VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang yang diwawancara sebanyak 15. merupakan anggota Kelompok Budidaya Ikan Lele Sangkuriang.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang yang diwawancara sebanyak 15. merupakan anggota Kelompok Budidaya Ikan Lele Sangkuriang."

Transkripsi

1 71 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Responden Pembudidaya Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang yang diwawancara sebanyak 15 orang. Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi sebagian besar ikut serta dalam Kelompok Budidaya Ikan Lele Sangkuriang. Semua Responden merupakan anggota Kelompok Budidaya Ikan Lele Sangkuriang. Tabel 6. Karakteristik Pembudidaya Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Mata Pencaharian, Umur, Luas Kolam, Jumlah Tanggungan dan Pengalaman Usaha Tahun No. Karakteristik 1. Tingkat Pendidikan. SD. SMP. SMA Total 2. Mata Pencaharian. Pembudidaya Total 3. Tingkat Umur (tahun) Total 4. Luas Kolam (m 2 ) Total 5. Jumlah Tanggungan (orang) Total 6 Pengalaman Usaha (tahun) Total Sumber : Diolah dari Lampiran 1 Jumlah (Orang) Persentase (%) 33,33 40,00 26,67 100,00 100,00 100,00 6,67 20,00 40,00 20,00 6,67 6,67 100,00 53,33 13,33 6,67 26,67 100,00 60,00 40,00 100,00 66,67 33,33 100,00

2 72 Berdasarkan Tabel 6. Pembudidaya Ikan Lele Sangkuriang memiliki tingkat pendidikan yang rendah hanya menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 5 orang atau 33,33 % dari jumlah responden yang diwawancara. Pembudidaya yang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebanyak 6 orang atau 40 % dari jumlah responden yang diwawancara. Sedangkan pembudidaya yang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 4 orang atau 26,67% dari jumlah responden yang diwawancara. Pendidikan mayoritas pembudidaya tidak menjadikan adanya kemampuan mempengaruhi penjualan kepada pengumpul. Karena keterikatan dan juga tidak tersedianya modal untuk melakukan pemasaran secara langsung. Seluruh responden menjadikan usaha budidaya sebagai pekerjaan utama. Jumlah tanggungan berkisar antara 110 orang. Umur pembudidaya berkisar antara 2555 tahun. Pembudidaya yang memiliki luas kolam m 2 sebanyak 8 orang atau 53,33% dari jumlah keseluruhan responden, pembudidaya yang memiliki luas kolam m 2 sebanyak 2 orang atau 13,33% dari jumlah keseluruhan responden, pembudidaya yang memiliki luas kolam m 2 sebanyak 1 orang atau 6,67 % dari jumlah keseluruhan responden, sedangkan jumlah pembudidaya yang memiliki luas kolam m 2 sebanyak 4 orang atau 26,67% dari jumlah keseluruhan responden. Dan pengalaman usaha berkisar antara 530 tahun Karakteristik Responden Pedagang Perantara Pedagang perantara di Kecamatan Ciawi terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer

3 73 luar kecamatan dan pedagang pecel lele. Pedagang pengumpul adalah orang yang aktif membeli dan mengumpulkan barang dari produsen (pembudidaya) di daerah produksi dan menjualnya kepada pedagang perantara berikutnya dan jarang menjualnya kepada konsumen akhir. Pedagang pengumpul luar kecamatan adalah orang yang membeli dari pedagang pengumpul dan menjualnya dalam jumlah lebih kecil kepada pedagang pengecer luar kecamatan. Pedagang pengecer adalah pedagang perantara yang menjual barangbarang dalam jumlah kecil secara langsung kepada konsumen akhir. Karakteristik pedagang perantara dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik Pedagang Perantara Berdasarkan Umur, Jumlah Tanggungan dan Tingkat Pendidikan Tahun Pedagang Perantara Jumlah Pendidikan Jumlah Umur Tanggungan SD SMP SMA (orang) (tahun) (orang) (orang) Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Pedagang Pengecer Pedagang Pengecer Luar Kecamatan Sumber ; Diolah dari Lampiran Karakteristik Responden Pedagang Pecel Lele Jumlah pedagang pecel lele yang menjadi responden adalah sebanyak 3 orang. Umur pedagang pecel lele berkisar antara 3246 tahun, jumlah tanggungan keluarga sebanyak 47 orang. Berdasarkan tingkat pendidikannya, dua orang responden menempuh pendidikan sampai jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan satu orang responden menempuh jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pedagang pecel lele yang dijadikan responden menjadikan usahanya tersebut

4 74 sebagai pekerjaan utama. Untuk lebih jelasnya karakteristik pedagang pecel lele dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik Pedagang Pecel Lele Berdasarkan Umur, Jumlah Tanggungan, dan Tingkat Pendidikan Tahun Keterangan Jumlah (Orang) Umur : tahun tahun 2 1 Tanggungan 4 7 Pendidikan : SMP SMA Sumber : Diolah dari Lampiran Lembaga dan Saluran Tataniaga Lembaga tataniaga Ikan Lele yang terdapat di Kecamatan Ciawi terdiri dari pembudidaya Ikan Lele sebagai produsen, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer luar kecamatan dan pedagang pecel lele. Pembudidaya menjual Ikan Lele kepada pedagang pengumpul, dari pedagang pengumpul, Ikan Lele dijual kepada pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer luar kecamatan dan pedagang pecel lele. Pembudidaya tidak harus menjual kepada pedagang pengumpul yang sama setiap kali panen, tergantung kepada banyaknya stok Ikan Lele dan harga beli pedagang. Penjualan langsung kepada pedagang pengumpul membuat pembudidaya tidak perlu mencari tempat penjualan lain dan tidak menanggung biaya tataniaga. Saluran tataniaga yang terbentuk di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor terdiri dari empat saluran tataniaga. Saluran tataniaga tersebut terdiri dari :

5 75 1. Pembudidaya Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen Akhir 2. Pembudidaya Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Pedagang Pecel Lele Konsumen Akhir 3. Pembudidaya Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Pedagang Pengecer Luar Kecamatan Konsumen Akhir 4. Pembudidaya Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Pedagang Pengecer Luar Kecamatan Pedagang Pecel Lele Konsumen Akhir Saluran tataniaga yang terdapat di Kecamatan Ciawi khususnya pada kelompok usaha budidaya Ikan Lele Sangkuriang, merupakan saluran distribusi tidak langsung yang ditandai dengan adanya pedagang perantara masingmasing tipe saluran tataniaga. Saluran tataniaga yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 4. Kecamatan Ciawi Luar Kecamatan Pembudidaya Ikan Lele Pengumpul Pengumpul Luar Kecamatan Pengecer Luar Kecamatan Pengecer Pedagang Pecel Lele Pedagang Pecel Lele Konsumen Konsumen Gambar 4. Saluran Tataniaga Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi

6 Fungsifungsi Tataniaga Fungsi Tataniaga pembudidaya Fungsi tataniaga yang dilakukan pembudidaya yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pembudidaya adalah penjualan. Pembudidaya umumnya menjual hasil panennya kepada pengumpul langganannya. Kegiatan penjualan dilakukan di kolam pada saat panen, biaya panen ditanggung oleh pembudidaya. Harga jual Ikan Lele dari pembudidaya sebesar Rp 8.500,00Rp 8.800,00 per kg. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pembudidaya yaitu fungsi penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi penyimpanan jarang dilakukan oleh pembudidaya. Penyimpanan terjadi pada saat pembudidaya panen secara bersamaan (panen raya). Hal ini ditandai dengan tingginya penawaran sedangkan permintaan dari konsumen tetap. Kelebihan penawaran ini membuat pembudidaya kesulitan dalam memasarkan produknya, pembudidaya harus mengantri berharihari dengan pembudidaya lainnya agar pengumpul mau membeli produk mereka. Penundaan panen Ikan Lele akan menyebabkan kerugian yaitu berkurangnya bobot hasil produksi, Ikan Lele menjadi bongsor dan menambah biaya produksi. Ikan Lele bongsor lebih murah harganya dibandingkan dengan Ikan Lele super. Fungsi pengangkutan tidak dilaksanakan oleh pembudidaya di Kecamatan Ciawi. Pada saat panen, pedagang pengumpul mendatangi pembudidaya dan menyediakan semua kebutuhan untuk pengangkutan Ikan Lele. Fungsi fasilitas yang dilaksanakan oleh pembudidaya terdiri dari fungsi permodalan dan informasi pasar. Fungsi permodalan dilaksanakan dalam bentuk perjanjian berupa penyediaan pakan dengan ketua kelompok serta bantuan dana

7 77 dari Balai Besar Budidaya Air Tawar (BBBAT) Sukabumi bagi kelompok pembudidaya Ikan Lele, sedangkan pembudidaya mandiri bekerjasama dengan pedagang pakan. Setelah panen, pembudidaya ikan membayar pakan kepada pedagang pakan dengan melebihkan Rp 3.000,00Rp 5.000,00 untuk setiap karung pakan. Fungsi informasi pasar yang dilaksanakan oleh pembudidaya yaitu memberikan informasi kepada pedagang pengumpul ketika akan panen, harga yang berlaku di sesama pembudidaya Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul terdiri dari fungsi pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul melakukan pembelian dari pembudidaya Ikan Lele. Volume pembelian pedagang pengumpul pada saat penelitian antara kg per hari. Harga beli Ikan Lele ditingkat pedagang pengumpul pada saat dilakukan penelitian adalah sebesar Rp 8.500,00Rp 8.800,00 per kg untuk ukuran konsumsi yaitu 812 ekor per kg. Cara pembayaran kepada pembudidaya dilakukan secara kredit kurang lebih satu minggu. Fungsi penjualan yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul yaitu menjual Ikan Lele kepada pedagang perantara diatasnya. Harga jual Ikan Lele di Kecamatan Ciawi antara Rp ,00Rp ,00 per kg. Berdasarkan saluran tataniaga Ikan Lele di Kecamatan Ciawi, pedagang pengumpul menjual Ikan Lele kepada pedagang pengecer dan pedagang pengumpul luar kecamatan. Cara pembayaran Ikan Lele yang dilakukan oleh pedagang perantara diatas pedagang pengumpul dilakukan secara tunai.

8 78 Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul terdiri dari pengangkutan dan penyimpanan. Penyimpanan dilakukan dengan menggunakan jaring atau keramba di kolam penampungan. Kegiatan penyimpanan ini dilakukan tidak berlangsung lama hanya sehari, sehingga tidak ada biaya penyimpanan. Fungsi pengangkutan dilaksanakan apabila pembeli meminta untuk mengantarkan Ikan Lele ke tempatnya. Pengangkutan akan menambah biaya tataniaga, sehingga akan berpengaruh kepada peningkatan harga jual. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya pengangkutan ratarata sebesar Rp 166,67 per kg. Fungsi fasilitas yang dilaksanakan pedagang pengumpul terdiri dari permodalan, penanggungan risiko, standardisasi dan grading, dan informasi pasar. Modal usaha yang digunakan oleh pedagang pengumpul berasal dari modal sendiri. Modal ini digunakan pedagang pengumpul untuk pembelian ikan, biaya transportasi, biaya terminal dan biaya penyusutan bobot. Pembiayaan yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul untuk transportasi, terminal dan penyusutan bobot adalah Rp 574,33 per kg. Fungsi penanggungan risiko yang dialami oleh pedagang pengumpul adalah penyusutan bobot dan kematian pada saat penyimpanan, dan pengangkutan ke tempat pembeli. Fungsi standardisasi dan grading yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul yaitu memilih Ikan Lele sesuai dengan permintaan pasar berdasarkan ukuran dan isi Ikan Lele per kilogramnya (812 ekor per kg). Fungsi informasi pasar dilakukan pedagang pengumpul yaitu dengan mengumpulkan informasi mengenai waktu panen pembudidaya dan harga yang sedang berlaku dikalangan pembudidaya, juga mengenai stok Ikan Lele yang terdapat di pasar. Diantara sesama pedagang pengumpul biasanya saling memberikan informasi mengenai

9 79 harga di tingkat pembudidaya dan jumlah produksi pembudidaya di lokasi usahanya. Apabila pedagang pengumpul kekurangan pasokan Ikan Lele dari pembudidaya, biasanya akan membeli Ikan Lele dari pedagang pengumpul lainnya yang kelebihan pasokan. Informasi fluktuasi harga di tingkat pasar diperoleh pedagang pengumpul dari pedagang diatasnya Fungsi Tataniaga Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan berupa pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul luar kecamatan membeli Ikan Lele dari pedagang pengumpul. Ikan Lele yang dibeli dari pedagang pengumpul telah melalui proses standardisasi dan grading, sehingga pedagang pengumpul luar kecamatan tidak perlu lagi melakukan standardisasi dan grading. Volume pembelian pedagang pengumpul luar kecamatan pada saat penelitian berlangsung berkisar antara kg per hari. Harga beli Ikan Lele dari pedagang pengumpul antara Rp ,00Rp ,00 per kg. Fungsi penjualan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu menjual Ikan Lele ke pedagang pengecer luar kecamatan. Cara pembayaran untuk pembelian dan penjualan yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan dilakukan secara tunai. Harga jual Ikan Lele dari pedagang pengumpul luar kecamatan antara Rp ,00Rp ,00 per kg. Fungsi fasilitas yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan terdiri dari fungsi permodalan, penanggungan risiko dan informasi pasar. Pada umumnya pedagang pengumpul luar kecamatan menggunakan modal

10 80 sendiri dalam melaksanakan usahanya. Pembiayaan yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu ratarata sebesar Rp 665 per kg yang meliputi biaya transportasi, biaya terminal, dan biaya penyusutan bobot. Fungsi penanggungan risiko yang dilakukan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu meliputi kerusakan alat, penyusutan bobot, dan kematian selama pengangkutan dan penyimpanan. Resiko tersebut ditanggung sendiri oleh pedagang pengumpul luar kecamatan. Fungsi informasi pasar yang dilakukan pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu dengan memberikan informasi harga Ikan Lele di tingkat pedagang pengecer kepada pedagang pengumpul. Fungsi fisik yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul luar kecamatan terdiri dari fungsi penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi penyimpanan dilakukan pedagang pengumpul luar kecamatan apabila dalam menjual masih tedapat sisa untuk dijual pada hari berikutnya. Pengangkutan dilakukan pedagang pengumpul luar kecamatan dengan menggunakan jerigen dan plastik berisikan oksigen. Mobil angkut yang digunakan adalah mobil truk kecil (bak terbuka) yang berkapasitas kg Ikan Lele. Pedagang pengumpul luar kecamatan ratarata mengeluarkan biaya transportasi sebesar Rp 225,00 per kg Fungsi Tataniaga Pedagang Pengecer Pedagang pengecer yang ditemukan pada saluran tataniaga yaitu pedagang pengecer di Kecamatan Ciawi dan pedagang pengecer di luar kecamatan. Pedagang pengecer di Kecamatan Ciawi hanya membeli dari pedagang pengumpul di dalam wilayah kecamatan, sedangkan pengecer di luar kecamatan membeli Ikan Lele dari pedagang pengumpul di luar kecamatan.

11 81 Fungsi tataniaga yang dilaksanakan masingmasing pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran, fungsi fasilitas, dan fungsi fisik. Fungsi pertukaran terdiri dari pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian yang dilakukan yaitu Pedagang pengecer melakukan pembelian Ikan Lele dari pedagang pengumpul di Kecamatan Ciawi dan pedagang pengecer luar kecamatan membeli Ikan Lele dari pedagang pengumpul luar kecamatan. Pedagang pengecer membeli Ikan Lele dari pedagang pengumpul di Kecamatan Ciawi pada saat penelitian berlangsung yaitu dengan harga Rp ,00Rp ,00 per kg dengan volume pembelian berkisar antara kg. Sedangkan pedagang pengecer luar kecamatan membeli dari pedagang pengumpul luar kecamatan dengan harga berkisar Rp ,00Rp ,00 per kg dengan volume pembelian berkisar antara kg. Fungsi penjualan dilaksanakan pedagang pengecer di kecamatan dengan menjual Ikan Lele kepada pedagang pecel lele dan konsumen yang ada di pasar. Sama hal nya dengan pedagang pengecer luar kecamatan, menjual Ikan lele kepada pedagang pecel lele dan konsumen yang ada di pasar. Pedagang pengecer di Kecamatan Ciawi menjual Ikan Lele seharga Rp ,00Rp ,00 per kg, sedangkan harga jual dari pedagang pengecer luar kecamatan sebesar Rp ,00Rp ,00 per kg. Harga jual pedagang pengecer kepada konsumen rumah tangga dan pedagang pecel lele adalah sama. Lokasi penjualan Ikan Lele dari pedagang pengecer dalam kecamatan adalah pasar Ciawi, sedangkan pedagang pengecer luar kecamatan yaitu pasar Cisarua dan pasar Bogor. Fungsi fasilitas yang dilaksanakan pedagang pengecer terdiri dari fungsi permodalan, penanggungan risiko, standardisasi dan grading, dan informasi pasar.

12 82 Modal usaha yang digunakan pedagang pengecer berasal dari modal sendiri. Pembiayaan yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer dalam kecamatan ratarata sebesar Rp 873,89 per kg yang meliputi biaya transportasi, biaya terminal, dan biaya penyusutan bobot. Pedagang pengecer luar kecamatan mengeluarkan biaya untuk biaya transportasi, biaya terminal, dan biaya penyusutan bobot, ratarata sebesar Rp 1.085,15 per kg. Penanggungan risiko oleh pedagang pengecer berasal dari penyusutan bobot dan kematian. Sebelum menjual ke konsumen, pedagang pengecer melakukan standardisasi dan grading untuk memilih Ikan Lele berdasarkan ukuran dan isinya. Standardisasi dan grading dilakukan untuk konsumen rumah tangga dan pedagang pecel lele. Permintaan Ikan Lele dari pedagang pecel lele yaitu Ikan Lele yang yang per kilogramnya berisi 1012 ekor Ikan Lele, sedangkan permintaan untuk konsumen rumah tangga yaitu Ikan Lele yang berisi 810 ekor Ikan Lele per kilogramnya. Fungsi informasi pasar yang dilaksanakan oleh pedagang pengecer yaitu memberikan informasi mengenai harga Ikan Lele yang berlaku dipasar. Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengecer terdiri dari fungsi pengangkutan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan pedagang pengecer menggunakan jerigen. Pedagang pengecer dalam kecamatan ratarata mengeluarkan Rp 316,67 per kg untuk biaya transportasi, sedangkan pedagang pengecer luar kecamatan Rp 375,00 per kg. Masingmasing pedagang pengecer tidak melaksanakan penyimpanan, karena Ikan Lele yang dibeli dari pedagang pengumpul langsung dibawa ke pasar untuk dijual.

13 Fungsi Tataniaga Pedagang Pecel Lele Fungsi tataniaga yang dilakukan pedagang pecel lele meliputi fungsi pertukaran, fungsi fasilitas, dan fungsi fisik. Fungsi pertukaran yang dilaksanakan oleh pedagang pecel lele adalah fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pedagang pecel lele membeli Ikan Lele dari pedagang pengecer yang ada di pasar, baik yang di dalam kecamatan maupun luar kecamatan. Pedagang pecel lele tidak membeli dari pedagang pengumpul karena pedagang pecel lele hanya melakukan pembelian dalam jumlah sedikit. Warung tenda pecel lele menyajikan berbagai jenis masakan tidak hanya pecel lele saja, hal itu pula yang menyebabkan pembelian Ikan Lele oleh pedagang pecel lele sedikit. Harga beli pedagang pecel lele adalah berkisar antara Rp ,00 Rp ,00 per kg. Volume pembelian Ikan Lele berkisar antara 37 kg dengan ukuran 1012 ekor per kg. Fungsi penjualan yang dilakukan oleh pedagang pecel lele yaitu menjual pecel lele kepada konsumen akhir. Harga jual Ikan Lele berkisar antara Rp 5.500,00 Rp 6.000,00 per porsi (tanpa nasi, lalapan dan sambal), atau jika telah dikonversi per kilogram menjadi berkisar antara Rp ,00 Rp ,00. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pecel lele terdiri dari permodalan, standardisasi dan grading, dan informasi pasar. Modal yang digunakan oleh pedagang pecel lele adalah modal sendiri. Pembiayaan yang dikeluarkan oleh pedagang pecel lele ratarata sebesar Rp 1.701,77 per kg yang meliputi biaya transportasi dan biaya terminal. Standardisasi dan grading dilakukan oleh pedagang pecel lele pada saat pembelian dari pedagang pengecer, umumnya pedagang pecel lele memilih sendiri Ikan Lele yang akan dibeli. Fungsi

14 84 informasi pasar yang dilakukan adalah menyebarkan informasi mengenai warung tenda pecel lele yang dikelola kepada masyarakat. Fungsi fisik yang dilakukan terdiri dari fungsi pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilaksanakan oleh pedagang pecel lele setelah melakukan pembelian dari pedagang pengecer. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan plastik. Pedagang pecel lele ratarata mengeluarkan Rp 157,87 per kg untuk biaya transportasi. Pedagang pecel lele tidak melakukan fungsi penyimpanan, dikarenakan Ikan Lele yang dijual setiap hari umumnya laku terjual dan apabila terdapat sisa biasanya dimakan sendiri oleh pedagang pecel lele, karena jika di jual keesokan harinya sudah tidak segar lagi dan itu dapat berpengaruh pada cita rasa pecel lele Struktur Pasar Struktur pasar Ikan Lele diidentifikasikan dengan melihat jumlah lembaga tataniaga yang terlibat, keadaan produk, kondisi keluar masuk pasar, serta informasi pasar Jumlah Lembaga Tataniaga Lembaga tataniaga Ikan Lele yang terlibat di Kecamatan Ciawi terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer, pedagang pengecer luar kecamatan, dan pedagang pecel lele. Responden pembudidaya Ikan Lele di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor berjumlah 15 orang. Pembudidaya sebagai pihak produsen menjual Ikan Lele kepada pedagang pengumpul. Kondisi ini menyebabkan posisi tawar (bargaining position) dari

15 85 pembudidaya sangat lemah. Jumlah pembudidaya yang banyak berhadapan dengan jumlah pedagang pengumpul yang berjumlah 3 orang semakin membatasi penjualan. Kondisi ini menyebabkan pembudidaya hanya menjadi pihak yang menerima harga (price taker). Tidaknya ada keterikatan hubungan antara pembudidaya dan pedagang pengumpul, menyebabkan setiap pembudidaya memiliki kebebasan dalam menjual produksinya kepada pedagang pengumpul manapun. Tetapi untuk menjaga kelangsungan dari penjualan Ikan Lele umumnya pembudidaya menjual kepada pedagang pengumpul langganannya. Pada saat panen raya, pembudidaya harus menerima harga yang diberikan oleh pedagang pengumpul dan juga harus mengantri dengan pembudidaya lain untuk mendapatkan waktu panen. Sedangkan pada waktu penawaran Ikan Lele dari pembudidaya sedang turun, maka pedagang pengumpul harus berlombalomba dengan pedagang pengumpul lainnya dalam mendapatkan Ikan Lele. Responden pedagang pengumpul di dalam kecamatan berjumlah 3 orang, sedangkan responden pedagang pengumpul di luar kecamatan berjumlah 2 orang. Tiap pedagang pengumpul di dalam kecamatan dapat menjual kepada lebih dari satu pedagang pengumpul di luar kecamatan dan pedagang pengecer. Kondisi permintaan Ikan Lele yang cukup tinggi memberi peluang kepada pedagang pengumpul untuk mengembangkan usahanya. Pedagang pengumpul di dalam kecamatan maupun pedagang pengumpul di luar kecamatan kemudian menyalurkan Ikan Lele ke pedagang pengecer. Responden pedagang pengecer di dalam kecamatan berjumlah 3 orang, sedangkan pedagang pengecer di luar kecamatan berjumlah 2 orang. Jumlah pedagang pengecer lebih banyak dari jumlah pedagang pengumpul luar

16 86 kecamatan. Pedagang pengecer sebagai penjual yang berhadapan dengan konsumen akhir yang jumlahnya relatif lebih banyak. Pedagang pecel lele merupakan salah satu konsumen dari pedagang pengecer. Responden pedagang pecel lele berjumlah 3 orang Sifat Produk Produk Ikan Lele di Kecamatan Ciawi dari mulai pembudidaya sampai ke pedagang pengecer bersifat sama atau seragam (homogen). Tingkat Harga Ikan Lele menjadi penentu dalam pembelian komoditas tersebut bukan pada siapa yang menjual Ikan Lele. Pedagang pengecer menjual Ikan Lele kepada konsumen rumah tangga dan pedagang pecel lele. Pedagang pecel lele menjual produk yang bersifat berbeda karakteristik (deferensiasi). Perbedaan karakteristik dari komoditas yang dihasilkan pedagang pecel lele dirasakan konsumen. Perbedaan tersebut meliputi rasa, isi per porsi, jenis hidangan dan pelayanan. Untuk lebih jelasnya keadaan produk tiap lembaga tataniaga dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Keadaan Produk Lembaga Tataniaga Pada Tataniaga Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi Tahun 2009 Lembaga Tataniaga Keadaan Produk Pembudidaya Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Pedagang Pengecer Pedagang Pengecer Luar Kecamatan Pedagang Pecel Lele Sumber : Data Primer Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Heterogen

17 Kondisi Keluar Masuk Pasar Kondisi keluar masuk pasar berkaitan dengan kemampuan lembaga tataniaga untuk memasuki dan meninggalkan pasar. Hal ini dipengaruhi oleh tinggi rendahnya hambatan untuk memasuki pasar yang dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain, tinggi rendahnya modal atau biaya yang dimiliki untuk bertindak sebagai pesaing dalam rangka memasuki pasar dan keterikatan antara lembaga tataniaga atau hubungan dengan lembaga tataniaga. Keseluruhan pembudidaya menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul yang ada di dalam kecamatan, hal ini dikarenakan pembudidaya tidak mampu memasarkan sendiri hasil produksinya karena dibutuhkan modal yang cukup besar untuk membayar biaya tataniaga dan pengetahuan mengenai lembaga perantara diatasnya. Hambatan yang dirasakan pedagang pengumpul di dalam kecamatan adalah pada saat keadaan penawaran Ikan Lele sedang mengalami penurunan, karena untuk mendapatkan Ikan Lele cukup sulit dan harus bersaing dengan pedagang pengumpul lainnya. Sementara di pasar permintaan Ikan Lele sedang naik. Sedangkan hambatan yang dialami oleh pedagang pengumpul luar kecamatan adalah ketersediaan modal yang cukup besar karena pembayaran yang dilakukan adalah secara tunai, dan harus mempunyai hubungan dengan pedagang pengumpul di kecamatan Ciawi untuk mendapatkan stok Ikan Lele jika sewaktuwaktu membutuhkannya serta harus memiliki pengetahuan tentang kualitas ikan yang baik dan yang sesuai dengan yang di inginkan oleh perantara diatasnya. Hambatan yang dialami oleh pedagang pengecer tidak begitu berarti dalam memasuki pasar. Hambatan yang paling besar adalah modal namun jumlahnya relatif kecil karena pembelian Ikan Lele yang dilakukan dalam jumlah kecil.

18 88 Hambatan yang dialami oleh pedagang warung tenda pecel lele yaitu mengenai lokasi usaha. Beberapa lokasi usaha yang berada di pinggir jalan dianggap mengganggu ketertiban dan terkena razia oleh satpol PP, serta bagaimana caranya agar konsumen mengenal dan dapat membeli hidangan yang disajikan di tempatnya (cara promosi) Informasi Pasar Lembagalembaga tataniaga sangat memerlukan informasi pasar untuk mencapai terjadinya efisiensi dalam mekanisme pasar. Pembudidaya memerlukan informasi tentang kemungkinan jumlah permintaan dan harga dari produk sebagai dasar untuk membuat keputusan tentang harga jual yang ditetapkan. Pedagang pengumpul memperoleh informasi harga secara langsung dari pedagang perantara yang berada diatasnya. Sumber informasi ini diperoleh dari harga yang dibayar oleh konsumen akhir dan sumber tersebut kemudian menjadi patokan para pedagang dibawahnya. Harga yang berlaku di Kecamatan Ciawi sesuai harga pasar. Pada saat permintaan akan Ikan Lele naik, maka harga Ikan Lele pun naik dan sebaliknya, pada saat permintaan akan Ikan Lele turun maka harga Ikan Lele pun turun. Karena harga yang berlaku adalah harga pasar, baik harga jual pembudidaya dan harga beli penjual umunya sama. Biasanya pembudidaya tidak mengetahui kondisi harga di tingkat pengecer, hal ini disebabkan pertukaran informasi pada umumnya hanya terbatas pada sesama pedagang perantara. Struktur pasar Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor dapat ketahui berdasarkan uraian mengenai jumlah lembaga tataniaga yang

19 89 terlibat, keadaan produk, kondisi keluar masuk pasar, dan informasi pasar. Struktur pasar yang terbentuk di antara pembudidaya dan pedagang pengumpul adalah struktur pasar oligopsoni dimana jumlah pembudidaya lebih banyak daripada jumlah pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul mempunyai posisi tawar (bargaining position) yang lebih kuat dibandingkan dengan pembudidaya. Sehingga pedagang pengumpul berperan sebagai price maker dan pembudidaya sebagai price taker. Saling ketergantungan yang ada antar pelaku menyebabkan tindakan suatu pelaku (misalnya menurunkan harga) akan berdampak nyata terhadap para pesaing. Struktur pasar yang terbentuk antara pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer adalah struktur pasar oligopoli, dimana jumlah pedagang pengumpul sebagai penjual lebih sedikit dari pada jumlah pedagang pengecer. Pada kondisi ini, pedagang pengecer memiliki pengetahuan yang lebih mengenai harga di kalangan konsumen daripada pedagang pengumpul. Tetapi pedagang pengumpul tetap memiliki posisi tawar (bargaining position) yang kuat dibandingkan pedagang pengecer. Hal disebabkan oleh pembelian Ikan Lele oleh pedagang pengecer hanya dalam jumlah kecil. Struktur pasar yang terbentuk antara pedagang pengecer dengan pedagang warung tenda pecel lele adalah struktur pasar oligopoli, dimana jumlah pedagang pengecer sebagai penjual lebih sedikit dariapada jumlah pedagang warung tenda pecel lele sebagai pembeli. Pedagang pecel lele bebas menentukan harga jual dari produk olahannya kepada konsumen walaupun masih bersaing dengan pedagang pecel lele yang menjual produk yang sama.

20 Perilaku Pasar Perilaku pasar menunjukkan tingkah laku lembaga tataniaga pada struktur pasar tertentu dalam melakukan fungsifungsi tataniaga. Perilaku pasar dapat dilihat dari praktek pembelian dan penjualan, proses penentuan atau pembentukan harga, pembayaran harga, dan kerjasama antar lembaga tataniaga Praktek Pembelian dan Penjualan Pembudidaya pada umumnya menjual hasil produksi kepada pedagang pengumpul langganan. Adapun cara pembayarannya adalah tunai dan ada pula secara kredit yang dibayarkan satu minggu setelah pembelian. Ikatan seperti ini biasanya terjadi karena pembudidaya sudah percaya kepada pedagang pengumpul, baik dari penetapan harga dan juga pembayaran hasil panen. Pedagang pengumpul menjual Ikan Lele ke pedagang pengecer yang sudah menjadi langganannya. Setiap pedagang pengumpul pada umumnya mempunyai lebih dari dua pedagang pengecer yang menjadi langganannya. Pedagang pengecer menjual Ikan Lele ke konsumen rumah tangga dan pedagang pecel lele. Pembayaran yang dilakukan dari pedagang pengumpul sampai dengan ke tangan konsumen akhir yaitu secara tunai. Kosumen memiliki kebebasan dalam memilih Ikan Lele yang akan dibelinya. Pedagang warung tenda pecel lele mengolah Ikan Lele yang berdampak pada perbedaan harga jualnya. Pedagang pecel lele menjual pecel lele dengan harga berkisar Rp 6.000,00 Rp 6.500,00 per porsi.

21 Praktek Penentuan Harga Pendapatan pembudidaya sangat dipengaruhi oleh praktek penentuan harga. Pada praktek penentuan harga Ikan Lele di Kecamatan Ciawi, pembudidaya memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lemah dan sebagai penerima harga (price taker). Posisi tawar yang lemah disebabkan oleh keterbatasan modal pembudidaya dan lemahnya akses pasar yang dimiliki. Keuntungan yang dimiliki oleh pembudidaya ketika pedagang pengumpul kesulitan dalam mencari Ikan Lele karena sedikitnya hasil Ikan Lele yang dihasilkan oleh pembudidaya. Pada saat itu, pembudidaya dapat menaikkan harga jualnya dan umumnya pedagang pengumpul menyetujui. Pedagang pengumpul merupakan pihak pertama yang menentukan harga Ikan Lele, kemudian diikuti oleh lembaga tataniaga yang ada diatasnya. Harga yang ditentukan berdasarkan dari kesepakatan kedua belah pihak (tawarmenawar) walaupun masih terdapat lembaga tataniaga yang memegang kendali terhadap harga. Semakin banyak informasi pasar yang dimiliki oleh suatu lembaga tataniaga akan semakin kuat posisinya dalam penentuan harga Praktek Pembayaran Harga Praktek pembayaran harga Ikan Lele di Kecamatan Ciawi yang dilakukan oleh lembagalembaga tataniaga yaitu: 1. Sistem Pembayaran Tunai Sistem pembayaran tunai adalah pembayaran yang dilakukan secara langsung setelah produk diterima oleh pembeli dan sesuai dengan harga yang telah

22 92 disepakati bersama. Sistem pembayaran tunai ini terjadi pada pedagang pengumpul sampai dengan ke tangan konsumen. 2. Sistem Pembayaran Kemudian (Kredit) Sistem pembayaran secara kredit dilakukan oleh pedagang pengumpul kepada pembudidaya. Hal ini dilakukan karena jumlah Ikan Lele yang dibeli dari pembudidaya dalam jumlah besar sehingga belum tersedianya modal untuk membayar langsung kepada pembudidaya. Pembayaran berjangka kurang lebih satu minggu setelah barang diterima oleh pedagang pengumpul. Cara pembayaran seperti ini biasanya didasari oleh rasa saling percaya antara kedua belah pihak Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Kerjasama antar lembaga tataniaga yang menguntungkan dalam tataniaga Ikan Lele Sangkuriang di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor yaitu hubungan kerjasama antara pembudidaya dengan pedagang pengumpul. Kerjasama ini didasarkan pada lamanya hubungan dagang dan rasa saling percaya. Kerjasama yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu dalam tempo waktu pembayaran hasil panen yang lebih cepat. Apabila terjadi panen raya, pembudidaya tersebut akan didahulukan dalam waktu panen. Selain dengan pedagang pengumpul, pembudidaya juga memiliki kerjasama yang baik dengan ketua kelompok dalam hal pakan dan obatobatan, serta kerjasama dengan Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi dalam hal penyediaan benih Ikan Lele dan pembinaan. Sedangkan hubungan kerjasama diantara pedagang perantara lainnya merupakan hubungan sebagai mitra kerja antara penjual dan pembeli untuk memperlancar dan

23 93 mempermudah pembelian dan penjualan, misalnya dalam hal bertukar informasi harga dan permintaan Margin dan Efisiensi Tataniaga Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s Share Saluran 1 Pada saluran 1, pedagang perantara yang terlibat yaitu pembudidaya, pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer. Pada Saluran ini, Ikan Lele hanya dipasarkan di wilayah Kecamatan Ciawi saja. Pembudidaya menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul dengan harga jual Rp 8.500,00 per kg. Pedagang pengumpul kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengecer dengan harga Rp ,00 per kg. Dari hasil penjualannya, pedagang pengumpul mendapatkan margin tataniaga sebesar Rp 2.500,00 per kg. Pedagang pengecer kemudian menjual Ikan Lele secara langsung kepada konsumen rumah tangga dengan harga jual Rp ,00 per kg. Adapun margin yang didapatkan pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 4.500,00 per kg. Pedagang pengumpul mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 166,67 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 321,67 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 86,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 1.925,66 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 335,28%. Pedagang pengecer mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 316,67 per kg, biaya terminal (Upah pekerja, plastik dan oksigen)

24 94 sebesar Rp 440,56 per kg dan biaya penyusutan sebesar Rp 116,67 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 3.626,10 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 414,93%. Berdasarkan Tabel 10, bahwa total margin yang terdapat pada saluran 1 atau yang diterima pedagang perantara adalah sebesar Rp 7.000,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp 5.551,76 per kg. Sedangkan bagian yang diterima oleh pembudidaya (Farmer s share) yaitu 54,84% Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s share Saluran 2 Pada saluran 2, pedagang perantara yang terlibat yaitu pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan pedagang pecel lele. Pembudidaya menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul dengan harga jual Rp 8.800,00 per kg. Pedagang pengumpul kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengecer dengan harga Rp ,00 per kg. Dari hasil penjualannya, pedagang pengumpul mendapatkan margin tataniaga sebesar Rp 3.200,00 per kg. Pedagang pengecer kemudian menjual Ikan Lele secara langsung kepada pedagang pecel lele dengan harga jual Rp ,00 per kg. Adapun margin yang didapatkan pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 4.000,00 per kg. Setelah melalui proses pengolahan lebih lanjut, pedagang pecel lele menjual Ikan Lele hasil olahannya kepada konsumen dengan harga jual Rp 5.500,00 per porsi (tanpa nasi, lalapan dan sambal), atau Rp ,00 per kg, karena dalam 1 kg Ikan Lele yang dibeli oleh pedagang pecel lele terdapat 10 ekor Ikan Lele. Margin tataniaga yang diperoleh pedagang pecel lele atas usaha yang dilakukannya yaitu sebesar Rp ,00 per kg.

25 95 Pedagang pengumpul mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 166,67 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 321,67 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 86,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 2.625,66 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 457,16%. Pedagang Pengecer mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 316,67 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik dan oksigen) sebesar Rp 440,56 per kg dan biaya penyusutan sebesar Rp 116,67 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 3.126,10 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 357,72%. Pedagang pecel lele mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 1.814,60 per kg, dan biaya terminal sebesar Rp ,60 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pecel lele yaitu sebesar Rp ,80 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 100,38%. Berdasarkan Tabel 10, bahwa total margin yang terdapat pada saluran 2 atau yang diterima pedagang perantara adalah sebesar Rp ,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp ,56 per kg. Sedangkan bagian yang diterima oleh pembudidaya (Farmer s share) yaitu 16,00% Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s share Saluran 3 Pada saluran 3, pedagang perantara yang terlibat yaitu pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, dan pedagang pengecer luar kecamatan. Pembudidaya menjual hasil produksinya kepada

26 96 pedagang pengumpul dengan harga jual Rp 8.800,00 per kg. Pedagang Pengumpul kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengumpul luar kecamatan dengan harga Rp ,00 per kg. Dari hasil penjualannya, pedagang pengumpul mendapatkan margin tataniaga sebesar Rp 3.200,00 per kg. Pedagang pengumpul luar kecamatan kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengecer luar kecamatan dengan harga jual Rp ,00 per kg. Adapun margin yang didapatkan pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu sebesar Rp 3.000,00 per kg. Kemudian pedagang pengecer luar kecamatan menjual Ikan Lele secara langsung ke pada konsumen rumah tangga dengan harga jual sebesar Rp ,00 per kg. Margin tataniaga yang diperoleh pedagang pengecer luar kecamatan sebesar Rp 4.000,00 per kg. Pedagang pengumpul mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 166,67 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 321,67 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 86,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 2.625,66 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 457,16%. Pedagang pengumpul luar kecamatan mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 225,00 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 325,00 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 115,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul luar kecamatan sebesar Rp 2.335,00 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 351,13 %.

27 97 Pedagang Pengecer luar kecamatan mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 375,00 per kg, biaya terminal (Upah pekerja, plastik dan oksigen ) sebesar Rp 565,15 per kg dan biaya penyusutan sebesar Rp 145,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengecer luar kecamatan yaitu sebesar Rp 2.914,85 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 268,61%. Berdasarkan Tabel 10, bahwa total margin yang terdapat pada saluran 3 atau yang diterima pedagang perantara adalah sebesar Rp ,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp 7.875,51 per kg. Sedangkan bagian yang diterima oleh pembudidaya (Farmer s share) yaitu 46,32% Biaya Tataniaga, Margin Tataniaga dan Farmer s share Saluran 4 Saluran 4 merupakan saluran yang paling panjang karena melibatkan 5 pedagang perantara yaitu pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang pengecer luar kecamatan, dan pedagang pecel lele. Pembudidaya menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul dengan harga jual Rp 8.500,00 per kg. Pedagang Pengumpul kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengumpul luar kecamatan dengan harga Rp ,00 per kg. Dari hasil penjualannya, pedagang pengumpul mendapatkan margin tataniaga sebesar Rp 2.500,00 per kg. Pedagang pengumpul luar kecamatan kemudian menjual Ikan Lele kepada pedagang pengecer luar kecamatan dengan harga jual Rp ,00 per kg. Adapun margin yang didapatkan pedagang pengumpul luar kecamatan yaitu sebesar Rp 3.000,00 per kg. Kemudian pedagang pengecer luar kecamatan menjual Ikan Lele kepada

28 98 pedagang pecel lele dengan harga jual Rp ,00 per kg. Adapun margin yang didapatkan pedagang pengecer luar kecamatan yaitu sebesar Rp 4.000,00 per kg. Setelah melalui proses pengolahan lebih lanjut, pedagang pecel lele menjual Ikan Lele hasil olahannya kepada konsumen dengan harga jual Rp 6.000,00 per porsi (tanpa nasi, lalapan dan sambal), atau Rp ,00 per kg, karena dalam 1 kg Ikan Lele yang dibeli oleh pedagang pecel lele terdapat 12 ekor Ikan Lele. Margin tataniaga yang diperoleh pedagang pecel lele atas usaha yang dilakukannya yaitu sebesar Rp ,00 per kg. Pedagang pengumpul mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 166,67 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 321,67 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 86,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 1.925,66 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 335,28%. Pedagang pengumpul luar kecamatan mengeluarkan biayabiaya dalam memasarkan Ikan Lele. Biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp 225,00 per kg, biaya terminal (upah pekerja, plastik, dan oksigen) sebesar Rp 325,00 per kg, dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp 115,00 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul luar kecamatan sebesar Rp 2.335,00 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 351,13 %. Pedagang pengecer luar kecamatan mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 375,00 per kg, biaya terminal (Upah pekerja, plastik dan oksigen ) sebesar Rp 565,15 per kg dan biaya penyusutan sebesar Rp 145,00

29 99 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pengecer luar kecamatan yaitu sebesar Rp 2.914,85 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 268,61%. Pedagang pecel lele mengeluarkan biayabiaya seperti biaya transportasi sebesar Rp 1.814,60 per kg, dan biaya terminal sebesar Rp ,60 per kg. Keuntungan yang diterima oleh pedagang pecel lele yaitu sebesar Rp ,80 per kg. Rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh sebesar 177,45%. Berdasarkan Tabel 10, bahwa total margin yang terdapat pada saluran 4 atau yang diterima pedagang perantara adalah sebesar Rp ,00 per kg. Keuntungan total yang diterima sebesar Rp ,31 per kg. Sedangkan bagian yang diterima oleh pembudidaya (Farmer s share) yaitu 11,81%.

30 100 Tabel 10. Distribusi Margin Ikan Lele Sangkuriang Pada Saluran Tataniaga Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga (Rp/Kg) Pembudidaya Harga Jual 8.500, , , ,00 Pedagang Pengumpul Volume Pembelian (Kg) Harga Beli Harga Jual Biaya Transportasi Biaya Terminal Biaya Penyusutan Bobot Margin Keuntungan Rasio Keuntungan dan Biaya (%) Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan Volume pembelian (Kg) Harga Beli Harga Jual Biaya Transportasi Biaya Terminal Biaya Penyusutan Bobot Margin Keuntungan Rasio Keuntungan dan Biaya (%) Pedagang Pengecer Volume Pembelian (Kg) Harga Beli Harga Jual Biaya Transportasi Biaya Terminal Biaya Penyusutan Bobot Margin Keuntungan Rasio Keuntungan dan Biaya (%) Pedagang Pengecer Luar Kecamatan Volume Pembelian (Kg) Harga Beli Harga Jual Biaya Transportasi Biaya Terminal Biaya Penyusutan Bobot Margin Keuntungan Rasio Keuntungan dan Biaya (%) Pedagang Pecel Lele Volume Pembelian (Kg) Harga Beli Harga Jual Biaya Transportasi Biaya Terminal Margin Keuntungan Rasio Keuntungan dan Biaya (%) Sumber : Diolah dari Lampiran , , ,00 166,67 321,67 86, , ,66 335,28 120, , ,00 316,67 440,56 116, , ,10 414, , , ,00 166,67 321,67 86, , ,66 457,16 100, , ,00 316,67 440,56 116, , ,10 357,72 7, , , , , , ,80 100, , , ,00 166,67 321,67 86, , ,66 457,16 500, , ,00 225,00 325,00 115, , ,00 351,13 175, , ,00 375,00 565,15 145, , ,85 268, , , ,00 166,67 321,67 86, , ,66 335, , , ,00 225,00 325,00 115, , ,00 351,13 250, , ,00 375,00 565,15 145, , ,85 268,61 4, , , , , , ,80 177,45 Total Margin 7.000, , , ,00 Total Keuntungan 5.551, , , ,31 Farmer s share (%) 54,84 16,00 46,32 11,81

31 101 Tabel 11. Rasio Keuntungan dan Biaya Tataniaga pada Tiap Lembaga Tataniaga Lembaga Tataniaga Keuntungan per Biaya Tataniaga Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Pedagang Pengumpul 335,28 457,16 457,16 335,28 Pedagang Pengumpul Luar Kecamatan 351,13 351,13 Pedagang Pengecer 414,93 357,72 Pedagang Pengecer Luar Kecamatan 268,61 268,61 Pedagang Pecel Lele 100,38 177,45 Sumber : Diolah dari Lampiran 717 Berdasarkan Tabel 11, ditingkat pedagang pengumpul rasio keuntungan dan biaya tataniaga terbesar terdapat pada saluran tataniaga 2 dan 3 yaitu sebesar 457,16% artinya setiap Rp 100,00 biaya tataniaga yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 457,16. Rasio keuntungan dan biaya terkecil terdapat pada saluran 1 dan 4 sebesar 335,28%. Pada tingkat pedagang pengumpul luar kecamatan, rasio keuntungan dan biaya tataniaga pada saluran tataniaga 3 dan 4 yaitu sebesar 351,13%. Ditingkat pedagang pengecer rasio keuntungan dan biaya tataniaga terbesar terdapat pada saluran 1 yaitu sebesar 414,93% dan rasio keuntungan dan biaya tataniaga terkecil terdapat pada saluran 2 yaitu sebesar 357,72%. Pedagang pengecer luar kecamatan memiliki nilai rasio keuntungan dan biaya tataniaga di saluran 3 dan 4 sebesar 268,6%. Sedangkan rasio keuntungan dan biaya terbesar pedagang pecel lele terdapat disaluran 4 sebesar 177,45% dan rasio keuntungan biaya terkecil terdapat di saluran 2 sebesar 100,38%. Berdasarkan uraian mengenai distribusi margin di tiap saluran tataniaga maka dapat diketahui bahwa margin tataniaga total terbesar terdapat pada saluran 4 sebesar Rp ,00 per kg. Pada saluran 4, pedagang pecel lele menjual pecel lele dengan harga yang relatif tinggi per ekornya sehingga setelah dikonversikan, harga jual Ikan Lele per kilogramnya menjadi tinggi. Hal ini menyebabkan margin

32 102 tataniaga yang besar. Sedangkan margin tataniaga total yang terkecil berada pada saluran 1 sebesar Rp 7.000,00 per kg. Pada saluran 1 hanya terdapat dua pedagang perantara sehingga margin tataniaga total yang diperoleh kecil. Tabel 12. Farmer s Share, Rasio Keuntungan dan Biaya, dan Margin Tataniaga Tiap Saluran Tataniaga Saluran Tataniaga Farmer s Share (%) Rasio Keuntungan dan Biaya (Total) (%) Margin Tataniaga (Total) (Rp) Saluran 1 54,84 383, ,00 Saluran 2 16,00 120, ,00 Saluran 3 46,32 338, ,00 Saluran 4 11,81 191, ,00 Sumber : Diolah dari Lampiran 717 Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa Rasio keuntungan dan biaya total terbesar berada pada saluran 1 sebesar 383,35% dimana setiap Rp 100,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 383,35. Margin tataniaga total pada saluran 1 mempunyai nilai yang paling kecil yaitu sebesar Rp 7.000,00. Pada saluran 1, farmer s share yang diterima lebih besar dibandingkan saluran yang lainnya yaitu sebesar 54,84%, sehingga saluran tataniaga 1 dapat dikatakan paling efisien dibandingkan saluran tataniaga yang lain karena melibatkan sedikit pedagang perantara sehingga memungkinkan produk yang dipasarkan (Ikan Lele) lebih cepat sampai ke tangan konsumen akhir dan margin yang terbentuk diantara pedagang perantara tidak terlalu besar. Marjin tataniaga yang besar memang tidak selamanya menunjukkan saluran tidak efisien, dalam hal ini pada saluran 2 dan 4 walaupun dapat diketahui bahwa adanya tambahan biaya pengolahan dan penyimpanan untuk meningkatkan kegunaan bentuk serta adanya kecenderungan konsumen untuk mengkonsumsi yang lebih siap dinikmati dengan harga yang lebih mahal, tetapi tetap saja dapat dikatakan bukan merupakan saluran yang efisien. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai farmer s share yang rendah pada saluran 2 dan 4.

33 103 Efisiensi tataniaga dapat diukur dengan menggunakan acuan bahwa biaya tataniaga dapat ditekan sehingga keuntungan tataniaga dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, tersedianya fasilitas fisik tataniaga dan adanya kompetisi pasar yang sehat. Struktur pasar yang terbentuk diantara pedagang pengumpul dengan pedagang pengecer dan antara pedagang pengecer dengan pedagang warung tenda pecel lele yaitu bersifat oligopoli. Struktur pasar oligopoli mencerminkan adanya penekanan harga dari pihak yang memiliki informasi lebih banyak. Struktur pasar yang terbentuk di antara pembudidaya dan pedagang pengumpul adalah struktur pasar oligopsoni. Struktur pasar yang bersifat oligopsoni menyebabkan pasar menjadi tidak efisien. Jumlah pembudidaya yang banyak selaku produsen menyebabkan jumlah produk di pasar menumpuk pada panen raya sehingga harga menjadi lebih rendah. Hal ini akan merugikan pembudidaya karena biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan penerimaan.

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMASARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI DESA KANDANGSEMANGKON KECAMATAN PACIRAN, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR

EFISIENSI PEMASARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI DESA KANDANGSEMANGKON KECAMATAN PACIRAN, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR EFISIENSI PEMASARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI DESA KANDANGSEMANGKON KECAMATAN PACIRAN, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR Faisol Mas ud dan Slamet Hariyanto Fakultas Perikanan Universitas

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR

VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR 6.1. Sistem Tataniaga Sistem Tataniaga nenas Bogor di Desa Cipelang yang dimulai dari petani sebagai penghasil (produsen) hingga konsumen akhir, melibatkan beberapa lembaga

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Boks Pola Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Pendahuluan Berdasarkan kajian dengan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA), diperoleh temuan bahwa kelompok komoditas yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA 1 ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA (Wholesaler Receiver) DARI DAERAH SENTRA PRODUKSI BOGOR KE PASAR INDUK RAMAYANA BOGOR Oleh Euis Dasipah Abstrak Tujuan tataniaga ikan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol Karo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan pemasaran kembang kol di Kelompok Tani Suka Tani, Desa Tugu Utara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kerangka Teoritis 2.1.1. Pemasaran Pemasaran menarik perhatian yang sangat besar baik oleh perusahaan, lembaga maupun suatu negara. Terjadi pergeseran kebutuhan sifat dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1) Usahatani Karet Usahatani karet yang ada di Desa Retok merupakan usaha keluarga yang dikelola oleh orang-orang dalam keluarga tersebut. Dalam

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pasar Ciroyom Bermartabat terletak di pusat Kota Bandung dengan alamat Jalan Ciroyom-Rajawali. Pasar Ciroyom

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kecamatan Pulubala merupakan salah satu dari 18 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo. Secara Geografis Kecamatan ini

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT Adida 1, Kukuh Nirmala 2, Sri Harijati 3 1 Alumni Program

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kabupaten Brebes merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia, baik dalam hal luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas per

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Dalam menjalankan usaha sebaiknya terlebih dahulu mengetahui aspek pasar yang akan dimasuki oleh produk yang akan dihasilkan oleh usaha yang akan

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

VIII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI VIII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI 8.1. Analisis Biaya Usaha Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Biaya merupakan suatu hal penting yang harus diperhatikan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Kariyana Gita Utama (KGU) yang berlokasi di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m 2, sedangkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

7. KINERJA RANTAI PASOK

7. KINERJA RANTAI PASOK 64 Resiko dan trust building Penyaluran jagung didalam rantai pasok dibangun bertahun-tahun sehingga tercipta distribusi sekarang ini. Setiap anggota rantai pasok memiliki resiko masing-masing dalam proses

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Pemasaran melinjo di Desa Kepek Kecamatan Saptosari menerapkan sistem kiloan yaitu melinjo dibeli oleh pedagang dari petani dengan satuan rupiah per kilogram.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Ikan Lele Sangkuriang Ikan Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan A. Sapi Bali BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asal Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan banteng (Bibos) yang telah mengalami

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan oleh pelaku industri karena merupakan salah satu bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan oleh pelaku industri karena merupakan salah satu bahan pangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian mempunyai fungsi penting dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan bahan pangan pokok. Salah satu bahan tersebut adalah gula pasir.

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian BIAYA, KEUNTUNGAN DAN EFISIENSI PEMASARAN 1) Rincian Kemungkinan Biaya Pemasaran 1. Biaya Persiapan & Biaya Pengepakan Meliputi biaya pembersihan, sortasi dan grading

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan kepemilikan rata-rata 2-3 ekor sapi. Biasanya sapi potong banyak

I. PENDAHULUAN. dengan kepemilikan rata-rata 2-3 ekor sapi. Biasanya sapi potong banyak I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini peternakan sapi potong masih dalam bentuk skala rumah tangga dengan kepemilikan rata-rata 2-3 ekor sapi. Biasanya sapi potong banyak dibudidayakan di daerah

Lebih terperinci

KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN

KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN Lina Humaeroh 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi linaanimania@yahoo.com Riantin Hikmah Widi 2) Fakultas Pertanian Univerrsitas Siliwangi riantinhikmahwidi@yahoo.co.id

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan pemasaran. Para ahli telah mendefinisikan pemasaran atau

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan² ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAWI MANIS DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE, CONDUCT, AND PERFORMANCE (SCP) DI KECAMATAN JAMBI SELATAN KOTA JAMBI Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KOPI DI KECAMATAN BERMANI ULU RAYA KABUPATEN REJANG LEBONG

ANALISIS PEMASARAN KOPI DI KECAMATAN BERMANI ULU RAYA KABUPATEN REJANG LEBONG ANALISIS PEMASARAN KOPI DI KECAMATAN BERMANI ULU RAYA KABUPATEN REJANG LEBONG (Analysis of Coffee Marketing in Bermani Ulu Raya Subdistrict, District Rejang Lebong) Sri Sugiarti Jurusan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK 69 adalah biaya yang ditanggung masing-masing saluran perantara yang menghubungkan petani (produsen) dengan konsumen bisnis seperti PPT dan PAP. Sebaran biaya dan keuntungan akan mempengarhui tingkat rasio

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi a. Letak Geografis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kota Gorontalo merupakan ibukota Provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km 2 atau 0,65 persen dari luas Provinsi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Pasar dan Pemasaran Pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk bertukar barang-barang mereka. Pasar merupakan suatu yang sangat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan, baik dalam skala peternakan kecil (peternakan rakyat) maupun dalam skala besar. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Usahatani Tanaman Melinjo Tanaman melinjo yang berada di Desa Plumbon Kecamatan Karagsambung ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

FARMER SHARE DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KACANG HIJAU

FARMER SHARE DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KACANG HIJAU Volume 6 No. 2September 2014 FARMER SHARE DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KACANG HIJAU (Vigna radiata, L.) DI KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN Oleh: Yudhit Restika Putri, Siswanto Imam Santoso, Wiludjeng

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia pada umumnya dan di Sumatera Barat pada khususnya adalah untuk meningkatkan produksi ternak. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran),

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame 2.1.1 Budidaya Ikan Gurame Menurut Senjaya (2002), pembudidayaan gurame pada usaha pembenihan memegang peranan penting karena selama ini ketersediaan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran merupakan konsep dalam mencari kebenaran deduktif atau secara umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Rantai Pasokan Buah Naga 1. Sasaran Rantai Pasok Sasaran rantai pasok merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah rantai pasok. Ada dua sasaran rantai

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan pada lokasi yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah atau lokasi yang terpilih merupakan salah satu sentra

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK BARAT

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KECAMATAN GERUNG KABUPATEN LOMBOK BARAT ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BAWANG MERAH DI KECAMATAN GERUNG BUPATEN LOMBOK BARAT 1) TRIANA LIDONA APRILANI, 2) AZRUL FAHMI Fakultas Pertanian Universitas Islam AlAzhar email : 1) lidona 2) lanoy3_kim98@yahoo.com

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU MARKETING ANALYSIS OF WHITE OYSTER MUSHROOM (Pleurotus ostreatus) IN PEKANBARU CITY Wan Azmiliana 1), Ermi Tety 2), Yusmini

Lebih terperinci

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Benidzar M. Andrie 105009041 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi BenizarMA@yahoo.co.id Tedi Hartoyo, Ir., MSc.,

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM 7.1 Penerimaan Usahatani Caisim Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh petani dari jumlah produksi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Pemasaran merupakan semua kegiatan yang mengarahkan aliran barangbarang dari produsen kepada konsumen termasuk kegiatan operasi dan transaksi yang terlibat dalam pergerakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di subsektor perikanan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di subsektor perikanan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di subsektor perikanan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan, baik untuk meningkatkan gizi masyarakat maupun untuk

Lebih terperinci

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pedagang di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA PADA KELOMPOK USAHA BUDIDAYA IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) DI KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA PADA KELOMPOK USAHA BUDIDAYA IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) DI KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA PADA KELOMPOK USAHA BUDIDAYA IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) DI KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : EUIS YUNITA PUSPITASARI A14104544 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep Agus Handaka Suryana Universitas Padjadjaran

Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep Agus Handaka Suryana Universitas Padjadjaran ANALISIS PEMASARAN IKAN NEON TETRA (Paracheirodon innesi) STUDI KASUS DI KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN CURUG JAYA II (KECAMATAN BOJONGSARI, KOTA DEPOK JAWA BARAT) Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sistem Pemasaran Dalam penelitian ini yang diidentifikasi dalam sistem pemasaran yaitu lembaga pemasaran, saluran pemasaran, serta fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan

Lebih terperinci