PERAN PENDIDIK TERHADAP TINGKAH LAKU MURID SUATU TINJAUAN FILOSOFIS BERDASARKAN FILSAFAT ESENSIALISME PENDAHULUAN 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN PENDIDIK TERHADAP TINGKAH LAKU MURID SUATU TINJAUAN FILOSOFIS BERDASARKAN FILSAFAT ESENSIALISME PENDAHULUAN 1"

Transkripsi

1 PERAN PENDIDIK TERHADAP TINGKAH LAKU MURID SUATU TINJAUAN FILOSOFIS BERDASARKAN FILSAFAT ESENSIALISME PENDAHULUAN 1 Berkaitan dengan judul makalah peran pendidik terhadap tingkah laku murid 2, peran guru kemudian menjadi sangat penting atau vital. Guru tidak hanya sekedar mentrasfer 3 pengetahuan melainkan lebih dari itu, guru sebagai pendidik harus memberikan pengaruh dan teladan. 4 Peran pendidik dalam sudut pandang ini adalah upaya secara terus menerus dala proses pemberian bantuan kepada anak didik agar supaya anak didik dapat mengenali diri dan bertingkah laku wajar. 5 Hal mengenali diri 6 dalam proses pemberian bantuan merupakan hal penting sehingga anak dalam mengaktualisasikan diri, 7 dapat mengaktualisasikannya secara wajar tanpa person. Dalam hal ini, peserta didik dapat mengaktualisasi diri secara utuh 8 sehingga tingkah laku ataupun karakter sebagai nilai 9 yang dituju bahkan sebagai ultim 10 dapat tercapai. Dalam melaksanakan profesinya, profesional harus mengacu pada standar profesi. Standar profesi adalah prosedur dan norma-norma dan prinsip-prinsip yang dipergunakan sebagai pedoman agar keluaran kuantitas dan kualitas pelaksanaan profesi tinggi sehingga kebutuhan orang dan masyarakat ketika diperlukan dapat dipenuhi. 1 Makalah ini merupakan pengembangan dari Artikel yang telah saya muat di Jurnal Dinamika Pendidikan (JDP), Universitas Kristen Indonesia, Fakultas FKIP, pada edisi Juli Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah murid serarti dengan pelajar dan pada umumnya berada di jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Karena itu, penulis menggunakan istilah anak dalam penulisan ini, seyogyanya merujuk pada istilah murid. Hal ini lebih dipengaruhi oleh permasalahan psikologis khususnya psikologi perkembangan. 3 Bandingkan tiga filosofi pendidikan: behavirostik, konstruktifistik dan destruktifistik 4 Dalam konteks budaya Jawa, guru dipandang sebagai pribadi yang digugu dan ditiru. 5 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, hlm George R. Knight, Isu-isu dan Alternatif dalam Filosofi Pendidikan, Bogor: Yayasan Kasih Abadi, Sebuah terobosan dari filsafat eksistensialisme adalah manusia harus berusaha mendefinisikan pokok dari dirinya. Bagaimana ia datang dalam aktivitas kehidupannya dengan membuat pilihan dan mengembangkannya. 7 Noh Ibrahim Boiliu, Pengantar Filsafat, Jakarta: STTB The Way, Hal aktualisasi diri oleh sebagian orang dipandang sebagai hal yang biasa. Namun harus diketahui bahwa individu dalam mengaktualisasikan diri, ia akan mengaktualisasikan diri dalam cara beradanya dan dalam cara ia mempersepsi dunianya. 8 P.A. vander weij, Filsuf-filsuf Besar Tentang Manusia, Yogyakarta: Kanisius, Weij berpendapat bahwa manusia harus tampil secara total sebagai manusia dalam nilai. 9 Max Scheler, memandang nilai dalam konteks filsafat axiologi (axios) 10 Bandingkan dengan, Adelbert Snidjers, Filsafat Manusia, Jogjakarta: Kanisius,

2 Berkaitan dengan makalah yang sedang dibahas dalam konteks filsafat pendidikan, filsafat pendidikan dikembangkan oleh Aristoteles, Augustinus dan John Locke tentang proses pendidikan sebagai bagian dari system filsafat, konteks teori-teori etika, politik, epistemology, dan metafisika. 11 Sedangkan bidang-bidang kajian yang masuk dalam ilmu 11 Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 2005, hlm. 82 2

3 pendidikan adalah sejarah pendidikan, psikologi pendidikan dan sosiologi pendidikan. Berikut hubungan filsafat dengan teori pendidikan. FILOSOFIS IDEALISME REALISME POSITIFISME NEOSKOLASTIKISME Bagan 1 (George R Knight, 2006:80) Teori PENDIDIKAN ESENSIALISME BEHAVIORISME PERENEALISME Jadi, jika demikian, seperti apakah peran pendidik terhadap tingkah laku anak dalam sudut pandang Filsafat esinsealisme? Secara singkat akan diuraikan dalam makalah ini. REKONSTRUKSIONISME MASA DEPAN PRAGMATISME PROGRESIFISME HUMANISME EKSISTENSIALISME PENDIDIKAN DI LUAR SEKOLAH 3

4 PERAN PENDIDIK TERHADAP KELAKUAN MURID DALAM PERSPEKTIF ALIRAN FILSAFAT ESENSIALISME A. Peran Pendidik Guru sebagai pendidik ataupun sebagai pengajar merupakan faktor penentu keberhasilan pendidikan di sekolah. Tugas guru yang utama adalah memberikan pengetahuan (cognitive), sikap/nilai (affective), dan keterampilan (psychometer) kepada anak. Adlan mengemukakan bahwa: Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, kompetensi guru dibagi dalam tiga bagian yaitu: (1) kompetensi kognitif, yaitu kemampuan dalam bidang intelektual, seperti pengetahuan tentang belajar mengajar, dan tingkah laku individu, (2) Kompetensi afektif, yaitu kesiapan dan kemampuan guru dalam berbagai hal yang berkaitan dengan tugas profesinya, seperti menghargai pekerjaannya, mencintai mata pelajaran yang dibinanya, dan (3) kompetensi perilaku, yaitu kemampuan dalam berperilaku, seperti membimbing dan menilai 12 Sedangkan Sudjana mengemukakan empat kompetensi guru: (1) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, (2) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya, (3) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat, dan bidang studi yang dibinanya, dan (4) mempunyai keterampilan teknik mengajar. 13 Banyak peran yang diperlukan dari guru sebagai pendidik seperti yang disebutkan Djamarah. Djamarah mencatat tiga belas peran yang harus dilakukan guru atau pendidik Korektor. Sebagai korektor guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan buruk, keduanya harus betul-betul dipahami oleh seorang guru dalam kehidupannya di masyarakat. Koreksi yang harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik tidak hanya di sekolah, tetapi di luar sekolah pun harus dilakukan. Sebab tidak jarang diluar sekolah anak didik justru lebih banyak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma susila, moral, sosial dan agama yang hidup di masyarakat. 2. Inspirator. Sebagai inspirator guru harus dapat memberikan ilham atau petunjuk bagi kemajuan belajar anak didik. Petunjuk itu tidak harus dengan teori-teori belajar namun dapat juga melalui pengalaman. 12 Aidin Adlan Hubungan Sikap Guru Terhadap Matematika dan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja. Matahari No.1. hlm Nana Sudjana Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru, hlm Saiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik, Jakarta, Rineka Cipta, 2008, hlm

5 3. Informator. Sebagai informator guru harus bisa memberikan informasi tentang perkembangan ilmu teknologi, karena informasi yang baik dan efektif masih diperlukan dari seorang guru. 4. Organisator. Sebagai organisator sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru selain mengajar, guru juga memilki pengelolaan kegiatan akademik, misalnya dalam menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik. 5. Motivator. Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar 6. Inisiator. Guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. 7. Fasilitator. Guru hendaknya dapat menyediakan fasilitator yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik. 8. Pembimbing. Peranan ini harus dipentingkan, karena kehadiran guru di seklah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa, susila yang cakap. 9. Demonstrator. Tidak semua pelajaran dapat anak didik pahami melihat intelegensia yang anak miliki, guru harus berusaha membantunya. 10. Pengelola Kelas. Guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru. 11. Mediator. Guru hendaknya memilki pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik media non material maupun materiil. 12. Supervisor. Guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. 13. Evaluator. Guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. Selain Djamarah, Sijabat juga mencatat dua belas peran pendidik 15 yang harus dikerjakan, yakni: 1. Guru berperan sebagai pendidik, yang memperlengkapi anak didik dengan berbagai kebutuhan supaya bertumbuh kuat dan dewasa. 2. Guru sebagai pengajar dan pembelajar.guru harus mempersiapkan diri dengan baik ketika ia akan mengajar, maka terlebih dahulu ia juga perlu belajar. 15 B.S. Sijabat, Mengajar Secara Profesional, Bandung: Kalam Hidup, 2009, hlm

6 3. Guru sebagai pelatih, yang berfokuskan pada pemberian keterampilan pada peserta didik agar siap terjun dalam dunia kerja, 4. Guru sebagai fasilitator, dimana guru harus memahami kebutuhan belajar peserta didik, untuk itu ia harus mempersiapkan berbagai sarana dan prasarana pengajaran dengan baik, 5. Guru sebagai motivator, guna memberi semangat peserta didik dalam belajar. 6. Guru sebagai pemimpin, yang mempunyai otoritas dalam mengelola terjadinya proses pembelajaran. 7. Guru sebagai komunikator yang berperan sebagai penyampai informasi berkaitan dengan hasil belajar peserta didik, serta penyampai berbagai informasi yang didapat berkaitan dengan proses pembelajaran. 8. Guru sebagai agen asosiator, yang berperan memberikan tugas dalam tim belajar peserta didik.guru sebagai agen asosiator juga berperan sebagai penengah guna terjadinya interaksi edukatif yang menyenangkan. 9. Guru sebagai pembimbing, yang selalu melakukan pendekatan kepada peserta didik guna mendengar keluh-kesah dan memberikan solusi yang tepat. 10. Guru sebagai pemberita Injil, yang berperan menjelaskan Injil melalui pendekatan pribadi atau kelompok. 11. Guru sebagai imam dan nabi, yang berperan sebagai pengantara antara peserta didik dan Tuhan Allah.Sebagai imam atau nabi guru juga berperan sebagai pelayan guna menyampaikan berkat Allah kepada peserta didik. 12. Guru sebagai teolog, yang berperan menyampaikan kebenaran-kebenaran teologi yang bersumber pada Alkitab yang dikemas berdasarkan kebutuhan peserta didik. Tabel peran guru, Djamarah dan Sijabat NO JENIS PERAN NO JENIS PERAN 1 Korektor 1 Pendidik 2 Inspirator 2 Pengajar dan Pembelajar 3 Informator 3 Pelatih 4 Organisator 4 Fasilitator 5 Motivator 5 Motivator 6 Inisiator 6 Pemimpin 7 Fasilitator 7 Komunikator 8 Pembimbing 8 Asosiator 9 Demonstrator 9 Pembimbing 10 Pengelola kelas 10 Pemberita Injil 11 Mediator 11 Imam dan nabi 12 Supervisor 12 Teolog 13 Evaluator Dari tabel di atas, kita mendapati bahwa ada perbedaan antara peran guru secara umum dan guru Kristen. Sebagai guru Kristen, sudah harus tahu bahwa Anda (guru) adalah pemberita 6

7 Injil dan teolog bukan sekadar kolektor rupiah. Harus ada sebuah pembayangan yang bersifat futuristik. Peran guru tentu berada dalam taraf keterhubungan antar personal, gurumurid/pendidik-nara didik. Menurut Thomas Gordon, 16 hubungan guru murid dikatakan baik apabila hubungan itu memilki sifat keterbukaan sehingga baik guru maupun murid saling bersikap jujur dan membuka diri satu sama lain; tanggap bilamana seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain; saling ketergantungan antara satu dengan yang lain; kebebasan yang memperbolehkan setiap orang tumbuh dan mengembangkan keunikannya, kreatifitasnya dan kepribadiannya; saling memenuhi kebutuhan, sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak terpenuhi. Bagaimanpun juga kelakuan murid tentu dipengaruhi juga oleh kelakuan guru. Ada beberapa tipe hubungan guru-murid: a. Tipe peranan guru yang dominan atau otoriter. Di mana guru selalu mendominasi atau selalu menguasai serta menentukan dan mengatur kelakuan murid dan menginginkan konformitas dalam kelakuan mereka. Guru ini sering mencampuri apa yang dilakukan oleh murid sehingga sering menimbulkan konflik antara guru dengan murid. Dari hasil penelitian guru yang otoriter, suka mencela. Marah dan sering menyindir. biasanya tidak disukai oleh peserta didiknya. Biasan murid atau peserta didik juga tidak akan menyukai pelajaran yang diampu oleh guru tersebut yang pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajar siswa itu sendiri. b. Tipe peranan guru yang Integratif atau Demokratif. Pada tipe ini guru sekedar memberikan saran kemudian anak didik dapat menentukan sendiri menurut kemampuan dan cara masing-masing. Murid diajak berunding untuk merencanakan pelajaran dalam mecapai tujuan yang ditentukan bersama. Guru yang bersifat demokratif cocok untuk urikulum yang student centered. Sikap serupa ini lebih mengembangkan kepribadian anak menjadi orang yang dapat berdiri sendiri, dapat memilih sendiri dengan tanggung jawab. Dalam suatu penelitian ternyata bahwa pertambahan pengetahuan murid dalam pelajaran rendah korelasinya dengan taraf disukainya guru oleh murid, ternyata gur yang demokratif bukan guru yang efektif dalam menyampaikan ilmu, walaupun penelitian ini belum dapat dipercayai sepenuhnya, namun dapat memberi petunjuk bahwa guru yang demokratif tidak sebaik guru yang otoriter dalam menambah pengetahuan murid. 16 Thomas Gordon, Guru yang Efektif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990, hlm. 26 7

8 Ketika guru berada di tingkat realisasi peran, maka guru mau tidak mau harus membangun hubungan yang persuasif dan kondusif. Persuasifitas dan kondusifitas hubungan yang dikehendaki adalah hubungan yang demokratis-paternalistik (tanpa motivasi eksploitir hak-hak individual). Keberhasilan guru sebagai pendidik dalam memainkan perannya sehingga berpengaruh terhadap kelakuan murid adalah guru harus memperhatikan komunikasinya dengan murid. B. Filsafat Esensialisme Pada bagian ini, akan dipaparkan definisi esensialisme, hakikat esensialisme dan diakhiri dengan esensialisme dalam pendidikan. Sedangkan tokoh dari aliran filsafat ini tidak akan dibahas secara mendetail, hanya akan disebutkan di catatan kaki. Di setiap bidang studi keilmuan, pasti dicari landasan berpikir filosofisnya. Termasuk di dalamnya pendidikan. Filsafat pendidikan yang dianut akan memberikan arah bahkan sebagai metode pendekatan dalam mencari arah ke tingkat penerapan. Menurut Peterson, the philosophy of education is the attempt to bring the insights and methods of philosophy to bear on the educationed enterprise. 17 Teori dapat menjadi titik berangkat menuju aktifitas penerapan. Kedua wilayah ini, teori-praktek menjadi bagian penting, these two dimensions of philosophy have an impact on educational theory at key point...as a subject matter (metaphysics and epistemology) and as an activity (this is the intellectual functions: syntetic, analytic, descriptive, and normative). 18 Dalam konteks ini, sangat penting filsafat (pendidikan) dalam membangun teori pendidikan. Sebab, sejak sebuah teori pendidikan dibangun kita sudah dapat mengerti filsafat apa dibalik teori tersebut. Dalam prosesnya (pendidikan), kita dapat memahaminya sehingga akhir dari teori tersebut apakah dapat membangun nilai, baik di tingkat personal maupun masyarakat umum. Tentu ini berkaitan dengan pengaruh pendidikan terhadap pribadi dan masyarakat. Hal senada juga diungkapkan oleh Maritain dalam esaynya, Thomist Views on Education, 19 bahwa ada hubungan bahkan 17 Michael L. Peterson, Philosophy of Education. Issues and Options, Illionis: InterVarsity Press, 1999, p Ibid, p Bandingkan dengan, George F. Keneller, Introduction to the Philosophy of Education, p Kneller menyebutnya three modes of philosoph. Speculative, prescriptive, and the analytic. 19 Nelson B. Henry (ed), Modern Philosophies and Education. The Fifty-fourth Year Book of the Natioal Society for the Study of Education, part I, Illionis: University of Chichago Press, 1960, p

9 pengaruh antara education and the individual, 20 school and society, 21 school and religion. 22 Filsafat dan pendidikan merupakan dua term saling terkait ketika kita membicarakan filsafat pendidikan. Tidak dapat dinafikan bahwa filsafat pun berkonsentrasi dengan teori. Philosophy is primarily concerned with theory, the examination of ideas and ideals. Ideas about the meaning of the human venture, of the existence of God, the nature of knowledge, the principles of morality Dalam hal ini, para pengajar profesional harus menyadari bahwa berpikir logis-analitik adalah sangat penting. Di sinilah, penting filsafat dapat membangun konsep dimaksud. 1. Definisi Filsafat 24 dan Esensialisme. Untuk memahami arti esensi maka kita perlu membuat analisis etimologis antara kata esensi dan eksistensi. Eksistensi sendiri berbeda dengan esensi. Dalam bahasa Latin istilah esentia memiliki kesepadanan arti dengan istilah ousia dalam bahasa Yunani yang artinya ada. Esensi adalah apa yang membuat sesuatu menjadi apa adanya. 25 Dalam hal ini esensi mengacu pada permanenitas sesuatu dan berlawanan dengan sesuatu yang temporal, berubahubah atau fenomenal. 26 Eksistensi tidak sama arti dengan esensi dan aksidensi. Arti yang luas dari aksidensi adalah segala sesuatu yang ditambahkan pada substansi. Fungsinya sebagai determinasi (untuk mendeterminir atau membatasi) lebih lanjut terhadap substansi (Latin: substantia artinya bahan, hakikat, zat, isi. Dari kata sub berarti di bawah dan stare berarti 20 Ibid, p. 70. Maritain mengangkat kembali pemikiran Aquinas ars co-operativa naturae. Pengaruh ini adalah bahwa murid akan berubah dengan adanya pendidikan. Jika demikian, dalam desain kurikulum, kurikulum tidak didesain untuk guru melainkan murid. Itulah yang dikutip oleh Maritain dari Thomas Aquinas, the principal agent in the educational process is not teacher nut the student 21 Ibid, p Ibid, p. 83. Maritain melihat hal ini pada tingkat pendidikan moral dan agama (moral education and religion). Pada point teaout God and the relation of man to Godching of theology, ia mengatakan bahwa truth to be known about and relation of man to God matters more to religious faith than human action to regulated. 23 Peterson, ibid, p Untuk definisi filsafat, cukuplah di sini kita katakan Istilah filsafat dalam bahasa Yunani disebut philosophia dari akar kata philos artinya cinta dan sophos berarti hikmat, kebijaksanaan, kearifan atau sahabat. Philosophia berarti mencintai hikmat; sahabat hikmat atau mencintai kearifan. Istilah ini dalam bahasa yang lain, Arab falsafah; Inggris philosophy selalu merujuk pada pengertian yang sama dengan philosophia dalam bahasa Yunani. Definisi tadi hanya sebatas definisi literal. Sebab setiap filsuf selalu berangkat dengan konsep dan definisi yang berfariatif. Artinya konsep dan definisi para filsuf tidak sama. Dalam World Book, dikatakan, Philosophy is a study that seeks to understand the mysteries of existence and reality. It tries to discover the nature of truth and knowledge and to find what is of basic value and importance in life. It also examines the relationships between humanity and nature and between the individual and society. 25 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 2007, hlm Fenomenal merupakan istilah yang sudah lazim. Meski demikian, dalam konteks ini, fenomenal mengacu pada istilah fenomen (gejala) dan berbeda pula dengan nomenon (numin = inti) 9

10 berdiri atau berada ). Aksiden membutuhkan substansi untuk melekat. Istilah da sein (da artinya di sana dan sein berarti berada ) menurut Heidegger sama dengan istilah eksistensi. 2. Hakikat Esensialise Esensialisme merupakan aliran filsafat yang muncul dari pertemuan idealisme 27 dan realisme 28 (perhatikan bagan Knight). Tidak mungkin kita mengerti esensialisme tanpa memahami dua aliran pembentuk esensialisme. Idealisme 29 dan realisme 30 adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. 31 Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman. 27 Perhatikan catatan Knight tentang idealisme pada halaman Idealisme dalam tataran filosofisnya lebih merupakan suatu metafisika, di mana akal sebagai suatu realitas ada. Maka segi epistemologinya adalah apakah realitas akal sebagai ada tadi dapat diketahui atau tidak. Jika ya maka apakah mentodenya; bahkan jika sudah diketahui realitas dari akal, maka apa manfaatnya (axiologis). Jika tidak bermanfaat maka tidak berfungsi (bandingkan dengan tiga alam pikiran yang dikemukakan van Peursen dalam strategi kebudayaan. Di mana alam pikir ketiga adalah tahap fungsionalis. Dapat membacanya dalam buku Strategi Kebudayaan). Di sisi axilogis inilah titik tolak pragmatisme. Idealisme pun sebetulnya menemukan kekuatannya dalam pemikiran Imanuel Kant. Kant juga sebenarnya memadukan dua pemikiran yang sebelumnya menjadi pokok perdebatan antara kaum rasionalis (Rene Deskartes dengan semboyan Cogito Ergo Sum juga Cogito Aliquid) dengan kaum empiris (John Locke, David Hume, Francis Bacon, dll). Dari sini jualah, analisis-analisis deduktifis dan induktifis. Yang kemudian hari diadopsi teologi yang mana digunakan dalam ilmu herneneutika dan secara teknis digunakan dalam tafsir. Dalam hubungannya, idealisme-pendidikan, kaum idealis melihat manusia sebagai perluasan dari pribadi individu yang sempurna; kesempurnaan sebagai orientasi. Apapun yang dikerjakan, maka akan dikerjakan sejauh mereka dapat. Bagi kaum idealis, pengajar adalah pribadi yang dengan dunia kesempurnaan pengetahuan. 28 J. Donald Butler, Four Philosopies. And their praktice in education and religion, New York: Harper & Brothers Publisher, 1957, p Konsentrasi filsafat realisme adalah to see in what way the rationale of the school is conceived by realists. Dalam konteks ini, John Amos Comenius berkata man is not made a man only by his biological birth. If he is to be made a man, human culture must give direction and form to his basic potentialities. Realisme vs Idealisme; kebebasan berpikir vs abstraksi; Aristoteles vs Plato (murid vs guru); universalitas vs individualitas. Di sinilah pemikiran John Locke tentang teori tabula rasa (pikiran adalah sebuah lembaran kosong) dan Anda akan menerima pengaruh dari lingkungan. Dalam tataran, akal realitas; realitas akal inilah idealisme dan realisme bersebrangan. Idealisme memandang akal sebagai realitas (realitas ada di dalam akal) sedangkan realis memandang kehidupan manusialah yang membentuk kenyataan. Di siniah kita dapat mengerti epistemologi dari realisme yakni kebenaran melalui observasi dengan memanfaatkan metode induktif (bandingkan Metode Kuantitatif dan kualitatif). Bahkan dikemudian hari beralih pada teori korespondensi (misalnya, apakah benar bahwa bahasa Roh mempengaruhi kelakuan murid). 29 Bandingkan dengan,j. Donald Butle, iidealism in Education, New York: Harper and Row Publishers, Wm. Oliver Martin, Realism in Education, New York: Harper and Row Publishers, George R. Knight, Philosophy and Education. An Introduction in Christian Perspective, Michigan: Andrews University Press, 1980, p

11 Esensialisme tidak sepaham dengan perenealis dan progresifis. Dalam aliran esensialis, prinsip utama mereka adalah: The school s first task is to teach bacic knowledge, leraning is hard work and requires disciple, the teacher is the locus of clssroom authority. 32 Tiga prinsip esensialis dalam pendidikan bila dilihat berkaitan dengan kurikulum maka dapat didesain bertinggkat, mulai dari pengetahuan dasar, penerapan dari pengetahuan dasar dan bahwa guru sebagai pusat. Meski dala istilah yang berbeda namun sama dalam isi, Kneller juga berkata demikian, the essentialist devote their main efforts to (a) reexmaning curricular matters, (b) distinguishing the essential and the nonessential in school programs, and (c) reestablishing the authority of the teacher in the classroom. 33 Dari pemikiran Knight dan Kneller, guru memainkan peran penting seperti yang disebutkan pada point ketiga yakni teacher is the locus of classroom authority atau reestablishing the authority of the teacher in the classroom. Guru dituntut untuk mempersiapkan diri secara baik, baik dari segi kepribadian maupun penguasaan materi sehingga dapat mendesain kelas dengan lebih baik. Dengan catatan, guru harus menyadari bahwa yang belajar adalah murid bukan guru, karena itu harus mempersiapkan sesuai kebutuhan murid. Sebagaimana aliran-aliran filsafat sebelumnya seperti idealisme, realisme, pragmatisme, progresivisme dan lain-lain yang memiliki pandangan tentang pendidikan, aliran esensialisme juga memiliki pandangan yang berkaitan dengan pendidikan. Secara umum, persoalan pendidikan yang disoroti oleh aliran esensialisme adalah bagaimana sebenarnya tujuan pendidikan yang ideal?, bagaimana konsep kurikulumnya.?, Dan apa peran guru dan sekolah untuk mempersiapkan subjek didik yang diinginkan oleh penganut esensialime.? Kurikulum. Dalam konteks peran guru, Pazmino mengatakan bahwa para pendidik yang menganut filsafat esensialisme menekankan keunggulan akademis, penguatan intelek, serta transmisi dan asimilasi dari sekaian mata pelajaran yang wajib sifatnya. 34 Ini berarti dalam desain kurikulum para desainer akan benar-benar menyadari (konteks filsafat esensialisme) hal apa yang akan ditekankan dan dari segi marketing, hal yang diunggulkan itu ditawarkan. Dengan kata lain ou put sudah terbayangkan ketika kurikulum didesain. hlm Knight, ibid, p Kneller, ibid, p Robert W. Pazmini, Fondasi Pendidikan Kristen, Jakarta: BPK Gunun Mulia-STT Bandung, 2012, 11

12 Pembayangan itu (futuris) bukan tanpa alasan sebab telah tergambar melalui desain kurikulum. Dengan demikian out put seperti apa sudah terbayangkan. Metode. Metode yang ditawarkan dalam filsafat esensialisme adalah penelitian dengan logika yang cermat. 35 Perhatikanlah bahwa dua hal ini, penelitian dan logika yang cermat merupakan dua cara yang berbeda dalam idealisme dan realisme. Kekayaan berpikir dari idealisme, yakni kekuatan dalam abstraksi, kemampuan konseptual, logika, dll diadopsi ;; sejalan dengan itu, kekayaan berpikir dari realisme pun diadopsi, yakni penelitian sebagai cara. Hal ini akan disokong oleh teori korespondensi. Guru. Para esensialistik berpandangan bahwa pendidik teladan adalah seorang yang mengerti kesusastraan dan ilmu pengetahun, yang mengikuti perkembangan zaman modern dan yang telah mencapai tingkat seorang ahli dalam kompetensinya. 36 Pemikiran ini khas idealistik. Guru dipandang sebagai knower and thinker atau guru menjadi rule model bagi murid. Disamping guru menjadi rule model-nya murid, para esensialitik juga tidak menafikan bahwa peserta didik dipandang sebagai makhluk rasional yang menguasai fakta-fakta esensial dan keterampilan yang menunjang disiplin intelektualnya dalam rangka menyesuaikan diri dengan lingkungan secara fisik dan sosial. 37 Kekuatan dan kelemahan filsafat esensialisme. Kekuatan dari teori ini adalah pada dsiplin belajar yang tinggi dan penelitian. Namun kelehaman dari teori ini adalah bahwa kecenderungannya pada rasionalis. Hal ini juga yang dikemukakan Pazmino bahwa bisa mengarah pada ekskulsivisme 38 rasionalistik bahkan tidak berhubungan dengan pengalaman yang bersifat personal atau korporat. 39 Padahal, logikanya seseorang yang sudah belajar, dapat menekuni bidangnya dan memiliki hubungan personal yang baik. Jika itu yang dipikirkan maka itu bisa disebut idealisme dalam belajar. 3. Teori Pendidikan Esensialis Jika filsafat esensialisme diadaptasikan dalam teori pendidikan dan juga teori belajar maka bagi pihak yang membahas materi pelajaran dapat mempertimbangkan kebutuhan siswa untuk dapat hidup produktif. Materi pelajaran tersebut bebas dari spekulasi dan perdebatan serta bebas dari bias politik dan agama. Secara umum esensialisme adalah model pendidikan transmisi yang bertujuan untuk membiasakan siswa hidup dalam masyarakat masa kini. 35 Loc, cit. Boleh kita katakan bahwa gaya filsafat dan teori pendidikan esensialisme merupakan model akomodatif sebab mengakomodir, gaya idealisme dan realisme 36 Loc, cit 37 Loc, cit 38 Op, cit, hlm Loc, cit 12

13 Konsep dasar pendidikan esensialisme adalah bagaimana menyusun dan menerapkan program-program esensialis di sekolah-sekolah. Tujuan utama dari program-program tersebut di antaranya 1) Sekolah-sekolah esensialis melatih dan mendidik subjek didik untuk berkomunikasi dengan logis. 2) Sekolah-sekolah mengajarkan dan melatih anak-anak secara aktif tentang nilai-nilai kedisiplinan, kerja keras dan rasa hormat kepada pihak yang berwenang atau orang yang memiliki otoritas. 3) Sekolah-sekolah memprogramkan pendidikan yang bersifat praktis dan memberi anak-anak pengajaran yang mempersiapkannya untuk hidup. 4) tetap mengusung semangat idealisme dan realisme, yakni berpikir logis dan adaptatif. 13

14 MASALAH-MASALAH LAPANGAN Sebuah artikel dalam majalah TIMES mencatat bahwa generasi saat ini adalah generasi yang mengalami krisis secara global. Walaupun pada realitanya tidak semua mengalami krisis, tetapi searah perkembangan zaman generasi ini sudah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mengubah seluruh aspek kehidupan. Stephen Tong mengatakan bahwa: Generasi ini dipengaruhi beberapa faktor yang jika dibiarkan dan tidak ada pembimbingan secara serius dan terus menerus maka akan memunculkan generasi pemberontak. Beliau menyebutkan beberapa faktor itu antara lain: media massa yang memberikan sajian gambar amoral,penyalahgunaan obat-obatan terlarang secara berlebihan, konsep intelektualitas menggantikan moralitas, gerakan zaman baru yang memberikan harapan-harapan palsu. 40 Hal-hal di atas menurut Stephen Tong akan memunculkan generasi pemberontak. Itu berarti sudah kehilangan norma, tata krama, dan nilai-nilai agama. 41 Banyak hal yang dilakukan oleh generasi ini khususnya anak dan remaja yang sejak kecil sudah dicekoki oleh suguhan yang mengandung unsur kekerasan, di mana unsur-unsur budaya sudah hilang. Gambaran tentang anak ideal bagi negara dan terutama bagi orang tua sudah mulai hilang mengingat kondisi yang dialami oleh anak-anak dan remaja saat ini. Sebuah survey yang telah dilakukan oleh pemerhati anak dan remaja pada tahun 2005/2006 menunjukkan kemerosotan yang begitu drastis mengenai keadaan anak yang semakin parah seiring perkembangan zaman. Hasil survey tersebut menunjukkan: a. 51 anak bunuh diri b. 67 remaja meninggalkan rumah c. 21 remaja melahirkan di luar rumah d. 24 anak di bawah umur melakukun aborsi e. 686 anak menggunakan obat-obatan terlarang f. 169 menyalahgunakan minuman keras. 42 Data yang diperoleh di atas menunjukkan hal yang menakutkan karena merupakan suatu kemerosotan nilai-nilai moral yang semakin lama jika tidak ditanggulangi akan semakin parah. Data di atas wajar terjadi jika sedari dini anak-anak dan remaja tidak diberi bekal yang mendalam seperti nilai-nilai agama, sosial, norma dll karena dari para pendidik seperti orangtua, guru, pengajar tidak memberikannya. 40 Stephen, Tong,, Arsitek Jiwa 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2001), hlm Bandingkan dengan, Paul Lewis, 40 Cara Mengarahkan Anak, Bandung: Kalam Hidup, 1997, Pada Bagian 27, Lewis mengetengahkan tips mengajarkan kejujuran kepada anak. Baginya, kejujuran merupakan salah satu nilai inti yang dapat membentuk integritas dan kepribadian anak. 42 Seto, Survey Anak Masa Kini, Artikel, Kompas, 20 November 2006, Kol 4. 14

15 Sedapat mungkin mereka harus menerima pembinaan dan pembimbingan yang terbaik, dari segi jasmani, rohani, pendidikan, dan kebutuhan lainnya. Pemenuhan segi ini merupakan hak yang wajib dimiliki oleh anak dan anak berhak untuk mendapatkan semua itu. Selain itu anak juga memiliki hak istimewa yang lain yaitu setiap anak berhak mendapatkan perlakuan yang baik, menerima pendidikan yang layak, menerima bimbingan yang terus menerus. Tetapi pada realitanya kita sering mendapatkan anak-anak mendapat perlakuan yang tidak baik, baik dari keluarga maupun dari lingkungannya. Rose Mini dalam bukunya Perilaku Anak Usia Dini mengatakan bahwa: Anak merupakan hal terpenting bagi penerus generasi oleh sebab itu anak berhak mendapatkan yang terbaik dalam hidupnya seperti hidup yang layak,pendidikan yang terjamin, kebutuhan jasmani dan rohani yang cukup dll. 43 Setiap hak di atas dapat dimiliki oleh anak jika guru dan orang tua sadar akan keberadaannya sebagai pendidik yang sangat bertanggungjawab akan perkembangan dan tingkah laku anak. Hal ini juga disampaikan oleh Sarumpaet bahwa pendidikan yang lengkap adalah pendidikan yang seimbang. 44 Keseimbangan pendidikan dapat dilihat pada segi, jasmani, mental dan spiritual. Dalam hal ini, karakter menjadi hal penting dalam pendidikan. Ellen White dalam Sarumpaet mengatakan, karakter adalah usaha yang paling penting yang pernah diberikan kepada manusia...pembangunan karakter adalah tujuan luar biasa dari sistem pendidikan yang benar. 45 Setuju dengan Sarumpaet bahwa jika pendidikan bukanlah untuk mendidik dan mengembangkan tabiat atau tingkah laku anak maka buat apa membuat sistem pendidikan. Sistem pendidikan tidak hanya berfokus pada how know tetapi juga how do. Jika pendidikan karakter terpinggirkan atau menjadi tujuan nomor dua, tiga dan selanjutnya maka kita akan mendapati sistem pendidikan yang pincang (partial). Maka jangan heran jika korupsi menggurita. Ini juga berarti filosofi pendidikan harus diubah. 43 Rose Mini, Perilaku Anak Usia Dini, (Jakarta:Kalam Hidup, 2002), hlm R.I. Sarumpaet, Rahasia Mendidik Anak, Bandung: Indonesia Publishing House, 2005, hlm Ibid 15

16 ANALISIS DAN SOLUSI A. Analisis Seperti pemaparan di atas tentang peran yang harus dimainkan guru, maka tidak berlebihan jika dikatakan guru memiliki pengaruh dan peran yang besar terhadap kelakuan anak. Sebab mendidik anak tidak hanya sebagian dari hidupnya atau bersifat parsialitis. Dalam memainkan perannya, guru harus memiliki konsep yang utuh (bukan partial) tentang anak didik sebagai manusia. Sentot Sadono 46 dalam bukunya Psikologi Pendidikan sepaham bahwa manusia itu homo potens dan harus dilihat secara utuh. Sebab hal yang paling mendesak untuk diimplementasikan adalah membuka ruang berpikir yang lebih konstruktif dalam menanggapi pola pendidikan yang dikerjakan atas bangsa ini yang cenderung bahkan sudah terbukti melanggar keberadaan manusia sebagai homo potens. Pendidikan harus menjawab bahwa selain sebagai makhluk spesifik yang dilengkapi dengan kemampuankemampuan biologis dalam kehidupannya manusia tidak hanya sepenuhnya diprogram oleh kemampuan biologisnya. Starch dalam membahas problem dan cakupan psikologi pendidikan, mengatakan bahwa education is production of useful changes in human beingis. 47 Starch kemudian mengklasifikasikan change atau perubahan dalam tiga divisi. These change mey be classified in to three divisions: change in knowledge, in skills, and in ideals. 48 Jika pendidikan diasumsikan sebagai yang membawa perubahan, baik perubahan pengetahun, keterampilan dan ide. Bagi Starch, ketiga divisi perubahan di atas memiliki pengaruh yang besar sebab bagaimanapun dapat dipahami secara neurologis. Telah menjadi prinsip umum dalam proses pendidikan bahwa pendidik harus mengenal anak didik. Hal mengenal anak didik merupakn kunci penting dalam memainkan peran dan dalam memberikan pengaruh. Para pendidik berusaha mengenal, mengerti dan mengasihi peserta didik mereka sehingga pengajarannya berbicara langsung pada kebutuhan peserta didik. 49 Ini harus disadari oleh pendidik jika ingin berhasil dalam menjalankan perannya. 46 Sentot Sadono, Psikologi Pendidikan, Semarang: STBI, 2011, hlm Daniel Starch, Educational Psychology, Michigan: Univ. Of Wisconsin, 1929, p Ibid 49 Pazmino, Fondasi Pendidikan Kristen, op, it. hlm. 5 16

17 Bahkan Pazmino mengusulkan agar para pendidik sosiologis dan psikologis 50 dalam proses pendidikan. Bahwa: mempertimbangkan fondasi Fondasi psikologis memberikan pengetahuan bagi pendidik untuk mengerti bagaimana caranya mengerti perkembangan seseorang, belajar, dan berinteraksi dengan orang lain. Pengertian ini juga bisa didapatkan dari fondasi sosiologis agar para pendidik mengerti bagaimana pendidik berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai kelompok orang dan struktur yang berhubungan dengan latar pendidikan, apakah di rumah, sekolah, gereja atau suatu komunitas. Dampak dari faktor sosiologi pada fondasi psikologi ini mengindikasikan adanya interaksi antar-berbagai dimensi yang berbeda dalam proses pendidikan, dan juga adanya potensi keterbatasan dari cara pandang pendidikan yang analitis, atau sangat sistemik Diagram sistem Dari segi sosiologisnya 52 adalah bahwa Pendidikan sedapat mungkin harus diperjuangkan dan didasarkan pada pemberdayaan manusia pada keunikannya dan dalam persatuannya dengan diri dan lingkungannya. Pendidikan harus menjawab manusia akan perbuatannya, baik itu menyangkut keputusan bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain atau masyarakat. Sebab itu, guru harus mengerti perannya yang krusial dalam mendidik murid. Seperti run down Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan, bahwa dalam ruang lingkup tersebut ada pengaruh sekolah terhadap perilaku dan kepribadian semua pihak di lembaga pendidikan. 53 Artinya, ada pengaruh (dalam rugas yang diberikan, dosen memilih peran) kepribadian guru/tenaga kependidikan terhadap kelakuan anak/peserta didik. 54 Kedua bidang di atas menjadi sangat penting dalam pendidikan. Jika peran guru dimainkan dengan baik maka kemungkinan untuk menekan tindakantindakan yang mengarah pada tindakan yang fandalistik dan sejenisnya dapat ditekan. Ini 50 Loc, cit, hlm. 5. Ilmu psikologi dan ilmu pendidikan bagaikan koin atau uang logam yang masingmasing sisinya memberi kontribusi nilai yang sama dan sama-sama menjadikannya bermakna. Permasalahan pendidikan yang tidak pernah ada habisnya telah membuat para ahli pendidikan senantiasa mengupayakan sebuah bangunan pendidikan yang lebih baik, yang tidak manusia dari kehidupannya yana adalah seutuhnya sebagai sasaran pendidikan. Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud untuk membantu peserta didik (sebagai manusia utuh) untuk mengembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Pemahaman pendidik terhadap hakikat manusia akan membentuk peta tentang karakteristik manusia yang akan rnenjadi landasan dan acuan baginya dalam bersikap, menyusuh strategi, metode dan teknik, serta memilih pendekatan dan orientasi dalam merancang dan melaksanakan komunikasi transaksional di dalam interaksi edukatif' 51 Loc, cit, hlm. 5. Psikologi memberikan kontribusi untuk membangun pemahaman yang lebih baik tentang tujuan pendidikan, yaitu dengan mendefinisikan tujuan pendidikan tersebut membuat tujuan semakin lebih jelas; yakni dengan membuat pembatasan tujuan tersebut menunjukan kepada kita apa yang bisa dilakukan dan apa yang tidak bisa: dan dengan mempertimbangkan hal-hal baru yang harus dibuat menjadi bagian dan tujuan tersebut 52 H.Mahmud, Sosiologi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, Hlm Peran guru dalam konteks sosiologi, berada dalam ranah sosiologi pendidikan dan tujuan sosiologi pendidikan. 53 Ibid 54 Loc, cit, hlm. 18. Domaian kajian sosiologi pendidikan adalah interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok bahkan di luar sistem. 17

18 berarti, setiap orang yang ingin menjadi guru harus berpikir dua kali lipat sebelum memutuskan menjadi guru. Tidak hanya karena motiv ekonomi sebagai faktor pendorong. Selain faktor keilmuan, maka yang perlu dipertimbangkan adalah pendidikan karakter dalam konstelasi pendidikan nasional Indonesia. Meski materi ini belum sepenuhnya masuk dalam kurikulum pendidikan nasional. Dengan kata lain masih mencari status dalam kurikulum pendidikan nasional. Hal ini pun dipersoalkan oleh Doni Koesoema A 55 dalam bukunya Pendidikan Karakter. Utuh dan Menyeluruh. Jika filsafat esensialisme diadaptasikan dalam teori pendidikan dan juga teori belajar maka bagi pihak yang membahas materi pelajaran dapat mempertimbangkan kebutuhan siswa untuk dapat hidup produktif. Materi pelajaran tersebut bebas dari spekulasi dan perdebatan serta bebas dari bias politik dan agama. Secara umum esensialisme adalah model pendidikan transmisi yang bertujuan untuk membiasakan siswa hidup dalam masyarakat masa kini. Konsep dasar pendidikan esensialisme adalah bagaimana menyusun dan menerapkan program-program esensialis di sekolah-sekolah. Tujuan utama dari program-program tersebut di antaranya 1) Sekolah-sekolah esensialis melatih dan mendidik subjek didik untuk berkomunikasi dengan logis. 2) Sekolah-sekolah mengajarkan dan melatih anak-anak secara aktif tentang nilai-nilai kedisiplinan, kerja keras dan rasa hormat kepada pihak yang berwenang atau orang yang memiliki otoritas. 3) Sekolah-sekolah memprogramkan pendidikan yang bersifat praktis dan memberi anak-anak pengajaran yang mempersiapkannya untuk hidup. 4) tetap mengusung semangat idealisme dan realisme, yakni berpikir logis dan adaptatif B. Solusi Dari uraian dan analisis di atas maka solusi yang ditawarkan adalah 1. Krusial bahwa ketika para desainer kurilum mendesain kurikulum, bayangkanlah seolaholah Anda atau kita yang mendasai kurikulum tersebut akan ada di dalamnya (analoginya: sorang desainer busana membayangkan busana yang didesainnya jika dipakai oleh di Mr atau Mrs. X akan terlihat anggun, cantik, dsb atau jika ia yang menggunakannya betapa cantiknya). 2. Guru /pendidik harus mengerti fungsi pokok kependidikan atau keguruan sehingga guru/pendidik dapat menjalankan tugas secara profesional. 55 Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter. Utuh dan Menyeluruh, Jogjakarta: Kanisius,

19 3. Guru/pendidik harus mengenal muridnya dengan baik. Tujuannya adalah agar guru dapat menawarkan solusi yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Sebab murid memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Guru sebai yang digugu dan ditiru harus dapat memahami perbedaan tiap individu Cara pandang guru terhadap murid harus diubah. Murid bukan objek melainkan subjek 2011, hlm E. Handayani Tyas, Memahami Perbedaan Individu, Jakarta: Jurnal Dinamika Pendidikan, vol. 4, 19

20 KESIMPULAN Guru atau pendidik tidak perlu menjadi risau dengan kelakuan murid. Yang harus dipikirkan oleh guru adalah bagaimana mengajar secara profesional dengan memperhatikan peran-perannya baik sebagai fasilitator, mediator, moderator, motivator, organisator, administrator, evaluator, dan lain-lain, maka adalah tidak mungkin tidak memberikan pengaruh pada murid. Guru/pendidik perlu mengembangkan tipe peranan guru yang Integratif atau Demokratif. Pada tipe ini guru sekedar memberikan saran kemudian anak didik dapat menentukan sendiri menurut kemampuan dan cara masing-masing. Murid diajak berunding untuk merencanakan pelajaran dalam mecapai tujuan yang ditentukan bersama. Memperlakukan orang lain seperti diri kita adalah kunci memahami setiap pribadi. Guru sebagai tenaga ahli telah dibekali dengan keilmuan, Psikologi Pendidikan dan khususnya guru Kristen, Kristus harus menjadi figur dan panutan secara patoka dalam memainkan peran. Alhasil guru dapat memahami perta didiknya baik dalam sifat, gaya belajar, perilaku, sikap, karakter, perangai maupun hobby. Sebagai guru dalam memainkan peran, kita dapat membayangkan bagaimana anak didik, suatu saat akan berada di pentas dunia untuk mementaskan hasil karya (proses belajar) dan kita sebagai guru/pendidik adalah seorang yang pernah ada dalam hidupnya, ikut menyokong dia dalam pementasan itu. 20

KONSEP DAN METODE PEMBELAJARAN UNTUK ORANG DEWASA (ANDRAGOGI)

KONSEP DAN METODE PEMBELAJARAN UNTUK ORANG DEWASA (ANDRAGOGI) KONSEP DAN METODE PEMBELAJARAN UNTUK ORANG DEWASA (ANDRAGOGI) Oleh: Drs. Asmin, M. Pd Staf Pengajar Unimed Medan (Sedang mengikuti Program Doktor di PPS UNJ Jakarta) Abstrak. Membangun manusia pembangunan

Lebih terperinci

MOTIVASI GURU TERHADAP PEMBELAJARAN ANAK TUNAGRAHITA MAMPU DIDIK DI SLB NEGERI 2 YOGYAKARTA SKRIPSI

MOTIVASI GURU TERHADAP PEMBELAJARAN ANAK TUNAGRAHITA MAMPU DIDIK DI SLB NEGERI 2 YOGYAKARTA SKRIPSI MOTIVASI GURU TERHADAP PEMBELAJARAN ANAK TUNAGRAHITA MAMPU DIDIK DI SLB NEGERI 2 YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

HUBUNGAN MINAT BELAJAR SISWA DENGAN HASIL BELAJAR IPS DI SD GUGUS 1 KABUPATEN KEPAHIANG SKRIPSI

HUBUNGAN MINAT BELAJAR SISWA DENGAN HASIL BELAJAR IPS DI SD GUGUS 1 KABUPATEN KEPAHIANG SKRIPSI HUBUNGAN MINAT BELAJAR SISWA DENGAN HASIL BELAJAR IPS DI SD GUGUS 1 KABUPATEN KEPAHIANG SKRIPSI Oleh: RESSA ARSITA SARI NPM : A1G009038 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Skripsi. disajikan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Oleh. Muhamad Farid 1401409015

Skripsi. disajikan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Oleh. Muhamad Farid 1401409015 PENINGKATAN HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS TEORI BELAJAR BRUNER PADA SISWA KELAS IV SDN KALIGAYAM 02 KABUPATEN TEGAL Skripsi disajikan

Lebih terperinci

NI KOMANG SRI YULIANTARI NPM.:

NI KOMANG SRI YULIANTARI NPM.: SKRIPSI MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN BANGUN RUANG SISI DATAR MELALUI IMPLEMENTASI CTL DENGAN BANTUAN ALAT PERAGA PADA SISWA KELAS V A SD NEGERI 10 KESIMAN TAHUN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 28 BAB II KAJIAN PUSTAKA 3. Hasil Belajar Matematika 3. Hasil Belajar Kemampuan untuk melakukan suatu kegiatan belajar semua diperoleh mengingat mula-mula kemampuan itu belum ada. Maka terjadilah proses

Lebih terperinci

MODEL MENGAJAR DALAM PEMBELAJARAN: ALAM SEKITAR, SEKOLAH KERJA, INDIVIDUAL, DAN KLASIKAL

MODEL MENGAJAR DALAM PEMBELAJARAN: ALAM SEKITAR, SEKOLAH KERJA, INDIVIDUAL, DAN KLASIKAL MODEL MENGAJAR DALAM PEMBELAJARAN: ALAM SEKITAR, SEKOLAH KERJA, INDIVIDUAL, DAN KLASIKAL Muhammad Idris Usman Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) DDI Parepare Kampus Pontren DDI Lilbanat, Jl. Abu Bakar Lambogo

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS LOKAL DALAM MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL.

PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS LOKAL DALAM MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS LOKAL DALAM MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL 1 Syukri Hamzah A. PENDAHULUAN Dampak dan hasil pendidikan lingkungan hidup yang telah

Lebih terperinci

MATA KULIAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

MATA KULIAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK MATERI KULIAH MATA KULIAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK Oleh: Maryati, M.Pd SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) BIMA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

Lebih terperinci

Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut melalui Metode Debat Aktif dalam Layanan Bimbingan Kelompok

Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut melalui Metode Debat Aktif dalam Layanan Bimbingan Kelompok Penelitian Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut Melalui Metode Debat Aktif Meningkatkan Pemahaman Studi Lanjut melalui Metode Debat Aktif dalam Layanan Bimbingan Kelompok Cahyo Purnomo E-mail : dominggo_coy@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan secara historis telah ikut menjadi landasan moral dan etik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan secara historis telah ikut menjadi landasan moral dan etik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara historis telah ikut menjadi landasan moral dan etik dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Di samping itu pendidikan juga merupakan variabel

Lebih terperinci

PERCAYA DIRI, KEINGINTAHUAN, DAN BERJIWA WIRAUSAHA: TIGA KARAKTER PENTING BAGI PESERTA DIDIK

PERCAYA DIRI, KEINGINTAHUAN, DAN BERJIWA WIRAUSAHA: TIGA KARAKTER PENTING BAGI PESERTA DIDIK PERCAYA DIRI, KEINGINTAHUAN, DAN BERJIWA WIRAUSAHA: TIGA KARAKTER PENTING BAGI PESERTA DIDIK Das Salirawati FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta email: das.salirawati@yahoo.co.id Abstrak: Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN DORONGAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN EKONOMI SISWA KELAS XI SMUN I SUTOJAYAN BLITAR

SKRIPSI PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN DORONGAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN EKONOMI SISWA KELAS XI SMUN I SUTOJAYAN BLITAR SKRIPSI PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN DORONGAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN EKONOMI SISWA KELAS XI SMUN I SUTOJAYAN BLITAR Oleh ESTI MUFIDATUL CHUSNA 05130029 JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENGERTIAN DAN LANDASAN KODE ETIK PESERTA DIDIK. Kode etik (ethical cade), adalah norma-norma yang mengatur tingkah

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENGERTIAN DAN LANDASAN KODE ETIK PESERTA DIDIK. Kode etik (ethical cade), adalah norma-norma yang mengatur tingkah 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENGERTIAN DAN LANDASAN KODE ETIK PESERTA DIDIK 1. Pengertian Kode Etik Peserta Peserta Didik Kode etik (ethical cade), adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

Lebih terperinci

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PROFESIONALISME GURU TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN PAGUYANGAN KABUPATEN BREBES

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PROFESIONALISME GURU TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN PAGUYANGAN KABUPATEN BREBES PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PROFESIONALISME GURU TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN PAGUYANGAN KABUPATEN BREBES TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada Universitas

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA TIGA DIMENSI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

PENGGUNAAN MEDIA TIGA DIMENSI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA PENGGUNAAN MEDIA TIGA DIMENSI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Penelitian Tindakan Kelas di MI Terpadu Fatahillah Cimanggis Depok) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Lebih terperinci

MEWUJUDKAN KEPEMIMPINAN GENERASI MUDA DENGAN KEWIRAUSAHAAN

MEWUJUDKAN KEPEMIMPINAN GENERASI MUDA DENGAN KEWIRAUSAHAAN MEWUJUDKAN KEPEMIMPINAN GENERASI MUDA DENGAN KEWIRAUSAHAAN Wiwin Siswantini, Soekiyono Dosen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka Dosen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka wiwin@ut.ac.id

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : LUH PUTU DIANI SUKMA NPM : 07.8.03.51.30.1.5.1069

SKRIPSI OLEH : LUH PUTU DIANI SUKMA NPM : 07.8.03.51.30.1.5.1069 i SKRIPSI MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI PADA SISWA KELAS V SDN 8 DAUH PURI

Lebih terperinci

STUDI KOMPARASI IMPLEMENTASI DUA MODEL RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI SEKOTA SALATIGA TAHUN 2012 SKRIPSI

STUDI KOMPARASI IMPLEMENTASI DUA MODEL RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI SEKOTA SALATIGA TAHUN 2012 SKRIPSI STUDI KOMPARASI IMPLEMENTASI DUA MODEL RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI SEKOTA SALATIGA TAHUN 2012 SKRIPSI Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam OLEH

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: Nama NIM PGPAUD

SKRIPSI. Oleh: Nama NIM PGPAUD SKRIPSI UPAYA PENINGKATANN KEMANDIRIAN ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADAA KELOMPOK A TAMAN KANAK-KANAK PERTIWI JATIROKEH SONGGOM BREBES Di ajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

UNIT9 HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN. Masrinawatie AS. Pendahuluan

UNIT9 HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN. Masrinawatie AS. Pendahuluan UNIT9 HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN Masrinawatie AS Pendahuluan P endapat yang mengatakan bahwa mengajar adalah proses penyampaian atau penerusan pengetahuan sudah ditinggalkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan tentang Standar Proses

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan tentang Standar Proses 17 BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Standar Proses Standar proses pendidikan berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran yang berarti dalam standar proses pembelajaran berlangsung. Penyusunan standar

Lebih terperinci

PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) KELAS V SD NEGERI GIWANGAN YOGYAKARTA

PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) KELAS V SD NEGERI GIWANGAN YOGYAKARTA PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) KELAS V SD NEGERI GIWANGAN YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memperoleh Gelar. Sarjana Pendidikan Islam. Oleh: Muhammad Ansori 11508045

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memperoleh Gelar. Sarjana Pendidikan Islam. Oleh: Muhammad Ansori 11508045 PENERAPAN MODEL MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL PADA SISWA KELAS V MADRASAH IBTIDAIYAH MA ARIF KARANGASEM KECAMATAN WONOSEGORO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2012/2013

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Tingkat Pendidikan Orang Tua. terlebih dahulu akan dijelaskan tentang apa pengertian dari pendidikan.

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian Tingkat Pendidikan Orang Tua. terlebih dahulu akan dijelaskan tentang apa pengertian dari pendidikan. BAB II KAJIAN TEORI A. TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA 1. Pengertian Tingkat Pendidikan Orang Tua Sebelum menjelaskan tentang pengertian tingkat pendidikan orang tua, terlebih dahulu akan dijelaskan tentang

Lebih terperinci

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan. Oleh :

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan. Oleh : PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PERAGA TERHADAP HASIL BELAJAR OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR ISLAM DARUL MU MININ LARANGAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BERBASIS ALAM

PEMBELAJARAN BERBASIS ALAM PEMBELAJARAN BERBASIS ALAM Peni Susapti Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga Abstract The natural-based learning appreciated well in societies is indicated by the apearance of outbond project

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG SKRIPSI

PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG SKRIPSI PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS AUTISTIK DI SEKOLAH INKLUSI SDN SUMBERSARI 1 MALANG SKRIPSI Oleh : DEWI IMROATUL AZIZAH 04120003 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM SEKOLAH

EVALUASI PROGRAM SEKOLAH KOMPETENSI EVALUASI PENDIDIKAN PENGAWAS SEKOLAH PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH EVALUASI PROGRAM SEKOLAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2009 KATA PENGANTAR Peraturan Menteri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara sederhana

Lebih terperinci