Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat ; 2. HAYATI, bertempat tinggal di Kampung Renggel, Desa Mandalasari,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat ; 2. HAYATI, bertempat tinggal di Kampung Renggel, Desa Mandalasari,"

Transkripsi

1 P U T U S A N No K/Pdt/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G Memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara : 1. DIREKSI PERUM. PERHUTANI Cq. KEPALA UNIT PERUM. PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT, yang berkedudukan di Jalan Soekarno Hatta No. 628, Bandung, Pemohon Kasasi I ; 2. PEMERINTAH DAERAH Tk. I PROPINSI JAWA BARAT Cq. GUBERNUR PROPINSI JAWA BARAT, yang berkedudukan di Jalan Diponegoro, Bandung, Pemohon Kasasi II ; 3. PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Cq. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Cq. MENTERl KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, yang berkedudukan di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Pemohon Kasasi IV ; Ketiganya dalam hal ini diwakili oleh : Ir. Marsanto, MS., Direktur Utama Perum. Perhutani, dan dalam hal ini memberi kuasa kepada Benemay, SH.,MH., Advokat, Managing Partners pada Kantor Benemay & Partners Law Office, berkantor di Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lantai 5 No. 512 B, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat ; Para Pemohon Kasasi juga sebagai para Termohon Kasasi dahulu para Tergugat I, III dan IV/para Pembanding ; m e l a w a n : 1. DEDI, bertempat tinggal di Kampung Bojong Jambu, Desa Mandalasari, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut Jawa Barat ; 2. HAYATI, bertempat tinggal di Kampung Renggel, Desa Mandalasari, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat ; 3. ENTIN, bertempat tinggal di Desa Mandalasari, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat ; 4. ODED SUTISNA, bertempat tinggal di Kampung Bojong Jambu, Desa Mandalasari, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat ; 5. UJANG OHIM, bertempat tinggal di Kampung Sindangsari, Desa Mandalasari, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat ; Hal. 1 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

2 6. DINDlN HOLIDIN, bertempat tinggal di Kampung Bunianten, Desa Mandalasari, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat ; 7. ACENG ELIM, bertempat tinggal di Desa Mandalasari, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat ; 8. MAHMUD, bertempat tinggal di Kampung Maribaya, Desa Mandalasari, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Jawa Barat ; para Termohon Kasasi juga sebagai para Pemohon Kasasi III dahulu para Penggugat I sampai dengan VIII/para Terbanding ; D a n : 1. PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Cq. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, yang berkedudukan di Jalan Merdeka Utara No. 18, Jakarta ; 2. PEMERINTAH DAERAH Tk. II KABUPATEN GARUT PROPINSI JAWA BARAT Cq. BUPATI KABUPATEN GARUT PROPINSI JAWA BARAT, yang berkedudukan di Jalan Pembangunan, Garut ; para turut Termohon Kasasi dahulu para Tergugat II dan V/Pembanding dan turut Terbanding ; Mahkamah Agung tersebut ; Membaca surat-surat yang bersangkutan ; Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang para Termohon Kasasi dahulu sebagai para Penggugat I sampai dengan VIII telah menggugat sekarang para Pemohon Kasasi dahulu sebagai para Tergugat I sampai dengan V di muka persidangan Pengadilan Negeri Bandung pada pokoknya atas dalil-dalil : Bahwa TERGUGAT I (Perum Perhutani) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1978 jo. Keputusan Kepmen Pertanian No. 43/KPTS/ HUM/1978 yang dipertegas dalam Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 1999 diberi hak dalam kewenangan pengelolaan kawasan hutan Produksi dan hutan lindung di Jawa Barat, in casu kawasan Gunung Mandalawangi, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut ; bahwa berdasarkan Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 1999 TERGUGAT I sebagai pengelola hutan berkewajiban menyelenggarakan kegiatan-kegiatan perencanaan, penanaman, pemeliharaan, pemungutan hasil, pengolahan dan pemasaran serta perlindungan dan pengamanan hutan ; Hal. 2 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

3 bahwa berdasarkan Pasal 7 butir b PP. No. 53 Tahun 1999, segala perbuatan hukum Tergugat I dalam mengelola hutan harus mengacu pada maksud dan tujuan perusahaan, yaitu melestarikan dan meningkatkan mutu sumber daya hutan dan mutu lingkungan hidup ; bahwa TERGUGAT I in casu Direksi Perhutani dalam melaksanakan tugasnya dibebani kewajiban serta pengabdian untuk melestarikan dan meningkatkan mutu sumber daya hutan dan mutu lingkungan hidup (vide Pasal 28 jo Pasal 7 PP No. 53 Tahun 1999) ; bahwa segala perbuatan hukum TERGUGAT I di dalam menjalankan manajemen perusahaannya adalah merupakan satu kesatuan, yang dalam hal ini segala perbuatan hukum PERHUTANI Unit III Jabar dalam mengelola kawasan hutan Gunung Mandalawangi juga merupakan perbuatan hukum dari Direksi Perum PERHUTANI (vide Pasal 24 PP No. 53 Tahun 1999) ; bahwa TERGUGAT I dalam mengelola hutan telah mengabaikan peraturan dan/atau telah menyimpang dari maksud dan tujuan perusahaan, perbuatan mana telah mengakibatkan luas hutan di Jawa Barat tinggal 8 % (termasuk hutan Mandalawangi Garut) dari keadaan 53 juta Ha (20 %) sebelum dikelola oleh TERGUGAT I ; bahwa tindakan TERGUGAT III dengan mengeluarkan SK Menhut No. 419/KPTS.II/1999 yang amarnya merubah status hutan lindung Mandalawangi menjadi hutan produksi terbatas serta memberi wewenang pengelolaannya kepada TERGUGAT I, yang pada kenyataannya memberikan peluang kepada TERGUGAT I untuk melakukan perbuatan yang mengabaikan peraturan dan/ atau menyimpang dari maksud dan tujuan perusahaan. Perbuatan mana dilakukan dengan tidak melakukan reboisasi setelah penebangan dan/atau merubah hutan primair menjadi sekunder ; bahwa Tergugat III telah lalai melakukan pembinaan kepada TERGUGAT I (vide pasal 16 ayat 1 dan 4 PP No. 53/1999) dan/atau menyetujui tindakan TERGUGAT I atau setidak-tidaknya membiarkan TERGUGAT I (vide pasal 17 b PP No. 53/1999) melakukan kesalahan/pelanggaran dalam pengelolaan hutan di kawasan hutan Gunung Mandalawangi ; bahwa menurut penjelasan Sumpena, Kepala KPH Perhutani Garut, pengkondisian hutan sekunder (penanaman pohon disebabkan area yang seharusnya direboisasi telah disewakan kepada penduduk di sekitamya dengan alasan/tujuan yang tidak jelas. Padahal perbuatan menyewakan area kawasan hutan tesebut tidak dibenarkan oleh peraturan. Oleh karena itu tindakan TERGUGAT I dapat dikualifikasikan sebagai tindakan perbuatan melawan Hal. 3 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

4 hukum, dan sekaligus menunjukkan ketidakmampuan Tergugat I dalam mengelola hutan ; bahwa selama mengelola hutan Mandalawangi, TERGUGAT I di samping tidak melakukan reboisasi, merubah hutan primer menjadi sekunder, juga telah menciptakan lahan kosong, dan lahan garapan pertanian yang kemudian dimanfaatkan oleh penduduk di sekitar area hutan Mandalawangi. Oleh karena itu perbuatan TERGUGAT I yang telah merubah fisik dan/atau fungsi hutan dapat dikualifikasikan sebagai perusakan hutan (vide pasal 50 ayat (2) UU No. 41/1999) ; bahwa akibat perbuatan Tergugat I yang telah mengkondisikan hutan I sekunder di Gunung Mandalawangi yang berstruktur kemiringan lereng 20 sampai 50 derajat tersebut tidak mampu lagi menahan curah hujan, sehingga pada tanggal 28 Januari 2003, sekitar pukul WIB, terjadi longsor di area hutan Mandalawangi dan menghancurkan area pemukiman penduduk yang berjarak sekitar 2-3 km dari titik longsor ; bahwa menurut hasil penyelidikan Direktorat Vulkanologi, faktor-faktor penyebab longsornya Gunung Mandalawangi, yaitu : a) ketebalan pelapukan tanah (3 meter); b) sarang (mudah meloloskan air); c) batuan vulkanik yang belum padu; d) kecuraman lereng derajat dan bagian bawah relatif landai; dan e) adanya perubahan tata guna lahan bagian alas bukit dari tanaman keras/hutan ke tanaman musiman. Hal ini menegaskan manejemen pengelolaan hutan yang dilakukan oleh TERGUGAT I hanya mengejar keuntungan semata tanpa menghiraukan kelestarian lingkungan dan ekosistem serta tata guna lahan sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 7 PP No. 53 Tabun 1999 ; bahwa ternyata sebelum terjadinya longsor di kawasan Gunung Mandalawangi tepatnya di areal hutan lindung terbatas TERGUGAT I sudah mengetahui dan mengakui bahwa sejak 6 bulan silam (antara Juli - Agustus 2002), petak V yang berarea 102 ha terdapat 3 titik rawan longsor dan VI yang berarea 195 ha terdapat 4 titik rawan longsor, namun TERGUGAT I tidak menanganinya secara khusus dan tidak mengumumkan penemuan itu kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait termasuk Pemda Kabupaten Garut. Oleh karenanya TERGUGAT I telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan harta benda (vide Pasal 6 UU No. 23 Tahun 1997) ; bahwa menurut Seksi Gerakan Tanah Direktorat Vulkanologi, daerah kawasan pemukiman penduduk yang tertimpa longsor tersebut sudah tidak bisa lagi untuk dijadikan tempat pemukiman, dan oleh karenanya mau tidak mau Hal. 4 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

5 para penduduk yang berjumlah jiwa yang terdiri dari 376 KK harus meninggalkan daerah tersebut dan menempati daerah baru, oleh karenanya sudah menjadi konsekuensi logis pihak TERGUGAT harus melakukan relokasi pemukiman penduduk ; bahwa berdasarkan fakta-fakta di atas, jelas dan nyata perbuatan TERGUGAT I telah merubah secara langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik yang mengakibatkan lingkungan hutan tidak berfungsi sebagaimana mestinya (vide Pasal 1 butir 14 UU No. 23/1997 Jo. Pasal 50 ayat (2) UU No. 41/1999) ; bahwa Tindakan perusakan hutan yang dilakukan oleh TERGUGAT I seharusnya tidak terjadi jika TERGUGA T II melaksanakan kewajibannya dalam pengurusan hutan (vide pasal 10 ayat 2 UU No.41/1999), pengelolaan hutan (vide pasal 21 UU No. 41/1999), dan perlindungan hutan (Vide pasal 48 ayat 2 UU No. 41/1999) ; bahwa perusakan hutan di Mandalawangi yang dilakukan oleh Tergugat I juga akibat kelalaian TERGUGAT II, TERGUGAT IV, dan TERGUGAT V dalam melakukan pengawasan hutan (vide pasal 59 dan pasal 60 UU No. 41/1999) ; bahwa perusakan hutan dan lingkungan yang dilakukan oleh TERGUGAT I tidak lepas dari tindakan TERGUGAT IV dan TERGUGAT V yang mana seharusnya melaksanakan kewenangannya untuk melakukan upaya paksa guna mencegah, mengakhiri pelanggaran beserta akibat-akibatnya yang dilakukan oleh TERGUGAT I (vide Pasal 25 ayat 1 UU No. 23 Tahun 1997) ; bahwa akibat kesalahan TERGUGAT I dalam pengelolaan kawasan hutan serta ketidakpeduliannya terhadap kelestarian lingkungan hidup ternyata telah mengakibatkan kejadian longsor di sebelah bukit Gunung Mandalawangi, sehingga terputusnya jalur lalu lintas Bandung Garut lewat Japati, oleh karena itu secara hukum dan kepatutan TERGUGAT I harus bertanggung jawab dengan melakukan perbaikan dan pemulihan kembali lingkungan di kawasan Gunung Mandalawangi ; bahwa dikarenakan dalam area hutan tersebut kebanyakan hanya ditanami pohon jenis perdu tidak sebagaimana asal mulanya yaitu jenis pohon besar (yang telah ditebang) yang dapat menampung dan menahan aliran air sehingga longsoran tersebut merambah memasuki kawasan pemukiman penduduk yang mengakibatkan tertimpanya kawasan pemukiman rumah penduduk tersebut dan menimbulkan korban jiwa dan harta benda sbb : - Korban jiwa meninggal : 20 orang (11 orang laki-laki dan 9 orang perempuan) - Yang belum diketemukan : 1 (satu) orang Hal. 5 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

6 - Rumah Permanen/non permanen hancur : 165 buah - Rumah rusak berat : 67 buah - Rumah rusak ringan : 44 buah - Rumah terancam longsor susulan : 104 buah - Madrasah : 2 buah - Mesjid : 3 buah - Kebun : 25 Hektar - Sawah : 70 Hektar - Kolam : 1 Hektar - Ternak Domba : 150 Ekor - Ternak Ayam dan Itik : 5000 Ekor - Ikan : 3000 Kg bahwa akibat kejadian longsor dari Gunung Mandalawangi tersebut penduduk yang terkena longsoran Gunung Mandalawangi terpaksa mengungsi yang hanya mengharapkan bantuan/sumbangan, dan sekarang ini ditampung dalam posko-posko, yaitu : 1) pos I Rumah H. Atri S Kampung Cilageni KK = Jiwa 2) pos II Balai Desa Mandalasari 45 KK = 261 Jiwa 3) pos Ill Madrasah AI-Hikmah Kp. Sindangmulya. 78 KK = 240 Jiwa 4) pos IV Madrasah Baitul Muklis : 22 KK = 98 Jiwa 5) pos V RW. 10 Kp. Pintu (Baetul Mutaqin).. 14.KK = 128 Jiwa Jumlah. : 376KK = Jiwa bahwa PENGGUGAT sebagai korban dari perbuatan TERGUGAT I dan TERGUGAT II, sehingga PENGGUGAT telah mengalami kerugian baik Materiil dan Immateriil, yang apabila ditaksir mencapai Rp ,- dengan perincian sebagaimana disebutkan dalam gugatan ; bahwa untuk menjamin ketertiban dan keadilan dalam perolehan ganti rugi bagi PENGGUGAT, maka mekanisme pendistribusian ganti rugi dari PARA TERGUGAT harus dilakukan secara transparan oleh suatu tim yang di dalamnya terdiri dari organ Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dan Pemerintah Daerah Garut serta LSM-LSM ; bahwa PARA TERGUGAT bertanggung jawab atas kehancuran pemukiman dan lahan pertanian PENGGUGAT. Oleh karena itu dalam waktu 1 (satu) bulan sejak perkara ini diputus, PARA TERGUGAT wajib melakukan relokasi (menyediakan penggantian lahan untuk pemukiman dan pertanian) dan Hal. 6 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

7 mekanisme pelaksanaannya harus dilakukan secara transparan dan berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait serta LSM- LSM ; bahwa kerusakan hutan di Gunung Mandalawangi adalah tanggung jawab PARA TERGUGAT, oleh karena itu dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak perkara ini diputus, PARA TERGUGAT wajib melakukan pemulihan kawasan hutan (vide Pasal 80 UU No. 41 Tabun 1999) serta minimal selama 5 (lima) Tahun TERGUGAT I tidak melakukan penebangan, dan mekanisme pelaksanaannya harus dilakukan secara transparan, melibatkan Pemerintah Daerah Garut dan LSM-LSM pemerhati lingkungan ; bahwa PENGGUGAT sebagai masyarakat korban longsor di kawasan Gunung Mandalawangi tidak perlu membuktikan kesalahan dari TERGUGAT I atas terjadinya Iongsor tersebut di atas, karena hal tersebut merupakan konsekuensi dari TERGUGAT I sebagai pengelola hutan di kawasan Gunung Mandalawangi, yang mana TERGUGAT mempunyai tanggung jawab mutlak (strict liability) terhadap kejadian longsor tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 35 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ; bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas para Penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri Bandung agar memberikan putusan sebagai berikut : DALAM PROVISI : Menyatakan bahwa gugatan Para Penggugat adalah sah sebagai Gugatan Perwakilan atau Class Action. DALAM POKOK PERKARA Primair 1. Menerima dan mengabulkan gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya. 2. Menyatakan menurut hukum bahwa PARA TERGUGAT telah melakukan perbuatan melawan hukum dan oleh karenanya patutlah dihukum untuk membayar ganti kerugian. 3. Menghukum PARA TERGUGAT untuk melakukan relokasi (menyediakan penggantian lahan pemukiman dan lahan pertanian) selambat-lambatnya dilaksanakan dalam waktu 1 (satu) bulan sejak perkara ini diputus, dan dilakukan secara transparan serta berkoordinasi dengan instansi terkait dan LSM-LSM. 4. Menghukum PARA TERGUGAT untuk melakukan rehabilitasi lahan hutan di kawasan Gunung Mandalawangi dan selambat-lambatnya dilaksanakan dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak perkara ini diputus serta pengawasannya Hal. 7 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

8 dilakukan oleh Pemda Daerah Garut dan LSM-LSM pemerhati lingkungan. 5. Menghukum TERGUGAT I untuk tidak melakukan penebangan dalam kurun waktu minimal 5 (lima) tahun sejak perkara ini diputus dan pengawasannya dilakukan oleh Pemda Kabupaten Garut serta LSM-LSM pemerhati lingkungan. 6. Menghukum PARA TERGUGAT untuk membayar ganti kerugian kepada PENGGUGAT sebesar Rp ,- dengan perincian sebagai berikut : Kerugian Materil : Sub Kelompok A : 1) Kehilangan Anggota Keluarga. 21 orang meninggal x Rp ,- = Rp ,- 2) Kerugian Korban luka ringan/berat (Rawat Inap) 15 orang X Rp ,- = Rp ,- Jumlah Sub Kelompok A = Rp ,- Sub Kelompok B : Rumah : a. Rumah Hancur : 165 Unit x Rp ,00 = Rp ,- b. Rumah Rusak Berat : 67 Unit x Rp ,- = Rp ,- c. Rumah Rusak Ringan : 44 Unit x Rp ,- = Rp ,- d. Rumah Terancam : 104 Unit x Rp ,- = Rp ,- Jumlah Sub Kelompok B = Rp ,- Sub Kelompok C : a. Pertanian/tanaman 1) Padi 70 ha x 6 ton x Rp /kg = Rp ,- 2) Jagung 35 ha x 3 ton x Rp /kg = Rp ,- 3) Kacang Merah 35 ha x 3 ton x Rp /kg = Rp ,- b. Peternakan 1) Domba : 150 ekor x Rp ,- = Rp ,- 2) Ayam dan itik : ekor x Rp ,- = Rp ,- Jumlah Sub Kelompok C = Rp ,- Sub Kelompok D : a. Jalan setapak/lingkungan 4,5 km = Rp ,- b. Jembatan 3 m..= Rp ,- c. Drainase 6 Km.= Rp ,- d. Pipa Air Bersih 7 Km.. = Rp ,- e. Madrasah 2 unit.. = Rp ,- Hal. 8 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

9 f. Masjid 3 unit..= Rp ,- Jumlah Sub Kel. D : Rp ,- Sub Kelompok E : a. Kesempatan mencari nafkah sejak pengungsian 376 KK x 60hr x Rp ,- = Rp ,- b. Kerugian dalam belajar mengajar/sekolah (perlengkapan sekolah) : - Murid SD : Rp ,- x 276 murid = Rp ,- - Murid SLTP: Rp ,- x 51 murid = Rp ,- - Murid SLTA : Rp ,- x 13 murid =Rp ,- Rp ,- Jumlah Sub Kelompok E = Rp ,- TOTAL KERUGlAN MATERlIL : Rp , B. Kerugian Immateriil sebesar Rp ,- 7. Memerintahkan PARA TERGUGAT untuk membentuk suatu TIM yang susunan Ketua dan keanggotannya terdiri dari unsur pemerintah daerah dan LSM-LSM dalam rangka mengorganisir pendistribusian ganti rugi kepada TERGUGAT. 8. Menyatakan PARA TERGUGAT tunduk dan patuh pada putusan ini. 9. Menyatakan putusan atas gugatan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada upaya hukum. 10. Menghukum PARA TERGUGAT untuk membayar biaya perkara. Subsidair Apabila Pengadilan mempunyai pertimbangan yang lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut para Tergugat mengajukan eksepsi gugatan perwakilan (Class Action) yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut : Eksepsi Tergugat I : bahwa tindakan Penggugat dalam surat gugatan dengan menyebut dan sebagai "Kelompok Para Korban Longsor Gunung Mandalawangi, Kecamatan Bojong Jambu dan Kampung Sindangsari serta Desa Karangmulya, Kampung Bunianten dan Kampung Babakan Nenggeng dstnya" selain tendensius juga sudah merupakan vonis, sehingga melampaui kewenangannya dan bertentangan dengan hukum/karena : - Longsor merupakan suatu peristiwa yang kebenarannya masih harus dibuktikan di muka persidangan, apakah berkualifikasi sebagai Longsor atau Peristiwa Alam lainnya? Hal. 9 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

10 - "Longsor" yang dimaksud kebenarannya harus lebih dahulu dibuktikan di muka persidangan; Apakah terbukti benar "longsor" menimpa Desa Mandalasari dan Desa Karangmulya ; - Longsor" yang dimaksud kebenarannya harus lebih dahulu dibuktikan di muka persidangan ; Apakah terbukti benar "longsor" menimbulkan korban terhadap manusia, hewan dan harta benda di Desa Mandalasari dan Desa Karangmulya ; - "Longsor" yang dimaksud kebenarannya harus lebih dahulu dibuktikan di muka persidangan; Apakah terbukti benar "longsor" menimpa Penggugat dan para anggota kelompoknya ; Sehingga dengan demikian, di dalam "surat gugatan" Penggugat tidak berhak menyatakan diri sebagai "kelompok Para Korban Longsor Gunung Mandalawangi" melainkan hanya berhak memohon kepada dan agar Pengadilan : - Menyatakan bahwa Penggugat adalah sah mewakili "Kelompok Para Korban Longsor Gunung Mandalawangi", dan ; - Menyatakan bahwa Penggugat adalah "Kelompok Para Korban Longsor Gunung Mandalawangi dst-nya" dengan anggota kelompok tersebut sebagaimana "Daftar Anggota Kelompok" yang telah di notifikasi dan dinyatakan sah sebagai anggota kelompok sesuai ketentuan PERMA Nomor 1 Tahun 2002 (vide : Pasal 7, Pasal 8, dan PasaI 9) ; Setelah di muka persidangan terbukti secara sah bahwa Penggugat dan para anggota kelompoknya adalah Benar Para Korban Longsor Gunung Mandalawangi, maka Pengadilan (Majelis Hakim) berhak menyatakan (dalam putusan), bahwa : Penggugat adalah "Kelompok Para Korban Longsor Gunung Mandalawangi". bahwa gugatan Penggugat dalam perkara ini tidak memenuhi persyaratan-persyaratan formal surat gugatan sesuai Ketentuan sebagaimana dimaksud dan ditetapkan dalam Pasal 3 PERMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang tata cara, yang menyatakan : Selain harus memenuhi persyaratan-persyaratan formal surat gugatan sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, surat gugatan perwakilan kelompok harus memuat : a. ldentitas lengkap dan jelas wakil kelompok; b. Definisi kelompok secara rinci dan spesifik, walaupun tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu persatu; c. Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban melakukan pemberitahuan; Hal. 10 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

11 d. Posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota kelompok, yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas dan terinci; e. Dalam satu gugatan perwakilan, dapat dikelompokkan beberapa bagian kelompok atau sub kelompok, jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda; f. Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi dikemukakan secara jelas dan rinci, memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok termasuk usulan tentang pembentukan tim atau panel yang membantu memperlancar pendistribusian ganti kerugian karena : 1. Surat Kuasa tertanggal 04 Februari 2003 dari Wakil Kelompok kepada 16 (enam belas) Advokat, Pengacara dan Penasehat Hukum untuk mengajukan gugatan perkara ini adalah tidak sah, alasan hukumnya : a. sebanyak 7 (tujuh) orang dari 9 (sembilan) orang Wakil Kelompok, yaitu : - A. Muchyidin - Uca - Esin - Juhri - Etik. - Suryana di persidangan, tanggal 12 Maret 2003, menyatakan : "tidak pernah memberi kuasa" untuk menggugat Dinas, Instansi, Pemda dan Perhutani ; b. ada pernyataan "tidak pernah memberi kuasa" untuk menggugat Dinas, Instansi/Pemda dan Perhutani, maka "surat kuasa" tersebut tidak memenuhi "syarat materiil" pemberian kuasa sekalipun secara formil "ada surat kuasa". Dengan lain perkataan bahwa : Surat Kuasa tanggal 4 Februari 2003 tersebut tidak memenuhi syarat-syarat SAHnya suatu "Perjanjian (Pasal 1320 KUH-Perdata) Pemberian Kuasa", in casu ; "tidak ada kesepakatan" antara Pemberi Kuasa dengan Penerima Kuasa untuk mengajukan gugatan sebagaimana perkara ini ; c. Ketentuan dalam Pasal 2 sub c dan sub d PERMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang "Acara Gugatan Perwakilan Kelompok", menyatakan : "Gugatan dapat diajukan dengan mempergunakan tata cara Gugatan Perwakilan Kelompok apabila : Hal. 11 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

12 a. Wakil Kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya ; b. Hakim dapat menganjurkan kepada wakil kelompok untuk melakukan penggantian pengacara, jika pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kewajiban membela dan melindungi kepentingan anggota kelompoknya. Adanya pernyataan "tidak pernah memberi kuasa" dan "mundur (tidak menggugat)" dimuka sidang dari 7 (tujuh) orang perwakilan kelompok, membuktikan : - Tidak ada kesepakatan dari Anggota kelompok kepada Perwakilan kelompok ; - Tidak ada kesepakatan dari Perwakilan kelompok kepada Pengacara ; - Tidak ada kehendak yang sungguh-sungguh dari Perwakilan Kelompok untuk mengajukan "Gugatan" sebagaimana perkara ini ; - Tidak jelas diajukannya "Gugatan" sebagaimana perkara ini untuk membela dan melindungi kepentingan siapa? apakah : Untuk kepentingan anggota kelompok, atau : Untuk kepentingan perwakilan kelompok, atau : Sehingga dengan demikian; Karena fakta di muka persidangan membuktikan sebagaimana tersebut di atas, maka gugatan a quo dalam perkara ini (menurut hukum) tidak memenuhi syarat untuk dapat dinyatakan sah sebagai gugatan perwakilan kelompok. 2. Usulnya "Perwakilan Kelompok Baru" sebagaimana "berkas perkara (daftar Anggota Kelompok dan Inventarisasi kerugian)" masingmasingnya yaitu : A. Kelompok kerugian luka ringan/berat dan kehilangan anggota keluarga, yaitu diwakili oleh HAYATI dan DEDI. B. Kelompok kerugian rumah dan tanah, yang diwakili oleh ENTIN. C. Kelompok kerugian alat rumah tangga (harta benda) diwakili ODED SUTISNA. D. Kelompok kerugian peternakan dan pertanian diwakili oleh UJANG OHIM. E. Kelompok kerugian rumah dan tanah Desa Karangmulya diwakili DINDIN HOLIDIN. F. Kelompok kerugian fasilitas umum diwakili oleh ACENG ELIM. G. Kelompok kerugian akibat pengungsian diwakili oleh MAHMUD. Hal. 12 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

13 Dipersidangan tanggal 19 Maret 2003, untuk "MASUK" turut berperkara dalam perkara ini sebagai pihak "PENGGUGAT" adalah tidak sah, alasan hukumnya : a. Ketentuan sebagaimana dimaksud dan ditetapkan dalam Bab IV Pasal 8 PERMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang "Acara Gugatan Perwakilan Kelompok" hanya mengatur tentang Pernyataan Keluar (anggota kelompok). Dengan kata lain, bahwa PERMA tersebut tidak mengatur tentang Pernyataan MASUK atau PENGGANTIAN (anggota kelompok atau wakil Kelompok) sebagai Pihak PENGGUGAT. b. Hukum Acara Perdata yang berlaku (HIR, RV dan Kebiasaan dalam acara perdata) bahwa "Masuknya" pihak lain (pihak ketiga) ke dalam suatu perkara yang sedang dalam proses persidangan, adalah (dikenal dengan istilah hukum) Intervensi, yang antara lain : - Vrijwaring - Voeging - Tussenkomst Dengan tata cara dan persyaratan (prosedur) antara lain : Mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri (gugatan insidentil) untuk turut berperkara sebagai pihak dalam perkara yang sedang dalam proses, melalui prosedur, antara lain : - pendaftaran perkara (gugatan insidentil); - penetapan Ketua Pengadilan (disposisi pelimpahan) kepada Majelis Hakim yang sedang memeriksa perkara termaksud; - pemeriksaan perkara (gugatan insidentil); - Putusan Sela diterima atau tidak diterima untuk masuk sebagai pihak berperkara. c. Pemberian "Kuasa Lisan" dari perwakilan kelompok Baru kepada Kuasa Hukum (16 Advokat dalam perkara ini) sekalipun dibenarkan dilakukan di muka persidangan, tetapi seharusnya secara formil (tertulis) tetap perlu dibuat (ada), hal ini untuk adanya kepastian hukum tentang "kewenangan (hak dan kewajiban) Penerima Kuasa. Sehingga dengan demikian, Karena MASUK-nya Perwakilan Kelompok Baru tersebut : - tidak sesuai dengan PERMA Nomor 1 Tahun 2002; - tidak memenuhi persyaratan prosedur (tata cara) sesuai ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku; - untuk turut serta sebagai pihak PENGGUGAT dalam perkara ini Hal. 13 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

14 yang sebagaimana nomor 1 di atas (menurut hukum) tidak memenuhi syarat untuk dapat dinyatakan Sah sebagai gugatan perwakilan kelompok. maka "MASUK-nya Perwakilan Kelompok Baru tersebut" sebagai Penggugat (penggantian Penggugat) adalah tidak sah, dan gugatan a quo dalam perkara ini TETAP tidak memenuhi syarat untuk dapat dinyatakan Sah sebagai gugatan perwakilan kelompok. 3. Gugatan perwakilan kelompok dalam perkara ini, selain "sangat tidak jelas", "membingungkan" dan "sangat tidak mencerminkan kepastian hukum", juga tidak memenuhi persyaratan-persyaratan formal surat gugatan sesuai Ketentuan dalam Pasal 3 PERMA Nomor 1 Tahun 2002, alasan hukumnya : a. Selain berkas perkara tertanggal 18 Februari 2003 yang telah diregistrasi dengan nomor perkara 49/Pdt/G/2003/PN.Bdg. pada persidangan tanggal 19 Maret 2003 telah diajukan pula (diterima adanya penyerahan) "berkas perkara (Daftar Anggota Kelompok dan lnventarisasi Kerugian)" tanpa ada penjelasan "kualifikasi hukum" dari berkas perkara tersebut, sehingga menimbulkan pertanyaan, apakah sebagai tambahan gugatan, atau sebagai Perubahan/perbaikan gugatan, atau : - sebagai Gugatan Baru dari pihak Penggugat yang sama, atau : - sebagai Gugatan lntervensi dari "Perwakilan Kelompok BARU tersebut" b. Adanya 2 (dua) berkas perkara yang berbeda subjek dan objek dalam 1 (satu) perkara selain membingungkan juga sangat tidak mencerminkan kepastian hukum, karena : Yang mana dari keduanya yang menjadi dasar pemeriksaan perkara ini, apakah : - salah satu dari keduanya (tetapi yang mana?), atau : - seluruh dari kedua-duanya berlaku sebagai surat gugatan, atau : - kombinasi dari keduanya secara sebagian dari sana dan sebagian dari sini (atau kalau masih dianggap kurang nanti ditambah lagi), atau : - akan ada tambahan, perubahan atau perbaikan lagi setelah eksepsi. c. Jumlah anggota kelompok "membingungkan", dimana : dalam surat gugatan tanggal 18 Februari 2003, pada posita angka 21. menyatakan Jumlah : 376 KK = jiwa (sebagai anggota Hal. 14 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

15 kelompok). dalam "berkas perkara (Daftar Anggota Kelompok dan Inventarisasi Kerugian)" yang disampaikan tanggal 19 Maret 2003, disebutkan antara lain : A. Kelompok kerugian luka ringan/berat dan kehilangan anggota keluarga : - Kelompok kehilangan anggota keluarga..= 7. (dalam surat gugatan tgl. 18 Februari 2003 = 21 orang) - Kelompok luka berat.= 7. - Kelompok luka ringan = 31. (dalam gugatan tgl. 18 Feb 2003 luka ringan/berat : 15 orang). total sub kelompok...= 45. B. Kelompok kerugian rumah dan tanah, yang diwakili oleh = 70. (dalam surat gugatan tgl. 18 Februari 2003, rumah hancur 165. rusak berat 67, rusak ringan 44, rumah terancam 104 = 380. (rumah). C. Kelompok kerugian alat rumah tangga (harta benda), = 65. (dalam surat gugatan tgl. 18 Februari 2003 = "tidak ada"). D. Kelompok kerugian peternakan dan pertanian = 61. E. Kelompok kerugian rumah dan tanah Desa Karangmulya = 7. (dalam gugatan tgl. 18 Februari 2003 = "tidak ada" Jumlah anggota kelompok = 248 F. Kelompok kerugian fasilitas umum = semua anggota = 248 I. (dalam surat gugatan tgl. 18 Februari 2003 = "tidak ada") G. Kelompok kerugian akibat pengungsian = semua anggota = 248 (dalam surat gugatan tgl. 18 Februari 2003 = jiwa) Kelompok kerugian ternak "domba" sebanyak = 55 ekor (dalam surat gugatan tgl. 18 Februari 2003 = 150 ekor) Kelompok kerugian ternak "ayam dan itik" sebanyak = 595 (ayam = 477 ekor dan itik = 118 ekor) (dalam surat gugatan tgl. 18 Februari 2003 = 5000 ekor) Sehingga menjadi pertanyaan, apakah : Jumlah anggota kelompok, semula : berubah menjadi : 248, atau : Jumlah anggota kelompok, semula : bertambah 248 menjadi = Hal. 15 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

16 d. Jumlah objek kerugian" tidak jelas dan tidak pasti, dimana Permasalahannya sama dengan sub c. di atas. e. PERMA Nomor 1 Tahun 2002, Pasal 3 sub f mempersyaratkan tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas dan rinci, sedang dalam perkara ini dalam surat gugatan tanggal 18 Februari 2003, posita angka 22 menyatakan Kerugian Materiil.: Rp ,- Kerugian Immateriil : Rp ,- Total Kerugian : Rp ,- dalam "berkas perkara (Daftar Anggota Kelompok dan Inventarisasi Kerugian)" yang diserahkan di persidangan tanggal 19 Maret 2003, "tidak ada tuntutan atau petitum tentang ganti rugi ; Sehingga menjadi pertanyaan, apakah : Total Kerugian TETAP seperti semula : Rp ,-, atau : Total Kerugian "berubah" menjadi : BELUM DIHlTUNG, atau : Total Kerugian : Rp ,- "bertambah" + BELUM DIHlTUNG, menjadi : Rp.???. f. PERMA Nomor 1 Tahun 2002, Pasal 3 sub f. mempersyaratkan, bahwa : "Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas dan rinci memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok termasuk usulan tentang pembentukan tim atau panel yang membantu memperlancar pendistribusian ganti kerugian", Kenyataannya sebagaimana gugatan Penggugat dalam perkara ini : - dalam surat gugatan tanggal 18 Februari 2003, petitum angka 7 "hanya" berbunyi : "Memerintahkan PARA TERGUGAT untuk membentuk suatu TIM yang susunan Ketua dan keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah daerah dan LSM-LSM dalam rangka mengorganisir pendistribusian ganti rugi kepada TERGUGAT. " Interpretasi hukum petitum tersebut, adalah : a. hanya memuat "usulan tentang pembentukan tim". b. tidak memuat "usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok. c. kalimat pada petitum yang tertulis : dalam rangka mengorganisir Hal. 16 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

17 pendistribusian ganti rugi kepada TERGUGAT : pasti "SALAH" karena kata "TERGUGAT" seharusnya ditulis "PENGGUGAT" (note : tetapi, kalau maksud Penggugat adalah benar seperti tertulis dalam petitum tersebut, itu Hak Penggugat). - dalam berkas perkara (Daftar Anggota Kelompok dan/inventarisasi Kerugian)" yang diserahkan di persidangan tanggal 19 Maret tidak ada petitum yang "memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok". Terjadinya "FAKTA-FAKTA" di persidangan pemeriksaan perkara ini sebagaimana tersebut di atas : MEMBUKTIKAN, bahwa : belum ada kesepakatan "yang sungguh-sungguh" di antara anggota kelompok dengan perwakilan kelompok untuk mengajukan gugatan perkara ini ; belum ada kesepakatan "yang sungguh-sungguh" di antara perwakilan kelompok untuk mengajukan gugatan perkara ini ; belum ada kesepakatan "yang sungguh-sungguh" di antara perwakilan kelompok dengan Kuasa Hukum (Para Pengacara) untuk mengajukan gugatan perkara ini ; belum ada kesepakatan "yang sungguh-sungguh" di antara Kuasa Hukum (Para Pengacara) tentang tata-cara (prosedure) untuk mengajukan gugatan perwakilan kelompok sebagaimana perkara ini. sehingga di persidangan terjadi : - perselisihan antara perwakilan kelompok dengan Kuasa Hukum (Para Pengacara) yang menyatakan "tidak pernah memberi kuasa"; - pergantian perwakilan kelompok dan anggota kelompok; - surat kuasa tidak dapat dibuat secara sempurna sebagaimana biasanya ; - surat gugatan menjadi tidak sistimatis, tidak sempurna, tidak jelas dan tidak memenuhi persyaratan formal sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 3 PERMA Nomor 1 Tahun 2003 ; - pengajuan gugatan, penggantian pihak Penggugat, perubahan/ penambahan anggota kelompok, perubahan/penambahan objek gugatan, penyusunan "tuntutan/petitum" menjadi salah, dan semuanya itu diajukan secara tidak sesuai prosedur (tata-cara) dan bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku (Perma Hal. 17 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

18 Nomor 1 Tahun 2002 dan Hukum Acara Perdata) ; Akibat hukumnya bahwa gugatan a quo dalam perkara ini (demi hukum) dinyatakan tidak SAH sebagai gugatan perwakilan kelompok. 4. Gugatan Penggugat KURANG PIHAK, alasannya : a. Penggugat mendalilkan bahwa gugatan a quo dalam perkara ini adalah berlandaskan pada Pasal 37 (1) UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jo. Pasal 71 (1) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Jo. PERMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok, dimana in casu ; b. Berlandaskan ketentuan sebagaimana dimaksud dan ditetapkan dalam Pasal 9 ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan : "Keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikoordinasi oleh Menteri "; sehingga seharusnya MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Wajib diajukan sebagai pihak TERGUGAT dalam perkara ini. DALAM POKOK PERKARA. bahwa TERGUGAT I menolak keseluruhan dalil-dalil gugatan Penggugat kecuali yang secara tegas-tegas diakui kebenarannya. bahwa TERGUGAT I khususnya keberadaannya di Jawa Barat diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1978 tentang Penambahan Unit Produksi Perusahaan Umum Kehutanan Negara, kemudian diubah dan disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1986 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) dan terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1999 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani). Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1999 mengatur tentang : a. Tugas dan wewenang TERGUGAT I diatur dalam Pasal 3 ayat (1) yang menyebutkan : "Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah Badan Usaha Milik Negara yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan perencanaan dan pengurusan hutan dalam wilayah kerjanya". b. Sifat, Maksud dan Tujuan Perusahaan, diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 yang menyebutkan : Hal. 18 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

19 Pasal 6 : "Sifat usaha dari Perusahaan adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan dan kelestarian sumber daya alam". Pasal 7 : "Maksud dan Tujuan Perusahaan adalah : a. mengelola hutan sebagai ekosistem sesuai karakteristik wilayah untuk mendapatkan manfaat yang optimal bagi Perusahaan dan masyarakat sejalan dengan tujuan Pembangunan Nasional; b. melestarikan dan meningkatkan mutu sumber daya hutan dan mutu lingkungan hidup; dan c. menyelenggarakan usaha dibidang kehutanan yang menghasilkan barang dan jasa yang bemutu tinggi dan memadai guna memenuhi hajat hidup orang banyak dan memupuk keuntungan ". c. Kegiatan dan pengembangan usaha diatur dalam Pasal 8 yang menyebutkan : "Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Perusahaan menyelenggarakan : a. Pengusahaan hutan yang meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan, penanaman, pemeliharaan, pemungutan hasil, pengolahan, dan pemasaran, b. Perlindungan dan pengamanan hutan, dan c. Usaha-usaha lainnya yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan Perusahaan ". d. Wilayah Kerja Tergugat I diatur dalam Pasal 10 ayat (1) yang menyebutkan : "Wilayah kerja Perusahaan meliputi seluruh hutan negara yang terdapat di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, dan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat". e. Pembinaan Perusahaan diatur dalam Pasal 16 yang menyebutkan : Ayat (1) : Pembinaan Perusahaan melakukan (oleh Menteri pelaksanaan pembinaan sehari-hari dilakukan oleh Menteri". Ayat (2) : Pembinaan Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan menetapkan kebijakan pengembangan usaha. Hal. 19 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

20 Ayat (3) : Kebijakan pengembangan usaha merupakan arah dalam mencapai tujuan Perusahaan baik menyangkut kebijakan investasi pembiayaan usaha, sumber pembiayaannya, penggunaan hasil usaha perusahaan dan kebijakan pengembangan lainnya". Ayat (4) : Pembinaan sehari-hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memberikan pedoman bagi Direksi dan Dewan Pengawasan dan menjalankan kegiatan operasional Perusahaan". Ayat (5) : Pedoman sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) disusun berdasarkan kebijakan pengembangan usaha dimaksud dalam ayat (2) ". Ayat (6) : Dalam rangka memantapkan pembinaan dan pengawasan Perusahaan, Menteri Keuangan dan Menteri sewaktu-waktu apabila diperlukan dapat meminta keterangan dari Direksi dan Dewan Pengawas". 4. Dalam pengelolaan hutan atas kawasan hutan produksi dan lindung TERGUGAT I tidak atas dasar keinginan TERGUGAT I sendiri, karena dalam membuat perencanaan pengelolaan hutan senantiasa berdasarkan persetujuan dari Menteri Kehutanan. Ketentuan tersebut mengenai pembinaan dan pengawasan dari Menteri Keuangan dan Menteri Kehutanan diatur lebih lanjut dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 53/Kpts-11/1987 tentang Pembinaan Terhadap Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) yang dalam Pasal 4 diatur bahwa Pembinaan di bidang perencanaan dilaksanakan terhadap : 1. Rencana Umum Perusahaan 2. Rencana Lima Tahunan Perusahaan 3. Rencana Kerja Tahunan Perusahaan Sebagai realisasi dari Keputusan Menteri Kehutanan, TERGUGAT I telah membuat : 1. Rencana Umum Perusahaan periode 1990 s/d 2009 yang telah disahkan oleh Tergugat III berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 377/Kpts-IV/1992, ditindaklanjuti dengan Rencana Lima Tahunan Perusahaan. Terakhir untuk periode 2000 s/d 2004 yang telah disetujui oleh Menteri Keuangan dengan Surat Keputusan Nomor : 197/KMU.016/ Hal. 20 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

21 Rencana Lima Tahunan Perusahaan periode 1996 s/d 2000 yang telah disetujui oleh Menteri Keuangan berdasarkan Nomor : S-595/MK.16/ 1996 tanggal 2 Desember Rencana Kerja Tahunan Perusahaan (RKTP) yang merupakan gabungan Rencana Teknik Tahunan bersumber dari buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH). Disamping rencana tersebut diatas dalam rangka kelestarian hutan TERGUGAT I : 1. Membuat Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan untuk jangka waktu : 10 Tahun yang berisi data potensi dan kondisi hutan serta rencanarencana pengelolaan hutan. 2. Menyusun Rencana Tehnik Tahunan yang berupa rencana detail pengelolaan kawasan hutan dalam jangka satu tahun untuk setiap Kesatuan Pemangkuan Hutan termasuk kawasan hutan Gunung Mandalawangi sebagai penjabaran Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan tersebut. 3. Menyusun rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan terakhir untuk periode Tahun 2002 yang berisi rencana fisik berdasarkan RKTP dan finansial perusahaan berdasarkan standar biaya, kemudian diusulkan oleh Dewan Pengawas Perum. Perhutani untuk mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehutanan dan Menteri Keuangan. Dengan demikian sudah jelas bahwa kegiatan TERGUGAT I senantiasa berada dalam pembinaan dan pengawasan dari Menteri Kehutanan dan Menteri Keuangan. Jadi tidak benar pernyataan Penggugat sebagaimana dalam angka 1 sampai dengan 5 dalam gugatannya. 5. Bahwa dalil gugatan para Penggugat dalam angka 6 yang menyebutkan bahwa perbuatan TERGUGAT I telah mengakibatkan luas hutan di Jawa Barat tinggal 8% (termasuk hutan Mandalawangi Garut) dari keadaan 53 juta Ha (20%) sebelum dikelola TERGUGAT I adalah tidak benar dan tidak mendasar. Para Penggugat tidak mengerti dan tidak paham apa yang dimaksud dengan Hutan dan apa yang disebut kawasan hutan. Berdasarkan Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dibedakan antara pengertian hutan dan kawasan hutan : Pasal 1 ayat (2) : "Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi Hal. 21 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

22 sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan". Pasal 1 ayat (3) : "Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap". Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 419/Kpts-l1/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat 1 Jawa Barat seluas Hektar. Rincian fungsi hutan adalah : a. Kawasan hutan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam : Ha b. Hutan Lindung. : Ha c. Hutan Produksi Terbatas...: Ha d. Hutan Produksi Tetap : Ha J u m l a h : Ha Kawasan hutan yang masuk dalam pengelolaan hutan oleh TERGUGAT I hanya seluas Ha (termasuk Propinsi Banten). Luas daratan Propinsi Jawa Barat adalah hanya ± 3,5 juta Ha. TERGUGAT I mensomir para Penggugat untuk membuktikan bahwa luas hutan di Jawa Barat 53 juta Ha dan sekarang hanya ada 8% - nya yaitu ± 4,24 juta Ha. Oleh karena dalil gugatan tidak berdasar maka sudah selayaknya gugatan para Penggugat ditolak. 6. Bahwa dalil Penggugat sebagaimana dinyatakan dalam halaman 3 angka 7 yang menyatakan, "... Tindakan Tergugat III dengan mengeluarkan SK Menhut No. 419/Kpts-II/I999 yang amarnya merubah status hutan lindung Mandalawangi menjadi hutan produksi terbatas" adalah tidak benar dan tidak berdasar sama sekali dan terhadap hal tersebut dapat TERGUGAT I tanggapi sebagai berikut : a. Dalam Surat Keputusan Nomor : 419/Kpts-ll/1999 tidak terdapat amar yang menyatakan merubah status Hutan Lindung Mandalawangi menjadi Hutan Produksi Terbatas. b. Bahwa kawasan hutan Gunung Mandalawangi telah ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda berdasarkan Gouvernement Besluit tanggal 5 Pebruari 1916 dengan luas 406,63 ha (empat ratus enam koma enam tiga hektar) dengan status hutan tetap yang dikuasai Negara. c. Berdasarkan hasil Paduserasi antara Tata Guna Hutan Kesepakatan Hal. 22 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

23 dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Propinsi (RTRWP) yang telah disahkan oleh Gubernur Jawa Barat dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 17 Tahun 1996, maka kawasan hutan Propinsi Jawa Barat termasuk kawasan hutan Gunung Mandalawangi diusulkan oleh Gubernur Propinsi Jawa Barat kepada Menteri Kehutanan untuk ditunjuk menjadi kawasan hutan menurut fungsinya. d. Atas usulan angka c tersebut selanjutnya Menteri Kehutanan dengan Surat Keputusan Nomor : 419/Kpts-ll/1999 telah menunjuk kawasan hutan di Propinsi Jawa Barat. Untuk kawasan hutan Mandalawangi berdasarkan fungsinya menjadi Hutan Lindung seluas ± 217,55 ha dan Hutan Produksi Terbatas dengan luas ± 189,08 ha. e. Penunjukan kawasan hutan Gunung Mandalawangi menjadi hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas adalah berdasarkan kriteria sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, KEPRES Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, dan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 837/Kpts/Um/ll/80 Tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung serta Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 683/Kpts/Um/8/81 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Produksi. f. Perlu dijelaskan disini bahwa sebelum terbitnya Surat Keputusan MENHUTBUN Nomor : 419/Kpts-IV/1999 kawasan hutan Gunung Mandalawangi belum pernah ada penetapan fungsi (apakah termasuk hutan lindung atau hutan produksi), yang ada adalah bahwa berdasarkan hasil inventarisasi hutan dengan melihat kondisi di lapangan serta memperhatikan kriteria tersebut diatas pada angka e, Gunung Mandalawangi ditetapkan oleh TERGUGAT I termasuk Klas Hutan, Hutan Lindung Terbatas ; Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka Menteri Kehutanan (Tergugat III) sama sekali tidak pernah merubah status kawasan Hutan Lindung Gunung Mandalawangi menjadi kawasan Hutan Produksi Terbatas ; g. Mengenai wewenang untuk mengelola kawasan hutan di Jawa Barat termasuk di kawasan Hutan Gunung Mandalawangi oleh TERGUGAT I sebagaimana telah dijelaskan pada angka 3 didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1978 jo Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1986 dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1999 bukan Hal. 23 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

24 diberikan oleh Tergugat III. Dengan demikian jelas terbukti bahwa tidak pernah terjadi adanya perubahan fungsi atas kawasan hutan Gunung Mandalawangi bukan kewenangan dari TERGUGAT III melainkan kewenangan pengelola yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. 7. Bahwa dalil para Penggugat angka 10 menyebutkan pada pokoknya bahwa TERGUGAT I tidak pernah melakukan reboisasi dan menambah hutan primer menjadi hutan sekunder. Dalil tersebut tidak benar, dan dapat kami jelaskan sebagai berikut : Kawasan hutan Gunung Mandalawangi seluas 406,63 ha sebagaimana telah dijelaskan di atas baru ada penunjukan fungsi menjadi hutan lindung dan 31 hutan produksi terbatas dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menhutbun Nomor : 419/Kpts-lI/1999. Kawasan hutan Gunung Mandalawangi termasuk administrasi kehutanan Petak 4, 5 dan 6, Resort Polisi Hutan/RPH Kadungora, BKPH Leles, KPH Garut (sumber titik longsor terjadi dari Petak 5 dan Petak 6 disamping dari tanah milik masyarakat). a. Kondisi penutupan hutan di petak 5 seluas 102, 20 Ha terdiri dari : - Hutan Alam Kayu Lain (HAKL) seluas 26,00 Ha terdiri dari Jenis Saninten, Huru dll, yang tumbuh cukup rapat. Tumbuhan bawah jenis Saliara, Kirinyuh dll. - Tanaman Pinus tahun 1997 (Kelompok Umur II) seluas 4,5 Ha tumbuh baik, rapat, rata (1.050 pohon/ha). - Tidak produktif (TPR) berupa semak belukar seluas 71,70 Ha terdapat beberapa tanaman Pinus. Tumbuhan bawah jenis Kirinyuh, Saliara dll, b. Kondisi penutupan hutan Petak 6 seluas 195,45 Ha terdiri dari : - Hutan Alam Kayu Lain (HAKL) seluas 52,00 Ha Rimba Campur terdiri dari Jenis Saninten, Hum, Puspa dll, yang tumbuh rapat dan cukup rata dengan tumbuhan bawah jenis Kirinyuh, Kaso dll. - Tanaman Pinus tahun 1997 (Kelompok Umur II) seluas 9,3 Ha dan tanaman tahun 1998 (Kelompok Umur I) seluas 25,83 Ha tumbuh cukup rapat, rata (912 pohon/ha). - Tanaman Pinus tahun 1990 (Kelompok Umur III) seluas 25,40 Ha tumbuh cukup rapat, murni, rapat, rata (421 pohon/ha). - tidak produktif (TPR) berupa semak belukar seluas 82,9 Ha. Tumbuhan bawah jenis Kirinyuh, Kaso, Saliara tumbuh rapat, Hal. 24 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

25 serta ada tumbuhan tanaman Pinus dan Suren yang tumbuh jarang. d. Sebelum dan setelah ada Surat Keputusan Menhutbun Nomor 419/Kpts-lI/1999 di lokasi Gunung Mandalawangi TERGUGAT I tidak pernah melakukan penebangan pohon, yang ada adalah tindakan perbaikan kondisi hutan yang rusak/gundul akibat perambahan kemudian direboisasi dengan tanaman hutan sebagai data di bawah ini : No. Tahun Tanam Luas (ha) Jenis tanaman ,90 Pinus ,40 Pinus ,00 Pinus ,80 Pinus ,83 Pinus ,00 Pinus Dengan demikian jelas dan terbukti bahwa TERGUGAT I telah melakukan reboisasi dan tidak mengubah hutan primair menjadi hutan sekunder. Oleh karena itu sudah selayaknya bahwa gugatan dinyatakan ditolak. 8. Bahwa pernyataan Penggugat dalam gugatan halaman 4 angka 9 tentang Penjelasan Sumpena, Kepala Perhutani Garut mengenai pengkondisian hutan sekunder, adalah merupakan pemutar balikkan fakta dan hal tersebut merupakan fitnah, sehingga selayaknyalah kepada Penggugat dilakukan tindakan hukum atas fitnah yang telah dilakukan. Bahwa TERGUGAT I tidak pernah menyewakan tanah kawasan hutan kepada penduduk dengan alasan maupun tujuan apapun, sehingga TERGUGAT I tidak dapat dikualifikasikan sebagai teiah melakukan perbuatan melawan hukum. 9. Adalah tidak benar yang dinyatakan Penggugat dalam gugatannya halaman 4 angka 10 karena TERGUGAT I telah melakukan kegiatan reboisasi dan rehabilitasi pada areal in casu sejak tahun 1980 sampai dengan tahun 1999 dengan jenis tanaman Pinus seluas ± 208,93 Hektar, sedangkan terciptanya lahan kosong bukan dilakukan TERGUGAT I, tetapi dilakukan oleh masyarakat perambah hutan sehingga mengakibatkan adanya kerusakan hutan. Hal. 25 dari 86 hal. Put. No K/Pdt/2004

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG ACARA GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa asas penyelenggaraan peradilan sederhana,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu bentuk penutup lahan di permukaan bumi yang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu bentuk penutup lahan di permukaan bumi yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu bentuk penutup lahan di permukaan bumi yang terbagi menjadi beberapa golongan antara lain berdasarkan fungsinya yaitu hutan lindung untuk

Lebih terperinci

Hal. 2 dari 8 hal. Put. No. 194 K/AG/2007.

Hal. 2 dari 8 hal. Put. No. 194 K/AG/2007. 1. Tergugat telah berselingkuh dengan wanita lain bernama Xxx dan telah dikawin sirri tanpa seizin Penggugat ; 2. Tergugat sering menyakiti badan Penggugat dengan tanpa alasan ; 3. Sejak April 2004 Tergugat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H.

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H. SALINAN PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 31/Pdt.G/2015/PTA Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa

P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan

Lebih terperinci

PEMBANDING, semula TERGUGAT;

PEMBANDING, semula TERGUGAT; PUTUSAN Nomor 337/Pdt/2016/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI JAWA BARAT di BANDUNG, yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TANGGAL 18 JULI DALAM PERKARA NOMOR 3277 K/ Pdt/ 2000

BAB III DESKRIPSI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TANGGAL 18 JULI DALAM PERKARA NOMOR 3277 K/ Pdt/ 2000 BAB III DESKRIPSI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TANGGAL 18 JULI 2003 DALAM PERKARA NOMOR 3277 K/ Pdt/ 2000 A.. Kasus Posisi Pada tanggal 12 November 1993 melalui seorang teman yang sama-sama sebagai guru Wetty

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PUTUSAN SELA NOMOR: 001/PUU-XI/2015/MM.UI DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN SELA NOMOR: 001/PUU-XI/2015/MM.UI DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN SELA NOMOR: 001/PUU-XI/2015/MM.UI DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Mahasiswa yang memeriksa dan mengadili perkara Pengujian Peraturan Perundang-undangan IKM UI terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN KAYU PERTUKANGAN KEPADA PT. SUMATERA SYLVA LESTARI ATAS AREAL HUTAN

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 90 K/AG/2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

P U T U S A N NOMOR : 90 K/AG/2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G P U T U S A N NOMOR : 90 K/AG/2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.10 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, DAN TATA

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 407 K/Pdt/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam

P U T U S A N Nomor : 407 K/Pdt/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam P U T U S A N Nomor : 407 K/Pdt/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa penggalian kekayaan alam di hutan secara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Joko Handoyo, S.H.,.. Pemohon I 2. Wahyudi, S.E,. Pemohon II 3. Rusdi Hartono, S.H.,. Pemohon III 4. Suherman,.....

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 177 K/TUN/2002

P U T U S A N No. 177 K/TUN/2002 P U T U S A N No. 177 K/TUN/2002 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 004/SKLN-IV/2006 Perbaikan Tgl, 29 Maret 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 004/SKLN-IV/2006 Perbaikan Tgl, 29 Maret 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 004/SKLN-IV/2006 Perbaikan Tgl, 29 Maret 2006 I. PARA PIHAK PEMOHON/KUASA Drs. H.M Saleh Manaf (Bupati Bekasi) Drs. Solihin Sari (Wakil Bupati Bekasi) KUASA HUKUM Adnan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN KEPADA PT. SATRIA PERKASA AGUNG ATAS AREAL HUTAN SELUAS ± 76.017

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR 00/Pdt.G/2013/PTA.BTN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR 00/Pdt.G/2013/PTA.BTN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR 00/Pdt.G/2013/PTA.BTN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Banten yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam tingkat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama I. PEMOHON Haji Agus Ali, sebagai Direktur Utama PT. Igata Jaya Perdania.

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M P U T U S A N Nomor 1170 K/Pdt/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata pada tingkat kasasi telah memutus sebagai berikut

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004 KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004 KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KORIDOR UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06 P U T U S A N No. 62 K/TUN/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR : 80 K/TUN/2005

P U T U S A N NOMOR : 80 K/TUN/2005 P U T U S A N NOMOR : 80 K/TUN/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G Memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN Nomor 793 K/Pdt/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 365/Kpts-II/2003 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN TANAMAN KEPADA PT. BUKIT BATU HUTANI

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 383/PDT/2014/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 383/PDT/2014/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 383/PDT/2014/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam pengadilan tingkat banding,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998 Tentang PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DENGAN SISTEM TEBANG PILIH DAN TANAM JALUR KEPADA ATAS

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN Nomor : P. 14/VII-PKH/2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PINJAM PAKAI KAWASAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN MEMUTUSKAN : : UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MAHASISWA UNIVERSITAS.

MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN MEMUTUSKAN : : UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MAHASISWA UNIVERSITAS. UNDANG-UNDANG KELUARGA BESAR MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI MAHASISWA UNIVERSITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA AREAL PENGGUNAAN LAIN (APL) ATAU KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN NOMOR 377 K/PID.SUS/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa dan mengadili perkara pidana khusus pada tingkat kasasi memutuskan sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 Wewenang DPR Memanggil Paksa Setiap Orang Menggunakan Kepolisian Negara Dalam Rapat DPR Dalam Hal Pihak Tersebut Tidak Hadir Meskipun Telah Dipanggil

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 83 K/AG/2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara

P U T U S A N No. 83 K/AG/2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara P U T U S A N No. 83 K/AG/2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG HAK PEMUNGUTAN HASIL HUTAN MASYARAKAT HUKUM ADAT PADA AREAL HUTAN PRODUKSI MENTERI KEHUTANAN DAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan I. PEMOHON - P.T. Inanta Timber & Trading Coy Ltd.yang diwakili oleh Sofandra sebagai Direktur Utama -------------------------------------

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. No.377, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO P E T I K A N PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P U T U S A N Nomor : 511/Pdt.G/2013/PA.SUB. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sumbawa Besar yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENULISAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENULISAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA, MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENULISAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA Tempat Pendaftaran : BAGAN PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA Pengadilan Agama Brebes Jl. A.Yani No.92 Telp/ fax (0283) 671442 Waktu Pendaftaran : Hari Senin s.d. Jum'at Jam 08.00 s.d 14.00 wib PADA PENGADILAN

Lebih terperinci

SALINAN P U T U S A N Nomor : 72/Pdt.G/2011/PTA.Bdg.

SALINAN P U T U S A N Nomor : 72/Pdt.G/2011/PTA.Bdg. SALINAN P U T U S A N Nomor : 72/Pdt.G/2011/PTA.Bdg. BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Bandung telah memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

BADAN PERWAKILAN DESA DESA PADI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO K E P U T U S A N BADAN PERWAKILAN DESA PADI NOMOR : 01 TAHUN 2001 T E N T A N G

BADAN PERWAKILAN DESA DESA PADI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO K E P U T U S A N BADAN PERWAKILAN DESA PADI NOMOR : 01 TAHUN 2001 T E N T A N G BADAN PERWAKILAN DESA DESA PADI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO K E P U T U S A N BADAN PERWAKILAN DESA PADI NOMOR : 01 TAHUN 2001 T E N T A N G PERATURAN TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA PADI Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR: 46 K/AG/2006

P U T U S A N NOMOR: 46 K/AG/2006 P U T U S A N NOMOR: 46 K/AG/2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan

Lebih terperinci