SIFAT-SIFAT INDEKS DAN KLASIFIKASI TANAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIFAT-SIFAT INDEKS DAN KLASIFIKASI TANAH"

Transkripsi

1 SIFAT-SIFAT INDEKS DAN KLASIFIKASI TANAH Pendahuluan Sifat-sifat indeks (index properties) menunjukkan sifat-sifat tanah yang mengindikasikan jenis dan kondisi tanah, serta memberikan hubungan terhadap sifat-sifat mekanis (engineering properties) seperti kekuatan dan pemampatan atau kecenderungan untuk mengembang, dan permeabilitas. Pada umumnya, untuk tanah berbutir kasar (coarse-grained), sifat-sifat partikelnya dan derajat kepadatan relatif adalah sifat-sifat yang paling penting. Sedangkan, untuk tanah berbutir halus (fine-grained), konsistensi (keras atau lunak) dan plastisitas merupakan sifat-sifat yang paling berpengaruh. Perlu pula diketahui bahwa dalam kajian dan analisis untuk proyek konstruksi seringkali tidaklah begitu penting untuk mengetahui semua sifat-sifat indeks tanah. Data sifat-sifat tanah yang diperlukan bergantung pada informasi seberapa banyak data tersebut benar-benar dibutuhkan. Sebagai contohnya, analisis mineral lempung memerlukan alat khusus yang mana data ini tidak diperlukan langsung untuk perancangan fondasi, kecuali pada kondisi yang tertentu. Untuk tanah organik, kandungan bahan organic sangat penting untuk diketahui karena dapat mempengaruhi kekuatan dan pemampatan. Untuk semua tanah pada umumnya, gambaran tentang tanah hendaknya juga menyangkut warnanya. Warna ini dapat mengindikasikan komposisi mineral dan juga sangat berguna untuk menentukan keseragaman (homogeneity) endapan tanah serta dapat pula sebagai bantuan untuk identifikasi dan kaitannya selama konstruksi di lapangan. 3.2 Ukuran Partikel Tanah Untuk menentukan rentang ukuran partikel tanah yang biasanya dinyatakan dalam prosentase dari berat kering total dilakukan analisis secara mekanis (mechanical analysis). Ada dua metode yang umum digunakan untuk memberikan informasi ukuran partikel tanah, yaitu : (1) analisis saringan (sieving analysis), dan (2) analisis pengendapan (sedimentation atau hydrometer analysis). Analisis saringan biasanya digunakan untuk tanah berbutir kasar, sedangkan prosedur pengendapan digunakan untuk analisis tanah berbutir halus. Pengantar Rekayasa Geoteknik 46

2 Sifat-Sifat Indeks dan Klasifikasi Tanah Analisis Saringan Penyaringan merupakan metode yang biasanya secara langsung untuk menentukan ukuran partikel dengan didasarkan pada batas-batas bawah ukuran lubang saringan yang digunakan. Batas terbawah dalam saringan adalah ukuran terkecil untuk partikel pasir. Ukuran saringan yang umum digunakan untuk menentukan ukuran partikel tanah disajikan dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1 Ukuran saringan yang biasanya digunakan untuk analisis ukuran partikel. ASTM Vol BSI, BS-4 No. Saringan Ukuran (mm) No. Saringan Ukuran (mm) ¾" 19,00 #4 4,76 5 4,00 #5 3, ,36 6 2, ,83 7 2, ,38 8 2,057 2,00 1, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,2 72 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,037 Dalam analisis saringan, sejumlah saringan yang memiliki ukuran lubang berbeda-beda disusun dengan ukuran yang terbesar di atas yang 47 Pengantar Rekayasa Geoteknik

3 A.S. Muntohar kecil (Gambar 3.1a). Contoh tanah yang akan diuji dikeringkan dalam oven, gumpalan dihancurkan dan contoh tanah akan lolos melalui susunan saringan setelah saringan digetarkan. Tanah yang tertahan pada masingmasing saringan ditimbang dan selanjutnya dihitung persentase dari tanah yang tertahan pada saringan tersebut. Bila W i adalah berat tanah yang tertahan pada saringan ke-i (dari atas susunan saringan) dan W adalah berat tanah total, maka persentase berat yang tertahan adalah : % Berat tertahan pada saringan = W i 0% W (3.1) dan persentase lebih kecil dari saringan ke-i : i= n % Berat lebih kecil daripada saringan ke-i = 0 - W (3.2) i= 1 i (a) Hidrometer (b) Larutan tanah air L Endapan (c) Gambar 3.1 (a) Analisis saringan (b) Analisis hidrometer, (c) Skema analisis hidrometer. 48 Pengantar Rekayasa Geoteknik

4 Sifat-Sifat Indeks dan Klasifikasi Tanah Kemudian, hasilnya digambarkan pada grafik persentase partikel yang lebih kecil dari pada saringan yang diberikan (partikel yang lolos saringan) pada sumbu vertical dan ukuran partikel pada sumbu horizontal (dalam skala logaritma). Grafik ini dinamakan dengan kurva distribusi ukuran partikel atau kurva gradasi seperti ditunjukkan pada Gambar Persen Lolos Saringan Tanah B Tanah A Ukuran Partikel (mm) -- - skala Log Analisis Hidrometer Gambar 3.2 Kurva distribusi ukuran partikel. Proses penyaringan tidak dapat digunakan untuk tanah berbutir halus seperti lanau dan lempung karena ukuran partikelnya sangat kecil berupa koloid (colloid). Metode analisis di laboratorium yang biasa digunakan untuk menentukan distribusi ukuran tanah berbutir halus adalah pengujian hidrometer (Gambar 3.1b). Analisis hidrometer didasarkan pada prinsipprinsip pengendapan butiran tanah di dalam air. Bila contoh tanah terdipersi di dalam air, partikel-partikel mengendap dengan kecepatan yang berbeda-beda bergantung pada ukuran, berat, dan bentuk serta kekentalan (viscosity) air. Partikel-partikel yang lebih besar akan mengendap lebih cepat diikuti dengan partikel-partikel yang lebih kecil. Untuk memudahkan dalam analisis pengendapan ini partikel-partikel dianggap berbentuk bulat dan kecepatan partikel tanah dapat dinyatakan dengan hukum Stokes (Stokes' law), yaitu : ρs ρw 2 ν = D (3.3) 18η dimana, ν = kecepatan, 49 Pengantar Rekayasa Geoteknik

5 A.S. Muntohar ρ s = rapat masa partikel tanah, ρ w = rapat masa air, η = kekentalan air, D = diameter partikel tanah. Hidrometer yang dimasukkan dalam larutan tanah-air akan tenggelam hingga gaya angkat (buoyancy force) cukup untuk menyeimbangkan berat hidrometer. Panjang hidrometer yang berada di atas larutan merupakan fungsi dari rapat masa (density), temperatur dan berat jenis dari larutan. Dari persamaan (3.3), 18ην 18ην L D= = (3.4) ρ ρ ρ ρ t s w s w Panjang L dimana, ν = =, dengan L ditentukan seperti pada Gambar 3.2. waktu t Dengan diketahuinya, ρ s = G s ρ w (3.5) Kombinasi dari persamaan (4) dan (5) menghasilkan persamaan : 18ην L D= (3.6) G 1 ( ) t s ρ w Jika satuan dari η adalah (g. sec)/cm 2, ρ w diambil sama dengan 1 g/cm 3, L dalam cm, dan t dalam satuan menit (min), maka D dapat dinyatakan dalam satuan mm sehingga persamaan (3.6) ditulis menjadi : L D= K (3.7) t 18ην dengan K = ( G s 1 ) ρ w merupakan konstanta fungsi dari G s dan η yang dipengaruhi oleh temperatur. Nilai K disajikan dalam bentuk grafik dalam Gambar 3.3. Keandalan persamaan Stokes di atas untuk analisis tanah berbutir halus didasarkan anggapan-anggapan sebagai berikut : 1. Pengaruh tubrukan antar partikel dan dinding silinder pengendapan diabaikan. 2. Ukuran partikel cukup kecil untuk menjamin bahwa aliran dari larutan berada dalam zona aliran laminer. 3. Bentuk partikel yang sesungguhnya didekati dengan bentuk bulat yang memiliki permukaan halus. 50 Pengantar Rekayasa Geoteknik

6 Sifat-Sifat Indeks dan Klasifikasi Tanah Nilai K G s = 2,45 G s = 2,50 G s = 2,55 G s = 2, G s = 2,80 G s = 2,75 G s = 2,70 G s = 2, Temperatur (t, o C) Gambar 3.3 Nilai konstanta K untuk analisis hidrometer. Lu, Ristow dan Likos (2000) menyebutkan bahwa 2 anggapan pertama masih dapat dibenarkan dengan membuat suatu batasan kondisi selama pengujian. Anggapan pertama dapat dibenarkan dengan batasan bahwa jumlah tanah yang dicampur dengan 00 cc air tidak lebih dari 50 g. Sedangkan pendekatan kedua dapat dilakukan dengan membatasi bahwa tanah yang digunakan dalam analisis hidrometer adalah yang memiliki ukuran partikel lebih kecil dari 75 µm. Namun, anggapan ketiga dalam persamaan Stokes ini tidak sesuai untuk pengujian hidrometer yang mana partikel dari mineral lempung sesungguhnya berbentuk lempengan (platy). Walaupun demikian, hasil dari analisis hidrometer ini telah cukup untuk keperluan geoteknik. Untuk pengukuran distribusi ukuran partikel yang lebih akurat, khususnya untuk tanah berbutir halus, dapat dilakuan analisis dengan metode yang lebih lengkap seperti metode difraksi laser atau metode SPOS (single particle optical sizing) seperti yang dikembangkan oleh White (2002). Dalam penelitiannya, White (2002) menemukan bahwa hasil analisis ukuran partikel menggunakan metode SPOS lebih besar 20 40% dibandingkan dengan metode analisis mekanis (saringan) Kurva Distribusi Ukuran Partikel Untuk tanah yang merupakan campuran dari butir kasar dan halus, hasil analisis saringan dan hidrometer digambarkan dalam satu grafik seperti diberikan dalam Gambar 3.4. Pada saat hasil analisis ini digabungkan, 51 Pengantar Rekayasa Geoteknik

7 A.S. Muntohar dimungkinkan terjadi ketidaksinambungan persentase ukuran partikel. Ketidaksinambungan ini terjadi dikarenakan partikel tanah berbentuk yang tak beraturan. Analisis saringan memberikan ukuran rata-rata partikel, sedangkan analisis hidrometer menunjukkan diameter ekivalen partikel bulat yang mengendap sebagaimana partikel tanah mengendap. Wen, Aydin, dan Duzgoren-Aydin (2002) menyebutkan bahwa ketidakseninambungan ini disebabkan oleh factor utama yaitu perbedaan rapat masa, bentuk dan mineralogi partikel tanah. Head (1992) menyarankan bahwa pembacaan awal hidrometer dapat diabaikan jika data tersebut tidak menghasilkan bentuk kurva distibusi partikel yang kontinyu. Persentase Butir Lebih Kecil (%) Analisis Saringan Analisis Hidrometer 0 0 Cobbles Kasar Kerikil Halus Kasar 1 52 Pengantar Rekayasa Geoteknik 0.1 Ukuran partikel (mm) Medium Pasir Halus 0.01 Lanau No.: 3" 3/4" # 4 # # 40 # 200 Analisis Hidrometer D 60 D 30 D Lempung Gambar 3.4 Kurva distribusi ukuran partikel gabungan analisis saringan dan hidrometer. Tanah yang terdapat di alam pada kenyataannya terdiri atas bermacammacam ukuran partikel. Kondisi ini menghasilkan bentuk distribusi ukuran partikel yang beragam. Bentuk kurva distribusi ukuran partikel tanah tergantung pada rentang dan jumlah dari variasi ukuran partikel contoh tanah yang diuji. Hal ini juga diperngaruhi oleh proses pembentukan tanah dan metode pengangkutannya. Gambar 3.5 menunjukkan bentuk-bentuk kurva distribusi ukuran partikel yang sering

8 Sifat-Sifat Indeks dan Klasifikasi Tanah dijumpai pada tanah pada umumnya. Tanah bergradasi baik (well-graded) memiliki rentang distribusi ukuran partikel yang relatif lebih luas yang mana menghasilkan kurva distribusi yang lurus dan panjang. Untuk tanah yang seragam (uniform soil), distribusi partikel-partikelnya memiliki ukuran yang relatif sama, sedangkan tanah yang bergradasi buruk (gapgraded atau poorly graded) memiliki distribusi ukuran partikel yang terputus yang mana tidak terdapat ukuran partikel antara butir kasar dan halus. Dengan demikian, pemilihan tanah yang digunakan untuk tujuan tertentu akan bergantung dari ragam partikel yang terkandung dalam tanah. Untuk kepentingan ini, terdapat dua definisi koefisien yang dapat memberikan petunjuk karakteristik tanah berdasarkan distribusi partikelnya, yaitu : koefisien keseragaman (uniformity coefficient), C u, dan koefisien kelengkungan (coefficient of curvature), C c. D60 C u = (3.8) D ( D ) 30 2 C c = (3.9) D D 60 Persentase Butir Lebih Kecil (%) Gradasi Seragam Gradasi Buruk Gradasi Baik Ukuran partikel (mm) Gambar 3.5 Bentuk-bentuk kurva distribusi ukuran partikel. dimana D 60, D 30, D masing-masing menunjukkan bahwa masing-masing 60%, 30%, % partikelnya lebih kecil dari ukuran tertentu. Jika nilai D 60 = 0,136 mm (lihat Gambar 3.4), berarti 60% dari berat partikel tanah memiliki diameter lebih kecil dari 0,136 mm, atau untuk nilai D = 3,7 µm artinya bahwa % partikel tanah berdiameter kurang dari 3,7 µm. 53 Pengantar Rekayasa Geoteknik

9 A.S. Muntohar Tanah yang memiliki gradasi yang baik mempunyai nilai C u > 4 (untuk tanah kerikil), C u > 6 (untuk pasir), dan nilai C c antara 1 3 (untuk kerikil dan pasir). Diameter D disebut juga sebagai diameter efektif tanah (effective size) yang mana terkait dengan kegunaan tanah sebagai filter. Diameter efektif ini sangat penting dalam pengaturan aliran air melalui tanah dan dapat menentukan perilaku mekanis tanah. Nilai D yang besar menunjukkan tanah lebih kasar dan memiliki karakteristik drainase yang baik. Diameter yang menunjukkan ukuran partikel yang lebih kecil, yaitu D 15, juga sering digunakan sebagai criteria untuk filter tanah. Terzhagi, Peck dan Mesri (1996) memberikan kriteria untuk filter tanah yang efektif untuk mencegah hanyutnya filter tanah dan mencegah kecepatan aliran yang tinggi : D15( F) D15( F) < 4 dan > 4 (3.) D85( BS) D15( BS) dimana indek F menunjukkan filter dan BS menunjukkan tanah dasar. D 50 menunjukkan ukuran diameter rata-rata tanah. Dalam perkembangannya, kurva distribusi ukuran partikel tanah dapat juga digunakan untuk memperkirakan kurva karakterisitik tanah-air (soilwater characteristic curve/swcc) dari tanah tidak jenuh (unsaturated soil). Dalam hal ini Fredllund, Wilson, dan Fredllund (2002) menyebutkan bahwa perkiraan SWCC dari kurva distribusi ukuran partikel memberikan hasil yang sangat baik untuk pasir dan lanau, sedangkan untuk tanah lempung dan loam agak sulit untuk diperkirakan. Contoh 3.1. Hasil dari analisis saringan diberikan sebagai berikut : No. Saringan (ASTM) Masa tanah tertahan pada saringan (g) # Pan 12 Gambarkan kurva distribusi ukuran partikel, dan tentukan D, D 30, D 60, C u dan C c. 54 Pengantar Rekayasa Geoteknik

10 Sifat-Sifat Indeks dan Klasifikasi Tanah Penyelesaian Untuk membuat kurva distribusi ukuran partikel, dihitung dulu persen butir tanah yang lebih kecil : No. Saringan Ukuran partikel (mm) Masa tanah tertahan pada saringan (g) Jumlah kumulatif masa tertahan pada saringan (g) Persen lolos saringan (g) #4 4,75 0 (+) 0 0, ,5 (+) 20 0, ,3 40 0, ,1 60 0, ,9 80 0, ,1 0 0, , , ,6 Pan 12 ΣM = Persen Butir Lebih Kecil (%) D 60 D 30 D 0.1 Ukuran Partikel (mm) D 60 = 0.27 mm D 30 = 0.18 mm D = 0.15 mm 0.01 Gambar 3.6 Kurva distribusi ukuran partikel untuk Contoh 1. Jumlah kumulatif masa tanah yang tertahan pada saringan ke-i (misalnya saingan No. ) dihitung : ΣM (#) = M (#4) + M (#) = = 40 g dan pada saringan No. 20 : ΣM (#20) = ΣM (#) + M (#20) = = 0 g, dan seterusnya untuk No. saringan lainnya. 55 Pengantar Rekayasa Geoteknik

11 A.S. Muntohar Persen masa tanah yang lolos saringan atau persen butir lebih kecil dari ukuran diameter terentu (misalnya 4,75 mm), dihitung : M M( # 4) F (#4) (%) 0= 0 = 0% M 729 dan persen masa tanah yang lolos saringan No. : M M( # ) F (#) (%) 0= 0 = 94,5% M 729 Dan demikian seterusnya untuk masa tanah yang lolos saringan berikutnya. Dan hasil dari penghitungan digambarkan menjadi kurva seperti pada Gambar 3.7. Dari kurva pada Gambar 3.7 diketahui ukuran diameter butir D = 0,15 mm, D 30 = 0,18 mm, dan D 60 = 0,27 mm. Dengan menggunakan persamaan (8) dan (9) diperoleh nilai C u dan C c : C Contoh 3.2. D60 0,27 = = 1,8 dan D 0,15 u = C 2 2 ( D30) ( 0,18) D D ( 0,15)( 0,27) = = 0,8 c = 60 Hasil dari analisis saringan (Bristish Standard) sebagai berikut : Ukuran Saringan, mm (BS) Masa tanah tertahan (g) Ukuran Saringan, mm (BS) Masa tanah tertahan (g) 37,5 0,00 1,18 1, ,03 0,600 1, ,02 0,425 2, ,00 0,300 2, 0,03 0,212 1,87 6,3 0,50 0,150 1,24 3,35 0,30 0,063 8,00 2,00 1,30 Pan 28,85 Dan hasil dari analisis hidrometer diberikan sebagai berikut : Ukuran Partikel, mm Persentase lebih kecil (%) Ukuran Partikel, mm 0, ,68 0, ,80 0, ,43 0, ,93 0, ,80 0, ,05 0, ,93 0, ,18 0, ,05 0, ,93 0, ,18 0,000 1,30 0, ,30 Persentase lebih kecil (%) 56 Pengantar Rekayasa Geoteknik

12 Sifat-Sifat Indeks dan Klasifikasi Tanah Gambarkan kurva distribusi ukuran partikel, dan tentukan D, D 30, D 60, C u dan C c. Penyelesaian Untuk membuat kurva distribusi ukuran partikel, dihitung dulu persen butir tanah yang lebih kecil dari hasil analisis saringan dengan cara yang sama seperti pada Contoh 3.1 di atas : Ukuran Saringan (mm) Masa tanah tertahan (g) Jumlah kumulatif masa tertahan (g) 37,5 0,00 0,00 0, ,03 0,03 99, ,02 0,05 99, ,09 0,14 99,72 0,03 0,17 99,66 6,3 0,50 0,67 98,66 3,35 0,30 0,97 98,06 2,00 1,30 2,27 95,46 1,18 1,22 3,49 93,02 0,600 1,80 5,29 89,42 0,425 2,65 7,94 84,12 0,300 2,,04 79,92 0,212 1,87 11,91 76,18 0,150 1,24 13,15 73,70 0,063 8,00 21,15 57,70 Pan 28,85 ΣM = 50,00 Persen lolos saringan (g) Kombinasi antara analisis saringan dan analisis hidrometer digambarkan kurva distribusi partikel yang disajikan pada Gambar 3.8. Dari kurva pada Gambar 8 diketahui ukuran diameter butir D = 0,0034 mm, D 30 = 0,013 mm, dan D 60 = 0,085 mm. Dengan menggunakan persamaan (3.8) dan (3.9) diperoleh nilai C u dan C c : C D60 0,085 = = 25, dan C D 0,0034 u = 2 2 ( D30) ( 0,013) D D ( 0,0034)( 0,085) = = 0,58 c = Pengantar Rekayasa Geoteknik

13 A.S. Muntohar Persen Butir Lebih Kecil (%) D Ukuran Partikel (mm) D 60 = mm D 30 = mm D = mm D D Gambar 3.7 Kurva distribusi ukuran partikel untuk Contoh Plastisitas Tanah Berbutir Halus Tanah berbutir halus yang mengandung mineral lempung atau bahan organik dapat berubah bentuk menyesuaikan dengan kadar air tanpa mengalami retak-retak. Kondisi ini dikenal dengan plastisitas yaitu kemampuan tanah dalam menyesuaikan perubahan bentuk atau volume tanpa terjadinya retak-retak yang disebabkan oleh penyerapan air di sekeliling permukaan partikel lempung. Pada kadar air yang sangat rendah, tanah menjadi padat (solid). Sedangkan pada kadar air yang sangat tinggi, tanah dan air mengalir seperti cairan (liquid). Oleh karena itu, berdasarkan perilaku ini, tergantung pada kadar air, perilaku tanah dapat dibagi dalam empat keadaan yaitu padat (solid), agak padat (semisolid), plastis (plastic), dan cair (liquid) seperti diilustrasikan pada Gambar 3.8. Bila pada tanah yang berada pada kondisi cair (titik P) kemudian kadar airnya berkurang hingga titik Q, maka tanah menjadi lebih kaku dan tidak lagi mengalir seperti cairan. Kadar air pada titik Q ini disebut dengan batas cair (liquid limit) yang disimbolkan dengan LL. Bila tanah terus menjadi kering hingga titik R, tanah yang dibentuk mulai mengalami retak-retak yang mana kadar air pada batas ini disebut dengan batas plastis (plastic limit), PL. Rentang kadar air dimana tanah berada dalam kondisi plastis, antara titik Q dan R, disebut dengan indek plastisitas (plasticity index), PI, yang dirumuskan : 58 Pengantar Rekayasa Geoteknik

14 Sifat-Sifat Indeks dan Klasifikasi Tanah PI = LL PL (3.) Volume tanah total Padat - getas Agak padat Padat-plastis Cair P Q S R SL PL LL Kadar air Gambar 3.8 Variasi volume dan kadar air pada kedudukan batas cair, batas plastis, dan batas susut. Jika kadar air tanah terus berkurang hingga ke titik S, tanah menjadi keringdan berada dalam kondisi padat. Dalam kondisi ini, berkurangnya kadar air tidak menyebabkan terjadinya perubahan volume. Kadar air yang mana tanah berubah dari kondisi agak padat menjadi padat dinamakan dengan batas susut (shrinkage limit), SL. Batas cair ini merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan kembang-susut tanah. Batas kadar air yang mengakibatkan perubahan kondisi dan bentuk tanah dikenal pula sebagai batas-batas konsistensi atau batas-batas Atterberg (yang mana diambil dari nama peneliti pertamanya yaitu A. Atterberg pada tahun 1913). Pada kebanyakan tanah di alam, berada dalam kondisi plastis. Kadar air yang terkandung dalam tanah berbeda-beda pada setiap kondisi tersebut yang mana bergantung pada interaksi antara partikel mineral lempung. Bila kandungan air berkurang maka ketebalan lapisan kation akan berkurang pula yang mengakibatkan bertambahnya gaya-gaya tarik antara partikel-partikel. Untuk suatu tanah yang berada dalam kondisi plastis, besarnya gaya-gaya antar partikel harus sedemikian rupa sehingga partikel-partikel tidak mengalami pergeseran satu dengan lainnya yang mana ditahan oleh kohesi dari masing-masing partikel. Perubahan kadar air disamping menyebabkan perubahan volume tanah, juga mempengaruhi kekuatan tanah yang mana akan berbeda-beda pada setiap kondisi tanahnya. Pada kondisi cair, tanah memiliki kekuatan yang sangat rendah dan terjadi deformasi yang sangat besar. Namun sebaliknya, kekuatan tanah menjadi sangat besar dan mengalami deformasi yang sangat kecil dalam kondisi padat. 59 Pengantar Rekayasa Geoteknik

15 A.S. Muntohar Untuk mengukur kekuatan tanah berdasarkan batas-batas konsistensi dikenal suatu parameter yaitu indek cair (liquidity index), LI, dimana : w LI = N PL (3.11) PI Dimana, w N = kadar air tanah asli di lapangan, PL = batas plastis tanah, PI = indek plastisitas tanah. Jadi, untuk lapisan tanah asli yang pada kedudukan plastis, nilai LL > w N > PL. Nilai indeks cair akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan w N > LL akan mempunyai LI > 1. Tabel 3.2 menyajikan uraian tentang keadaan umum kekuatan tanah berdasarkan nilai indek cair. Tabel 3.2 Karakeristik kekuatan tanah pada beberapa nilai indek cair. Nilai Indek Cair Karakteristik Kekuatan Tanah LI < 0 Kondisi tanah agak padat, memiliki kekuatan tinggi dan bersifat getas (brittle). 0 < LI < 1 Tanah berada pada kondisi plastis, memiliki kekuatan yang sedang dan mengalami deformasi seperti bahan plastis. LI > 1 Tanah berada pada kondisi cair, memiliki kekuatan yang sangat rendah dan mengalami deformasi seperti halnya bahan cair yang kental (viscous fluid) Plastisitas tanah pada dasarnya disebabkan karena penyerapan air disekeiling partikel lempung ke permukaan partikel. Oleh karena itu, jenis mineral lempung dan persentase partikelnya dalam tanah akan mempengaruhi batas cair dan plastis tanah. Persamaan (3.12) memberikan hubungan antara sifat plastisitas (yang ditunjukkan dengan nilai indek plastisitas) dengan kandungan partikel ukuran lempung (clay-size). Oleh Skempton (1953), hubungan ini disebut dengan activity (A). PI (3.12) % Fraksi partikel ukuran lempung A = ( ) Seed, Woodward dan Lundgren (1964) mengkaji sifat plastisitas untuk beberapa campuran tanah (lempung dan pasir). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun hubungan indek plastisitas dan kandungan partikel ukuran lempung adalah linear [Persamaan (3.12)] namun tidak selalu berpotongan pada titik awalnya (0,0). Oleh karenanya, persamaan (3.12) didefinisikan kembali menjadi : PI A = (3.13) (% Fraksi partikel ukuran lempung) C' 60 Pengantar Rekayasa Geoteknik

16 Sifat-Sifat Indeks dan Klasifikasi Tanah dimana C' adalah suatu konstanta untuk tanah yang diuji. Untuk hasil pengujian tanah yang dilakukan oleh Seed, Woodward dan Lundgren (1964) diperoleh nilai C' = 9. Gambar 3.9 memberikan hubungan dari persamaan (3.12) dan (3.13). 0 A = 2,0 A = 1,5 Indek Plastisitas (%) A = 0,5 A = 1,0 A = 0,5 (Seed, et. al, 1964) Persentase partikel ukuran lempung (< 2 mm) Gambar 3.9 Hubungan indek plastisitas dan partikel ukuran lempung. 3.4 Penentuan Batas Cair Batas cair tanah berbutir halus dapat ditentukan dengan pengujian Casagrande dan kerucut penetrasi (cone penetration). Gambar 3. menunjukkan alat uji batas cair (metode Casagrande) dan perlengkapannya. (a) Gambar 3. Alat uji batas cair (a) Metode Casagrande, (b) Cone Penetrometer. (b) 61 Pengantar Rekayasa Geoteknik

17 A.S. Muntohar Metode Casagrande Bagian utama alat uji ini terdiri atas cawan (bowl) dan bantalan karet yang keras (rubber base). Secara skematik, uji batas cair metode Casagrande ditunjukkan pada Gambar Pasta tanah 46,8 27 Cawan mm Pemutar (b) Bantalan karet celah, tertutup (a) 11 (d) 8 2 mm celah (c) 12,7 Gambar 3.11 Skema uji batas cair metode Casagrande (a) susunan alat uji batas cair, (b) grooving tool, (c) pasta tanah sebelum pengujan, (d) pasta tanah sesudah pengujian. Untuk melakukan uji batas cair, sejumlah pasta tanah (tanah yang dicampur rata dengan air) ditempatkan ke dalam cawan. Selanjutnya, pasta tanah yang telah diratakan dibagi menjadi dua bagian terbentuk celah antara dua bagian dengan menggunakan alat pembuat alur (grooving tool) yang standar (Gambar 3.11b). Dengan menggunakan tangkai pemutar, cawan akan terangkat setinggi mm dan jatuh dengan 2 putaran per detiknya. Jumlah pukulan yang menyebabkan tertutupnya celah sepanjang 12,7 mm (0,5 in) (Gambar 3.11c) dicatat dan contoh tanah diambil guna diuji kadar airnya. Kadar air yang diperlukan untuk menutup celah sepanjang 12,7 mm pada 25 kali pukulan didefinisikan sebagai batas cair. Dalam praktek, cukup sulit mengatur agar celah dapat tertutup pada 25 kali pukulan hanya dengan satu kali pengujian. Oleh 62 Pengantar Rekayasa Geoteknik

18 Sifat-Sifat Indeks dan Klasifikasi Tanah karena itu, setidaknya diperlukan tiga hingga empat data lagi dengan kondisi kadar air yang berbeda-beda dan jumlah pukulan antara Hubungan antara kadar air dan jumlah pukulan ini selanjutnya digambarkan dalam grafik semi-logaritma, seperti ditunjukkan dalam Gambar Dari pasangan data tersebut ditarik suatu hubungan linear yang terbaik (best-fit straight line) yang disebut dengan flow curve. Kadar air pada jumlah pukulan 25 yang dihasilkan dari flow curve ini selanjutnya ditetapkan sebagai batas cair tanah. Kemiringan garis lurus dalam flow curve, selanjutnya didefinisikan sebagai flow index (FI) yang ditulis sebagai : w1 w2 FI = (3.14) N 2 log N1 Dimana, w 1 dan w 2 masing-masing adalah kadar air pada jumlah pukulan N 1 dan N 2. 0 Kadar Air, w (%) Batas Cair, LL Flow curve Jumlah Pukulan, N Gambar 3.12 Kurva batas cair tanah Metode Casagrande. Penentuan batas cair dengan metode Casagrande ini memiliki banyak kelemahan sebagaimana dinyatakan sendiri dalam Casagrande (1958). Sherwood dan Riley (1970) setidaknya mengidentifikasi keterbatasan metode tersebut yaitu : (1) pada beberapa jenis tanah, teruatam yang mengandung sedikit pasir halus, terdapat kesulitan dalam membuat alur yang membagi dua bagian pasta tanah, (2) bila tanah yang memiliki plastisitas rendah tidak menutup celah secara plastis, namun cenderung runtuh dan menjadi cair (liquefy) karena getaran dalam cawan sebagai 63 Pengantar Rekayasa Geoteknik

19 A.S. Muntohar akibat dari gaya dinamis, (3) sangat dipengaruhi oleh kemampuan orang yang melakukan terutama untuk memastikan apakah celah telah tertutup atau belum Metode Cone Penetrometer Metode cone penetrometer atau fall cone ini telah banyak digunakan untuk menentukan batas cair yang merupakan standar pengujian dari Bristish Standard BS1377 : Dalam metode ini, bagian kerucut memiliki kemiringan sudut 30 o dengan total masanya 80 g (Gambar 3.b). Kerucut ini kemudian dijatuhkan secara bebas, dengan kerucut pada awalnya menyentuh permukaan tanah dalam cawan, hingga menembus tanah dalam selang waktu 5 detik. Secara skematik penentuan batas cair metode ini ditunjukkan dalam Gambar 13. Kadar air contoh tanah yang menunjukkan pembacaan kedalaman kerucut yang masuk ke tanah (d) sebesar 20 mm didefinisikan sebagai batas cair. Penolok ukur (dial gauge) Kerucut 80 g 30 o 35 Cawan Pasta tanah 40 d 55 mm (a) (b) (c) Gambar 3.13 Skema uji batas cair metode Cone Penetrometer (a) susunan alat uji, (b) posisi sebelum pengujian, (c) posisi sesudah pengujian. Pada prakteknya, penentuan batas cair dalam satu kali pengujian adalah cukup sulit. Oleh karenanya, dilakukan empat atau lebih pengujian dengan kadar air contoh tanah yang berbeda-beda sehingga diperoleh pasangan data kedalaman kerucut dan pada setiap kadar air. Data ini kemudian digambarkan dalam grafik seperti ditunjukkan dalam Gambar Hubungan linear yang terbaik dari data tersebut menunjukkan flow index, yang mana : 64 Pengantar Rekayasa Geoteknik

20 Sifat-Sifat Indeks dan Klasifikasi Tanah d2 d1 FI = (3.15) w2 w1 Dimana w 1 dan w 2 masing-masing adalah kadar air pada kedalam kerucut d 1 dan d 2. Kadar air yang menunjukkan pembacaan kedalaman kerucut, d = 20 mm selanjutnya ditentukan sebagai batas cair. Dalam BS-1377 : 1990 disarankan bahwa kadar air contoh tanah hendaknya sedemikianrupa sehingga pembacaan kedalaman kerucut berada dalam rentang mm. 80 Kadar Air, w (%) Batas Cair, LL Flow curve Kedalaman Kerucut, d (mm) - skala log Gambar 3.14 Kurva batas cair tanah Metode Cone Penetrometer. 3.5 Penentuan Batas Plastis Batas plastis didefinisikan sebagai kadar air yang mana tanah mengalami retak-retak bila digulung dengan jari-jari tangan menjadi diameter ±3 mm. Batas plastis merupakan batas terendah dari kondisi plastis tanah. Batas plastis dapat ditentukan dengan pengujian yang sederhana dengan cara menggulung sejumlah tanah (Gambar 3.15) dengan menggunakan tanah secara berulang menjadi bentuk ellipsoidal. Kadar air contoh yang tanah yang mana tanah mulai retak-retak didefinisikan sebagai batas plastis. Stone & Phan (1995) menyebutkan bahwa penentuan batas plastis dengan menggunakan metode seperti diuraikan di atas mempunyai beberapa kekurangan. Hal ini disebabkan kesulitan dalam mengontrol (1) pemberian tekanan selama penggulungan dengan tangan, (2) bidang kontak antara tangan dan tanah yang digulung, (3) gesekan antara tanah, tangan dan landasan, (4) kecepatan dalam menggulung. 65 Pengantar Rekayasa Geoteknik

21 A.S. Muntohar (a) (c) (b) Gambar 3.15 Pengujian batas plastis (a) tahap awal pengujian, (b) hasil setelah digulung dengan diameter ±3 mm, (c) tanah retak-retak. Gambar 3.16 Penentuan batas plastis dengan Cone Penetrometer (Wroth & Wood, 1978) Beberapa kajian tentang penggunaan metode fall-cone atau cone penetrometer untuk menentukan batas cair tanah telah banyak dilakukan (Wroth & Wood, 1978; Harisson, 1988; Feng, 2000). Wroth dan Wood (1978) mendefinisikan batas plastis tanah lempung Cambridge Gault dengan menggunakan dua kerucut yang memiliki berat yang berbeda yaitu 0,78 N dan 2,35 N. Prosedur pengujiannya seperti pada pengujian batas cair. Selisih kadar air pada pembacaan kedalaman kerucut d = 20 mm untuk kedua kerucut didefinisikan sebagai indek plastisitas (Gambar 3.16). Batas plastis ditentukan dengan persamaan (3.16) : 2 w PL = LL = LL 4,2 w (3.16) log m2 m 1 66 Pengantar Rekayasa Geoteknik

22 Sifat-Sifat Indeks dan Klasifikasi Tanah Gambar 3.17 Batas plastis tanah menggunakan BS Cone Penetrometer (Harisson, 1988). Harison (1988) memberikan definisi batas plastis sebagai kadar air pada pembacaan kedalaman kerucut d = 2 mm (Gambar 3.17). Sedangkan Feng (2000) mendefinisikan batas plastis ditentukan pada pembacaan kedalaman kerucut antara 2 3 mm. Selanjutnya, Feng (2001) memberikan cara untuk menetapkan batas plastis pada kedalaman kerucut d = 2 mm melalui model linear log d log w. Sharma dan Bora (2003) melakukan pengujian batas plastis dengan menggunakan berat kerucut 30 o sebesar 3,92 N. Batas plastis ditentukan pada kadar air yang menunjukkan kedalaman kerucut d = 4,4 mm. Sridharan, Nagaraj, dan Prakash (1999), dalam hasil penelitiannya, memberikan suatu hubungan antara flow index, yang diperoleh dari pengujian batas cair, dengan indek plastisitas seperti diberikan pada persamaan (3.17) dan (3.18). Metode Casagrande : PI = 4.12FI (%) (3.17) Dan, Metode Cone Penetrometer : PI = 0,74FI (%) (3.18) Muntohar (2005) melakukan uji batas plastis dengan menggunakan BScone penetrometer dan menyimpulkan bahwa nilai kedalaman kerucut pada batas plastis adalah d PL = 2,2 mm (Gambar 3.18). Nilai ini lebih dekat dengan hasil yang diperoleh Harison (1988( dan Feng (2000) 67 Pengantar Rekayasa Geoteknik

23 A.S. Muntohar Liquidity Index (LI) pairs of Data Best-fit curve (Non Linear) d PL Liquid Limit d LL Plastic Limit Depth of Penetration (d, mm) Gambar 3.18 Batas plastis tanah menggunakan BS Cone Penetrometer (Muntohar, 2005). (a) (b) Gambar 3.19 Pengujian batas susut tanah (a) sebelum pengeringan, (b) setelah kering oven. 3.6 Penentuan Batas Susut Batas susut didefinisikan sebagai kadar air yang mana masa tanah tidak mengalami perubahan volume bila kadar air berkurang. Batas susut ditentukan dengan cara menempatkan sejumlah masa tanah, m 1, dalam cawan porselin dengan ukuran diameter 44, 5mm dan tinggi 12,5 mm, dan kemudian dikeringkan dalam oven hingga terjadi pengurangan volume (Gambar 3.18). Volume tanah kering ditentukan dengan cara menuangkan air raksa agar menempati ruang-ruang kosong pada tanah akibat penyusutan. Masa air raksa dapat dihitung dan pengurangan volume 68 Pengantar Rekayasa Geoteknik

24 Sifat-Sifat Indeks dan Klasifikasi Tanah akibat penyusutan dapat dihitung dari rapat masa air raksa yang telah diketahui. Batas susut selanjutnya dihitung dari persamaan (3.19). m1 m2 V1 V2 SL = w 0 m 2 m ρ (19) 2 Dimana, m 1 dan m 2 masing-masing adalah masa tanah basah dan masa tanah kering oven, V 1 dan V 2 merupakan volume tanah basah dan volume tanah kering setelah dimasukkan dalam oven, dan ρ w adalah rapat masa air. Paramater lain yang dapat diperoleh dari pengujian batas susut adalah angka penyusutan (shrinkage ratio), yang mana merupakan perbandingan antara perubahan volume tanah sebagai persentase dari volume kering terhadap perubahan kadar air. Dimana : V1 V2 V V 2 V 2 m2 SR = = = m1 m2 Vρw V2ρw m 2 m 2 Dengan, V adalah perubahan volume tanah. (3.20) 3.7 Grafik Plastisitas Tanah Batas plastis dan batas cair ditentukan dengan pengujian yang sederhana di laboratorium yang mana merupakan parameter yang penting diketahui untuk tanah berbutir halus atau tanah kohesif. Hasil dari pengujian ini sangat sering digunakan untuk menghubungkan dengan parameter fisis tanah seperti identifikasi dan klasifikasi tanah. Gambar 3.19 memberikan hubungan antara batas cair dan indek plastisitas tanah, yang mana dikenal dengan grafik plastisitas (plasticity chart) Casagrande. Hal yang penting dalam grafik plastisitas ini adalah garis pembagi (Garis-A) yang membedakan derajat plastisitas dari tanah menjadi plastisitas tinggi dan rendah. Garis-A memiliki persamaan garis lurus : PI = 0,73(LL 20). Garis-A ini memisahkan antara lempung inorganik dan lanau inorganik. Lempung inorganik akan berada di atas garis-a, dan lanau inorganik berada di bawah garis-a. Lanau organik berada dalam bagian yang sama (dibawah garis-a dan dengan LL berkisar antara 30 50%) yang mana merupakan lanau inorganik dengan derajat pemampatan sedang. Lempung organic berada dalam bagian yang sama dimana memiliki derajat pemampatan yang tinggi (dibawah garis-a dan LL lebih besar dari 50%). Selain garis-a, terdapat pula garis-u (U-line) 69 Pengantar Rekayasa Geoteknik

25 A.S. Muntohar yang merupakan batas atas dari hubungan antara indek plastisitas dan batas cair untuk suatu tanah. Garis-U mengikuti persamaan garis lurus : PI = 0,9(LL 8) Lempung inroganik, plastisitas tinggi Garis-U Indek Plastisitas, PI (%) Lempung inroganik, plastisitas sedang Lempung inroganik, plastisitas rendah Tanah nonkohesif Batas Cair, LL (% ) Garis-A Lanau inroganikpemampatan tinggi, dan lempung organik Lanau inroganikpemampatan sedang, dan lanau organik Lanau inroganikpemampatan rendah Gambar 3.20 Grafik Plastisitas Casagrande. Grafik plastisitas yang diberikan oleh BS sedikit berbeda dengan grafik yang diusulkan oleh Casagrande (yang mana telah dicantumkan dalam ASTM) seperti disajikan dalam Gambar 20. Namun, pada dasarnya grafik plastisitas baik oleh ASTM dan BS didasarkan pada contoh tanah dengan ukuran partikel < 425 µm. Gambar 3.21 Grafik plastisitas British Standard (BS 5930 : 1990) 70 Pengantar Rekayasa Geoteknik

26 Sifat-Sifat Indeks dan Klasifikasi Tanah Gambar 3.22 Grafik plastisitas Al-Shayea (2001). Dalam perkembangan penelitian di bidang mekanika tanah, terdapat banyak penelitian yang mengkaji keandalan grafik plastisitas Casagrande. Al-Shayea (2001) dan Polidori (2003) menyebutkan bahwa grafik plastisitas Casagrande ditentukan secara empiris tanpa memperhatikan kandungan lempung dalam tanah. Pada kenyataannya seperti diuraikan dalam paragraf-paragraf sebelumnya, kandungan fraksi lempung dalamtanah sangat mempengaruhi plastisitas tanah. Untuk itu, Al-Shayea (2001) memberikan perubahan grafik plastisitas Casagrande dengan menambahkan informasi tentang kandungan lempung seperti ditunjukkan pada Gambar Polidori (2003) memberikan suatu grafik plastisitas baru (Gambar 3.22), terutama tentang pembagian antara zona lanau dan lempung. Garis pembagi ini disebut dengan garis-c (C-line). Dalam grafik plastisitas Polidori, garis-0,5c (0.5C-line) merupakan pendekatan dari garis-a dalam grafik plastisitas Casagrande. Perbedaan yang terlihat dari grafik plastisitas pada Gambar 3.20 dan 3.22 adalah letak zona lanau dan lempung, yang mana dalam Gambar 3.22, zona lanau terletak diatas zona lempung. Hal ini berbeda dengan pembagian zona lanau dan lempung dalam grafik plastisitas Casagrande. 71 Pengantar Rekayasa Geoteknik

27 A.S. Muntohar Gambar 23 Grafik plastisitas Polidori (2003) 3.8 Sistem Klasifikasi Tanah Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan tanah ke dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Sistem klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan sifat-sifat mekanis dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah satu-satunya cara yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan perancangan konstruksi. Pada awalnya, metode klasfikasi yang banyak digunakan adalah pengamatan secara kasat-mata (visual identification) melalui pengamatan tekstur tanah. Selanjutnya, ukuran butiran tanah dan plastisitas digunakan untuk identifikasi jenis tanah. Karakteristik tersebut digunakan untuk menentukan kelompok klasifikasinya. Sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan untuk mengelompokan tanah adalah Unfied Soil Clasification System (USCS). Sistem ini didasarkan pada sifat-sifat indek tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indek plastisitasnya. Disamping itu, terdapat sistem lainnya yang juga dapat digunakan dalam identifikasi tanah seperti yang dibuat oleh American Association of State Highway and Transportation Officials Classfication (AASHTO), British Soil Classification System (BSCS), dan United State Department of Agriculture (USDA). 72 Pengantar Rekayasa Geoteknik

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Parameter Tanah 3.1.1 Berat Jenis Berat jenis tanah merupakan nilai yang tidak bersatuan (Muntohar 29). Untuk menentukan tipikal tanah dapat dilihat dari Tabel 3.1. Tabel 3.1

Lebih terperinci

BAGIAN 3-2 KLASIFIKASI TANAH

BAGIAN 3-2 KLASIFIKASI TANAH BAGIAN 3-2 KLASIFIKASI TANAH KLASIFIKASI UMUM TANAH BERDASARKAN UKURAN BUTIR Secara Umum Tanah Dibagi Menjadi 4 : Gravel (Kerikil) Sand (Pasir) Silt (Lanau) Clay (Lempung) Tanah Sulit : Peats (Gambut)

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH KLASIFIKASI DARI SIFAT TANAH MODUL 3. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH KLASIFIKASI DARI SIFAT TANAH MODUL 3. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH MODUL 3 KLASIFIKASI DARI SIFAT TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 KLASIFIKASI TANAH Pada awalnya, metode klasifikasi

Lebih terperinci

Modul (MEKANIKA TANAH I)

Modul (MEKANIKA TANAH I) 1dari 16 Materi I Karakteristik Tanah 1. Proses pembentukan Tanah Tanah dalam Mekanika Tanah mencakup semua endapan alam yang berhubungan dengan teknik sipil kecuali batuan. Tanah dibentuk oleh pelapukan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TANAH SI-2222 MEKANIKA TANAH I

KLASIFIKASI TANAH SI-2222 MEKANIKA TANAH I KLASIFIKASI TANAH SI-2222 MEKANIKA TANAH I 1 Pembagian Kelompok Tanah Tanah Khusus: Quick Clay: Tanah yang sangat peka terhadap gangguan. Apabila terganggu kekuatannya berkurang drastis. Kadar kepekaan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH SIFAT INDEKS PROPERTIS TANAH MODUL 2. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH SIFAT INDEKS PROPERTIS TANAH MODUL 2. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH MODUL 2 SIFAT INDEKS PROPERTIS TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Sifat-sifat indeks (index properties) menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Lempung Ekspansif Petry dan Little (2002) menyebutkan bahwa tanah ekspansif (expansive soil) adalah tanah yang mempunyai potensi pengembangan atau penyusutan yang tinggi

Lebih terperinci

Proses Pembentukan Tanah

Proses Pembentukan Tanah KLASIFIKASI TANAH 1 Proses Pembentukan Tanah BATUAN: bagian dari kerak bumi yang mengandung satu macam atau lebih mineral yang terikat sangat kuat.berdasarkan proses pembentukannya batuan dapat dikategorikan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok

BAB III LANDASAN TEORI. saringan nomor 200. Selanjutnya, tanah diklasifikan dalam sejumlah kelompok BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Klasifikasi Tanah Pada sistem klasifikasi Unified, tanah diklasifikasikan kedalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika kurang dari 50 % lolos saringan nomor 200, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan material, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock).

Lebih terperinci

STUDI LABORATORIUM DALAM MENENTUKAN BATAS PLASTIS DENGAN METODE FALL CONE PADA TANAH BUTIR HALUS DI WILAYAH BANDUNG UTARA

STUDI LABORATORIUM DALAM MENENTUKAN BATAS PLASTIS DENGAN METODE FALL CONE PADA TANAH BUTIR HALUS DI WILAYAH BANDUNG UTARA STUDI LABORATORIUM DALAM MENENTUKAN BATAS PLASTIS DENGAN METODE FALL CONE PADA TANAH BUTIR HALUS DI WILAYAH BANDUNG UTARA Handy Dewanto NRP:9621037 NIRM: 41077011960316 Pembimbing: Ibrahim Surya, Ir.,

Lebih terperinci

BAGAN ALIR BAHASAN BAGAN ALIR BAHASAN. Mata kuliah. Mata kuliah MEKANIKA TANAH (PS-1335) Prof. Ir.Noor Endah Msc. Ph.D.

BAGAN ALIR BAHASAN BAGAN ALIR BAHASAN. Mata kuliah. Mata kuliah MEKANIKA TANAH (PS-1335) Prof. Ir.Noor Endah Msc. Ph.D. MEKANIKA (PS-1335) semester berikutnya BAGAN ALIR GAYA ANGKAT DIBAWAH BANGUNAN AIR (6) DISTRIBUSI TEGANGAN (8) TEGANGAN EFEKTIF (7) PEMAMPATAN (9) PERENCANAAN PONDASI REMBESAN AIR DALAM (5) (1) (3) KOMPOSISI

Lebih terperinci

PENENTUAN BATAS PLASTIS TANAH DENGAN MODIFIKASI FALL CONE TEST PADA TANAH LEMPUNG DI DAERAH BANDUNG SELATAN

PENENTUAN BATAS PLASTIS TANAH DENGAN MODIFIKASI FALL CONE TEST PADA TANAH LEMPUNG DI DAERAH BANDUNG SELATAN PENENTUAN BATAS PLASTIS TANAH DENGAN MODIFIKASI FALL CONE TEST PADA TANAH LEMPUNG DI DAERAH BANDUNG SELATAN Suhenri NRP : 9721033 NIRM : 41077011970269 Pembimbing : Ibrahim Surya., Ir., M. Eng FAKULTAS

Lebih terperinci

MODUL 4,5. Klasifikasi Tanah

MODUL 4,5. Klasifikasi Tanah Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana 4,5 MODUL 4,5 Klasifikasi Tanah 1. PENGERTIAN KLASIFIKASI TANAH Berbagai usaha telah dilakukan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN FASE TANAH, BATAS ATTERBERG, DAN KLASIFIKASI TANAH

BAB II HUBUNGAN FASE TANAH, BATAS ATTERBERG, DAN KLASIFIKASI TANAH BAB II HUBUNGAN FASE TANAH, BATAS ATTERBERG, DAN KLASIFIKASI TANAH 1. KOMPONEN TANAH Tanah terdiri dari mineral dan partikel batuan dalam berbagai ukuran dan bentuk dan ini dikenal dengan dengan bagian

Lebih terperinci

KOMPOSISI TANAH. Komposisi Tanah 2/25/2017. Tanah terdiri dari dua atau tiga fase, yaitu: Butiran padat Air Udara MEKANIKA TANAH I

KOMPOSISI TANAH. Komposisi Tanah 2/25/2017. Tanah terdiri dari dua atau tiga fase, yaitu: Butiran padat Air Udara MEKANIKA TANAH I KOMPOSISI TANAH 2 MEKANIKA TANAH I UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI NORMA PUSPITA, ST. MT. Komposisi Tanah Tanah terdiri dari dua atau tiga fase, yaitu: Butiran padat Air Udara 1 Komposisi Tanah Sehingga

Lebih terperinci

PENGARUH SIKLUS BASAH KERING PADA SAMPEL TANAH TERHADAP NILAI ATTERBERG LIMIT

PENGARUH SIKLUS BASAH KERING PADA SAMPEL TANAH TERHADAP NILAI ATTERBERG LIMIT PENGARUH SIKLUS BASAH KERING PADA SAMPEL TANAH TERHADAP NILAI ATTERBERG LIMIT Shinta Pramudya Wardani 1), R. M. Rustamaji 2), Aprianto 2) Abstrak Perubahan cuaca mengakibatkan terjadinya siklus pembasahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pembangunan jalan dimana tanah dasar merupakan tanah ekspansif yang terdiri dari tanah kelempungan dengan mempunyai kembang susut yang sangat besar, maka ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengujian terhadap tanah yang diambil dari proyek jalan tambang Kota Berau Kalimantan Timur, maka pada bab ini akan diuraikan hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. (undisturb) dan sampel tanah terganggu (disturb), untuk sampel tanah tidak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Fisik Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan suatu konstruksi. Sampel tanah yang disiapkan adalah tanah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam Bab ini penulis akan membahas hasil pengujian yang telah dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Universitas Mercu Buana. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Lis Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Email: lisayuwidari@gmail.com Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN III KLASIFIKASI TANAH DASAR (SUBGRADE) DENGAN CARA USCS

POKOK BAHASAN III KLASIFIKASI TANAH DASAR (SUBGRADE) DENGAN CARA USCS 30 POKOK BAHASAN III KLASIFIKASI TANAH DASAR (SUBGRADE) DENGAN CARA USCS 3.1 Pendahuluan Selain klasifikasi tanah dasar dengan cara AASHTO yang telah dikenalkan di Bab II, maka terdapat satu klasifikasi

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PENGERINGAN SAMPEL TANAH TERHADAP PENENTUAN NILAI ATTERBERG LIMITS

PENGARUH TEMPERATUR PADA PENGERINGAN SAMPEL TANAH TERHADAP PENENTUAN NILAI ATTERBERG LIMITS PENGARUH TEMPERATUR PADA PENGERINGAN SAMPEL TANAH TERHADAP PENENTUAN NILAI ATTERBERG LIMITS Lia Fitria 1), R.M. Rustamaji 2), Eka Priadi 2) Email: iniliafitria@gmail.com Abstrak Tanah adalah bagian terpenting

Lebih terperinci

II. KLASIFIKASI TANAH

II. KLASIFIKASI TANAH II. KLASIFIKASI TANAH SIFAT INDEKS & KLASIFIKASI TANAH 1. Pendahuluan Tanah terdiri atas butiran dengan berbagai ukuran. Perbandingan dari masingmasing ukuran tidak teratur. Sifat kimia butiran juga beraneka

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS SARINGAN

BAB VII ANALISIS SARINGAN BAB VII ANALISIS SARINGAN 7.1 ANALISIS SARINGAN 7.1.1 Referensi M Das, Braja.1993. Mekanika Tanah Jilid I. Jakarta: Erlangga. Bab 1 Tanah dan Batuan 17-24. 7.1.2 Tujuan Percobaan Menentukan gradasi atau

Lebih terperinci

PAKSITYA PURNAMA PUTRA, S.T., M.T. Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember MEKANIKA TANAH

PAKSITYA PURNAMA PUTRA, S.T., M.T. Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember MEKANIKA TANAH PAKSITYA PURNAMA PUTRA, S.T., M.T. Jurusan Teknik Sipil Universitas Jember MEKANIKA TANAH KLASIFIKASI TANAH MEKANIKA TANAH BAGAN ALIR BAHASAN GAYA ANGKAT DIBAWAH BANGUNAN AIR (6) DISTRIBUSI TEGANGAN (8)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Fisik Pengujian sifat fisik tanah adalah sebagai pertimbangan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan suatu konstruksi. Pengujian sifat fisik tanah ini dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH (DDT) PADA SUB GRADE

ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH (DDT) PADA SUB GRADE ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH (DDT) PADA SUB GRADE/TANAH DASAR (Studi Kasus pada Sub Grade Lahan Parkir Kampus 3 Universitas Muhammadiyah Metro) Yusuf Amran Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Metro

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Material Uji Model Pengujian karakteristik fisik dan mekanis tanah dilakukan untuk mengklasifikasi jenis tanah yang digunakan pada penelitian. Berdasarkan

Lebih terperinci

UJI SARINGAN (SIEVE ANALYSIS) ASTM D-1140

UJI SARINGAN (SIEVE ANALYSIS) ASTM D-1140 1. LINGKUP Metode ini mencakup penentuan dari distribusi ukuran butir tanah yang tertahan oleh saringan No. 200 2. DEFINISI Tanah butir kasar (coarse grained soils) : ukuran butirnya > 0.075 mm (tertahan

Lebih terperinci

STABILISASI TANAH LEMPUNG LUNAK MENGGUNAKAN KOLOM KAPUR DENGAN VARIASI JARAK PENGAMBILAN SAMPEL

STABILISASI TANAH LEMPUNG LUNAK MENGGUNAKAN KOLOM KAPUR DENGAN VARIASI JARAK PENGAMBILAN SAMPEL STABILISASI TANAH LEMPUNG LUNAK MENGGUNAKAN KOLOM KAPUR DENGAN VARIASI JARAK PENGAMBILAN SAMPEL Qunik Wiqoyah 1, Anto Budi L 2, Dicky Luthfiarta 3 1,2,3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Sampel Tanah Asli Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : 1. Hasil Pengujian Kadar Air (ω) Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO...

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO... DAFTAR ISI TUGAS AKHIR... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii PERNYATAAN... iv PERSEMBAHAN... v MOTTO... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

UJI BATAS BATAS ATTERBERG ASTM D-4318-00

UJI BATAS BATAS ATTERBERG ASTM D-4318-00 1. LINGKUP Percobaan ini mencakup penentuan batas-batas Atterberg yang meliputi Batas Susut, Batas Plastis, dan Batas Cair. 2. DEFINISI a. Batas Susut (Shrinkage Limit), w S adalah batas kadar air dimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Uji Tanah Lempung Dari pengujian yang dilakukan di Laboratorium Geoteknik, Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta diperoleh data sifat-sifat fisik dan sifat

Lebih terperinci

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan BAB HI LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Konstruksi perkerasan lentur terdiri dan lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH Abdul Jalil 1), Khairul Adi 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Hasil Penelitian Tanah Asli Berdasarkan pengujian terhadap tanah yang diambil dari proyek Perumahan Elysium, maka pada bab ini akan diuraikan hasil penelitiannya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di

BAB IV HASIL PENELITIAN. dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian tanah asli dan tanah campuran dengan semen yang dilakukan di laboratorium akan dibahas pada bab ini. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S - 1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI

TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR ABSTRAKSI TINJAUAN SIFAT PLASTISITAS TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR Heru Dwi Jatmoko Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAKSI Tanah merupakan material

Lebih terperinci

PENGUJIAN PARAMETER KUAT GESER TANAH MELALUI PROSES STABILISASI TANAH PASIR MENGGUNAKAN CLEAN SET CEMENT (CS-10)

PENGUJIAN PARAMETER KUAT GESER TANAH MELALUI PROSES STABILISASI TANAH PASIR MENGGUNAKAN CLEAN SET CEMENT (CS-10) PENGUJIAN PARAMETER KUAT GESER TANAH MELALUI PROSES STABILISASI TANAH PASIR MENGGUNAKAN CLEAN SET CEMENT (CS-10) Ilham Idrus Staf Pengajar Dosen pada Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar ABSTRAK

Lebih terperinci

STUDI PERKIRAAN KOMPOSISI TANAH DARI HASIL UJI TINGGI JATUH KERUCUT (FALL CONE TEST)

STUDI PERKIRAAN KOMPOSISI TANAH DARI HASIL UJI TINGGI JATUH KERUCUT (FALL CONE TEST) STUDI PERKIRAAN KOMPOSISI TANAH DARI HASIL UJI TINGGI JATUH KERUCUT (FALL CONE TEST) OLAND MUSTAFA NRP : 0121073 Pembimbing : IBRAHIM SURYA, Ir., M. Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAPORAN PENYELIDIKAN GEOTEKNIK YUKATA SUITES JALAN SUTERA BOULEVARD NO. 28 - ALAM SUTERA - TANGERANG AGUSTUS 2 0 1 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/ LAPORAN PENYELIDIKAN GEOTEKNIK YUKATA SUITES JALAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. langsung terhadap obyek yang akan diteliti, pengumpulan data yang dilakukan meliputi. Teweh Puruk Cahu sepanajang 100 km.

BAB III METODOLOGI. langsung terhadap obyek yang akan diteliti, pengumpulan data yang dilakukan meliputi. Teweh Puruk Cahu sepanajang 100 km. BAB III METODOLOGI 3.1 Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi secara langsung terhadap obyek yang akan diteliti, pengumpulan data yang dilakukan meliputi : 1. Pengambilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah adalah material yang terdiri dari butiran mineral-mineral padat yang tidak terikat secara kimia satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk disertai

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KAPUR SEBAGAI BAHAN STABILISASI TERHADAP PENURUNAN KONSOLIDASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN VARIASI UKURAN BUTIRAN TANAH

PEMANFAATAN KAPUR SEBAGAI BAHAN STABILISASI TERHADAP PENURUNAN KONSOLIDASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN VARIASI UKURAN BUTIRAN TANAH PEMANFAATAN KAPUR SEBAGAI BAHAN STABILISASI TERHADAP PENURUNAN KONSOLIDASI TANAH LEMPUNG TANON DENGAN VARIASI UKURAN BUTIRAN TANAH (Studi Kasus Tanah Lempung Tanon, Sragen) Disusun sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Tanah Lempung Menurut Terzaghi ( 1987 ) Lempung adalah agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur penyusun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (dikokohkan) yang tersusun dari partikel padat yang terpisah-pisah dengan

TINJAUAN PUSTAKA. (dikokohkan) yang tersusun dari partikel padat yang terpisah-pisah dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah 1. Pengertian Tanah Tanah didefinisikan sebagai suatu lapisan kerak bumi yang tidak padu dengan ketebalan beragam yang berbeda dengan bahan-bahan dibawahnya, juga tidak beku

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel tanah lempung berpasir ini berada di desa Kampung Baru Bandar Lampung. Pengambilan sampel tanah menggunakan karung dan cangkul

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PLASTIK UNTUK STABILITAS LERENG

PEMANFAATAN LIMBAH PLASTIK UNTUK STABILITAS LERENG Jurnal Fropil Vol 2 Nomor 2. Juli-Desember 2014 PEMANFAATAN LIMBAH PLASTIK UNTUK STABILITAS LERENG Endang Setyawati Hisyam Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Bangka Belitung Email: hisyam.endang@gmail.com

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT TEKAN BEBAS DAN PERMEABILITAS TANAH LEMPUNG TANON YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR DAN FLY ASH. Tugas Akhir

TINJAUAN KUAT TEKAN BEBAS DAN PERMEABILITAS TANAH LEMPUNG TANON YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR DAN FLY ASH. Tugas Akhir TINJAUAN KUAT TEKAN BEBAS DAN PERMEABILITAS TANAH LEMPUNG TANON YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR DAN FLY ASH Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil disusun

Lebih terperinci

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova Jurnal Rancang Sipil Volume 1 Nomor 1, Desember 2012 57 PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

TINJAUAN KUAT DUKUNG, POTENSI KEMBANG SUSUT, DAN PENURUNAN KONSOLIDASI TANAH LEMPUNG PEDAN KLATEN. Abstraksi

TINJAUAN KUAT DUKUNG, POTENSI KEMBANG SUSUT, DAN PENURUNAN KONSOLIDASI TANAH LEMPUNG PEDAN KLATEN. Abstraksi TINJAUAN KUAT DUKUNG, POTENSI KEMBANG SUSUT, DAN PENURUNAN KONSOLIDASI TANAH LEMPUNG PEDAN KLATEN Abstraksi untuk memenuhi sebagian persyartan mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Sipil diajukan oleh :

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN II KLASIFIKASI TANAH DASAR (SUBGRADE) DENGAN CARA AASHTO

POKOK BAHASAN II KLASIFIKASI TANAH DASAR (SUBGRADE) DENGAN CARA AASHTO 15 POKOK BAHASAN II KLASIFIKASI TANAH DASAR (SUBGRADE) DENGAN CARA AASHTO 2.1 Pendahuluan Tanah merupakan material yang sangat bervariasi sifat-sifat teknisnya. Mahasiswa harus mampu memilih material tanah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi,

III. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi, III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel tanah lempung lunak ini berada di Rawa Seragi, Lampung Timur. Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung pipa paralon sebanyak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah tanah yang diambil dari Desa Rawa

III. METODOLOGI PENELITIAN. Sampel tanah yang akan diuji adalah tanah yang diambil dari Desa Rawa III. METODOLOGI PENELITIAN A. Sampel Tanah Sampel tanah yang akan diuji adalah tanah yang diambil dari Desa Rawa Sragi, Kabupaten Lampung Timur B. Metode Pengambilan Sampel Pada saat pengambilan sampel

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah 1. Kadar Air Pengujian kadar air menggunakan tanah terganggu (disturbed), dilakukan sebanyak dua puluh sampel dengan jenis tanah yang sama

Lebih terperinci

Pengaruh Kandungan Material Plastis Terhadap Nilai CBR Lapis Pondasi Agregat Kelas S

Pengaruh Kandungan Material Plastis Terhadap Nilai CBR Lapis Pondasi Agregat Kelas S Pengaruh Kandungan Material Plastis Terhadap Nilai CBR Lapis Pondasi Agregat Kelas S Indria Eklesia Pokaton Oscar Hans Kaseke, Lintong Elisabeth Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil

Lebih terperinci

STUDI LABORATORIUM UNTUK MENENTUKAN BATAS PLASTIS DENGAN PENGUJIAN FALL CONE TEST PADA TANAH LEMPUNG DI DAERAH BANDUNG SELATAN RITA MELIANI KUNTADI

STUDI LABORATORIUM UNTUK MENENTUKAN BATAS PLASTIS DENGAN PENGUJIAN FALL CONE TEST PADA TANAH LEMPUNG DI DAERAH BANDUNG SELATAN RITA MELIANI KUNTADI STUDI LABORATORIUM UNTUK MENENTUKAN BATAS PLASTIS DENGAN PENGUJIAN FALL CONE TEST PADA TANAH LEMPUNG DI DAERAH BANDUNG SELATAN RITA MELIANI KUNTADI NRP : 9721045 NIRM : 41077011970281 PEMBIMBING : IBRAHIM

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram alir penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Mulai Mengumpulkan literature dan refrensi tentang stabilisasi tanah Pengambilan contoh tanah : Tanah lempung dari ruas jalan Berau Kalimantan

Lebih terperinci

BATAS SUSUT. Kadar air, w= 100% 89.63

BATAS SUSUT. Kadar air, w= 100% 89.63 ATTERBERG LIMIT BATAS SUSUT Nama Instansi : Unika Soegijapranata Kedalaman Tanah : 1.5 meter Nama Proyek : Praktikum Mektan Nama Operator : Lokasi Proyek : Lab Mektan Unika Nama Engineer : Deskripsi tanah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Penelitian perbaikan tanah dengan metode elektrokinetik pada tanah lempung ekspansif memiliki variabel utama yang akan dibahas adalah pengaruh lama pemberian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Agus Saputra,2014 PENGARUH ABU SEKAM PADI TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LUNAK

DAFTAR ISI. Agus Saputra,2014 PENGARUH ABU SEKAM PADI TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LUNAK DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR...i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Stabilisasi Menggunakan Abu Cangkang Sawit (ACS) di dalam tungku pembakaran (Boiler) pada suhu C.

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Stabilisasi Menggunakan Abu Cangkang Sawit (ACS) di dalam tungku pembakaran (Boiler) pada suhu C. BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Stabilisasi Menggunakan Abu Cangkang Sawit (ACS) Abu sawit merupakan sisa dari hasil pembakaran cangkang dan serat sawit di dalam tungku pembakaran (Boiler) pada suhu 700-800

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai Bagan Alir Penelitian : BAB III METODOLOGI PENELITIAN Mulai Pengambilan sampel tanah dan abu vulkanik Persiapan bahan : 1. Tanah 2. Abu vulkanik Pengujian kadar material abu vulkanik Pengujian sifat dan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR

KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR KARAKTERISASI BAHAN TIMBUNAN TANAH PADA LOKASI RENCANA BENDUNGAN DANAU TUA, ROTE TIMOR, DAN BENDUNGAN HAEKRIT, ATAMBUA TIMOR Alpon Sirait NRP : 9921036 Pembimbing : Theo F. Najoan, Ir., M.Eng FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau 39 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lanau anorganik atau berlempung yang terdapat yang terdapat di Perumahan Bhayangkara Kelurahan

Lebih terperinci

Tabel 1. Faktor Koreksi ( )

Tabel 1. Faktor Koreksi ( ) Tabel 1. Faktor Koreksi ( ) Temp. (ºC) Unit Weight of Water 4 1,00000 16 0,99897 17 0,99880 18 0,99862 19 0,99844 20 0,99823 21 0,99802 22 0,99870 23 0,99757 24 0,99733 25 0,99708 26 0,99682 27 0,99655

Lebih terperinci

PENENTUAN NILAI CBR DAN NILAI PENYUSUTAN TANAH TIMBUNAN (SHRINKAGE LIMIT) DAERAH BARITO KUALA

PENENTUAN NILAI CBR DAN NILAI PENYUSUTAN TANAH TIMBUNAN (SHRINKAGE LIMIT) DAERAH BARITO KUALA Jurnal POROS TEKNIK Volume 9, No. 1, Juni 2017 :1-41 ISSN 2085-5761 (Print) PENENTUAN NILAI CBR DAN NILAI PENYUSUTAN TANAH TIMBUNAN (SHRINKAGE LIMIT) DAERAH BARITO KUALA Ahmad Norhadi (1), Muhammad Fauzi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diambil meliputi tanah tidak terganggu (undistrub soil).

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diambil meliputi tanah tidak terganggu (undistrub soil). III. METODE PENELITIAN A. Pekerjaan Lapangan Pekerjaan lapangan yang dilakukan adalah pengambilan sampel tanah. Sampel tanah yang diambil meliputi tanah tidak terganggu (undistrub soil). Sampel tanah diambil

Lebih terperinci

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat

kelompok dan sub kelompok dari tanah yang bersangkutan. Group Index ini dapat BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Tanah Dasar Tanah dasar atau suhgrade adalah permukaan tanah semula, tanah galian atau tanah timbiman yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Batu Bata 1. Pengertian Batu Bata Batu Bata adalah bahan bangunan yang telah lama dikenal dan dipakai oleh masyarakat baik di pedesaan atau perkotaan yang berfungsi untuk bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik 26 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan Penetilian 1. Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa tanah lempung yang berasal dari Kecamatan Yosomulyo, Kota Metro, Provinsi Lampung. 2.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung yang terdapat yang terdapat di Kecamatan Kemiling,

Lebih terperinci

STUDI SIFAT FISIK TANAH ORGANIK YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN CORNICE ADHESIVE. Iswan 1) Muhammad Jafri 1) Adi Lesmana Putra 2)

STUDI SIFAT FISIK TANAH ORGANIK YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN CORNICE ADHESIVE. Iswan 1) Muhammad Jafri 1) Adi Lesmana Putra 2) STUDI SIFAT FISIK TANAH ORGANIK YANG DISTABILISASI MENGGUNAKAN CORNICE ADHESIVE Iswan 1) Muhammad Jafri 1) Adi Lesmana Putra 2) Abstract The tested soil sample in this research is organic soil that derived

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lanau yang diambil dari Desa

METODE PENELITIAN. Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lanau yang diambil dari Desa III. METODE PENELITIAN A. Sampel Tanah Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah lanau yang diambil dari Desa yosomulyo, Kota Metro Timur. Sampel tanah yang diambil adalah tanah terganggu (disturbed soil)

Lebih terperinci

PENENTUAN KOEFISIEN PERMEABILITAS TANAH TAK JENUH AIR SECARA TIDAK LANGSUNG MENGGUNAKAN SOIL-WATER CHARACTERISTIC CURVE

PENENTUAN KOEFISIEN PERMEABILITAS TANAH TAK JENUH AIR SECARA TIDAK LANGSUNG MENGGUNAKAN SOIL-WATER CHARACTERISTIC CURVE PENENTUAN KOEFISIEN PERMEABILITAS TANAH TAK JENUH AIR SECARA TIDAK LANGSUNG MENGGUNAKAN SOIL-WATER CHARACTERISTIC CURVE Bona Johanes Simbolon NRP : 01211116 Pembimbing : Ir. Theo F. Najoan, M. Eng. FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan organik yang

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN ANALISIS PENYELIDIKAN TANAH

BAB 4. HASIL DAN ANALISIS PENYELIDIKAN TANAH BAB 4. HASIL DAN ANALISIS PENYELIDIKAN TANAH 4.1. Pengambilan Sampel Sampel tanah yang digunakan untuk semua pengujian dalam penelitian ini adalah tanah di sekitar jalan dari Semarang menuju Purwodadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dasar (subgrade) Tanah dasar merupakan pondasi bagi perkerasan, baik perkerasan yang terdapat pada alur lalu lintas maupun bahu. Dengan demikian tanah dasar merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari Sukarame, Bandar Lampung. Serta cornice adhesive atau

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari Sukarame, Bandar Lampung. Serta cornice adhesive atau III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian Pada penelitian ini sampel tanah yang digunakan adalah jenis tanah timbunan yang berasal dari Sukarame, Bandar Lampung. Serta cornice adhesive atau perekat gypsum

Lebih terperinci

STUDI KAPASITAS DUKUNG PONDASI LANGSUNG DENGAN ALAS PASIR PADA TANAH KELEMPUNGAN YANG DIPERKUAT LAPISAN GEOTEKSTIL

STUDI KAPASITAS DUKUNG PONDASI LANGSUNG DENGAN ALAS PASIR PADA TANAH KELEMPUNGAN YANG DIPERKUAT LAPISAN GEOTEKSTIL STUDI KAPASITAS DUKUNG PONDASI LANGSUNG DENGAN ALAS PADA TANAH KELEMPUNGAN YANG DIPERKUAT LAPISAN GEOTEKSTIL M. Iskandar Maricar 1 1 Jurusan.Teknik Sipil, Unhas, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Pada penelitian ini, variabel utama yang akan dibahas adalah indeks pemampatan (Cc) dan indeks pengembangan (Cs) serta perilaku tanah disekitar kolom SiCC

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diambil meliputi tanah terganggu (disturb soil) yaitu tanah

III. METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang diambil meliputi tanah terganggu (disturb soil) yaitu tanah III. METODE PENELITIAN A. Pengambilan Sampel Sampel tanah yang diambil meliputi tanah terganggu (disturb soil) yaitu tanah yang telah terjamah atau sudah tidak alami lagi yang telah terganggu oleh lingkungan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, hasil dan data yang diperoleh diolah dan dianalisis sedemikian rupa untuk didapatkan kesimpulan sesuai tujuan penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN)

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN) Qunik Wiqoyah 1, Anto Budi L, Lintang Bayu P 3 1,,3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF (Studi Kasus di Desa Tanah Awu, Lombok Tengah)

KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF (Studi Kasus di Desa Tanah Awu, Lombok Tengah) KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG EKSPANSIF (Studi Kasus di Desa Tanah Awu, Lombok Tengah) I GUSTI AGUNG AYU ISTRI LESTARI Fakultas Teknik Universitas Islam Al-Azhar Mataram ABSTRAK Tanah merupakan material

Lebih terperinci

Dr. Ir. Erizal, MAgr.

Dr. Ir. Erizal, MAgr. Mata kuliah MEKANIKA Dr. Ir. Erizal, MAgr. Mata kuliah semester berikutnya BAGAN ALIR GAYA ANGKAT DISTRIBUSI DIBAWAH TEGANGAN BANGUNAN AIR (8) (6) PERENCANAAN TEGANGAN EFEKTIF (7) PEMAMPATAN (9) PONDASI

Lebih terperinci

Herwandi 1), Marsudi 2), Aprianto 2)

Herwandi 1), Marsudi 2), Aprianto 2) PENGARUH GRADASI DAN KEPADATAN RELATIF (DR) TERHADAP NILAI PERMEABILITAS TANAH PASIR Herwandi 1), Marsudi 2), Aprianto 2) Abstrak Didalam merencanakan suatu timbunan, baik itu timbunan badan jalan (embankment),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada Bab ini akan di bahas hasil pengujian yang telah dilakukan di laboratorium. Secara garis besarnya, pengujian laboratorium yang dilakukan yaitu untuk mengetahui

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 16 3 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lahan pertanian milik Institut Pertanian Bogor di Desa Cikarawang Bogor (Gambar 9), sedangkan pengujian karakteristik tanah

Lebih terperinci

2.8.5 Penurunan Kualitas Udara Penurunan Kualitas Air Kerusakan Permukaan Tanah Sumber dan Macam Bahan Pencemar

2.8.5 Penurunan Kualitas Udara Penurunan Kualitas Air Kerusakan Permukaan Tanah Sumber dan Macam Bahan Pencemar DAFTAR ISI SURAT PERNYATAAN... i LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR... ii ABSTRAK... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix BAB I PENDAHULAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang III. METODE PENELITIAN A. Bahan Penelitian 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang diambil dari Desa Sumber Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Lampung Tengah. Gambar 3. Denah Lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Lempung Ekspansif Tanah lempung merupakan tanah yang berukuran mikroskopis sampai dengan sub mikroskopis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH BETON SEBAGAI BAHAN STABILISASI TERHADAP PENURUNAN KONSOLIDASI TANAH LEMPUNG KECAMATAN SUKODONO KABUPATEN SRAGEN

PEMANFAATAN LIMBAH BETON SEBAGAI BAHAN STABILISASI TERHADAP PENURUNAN KONSOLIDASI TANAH LEMPUNG KECAMATAN SUKODONO KABUPATEN SRAGEN PEMANFAATAN LIMBAH BETON SEBAGAI BAHAN STABILISASI TERHADAP PENURUNAN KONSOLIDASI TANAH LEMPUNG KECAMATAN SUKODONO KABUPATEN SRAGEN Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata

Lebih terperinci