol Tanah ini berasal dari bahan induk batuan kapur dan napal. Tanah Regosol di lapangan dicirikan dengan tekstur pasir berlempung, struktur remah, konsistensi gembur dalam keadaan basah, warna kelabu, permeabilitas tinggi hingga sedang, kemampuan meloloskan air besar hingga sedang dan kapasitas pengikatan air sedang hingga kecil. Di lapangan tanah ini terdapat di sebelah timur dan barat daerah penelitian. Luas tanah regosol adalah.,05 ha atau 4,0% dari luas seluruh daerah penelitian. Agihan dan luas masing-masing jenis tanah di daerah penelitian dapat dilihat pada Peta Tanah dan tabel sebagai berikut: Tabel.. Luas Jenis Tanah di Daerah Penelitian No Jenis Tanah Luas Ha % Regosol Grumusol.99,97.,07 56,96 5,05 Jumlah 5.6,44 00,00 Sumber: Analisis Peta Tanah Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jenis tanah yang terluas didaerah penelitian adalah Regosol yaitu seluas.99,97 ha atau 56,96 % dari luas seluruh daerah penelitian, sedangkan jenis tanah tersempit adalah Grumusol yaitu.,07 ha atau 5,05 % dari luas seluruh daerah penelitian.

76 Gambar. Peta tanah 58

77 59 6. Hidrologi Kondisi hidrologi daerah penelitian meliputi kondisi air permukaan dan air dalam. Air permukaan dijelaskan pada kondisi fisik sungai, sedangkan air dalam di jelaskan pada kondisi air tanah. Adapun kondisi fisik sungai dan kondisi air tanah daerah penelitian adalah sebagai berikut: a. Kondisi Fisik Sungai Di daerah penelitian terdapat dua buah sungai induk yaitu Sungai Sogo dan Sungai Geyer. Sungai Geyer mengalir ke arah utara lalu membelok ke arah barat dan bermuara pada Sungai Lusi, sedangkan Sungai Sogo mengalir ke arah utara dan bermuara di Sungai Geyer. Beberapa anak sungai yang lebih kecil yang bermuara di Sungai Geyer antara lain : Sungai Monggot dan Sungai Tirip. Berdasarkan kestabilan alirannya Sungai Geyer merupakan sungai perenial yaitu sungai yang mengalir sepanjang tahun, sedangkan Sungai Sogo termasuk sungai intermitten yaitu sungai yang mengalir pada musim hujan saja. Kondisi air Sungai Sogo pada musim kemarau dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar. Kondisi Air Sungai pada Musim Kemarau di Desa Geyer Kecamatan Geyer. Gambar Diambil pada Bulan Oktober tahun 006.

78 60 b. Kondisi Air Tanah Kondisi air tanah ditentukan oleh keadaan topografi, struktur batuan, sifat kelulusan material, keterdapatan air dalam pori-pori, dan kemampuan dalam pengikatan air. Berdasarkan hasil observasi lapangan dapat diketahui kondisi air tanah di daerah penelitian yaitu: pada bentuklahan perbukitan blok sesar berbatuan napal bersisipan lanau dan bentuklahan perbukitan antiklinal berbatuan napal terkikis kuat, pada musim penghujan air tanah dijumpai pada kedalaman 8 hingga 5 meter, pada musim kemarau kedalaman air bisa mencapai lebih dari 5 meter. Pada musim kemarau air tanah dapat dijumpai pada lembah-lembah perbukitan meskipun debitnya terbatas. Pada bentuklahan perbukitan Denudasional berbatuan napal terkikis kuat, air tanah pada musim penghujan dijumpai pada kedalaman hingga 8 meter, pada musim kemarau kedalaman air mencapai 8 hingga 0 meter. Sumur sebagai alternatif pertama oleh para penduduk untuk mendapatkan air tanah. Sumur pada Bentuklahan Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat dapat dilihat pada gambar 4 di bawah ini. Gambar 4. Sumur Sebagai Alternatif Mendapatkan Air Tanah pada Bentuklahan Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat. Gamber Diambil pada Bulan Oktober tahun 006.

79 6 7. Penggunaan Lahan Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia Kecamatan Geyer dan uji lapangan penggunaan lahan di daerah penelitian sebagian besar berupa hutan, permukiman dan sebagian kecil tegalan. Penggunaan lahan di daerah penelitian dapat dilihat pada Peta Penggunaan Lahan. Adapun persebaran masing-masing penggunaan tersebut akan diuraikan di bawah ini. a. Hutan Penggunaan lahan hutan dibedakan menjadi dua, yaitu: hutan alami dan hutan buatan (reboisasi). Hutan alami menyebar di bagian selatan Kecamatan Geyer atau bagian selatan dari perbukitan, sedangkan hutan reboisasi terletak di bagian utara Kecamatan Geyer atau utara perbukitan dan sebagian kecil terletak di bagian selatan perbukitan berdampingan dengan hutan alami. Hutan alami ditumbuhi oleh tanaman tropis yang berasosiasi dengan semak belukar. Umumnya tanaman ini berupa mahoni dan jati. Tanaman ini menempati hampir seluruh bagian selatan perbukitan. Hutan reboisasi diusahakan dengan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis yaitu berupa Kayu Putih dan di bagian tertentu ditumpangsarikan dengan tanaman jagung. Luas penggunaan lahan sebagai hutan adalah.65,4 ha atau,68% dari luas seluruh daerah penelitian. Penggunaan lahan hutan dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini. Gambar 5. Hutan Kayu Putih, Merupakan Hutan Reboisasi. Gambar Diambil pada Bulan Oktober tahun 006.

80 Gambar 6. Peta penggunaan lahan 6

81 6 b. Sawah Bentuk penggunaan lahan sawah menyebar pada sebagian besar dataran hingga lereng perbukitan yang berelief relatif datar dan berselang-seling dengan permukiman. Sebagaimana penggunaan lahan hutan, penggunaan lahan sawah juga dibedakan menjadi dua, yaitu: sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Sawah irigasi memiliki sistem pengairan yang sudah memadai, sedangkan sawah tadah hujan hanya mengandalkan air ketika musim penghujan. Pergiliran tanaman umumnya dua kali padi dan sekali palawija dalam setahun. Tanaman palawija pada umumnya diusahakan pada musim kemarau karena tidak membutuhkan banyak air. Luas penggunaan lahan sebagai sawah adalah 47,848 ha atau 8,47% dari seluruh luas daerah penelitian. Penggunaan lahan sawah yang ditanami padi seperti pada gambar 7 di bawah. Gambar 7. Penggunaan Lahan Sawah yang Ditanami Padi di Desa Juworo. Gambar Diambil pada Bulan Januari 007.

82 64 c. Permukiman Bentuk penggunaan lahan permukiman mencakup pekarangan dan perumahan. Penggunaan lahan ini menyebar memanjang di dataran terutama di kanan kiri sungai dan pada tempat-tempat di sekitar sumber air. Hal ini dikarenakan pada musim kemarau di tempat ini masih relatif mudah untuk mendapatkan air. Penggunaan lahan sebagai permukiman seluas 68,4 ha atau,97% dari luas seluruh daerah penelitian. Antar permukiman di daerah penelitian dihubungkan dengan jalan setapak. Pada umumnya masyarakat setempat berpenghasilan sebagai petani dengan bercocok tanam di sawah dan tegalan. Pekarangan pada umumnya ditanami pohon kelapa, pisang, mangga dan mahoni. Hasil tanaman ini sebagian dikonsumsi sendiri dan sebagian dijual. Untuk menjual hasil pertanian sudah tersedia pasar yang letaknya di tepi jalan Surakarta - Purwodadi. Penggunaan lahan permukiman dan aktifitas jual beli hasil pertanian seperti pada gambar 8 di bawah. Gambar 8. Penggunaan Lahan Permukiman di Daerah Dataran dan Aktifitas Jual Beli Hasil Pertanian. Foto Diambil pada Bulan Oktober tahun 006.

83 65 d. Tegalan/Perkebunan Penggunaan lahan tegalan menyebar setempat-setempat pada perbukitan dan lereng-lereng perbukitan terutama pada topografi agak miring (%-8%). Penggunaan lahan ini berasosiasi dengan hutan dan sawah tadah hujan. Lahan ini tidak mempunyai sistem pengairan yang memadai, sehingga masih tergantung pada musim penghujan. Jenis tanaman yang umum ditanam adalah jagung, ubi kayu (singkong), pisang dan pepaya. Luas penggunaan lahan sebagai tegalan di daerah penelitian adalah.40,975 ha atau 46,90% dari luas seluruh daerah penelitian. Penggunaan lahan tegalan pada topografi agak miring dapat dilihat pada gambar 9 di bawah ini. Gambar 9. Penggunaan Lahan Tegalan pada Topografi Agak Miring (%-8%). Gambar Diambil pada Bulan Oktober tahun 006. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan lahan yang dominan di daerah penelitian adalah penggunaan sebagai kebun/perkebunan yaitu 46,90% dari seluruh daerah penelitian.

84 66 8. Jaringan Jalan Antara Surakarta dan Purwodadi di Kabupaten Grobogan dihubungkan dengan jalan aspal kelas II. Komposisi lalu lintas yang melewati jalan tersebut terdapat kendaraan lambat, tetapi tanpa kendaraan tidak bermotor. Kelas jalan ini dibangun mulai dari Dusun Getas hingga Purwodadi berjarak,4 km (hasil survei lapangan). Dari Laporan Kondisi Jalan Link 0 Getas hingga Purwodadi, jalan ini memerlukan perawatan yang memadai karena seringnya terjadi kerusakan. Kerusakan jalan selain disebabkan karena kondisi medan juga disebabkan oleh beban kendaraan yang melintas melebihi kemampuan tonase. Kerusakan jalan yang terjadi berupa: jalan bergelombang, badan jalan retak-retak, badan jalan miring, bahu jalan turun dan jalan longsor. Pengelolaan jalan antara Surakarta dan Purwodadi di Kabupaten Grobogan sejak tahun 985 dikelola oleh Proyek Peningkatan Jalan Demak Semarang dan Purwodadi. Usaha yang dilakukan untuk merawat jalan antara lain dengan mengadakan survei tonase kendaraan yang lewat, mengukur CBR (Californian Bearing Rate) yaitu daya dukung tanah yang sering mengalami kerusakan, dan membuat kontruksi yang kuat yaitu kontruksi beton. Kerusakan badan jalan miring dan jalan bergelombang dapat dilihat pada gambar 0 di bawah ini. Gambar 0. Kerusakan Badan Jalan Miring dan Jalan Bergelombang Akibat dari Kurangnya Daya Dukung Tanah. Gambar Diambil pada Bulan Oktober tahun 006.

85 67 B. Hasil Penelitian dan Pembahasan. Satuan Medan Daerah Penelitian Parameter penyusun satuan medan sebagai satuan analisis untuk kerusakan jalan Surakarta-Purwodadi terdiri atas satuan bentuklahan, kemiringan lereng, tanah dan jenis penggunaan lahan. Satuan bentuklahan yang terdapat di daerah penelitian berasal dari proses pembentukan, yaitu asal struktural, asal proses denudasional dan asal proses fluvial, yang selanjutnya berdasarkan topografi, proses dan litologi diperinci lagi menjadi 4 satuan bentuklahan. Ketujuh satuan bentuklahan tersebut adalah: Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat (D), Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau Terkikis Kuat (S), Perbukitan Antiklin Berbatuan Napal Terkikis Kuat (S5) dan Dataran Aluvial (F). Uraian secara rinci dari masing-masing satuan bentuklahan dapat dilihat pada sub-bab 4.4 di muka. Luas setiap satuan bentuklahan seperti pada tabel 4 berikut. Tabel 4. Luas Satuan Bentuklahan di Daerah Penelitian. No Jenis Satuan Bentuklahan Simbol Perbukitan Dedudasional berbatuan Napal Terkikis Luat Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau Terkikis Kuat Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat Dataran Fluvial D S S5 Luas Ha % 66,87, 465,6 88,9 8,9 6,48 4 F 49,4,89 Jumlah 56,44 00,00 Sumber: Hasil analisis Peta Bentuklahan Skala : Tahun 007. Berdasarkan pada tabel 4 di atas dinyatakan bahwa di daerah penelitian sebagian besar terdiri dari satuan bentuklahan S5, yaitu seluas 88,9 ha atau (6,489%) dan satuan bentuklahan tersempit terjadi pada F, yaitu seluas 49,4 ha atau (,895%) dari seluruh luas daerah penelitian.

86 68 Parameter kedua penyusun satuan medan adalah kemiringan lereng pada setiap satuan bentuklahan tersebut di atas. Kelas kemiringan lereng dalam penelitian ini diperoleh dari Peta Topografi (Peta Rupa Bumi). Langkah untuk mendapatkan kelas kemiringan lereng adalah mengunakan extention dalam program artviu. Kontur diubah dalam grid dan dalam format tin, kemudian dibuat kelas lereng dengan menggunakan sistem dari Torn dan Zigen dalam bentuk piksel dan dibuat generalisasi dari hasil tersebut sesuai kelas lereng. Dari asil proses tersebut diperoleh 5 kelas kemiringan lereng di daerah penelitian. Setelah diadakan uji lapangan luas dari masing-masing kelas kemiringan lereng dapat dilihat pada tabel 5. Sebaran secara keruangan disajikan pada Peta Lereng. Tabel 5. Luas Setiap Kemiringan Lereng di Daerah Penelitian. Kelas Besar Kemiringan Luas Lereng (%) (ha) (%) I II III I 0-< -<8 8-<4 4-<0 >- 0 49,58 70,75,567 08,67 685,75 7,89,6,70,48,8 Jumlah 56,44 00,00 Sumber: Hasil analisis Peta Keniringan Lereng Skala : tahun 007. Berdasarkan pada tabel terlihat bahwa sebagian besar daerah penelitian mempunyai kemiringan lereng kelas I (0-<) yaitu seluas 49,508 ha atau 7,890% dan hanya 68,75 ha (,80%) yang mempunyai kemiringan lereng kelas (>-0%). Besar kemiringan lereng ini sangat berpengaruh pada proses erosi, longsorlahan dan kesesuaian lahan.

87 Gambar. Peta lereng 69

88 70 Parameter ketiga penyusun satuan medan adalah jenis tanah. Uraian secara rinci tentang jenis tanah yang terdapat di daerah penelitian dapat dilihat penjelasannya pada sub-bab 4.5. Berdasarkan pada sub-bab tersebut bahwa jenis tanah di daerah penelitian terdiri dari jenis tanah, yaitu Regosol (R) dan Grumusol (G). Masing-masing luasannya disajikan pada tabel 6 sebagai berikut: Tabel 6. Luas Jenis Tanah di Daerah Penelitian. No Jenis Tanah (LPT) Simbol Luas (ha) (%) Regosol Grumusol R G,06 99,98 4,0 56,96 Jumlah 56,44 00,00 Sumber: Analisis Peta Tanah skala : tahun 007. Berdasarkan pada tabel di atas, terlihat bahwa daerah penelitian sebagian besar terdiri dari jenis tanah Grumusol, yaitu seluas 99,97 ha atau 56,96% dari luas seluruh daerah penelitian. Parameter keempat penyusun satuan medan adalah jenis penggunaan lahan. Secara rinci dari jenis penggunaan lahan telah dijelaskan pada sub-bab 4.7. berdasarkan pada penjelasan sub-bab 4.7 di daerah penelitian seperti yang disajikan pada tabel 7 sebagai berikut: Tabel 7. Luas Jenis Penggunaan Lahan di Daerag penelitian. No Jenis Penggunaan Lahan Simbol Luas Ha % 4 Hutan Kebun/Perkebunan Permukiman Sawah Ht Kb Pmk Sw 65,5 40,95 68,4 486,558,68 46,88,97 9,4 Jumlah 56,44 00,00 Sumber: Analisis Peta Penggunaan Lahan Skala : Tahun 007. Berdasarkan keempat parameter tersebut di atas, maka satuan medan dapat disusun dengan cara menumpangsusunkan (overlay) dari Peta Bentuklahan, Peta Tanah, Peta Kemiringan Lereng dan Peta Penggunaan Lahan yang masingmasing pada skala : Berdasarkan tumpangsusun tersebut dihasilkan 68 jenis satuan medan yang tersebar di daerah penelitian seperti pada tabel 8 di bawah. Sebaran secara keruangan disajikan pada Peta Satuan Medan.

89 Gambar. Peta Satuan Medan 7

90 7 Tabel 8. Luas Satuan Medan di Daerah Penelitian. No Simbol Satuan Lokasi/Desa Medan Luas Ha % D-G-I Ht Geyer 95,44,84 D-G-I-Kb Ledokdawan 9,88,78 D-G-I-Pmk Geyer dan Ledokdawan 69,964 5, 4 D-G-I-Sw Geyer 5,508 0,0 5 D-G-III-Ht Geyer 54,69,05 6 D-G-III- Ledokdawan 76,9,47 7 D-G-III- Pmk Geyer dan Ledokdawan 7,08 0, 8 D-G-I-Ht Geyer dan Ledokdawan 6,647,45 9 D-G-I-Kb Geyer dan Ledokdawan 9,406,80 0 D-G-I-Pmk Geyer,84 0, D-G--Kb Ledokdawan 5,67, D-R-I-Kb Ledokdawan 6,0 0, D-R-I-Pmk Ledokdawan,55 0,4 4 D-R-II-Ht Geyer dan Bangsri 5,97 0,48 5 D-R-II-Kb Geyer dan Bangsri 5,5, 6 D-R-III-Kb Geyer dan Ledokdawan 7,67,4 7 D-R-I-Ht Geyer,86,5 8 D-R-I-Kb Geyer dan Bangsri 5,6,6 9 D-R--Ht Ledokdawan 76,99,49 0 D-R--Kb Geyer dan Bangsri 57,76 4,98 F-G-I-Kb Ledokdawan 0,58 0,9 F-G-I-Pmk Ledokdawan 7,094,7 F-G-II-Kb Ledokdawan 4,6 0,8 4 F-G-II-Pmk Ledokdawan,477 0,4 5 F-R-I-Kb Ledokdawan,5 0,4 6 S-G-I-Ht Ledokdawan 7,5 0, 7 S-G-I-Kb Monggot 74,65,44 8 S-G-I-Pmk Monggot 08,979 4,04 9 S-G-I-Sw Monggot dan Geyer 78,54,45 0 S-G-II-Ht Ledokdawan dan Kalangbancar 56,06,08 S-G-II-Kb Monggot 7, 0, S-G-II-Sw Monggot,8 0, S-G-III-Kb Kalangbancar 7,57,47 4 S-G-III-Pmk Kalangbancar 6,68 0,

91 7 5 S-G-I-Ht Geyer 67,604,0 6 S-G-I-Kb Geyer dan Monggot,676 0,6 7 S-R-I-Ht Bangsri,44 0,60 8 S-R-I-Kb Monggot 4,98 0,85 9 S-R-I-Sw Geyer dan Monggot 7,544 0,7 40 S-R-II-Ht Monggot 7,07 0,7 4 S-R-II-Kb Monggot 50, 0,97 4 S-R-III-Ht Monggot 55,57,06 4 S-R-III-Kb Monggot dan Ngrandu 67,0,0 44 S-R-I-Ht Geyer dan Monggot 84,46,6 45 S-R-I-Kb Bangsri dan Kalangbancar 7,05,4 46 S-R--Ht Kalangbancar 4,94 0,79 47 S-R--Kb Geyer,8 0,60 48 S5-G-I-Ht Ngrandu, Monggot dan Juworo 87,864,6 49 S5-G-I-Kb Juworo,967 0,44 50 S5-G-I-Pmk Monggot 4,56 0,47 5 S5-G-II-Ht Monggot 7,048,46 5 S5-G-II-Kb Monggot 69,8,7 5 S5-G-II-Sw Juworo 0,66 0,9 54 S5-G-III-Ht Juworo,775,8 55 S5-G-III-Kb Juworo, Monggot dan Ngrandu,0 4,8 56 S5-G-III-Sw Juworo 0,57 0,59 57 S5-G-I-Ht Monggot 7,54 0,7 58 S5-G-I-Kb Monggot 59,56,5 59 S5-G-I-Sw Juworo 8,4 0,7 60 S5-R-I-Ht Ngrandu dan Monggot 0, 0,9 6 S5-R-I-Kb Ngrandu 5,99 0,69 6 S5-R-I-Sw Monggot 7,458 0,7 6 S5-R-II-Kb Juworo 5,07 0,9 64 S5-R-III-Ht Juworo,497,9 65 S5-R-III-Kb Juworo 55,65,07 66 S5-R-I-Ht Ngrandu dan Monggot 46,0,8

92 S5-R-I-Kb S5-R-I-Sw Ngrandu Ngrandu 4,8 6,65 8,907 0,56 Jumlah 56, Sumber: Peta Satuan Medan Dari keenampuluh delapan satuan medan tersebut, yang akan dianalisis dalam penelitian ini hanya satuan medan yang terlintasi oleh jalur jalan saja. Adapun satuan medan yang terlintasi oleh jalur jalan seperti pada tabel 9 di bawah. Tabel 9. Satuan Medan yang Terlintasi Jalur Jalan di Daerah Penelitian No Indeks Simbol Lokasi / Desa Luas Pengamatan Satuan Ha % Medan D-G--Kb D-G-I-Kb D-G-I-Pmk D-G-III-Ht S-G-I-Ht S-G-I-Pmk S5-G-I-Ht S5-G-II-Ht S5-G-III-Kb S5-G-I-Ht S-G-I-Ht S-G-I-Sw Ledokdawan Ledokdawan Geyer dan Ledokdawan Geyer Geyer Monggot Monggot Monggot Juworo dan Monggot Juworo dan Ngrandu Juworo Juroro 5,67 9,880 69,64 54,69 67,905 08,979 7,54 7,048,0 87,864 7,50 78,54,,78 5,,05, 4,04 0,7,45 4,8,6 0,,45 Jumlah 576,896 0,49 Sumber : Peta Satuan Medan Keadaan masing-masing satuan medan yang terlintasi jalur jalan tersebut diuraikan secara berurutan sebagai berikut:

93 75. Satuan Medan D-G--Kb Gambar. Satuan Medan D-G--Kb di Desa Ledokdawan. Gambar Diambil pada Bulan Januari 007. Keadaan satuan medan D-G--Kb di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya (->0%) dan penggunaan lahannya sebagai areal perkebunan yang ditanami jagung seperti terlihat pada gambar di atas.

94 76. Satuan Medan D-G-I-Kb Gambar 4. Satuan Medan D-G-I-Kb di Desa Ledokdawan. Gambar Diambil pada Bulan Januari 007. Keadaan satuan medan D-G-I-Kb di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<%) dan penggunaan lahannya berupa areal perkebunan yang ditanami jati, jagung dan pisang seperti pada gambar 4 di atas.

95 77. Satuan Medan D-G-I-Pmk Gambar 5. Satuan Medan D-G-I-Pmk di Desa Geyer. Gambar Diambil pada Bulan Januari 007. Keadaan satuan medan D-G-I-Pmk di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<%) dan penggunaan lahannya berupa permukiman seperti terlihat pada gambar 5 di atas.

96 78 4. Satuan Medan D-G-III-Ht Gambar 6. Satuan Medan D-G-III-Ht di Desa Geyer. Gambar Diambil pada Bulan Januari 007. Keadaan satuan medan D-G-III-Ht di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya III (8%-<4%) dan penggunaan lahannya berupa hutan negara yang ditanami mahoni seperti yang terlihat pada gambar 6 di atas.

97 79 5. Satuan Medan D-G-I-Ht Gambar 7. Satuan Medan D-G-I-Ht di Desa Geyer. Gambar Diambil pada Bulan Januari 007. Keadaan satuan medan D-G-I-Ht di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Denudasional Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (4%-<0%) dan penggunaan lahannya berupa hutan yang ditanami mahoni seperti pada gambar 7 di atas.

98 80 6. Satuan Medan S-G-I-Pmk Gambar 8. Satuan Medan S-G-I-Pmk di Desa Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 007. Keadaan satuan medan S-G-I-Pmk di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<%) dan penggunaan lahannya sebagai permukiman seperti terlihat pada gambar 8 di atas.

99 8 7. Satuan Medan S5-G-I-Ht Gambar 9. Satuan Medan S5-G-I-Ht di Desa Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 007. Keadaan satuan medan S5-G-I-Ht di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (5%-<0%) dan penggunaan lahannya berupa hutan yang ditanami mahoni seperti yang terlihat pada gambar 9 di atas.

100 8 8. Satuan Medan S5-G-II-Ht Gambar 0 Satuan Medan S5-G-II-Ht di Desa Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 007. Keadaan satuan medan S5-G-II-Ht di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya II (% - <8%) dan penggunaan lahannya sebagai hutan yang berdampingan dengan perkebunan seperti terlihat pada gambar 0 di atas.

101 8 9. Satuan Medan S5-G-III-Kb Gambar. Satuan Medan S5-G-III-Kb di Desa Juworo dan Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 007. Keadaan satuan medan S5-G-III-Kb di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya III (8%-<4%) dan penggunaan lahannya sebagai perkebunan yang ditanami pisang, pepaya dan jati seperti pada gambar di atas.

102 84 0. Satuan Medan S5-G-I-Ht Gambar. Satuan Medan S5-G-I-Ht di Desa Juworo dan Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 007. Keadaan satuan medan S5-G-I-Ht di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Antiklinal Berbatuan Napal Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<%) dan penggunaan lahannya berupa hutan dengan vegetasi yang dominan mahoni seperti pada gambar di atas.

103 85. Satuan Medan S-G-I-Ht Gambar. Satuan Medan S-G-I-Ht di Desa Juworo. Gambar Diambil pada Bulan Januari 007. Keadaan satuan medan S-G-I-Ht di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<%) dan penggunaan lahannya sebagai hutan yang ditanami mahoni seperti terlihat pada gambar di atas.

104 86. Satuan Medan S-G-I-Sw Gambar 4. Satuan Medan S-G-I-Sw di Desa Juworo. Gambar Diambil pada Bulan Januari 007. Keadaan satuan medan S-G-I-Sw di lapangan dicirikan oleh bentuklahannya yaitu Perbukitan Blok Sesar Berbatuan Napal Bersisipan Lanau Terkikis Kuat, jenis tanahnya Grumusol, kelas kemiringan lerengnya I (0%-<%) dan penggunaan lahannya sebagai sawah yang ditanami padi seperti pada gambar 4 di atas.

105 87. Analisis Satuan Medan Dalam analisis satuan medan ini, masing-masing parameter penyusun medan dikelompokkan menurut faktor relief, faktor geologi, faktor tanah, faktor proses geomorfologi, faktor hidrologi dan faktor vegetasi atau penggunan lahan pada masing-masing satuan medan terpilih yaitu satuan medan yang terlintasi oleh jalur jalan. Masing-masing faktor tersebut diukur dan dimasukkan pada tabel kriteria penilaian yang sudah diuraikan di bab II pada sub-bab Keterlintasan Medan. Berikut hasil pengukuran faktor-faktor tersebut diuraikan satu-persatu: a. Kelas Kemiringan Lereng Dalam penelitian ini kelas kemiringan lereng diperoleh dari peta lereng dan survei langan. Langkah yang ditempuh adalah mengukur kemiringan lereng pada masing-masing satuan medan yang menjadi sample penelitian dengan menggunakan kompas geologi. Hasil pengukuran sudut kemiringan lereng beserta kelas kesesuaiannya disajikan pada tabel 0. Tabel 0. Klasifikasi Kemiringan Lereng. No Indeks Pengamatan Simbol Satuan Medan Kemiringan Lereng (%) D-G--Kb > 0 D-G-I-Kb 0 D-G-I-Pmk D-G-III-Ht S-G-I-Ht S-G-I-Pmk S5-G-I-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S-G-I-Ht 0 9 S-G-I-Sw 0 Sumber: Analisis Peta Lereng dan Cek Lapangan. Kelas Kesesuaian I I III I I I II I III I I

106 88 b. Panjang Lereng Pengukuran panjang lereng dilakukan pada Peta Lereng dan cek lapangan untuk mencocokkan dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Pengukuran panjang lereng dilakukan dengan cara mengukur lereng dari batas igir sampai lembah. Hasil pengukuran dan pengharkatan panjang lereng seperti pada tabel di bawah ini. Tabel. Klasifikasi Panjang Lereng. No Indeks Pengamatan Simbol Satuan Medan Panjang Lereng (meter) D-G--Kb 677, D-G-I-Kb 66,79 D-G-I-Pmk 480,5 4 5 D-G-III-Ht 8,0 5 5 S-G-I-Ht 58,8 6 8 S-G-I-Pmk 89, S5-G-I-Ht, S5-G-II-Ht 669, S5-G-I-Ht 66, S5-G-III-Kb 70,78 6 S-G-I-Ht 7,5 9 S-G-I-Sw 45,44 Sumber: Analisis Peta Lereng dan Cek Lapangan. Harkat Kelas Kesesuaian I I III I I III I c. Indeks Keausan Batuan Indeks keausan batuan diperoleh dengan cara membandingkan berat batuan sebelum dan sesudah uji keausan batuan. Uji yang digunakan adalah abrasi, dengan berat batuan sebelum diuji seberat 5000 gram dengan bola besi yang bekerja selama 500 kali putaran. Adapun nilai indeks keausan batuan pada satuan medan yang dilewati jalur jalan disajikan dalam tabel.

107 89 Tabel Klasifikasi Indeks Keausan Batuan. No Indeks Pengamatan Simbol Satuan Medan Indeks Keausan D-G--Kb D-G-I-Kb D-G-I-Pmk D-G-III-Ht S-G-I-Ht S-G-I-Pmk S5-G-I-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S-G-I-Ht S-G-I-Sw Sumber: Analisis Laboratorium. Batuan (%) ,4 5 5, ,4 5,4 5,4 Harkat Kelas Kesesuaian III III III III III III III III III III III III d. Indeks Beban Titik Indeks beban titik didapat dengan cara mengukur langsung di lapangan dengan menggunakan alat berupa penetrometer saku. Adapun hasil penilaian indeks beban titik pada satuan medan yang dilalui jalur jalan disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel Klasifikasi Indeks Beban Titik. No Indeks Pengamatan Simbol Satuan Medan Indeks Beban Titik (Kg) D-G--Kb 5 D-G-I-Kb 5 D-G-I-Pmk D-G-III-Ht S-G-I-Ht S-G-I-Pmk S5-G-I-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb 8 6 S-G-I-Ht 8 9 S-G-I-Sw 8 Sumber : Data Lapangan. Harkat Kelas Kesesuaian III III III III III III III III III III III III

108 90 e. Struktur Perlapisan Batuan Struktur perlapisan batuan didapat dari singkapan-singkapan yang ditemui di lapangan dengan penuntun Peta Geologi. Pengukuran struktur perlapisan batuan dilakukan dengan cara mengukur kedudukan batuan terhadap permukaan dengan menggunakan kompas geologi. Struktur perlapisan batuan yang dilewati oleh jalur jalan disajikan pada tabel 4. f. Tekstur Pengukuran tekstur dimaksudkan untuk membandingkan kandungan pasir, debu dan liat. Tekstur sangat berpengaruh terhadap daya dukung tanah, semakin kasar tekstur tanah maka daya dukung semakin besar. Hasil analisis tekstur disajikan pada tabel 5 di bawah ini: Tabel 5.Klasifikasi Tekstur Tanah. No Indeks Pengamatan Simbol Satuan Medan D-G--Kb D-G-I-Kb D-G-I-Pmk 4 5 D-G-III-Ht 5 5 S-G-I-Ht 6 8 S-G-I-Pmk 7 57 S5-G-I-Ht 8 5 S5-G-II-Ht 9 48 S5-G-I-Ht 0 55 S5-G-III-Kb 6 S-G-I-Ht 9 S-G-I-Sw Sumber: Analisis Laboratorium. Tekstur Tanah Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Harkat Kelas Kesesuaian

109 Tabel 4 9

110 9 g. Kadar Air dalam Tanah Pengukuran kadar air tanah dimaksudkan untuk mengetahui lembek dan tidaknya tanah bila menyimpan air yang berpengaruh pada daya dukung tanah. Pengukuran kadar air dilakukan di laboratorium dengan cara membandingkan berat tanah lembab lapangan dengan berat tanah kering oven. Hasil pengukuran kadar air tanah pada satuan medan terpilih disajikan pada tabel 6. Tabel 6.Klasifikasi Kadar Air Tanah. No Indeks Pengamatan Simbol Satuan Medan D-G--Kb D-G-I-Kb D-G-I-Pmk 4 5 D-G-III-Ht 5 5 S-G-I-Ht 6 8 S-G-I-Pmk 7 57 S5-G-I-Ht 8 5 S5-G-II-Ht 9 48 S5-G-I-Ht 0 55 S5-G-III-Kb 6 S-G-I-Ht 9 S-G-I-Sw Sumber: Analisis Laboratorium. Kadar Air Tanah (%) Harkat Kelas Kesesuaian I I I I I I I I I I I I h. Kelompok Tanah / Ukuran Butir Ukuran butir tanah dimaksudkan untuk mengelompokkan tanah menurut ukuran butirnya sehingga diketahui sifat teknisnya. Pengukuran ukuran butir tanah didasarkan pada jenis tanah pada satuan medan terpilih. Adapun hasil penentuan ukuran butir tanah pada satuan medan terpilih seperti pada tabel 7.

111 9 Tabel 7. Klasifikasi Ukuran Butir Tanah. No Indeks Pengamatan Simbol Satuan Medan Kelompok Tanah D-G--Kb A-6 dan A-7 D-G-I-Kb A-6 dan A-7 D-G-I-Pmk A-6 dan A D-G-III-Ht A-6 dan A S-G-I-Ht A-6 dan A S-G-I-Pmk A-6 dan A S5-G-I-Ht A-6 dan A S5-G-II-Ht A-6 dan A S5-G-I-Ht A-6 dan A S5-G-III-Kb A-6 dan A-7 6 S-G-I-Ht A-6 dan A-7 9 S-G-I-Sw A-6 dan A-7 Sumber: Analisis Laboratorium. Harkat Kelas Kesesuaian i. Angka Pori Pengukuran angka pori tanah dimaksudkan untuk mengetahui potensi tanah untuk terjadi penurunan jika menahan beban yang berat. Penentuan angka pori didasarkan pada hasil analisis di laboratorium seperti pada tabel 8 di bawah ini. Tabel 8.Klasifikasi Angka Pori. No Indeks Pengamatan Simbol Satuan Medan D-G--Kb D-G-I-Kb D-G-I-Pmk 4 5 D-G-III-Ht 5 5 S-G-I-Ht 6 8 S-G-I-Pmk 7 57 S5-G-I-Ht 8 5 S5-G-II-Ht 9 48 S5-G-I-Ht 0 55 S5-G-III-Kb 6 S-G-I-Ht 9 S-G-I-Sw Sumber: Analisis Laboratorium. Angka Pori (%) Harkat Kelas Kesesuaian

112 94 j. Permeabilitas Tanah Pengukuran permeabilitas tanah dimaksudkan untuk mengetahui cepat atau lambatnya tanah dalam meloloskan air yang berpengaruh pada penurunan tanah. Pengukuran permeabilitas dilakukan pada tanah penyusun satuan medan yang dilalui jalur jalan dengan hasil seperti pada tabel 9 di bawah ini. Tabel 9. Klasifikasi Permeabilitas Tanah. No Indeks Pengamatan Simbol Satuan Permeabilitas Tanah (Cm/jam) Medan D-G--Kb D-G-I-Kb D-G-I-Pmk D-G-III-Ht S-G-I-Ht S-G-I-Pmk S5-G-I-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S-G-I-Ht S-G-I-Sw Sumber: Analisis Laboratorium. 0,5 0,7 0,47 0,56 0,7 0,6 0, 0, 0,4 0,8 0,9 0,6 Harkat Kelas Kesesuaian k. Kembang Kerut Tanah Kembang kerut tanah dalam pertanian sering disebut indeks Coefficient of Linear Extensibility (COLE) sedangkan dalam bidang non pertanian sering disebut Potential olume Change (PC). Nilai ini berguna untuk mengetahui kemampuan kembang kerut tanah. Penentuan nilai COLE didasarkan pada hasil analisis laboratorium, dengan hasil seperti pada tabel 40 sebagai berikut.

113 95 Tabel 40. Klasifikasi Kembang Kerut Tanah. No Indeks Pengamatan Simbol Satuan Medan Kembang Kerut Tanah D-G--Kb 0,9 D-G-I-Kb 0,6 D-G-I-Pmk 0, 4 5 D-G-III-Ht 0,4 5 5 S-G-I-Ht 0, 6 8 S-G-I-Pmk 0, S5-G-I-Ht 0,9 8 5 S5-G-II-Ht 0, S5-G-I-Ht 0, 0 55 S5-G-III-Kb 0,6 6 S-G-I-Ht 0,4 9 S-G-I-Sw 0,4 Sumber: Analisis Laboratorium. Harkat Kelas Kesesuaian l. Intensitas Hujan Data intensitas hujan diperoleh dengan mengolah data curah hujan harian dibagi dengan jumlah hari hujan. Hasil pengolahan data curah hujan disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Klasifikasi Intensitas Hujan. No Indeks Pengamatan Simbol Satuan Medan Intensitas Hujan (mm/hari) D-G--Kb 7,6 D-G-I-Kb 7,6 D-G-I-Pmk 7,6 4 5 D-G-III-Ht 7,6 5 5 S-G-I-Ht 7,6 6 8 S-G-I-Pmk 7, S5-G-I-Ht 7,6 8 5 S5-G-II-Ht 7, S5-G-I-Ht 7, S5-G-III-Kb 7,6 6 S-G-I-Ht 7,6 9 S-G-I-Sw 7,6 Sumber: Data Curah Hujan Kecamatan. Harkat Kelas Kesesuaian II II II II II II II II II II II II

114 96 m. Jarak Antar Alur Jarak antar alur berpengaruh terhadap tingkat pengikisan yang berpengaruh terhadap erosi, semakin besar jarak antar sungai maka semakin sedikit pengaruhnya terhadap keberadaan jalan dan sebaliknya. Jarak antar alur diperoleh dari peta bentuklahan dan survei lapangan dengan cara mengukur jarak alur pada setiap bentuklahan. Dari hasil interpretasi peta, daerah penelitian mempunyai jarak antar sungai seperti pada tabel 4. Tabel 4. Klasifikasi Jarak Antar Sungai. No Indeks Pengamatan Simbol Satuan Medan Jarak Antar Sungai D-G--Kb D-G-I-Kb D-G-I-Pmk D-G-III-Ht S-G-I-Ht S-G-I-Pmk S5-G-I-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S-G-I-Ht S-G-I-Sw Sumber : Data Lapangan. (cm) 0,74 0,74 0,74 0,74 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9,50,50,50 Harkat Kelas Kesesuaian I I I I I I I I I I I I n. Erosi Dalam penelitian ini, tingkat erosi diukur langsung di lapangan dengan cara mengukur kedalaman alur erosi. Hasil pengukuran kenampakan erosi pada satuan medan terpilih seperti pada tabel 4.

115 97 No Tabel 4. Klasifikasi Kenampakan Erosi. Indeks Simbol Erosi Harkat Kelas Pengamatan Satuan Medan Kesesuaian D-G--Kb Erosi ringan 4 II D-G-I-Kb Erosi sedang III D-G-I-Pmk Erosi berat I 5 D-G-III-Ht Erosi berat I 5 S-G-I-Ht Erosi sedang III 8 S-G-I-Pmk Erosi ringan 4 II 57 S5-G-I-Ht Erosi berat I 5 S5-G-II-Ht Erosi berat I 48 S5-G-I-Ht Erosi berat I 55 S5-G-III-Kb Erosi sedang III 6 S-G-I-Ht Erosi berat I 9 S-G-I-Sw Erosi berat I Sumber: Data Lapangan. o. Gerakan Massa Batuan Proses gerakan massa batuan yang dipertimbangkan dalam pengharkatan keterlintasan medan untuk jalan adalah luasan gerak massa batuan yang mempengaruhi satuan medan. Pengamatan gerakan massa batuan dikakukan dilapangan dengan cara melihat pengaruh gerak massa jika ada. Hasil penentuan gerakan massa pada satuan medan terpilih seperti pada tabel 44 di bawah ini. Tabel 44. Klasifikasi Gerak Massa Batuan. No Indeks Pengamatan Simbol Satuan Medan Gerak Massa Batuan Harkat Kelas Kesesuaia Sumber: Data Lapangan. D-G--Kb D-G-I-Kb D-G-I-Pmk D-G-III-Ht S-G-I-Ht S-G-I-Pmk S5-G-I-Ht S5-G-II-Ht S5-G-I-Ht S5-G-III-Kb S-G-I-Ht S-G-I-Sw Pengaruh sempit Pengaruh sempit Pengaruh sedang Pengaruh sangat luas Pengaruh luas Pengaruh sedang Pengaruh luas Pengaruh luas Pengaruh sangat luas Pengarug luas Pengaruh luas Pengaruh sangat luas 4 4 n II II III I III I I I I

116 98 p. Faktor Penggunaan Lahan Data penggunaan lahan diperoleh dari Peta Penggunaan Lahan dan cek lapangan. Hasil penentuan penggunaan lahan pada daerah satuan medan terpilih adalah seperti pada tabel 45 sebagai berikut. Tabel 45. Klasifikasi Penggunaan Lahan. No Indeks Pengamatan Simbol Satuan Medan Penggunaan Lahan D-G--Kb Kebun D-G-I-Kb Kebun D-G-I-Pmk Permukiman 4 5 D-G-III-Ht Hutan 5 5 S-G-I-Ht Hutan 6 8 S-G-I-Pmk Permukiman 7 57 S5-G-I-Ht Hutan 8 5 S5-G-II-Ht Hutan 9 48 S5-G-I-Ht Hutan 0 55 S5-G-III-Kb Kebun 6 S-G-I-Ht Hutan 9 S-G-I-Sw Sawah Harkat Sumber: Analisis Peta Penggunaan Lahan dan cek lapangan Kelas Kesesuaian II II I I I I I I I II I. Kesesuaian Medan untuk Jalur Jalan Evaluasi medan untuk jalan pada dasarnya merupakan evaluasi kesesuaian medan untuk penggunaan tertentu terutama jalan. Medan dengan kesesuaian yang tinggi diharapkan mampu untuk menopang gerak lintas kendaraan yang melintas, sehingga kondisi jalan tetap stabil. Tujuan evaluasi medan ini adalah mengelompokkan medan menurut kesesuaian dan pembatasnya untuk dapat dibangun jalan. Pada penelitian ini klasifikasi kesesuaian medan ditentukan berdasarkan pada 6 sifat dan karakteristik medan yang dijadikan dasar penelitian. Keenambelas sifat dan karakteristik medan tersebut, yaitu: panjang lereng, kemiringan lereng, indeks beban titik, indeks keausan batuan, struktur perlapisan batuan, tekstur tanah, kadar air, kelompok tanah, angka pori, permeabilitas, kembang kerut tanah, jarak antar sungai, erosi, gerak massa batuan, intensitas

117 99 hujan dan penggunaan lahan. Langkah yang ditempuh dengan menggunakan metode pengharkatan (scoring) dengan faktor pembatas sebagai penentu kelas maupun sub-kelas, yaitu menjumlahkan nilai keenambelas sifat dan karakteristik medan dan memasukkan nilai tersebut ke dalam tabel kelas kesesuaian seperti yang terdapat pada tabel 8 di muka. Sub-kelas kesesuaian ditentukan dengan memperhatikan tinggi rendahnya nilai penjumlahan dan faktor pembatas, yaitu sifat dan karakteristik medan yang mempunyai nilai terendah. Faktor pembatas yang berasal dari relief diberi simbol (r). Faktor pembatas yang berasal dari tanah diberi simbol (t), faktor pembatas yang berasal dari geologi diberi simbol (g), faktor pembatas yang berasal dari hidrologi dengan simbol (h), faktor proses dengan simbol (p) dan faktor yang berasal dari penggunaan lahan diberi simbol (pl). Berdasarkan pada metode di atas, maka daerah penelitian dapat dibedakan menjadi kelas kesesuaian medan, dan apabila memasukkan faktor penghambat terdapat sub-kelas kesesuaian medan, yaitu sub-kelas III r,t,p,h dan I r,g,t,p,h,pl. Penjelasan masing-masing sub-kelas tersebut diuraikan di bawah ini. Jumlah harkat dari parameter penyusun medan disajikan pada tabel 46. Persebaran secara keruangan dapat dilihat Pada Peta Kesesuaian Medan Subkelas kesesuaian medan disajikan pada tabel 47.

118 Tabel 46 00

119 Tabel 47 0

120 Gambar 5. Peta kesesuaian Medan 0

121 0 Berdasarkan tabel 47 maka dapat diketahui bahwa:. Sub-kelas kesesuaian medan III r,t,p,h Sub-kelas kesesuaian medan IIIr,t,p,h terdapat pada satuan medan D-G-I-Kb, D-G-I-Pmk dan S-G-I-Pmk. Luas seluruh satuan medan tersebut adalah 570. ha atau,0% dari luas seluruh daerah penelitian. Satuan medan tersebut tersebar di Desa Ledokdawan, Desa Geyer dan Desa Monggot. Kelas kesesuaian medan III r,t,p,h berarti kondisi fisik medan mendukung terhadap bangunan jalan tetapi dengan persyaratan disertai perawatan yang teratur, dan terus menerus dilakukan pengamatan, biaya perawatan agak mahal, dengan faktor pembatas (r) berupa panjang lereng, faktor pembatas (t) meliputi: tekstur, permeabilitas, angka pori, indeks COLE dan kelompok tanah, faktor pembatas (p) berupa erosi dan faktor pembatas (h) berupa kerapatan aliran. Satuan medan yang mempunyai sub-kelas kesesuaian III r,t,p,h dicirikan oleh panjang 480,5 m 89,86 m, kemiringan lerengnya 0% - %, indeks keausan batuan 5%, indeks bebab titik 5 Kg, struktur perlapisan batuan miring pada medan yang datar, tekstur tanah lempung, kadar air,64% -,9%, ukuran butir A.6 dan A.7, angka pori 5% - 44%, permeabilitas 0,6 Cm/jam - 0,7 Cm/jam, kembang kerut tanah 0, - 0,6, intensitas hujan rata-rata 7,6 mm/hari, jarak antar alur 0,74 cm - 0,9 cm (skala : ), erosi ringan, pengaruh gerak massa batuan sempit hingga sedang, dan penggunaan lahan sebagai perkebunan dan permukiman. Jenis kerusakan jalan pada sub-kelas kesesuaian medan III (cukup sesuai) adalah jalan bergelombang, jalan retak-retak dan aspal penutup jalan terkelupas. Kerusakan jalan tersebut disebabkan pada sub-kelas kesesuaian ini terdapat faktor penghambat berupa faktor relief, faktor tanah, faktor proses dan faktor hidrologi. Faktor relief yang berupa panjang lereng dimungkinkan dapat menimbulkan kerusakan berhubungan dengan intensitas proses, terutama pada satuan medan S-G-I-Pmk dengan gerakan massa berpengaruh sedang yang menjadi intensif karena bekerja pada lereng sepanjang 89,86 m. Faktor tanah yang berupa tekstur, permeabilitas, angka pori, indeks cole dan ukuran butir menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan. Jalan

122 04 bergelombang terjadi karena tanah pada satuan medan ini bertekstur lempung, angka pori terlalu besar dan permeabilitas yang sangat lambat. Tanah seperti ini memiliki sifat teknis yang jelek, sehingga tanah akan mudah mecair jika ada air dan mendapat beban yang berat dari atas. Potensi kembang kerut tanah yang tinggi mengakibatkan retak-retak pada badan jalan, terutama pada musim kemarau karena tanah dasar mengalami pengerutan. Faktor hidrologi yang berupa kerapatan aliran berkaitan erat dengan faktor proses berupa erosi dimungkinkan menjadi penyebab terjadinya aspal terkelupas. Material tanah yang terbawa oleh air seringkali terendapkan pada badan jalan, mengakibatkan kurangnaya daya ikat aspal, sehinggga terjadi pengelupasan. Faktor penghambat tersebut sebagian masih dapat diperbaiki akan tetapi memerlukan biaya yang mahal. Faktor t (tanah) dapat diperbaiki dengan menggunakan material yang lebih kasar dan pemadatan pada tanah dasar. Faktor p (erosi) dapat diperbaiki dengan merubah penggunaan lahan yang dapat menghambat terjadinya erosi. Faktor r (relief) berupa panjang lereng dapat diperbaiki dengan membuat jalan berbelok-belok, sesuai dengan standard yang dibuat Dirjen Bina Marga. Faktor h (hirologi) berupa kerapatan aliran sulit untuk diperbaiki. Luas masing-masing satuan medan yang masuk pada sub-kelas kesesuaian ini disajikan pada tabel 48. Kondisi jalan pada kelas kesesuaian medan sedang dapat dilihat pada gambar 6 di bawah. Gambar 6. Kondisi Jalan pada Kesesuaian Medan Sedang di Desa Ledokdawan. Gambar Diambil pada Bulan Januari 007.

123 05 Tabel 48. Luas Sub-kelas Kesesuaian Medan III r,t,p,h. No Satuan Simbol Satuan Medan Luas Medan Ha % 8 D-G-I-Kb D-G-I-Pmk S-G-I-Pmk 9,880 69,64 08,979,78 5, 4,04 Jumlah 570,,0 Sumber: Analisis Peta Satuan Medan.. Sub-kelas Kesesuaian Medan I r,g,t,p,h,pl Sub-kelas kesesuaian medan I r,g,t,p,h,pl terdapat pada satuan medan D-G--Kb, D-G-III-Ht, S-G-I-Ht, S5-G-I-Ht, S5-G-II-Kb, S5-G-I-Ht, S5-G-III-Kb, S-G-I-Ht dan S-G-I-Sw. Luas seluruh satuan medan tersebut adalah ha atau 0,% dari luas seluruh daerah penelitian. Satuan medan tersebut tersebar di Desa Ledokdawan, Desa Geyer, Desa Monggot, Desa Juworo dan Desa Ngrandu. Sub-kelas kesesuaian medan I r,g,t,p,h,pl berarti kondisi fisik medan tidak mendukung terhadap bangunan jalan karena adanya resiko kerusakan jalan yang besar, biaya perawatan relatif mahal, dengan faktor pembatas (r) berupa kemiringan lereng dan panjang lereng, faktor pembatas (g) berupa struktur perlapisan batuan, faktor pembatas (t) berupa tekstur, permeabilitas, angka pori, indeks COLE, dan ukuran butir tanah, faktor pembatas (p) berupa gerak massa batuan dan erosi, faktor pembatas (h) berupa kerapatan aliran dan faktor pembatas (pl) penggunaan lahan. Sub-kelas kesesuaian ini di lapangan dicirikan sebagai berikut: kemiringan lereng 0% - >0%, panjang lereng 58,8 m - 70,78 m, indeks keausan batuan 5% - 5,4%, indeks beban titik 8-5 Kg, struktur perlapisan batuan miring pada medan datar sampai miring berselingan keras lunak pada medan curam, tekstur lempung, kadar air 0,4% -,08%, ukuran butir A.6 dan A.7, angka pori 4% - 47%, permeabilitas jelek sampai sangat jelek, indeks COLE 0, - 0,9, intensitas hujan

124 06 7,6 mm/hari, jarak antar alur 0,74 cm -,50 cm (skala :50.000), erosi ringan hingga berat, gerak massa batuan berpengaruh sempit hingga sangat luas, dengan penggunaan lahan sebagai kebun, hutan dan sawah. Jenis kerusakan jalan pada sub-kelas kesesuaian medan I (tidak sesuai) adalah jalan bergelombang, jalan retak-retak, aspal jalan terkelupas, jalan longsor dan jalan terputus. Kerusakan jalan tersebut disebabkan pada sub-kelas kesesuaian ini terdapat faktor penghambat berupa faktor relief, faktor geologi, faktor tanah, faktor proses, faktor hidrologi dan faktor penggunaan lahan. Faktor relief yang berupa panjang lereng dan kelas kemiringan lereng dimungkinkan dapat menimbulkan kerusakan berhubung dengan intensitas proses, terutama pada satuan medan dengan gerakan massa berpengaruh sedang hingga sangat luas yang menjadi intensif karena bekerja pada kelas dan panjang lereng yang tidak mendukung terhadap jalur jalan. Faktor geologi berupa struktur perlapisan batuan yang berselingan keras lunak berada pada medan miring hingga sangat miring menjadi penyebab terjadinya jalan longsor dan terputus. Struktur perlapisan batuan yang miring dan berselingan keras-lunak akan membentuk bidang gelincir berpotensi terjadi longsor apabila mendapat tekanan yang berat diatasnya. Faktor tanah yang berupa tekstur, permeabilitas, angka pori, indeks cole dan ukuran butir menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan, karena tanah dengan ciri seperti tersebut di atas memiliki sifat teknis yang sangat jelek. Jalan bergelombang terjadi karena tanah pada satuan medan ini bertekstur lempung, angka pori terlalu besar dan permeabilitas yang sangat lambat, sehingga tanah akan mudah mecair jika ada air dan mendapat beban yang berat dari atas. Potensi kembang kerut tanah yang tinggi mengakibatkan retak-retak pada badan jalan, terutama pada musim kemarau karena tanah dasar mengalami pengerutan. Faktor proses berupa gerak massa dan erosi diketahui menjadi penyebab jalan terputus. Pengaruh gerak massa yang sangat luas dan tingkat erosi yang tinggi bertambah intensif karena bekarja pada kelas dan panjang lereng yang sangat miring dan panjang. Garak massa yang intensif ini mengakibatkan pergeseran badan jalan sehingga menimbulkan terputusnya jalan.

125 07 Faktor hidrologi yang berupa kerapatan aliran berkaitan erat dengan faktor proses berupa erosi dimungkinkan menjadi penyebab terjadinya aspal terkelupas. Material tanah yang terbawa oleh air seringkali terendapkan pada badan jalan, mengakibatkan kurangnaya daya ikat aspal, sehinggga terjadi pengelupasan. Jenis penggunaan lahan berupa sawah mendukung terjadinya kerusakan jalan. Sawah yang selalu tergenang air berpengaruh terhadap daya dukung tanah dasar jalur jalan. Sifat teknis tanah-tanah di daerah penelitian sangat jelek dan akan semakin parah jika kandungan airnya bertambah, hal tersebut menyebabkan penggelombangan pada permukaan jalan karena daya dukung tanah dasar berkurang. Beberapa faktor pembatas tersebut masih dapat diperbaiki untuk meningkatkan kondisi jalan agar tidak cepat rusak, tetapi dengan biaya yang mahal. Faktor pembatas (r) berupa kelas dan panjang lereng dapat diperbaiki dengan membuat jalan berbelok-belok, sesuai dengan standard yang dibuat Dirjen Bina Marga. Faktor pembatas (t) dapat diperbaiki dengan menggunakan material yang lebih kasar dan pemadatan pada tanah dasar. Faktor pembatas (pl) dapat diperbaiki dengan merubah penggunaan lahan yang lebih sesuai, tetapi hal ini sulit untuk dilakukan karena menyangkut penggunaan lahan masyarakat setempat. Sedangkan faktor pembatas (h) berupa kerapatan aliran, faktor pembatas (p) berupa gerak massa batuan dan faktor pembatas (g) berupa struktur perlapisan batuan, sulit untuk diperbaiki. Luas masing-masing satuan medan yang termasuk dalam sub-kelas kesesuaian medan I r,g,t,p,h,pl disajikan pada tabel 49. Kondisi jalan pada sub-kelas kesesuaian medan I r,g,t,p,h,pl dapat dilihat pada gambar 7.

126 08 Tabel 49.Luas Sub-kelas Kesesuaian Medan I r,g,t,p,h,pl. No Satuan Simbol Satuan Medan Luas Medan Ha % D-G--Kb D-G-III-Ht S-G-I-Ht S5-G-I-Ht S5-G-II-Ht S5-G-III-Kb S5-G-I-Ht S-G-I-Ht S-G-I-Sw 5,67 54,69 67,905 7,54 7,048,0 87,864 7,50 78,54,,05, 0,7,46 4,8,6 0,,45 Jumlah.006,77 9,46 Sumber: Analisis Peta Satuan Medan. Gambar 7. Kondisi Jalan pada Kelas Kesesuaian Medan Tidak Sesuai di Desa Monggot. Gambar Diambil pada Bulan Januari 007.

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh : JUMIYATI NIRM: 5.6.16.91.5.15

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN SISTEM DRAINASE PERMUKAAN Tujuan pekerjaan drainase permukaan jalan raya adalah : a. Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b. Mengalirkan air permukaan yang terhambat

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam pengertian yang lebih sempit, desain penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

KAJIAN PROSES GEOMORFOLOGI DAN KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG PROPINSI JAWA TENGAH

KAJIAN PROSES GEOMORFOLOGI DAN KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG PROPINSI JAWA TENGAH KAJIAN PROSES GEOMORFOLOGI DAN KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG PROPINSI JAWA TENGAH SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SIMO KABUATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH. Skripsi S-1 Program Studi Geografi

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SIMO KABUATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH. Skripsi S-1 Program Studi Geografi 1 KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SIMO KABUATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH Skripsi S-1 Program Studi Geografi Oleh : WIWIK CAHYANINGRUM NIRM:.5.16.91.5.117 Kepada FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

ANALISIS LAHAN KRITIS DI KECAMATAN KLEGO KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH

ANALISIS LAHAN KRITIS DI KECAMATAN KLEGO KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH ANALISIS LAHAN KRITIS DI KECAMATAN KLEGO KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh : ERIE KUSUMAWARDANI

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGEMBANGAN MEDAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN MATESIH KABUPATEN KARANGANYAR

PERENCANAAN PENGEMBANGAN MEDAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN MATESIH KABUPATEN KARANGANYAR PERENCANAAN PENGEMBANGAN MEDAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN MATESIH KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh : FAJAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, sehingga dalam pengelolaannya harus dilakukan dengan hatihati dan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN JATINOM KABUATEN KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN JATINOM KABUATEN KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN JATINOM KABUATEN KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh : GATOT JOKO MARDIYANTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOMETRI LERENG UNTUK KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR

KAJIAN MORFOMETRI LERENG UNTUK KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR KAJIAN MORFOMETRI LERENG UNTUK KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh

Lebih terperinci

EVALUASI LAHAN UNTUK KAWASAN LINDUNG DAN BUDIDAYA DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KABUPATEN KARANGANYAR, JAWA TENGAH

EVALUASI LAHAN UNTUK KAWASAN LINDUNG DAN BUDIDAYA DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KABUPATEN KARANGANYAR, JAWA TENGAH EVALUASI LAHAN UNTUK KAWASAN LINDUNG DAN BUDIDAYA DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KABUPATEN KARANGANYAR, JAWA TENGAH SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

TINGKAT ERODIBILITAS TANAH DI KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH

TINGKAT ERODIBILITAS TANAH DI KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH TINGKAT ERODIBILITAS TANAH DI KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh Trisnoto NIRM:

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan tahanan jenis dilakukan dengan cara mencatat nilai kuat arus yang diinjeksikan dan perubahan beda potensial yang terukur dengan menggunakan konfigurasi wenner. Pengukuran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR PETA... INTISARI... ABSTRACT... i ii iii iv

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan BAB 1 PENDAHULUAN Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap jalan, dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

Pendahuluan 10/12/2009

Pendahuluan 10/12/2009 Karen SlametHardjo Pendahuluan Usaha-usaha untuk melakukan pemeliharaan jalan perlu dilakukan agar jalan dapat menyelenggarakan fungsinya dengan baik. Sebelum suatu ruas jalan habis masa pelayanannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia, Pasifik dan Australia dengan ketiga lempengan ini bergerak saling menumbuk dan menghasilkan suatu

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I) Turangan Virginia, A.E.Turangan, S.Monintja Email:virginiaturangan@gmail.com ABSTRAK Pada daerah Manado By Pass

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi dan pembangunan dewasa ini menimbulkan peningkatan kepentingan dan ketergantungan manusia pada sumber daya alam khususnya lahan yang

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE AASHTO PADA RUAS

PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE AASHTO PADA RUAS PERBANDINGAN PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU TERHADAP BEBAN OPERASIONAL LALU LINTAS DENGAN METODE AASHTO PADA RUAS JALAN KALIANAK STA 0+000 5+350 SURABAYA TUGAS AKHIR Diajukan oleh : M.SULTHONUL

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESESUAIAN PERUBAHAN FISIK KOTA KUDUS DENGAN RUTRK TAHUN 1995/ /2006

ANALISIS TINGKAT KESESUAIAN PERUBAHAN FISIK KOTA KUDUS DENGAN RUTRK TAHUN 1995/ /2006 ANALISIS TINGKAT KESESUAIAN PERUBAHAN FISIK KOTA KUDUS DENGAN RUTRK TAHUN 1995/1996 2005/2006 Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Oleh : Nugroho Tri Wibowo Nim : E.100.000.165 NIRM : FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah studi yang mendiskripsikan bentuklahan, proses-proses yang bekerja padanya dan menyelidiki kaitan antara bentuklahan dan prosesproses tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS SUHU UDARA DAN CURAH HUJAN UNTUK DETEKSI PERUBAHAN IKLIM KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN SKRIPSI

ANALISIS SUHU UDARA DAN CURAH HUJAN UNTUK DETEKSI PERUBAHAN IKLIM KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN SKRIPSI ANALISIS SUHU UDARA DAN CURAH HUJAN UNTUK DETEKSI PERUBAHAN IKLIM KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 1988-2011 SKRIPSI Oleh : Dian Muthia Dwi Putri K5408027 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian Daerah yang digunakan sebagai tempat penelitian merupakan wilayah sub DAS Pentung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan lahan saat ini semakin meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk tidak hanya dari dalam daerah, namun juga luar daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

ANALISIS KELAS KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN TANGEN KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI

ANALISIS KELAS KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN TANGEN KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI ANALISIS KELAS KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN TANGEN KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh: Zuhdi E 100 010 119 FAKULTAS GEOGRAFI

Lebih terperinci

EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN

EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Diajukan Oleh : YOGA

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Outline Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan suatu wilayah dipengaruhi oleh sistem transportasi yang ada di wilayah tersebut. Sistem transportasi nasional apabila dikelola dengan baik akan menunjang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2 Prosedur analisis citra untuk penggunaan tanah 1. Pra-pengolahan data atau pengolahan awal yang merupakan restorasi citra 2. Pemotongan

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK KONSTRUKSI BANGUNAN DI KECAMATAN CILINCING, JAKARTA UTARA

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK KONSTRUKSI BANGUNAN DI KECAMATAN CILINCING, JAKARTA UTARA ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK KONSTRUKSI BANGUNAN DI KECAMATAN CILINCING, JAKARTA UTARA S. Marwanto, A. Dariah, dan Irawan ABSTRAK Kepentingan penggunaan lahan untuk konstruksi bangunan agar sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI

KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi Oleh : DWI SEPTIC SETIANA NIRM :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geomorfologi adalah salah satu hal yang menjadi dasar dalam ilmu geologi, karena geomorfologi dapat dijadikan panduan dalam pemetaan geologi, selain itu pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuklahan, meliputi proses-proses yang bekerja terhadap batuan induk dan perubahanperubahan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan

Lebih terperinci

PENCEMARAN AIR SUNGAI GARUDA AKIBAT PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI TAHU DI KECAMATAN SRAGEN KABUPATEN SRAGEN

PENCEMARAN AIR SUNGAI GARUDA AKIBAT PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI TAHU DI KECAMATAN SRAGEN KABUPATEN SRAGEN PENCEMARAN AIR SUNGAI GARUDA AKIBAT PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI TAHU DI KECAMATAN SRAGEN KABUPATEN SRAGEN Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Diajukan Oleh Nur Majid Nafiadi NIM :

Lebih terperinci

ANALISIS LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN MATESIH KABUPATEN KARANGANYAR

ANALISIS LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN MATESIH KABUPATEN KARANGANYAR ANALISIS LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN MATESIH KABUPATEN KARANGANYAR Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi Oleh : WAHYONO E100 050 023 FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KERENTANAN LONGSOR LAHAN DI DESA SEPANJANG JALUR JALAN NANGGULAN KALIBAWANG KABUPATEN KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS TINGKAT KERENTANAN LONGSOR LAHAN DI DESA SEPANJANG JALUR JALAN NANGGULAN KALIBAWANG KABUPATEN KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISIS TINGKAT KERENTANAN LONGSOR LAHAN DI DESA SEPANJANG JALUR JALAN NANGGULAN KALIBAWANG KABUPATEN KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Penilaian kinerja lahan (land performance) untuk penggunaan tertentu Kegiatan Evaluasi Lahan meliputi survai lahan interpretasi data hasil survai

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Gunungpati merupakan daerah berbukit di sisi utara Gunung Ungaran dengan kemiringan dan panjang yang bervariasi. Sungai utama yang melintas dan mengalir melalui

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI BREKSI NAPALAN DUSUN WONOSARI DESA JURANGJERO KECAMATAN NGAWEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL

ANALISIS POTENSI BREKSI NAPALAN DUSUN WONOSARI DESA JURANGJERO KECAMATAN NGAWEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL ANALISIS POTENSI BREKSI NAPALAN DUSUN WONOSARI DESA JURANGJERO KECAMATAN NGAWEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Program Studi Geografi

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan daerah penelitian, mengungkap fakta-fakta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH Seiring dengan pertumbuhan penduduk di kota Semarang, maka diperlukan sarana jalan raya yang aman dan nyaman. Dengan semakin bertambahnya volume lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN APEL ( Malus Sylvestris Mill ) DI KECAMATAN NGARGOYOSO KABUPATEN KARANGANYAR Diajukan untuk memenuhi persyaratan Mencapai derajat S-1 Fakultas Geografi Oleh : Ongky Dri Hastanto

Lebih terperinci

TINGKAT KESIAPSIAGAAN GABUNGAN KELOMPOKTANI (GAPOKTAN) DALAM MENGHADAPI BENCANA KEKERINGAN DI DESA BULU KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO

TINGKAT KESIAPSIAGAAN GABUNGAN KELOMPOKTANI (GAPOKTAN) DALAM MENGHADAPI BENCANA KEKERINGAN DI DESA BULU KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO TINGKAT KESIAPSIAGAAN GABUNGAN KELOMPOKTANI (GAPOKTAN) DALAM MENGHADAPI BENCANA KEKERINGAN DI DESA BULU KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT BAHAYA EROSI TANAH TERHADAP PRODUKTIVITAS LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

EVALUASI TINGKAT BAHAYA EROSI TANAH TERHADAP PRODUKTIVITAS LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI EVALUASI TINGKAT BAHAYA EROSI TANAH TERHADAP PRODUKTIVITAS LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang (rata-rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa

Lebih terperinci

BAB II LINGKUP KEGIATAN PENELITIAN Lingkup Kegiatan Penelitian Komponen Lingkungan Kerangka Alur Penelitian...

BAB II LINGKUP KEGIATAN PENELITIAN Lingkup Kegiatan Penelitian Komponen Lingkungan Kerangka Alur Penelitian... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR PETA... ix INTISARI...

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Permukiman Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul

Analisis Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Permukiman Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul Analisis Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Permukiman Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Disusun Oleh : Yetti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN KAWASAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT KESESUAIAN LAHAN DI KOTA SURAKARTA PROPINSI JAWA TENGAH

ANALISIS KEBERADAAN KAWASAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT KESESUAIAN LAHAN DI KOTA SURAKARTA PROPINSI JAWA TENGAH ANALISIS KEBERADAAN KAWASAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT KESESUAIAN LAHAN DI KOTA SURAKARTA PROPINSI JAWA TENGAH SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S- Fakultas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan dan proses proses yang mempengaruhinya serta menyelidiki hubungan timbal balik antara bentuklahan dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xviii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

Lebih terperinci