PENGEMBANGAN WISATA ALAM DI TAMAN WISATA ALAM KAWAH IJEN RIZKA HARI YULIANTI PRATAMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN WISATA ALAM DI TAMAN WISATA ALAM KAWAH IJEN RIZKA HARI YULIANTI PRATAMI"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN WISATA ALAM DI TAMAN WISATA ALAM KAWAH IJEN RIZKA HARI YULIANTI PRATAMI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Wisata Alam di Taman Wisata Alam Kawah Ijen adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya limpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2017 Rizka Hari Yulianti Pratami NIM E

4 ABSTRAK RIZKA HARI YULIANTI PRATAMI. Pengembangan Wisata Alam di Taman Wisata Alam Kawah Ijen. Dibimbing oleh E.K.S HARINI MUNTASIB dan INDYO PRATOMO. Taman Wisata Alam Kawah Ijen memiliki keunikan sumberdaya yang menarik perhatian pengunjung lokal maupun mancanegara. Pemanfaatan sumberdaya di TWA Kawah Ijen saat ini hanya terbatas pada area kawah saja. Sehingga penelitian mengenai pengembangan wisata alam di TWA Kawah Ijen perlu dilakukan. Metode yang digunakan adalah studi pustaka, wawancara dan observasi. Pengembangan wisata alam di TWA Kawah Ijen merujuk pada kriteria wisata berkelanjutan oleh UNESCO dan UNWTO. Aktivitas pengembangan wisata alam dilakukan dengan: 1) memanfaatkan sumberdaya secara berkelanjutan yang meliputi sumberdaya fisik, geologi, dan biologi (menjadikan sumberdaya tersebut sebagai objek wisata edukasi, wisata sejarah, wisata flora dan wisata satwa liar ) ; 2) Pelibatan masyarakat lokal dalam kegiatan di dalam kawasan (kegiatan wisata maupun perlindungan dan pengamanan) ; 3) Pendidikan untuk membekali pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya kawasan TWA Kawah Ijen serta meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (melalui kegiatan pelatihan pemanduan, penyuluhan mengenai pentingnya sumberdaya yang ada) ; 4) Perlindungan dan Konservasi meliputi pencegahan dan pengendalian kerusakan (mempertahankan jalur pendakian yang sudah ada, pendidikan konservasi bagi pengunjung dan masyarakat, penyusunan aturan yang mengatur tanggug jawab semua pihak dalam perlindungan dan konservasi kawasan, serta penyelesaian masalah terkait penebangan dan perburuan liar, serta kebakaran hutan). ABSTRACT RIZKA HARI YULIANTI PRATAMI. Nature Tourism Development at Ijen Nature Tourism Park. Supervised by E.K.S HARINI MUNTASIB and INDYO PRATOMO. The research aims to develop nature tourism development approach based on the Ijen volcano and the existing management system. The methods used included literature study, interviews and observation. The implementation of tourism development at TWA Kawah Ijen are reffered to the sustainable criteria by UNESCO and UNWTO. Development activity of the nature tourism should: 1) Optimized the use of resources which covers physical, geological, and biological resources (making the resource as an object of education travel, history attraction, flora, and wildlife tourism); 2) Involvement to the local community (tourism activity protection and security); 3) Educate to enhance the local comunity knowledge through training activities and counseling activities. In addition, geotourism site must provide the geological information for visitors ; 4) Protect and Conserve including the Prevention and Control of damage (maintaining hiking trails that already exist, conservation education for visitors and society, establishing the rules to regulate the responsibility of stakeholders onthe protection and conservation areas, solving the problems of illegal logging, illegal hunting, and forest fires).

5 PENGEMBANGAN WISATA ALAM DI TAMAN WISATA ALAM KAWAH IJEN RIZKA HARI YULIANTI PRATAMI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

6

7

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengembangan Wisata Alam di Taman Wisata Alam Kawah Ijen. Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terutama kepada Ibu Prof Dr E.K.S. Harini Muntasib, MS dan Bapak Dr Indyo Pratomo, DEA selaku komisi pembimbing yang senantiasa sabar dan perhatian selama penelitian hingga penyusunan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk Bapak Prof Dr Ir Hardjanto, MS selaku penguji dan Ibu Dr Ir Arzyana Sunkar, MSc selaku ketua sidang atas masukan, saran, serta motivasi yang diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada staf BKSDA SKW V Banyuwangi, Staf PGA Ijen dan masyarakat di sekitar TWA Kawah Ijen yang telah membantu dalam penulisan karya ilmiah ini. Keluarga tercinta, Deni Yulianto (Suami), Nurul Khomariyah (Ibu), (Alm) Hari Sucipto (ayah), Ricky D.H. Yulianto (adik), serta Ibu Patimah dan Bapak Ujianto yang selalu memberikan doa, dukungan, dan kasih sayang selama proses pembuatan karya tulis ini. Teman-teman Fahutan 48, KSHE 48 yang telah membantu dalam penyusunan karya tulis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Juni 2017 Rizka Hari Yulianti Pratami

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Lokasi dan Waktu 2 Alat dan Instrumen 2 Jenis Data 3 Teknik Pengumpulan Data 3 Analisis Data 5 Sintesis Data 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Kondisi Umum 5 Objek Wisata 6 Kawasan Rawan Bencana 21 Pengembangan Wisata 24 SIMPULAN DAN SARAN 32 Simpulan 32 Saran 33 DAFTAR PUSTAKA 33 RIWAYAT HIDUP 36

10 DAFTAR TABEL 1 Jenis Data, teknik, sumber data yang digunakan dalam pengumpulan data 3 2 Keadaan penduduk sekitar Taman Wisata Alam Kawah Ijen 18 3 Aksesibilitas menuju TWA Kawah Ijen 19 DAFTAR GAMBAR 1 Peta lokasi penelitian pengembangan wisata alam di TWA Kawah Ijen 2 2 Peta CA dan TWA Kawah Ijen 6 3 Proses Terbentuknya Gunungapi Ijen 7 4 Barisan gunungapi baru di komplek Ijen tua sebagai akibat dari aktivitas vulkanik susulan 8 5 Kawah Ijen 9 6 Sublimat belerang yang dimanfaatkan penambang belerang 9 7 Air danau kawah ijen 10 8 Batuan vulkanik yang terletak di dinding kawah 11 9 Api Biru yang merupakan pijaran berwarna biru DAM Kawah Ijen Air terjun banyupahit yang berwarna kekuningan karena terkena rembesan air danau kawah ijen Pos Bunder Penambangan belerang Flora di TWA Kawah Ijen Mamalia di TWA Kawah Ijen Burung di TWA Kawah Ijen Peta sebaran objek biologi TWA Kawah Ijen Objek wisata lain Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi Ijen Kondisi jalur menuju ke kawah Desa Kemiren Deretan pegunungan komplek ijen tua Kawah Wurung Komplek rumah belanda 29

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Wisata Alam Kawah Ijen merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam yang menarik perhatian pengunjung lokal maupun mancanegara. Hal ini karena keindahan serta keunikan Kawah Ijen yang tidak dapat ditemukan di tempat lain. Air danau berwarna kehijauan dengan dikelilingi dinding kawah berupa tebing terjal berbatu yang berwarna abu-abu dan kuning keemasan serta hitam sebagai dampak dari ubahan hidrotermal menjadi daya tarik utama dari kawasan ini. Fenomena geologi yang beberapa tahun ini menjadi perhatian dunia, yaitu api biru yang hanya dapat ditemukan di TWA Kawah Ijen. Taman Wisata Alam Kawah Ijen terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso serta memiliki gunungapi yang masih aktif. Pelaksana teknis kegiatan pengelolaan diwakili oleh bidang BKSDA wilayah III Jember, seksi konservasi wilayah V Banyuwangi. Gunungapi ijen juga merupakan gunungapi yang masih aktif yang diamati oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Pos Pengamatan Gunung Api Ijen (PGA Ijen). Terdapat dua perusahaan swasta yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan usaha di TWA Kawah Ijen. Perusahaan tersebut adalah PT. Candi Ngrimbi yang mendapatkan izin melakukan penambangan belerang di TWA Kawah Ijen serta PT. Sura Parama Setia merupakan satu-satunya perusahaan yang saat ini dalam tahap pemenuhan berkas untuk IPPA dalam hal penyedia sarana wisata alam. Pemanfaatan sumberdaya untuk kegiatan wisata yang terdapat di TWA Kawah Ijen saat ini hanya terdapat pada beberapa objek saja terutama api biru. Pemanfaatan ini dirasa belum optimal mengingat sumberdaya yang terdapat di TWA Kawah Ijen tidak sebatas sumberdaya fisik saja tetapi mencakup sumberdaya geologi, sumberdaya biologi, serta sosial dan budaya masyarakat sekitar. Pemanfaatan sumberdaya geologi dapat dilakukan melalui kegiatan geowisata, sedangkan sumberdaya biologi dapat dilakukan melalui kegiatan wisata satwaliar dan wisata tumbuhan. Kegiatan masyarakat sekitar seperti penambangan belerang dapat menjadi atraksi wisata. Pemanfaatan sumberdaya secara optimal di TWA Kawah Ijen juga diharapkan dapat memberikan alternatif kegiatan bagi pengunjung. Penelitian mengenai pengembangan wisata alam di TWA Kawah Ijen perlu dilakukan mengingat keunikan dari segi sumebrdaya alam di dalam kawasan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun pengembangan wisata alam di Taman Wisata Alam Kawah Ijen. Tujuan Penelitian Mengidentifikasi objek dan menyusun pengembangan wisata alam di Taman Wisata Alam Kawah Ijen berdasarkan pendekatan kegunungapian dan sumberdaya alam yang ada.

12 2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi rencana pengembangan wisata di kawasan Taman Wisata Alam Kawah Ijen pada khususnya serta dapat menjadi acuan bagi kawasan lain, dan diharapkan dapat membantu dalam memberikan pelayanan terbaik berupa keamanan dan kenyamanan kepada pengunjung dan masyarakat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Taman Wisata Alam Kawah Ijen, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur (Gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei Gambar 1 Peta lokasi penelitian pengembangan wisata alam di TWA Kawah Ijen Alat dan Instrumen Instrumen yang dipergunakan dalam proses penelitian adalah panduan wawancara dan peta Taman Wisata Alam Kawah Ijen. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, GPS (Global Positioning System), kamera, tape recorder.

13 3 Jenis Data Jenis data yang diambil selama penelitian yakni objek fisik, objek geologi, objek biologi, dan objek budaya (Tabel 1). Tabel 1 Jenis Data, teknik, sumber data yang digunakan dalam pengumpulan data No Jenis Data Teknik Sumber Data 1 Objek fisik kawasan Taman Wisata Alam Kawah Ijen Studi pustaka, Observasi Lapang, Wawancara Buku, jurnal, kawasan TWA Kawah Ijen 2 Objek geologi Kawasan TWA Kawah Ijen Studi pustaka, Observasi Lapang, Wawancara Buku, jurnal, Badan Geologi, kawasan TWA Kawah Ijen 3 Objek biologi mencakup flora dan fauna di kawasan TWA Kawah Ijen. 4 Objek sosial dan budaya masyarakat, meliputi potensi wisata yang terdapat pada masyarakat (kesenian, budaya, sejarah, cinderamata). Harapan masyarakat terhadap pengembagan wisata alam di TWA Kawah Ijen, mata pencaharian masyarakat (Penambangan belerang: terkait kesehatan dan bahaya penambangan), kondisi sosial masyarakat. 5 Pengelolaan meliput rencana TWA terkait Wisata Alam, pengelolaan yang sudah dan akan dilakukan terkait Wisata Alam di Kawasan, harapan pengelola terhadap pengembangan wisata alam di TWA Kawah Ijen Studi pustaka, Observasi Lapang, Wawancara Studi pustaka, Observasi Lapang, Wawancara Studi pustaka, Wawancara Buku, jurnal, kawasan TWA Kawah Ijen Buku, jurnal, Masyarakat, kawasan TWA Kawah Ijen Buku, jurnal, Pengelola, kawasan TWA Kawah Ijen Teknik Pengumpulan Data Teknik wawancara terstruktur 1. Badan Geologi Wawancara dilakukan untuk mengetahui sejarah terbentuknya kawah ijen (ijen crater), serta proses terjadinya blue fire atau blue flame. Teknik pengambilan

14 4 data yang digunakan adalah dengan purposive sampling. Jumlah informan tidak ditentukan terlebih dahulu, pada teknik purposive sampling. Jumlah informan ditentukan oleh pertimbangan informasi. Menurut Sugiyono 2010, pertimbangan informasi yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Informan yang menguasai atau memahami kajian penelitian b. Informan yang tergolong sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang sedang diteliti c. Informan yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi d. Informan yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil kemasannya sendiri. e. Informan yang pada mulanya tergolong cukup asing dengan peneliti sehingga lebih memacu untuk dijadikan narasumber. Penambahan responden akan dihentikan jika sudah tidak ada responden yang memenuhi kriteria diatas, baik informa lama maupun baru tidak memberikan data baru lagi. 2. Masyarakat Wawancara kepada masyarakat dilakukan untuk mengetahui sejarah terbentuknya kawasan, legenda, mitos, kegiatan adat dan budaya yang terkait dengan kawah ijen, potensi flora fauna di dalam kawasan, serta posisi dan waktu pengamatan terbaik untuk melihat blue fire serta kegiatan penambangan belerang yang dilakukan oleh masyarakat. Wawancara dilakukan dengan menggunakan snowball sampling. Selain itu wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi sosial masyarakat. 3. Pengelola Pengelola kawasan TWA Kawah Ijen adalah Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Jawa Timur. Teknik yang dilakukan adalah depth interview. Pengelola kawasan yang dimaksud adalah pegawai BBKSDA bidang KSDA wilayah III Jember. 4. Pengunjung Wawancara kepada pengunjung dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan jumlah responden sebanyak 30 responden. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui keinginan atau harapan pengunjung terhadap pengembangan wisata alam TWA Kawah Ien, objek yang menarik minat pegunjung, lama kunjungan. Teknik yang digunakan untuk menentukan responden adalah accidental sampling. Observasi Lapang dan Verifikasi Observasi lapang bertujuan untuk mendapatkan data hasil dari pengamatan langsung di lapang. Pengamatan objek biologi yang meliputi flora dan fauna menggunakan metode rapid assesment. Pengamatan terhadap objek fisik, objek geologi dan objek budaya masyarakat dilakukan dengan observasi tidak berstruktur. Menurut Sugiyono (2010), fokus penelitian dengan observasi tidak berstruktur belum jelas, fokus observasi akan berkembang selama kegiatan observasi berlangsung. Observasi dilakukan secara deskriptif terhadap semua yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Kegiatan verifikasi dilakukan untuk (mencocokkan) data yang telah dikumpulkan pada tahap studi pustaka dengan kondisi yang ada saat ini, serta

15 5 menambah dan melengkapi data tersebut dengan data yang didapat dari hasil observasi lapangan, termasuk kegiatan inventarisasi obyek-obyek wisata. Analisis Data Analisis data dilakukan setelah tahap wawancara, studi literatur, dan observasi lapang dilakukan. Kegiatan analisis dilakukan secara deskriptif dengan mendeskripsikan semua data yang telah didapat meliputi objek dan daya tarik wisata (fisik, geologi, biologi, sejarah dan budaya). Informasi mengenai wisata di gunungapi aktif diimplementasikan melalui Peta Kawasan Rawan Bencana. Pengeolaan kawasan dari setiap stake holder juga dianalisis secara deskriptif sesuai dengan peranan masing-masing stake holder. Hasil penitikan lokasi objek wisata di kawasan melalui GPS diolah dengan menggunakan Arc GIS 10.3 yang selanjutnya ditampilkan dalam peta digital. Sintesis Data Sintesis adalah tahapan pemilihan data yang sesuai dengan tujuan pengembangan wisata alam. Seluruh hasil analisis kemudian dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dan pustaka lainnya yang terkait dengan pengembangan wisata alam dari berbagai jurnal ilmiah, karya ilmiah, tesis, bukubuku ilmiah untuk menyusun aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan wisata alam di Taman Wisata Alam Kawah Ijen. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kawah Ijen sebelum menjadi taman wisata alam, merupakan kawasan Cagar Alam Kawah Ijen dengan dasar penunjukkan melalui Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda dengan SK Gubernur Jendral hindia Belanda No. 46 tanggal 9 Oktober 1920 tentang penetapan Cagar Alam (CA) Kawah Ijen Merapi Ungup-Ungup seluas Ha. Kemudian pada tahun 1981 melalui dasar penunjukkan SK Menteri Pertanian Nomor: 1017/KPTSII/UM/12/1981 tanggal 10 Desember 1981 sebagian kawasan Cagar Alam Kawah Ijen Merapi Ungup-Ungup yaitu seluas 92 ha menjadi Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Ijen. Dengan diterbitkannya SK Menteri Pertanian tersebut, maka pada tahun 1981 untuk sementara pengelolaan Taman Wisata Alam Kawah Ijen menjadi tanggung jawab Balai KSDA IV Malang, yang saat ini merupakan UPT Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Pada tahun 1980an CA Kawah Ijen dan Merapi Ungup-Ungup menjadi bagian dari pengelolaan Taman Nasional Baluran yang merupakan salah satu taman nasional pertama di Indonesia. Selanjutnya, pada tahun 1992 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan, terbentuk Taman Nasional Alas Purwo dengan wilayah pengelolaan Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan dan

16 6 CA/TWA Kawah Ijen. Semenjak 2006 sampai sekarang kawasan TWA Kawah Ijen dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Besar KSDA Jawa Timur (BBKSDA Jatim 2012). Batas antara TWA Kawah Ijen dan CA Kawah Ijen Merapi Ungup-ungup dapat dilihat pada gambar berikut (Gambar 2). Gambar 2 Peta CA dan TWA Kawah Ijen Objek Geologi Objek Wisata 1. Sejarah pembentukan Gunungapi Ijen Kompleks Gunungapi Ijen yang terlihat saat ini dihasilkan melalui rentetan proses yang panjang. Proses pembentukan Kompleks Gunungapi Ijen dapat dirunut dengan memperhatikan kondisi morfologi permukaan yang ada saat ini. Kompleks Gunungapi Ijen berasal dari satu tubuh Gunung Ijen (Sartohadi 2014). Tubuh Gunungapi Ijen sebelum terjadi erupsi eksplosif dimungkinkan berupa kerucut gunungapi yang besar dan aktif. Van Bergen et al (2000) bahkan memperkirakan tubuh gunungapi purba tersebut mencapai ketinggian m dpal. Gunungapi Ijen dapat dikategorikan ke dalam tipe gunungapi strato berdasarkan adanya perlapisan yang searah dengan kemiringan lereng pada escarpment kaldera. Ilustrasi tubuh Gunungapi Ijen pra erupsi eksplosif yang besar disajikan pada Gambar 3. Diperkirakan beberapa ratus tahun kemudian terjadi erupsi besar yang mengakibatkan terbentuknya lubang kepundan besar. Kaldera dengan diameter km dapat terbentuk karena adanya proses vulkanik yang berupa erupsi

17 7 eksplosif. Ukuran kaldera yang besar mengindikasikan bahwa skala erupsi yang telah terjadi juga sangat besar. Erupsi eksplosif kemudian melontarkan sebagian besar material tubuh gunungapi bagian atas. Hilangnya sebagian besar tubuh gunungapi menghasilkan sebuah sisa berupa lubang kepundan besar pada tubuh gunungapi (Sartohadi 2014). (a) (b) Gambar 3 Proses Terbentuknya Gunungapi Ijen (a) Gunungapi Ijen Tua (b) Gunungapi Ijen Tua pasca erupsi Erupsi besar mengakibatkan terbentuknya sesar sesar di bagian dalam kawah. Proses erosi pada sisa gunungapi terjadi karena adanya curah hujan. Daerah daerah sesar merupakan daerah yang proses erosinya paling intensif karena daerah tersebut merupakan daerah terlemah pada tubuh gunungapi. Sesar besar di dekat Blawan kemudian menjadi sebuah celah yang terus tererosi secara intensif (Gambar 3). Lereng bagian Utara juga tertoreh karena proses erosi. Sejalan dengan proses erosi yang terjadi, pada dinding bagian Selatan terjadi kemunculan pusat-pusat aktivitas volkanik yang baru pasca letusan besar. Terdapatnya sesar di sepanjang dinding bagian Selatan menjadikannya sebagai tempat keluarnya magma (Sartohadi 2014). Gunungapi baru mulai muncul pada bekas dinding bagian Selatan. Deretan gunungapi di sebelah Selatan terlihat mengikuti sebuah pola garis dengan orientasi Barat Daya Timur Laut, berturut-turut Gunung Raung di sebelah Barat sampai Gunung Merapi di sebelah Timur (Gambar 4). Perbedaan torehan pada lereng kerucut-kerucut gunungapi mengindikasikan bahwa pertumbuhannya tidak terjadi pada waktu yang bersamaan. Gunung Raung terlihat memiliki torehan yang paling kasar, semakin ke arah timur semakin halus. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Gunung Raung tumbuh dan berkembang terlebih dahulu kemudian diikuti oleh gunung-gunung di sebelah timurnya hingga Gunung Merapi di paling timur. Pola garis yang teratur dari deretan gunungapi-gunungapi mengindikasikan bahwa terdapat keteraturan pusat aktivitas magmanya (Sartohadi 2014).

18 8 (c) Gambar 4 Barisan gunungapi baru di komplek Ijen tua sebagai akibat dari aktivitas vulkanik susulan 2. Kawah Ijen Kawah Ijen dan G. Merapi merupakan dua gunungapi kembar (Taverne 1926) dalam Badan Geologi 2014, sedangkan Neuman Van Padang (1951 hal. 157) menulis bahwa Kawah Ijen dibentuk oleh gunungapi kembar dengan G. Merapi yang telah padam, yang terdapat di tepi timur dari pinggir kaldera besar Ijen. Kawah Ijen berbentuk elips karena perpindahan pipa kepundan. Dinding kawah yang terendah terletak di sebelah barat dan merupakan hulu Kali Banyupait. Sekarang kawah berukuran 1160 m x 1160 m pada ketinggian antara 2386 dan 2148 m di atas muka laut. Pemandangan air danau yang berwarna kehijauan akibat suspense gas belerang yang khas berpadu dengan dinding kawah serta asap putih dari proses sublimasi belerang menjadikan objek kawah ini memiliki pemandangan yang unik dan hanya dapat ditemukan di TWA Kawah Ijen (Gambar 5). Menurut Badan Geologi (2014) pada saat kondisi mendung dan hujan direkomendasikan untuk tidak mengunjugi areal kawah karena ancaman bahaya gas karbon monoksida. Selain itu menurut hasil pengamatan area kawah menjadi lebih licin ketika kondisi hujan (basah). Objek menarik lain di area kawah adalah pemandangan matahari terbit dan terbenam, terutama ketika bulan September, dimana matahari seolah-olah terbenam di tengah kawah.

19 9 Gambar 5 Kawah Ijen 3. Sublimat Belerang Sublimat belerang merupakan produk G. Ijen yang sudah diekploitasi dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dalam industri kimia sejak jaman penjajahan Belanda (Gambar 6). Belerang yang dihasilkan dari hasil sublimasi gas-gas belerang yang terdapat dalam lapangan solfatara yang bersuhu sekitar 200 C (Badan Geologi 2014). Lapangan solfatara terletak di sebelah tenggara danau Kawah Ijen. Aktivitas penambangan belerang secara tradisional di kawasan ini menjadi objek wisata yang menarik minat pengunjung. Penambang mengangkut belerang dengan cara memikul dengan beban mencapai 70 kg sekali angkut, dengan melalui jalan setapak sepanjang 3,5 km dengan kontur relatif curam. Hasil padatan belerang juga diproses menjadi cinderamata khas Gunung Ijen. Gambar 6 Sublimat belerang yang dimanfaatkan penambang belerang 4. Air Danau Kawah Ijen Danau Kawah Ijen merupakan reaktor multi komponen yang didalamnya terjadi berbagai proses baik fisika maupun kimia antara lain pelepasan gas magmatik, pelarutan batuan, pengendapan, pembentukan material baru dan pelarutan kembali zat-zat yang sudah terbentuk sebelumnya. Proses ini

20 10 menghasilkan air danau yang sangat asam (ph < 1) dan mengandung bahan terlarut dengan konsentrasi sangat tinggi (Badan Geologi 2014). Air danau Kawah Ijen dapat dibuat gipsum dengan cara menambahkan kapur tohor kedalamnya. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan di BPPTK tiap 1 liter air kawah Ijen yang direaksikan dengan kapur tohor secara stokiometri menghasilkan 100 gram gipsum (Badan Geologi 2014). Keindahan danau bisa dinikmati pada kondisi normal (Gambar 7). Air danau berwarna hijau muda berpadu dengan uap air tipis dan kadang-kadang terdapat gelembung-gelembung kecil terutama dekat solfatara serta asap solfatara berwarna putih tipis kekuningan. Namun hembusan gas sulfur yang berbau tajam dan beracun dapat mengganggu kenyamanan pengunjung. Kenaikan suhu air danau kawah yang mendadak secara signifikan dapat menunjukkan adanya indikasi kenaikan aktivitas vulkanik, terutama bila kenaikan tersebut terjadi pada musim hujan (Badan Geologi 2014). Hal yang membedakan air danau Gunungapi Ijen dengan gunungapi lain adalah adalah ph air yang sangat asam. Kondisi keasaman air danau (hyper-acid water) disebabkan adanya interaksi antara air dan gas magma (Sumarti 1998). Kegiatan fumarola dengan kandungan SO2, HCl, HF, dan lain sebagianya menghasilkan kandungan sulfat klorida dan fluorida yang sangat pekat pada air danau kawah. Gambar 7 Air danau kawah ijen 5. Batuan vulkanik Erupsi G. Ijen mengeluarkan gas, material piroklastik yang terdiri dari pasir, abu dan bom gunungapi yang semuanya bersifat batu apungan (Gambar 8). Jenis batuan gunungapi Ijen menurut Brouwer (dalam Kemmerling,1921) terdiri dari andesit, augit, hipersten. Batuan yang terdapat di areal solfatara sudah teraltrasi secara intensif yang didominasi warna putih sampai kuning (Badan Geologi, 2014). Batuan-batuan ini dapat ditemukan pada dinding-dinding kawah. Rekahan-rekahan yang terdapat pada dinding kawah menarik untuk dilihat karena membentuk relief-relief dengan mosaik yang menarik, dan dapat dijadikan

21 11 Wisata Edukasi mengenai geologi yang berkaitan dengan sejarah pembentukan Gunungapi Ijen. Gambar 8 Batuan vulkanik yang terletak di dinding kawah 6. Api Biru Api biru atau blue fire merupakan munculnya kobaran api berwarna biru yang menyala-nyala di atas penambangan belerang. Fenomena ini teradinya karena adanya emisi gas magmatik yang kaya unsur belerang (S) dengan temperatur mencapai 600 o C sehingga (akan) menghasilkan pancaran sinar api berwarna biru (temperatur tinggi) dan sublimasi gas belerang (terkadang berbentuk caisr) di sekitar lubang atau retakan kebocoran sistem yang berasal dari kantong magma tersebut. Api ini bersuhu sangat tinggi, lebih dari 600 derajat celcius, uniknya api ini tidak bisa membakar kayu, namun bisa melelehkan besi (Badan Geologi, 2014). Blue fire hanya dapat dilihat pada saat gelap antara sore sampai menjelang pagi. Api biru hanya dapat dilihat di Kawah Ijen saja (Gambar 9). Beberapa sumber menulis bahwa api biru juga dapat dilihat di Islandia tapi sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan keberadaan api biru di Islandia sehingga beberapa pelaku wisata menganggap api biru hanya terdapat di Indonesia. Keindahan api biru dapat dinikmati ketika tidak ada cahaya lagi yang masuk ke dalam kawah. Berdasarkan hasil pengamatan tidak direkomendasikan untuk melihat api biru di saat musim hujan karena jalan untuk menuju lokasi api biru akan menjadi sangat licin. Gambar 9 Api Biru yang merupakan pijaran berwarna biru Sumber : Geology.com (2016)

22 12 Objek Fisik Kawasan Taman Wisata Alam Kawah Ijen memiliki sumberdaya yang unik dan indah. Keunikan dan keindahan TWA Kawah Ijen tidak hanya terpusat pada kawah ijen saja, melainkan banyak objek lain yang berpotensi dikembangkan untuk objek wisata. 1. DAM Kawah Ijen Dam Kawah Ijen merupakan bagian dari objek wisata menarik tetapi tidak selalu dikunjungi oleh wisatawan karena akses yang sulit disebabkan jalan menuju kesana sering rusak karena terjadi longsor (Gambar 10). Dam Kawah Ijen adalah bangunan beton yang dibangun sejak jaman penjajahan Belanda tahun 1927 dimaksudkan untuk mengatur level (permukaan) air danau agar tidak menyebabkan banjir air asam ke aliran Sungai Banyupahit. Tetapi bendungan ini sekarang tidak berfungsi karena air tidak pernah mencapai pintu air disebabkan terjadinya rembesan/bocoran air danau di bawah dam (Badan Geologi 2014). Berdasarkan hasil pengamatan, pemandangan dari area dam ini sangat indah selain itu apabila pengunjung berada di area ini maka akan terhindar dari asap belerang. Saat penelitian ini berlangsung lokasi ini ditutup sementara karena akses menuju lokasi yang rawan dan kondisi daya dukung konstruksi dam untuk menampung beban pengunjung dalam jumlah tertentu. (a) (b) Gambar 10 DAM Kawah Ijen (a) DAM kawah ijen yang saat ini tidak berfungsi (b) Akses menuju DAM kawah ijen 2. Air Terjun Banyupahit Air terjun banyupahit merupakan hulu sungai banyupahit. Air sungai ini tercemar oleh air danau yang ber ph asam. Air kawah merembes melalui celah yang terletak di bawah DAM kawah ijen dan keluar membentuk sungai kecil yag merupakan hulu sungai Banyupahit. Sungai tersebut bercampur dengan sungai berair jernih dengan ph 1,62 (Hasil pengukuran Badan Geologi tahun 2008) dan sumber air panas dari Kaldera Ijen, kemudian mengairi dataran rendah di pesisir, hingga ke wilayah Asembagus. Keunikan dari air terjun Banyupahit ini adalah warna kekuningan khas belerang berpadu dengan air yang berwarna kehijauan akibat kontaminasi gas-gas vulkanik tertentu (Gambar 11). Pemandangan semacam ini hanya dapat ditemukan di TWA Kawah Ijen. Cemara gunung yang tumbuh di sekitar air terjun Banyupahit menambah kesan alami dari objek wisata ini (Widiyanti 2016).

23 13 Gambar 11 Air terjun banyupahit yang berwarna kekuningan karena terkena rembesan air danau kawah ijen 3. Pos Bunder/ Pondok Bunder Pondok Bunder berada di ketinggian meter di atas permukaan laut. Pondok Bunder sebenarnya merupakan tempat penimbangan belerang PT. Candi Ngrimbi. Terdapat bangunan setengah lingkaran yang menjadi cikal bakal nama pos bunder (Gambar 12). Bangunan tersebut merupakan peninggalan zaman penjajahan Belanda. Pada masa tersebut bangunan ini dijadikan sebagai tempat pengamatan cuaca. Saat ini lokasi ini selain digunakan sebagai penimbangan belerang juga digunakan sebagai tempat peristirahatan wisatawan yang mendaki Gunung Ijen. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, pemandangan yang disuguhkan di lokasi ini adalah deretan gunung di Komplek Gunungapi Ijen meliputi G. Papak, G. Ranti, dan G. Suket serta Gunungapi Raung. Lokasi ini memiliki pemandangan yang indah karena dari lokasi ini dapat terlihat beberapa gunung di sekitar Gunungapi Ijen. (a) (b) Gambar 12 Pos Bunder (a) Bangunan pos bunder (b) Pemandangan yang dapat dinikmati di area pos bunder

24 14 4. Penambangan Belerang Penambangan belerang telah berlangsung selama puluhan tahun dan melibatkan hampir 350 penambang setiap harinya (Gambar 13). Aktivitas penambangan belerang dapat dikataka sebagai suatu usaha yang cerdas memanfaatkan asap gas sulfurik untuk diendapkan menjadi padatan belerang (Brahmantyo 2011). Aktivitas penambangan ini dikelola oleh PT. Candi Ngrimbi yang melibatkan penambang dari masyarakat di sekitar kawah ijen, yaitu masyarakat desa Plumpung, Rejopuro, Panggang Utara, Tamansari, Babakan, Kedungdadap, Tanah Los, Ampel Gading, dan Jambu (Dewi dkk 2014). Hal yang menarik dari penambangan ini adalah aktivitas pengangkutan belerang oleh para penambang. Setiap harinya penambang dapat memikul sekitar 70 kg belerang bahkan ada yang bisa memikul 120 kg belerang dalam sehari. Pengangkutan belerang dilakukan secara tradisional dengan ara memikul hasil tambangan dengan menggunakan keranjang. Kegiatan ini mereka lakukan setiap hari dari kawah ijen menuju tempat pengumpulan belerang. Hal ini yang menimbulkan semacam benjolan pada pundak mereka. Penambang belerang mengangkut belerang dari dasar kawah atau area solfatara hingga ke tempat penimbangan belerang. Terdapat dua lokasi penambangan belerang di TWA Kawah Ijen, yaitu di paltuding dan di sebelah pondok bunder. Belerang hasil penambangan dihargai Rp 800/kg. Kapasitas belerang yang dapat diambil oleh penambang adalah sebanyak 20 ton/hari. Jumlah tersebut hanya sekitar 20% dari keseluruhan potensi belerang di Kawah Ijen (Badan Geologi, 2014). Beberapa tahun belakangan pengangkutan belerang tidak lagi menggunakan keranjang tradisional yang biasa dipikul tetapi penambang menggunakan trolly yang merupakan pemberian dari salah satu wisatawan asing yang berkunjung ke TWA Kawah Ijen. Hal ini menyebabkan berubahnya kebiasaan tradisional penambang dan menurunkan nilai estetika di mata pengunjung. Trolly juga dimanfaatkan sebagai jasa bagi pengunjung yang memiliki kelemahan fisik maupun merasa tidak sanggup untuk mendaki dengan cara didorong oleh pemandu atau penambang belerang. Berdasarkan hasil wawancara kepada penambang, jumlah penambang belerang mulai berkurang karena banyak dari penambang yang beralih profesi menjadi pemandu wisata atau guide. Setiap hari penambang belerang terpapar gas sulfur yang dihasilkan di kawah Ijen. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Masud (2013) menunjukkan responden yang mengalami gangguan faal paru sebanyak 126 orang, 38 orang gangguan obstruktif dan 88 orang gangguan restriktif. Ganggun faal paru-paru sebagian besar menyerang penambang yang telah bekerja lebih dari 5 tahun dan berumur di atas 40 tahun. Gangguan pernafasan ini disebabkan karena paparan gas sulfur yang setiap hari diterima penambang serta penambang belerang Kawah Ijen tidak menggunakan pengaman yang memenuhi standar keselamatan. Penambang hanya menggunakan penutup hidung berupa kain. Selain gangguan pernafasan para penambang juga mengalami permasalahan pada gigi. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pranani (2008). Dari 30 responden penambang belerang diketahui terdapat 26 responden mengalami erosi gigi kategori sedang/berat, dan 4 responden dalam kategori ringan (Gambar 13). Erosi gigi ini disebabkan karena paparan gas sulfur dalam jangka waktu yang lama.

25 15 (a) (b) (c) Gambar 13 Penambangan belerang (a) penambang belerang yang mengalami erosi gigi (b) Tempst penimbangan belerang (c) penambang belerang Objek Biologi 1. Flora di kawasan TWA Kawah Ijen Berdasarkan data sekunder flora di kawasan TWA Kawah Ijen telah ditemukan 26 jenis yang terdiri dari pohon, semak, rumput, dan epifit. Dari 26 jenis tersebut yang paling sering dijumpai adalah jenis semak yang didominasi oleh Eidelweiss dan sentigi (BBKSDA 2012). Eidelweis merupakan tumbuhan pelopor bagi tanah vulkanik muda di hutan pegunungan hal inilah yang menyebabkan eidelweis mudah untuk di TWA Kawah Ijen (Gambar 14). Jenis pohon yang mendominasi adalah pohon Cemara Gunung yang sebarannya merata dan merupakan ciri khas dari tegakan dataran tinggi (Smiet 1992). Berdasarkan hasil pengamatan dan data sekunder BBKSDA tahun 2012, di sekitar area Paltuding dapat ditemukan jenis tumbuhan paku berukuran raksasa, masyarakat di TWA Kawah Ijen menyebutnya sebagai Pakis Purba (Cyathea sp.). Di dalam kawasan juga dapat ditemukan jenis vegetasi semak dan sekitar Paltuding hingga Pondok Bunder dapat didominasi dengan tumbuhan wedusan (Euphatorium sp.), Ciplukan (Physalis angulata), Jelatang (Girardinia palmata), rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang tumbuh di sepanjang pinggir jalan setapak. Sentigi (Vaccinium varingiaefolium) banyak ditemukan di sekitar perjalanan menuju Dam dan di tepi bibir kawah pada ketinggian ± m dpl. Sentigi merupakan tanaman khas yang hanya dijumpai pada dataran tinggi dan kelebihan tumbuhan ini mampu membentuk kayu yang keras di daerah yang minim dengan unsur hara (Gambar 14). Tumbuhan Eidelweis (Anaphalis sp.) juga dapat ditemukan mulai dari HM 8.

26 16 (a) (b) Gambar 14 Flora di TWA Kawah Ijen (a) Eidelweiss (b) Sentigi di sekitar bibir kawah 2. Fauna di Taman Wisata Alam Kawah Ijen Berdasarkan pengamatan pada tahun 2000 oleh pengelola yang saat itu dipegang oleh Balai Taman Nasional Alas Purwo, fauna di Taman Wisata Alam Kawah Ijen dapat dibagi menjadi beberapa kategori, antara lain: 1. Mamalia Mamalia yang dapat ditemukan di TWA Kawah Ijen antara lain adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung jawa (Trachypithecus auratus), tupai pohon. Berdasarkan data sekunder (RPTW Kawah Ijen 2000), terdapat Kijang (Muntiacus muntjak) dan Ajag (Cuon alpinus) tetapi pada saat pengamatan lapang sangat sulit sekali di temukan karena satwa-satwa tersebut juga tersebar di Cagar Alam Kawah Ijen dan kemungkinan sangat kecil apabila akan terlihat di kawasan TWA Kawah Ijen. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan monyet ekor panjang dapat dijumpai beberapa tempat sekitar portal pemeriksaan karcis sampai ± HM 7 dengan bergelatungan diatas pohon secara berpindah-pindah dan terkadang terlihat melintas di jalan setapak pendakian, waktu perjumpaan pada pukul WIB. Lutung jawa dapat ditemukan di sekitar shelter 3 dan 4 dengan ketinggian ± 2037 m dpl, biasanya beraktivitas di atas pohon akasia dan waktu perjumpaan sekitar pukul , Lutung jawa ini sering ditemukan berkelompok dan memiliki sifat pemalu dan akan menjauh apabila didekati, sehingga lutung jawa ini akan lebih mudah dijumpai pada saat kondisi sepi (Gambar 15). Tupai pohon (Paradoxurus hermaproditus) juga sering dijumpai di sekitar jalur menuju Pondok Bunder dengan waktu perjumpaan sekitar pukul dengan memanjat pohon dan mencari makan di atas pohon kemlandingan dan akasia (Gambar 15). (a) (b) Gambar 15 Mamalia di TWA Kawah Ijen (a) Tupai Pohon (b) Lutung Jawa Sumber : Dedi Setiawan (2016)

27 17 2. Burung Jenis fauna lain yang dapat ditemukan di TWA Kawah Ijen adalah kelas Aves atau burung. Berdasarkan data sekunder hasil laporan RPTW Kawah Ijen (2000) ditemukan 35 jenis burung tersebar di TWA Kawah Ijen dan hasil laporan studi biogeografi LIPI (2013) di temukan 86 jenis burung yang tersebar di seluruh Gunung ijen. Menurut RPTW Kawah Ijen (2000), dari jumlah tersebut beberapa jenis burung endemik di kawasan TWA Kawah ijen diantaranya adalah Ayam Hutan Hijau (Gallus varius), Alap-alap sapi (Falcon moluccensis), Walet Gunung (Collocalia vulcanorum), Cucak Gunung (Pycnonotus bimaculatus), Kipasan bukit (Rhipydura euryura), dan Elang Jawa (Spizaetus bartelsi). Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan ditemukan Ayam hutan di sekitar area camping ground dengan aktivitas mencari makan dan dapat ditemukan pada pagi hari dan sore hari (06.00 dan 16.00). Suara dari Ayam Hutan Hijau sangat nyaring dan dapat terdengar sampai jalur pendakian. Kipasan Bukit (Gambar 16) sering dijumpai di sekitar pondok bunder dengan bertengger di atas pohon dengan memamekarkan ekornya yang sangat menarik dengan waktu perjumpaan dan Cucak Gunung ditemukan disekitar jalur Paltuding menuju Pondok Bunder pada jam Walet Gunung (Gambar 16) dapat ditemukan bersarang pada dinding-dinding kawah dan akan terlihat pada pagi hari sampai sore hari. Alap-alap sapi dapat ditemukan di sekitar Pondok Bunder dengan waktu perjumpaan Beberapa jenis burung di TWA Kawah Ijen yang statusnya terancam punah yaitu Elang Jawa dengan status genting (endangered), walet gunung pada status rentan (vurnerable), Kipasan Bukit dengan status mendekati terancam punah. Sebagai satwa nasional yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, maka keberadaannya harus dilindungi dari perburuan liar dan ekosistem yang rusak sehingga dapat mengancam keberadaan satwa tersebut (Junianti 2016). (a) (b) Gambar 16 Burung di TWA Kawah Ijen (a) Kipasan bukit (b) Cucak Gunung Sumber: BBKSDA Jawa Timur (2016)

28 18 Data sebaran satwa di TWA Kawah Ijen dapat dilihat pada peta sebaran satwa (Gambar 17). Gambar 17 Peta sebaran objek biologi TWA Kawah Ijen Sosial dan Budaya Masyarakat 1. Sosial Kepadatan penduduk sekitar kawasan TWA Kawah Ijen sebagian besar berada di Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi tahun 2014 sebesar Jiwa/Km2 (Tabel 2). Mayoritas masyarakat sekitar kawasan menganut Agama Islam. Jenis mata pencaharian sebagian besar masyarakat sekitar kawasan sebagai penambang ataupun pemikul belerang dan sisanya sebagai pedagang atau penyedia jasa wisata dan berkebun (BPS Kab. Banyuwangi 2015). Tabel 2 Keadaan penduduk sekitar Taman Wisata Alam Kawah Ijen Kabupaten Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan (Jiwa/Km 2 ) Banyuwangi Licin ,86 Bondowoso Sempol ,20 Luas wilayah/km 2 Sumber: Data monografi BPS kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso 2015 Berdasarkan hasil wawancara kepada masyarakat sekitar, mayoritas pelaku usaha wisata alam di TWA Kawah Ijen merupakan masyarakat Desa Licin,

29 19 Banyuwangi. Begitupun dengan kegiatan penambangan belerang. Hampir seluruh pemandu juga berasal dari masyarakat Kabupaten Banyuwangi. Seluruh penambang berasal dari Desa Licin, Banyuwangi. Penduduk Desa Sempol mayoritas bermata pencaharian sebagai petani atau berkebun. Hal ini disebabkan banyaknya perusahaan perkebunan yang berlokasi pada Desa Sempol seperti PTPN dan Perhutani. Kedua perusahaan ini menyerap banyak tenaga kerja yang berasal dari Desa Sempol. 2. Budaya a. Budaya Osing (Banyuwangi) Budaya Osing di Banyuwangi diduga sebagai akibat pengaruh kebudayaan hasil pembauran kelompok etnis Jawa, Bali dan Melayu. Kelompok etnis Osing bermata pencaharian sebagai petani serta beragama islam. Saat ini aktivitas kegiatan masyarakat Osing dapat disaksikan di Desa Kemiren yang lokasinya kurang lebih 28 km dari Taman Wisata Alam Kawah Ijen (Izzah 2016). b. Desa Sempol (Bondowoso) Mayoritas penduduk Desa Sempol berasal dari Suku Madura. Pada saat penjajahan Belanda sebagian dari area sempol, blawan, dan ijen dijadikan pusat perkebunan. Jumlah penduduk yang tidak mencukupi untuk menjadi pekerja kebun memaksa VOC pada masa itu memindahkan penduduk Madura ke area perkebunan, termasuk di sekitar kawah ijen (Izzah 2016). Tradisi budaya yang berkaitan dengan lingkungan sekitar adalah Macan-macanan yang dimaksudkan sebagai rasa syukur dan permohonan perlindungan dari ancaman bahaya atau bencana alam. Aksesibilitas Akses menuju TWA Kawah Ijen ditempuh melalui dua jalur, yaitu jalur Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso (Tabel 3). Perjalanan dari Kabupaten Banyuwangi dapat ditempuh menggunakan mobil maupun motor. Kondisi saat ini belum ada angkutan umum yang dikhususkan membawa pengunjung menuju ke lokasi. Namun, tersedia jasa penyewaan mobil maupun sepeda motor yang dapat dimanfaatkan oleh pengujung. Sementara itu, perjalanan dari Kabupaten Bondowoso dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan pedasaan yang akan mengantar pengunjung hingga Desa Sempol. Pengunjung kemudian dapat melanjutkan perjalanan dengan menggunakan jasa ojek di Desa Sempol. Pemandangan barisan pegunungan komplek Ijen Tua dapat dinikmati di sepanjang jalur. Berikut jarak dan waktu tempuh yang diperlukan untuk menuju lokasi. Tabel 3 Aksesibilitas menuju TWA Kawah Ijen Nama tempat Km Waktu tempuh Dari Kabupaten Banyuwangi Banyuwangi Licin menit Licin Paltuding menit Dari Kabupaten Bondowoso Bondowoso Sempol menit Sempol Paltuding 3 15 menit

30 20 Objek Wisata Lain di Sekitar TWA Kawah Ijen Objek wisata lain di sekitar kawasan akan mempengaruhi kunjungan pada kawasan, di satu sisi dapat menjadi saingan. Kehadiran objek wisata lain di sekitar kawasan dapat menjadi alternatif kegiatan bagi pengunjung yang ingin melihat api biru. Beberapa objek wisata lain di sekitar kawasan memiliki cerita rakyat maupun mitos terkait Gunung Ijen maupun daerah sekitarnya. a. Air Terjun Blawan Air terun Blawan terletak di desa Kalianyar kurang lebih 3km dari TWA Kawah Ijen. Air terjun ini memiliki keunikan karena aliran air terjunnya langsung menuju ke dalam tanah. Debit airnya yang sangat besar juga menjadi daya tarik bagi pengunjung. Selain daya tarik fisik, terdapat cerita rakyat yang menarik karena lokasi ini dipercaya merupakan tempat bertapa Damar Wulan yang merupakan utusan dari kerajaan Majapahit. Damar wulan diutus oleh kerajaan Maapahit untuk mengalahkan Raja Minakjinggo yang merupakan raja dari Kerajaan Blambangan. Menurut cerita rakyat yang beredar lokasi ini menjadi tempat Damar Wulan bersemedi (Edy 2014). b. Kolam Pemandian Damar Wulan Kolam ini terletak tidak jauh dari air terjun Blawan. Kolam ini memiliki air yang jernih dan terlihat indah apabila terkena sinar matahari (Gambar 18). Pemandian ini merupakan bendungan yang dahulu dipercaya menjadi tempat pemandian Damar Wulan. Mitos yang beredar apabila pengunjung membasuh wajah dari air ini maka akan selalu terlihat awet muda (Edy 2014). c. Pemandian Air Panas Blawan Sumber airnya berasal dari aliran air rembesan danau kawah ijen sehingga air panas ini mengandung belerang (Gambar 18). Di lokasi ini terdapat dua kolam berukuran sedang yang dapat digunakan untuk berendam. Lokasi ini buka selama 24jam. Air panas ini dipercaya memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Harga masuk area ini adalah Rp 2000,-. (a) (b) Gambar 18 Objek wisata lain (a) Pemandian air panas damarwulan (b) Air panas yang keluar di dekat air terjun blawan

31 21 Kawasan Rawan Bencana Kawasan rawan bencana (KRB) adalah suatu kawasan di permukaan bumi yang rawan bencana alam akibat proses alam maupun non-alam. Kerawanan bencana adalah tingkat kemungkinan suatu objek bencana untuk mengalami gangguan akibat bencana alam. Apabila dilihat dari peta KRB gunungapi Ijen (gambar 19) dapat diketahui bahwa kawasan TWA Kawah Ijen berada pada zona Kawasan Rawan Bencana zona III dan Kawasan Rawan Bencana zona II. Gambar 19 Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi Ijen. KRB zona III merupakan wilayah yang selalu terancam aliran awan panas, gas beracun, serta lahar letusan atau lava. KRB zona II merupakan wilayah yang berpotensi terlanda aliran awan panas, lahar letusan, lahar hujan, serta kemungkinan longsoran vulkanik. Selain itu kawasan sebagian TWA Kawah Ijen selalu terancam lontaran batu (pijar), lumpur panas, dan hujan abu lebat (Badan Geologi 2014). Aktivitas Gunungapi Ijen yang menghasilkan gas-gas vulkanik yang dapat membahayakan pengunjung. Gas vulkanik di Gunungapi Ijen didominasi dengan gas SO2 dan CO2. Menurut Haggie (2009) CO2 sudah menjadi gas umum yang dapat membahayakan pernafasan pengunjung. Beberapa kasus telah terbukti terjadi di beberapa gunungapi di Jepang. Gas SO2 dalam kadar rendah juga dapat mengakibatkan iritasi pada mata, hidung, dan pernafasan. Pengunjung yang memiliki riwayat penyakit asma juga berpotensi untuk kambuh apabila terpapar gas SO2. Kondisi gas di Kawah Ijen akan bertambah buruk apabila cuaca mendung. Hal ini disebabkan cahaya matahari tidak dapat masuk ke area kawah sehingga gas-gas vulkanik tidak dapat menguap. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, selain resiko yang muncul akibat adanya aktivitas gunungapi, TWA Kawah Ijen juga mempunyai resiko bagi pengunjung yang berasal dari kondisi jalur pendakian dan jalur menuju area

32 22 penambangan. Kondisi jalur pendakian ini akan semakin parah apabila hujan. Jumlah pengunjung TWA Kawah Ijen yang terlalu banyak juga akan membahayakan keselamatan pengunjung. Dalam sehari pengunjung di TWA Kawah Ijen dapat mencapai ribuan orang. Jumlah pengunjung yang banyak juga akan menghambat proses evakuasi apabila terjadi peningkatan status gunungapi maupun kejadian alam lainnya. (a) (b) Gambar 20 Kondisi jalur menuju ke kawah Pengelolaan di Dalam Kawasan Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan nomor 2 tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam, TWA Kawah Ijen dikelola oleh Balai Besar KSDA Jawa Timur, dengan unit pelaksana teknis di bawahnya yaitu Bidang KSDA Wilayah III Jawa Timur, Seksi Konservasi Wilayah V Banyuwangi Jawa Timur, dan Resort Konservasi Wilayah 18 Kawah Ijen. TWA Kawah Ijen di bawah pengelolaan BBKSDA Jawa Timur. TWA Kawah Ijen terletak pada dua wilayah administratif yaitu Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso. Hal ini menyebabkan kebijakan dan penyedia produk dan jasa wisata masing-masing pemerintah kabupaten dalam pengelolaan TWA Kawah Ijen berbeda-beda. Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Vulkanologi (PVMBG) yang diwakili oleh PGA Ijen juga berperan dalam pengelolaan TWA Kawah Ijen terkait aktivitas vulkanik gunungapi. Aktivitas vulkanik Gunungapi Ijen setiap hari dilaporkan oleh PGA ke PVMBG. Apabila terjadi perubahan status Gunungapi Ijen maka PGA akan segera melaporkan kepada PVMBG kemudian diteruskan kepada Menteri ESDM dan akan diterbitkan surat kepada bupati wilayah terkait yang kemudian ditindak lanjuti oleh pengelola dan BPBD (Widiyanti 2016).

33 Hasil dari wawancara pengelola, terdapat beberapa rencana pengembangan wisata alam di TWA Kawah Ijen. Salah satunya adalah melakukan pembatasan pengunjung sesuai dengan perhitungan daya dukung lingkungan. Hal ini dilakukan untuk mencegah kerusakan lingkungan akibat jumlah pengunjung yang dapat mencapai ribuan dalam satu hari. Selain itu pengembangan wisata birdwatching akan menjadi fokus pengelola karena potensi perjumpaan burung di area pendakian cukup tinggi. Saat ini pengelola pada tahap pengumpulan data jenis burung yang terdapat pada TWA Kawah Ijen dan berencana untuk membuat buku jenis atau fieldguide jenis burung di TWA Kawah Ijen. Pengelolaan TWA Kawah Ijen menghadapi kendala dalam hal jumlah personil dan pendanaan. Pendanaan dalam hal penyediaan sarana dan prasarana menjadi salah satu permasalahan dalam TWA Kawah Ijen. Penyediaan sarana dan prasarana dapat dilaksanakan melalui kerjasama dengan lembaga swasta. Lembaga swasta memiliki peran dalam penyedia kesempatan lapangan kerja bagi masyarakat lokal, bantuan dalam pengelolaan sumber daya destinasi wisata, penyediaan jasa pariwisata (penyediaan akomodasi, restoran/tempat makan, program pariwisata, dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan pengunjung), dan penyediaan data dan informasi melalui penyediaan sarana promosi (billboard, website, leaflet) (Widiyanti 2016). Perusahaan atau instansi swasta yang melakukan usaha di dalam kawasan ini adalah PT. Candi Ngrimbi dan PT. Sura Parama Setia. Pihak swasta ini diharapkan sebagai sponsor pendanaan untuk pengembangan. Menurut Setiawan dan Rahmi (2000), contributory partnership atau kemitraan melalui kontribusi merupakan suatu kesepakatan yang mana sebuah organisasi swasta atau publik setuju memberikan sponsor atau dukungan umumnya berupa dana melalui program CSR (coorporate social responsibility). Lembaga swasta memiliki peran dalam penyedia kesempatan lapangan kerja bagi masyarakat lokal, bantuan dalam pengelolaan sumber daya destinasi wisata, penyediaan jasa pariwisata (penyediaan akomodasi, restoran/tempat makan, program pariwisata, dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan pengunjung), dan penyediaan data dan informasi melalui penyediaan sarana promosi (Widiyanti 2016). Selain pihak-pihak di atas terdapat masyarakat yang juga mengambil peran dalam pengelolaan. Peran kelompok masyarakat sebagai sumber daya perlindungan melalui penanaman dan perlindungan hutan, menghindari perburuan satwa liar dan illegal logging (Muntasib dkk 2014). Kelompok masyarakat membentuk organisasi pecinta alam atau organisasi perlindungan warisan sejarah budaya yang banyak melakukan usaha-usaha konservasi yang menjadi ODTWA (Damanik dan Weber 2006). Hasil pengamatan dan wawancara kepada pengelola menunjukan bentukbentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TWA Kawah Ijen antara lain berupa pemeliharaan pal batas, inventarisasi/monitoring flora fauna dan ekosistem, perencanaan aktivitas ekowisata, sarana prasarana interpretasi, identifikasi/inventarisasi sosial dan budaya masyarakat, penguatan pelaksanaan perlindungan dan pengamanan, penguatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, dan pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan. Menurut Murdyastuti et al. (2013), konsep pengembangan ekowisata dalam pengelolaannya dibutuhkan kejelasan stakeholders dan kepentingankepentingannya terkait dengan pemanfaatan sumber daya pariwisata. Keterlibatan 23

34 24 stakeholders tersebut perlu juga diperjelas bentuk interaksinya sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan saling bersinergi dalam sebuah sistem kepariwisataan. Saat ini pengelolaan yang dilakuakan oleh masing-masing stakeholder di TWA Kawah Ijen dapat dikatakan belum terkoordinasi dengan baik. Tanggung jawab terkait kawasan dan kegiatan wisata seluruhnya dipegang oleh pihak BKSDA. Koordinasi terkait karcis masuk kawasan juga dirasa belum baik karena pengunjung yang melalui jalur dari arah Banyuwangi akan diminta untuk membayar karcis masuk kawasan desa wisata tamansari sebelum masuk TWA Kawah Ijen. Pengembangan Wisata Kondisi Sumberdaya di TWA Kawah Ijen saat ini Sumberdaya di TWA Kawah Ijen yang dapat ditemukan selama pengamatan dapat dikelompokkan menjadi sumberdaya fisik, geologi, dan biologi. Sumberdaya geologi yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata adalah sumberdaya yang ada ada dan terlihat di permukaan. Aktivitas vulkanik Gunungapi Ijen yang tampak di permukaan adalah berupa komplek solfatara, air danau kawah yang sangat asam dan mataair panas Sibenteng yang muncul dekat solfatara sebagai bagian dari manifestasi panasbumi. Komplek solfatara Gunungapi Ijen terdapat di sebelah tenggara dan merupakan bagian dari dinding danau itu sendiri. Belerang ini kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar secara tradisional melalui proses sublimasi belerang. Saat ini objek geologi yang telah dimanfaatkan untuk kegiatan wisata berupa fenomena api biru dan keindahan kawah. Kedua objek ini terletak di area kawah. Hal ini menyebabkan konsentrasi pengunjung hanya terpusat di area kawah. Pengunjung yang terpusat di satu objek dapat mengancam kelestarian objek tersebut. Pemanfaatan sumberdaya lain di kawasan TWA Kawah Ijen diperlukan guna memberikan alternatif kegiatan bagi pengunjung. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapang terlihat bahwa sumberdaya biologi di TWA Kawah Ijen belum dimanfaatkan untuk kegiatan wisata. Sumberdaya biologi meliputi sumberdaya flora dan fauna yang terdapat di dalam kawasan. Flora yang mendominasi di TWA Kawah Ijen adalah cemara gunung yang akan menemani perjalanan pengunjung di sepanjang jalur pendakian. Pengunjung dapat menikmati pemandangan barisan pohon pohon cemara gunung yang tumbuh mengikuti bentuk kontur daerah sekitar. Semak dari jenis eidelweiss dan sentigi gunung mendominasi di TWA Kawah Ijen. Senitigi gunung di TWA Kawah Ijen dapat ditemukan pada ketinggian di atas mdpl. Keunikan sentigi gunung di TWA Kawah Ijen adalah tumbuhan ini dapat ditemukan pada bibir kawah yang merupakan kondisi ekstrem dan sering terpapar gas belerang. Fauna yang terdapat di TWA Kawah Ijen terdiri dari mamalia dan burung. Mamalia yang dapat ditemukan adalah monyet ekor panjang, lutung jawa, tupai pohon. Keseluruhan mamalia ini dapat ditemukan di sepanjang jalur pendakian. Monyet ekor panjang beberapa kali terlihat menyebrangi jalur pendakian. Burung yang berhasil ditemukan di TWA Kawah Ijen adalah Ayam Hutan Hijau, Alap-alap sapi, Walet Gunung, Cucak Gunung, Kipasan bukit, dan Elang Jawa (BBKSDA 2012).

35 25 Sumberdaya fisik meliputi DAM Kawah Ijen, air terjun Banyupahit, dan Pondok Bunder. Kedua bangunan (DAM dan Pondok Bunder) yang terletak di Gunungapi Ijen merupakan bangunan yang dibangun pada masa penjajahan belanda, yaitu pada tahun DAM Kawah Ijen adalah bangunan beton yang dimaksudkan untuk mengatur level (permukaan) air danau agar tidak menyebabkan banjir air asam ke aliran Sungai Banyupahit. Sementara Pondok Bunder merupakan bangunan yang difungsikan sebagai tempat pengamatan cuaca pada masa itu. Saat ini kedua bangunan ini hanya menjadi terbengkalai dan tidak banyak pengunjung yang tahu mengenai asal usul bangunan peninggalan belanda ini. Air terjun Banyupahit merupakan hulu sungai banyupahit. Air dari air terjun ini memiliki ph yang sangat asam karena terkena rembesan air danau di bawah DAM. Keunikan dari air terjun Banyupahit ini adalah warna kekuningan khas belerang berpadu dengan air yang berwarna kehijauan akibat kontaminasi gas-gas vulkanik tertentu. Pemandangan semacam ini hanya dapat ditemukan di TWA Kawah Ijen. Cemara gunung yang tumbuh di sekitar air terjun Banyupahit menambah kesan alami dari objek wisata ini (Widiyanti 2016). Program Rencana Pengembangan Wisata Pengembangan wisata di TWA Kawah Ijen yang merupakan kawasan konservasi yang memiliki gunungapi aktif di dalamnya memerlukan penggabungan dua prinsip wisata, yaitu wisata berkelanjutan dan wisata di area geologi atau geopark. Adapun prinsip wisata berkelanjutan menurut UNWTO (2013) yaitu memanfaatkan sumberdaya secara berkelanjutan, menjaga kondisi sosial dan budaya masyarakat, serta memberikan manfaat sosial ekonomi dalam jangka waktu yang lama. Sementara UNESCO (2006) mengeluarkan prinsip wisata di kawasan geologi yaitu ukuran dan pengaturan, keterlibatan masyarakat lokal, pengembangan ekonomi, pendidikan, perlindungan dan konservasi, dan jaringan global. Berdasarkan prinsip wisata berkelanjutan dari UNWTO dan UNESCO maka disusunlah kriteria wisata berkelanjutan yang sesuai dengan kondisi TWA Kawah Ijen, meliputi: pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan, keterlibatan masyarakat lokal, pendidikan, serta perlindungan dan konservasi. Pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan merupakan upaya untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, sehingga kegiatan wisata dapat dilakukan secara berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan pemanfaatan seluruh sumberdaya yang terdapat pada TWA Kawah Ijen sehingga pemanfaatan sumberdaya tidak terkonsentrasi pada satu titik atau satu objek saja. 1. Geowisata Pemanfaatan sumberdaya geologi secara berkelanjutan dapat dilakukan dengan memanfaatkan seluruh sumberdaya geologi yang ada dan terlihat di permukaan sebagai objek geowisata. Geowisata merupakan cabang dari ekowisata dengan ketertarikan pada geologi, geomorfologi, goediversity, dan geografi (Farsani et al. 2012). Kegiatan geowisata telah banyak dilakukan di negara-negara lain seperti Jepang, Hawaii, dan Amerika. Menurut Dowling dan Newsome (2010) alasan utama sesorang mengunjung kawasan geologi treutama gunungapi adalah untuk mendapatkan pengalaman pada lokasi dengan keunikan lanskap. Semakin tinggi aktivitas vulkanik yang dihasilkan gunungapi, semakin tinggi pula

36 26 keinginan pengunjung untuk dating ke lokasi tersebut. Kegiatan geowisata di Taman Nasional Hawaii menyajikan atraksi lava yang mengalir dengan memberikan batasan jarak aman bagi pengunjung. Kegiatan ini di kenal dengan poke-a-stick Lava Tours. Kegiatan ini menjanjikan wisatawan berada pada jarak yang aman untuk dapat melihat dan mencolek aliran lava dengan sebuah tongkat kayu (Davis et al 2013). Aktivitas serupa dapat dilaksanakan di TWA Kawah Ijen dengan mengganti objek lava menjadi api biru. Fenomena api biru menjadi atraksi utama bagi pengunjung saat ini. Fenomena ini hanya terjadi di TWA Kawah Ijen dan tidak dapat ditemukan di lokasi lain. Keunikan dari aktivitas api biru adalah api biru tidak dapat membakar api namun apabila kita meletakkan logam di dalamnya logam tersebut akan meleleh. Hal ini disebabkan karena api biru merupakan pijaran cahaya yang berwarna biru dan bersifat korosif, sehingga apabila logam diletakkan pada api biru maka logam tersebut akan meleleh. Selain api biru, objek geologi lain yang menarik adalah lapangan solfatara yang merupakan lokasi penambangan belerang. Pengunjung dapat melihat secara langsung bagaimana proses pembentukan sublimat belerang. Namun diperlukan kajian mengenai jarak yang aman bagi pengunjung untuk dapat melihat objek dengan aman dan nyaman. Kegiatan geowisata harus dapat memfasilitasi pengunjung untuk memperkaya informasi mengenai sumberdaya alam di kawasan, kearifan lokal, dan bagaimana cara melestarikannya (Farsani et al. 2012). Dalam rangka pengembangan kegiatan geowisata di TWA Kawah Ijen, pengelola dapat menyediakan pusat informasi bagi pengunjung mengenai sumberdaya geologi di kawasan yang di dalamnya dapat dibuat maket yang memperlihatkan keseluruhan kawasan termasuk proses terbentuknya Gunungapi Ijen. Pembuatan papan interpretasi pada masing-masing objek juga diperlukan, sehingga pengunjung mendapatkan informasi mengenai objek tersebut. Pemanfaatan jasa pemandu sebagai pemberi informasi juga dapat dilakukan. Kegiatan geowisata harus memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengunjung terutama apabila di dalam lokasi wisata terdapat potensi bencana seperti gunungapi. Banyak tujuan wisata di lokasi berbahaya yang populer karena mereka memiliki nilai keindahan yang tinggi. Kebanyakan pengunjung yang mengunjungi lokasi berbahaya tidak mengetahui bahaya atau resiko yang mereka akan hadapi ketika berkunjung ke lokasi tersebut. Padahal potensi hazard di lokasi berbahaya terutama gunungapi dapat membahayakan pengunjung yang datang ke lokasi. Informasi mengenai resiko atau ancaman yang dapat terjadi di gunungapi sangat penting untuk diberitahukan kepada pengunjung. Informasi mengenai cuaca juga dibutuhkan pengunjung terkait dengan konsentrasi gas vulkanik yang akan meningkat apabila cuaca mendung. Jalur pendakian maupun jalur menuju kawah juga menjadi berbahaya dalam kondisi hujan. Informasi mengenai perelatan keselamatan dalam kegiatan pendakian terutama pada malam hari perlu diberikan, sehingga pengunjung terhindar dari bahaya gas belerang yang konsentrasinya meningkat pada malam hari (Gambar 21) (Farsani et al. 2012).

37 27 Gambar 21 Penggunaan masker dan alat pelindung lain saat kegiatan wisata pada malam hari 2. Wisata Satwaliar Wisata satwaliar dapat berperan dalam konservasi karena memberi kesempatan untuk kontak langsung dengan alam serta memiliki dampak positif terhadap pembelajaran pengunjung mengenai lingkungan (Harefa 2015). Kegiatan wisata satwaliar dapat dilaksanakan di area paltuding, sepanjang jalur pendakian, dan kawah. Kegiatan wisata satwaliar yang dapat dikembangkan adalah kegiatan birdwatching dan wisata pengamatan mamalia. Pengembangan wisata satwaliar di TWA Kawah Ijen dapat disesuaikan dengan waktu perjumpaan satwa dan lokasi temuannya. Kegiatan wisata satwaliar dapat dilakukan secara mandiri maupun dengan memanfaatkan jasa pemanduan. Namun pengelola harus menyediakan papan interpretasi, buku panduan pengamatan satwa dan alat yang dibutuhkan untuk pengamatan. Pemandu di TWA Kawah Ijen juga perlu diberikan pelatihan mengenai pemanduan wisata satwaliar dan pengetahuan terkait satwaliar yang terdapat di dalam kawasan. Kegiatan wisata satwaliar ini dapat menjadi alternatif kegiatan bagi pengunjung yang melakukan kegiatan pendakian dengan tujuan melihat fenomena api biru. Kegiatan wisata satwaliar ini dilaksanakan pada pagi hingga sore hari, sehingga pengunjung yang datang untuk menyaksikan api biru pada malam hari dapat melakukan kegiatan ini terlebih dahulu. 3. Wisata Belerang Selain api biru dan keindahan kawah, Kawah Ijen terkenal akan potensi belerang yang melimpah. Belerang ini kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai hasil tambang yang bekerja di bawah PT. Candi Ngrimbi. Aktivitas penambangan ini menjadi objek wisata menarik yang dapat dilakukan pengunjung pada siang hari. Pengunjung dapat mengikuti kegiatan penambang belerang dari mulai mengambil padatan belerang hingga ke tempat penimbangan sementara yang terletak di Pos Bunder ataupun sampai ke tempat penimbangan akhir yang terletak di area paltuding. Kegiatan wisata belerang ini dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan PT. Candi Ngrimbi selaku pengelola penambangan belerang. 4. Wisata Sejarah Kegiatan wisata sejarah di TWA Kawah Ijen dapat dilakukan di Pondok Bunder, DAM Kawah Ijen, dan sekitar area kawah. Kegiatan wisata sejarah dilakukan dengan memberikan informasi kepada pengunjung terkait sejarah

38 28 Gunungapi Ijen dari informasi geologi maupun kepercayaan masyarakat setempat. Selain itu kegiatan wisata sejarah dapat memanfaatkan objek fisik berupa DAM Kawah Ijen dan Pondok Bunder yang merupakan bangunan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda. DAM Kawah Ijen dan Pondok Bunder saat ini terbengkalai dan rentan terhadap kegiatan vandalisme. Kegiatan wisata sejarah dapat dilakukan saat pengunjung melakukan pendakian dengan dipandu dengan pemandu. 5. Alternatif kegiatan wisata di sekitar TWA Kawah Ijen Selain sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan TWA Kawah Ijen, terdapat beberapa objek wisata di sekitar kawasan yang dapat menjadi alternatif bagi pengunjung. Beberapa objek wisata dapat dijumpai di sepanjang jalan menuju TWA Kawah Ijen dari arah Banyuwangi maupun arah Bondowoso. Objek wisata yang dapat menjadi alternatif bagi pengunjung dari arah Banyuwangi adalah wisata Desa Kemiren. Desa Kemiren merupakan desa yang mengembangkan aktifitas masyarakat suku using yang merupakan suku asli Banyuwangi. Aktifitas keseharian warga yang masih tradisional menjadi atraksi di Desa Kemiren (Gambar 21). Kegiatan wisata di Desa Kemiren dapat menjadi alternatif bagi pengunjung dengan tujuan utama melihat api biru pada malam atau dini hari karena kegiatan di Desa Kemiren dilaksanakan pada pagi hingga siang hari. Paket wisata yang ditawarkan di Desa Kemiren adalah wisata kuliner tradisional, belajar budaya adat using dan seni tradisional Banyuwangi. Paket wisata kuliner menyediakan makanan khas masyarakat using seperti rujak soto, pecel pitik, gedang goreng endog, dan kopi jaran goyang. Pengujung dapat melihat dan melakukan proses sangrai kopi yang saat ini menjadi komoditas yang di kembangkan di sekitar Desa Kemiren. Masyarakat Desa Kemiren juga menyediakan homestay yang beberapa diantaranya merupakan rumah dari masyarakat, sehingga pengujung dapat merasakan dan turut melaksanakan kegiatan harian masyarakat using (Indiarti dkk 2015). Homestay di desa kemiren saat ini berjumlah 55 rumah dan dapat menjadi alternatif tempat menginap bagi pengunjung TWA Kawah Ijen (Gambar 21). (a) (b) Gambar 22 Desa Kemiren (a) aktivitas perempuan suku using, menumbuk padi yang sengaja dibuat bernada (b) salah satu rumah yang menjadi homestay Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pengunjung dari arah Bondowoso dapat menikmati keindahan panorama barisan gunung-gunung di sepanjang jalan menuju TWA Kawah Ijen. Barisan gunung ini merupakan hasil dari letusan

39 29 gunung ijen tua (Gambar 23). Sebagian besar pengunjung yang berasal dari luar daerah Banyuwangi lebih memilih jalur dari arah Bondowoso. Hal ini karena waktu tempuh yang lebih cepat dan kondisi jalan yang relatif lebih aman. Terdapat beberapa lokasi yang dapat dikunjungi di saat melalui jalur dari arah bondowoso seperti kawah wurung, komplek blawan, dan komplek rumah tua peninggalan Belanda di Jampit, serta rest area yang disediakan oleh masyarakat sekitar (Gambar 23). Kegiatan yang dapat dilakukan di lokasi-lokasi tersebut adalah menikmati pemandangan, fotografi, dan berendam di pemandian air panas blawan. Kegiatan wisata pada masing-masing lokasi hanya dapat dilakukan pada siang hari. Sehingga dapat menjadi pengisi waktu luang pengunjung yang menunggu fenomena api biru pada malam hari. Komplek Blawan juga menyediakan penginapan bertema rumah Belanda yang disebut dengan Catimor Homestay. (a) (b) (c) Gambar 23 (a) Deretan pegunungan komplek ijen tua (b) Kawah Wurung (c) Komplek rumah belanda Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Masyarakat di sekitar TWA Kawah Ijen telah menjadikan Gunungapi Ijen sebagai sumber penghasilan mereka khususnya masyarakat Desa Licin, Banyuwangi. Masyarakat sekitar kawasan memanfaatkan hasil belerang yang melimpah sebagai sumber pendapatan mereka sejak penjajahan belanda. Dalam sehari penambang dapat mengangkut 120kg belerang yang perkilonya dijual dengan harga Rp 800,-. Namun saat ini setelah TWA Kawah Ijen mulai ramai

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.banyuwangikab.go.id). Wilayah kabupaten Banyuwangi cukup beragam,

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.banyuwangikab.go.id). Wilayah kabupaten Banyuwangi cukup beragam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Terletak diujung paling timur pulau jawa, berbatasan dengan Kabupaten Situbondo disisi

Lebih terperinci

4.10. G. IYA, Nusa Tenggara Timur

4.10. G. IYA, Nusa Tenggara Timur 4.10. G. IYA, Nusa Tenggara Timur G. Iya KETERANGAN UMUM Nama : G. Iya Nama Lain : Endeh Api Nama Kawah : Kawah 1 dan Kawah 2 Tipe Gunungapi : Strato Lokasi Geografis : 8 03.5' LS dan 121 38'BT Lokasi

Lebih terperinci

Telepon: , , Faksimili: ,

Telepon: , , Faksimili: , KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

3 METODE Jalur Interpretasi

3 METODE Jalur Interpretasi 15 2.3.5 Jalur Interpretasi Cara terbaik dalam menentukan panjang jalur interpretasi adalah berdasarkan pada waktu berjalan kaki. Hal ini tergantung pada tanah lapang, jarak aktual dan orang yang berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002,

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002, tanggal 10 Juni 2002. Selanjutnya

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Disusun oleh: Anita Megawati 3307 100 082 Dosen Pembimbing: Ir. Eddy S. Soedjono.,Dipl.SE.,MSc.,

Lebih terperinci

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran

Lebih terperinci

5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku

5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku 5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku G. Lawarkawra di P. Nila, dilihat dari arah utara, 1976 KETERANGAN UMUM Nama Lain : Kokon atau Lina Lokasi a. Geografi Puncak b. Administratif : : 6 o 44' Lintang

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI LINGKUNGAN SEBAGAI STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TWA KAWAH IJEN

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI LINGKUNGAN SEBAGAI STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TWA KAWAH IJEN Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 3 No., Agustus 16: 153-161 ISSN : 355-66 E-ISSN : 477-99 http://dx.doi.org/1.957/jkebijakan.v3i.15519 PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI LINGKUNGAN SEBAGAI

Lebih terperinci

4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur

4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur 4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur G. Lewotobi Laki-laki (kiri) dan Perempuan (kanan) KETERANGAN UMUM Nama Lain Tipe Gunungapi : Lobetobi, Lewotobi, Lowetobi : Strato dengan kubah lava Lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Januari 2010 Februari 2010 di Harapan Rainforest, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

Jenis Bahaya Geologi

Jenis Bahaya Geologi Jenis Bahaya Geologi Bahaya Geologi atau sering kita sebut bencana alam ada beberapa jenis diantaranya : Gempa Bumi Gempabumi adalah guncangan tiba-tiba yang terjadi akibat proses endogen pada kedalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 4122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 1295 Telepon: 22-7212834, 5228424, 21-5228371

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NOMOR 57 BANDUNG 40122 JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 TELEPON: 022-7215297/021-5228371 FAKSIMILE:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ilmu tentang bencana semakin berkembang dari tahun ke tahun seiring semakin banyaknya kejadian bencana. Berawal dengan kegiatan penanggulangan bencana mulai berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi, yaitu erupsi letusan dan leleran

Lebih terperinci

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Bandung Selatan memiliki sebuah kawasan wisata potensial, yaitu kawasan wisata Ciwidey. Di kawasan tersebut terdapat empat tujuan wisata utama, diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang bersedia mengeluarkan uang untuk mengisi waktu luang (leisure) dalam rangka menyenangkan diri

Lebih terperinci

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara 7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara G. Kie Besi dilihat dari arah utara, 2009 KETERANGAN UMUM Nama Lain : Wakiong Nama Kawah : Lokasi a. Geografi b. : 0 o 19' LU dan 127 o 24 BT Administrasi : Pulau Makian,

Lebih terperinci

DANAU SEGARA ANAK. Gambar 1. Lokasi Danau Segara Anak di Pulau Lombok. Gambar 2. Panorama Danau Segara Anak Rinjani dengan kerucut Gunung Barujari.

DANAU SEGARA ANAK. Gambar 1. Lokasi Danau Segara Anak di Pulau Lombok. Gambar 2. Panorama Danau Segara Anak Rinjani dengan kerucut Gunung Barujari. DANAU SEGARA ANAK Danau Segara Anak adalah danau kawah (crater lake) Gunung Rinjani yang berada di Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus

Lebih terperinci

BERITA GUNUNGAPI ENAM GUNUNGAPI WASPADA JANUARI MARET 2008

BERITA GUNUNGAPI ENAM GUNUNGAPI WASPADA JANUARI MARET 2008 BERITA GUNUNGAPI ENAM GUNUNGAPI WASPADA JANUARI MARET 2008 ESTU KRISWATI Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Selama Januari - Maret 2008 terdapat 2 gunungapi berstatus Siaga (level 3) dan 11

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

G. TALANG, SUMATERA BARAT

G. TALANG, SUMATERA BARAT G. TALANG, SUMATERA BARAT KETERANGAN UMUM Nama Lain Nama Kawah : Talang, Salasi, Sulasih : Danau Talang dan Danau Kecil Lokasi a. Geografi Puncak b. Administrasi : : 58'42" LS dan 1 4'46"BT Kecamatan Kota

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI Rencana Pola ruang adalah rencana distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Bentukan kawasan yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya air bersifat dinamis dalam kualitas dan kuantitas, serta dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya air bersifat dinamis dalam kualitas dan kuantitas, serta dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Selain sebagai air minum, air juga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan keperluan

Lebih terperinci

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lokasi Objek Penelitian Berdasarkan bentuk morfologinya, puncak Gunung Lokon berdampingan dengan puncak Gunung Empung dengan jarak antara keduanya 2,3 km, sehingga merupakan

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA MENUJU PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MANDIRI: PENGELOLAAN BERBASIS RESORT, DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO, KABUPATEN BANYUWANGI, JAWA TIMUR Bidang Kegiatan : PKM Artikel Ilmiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang sangat rentan akan bencana, diantaranya bencana letusan gunungapi, tsunami, gempa bumi dan sebagainya. Bencana tidak

Lebih terperinci

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO 1. Gambaran Umum a) Secara geografi Desa Banaran, Kecamatan Pulung terletak di lereng Gunung Wilis sebelah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

AKTIVITAS GUNUNGAPI SEMERU PADA NOVEMBER 2007

AKTIVITAS GUNUNGAPI SEMERU PADA NOVEMBER 2007 AKTIVITAS GUNUNGAPI SEMERU PADA NOVEMBER 27 UMAR ROSADI Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Pada bulan Oktober akhir hingga November 27 terjadi perubahan aktivitas vulkanik G. Semeru. Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 (https://id.wikipedia.org/wiki/indonesia, 5 April 2016).

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 (https://id.wikipedia.org/wiki/indonesia, 5 April 2016). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pariwisata saat ini semakin menjadi sorotan bagi masyarakat di dunia, tak terkecuali Indonesia. Sektor pariwisata berpeluang menjadi andalan Indonesia untuk mendulang

Lebih terperinci

KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 1 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 9 JAKARTA 195 Telepon: -713, 5,1-5371 Faksimile: -71, 1-537 E-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada saat gunungapi meletus mengeluarkan tiga jenis bahan yaitu berupa padatan, cair, dan gas.

Lebih terperinci

BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK

BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK Bentuklahan asal vulkanik merupakan bentuklahan yang terjadi sebagai hasil dari peristiwa vulkanisme, yaitu berbagai fenomena yang berkaitan dengan gerakan magma naik ke permukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang cukup luas dengan penduduk yang beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Luas Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak antara 6 0 21-7 0 25 Lintang Selatan dan 106 0 42-107 0 33 Bujur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik. Waktu penelitian dilaksanakan selama 4 bulan yaitu bulan Mei Agustus 2008. Tempat

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur.

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan

Lebih terperinci

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi.

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi. BENTUK LAHAN ASAL VULKANIK 1.Dike Terbentuk oleh magma yang menerobos strata batuan sedimen dengan bentuk dinding-dinding magma yang membeku di bawah kulit bumi, kemudian muncul di permukaan bumi karena

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PANTAI TANJUNG PAPUMA JEMBER

PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PANTAI TANJUNG PAPUMA JEMBER LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PANTAI TANJUNG PAPUMA JEMBER Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 8 0 LU dan 11 0 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan flora dan fauna yang hidup pada suatu kawasan atau wilayah dengan luasan tertentu yang dapat menghasilkan iklim mikro yang berbeda dengan keadaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA Julhija Rasai Dosen Fakultas Teknik Pertambangan, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Email.julhija_rasai@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor migas yang sangat potensial dan mempunyai andil besar dalam membangun perekonomian yang saat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2007, bertempat di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB). Taman Nasional Gunung Merbabu

Lebih terperinci

6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara

6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara 6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara KETERANGAN UMUM Nama Lain : Tonkoko Nama Kawah : - Lokasi Ketinggian Kota Terdekat Tipe Gunungapi Pos Pengamatan Gunungapi : Administratif: termasuk Desa Makewide, Kecamatan

Lebih terperinci

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. C6 Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. Lumajang) Zahra Rahma Larasati, Teguh Hariyanto, Akbar Kurniawan Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Merapi adalah salah satu gunung api yang sangat aktif di Indonesia yang terletak di daerah berpenduduk padat di Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng benua Eurasia, lempeng samudra Hindia,

Lebih terperinci

INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W)

INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W) INOVASI PENCEGAH KEBAKARAN BAWAH TANAH LAHAN GAMBUT DENGAN SPIDER PIPELINE AS GROUND FIRE WETLAND (SPAS GROFI-W) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hutan merupakan tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa fenomena alam, baik secara

Lebih terperinci

alami maupun buatan. Perancangan wisata alam memerlukan ketelitian dalam memilih objek wisata yang akan dikembangkan.

alami maupun buatan. Perancangan wisata alam memerlukan ketelitian dalam memilih objek wisata yang akan dikembangkan. 23 1. Potensi Wisata Gunung Sulah Potensi wisata merupakan segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata baik alami maupun buatan. Perancangan wisata alam memerlukan ketelitian dalam memilih objek wisata

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR Novie N. AFATIA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana GeologiJl. Diponegoro No. 57 Bandung Pendahuluan Kabupaten Karanganyar merupakan daerah yang cukup banyak mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Gunungapi Soputan Geomorfologi Gunungapi Soputan dan sekitarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga satuan morfologi (Gambar 2.1) yaitu : 1. Satuan Morfologi Tubuh Gunungapi,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH BAB III TINJAUAN LOKASI DAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Kondisi Umum Pegunungan Menoreh Kulonprogo 3.1.1. Tinjauan Kondisi Geografis dan Geologi Pegunungan Menoreh Pegunungan Menoreh yang terdapat pada Kabupaten

Lebih terperinci

MODEL AMBANG BATAS FISIK DALAM PERENCANAAN KAPASITAS AREA WISATA. Abstrak

MODEL AMBANG BATAS FISIK DALAM PERENCANAAN KAPASITAS AREA WISATA. Abstrak MODEL AMBANG BATAS FISIK DALAM PERENCANAAN KAPASITAS AREA WISATA BERWAWASAN KONSERVASI DI KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO KABUPATEN SEMARANG Rahma Hayati Jurusan Geografi FIS -UNNES Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kecamatan Cikampek, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat. Luas KHDTK Cikampek adalah 51,10 ha. Secara administratif

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Yogyakarta, 21 September 2012 BAPPEDA DIY Latar Belakang UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Seluruh

Lebih terperinci

Beda antara lava dan lahar

Beda antara lava dan lahar lahar panas arti : endapan bahan lepas (pasir, kerikil, bongkah batu, dsb) di sekitar lubang kepundan gunung api yg bercampur air panas dr dl kawah (yg keluar ketika gunung meletus); LAHAR kata ini berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI TEMPAT WISATA Sejarah Taman Wisata Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk. lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

BAB II DESKRIPSI TEMPAT WISATA Sejarah Taman Wisata Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk. lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. BAB II DESKRIPSI TEMPAT WISATA 2.1. Sejarah Taman Wisata Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk Menurut Undang-undang, Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci