ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KELURAHAN SAKO BARU KECAMATAN SAKO KOTA PALEMBANG SETELAH PEMEKARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KELURAHAN SAKO BARU KECAMATAN SAKO KOTA PALEMBANG SETELAH PEMEKARAN"

Transkripsi

1 1 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KELURAHAN SAKO BARU KECAMATAN SAKO KOTA PALEMBANG SETELAH PEMEKARAN Oleh. Drs. Mudasir, M. Si. M.Pd. Penulis : Koordinator Widyaiswara Provinsi Sumsel. ABSTRAK Sebagai wilayah Kelurahan baru, Sako Baru masih terus berupaya untuk memberikan pelayanan secara prima kepada publik meskipun masih dibutuhkannya beberapa sarana penunjang guna memenuhi kebutuhan administratif di Kantor, salah satunya yaitu pelayanan umum. Melalui penelitian ini akan dilihat bagaimana kualitas pelayanan umum di Kantor Kelurahan Sako Baru, serta kendala yang dihadapi. Berkenaan dengan hasil penelitian terlihat bahwa kualitas pelayanan di Kantor Kelurahan Sako Baru setelah diadakannya pelayanan, secara keseluruhan termasuk dalam kategori baik. Hal tersebut terlihat dari bobot untuk keseluruhan indikator yaitu 135,83 dimana berdasarkan gradasi yang dibuat skor tersebut menunjukkan bahwa kualitas pelayanan di Kantor Kelurahan Sako Baru berada dalam kategori baik. Lebih lanjut dapat dilihat dari 10 indikator dengan 17 item yang diukur, 15 diantaranya termasuk dalam kategori baik. Sedangkan dua lainnya berada dalam kategori tidak baik, yaitu berkenan dengan ketepatan waktu penyelesaian produk pelayanan dan tingkat kedisiplinan pegawai yang masih rendah. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kasimpulan bahwa kualitas pelayanan di Kantor Kelurahan Sako Baru setelah diadakan pelayanan secara keseluruhan termasuk dalam kategori baik, kendala yang dihadapi dalam pelayanan berkenan dengan kedisiplinan pegawai dan kepastian waktu pelayanan. Adapun saran yang dapat diberikan penulis berdasarkan hasil penelitian antara lain: pengadaan kegiatan kerja dengan memanfaatkan sambungan secara on-line ke tiap Kantor, mengadakan peningkatan keterampilan pegawai, penerapan sanksi yang tegas untuk setiap pegawai guna mewujudkan kualitas pelayanan bagi masyarakat setempat. Kata kunci : Kualitas pelayanan dan disiplin A. Latar Belakang Pemerintahan daerah merupakan bagian yang sangat penting dalam sendi negara kesatuan dan negara kesatuan republik Indonesia sangat memahami

2 2 pentingnya pemerintah daerah, hal ini dapat dilihat pada pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 yang telah diamademen, lebih lanjut pasal 18 ini menyebut bahwa negara kesatuan republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi lagi atas Kabupaten dan kota. Setiap Kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang di atur Undang-undang, jadi pada hakekatnya negara kesatuan republik Indonesia sangat menghargai pemerintahan daerah dan setiap pemerintah daerah diberikan otonomi daerah yang nantinya otonomi daerah tersebut pemerintah daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri, baik dalam melaksanakan pembangunan maupun memberikan pelayanan kepada masyarakat. Seiring dengan perubahan zaman dan dinamika kehidupan masyarakat harus dilayani dan terselenggaranya otonomi daerah yang nyata, dinamis dan tanggung jawab, maka penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah harus senantiasa terus meningkat. Beitu juga pada Kota Palembang, sehingga mambawa konsekuensi untuk peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan oleh sebab itu dalam penyelenggaraan pemerintahan harus direspon dengan berbagai kebijaksanaan pemerintahan yang tepat dan mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat. Otonomi daerah merupakan tema lama yang nampaknya selalu menemukan aktualitas dan relevansinya. Dikatakan tema 1 lama karena Undang-undang Dasar 1945 telah memberikan landasan yuridis yang jelas tentang eksistensi otonomi daerah. Seiring dengan ditetapkannya UUD 1945, sejak itu pengaturan tentang pemerintahan daerah dalam Undang-undang sebagai penjabaran pasal 18 mulai

3 3 ramai diperdebatkan, adapun Undang-undang tersebut yaitu sebagai berikut : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang komite nasional daerah, 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang pemerintah daerah, 3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1950 tentang pemerintahan negara Indonesia Timur, 4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, 5. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, 6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah, 7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, 8. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka jelas negara pada hakekatnya sangat menghargai hak-hak usul daerah yang telah di otonom sepenuhnya dalam mengatur rumah tangganya sendiri. Sedarmayanti (2003 : 3) menyebutkan bahwa : Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, yang pada hakekatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, masyarakat yang adil dan makmur, pemberian, pelimpahan dan penyerapan tugas-tugas kepada kepala daerah. Berdasarkan pendapat di atas maka otonomi daerah bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, selnjutnya Logeman (dalam Koswara, 2001 : 59) menyatakan otonomi

4 4 sebagai berikut : Bahwa kebebasan bergerak yang diberikan kepada daerah otonom berarti memberi kesempatan kepadanya untuk menggunakan prakarsanya sendiri dari segala macam kekuasaannya dan untuk mengurus kepentingan publik kekuasaan tindakan mereka yang diberikan kepada satuan-satuan kenegaraan yang memerintah sendiri daerahnya adalah kekuasaan yang berdasarkan inisiatif sendiri dan pemerintahan berdasarkan inisiatif sendiri. Berdasarkan hal-hal di atas maka Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan didaerah dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan kurang dapat menjalankan hal-hal tersebut. Undangundang Nomor 5 Tahun 1979 dinilai tidak sesuai lagi dengan jiwa Undangundang Dasar 1945 negara perlu mengakui serta menghormati hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa. Seiring dengan berjalannya reformasi dikeluarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang selanjutnya diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dilengkapi dengan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang menyangkut pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung pada keadaan dianggap penting. Namun demikian keluarnya Undang-undang otonomi daerah tersebut tidak akan berarti apa-apa apabila aspirasi masyarakat daerah tetap kurang diperhatikan, karena semangat dari kedua Undang-undang tersebut pada hakekatnya adalah sebagaimana pemerintah pusat merespon keinginan dan aspirasi masyarakat daerah sehingga pembangunan didaerah sesuai dengan kebutuhan kondisi daerah

5 5 tersebut. Untuk itu masyarakat diberikan dalam bentuk kewenangan dalam mengatur urusan rumah tangga sendiri, sehingga diharapkan akan terbentuk masyarakat yang bermartabat, sejahtera, dan merata diseluruh wilayah Indonesia. Sadu Wasistiono (2001 : 49) menyebut bahwa : Adanya perubahan kebijakan otonomi daerah perlu diikuti dengan penataan kembali organisasi pemerintahan daerah secara mendasar. Penataan daerah tersebut dapat berupa : a. Pembentukan unit organisasi baru. b. Penggabungan organisasi yang sudah ada. c. Penghapusan unit-unit yang sudah ada dan perubahan bentuk unit-unit yang telah ada. Berdasarkan hal di atas penyelenggaraan otonomi daerah dapat dengan penataan organisasi pemerintahan daerah agar otonomi daerah dapat berjalan dengan baik. Pasal 120 ayat 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Sedangkan menurut bab I Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2 Keluaraha adalah sebagai berikut : Kelurahan atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya disebut kelurahan adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.serta kelurahan lebih lanjut diatur dalam pasla 127 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai

6 6 berikut : 1. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan perda berpedoman pada peraturan pemerintah, 2. Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 di pimpin oleh Lurah yang adalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari bupati/walikota, 3. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 2 lurah mempunyai tugas : a. Pelaksanaan kegiata pemerintahan kelurahan b. Pemberdayaan masyarakat c. Pelayanan masyarakat, penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum dan d. Pemeliharaan sarana dan fasilitas pelayanan umum. 4. Lurah sebagaimana di maksud pada ayat 2 diangkat oleh bupati/walikota atas usul xamat dari Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, 5. Dalam melaksnakan tugas sebagaimana dimakdus pada ayat 3 lurah bertanggung jawab kepada bupati atau walikota melalui camat, 6. Lurah dalam melaksnakan tugas sebagaimana dimakdus pada ayat 3 dibantu perangkat kelurahan, 7. Perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud pada aya 6 bertanggung jawab pada lurah, 8. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas lurah sebagaimana pada ayat 3 dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang di tetapkan Perda, 9. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, ayat 3, ayat 4, ayat 6 dan ayat 7 ditetapkan dengan peraturan bupati atau walikota sesuai dengan perundang-undangan. Saat berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemetintahan daerah desa-desa yang berada dalam wilayah kota secara otomatis berubah statusnya menjadi kelurahan, setelah Undang-undang Nomor 22 taun 1999 tentang pemerintahan daerah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 seketika berubah dengan pembentukan daerah otonom kota, begitu pula dengan desa yang berada diperkotaan dalam pemerintahan kabupaten dan kota secara bertahap dapat diubah statusnya menjadi kelurahan dan kelurahan ada yang

7 7 di keluarkan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yaitu peraturan menteri dalam negeri Nomor 31 Tahun 2006 tentang kelurahan. Selanjutnya dari keluarahab-kelurahan yang ada di Kota Palembang tersebut beberapa kelurahan menurut pengamatan penulis memang sudah layak untuk dilakukan perubahan status dari 1 kelurahan menjadi 2 kelurahan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Serta dengan wilayah yang luas yang terdiri dari 16 kecamatan, maka pemerintah daerah Kota Palembang Selatan sanga dituntut keefktifannya dalam melaksanakan otonomi daerah khususnya untuk melaksnakan pelayanan dan pembangunan daerah, apalagi dikaitkan dengan prinsip organisasi abad 21 yaitu lebih kecil, lebih cepat, lebih terbuka dan lebih melebar. Seiring dengan dinamika masyarakat yang menuntut dapat memperoleh pelayanan yang baik, maka dilakukanlah perubahan kelurahan menjadi beberapa kelurahan oleh pemerintah daerah Kota Palembang, perubahan menjadi beberapa kelurahan juga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Wacana perubahan status perubahan menjadi beberapa kelurahan memang sudah lama berkembang dimasyarakat. Selanjutnya dari kelurahankelurahan yang ada di Kota Palembang tersebut beberapa kelurahan menurut pengamatan penulis memang sudah layak untuk dilakukan perubahan pemekaran menjadi 2 kelurahan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan Kota Palembang sangat di tuntut keefektifannya dalam melaksnakan otonomi daerah khususnya untuk melaksanakan pelayanan dan pembangunan di daerah, apabila dikaitkan denga prinsip organisasi abad 21 yaitu

8 8 lebih kecil, lebih capat, lebih terbuka dan lebih melebar. Seiring dengan dinamikan masyarakat yang menuntut untuk dapat emperoleh pelayanan yang baik, maka dilakukan perubahan kelurahan oleh Pemerintahan Daerah Kota Palembang, perubahan Keluraha Sako dan Sako Baru menjadi 2 kelurahan juga diharapkan dapat meingkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Perubahan kelurahan juga telah diatur secara tegas didalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Terutama pada pasal 5 juga menyebutkan bahwa persyaratan pemekaran kelurahan sebagai berikut : a) Luas wilayah; b) Jumlah penduduk; c) Prasarana dan sarana pemerintahan; d) Potensi ekonomi; dan e) Kondisi sosial budaya masyarakat. Selanjutnya perubahan desa menjadi kelurahan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negari Nomor 31 Tahun 2006 tentang pembentukan, pemekaran,penghapusan, penggabungan kelurahan. Adapun pemekaran kelurahan dalam Peraturan Menteri Dalam Negari adalah sebagai berikut : (1) Luas wilayah tidak berubah; (2) Jumlah penduudk paling sedikit 400 jiwa atau 900 KK untuk wilayah Jawa dan Bali serta paling sedikit 2000 jiwa atau 400 KK untuk diluar wilayah Jawa dan Bali; (3) Prasarana dan sarana pemerintahan yang memadai bagi terselenggaranya pemerintahan kelurahan; (4) Potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha jasa dan produksi serta keanekaragaman mata pencaharian; (5) Kondisi sosial budaya masyarakat berupa keanekaragaman status penduduk dan perubahan nilai agraris ke jasa industri; dan (6) Meningkatnya volume pelayanan. Menurut Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 19 Tahun 2007 tersebut,

9 9 disebutkan bahwa pemekaran menjadi 2 kelurahan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik masyarakat perkotaan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tingkat perkembangan kebutuhan pelayanan dan pembangunan. Salah satu Kelurahan yang di mekarkan di Kota Palembang adalah Kelurahan Sako Baru, Kelurahan ini merupakan salah satu Kelurahan dalam wilayah Kecamatan Sako. Kelurahan ini remi dimekarkan pada tahun 2007, dan salah satu hal yang menarik untuk diteliti sebagai dampak dari pemekaran itu. Penulis tertarik untuk meneliti masalah ini dalam bentuk karya ilmiah yang berjudul, ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DIKELURAHAN SAKO BARU KECAMATAN SAKO KOTA PALEMBANG SETELAH PEMEKARAN. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah penelitian sebagai berikut : 1. Pemerintah Kota Palembang belum siap dalam melaksanakan kebijakan pembentukan kelurahan baru, sehingga penetapan kebijakan pembentukan kelurahan baru terkesan dipaksakan. 2. Pengisian aparatur kelurahan atau perangkat kelurahan belum dilaksanakan dnegan baik, sehingga kebijakan perubahan pemekaran kelurahan yaitu Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2007 belum meningkatkan pelayanan masyarakat. 3. Prasarana dan sarana kelurahan baru tersebut masih minim.

10 10 4. Pelayanan umum kepada masyarakat setempat kurang maksimal. C. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan berpijak pada pembatasan masalah penelitian ini, maka perumusan masalah pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut : Bagaimanakah dampak kebijakan pemekaran Kelurahan Sako Baru, terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui dampak kebijakan pemekaran Kelurahan Sako Baru Kecamatan Sako, terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik. E. Kegunaan Penelitian a). Aspek Teoritis 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi media untuk pengembangan serta memperkaya kajian Ilmu Pengetahuan Administrasi Pemerintahan Daerah, khususnya mengenai kebijakan perubahan/pemekaran kelurahan. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan ilmu pengetahuan serta pemikiran penulis mengenai Ilmu Pemerintahan, khususnya mengenai Ilmu Pengetahuan Administrasi Pemerintahan Daerah dan kebijakan perubahan/pemekaran kelurahan.

11 11 b). Aspek Praktis 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, masukan dan informasi bagi Pemerintahan Daerah Kota Palembang dalam rangka memantapkan langkah dalam menentukan kebijakan selanjutnya yang berkaitan dengan kebijaksanaan/pemekaran kelurahan. 2. Pada saatnya diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai E. Landasan Teori bahan perbandingan dan masukan bagi peneliti yang akan datang. 1. Otonomi Daerah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah adalah mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. Lebih lanjut Santoso (2003 : 1) mengemukakan, otonomi daerah adalah suatu kondisi antara untuk memungkinkan terwujudnya suatu idealitas tertentu. Dengan demikian otonomi daerah bukanlah tujuan sebenarnya, melainkan perantara atau jembatan dalam mencapai tujuan yang sebenarnya. (Ermaya Suradinata : ). Selanjutnya Santoso (2003 : 1) mengatakan : Bahwa otonomi daerah diguliskan untuk memastikan bahwa penyelenggaraan bersifat kontekstual, sesuai dengan variasi lokal. Keberhasilan kebijakan otonomi daerah tidak hanya diukur dari sejauh mana ketentuan perundang-undangan tentang otonomi daerah, baik UU 22 Tahun 1999 yang telah berlaku maupun UU 32 Tahun 2004 yang menggantikannya berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya terimplementasikan. Salah satu ukuran penting yang tidak boleh dilupakan adalah sejauh mana penyelenggaraan pemerintah bersifat konstektual. Seandainya suatu daerah tersebut sebagian besar penduduknya adalah petani, maka keberhasilan otonomi daerah pada daerah tersebut diukur dari sejauh mana pemerintahan setempat hirau (concern) terhadap nasib petani, menyesuaikan diri terhadap kehidupan bertani, dan menfasilitasi

12 12 perkembangan di sektor pertanian dan sebagainya. Pernyataan diatas mengisyartkan dalam pemberian hak otonomi kepada daerah, pemerintah harus memperhatikan karakteristik khusus atau kekhasan suatu daerah. Otonomi daerah tidak bisa disamaratakan antar daerah dan oleh karenanya kekhususan dan kekhasan suatu daerah harus menjadi pertimbangan bagi Pemerintah Pusat dalam memberikan format otonomi daerah yang pas bagi daerah tersebut. 11 Dalam otonomi daerah yang mandiri dengan tingkat kemandirian iturunkan dari tingkat desentralisasi yang diselenggarakan. Semakin tinggi derajat desentralisasi semakin tinggi tingkat otonomi daerah. Daerah otonom itu sendiri merupakan konsekuensi logis dari kebijaksanaan desentralisasi. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, memberikan definisi : daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurt prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004, kewenangan yang dimiliki oleh daerah otonom tersebut untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Otonomi daerah merupakan perwujudan pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah yang membagi kekuasaan secara vertikal. Undangundang 32 Tahun 2004 pasal 1 (7) menyeburtkan, bahawa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk

13 13 mengatur urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan Oentarto dkk (2004:1) mengemukakan : Desentralisasi semula hanya dikenal sebagai teori pendistribusian urusan pemerintah yang ditempuh oleh pemerintah dengan berbagai pertimbangan yang digunakan agar penyelenggaraan urusan ini dapat lebih efektif, efisien dan akuntabel. Dalam prakteknya ternyata teori ini berkembang sedemikian pesat, sehingga diskursus mengenai desentralisasi sudah sampai tahap bagaimana membangun tata pemerintahan yang baik. Selanjutnya Rondinelli (dalam Oentarto dkk, 2004:19) menyatakan desentralisasi diharapkan dapat mengurangi beban kerja di pemerintah pusat. Desentralisasi juga dipandang akan meningkatkan daya tangap pemerintah kepada tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan pemerintah kepada rakyatnya. Desentralisasi juga akan meningkatkan efektivitas dalam membuat kebijaksanaan nasional, dengan cara medelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada para pejabat tingkat lokal untuk proyek-proyek pembangunan, agar sesuai dengan kebutiuhan dan kondisi setempat. Berdasarkan pandangan yang diuraikan oleh para ahli yang tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya desentralisasi adalah transfer kegiatan perencanaan, pengambilan keputusan, atau kewenangan adminstratif dari pemerintah pusat kepada organiasasinya di lapangan, unit administratif lokal dan semi otonom. Desentralisasi diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintah antara lain adalah untuk merangkas birokrasi yang rumit, mendekatkan pemerintah dengan masyarakat lokal sehingga masyarakat lebih terlibat dan berperan aktif dalam pembangunan serta memberi kesempatan kepada daerah untuk membuat kebijaksanaan di daerah yang sesuai dengan kebuthan dan kekhasan masyarakat di

14 14 daerah. Sedangkan otonomi daerah adalah wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah, yang memberikan kekuasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Makna dan Fungsi Pemerintah Pemerintah adalah bagian dari negara, seperti banyak tercantum dalam teori mengenai negara, unsur-unsur suatu negara umumnya terdiri dari wilayah, rakyat, pemerintah dan kedaulatan. Dalam konteks itu, menurut Plato (dalam Hamdi, 2002:2) bahwa Negara dibentuk dengan tujuan untuk menciptakan kebaikan bagi warga negara secara keseluruhan. Machiavelli (dalam Hamdi, 2002:2) menyatakan bahwa Negara menjadi suatu wahana bagi Negara untuk memperoleh kebajikan sosial dari perdamaian dan memperoleh kebebasan dari serangan pribadi. Selain itu juga Hobbes (dalam Hamdi, 2002:2) menyatakan bahwa negara juga merupakan bentuk kontrak sosial, baik untuk menghindari hidup yang kasar dan keji. Tujuan untuk menjadikan negara sebagai sarana sekaligus penjamin terwujudnya kebajikan dan ketertiban sosial tersebut membuat David Hume (dalam Hamdi, 2002:2) bahwa negara dan pemerintahan adalah persoalan kenyamanan. Menurutnya orang-orang lebih suka keadaan tertib dari pada keadaan kacau, dan mereka akan memberikan hampir semua hal bagi terwujudnya keadaan tertib tersebut. Dengan pemikiran itu, negara meskipun dibentuk oleh warga negara akan diikuti oleh semua negara sebagai acuan nilai dan kekuasaan.

15 15 Warga negara memerintah dan pada gilirannya diperintah. Dalam konteks negara ataupun pemerintahan, Hobes (dalam Mclver, 1985:29) mengemukakan : Pemerintah adalah yang lebih baik diantara dua hal yang buruk, yaitu sesuatu yang terpaksa di gunakan manusia untuk dapat lari keadaan alami yang tidak menyenangkan dan tidak menentu. Pemerintah merupakan sesuatu yang merampas kemerdekaan mereka yang mengekang segala nafsu dan keinginan alam mereka. Berbagai pendapat di atas keberadaan pemerintahan yang bernada negatif ataupun positif it dan terlepas dari berbagai perdebatan ternyata keberadaan pemerintahan masih sangat diperlukan oleh umat manusia sampai saat ini serta tak ada bangunan atau lembaga lain yang dapat sebagai pengganti negara. Sementara itu menurut Larson (dalam Budiman, 1996:84) negara dalah sebuah konsep inklusif yang meliputi semua pembuiatan kebijakan yang melaksanakan kebijakan dan sanksi hukumnya. Pemerintah adalah cuma sekedar agen yang melaksanakan kebijakan negara dalam masyarakat publik. Lebih spesifik Ndraha (1997:2) mengemukakan bahwa pemerintahan adalah gejala sosial, artinya terjadi di dalam huungan anggota masyarakat, baik individu dengan kelompok. Sementara itu David Easton (dalam Sunario, 1989:150) mengartikan pemerintahan atau proses memerintah merupakan kegiatan lembaga-lembaga untuk : 1. Mengutarakan kepentingan dan tuntutan masyarakat; 2. Membuat keputusan-keputusan, kebijaksanaan-kebijaksanaan, peraturanperaturan, perintah-perintah; 3. Melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan, peraturan-peraturan, perintah-perintah. 4. mencari pertemuan antara pendapat-pendapat yang bertentangan antar anggota masyarakat; 5. Memelihara kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan umum.

16 16 Sehubungan dengan hal itu Ndraha (1998:4-5) mengemukakan bahwa: Personifikasi pemerintah itu sendiri adalah birokrasi dengan aparat birokrasinya. Oleh karena itu, pemerintahan dalam menjalankan organisasinya didasarkan atas prinsip birokrasi, karena organisasi pemerintahan disamping fungsin politik juga memerlukan fungsi manajemen dan fungsi operasional. Untuk menjalankan fungsi operasional itu, birkrasi peerintah terdiri dari beberapa unit kerja teknis sesuai bidang yang ditetapkan yang memproduksi, mendistribusikan, mentrafer atau menjual alat pemenuhan kebutuhan sovereign dan kebutuhan consumer. Menurut Ndaraha (2000:6), bahwa pemerintah merupakan sebuah sisitem multiproses yang bertujuan melayani dan melindungi kebutuhan dan tuntunan yang akan diperintah akan barang, jasa public dan layanan sipil. Pada dasarnya pemerintah berperan menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan tujuan Negara, sebagaimana Rasyid (1996:13) menyatakan bahwa tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu system ketertiban di dalam mana masyarakat bisa menjalani kehidupannya yang wajar. Dengan kata lain pemenuhan kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara luas. Pelaksanaan pemerintahan haruslah diprioritaskan dan diorientasikan untuk maksud kesejahteraan masyarakat melalui fungsi pelayanan civil dan public, termasuk penyelenggaraan fungsi administrasi pemerintahan oleh aparatur yang disebut dengan birokrasi. Tugas-tugas pemerintah itu menurut Rasyid (1996:48), dapat diringkas menjadi tiga fungsi hakikih pemerintahan, yaitu : pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment) dan pembangunan (development). Pelayanan akan membuahkan keadilan dalam masyarakat,

17 17 prmberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat, dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat. Ndarah (2000:78-79) membedakan fungsi pemerintah yaitu fungsi primer dan fungsi sekunder, yang menjelaskan lebih lanjut dari kedua fungsi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : Fungsi primer yaitu fungsi yang terus menerus berjalan dan berhubungan positif dengan keberdayaan yang diperintah pemerintah berfungsi primer sebagai provider jasa public yang tidak diprivatisasikan termasuk jasa hankam dan layanan civil termasuk layanan birokrasi. Fungsi sekunder pemerintah berhubungan negative dengan tingkat keberdayaan yang diperintah pemerintah berfungsi sekunder sebagai provider kebutuhan dan tuntunan yang diperintahakan barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi sendiri karena masih lemah dan tidak berdaya, termasuk penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana. Bardasarkan pendapat-pendapat ahli di atas maka fungsi dan tugas pokok yang melekat dalam diri pemerintah menuntut untuk dapat diselesaikan secara cepat dan tiba pada saat dibutuhkan. Berkaitan dengan hal ini pemerintahjuga harus dapat melakukan/memenuhi ketiga fungsi tersebut sesuai dengan tuntunan dan harapan masyarakat. Kepincangan dalam melakukan fungsi-fungsi tersebut akan berakibat pada munculnya berbagai masalah baru yang pada akhirnya akan menyulitkan pemerintah untuk menjalankan fungsinya. 3. Konsep Perubahan Operasional Perubahan mengandung arti sebagai suatu proses. Proses ini mengalami beberapa transisi,. Hasil dari suatu proses ialah adanya kemajuan atau kemunduran, integrasi atau disentegrasi. Bintarto (1993:71) mengemukakan bahwa segala apa yang hidup mengalami perubahan. Perubahan baik bersifat material maupun non material, dapat positif atau negative, tergantung pada

18 18 pengarugh luar yang diterima dan diolah penduduk setempat. Perubahan dapat menghasilkan social change, economical change, technological change, cultural change dan sebagainya. Istilah evolusi pada penngertian proses yang lambat, ada kontinuitas dan arah tertentu yang menuju kearah kemajuan atau kemunduran. Di dalam istilah proses ada arah tertentu dalam suatu yang lebih pasti, yaitu suatu perubahan yang mengarah kepada tujuan yang nyata. Bintarto (1993:71:75) mengelompokkan perubahan sebagai berikut : 1. Perubahan yang lambat atau cepat, tetapi terus maju; 2. Perubahan kearah kemajuan, tetapi pada suatu saat terjadi kemunduran yang tidak terduga; 3. Perubahan yang kadang-kadang maju, kadang-kadang mundur; 4. Manusia dan lingkungan berpengaruh terhadap perubahan, Manusia dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan dalam usaha mengelola lingkungan dapat terjadi beberapa perubahan sebagaimana di kemukakan Binarto (1993:71-75) a. perubahan perkembangan, yakni perubahan yang terjadi setempat dimana perubahan-perubahan itu masih dapat dilaksanakan di tempat itu dengan tidak usah mengadakan perpindahan. Jadi, perencanaan pengembangan daerah masih dapat dilaksanakan didaerah itu sendiri, mengingat masih adanya ruang dan fasilitas dan sumber-sumber setempat. b. Perubahan lokasi dari suatu unit kegiatan, yakni perubahan yang terjadi disuatu tempat yang mengakibatkan adanya suatu rencana atau gejala perpindahan suatu bentuk aktivitas atau perpindahan sejumlah penduduk dari daerah itu kedaerah lain, karena daerah itu sendiri tidak mampu lagi mengatasi masalah yang timbul dengan sumber dan swadaya yang ada. c. Perubahan tata laku, perubahan ini merupakaan sikap, perilaku atau tata laku dari penduduksetempat dalam usaha menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi didaerah tersebut. Dalam hal ini dilaksanakan restrukturisasi dari seluruh pola kegiatan dalam daerah tersebut. Perlu diketahui bahwa persepektif organisasi beberapa pengertian mengenai perubahan. Sedarmayanti (2003:48)mengemukakan sebagai berikut : 1. perubahan adalah sebuah fenomena alami. 2. perubahan adalah berkesinambungan dn terus berlanjut.

19 19 3. tujuan perubahan adalah untuk membantu kelangsungan hidup dan pertumbuhan. 4. kelangsungan hidup dan pertumbuhan tergantung pada adaptasi terhadap sebuah lingkungan yang berubah. 5. Lingkungan dan dapat disedang di pengaruhi dan di bentuk oleh tindakantindakan dan keputusan-keputusan organisasi. 6. belajar dari pengalaman adalah penting untuk proses adaptasi dan perubahan yang sukses. 7. individu-individu baik kea rah yang sama maupun yang unik. Organisasi mengalami perubahan dalam rangka mencapai tujuan. Perubahan ini terjadi bukan saja karena lingkungan dimana organisasi itu sendiri berubah. Perubahan tujuan organisasi ini merupakan suatu keharusan agar organisasi dapat menyesuaikan dengan tuntunan dan keinginan masyarakat. Hammer dan Champy dalam Sedarmayanti (2004:172) memberikan batasan mengenai perubahan sebagai reengineering. Lengkapnya dikemukakan bahwa reengineering is fundamental rethinking and radical redesign of business to achieve dramatic improvement in criticial contemporary of performance, such as cost quality, service and speed. Berdasarkan defenisi di atassedarmayanti (2004: ) memberikan empat kata kunci, yaitu : a. fundamental, mengandung arti bahwa perubahan yang dilakukan dalam organisasi bisnis (organisasi apapun, termasuk pemerintahan0 harus dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat mendasar, misalnya visi, misi, tujuan organisasi, serta aturan yang mendasari beroperasinya organisasi dan lainnya. b. Radical, mengandung arti bahwa proses perekayasaan ulang organisasi harus mengenai akar permasalahannya dan bukan bedah muka agar organisasi tersebut terlihat baik c. Dramatical, mengandung arti bahwa perubahan tidak dimaksudkan untuk menghasilkan perubahan yang sifatnya marjinal atau bertahap, sebaliknya justru menghasilkan perubahan yang sifatnya merupakan terobosan baru yang berorientasi ke masa depan.

20 20 d. Process, artinya adalah sekumpulan kegiatan yang membutuhkan satu atau beberapa jenis masukan untuk menghasilkan kelurahan yang memiliki nilai tambah bagi pelanggan. Selanjutnya Ermaya Suradinata (1996:10) menyatakan bahwa ada tiga pilar dalam rangka penyempurnaan administrasi yaitu penyempurnaan sumber daya manusia, penyempurnaan ketatalaksanaan (metode manajemen) dan penyempurnaan kelembagaan (struktur organisasi). Barhubung dengan penyempurnaan kelembagaan, suatu organisasi perlu menyesuaikan diri dengan melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi itu sendiri. Karena organisasi merupakan tempat atau wahana proses kegiatan kumpulan orang-orang yang bekerja sama, mempunyai fungsi dan wewenang untuk mengerjakan usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan (Suradinata, 1996:26). Perlu dicermati bahwa pada dasarnya pengembangan organisasi merupakan upaya yang secara sadar dan terencana dilakukan oleh organisasi dengan tujuan agar organisasi selalu mampu menyesuaikan diri dengan perubahan dan tuntunan lingkungan, sedangkan sasaran dari pengembangan organisasi tersebut terutama adalah struktur organisasi. Sasaran organization development (OD) menurut Alexander Winn (dalam Gibson, 1996:584) adalah merubah sikap atau nilai, memodifikasi perilaku, serta merubah struktur dan kebijakan, sedangkan menurut Robinns (1996:428), sasaran organization development (OD) adalah manusia, struktur, teknologi dan proses organisasi. Klasifikasi struktur termasuk perubahan yang mempengaruhi distribusi kewenangan, alokasi imbalan, tambahan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dampak menurut Gorys Kerap dalam Otto Soemarwoto (1998:35), adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dampak menurut Gorys Kerap dalam Otto Soemarwoto (1998:35), adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Dampak Dampak menurut Gorys Kerap dalam Otto Soemarwoto (1998:35), adalah pengaruh yang kuat dari seseorang atau kelompok orang di dalam menjalankan tugas dan kedudukannya

Lebih terperinci

SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (Studi Kasus di Pasar Gawok, Desa Geneng, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo Periode Tahun 2009-2010) SKRIPSI Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 7 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah

I. PENDAHULUAN. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator aparatur didalam sebuah birokrasi lebih berjaya hidup di dunia barat dari pada di dunia timur. Hal ini dapat dipahami,

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PERUBAHAN STATUS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan menjadi bahasan yang penting dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan menjadi bahasan yang penting dalam penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan publik merupakan unsur yang penting dalam meningkatkan kualitas hidup sosial di dalam masyarakat manapun(saragih,2005). Dewasa ini kualitas pelayanan menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA, DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas kepada tingkat bawahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimal dari bagian organisasi demi optimalisasi bidang tugas yang di

BAB I PENDAHULUAN. optimal dari bagian organisasi demi optimalisasi bidang tugas yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kinerja secara umum dapat dipahami sebagai besarnya kontribusi yang diberikan pegawai terhadap kemajuan dan perkembangan di lembaga tempat dia bekerja. Dengan demikian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menerangkan bahwa negara Indonesia terdiri dari daerah-daerah provinsi dibagi atas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN KAMPUNG DAN PERUBAHAN STATUS KAMPUNG MENJADI KELURAHAN DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN SETATUS DESA MENJADI KELURAHAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 07 Tahun 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang pelayanan pemerintah menjadi sorotan umum,

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang pelayanan pemerintah menjadi sorotan umum, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang pelayanan pemerintah menjadi sorotan umum, disebabkan masih buruknya kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparat pemerintah. Seperti yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2007 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2007 T E N T A N G PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 8 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 8 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN KAMPUNG DAN PERUBAHAN STATUS KAMPUNG MENJADI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR : 01 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : a. bahwa batas desa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat. Pastinya kemajuan teknologi dan informasi menuntut birokrasi untuk beradaptasi dalam menghadapi dunia global

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 10 TAHUN : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. BUPATI BOGOR, bahwa sebagai

Lebih terperinci

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Pendahuluan Program Legislasi Nasional sebagai landasan operasional pembangunan hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku dan sikap orangorang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN, PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kependudukan Banyak hal yang terkait bilamana kita akan membahas topik kependudukan terlebih pada wilayah administrasi kependudukan dengan berbagai hal yang melekat di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di kalangan birokrat, politisi,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DALAM WILAYAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN,PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Hal ini dapat dilihat pada

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Hal ini dapat dilihat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Hal ini dapat dilihat pada pembagian wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 15 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 15 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 15 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 02 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN/ATAU PENGGABUNGAN DESA/ KELURAHAN SERTA PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LIMA PULUH KOTA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Adanya

I. PENDAHULUAN yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Adanya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Siak terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Adanya beberapa perubahan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok manusia sangat diperlukan untuk dapat bersosialisasi dan bekerja

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok manusia sangat diperlukan untuk dapat bersosialisasi dan bekerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai makhluk sosial pada dasarnya manusia memiliki sifat bersosialisasi, berkomunikasi, bekerja sama, dan membutuhkan keberadaan manusia yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memacu pertumbuhan di berbagai sendi kehidupan seperti bidang ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. memacu pertumbuhan di berbagai sendi kehidupan seperti bidang ekonomi, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan di berbagai daerah di Indonesia telah berhasil memacu pertumbuhan di berbagai sendi kehidupan seperti bidang ekonomi, politik, pendidikan,

Lebih terperinci

Pelayanan Publik yang Berorientasi pada Pelanggan. Oleh: Marita Ahdiyana

Pelayanan Publik yang Berorientasi pada Pelanggan. Oleh: Marita Ahdiyana Pelayanan Publik yang Berorientasi pada Pelanggan Oleh: Marita Ahdiyana Abstrak Salah satu peran strategis aparatur pemerintah dalam mewujudkan good governance adalah memberikan pelayanan prima kepada

Lebih terperinci

APA ITU DAERAH OTONOM?

APA ITU DAERAH OTONOM? APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN SLEMAN PERIODE DESEMBER TAHUN 2015

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN SLEMAN PERIODE DESEMBER TAHUN 2015 LAPORAN HASIL PELAKSANAAN SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN SLEMAN PERIODE DESEMBER TAHUN 2015 A. LATAR BELAKANG Meningkatnya tuntutan masyarakat atas kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan pemerintahannya menekankan asas desentralisasi yang secara utuh dilaksanakan di daerah kota/kabupaten

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 39 Tahun : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 39 Tahun : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 39 Tahun : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

Lebih terperinci

PELAYANAN PUBLIK OLEH PEMERINTAH DAERAH MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN PUBLIK

PELAYANAN PUBLIK OLEH PEMERINTAH DAERAH MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN PUBLIK PELAYANAN PUBLIK OLEH PEMERINTAH DAERAH MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN PUBLIK , Apa itu otonomi daerah? APA ITU DAERAH OTONOM? kesatuan masyarakat hukum dalam wilayah tertentu kesatuan budaya dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2007 SERI E =============================================================

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2007 SERI E ============================================================= LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2007 SERI E ============================================================= PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN STATUS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 14, 2003 PEMERINTAH DAERAH. Pemerintahan Daerah. Provinsi. Kabupaten. Kota. Desentralisasi. Dekosentrasi. Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, PENGHAPUSAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan disuatu Negara dapat dilakukan melalui sistem sentralisasi maupun desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi segala urusan dilakukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 15 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa dalam upaya percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara tentu memiliki tujuan dan cita-cita nasional untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara tentu memiliki tujuan dan cita-cita nasional untuk menciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara tentu memiliki tujuan dan cita-cita nasional untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur. Didalam mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 8-2003 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 89, 2007 OTONOMI. PEMERINTAHAN. PEMERINTAHAN DAERAH. Perangkat Daerah. Organisasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang berorientasi pada upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah seperti diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah seperti diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan otonomi daerah seperti diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang luas nyata

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 15 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa dalam upaya percepatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 9 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 9 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 9 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI

Lebih terperinci

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN. A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR PERALIHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN A. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan pengertian desa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan.

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah pada dasarnya adalah upaya untuk mengembangkan kemampuan ekonomi daerah untuk menciptakan kesejahteraan dan memperbaiki kehidupan material secara adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN

PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 94 TAHUN 2007 Oleh : ROMI TRIAWAN No. Mahasiswa : 05410426

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Birokrasi merupakan instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 27 TAHUN 2006 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 1 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Negara Republik Indonesia saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Negara Republik Indonesia saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN Salah satu diantara negara-negara yang sedang berkembang adalah Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan disegala bidang

Lebih terperinci