Jangan Memanjat Pohon yang Salah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jangan Memanjat Pohon yang Salah"

Transkripsi

1

2 Jangan Memanjat Pohon yang Salah 1

3 Ucapan Terima Kasih JANGAN MEMANJAT POHON YANG SALAH Pandangan dan Eksperimen dalam Pendidikan Kumpulan makalah mengenai pendidikan Dr. Ir. Gede Raka, Copyright 2013 Diterbitkan oleh: Masyarakat Pendidikan Sejati Cetakan pertama, xxvi hlm i

4 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Buku JANGAN MEMANJAT POHON YANG SALAH diterbitkan dalam format Buku Elektronik/Digital (E-book) E-book ini dapat diunduh (download) secara gratis di E-book ini boleh diperbanyak dan/atau didistribusikan, baik dalam bentuk digital atau cetak, untuk tujuan perbaikan pendidikan, namun tidak boleh diperjualbelikan. Setiap pengutipan isi buku wajib mencantumkan nama penulis. Tidak diperkenankan mengubah isi buku. Penulis dapat dihubungi di alamat atau Desain cover oleh: Rihan Meurila Rizal (Paprieka Design Studio) ii

5 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Buku ini diterbitkan sebagai salah satu bentuk penghargaan penulis kepada para guru, kepala sekolah dan rekan-rekan pencinta pendidikan dimanapun mereka berada, yang dengan caranya sendiri, dalam keterbatasannya, telah melakukan yang terbaik untuk perbaikan mutu pendidikan di Indonesia. iii

6 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Ucapan Terima Kasih Saya mengucapkan terima kasih kepada istri saya, Etje F. Satrie, dan anak anak saya Dewi dan Widhar yang sering menganjurkan agar saya menerbitkan makalah-makalah yang pernah saya tulis. Akhirnya penerbitan itu bisa dilaksanakan karena ada pasangan Ir. Helmi Himawan dan Ir. Dian Putri Maharani yang datang dengan anjuran yang sama dan bersedia memberi bantuan penuh sehingga buku dalam bentuk E-book ini bisa diluncurkan pada waktunya, tanggal 29 Juli Untuk saran dan bantuan tersebut saya ucapkan banyak terima kasih. Banyak inpirasi yang menjadi pemicu dari munculnya tema makalah-makalah yang dimuat dalam buku ini, saya dapatkan dari mendengarkan pandangan dan menyimak pengalaman dari beratus-ratus guru dan kepala sekolah SMP dan SMA di Bandung, Yogyakarta, Bali, dan Makassar yang bergabung dalam Forum Pengembangan Kreativitas Masyarakat (FPKM) dan yang kemudian menjadi Perhimpunan Indonesia untuk Pengembangan Kreativitas (PIPK). Inspirasi juga saya dapatkan dari para guru dan kepala sekolah SMP dan SMA di Jakarta, yang terlibat dalam proyek rintisan Pendidikan Karakter di Sekolah yang diprakarsai oleh Yayasan Jati Diri Bangsa. Untuk semua inspirasi tersebut kepada rekan-rekan saya para guru dan kepala sekolah, saya mengucapkan banyak terima kasih. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Dra. Lanny T. Hardhy M.Sc dan Drs. Nana Sumpena M.Psy, dua orang staf peneliti Pusat Penelitian Teknologi Institut Teknologi Bandung (PPT-ITB) yang sejak akhhir tahun 1992 sampai sekarang senantiasa setia dan bersemangat menjadi relawan, sebagai pelatih dan pembina program Pengembangan Kreativitas, Pengembangan Kepemimpinan, Program Belajar Berkelanjutan, dan Pengembangan Komunitas Belajar, bagi guru dan kepala iv

7 Ucapan Terima Kasih sekolah. Saya juga berterima kasih kepada para siswa yang bergabung dalam Forum Pengembangan Kreativitas Pelajar (FAJAR) di Bandung, yang telah menunjukkan betapa generasi muda Indonesia bisa mengembangkan diri menjadi orang-orang yang sangat kreatif. Terima kasih saya sampaikan juga kepada semua staf PPT-ITB yang senantiasa bersemangat menjalankan tugas-tugasnya dalam program pelatihan bagi para sekolah dan guru-guru. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang menjadi pendiri dan aktivis dari Wahana Studi Pengembangan Kreativitas (WSPK) UNY yang menjadi motor penggerak dari pengembangan gerakan kreativitas di sekolah-sekolah di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Ucapan terima kasih untuk peran yang sama juga saya sampaikan kepada rekan-rekan dosen Universitas Udayana dan Universitas Hassanudin yang menularkan semangat kreativitas di berbagai sekolah di Bali dan di Makassar. Dalam hal pendidikan karakter, saya mengucapkan terima kasih kepada Pengurus Yayasan Jati Diri Bangsa (YJDB) yang sudah bersedia mengambil inisiatif dan menggalang sumber daya untuk menyelenggarakan Proyek Rintisan Pendidikan Karakter di Jakarta yang telah memungkinkan saya dan anggota Tim Pakar Pendidikan YJDB lainnya belajar sangat banyak mengenai seluk beluk pendidikan karakter di lapangan. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada rekan-rekan saya, Prof. Dr. Frans Mardi Hartanto, Dr. Wisnubrata Hendrojuwono, Prof.Dr. Djamaludin Ancok, dan Sapto Kuntoro M.Sc., yang senantiasa menunjukkan antusiasme dalam membahas masalah-masalah pendidikan di Indonesia. Saya berterima kasih kepada Mbak Siti yang tidak bosan-bosan merapikan buku-buku di perpustakaan pribadi saya, dan yang dengan cepat dapat mencari buku-buku yang hilang, yang saya perlukan apabila saya menyiapkan sebuah makalah. Saya juga menyampaikan terima kasih kepada Sdri. Andri yang membantu merapikan naskah yang sudah lama tidak disentuh. v

8 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Saya mengucapkan terima kasih kepada pengurus dan anggota Indonesian Overseas Alumni (IOA) yang sejak tahun 2009 telah bekerja sama dengan PIPK dalam membantu perbaikan mutu pendidikan di sekolah-sekolah yang muridnya berasal dari keluarga yang kurang mampu, dan sejak pertengahan tahun 2012 menjadi sponsor dari program Pendidikan untuk Kehidupan yang Lebih Bermakna di sekolah-sekolah di pulau Sumba. Semua pihak yang saya sebut di atas, dengan caranya sendiri, telah membantu saya belajar lebih baik mengenai pendidikan di Indonesia, dan hasil belajar tersebut saya sampaikan dalam berbagai makalah yang dimuat dalam buku Jangan Memanjat Pohon yang Salah ini. Akhirnya saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Rihan Meurila Rizal dari Paprieka Design Studio yang telah menyumbang desain cover dan Masyarakat Pendidikan Sejati yang telah bersedia menerbitkan buku ini. Bandung, 29 Juli 2013 Gede Raka vi

9 Daftar Isi Daftar Isi Ucapan Terima Kasih iv Daftar Isi vii Kata Pengantar ix Catatan untuk Pembaca xv Prolog xvii Bagian 1 PENGEMBANGAN KREATIVITAS 1. PENGEMBANGAN KREATIVITAS UNTUK PERBAIKAN KUALITAS HIDUP DAN LINGKUNGAN: Upaya untuk Menghadapi Ketidakpastian Masa Depan (p 7) 2. MENGGUGAH KREATIVITAS MASYARAKAT LUAS: Kreativitas untuk Kualitas Hidup (p 21) 3. BELAJAR MENGAJAR DENGAN HATI (p 39) Bagian 2 PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENDIDIKAN UNTUK KEHIDUPAN BERMAKNA 4. PENDIDIKAN: Lebih Dari Pengembangan Kompetensi (p 59) vii

10 Jangan Memanjat Pohon yang Salah 5. KEBUTUHAN MENDESAK UNTUK MENEGAKKAN KEMBALI PENDIDIKAN DI INDONESIA (p 115) 6. PENDIDIKAN MEMBANGUN KARAKTER (p 139) 7. PENINGKATAN MUTU GURU: Hati-hati, Jangan Memanjat Pohon yang Salah (p 177) 8. PENDEKATAN KO-KREASI DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH: Pelajaran dari Sebuah Action-Research (p 193) 9. PERKEMBANGAN PENGETAHUAN, KEBUDAYAAND DAN TANTANGAN UNTUK MEMBANGKITKAN KEMBALI JIWA KEJUANGAN DI INDONESIA (p 221) 10. PEMBANGUNAN KARAKTER DAN PEMBANGUNAN BANGSA: Menengok Kembali Peran Perguruan Tinggi (p 247) Biodata Penulis 291 viii

11 Kata Pengantar Kata Pengantar Waktu berjalan sangat cepat. Tahun 2008 saya pensiun dari ITB. Masih terbayang jelas di ingatan saya hari pertama saya berdiri di Gerbang Masuk kampus ITB di Jalan Ganesa 10, sebagai mahasiswa baru, tahun Pohon congea griffitiana yang bunganya kecil-kecil berwarna ungu yang sangat indah sering disebut bunga ITB - yang memahkotai gerbang waktu itu, masih menghiasi gerbang itu sekarang, lebih dari enam puluh tahun kemudian. Menengok kembali apa yang telah saya lalui dalam kehidupan ini, saya sampai pada kesimpulan bahwa saya ini orang yang beruntung. Saya merasa beruntung karena banyak hal-hal baik yang tidak pernah saya rencanakan dan bayangkan sebelumnya, terjadi pada diri saya, seperti sebuah kebetulan. Misalnya, ketika saya masih di Sekolah Rakyat, pada awal tahun 1950-an, pada suatu perpustakakaan kecil yang berdebu di Keramas, Bali -desa kelahiran saya- secara kebetulan saya menemukan buku Riwayat Hidup Abraham Lincoln. Abraham Lincoln, seorang anak yang dilahirkan di tengah keluarga sangat miskin, namun dengan kerja keras, pantang menyerah, dan berpegang teguh pada kejujuran dan idealisme kemudian berhasil menjadi salah seorang presiden Amerika Serikat yang sangat dihormati. Buku itu saya baca di tengah-tengah kesibukan menggembalakan itik; buku yang sangat menggugah. Dampaknya, saya menjadi lebih semangat bekerja dan ix

12 Jangan Memanjat Pohon yang Salah belajar. Kalau bukan karena buku itu, mungkin saya tidak akan ke Bandung, menjadi mahasiswa ITB. Di ITB, baik ketika menjadi mahasiswa maupun berkerja sebagai dosen ITB, saya bertemu dengan banyak orangorang hebat, baik di dalam maupun di luar kampus. Dalam pergaulan dengan orang-orang kampus, saya punya kesempatan luas berinteraksi dengan dosen dan cendekiawan yang berpengetahuan luas dan dalam. Di luar kampus, saya punya banyak kesempatan bertemu dan berinteraksi dengan para pemimpin perusahaan, tokoh kemasyarakatan dan pejabat di lembaga pemerintah. Interaksi tersebut membuka kesempatan bagi saya untuk belajar dari berbagai kalangan. Hal itu membantu saya keluar dari jebakan yang sangat saya takuti sebagai seorang dosen di Indonesia yaitu bersikap seperti katak di bawah tempurung. Profesi sebagai dosen menuntun saya pada dunia buku yang beraneka ragam dan terus berkembang: sejarah, biografi, ekonomi, filsafat,pendidikan, kebudayaan, sains, sosio-teknologi, spiritualisme, dan sebagainya. Membaca buku terasa seperti mendengarkan kuliah dari dan melakukan dialog dengan penulisnya. Ini dialog dengan pemikir dari berbagai penjuru dunia, dari berbagai bangsa; dari pemikir yang hidup ribuan tahun yang lalu sampai yang masih hidup sekarang ini. Sangat banyak hal-hal yang telah saya baca dalam berbagai buku mempengaruhi dan bahkan membentuk hidup saya. Jadi di samping merasa beruntung, saya juga merasa menerima begitu banyak kebaikan dari sangat banyak orang: dari dukun bayi, pengasuh, teman-teman di kampung, guru, teman-teman dalam profesi, tokoh-tokoh masyarakat, penulis buku, mahasiswa, kerabat, tetangga, staf di kantor, staf di rumah, petugas keamanan, dan sudah x

13 Kata Pengantar barang tentu kebaikan dari orang tua, anak dan istri saya. Bagi saya, masalahnya sekarang adalah bagaimana membalas budi baik sekian banyak orang -sebagian saya kenal dan sebagaian terbesar tidak pernah bertemu mukayang telah berkontribusi dalam kehidupan saya. Memang selama bekerja sebagai dosen, saya berusaha sebaik mungkin agar apa yang saya lakukan dan berikan dapat berguna bagi para mahasiswa sesudah mereka menyelesaikan studinya. Saya juga berusaha menyediakan waktu untuk melakukan kerja sosial khususnya untuk perbaikan pendidikan di daerah yang masyarakatnya termasuk kurang beruntung secara ekonomi. Namun tetap saja hal itu terasa belum cukup. Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk menjadi bagian dari upaya mengembalikan atau serkurang-kurangnya menghargai kebaikan yang sudah saya terima dari sangat banyak orang, dari berbagai kalangan. Sebagian dari hal-hal yang telah saya pelajari dari pergaulan dengan berbagai pihak, dan pikiran saya sendiri, saya tuangkan dalam berbagai makalah. Sebagian dari makalah-makalah tersebut kini dalam bentuk buku Jangan Memanjat Pohon yang Salah saya kembalikan kepada masyarakat. * * * Pendidikan adalah bidang kajian dan garapan yang sangat luas dan menjadi concern dan menyangkut kepentingan banyak pihak: orangtua, guru, kepala sekolah, pemerintah di pusat, pemerintah daerah, perusahan-perusahaan, LSM dan siswa atau mahasiswa, pengamat pendidikan. Oleh karena pendidikan menyangkut kepentingan langsung berbagai pihak, maka semua pihak yang berkepentingan bisa memberi pandangan mengenai pendidikan, dan pandangan ini biasanya dipengaruhi oleh latar belakang xi

14 Jangan Memanjat Pohon yang Salah atau posisi pihak yang bersangkutan. Hal yang demikian itu sangat wajar dan sah-sah saja. Dalam menyiapkan makalah-makalah ini, pandangan yang saya sampaikan sangat dipengaruhi oleh posisi atau peran saya sebagai guru atau dosen yang langsung terlibat dalam pelaksanaan pendidikan di lapangan dan peran sebagai orang tua yang seperti orang tua pada umumnya sangat cemas terhadap masa depan anak cucunya. Risalah yang dimuat pada buku ini, di samping berisi pandangan-pandangan pribadi, juga menyajikan pengalaman dalam melakukan beberapa eksperimen di lapangan dalam rangka menerapkan atau menguji pandangan dan gagasan yang dikemukakan. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa gagasan yang disampaikan bukanlah gagasan di awang-awang, namun pandangan atau gagasan yang bisa diwujudkan dalam kegiatan pendidikan nyata. * * * Risalah-risalah yang ada dalam buku ini pada dasarnya adalah ajakan untuk berani jujur melihat beberapa masalah pendidikan di Indonesia, agar supaya kita bisa melihat masalah pendidikan seperti apa adanya, tanpa ditutuptutupi. Berani melihat masalah seperti apa adanya adalah langkah pertama untuk menemukan cara yang tepat untuk mengatasinya. Kita perlu keluar dari kecenderungan menutup-nutupi masalah yang sering terjadi di masa lalu, yang mungkin sebagian masih tersisa sampai saat ini. Masalah tidak bisa diatasi dengan menutup-nutupinya atau dengan memalingkan muka dari padanya; hutang luar negeri tidak akan lunas dengan menamakannya bantuan luar negeri; keluarga miskin tidak akan bebas dari kemiskinan dengan menyebutnya keluarga pra sejahtera ; xii

15 Kata Pengantar orang buta huruf tidak akan bisa membaca dengan menyebutnya tuna aksara. Kita hendaknya berani mengahadapi hutang sebagai hutang, kemiskinan sebagai kemiskinan, buta huruf sebagai buta huruf. Kita perlu berani menerima kenyataan yang tidak enak; itu lebih baik dari pada memperdaya diri sendiri dengan memakai istilahistilah yang kedengarannya santun. Hal yang paling penting berikutnya adalah menemukan pemecahan atau jalan keluar dari masalah yang dihadapi. * * * Buku ini berasal dari sepuluh makalah mengenai pendidikan yang ditulis dalam rentang waktu 15 tahun. Makalah-makalah ini dikelompokkan dalam dua bagian; Bagian I bertema Pengembangan Kreativitas dan Bagian II bertema Pendidikan Karakter dan Pendidikan untuk Kehidupan Bermakna. Selama kurun waktu 15 tahun tersebut sudah banyak perubahan yang terjadi. Untuk menjaga agar risalah yang disajikan tetap dipahami sesuai dengan konteks-nya, maka pada awal setiap bagian diuraikan secara singkat issues atau permasalahan pendidikan yang berkembang ketika makalah tersebut ditulis. Sangat dianjurkan agar para pembaca terlebih dahulu membaca tulisan pengantar yang ada pada awal setiap bagian sebelum membaca risalah yang ada dalam bagian tersebut. Bandung, 29 Juli 2013 Gede Raka xiii

16 Jangan Memanjat Pohon yang Salah xiv

17 Catatan untuk Pembaca Catatan untuk Pembaca Risalah yang dimuat di buku ini ditulis sebagai makalahmakalah yang terpisah satu dengan yang lain. Oleh karena itu, pada dasarnya pembaca bisa membaca buku ini mulai dari bagian mana saja, dari chapter mana saja. Sebagai konsekuensi dari sebuah buku yang berisi kumpulan makalah yang masing-masing berdiri sendiri, namun dengan tema yang sejenis, maka pembaca akan menemukan pengulangan di sana-sini; suatu subyek yang sudah disinggung pada makalah yang satu disebutkan lagi pada makalah yang lain. Untuk menjaga keutuhan alurpikir yang ada pada setiap makalah, maka pengulangan itu tidak dihilangkan atau dibiarkan sebagaimana adanya. Mudah-mudahan hal ini tidak akan terlalu mengganggu pembaca. xv

18 Jangan Memanjat Pohon yang Salah xvi

19 Prolog Prolog Memanjat Pohon yang Salah Semua orang ingin berhasil dalam hidupnya, dan ujungujungnya ingin hidup bahagia. Pemimpin perusahaan ingin perusahaan dan karirnya maju, pejabat tinggi pemerintah ingin kebijakan yang diterapkannya membawa kemajuan pada masyarakat, para profesional ingin berhasil dalam profesinya masing-masing, kepala keluarga ingin keluarganya sejahtera dan bahagia, para pekerja sosial ingin kegiatannya membantu memajukan masyarakat, dan seterusnya. Untuk itu, seseorang melakukan berbagai usaha, dan melakukan pilihan-pilihan dalam perjalanan hidupnya. Pada tingkat individu, banyak orang bekerja keras, bahkan sepanjang hidupnya; orang belajar, menuntut ilmu, memilih untuk menekuni bidang usaha, keterampilan atau bidang keahlian tertentu, memilih pekerjaan, memilih tempat tinggal, memilih teman, memilih lingkungan sosial, dan berbagai pilihan lain. Dalam konteks organisasi atau lembaga, seorang pemimpin memilih strategi, kebijakan, sistem, staff, struktur organisasi untuk mencapai keberhasilan. Namun dalam kenyataan, ada kalanya, walaupun kita sudah berusaha sekuat tenaga dan sebaik mungkin, keberhasilan tak kunjung mendekat, bahkan kadangkala menjauh. Ibarat menanjat pohon, walaupun kita sudah bersimbah peluh dan memanjat setinggi-tingginya, kita tidak menemukan buah yang yang kita harapkan. Kalau itu xvii

20 Jangan Memanjat Pohon yang Salah yang terjadi, kemunghkinan besar kita memanjat pohon yang salah. Dalam pembangunan bangsa, fenomena memanjat pohon yang salah, bisa terjadi. Saya merasa, bahwa hal itu terjadi juga dalam berbagai kebijakan di Indonesia tercinta ini dan terjadi dalam berbagai bidang: ekonomi, politik, sosial, budaya. Tanda-tanda salah panjat ini ditemui dalam berbagai kontradiksi atau keganjilan dalam kehidupan masyarakat luas. Misalnya: Ketika aktivitas keberagamaan masyarakat terus meningkat, korupsi di Indonesia tidak kunjung surut, bahkan menjadi-jadi. Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan pantai terpanjang kedua di dunia justru mengimport garam dan ikan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah salah satu sila dari Panca Sila; namun demikian, ketika ekonomi Indonesia terus tumbuh, kesenjangan sosial antara yang kaya dan miskin justru makin besar; Ketika jalan-jalan di kota besar di pulau Jawa yang sangat padat penduduknya makin lama makin macet, kebijakan yang dikembangkan bukanlah investasi besara-besaran pada pembangunan traspor publik dan menghambat pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi, namun justru kebijakan mengembangkan mobil murah yang membuat jumlah mobil pribadi meningkat lebih cepat dan akan membuat jalan makin macet lagi. Ketika usaha untuk pemberantasan korupsi digalakkan terus oleh KPK, televisi justru menyiarkan berita tentang sangat banyak orang, termasuk tokoh-tokoh ormas dan politik yang berbondong-bondong memberikan dukungan xviii

21 Prolog kepada seseorang yang dinyatakan sebagai tersangka dalam suatu kasus korupsi. Dalam hidup selalu ada kemungkinan seseorang memanjat pohon yang salah, sebab tidak ada hidup yang benar-benar bebas dari kesalahan; kata banyak orang, melakukan kesalahan itu manusiawi. Namun apa yang sebaiknya dilakukan apabila ternyata dalam menetapkan kebijakan, suatu lembaga atau pemerintah, telah memanjat pohon yang salah? Tindakan yang paling masuk akal adalah turun ke tanah lagi dan cari pohon yang kira-kira banyak buahnya, dan kembali memanjat. Dengan kata lain, ganti kebijakan. Tetapi dalam praktek keadaan tidak sesederhana itu. Walaupun kenyataan menunjukkan bahwa kebijakan yang diterapkan sudah salah arah, penentu kebijakan sering bersikukuh bahwa kebijakan yang dipilih sudah benar, kalau perlu mencari konsultan atau ahli yang bisa memberi rasionalisasi bahwa pohon yang dipanjat adalah pohon yang benar. Bahkan dalam keadaan yang lebih memprihatinkan, pembenaran dilakukan dengan mengubah nama pohon yang dipanjat sehingga kedengaran seolaholah pohon itu akan ada banyak buahnya. Misalnya, namakan saja perekonomian yang dibangun adalah ekonomi pro-rakyat, walaupun sebenarnya kebijakan yang diterapkan lebih liberal dari ekonomi Amerika Serikat yang pro pemilik modal besar. Untuk memperoleh hasil yang diharapkan sudah barang tentu memanjat pohon yang benar saja tidak cukup. Seseorang haruslah memanjat dengan benar. Menetapkan arah yang benar itu perlu, namun belum cukup. Seseorang haruslah mampu berjalan dengan baik pada jalan yang menuju arah yang benar. xix

22 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Dalam kasus Indonesia, pada tataran nasional, apabila terlalu banyak kesalahan dalam kebijakan yang dilakukan dan tidak ada koreksi terhadap kesalahan tersebut, maka upaya yang dilakukan justru akan membuat bangsa ini makin jauh dari dari cita-cita luhur para pendiri bangsa ini : makin jauh dari kemakmuran yang berkeadilan, makin jauh dari persatuan, makin tidak mandiri dalam ekonomi, makin tak berkepribadiabn dalam kebudayaan dan makin tak berdaulat dalam politik. Sekarang marilah kita bertanya: 68 tahun sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia, apakah kemakmuran yang tercipta didistribusikan secara lebih berkeadilan, apakah rasa persatuan makin kuat, apakah Indonesia makin mandiri dalam perekonomian, apakah rakyat Indonesia makin berkeperibadian dalam kebudayaan, apakah Indonesia makin berdaulat dalam politik? Kalau sebagain besar jawabnya ya, itu berarti selama ini Indonesia dalam berbagai kebijakannya lebih banyak memanjat pohon yang benar; tetapi apabila jawabnya adalah sebaliknya, maka selama ini Indonesia banyak memanjat pohon yang salah. * * * Jangan Memanjat Pohon yang Salah dalam Pendidikan Enam puluh delapan tahun sesudah proklamasi kemerdekaan, nampaknya Indonesia belum menemukan arah yang tepat dalam membangun pendidikan. Kurikulum berkali-kali diganti, tanpa mengetahui dengan pasti apakah kurikulum yang sebelumnya sudah mencapai xx

23 Prolog sasaran yang diharapkan atau tidak. Di lapisan akar rumput (grass roots) para kepala sekolah dan guru-guru kebingungan karena mereka harus melakukan sesuatu yang baru, sementara hal-hal yang mereka harus lakukan menurut kurikulum lamapun mereka belum paham sepenuhnya. Ujian nasional yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan justru di banyak tempat merangsang tumbuhnya praktek nyontek berjamaah yang seringkali dipandu oleh para pengawas; yang lebih buruk lagi, siswa yang jujur yang tidak mau ikut berbuat curang justru dikucilkan, karena dianggap sebagai penghalang. Bahkan para guru yang berani mempersoalkan praktek keculasan inipun dihukum oleh kepala sekolah. Ini terjadi justru ketika pemerintah dengan giat-giatnya mengumandangkan pentingnya pendidikan karakter. Berbagai peristiwa yang makin sering terjadi akhir-akhir ini, seperti: tawuran diantara para pelajar antar sekolah yang diwarnai oleh kekerasan dan kebrutalan, bentrok fisik diantara mahasiswa antar perguruan tinggi yang berbeda, kecenderungan suatu kelompok masyarakat untuk main hakim sendiri, mengadili kelompok lain yang berbeda dengan memakai kekerasan, seperti memusnahkan tempat tinggal mereka dan menganiaya sampai mengakibatkan kematian pudarnya atau hilangnya rasa malu dan rasa bersalah yang antara lain terlihat jelas pada senyum manis dan penampilan ceria para koruptor yang sama sekali tidak menunjukkan penyesalan, meningkatnya pemakaian narkoba di kalangan anak muda, xxi

24 Jangan Memanjat Pohon yang Salah menyebabkan banyak kalangan merasa perlu mempertanyakan arah dan cara pelaksanaan pendidikan di Indonesia sekarang ini. Dari segi biaya pendidikan, hampir semua orang tua yang punya anak usia sekolah mengatakan bahwa biaya pendidikan anak di Indonesia makin mahal dan bagi sebagian terbesar masyarakat bahkan menjadi sangat mahal hingga tidak terjangkau. Pendidikan, yang menurut semangat dari UUD 45 harus menjadi pelayanan publik, secara perlahan-lahan di Indonesia ini makin diserahkan pada mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas, barang yang bermutu tinggi hanya untuk mereka yang punya banyak uang yang mampu membelinya. Pendidikan formal di sekolah yang bermutu baik hanya tersedia bagi orang-orang yang mampu membayar harga yang tinggi. Akibatnya, anak-anak dari keluarga yang berpendapatan rendah yang merupakan sebagain terbesar rakyat Indonesia hanya bisa mendapatkan pendidikan yang bermutu ala kadarnya dan kurang mampu masuk ke pendidikan tinggi. Dengan tingkat dan mutu pendididikan yang relatif rendah, secara umum, peluang mereka untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik di masa depan menjadi lebih kecil. Hal yang sebaliknya terjadi pada keluarga yang berpendapatan sangat tinggi. Dengan kekayaan orang tuanya, seorang anak mendapat kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh akses ke pendidikan yang lebih bermutu, dan hal itu menjadi modal untuk meraih masa depan yang jauh lebih baik. Keadaan seperti ini menjadi salah satu sumber utama meningkatnya kesenjangan sosial-ekonomi di Indonesia dan menjauhkan bangsa ini dari azas Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. xxii

25 Prolog Saya berpendapat bahwa dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan, prestasi negara kita masih sangat memprihatinkan. Kita bahkan menjadi lebih prihatin apabila melihat prestasi negara-negara tetangga kita di Asia dalam bidang pendidikan. Korea Selatan misalnya, pada awal tahun 1960-an keadaan pendidikannya hampir sama dengan pendidikan di Indonesia. Melalui pembangunan dan pengembangan pendidikan, Korea Selatan dengan cepat dapat meningkatkan kualitas tenaga kerja dan kemampuan penguasaan teknologinya. Dengan mutu tenaga kerja yang sangat baik tersebut Korea Selatan sekarang telah menjadi salah satu negara industri yang tangguh dan terpandang di dunia. Kalau ada yang keberatan membandingkan Indonesia dengan Korea Selatan, mari kita lihat apa yang dilakukan negara yang penduduknya hampir lebih dari lima kali penduduk Indonesia, yaitu China. Revolusi Kebudayaan yang berlangsung antara tahun , telah melumpuhkan sistem pendidikan China. Namun, sesudah menyadari kekeliruannya, dengan reformasi besar-besaran di bidang pendidikan dan berbarengan dengan kebijakan ekonomi yang lebih terbuka, China sekarang telah tampil sebagai kekuatan ekonomi nomor dua di dunia. Di sini saya sengaja tidak menyebut perubahan yang terjadi di Malaysia dalam bidang pendidikan, karena hal itu sudah menjadi pengetahuan umum di Indonesia. Indonesia memang tidak berpangku tangan dalam usahanya memajukan pendidikan. Salah satu dari usaha tersebut adalah mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk pendidikan. Walaupun demikian, perlu disadari bahwa anggaran yang besar saja tidak menjamin terjadinya kemajuan pesat dalam pembangunan dan pengembangan pendidikan. Sekurang-kurangnya diperlukan dua hal lain agar dana yang besar dapat memberikan dampak positif xxiii

26 Jangan Memanjat Pohon yang Salah yang besar yaitu: arah pendidikan yang benar dan sistem pengelolaan yang bersih serta efisien. Dana yang besar tanpa arah yang benar akan membawa dampak yang tak diinginkan, karena pendidikan Indonesia akan lari lebih cepat menuju arah yang tak diharapkan. Di balik potret Indonesia yang yang relatif masih buram di bidang pendidikan, akhir-akhir ini beberapa pihak menunjukkan beberapa titik cerah, khususnya di bidang ekonomi. Ada kebanggaan menjadi anggota G 20; di kalangan para penjabat, ada upaya mengkampanyekan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif tinggi di tengah-tengah kelesuan ekonomi dunia. Namun demikian, dibalik pertumbuhan ekonomi tersebut ada realitas yang perlu diwaspadai, yaitu sumber dari pertumbuhan tersebut. Ketika ekonomi Indonesia tumbuh, Human Development Index Indonesia, yang menunjukkan keberhasilan dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia, tidak berubah dari posisinya yang relatif rendah. Ini berarti bahwa pertumbuhan yang dicapai tersebut tidak berasal dari tenaga kerja Indonesia yang makin sehat, cerdas, kreatif dan beretos kerja tinggi, tetapi dari sumber lain, yaitu dari eksploitasi besar-besaran sumber daya alam yang tak terbarukan, seperti: batubara, minyak, gas, tembaga. Apabila diingat bahwa sumber daya alam yang ada di bumi Indonesia tidak hanya hak generasi yang sekarang tetapi juga hak generasi yang akan datang, maka pertumbuhan ekonomi yang sekarang ini dicapai dengan merampas hak atas sumber daya dalam dari anak cucu kita. Sebenarnya yang lebih mencemaskan adalah apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang terus menerus bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam yang tak terbarukan dan menomorduakan pengembangan kecerdasan, kreativitas dan etos kerja masyarakat ; apabila kebijakan itu yang dipilih maka pada xxiv

27 Prolog suatu saat Indonesia akan menjadi negara yang terkuras habis sumber daya alamnya dan pada saat yang sama rakyatnya tidak cerdas, tidak kreatif dan rendah etos kerjanya; maka akan jadilah Indonesia negara yang benarbenar miskin dalam segala hal: miskin sumber daya alam, miskin kecerdasan, miskin kreativitas dan miskin etos kerja. Hal ini bisa menjadi bom waktu yang apabila meledak dapat mengancam eksistensi bangsa dan negara Indonesia sendiri dan tidak ada warganegara Indonesia yang menginginkan hal itu terjadi. Untuk mengcegah terjadinya masa depan yang tidak diinginkan tersebut, dan bahkan untuk mencapai masa depan yang cemerlang, pendidikan adalah kuncinya: membangun pendidikan dengan arah yang tepat dan dijalankan secara tepat pula; pendidikan untuk membangun masyarakat Indonesia yang warganya cerdas serta berkarakter baik dan kuat; pendidikan dalam arti luas: pendidikan di rumah, di sekolah, di masyarakat, melalui berbagai media. Setiap pejabat, setiap lembaga bahkan setiap negara mungkin saja pernah memanjat pohon yang salah dalam menetapkan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan. Namun yang penting adalah tidak perlu malu-malu merumuskan dan menerapkan kebijakann baru yang lebih baik dan jangan memecahkan masalah dengan memberi nama baru pada kebijakan lama yang sebenarnya sudah terbukti tidak membawa yang diharapkan. Apabila negara lain bisa keluar dari kekeliruannya dalam kebijakan pendidikan, Indonesia pun seharusnya bisa. xxv

28 Jangan Memanjat Pohon yang Salah xxvi

29 Bagian I Pengembangan Kreativitas Bagian I PENGEMBANGAN KREATIVITAS 1

30 2 Jangan Memanjat Pohon yang Salah

31 Bagian I Pengembangan Kreativitas Imagination is more important than knowledge (Albert Einstein) Tulisan mengenai Pengembangan Kreativitas ini merupakan rekaman dari program pengembangan kreativitas melalui pendidikan di sekolah yang diprakarsai oleh Pusat Penelitian Teknologi ITB yang berlansgung antara Latar belakang dari program pengembangan kreativitas ini adalah keadaan pendidikan di Indonesia pada awal tahun 1990-an yang sangat memprihatinkan, di tengah-tengah gegap gempitanya pembangunan ekonomi. Berikut ini adalah tiga hal yang menjadi pendorong lahirnya program pengembangan kreativitas tersebut. Pertama : Kemajuan ekonomi yang tidak ditopang oleh penguatan dan perbaikan pendidikan. Pada awal tahun 1990-an Indonesia adalah negara yang banyak dipuji karena ekonominya berkembang sangat pesat, dan bahkan diramalkan sebagai calon salah satu Macan Asia seperti Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang. Namun dalam pembangunan ekonomi Indonesia, ada dua hal fundamental yang diabaikan, yaitu: pendidikan yang baik dan birokrasi yang (relatif) bersih. Kalau kedua hal itu tidak diperhatikan, maka kemajuan ekonomi yang dicapai seperti bangunan besar yang bertumpu pada tiang-tiang yang rapuh; pada suatau hari nanti, perekonomian akan rubuh atau akan ada perubahan besar yang sulit dikendalikan. Kecemasan akan datangnya gejolak besar itu diramalkan pada makalah Kreativitas untuk Kualitas Hidup dan Lingkungan: Upaya untuk Menghadapi Ketidakpastian Masa Depan yang ditulis tahun Ketika itu tidak ada tanda-tanda bahwa Indonesia akan diterpa oleh krisis besar; semuanya kelihatan baik-baik saja. 3

32 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Namun pada tahun 1998 krisis yang luar biasa besarnya benar-benar meluluhlantakkan perekonomian yang sebelumnya kelihatan sangat kokoh. Kedua: Sekolah yang mengekang atau mematikan kreativitas. Untuk bisa bertahan dari kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang, akibat dari krisis yang mungkin terjadi, maka pengembangan kreativitas pada generasi muda adalah salah satu jalan keluarnya. Apabila potensi kreatif generasi muda ini hendak dikembangkan sebaik mungkin, maka sekolah adalah salah satu lembaga yang menjadi tempat untuk pesemaiannya. Namun, sayangnya, suasana dan cara pembelajaran yang berkembang pada saat itu, yang sangat mekanistik dan kaku, justru mengekang berkembangnya kreativitas bahkan mematikan kreativitas. Ketiga: Guru yang kehilangan perannya sebagai pendidik. Kata guru mencerminkan peran seseorang menjadi pendidik. Namun berbagai kebijakan yang ditetapkan sudah mereduksi peran guru menjadi mesin pengajar yang melakukan kegiatannya berdasarkan pedoman yang sering disebut petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang kaku, untuk mengejar target yang telah ditetapkan oleh pihak lain. Guru akan ditegur oleh kepala sekolah atau pengawas apabila mencoba untuk melakukan hal yang berbeda dari petunjuk tersebut, walaupun memunculkan hal yang berbeda itu didasari maksud baik; Berani berbeda diartikan sebagai pelanggaran atau kesalahan yang harus diperingatkan atau dihukum. Akibatnya, bukan kreativitas anak didik saja yang terkekang, namun juga kreativitas guru. Guru menjadi sekedar -apa yang sekarang disebut - tenaga kependidikan ; ini secara tersirat mengandung arti bahwa yang diperlukan dari seorang guru hanya tenaganya ; kearifan dan 4

33 Bagian I Pengembangan Kreativitas keteladananya sebagai seorang pendidik kurang diberi perhatian atau tempat. Di samping perannya yang tereduksi, kebanggaan sebagai seorang gurupun berkurang dan bahkan hilang; yang muncul kemudian adalah rasa rendah diri berprofesi sebagai guru. Kebijakan pembangunan yang diterapkan ketika itu, khususnya gaji guru yang relatif kecil dan menjadi bawahan para birokrat di Dinas Pendidikan, menyebabkan para guru menjadi kelompok yang dari segi kesejahteraan ekonomi dan harga diri makin lama makin tergeser ke bawah dan ke pinggir. 5

34 6 Jangan Memanjat Pohon yang Salah

35 Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup & Lingkungan 1 PENGEMBANGAN KREATIVITAS UNTUK PERBAIKAN KUALITAS HIDUP DAN LINGKUNGAN: Upaya untuk Menghadapi Ketidakpastian Masa Depan * PENDAHULUAN Ekonomi Indonesia tumbuh dengan pesat dalam dua dasawarsa terakhir ini. Selama Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) I sampai Repelita V ( ), laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai rata-rata 6,8% per tahun, dan pada awal Repelita VI, laju pertumbuhannya telah mencapai 8,1% per tahun. Jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan turun secara nyata, namun, jumlah penduduk miskin ini masih sangat banyak, yaitu sekitar 26 juta orang dari 200 juta penduduk Indonesia. GNP per kapita diperkirakan sekitar US$ 1000, tetapi pemerataannya masih merupakan masalah besar. Secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan rata-rata rakyat Indonesia telah meningkat. * Risalah ini ditulis bersama Lanny Hardhy dan Nana Sumpena, disajikan dalam Future Studies Conference, di Brisbane, Australia, pada bulan September 1996; risalah asli ditulis dalam bahasa Inggris. 7

36 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Walaupun pertumbuhan ekonomi sangat pesat, namun masih ada beberapa masalah yang memprihatinkan, yaitu: Kurangnya perhatian terhadap peningkatan kualitas pendidikan dan kualitas manusia. Peningkatan GNP tidak sebanding dengan perbaikan kualitas pendidikan dan peningkatan kualitas manusia. Terdapat kesenjangan yang sangat besar dalam hal tingkat perkembangan, pada hampir semua sektor, di antara Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur, di antara masyarakat perdesaan dan perkotaan, di antara yang kaya dan yang miskin. Hal ini mengakibatkan perbedaan dalam kualitas pendidikan dan pengajaran di antara sekolah yang kaya dan sekolah yang miskin. Hanya anak-anak orang yang tinggi pendapatannya saja yang dapat bersekolah di sekolah-sekolah yang bagus. Kekayaan menumpuk hanya pada sekelompok kecil masyarakat saja. Adanya kecenderungan pemusatan kewenangan dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan berada di tangan sekelompok kecil orang saja di tingkat pemerintah pusat. Pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan belum berkembang sebagaimana mestinya. Anggota masyarakat yang cerdas dan memiliki kemampuan, yang sangat ingin ikut terlibat, tidak mendapat ruang untuk berperan serta seperti yang mereka harapkan. Perkembangan yang pesat itu, yang terutama merupakan hasil dari pengerukan sumber daya alam negeri ini, telah memunculkan berbagai masalah lingkungan. Pembangunan sering dicapai dengan mempertaruhkan kualitas kehidupan secara umum dan mengabaikan dampak buruknya terhadap lingkungan. 8

37 Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup & Lingkungan HARUS BERBUAT Bila keadaan seperti itu terus berlanjut, apa yang akan terjadi? Ada tiga skenario atau gambaran masa depan yang dapat terjadi: 1. Berkembangnya sikap tidak peduli pada berbagai kelompok masyarakat, yang menjurus kepada terbentuknya masyarakat yang pasrah, tidak berdaya, yang selalu bergantung pada birokrasi pemerintah. 2. Perubahan yang penuh dengan kekerasan, yang akan merugikan masyarakat luas. 3. Perubahan yang terkelola dengan baik, berkembangnya masyarakat swadaya yang mampu berdiri sendiri, masyarakat yang merdeka dan adanya kesalingtergantungan di antara sesama; bersamaan dengan itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia berjalan baik dengan anggota masyarakat memainkan peranan yang lebih penting dan ikut terlibat dalam pengambilan keputusan. Lembaga kami, Pusat Penelitian Teknologi ITB (PPT-ITB), ingin ikut berkontribusi agar yang terjadi adalah senario yang ketiga, dan melakukan sesuatu untuk memperkecil kemungkinan terjadinya senario kedua (perubahan yang penuh dengan kekerasan, yang akan merugikan masyarakat luas). Kegiatan yang dilakukan ini mungkin hanya setetes air dalam samudera, namun, kami ingin berbuat sesuatu, sekarang, untuk memperkuat dan meningkatkan daya tahan masyarakat dalam menghadapi ketidakpastian masa depan, berdasar kemampuan yang ada pada lembaga. 9

38 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Berdasar prinsip bertumpu pada kekuatan, maka pilihan kami adalah memajukan pendidikan, dengan alasan: Perbaikan pendidikan luar biasa pentingnya bagi pembangunan suatu bangsa dan negara. Sebagai bagian dari lembaga pendidikan tinggi, kegiatan ini masih dalam lingkup program PPT-ITB Kegiatan ini melibatkan masyarakat; terjadinya perubahan sangat ditentukan oleh manusia sebagai anggota masyarakat; diperlukan perubahan pola pikir pada anggota masyarakat agar perubahan besar bisa terjadi Kegiatan ini berpotensi berdampak luas PPT-ITB memiliki pengalaman dalam program pembangunan potensi manusia dan masyarakat. TEMA KEGIATAN Untuk kegiatan ini, tema yang dipakai adalah: Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup dan Lingkungan. Kata kreativitas dipilih untuk dijadikan tema karena istilah itu netral, bukan istilah politik, dan oleh karena itu, mudah diterima banyak kalangan. Di samping itu, hampir semua orang merasa bahwa mereka tahu sesuatu tentang kreativitas dan dapat berbuat sesuatu yang berkaitan dengan kreativitas. Pengembangan kreativitas yang dilakukan haruslah menjadi sesuatu yang bermakna, bukan sekedar teori, tetapi praktek dengan dampak yang bermakna bagi kehidupan sehari-hari, yaitu perbaikan kualitas hidup dan perbaikan kualitas lingkungan. Lingkungan, atau lebih jelasnya pengrusakan lingkungan, merupakan pokok persoalan yang besar. 10

39 Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup & Lingkungan Pertumbuhan kota-kota yang sangat pesat di Indonesia sering mempertaruhkan kualitas hidup manusia dan lingkungannya. Pembangunan sering dicapai tanpa mempertimbangkan kualitas kehidupan kota secara umum dan sering mengabaikan dampak buruknya terhadap lingkungan. Anakanak, terutama mereka yang berasal dari keluarga yang tidak berpunya, terpaksa tinggal di daerah yang sangat padat penduduk yang lingkungan hidupnya sudah rusak. KELOMPOK SASARAN Dalam kegiatan ini, guru dan kepala sekolah dipilih untuk menjadi kelompok sasaran antara. Pemilihan ini didasarkan atas pertimbngan berikut: Guru-guru di Indonesia, meskipun gaji yang mereka terima sangat kecil jumlahnya, sebagian terbesar dari mereka masih menjalankan tugasnya dengan penuh pengabdian; Guru memiliki kedudukan yang strategis, punya daya jangkau yang luas, punya banyak kesempatan berhubungan dengan banyak orang, karena selalu ada kelompok murid baru setiap tahun. Oleh karena itu, pesan yang disampaikan melalui guru diharapkan akan menyebar dengan cepat dan akan berdampak luas pada masyarakat; Di banyak daerah perdesaan khususnya, guru tetap dihormati dan dikenal sebagai pemimpin masyarakat, tempat orang bertanya dan minta saran. Kelompok sasaran akhir dari kegiatan ini adalah para siswa sekolah, generasi baru yang akan mengahadapi tantangan masa depan, yang dijangkau melalui para guru dan gugus kreativitas di sekolah. 11

40 Jangan Memanjat Pohon yang Salah TUJUAN KEGIATAN Tujuan jangka panjang dari kegiatan ini adalah berkontribusi dalam pembentukan mayarakat baru, yaitu Masyarakat Wirausaha (Entrepreneurial Society). Dalam Masyarakat Wirausaha, anggota masyarakat mampu: menolong dirinya sendiri untuk mengatasi masalah mereka sendiri secara kreatif; membawa perubahan bagi lingkungan terdekatnya, dan ke lingkungan yang lebih luas, secara damai. Tujuan jangka menengahnya ialah hendak memperbaiki iklim pendidikan di Indonesia melalui penciptaan suasana belajar yang mendukung kegiatan belajar mengajar, yang akan: membuka lebih banyak peluang bagi para siswa untuk berperan serta dan bertanggung jawab dalam proses pembelajaran; menggugah siswa untuk tampil dan mencoba berbagai gagasan baru; memperkuat rasa tanggung jawab sosial siswa, terutama terhadap lingkungan hidupnya; meningkatkan kemampuan siswa dalam menyampaikan pemikiran dan gagasan mereka sendiri, bekerja sama dalam tim, dan menerapkan perubahan atau proses inovasi. Semua tujuan pembinaan itu akan dapat dicapai melalui kepala sekolah dan guru sebagai agen perubahan. Program ini diharapkaan dapat memperbaiki kualitas lulusan sekolah dalam hal-hal berikut: 12

41 Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup & Lingkungan kreativitas; rasa percaya diri; swadaya, dapat menolong diri sendiri; kemampuan berkomunikasi; tanggung jawab sosial. Tujuan jangka pendek dari kegiatan ini adalah: Meningkatkan keberdayaan kepala sekolah dan guru melalui penjelasan tentang visi dan persepsi peran, peningkatan kreativitas, dan kepemimpinan transformasional. Tujuan ini akan dicapai melalui kegiatan pelatihan dan lokakarya, dan pengembangan gugus-gugus kreativitas di sekolah. Mendorong terjadinya perubahan dalam iklim belajar di sekolah. Diharapkan bahwa guru dan kepala sekolah yang telah mengikuti program, dapat memprakarsai perubahan-perubahan tertentu di sekolah mereka masing-masing, terutama perubahan yang baik, yang menguntungkan bagi pengembangan kreativitas, rasa percaya diri, kemampuan berkomunikasi, dan tanggung jawab sosial. Pembentukan jejaring belajar. Jejaring belajar ini akan terdiri atas guru dan kepala sekolah, yang bekerja sama dalam tim untuk terus menerus meningkatkan kemampuan dan pengetahuan mereka, dan saling membantu untuk memperbaiki kualitas lingkungan belajar di sekolah. 13

42 Jangan Memanjat Pohon yang Salah PENDEKATAN Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan pembenahan di hulu, bersifat praktis dan berdasarkan akal sehat. Pembinaan masyarakat untuk menghasilkan lebih banyak orang kreatif haruslah dimulai di hulu yaitu pada perubahan pola pikir dan persepsi. Berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam menetapkan pendekatan yang akan dipilih: mengapa kita perlu menaruh perhatian yang lebih besar terhadap kreativitas? pembinaan kreativitas dari kelompok masyarakat mana yang harus lebih diperhatikan? kreativitas seperti apa yang diperlukan? pendekatan lain apakah yang dapat dipakai dalam upaya meningkatkan kreativitas masyarakat? Dengan melihat budaya dan peradaban kita sekarang ini sebagai akumulasi dari kreativitas nenek moyang kita, kita akan lebih menyadari betapa pentingnya peran kreativitas sebagai penggerak utama untuk kemajuan. Dengan kreativitas, manusia dapat melangsungkan dan memperbaiki kehidupannya. Makin kreatif suatu masyarakat, makin ulet dan tabah masyarakat itu, mereka akan makin mampu menolong diri mereka sendiri dan mampu meningkatkan kualitas hidup mereka. Dengan kreativitas, manusia dapat menciptakan nilai tambah bagi banyak hal, dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara lebih efisien. Pembinaan kreativitas masyarakat merupakan upaya memanusiakan anggota masyarakat, karena kreativitas adalah cirri unik, sifat yang khas yang dimiliki manusia, yang membedakan mereka dari mahluk hidup lainnya. 14

43 Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup & Lingkungan Hal ini bukan berarti bahwa tidak ada program pembinaan kreativitas yang lain di Indonesia. Sudah ada beberapa kelompok yang menyelenggarakan pendidikan formal untuk pengembangan kreativitas. Namun, program-program seperti itu biasanya hanya menjangkau sekelompok kecil saja, yaitu kelompok kalangan atas saja. Sementara itu, kenyataannya, masyarakat umum di tingkat rakyat jelata sangat memerlukan pembinaan kreativitas. Tantangan kita sekarang ialah mencari jalan memadukan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dengan cara hidup adati yang bijak untuk menambah peluang bagi semua orang di negeri ini, untuk mengembangkan kreativitas mereka, baik sendiri-sendiri maupun dalam kelompok untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Oleh sebab itu, pilihan kita adalah mengembangkan kreativitas yang dihela nilai atau prinsip hidup yang baik, kreativitas yang bertujuan dan bermakna. Oleh sebab itu, pendekatan yang dipilih memiliki karakteristik berikut: pembinaan kreativitas di tingkat masyarakat umum; pengembangan kreativitas yang dihela nilai dan prinsip hidup yang baik; kegiatan yang bertujuan dan bermakna; proyek kecil-kecil, tetapi banyak; berdasarkan prinsip seleksi sendiri; pengembangan jejaring; berorientasi proses, menghargai semua upaya pembinaan kreativitas dan perbaikan kualitas hidup dan lingkungan, betapa pun kecilnya. 15

44 Jangan Memanjat Pohon yang Salah PELAKSANAAN Kegiatan awal adalah melakukan penilaian atau assesment terhadap kebutuhan, yang dilaksanakan dengan penyelenggaraan seminar dan lokakarya di penghujung tahun 1992 dan awal Ini dilakukan untuk memeriksa apakah orang lain, terutama guru dan dosen, juga merasakan keprihatinan yang sama, dan apakah ada kebutuhan mendesak untuk pembinaan kreativitas. Dan ternyata, para guru dan dosen juga sangat prihatin terhadap kedaaan pendidikan di Indonesia, dan tertarik untuk terlibat dalam kegiatan yang berkelanjutan! Sesudah itu, Tim PPT-ITB segera merancang program pengembangan kreativitas yang diawali dengan pelatihan. Program pelatihan itu mencakup hal-hal berikut: 1. mengurangi atau menghilangkan hambatan pribadi dan kendala psikologis peserta pelatihan yang menyebabkan potensi kreatif mereka tidak berkembang; 2. mengurangi atau menghilangkan hambatan lingkungan; 3. memupuk dan memperkuat kemampuan dalam diri peserta dan lingkungan untuk pengembangan kreativitas; 4. mencari dan menerapkan cara yang memungkinkan bagi seseorang untuk mengubah dan menjelmakan potensi kreatif dalam dirinya menjadi kegiatan yang berguna dan bermakna, dan untuk mengembangkan potensi kreatif yang baru; 5. menggugah kesadaran akan peran sosial yang lebih besar yang dapat diambil oleh peserta, dan menguatkan perasaan punya misi dalam kehidupan ini (sense of mission). Semua hal di atas dilakukan melalui : 16

45 Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup & Lingkungan ceramah dan program belajar melalui pengalaman (experiential learning); pengamatan terhadap lingkungan hidup ; belajar terus menerus dan belajar dalam kelompok melalui pengembangan proyek kreativitas di sekolah; penyajian pengalaman yang diperoleh dalam konvensi kreativitas ; kegiatan yang dikelola sendiri; pengembangan jejaring. HAL-HAL YANG SUDAH DICAPAI Gerakan kreativitas ini telah menyebar ke banyak pelosok negeri ini, antara lain, Bandung, Jakarta, Jogjakarta, Denpasar (Bali), dan dalam waktu dekat akan ke Makasar (Ujungpandang). Di Bandung telah terselenggara 15 kelas pelatihan, di Jogjakarta 5 kelas, dan 3 kelas di Denpasar, setiap kelas rata-rata diikuti 25 peserta. Dengan demikian, sejauh ini (tiga tahun sejak gagasannya dilontarkan) kegiatan ini telah menjangkau sekitar 500 guru dan kepala sekolah, dan sejumlah besar siswa juga telah terlibat dalam kegiatan gugus kreativitas di sekolah- sekolah yang kepala sekolah dan gurunya terlibat dalam kegiatan pengembangan kreativitas ini. Tiga Konvensi Kreativitas Guru dan tiga Konvensi Kreativitas Siswa, satu kali dalam satu tahun, telah diselenggarakan di Bandung, dan baru-baru ini, di Jogjakarta. Sejauh ini, masalah utama yang dihadapi adalah kapasitas Tim Pelatih yang terbatas, khususnya katerbatasan waktu. Untuk mengatasi hal itu, PPT-ITB mulai mengembangkan program Pelatihan untuk Menjadi Pelatih. Masalah lain adalah kesulitan dalam menggalang sumber daya lokal 17

46 Jangan Memanjat Pohon yang Salah untuk mendukung kegiatan ini. Untunglah,Globetree Foundation, sebuah Yayasan di Swedia, tertarik untuk menjadi mitra PPT-ITB dalam pengembangan gerakan kreativitas ini, sehingga SIDA (Swedish International Development Assistance) bersedia menjadi sponsor kegiatan ini untuk tiga tahun pertama; saat ini DANIDA (Danish International Development Assistance) menunjukkan minat untuk menjadi salah satu sponsor untuk memperluas jangkauan gerakan kreativitas ini. KATA PENUTUP Uji coba program ini masih terus berlangsung. Sampai saat ini Tim PPT-ITB masih melakukan perbaikan terus menerus. Tetapi, melihat perkembangan yang terjadi, tim dapat mengambil beberapa kesimpulan sementara berikut : Meningkatnya permintaan dari guru dan kepala sekolah untuk ikut serta dalam program pembinaan kreativitas ini menunjukkan adanya kebutuhan nyata untuk pengembangan diri di antara para guru. Perubahan yang teramati di sekolah-sekolah yang guru atau kepala sekolahnya telah mengikuti program pembinaan kreativitas merupakan bukti nyata bahwa proses perubahan (walaupun kecil) telah terjadi. Komunikasi dan rasa kebersamaan yang tumbuh dan berkembang di antara peserta program dengan jelas menunjukkan bahwa janin komunitas atau masyarakat belajar telah mulai tumbuh. Kesiapan para guru dan kepala sekolah dan kesediaan mereka untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan secara teratur untuk menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan, merupakan petunjuk bahwa mereka telah 18

47 Pengembangan Kreativitas untuk Perbaikan Kualitas Hidup & Lingkungan memperoleh manfaat langsung dari keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Tim PPT-ITB belum meneliti secara sistematik dampak dari kegiatan kami. Masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa upaya pengembangan kreativitas ini telah berhasil, tetapi, paling tidak, Tim PPT-ITB telah mencoba berbuat sesuatu dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki, untuk menyiapkan generasi muda menghadapi tantangan yang datang dari ketidakpastian masa depan. Memang menyenangkan membayangkan masa depan, namun kita haruslah berbuat sekarang.! 19

48 20 Jangan Memanjat Pohon yang Salah

49 Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas 2 MENGGUGAH KREATIVITAS MASYARAKAT LUAS: Kreativitas untuk Kualitas Hidup * PENDAHULUAN Selama lebih dari satu dasa warsa, yaitu di antara tahun 1980 dan 1992, Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, yaitu rata-rata sekitar 7% per tahun. Pada awal tahun 90-an, Indonesia dikagumi oleh banyak lembaga internasional karena keberhasilannya dalam membangun perekonomian. Laporan World Bank tahun 1993 menempatkan Indonesia ke dalam kelompok negara-negara Asia yang bagus perkembangannya. Pemerintah Indonesia pada saat itu dianggap telah dapat memanfaatkan secara efektif pinjaman dari lembaga keuangan internasional dan dari negara-negara lain. Pemerintah Indonesia dan rakyat Indonesia sangat bangga atas penghargaan yang diberikan ini. * Risalah ini disajikan pada Stockholm Water Symposium, Agustus 2000, dan dimuat dalam Water Science and Technology Risalah asli ditulis dalam bahasa Inggris. 21

50 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Tetapi, ada segelintir orang di Indonesia yang tidak merasakan pandangan optimis tersebut. Di antara mereka adalah sekelompok peneliti dan staf pengajar di Pusat Penelitian Teknologi Institut Teknologi Bandung (PPT-ITB), di Bandung. Kelompok ini memandang pertumbuhan ekonomi tersebut sebagai keberhasilan semu. Kelompok ini tidak melihat adanya dasar yang kuat untuk menjaga keberlanjutannya. Di balik laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu terdapat banyak fakta yang merisaukan, antara lain: Korupsi merajalela. Korupsi terdapat di mana-mana di birokrasi, korupsi telah menjadi semacam norma. Tingkat pendidikan yang rendah. Rata-rata orang Indonesia hanya bersekolah selama lima tahun. Di lain pihak, birokratisasi sekolah tidak menyisakan ruang bagi sekolah untuk berbuat sesuatu yang baru atau berbeda. Pendidikan yang berkualitas baik hanya dapat dinikmati oleh keluarga kaya, dan hanya terdapat di beberapa kota besar saja. Bertambah besarnya jurang di antara orang yang kaya dan orang yang miskin, yang jumlahnya sangat banyak. Pengerukan sumber daya alam secara berlebihan dan lingkungan yang rusak dengan pesat. Dominasi pemerintah atau birokrasi atas masyarakat umum. Hal ini telah menumbuhkan ketergantungan terhadap birokrasi yang tidak efisien dan rasa tidak berdaya di kalangan masyarakat luas. Pengalaman negara-negara lain menunjukkan bahwa perekonomian yang benar-benar kuat mensyaratkan adanya birokrasi yang relatif bersih dan efisien, dan masyarakat yang kreatif dan berpendidikan. Birokrasi yang sarat korupsi merupakan fondasi yang rapuh bagi pertumbuhan ekonomi. Di dalam era ekonomi pengetahuan, orang yang 22

51 Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas berpendidikan tinggi menjadi sumber utama dari keunggulan bersaing. Hanya diperlukan akal sehat (common sense) saja untuk melihat dan memahami bahwa kesuksesan di atas tidak akan berlangsung lama, karena begitu banyak masalah besar dan berat yang mengikutinya. Masalahmasalah tersebut menjadi semacam bom waktu yang suatu hari akan meledak dan meluluhlantakkan semua yang telah dibangun, kecuali apabila kita berhasil menjinakkan bom tersebut sebelumnya ( bom tersebut ternyata meledak pada tahun 1998 dan berakibat krisis yang amat parah di negeri ini). Jelaslah bagi banyak kalangan bahwa tidak ada jalan pintas untuk keluar dari berbagai masalah itu. Bahkan untuk meminimumkan besarnya masalah saja diperlukan usaha yang luar biasa dari semua pihak yang terkait (pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat pada umumnya) dan akan memakan waktu yang lama. Banyak hal yang harus dilakukan. Satu hal yang sangat penting untuk solusi jangka panjang adalah pendidikan dalam arti yang luas. Masyarakat dengan orang-orang yang berpendidikan baik akan berada pada posisi yang lebih baik untuk mencegah makin memburuknya masalah, dan mudah-mudahan, mereka akan lebih berdaya untuk mencari cara yang secara bertahap dapat mengatasi semua masalah tersebut. Dalam hal Indonesia, hal ini berarti menyiapkan dan menyelenggarakan pendidikan yang baik bagi sekitar 42 juta anak-anak sekolah dan mahasiswa di negeri yang berpenduduk 208 juta orang, yang hidup tersebar di sekitar pulau. Usaha ini memerlukan banyak inovasi agar berhasil memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang lebih baik dan pada tingkatan yang lebih tinggi. Keprihatinan terhadap pendidikan inilah yang telah menghela sekelompok dosen dan peneliti di PPT-ITB untuk memulai mengujicobakan program yang disebut Kreativitas untuk Kualitas Hidup dan Kualitas Lingkungan. Kegiatan ini 23

52 Jangan Memanjat Pohon yang Salah dimulai pada bulan Desember tahun Makalah ini akan membahas tahapan perkembangannya, tujuannya, pendekatan yang diambil, dan hasil yang telah dicapai. MASA INKUBASI Memilih Tema Pada awalnya, kami, Tim Peneliti di Pusat Penelitian Teknologi ITB (PPT-ITB), hanya memiliki dorongan dan keinginan yang kuat untuk berbuat sesuatu yang nyata bagi pendidikan, namun belum punya gagasan yang jelas tentang apa yang akan dilakukan. Tim menyadari sepenuhnya bahwa masalah yang dihadapi sangat besar dan rumit. Selanjutnya Tim memutuskan untuk memusatkan perhatian kepada satu masalah spesifik saja, yang sudah diketahui seluk-beluknya oleh Tim dan dapat menarik banyak orang. Akhirnya, Tim memilih kreativitas sebagai isu sentral dan menggunakannya sebagai tema dari proyek percobaan ini. Ada beberapa alasan menjenis di balik pemilihan ini, yaitu: Birokrasi dan pengawasan atas sekolah-sekolah hampir tidak menyisakan ruang untuk kreativitas, kepatuhan dianggap lebih penting daripada keingintahuan dan semangat untuk mencoba. Keadaan semacam ini harus diubah atau dibalikkan. Kreativitas adalah istilah atau pokok bahasan yang tidak asing bagi banyak orang, terutama para guru dan pendidik, dan pada umumnya mereka bersikap positif terhadap kreativitas. Oleh sebab itu, tidak ada yang merasa terancam. Pertimbangan ini amatlah penting karena pada saat itu (1992), birokrasi di bawah pemerintahan yang berwenang dapat setiap saat 24

53 Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas melarang program atau kegiatan yang mereka anggap akan mengganggu stabilitas. Kreativitas adalah kemampuan generik yang sangat diperlukan oleh masyarakat umum di Indonesia untuk dapat menolong diri mereka sendiri, untuk memperoleh cara menyelesaikan masalah mereka sendiri, yang membuat mereka lebih ulet, sehingga mereka tidak akan menjadi korban dari (yang disebut) pembangunan. Menemukenali Mitra Utama Menjelang pertengahan tahun 1992, Tim telah mendapat ide tentang jenis kegiatan yang akan dilaksanakan dalam proyek. Tahu akan besarnya permasalahan, Tim menyadari sepenuhnya tentang perlunya mencari mitra yang bersedia diajak kerjasama. Ada tiga mitra yang potensial, yaitu: tenaga pengajar di perguruan tinggi yang lain, yang tertarik dan tergerak oleh gagasan pengembangan kreativitas, para guru dan kepala sekolah, dan lembaga non-pemerintah yang tertarik pada pendidikan masyarakat umum, masyarakat akar-rumput. Ada beberapa alasan mengapa guru dan kepala sekolah dipilih sebagai mitra utama: Mereka berada di garis depan pada kegiatan belajar di sekolah dan penentu kualitas pendidikan. Tidak akan ada pendidikan yang baik tanpa guru yang baik. Mereka bisa menjangkau masyarakat luas. Lewat guru kami bisa menjangkau, paling tidak murid-muridnya di kelas. Lewat kepala sekolah kami dapat menjangkau seluruh siswa di sekolah. Mereka sering berperan sebagai pemimpin dalam banyak kegiatan masyarakat di daerah tempat tinggal mereka, terutama yang tinggal di perdesaan. 25

54 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Sejauh yang menyangkut birokrasi yang sarat korupsi, guru termasuk kelompok yang paling kurang tercemari. Ketika sedang mencari mitra dari kalangan lembaga nonpemerintah, secara kebetulan sekali Tim PPT-ITB bertemu dengan pimpinan Globetree Foundation. Globetree Foundation juga menaruh perhatian yang sama terhadap pendidikan anak, terutama dalam mempersiapkan anak-anak agar mereka dapat membangun kehidupan masa depan yang lebih baik. Melalui diskusi dengan Globetree (yang dimotori oleh Kajsa Dhalstrom dan Ben van Bronchorst) kemudian tema kegiatan dibuat lebih spesifik, kreativitas untuk kualitas hidup dan kualitas lingkungan. Pengujian Gagasan Untuk mengetahui tanggapan para guru dan kepala sekolah terhadap gagasan kreativitas dalam pendidikan, PPT-ITB menyelenggarakan dua seminar dan satu lokakarya. Penyelenggaraan seminar dan lokakarya tersebut dibiayai oleh beberapa alumni ITB yang dapat menihat nilai dari ide kami. Ada sekitar 400 guru dan kepala sekolah dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, hadir dalam seminar dan lokakarya tersebut. Semangat dan kegairahan para guru tersebut dalam menanggapi tema seminar dan berbagai saran yang mereka sampaikan kepada panitia, menunjukkan bahwa tema yang dipilih dapat diterima dengan baik. Setelah seminar dan lokakarya tersebut, Tim makin yakin akan perlu adanya perubahan, dan para guru dan kepala sekolah dapat menjadi mitra yang bersungguhsungguh dan bertanggung jawab. Berdasarkan saran para guru yang hadir dalam seminar dan lokakarya tersebut, konsep pengembangan kreativitas yang sudah ada dirapikan 26

55 Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas dan beberapa pendekatan untuk menerapkan gagasan pengembangan kreativitas disusun. Menjelang pertengahan tahun 1993, diputuskan untuk memulai kegiatan dengan memusatkan usaha pada pembinaan kreativitas siswa sekolah menengah, terutama siswa yang berasal dari sekolah-sekolah yang kurang beruntung (sekolah yang sebagian besar orangtua siswanya dari golongan dengan pendapatan menengah ke bawah), melalui guru mereka. Tujuan program jangka panjang adalah membangun kreativitas masyarakat luas, masyarakat di tingkat akar-rumput, kreativitas untuk semua orang. Kegiatan yang dilakukan tidak ditekankan pada diskusi mengenai teori kreativitas, tetapi pada kegiatan berbuat sesuatu yang kreatif, yang punya karateristik berikut: Berguna, yang akan menguntungkan mereka yang melakukannya dan orang lain. Bermakna, proses kreativitas dan hasil kreativitas hendaknya dapat menimbulkan kepuasan spiritual, bahwa seseorang telah berbuat hal yang baik dalam hidupnya. Digerakkan oleh visi, dalam arti bahwa kegiatan ini sebagai bagian dari usaha seseorang untuk mencapai tujuan hidupnya, yaitu masa depan yang lebih baik daripada keadaan sekarang. Menetapkan Tujuan Tujuan umum proyek ini adalah untuk meningkatkan keberdayaan para guru dan kepala sekolah melalui penetapan visi atau cita-cita, penigkatan pengetahuan dan keterampilan, dan pembentukan jejaring kerjasama agar mereka mampu memulai dan mengelola perubahan di sekolah mereka masinhg-masing. Kegiatan ini dipusatkan 27

56 Jangan Memanjat Pohon yang Salah pada usaha meningkatkan daya dan kemampuan mereka untuk menciptakan iklim dan proses belajar yang menggugah kreativitas, terutama kreativitas yang membuat siswa dapat menolong diri mereka sendiri dan dapat menjaga lingkungan hidupnya. PENERAPAN Mencari sponsor Banyak ide, mimpi besar, motivasi tinggi, tetapi tak punya dana, begitulah status program ini pada pertengahan tahun Konsep sudah diuji selama enam bulan, dan Tim optimis bahwa konsep ini dapat diterapkan. Di samping itu PPT-ITB memiliki tim pakar yang bersedia dan masih bersemangat untuk menjadi relawan untuk melakukan program rintisan ini. Tetapi, untuk kelanjutan program ini dibutuhkan dukungan dana untuk melaksanakan pelatihan, menyelenggarakan lokakarya, dan mengembangkan proyek kreativitas kecil-kecil di sekolah. Mengingat gaji guru di Indonesia yang kecil, taklah mungkin bagi mereka untuk membayar semua biaya pelatihan dan kegiatan lain-lainnya. Mereka harus diberi potongan harga (diskon) yang besar (diberi diskon 100%). Jadi, sekarang waktunya mencari sponsor. Adalah atas prakarsa Globetree Foundation, proyek rintisan ini akhirnya mendapat dukungan dana dari Swedish International Development Agency (SIDA) untuk tiga tahun pertama. Pelatihan kreativitas yang pertama diadakan pada bulan Mei tahun

57 Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas Pendekatan Dalam pelaksanaan proyek rintisan ini, Tim PPT-ITB menerapkan pendekatan banyak segi (multifaceted) berikut. a. Menggugah kesadaran akan perlunya berubah Tidak akan terjadi perubahan yang berkelanjutan kecuali orang betul-betul merasakan dan memahami dengan jelas bahwa perubahan itu merupakan keharusan. Keadaan akan makin memburuk apabila kondisi seperti yang ada sekarang ini dibiarkan; berubah atau kalah. Jadi, langkah pertama yang dilakukan adalah menggugah kesadaran akan perlunya berubah di antara para guru. b. Memulihkan rasa harga diri Agar dapat membangun iklim belajar yang mendukung pengembangan kreativitas, guru perlu merasa nyaman dalam melakukan tugasnya. Ini berarti bahwa mereka perlu menyadari bahwa mengajar adalah jabatan yang mulia, dan bahwa apa yang mereka lakukan dan cara mereka menjalankan tugasnya adalah sangat penting dan dapat mempengaruhi dan berdampak besar bagi para siswanya. Di Indonesia, sekitar tahun 50-an, mengajar adalah jabatan yang terhormat. Namun demikian, dalam empat dasa warsa terakhir ini, guru tidak mendapat gaji yang memadai. Rendahnya gaji yang diterima telah menjadikan pekerjaan mengajar menjadi jabatan yang kurang terpandang. Selain itu, dalam hirarki birokrasi departemen pendidikan, guru terkena mekanisme kendali birokrasi yang sangat ketat. Keadaan ini menimbulkan perasaan bahwa mereka adalah pecundang. Kebanyakan guru merasa bahwa mereka hanyalah seperti baut yang sangat kecil dalam mesin birokrasi yang besar. 29

58 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Mereka merasa tidak mampu berbuat apa-apa untuk mengubah keadaan dan merasa bahwa mengajar bukanlah hal yang penting. Tujuan utama program pelatihan ini adalah meluluhkan rasa tidak berharga itu, melupakannya, dan mulai memulihkan rasa harga diri. c. Mulai dari diri sendiri Dalam situasi kehidupan kerja di sekolah-sekolah Indonesia, ada banyak hal yang dipandang sebagai hambatan bagi pengembangan kreativitas (birokrasi kaku, gaya manajemen yang otoriter). Semua hal itu berada di luar kendali para guru. Di lain pihak, ada banyak hal juga yang dapat diubah oleh guru dan kepala sekolah tanpa harus minta ijin dari pejabat di birokrasi. Para guru dianjurkan untuk memulai dengan halhal yang dapat mereka lakukan, apa yang dapat mereka lakukan dengan lebih baik, apa yang mereka sendiri dapat lakukan secara berbeda, dan agar mereka tidak dilumpuhkan oleh hal-hal yang berada di luar lingkaran pengaruh mereka. d. Membina kegiatan kreativitas kecil-kecil tetapi banyak Guru dianjurkan untuk berbuat sesuatu yang menjadikan keadaan jadi lebih baik, meskipun hanya merupakan sumbangan yang kecil saja, dan mendorong lebih banyak orang untuk melakukan hal yang sama. Ini pelajaran yang dapat kita tarik dari sifat ombak di lautan. Ombak yang besar dan kuat adalah kumpulan dari bermilyar-milyar tetes air yang kecil-kecil, yang bergerak bersama ke arah yang sama dan pada waktu yang sama. Jangan pernah meremehkan setiap sumbangan dan usaha, betapa pun kecilnya. 30

59 Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas e. Berorientasi pada proses, menghargai upaya Hasil memang penting, namun posisi yang diambil dalam proyek rintisan ini adalah bahwa proses lebih penting. Perhatian lebih diberikan kepada pembinaan semangat berkreasi dan proses berkreasi. Semangat dan proses berkreasi inilah yang akan bertahan lama, dan akan diterapkan para peserta pelatihan dalam berbagai situasi yang dihadapinya. f. Membina jejaring kerjasama Dalam perkembangannya, kelompok atau lembaga mana saja yang tertarik hendak memulai dan mengembangkan program yang serupa, hendaknya didukung dan diberikan kuasa penuh untuk mengelola programnya. Kerja sama antarkelompok atau antar-lembaga akan membentuk jejaring kerja sama antar-organisasi, yang dipersatukan oleh prinsip dan visi bersama. g. Memperluas jangkauan, efek menggelindingkan bola salju Guru atau kepala sekolah yang telah mengikuti program kreativitas dianjurkan untuk membagikan pengetahuan dan pandangan mereka kepada teman dan rekan mereka di tempat kerja atau tempat tinggal mereka, dengan mengadakan pelatihan, lokakarya, memberikan teladan, atau dengan proyek dan kegiatan nyata. h. Seleksi-sendiri dan menciptakan kepemilikan bersama Untuk menjamin kesungguhan tekad dan tanggung jawab, proyek rintisan ini menerapkan proses seleksi sendiri. Guru ikut dalam program atas kemauan mereka sendiri dan bukan karena ditugasi atasannya. Untuk mendapatkan kesungguhan 31

60 Jangan Memanjat Pohon yang Salah tekad jangka panjang, sejak awal proyek ini didudukkan sebagai proyek bersama di antara Tim PPT-ITB dan para guru. PPT-ITB, Globetree Foundation, dan Yayasan Sasana Daya Cipta hanyalah pemrakarsa. Para gurulah yang akan menjalankan program secara penuh. Mereka adalah pemilik program yang paling penting. Lingkup kegiatan Pengembangan kegiatan dan sarananya berlangsung secara bertahap. Ada ide-ide baru yang muncul selama proses pembinaan. Sekarang proyek ini mencakup kegiatan-kegiatan berikut: a. Pelatihan dasar tentang kreativitas dan perbaikan kualitas Pelatihan ini merupakan pembuka bagi guru untuk masuk dalam aliran gerakan kreativitas. Bahan pelatihan mencakup: penajaman visi pribadi, penemukenalan nilainilai (pribadi), penetapan tujuan, pembinaan tim, pengelolaan perubahan, penyelesaian konflik, pengenalan teknik mengembangkan gagasan, perbaikan kualitas, dan pemahaman tentang sistem lingkungan. Kegiatan pelatihan ini berlangsung selama 60 jam, dengan teknik belajar berdasar pengalaman. b. Gugus kreativitas di sekolah-sekolah Setelah mengikuti pelatihan, peserta disarankan untuk mengembangkan proyek kecil di sekolah mereka sendiri dengan melibatkan siswanya, di bidang apa saja yang 32

61 Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas mereka sukai. Hal ini dilakukan untuk mendorong orang mencoba sesuatu yang baru, yang nyata, betapa pun kecilnya, untuk menjadi lebih baik. Guru diharapkan berperan sebagai fasilitator. c. Forum Pengembang Kreativitas Guru dan kepala sekolah yang telah mengikuti pelatihan dianjurkan untuk tetap berhubungan satu dengan yang lain melalui organisasi longgar yang disebut Forum Pengembang Kreativitas. Forumini sepenuhnya dikelola oleh para guru. d. Kegiatan belajar terus-menerus Forum Pengembang Kreativitas ini secara berkala menyelenggarakan seminar, lokakarya, atau ceramah lepas tentang topik yang menarik perhatian mereka (kepemimpinan transformasional, teori kecerdasan majemuk, kecerdasan emosi, teknologi tepat guna, meningkatkan kemampuan belajar dengan memanfaatkan internet, dll.). e. Konvensi dan festival kreativitas tahunan Setiap tahun, Forum Pengembang Kreativitas menyelenggarakan Konvensi Kreativitas, yang terdiri atas konvensi guru dan konvensi siswa. Kegiatan ini merupakan ajang pertemuan para guru dan siswa untuk saling berbagi pengalaman dan saling belajar, dan mengambil manfaat dari kegiatan-kegiatan yang berhasil baik. Forum ini telah menyelenggarakan festival kreativitas tahunan sejak tahun

62 Jangan Memanjat Pohon yang Salah f. Program pelatihan untuk pelatih Anggota Forum Pengembang Kreativitas yang tertarik untuk menjadi pelatih mendapat kesempatan untuk mengikuti program pelatihan untuk pelatih. Mereka disarankan untuk menjalankan pelatihan untuk guru-guru yang lain. g. Arena belajar di luar ruang kelas Kegiatan belajar di luar ruang kelas ini, biasanya dilaksanakan di tempat perkemahan, dengan tujuan hendak memberikan progam belajar dengan merasakan pengalaman belajar untuk siswa. Guru dan kepala sekolah, yang telah mengikuti pelatihan untuk pelatih, menjadi fasilitator untuk kegiatan ini. h. Lembaga maya untuk pembinaan kreativitas Lembaga maya ini merupakan pusat belajar maya, bertujuan melayani kebutuhan akan belajar terus menerus, juga sebagai sarana agar guru dan kepala sekolah yang telah mengikuti pelatihan dapat berkomunikasi secara intensif. HASIL Perkembangan ke Kota-kota dan Provinsi-provinsi lain Uji coba pembinaan kreativitas di Institut Teknologi Bandung ini telah menarik perhatian perguruan tinggi lainnya di Indonesia. Saat ini, Forum Pengembang Kreativitas telah hadir di empat kota besar di empat provinsi di Indonesia. Pengembangan ini disponsori oleh empat perguruan tinggi, 34

63 Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas yaitu Institut Teknologi Bandung di Provinsi Jawa Barat, Universitas Negeri Yogyakarta di Daerah Khusus Yogyakarta, Universitas Udayana di Provinsi Bali, dan Universitas Hasanuddin di Provinsi Sulawesi Selatan. Sejak tahun 1997, DANIDA ikut mendukung perluasan program ini dari Jawa Barat ke provinsi-provinsi lain. Sekitar 1000 guru dan kepala sekolah telah bergabung dengan forum kreativitas ini. Tahun ini, proyek ini akan dikembangkan ke empat provinsi yang lain. Makin lama makin banyak guru yang ingin bergabung dengan forum kreativitas. Kegiatan Forum Kreativitas yang Berkelanjutan Forum kreativitas yang sepenuhnya dijalankan para guru sekarang telah berkembang menjadi organisasi yang mengarahkan, mengatur, dan mendukung dirinya sendiri. Forum ini tetap mencari cara-cara baru untuk menciptakan nilai bagi para guru, yang menyebutnya sebagai Forum 3 B: B yang pertama, forum untuk Belajar. Artinya, guru yang bergabung dalam forum pasti akan memperolah kesempatan untuk belajar hal-hal baru, yang akan memperkaya modal intelektual mereka. B yang kedua, forum untuk Berteman. Artinya, dengan bergabung dan berperanserta dalam kegiatan forum, guru akan beroleh banyak kesempatan untuk membangun jejaring kerjasama dengan guru-guru lain dalam bidang yang menarik perhatian mereka bersama. Forum ini akan berperan sebagai media bagi guru untuk membangun modal sosial mereka. B yang ketiga, forum untuk Beramal. Artinya, dengan terlibat dalam proyek atau kegiatan forum, seperti: berbagi pengetahuan dengan sesama guru, secara sukarela memprakarsai proyek-proyek tertentu yang bermanfaat bagi sekolah dan siswanya, dan berbagai kegiatan sejenis lainnya, seorang guru sebenarnya telah melakukan hal 35

64 Jangan Memanjat Pohon yang Salah yang baik dalam kehidupan mereka. Dengan berbuat demikian, guru secara bertahap mengumpulkan modal spiritual mereka. Sampai saat ini masih banyak guru, yang walaupun gaji mereka kecil, bersedia menjadi relawan untuk menjalankan program forum kreativitas. Menumbuhkan Proyek Kreativitas di Sekolah Banyak guru dan kepala sekolah yang telah mengikuti pelatihan dan bergabung dalam forum telah memprakarsai proyek-proyek kreativitas di sekolah mereka masing-masing. Tema kreativitas mereka sangat beragam: menghijaukan lingkungan sekolah, mencoba menanam jenis pohon tertentu untuk mencegah erosi dan untuk membuat daerah itu menjadi lebih hijau, memanfaatkan sampah untuk beternak ikan, membina kegemaran membaca bagi siswa di perdesaan, membuat produk baru dengan memanfaatkan bahan setempat. Perubahan Sikap Guru terhadap Siswanya Dari cerita para guru dan siswa mereka, Tim PPT-ITB menyimpulkan bahwa sikap guru terhadap siswa telah berubah setelah guru mengikuti pelatihan kreativitas dan bergabung dengan forum kreativitas. Pada umumnya para guru lebih ramah terhadap siswanya, mereka tidak lagi berlaku sewenang-wenang, mereka lebih banyak memberikan perhatian, dan menjadi lebih terbuka terhadap ide dan gagasan baru. 36

65 Menggugah Kreativitas Masyarakat Luas Pengembangan Forum Kreativitas Pelajar Di Bandung, sekelompok siswa yang pernah ikut dan hadir dalam Konvensi Kreativitas, secara sukarela telah membentuk forum yang diberi nama Forum Kreativitas Pelajar (FAJAR). Forum ini telah menjelma menjadi kelompok yang mandiri, mengarahkan, mengatur, dan menolong diri mereka sendiri. KATA PENUTUP Berbagai hasil yang dikemukakan di atas hanyalah hasil sementara dari percobaan ini. Proyek ini masih berada dalam tahap percobaan, meskipun telah berlangsung selama delapan tahun. Statusnya sebagai percobaan akan berakhirapabila proyek ini berhasil meraih paling sedikit 20% dari jumlah guru dan 20% dari jumlah siswa di seluruh Indonesia dan terjamin keberlangsungannya. Mimpi yang masih perlu diwujudkan adalah membangun dan mengembangkan komunitas belajar yang mampu memberikan pendidikan berkualitas baik bagi semua anak Indonesia, di mana pun mereka tinggal dan dari suku atau kelompok mana pun mereka berasal. 37

66 38 Jangan Memanjat Pohon yang Salah

67 Belajar Mengajar dengan Hati 3 BELAJAR MENGAJAR DENGAN HATI * PENDAHULUAN Sudah menjadi keyakinan dan pengetahuan umum bahwa kualitas guru dan cara mereka memandu proses pembelajaran sangat menentukan hasil pembelajaran khususnya, dan kualitas pendidikan pada umumnya. Konsep kurikulum boleh sangat baik. Namun hasil pembelajaran di sekolah tidak akan seperti yang diharapkan apabila para guru tidak memiliki kemampuan untuk memandu proses pembelajaran dengan baik dan mereka bekerja setengah hati. Dari interaksi yang cukup luas dengan para guru dan para orangtua siswa, penulis mendapat kesan bahwa makin banyak guru merasakan proses belajar mengajar sebagai beban bagi mereka dan bagi para siswa. Kedua belah pihak bekerja keras, dengan banyak pekerjaan rumah, tetapi kedua belah pihak merasa tidak bahagia. Gairah dan kegembiraan telah menghilang dari proses pembelajaran. Dalam hal Indonesia, belajar dan mengajar di sekolah telah menjadi beban bagi sebagian besar siswa yang berjumlah sekitar 45 juta siswa dan bagi sebagian besar guru yang berjumlah sekitar 2,5 juta orang. * Risalah ini disajikan pada Roots and Space: Perspectives of The Rights of Children and Agenda 21 Seminar, Stockholm Globe Arena, 4 5 Juni Risalah asli ditulis dalam bahasa Inggris. 39

68 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Saya amati bahwa ada banyak siswa yang potensial, yang dihancurkan di sekolah. Mereka tidak lagi dapat mengembangkan potensi mereka karena lingkungan belajarnya, baik psikologis maupun sosial, kurang tepat. Hal ini terjadi di sekolah-sekolah yang guru dan kepala sekolahnya tidak menyadari betapa dahsyat dan dalamnya pengaruh (lewat kata-kata, emosi, dan tindakan) yang mereka tanamkan di dalam pikiran dan kemudian muncul sebagai perilaku siswa. Tiga puluh tahun pemerintahan Presiden Suharto telah ditandai dengan penanaman modal besar-besaran untuk pembangunan fisik, yang sebagian besar didanai pinjaman luar negeri, dan sangat sedkit perhatian yang diberikan kepada pembangunan modal insani. Hal yang paling memprihatinkan dalam kurun waktu tersebut adalah, uang gampang yang diperoleh dari pinjaman luar negeri telah menjadi ladang subur bagi berkembangnya dan merajalelanya korupsi. Perkembangan tersebut menyebabkan jatuhnya negeri ini ke dalam krisis yang parah pada tahun 1998 dan menyebabkan Indonesia menjadi negeri dengan Index Pembangunan Manusia yang paling rendah di antara negerinegeri lain di dunia. Pemerintah yang sekarang telah memprakarsai beberapa perubahan kebijakan, terutama yang mengarah ke sistem yang lebih terdesentralisasi. Tetapi, kurangnya sumber daya yang dialokasikan bagi pendidikan mengakibatkan perbaikan di tingkat masyarakat umum, masyarakat akar-rumput, sangat sulit. Tidak ada tanda adanya perbaikan bagi standar kehidupan guru. Gaji guru sangat kecil, dan nilainya makin berkurang akibat krisis ekonomi. Bertambah banyak anak yang putus sekolah, terutama yang berasal dari keluarga yang kurang berada. Guru, terutama yang bekerja di sekolah- 40

69 Belajar Mengajar dengan Hati sekolah di daerah pedalaman, jauh dari kota, boleh dikatakan tidak memiliki sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mengajar mereka. Di dalam masyarakat yang cenderung mengukur keberhasilan dengan kepemilikan harta benda, menjadi guru menjadi jabatan yang kurang dihargai. Di lain pihak, tidaklah mudah bagi mereka di lingkungan birokrasi untuk menghilangkan kebiasaan mereka yang sudah mendarah daging, terutama tingkah laku otokratik dan sentralistik. Masalahnya jadi makin rumit di tengah-tengah proses globalisasi yang makin lama makin meluas dan makin intensif. Dunia menjadi tidak berbatas, informasi mengalir dengan bebas, demikian juga modal dan tenaga kerja. Negeri atau orang dengan modal intelektual yang tinggi telah mendapatkan amat banyak kesempatan untuk menghasilkan kekayaan lebih banyak bagi diri mereka sendiri. Tetapi, negeri-negeri atau orang-orang yang tertinggal dalam pembangunan modal intelektual, dengan jejaring kerjasama yang amat terbatas, proses globalisasi cenderung membawa lebih banyak kebingungan dan kekacauan ketimbang kesempatan. Mereka hanya mendapat dampak negatif dari dunia yang tanpa batas, seperti krisis ekonomi, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan yang baru-baru ini teroris tanpa batas. Mereka tersesat dan menjadi korban proses globalisasi. Makin lama mereka makin tidak dapat mengendalikan nasib mereka sendiri. 41

70 Jangan Memanjat Pohon yang Salah BELAJAR : MEMBANGUN KEMAMPUAN UNTUK MENGENDALIKAN MASA DEPAN DENGAN BAIK Control your destiny or someone else will, begitu bunyi judul sebuah buku [1] ; kendalikan nasib Anda, kalau tidak, orang lain yang akan mengendalikannya. Di dalam dunia yang tidak lagi berbatas dan yang berubah dengan cepat, makin banyak kemungkinan bagi seseorang untuk kehilangan kendali atas nasib atau masa depannya sendiri. Godaan untuk ikut dan larut dalam arus massa tak pelak lagi jadi makin menarik. Banyak anak muda yang tumbuh untuk kemudian kehilangan jati diri. Yang sangat memprihatinkan, hanya sedikit di antara mereka yang menyadarinya. Pendidik seharusnya memberikan lebih banyak perhatian dan usaha untuk mengatasi masalah ini. Belajar mengendalikan nasib sendiri mencakup mengembangkan kemampuan dan kecakapan untuk membangun masa depan yang lebih baik, masa depan yang mereka pilih sendiri, melakukan hal yang mereka rasa dan anggap sangat penting dan bermakna, yang mendatangkan manfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Ini berarti bahwa belajar haruslah lebih dari sekedar menguasai pengetahuan dan keterampilan. Belajar seharusnya juga mencakup pembinaan kreativitas, pencerahan mengenai tujuan hidup, pembangunan rasa harga diri dan rasa mampu, memperjelas dan meningkatkan komitmen terhadap nilai-nilai luhur dan prinsip hidup yang bersifat universal, dan rasa kesalingtergantungan. Ini berarti bahwa lebih banyak perhatian dan usaha perlu diberikan untuk pengembangan kecerdasan interpersonal dan intrapersonal. 42

71 Belajar Mengajar dengan Hati Kecerdasan intrapersonal menyangkut kemampuan untuk memahami diri sendiri dengan baik termasuk memahami hasrat, kecemasan, dan kemampuan diri sendiri dan menggunakan pemahaman diri itu secara efektif untuk mengatur hidup. Kecerdasan interpersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk memahami niat, motivasi, dan hasrat orang lain, dan dengan sendirinya, kemampuan untuk bekerja sama secara efektif dengan orang lain. [2] Kualitas mental yang berkaitan dengan kecerdasan intrapersonal adalah kesadaran akan tujuan hidup, harga diri, kemampuan diri, dan komitmen untuk berpegang pada nilainilai luhur tertentu. Kesadaran itu berfungsi sebagai penunjuk arah, pedoman, dan juga motivator bagi kehidupan seseorang. Kesadaran itu akan membantu seseorang dalam meminimumkan risiko tersesat di dalam lingkungan yang makin kompleks dan selalu berubah, dan menghindari kemungkinan bekerja keras seumur hidup untuk tidak menjadi siapa-siapa. Di sisi lain, rasa kesalingtergantungan membuat seseorang menaruh perhatian terhadap apa yang akan terjadi pada orang lain, suatu hal yang penting untuk membangun hubungan yang saling menghormati dan saling mempercayai. Semua ini akan menolong seseorang untuk mengatasi keberagaman, membina kerjasama kreatif, dan menyelesaikan konflik dengan damai. Ini adalah ranah kecerdasan interpersonal. Pertanyaannya sekarang adalah: Dapatkah kita membuat belajar di sekolah lebih banyak menyumbang dalam mengembangkan kecerdasan intrapersonal dan interpersonal siswa? Apa yang diperlukan agar guru dapat lebih berperan efektif dalam upaya ini? Semua pertanyaan itu mungkin tidak 43

72 Jangan Memanjat Pohon yang Salah penting atau tidak relevan bagi mereka yang tinggal di negara industri atau negara maju. Tetapi tidaklah demikian halnya dengan di negara di mana guru mendapat gaji yang kurang layak, pengetahuan mereka belum dimutakhirkan, sarana belajar dan mengajar yang sangat kurang, menjadi guru bukanlah jabatan yang dihargai tinggi dan sekolah-sekolah juga penuh dengan berjuta-juta anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. CARA BELAJAR YANG BERBEDA Kelihatannya, untuk dapat merumuskan visi pribadi atau tujuan hidup diri sendiri serta menemukenali nilai-nilai luhur yang akan dipegang, diperlukan proses belajar yang panjang. Proses belajar ini memanfaatkan banyak rujukan. Konsep kita tentang kehidupam yang berhasil dan bermakna mungkin amat dipengaruhi oleh buku yang kita baca, seperti biografi tentang seorang pahlawan atau orang terpandang, keberhasilan yang dicapai atau karakter dari tokoh yang kita kagumi, kearifan yang tersembunyi di dalam cerita rakyat atau mitologi dalam budaya tertentu, pengalaman hidup yang diperoleh dari lingkungan sosial tertentu, serta peristiwa khusus yang terjadi dalam kehidupan seseorang. Dari sumber yang banyak itu, seseorang dapat memilih nilai atau prinsip tertentu yang dianggapnya paling baik atau mulia, dan merumuskan visi atau tujuan hidupnya. Kebanyakan dari kita mungkin tidak menyadari akan adanya proses belajar seperti ini. Semuanya berlangsung secara alamiah, dan tidak berstruktur. Kita tidak mempelajarinya seperti, misalnya, belajar matematika. Kita mempelajarinya dengan cara yang berbeda. Inspirasi, idealisasi, refleksi, perenungan, pencerahan, metafora atau kiasan, interaksi sosial, berperan sangat penting dalam proses belajar ini. Kita menetapkan 44

73 Belajar Mengajar dengan Hati tujuan, kita bertekad berpegang teguh pada nilai luhur dan prinsip tertentu karena sifatnya yang sangat menggugah dan menyentuh hati kita. Dalam hal ini, belajar mencakup proses memilih dan memilah. Seseorang menetapkan tujuan hidupnya, atau cita-citanya, atau visinya, atau mendahulukan nilai-nilai tertentu di antara pilihan lain, semuanya sangat dipengaruhi oleh pengalaman orang itu sendiri, yang hidup di dalam suatu lingkungan fisik, sosial, mental, emosional, dan spiritual tertentu. Peran guru di sini lebih pada menciptakan lingkungan belajar yang menggugah ilham atau inspirasi, idealisme,memfasilitasi interaksi sosial yang positif dan memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk memprakarsai percobaan atau kegiatan yang secara bertahap akan memperkuat rasa percaya diri, harga diri, dan menambah kemampuan mereka untuk hidup bersama dengan serasi dan kreatif, di dalam masyarakat yang penuh kebhinekaan. Dalam banyak hal, guru diharapkan berperan sebagai pemimpin transformasional, yang dapat mempengaruhi siswa-siswanya lewat penciptaan lingkungan belajar yang tepat. Lingkungan belajar ini hendaknya dapat mendukung interaksi dan memudahkan siswa dalam melakukan usaha yang mereka arahkan sendiri untuk membangun dan menyalurkan potensi mereka menuju pencapaian tujuan yang bermakna. Untuk menggugah inspirasi, idealisme dan membangkitkan rasa percaya diri dan harga diri, diperlukan guru yang terinpirasi, percaya diri, mempunyai harga diri, dan menggunakan hatinya dalam memandu proses pembelajaran. Seperti halnya dengan semangat dan sikap optimis, yang bersifat menular, demikian juga inspirasi, rasa percaya diri dan harga diri. Di sini, guru meningkatkan kemampuan belajar dan motivasi siswanya lewat sentuhan yang 45

74 Jangan Memanjat Pohon yang Salah membesarkan hati, menumbuhkan kesadaran dan kepekaan rasa. Inilah adalah gambaran suasana pembelajaran yang menyenangkan, menggembirakan, menggairahkan, dan membanggakan. TANTANGAN Di Indonesia, sebagai akibat dari gaya pemerintahan yang otoriter dan sentralistik di masa lalu, iklim belajar di sekolahsekolah menjadi sangat mekanistik dan berorientasi pengawasan. Kegiatan mengajar ditekankan pada usaha mengalihkan pengetahuan dari guru ke murid. Pengajaran yang berkaitan dengan logika seperti matematika, fisika, dan biologi lebih dihargai dari pada yang lain-lain. Sedikit sekali perhatian yang diberikan bagi penciptaan lingkungan psikologis atau iklim belajar yang dapat merangsang siswa untuk menetapkan agenda belajarnya sendiri. Program pelatihan untuk guru lebih banyak ditekankan kepada penguasaan subjek atau mata pelajaran yang terdapat di dalam kurikulum. Pada umumnya, guru merasa tidak berdaya, mereka bergantung sepenuhnya pada pedoman dan instruksi dari birokrasi sekolah. Ketaatan kepada atasan adalah aturan yang tak boleh dibengkokkan. Usaha memperkenalkan cara baru untuk mengerjakan tugas bukanlah hal yang biasa dilakukan, karena tindakan itu dianggap seperti berenang melawan arus. Kepala sekolah memandang tugasnya sebagai administrator dan sebagai pengawas, dan biasanya mereka enggan mengadakan perubahan di sekolahnya. Pada umumnya, mereka bersikap menghindari risiko dan ketidakpastian. 46

75 Belajar Mengajar dengan Hati Tantangannya adalah mencari cara untuk mengubah keadaan tersebut di atas. Dapatkah kita memotivasi atau menggerakkan guru untuk mempelajari hal-hal baru agar mereka dapat berperan secara efektif di dunia yang baru? Dapatkah kita mendorong dan membersarkan hati mereka untuk memulai proses memberdayakan diri sendiri? Dapatkah kita meyakinkan mereka bahwa mereka sangat penting dan sangat berpengaruh, lebih dari yang mereka pikirkan? MENUMBUHKAN KESADARAN Upaya menciptakann lingkungan belajar yang menginspirasi dan memotivasi mensyaratkan bahwa guru haruslah yakin, percaya dan merasakan benar bahwa mereka itu melakukan hal yang sangat penting; bahwa menjadi guru itu pekerjaan mulia, bahwa mereka sangat kuat dalam pengertian mereka dapat mempengaruhi banyak orang, sekarang dan untuk waktu yang lama; bahwa mereka dapat mengubah dunia. Tujuannya di sini adalah memulihkan harga diri mereka, menggugah motivasi yang bersumber pada diri mereka sendiri (intrinsic motivation)dan menganjurkan mereka untuk menemukan makna dari apa yang mereka kerjakan. Inilah bagian yang paling penting dari proses perubahan. Untunglah, ada banyak kearifan adati di daerah yang dapat dirujuk sebagai dasar bagi pemulihan dan penguatan harga diri. Guru diharapkan menyadari dunia baru yang sekarang kita tempati. Sekarang kita berada di era modal maya. Peranan modal fisik dalam menciptakan kesejahteraan makin lama makin berkurang dibanding dengan peranan modal maya, 47

76 Jangan Memanjat Pohon yang Salah seperti modal intelektual, modal sosial, dan kredibilitas. Modal intelektual mencakup penguasaan pengetahuan dan keterampilan; modal sosial meliput kemampuan membangun jejaring sosial dan bekerja sama secara kreatif dengan orang lain; kredibilitas adalah keyakinan pada orang lain bahwa seseorang dapat dipercaya. Semua modal maya itu ditanamkan pada masyarakat. Guru berada di garis depan dalam penciptaan modal maya tersebut. Mereka adalah aktor strategis dalam menumbuhkan kesadaran awal di antara para siswa akan pentingnya modal maya tersebut dan menganjurkan serta mendorong mereka untuk mengubah potensi mereka dan menjelmakannya menjadi modal maya. Penting juga untuk menyadari dan memahami peran teramat penting dari harga diri, percaya diri, dan rasa mampu. Kesadaran ini akan sangat mempengaruhi pengembangan kecerdasan matematika, linguistik, spasial atau keruangan, kinestika raga, musik,dan kecerdasan interpersonal. Rasa harga diri, percaya diri, dan rasa mampu yang rendah dapat menghambat pengembangan berbagai kecerdasan itu. Ini berkaitan dengan fenomena ramalan yang mewujud sendiri (self-fulfilling prophecy). Hal yang juga sama pentingnya adalah kesadaran akan risiko bila kita tidak menanggapi tantangan yang baru ini. Bila guru tidak memperbarui visi, sikap, dan keterampilan mereka, risikonya sangat besar; mereka akan menyia-nyiakan dan menurunkan kualitas dari kekayaan yang sangat berharga bagi negeri ini, yaitu potensi insani dari generasi mudanya. Dengan sikap seperti itu, seorang guru bukannya membina generasi baru yang dapat membangun masa depan yang lebih baik, namun mereka membiarkan siswanya tersesat di dunia yang kompleks. 48

77 Belajar Mengajar dengan Hati BELAJAR BERSAMA Untuk dapat memulai perubahan, di samping harga diri, seseorang memerlukan perasaan bahwa ia mampu dan dapat mencapai impiannya. Di sini, dorongan dan apresiasi dapat berperan penting untuk memupuk pembinaan rasa mampu tersebut. Belajar bersama dalam kelompok yang anggotaanggotanya memiliki dorongan yang sama, dapat mempercepat proses penguatan rasa mampu itu. Belajar bersama menumbuhkan rasa optimis dan gairah di antara anggota kelompok, yang secara bertahap akan menghilangkan rasa ketidakberdayaan mereka. Di dalam kelompok belajar, guru dan siswa dapat belajar bersama melalui proyek kecilkecil yang mereka gagas sendiri. Kelompok belajar ini selanjutnya dapat menetapkan visi dan misi bersama, membayangkan gambaran tentang masa depan yang lebih baik bagi kelompok ini, dan menjabarkan hal-hal yang akan mereka lakukan dan cara mencapainya. Mereka menciptakan ta-nilai atau prinsip yang diyakini bersama. Di sini, proses belajar jauh lebih penting dari substansi pelajaran. Proses ini adalah proses pemberdayaan diri. Anggota kelompok perlahan-lahan mulai belajar mengendalikan nasib mereka sendiri. Prosesnya mengalir secara alami. Di sini, belajar berarti berbuat sesuatu untuk perbaikan. Mulai dengan berbuat sesuatu sekarang, tak jadi masalah bila yang dilakukan itu hal yang kecil, kemudian, berbagi pengalaman, dan belajar menghargai kemajuan yang dicapai, betapa pun kecilnya. Dalam proses ini, guru belajar untuk tidak memandang rendah kemampuan mereka sendiri, dan juga untuk tidak meremehkan potensi orang lain. Setiap usaha 49

78 Jangan Memanjat Pohon yang Salah perlu dihargai, setiap sumbangan juga perlu dihargai. Samudra yang luas terbentuk dari milyaran tetes air, dan setiap tetes itu penting. MENCIPTA, PEDULI, BERBAGI UNTUK MASA DEPAN YANG LEBIH BAIK Kelompok yang diharapkan mendapatkan manfaat dari semangat belajar dan mengajar yang baru ini adalah para siswa. Dalam usaha ini guru berperan sebagai agen perubahan. Para guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang baru, yang dapat menumbuhkan kesadaran siswa sejak dini mengenai pentingnya memiliki visi pribadi atau tujuan hidup, berpegang pada nilai luhur dan prinsip tertentu yang akan menuntun hidup mereka, menumbuhkan sikap yang membuat mereka dapat hidup bersama dengan serasi di dunia yang penuh kebhinekaan. Hal ini menjadi langkah awal yang diperlukan oleh siswa untuk menyusun rumusan mengenai hidup yang bermakna. Pendekatan baru ini diharapkan dapat menyebarkan rasa optimis, percaya diri, harga diri, bahkan idealisme di antara siswa. Sikap mental demikian sangatlah penting sebagai persyaratan untuk membangun masa depan yang lebih baik. Ini bahkan lebih penting dalam menghadapi masa-masa yang sulit. Semua itu memungkinkan seseorang untuk melihat secercah sinar di dalam kegelapan. Batin yang sehat tersebut dapat menjadi sumber motivasi untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi seseorang secara optimal untuk menjadi lebih baik. 50

79 Belajar Mengajar dengan Hati Lebih jauh lagi, siswa diharapkan dapat mengembangkan kreativitas mereka, menciptakan sesuatu untuk kesejahteraan mereka dan membagikannya bagi kesejahteraan orang lain juga. Mereka juga diharapkan dapat berbagi secara suka rela, secara tulus, karena di dalam lubuk hati mereka yang paling dalam, mereka peduli. Akhirnya, diharapkan semua usaha itu akan memberikan mereka rasa bahwa mereka berhasil dan dapat menemukan makna dari segala tindakan mereka. KATA PENUTUP Mengajar dengan hati sebenarnya bukanlah bercerita tentang cara mengajar. Mengajar dengan hati lebih bercerita tentang penciptaan proses dan lingkungan belajar, yang secara sosial dan psikologis, dapat: Menggugah kesadaran tentang pentingnya visi pribadi, tujuan hidup, prinsip-prinsip yang menuntun seseorang agar dapat hidup bersama secara kreatif, damai, dan serasi di dalam dunia yang penuh kebhinekaan. Memampukan siswa untuk membuat pilihan yang tepat bagi dirinya sendiri dan menggunakannya sebagai penggerak bagi pengembangan potensi mereka dengan sebaik-baiknya. Memotivasi siswa agar menjadi lebih kreatif, mau berbagi, dan peduli terhadap orang lain dan lingkungan mereka. Pada akhirnya, mengajar dengan hati adalah paparan tentang memampukan siswa dan anak sekolah untuk dapat belajar dengan hati, membuat kegiatan belajar menjadi lebih membesarkan hati, menarik, lebih manusiawi dan alami, serta belajar mencintai apa yang dilakukan dan melakukan hal 51

80 Jangan Memanjat Pohon yang Salah yang dicintai, dan melihat profesi sebagai guru tidak hanya sebagai pekerjaan, tetapi sebagai panggilan hidup. Catatan Akhir [1] Judul sebuah buku yang ditulis oleh Noel M. Tichy dan Stratford Sherman, Harper Collin Publisher, 2001 [2] Howard Gardner, Intelligence Reframed: Multiple Intelligences for the 21st Century, Basic Books, 1999, h

81 Bagian II: Pendidikan Karakter & Pendidikan untuk Kehidupan Bermakna Bagian II PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENDIDIKAN UNTUK KEHIDUPAN BERMAKNA 53

82 54 Jangan Memanjat Pohon yang Salah

83 Bagian II: Pendidikan Karakter & Pendidikan untuk Kehidupan Bermakna Maksud pendidikan itu adalah sempurnanya hidup manusia, sehingga bisa memenuhi segala keperluan hidup lahir dan batin yang kita dapat dari kodrat alam. Pengetahuan, kepandaian janganlah dianggap maksud dan tujuan, tetapi alat, perkakas, lain tidak. Bunganya, yang kelak akan jadi buah, itulah yang harus kita utamakan. Buahnya pendidikan yaitu matangnya jiwa, yang akan dapat mewujudkan hidup dan penghidupan yang tertib dan suci dan manfaat bagi orang lain. (Ki Hadjar Dewantara) Tulisan yang menjadi materi pada Bagin II buku ini adalah makalah-makalah yang temanya diangkat dan dikembangkan berdasarkan pengamatan terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia sejak pertengahan dekade 1980-an. Empat issues utama di bawah ini menjadi pemicu dari pandangan, gagasan dan eksperimen yang ditampilkan pada bagian ini: Masalah pendidikan yang dilihat terpisah dari model pembangunan. Sudah berpuluh-pululuh tahun mereka yang peduli tentang pendidikian, dari berbagai kalangan, mengetahui bahwa Indonesia menghadapi masalah besar dalam bidang pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Sayangnya, dalam mencari jalan keluar, masalah pendidikan tidak dilihat sebagai suatu masalah yang terkait erat dengan model pembangunan yang diterapkan di Indonesia sejak akhir tahun 1960-an (awal Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama, tahun 1969). Model pembangunan yang terus menerus bertumpu pada sumber daya fisik, khususnya eksploitasi sumber daya alam, dan kriteria keberhasilan pembangunan yang hanya didasarkan pada perubahan yang bersifat fisik, telah menempatkan pembangunan kualitas manusia melalui pendidikan pada prioritas yang relatif 55

84 Jangan Memanjat Pohon yang Salah rendah. Ini sangat berbeda dengan negara-negara yang model pembangunannya bertumpu pada kualitas manusia. Negaranegara ini menjadikan pembangunan manusia melalui pendidikan sebagai prioritas utama. Persoalan pendidikan yang membelit Indonesia sekarang ini, seperti makin rendahnya penghargaan terhadap profesi guru, menurunnya mutu guru, tidak berkembangnya mutu pendidikan, makin besarnya kesenjangan mutu pendidikan antara kota dan desa dan kesenjangan antar daerah, merupakan akibat ikutan dari model pembangunan yang tidak menjadikan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama. Pemecahan masalah pendidikan tanpa menyentuh sumber masalah yang bersifat makro ini hanya akan menghasilkan perbaikan yang sangat terbatas. Pendidikan tereduksi menjadi pengembangan kompetensi. Kemajuan dalam penguasaan teknologi yang ditunjukkan oleh beberapa negara tetangga di Asia, khususnya Asia Timur, dan keinginan Inidonesia untuk mengejarnya, nampaknya telah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan munculnya berbagai kebijakan yang mereduksi pendidikan menjadi pengembangan kompetensi. Lembaga pendidikan, khususnya sekolah-sekolah, seolah-olah menjadi pabrik pengembangan kompetensi untuk menyiapkan sumber daya manusia. Tanpa disadari, di samping mereduksi makna pendidikan, kegandrungan pada kompetensi ini juga mereduksi manusia menjadi hanya sebagai sumber daya, seperti sumber daya lainnya: bahan baku, mesin dan uang. Ketika manusia hanya dilihat sebagai sumber daya, maka dimensi lain yang ada pada manusia yang membuatnya menjadi insan yang utuh dan manusiawi, seperti kesadaran baru, karakter yang baik dan kuat, serta cita-cita yang luhur, kemudian dinomorduakan. Harus diakui, pengembangan kompetensi memang penting; tetapi orang-orang dengan kompetensi 56

85 Bagian II: Pendidikan Karakter & Pendidikan untuk Kehidupan Bermakna tinggi namun dengan karakter buruk, akan menjadi sumber masalah besar bagi suatu masyarakat atau bangsa. Lembaga pendidikan hanya menjadi unit pelatihan. Ketika kompetensi menjadi panglima dalam pendidikan, perlahan-lahan lembaga pendidikan menyempitkan perannya menjadi hanya sebagai unit pelatihan. Dalam pendidikan ada proses pelatihan, tetapi dalam pelatihan belum tentu ada pendidikan. Dalam pelatihan, pusat perhatian adalah pengembangan keterampilan, keterampilan fisik maupun mental. Pendidikan, lebih dari itu. Pendidikan membantu seseorang mengembangkan kesadaran baru, mengembangkan budi, mengembangkan kebajikan, mengembangkan kualitas diri yang membuat seseorang tidak hanya menjadi orang yang cerdas namun juga orang yang berahlak mulia serta punya rasa tanggung jawab sosial yang besar. Upaya perubahan yang kurang memperhatikan perubahan mind-set. Banyak upaya perubahan yang diusahakan dilakukan oleh pemerintah, termasuk memperkenalkan berbagai konsep dan pendekatan baru dalam proses pembelajaran. Namun seringkali dalam pelaksanaan di lapangan para guru dan kepala sekolah tetap memegang cara dan perilaku lama. Salah satu penyebabnya adalah karena pemrakarsa perubahan sering lupa bahwa perilaku baru dan metoda pembelajaran baru seringkali mensyaratkan adanya perubahan kersadaran, cara pandang dan pola pikir, atau yang secara singkat disebut sebagai perubahan mind-set. Apabila persyaratan ini tak dipenuhi, maka konsep baru atau pendekatan baru hanya akan menjadi pengetahuan ; artinya, orang tahu tetapi tidak melakukan, atau tidak ada penerapan dan perubahan nyata yang berkelanjutan di lapangan. Perubahan mind-set ini tidak 57

86 Jangan Memanjat Pohon yang Salah hanya diperlukan oleh para pelaku utama di lapangan seperti para guru dan kepala sekolah, namun juga oleh pembuat kebijakan dan pengelola pendidikan di lembagalembaga pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. 58

87 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi 4 PENDIDIKAN: Lebih dari Pengembangan Kompetensi * Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya (W.R. Supratman) PENDAHULUAN: PERTANYAAN-PERTANYAAN. Melihat ke Dalam. Tidak perlu argumentasi panjang untuk menunjukkan bahwa pendidikan adalah sebuah permasalahan besar di Republik ini. Besar dan banyaknya permasalahan dalam bidang pendidikan menyebabkan tidak mudah menggambarkannya secara utuh. Sebab itu, risalah ini dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan. * Risalah ini disajikan pada Lokakarya Membangun Indonesia Abad 21 yang diselenggarakan oleh Majelis Guru Besar ITB tanggal Juli 2004 di Balai Pertemuan Ilmiah ITB 59

88 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Pertanyaan ini pada dasarnya diarahkan agar kita bisa memahami persoalan yang dihadapi dengan lebih baik. Dengan demikian kita akan memperkecil kemungkinan memberikan jawaban yang benar terhadap persoalan yang salah (right solution to the wrong problem). Salah satu indikator kemajuan sebuah negara yang mengandung unsur pendidikan di dalamnya adalah Human Development Index. Human Development Index Indonesia pada tahun 2003 berada pada peringkat 112 dari 175 negara di dunia. Ini adalah salah satu posisi terendah diantara negaranegara di Asia [1]. Malaysia berada pada peringkat 58, Thailand peringkat 74, Philipina 85 dan China 104. Pada tataran yang lebih praktis, Indonesia menghadapi masalah tingkat dan mutu pendidikan. Banyak usaha telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasi masalah pendidikan ini. Bermacam-macam konsep diperkenalkan, diantaranya Normalisasi Kehidupan Kampus, Link and Match, CBSA, memperkenalkan Kurikulum Berbasis Kompetensi, dan mencatumkan besarnya anggaran pendidikan di UUD. Ketika berusaha memperbaiki mutu pendidikan, semua orang menyadari bahwa peran guru sangat menentukan dalam hal ini. Tanpa guru yang bermutu tidak ada pendidikan bermutu. Semua orang juga tahu bahwa sekitar 2,6 juta orang guru di Indonesia bekerja dengan gaji relatif sangat kecil dan kebanyakan dengan bekal pengetahuan yang hampir tidak diperbarui. Kurangnya dana atau anggaran adalah salah satu alasan klasik yang digunakan untuk tidak menaikkan gaji para guru. 60

89 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi Pertanyaannya adalah, apa yang menyebabkan sebuah negara atau pemerintah seperti di Indonesia selama berpuluh-puluh tahun (bahkan sampai sekarang) lebih suka memakai dananya untuk membayar subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) daripada menyalurkan dana tersebut untuk memperbaiki mutu pendidikan? Sudah sangat jelas, subsidi BBM, khususnya bahan bakar untuk kendaraan bermotor dan industri, mengandung unsur ketidakadilan, sebab masyarakat miskin yang tidak memiliki kendaraan bermotor dan memiliki industri justru harus membayar subsidi kelompok orang yang lebih kaya, yang memiliki kendaraan bermotor dan industri? Apakah yang menyebabkan sebuah negara atau bangsa seperti Indonesia selama puluhan tahun hanya mau mengirimkan warga-negaranya, khususnya para staf pengajar perguruan tinggi dan peneliti, belajar keluar negeri untuk pendidikan yang lebih tinggi, hanya apabila mendapat grant dari sebuah negara asing atau lembaga internasional? Bukankah ini bisa diibaratkan sebagai orang tua yang tidak mau membiayai pendidikan anaknya dan hanya mau menyekolahkannya apabila mendapat sedekah dari tetangga? Apakah yang menyebabkan dua Departemen yang paling dekat hubungannya dengan pengembangan kualitas manusia seperti Departemen Pendidikan dan Departemen Agama menempati posisi paling tinggi dalam peringkat korupsi? Menengok Ke Luar Di Asia Timur, ada negara seperti Korea Selatan yang keadaannya pada awal tahun 1960-an mirip dengan Indonesia, namun pada awal tahun 2000, keadaannya sudah sangat berbeda dengan Indonesia. Korea Selatan sekarang 61

90 Jangan Memanjat Pohon yang Salah menjadi negara industri yang sangat diperhitungkan. Produkproduk yang dihasilkan oleh perusahaan Korea Selatan menjadi pesaing berat dari produk yang dibuat oleh perusahaan Jepang dan perusahaan Barat. Padahal, Korea Selatan tidak memiliki kekayaan alam seperti Indonesia. Masih di Asia, kita melihat negara-negara seperti Jepang dan Taiwan yang juga maju pesat. Ini adalah contoh negara-negara yang membangun kekuatan ekonomi dan kesejahteraannya tidak atas sumber daya alam namun bertumpu pada kualitas manusia, kualitas masyarakat dan kualitas institusi lembaga pemerintahan dan masyarakatnya. Kesejahteraan dan kemajuan yang dihasilkan karena masyarakatnya bersemangat, bersedia kerja keras, giat belajar untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan keahliannya, memakai potensi kreatifnya sebaik mungkin, berupaya menyelesaikan konflik atau perbedaan dengan cara-cara damai, lembaga-lembaga pemerintahnya punya kredibilitas. Ini adalah negara atau bangsa-bangsa yang memasuki abad 21 mencapai kemajuan dengan tumpuan utama pada modal yang bersifat maya (virtual), bukan modal fisik. Sangat dekat dengan kita adalah Malaysia. Malaysia memperoleh kemerdekaannya 12 tahun sesudah Indonesia, namun dalam perkembangannya melesat jauh meliwati Indonesia. Pada awal tahun 1960-an banyak mahasiswa Malaysia yang dikirim belajar ke Indonesia dan banyak staf pengajar Perguruan Tinggi Indonesia yang diminta mengajar di perguruan-tinggi Malaysia. Sekarang keadaannya terbalik. Di sini yang perlu dipertanyakan adalah mengapa Indonesia tidak tertarik untuk menempuh jalan yang ditempuh oleh negara-negara tetangga di Asia tersebut di atas? Mengapa 62

91 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi kita tidak mau atau sulit belajar dari keberhasilan mereka? Sementara negara negara tetangga kita melakukan investasi besar-besaran untuk meningkatkan kecerdasan masyarakatnya melalui pendidikan, mengapa Indonesia selama tiga dekade tetap hanya menyisihkan sebagain kecil saja dari angggarannya untuk pendidikan? BUKAN SEKEDAR SOAL TEKNIS DAN SOAL DANA. Pertanyaan di atas diajukan untuk menunjukkan bahwa rendahnya anggaran untuk pendidikan, kurangnya perhatian terhadap perbaikan mutu dan kesejahteraan guru adalah akibat dari suatu keadaan yang lebih mendasar. Anggaran pendidikan bukanlah akar masalah pendidikan. Akarnya terletak pada model-mental dan kepekaan. Secara singkat model-mental adalah internal picture of the world [2]. Istilah model-mental mengacu pada dua hal, yaitu peta tentang dunia atau realitas, yang bersifat semi permanen, yang ada pada ingatan jangka panjang seseorang, dan persepsi jangka pendek yang dikembangkan oleh seseorang sebagai bagian dari proses penalaran sehari-hari[3]. Model-mental ini bisa berbentuk kerangka teori, asumsi, atau persepsi. Kapitalisme dan komunisme adalah dua model-mental yang sangat berbeda (bahkan antagonistik) mengenai kesejahteraan manusia. Demikian model-mentalnya berbeda maka kebijakan yang dikeluarkanpun akan sangat berbeda, termasuk kebijakan pengalokasian sumber daya. Penulis berkeyakinan bahwa pemerintah atau pembuat kebijakan pembangunan di sebuah negara yang mengabaikan pendidikan, dalam model mental pembangunnanya tidak 63

92 Jangan Memanjat Pohon yang Salah menaruh kualitas manusia dan masyarakat sebagai pusat atau poros kemajuan. Atau, dalam model-mental yang menggambarkan pembangunan, perbaikan kualitas manusia dan masyarakat hanya salah satu program pembangunan saja yang prioritasnya tidak lebih penting dari program yang lain (lihat gambar 1a dan 1b). Model mental pembanguan dengan berporos pada manusia dan masyarakat adalah model pembangunan kesejahteraan masyarakat yang bertumpu pada modal maya. Ini tidak berarti bahwa peran modal fisik khususnya sumber daya alam tidak diperlukan. Sumber daya alam tetap diperlukan, namun kebijakan atau cara pemakaian dana yang diperoleh dari sumber daya alam akan berbeda apabila model-mental pembangunan yang dipegang berbeda. Model mental ini mempengaruhi atau menentukan jenis kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Dengan cara pandang seperti ini mudah-mudahan menjadi lebih jelas mengapa berpuluh-puluh tahun pemerintah Indonesia lebih suka memakai angarannya untuk mensubsidi BBM daripada memakainya untuk memperbaiki tingkat dan mutu pendidikan warga negaranya. Akar masalah yang kedua adalah kepekaan. Di sini kita berbicara hanya pada dua jenis kepekaan yaitu kepekaan terhadap lingkungan dan kepekaan terhadap dampak tingkah laku atau perbuatan. Lemahnya kepekaan terhadap keadaan di sekitar mengakibatkan rendahnya kemampuan belajar dari keberhasilan atau kegagalan pihak lain. Hal ini juga yang mengakibatkan rendahnya kemampuan untuk mengetahui bahwa lingkungan di sekitar kita sudah berubah atau kita berada pada lingkungan yang berbeda. Ketika penciptaan nilai atau kesejahteraan dalam perekonomian dunia makin bertumpu pada modal maya seperti pengetahuan, jejaring sosial, kredibilitas dan semangat juang sebuah bangsa, masih banyak yang berpegang pada anggapan 64

93 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi Gambar 1a Model Pembangunan yang menempatkan Pengembangan Kualitas Manusia hanya sebagai salah satu sektor pembangunan yaitu sektor Pendidikan Gambar 1b Model Pembangunan yang berpusat pada Pengembangan Kualitas Manusia 65

94 Jangan Memanjat Pohon yang Salah bahwa modal fisik tetap bisa menjadi tumpuan utama kemajuan. Ketika dunia makin tidak menerima atau makin memandang rendah masyarakat atau bangsa yang tingkat korupsinya tinggi, sebagian dari kita atau mungkin sebagian terbesar tidak merasa terusik oleh opini masyarakat internasional seperti itu. Di pihak lain, kurangnya kepekaan terhadap dampak dari perbuatan bisa menghalangi pelaksanaan sebuah kebijakan yang tujuannnya baik atau arahnya sudah tepat. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, bisa saja pemerintah mengalokasikan anggaran yang lebih besar, namun sasaran kebijakan bisa tidak tercapai, kalau pemerintah tidak bisa mencegah merebaknya praktek korupsi pada tingkat pelaksanaan. Dalam keadaan di mana hukum dirasakan belum dapat mewujudkan keadilan, maka korupsi terjadi karena kurangnya kepekaan terhadap akibat dari tindakan atau perilaku. Orang tidak merasa bahwa setiap kenikmatan, kemajuan atau kesenangan yang didapat melalui korupsi, sebenarnya adalah kenikmatan yang diperoleh dengan merampas kenikmatan yang seharusnya menjadi hak orang lain. Diantara orang lain itu termasuk sanak-keluarga, temanteman, tetangga, petani yang hidup di pedesaan, dan anakanak yang berada di panti asuhan yang hidup jujur. Dengan merampas anggaran pendidikan pada saat ini, sebenarnya seseorang telah dengan sadar merampas peluang generasi yang akan datang untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Kepekaan berkurang karena hilangnya rasa bersalah dan rasa malu. 66

95 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi BEBERAPA FAKTOR YANG MENYEBABKAN RENDAHNYA PERHATIAN TERHADAP PENGEMBANGAN KUALITAS MANUSIA DAN MASYARAKAT. Terlena oleh Sumber Daya Alam yang Melimpah. Di setiap pikiran orang Indonesia sejak puluhan tahun ditanamkan pandangan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya raya. Sumber daya alamnya melimpah. Hal ini dijadikan salah satu unsur kebanggaan bangsa kita. Memang memiliki sumber daya alam yang melimpah perlu disukuri, namun dipihak lain hal itu juga bisa membawa permasalahan. Masalah pertama adalah anggapan bahwa persediaan sumber daya alam identik dengan kekayaan. Padahal untuk mengubahnya menjadi kekeyaaan sumber daya alam ini harus diolah melalui proses yang memerlukan kecerdasan manusia. Tanpa diintervensi kecerdasan manusia sumber daya alam tetap tidak punya nilai atau nilainya sangat rendah, bahkan bisa menjadi beban atau sumber malapetaka. Sejarah Indonesia menunjukkan bahwa kepulauan Nusantara menjadi inceran kaum penjajah karena daya tarik sumber daya alamnya. Karena kita kalah cerdas dari kaum penjajah, kita menjadi masyarakat jajahan selama ratusan tahun. Masalah kedua adalah tumbuhnya perasaan karena sudah kaya, lalu tidak perlu kerja keras. Hidup itu bisa dinikmati begitu saja, seperti yang dinyatakan dalam lagu Koes Plus... Orang bilang tanah kita tanah sorga. Tongkat, kayu dan batu jadi tanaman. Kail dan jala cukup menghidupimu. Ikan dan udang menghapirimu...masalah ketiga, karena merasa sudah punya kekayaan yang melimpah dari sumber daya alam, kita lalu melupakan atau menomor duakan 67

96 Jangan Memanjat Pohon yang Salah pengembangan sumber kekayaaan yang potensinya jauh lebih besar dan sangat diperlukan dalam sistem ekonomi modern sekarang ini yaitu kualitas manusia dan kualitas mayarakat. Jadi tanpa disadari Indonesia telah menjadi korban resource curse, di mana sumber kekayan telah menjadi belenggu daripada menjadi pemicu dan pemacu untuk mencapai kemajuan yang lebih besar. Terjebak Konsep Ratu Adil. Sebagian masyarakat kita meyakini bahwa Indonesia akan sejahtera apabila dipimpin olah seorang Ratu Adil. Konsep ini memandang bahwa peran seorang pemimpin yang baik sangatlah besar. Pendapat ini masih sejalan dengan pemikiran modern sekarang ini yang juga melihat besarnya pengaruh kepemimpinan dalam menentukan keberhasilan sebuah institusi atau negara. Namun di pihaklain, pandangan ini bisa juga membawa jebakan, yaitu masyarakat menunggu datangnya pemimpin dan menyerahkan masa depannya di tangan pemimpin. Pemimpin menjadi pusat segala-galanya, yang menghitam-putihkan negara, dan masyarakat hanya mengikuti dan menurut. Pada saat yang sama seorang pemimpin dapat merasa dia yang paling penting dan paling tahu dan rakyat atau masyarakat tidak perlu susah-susah, yang penting menurut. Nampaknya pikiran yang seperti inilah yang menyebabkan, sejak kemerdekaan Indonesia, sebagian terbesar perhatian ditujukan pada pemimpin, dan lebih sedikit perhatian untuk meningkatkan kualitas masyarakat dan membangun sistem atau institusi yang sehat. Dalam kehidupan bernegara dan pergaulan internasional yang sangat kompleks seperti sekarang ini tidak ada pemimpin yang bisa memecahkan semua persoalan negara sendirian, apalagi negara yang penuh dengan keaneragaman seperti Indonesia. Hal yang sangat diperlukan adalah 68

97 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi masyarakat yang cerdas yang lebih mampu mengatur dirinya sendiri, dan institusi atau sistem yang baik. Kurang Berhasil Belajar dari Pengalaman Bangsa Sendiri. Dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa kita untuk mencapai kemerdekaan ada perubahan cara berjuang dari berjuang dengan mengandalkan kekuatan atau modal fisik menjadi berjuang dengan mengandalkan kekuatan atau modal maya. Beberapa pahlawan Nasional kita, seperti Pattimura, Diponegoro, Teuku Umar, mengangkat senjata, mengobarkan peperangan untuk mengusir penjajah Belanda dari bumi Indonesia. Mereka adalah tokoh-tokoh yang gagah berani yang tidak takut mempertaruhkan nyawanya untuk sebuah cita-cita luhur. Namun demikian, mereka belum berhasil mengalahkan penjajah lewat kekuatan senjata. Generasi berikutnya, Bung Karno, Bung Hatta, dan pejuang seangkatannya memilih memperjuangkan kemerdekaan dengan kekuatan intelektual mereka, dengan membangun modal sosial, dan membangun kredibilitas di dunia internasional. Mereka membangun partai politik, mereka meningkatkan kecerdasan rakyat, membangun kesadaran baru yaitu kesadaran sebagai satu bangsa, mengembangkan visi atau idealisme, membangkitkan kepercayaan diri, menumbuhkan rasa harga diri, membangkitkan semangat, menumbuhkan keberanian dan kerelaan berkorban. Mereka membangun kredibilitas kepemimpinan mereka di mata internasional. Semua hal yang mereka bangun bersifat maya, tidak satupun bersifat fisik. Untuk mengembangkan kemampuan membangun modal maya ini, mereka tidak 69

98 Jangan Memanjat Pohon yang Salah segan-segan belajar dari pengalaman bangsa lain, dari pemikir dan pejuang besar di dunia. Memang menjelang dan beberapa waktu sesudah proklamasi kemerdekaan ada perjuangan bersenjata. Namun perjuangan bersenjata tersebut adalah bagian dari strategi perjuangan yang lebih besar yang berdasarkan kecerdasan. Memang di masa lalu cara menyampaikan informasi liwat media menimbulkan kesan bahwa kemerdekaan Indonesia seolaholah hanya hasil perjuangan fisik. Namun menurut pendapat penulis, basis dari keberhasilan perjuangan kemerdekaan adalah modal maya: idealisme, kemampuan intelekktual, rasa persatuan, semangat berkontribusi atau berkorban, kemampuan bekerjasama secara kreatif dan kredibilitas. Semua kualitas modal maya ini melekat pada manusia. Uraian ini tidak dimaksudkan untuk mengajak orang-orang kembali ke romantisme masa lalu, namun untuk menyadarkan kita bahwa konsep modal maya bukanlah hal yang sama sekali baru bagi masyarakat kita. Para pejuang kemerdekaan sudah menerapkan bahkan sebelum istilahnya dikenal dan pernah berhasil dalam membangun dan memanfaatkannya. Surutnya Idealisme, Berkembangnya Sikap Pragmatis Overdoses. Pada awal pemerintahan Presiden Suharto orang berbicara tentang ekonomi sebagai panglima. Ini dianggap sebagai koreksi terhadap doktrin dari pemerintah sebelumnya yang dianggap mempanglimakan politik. Sebagai konsekuensinya, keberhasilan atau kemajuan pembangunan terutama sekali dilihat dari besaran-besaran yang bisa diukur dalam variabel ekonomi. Hal-hal yang tidak bisa diukur dalam besaran ekonomik dianggap tidak penting atau tidak mendapat 70

99 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi perhatian. Angka-angka pertumbuhan ekonomi, hasil-hasil pembangunan yang bersifat fisik, menjadi pusat perhatian. Kecenderungan yang terlalu mengedepankan keberhasilan ekonomi (jangka pendek) telah membuat sebagian dari masyarakat terperangkap dalam sikap pragmatis yang berlebihan, dan kemudian terjebak dalam sikap atau perilaku tujuan menghalalkan cara. Idealisme kurang mendapat tempat, bahkan sering menjadi bahan cemoohan. Ini adalah era di mana banyak orang percaya bahwa orang jujur tidak bisa maju secara ekonomik, berlaku etikal dalam berbisnis dianggap hal yang mustahil. Orang mempertentangkan antara kehidupan dengan standard etika yang tinggi dengan kesejahteraan material. Banyak orang tidak yakin bahwa kejujuran dan berlaku etis diperlukan agar seseorang bisa hidup sejahtera. Bersamaan dengan itu, di Indonesia kemudian mulai berkembang sikap makan siang gratis, dalam arti bahwa orang bisa hidup sejahtera, sekurangkurangnya secara material, tanpa harus kerja keras. Sisi Negatif Pergeseran dari Masyarakat Kolektif ke Masyarakat Individualis. Masyarakat Indonesia, seperti masyarakat di Asia pada umumnya, mempunyai ciri kuat sebagai masyarakat kolektif. Dalam masyarakat koletif, anggota masyarakat lebih suka mengidentifikasikan diri dengan kelompoknya dari pada dengan keunikan dirinya. Dalam masyarakat kolektif, anggota masyarakat tidak melanggar aturan atau norma, karena mereka dikendalikan oleh rasa malu. Di pihak lain, dalam masyarakat individualis, orang lebih suka mengidentikasikan diri dengan keunikan dirinya dari pada dengan kelompok. Dalam masyarakat indiviualis, orang tidak melanggar aturan 71

100 Jangan Memanjat Pohon yang Salah atau norma, karena anggota masyarakat dikendalikan oleh rasa bersalah. Penerapan sistem pembanguan ekonomi modern di Indonesia dan derasnya arus globalisasi telah menyebabkan terjadinya pergerseran dari masyarakat kolektif ke arah masyarakat individualis, khususnya pada kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Kalau pergeseran ini berjalan baik, maka masyarakat kita akan mentaati aturan dan norma karena anggota masyarakatnya dikendalikan oleh rasa malu dan rasa bersalah. Namun yang terjadi nampaknya hal yang sebaliknya. Kita masih memiliki ciri-ciri masyarakat kolektif tetapi tanpa rasa malu, dan bersamaan dengan itu mulai memilki ciri-ciri masyarakat individualis namun tanpa rasa bersalah. Hal ini yang menjadikan orang tak malu melakukan korupsi, karena tindakan korup ini dilakukan berkelompok, dan pelakunya secara individual merasa tidak bersalah. TANTANGAN BESAR PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA Melepaskan Bangsa Indonesia dari Ketergantungan pada Sumber daya Alam. Pada suatu hari nanti kandungan minyak bumi yang ada di Indonesia akan habis terkuras. Demikian juga halnya dengan batubara, tembaga, mas, dan sumber daya alam lain yang sama sekali tidak terbarukan. Pada saat itu, kalau kualitas manusia dan masyarakat Indonesia masih seperti sekarang ini, dalam arti masih menggantungkan diri dari sumber daya alam, masih jauh tertinggal dari bangsa lain dari tingkat kecerdasan atau penguasaaan ilmu pengetahuan, masih puas 72

101 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi dengan semangat kerja yang rendah, maka sudah dapat dipastikan bangsa Indonesia akan menjadi salah satu bangsa yang akan dipandang sebelah mata dalam pergaulan internasional. Bahkan mungkin bisa lebih buruk lagi, bangsa Indonesia akan menjadi salah satu beban besar bagi bangsabangsa lain, mejadi bangsa yang hanya bisa menghidupi rakyatnya kalau ada belas kasihan dari bangsa lain. Dan perlu dicatat, kalau pertumbuhan penduduk tetap berjalan seperti sekarang, 25 tahun dari sekarang penduduk Indonesia sudah akan mencapai sekitar 300 juta orang. Pengalaman selama 35 tahun terakhir ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak memanfaatkan pendapatan yang berasal dari sumber daya alam dengan baik, khususnya pendapatan yang besar ini tidak dipakai dengan cepat untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat, khususnya memeperbaiki tingkat kecerdasan masyarakat melalui pendidikan dalam arti luas. Kecerdasan masyarakat inilah yang menjadi salah satu sumber utama kesejahteraan masyarakat dalam ekonomi modern, dan kecerdasan ini selalu bisa diperbaharui. Tiga ratus juta rakyat yang tidak cerdas akan menjadi beban besar, tidak hanya bagi Indonesia namun juga bagi masyarakat dunia. Namun 300 juta rakyat yang cerdas akan menjadi sumber kesejahteraan. Jadi, inilah tantangan besar dunia pendidikan di Indonesia, mengubah beban menjadi sumber kekayaan, membangun masyarakat Indonesia yang siap mengahadapi keadaan yang paling buruk karena sudah habisnya sumber daya alam. Waktu yang tersedia sebenarnya tidak banyak. Dalam 25 tahun cadangan minyak bumi Indonesia sudah akan menyusut drastis (untuk tidak mengatakan habis). Kalau Indonesia masih memperlakukan dunia pendidikan seperti di masa lalu untuk 25 tahun yang akan datang, maka Indonesia hanya akan menjadi bangsa kuli rendahan, dan kesempatan untuk menjadi bangsa yang terpandang di dunia nampaknya akan tertutup. 73

102 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Menyiapkan Masyarakat Menjadi Masyarakat yang Lebih Dewasa. Enam puluh tahun setelah memproklamasikan kemerdekaan, masyarakat Indonesia masih harus belajar menjadi masyarakat yang lebih dewasa. Berikut ini adalah beberapa ciri dari masyarakat yang dewasa: Memecahkan perbedaan pendapat dengan cara-cara damai. Perbedaan pendapat bahkan konflik adalah realita kehidupan yang dijumpai di negara atau masyarakat manapun. Namun demikian ada masyarakat yang punya kecenderungan memecahkan perbedaan pendapat atau konflik di dalam masyarakatnya dengan menggunakan kekerasan, ada masyarakat yang cenderung memilih caracara cerdas untuk memecahkan perbedaan pendapat atau konflik secara damai. Masyarakat yang lebih dewasa memilih cara-cara damai. Berusaha mencari pijakan-bersama untuk tumbuh dan berkembang bersama di tengah-tengah kebhinekaan. Di samping berusaha memecahkan konflik secara damai, masyarakat dewasa berusaha mencarai pijakan-bersama di tengah-tengah kebhinekaan atau keaneka ragaman, dan mencoba menjadikan kebhinekaan sebagai sumber kekuatan bukan sebagai sumber permasalahan. Belajar dari manapun. Masyarakat dewasa pada dasarnya adalah masyarakat terbuka, masyarakat yang bersedia belajar hal-hal yang baik darimanapun dan selalu berusaha memperbaiki diri. Masyarakat dewasa bukan masyarakat tertutup yang merasa tidak perlu belajar lagi. Mengambil tanggung jawab sendiri atas masa depannya. Masyarakat dewasa beusaha kuat untuk memegang kendali atas masa depannya dan tidak membiarkan kendali itu berada di tangan pihak lain. Di samping itu, 74

103 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi masyarakat dewasa menghindari kebiasaan mencari kambing hitam, menyalahkan pihak lain apabila ada yang tidak diharapkan terjadi pada dirinya sendiri. Mengatur diri-sendiri (self regulating). Masyarakat yang lebih dewasa mengambil tanggung jawab yang lebih besar untuk mengatur atau menertibkan dirinya sendiri. Anggota masyarakat dewasa mengatur diri sendiri atas dasar pertanggungjawaban moral kepada diri sendiri dan tanggung jawab sosial kepada masyarakat luas. Meritokratis. Masyarakat meriktokratis beranggapan bahwa keberhasilan atau kesejahteraan yang baik adalah hasil usaha atau kerja keras, bukan pemberian dari orang lain atau mengambil hak orang lain dengan melanggar pertimbangan moral. Masyarakat meritokratis menjauhi sikap makan siang gratis. Membangun Bangsa yang Bisa Dipercaya. Membebaskan bangsa ini dari posisi sebagai salah satu negara yang terkorup di dunia. Semua orang tahu bahwa korupsi adalah salah satu penyakit terbesar Indonesia. Gelar sebagai salah satu negara yang korupsinya paling tinggi di dunia tidak hanya menyebabkan hilangnya kebanggaan sebagai warganegara Indonesia, namun juga mengahambat seluruh proses untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bangsa ini. Tanpa harus menjadi seorang ahli ekonomi, seseorang dapat mengatakan bahwa kesejahteraan di era ekonmi pengetahuan sekarang ini memerlukan dua prasyarat utama yaitu manusia dan masyarakat yang bermutu dan pemerintahan yang bersih. Tanpa dua prasyarat tersebut maka kesejahteraan yang dibangaun hanya bersifat sementara atau semu.. Korupsi terjadi karena lemahnya karakter, bukan karena 75

104 Jangan Memanjat Pohon yang Salah kurangnya kompetensi. Orang-orang dengan kompetensi tinggi namun tanpa karakter yang baik dapat menjadi koruptor yang sangat canggih sehingga korupsinya sulit sekali dibuktikan. Membangun institusi yang punya kredibilitas. Di samping warga yang cerdas dan berkarakter baik, sebuah bangsa juga memerlukan institusi yang baik. Institusi ini meliputi institusi pemerintahaan, institusi di sektor swasta maupun lembaga kemasyarakatan. Lima puluh tahun lamanya Indonesia terpana pada konsep pemimpin yang kuat sehingga mengabaikan pembangunan masyarakat dan institusi. Korupsi di Indonesia mulainya di institusi pemerintahan dan terus menjalar ke instusi di sektor swasta dan lembaga kemasyarakatan. Membangun Kembali Kepercayaan Diri dan Idealisme Bangsa Krisis besar yang menerpa bangsa Indonesia pada akhir tahun 1997, ketergantungan terhadap hutang luar negeri, dan tingkat korupsi di Republik ini yang masih berada pada tingkat tertinggi di dunia, telah menurunkasn kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia. Bersama dengan itu, susut juga rasa percaya diri masyarakat kita, khususnya kepercayaan bahwa kita akan bisa membangun masyarakat yang maju dan bermartabat. Sebagian dari masyarakat kita bahkan sudah mulai mempercayai bahwa korupsi memang sudah menjadi ciri bangsa Indonesia sejak dulu kala, dan harus diterima dan tidak banyak yang bisa kita lakukan untuk memberantasnya. Secara perlahan-lahan kita mulai menerima bahwa kita memang bangsa kelas dua atau kelas tiga, yang peringkat kemampuannya memang di bawah bangsa lain di sekitar kita. 76

105 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi Hilangnya rasa percaya diri dan menerima (dalam hati) posisi sebagai bangsa kelas dua diantara bangsa2 di dunia sangatlah berbahaya. Sebab dari penerimaan ini akan terjadi fenomena self fulfilling prophecy : bangsa yang merasa tidak mampu benar-benar akan menjadi tidak mampu dan bangsa yang merasa kelas dua, benar-benar akan menjadi bangsa kelas dua atau bahkan bangsa kelas tiga atau kelas empat, bangsa yang merasa sebagai pecundang benar-benar akan menjadi pecundang. Sebab itu, pendidikan di Indonesia hendaknya dapat mengembalikan kepercayaan diri bangsa kita. Kalau Malaysia dan Korea bisa, mengapa kita tidak bisa? Kita bisa, kalau kita mau dan berusaha keras. Potensi masyarakat Indonesia tidak kalah dari potensi masyarakat lain. Pendidikan di Indonesia hendaknya mejadi media untuk membangkitkan kembali idealisme bangsa ini dalam arti menyalakan kembali aspirasi untuk menjadi bangsa yang terpandang, bangsa yang bermartabat, dan bangsa yang disegani, serta sangat diperhitungkan dalam pergaulan negara-negara di dunia. Memupuk Rasa Kebangsaan. Sedikit negara di dunia yang mewarisi keanekaragaman seperti Indonesia. Sungguh suatu kecerdasan yang luar biasa ketika para pemuda pejuang kemerdekaan pada tanggal 28 Oktober 1928 mengumandangkan Sumpah Pemuda. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional telah menjadi perekat yang luar biasa dalam pertumbuhan rasa kebangsaan di Indonesia. Kita tidak bisa membayangkan betapa besarnya masalah yang akan dihadapi oleh Indonesia apabila tidak ada bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu. Namun demikian, perlu disadari, bahwa proses belajar bersama untuk tumbuh bersama sebagai sebuah bangsa dengan tetap menjaga kebhinekaan belum selesai, dan masih akan terus berlangsung. Krisis-krisis besar yang dihadapi 77

106 Jangan Memanjat Pohon yang Salah bangsa Indonesia yang bahkan sampai mengancam integritas bangsa kita menunjukkan betapa banyaknya pekerjaan rumah yang masih harus dilakukan oleh generasi sekarang dan generasi yang akan datang untuk memantapkan kemampuan hidup bersama sebagai satu bangsa ini. Memupuk perasaan sebagai satu bangsa ini sangat diperlukan agar masyarakat kita tidak menghabiskan energinya untuk menciptakan dan memecahkan konflik diantara sesama komponen bangsa. Memupuk perasaan sebagai satu bangsa dalam tataran praktis berarti menumbuhkan kesadaran dan pengertian bahwa kita saling membutuhkan, bahwa kita saling tergantung, bahwa kita hanya bisa maju bersama kalau kita saling mendukung. Memupuk rasa kebangsaan berarti juga menyadari kelemahan dan bahaya dari sikap ekslusif, dan sikap diskriminatif. PERUBAHAN PADA TATARAN KEBIJAKAN YANG BERKAITAN DENGAN PENDIDIKAN UNTUK MENGHADAPI MASA DEPAN Membangun Kesadaran Baru Perubahan besar dalam pendidikan mensyaratkan adanya kesadaran baru di kalangan masyarakat Indonesia di semua lapisan. Bangsa Indonesia perlu secara sistematik membangun, mengembangkan dan menguatkan kesadaran bahwa sumber daya alam yang tak terbarukan seperti minyak, batubara, tembaga, mas dan bahan galian lainnya suatu hari akan habis. Sumber daya alam ini sudah tidak bisa lagi dijadikan tumpuan untuk menciptakan kesejahteraan. 78

107 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi Kalau pada saat itu Indonesia belum berhasil menciptakan tumpuan kesejahteraan baru yang bersumber dari kecerdasan, kredibilitas, kohesivitas, dan semangat kerja masyarakatnya, maka Indonesia akan tetap menjadi salah satu negara yang paling tertinggal di dunia. Dalam keadaan seperti itu, masa depan bangsa kita akan dikendalikan orang atau bangsa lain, atau dengan kata lain kita akan merelakan diri menjadi negara jajahan di era modern. Memang proses penjajahan kini tidak dijalankan dengan kekerasan seperti di masa lalu, namun dengan cara-cara yang sangat elegan, dengan membanjiri pasar Indonesia dengan barang-barang baru yang lebih kompetitif, mempengaruhi cara berpikir serta kebijakankebijakan pembangunan. Adalah menjadi kewajiban moral generasi sekarang ini untuk mencegah terjadinya keadaan buruk seperti itu. Di samping itu kita perlu memperkuat kesadaran bahwa Indonesia tidak akan mencapai kemajuan bersama dengan cara menciptakan permusushan di antara kita sendiri, apakah itu permusuhan antra suku, antar daerah, antar agama. Kita perlu menerima realitas bahwa Indonesia adalah negara dan bangsa penuh kebhinekaan, dan berusaha mendapatkan yang terbaik dari keanekaragaman itu, bukan mengingkari keanekaragaman tersebut dengan saling menutup diri. Tidak sedikit bangsa di dunia menciptakan kesengsaraan bagi dirinya sendiri dengan cara terus menerus menciptakan konflik dan permusuhan diantara sesama warganya dan akhirnya bangsa-bangsa seperti itu hanya bisa hidup atas dasar belas kasihan bangsa-bangsa lain. Kesadaran di atas dibangun dan diperkuat pada setiap warga masyarakat, pada anak-anak, pada pemuda, pada orang tua, di semua daerah, di semua sektor kehidupan. Membangun kesadaran baru ini adalah langkah utama dalam upaya bangsa ini untuk mendidik dirinya sendiri. Ini menjadi tugas setiap orang, apapun peran dia : orang tua, guru, jurnalis, pejabat 79

108 Jangan Memanjat Pohon yang Salah negara, politisi, pegawai pemerintah, aktivis LSM, pengusaha, pekerja swasta, rohaniwan. Perubahan Model-mental Pembangunan. Kesadaran baru saja belum cukup untuk memulai perubahan. Perubahan kesadaran perlu diikuti oleh perubahan cara pandang atau sikap. Dalam hal ini, cara pandang atau model mental yang memperlakukan pengembangan kualitas manusia dan masyarakat hanya sebagai salah satu sektor pembangunan saja sudah tidak sesuai lagi. Model-mental pembangunan yang diperlukan adalah memposisikan pengembangan kualitas manusia dan masyarakat sebagai inti atau poros penggerak, atau penghela dan pendorong utama dari kemajuan bangsa ini di masa depan. Dalam cara pandang seperti ini pembangunan industri berarti membangun masyarakat industri dalam arti masyarakat yang cerdas secara teknologi, produktif, sedia bekerja keras, bukan hanya membangun pabrik-pabrik secara fisik. Demikian juga pembangunan pariwisata berarti usaha membangun masyarakat yang kreatif, punya jati diri budaya, punya kebiasaan hidup bersih, terbuka, dan bisa menjadi pelaku utama dan memanfaatkan peluang dari kemajuan pariwisata dunia, bukan hanya pembanguan hotel-hotel dan menjadikan masyarakat hanya sebagai obyek wisata. Dengan cara pandang baru ini, maka manusia dan masyarakat bukan hanya sumber daya yang diperlakukan seperti sumber daya lainnya, namun manusia adalah insan yang utuh, masyarakat adalah komunitas-insani. Dalam cara pandang ini, pendidikan tidak hanya mengembangkan kompetensi, namun yang tidak kalah pentingnya adalah mengembangkan hal-hal yang melampaui kompetensi seperti karakter, cita-cita, semangat, kepekaan nurani. Pada 80

109 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi masyarakat yang masih dalam proses transisi seperti masyarakat Indonesia sekarang ini, di mana masih banyak masalah yang dihadapi dalam penegakaan hukum dan keadilan, sistem-sistem pemerintahaan belum dikembangkan dengan baik, aturan main dalam bisnis masih harus ditata, maka peran karakter sangat penting. Dalam masyarakat seperti itu, lubang-lubang untuk korupsi dan perbuatan yang merugikan masyarakat lainnya masih sangat banyak. Sebab itu negara memerlukan masyarakat yang anggotanya punya karakter baik. Anggota masyarakat seperti ini akan tidak mudah tergoda untuk memcari atau memanfaatkan kelemahan dalam sistem-sistem yang ada untuk melakukan hal-hal yang merugikan masyarakat. Namun demikain, ini tidak berarti bahwa kompetensi tidak diperlukan. Kompetensi tetap diperlukan. Namun, orang-orang yang punya kompetensi tetapi tanpa karakter akan menjadi beban dan bukan menjadi berkah bagi orang-orang atau masyarakat di sekitarnya. Mendahulukan yang Harus Didahulukan: Menghentikan Subsidi BBM. Memperbaikin kualitas manusia dan masyarakat memerlukan dana yang sangat banyak, dalam periode waktu yang lama. Selama ini, kita, sekurang-kurangnya pemerintah merasa bahwa Indonesia tidak punya cukup dana untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Permasalahan yang sebenarnya bukan ketiadaan dana, namun pengunaan atau penyaluran dana dengan prioritas yang sangat mengabaikan pendidikan. Berpuluh-puluh tahun pemerintah Indonesia dengan sukarela memakai anggarannya untuk memsubsidi BBM. Subsidi bisa mencapai puluhan trilyiun rupiah, bahkan bisa mencapai 35 tryliun rupiah setahun. 81

110 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Sudah sangat banyak pihak menyadari bahwa subsidi BBM ini sangat tidak adil, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah, baik yang tinggal di kota-kota maupun di desa. Subsidi BBM ini, khususnya subsidi BBM untuk kendaraan pribadi dan industri justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang berpenghasilan tinggi dan pemilik modal karena merekalah yang memiliki mobil pribadi, kapal pesiar pribadi, pesawat terbang pribadi, dan pemilik pabrikpabrik yang banyak memakai BBM. Kalau subsidi ini di bayar oleh negara, artinya dibayar dengan dana yang menjadi milik semua rakyat Indonesia, ini berarti bahwa dengan menerapkan kebijakan subsidi ini orang-orang berpenghasilan rendah justru harus membayar subsidi yang dinikmati oleh orang-orang berpenghasilan tinggi. Kalau produk yang dibuat oleh industri yang bahan bakarnya disubsidi itu diekspor, maka kelompok masyarakat berpenghasilan rendah atau miskin Indonesia secara tidak langsung mensubsidi konsumen di luar negeri. Konsumen luar negeri ini mungkin termasuk konsumen di negara-negara kaya yang pendapatan per kapitanya beberapa kali lipat lebih besar dari pendapatan per kapita rakyat Indonesia. Untuk mudahnya, di sini dikatakan bahwa subsidi BBM dibayar oleh pemerintah. Namun apabila dicermati lebih jauh, yang membayar bukan pemerintah tetapi generasi yang akan datang. Dengan menekan harga BBM lebih rendah dari harga yang seharuanya, maka konsumsi BBM sekarang ini di Indonesia cenderung akan meningkat. Karena harganya relatif murah, maka para pemakai lebih mudah menghamburhamburkannya dan cadangan minyak bumi yang ada di persada Indonesia akan lebih cepat terkuras. Padahal cadangan tersebut seharusnya tidak hanya menjadi hak orangorang Indonesia yang hidup sekarang saja, namun juga hak generasi yang akan datang. Jadi, dengan mensubsidi BBM 82

111 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi maka secara tidak langsung generasi sekarang ini secara tidak adil telah mengambil (untuk tidak mengatakan merampas) hak-hak generasi yang akan datang untuk menikmati kekayaan bumi Indonesia. Di samping itu, subsidi BBM telah merangsang tumbuh dan berkembangnya penyelundupan BBM keluar negeri. Selama ada perbedaan harga yang besar antara BBM di Indonesia dengan BBM di negara tetangga, maka penyelundupan akan tetap marak. Kembali di sini, dengan menerapkan subsidi BBM, rakyat kecil secara tidak langsung telah ikut memperkaya para penyelundup. Rakyat yang kurang mampu memang perlu mendapat subsidi, namun subsidi hendaknya diberikan kepada orang perorangan bukan terhadap komoditas. Pada daranya tidak hanya subsidi BBM saja yang dapat menimbulkan ketidak adilan. Semua bentuk subsidi terhadap komoditas, bisa mengandung potensi besar untuk menimbulkan ketidak adilan. Meningkatkan Peran Masyarakat dan Sektor Swasta Dalam Membiayai Pendidikan. Upaya untuk memajukan pendidikan dalam rangka perbaikan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia tidak bisa hanya bertumpu pada dana pemerintah saja. Pengalaman di negaranegara lain dan di Indonesia selama ini menunjukkan bawa masyarakat dan sektor swasta dapat mengambil peran yang besar dalam hal ini. Sebenarnya untuk Indonesia peran ini bisa diperbesar lagi. Hal yang diperlukan adalah memberi insentif yang lebih besar bagi masyarakat dan sektor swasta apabila mereka bersedia menyumbangkan sebagian kekayaan yang mereka miliki untuk pengembangan pendidikan. Dalam hal ini diperlukan inovasi pada kebijakan 83

112 Jangan Memanjat Pohon yang Salah pemerintah agar masyarakat dan sektor swasta tertarik untuk meyalurkan dananya untuk perbaikan pendidikan di Indonesia. Misalnya perlu dijajagi kemungkinan untuk pengembangan kebijakan perpajakan yang mendorong anggota masyarakat dan sektor swasta merasa terpanggil dan melihat manfaatnya untuk secara langsung ikut serta membiayai pendidikan. Memperbesar peran swasta dalam peningkatan mutu pendidikan adalah hal yang sangat wajar, sebab sektor swasta punya kepentingan langsung terhadap mutu lulusan pendidikan. Sektor swastalah yang akan menerima manfaat langsung dari sistem pendidikan yang menghasilkan tenaga kerja yang lebih bermutu dan sebaliknya sektor swstalah yang juga paling dirugikan apabila mereka tidak mendapatkan tenaga kerja yang bermutu. Dalam era ekonomi pengetahuan, daya saing sebuah perusahaan sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk menarik atau mendapatkan tenaga kerja yang bermutu, serta mengembangkan mereka dalam perusahaan, dan menciptakan lingkungan kerja yang membuat mereka punya komitmen tinggi dan senang bekerja di perusahaan. Investasi pada Peningkatan Mutu Guru. Tidak ada pendidikan yang bermutu tanpa guru yang bermutu. Guru di sini mencakup guru pada semua jenjang pendidikan, dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. Membanyangkan perbaikan mutu pendidikan tanpa perbaikan mutu guru adalah sebuah ilusi. Sayangnya, selama tiga dekade terakhir ini, para guru adalah kelompok warga negara yang paling tidak menikmati hasil-hasil pertumbuhan ekonomi (baik dari manfaat sosial maupun manfaat ekonomik) dibandingkan dengan kelompok profesi lainnya. 84

113 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi Dari pengalaman bekerja sama dan berinteraksi dengan ribuan orang guru dan kepala sekolah selama 12 tahun terakhir ini penulis berani menyatakan bahwa secara umum para guru dan kepala sekolah pada tingkat SMU dan SLTP, bekal mereka sangat tidak mencukupi dalam hampir semua bidang yang diperlukan untuk menjadi seorang pendidik yang baik di awal abad 21 ini. Secara umum bekal mereka sangat terbatas dalam pengetahuan substansial, dalam pengetahuan kontekstual, dalam pengembangan prosesproses belajar baru, dalam menciptakan suasana belajar baru. Penulis berani menyatakan bahwa sebagian besar guru-guru dan kepala sekolah kita masih merupakan kelompok masyarakat yang terisolasi dari perkembangan pengetahuan, metoda, serta paradigma pendidikan yang baru. Hal ini terjadi bukan karena kemauan mereka, namun merupakan akibat dari cara negara kita menangani pendidikan selama ini. Rendahnya gaji para guru dibandingkan dengan profesi lain di Indonesia telah menyebabkan kurangnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru dan menjadi guru telah menjadi pilihan terakhir bagi banyak orang atau pemuda yang masuk ke perguruan tinggi. Pendidikan guru kalah bersaing dalam menarik calon mahasiswa yang berpotensi tinggi. Semua ini menjadi downward spiral dalam mutu guru di Indonesia. Di pihak lain, ketika pemerintah dan masyarakat memberi hanya sedikit kepada para guru, mereka menuntut sangat banyak dan tuntutannnya makin meningkat, khususnya dalam hal mutu pendidikan. Kalau ada pihak yang tidak puas dengan mutu pendidikan, tidak jarang yang dijadikan kambing hitam sebagai penyebab adalah para guru. Kalau bangsa Indonesia ingin melakukan turn around dalam bidang pendidikan, maka negara ini perlu segera mulai 85

114 Jangan Memanjat Pohon yang Salah melakukan investasi besar-besaran dalam peningkatan mutu para guru. Posisi guru hendaknya dikembalikan sebagai ujung tombak dan aktor utama dalam peningkatan mutu pendidikan, bukan diperlakukan sebagai pelengkap penderita. Para guru hendaknya dibebaskan dari sistem dan suasana birokratik dan feodalistik di lembaga-lembaga pendidikan yang mengekang mereka untuk mengeluarkan potensinya yang terbaik. Kesejahteraan guru memang issue besar, namun peningkatan kesejahteraan hendaknya dijadikan bagian yang tidak terpisah dari peningkatan mutu guru. MENCERMATI KEMBALI TUJUAN PENDIDIKAN PADA TATARAN OPERASIONAL Membangun dan Mengembangkan Daya Tahan dan Daya Tumbuh Dalam Lingkungan yang Makin Bergejolak. Pada tingkat mikro atau kegiatan lembaga pendidikan, lembaga-lembaga pendidikan ditantang untuk dapat menjadi habitat atau lingkungan yang mendorong,dan memudahkan para siswa untuk mengembangkan potensi dirinya semaksimal mungkin agar mereka siap tumbuh dan berkembang dalam lingkungan kehidupan yang makin bergejolak. Secara umum, kehidupan di awal abad 21 ini ditandai oleh keterbukaan, keanekaragaman, kebaruan, kesementaraan dan kompleksitas yang meningkat. Batas antara negara makin tipis, arus informasi keseluruh dunia mengalir bebas, persaingan dan kerjasama yang bersifat global. Generasi muda akan menghadapi kehidupan yang 86

115 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi lebih ditandai oleh kebhinekaan, berkenalan dengan nilai-nilai yang beragam dari seluruh dunia, pilihan yang makin banyak. Mereka juga akan berhadapan dengan hal-hal baru yang belum pernah terbayangkan sebelumnya, termasuk diantaranya pengetahuan baru dan teknologi baru yang berkembang dengan sangat cepat. Perubahan yang sangat cepat menyebabkan orang-orang akan berada dalam kesementaraan, umur teknologi makin singkat, hubunganhubungan lebih bersifat sementara, dan banyak hal menjadi lebih cepat usang. Bersamaan dengan itu semua, kesaling tergantungan dan inter-koneksi dalam kehidupan juga meningkat. Lingkungan kehidupan yang baru ini pada saat yang sama membawa tantangan atau persoalan baru dan pada saat yang sama membawa juga peluang-peluang baru. Kesempatan untuk mengubah tantangan menjadi peluang akan lebih besar apabila pendidikan dapat membantu para siswa mentransformasikan beraneka kecerdasan yang dimiliknya (kecerdasan logika-matematikal, keceerdasan linguistik, kecerdasan musikal, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestikaraga, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan lainnya) menjadi daya tahan dan daya tumbuh dalam lingkungan yang bergejolak [4]. Proses transformasi ini berjalan melalui media iklim belajar, proses belajar dan substansi pelajaran. Ada empat unsur daya tahan daya tumbuh dalam lingkunagan bergejolak yaitu visi yang jelas, karakter, kreativitas dan kompetensi. Visi atau cita-cita hidup yang tinggi adalah gambaran masa depan yang atraktif, yang jauh lebih baik dari keadaan sekarang. Visi yang jelas berfungsi sebagai penunjuk arah bagi seseorang dalam menjalani kehidupan, sebagai penggugah, dan dapat menjadi sumber motivasi dalam menghadapi 87

116 Jangan Memanjat Pohon yang Salah tantangan hidup.visi adalah jembatan antara masa kini dan masa depan yang lebih baik. Di samping menajamkan visi, pendidikan hendaknya dapat membantu para siswa membangun karakter. Di sini yang dimaksud dengan karakter adalah distinctive trait, disticntive quality, moral strength, the pattern of behavior found in an individual or group [5 ]. Ada beberapa dimensi karakter yang sangat penting, yaitu integritas, kepercayaan-diri, kedewasaan, mentalitasberkelimpahan (abundance mentality), kegigihan, dan semangat memperbarui diri. Esensi dari integritas adalah kejujuran, ketulusan dan memegang teguh standard moral yang tinggi. Integritas ditujukkan oleh kesesuaian antara nilai-nilai yang dipegang dengan kebiasaan, kesesuian antara perkataan dengan perbuatan dan kesesuaian antara ungkapan dengan perasaan. Visi dan karakter menjadi bagian dari jati diri seseorang. Dengan jelasnya jati diri ini seseorang tidak akan tersesat di dalam hiruk pikuk pergaulan dunia yang makin terbuka dan kompleks ini. Visi perlu disertai dengan integritas agar seseorang tidak terperangkap pada sikap tujuan menghalalkan cara. Integritas yang tinggi merupakan prasyarat bagi pemberian ruang yang lebih luas untuk pengendalian-diri. Integritas diperlukan untuk menjamin agar kebebasan yang diberikan dipakai secara bertanggung jawab. Integritas sangat diperlukan untuk membangun rasa saling percaya dalam sebuah komunitas. Dalam pengertian yang sederhana, kreativitas adalah kemampuan memikirkan hal-hal baru. Kemampuan untuk melihat suatu masalah dari sudut pandang baru, mengembangkan gagasan baru untuk memecahkan persoalan, kelenturan berpikir, kemampuan berpikir lateral, termasuk dalam lingkup kreativitas. Kemampuan melihat 88

117 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi yang tidak terlihat dan memikirkan yang tidak terpikirkan orang lain adalah dua ciri utama kreativitas. Kini dan di masa depan orang-orang akan lebih sering mengahadapi tantangantantangan baru dalam kehidupannya. Untuk itu orang memerlukan kreativitas yang lebih tinggi untuk bisa bertahan dan berkembang dalam lingkungannya. Namun kreativitas memerlukan kompetensi, agar gagasan-gagasan baru yang dikembangkan dapat dilaksanakan. Kompetensi menurut Sveiby [6] terdiri dari beberapa unsur berikut: pengetahuan eksplisit, yaitu pengetahuan mengenai fakta-fakta yang sebagian diperoleh melalui pendidikan formal; keterampilan, yang terdiri dari keahlian yang bersifat praktis fisik dan mental- yang sebagain besar diperoleh melalui pelatihan dan praktik; pengalaman, yang diperoleh melalui perenungan terhadap keberhasilan atau kegagalan di masa lalu; value judgement, yaitu persepsi mengenai hal yang dianggap benar oleh seseorang; jejaring sosial, yaitu jejaring hubungan dengan orang-orang lain. Mengembangkan Empat Kecakapan Untuk Kehidupan yang Lebih Berguna dan Bermakna. Lebih jauh lagi, pendidikan hendaknya dapat mempermudah dan mendorong para siswa untuk mentransformasikan empat unsur kualitas di atas (visi, karakter, kreativitas dan kompetensi) menjadi hal-hal yang berguna bagi orang yang bersangkutan dan bagi masyarakat di sekitarnya. Hal-hal yang berguna ini menjadi bagian dari kontribusi seseorang ditengah-tengah masyarakatnya. Dengan kontribusi ini seseorang bisa merasa bahwa dia dalam hidupnya sudah melakukan sesuatu yang berarti, atau sesuatu yang bermakna. Jadi, pendidikan hendaknya dapat membantu, memudahkan dan mendorong seseorang untuk mengubah dan 89

118 Jangan Memanjat Pohon yang Salah mengerahkan potensinya menjadi kecakapan yang dia dapat pergunakan untuk mewujudkan kehidupan yang berguna dan bermakna. Dalam risalah ini yang dimaksud dengan kehidupan bermakna adalah mutu kehidupan yang menimbulkan perasaan pada seseorang bahwa dia dalam hidup ini sudah berhasil mencapai, atau merealisasikan atau melakukan halhal yang penting, luhur dan bermanfaat tidak hanya bagi dirinya namun juga untuk lingkungannya atau masyarakat luas. Konsep kehidupan bermakna ini bersifat individul. Artinya unsur-unsur atau dimensi mutu kehidupan yang dipandang bermakna pada seseorang bisa berbeda dengan dimensi mutu kehidupan yang dipandang bermakna pada orang lain. Konsep ini biasanya terbentuk melalui proses belajar, baik belajar dari pengalaman sendiri, belajar dari pengalaman orang lain atau dari model-model atau rujukan yang ditemukan dalam perjalan hidup seseorang. Menurut penulis ada empat jenis kecakapan yang diperlukan sebagai persyaratan untuk dapat mewujudkan kehidupan berguna dan bermakna, yaitu: kecakapan memimpin diri sendiri, kecakapan untuk tumbuh dan berkembang bersama orang lain dalam kebhinekaan, kecakapan menanggapi perubahan dan kecakapan menciptakan manfaat atau nilai. Dalam risalah ini yang disebut kecakapan adalah kemampuan seseorang untuk memakai atau memanfaatkan potensinya secara tepat dalam suatu konteks tertentu sehingga memberi hasil yang diharapkan. 90

119 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi 1. Kecakapan Memimpin Diri Sendiri Kecakapan memimpin diri sendiri diperlukan agar seseorang tidak terseret kesana-kesini dalam pergaulan yang makin rumit dan cepat berubah sekarang ini. Dalam dunia yang tanpa batas di mana informasi mengalir secara bebas melintasi batas-batas negara, seseorang dihadapkan pada beraneka ragam nilai-nilai atau norma-norma yang berasal dari bermacam-macam kelompok masyarakat atau bangsa. Filmfilm, hiburan atau warta berita yang kita tonton atau ikuti di televisi, berita-berita atau ulasan di surat kabar, tidak ada yang bebas nilai. Semuanya menyodorkan nilai-nilai dari beraneka ragam perspektif. Orang yang tidak memiliki kecakapan meminpin diri sendiri kemungkinan besar akan dibingungkan oleh bersimpang siurnya nilai-nilai yang berasal dari bermacam-macam latar belakang budaya, hanyut atau terombang-ambing di tengah-tengah hiruk-pikuknya lalu lintas bahkan mungkin benturan nilai-nilai. Dia akan tersesat di tengah-tengah globalisasi, menjadi korban modernisasi. Pemuda atau orang-orang yang terperangkap oleh narkoba adalah contoh nyata dari tiadanya kecakapan memimpin diri sendiri. Orang yang memiliki kecakapan memimpin diri sendiri memiliki visi-pribadi atau cita-cita hidup yang jelas. Ia punya gambaran yang jelas mengenai masa depan yang hendak dia raih dalam hidupnya, masa depan yang lebih baik dari keadaannya sekarang. Di samping cita-cita yang jelas, dia juga punya pilihan yang jelas mengenai nilai-nilai luhur yang dipegangnya atau dianutnya dalam hidupnya. Dia punya komitmen yang kuat untuk menjalani hidup dan berusaha mewujudkan cita-citanya dengan berpedoman pada nilai-nilai luhur tersebut. Nilai-nilai ini bisa kejujuran, kedermawanan, keadilan, kepedulian, keramahan, kesopanan, keterbukaan, 91

120 Jangan Memanjat Pohon yang Salah kesabaran, keuletan, ketekunan, kerendahan hati, dan sebagainya. Cita-cita dan nilai-nilai itu dijadikan pegangan atau pedoman dalam mengarungi kehidupan yang makin hiruk pikuk, makin kompleks, penuh tantangan dan ketidak pastian, sekarang dan di masa depan, sehingga dia tidak mudah terseret oleh lingkungan. Dengan cita-cita dan nilainilai itu dia mencoba memegang kendali dalam upaya membangun masa depannya. Orang yang cakap memimpin diri sendiri adalah orang yang proaktif dalam arti tingkah lakunya adalah hasil keputusannya; keputusan atas dasar pilihan sadar yang didasari oleh nilai-nilai yang dia pegang atau didasari hati nuraninya. Dia bertanggung jawab atas perbuatannya dan tidak suka mencari kambing hitam. Orang yang cakap memimpin diri sendiri adalah orang yang cerdas secara emosional. Dia mampu mengelola dan mengendalikan emosinya. Dia adalah orang yang mengendalikan emosinya berdasarkan nilai-nilai yang dia pegang. 2. Kecakapan untuk Tumbuh dan Berkembang Bersama Orang Lain dalam Kebhinekaan. Kecakapan memimpin diri sendiri perlu diimbangi dan diperkaya dengan kecakapan untuk tumbuh dan berkembang bersama orang lain. Tanpa kecakapan yang kedua ini, kecakapan memimpin diri sendiri bisa menjadikan seseorang bersikap isolatif, tidak peduli orang lain, egosentris, bahkan ekstremis. Perlu diperhatikan bahwa tumbuh dan berkembang bersama orang lain tidak boleh hanya terbatas pada kelompok yang homogin saja tetapi yang sangat perlu adalah tumbuh dan berkembang bersama dalam kondisi sosial yang heterogin, yang diwarnai oleh kebhinekaan. Kesadaran akan kebhinekaan ini penting untuk mencegah tumbuhnya 92

121 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi ekseklusifisme yang apriori cenderung membenarkan kelompok sendiri tanpa mau mendengarkan kelompok lain. Kecakapan ini di perlukan untuk menjadikan kebhinekaan sebagai sumber kekuatan atau basis keunggulan. Tanpa kecakapan ini, maka kebhinekaan akan menjadi sumber masalah, sumber konflik, dan menjadi sebuah kelemahan. Tanpa kecakapan ini, sebuah masyarakat akan menghabiskan energinya untuk menciptakan dan mengatasi konflik antar kelompok dan antar individu. Akibatnya, sedikit sekali energi yang diarahkan untuk mencapai kemajuan bersama di masa depan, sehingga masyarakat seperti ini akan tertinggal oleh masyarakat lain. Kecakapan untuk tumbuh dan berkembang bersama orang lain dimanifestasikan dalam kemampuan untuk berempati atau kemampuan untuk menempatkan diri dalam posisi orang lain dan memahami perasaan mereka, kepedulian terhadap lingkungan atau orang-orang disekitarnya, dapat melihat keselarasan antara kepentingan individu dan kepentingan kelompok, atau keselarasan antara kemajuan pribadi dan kemajuan bersama. Kecakapan ini juga ditunjukkan oleh kerelaan untuk berbagi, dan kesadaran tentang apa yang disebut paradok berbagi: makin seseorang berbagi makin dia menjadi kaya. Kecakapan seperti ini ditandai oleh kuatnya mentalintas berkelimpahan, yang cirinya antara lain: mencapai kemajuan dengan memajukan orang lain, senang melihat orang lain senang, dermawan. Orang dengan kecakapan seperti ini sangat meyakini bahwa pikiran manusia sifatnya seperti parasut dalam arti dia hanya bisa menyelamatkan orang yang memilikinya atau memakainya kalau dia terbuka, dan akibatnya akan fatal apabila dia tertutup. 93

122 Jangan Memanjat Pohon yang Salah 3. Kecakapan Menanggapi Perubahan. Pergaulan hidup yang kita hadapi sekarang bukan saja makin beraneka ragam tetapi juga makin cepat berubah. Hampir semua hal: teknologi, sistem kerja, bentuk organisasi, kebijakan, produk, pengetahuan, cara pandang atau paradigma, makin cepat usang. Hubungan-hubungan makin bersifat sementara, termasuk hubungan seseorang dengan sebuah kelompok atau organisasi makin bersifat sementara. Ini berarti orang-orang yang hidup pada saat ini dan di masa depan akan makin sering berhadapan dengan hal-hal baru, atau dengan kata lain seseorang akan makin sering mengahadapi perubahan dalam hidupnya: perubahan tempat kerja, perubahan jabatan, perubahan tempat tinggal, perubahan lingkungan sosial. Setiap perubahan membawa tantangan atau ketegangan-keteganagn baru. Pendidikan kita perlu membantu peserta didik untuk megembangkan potensinya agar dia memiliki kecakapan dalam menghadapi atau menanggapi tantangan baru yang bersumber pada perubahan lingkungan. Tanpa kecakapan ini seseorang akan merasakan stress yang sangat besar apabila berada dalam lingkungan baru atau dia akan melarikan diri dari lingkungan kehidupan baru dan menutup diri dalam kelompok yang sangat eksklusif, atau dalam menghadapi keadaan baru dia cenderung akan kembali ke masa lalu. Perubahan yang sangat cepat juga terjadi dalam perkembangan pengetahuan manusia. Orang-orang yang hidup sekarang ini setiap hari dibanjiri oleh pengetahuan baru. Akibatnya, kalau seseorang ingin tidak ketinggalan jaman dalam hal penguasaan pengetehauan, maka dia harus punya semangat belajar yang tinggi. Kalau tidak, dia hanya memiliki pengetahuan yang relatif sedikit dan pengetahuan yang sedikit itupun hanya pengetahuan usang yang tak 94

123 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi bernilai. Di samping itu, cara-cara belajar yang lama, ketika laju pertambahan pengetahuan tidak secepat sekarang sudah tidak memadai lagi kalau diterapkan pada saat ini. Sebab itu, pada saat ini menemukan cara belajar yang tepat (belajar bagaimana belajar) tidak kalah pentingnya dari menentukan apa yang yang perlu dipelajari (substansi pelajaran). Orang yang memiliki kecakapan seperti ini menyadari bahwa perubahan adalah sebuah realita yang tidak bisa dipungkiri, bahwa masa yang akan datang sering kali tidak bisa dihadapi dengan cara-cara masa lalu. Mereka tidak takut menghadapi perubahan, dan dapat melihat sisi-sisi positif atau peluang atau manfaat yang dapat diambil dari perubahan. Dia mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Di samping itu, dia adalah orang yang punya semangat belajar tinggi, selalu bersedia memperbaharui diri dan tidak segan-segan meninggalkan cara kerja, pengatahuan atau paradigma lama yang sudah tidak relevan dengan tuntutan baru. Dia mudah melihat kesempatan belajar dari lingkungannnya dan mau mengambil kesempatan tersebut. 4. Kecakapan Menciptakan Manfaat atau Nilai. Dengan kecakapan menciptakan nilai, seseorang mengubah sesuatu yang pada awalnya kurang bernilai menjadi lebih bernilai atau yang pada awalnya sama sekali tidak bernilai menjadi bernilai Kreativitas, kepekaan terhadap lingkungan dan kompetensi, secara bersama-sama sangat diperlukan dalam memanifestasikan kecerdasan ke dalam kecakapan untuk menciptakan nilai atau menambah nilai. Usaha menciptakan nilai ini dalam kehidupan dilakukan dengan menciptakan produk, atau jasa atau sistem, lembaga atau usaha yang memungkinan kehidupan manusia menjadi lebih 95

124 Jangan Memanjat Pohon yang Salah sejahtera. Membekali seseorang dengan kompetensi tertentu yang memudahkan dia bisa masuk ke dunia kerja hanyalah salah satu bentuk dari upaya untuk mengembangkan kecakapan seseorang supaya dia bisa berkontribusi dalam usaha menciptakan nilai. Kejelian untuk melihat peluang usaha, kemampuan untuk menciptakan usaha yang bermanfaat memerlukan kreativitas, pengetahuan kontekstual dan kepekaan. Ketiga hal inilah yang membedakan apakah seseorang dengan pengetahuan atau keterampilan yang dimilikinya akan dapat berkembang jauh di dunia kerja, dunia usaha atau di tengah-tengah masyarakat, atau hanya akan jalan di tempat dengan keterampilan yang dimilikinya. Pengetahuan dan keterampilan hanyalah alat. Hal yang sangat menentukan apakah alat itu dapat dipakai sebaik mungkin - untuk memberi manfaat bagi banyak orang - adalah cita-cita, semangat, kreativitas, dan kepekaan terhadap lingkungan. Tanpa cita-cita, tanpa semangat, tanpa kreativitas, maka keterampilan sebagai alat hanya akan menjadi alat yang berkarat. PERUBAHAN UNTUK MENJADIKAN SEKOLAH SEBAGAI PERSEMAIAN PENGEMBANGAN EMPAT KECAKAPAN UNTUK KEHIDUPAN BERMAKNA Ada beberapa jenis perubahan yang diperlukan agar sekolah dapat menjadi lingkungan yang subur untuk pengembangan kecakapan untuk kehidupan bermakna. Beberapa pihak berusaha melakukan perubahan melalui penyediaan sarana fisik untuk belajar keterampilan di sekolah. Hal itu memang 96

125 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi perlu, namun yang tidak kalah penting, bahkan mungkin lebih penting adalah perubahan yang bersifat non-fisik, seperti perubahan cara pandang atau model mental, perubahan proses, perubahan suasana atau iklim belajar, perubahan peran dari para pelaku dalam proses belajar di sekolah. Berikut ini akan disampaikan beberapa bentuk perubahan tersebut. Perubahan Cara Pandang. Sekolah bukanlah pabrik, namun sebuah komunitas. Disadari atau tidak, banyak pihak memandang atau memperlakukan sekolah sebagai sebuah pabrik. Para siswa dipandang sebagai bahan baku atau input yang diolah dalam sebuah proses yang dilakukan oleh mesin-mesin yang bernama guru yang bekerja menurut sebuah program produksi yang namanya kurikulum. Out-put dari pabrik ini adalah lulusan yang ukuran kualitasnya adalah NEM. Cara pandang seperti inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa di sekolah-sekolah berkembang suasana belajar yang sangat mekanistik, formal, dingin, kaku, birokratik, output oriented dan kurang manusiawi. Kalau sekolah hendak dijadikan sebagai lingkungan belajar yang memudahkan dan mendorong para siswa mengembangkan empat kecakapan di atas, maka cara pandang bahwa sekolah sebagai sebuah pabrik hendaknya ditinggalkan. Cara pandang dan praktek yang perlu dikembangkan adalah sekolah sebagai komunitas atau lebih spesifik komunitas belajar. Dalam konsep komunitas ini, para siswa bukanlah bahan baku namun anggota komunitas yang memiliki peran dan tanggung. Kepala sekolah, guru, tenaga 97

126 Jangan Memanjat Pohon yang Salah administratif adalah juga anggota komunitas dengan peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Dalam komunitas belajar semua anggota komunitas (termasuk guru, kepala sekolah, pengawas) terus menerus belajar, tidak hanya siswa yang belajar. Dalam sebuah komunitas, cita-cita bersama, rasa saling percaya, saling menghormati, kesediaan untuk berbagi menjadi penting. Dalam sebuah komunitas terjadi banyak interaksi antara sesama anggota yang sifatnya informal dan tulus. Dalam komunitas yang sehat para anggotanya bahumembahu untuk tumbuh dan berkembang bersama. Dalam suasana komunitas, seorang siswa sebagai anggota komunitas terdorong untuk bertanya atau memikirkan tentang jati diri nya atau dengan kata lain mencoba merumuskan siapa dia di tengah-tengah anggota komunitas lainnya. Para siswa bukanlah deretan gelas kosong namun bibit-bibit yang punya potensi keunggulan yang beragam. Salah satu cara pandang yang juga dipegang oleh beberapa pihak adalah melihat siswa sebagai dereten gelas kosong yang harus diisi oleh para guru dengan isi yang sama dan diisi dengan cara yang sama pula. Cara pandang seperti inilah yang menjadi salah satu alasan timbulnya kecenderungan untuk penyeragaman di sekolah. Keseragaman menjadi sebuah dogma baru, dan toleransi terhadap perbedaan makin lama makin menyempit. Bahkan ukuran keberhasilan atau keunggulanpun menjadi seragam. Siswa yang dapat nilai IPA yang tinggi dianggap lebih unggul dari siswa yang sangat kreatif dalam menciptakan lagu atau piawai menyanyi atau memainkan intrument musik. Maka timbullah sebutan 98

127 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi sekolah unggulan atau kelas unggulan. Di samping itu, cara pandang gelas kosong ini menyebabkan para guru sibuk mencari cara untuk mengisinya secepat mungkin, atau mereka akan ditegur oleh pengawas apabila tidak bisa mengisi secepat mungkin atau tidak sesuai target. Pengembangan kecakapan hidup dalam era yang bergejolak tidak bisa didasarkan atas cara pandang gelas kosong. Para siswa adalah bibit-bibit yang punya potensi keunggulan yang beragam atau berbeda-beda. Mereka bukan bibit yang seragam atau sejenis. Mereka bibit yang berbeda. Sebagian mungkin saja bibit mawar, sebagian bibit melati. Fungsi sekolah adalah menjadi pesemaian dan tanah subur yang memungkinkan mawar dan melati tumbuh dengan baik dan menghasilkan bunga yang segar, indah dan wangi. Melati adalah melati, mawar adalah mawar, dengan keindahan masing-masing, dan tidak ada keharusan mengubah mawar menjadi melati atau sebaliknya. Di sini tidak perlu diperdebatkan mana yang lebih unggul mawar atau melati. Mawar dan melati masing-masing punya tempatnya sendiri dalam kehidupan manusia dan masyarakat. Setiap jenis kecerdasan penting dan perlu dikembangkan dengan baik Dalam kaitannya dengan konsep kecerdasan majemuk, setiap siswa punya konfigurasi kecerdasan sendiri yang mungkin sekali berbeda dari siswa yang lain, dan sebagai konsekuensinya mungkin minatnya juga berbeda. Perbedaan ini harus diterima sebagai realitas dan diusahakan agar perbedaan potensi kecerdasan ini berkembang sebaik mungkin dan dapat dijadikan basis keunggulan siswa yang bersangkutan. Siswa yang pintar matematika adalah anak 99

128 Jangan Memanjat Pohon yang Salah unggul, dan demikian juga siswa yang pintar bermain musik, siswa yang pintar bahasa, pintar melukis, pintar menari, pintar bekerja sama adalah siswa-siswa yang unggul. Keunggulan dalam matematik, keunggulan musik, dalam melukis, dalam bahasa semuanya sama terhormatnya. Beragam keunggulan ini tidak perlu dibandingkan. Kita tidak perlu membandingkan pisang dengan jeruk. Dalam kehidupan, baik jeruk maupun pisang keduanya punya nilai di tengah-tengah masyarakat. Cara pandang seperti ini adalah cara pandang yang sesuai dengan cara pandang masyarakat. Ada bermacam-macam cara yang dilakukan oleh orang-orang untuk menciptakan nilai. Orang dengan kecerdasan musikal yang tinggi menciptakan nilai dengan keahliannya menyanyi atau meciptakan lagu dan orang yang kecerdasan matematikalnya tinggi menciptakan nilai dengan menjadi dosen matematik atau menjadi insinyur. Hampir tidak ada yang memperdebatkan mana yang lebih unggul, seorang insinyur atau seorang penyanyi. Masing-masing memberi sumbangan untuk kesejahteraan masyarakat dengan caranya sendiri. Semua kecerdasan itu dapat dipakai untuk menciptakan nilai di tengah-tengah masyarakat, dipakai sebagai basis profesi, atau wahana untuk berusaha atau bekal untuk masuk dalam dunia kerja. Pendidikan mencakup penciptaan suasana, proses dan keteladan. Sudah sangat lama pendidikan di sekolah tereduksi menjadi kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa melalui proses mengajar. Pendidikan seperti ini menghasilkan siswa yang terampil memecahkan soal-soal ujian dan dapat menghafal banyak hal. Memang di sekolah-sekolah kepada 100

129 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi siswa diajarkan nilai-nilai, namun cara mengajarkannya tetap saja instruktif bahkan indroktinatif didasarkan pada cara pandang bahwa para siswa adalah gelas kosong. Akibatnya, nilai-nilai bukan menjadi sesuatu yang dihayati namun menjadi bahan hafalan. Kecakapan memimpin diri sendiri, kecakapan untuk tumbuh berkembang bersama orang lain sangat terkait dengan cita-cita dan nilai-nilai seorang siswa. Cita-cita dan nilai-nilai sering terbentuk melalui pencerahan atau timbulnya kesadaran, keyakinan atau kepekaan baru pada seseorang. Kesadaran, keyakinan atau kepekaan tidak bisa diajarkan namun dapat dirangsang perkembangannya melalui penciptaan suasana, perancangan proses belajar yang inovatif atau memberi inspirasi melalui tauladan atau role model dalam kehidupan. Menurut pendapat saya, penciptaan suasana, inovasi dalam proses pembelajaran dan menunjukkan role model sudah sangat lama tidak mendapat perhatian dalam dunia pendidikan kita. Para pengajar disibukkkan dengan kegiatan untuk mengalihkan pengetahuan secepat mungkin agar dapat mengejar target. Guru-guru dan kepala sekolah juga tidak dibantu dalam pengembangan wawasan dan kemampuan mereka agar mereka dapat lebih efektif dalam menciptakan suasana, lebih inovatif dalam pengembangan proses pembelajaran dan menunjukkan contoh-contoh nyata agar hal-hal yang diajarkan menjadi lebih bermakna. Sebenarnya pandangan tentang pentingnya suasana dalam pendidikan sama sekali tidak baru. Sudah menjadi pendapat umum bahwa suasana di rumah tangga akan sangat mempengaruhi perkembangan kejiwaan seorang. Suasana rumah tangga yang harmonis, demokratik dan hangat, 101

130 Jangan Memanjat Pohon yang Salah pengaruhnya pada seorang anak akan berbeda dengan suasana rumah tangga yang penuh dengan pertengkaran, otokratik dan dingin. Kalau sekolah ingin belajar dari proses pendidikan di rumah, maka sekolah perlu menaruh perhatian yang lebih besar pada upaya untuk menciptakan suasana, inovasi proses dan memberi contoh yang dapat memotivasi dan memudahkan para siswa belajar. Jadi dari sudut pandang ini, pendidikan mencakup penciptaan suasana, proses, ketauladan, dan kegiatan yang dapat menggugah, memotivasi dan memudahkan seorang siswa atau peserta didik untuk mengembangkan seluruh potensi insani yang ada pada dirinya. Perubahan suasana. Suasana yang formal dan mekanistik menjadi suasana yang yang lebih informal, hangat dan menggembirakan. Harus diakui bahwa masuknya budaya birokrasi ke sekolahsekolah telah mengakibatkan proses belajar dan pergaulan di sekolah-sekolah menjadi sangat mekanistik dan formal. Tidak jarang kepala sekolah melihat tugasnya lebih sebagai wakil atasan (pengawas atau birokrasi pemerintah) daripada sebagai pamong yang perlu menyelami suara hati siswa dan para guru. Di banyak tempat, kepala sekolah telah menjelma menjadi sosok yang ditakuti daripada dihormati atau disayang. Suasana seperti ini perlu diubah menjadi suasana yang lebih informal, hangat dan menggembirakan. Suasana informal, hangat dan menggembirakan akan memudahkan tumbuhnya inisiatif untuk bertukar pikiran dan bekerja sama. Suasana informal juga sangat membantu orang- 102

131 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi orang dalam sebuah kelompok untuk lebih mudah memahami satu sama lain. Suasana informal, hangat dan mengembirakan biasanya menghilangkan sekat-sekat yang ada antar individu atau antar kelompok. Suasana seperti ini akan memudahkan tumbuhnya kecakapan untuk tumbuh dan berkembang bersama. Dalam suasana informal, hangat dan mengembirakan akan lebih mudah terjadi percakapan dan pergaulan diantara anggota komunitas. Nilai-nilai biasanya dipelajari justru dalam pergaulan informal sehari-hari. Dalam suasana seperti ini anggota komunitas punya keleluasaan untuk mengamati dan mendiskusikan apa yang dianggap pantas dan kurang pantas dalam suatu konteks tertentu. Kembali kepada pendidikan di rumah, anak-anak belajar nilai-nilai (seperti kejujuran, kedermawanan, welas asih) dan menajamkan tujuan atau cita-cita hidupnya melalui suasana pendidikan yang informal. Suasana ini terjadi dalam percakapan antara anak dan orang tua di meja makan, atau diskusi santai dalam perjalanan wisata bersama. Belajar dalam suasana seperti ini berlangsung secara alami dan lebih manusiawi. Suasana belajar yang apresiatif. Akhir-akhir ini di Indonesia berkembang kecenderungan untuk bersikap sinis. Orang-orang lebih suka mengemukakan hal-hal yang negatif dari pada mengemukakan hal-hal positif yang ada di sekitarnya. Hal-hal ini juga berkembang di sekolah-sekolah. Guru-guru lebih mudah atau lebih senang memberi umpan balik yang negatif daripada umpan balik posistif, lebih suka menunjukkkan hal-hal yang dipandangnya kurang baik daripada mengahargai hal-hal baik atau positif yang ada pada para siswa, lebih senang menghukum daripada 103

132 Jangan Memanjat Pohon yang Salah menghargai. Lingkungan yang bernuansa negatif seperti ini cenderung akan berdampak negatif pada pengembangan citra diri dan kepercayaan diri. Kalau setiap kali seorang anak hanya ditunjukkan hal-hal yang tidak baik atau buruk pada dirinya maka lama-kelamaan dia akan percaya bahwa dia memang orang yang buruk. Di sini akan terjadi fenomena self fulfilling prophecy : demikian seorang anak percaya bahwa dia anak buruk, maka dia benar-benar akan menjadi orang buruk. Agar supaya dapat berperan lebih besar dalam pengembangan kecakapan hidup, di sekolah perlu dikembangkan suasana apresiatif. Suasana apresiatif adalah keadaan di mana anggota sebuah komunitas mudah dan senang menghargai hal-hal positif atau keberhasilan anggota komunitas yang lain, sekecil apapun kebaikan atau keberhasilan tersebut. Masyarakat apresiatif berpandangan bahwa kemajuan atau keberhasilan dapat dicapai dengan menghargai hal-hal yang positif atau kekuatan atau hal-hal baik atau hal-hal istimewa yang ada pada seseorang. Dalam suasana apresiatif, orang mudah memberi pujian, namun pujian yang tulus. Dalam masyarakat yang apresiatif, orangorang saling menyemangati. Suasana apresiatif sangat diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan diri dan mengembangkan citra diri yang positif atau dengan kata lain suasana apresiatif merupakan lingkungan yang membawa pengaruh positif pada pengembangan kecerdasan intrapersonal. Dalam beberapa kasus yang penulis temui, kecerdasan intrapersonal ini sangat besar pengaruhnya dalam pengembangan kecerdasan lainnya. Kecerdasan lain bisa terhambat perkembangannya karena kecerdasan intrapersonal tidak berkembang kearah yang positif. Demikian seorang anak 104

133 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi percaya bahwa dia orang bodoh, maka semangat belajarnya akan turun, dan selanjutnya potensi kecerdasan yang lain tidak akan berkembang. Sebaliknya, seorang anak yang memiliki kepercayaan diri dan merasa dia mampu, maka dia tidak ragu-ragu untuk mencoba atau berusaha, dan selanjutnya kecerdasan yang lain punya kesempatan yang lebih besar untuk berkembang. Suasana yang mencerminkan heterogenitas dan inklusif, bukan homogenitas dan eksklusif. Heterogenitas adalah sifat yang sangat hakiki dari kehidupan di muka bumi ini, bahkan mungkin di alam semesta ini. Heterogenitaslah yang menyebabkan manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan dimuka bumi ini daya hidupnya makin lama makin tinggi. Manusia, fauna dan flora daya hidupnya berkurang dan akan punah apabila terus menerus melakukan regenerasi dengan in-breeding. Sayangnya, dalam pendidikan orang-orang sering melakukan hal-hal yang justru bertentangan dengan sifat dari alam ini dengan cara meningkatkan homogenitas dan eksklusifitas. Misalnya, ada kelas, bahkan sekolah, hanya terdiri dari anak-anak satu tipe atau satu jenis saja, anak-anak dari keyakinan atau kepercayaan tertentu dipisahkan dari yang keyakinannya atau kepercayaannya lain, anak-anak dari etnis tertentu dipisahkan dari etnis lain, dan seterusnya. Homogenitas dan eksklusifitas, di samping mengingkari realita kehidupan, merupakan hambatan besar dalam mengembangkan kecakapan untuk tumbuh dan berkembang bersama orang lain dalam dunia yang makin terbuka dan pluralistik. Dalam kenyataan hidup, seseorang akan bertemu dengan orang-orang dengan keyakinan atau kepercayaan lain, 105

134 Jangan Memanjat Pohon yang Salah dari kelompok etnis yang berbeda, dengan minat yang berbeda, dengan tingkat kecerdasan yang berbeda, dengan kemampuan ekonomi yang berbeda, dari latar belakang budaya yang berbeda, dan dia harus hidup dan berkembang dalam realita seperti itu. Untuk itu, seseorang perlu diperkenalkan terhadap kebhinekaan seperti itu sejak dini dan dikuatkan kesadarannya bahwa dia adalah bagian dari kebhinekaan itu, bukan di luar kebhinekaan itu. Dalam suasana yang heterogen dan inklusif seseorang akan dipaksa oleh keadaan untuk berhadapan dengan kenyataan bahwa dalam hidup ini ada pendapat yang berbeda, ada minat yang berbeda, ada keyakinan yang berbeda, dan seseorang tidak bisa memaksakan pendapat, keyakinan dan minatnya kepada orang lain. Dalam suasana yang heterogen orang akan belajar berdialog, belajar berempati, belajar menghargai perbedaan, belajar mencari platform bersama, dan melihat bahwa diantara perbedaan-perbedaan itu sangat banyak persamaan-persamaan yang bisa ditemukan yang dapat mempersatukan orang-orang dari latar belakang yang berbeda. Perubahan proses Pembelajaran. Proses belajar yang berpusat pada pengajar menjadi proses belajar yang lebih berpusat pada siswa. Harus diakui bahwa proses belajar di sekolah-sekolah di Indonesia sampai saat ini masih sangat berpusat pada pengajar. Cara belajar seperti ini mengurangi kesempatan bagi para siswa untuk bereksperimen dalam mengembangkan kecakapan untuk memimpin diri sendiri, sebab di sini para 106

135 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi siswa hanyalah menjadi pengikut. Kecakapan memimpin diri sendiri akan berkembang apabila para siswa diberi peluang yang lebih besar dalam perencanaan, pelaksanaan bahkan evaluasi proses belajar mereka sendiri. Ini berarti proses belajar hendaknya lebih berpusat pada siswa, atau dalam yargon yang sering sekali diucapkan oleh banyak orang, siswa haruslah menjadi subyek pendidikan bukan obyek pendidikan. Sebenarnya hal ini bukanlah barang baru. Beberapa tahun ang lalu, Departemen Pendidikan pernah meluncurkan kebijakan yang dikenal dengan nama Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Saya berpendapat bahwa kebijakan itu pada tingkat operasional tidak berjalan sepertiyang diharapkan. Salah satu sumber masalahnya adalah CBSA hanya dilihat sebagai teknik mengajar. Sedikit sekali yang menyadari bahwa CBSA didasarkan pada asumsi-asumsi, cara pandang, keyakinan, mind-set, dan sikap yang sama sekali berbeda dari cara belajar siswa pasif yang selama ini telah berjalan. Agar supaya berhasil, CBSA mensyaratkan adanya perubahan beberapa asumsi-dasar, perubahan keyakinan, perubahan cara pandang, perubahan mind-set, perubahan sikap pada para guru, kepala sekolah, pengawas dan jajaran birokrasi pendidikan lainnya. Sebagai sebuah cara baru, CBSA memerlukan mind-set baru. Cara baru tidak bisa dijalankan dengan mind-set lama. Penulis tidak melihat ada usaha besarbesaran untuk membantu para guru dan kepala sekolah untuk mengembangkan atau membentuk mind-set baru itu dalam melaksanakan CBSA ini. Banyak orang berpendapat bahwa dengan memberikan peran yang lebih besar pada para siswa dalam proses belajar, seorang guru bisa lebih santai karena bebannya berkurang. Pendapat seperti ini sama sekali tidak berdasar. Agar bisa 107

136 Jangan Memanjat Pohon yang Salah menjalankan proses belajar yang berpusat pada siswa dengan baik seorang guru perlu punya wawasan dan pengetahuan yang luas, perlu meperhatikan perbedaan minat dan potensi setiap siswa, mengamati perbedaan proses belajar setiap individual, perlu kemampuan untuk memfasilitasi proses belajar, punya kemampuan untuk menjadi pemandu siswa agar dapat memanfaatkan sumber-sumber pembelajaran yang ada di sekitarnya bahkan diseluruh dunia, perlu kemampuan untuk mengelola dinamika kelompok, dan perlu kearifan dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan dan sikap kritis para siswa. Secara singkat, cara belajar yang berpusat pada siswa memerlukan kualifikasi guru dan kepala sekolah yang lebih tinggi dalam hal wawasan, pengetahuan (substansial maupun kontekstual), keterampilan, sikap dan mental, daripada cara belajar yang berpusat pada pengajar. Proses belajar individual menjadi proses belajar individual dan belajar dalam team secara seimbang. Selama ini sebagaian terbesar atau hampir semua proses belajar di sekolah berjalan secara individual. Belajar secara individual ini kurang membuka kesempatan untuk pengembangan kemampuan bagi siswa untuk bekerja dalam tim, suatu kemampuan yang menjadi bagian dari kecakapan untuk tumbuh dan berkembang bersama orang lain. Kerja dalam tim akan menjadi media yang efektif untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi, berdialog, kreativitas, kemampuan berempati, membangun sinergi,dan kemampuan memimpin. Bekerja dalam tim juga akan mengembangkan kepedulian, kebutuhan untuk berbagi, dorongan untuk berkontribusi, kebutuhan untuk saling mendukung, dan saling menyemangati atau membesarkan hati. Dengan umpan balik yang diterima dari anggota tim yang lain, baik langsung atau tak langsung, seseorang akan 108

137 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi mengenal lebih baik dirinya sendiri dan memperkecil wilayah blind spot orang yang bersangkutan. Bekerja dalam tim menjadi media untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal dan meningkatkan kematangan sosial. Proses belajar yang mekanistik menjadi proses belajar yang menggugah, menumbuhkan kesadaran baru, menumbuhkan kepekaan, keyakinan dan mengembangkan sikap. Proses belajar yang mekanistik mengakibatkan para siswa merasa bosan dan aktivitas pembelajar menjadi hambar tanpa kegairahan. Proses pembealaram seperti ini tidak akan membantu para siswa dalam mengembangkan cita-cita dan mengidentifikasi atau menentukan nilai-nilai yang dipandang sangat penting dalam menjalankan hidupnya. Untuk membantu para siswa, dalam hal ini diperlukan proses belajar yang menumbuhkan imajinasi dan menyentuh hati. Dengan kata lain di sini diperlukan proses belajar yang menyebabkan para siswa tergugah, terinspirasi, dan tercerahkan. Apabila para siswa tergugah, terinspirasi dan tercerahkan, maka pembelajaran akan menjadi sebuah proses yang sangat menyenangkan, atau menggairahkan baik bagi siswa maupun pengajar. Dengan demikian belajar tidak lagi dirasakan sebagai beban, tetapi sebuah kegembiraan dan kebutuhan. Menurut pengamatan penulis, sedikit sekali usaha yang sudah dilakukan untuk membantu para guru dalam meningkatkan keahliannya dalam mengembangkan proses pembelajaran seperti ini. Nampaknya lebih banyak usaha dilakukan untuk menyusun mekanisme untuk mengalihkan pengetahuan atau 109

138 Jangan Memanjat Pohon yang Salah keterampilan kepada para siswa atau meningkatkan penguasaan pengetahuan dalam bidang tertentu. Sekolah diharapkan dapat menjadi lingkungan yang membantu para siswa mengembangkan perilaku yang dipandang baik di masyarakat. Sayang sekali dalam banyak kasus pengembangan perilaku yang baik ini dilakukan secara instruksional dan bahkan dogmatik, atau dengan menakutnakuti. Hasilnya sering sekali adalah berkembangnya perilaku tanpa akar kesadaran atau perilaku atas dasar ketakutan. Perilaku yang berkembang bukan pilihan sadar dan cerdas dari siswa yang bersangkutan. Perilaku baik tanpa kesadaran akarnya sangat dangkal. Apabila lingkungan tidak lagi memaksa dia untuk berperilaku seperti itu, perilaku baik itu akan ditinggalkannya. Perubahan peran Guru dan Kepala Sekolah Pengembangan empat jenis kecakapan di atas secara simultan memerlukan juga perubahan-perubahan pada peran kepala sekolah dan guru. Peran sebagai pengajar saja dan kegiatan yang berfokus hanya pada penambahan pengetahuan para siswa tidak lagi mencukupi. Demikian juga halnya dengan peran Kepala Sekolah. Peran sebagai pengawas, peran sebagai pemeriksa, sebagai administrator atau manajer sekolah saja tidak lagi mencukupi. Sekurang-kurangnya ada tiga jenis peran yang perlu ditonjolkan oleh para guru dan kepala sekolah untuk membantu para siswa mengembangkan empat kecakapan tersebut di atas yaitu peran sebagai pemimpin transformasional, peran sebagai pembangun komunitas, dan peran sebagi pembelajar. 110

139 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi Peran sebagai Pemimpin Transformasional. Pemimpin transformasional menggugah orang-orang yang dipimpinnya untuk mengerahkan potensinya secara maksimal dengan cara memberi inspirasi, menumbuhkan aspirasi, menumbuhkan kepercayaan diri untuk menghadapi tantangan baru dan menghadapi perubahan. Pemimpin transformasional menumbuhkan inspirasi tidak hanya dengan kata-kata tetapi dengan contoh atau perbuatan nyata. Pemimpin transformasional membantu orang-orang yang dipimpinnya merumuskan tujuan dan visi hidupnya, mendorong mereka untuk mencoba hal-hal baru dan memberikan apresiasi atau penghargaan terhadap setiap kemajuan dan keberhasilan yang telah dicapai. Pemimpin transformasional membantu orang yang dipimpin untuk menemukan makna dalam tugas-tugas yang dilakukan, membuka kesempatan untuk belajar, dan memberi perhatian besar kepada anggota secara individual. Pemimpin transformasional memotivasi dengan menyentuh dan menggugah hati. Dalam kaitannya dengan sekolah, orangorang yang dipimpin oleh Kepala Sekolah adalah para guru, para siswa dan karyawan non pengajar yang bekerja di sekolah. Peran sebagai Pembangun Komunitas, Dalam membangun komunitas di sekolah, guru dan kepala sekolah bertindak sebagai fasilitator, sebagai perekat diantara anggota komunitas. Mereka perlu bersama-sama mebangun rasa saling percaya dan membangun cita-cita bersama. Dalam sebuah komunitas, ada semangat untuk tumbuh dan berkembang bersama dan kerelaan untuk berbagi. Dalam komunitas orang-orang merasa saling memerlukan. Dalam 111

140 Jangan Memanjat Pohon yang Salah membangun komunitas, kepala sekolah dan guru mendorong berkembangnya kemauan dan kemampuan untuk bekerja sama secara kreatif. Inti anggota komunitas di sekolah adalah para siswa, guru, kepala sekolah, petugas administrasi dan orang-orang lain yang bekerja di sekolah. Namun komunitas yang lebih luas mencakup orangtua siswa, dewan sekolah dan pihak-pihak berkepentingan yang lain. Dalam hal ini guru dan kepala sekolah menjadikan sekolah tidak hanya sebagai tempat mengajar, namun menjadi komunitas belajar. Dalam komunitas belajar orang-orang belajar dengan senang hati, gembira, penuh semangat, belajar sendiri-sendiri dan bersama-sama, belajar dari siapa dan dari mana saja, setiap saat. Di sini belajar sudah menjadi kebiasaan, kebutuhan, kesenangan, kegembiraan, bukan kewajiban. Peran sebagai Pembelajar Prima. Di atas telah dikemukakan bahwa pengetahuan manusia bertambah makin lama makin banyak dan makin cepat. Kalau seorang guru atau kepala sekolah ingin punya peran positif bagi para siswanya, maka merupakan suatu keharusan bagi mereka untuk terus menerus memperbaharui dan memperluas pengetahuannya. Apabila tidak, maka mereka akan ketinggalan jaman, mereka cenderung akan menerapkan cara pandang, cara berpikir, cara pendekatan dan cara kerja yang sudah usang. Kepala sekolah dan guru-guru seperti itu akan menjadi beban bagi para siswanya, mereka bukannya mendorong siswa untuk maju namun menyeret para siswa ke belakang. Dalam keadaan seperti itu, mereka secara tidak sadar menyiapkan para siswa untuk menghadapi masa lalu, bukan menyiapkan diri mengahadapi tantangan masa depan. Sebab itu, seorang guru atau kepala sekolah dituntut untuk menjadi pembelajar prima, artinya orang yang senang belajar, 112

141 Pendidikan: Lebih dari Pengembangan Kompetensi punya semangat tinggi untuk belajar, terbuka untuk belajar dari manapun, dari siapapun dan belajar sepanjang hayat. KATA PENUTUP W.R. Supratman menyampaikan pesan yang sangat arif dan penting ketika menulis lirik Lagu Indonesia Raya tentang membangun jiwa, dan membangun badan. Bukan suatu kebetulan apabila bangunlah jiwanya mendahului bangunlah badannya. Suatu bangsa tanpa jiwa adalah bangsa tanpa roh, tanpa jatidiri, dan adalah bangsa zombi. Pendidikan pada dasarnya adalah pembangunan jiwa bangsa. Pembangunan jiwa bangsa ini lebih daripada sekedar pengembangan dan penguasaan kompetensi. Hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan yang disampaikan di atas tidak banyak yang baru, dalam arti bahwa banyak negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia, Korea, Taiwan dan sekarang China, telah melakukannya. Demikian juga halhal di atas bukanlah sesuatu yang tidak realistik, karena dalam kenyataannya negara-negara lain dapat melakukannya dengan baik. Memang benar bahwa kondisi negara kita berbeda dari negara-negara tersebut. Namun hal itu tidak begitu saja dapat dijadikan alasan untuk tidak belajar dari keberhasilan atau kegagalan mereka. Berkaitan dengan perubahan pada tataran operasional di sekolah-sekolah, hal itupun bukan hal yang mustahil. Institut Teknologi Bandung melalui Pusat Penelitian Teknologi-ITB sejak tahun 1992 melakukan kerjasama dengan para guru dan kepala sekolah SLTP serta SMU (sampai saat ini sekitar 1500 guru) untuk merintis perubahan di sekolah-sekolah agar sekolah menjadi lingkungan belajar yang mengembirakan dan manusiawi sehingga para siswa lebih mudah dan terdorong 113

142 Jangan Memanjat Pohon yang Salah untuk memunculkan potensi mereka semaksimal mungkin. Upaya ini berkembang terus sampai saat ini, perubahanperubahan terjadi, dan gerakan perubahan ini dimotori sendiri oleh para guru dan kepala sekolah. Melakukan perubahan memang tidak mudah, bahkan sering kali sulit. Perubahan tidak akan terjadi kalau sebelum mulai orang mengatakan itu bisa, tetapi sulit. Namun perubahan akan terjadi kalau orang mengembangkan sikap sulit, tetapi bisa. Perubahan-perubahan yang disarankan di sini didasarkan atas semangat dan kearifan yang sering kali disampaikan oleh para orang tua dalam ungkapan berakitrakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bukan sebaliknya. Catatan Akhir [1]. [2] Richard N. Foster& Sarah Kaplan, Creative Destruction, Prentice Hall, London, 2001 [3] Peter M. Senge et.al, The Fifth Disciplin Field Book, Currency Doubledys, New York, 1994, h.237. [4] Uraian lebih lengkap mengenai Kecerdasan Majemuk dapat dilihat pada buku Howard Wagner, Multiple Intelligences: Theory and Practices Basic Book, [5] Victoria Neufeldt & David B. Guralnik, Webster New College Dictionary, (Third Edition, MacMillan, 1996), h. 235 [6] Karl Erik Sveiby, The New Organizational Wealth, Beret Kohler Publisher, San Fransisco, 1997, h

143 Kebutuhan Mendesak untuk Menegakkan Kembali Pendidikan di Indonesia 5 KEBUTUHAN MENDESAK UNTUK MENEGAKKAN KEMBALI PENDIDIKAN DI INDONESIA * PENDAHULUAN Pada Awal tahun 1990-an ketika perekonomian Indonesia dipuji-puji sebagai contoh keberhasilan pembangunan ekonomi negara berkembang, penulis dan beberapa orang teman di Pusat Penelitian Teknologi-ITB sering berbagi kecemasan. Walaupun bukan pakar ekonomi, kami merasa bahwa ada yang tidak beres dengan kemajuan ekonomi waktu itu, dan kami merasa suatu hari nanti akan muncul masalah besar [1]. Dengan melihat pada pengalaman bangsa lain dan berdasarkan common sense orang biasa, kami berpendapat bahwa untuk membangun ekonomi yang kuat yang berkelanjutan, suatu bangsa memerlukan dua hal sebagai syarat utama, yaitu pendidikan yang baik dan pemerintahan yang bersih. Ketika itu, istilah good governance, belum banyak dibicarakan di Indonesia. * Risalah ini ditulis sebagai penghormatan penulis kepada almarhum Prof Dr Moedomo, Guru Besar ITB, dan disajikan dalam Seminar Mengenang Moedomo di Aula Barat ITB pada tanggal 1 April

144 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Sebuah bangsa yang tidak berhasil membangun dan mengembangkan pendidikan yang baik, dalam jangka panjang tidak akan mampu membangun perekonomian yang kuat walaupun bangsa tersebut beruntung dianugrahi sumber daya alam yang melimpah. Sejalan dengan itu, ekonomi yang kuat tidak bisa dibangun dengan bertumpu pada birokrasi pemerintah yang korup, lamban dan tidak efisien. Ketika itu, kami lihat bahwa dua landasan yang dipersyaratkan tersebut tidak dipenuhi atau belum dibangun di Indonesia, walaupun dari luar kelihatannya pembangunan ekonomi berhasil. Ini semacam keberhasilan pembangunan ekonomi yang bersifat semu, semacam gelembung sabun yang setiap saat bisa kempes atau meledak. Risalah ini ditulis dengan bertitik tolak pada pandangan bahwa kekurangberhasilan bangsa Indonesia dalam pembangunan perekonomian dan juga pembangunan sosial budaya, penyebab utamanya adalah kekurangberhasilan dalam membangun jiwa dan sistem pendidikan, serta tidak adanya investasi yang mencukupi untuk pendidikan bagi rakyat Indonesia. Pendidikan di Indonesia, sampai saat ini belum memenuhi harapan para pejuang kemerdekaan yang dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebab itu, usaha besarbesaran dan sistematik perlu dilakukan untuk membangun dan menegakkan kembali pendidikan di Indonesia. Di sini hanya dibahas hal-hal yang berkaitan dengan penegakkan kembali pendidikan, karena banyak bagian pendidikan di Indonesia yang sudah miring atau bahkan mugkin sudah tergeletak. 116

145 Kebutuhan Mendesak untuk Menegakkan Kembali Pendidikan di Indonesia PANDAI, TERPELAJAR, TAHU BANYAK, NAMUN BELUM TENTU TERDIDIK. Suatu sore, di kantor sebuah perusahan perjalanan Jakarta- Bandung, seorang pemuda, sambil berbicara dengan petugas penjual tiket, dengan tenang membuang robekan-robekan kertas ke lantai keramik yang bersih. Tanpa minta ijin, dia mengambil begitu saja kertas tissue yang berada di depan petugas ticketing. Si pemuda membersihkan muka dengan kertas tissue dan sesudah itu dengan seenaknya membuang kertas tisssue yang kotor ke lantai, di depan mata calon penumpang yang lain. Ternyata pemuda tersebut adalah seorang mahasiswa perguruan tinggi terkemuka di Bandung. Dilihat dari penampilannya, nampaknya dia bukan dari keluarga golongan ekonomi lemah. Dalam mailing-list dosen sebuah perguruan tinggi, sering kali dosen-dosen berkeluh kesah menyampaikan kekecewaannya mengenai tingkah laku sebagian mahasiswa yang tidak sopan, kurang senonoh, kurang tata-krama. Di perguruan tinggi ini juga sering dibicarakan tentang kurangnya soft skill para mahasiswa dan para lulusan. Sekelompok mahasiswa mengeluh tentang dosen yang sering datang terlambat, dan tidak pernah minta maaf kepada para mahasiswa atas keterlambatannya. Suatu hari, para mahasiswa yang mengikuti sebuah mata kuliah menunggu dosennya selama satu jam. Dosen yang ditunggu belum muncul juga. Karena tidak ada berita dari sang dosen, para mahasiswa mengira dosennya tak akan hadir dan mereka meninggalkan kelas. Namun, sang dosen akhirnya datang sesudah terlambat lebih dari satu jam, dan menemukan 117

146 Jangan Memanjat Pohon yang Salah kelasnya kosong, tidak ada mahasiswa. Dalam kuliah berikutnya sang dosen memuntahkan kemarahannya kepada mahasiswa, dan pada akhir semester tak seorang mahasiswa pun yang mengikuti kuliah tersebut dapat nilai C; semuanya dapat nilai D atau lebih buruk. Mahasiswa lain bergunjing dengan temannya tentang seorang dosen. Mereka tidak mengerti mengapa dosen yang bersangkutan tidak pernah membalas ucapan salam yang disampaikan oleh mahasiswa, khususnya kalau mahasiswa kebetulan berpapasan dengan dosen tersebut. Bahkan ada kalanya, apabila mahasiswa tersenyum ketika bertemu dengan sang dosen, si mahasiswa malah seperti dimarahi, kok senyum. Cerita di atas adalah kisah nyata. Bukan karangan. Kejadian yang digambarkan di atas dimaksudkan untuk menunjukkan betapa seorang pemuda yang sangat pintar, karena telah berhasil diterima di perguruan tinggi bergengsi setelah melalui proses seleksi yang sangat ketat, namun belum menunjukkan sikap dan perilaku sebagai orang terdidik. Tidak ada sopan santun, tidak ada kepedulian terhadap lingkungan, tak merasa malu dan tak merasa bersalah mengotori tempat yang bersih, bahkan di depan mata orang banyak. Dalam hal kisah dosen, di sini kita melihat betapa tingkat pendidikan yang sangat tinggi, tidak dengan sendirinya disertai dengan meningkatnya kepekaan terhadap etika. Dosen yang bersangkutan tidak fair terhadap mahasiswa. Faireness adalah salah satu unsur penting dari etika. Dosen tersebut memakai standar ganda. Standard yang dia berlakukan terhadap mahasiswa, tidak diberlakukan terhadap dirinya sendiri. Dia merasa berhak, dan tidak merasa bersalah, membuang-buang waktu berpuluh-puluh bahkan ratusan mahasiswa dengan membiarkan mereka menunggu. 118

147 Kebutuhan Mendesak untuk Menegakkan Kembali Pendidikan di Indonesia Sementara para mahasiswa dianggap bersalah karena membuang-buang waktu sang dosen, dan untuk itu mereka harus dihukum. Dan kita tahu, dalam hal ini mahasiswa berada dalam posisi tak berdaya karena mereka tidak bisa menghukum dosen. Paling-paling yang mereka bisa lakukan adalah beramai-ramai mengulang lagi mengambil mata kuliah tersebut, karena nilai D yang diberikan si dosen menghancurkan prestasi banyak mahasiswa, pada hal prestasi tersebut mereka jaga mati-matian sejak dari tahun pertama mereka kuliah. Sudah barang tentu hal yang dikisahkan di atas bukan gambaran semua dosen atau semua mahasiswa. Namun kejadian seperti itu kekurang peduliaan terhadap lingkungan, hilangnya rasa malu dan rasa bersalah, rendahnya standard etika- tidak sulit kita temukan, bahkan di kalangan mereka yang punya latar belakang pendidikan tinggi. Salah satu pemandangan sehari-hari yang menunjukkan betapa belum terdidiknya sebagaian besar masyarakat kita adalah suasana lalu lintas di jalan-jalan raya. Tidak jarang pengendara mobil atau sepeda motor seenaknya melanggar rambu-rambu lalu lintas. Di jalan tol Jakarta-Cikampek pengendara mobil yang berlomba-lomba memacu kendaraan di bahu jalan adalah pemandangan biasa, pada hal semua orang tahu bahwa mengendarai kendaraan di bahu jalan itu melanggar peraturan dan berbahaya. Kendaraan yang berjalan lambat diharapkan memakai lajur sebelah kiri, namun yang terjadi justru sebaliknya, kendaraan kendaraan lambat ini justru menguasai lajur paling kanan. Suasana semrawut lalu lintas di jalan raya merupakan salah satu cerminan dari keterbelakangan kita. Setelah lebih dari 60 tahun merdeka, sistem, substansi dan iklim pendidikan yang kita kembangkan 119

148 Jangan Memanjat Pohon yang Salah belum mampu membuat bangsa ini mendidik dirinya sendiri untuk melakukan hal yang sangat sederhana dalam kehidupan bermasyarakat di era modern yaitu mentaati aturan lalu lintas. Contoh yang sangat kasat mata dari belum berhasilnya pendidikan, dan hal ini membawa dampak yang sangat buruk terhadap kemajuan dan martabat bangsa, adalah merebak dan mengakarnya korupsi, khususnya di kalangan lembagalembaga pemerintah, lembaga publik, dan di perusahaanperusahaan yang dimiliki oleh negara. Sampai saat ini Indonesia masih memegang predikat salah satu negara yang korupsinya paling tinggi di dunia. Semua orang tahu bahwa korupsi itu tindakan kejahatan dan berakibat buruk bagi bangsa dan negara. Namun demikian, sampai saat ini korupsi tetap meluas dan sulit diberantas. Bahkan, pada era otonomi daerah sekarang ini, penyebar luasan korupsi ke daerahdaerah menjadi makin cepat. Lebih memprihantinkan lagi adalah bahwa menurut salah seorang penjabat KPK, lembaga negara yang paling korup adalah Departemen Agama [2]. Apabila pernyataan tersebut didasarkan pada data yang dapat dipercaya, maka hal ini seharusnya merupakan tamparan yang luar biasa kerasnya bagi masyarakat Indonesia. yang merasa atau mengaku sebagai masyarakat atau bangsa yang sangat religius. Namun yang menarik, tidak ada reaksi yang keras dari tokoh-tokoh agama mengenai pernyataan ini, bahkan ada yang berusaha mengingkari. Dari sudut pandang pendidikan, ini berarti bahwa pendidikan kita, baik formal maupun informal, secara umum belum mampu menghasilkan orang-orang atau masyarakat yang secara tegas dapat membedakan perilaku yang baik dari yang buruk, membedakan yang secara hukum salah dari yang benar, dan berani berpegang teguh pada yang benar dan baik. 120

149 Kebutuhan Mendesak untuk Menegakkan Kembali Pendidikan di Indonesia INSTITUSI PENDIDIKAN CENDERUNG MENJADI INSTITUSI PELATIHAN Uraian di atas dimaksudkan untuk menunjukkkan betapa sistem pendidikan di Indonesia selama ini belum mencapai hal-hal yang diharapkan yaitu menjadi suatu institusi yang berperan besar dan efektif dalam mengembangkan potensi insani bangsa, agar masyarakat kita menjadi masyarakat yang cerdas, kreatif, berwatak baik, dan mampu tumbuh berkembang dalam suasana kebhinekaan. Pendidikan kita belum berhasil mencerdaskan kehidupan bangsa. Mungkin pendidikan kita sudah berhasil meningkatkan kecerdasan sebagain penduduk Indonesia, namun belum kehidupannya. Karena banyak orang cerdas namun kehidupannya tidak cerdas, dalam arti hidup dengan standard etika yang rendah, kurang peduli, tanpa rasa malu, dan tanpa rasa bersalah. Banyak faktor penyebab dari kekurang-berhasilan ini. Penulis berpendapat bahwa salah satu faktor penyebab yang sangat penting adalah merosotnya insititusi pendidikan di Indonesia menjadi institusi pelatihan. Termasuk dalam institusi pendidikan ini adalah sekolah-sekolah dan perguruan tinggi kita. Di sini akan dicoba disoroti atau lebih tepat ditonnjolkan, perbedaaan antara pendidikan dan pelatihan, bukan dipertentangkan. Kalau kita mau melihat hasil pelatihan yang sangat efektif, nontonlah sirkus. Di sana kita bisa menyaksikan kuda yang bisa menari, harimau yang terampil melompati kobaran api, anjing laut yang bertepuk tangan dan lumba-lumba yang melakukan gerakan akrobatik. Keterampilan yang didemontrasikan hewan-hewan dalam sirkus tersebut adalah 121

150 Jangan Memanjat Pohon yang Salah hasil kerja keras para pelatih: pelatih kuda, pelatih harimau, pelatih lumba-lumba. Dalam hal ini tidak dipakai istilah pendidik kuda atau pendidik lumba-lumba. Sudah barang tentu pelatihan tidak terbatas hanya untuk hewan. Ada banyak jenis pelatihan untuk manusia. Dalam bidang olahraga ada bermacam-macam pelatihan dan pelatih. Kina mengenal pelatih sepak bola, pelatih renang, pelatih tinju, dan sebagainya. Di sini juga tidak dipakai istilah, pendidik tinju atau pendidik sepak bola. Jadi, kata pelatihan berkonotasi sangat kuat dengan usaha-usaha yang berfokus pada pengembangan keterampilan tertentu. Keterampilan ini bisa bersifat fisik, maupun bersifat mental. Dipihak lain, untuk menumbuh-kembangkan budi pekerti yang baik, dipakai istilah pendidikan budi pekerti. Jadi pendidikan mencakup usaha-usaha untuk mengembangkan potensi insani yang lebih luas, yaitu pengembangan budi, tidak hanya pengembangan akal dan keterampilan. Menumbuhkan kesadaran baru, membangun rasa percaya diri, mengembangkan kepekaan sosial, menajamkan tata-nilai, mengasah keyakinan, mengembangkan rasa-bertujuan (sense of purpose), atau secara umum membangun karakter atau watak yang baik adalah ranah utama dari pendidikan. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa secara praktek pendidikan sama sekali terpisah dari pelatihan. Dalam pendidikan dikembangkan juga berbagai keterampilan. Namun pengembangan keterampilan saja tidak dengan sendirinya berarti pendidikan, walaupun hal itu dilakukan pada lembaga yang secara resmi diberi nama lembaga pendidikan, seperti universitas, institut teknologi, dan yang lainnya. Di pihak lain, seorang pelatih yang bermutu dapat dengan cerdas memakai kegiatan pelatihan menjadi kendaraan efektif untuk pendidikan. Pelatih sepak bola dapat memakai kegiatan 122

151 Kebutuhan Mendesak untuk Menegakkan Kembali Pendidikan di Indonesia pelatihan untuk menumbuhkan dan menguatkan sikap sportif, gigih, kerjasama tim, kesediaan berbagi, berlapang dada dalam kekalahan, dan rendah hati dalam kemenangan. Masalah kita sekarang, tanpa disadari, sudah terjadi degradasi proses-proses dan program-program yang dimaksudkan untuk pendidikan menjadi proses dan program pelatihan saja. Di pihak lain belum nampak tanda-tanda kegiatan pelatihan dimanfaatkan secara optimal sebagai wahana untuk pendidikan. Pada program pendidikan yang tereduksi menjadi pelatihan, substansi pendidikan hanya masuk ke otak peserta didik, namun tak masuk ke hati. Hasilnya adalah orang-orang berpengetahuan banyak, namun belum tentu pengetahuan yang banyak tersebut disertai dengan hati yang baik; kecerdasan berpikir sering tidak disertai dengan kepekaan batin. Hal ini akan menimbulkan fenomena kesenjangan antara mengetahui dan melakukan ( knowing-doing gap ) yang besar. Orang-orang memiliki banyak pengetahuan mengenai hal-hal yang baik yang seharusnya dilakukan, namun mereka tidak melakukannya, bahkan dalam banyak kasus mereka melakukan hal yang sebaliknya atau berlawanan; mengetahui banyak hal yang baik, justru melakukan hal-hal yang buruk atau tercela. Nampaknya kesenjangan ini bisa menjelaskan mengapa di Indonesia, golongan yang mendapat pendidikan formal lebih tinggi yang membentuk golongan menengah yang mengisi jabatan di pemerintah, dan jabatan relatif tinggi di swasta, banyak diantaranya justru menjadi pelaku utama tindakan korupsi di Indonesia. Rakyat kebanyakan yang tinggal di desa-desa atau di daerah pinggiran kota yang berpendidikan relatif rendah bukan pelaku utama dalam gerakan korupsi; rakyat kecil menjadi korban dari pemimpin-pemimpin atau pejabat-pejabat yang korup. 123

152 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Contoh lain dari knowing-doing gap dapat dilihat pada apa yang terjadi pada pasca Penataran P4. Pada masa pemerintahan Orde Baru, dalam kurun waktu tak kurang dari tiga dekade, berjuta-juta orang diharuskan mengikuti Penataran P4. Pemerintah dan perusahaan-perusahaan menghabiskan banyak dana untuk itu. Semua orang mengetahui bahwa hal-hal yang diajarkan dalam penataran adalah hal-hal yang sangat baik. Kalau para pengikut penataran melakukn apa yang dipelajari dan diketahuinya dari penataran maka di Indonesia sudah tidak ada korupsi, atau sekurang-kurangnya Indonesia akan termasuk negara yang korupsinya sangat kecil. Namun fakta menunjukkan bahwa selama tiga puluh tahun sampai dengan turunnya Presiden Suharto, korupsi justru makin lama makin berkembang. P4 adalah sebuh contoh dari suatu program yang sebenarnya dimaksudkan sebagai pendidikan, namun dilaksanan sebagai pelatihan, dan bahkan hanya sebagai sebuah penataran. MENGAPA PENDIDIKAN MENJADI PELATIHAN SAJA? Banyak faktor yang terkait satu dengan yang lain yang menyebabkan kegiatan pendidikan di institusi pendidikan di Indonesia, dengan berjalannya waktu, telah secara berangsurangsur berubah menjadi kegiatan yang lebih merupakan pelatihan. Faktor-faktor tersebut ada yang berada pada tataran operasional pendidikan, khususnya melekat pada pengajar atau guru dan pengelola institusi pendidikan, serta ada juga yang bersumber pada kebijakan yang bersifat nasional. 124

153 Kebutuhan Mendesak untuk Menegakkan Kembali Pendidikan di Indonesia Pengajar Tidak Mengetahui atau Mengenali Perbedaan Antara Pendidikan dan Pelatihan. Nampaknya banyak diantara pengajar atau guru yang tidak mengetahui atau mengenali perbedaan antara pendidikan dan pelatihan. Dalam banyak kesempatan ketika isu pendidikan versus pelatihan ini penulis kemukakan, pertanyaan yang hampir selalu diajukan adalah mengenai perbedaannya. Apabila perbedaan ini tidak diketahui atau dikenali, maka akan banyak diantara para pengajar yang kegiatannya hanya melakukan pelatihan lalu merasa bahwa mereka sudah melakukan pendidikan. Para pengajar ini mungkin saja telah bekerja keras menyiapkan bahan pelajaran, dan berusaha keras untuk mengalihkan atau memasukkan pengetahuannya kepada peserta didik untuk memenuhi target pendidikan. Di samping itu, apabila perbedaan antara pendidikan dan pelatihan tidak diketahui, para pengajar yang sebenarnya punya potensi yang sangat besar untuk menjadi pendidik yang baik lalu tidak mengembangkan potensinya, karena mereka merasa bahwa tugas-tugas mereka sebagai pendidik telah mereka selesaikan dengan baik dengan cara yang sudah dilakukannya. Pengajar Merasa bahwa Tugas Mereka Hanya Mengalihkan Pengetahuan atau Keahlian. Ada juga pengajar di perguruan tinggi yang sepenuhnya menyadari bahwa proses pendidikan hendaknya membantu peserta didik mengembangkan karakter atau jatidiri. Namun mereka dengan jelas mengatakan bahwa itu bukan tugas mereka, itu tugas orang lain, apakah itu orang tua atau siapa saja. Pokoknya bukan tugas seorang dosen di perguruan 125

154 Jangan Memanjat Pohon yang Salah tinggi. Di sebuah institut teknologi pernah ada diskusi hangat diantara para dosennnya, melalui mailing list, mengenai siapa sebenarnya dosen itu. Apakah dia seorang guru atau seorang engineer atau scientist? Sebagian mengatakan bahwa seorang dosen, di samping dia sebagai seorang engineer atau sciencetist, dia seharusnya juga seorang guru; sedangkan sebagaian lagi mengatakan bahwa yang penting adalah dia seorang engineer atau sciencetist yang baik atau sangat baik dalam bidangnya. Bagaimana dia mengajar para mahasiswanya, itu bukan hal penting. Kemudian ditambahkan lagi bahwa banyak ilmuwan atau insinyur yang baik di beberapa perguruan tinggi terkenal di luar negeri tidak begitu bagus dalam mengajar. Kalau banyak pengajar berada pada kelompok kedua, maka menjadi mudah dimengerti mengapa di perguruan tinggi ini banyak orang mengeluh tentang buruknya soft skill dari para lulusannya. Soft skill, seperti kemampuan memimpim, bekerja dalam tim, kerelaan berbagi, kemampuan menghargai perbedaan, lebih sering mencerminkan karakter seseorang daripada kompetensi teknisnya. Kalau iklim dan proses pendidikan tidak memberikan ruang cukup banyak untuk atau bahkan mengabaikan pengembangan karakter, maka lembaga pendidikan akan lebih banyak melakukan pelatihan daripada pendidikan. Pengajar Tidak Dipersiapkan atau Menyiapkan Diri Berperan Sebagai Pendidik. Di perguruan tinggi khususnya, kebanyakan para staf pengajar direkrut atas dasar prestasi akademik mereka, dengan asumsi bahwa mereka yang punya prestasi akademik yang baik, dengan sendirinya akan menjadi pendidik yang 126

155 Kebutuhan Mendesak untuk Menegakkan Kembali Pendidikan di Indonesia baik. Sayangnya, asumsi ini sering kali tidak sesuai dengan kenyataan. Tidak sedikit staf pengajar, tetap hanya menjadi ilmuwan, dan tidak dapat dengan baik menjalankan fungsinya sebagai pendidik. Mereka mungkin memahami substansi keahliannya dengan baik atau bahkan sangat baik, namun kurang berminat atau kurang mampu mengembangkan suasana atau iklim serta proses pembelajaran yang membantu, mendorong atau menggugah bagi para mahasiswa untuk mengembangkan potensi diri mereka secara optimal dengan memakai bahan pelajaran sebagai salah satu media. Ada yang berpendapat bahwa untuk menjadi pendidik seseorang perlu diberi pelatihan cara-cara mengajar yang baik. Memang belajar cara mengajar yang baik ada gunanya, namun untuk menjalankan peran sebagai pendidik diperlukan banyak hal diseberangnya teknik mengajar. Agar dapat menjalankan peran sebagai pendidik seseorang memerlukan persepsi peran yang tepat (right role perception), dan sejumlah model-mental (a set of mental models). Ini berkaitan dengan bagaimana seorang pengajar melihat perannya (instruktur, fasilitator, sumber pengetahuan, mitra belajar, mentor, atau enabler) dan bagaimana konsep yang dia pegang mengenai pendidikan, siswa atau mahasiswa, sekolah, dan proses pendidikan. Persepsi mengenai peran dan model-mental ini sangat mempengaruhi sikap dan tingkah laku seorang pengajar dalam hubungannya dengan mahasiswa, dalam hubungannya dengan bidang keahliannya, dalam hubungannya dengan pengajar yang lain, dalam hubungannya dengan para ahli dari disiplin ilmu yang berbeda, dan dalam hubungannya dengan masyarakat luas. Penulis tidak bermaksud menganjurkan semua orang yang mau menjadi staf pengajar untuk mengambil pelatihan cara mengajar dan memfasilitasi proses belajar mengajar. Hal yang 127

156 Jangan Memanjat Pohon yang Salah penting adalah seorang ilmuwan jangan sampai menyianyiakan potensinya sebagai pendidik yang baik. Kalau hal ini terjadi, maka proses degradasi kegiatan pendidikan menjadi hanya sebuah pelatihan akan terus berlangsung. Pengelola Melihat Lembaga Pendidikan Sebagai Sebuah Mesin atau Pabrik Disadari atau tidak, banyak pihak memandang atau memperlakukan sekolah sebagai sebuah pabrik. Para murid atau mahasiswa dipandang sebagai bahan baku atau input yang diolah dalam sebuah proses yang dilakukan oleh mesinmesin yang bernama guru yang bekerja menurut sebuah program produksi yang namanya kurikulum. Out-put dari pabrik ini adalah lulusan yang ukuran kualitasnya adalah NEM atau Indek Prestasi. Cara pandang seperti inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa di sekolah-sekolah berkembang suasana belajar yang sangat mekanistik, formal, dingin, kaku, birokratik, output oriented dan kurang manusiawi. Salah satu cara pandang yang juga dipegang oleh beberapa pihak adalah melihat siswa atau mahasiswa sebagai dereten gelas kosong yang harus diisi oleh para guru atau dosen dengan isi yang sama, diisi dengan cara yang sama pula. Cara pandang seperti inilah yang menjadi salah satu penyebab timbulnya kecenderungan untuk penyeragaman di sekolah. Keseragaman menjadi sebuah dogma baru, dan toleransi terhadap perbedaan makin lama makin menyempit. Bahkan ukuran keberhasilan atau keunggulanpun menjadi seragam. Ujian Nasional misalnya, oleh banyak praktisis dan ahli pendidikan dilihat sebagai manifestasi dari kecenderungan kuat untuk penyeragaman ini. Di samping itu, cara pandang gelas kosong ini menyebabkan para guru sibuk mencari cara 128

157 Kebutuhan Mendesak untuk Menegakkan Kembali Pendidikan di Indonesia untuk mengisinya secepat mungkin, atau mereka akan ditegur oleh pengawas apabila tidak bisa mengisi secepat mungkin atau tidak sesuai target. Akibatnya, interaksi yang lebih bersifat manusiawi yang sangat diperlukan dalam proses pendidikan menjadi terpinggirkan. Tema Kebijakan yang Menyempitkan Makna Pendidikan. Kebijakan yang diperkenalkan liwat jargon-jargon tertentu, seperti link and match, dan Kurikulum Berbasis Kompetensi misalnya, tanpa disadari pada tingkat pelaksanaan telah menyempitkan atau mereduksi makna pendidikan. Mungkin saja konsep awalnya luas, namun karena komunikasi kebijakan biasanya tidak mudah, penyempitan arti tersebut mudah terjadi. Jargon link and match misalnya cenderung diartikan bahwa fokus pendidikan adalah menyediakan tenaga kerja yang siap pakai untuk memenuhi pasar tenaga kerja. Oleh karena itu, kegiatan pendidikan lalu lebih banyak untuk mengembangkan keterampilan untuk industri, karena Indonesia ketika itu sedang mulai melaksanakan kebijakan industrialisasi. Akibatnya, dimensi yang non-keterampilan dari pendidikan seperti pengembangan kesadaran baru tentang masa depan bersama, membangun keyakinan, pengembangan kepekaaan sosial, yang merupakan transformasi mental kemudian cenderung dinomor-duakan. Demikian juga halnya dengan istilah kurikulum berbasis kompetensi. Pada tingkat praktek tetap saja ada kecenderungan untuk mengidentikkan kompetensi dengan keterampilan atau skill, walaupun diperluas dengan istilah ketearmpilan untuk hidup (life skill). Akibatnya akan sangat 129

158 Jangan Memanjat Pohon yang Salah besar kemungkinan untuk melupakan perspektif pendidikan yang lebih luas dan dalam, seperti pendidikan untuk pengembangan kebudayaan, pendidikan untuk membangun bangsa dan membangun karakter bangsa. Kebijakan dan Praktek Evaluasi yang Mereduksi Arti Pendidikan. Dalam UU Sisdiknas, pendidikan didifinisikan secara luas: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar, proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara[3]. Namun dalam praktek evaluasi hasil pendidikan, yang dinilai hanya aspek yang sangat kecil dari aspek pendidikan. Misalnya, dalam penilaian melalui Ujian Nasional yang sampai saat ini masih kontroversial terkesan bahwa hasil pendidikan ditentukan hanya dengan nilai ujian pada tiga mata pelajaran yaitu Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Bahasa Indonesia. Tidak bisa dihindari cara menilai seperti ini memberi kesan bahwa hanya tiga mata pelajaran tersebut yang penting, dan yang lainnya kurang penting. Kalau demikian halnya, akan tidak mengherankan apabila sekolah-sekolah akan menjelma menjadi semacam bimbingan test untuk tiga jenis pelajaran tersebut. Perusahaan bimbingan test yang sangat diminati oleh para siswa adalah hasil ikutan dari lembaga pendidikan yang sudah berubah menjadi lembaga pelatihan. Cara penilaian hasil pendidikan yang hanya menilai aspek pengetahuan dan keterampilan saja -hasil dari learning to know 130

159 Kebutuhan Mendesak untuk Menegakkan Kembali Pendidikan di Indonesia dan learning to do- dan mengabaikan hal-hal yang berkaitan dengan kekuatan karakter (hasil dari learning to be) akan dengan mudah menarik lembaga pendidikan menjadi hanya sebagai penyelenggara pelatihan. Ada perguruan tinggi yang memberi bobot sangat besar pada waktu studi rata-rata mahasiswa sebagai ukuran keberhasilan program pendidikan. Para mahasiswa mendapat kesan, bahwa yang terpenting adalah belajar agar cepat lulus. Ironisnya, pada saat yang sama di perguruan tinggi tersebut orang-orang mengeluh karena lulusannya tidak begitu bagus dalam soft skill atau social skill dan sering tersisih dari lulusan perguruan tinggi lain dalam merebut pekerjaan, bukan karena kompetensi teknisnya (yang antara lain ditunjukkan oleh Indek Prestasi), namun karena sikapnya yang cenderung a-sosial. Seorang dokter, yang dua orang puterinya kuliah di perguruan tinggi tersebut dan memperoleh IP yang sangat bagus bahkan menyatakan bahwa menurut putrinya, tekanan yang terlalu besar pada mahasiswa agar lulus dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan berkompetisi secara ketat telah membuat banyak temantemannya menjadi sangat egois, kurang peduli lingkungan, dan tak punya empati atau mau menang atau enak sendiri. Jadi di sini ada risiko sebuah perguruan tinggi menghasilkan lulusan yang dari segi keahllian teknis sangat baik, namun secara sosial terkebelakang. Dari kelompok seperti ini ada kemungkinan akan ada lulusannya kelak menjadi koruptor yang cerdas atau pebisnis tanpa tanggung jawab sosial. Di pihak lain, ada perguruan tinggi yang pada waktu hari wisuda memberikan penghargaan pada lulusan yang meraih prestasi akademik sangat baik, dan pada saat yang sama juga memberikan penghargaan kepada para lulusan yang selama menjadi mahasiswa banyak melakukan pelayanan kepada 131

160 Jangan Memanjat Pohon yang Salah masyarakat atau pengabdian kepada masyarakat. Dengan cara seperti ini, pimpinan perguruan tinggi ingin menunjukkan bahwa para alumni perguruan tinggi tersebut hendaknya menjadi orang yang cerdas dan pada saat yang sama menjadi orang yang berguna dan mengabdi pada masyarakat. Bukan maksud tulisn ini untuk menyatakan bahwa lulus tepat waktu atau punya Indek Prestasi yang baik itu tidak penting. Di sini ingin ditunjukkan bahwa faktor-faktor yang dipakai untuk mengukur atau cara mengukur keberhasilan pendidikan akan berpengaruh terhadap kuatnya kecenderungan suatu lembaga pendidikan untuk berubah menjadi hanya sebuah lembaga pelatihan. APA YANG PERLU DILAKUKAN? Masalah pendidikan di Indonesia adalah masalah sangat besar. Ini merupakan akumulasi masalah yang sudah berlangsung tidak kurang dari empat dekade. Ini adalah harga yang harus dibayar bangsa Indonesia sekarang ini karena selama kurun waktu yang sangat lama, bahkan pada saat negeri ini memiliki cukup banyak sumber dana, pendidikan tidak dijadikan prioritas dalam pembangunan bangsa. Membayangkan adanya solusi jalan pintas yang cepat untuk mengatasi masalah besar ini, saya rasa itu tidak realistik, karena invesatasi dalam bidang pendidikan pada dasarnya adalah investasi jangka panjang, dalam arti bahwa dampak perbaikannya baru akan terasa dan terlihat sesudah kurun waktu cukup lama. Namun demikian ada beberapa hal yang sangat mendasar yang perlu dilakukan sebagai landasan perbaikan jangka panjang, khususnya untuk mencegah kecenderungan lembaga pendidikan menjadi hanya sebagai 132

161 Kebutuhan Mendesak untuk Menegakkan Kembali Pendidikan di Indonesia lembaga pelatihan, dan apabila dimungkinkan, membalikkan kecenderungan tersebut. Investasi pada Peningkatan Mutu Para Guru. Tidak ada pendidkan yang bermutu tanpa guru yang bermutu. Guru di sini mencakup guru pada semua jenjang pendidikan, dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. Mengharapkan perbaikan mutu pendidikan tanpa perbaikan mutu guru adalah sebuah ilusi. Sayangnya, selama tiga dekade terakhir ini, para guru adalah kelompok warga negara yang paling tidak menikmati hasil-hasil pertumbuhan ekonomi (baik dari manfaat sosial maupun manfaat ekonomik), dibandingkan dengan kelompok profesi lainnya. Dari pengalaman bekerja sama dan berinteraksi dengan ribuan orang guru dan kepala sekolah selama 12 tahun terakhir ini saya berani menyatakan bahwa secara umum para guru dan kepala sekolah pada tingkat SMU dan SLTP, bekal mereka sangat tidak mencukupi dalam hampir semua bidang yang diperlukan untuk menjadi seorang pendidik yang baik di awal abad 21 ini. Secara umum bekal mereka sangat terbatas dalam pengetahuan substansial, dalam pengetahuan kontekstual, dalam pengembangan prosesproses pembelajaran baru, dan dalam menciptakan suasana pembelajaran baru. Sekarang ini, guru-guru dan kepala sekolah kita masih merupakan kelompok masyarakat yang terisolasi dari perkembangan pengetahuan, metoda serta paradigma pendidikan yang baru. Hal ini terjadi bukan karena kemauan mereka, namun merupakan akibat dari cara negara kita menangani pendidikan selama ini. Perbaikan mutu ini tidak ada hubungannya dengan sertifikasi guru. Ini adalah program yang mendorong, dan memudahkan para guru untuk terus menerus mengembangkan diri, tidak hanya dari segi komptensi teknis, namun dalam memperbarui 133

162 Jangan Memanjat Pohon yang Salah persepsi tentang peran mereka sebagai guru, dan memperbarui model-mental agar sesuai dengan kebutuhan atau tuntutan pendidikan pada abad 21 ini. Ini adalah pemberian kesempatan kepada para guru untuk meninggalkan persepsi peran dan model-mental lama yang sudah usang dan mengembangkan persepsi peran dan model-mental baru. Rendahnya gaji para guru dibandingkan dengan profesi lain di Indonesia telah mengakibatkan kurangnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru dan menjadikan profesi guru sebagai pilihan terakhir bagi banyak orang atau pemuda yang masuk ke perguruan tinggi. Pendidikan guru kalah bersaing dalam menarik calon mahasiswa yang berpotensi tinggi. Semua ini menjadi downward spiral dalam mutu guru di Indonesia. Di pihak lain, ketika pemerintah dan masyarakat memberi hanya sedikit kepada para guru, mereka menuntut sangat banyak dan tuntutannnya makin meningkat, khususnya dalam hal mutu pendidikan. Kalau ada pihak yang tidak puas dengan mutu pendidikan, sering sekali yang dijadikan kambing hitam sebagai penyebab adalah para guru. Kalau bangsa Indonesia ingin melakukan turn around dalam bidang pendidikan, maka negara ini perlu segera mulai melakukan investasi besar-besaran dalam peningkatan mutu guru. Posisi guru hendaknya dikembalikan sebagai ujung tombak dan pelaku utama dalam peningkatan mutu pendidikan, bukan diperlakukan sebagai pelengkap penderita. Para guru hendaknya dibebaskan dari sistem dan suasana birokratik serta feodalistik di lembaga-lembaga pendidikan yang mengekang mereka untuk mengeluarkan potensinya yang terbaik. Kesejahteraan guru memang issue besar, namun peningkatan kesejahteraan hendaknya dijadikan bagian yang tidak terpisah dari peningkatan mutu guru. 134

163 Kebutuhan Mendesak untuk Menegakkan Kembali Pendidikan di Indonesia Meninjau Kembali secara Mendasar Ukuran Keberhasilan dalam Pembangunan Pendidikan. Pada tingkat kebijakan nasional, dan pada tingkat operasional, pembuat kebijakan dan para pelaku, hendaknya berani mempertanyakan kembali ukuran-ukuran yang dipakai untuk menunjukkan bahwa pendidikan kita memang telah mencapai yang hasil-hasil yang diharapkan. Ukuran ini hendaknya secara sadar memasukan faktor-faktor yang lebih kualitatif, dan lebih memperhatikan dampak, di samping keluaran atau output. Apakah makin seringnya perkelahian atau bentrok fisik antara murid sekolah dan bentrok mahasiwa antar kampus, atau luasnya penyebaran pemakain narkoba di sekolah-sekoah atau kampus-kampus bisa memberi indikasi tentang keberhasilan pendidikan? Apakah tingkat pemakaian narkoba di kalangan siswa dan mahasiswa bisa dipakai untuk menunjukkan hasil pendidikan? Apakah makin banyaknya murid sekolah yang menerima penghargaan olimpiade dalam bidang sain saat ini merupakan indikator keberhasilan pendidikan atau pelatihan yang dilakukan secara intensif? Ketepatan dalam menetapkan ukuran keberhasilan ini sangat menentukan metoda atau sistem evalusi hasil-hasil pendidikan. Dari sini lalu akan mudah dilihat apakah Ujian Nasional dalam formatnya yang sekarang akan memajukan pendidikan bangsa atau justru berdampak sebaliknya. Pilihan ukuran keberhasilan yang tepat akan menghindarkan penghamburan keahlian dan tenaga para pelaku pendidikan, khususnya para pengajar yang jumlahnya mendekati tiga juta, selama berpuluh-puluh tahun seperti yang terjadi selama ini. Selama tidak kurang dari 30 puluh tahun, sekitar dua setengah juta guru di seluruh Indonesia bekerja keras dan 135

164 Jangan Memanjat Pohon yang Salah hasilnya adalah generasi baru yang tidak bisa mematuhi rambu lalu lintas dan yang makin tidak toleran terhadap kebhinekaan. Terus Menerus Menggugah Kesadaran: Tidak akan ada Indonesia Sejahtera dan Bermartabat tanpa Pendidikan yang Bermutu. Sampai saat ini masih banyak orang berpegang pada pandangan bahwa kesejahteraan masyarakat Indonesia di masa depan tumpuanaanya adalah sumber daya alam. Pandangan inilah yang menjadi penyebab utama dari kurangnya perhatian dan invesatasi pemerintah Indonesia dalam bidang peningkatan kualitas manusia Indonesia melalui pendidikan dan peningkatan kualitas governance di Indonesia. Selama anggapan seperti ini masih dijadikan acuan dalam pengembangan program pembangunan maka pengembangan pendidikan tidak akan menempati peran sentral, walaupun sudah diamanatkan bahwa anggaran pendidikan harus mencapai 20 persen dari APBN. Sebab itu, usaha keras perlu dilakukan untuk menggugah kesadaran para pembuat kebijakan dan masyarkat luas bahwa tidak akan ada Indonesia sejahtera dan bermartabat sekarang atau di masa depan tanpa pendidikan yang bermutu. Bangsa Indonesia perlu secara sistematik membangun, mengembangkan dan menguatkan kesadaran bahwa sumber daya alam yang tak terbarukan seperti minyak, batubara, tembaga, mas dan bahan galian lainnya suatu hari akan habis. Sumber daya alam ini sudah tidak bisa lagi dijadikan tumpuan untuk menciptakan kesejahteraan. Kalau pada saat itu Indonesia belum berhasil menciptakan tumpuan kesejahteraan baru yang bersumber dari kecerdasan, 136

165 Kebutuhan Mendesak untuk Menegakkan Kembali Pendidikan di Indonesia kredibilitas, kohesivitas, dan semangat kerja masyarakatnya, maka Indonesia akan tetap menjadi salah satu negara yang paling tertinggal di dunia. Dalam keadaan seperti itu, masa depan bangsa kita akan dikendalikan orang atau bangsa lain, atau dengan kata lain kita akan merelakan diri menjadi negara jajahan di era modern. Memang proses penjajahan kini tidak dijalankan dengan kekerasan seperti di masa lalu, namun dilakukan dengan cara-cara yang sangat elegan, seperti membanjiri pasar Indonesia dengan barang-barang baru yang lebih kompetitif, mempengaruhi cara berpikir serta kebijakan-kebijakan pembangunan. Adalah menjadi kewajiban moral generasi sekarang ini untuk mencegah terjadinya keadaan buruk seperti itu. Usaha untuk menyadarkan tentang bahaya besar di masa depan kalau bangsa Indonesia tidak melakukn pembangunan, pengembangan dan perbaikan dalam bidang pendidikan perlu dilakukan terus menerus agar para pembuat kebijakan dan pembuatan keputusan di lembaga-lembaga pemerintahan memahami dan melihat sejelas-jelasnya bahwa pembangunan, pengembangan dan perbaikan pendidikan di Indonesia merupakan hal yang sangat mendesak, tidak bisa ditunda, dan semua pihak atau pelaku yang terkait harus melakukan sesuatu sekarang, bukan nanti. KATA PENUTUP Risalah ini tidak bermaksud untuk menunjukkan bahwa usaha-usaha perbaikan pendidikan yang selama ini sudah dilakukan semuanya sia-sia. Sudah barang tentu, ada hasil yang sudah dicapai. Tulisan ini adalah sebuah ajakan bagi para pembuat kebijakan dan pelaku pendidikan, dan mereka 137

166 Jangan Memanjat Pohon yang Salah yang punya pengaruh untuk mengubah keadaan, untuk mawas diri, untuk melihat apakah usaha-usaha yang telah dilakukan, dana yang sudah dikeluarkan, kerja keras para pelaku selama ini sudah menuju arah yang benar. Kejelasan dan ketepatan arah ini menjadi sangat penting. Kalau hal ini tidak ada maka bukan tidak mungkin sekitar tiga juta guru serta dosen di Indosesia bekerja keras beramai-ramai memanjat pohon yang salah atau doing the wrong things right. Kalau hal itu terjadi, maka sumber daya pendidikan yang sampai saat ini jumlahnya sangat terbatas, bukan dimanfaatkan secara optimal, namun malah dibuang-buang atau disia-siakan. Catatan Akhir [1] Gede Raka, Lanny Hardi, dan Nana Sumpena, Creativity Development for Quality of Life and Quality Environment, Risalah disampaikan pada International Forum for Future Study, di Melbourne, bulan September [2]., Depag, Lembaga Paling Korup, Harian Umum Pikiran Rakyat, 18 Oktober [3]., Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Lembaran Negara Republik Indonesia,

167 Pendidikan Membangun Karakter 6 PENDIDIKAN MEMBANGUN KARAKTER * PENDAHULUAN Sampai saat ini pemerintah Indonesia atau para pembuat kebijakan melakukan berbagai usaha agar bangsa ini bisa keluar dari dampak krisis ekonomi yang menerpa Indonesia pada tahun Negara yang mengalami krisis ekonomi waktu itu tidak hanya Indonesia, namun juga Korea Selatan, Thailand, dan Malaysia. Namun negara-negara tetangga tersebut relatif jauh lebih cepat, atau dalam waktu relatif singkat, berhasil memulihkan keadaan perekonomian mereka. Namun tidak demikian halnya dengan Indonesia. Akhir-akhir ini Presiden dan Wakil Presiden R.I beberapa kali pergi ke luar negeri untuk mempromosikan Indonesia, dan membujuk para pemilik modal atau para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, dengan bermacam-macam janji kemudahan. Namun para investor tak kunjung datang. Mereka lebih suka melirik ke negara-negara lain. Yang lebih memperihatinkan, yang melirik negara tetangga bukan hanya investor asing namun juga investor Indonesia. Mengapa? * Risalah ini disiapkan untuk Majelis Luhur Taman Siswa, dan telah dimuat dalam Majalah Pusara Edisi bulan Nopember

168 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Negara-negara tetangga kita bisa lebih cepat bangkit karena mereka hanya mengalami masalah ekonomi. Masalah perekonomian bisa diatasi dengan kebijakan ekonomi. Namun akar krisis ekonomi Indonesia jauh lebih dalam, yaitu krisis karakter. Krisis ekonomi ini hanyalah salah satu wujud dari krisis karakter yang diderita bangsa Indonesia. Sebab itu krisis ekonomi di Indonesia disertai dengan konflik sosial yang dahsyat, berupa konflik horizontal yang berbau SARA, dan konflik ini berkepanjangan. Hal ini tidak terjadi di Malaysia, atau Thailand, atau di Korea Selatan. Oleh karena itu, penanganan dampak krisis hanya dengan kebijakan ekonomi saja hasilnya akan sangat terbatas dan sementara Indonesia memerlukan perbaikan yang lebih mendasar yaitu perbaikan karakter. Dalam pergaulan dunia yang makin tanpa batas, suatu bangsa yang tanpa karakter, secara potensial memikul risiko sangat besar. Bukan saja bangsa yang bersangkutan akan mengalami krisis ekonomi dan sosial, namun kalau tidak hati-hati, eksistensinya sebagai suatu bangsa bisa berakhir, dan bahkan berakhir secara tragis. Tengoklah beberapa negara di Afrika sekarang ini. Konflik horizontal antar kelompok atau antar suku, atau antar agama, yang makan korban jiwa sangat banyak, praktis telah menggiring negara-negara yang bersangkutan kepinggir jurang kehancuran, walaupun beberapa diantaranya adalah bangsa atau negara yang kaya sumber daya alam. Di samping memperkecil risiko kehancuran, karakter juga menjadi modal yang sangat penting untuk bersaing dan bekerja sama secara tangguh dan terhormat di tengah-tengah bangsa lain. Karakterlah yang membuat bangsa Jepang cepat bangkit sesudah kekalahannya dalam Perang Dunia II dan meraih kembali martabatnya di dunia internasional. 140

169 Pendidikan Membangun Karakter Karakterlah yang membuat bangsa Vietnam tidak bisa ditaklukkan, bahkan mengalahkan dua bangsa yang secara teknologi dan ekonomi jauh lebih maju, yaitu Perancis dan Amerika. Pembangunan kararkterlah yang membuat Korea Selatan sekarang jauh lebih maju dari Indonesia, walaupun pada tahun 1962 keadaan kedua negara secara ekonomi dan teknologi hampir sama. Pembangunan karakterlah yang membuat para pejuang kemerdekaan berhasil menghantar bangsa Indonesia ke gerbang kemerdekaannya. Risalah ini akan menyoroti beberapa keadaan yang menunjukkan krisis karakter yang sedang dialami Indonesia, beberapa penyebab dari krisis tersebut, dan usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam pendidikan, khususnya pendidikan formal agar kontribusinya lebih besar dalam pembangunan karakter. BEBERAPA MANIFESTASI KRISIS KARAKTER DI INDONESIA. Dalam kasus Indonesia, krisis karakter, mengakibatkan bangsa Indonesia kehilangan kemampuan untuk mengerahkan potensi masyarakat guna mencapai cita-cita bersama. Krisis karakter ini seperti penyakit akut yang terus menerus melemahkan jiwa bangsa, sehingga bangsa kita kehilangan kekuatan untuk tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang maju dan bermartabat di tengah-tengah bangsa lain di dunia. Krisis karakter di Indonesia tercermin dalam banyak fenomena sosial ekonomi yang secara umum dampaknya 141

170 Jangan Memanjat Pohon yang Salah menurunkan kualitas kehidupan masyarakat luas. Korupsi, mentalitas peminta-minta, konflik horizontal dengan kekerasan, suka mencari kambing hitam, kesenangan merusak diri sendiri, adalah beberapa ciri masyarakat yang mengalami krisis karakter. Korupsi. Korupsi adalah salah satu bentuk krisis karakter yang dampaknya sangat buruk bagi bangsa Indonesia. Korupsi menjadi penghambat utama kemajuan ekonomi bangsa ini, dan pada gilirannya menjadi sumber dari berkembangnya kemiskinan di Indonesia. Dalam pergaulan internasional, posisi Indonesia sebagai salah satu negara yang terkorup di dunia telah menyebabkan bangsa ini kehilangan martabat di tengah-tengah bangsa lain. Korupsi terjadi karena orangorang kehilangan beberapa karakter baik, terutama sekali kejujuran, pengendalian diri (self regulation), dan tanggung jawab sosial. Kesenangan Merusak Diri Sendiri Di samping korupsi, memudarnya karakter di Indonesia ditunjukkan oleh meningkatnya kesenangan dari sebagian warganya terlibat dalam kegiatan atau aksi aksi yang berdampak merusak atau menghancurkan diri bangsa kita sendiri (act of self distruction). Ketika bangsa-bangsa lain bekerja keras mengerahkan potensi masyarakatnya untuk meningkatkan daya saing negaranya, kita di Indonesia, sebagian dari kita, malah dengan bersemangat memakai energi masyarakat untuk mencabik-cabik diri kita sendiri, dan sebagian besar yang lain terkesan membiarkannya. 142

171 Pendidikan Membangun Karakter Memecahkan perbedaan pendapat atau pandangan dengan menggunakan kekerasan, secara sistematik mengobarkan kebencian untuk memicu konflik horizontal atas dasar SARA, dan menteror bangsa sendiri adalah beberapa bentuk dari kegiatan merusak diri sendiri. Ini terjadi karena makin memudarnya nilai-nilai kemanusiaan yang mencakup semangat dan kesediaan untuk bertumbuh kembang bersama, secara damai, dalam kebhinekaan. Hipokrisi atau Kemunafikan. Di atas telah disampaikan bahwa Indonesia dipandang sebagai salah satu negara dengan tingkat korupsi tertinggi di dunia. Namun, di pihak lain masyarakat Indonesia nampaknya adalah masyarakat yang sangat rajin melakukan kegiatan keagamaan. Bahkan tidak jarang orang Indonesia membanggakan diri sebagai masyarakat yang hidupnya sangat religius, dan sepanjang yang saya ketahui, tindakan korupsi, atau mengambil yang bukan haknya atau mengambil milik orang lain, seperti juga mencuri, dilarang oleh semua agama. Sungguh sebuah keganjilan bahwa masyarakat yang merasa religius namun negaranya penuh korupsi. Lebih memprihantinkan lagi adalah bahwa menurut salah seorang penjabat KPK, lembaga negara yang paling korup adalah Departemen Agama[1]. Apabila pernyataan tersebut didasarkan pada data yang dapat dipercaya, maka hal ini adalah contoh yang paling nyata dari hipokrisi di Indonesia, di samping sekian banyak contoh yang lain. Hipokrisi atau kemunafikan mengandung arti kepura-puraan atau menyuruh atau menasihati orang lain melakukan hal yang baik namun dia sendiri melakukan hal sebaliknya. 143

172 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Mentalitas Makan Siang Gratis. Berkembangnya mentalitas makan siang gratis, adalah fenomena lain yang menunjukkan krisis karakter. Ini adalah sikap mental yang memandang bahwa kemajuan bisa diperoleh secara mudah, tanpa kerja keras, bisa dicapai dengan menandahkan tangan dan dengan menuntut kekiri dan kekanan. Kesenangan Mencari Kambing Hitam Kebiasaan menimpakan kesalahan kepada orang lain, merupakan salah satu karakter yang menghambat kemajuan. Ini bukan kekuatan, namun kelemahan. Di masa lalu kita masih sering mendengar banyak orang menyatakan bahwa sulitnya Indonesia mencapai kemajuan sesudah kemerdekaan adalah akibat ulah penjajah Belanda. Dalam mencari penyebab rusaknya ekonomi Indonesia sekarang kita punya kambing hitam baru, konpirasi Amerika Serikat, IMF, World Bank, dan akibat dominasi golongan minoritas. Seandainya sinyalemen itu benar, sebenarnya ada cara bertanya yang lain: Apa yang salah dengan bangsa kita yang menyebabkan kita beratusratus tahun bisa dijajah oleh Belanda -kerajaan yang sangat kecil dari jumlah penduduk dan luas wilayah; bisa menjadi korban konspirasi Amerika Serikat, IMF dan World Bank, dan kelompok mayoritas belum bisa menguasai sebagaian besar kegiatan ekonomi di Indonesia? Pertanyaan terakhir ini jarang sekali dikemukakan, karena adanya arogansi bahwa kami selalu benar. Akibatnya, bangsa kita kurang bisa belajar dari pengalamannya sendiri, dan kurang mampu berubah ke arah yang lebih baik karena merasa bahwa tak ada yang perlu diperbaiki pada diri kita. 144

173 Pendidikan Membangun Karakter BEBERAPA PENYEBAB KRISIS KARAKTER DI INDONESIA. Terlena oleh Sumber Daya Alam yang Melimpah. Di setiap pikiran orang Indonesia sejak puluhan tahun ditanamkan pandangan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya raya. Sumber daya alamnya melimpah. Hal ini dijadikan salah satu unsur kebanggaan bangsa kita. Memang memiliki sumber daya alam yang melimpah perlu disukuri, namun dipihak lain hal itu juga bisa membawa permasalahan. Masalah pertama, merasa bahwa persediaan sumber daya alam identik dengan kekayaan. Padahal untuk mengubahnya menjadi kekayaan sumber daya alam ini harus diolah melalui proses yang memerlukan kecerdasan manusia. Tanpa diintervensi kecerdasan manusia sumber daya alam tetap tidak punya nilai atau nilainya sangat rendah, bahkan bisa menjadi beban atau sumber malapetaka. Sejarah kita menunjukkan bahwa kepulauan Nusantara menjadi incaran kaum penjajah karena daya tarik sumber daya alamnya. Karena kita kalah cerdas dari kaum penjajah, kita menjadi masyarakat jajahan selama ratusan tahun. Masalah kedua, karena sudah merasa kaya, lalu merasa tidak perlu kerja keras. Hidup itu bisa dinikmati begitu saja. Masalah ketiga, karena merasa sudah punya kekayaan yang melimpah dari sumber daya alam, kita lalu melupakan atau menomor duakan pengembangan sumber kekayaaan yang potensinya jauh lebih besar dan sangat diperlukan dalam sistem ekonomi modern sekarang ini yaitu kualitas manusia dan kualitas masyarakat. Karakter yang kuat di samping kecerdasan adalah kekayaan sebuah bangsa yang selalu bisa diperbaharui dan tidak habis apabila dimanfaatkan. Jadi tanpa disadari Indonesia telah menjadi korban resource curse, di mana kekayan alam 145

174 Jangan Memanjat Pohon yang Salah telah menjadi belenggu daripada menjadi pemicu dan pemacu dalam mencapai kemajuan yang lebih besar. Pembangunan Ekonomi yang Terlalu Bertumpu pada Modal Fisik. Walaupun tidak dinyatakan secara resmi, namun secara tersirat sangat jelas bahwa pembangunan ekonomi selama tiga dekade pada jaman pemerintahan Presiden Suharto adalah pembangunan yang bertumpu pada modal fisik. Seolah-olah Republik ini di masa depan akan bisa berjaya selamanya dengan mengandalkan sumber daya alam dan hutang luar negeri. Seolah-olah minyak, batubara, tembaga, emas, hutan akan bisa kita pakai sebagai tumpuan kesejahteraan bangsa kita untuk selama-lamanya. Di samping itu, ukuran keberhasilan pembangunan yang kita banggakan pun sebagian besar lebih bersifat fisik. Inilah penyebab utama mengapa selama periode tersebut kita mengabaikan pengembangan modal yang bukan bersifat fisik, atau modal yang nirwujud atau modal maya, seperti tingkat kecerdasan bangsa, pembangunan karakter bangsa, yang justru menjadi tumpuan utama kemajuan ekonomi bangsabangsa lain di dunia. Kita nomor duakan atau nomor tigakan pendidikan. Pendidikan, dalam arti luas, yang menjadi media utama dalam meningkatkan kecerdasan bangsa, dan penguatan karakter bangsa, tidak menjadi prioritas utama. 146

175 Pendidikan Membangun Karakter Surutnya Idealisme, Berkembangnya pragmatisme overdoses. Selama tiga dekade, di masa pemerintahan Presiden Soeharto kita hidup di bawah doktrin ekonomi sebagai panglima. Ini dianggap sebagai koreksi terhadap doktrin dari pemerintah sebelumnya yang dianggap mempanglimakan politik. Sebagai konsekuensi logisnya, keberhasilan atau kemajuan cenderung hanya dilihat dari besaran-besaran yang bisa diukur dalam variabel ekonomi, khususnya pertumbuhan ekonomi. Hal-hal yang tidak bisa diukur dalam besaran ekonomi lalu cenderung dianggap tidak penting atau diabaikan. Memang benar pertumbuhan ekonomi itu perlu untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk dan meningkatkan pendapatan per kapita. Namun hal itu hendaknya jangan dicapai dengan mengorbankan hal-hal yang kelihatannya tidak ekonomik, seperti harga diri bangsa, kohesivitas masyarakat dan etika. Kecenderungan yang terlalu mengedepankan keberhasilan ekonomi (jangka pendek) telah membuat sebagian dari masyarakat terperangkap dalam pragmatisme yang berlebihan atau overdoses, dan kemudian terjebak dalam sikap atau perilaku tujuan menghalalkan cara. Idealisme saat itu dianggap tidak penting, bahkan sering menjadi bahan cemoohan. Ini adalah era di mana banyak orang percaya bahwa orang jujur tidak bisa maju secara ekonomik. Kurang Berhasil Belajar dari Pengalaman Bangsa Sendiri. Dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa kita, untuk mencapai kemerdekaan ada perubahan cara berjuang dari berjuang dengan mengandalkan kekuatan atau modal fisik 147

176 Jangan Memanjat Pohon yang Salah menjadi berjuang dengan mengandalkan kekuatan atau modal maya. Beberapa pahlawan Nasional kita, seperti Pattimura, Diponegoro, Teuku Umar, mengangkat senjata, mengobarkan peperangan untuk mengusir penjajah Belanda dari bumi Indonesia. Mereka adalah tokoh-tokoh yang gagah berani yang tidak takut mempertaruhkan nyawanya untuk sebuah cita-cita luhur. Namun demikian, mereka belum berhasil mengalahkan penjajah lewat kekuatan senjata. Generasi berikutnya, Bung Karno, Bung Hatta, dan pejuang seangkatannya memilih memperjuangkan kemerdekaan dengan kekuatan intelektual mereka, dengan membangun modal sosial, dan membangun kredibilitas di dunia internasional. Mereka membangun partai politik, mereka meningkatkan kecerdasan rakyat, membangun kesadaran baru yaitu kesadaran sebagai satu bangsa, mengembangkan visi atau idealisme, membangkitkan kepercayaan diri, menumbuhkan rasa harga diri, membangkitkan semangat, menumbuhkan keberanian dan kerelaan berkorban. Mereka membangun kredibilitas kepemimpinan mereka di mata dunia. Semua hal yang mereka bangun bersifat maya, tidak satupun bersifat fisik. Untuk mengembangkan kemampuan membangun modal maya ini, mereka tidak segan-segan belajar dari pengalaman bangsa lain, dari pemikir dan pejuang besar di dunia. Memang menjelang dan beberapa waktu sesudah proklamasi kemerdekaan ada perjuangan bersenjata. Namun perjuangan bersenjata tersebut adalah bagian dari strategi perjuangan yang lebih besar yang berdasarkan kecerdasan. Uraian ini tidak dimaksudkan untuk mengajak orang-orang kembali ke romantisme masa lalu, namun untuk menyadarkan kita bahwa konsep modal maya bukanlah hal yang sama sekali baru bagi masyarakat kita. Para pejuang 148

177 Pendidikan Membangun Karakter kemerdekaan sudah menerapkan bahkan sebelum istilahnya dikenal, dan pernah berhasil dalam membangun dan memanfaatkannya. KARAKTER DAN PEMBANGUNAN KARAKTER Karakter. Di sini yang dimaksud dengan karakter adalah distinctive trait, distinctive quality, moral strength, the pattern of behavior found in an individual or group [2]. Kamus Besar Bahasa Indonesia belum memasukkan kata karakter, yang ada adalah kata watak yang diartikan sebagai: sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku; budi pekerti; tabiat. Dalam risalah ini, dipakai pengertian yang pertama, dalam arti bahwa karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Jadi, orang berkarakter adalah orang punya kualitas moral (tertentu) yang positif. Dengan demikian, pendidikan membangun karakter, secara implisit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif atau yang baik, bukan yang negatif atau yang buruk. Peterson dan Seligman, dalam buku Character Strength and Virtue [3], mengaitkan secara langsung character strength dengan kebajikan. Character strength dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang membangun kebajikan (virtues). Salah satu kriteria utama dari character strength adalah bahwa karakter tersebut berkontribusi besar dalam 149

178 Jangan Memanjat Pohon yang Salah mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam membangun kehidupan yang baik, yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Dalam kaitannya dengan kebajikan, Peterson dan Seligman mengidentifikasikan 24 jenis karakter. Membangun Karakter. Pendidikan untuk pembangunan karakter pada dasarnya mencakup pengembangan substansi, proses dan suasana atau lingkungan pembelajaran yang menggugah, mendorong dan memudahkan seseorang untuk mengembangkan kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan ini tumbuh dan berkembang dengan didasari oleh kesadaran, keyakinan, kepekaan dan sikap orang yang bersangkutan. Dengan demikian, karakter bersifat inside-out, dalam arti bahwa perilaku yang berkembang menjadi kebiasaan baik ini terjadi karena adanya dorongan dari dalam, bukan karena adanya paksaan dari luar. Ada orang yang menyatakanan bahwa turis Indonesia yang bepergian ke Singapura atau Jepang akan berperilaku tertib di jalan raya atau di tempat-tempat umum, karena aturan yang sangat tegas dan keras di sana. Namun, saat pulang kembali ke Indonesia, mereka kembali pada kebiasaan lama, yaitu liar di jalan raya, tidak peduli tata-krama dan aturan lalu lintas. Jadi, perilaku tertib di Singapura atau Jepang belum menjadi karakter orang-orang yang bersangkutan. Dalam pendidikan karakter, mengetahui apa yang baik saja tidak cukup. Yang sangat penting adalah menyemaikan kebaikan tersebut di hati dan mewujudkannya dalam tindakan, perbuatan dan atau perilaku. Dalam penataran Pedoman Pengamalan dan Penghayatan Pancasila (P4) pada 150

179 Pendidikan Membangun Karakter masa Orde Baru, semua peserta penataran diberitahu dan jadi tahu apa yang baik. Namun dalam kenyataan, banyak mantan peserta penataran yang tidak berperilaku atau bahkan berperilaku bertentangan dengan hal-hal baik yang sudah diketahuinya. Sebab itu, peran substansi pendidikan dalam pengembangan karakter pengaruhnya akan sangat terbatas bahkan akan tidak ada apabila tidak disertai oleh proses dan suasana pendidikan yang mendukung. Proses dan suasana inilah yang akan menggugah kesadaran, menguatkan keyakinan, menumbuhkan sikap yang menjadi dasar dari perilaku yang berkembang menjadi kebiasaan baik dan kemudian karakter. Dalam pendidikan karakter, menunjukkan ketauladan, mengamati dan meniru tokoh panutan serta membangun lingkungan yang mencerminkan kebaikan, akan lebih nyata pengaruhnya daripada memberitahu atau menyuruh seseorang berbuat baik, apalagi kalau yang memberitahu atau menyuruhnya justru melakukan hal-hal yang tidak baik. Membangun keyakinan, dan sikap yang mendasari kebiasaan baik bukan usaha sekali tembak, namun merupakan proses yang berlangsung sedikit demi sedikit secara berkelanjutan. Membangun karakter melalui penataran yang indoktrinatif selama seminggu atau dua minggu atau bahkan sebulan, tidak akan banyak membawa hasil. Jadi, upaya pembangunan karakter melalui pendidikan dengan menjadikannya sebuah proyek, tidak akan ada hasilnya. Pembangunan karakter hendaknya dijalankan sebagai upaya berkelanjutan yang ditanam pada semua susbstansi, proses dan iklim pendidikan. 151

180 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Individu dan Lingkungan. Proses pembangunan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang sering juga disebut faktor bawaan (nature) dan lingkungan (nurture) di mana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Namun demikian perlu diingat, bahwa faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat untuk mempengaruhinya. Hal yang berada dalam pengaruh kita, sebagai individu maupun bagian dari masyarakat, adalah faktor lingkungan. Dengan demikian, dalam usaha pengembangan atau pembangunan karakter pada tataran individu dan masyarakat, fokus perhatian kita adalah pada faktor yang bisa kita pengaruhi, yaitu pada pembentukan lingkungan. Dalam pembentukan lingkungan inilah peran lingkungan pendidikan menjadi sangat penting, bahkan sangat sentral, karena pada dasarnya karakter adalah kualitas pribadi seseorang yang terbentuk melalui proses belajar, baik belajar secara formal maupun informal. Banyaknya aktor atau media yang mempengaruhi pembentukan karakter ini menyebabkan pendidikan untuk pengembangan karakter bukan sebuah usaha yang mudah. Secara normatif, pembentukan atau pengembangan karakter yang baik memerlukan kualitas lingkungan yang baik juga. Dari sekian banyak aktor atau media yang berperan dalam pembentukan karakter, dalam risalah ini akan dilihat peran tiga media yang saya yakini sangat besar pengaruhnya yaitu: keluarga, media masa, lingkungan sosial, dan pendidikan formal. Keluarga. Keluarga adalah komunitas pertama di mana manusia, sejak usia dini, belajar konsep baik dan buruk, 152

181 Pendidikan Membangun Karakter pantas dan tidak pantas, benar dan salah. Dengan kata lain, di keluargalah seseorang, sejak dia sadar lingkungan, belajar tata-nilai atau moral. Karena tata-nilai yang diyakini seseorang akan tercermin dalam karakternya, maka di keluargalah proses pendidikan karakter berawal. Pendidikan di keluarga ini akan menentukan seberapa jauh seorang anak dalam prosesnya menjadi orang yang lebih dewasa, memiliki komitmen terhadap nilai moral tertentu seperti kejujuran, kedermawanan, kesedehanaan, dan menentukan bagaimana dia melihat dunia sekitarnya, seperti memandang orang lain yang tidak sama dengan dia - berbeda status sosial, berbeda suku, berbeda agama, berbeda ras, berbeda latar belakang budaya. Di keluarga juga seseorang mengembangkan konsep awal mengenai keberhasilan dalam hidup ini atau pandangan mengenai apa yang dimaksud dengan hidup yang berhasil, dan wawasan mengenai masa depan. Dari sudut pandang pentingnya keluarga sebagai basis pendidikan karakter, maka tidak salah kalau krisis karakter yang terjadi di Indonesia sekarang ini bisa dilihat sebagai salah satu cerminan gagalnya pendidikan di keluarga. Korupsi misalnya, bisa dilihat sebagai kegagalan pendidikan untuk menanamkan dan menguatkan nilai kejujuran dalam keluarga. Orang tua yang membangun kehidupannya di atas tindakan yang korup, akan sangat sulit menanamkan nilai kejujuran pada anak-anaknya. Mereka mungkin tidak menyuruh anaknya agar menjadi orang yang tidak jujur, namun mereka cenderung tidak akan melihat sikap dan perilaku jujur dalam kehidupan sebagai salah satu nilai yang sangat penting yang harus dipertahankan mati-matian. Ini mungkin bisa dijadikan satu penjelasan mengapa korupsi di Indonesia mengalami alih generasi. Ada pewarisan sikap permisif terhadap korupsi dari satu generasi ke generasi berikutnya. 153

182 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Media Massa. Dalam era kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi sekarang ini, salah satu faktor yang berpengaruh sangat besar dalam pembangunan karakter atau sebaliknya juga perusakan karakter masyarakat atau bangsa adalah media massa, khususnya media elektronik, dengan pelaku utamanya adalah televisi. Sebenarnya besarnya peran media, khususnya media cetak dan radio, dalam pembangunan karakter bangsa telah dibuktikan secara nyata oleh para pejuang kemerdekaan. Bung Karno, Bung Hattta, Ki Hajar Dewantoro, melakukan pendidikan bangsa untuk menguatkan karakter bangsa melalui tulisan-tulisan di surat kabar waktu itu. Bung Karno dan Bung Tomo mengobarkan semangat perjuangan, keberanian dan persatuan melalui radio. Mereka, dalam keterbatasannya, memanfaatkan secara cerdas dan arif teknologi yang ada pada saat itu untuk membangun karakter bangsa, terutama sekali: kepercayaan diri bangsa, keberanian, kesediaaan berkorban, dan rasa persatuan. Sayangnya kecerdasan dan kearifan yang telah ditunjukkan generasi pejuang kemerdekaan dalam memanfaatkan media massa untuk kepentingan bangsa makin sulit kita temukan sekarang. Media massa sekarang memakai teknologi yang makin lama makin canggih. Namun tanpa kecerdasan dan kearifan, media massa yang didukung teknologi canggih tersebut justru akan melemahkan atau merusak karakter bangsa. Saya tidak ragu mengatakan, media elektronik di Indonesia, khususnya televisi, sekarang ini kontribusinya nihil dalam pembangunan karakter bangsa. Saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa tidak ada program televisi yang baik. Namun sebagian besar program televisi justru lebih menonjolkan karakter buruk daripada karakter baik. Sering kali pengaruh lingkungan keluarga yang baik justru dirusak oleh siaran media televisi. Di keluarga, anak-anak dididik 154

183 Pendidikan Membangun Karakter untuk menghindari kekerasan, namun acara TV justru penuh dengan adegan kekerasan. Di rumah, anak-anak dididik untuk hidup sederhana, namun acara sinetron di televisi Indonesia justru memamerkan kemewahan. Di rumah anakanak dididik untuk hidup jujur, namun tayangan di televisi Indonesia justru secara tidak langsung menunjukkan kepahlawanan tokoh-tokoh yang justru di mata publik di anggap kaisar atau pangeran-pangeran koruptor. Para guru agama mengajarkan bahwa membicarakan keburukan orang lain dan bergosip itu tidak baik, namun acara televisi, khususnya infotainment, penuh dengan gosip. Bapak dan ibu guru di sekolah mendidik para murid untuk berperilaku santun, namun suasana sekolah di sinetron Indonesia banyak menonjolkan perilaku yang justru tidak santun dan melecehkan guru. Secara umum, banyak tayangan di televisi Indonesia, justru membongkar anjuran berperilaku baik yang ditanamkan di rumah oleh orang tua dan oleh para guru di sekolah. Pendidikan Formal. Pendidikan formal, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, diharapkan berperan besar dalam pembangunan karakter. Lembaga-lembaga pendidikan formal diharapkan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun demikian pengalaman Indonesia selama empat dekade terakhir ini menunjukkan bahwa sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dengan cara-cara pendidikan yang dilakukannya sekarang belum banyak berkontribusi dalam hal ini. Di atas telah diuraikan, kecenderungan lembaga pendidikan formal yang merosot hanya menjadi lembaga-lembaga pelatihan adalah salah satu sumber penyebabnya. Pelatihan memusatkan perhatian pada pengembangan keterampilan dan pengalihan pengetahuan. Sedangkan pendidikan mencakup bahkan 155

184 Jangan Memanjat Pohon yang Salah mengutamakan pengembangan jati diri atau karakter, tidak terbatas hanya pada pengalihan pengetahuan atau mengajarkan keterampilan. Harus diakui bahwa pendidikan formal di sekolah-sekolah di Indonesia, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, secara umum menghabiskan bagian terbesar waktunya untuk melakukan pelatihan daripada pendidikan. Kegiatan pendidikan telah tereduksi menjadi kegiatan mengisi otak para siswa sebanyak-banyaknya, dan kurang perhatian pada perkembangan hati mereka. Keberhasilan seorang guru diukur dari kecepatannya mengisi otak para siswanya. Sekolah menjadi pabrik untuk menghasilkan orang-orang yang terlatih, namun belum tentu terdidik. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa secara praktek pendidikan sama sekali terpisah dari pelatihan. Dalam pendidikan dikembangkan juga berbagai keterampilan. Namun pengembangan keterampilan saja tidak dengan sendirinya berarti pendidikan, walaupun hal itu dilakukan pada lembaga yang secara resmi diberi nama lembaga pendidikan, seperti universitas, institut teknologi, dan yang lainnya. Di pihak lain, seorang pelatih yang bermutu dapat dengan cerdas memakai kegiatan pelatihan menjadi kendaraan efektif untuk pendidikan. Pelatih sepak bola dapat memakai kegiatan pelatihan untuk menumbuhkan dan menguatkan sikap sportif, gigih, kerjasama tim, kesediaan berbagi, berlapang dada dalam kekalahan, dan rendah hati dalam kemenangan. Masalah kita sekarang, tanpa disadari sudah terjadi degradasi proses-proses dan program-program yang dimaksudkan untuk pendidikan menjadi proses dan program pelatihan. Di pihak lain belum nampak tanda-tanda kegiatan pelatihan 156

185 Pendidikan Membangun Karakter dimanfaatkan secara optimal sebagai wahana untuk pendidikan. BEBERAPA PERSYARATAN UNTUK PENINGKATAN KONTRIBUSI PENDIDIKAN FORMAL DALAM PEMBANGUN KARAKTER Perubahan Model Mental Pembangunan Indonesia. Ketiadaan atau kurangnya dana selama ini telah dijadikan alasan klasik dari sumber kesulitan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Saya berpendapat bahwa rendahnya anggaran untuk pendidikan di Indonesia selama lebih dari tiga dekade, kurangnya perhatian terhadap perbaikan mutu dan kesejahteraan guru adalah akibat dari suatu keadaan yang lebih mendasar. Anggaran pendidikan bukanlah akar masalah pendidikan. Akarnya terletak pada model-mental pembangunan yang dipegang selama ini. Secara singkat model-mental adalah internal picture of the world [2]. Istilah model mental mengacu pada dua hal, yaitu peta tentang dunia atau realitas, yang bersifat semi permanen, yang ada pada ingatan jangka panjang seseorang, dan persepsi jangka pendek yang dikembangkan oleh seseorang sebagai bagian dari proses penalaran sehari-hari[3]. Model-mental ini bisa berbentuk kerangka teori, asumsi, atau persepsi. Kapitalisme dan komunisme adalah dua modelmental yang sangat berbeda (bahkan antagonistik) mengenai kesejahteraan manusia. Demikian model-mentalnya berbeda maka kebijakan yang dikeluarkanpun akan sangat berbeda, termasuk kebijakan pengalokasian anggaran. 157

186 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Selama ini, cara pandang atau model-mental yang diterapkan memperlakukan pengembangan kualitas manusia dan masyarakat hanya sebagai salah satu sektor pembangunan saja. Model-mental pembangunan yang diperlukan adalah model mental yang memposisikan pengembangan kualitas manusia dan masyarakat sebagai inti atau poros penggerak, atau penghela dan pendorong utama dari kemajuan bangsa ini di masa depan. Dalam cara pandang seperti ini pembangunan industri berarti membangun masyarakat industri dalam arti masyarakat yang cerdas menciptakan dan memanfaatkan teknologi, produktif, sedia bekerja keras, bukan hanya membangun pabrik-pabrik yang bersifat pembangunan fisik. Demikian juga pembanguan pariwisata berarti usaha membangun masyarakat yang kreatif, punya jati diri budaya, punya kebiasaan hidup bersih, terbuka, dan bisa menjadi pelaku utama dan memanfaatkan peluang dari kemajuan pariwisata dunia, bukan hanya pembanguan hotelhotel dan menjadikan masyarakat hanya sebagai obyek wisata. Model mental pembangunan yang berpusat pada kualitas manusia inilah yang menjadi dasar kebijakan yang menyebabkan negara-negara seperti Malaysia dan Korean mengalokasikan anggaran untuk investasi besar-besaran dalam peningkatan kualitas manusia melalui pendidikan. Dengan cara pandang baru ini, maka manusia dan masyarakat bukan hanya sumber daya yang diperlakukan seperti sumber daya lainnya, namun manusia adalah insan yang utuh, subyek pembangunan (bukan obyek pembangunan), dan masyarakat adalah komunitas-insani. Dalam cara pandang ini, pendidikan tidak hanya mengembangkan kompetensi, namun yang tidak kalah pentingnya adalah mengembangkan hal-hal yang melampaui kompetensi seperti karakter, cita-cita, semangat, dan kepekaan nurani. Pada masyarakat yang sedang dalam proses transisi seperti di Indonesia sekarang ini, masih banyak 158

187 Pendidikan Membangun Karakter masalah yang dihadapi dalam penegakaan hukum dan keadilan; sistem-sistem pemerintahaan belum dikembangkan dengan baik, aturan main dalam bisnis masih harus ditata. Dalam keadaan seperti itu, peran karakter sangat penting. Lubang-lubang untuk korupsi dan perbuatan yang merugikan masyarakat lainnya masih sangat banyak. Sebab itu negara memerlukan masyarakat yang anggotanya punya karakter kuat dan baik. Anggota masyarakat seperti ini akan tidak mudah tergoda untuk mencari atau memanfaatkan kelemahan dalam sistem-sistem yang ada untuk melakukan hal-hal yang merugikan masyarakat. Perubahan dalam Ukuran Keberhasilan Pendidikan. Agar pendidikan formal lebih besar perannya dalam pengembangan karakter maka ukuran keberhasilan dalam melaksanakan dan membangun pendidikan haruslah memasukan dimensi karakter didalamnya. Sekarang ini ukuran keberhasilan yang diterjemahkan dalam evaluasi hasil pendidikan boleh dikatakan hanya menyertakan unsur-unsur kompetensi tertentu saja. Ujian Nasional yang berlaku sekarang ini, secara implisit diartikan bahwa keberhasilan pendidikan pada tingkat sekolah menengah atas hanya ditentukan oleh nilai dalam tiga mata pelajaran saja, yaitu nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Hal yang serupa terjadi juga di banyak perguruan tinggi. Pimpinan dan para staf akademik sebuah perguruan tinggi terkemuka mengeluh bahwa lulusannya sangat kurang dalam soft skill, seperti kurang bisa bekerja-sama dalam tim, kurang empati, sangat egosentris, cenderung arogan, dan mau menang sendiri. Keluhan ini sebenarnya tidak perlu dikemukakan, karena di perguruan tinggi ini ukuran 159

188 Jangan Memanjat Pohon yang Salah keberhasilan adalah selesai tepat waktu dan IP yang tinggi. Ini tidak berarti bahwa selesai tepat waktu dan IP yang tinggi itu tidak perlu, kedua hal tersebut memang perlu. Namun, apabila hanya kriteria itu yang dipentingkan, maka jangan heran bahwa lulusannya kurang bisa bergaul, banyak yang tidak jujur, atau menjadi pengusaha yang tanpa tanggung jawab sosial. Di pihak lain, ada perguruan tinggi yang pada waktu wisuda memberikan piagam penghargaan kepada mahasiswa yang prestasi akademiknya tinggi, dan juga kepada para mahasiswa yang prestasinya dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat sangat baik. Cara penghargaan seperti ini secara langsung menyampaikan pesan kepada para mahasiswa bahwa pintar secara akademik itu penting, namun juga tidak kalah pentingnya adalah berkontribusi untuk kesejahteraan orang banyak. Selama dimensi karakter tidak menjadi bagian dari kriteria keberhasilan dalam pendidikan, selama itu pendidikan tidak akan berkontribusi banyak dalam pembangunan karakter. Perubahan Cara Pandang Mengenai Sekolah: Sekolah Adalah Sebuah Komunitas, Bukan Mesin atau Pabrik. Disadari atau tidak, banyak pihak memandang atau memperlakukan sekolah sebagai sebuah pabrik. Para murid dipandang sebagai bahan baku atau input yang diolah dalam sebuah proses yang dilakukan oleh mesin-mesin yang bernama guru atau dosen yang bekerja menurut sebuah program produksi yang namanya kurikulum. Dalam konsep pabrik, bahan baku tak punya hak untuk menentukan. Mereka ditentukan. Dosen atau pimpinan akademik bahkan menentukan seorang mahasiswa sebaiknya masuk ke jurusan atau program studi mana. Pandangan sekolah atau perguruan tinggi sebagai mesin ini tidak akan banyak berkontribusi 160

189 Pendidikan Membangun Karakter dalam pembangunan karakter, karena cara pandang seperti ini membendakan manusia. Untuk berperan dalam pembangunan karakter, sekolah atau perguruan tinggi hendaknya dilihat sebagai komunitas insani, di mana siswa/mahasiswa, guru atau dosen, semuanya adalah anggota komunitas yang punya tanggung jawab. Anggota komunitas adalah orang yang punya hak untuk memilih dan bertanggung jawab atas konsekuensi dari pilihannya. Di sini, siswa atau mahasiswa tidak diperlakukan sebagai sederet gelas kosong untuk diisi dengan cara yang seragam, namun diperlakukan sebagai individu yang memiliki potensi keunggulan yang beragam. Komunitas akan menjadi persemaian agar keunggulan ini mekar dan tumbuh subur. Dalam sebuah komunitas, kualitas dan intensitas interaksi diantara anggota komunitas sangat penting. Di samping itu, sebuah komunitas punya tata-nilai yang wajib dijadikan pedoman oleh semua anggota komunitas. Pada sebuah komunitas, para anggotanya belajar membedakan yang baik dari yang tidak baik, yang pantas dari yang tidak pantas. Dalam sebuah komunitas orang belajar norma-norma sosial, yang dapat menjadi salah satu sumber dalam pembentukan karakter. Guru dan Kepala Lembaga Pendidikan sebagai Pemimpin Transformasional. Pendidikan formal di sekolah atau perguruan tinggi tidak akan banyak berkontribusi pada pembangunan karakter apabila kepala lembaga pendidikan hanya melihat perannya dan melakukan tugas sebagai administrator, dan guru atau pengajar hanya melihat peran dan melakukan tugasnya hanya sebagai pengalih pengetahuan. Pendidikan untuk 161

190 Jangan Memanjat Pohon yang Salah pembangunan karakter memerlukan pimpinan lembaga pendidikan dan pengajar yang juga berperan sebagai pemimpin transformasional, dan sebagai pembangun komunitas. Sebagai pemimpin transformasional, kepala lembaga pendidikan dan pengajar mengembangkan substansi, proses dan suasana pembelajaran yang mencerahkan, menumbuhkan inspirasi, mengembangkan kepercayaan diri, menunjukkan kepedulian, dan menggugah siswa atau mahasiswa untuk merumuskan atau menetapkan prinsip dan cita-cita hidup mereka masing-masing. Para pengajar mendorong para siswa atau mahasiswa untuk mengidentifikasikan atau memikirkan hal-hal yang berarti atau bermakna dalam kehidupan mereka. Sebagai pembangun komunitas, kepala lembaga pendidikan dan pengajar berperan sebagai perekat, sebagai fasilitator, dalam meningkatkan kualitas dan intensitas interaksi diantara sesama anggota komunitas. Mereka perlu memberi perhatian pada pengembangan suasana atau iklim belajar yang mendorong dan memudahkan para siswa atau mahasiswa memunculkan potensi terbaik yang mereka miliki. Menjadikan Semua Mata Pelajaran Sebagai Wahana Untuk Pengembangan Karakter. Pendidikan untuk pembangunan karakter hendaknya tidak diartikan sebagai membuat satu mata pelajaran baru dengan nama pembangunan karakter. Pada dasarnya semua mata pelajaran yang diajarkan dapat dipakai wahana untuk mengembangkan karakter. Semua pelajaran dapat dimanfaatkan untuk menggugah, untuk memberi inspirasi, 162

191 Pendidikan Membangun Karakter dan membuka kesempatan pada siswa dan para mahasiswa untuk meningkatkan kepercayaan diri, kegigihan, kejujuran, kedermawanan, optimisme dan karakter baik lainnya. Apabila dalam sebuah mata pelajaran, seorang siswa atau mahasiswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan pendapatnya atau hasil observasi, atau hasil percobaannya di depan kelas, maka hal itu akan meningkatkan kepercayaan diri siswa atau mahasiswa yang bersangkutan. Apabila siswa atau mahasiswa bekerja dalam kelompok, mereka akan punya kesempatan untuk mengembangkan kebiasaan berbagi atau belajar toleran terhadap keanekaragaman. Suasana Pembelajaran yang Apresiatif. Suasana pendidikan di Indonesia sangat miskin apresiasi. Para pengajar sulit sekali menghargai atau memberi apresiasi terhadap keberhasilan atau kemajuan yang dicapai oleh para siswa atau mahasiswa. Para pengajar biasanya diam saja atau tidak mengatakan apa-apa apabila ada siswa atau mahasiswanya melakukan hal-hal yang baik. Mereka lebih suka melihat atau menyoroti atau mengomentari kekurangan yang ada pada seorang siswa atau mahasiswa. Secara umum, para pengajar lebih suka memberi umpan balik negatif daripada umpan balik positif, atau lebih suka menghukum daripada menghargai. Pengembangan suasana apresiatif justru memilih cara pendekatan sebaliknya. Pendekatan apresiatif didasarkan atas pandangan bahwa karakter atau kebiasaan baik lebih mudah dan cepat dikembangkan dengan mengapresiasi kebajikan dan kekuatan yang ada pada seseorang, bukan dengan menyoroti keburukannya atau kelemahannya. Pendekatan ini tidak hanya mencari hal-hal baik atau keberhasilan yang 163

192 Jangan Memanjat Pohon yang Salah menonjol atau spektakuler, namun memperhatikan kebaikan atau kekuatan atau keberhasilan sekecil apapun yang dimiliki atau telah dilakukan oleh seseorang dan mengapresiasinya. Beberapa penelitian di Institut Teknologi Bandung menunjukkan bahwa lingkungan yang apresiatif menguatkan rasa-mampu (self efficacy) atau rasa percaya diri [4], dan menguatkan perilaku inovatif pada seseorang [5]. Bagaimana dengan kelemahan atau kebiasaan buruk yang ada pada seseorang? Apakah akan dibiarkan? Pendekatan ini meyakini bahwa kalau kebiasaan baik pada seseorang berkembang, kebiasaan buruknya akan berkurang. Ini adalah bagian dari strategi pembangunan karakter dengan bertumpu pada kekuatan dan kebajikan. Lingkungan yang Menyediakan Ruang Luas untuk Melakukan Eksperimen dan Melakukan Eksplorasi. Di samping suasana yang apresiatif, perlu dikembangkan lingkungan yang memberi ruang yang luas bagi siswa atau mahasiswa bereksperimen dengan dirinya dan melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya, khususnya lingkungan sosialnya. Untuk itu, kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler yang dirancang dan dilaksanakan oleh para siswa atau mahasiswa menjadi sangat penting artinya. Kegiatan seperti ini bisa diorganisasikan dalam OSIS, Himpunan Jurusan, Dewan Mahasiswa (dimasa lalu), Kabinet Mahasiswa, dan Unit-unit Aktivitas yang menjadi tempat bagi para siswa dan mahasiswa yang punya minat yang sama dalam bidang kesenian, olahraga, pendidikan, kewirausahaan dan yang lainnya untuk menyalurkan bakat atau minatnya melalui kegiatan yang terorganisasi. 164

193 Pendidikan Membangun Karakter Organisasi yang sifatnya ekstrakurikuler seperti ini adalah ranah yang sangat baik bagi para siswa atau mahasiswa untuk belajar mengambil tanggung jawab dalam mendidik dirinya sendiri dan saling mendidik diantara rekan sejawat. Ini adalah komunitas di mana seorang siswa atau mahasiswa menjalankan agenda pendidikan dirinya sendiri. Menurut pendapat penulis, hasil utamanya bukan hanya siswa atau mahasiswa yang lebih terampil pada bidang yang ditekuninya dalam olahraga, kesenian, atau bidang-bidang lain, namun mereka menjadi lebih matang. Dengan terlibat aktif dalam kegiatan kesiswaan atau kemahasiswaan, seorang siswa atau mahasiswa belajar mengemukakan gagasannya, belajar melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang, belajar meyakinkan orang lain, belajar memimpin orang lain, belajar memimpin diri sendiri, belajar menjadi pengikut orang lain, belajar menghargai orang lain, belajar berbagi, belajar berkontribusi, belajar menghargai perbedaan, belajar berempati, belajar memegang nilai-nilai atau prinsip-prinsip hidup, belajar membuat rencana, belajar melaksanakan rencana yang sudah dibuat, belajar mengakui kelebihan orang lain, belajar mengakui kekurangan diri sendiri, belajar menjadi pemenang yang rendah hati, belajar menerima kekalahan dengan lapang dada, belajar bersikap sportif. Secara singkat, seorang siswa atau mahasiswa dapat memanfaatkan organisasi kesiswaan atau kemahasiswaan untuk tempat pengembangan kematangan sosial. Ini adalah tempat yang dapat dipakai untuk mengasah diri dalam mengembangkan cita-cita hidup, karakter dan kecakapan sosial. Dalam unit-unit kegiatan dan organisasi kesiswaan atau kemahasiswaan, seorang siswa atau mahasiswa bisa memperoleh hal-hal yang tidak diperolehnya di dalam kelas dan pengalaman menjadi aktivis dalam organisasi ekstrakurikuler sering dirasakan menjadi salah satu faktor 165

194 Jangan Memanjat Pohon yang Salah yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan seseorang sesudah menyelesaikan studinya. Investasi Besar-besaraan Pada Peningkatan Mutu Guru. Tidak ada pendidikan yang bermutu tanpa guru yang bermutu. Guru di sini mencakup guru pada semua jenjang pendidikan, dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. Mengharapkan perbaikan mutu pendidikan tanpa perbaikan mutu guru adalah sebuah ilusi. Sayangnya, selama tiga dekade terakhir ini, para guru adalah kelompok warga negara yang paling tidak menikmati hasil-hasil pertumbuhan ekonomi (baik dari manfaat sosial maupun manfaat ekonomik), dibandingkan dengan kelompok profesi lainnya. Dari pengalaman bekerja sama dan berinteraksi dengan ribuan orang guru dan kepala sekolah selama 12 tahun terakhir ini saya berani menyatakan bahwa secara umum para guru dan kepala sekolah pada tingkat SMA dan SMP, bekal mereka sangat tidak mencukupi dalam hampir semua bidang yang diperlukan untuk menjadi seorang pendidik yang baik di awal abad 21 ini. Sekarang ini, guru-guru dan kepala sekolah kita masih merupakan kelompok masyarakat yang terisolasi dari perkembangan pengetahuan, metoda serta paradigma pendidikan yang baru. Hal ini terjadi bukan karena kemauan mereka, namun merupakan akibat dari cara negara kita menangani pendidikan selama ini. Perbaikan mutu ini tidak ada hubungannya dengan sertifikasi guru. Rendahnya gaji para guru dibandingkan dengan profesi lain di Indonesia telah menyebabkan kurangnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru dan menjadikan profesi guru sebagai pilihan terakhir bagi banyak orang atau pemuda yang masuk ke perguruan tinggi. Pendidikan guru kalah 166

195 Pendidikan Membangun Karakter bersaing dalam menarik calon mahasiswa yang berpotensi tinggi. Semua ini menjadi downward spiral dalam mutu guru di Indonesia. Di pihak lain, ketika pemerintah dan masyarakat memberi hanya sedikit kepada para guru, pemerintah dan masyarakat menuntut sangat banyak dan tuntutannya makin meningkat, khususnya dalam hal mutu pendidikan. Kalau ada pihak yang tidak puas dengan mutu pendidikan, sering sekali yang dijadikan kambing hitam adalah para guru. Kalau bangsa Indonesia ingin melakukan turn around dalam bidang pendidikan, maka negara ini perlu segera mulai melakukan investasi besar-besaran dalam peningkatan mutu guru. Posisi guru hendaknya dikembalikan sebagai ujung tombak dan pelaku utama dalam peningkatan mutu pendidikan, bukan diperlakukan sebagai pelengkap penderita. Para guru hendaknya dibebaskan dari sistem dan suasana birokratik serta suasana feodalistik di lembagalembaga dan dinas-dinas pendidikan yang mengekang mereka untuk mengeluarkan potensinya yang terbaik. Kesejahteraan guru memang issue besar, namun peningkatan kesejahteraan hendaknya dijadikan bagian yang tidak terpisahkan dari peningkatan mutu guru. PENDIDIKAN UNTUK MEMBANGUN KARAKTER: MULAI DARI MANA? Mulai dengan yang Paling Dibutuhkan Pembangunan karakter tidak hanya untuk sebuah idealisme namun hal ini juga hendaknya memiliki makna nyata dalam 167

196 Jangan Memanjat Pohon yang Salah membangun kesejahteraan hidup masyarakat. Sebab itu, pembangunan karakter pada tataran individu dan tataran masyarakat luas perlu bersifat kontekstual. Artinya, untuk Indonesia, karakter utama apa saja yang perlu dikuatkan agar bangsa Indonesia lebih mampu secepat mungkin meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Paterson dan Seligman, mengidentifikasikan 24 jenis karakter yang baik atau kuat (character strength). Karakter-karakter ini diakui sangat penting artinya dalam berbagai agama dan budaya di dunia. Dari berbagai jenis karakter, untuk Indonesia ada lima jenis karakter yang sangat penting dan sangat mendesak dibangun dan dikuatkan sekarang ini yaitu: kejujuran, kepercayaan diri, apresiasi terhadap kebhinekaan, semangat belajar, dan semangat kerja. Karakter ini sangat diperlukan sebagai modal dasar untuk memecahkan masalah besar yang menjadi akar dari kemunduran bangsa Indonesia selama ini yaitu korupsi, konflik horizontal yang berkepanjangan, perasaan sebagai bangsa kelas dua, semangat kerja dan semangat belajar yang rendah. Lima jenis karakter ini hendaknya menjadi tema pengembangan karakter pada tataran nasional, tidak hanya pada tataran individual. Artinya, seluruh substansi, proses, dan iklim pendidikan di Indonesia, secara langsung atau tidak langsung hendaknya menyampaikan pesan yang jelas kepada setiap warga negara, apapun latar belakang suku, agama, ras dan golongan mereka, bahwa tidak ada bangsa Indonesia yang sejahtera, berkeadilan dan bermartabat di masa depan tanpa kemampuan untuk bersatu dan maju bersama dalam kebhinekaan, tanpa kejujuran, tanpa kepercayaan diri, tanpa belajar dan tanpa kerja keras. Dari lima karakter tersebut tidak ada yang sangat spesifik Indonesia, karena bangsa-bangsa lainpun mencapai kemajuan lewat usaha yang sungguhsungguh untuk membangun negara yang relatif bersih dari 168

197 Pendidikan Membangun Karakter korupsi, belajar memanfaatkan kebhinekaan sebagai kekuatan, belajar memecahkan konflik secara damai, terbuka untuk belajar dari mana saja, dan kerja keras. Masalahnya adalah bahwa Indonesia, dalam perjalanan sejarahnya selama setengah abad terakhir ini telah mengalami kemerosotan yang luar biasa dalam lima karakter yang paling dasar yang diperlukan untuk menghela kemajuan dan kemakmuran bangsa. 1. Membangun dan Menguatkan Kesadaran mengenai akan Habis dan Rusaknya Sumber Daya Alam Indonesia. Sumber daya alam kini sudah tidak bisa lagi dijadikan tumpuan untuk menciptakan kesejahteraan. Kalau Indonesia belum berhasil menciptakan tumpuan kesejahteraan baru yang bersumber pada kecerdasan, kredibilitas, kohesivitas, dan semangat kerja masyarakatnya, maka Indonesia akan tetap menjadi salah satu negara yang paling tertinggal di dunia. Dalam keadaan seperti itu, masa depan bangsa kita akan dikendalikan orang atau bangsa lain, atau dengan kata lain kita akan merelakan diri menjadi negara jajahan di era modern. Memang proses penjajahan kini tidak dijalankan dengan kekerasan seperti di masa lalu, namun dilakukan dengan cara-cara yang sangat elegan, seperti membanjiri pasar Indonesia dengan barang-barang baru yang lebih kompetitif, mempengaruhi cara berpikir serta kebijakan-kebijakan pembangunan. Adalah menjadi kewajiban moral generasi sekarang ini untuk mencegah terjadinya keadaan buruk seperti itu. Kesadaran di atas perlu dibangun dan diperkuat pada setiap warga masyarakat, pada anak-anak, pada pemuda, pada 169

198 Jangan Memanjat Pohon yang Salah orang tua, di semua daerah, di semua sektor kehidupan. Membangun kesadaran baru ini adalah langkah utama dalam upaya bangsa ini untuk mendidik dirinya sendiri, mengembangkan semangat belajar, dan semangat kerja. Ini menjadi tugas setiap orang, apapun peran dia: orang tua, guru, jurnalis, pejabat negara, politisi, pegawai pemerintah, aktivis LSM, pengusaha, pekerja swasta, rohaniwan. 2. Membangun dan Menguatkan Kesadaran serta Keyakinan Bahwa Tidak Ada Keberhasilan Sejati di Luar Kebajikan. Pada banyak orang di Indonesia sekarang ini berkembang pandangan bahwa kejujuran akan menjadi penghambat dalam mencapai keberhasilan usaha atau pengembangan karir. Pandangan ini banyak dianut di lingkungan orang-orang yang bekerja di lingkungan birokrasi pemerintah dan perusahaan yang banyak mendapat proyek dari pemerintah. Pandangan seperti ini nampaknya didasarkan pada pengamatan tentang adanya orang-orang yang dikenal jujur lalu tidak dipakai di kalangan birokrasi dan banyak media menampilkan tokoh yang disebut berhasil namun di mata publik tokoh tersebut dianggap berbisnis dengan tidak mengindahkan etika dan memanfaatkan koneksinya dengan para pemegang kekuasaan. Dalam menjalankan fungsinya untuk membangun karakter, tugas besar pendidikan di Indonesia adalah membongkar pandangan seperti ini. Pendidikan di Indonesia dengan cara-cara yang kreatif hendaknya dapat membangun kesadaran dan keyakinan pada guru dan siswa atau mahasiswa bahwa dalam kehidupan ini tidak ada keberhasilan sejati di luar kebajikan; bahwa kehidupan yang membawa rahmat bagi masyarakat luas adalah kehidupan yang dibangun dengan kebajikan, dan salah satu dari kebajikan tersebut adalah kejujuran. Proses dan lingkungan 170

199 Pendidikan Membangun Karakter pendidikan hendaklah dapat menumbuhkan dan menguatkan kesadaran dan keyakinan bahwa tidak ada cara yang benar untuk melakukan hal yang salah (there is no right way to do the wrong things); bahwa keberhasilan seseorang tidak sematamata ditentukan oleh apa yang dia capai, tetapi juga oleh caracara mencapainya. Pendidikan hendaknya dapat menjauhkan masyarakat Indonesia dari sikap tujuan menghalalkan cara. 3. Membangun Kesadaran dan Keyakinan bahwa Kebhinekaan Sebagai Hal yang Kodrati dan Sumber Kemajuan. Hanya sedikit sekali bangsa di dunia yang dianugrahi kebhinekaan seperti Indonesia. Indonesia sangat bhineka dari berbagai aspek: flora, fauna, suku, adat istiadat, bahasa, agama dan sistem kepercayaan. Kebhinekaan dalam kehidupan di bumi ini adalah hal yang kodrati. Kebhinekaan secara biologis telah menjadi sumber kekuatan. Bibit-bibit unggul atau generasi baru yang lebih baik, lahir dari persilangan beraneka jenis species atau varietas. Persilangan dari varietas yang sama tidak akan membawa keunggulan, bahkan akan mewariskan kelemahan. Kehidupan di dunia ini tidak akan berlangsung lama apabila tidak ada kebhinekaan, atau apabila hanya ada sejenis tumbuhan, atau sejenis hewan, sejenis manusia, dan semuanya berfikir dengan cara yang sama. Dalam pendidikan formal ini berarti, substansi, sistem, dan lingkungan pendidikan perlu secara sistematik mencegah tumbuhnya arogansi sosial yang didasari keyakinan agama, suku, atau golongan atau ras, mencegah berkembangnya eksklusifisme, kecenderungan bersikap diskriminatif dan pada saat yang sama menganjurkan berkembangnya 171

200 Jangan Memanjat Pohon yang Salah inklusivisme. Pendidikan hendaknya memberikan perhatian yang lebih besar pada upaya menemukan kesamaan di tengah-tengah perbedaan, bukan sebaliknya justru hanya membesar-besarkan perbedaan dan mengabaikan kesamaan. 4. Membangun Kesadaran dan Menguatkan Keyakinan Bahwa Tidak Ada Martabat yang Dapat Dibangun dengan Menadahkan Tangan. Berpuluh-puluh tahun Indonesia menyandarkan pembangunan ekonominya pada hutang luar negeri. Setiap tahun, selama lebih dari 30 tahun pejabat tinggi republik ini berramai-ramai pergi ke luar negeri untuk minta kerelaan para pemilik dana untuk bersedia meminjamkan uangnya kepada Indonesia; pinjaman ini dibungkus dengan nama bantuan kepada Indonesia. Hal yang mengganggu bukanlah hutangnya, namun sikap sebagian dari pejabat Indonesia ketika mendapatkan hutang. Di media massa, selama bertahun-tahun ditimbulkan kesan bahwa misi para pejabat ini makin berhasil apabila pinjamannya makin besar. Para pembesar lebih bangga kalau dapat hutang lebih besar. Karena pesan seperti ini terus menerus disampaikan melalui media massa dan diikuti atau didengarkan oleh masyarakat luas, lama-kelamaan terjadi anggapan bahwa menadahkan tangan itu normal, bahkan membanggakan. Pendidikan untuk membangun karakter bangsa harus mengikis pandangan seperti ini. Substansi, proses dan lingkungan pendidikan hendaknya menjauhkan generasi muda Indonesia, masyarakat Indonesia pada umumnya, dari kebiasaan hidup menadahkan tangan, dan membangun keyakinan bahwa seseorang atau suatu bangsa tidak akan pernah menjadi orang atau bangsa yang bermartabat, apabila orang atau bangsa bersangkutan senang menadahkan tangan, atau hidup dengan meminta dari orang atau bangsa lain. Sebaliknya, pendidikan haruslah 172

201 Pendidikan Membangun Karakter dapat menumbuh dan menguatkan kesadaran dan keyakinan bahwa kemajuan dan keberhasilan yang benar memerlukan usaha keras, perjuangan, dan keteguhan hati. Pada dasarnya, dalam hidup ini tidak ada yang namanya makan siang gratis ; yang mau berhasil harus berusaha dan bekerja keras dan bekerja cerdas serta bisa mengendalikan diri. 5. Menumbuhkan Kebanggaan Berkontribusi. Seorang warga negara yang selalu setia membayar pajak sesuai dengan peraturan pada suatu hari ditanya oleh rekannya, mengapa dia melakukan hal itu, sementara orangorang lain selalu berusaha mencari akal untuk tidak membayar pajak, atau menghindari pajak. Dia menjawab singkat, dalam hidup ini, saya bangga berkontribusi. Suatu negara tidak akan pernah maju apabila para pemegang kekuasaan dan kroni-kroninya ramai-ramai menggerogoti atau merampok negara, namun sedikit orang yang berkontribusi untuk kemajuan. Indonesia termasuk salah satu negara yang digerogoroti beramai-ramai oleh sebagian warganya sendiri melalui tindakan korupsi, atau dengan tidak melakukan kewajiban sebagai warga negara yang baik. John F. Kennedy sangat terkenal dengan pidato pelantikannya sebagai Presiden Amerika Serikat yang berjudul Ask not what the country can do for you; ask what you can do for your country [6]. Pesan pidato ini sangat jelas, yaitu mengobarkan semangat untuk berkontribusi. Pesan ini sebenarnya berlaku bagi setiap warga negara dari negara manapun di dunia yang menginginkan negaranya berjaya. Semangat seperti inilah yang telah ditunjukkan dalam tindakan nyata oleh para 173

202 Jangan Memanjat Pohon yang Salah pejuang kemerdekaan Indonesia, yang menghantarkan bangsa ini kepada kemerdekaan, jauh sebelum John F Kennedy menjadi presiden Amerika Serikat. Sayangnya, di Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan dengan berkembangnya kebiasaan menadahkan tangan pada pemilik modal luar negeri dan membiaknya kleptokrasi, surut juga semangat untuk berkontribusi. Banyak orang memakai kekuasaan yang dipercayakan kepadanya, bukan untuk berkontribusi, tetapi untuk mencuri atau merampas kekayaan negara. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia, secara sistematik perlu diarahkan untuk mengembangkan kembali kebanggaan berkontribusi ini. Kebiasaan memberi atau menyumbang, dalam bentuk apapun, sekecil apapun, untuk kebaikan masyarakat hendaknya dijadikan salah satu fokus perhatian dalam membangun karakter. Kebiasaan seperti ini haruslah diberi apresiasi atau diberi penghargaan. PENUTUP Perlu digaris-bawahi bahwa pendidikan untuk membangun karakter bukan barang baru untuk Indonesia. Masyarakat di Nusantara ini di masa lalu sudah melakukannya, bahkan dengan cara-cara yang kreatif melalui berbagai media atau melalui cerita-cerita rakyat, cerita untuk anak-anak, tradisi, petuah-petuah, permainan anak-anak, yang banyak manfaatnya dalam pengembangan karakter. Di atas juga sudah disampaikan bahwa para founding father dari Republik ini memperjuangkan kemerdekaan dengan memusatkan perhatian pada pembangunan karakter. 174

203 Pendidikan Membangun Karakter Pesan yang sangat jelas mengenai pentingnya pembangunan karakter sudah disampaikan oleh W.R. Supratman dalam lagu Indonesia Raya, Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya. W.R. Supratman menempatkan pembangunan jiwa, sebelum pembangunan badan, bukan sebaliknya. Pembangunan karakter adalah pembangunan jiwa bangsa. Sekarang, kita berada di abad 21, dalam era dunia tanpa batas dan persaingan terbuka. Tantangan atau godaan yang dihadapi seseorang dan sebuah bangsa dalam pembangun karakter jauh lebih besar dan lebih kompleks. Sebab itu, usaha yang lebih besar dan kreativitas yang lebih tinggi diperlukan untuk menjawab tantangan tersebut. Dan dalam menjalankan usaha pembangunan karakter ini, kita harus mengandalkan potensi kita sendiri, kita tidak bisa berpaling pada orang lain. Arah dari semua usaha ini adalah membangun Indonesia adil dan sejahtera yang berdaulat dalam politik, mandiri dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan [7]. Ini memang bukan perjalanan mudah, namun kearifan lokal kita mengajarkan di mana ada kemauan, di sana ada jalan, berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Kita bisa kalau kita mau. Catatan Akhir [1] Depag, Lembaga Paling Korup, Harian Umum Pikiran Rakyat, 18 Oktober [2] Victoria Neufeld (Editor in Chief) & David B. Guralnik (Editor in Chief Emeritus), Webster New World Dictionary, Third College Edition (Prentice Hall, 1991). [3] Christopher Paterson and Martin E.P. Seligman, Character Strengths and Virtues: A Handbook and Classification, (Oxford University Press, 2004). 175

204 Jangan Memanjat Pohon yang Salah [4] Yudo Anggoro, Pengaruh Lingkungan Apresiatif terhadap Kinerja Bermakna, Tugas Sarjana, Departemen Teknik Industri- Institut Teknologi Bandung, 2004, tidak dipublikasikan. [5] Abdulah Ade Suryobuwono, Pengaruh Lingkungan Apresiatif terhadap Perilaku Kerja Inovatif, Tugas Sarjana, Departemen Teknik Industri- Institut Teknologi Bandung, 2005, tidak dipublikasikan. [6] John F. Kennedy, Ask not what your country can do for you; ask what you can do for your country, Inaugural Address, 20 January 1961, Speech that Change the World, (Quercus Publishing Ltd. 2006). [7] Pidato Presiden Sukarno tanggal 17 Agustus

205 Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah 7 PENINGKATAN MUTU GURU: Hati hati, Jangan Memanjat Pohon yang Salah * I believe everyone should follow the fine tradition of respecting teachers and valuing education. Everyone, no matter how high in rank, must hold teachers in esteem and refrain from patronizing them. (Li Lanqing, in Education for 1.3 Bilion ) PENDAHULUAN Peningkatan mutu guru sekarang ini telah menjadi isu sangat besar di dunia. Orang-orang makin tidak bisa mengingkari kenyataan bahwa tidak ada pendidikan bermutu tanpa guru yang bermutu. Selanjutnya tidak ada bangsa yang dapat membangun masa depan yang lebih baik dan menjadi bangsa yang bermartabat tanpa pendidikan yang bermutu. * Risalah ini disajikan pada Seminar Nasional Paradigma Baru Perbaikan Mutu Pendidikan di Indonesia di Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 25 April

206 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Lebih dari tiga dekade pemerintah Indonesia mencoba membangun ekonomi dengan bertumpu pada kekayaan sumber daya alam dengan mengesampingkan pentingnya basis pendidikan yang bermutu. Hasilnya, posisi Indonesia secara ekonomik maupun secara sosial makin tergeser ke belakang. Indonesia yang lima belas tahun yang lalu kemajuannya sering dibandingkan dengan China dan India, sekarang kedua negara tersebut sudah jauh di depan. Indonesia sekarang dibandingkan dengan negara lain yang dulu dianggap jauh berada di belakang, seperti Vietnam dan Bangladesh. Baru akhir-akhir ini, seperti terperanjat terbangun dari tidur pulas yang sangat lama, Indonesia bergegas melakukan usaha peningkatan mutu guru. Untuk itu perundang-undangan dibuat, berbagai peraturan ditetapkan, target ditentukan, organisasi-organisasi baru dibentuk, dan dana dialokasikan. Akankah target yang ditetapkan tercapai,akankah mutu guru benar-benar dalam kenyataannya bertambah baik, akankah mutu pendidikan di Indonesia benar-benar bertambah baik, akankah mutu pendidikan yang lebih baik akan dinikmati secara lebih merata oleh anak-anak Indonesia, oleh mereka yang berasal dari keluarga yang berada maupun yang kurang berada, oleh mereka yang tinggal di kota-kota besar maupun di desa terpencil? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang jawabnya akan ditunjukkan oleh realita sepuluh atau lima belas tahun yang akan datang. 178

207 Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah PENINGKATAN MUTU GURU: USAHA YANG TAK PERNAH BERHENTI Bagi penulis, peningkatan mutu guru bukanlah sebuah proyek yang ada awalnya dan ada akhirnya, bahkan bukan proyek besar sekalipun, namun seharusnya adalah usaha yang terus menerus dilakukan. Peningkatan mutu guru sebagai bagian dari usaha peningkatan mutu pendidikan seharusnya merupakan usaha yang terus berlangsung, tidak ada waktu di mana usaha tersebut dianggap selesai. Dengan ini saya ingin menekankan bahwa semua orang yang ingin berkontribusi bagi kemajuan masyarakat, bangsa dan kemanusiaan dengan menjadi seorang guru tidak boleh berhenti meningkatkan kualitas dirinya, tidak peduli dia bersertifikat atau tidak, dia pasca sarjana, sarjana atau tidak bergelar. Ada beberapa keadaan obyektif yang menyebabkan usaha peningkatan mutu guru tidak boleh berhenti: Pesatnya kemajuan atau pertambahan ilmu pengetahuan mengakibatkan pengetahuan manusia berlipat ganda dalam waktu yang makin lama makin singkat. Pertengahan tahun 1990-an para ahli telah mengatakan bahwa pengetahuan manusia ketika itu berlipat dua setiap 18 bulan [1]. Ini berarti bahwa sekarang ini panjangnya waktu yang diperlukan untuk berlipat ganda tersebut lebih singkat dari satu setengah tahun. Dalam keadaan seperti itu, seorang guru yang tidak memperbarui dan memperluas pengetahuannya akan cepat menjadi ketinggalan jaman dan cupat. Hal ini akan membuat seorang guru tidak menjadi penggerak kemajuan namun sebaliknya dia akan menjadi sumber keterbelakangan. 179

208 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Guru seperti itu cenderung akan menjadi beban, bukan menjadi berkah. Tantangan yang harus diatasi oleh generasi muda agar mereka bisa membangun kehidupan yang berguna dan bermakna terus berubah dan makin lama makin kompleks. Para guru perlu terus menerus meningkatkan kapabilitasnya agar mereka dapat membantu para siswa menyiapkan diri untuk menghadapi tantangan baru. Apabila tidak, keberadaan seorang guru di sekitar siswa akan makin kurang berarti atu bahkan mungkin tanpa arti. Suatu negara harus terus menerus meningkatkan mutu pendidikannya kalau negara tersebut ingin menjadi negara yang punya daya saing dan terpandang di tengahtengah negara lain di dunia. Peningkatan mutu pendidikan mutlak memerlukan peningkatan mutu guru. PENINGKATAN MUTU GURU: KONTEKS INDONESIA Peningkatan mutu guru di Indonesia seyogyanya berangkat dari tantangan besar yang dihadapi oleh bangsa ini, sekarang dan di masa depan, khususnya tantangan yang berkaitan langsung dengan tingkat dan mutu pendidikan. Sebagai orang yang hidup di dunia pendidikan, penulis tidak raguragu menyatakan bahwa sampai saat ini rapor Indonesia atau khususnya pemerintah Indonesia dalam membangun dan mengembangkan pendidikan masih merah. Artinya, banyak sekali perkembangan atau kecenderungan yang terjadi selama ini yang menunjukkan bahwa pendidikan kita belum 180

209 Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah memberi dampak positif yang diharapkan. diantaranya disinggung di bawah ini. Beberapa 1. Indonesia masih tetap sebagai salah satu negara terkorup di kawasan Asia-Pasifik[2]. Walaupun KPK bergiat memberantas korupsi beberapa tahun terakhir ini, akar kebiasaan korupsi masih tetap tertancap kuat dan menyebar luas di bumi Indonesia. Indonesia masih dikategorikan sebagai salah satu negara yang terkorup di wilayah Asia-Pasifik. Semua orang tahu bahwa kebiasaan korupsi adalah manifestasi nyata dari achlak yang rusak atau achlak yang buruk. Sedangkan salah satu tujuan utama pendidikan di Indonesia menurut UU Sistem Pendidikan Nasional adalah menciptakan manusia yang berachlak mulia. 2. Warga negara yang makin tak peduli peraturan. Hal yang juga sangat memprihatinkan, hampir 64 tahun sesudah NKRI diproklamirkan, pendidikan kita belum mampu menghasilkan warga negara Indonesia yang bisa menaati peraturan yang paling sederhana seperti peraturan lalu lintas. Pemandangan di jalan raya, khususnya di kota-kota besar yang penduduknya padat menunjukkan hal itu dengan sangat jelas. Lebih mencemaskan lagi, ketidaktaatan itu makin meluas dan makin dianggap sebagai hal yang biasa. Di pihak lain, salah satu tujuan pendidikan menurut UU Sistem Pendidikan Nasional adalah membangun warga negara yang bertanggung jawab. Pelanggaran peraturan secara sengaja dan tanpa rasa bersalah sama sekali bukan tingkah laku warga negara yang bertanggung jawab. 3. Pemakaian obat bius atau narkoba makin meluas di Indonesia. Diperkirakan sekitar 1,5 persen atau sekitar 3 181

210 Jangan Memanjat Pohon yang Salah juta penduduk Indonesia menjadi pecandu narkoba [3], dan 1,1 persen dari pemakai tersebut adalah anak-anak sekolah; artinya, 3.9 persen anak sekolah menjadi pecandu narkoba. Artinya, rata-rata 4 dari 100 murid terperangkap narkoba[4]. Hal yang lebih mencemaskan, presentase ini akan terus meningkat, dan makin banyaknya pemakai obat bius telah menjadikan Indonesia tidak hanya sebagai pasar, namun sudah meningkat menjadi tempat produksi. 4. Melemahnya ke Indonesiaan. Kita kehilangan rasa ke- Indonesian kita. Kaum muda Indonesia makin menonjolkan kepentingan daerah daripada kepentingan bangsa[5]. Kita kehilangan cita-cita bersama sebagai bangsa Indonesia. Tiada lagi Indonesian Dream yang mengikat kita bersama ; yang lebih menonjol adalah citacita golongan untuk mengalahkan golongan lain. Semangat ke kami- an makin menguat, dan semangat ke-kita-an makin lemah. 5. Diskriminasi terselubung terhadap anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dan anak-anak di pedesaan. Makin lama, akses ke sekolah-sekolah yang memberi pendidikan yang relatif lebih bermutu hanya terbuka bagi orang yang mampu membayar, karena pendidikan menjadi barang sangat mahal, khususnya bagi mereka yang kurang berada. Keadaan menjadi lebih buruk, sekolah-sekolah yang bermutu semuanya berada di kota-kota besar. Dengan demikian, keadaan sekarang lebih menguntungkan bagi mereka yang tinggal di kota besar dari pada di desa-desa. Jadi anak-anak yang tinggal di desa dan dari keluarga yang kurang berada sejak awal sudah tersisihkan dari peluang untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Akibatnya, kesenjangan kayamiskin akan makin besar; yang kaya akan makin pintar dan kaya, yang miskin akan makin kurang pintar dan makin miskin. 182

211 Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah 6. Indonesia sebagai salah satu negara yang paling tidak kompetitif di dunia. Dalam World Competitiveness Scoreboard tahun 2007, Indonesia menempati peringkat 54 dari 55 negara [6], turun dari peringkat 52 pada tahun Rendahnya tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut. 7. Rata-rata pendidikan warganegara dewasa Indonesia (Average year of schooling of adults) masih salah satu yang terendah di kawasan Asia. Rata-rata warga negara dewasa Indonesia hanya mengalami pendidikan selama 5 tahun, sementara angka tersebut untuk Pilipina 8,2 tahun, China 6,4 tahun, Malaysia 6,8 tahun dan Thailand 6,5 tahun[7]. 8. Ada sekitar 2,7 juta orang guru di Indonesia yang bertugas tersebar di ribuan pulau, dan bahkan banyak yang bertugas di derah-daerah yang terpencil. Berdasarkan pengalaman penulis berinteraksi dengan ribuan guru di beberapa daerah, penulis berani menyatakan bahwa sebagian besar dari mereka tidak mengetahui bahwa akhir-akhir ini banyak sekali paradigma, pandangan, pengetahuan, dan pendekatan baru dalam bidang pendidikan. 9. Profesi guru makin kurang terpandang di masyarakat. Salah satu hasil pembangunan ekonomi yang dicanangkan sejak akhir ahun 1960-an, adalah menurunnya prestise profesi guru. Hal ini sangat berkaitan dengan proses pemiskinan relatif yang dialami juataan guru, baik pemiskinan material maupun pemiskinan pengetahuan. 183

212 Jangan Memanjat Pohon yang Salah IMPLIKASI TERHADAP KARAKTERISTIK KEBIJAKAN, SISTEM DAN PROGRAM PENINGKATAN MUTU GURU. Agar program peningkatan mutu guru membawa dampak yang lebih besar terhadap upaya penanggulangan masalah yang dihadapi Indonesia saat ini yang telah diuraikan di atas, dan dapat menyiapkan bangsa Indonesia menghadapi tantangan masa depan, maka ada beberapa karakteristik yang perlu ditonjolkan pada program tersebut. Karakteristik tersebut diuraikan secara singkat di bawah ini. 1. Peningkatan mutu guru untuk pendidikan karakter. Orientasi peningkatan mutu guru dewasa ini hendaknya memberikan prioritas utama pada peningkatan kapabilitas guru sebagai pembangun karakter. Sebab, permasalahan besar bangsa Indonesia pada saat ini adalah melemahnya atau rusaknya karakter. Meluasnya kebiasaan korupsi, merebaknya pemakaian narkoba, kebiasaan melanggar hukum atau peraturan, adalah masalah karakter, bukan masalah kompetensi. Secara operasional ini berarti bahwa peningkatan mutu guru diharapkan dapat: a. Menguatkan kesadaran dan keyakinan guru akan pentingnya karakter bagi keberhasilan individu, masyarakat dan bangsa. b. Memotivasi guru untuk mengembangkan kekuatan karakternya sendiri sehingga dapat menjadi inspirasi bagi para siswa. c. Meningkatkan kapabilitas guru untuk mengembangkan suasana, proses dan bahan pembelajaran yang dapat menggugah, mendorong dan 184

213 Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah memfasilitasi siswa untuk mengembangkan potensi kebajikan yang ada pada diri mereka masing-masing dan mewujudkannya dalam kebiasaan baik (kebiasaan berpikir, bersikap dan bertindak). 2. Kebijakan dan sistem yang menggugah, memotivasi, memfasilitasi dan mengapresiasi guru untuk belajar secara berkelanjutan. Kebijakan dan sistem ini hendaknya menumbuhkan kebutuhan pada para guru untuk terus meningkatkan kapabilitas mereka agar mereka bisa membantu para siswa menyiapkan diri untuk menghadapi tantangan hidup di masa depan yang hampir pasti akan lebih rumit dan lebih berat. Kebijakan dan sistem ini hendaknya tidak memunculkan keadaan yang sebaliknya, yaitu membuat para guru berhenti belajar, dan puas dengan kapabilitasnya sekarang atau prestasinya di masa lalu. 3. Kebijakan, sistem dan program yang meningkatkan mutu guru secara substansial. Kebijakan, sistem dan program peningkatan mutu ini tidak boleh hanya menjadi kegiatan admisnistratif yang menunjukkan bahwa seorang guru dinyatakan bermutu secara formal. Dengan kata lain, hasil dari kebijakan, sistem dan program ini haruslah guru-guru yang benar-benar lebih arif, lebih cerdas, lebih kreatif, dan lebih berdedikasi. 4. Kebijakan dan sistem yang memperkecil kesenjangan mutu pendidikan di desa dan di kota. Kebijakan dan sistem penyeleggaraan peningkatan mutu guru hendaknya berdampak pada mengecilnya kesenjangan mutu pendidikan antara sekolah-sekolah yang berlokasi di daerah pedesaan dan sekolah-sekolah di kota-kota besar, serta mengecikan kesenjangan mutu antara sekolah-sekolah yang para siswanya 185

214 Jangan Memanjat Pohon yang Salah berasal dari keluarga yang berada dan dari keluarga yang kurang berada. Hal yang perlu dicegah adalah dampak yang sebaliknya, yaitu kebijakan dan sistem yang diterapkan justru memperlebar jurang tersebut. 5. Kebijakan, sistem dan program yang mengurangi dan selanjutkan menghilangkan ketertinggalan tingkat dan mutu pendidikan Indonesia dari negara-negara lain. Ini berarti bahwa dalam kaitannya dengan mutu pendidikan, dalam hal karakter dan kompetensi, lulusan sistem pendidikan Indonesai makin lama haruslah sebanding dengan mutu lulusan sistem pendidikan di negara-negara tetangga yang maju pendidikannya. 6. Kebijakan, sistem dan program peningkatan mutu yang cepat dan bisa menjangkau setiap orang guru di seluruh wilayah tanah air Indonesia. Karakteristik peningkatan mutu seperti ini sangat diperlukan karena Indonesia sudah sangat jauh ketinggalan dalam hal tingkat dan mutu pendidikan dari negara-negara Asia lainnya. Program yang tidak berjalan dengan cepat atau dijalankan secara lambat akan memperbesar ketertinggalan ini. Di samping itu, tersebarnya lokasi para guru memerlukan sistem yang mampu menjangkau wilayah seluruh Indonesia dalam waktu yang relatif bersamaan. Apabila tidak, program ini hanya akan dinikmati oleh mereka yang tinggal di kota-kota besar. 7. Kebijakan, sistem dan program yang dirasakan berguna dan bermakna oleh para guru. Kegunaan ini bisa dalam bentuk peningkatan efektifitas guru dalam menjalankan fungsi dan perannya, dan juga dalam bentuk efek sosial dan ekonomik. Hasil dari program hendaknya 186

215 Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah meningkatkan kemampuan guru mengaktualisasikan diri dalam profesinya sebagai guru. BEBERAPA GAGASAN JALAN KELUAR Inovasi Sosial untuk Membangun Komunitas Belajar. Kata kunci dari peningkatan mutu guru adalah belajar. Di sini yang dimaksud dengan belajar adalah peningkatan kemampuan untuk melakukan perbaikan terus menerus. Dengan demikian program-program peningkatan mutu guru diharapkan dapat menggugah, mendorong, dan memfasilitasi para guru untuk belajar lebih banyak, lebih baik dan lebih cepat dari sebelumnya dan menghargai mereka yang melakukannya. Untuk membangun program peningkatan mutu guru dengan beberapa karakteristik tersebut di atas, Indonesia perlu mengembangkan cara pembelajaran baru yang memungkinkan para guru belajar lebih mudah, lebih cepat, lebih murah, lebih menggembirakan, kapan saja, dimana saja, dari mana saja, secara bersama-sama. Cara-cara belajar lama yang bersifat individual dan instruksional sudah tidak dapat memenuhi tuntutan kebutuhan lagi. Dengan kata lain, program peningkatan mutu guru hendaknya diarahkan pada pengembangan komunitas belajar para guru. Dalam komunitas ini para guru saling mengasah, saling mendukung, untuk tumbuh dan berkembang bersama. Untuk itu diperlukan pendekatan kreatif dan inovasi sosial. Inovasi sosial ini bisa dalam bentuk kebijakan, lembaga, sistem, konsep, cara kerja atau praktek yang memungkinkan 187

216 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Indonesia mengerahkan secara maksimal potensi nasional dan sumber daya internasional untuk peningkatan mutu guru. Pemanfaatan Teknologi secara Inovatif untuk Meningkatkan Jangkauan, Kecepatan, dan Efisiensi Tantangan yang muncul karena lokasi guru yang tersebar di ribuan pulau, dan banyaknya guru yang bertugas dan tinggal di daerah yang terpencil, perlu diatasi dengan memanfaatkan secara inovatif teknologi yang tersedia, dari teknologi yang sederhana sampai dengan teknologi maju. Kreativitas dalam pemanfaatan teknologi secara tepat akan dapat melipatkangandakan kemampuan sistem peningkatan mutu guru. Di samping itu teknologi dapat dimanfaatkan untuk membangun komunitas belajar yang anggotanya tersebar di seluruh tanah air. Dengan memanfaatkan teknologi para anggota komunitas dapat belajar dari pengalaman atau keberhasilan anggota yang lain tanpa harus bertemu muka. Kebijakan yang Meningkatkan Martabat Guru. Di samping meningkatkan mutu guru yang yang sudah bertugas sekarang, yang tidak kalah pentingnya adalah mendapatkan sebanyak mungkin calon guru yang bermutu. Ini memerlukan pengembangan dan penerapan kebijakan pemerintah yang membuat profesi guru sangat menarik bagi lulusan SMA maupun perguruan tinggi. Diperlukan usaha sangat besar dan komitmen sangat kuat, khususnya dari pemerintah Indonesia, untuk menerapkan kebijakan yang dapat mengembalikan martabat guru ketempatnya yang terhormat seperti di masa lalu. Keberhasilan China mereformasi sistem pendidikannnya yang dimulai pada awal 188

217 Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah tahun 1980-an (sesudah kehancuran pendidikan alam China yang diakibatkan oleh Revolusi Kebudayaan) tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan China dalam usaha menegakkan kembali martabat guru. Dalam reformasi ini pemerintah China menjadikan profesi guru sebagai profesi yang membuat profesi lain iri (making teaching an enviable profesion). Pemerintah China membuat kebijakan yang secara sistematik meningkatkan pendapatan para guru sehingga tidak kalah dari pendapatan profesi lain, dan pada saat yang bersamaan mutu guru ditingkatkan serta sistem manajemen sekolah diperbaiki. Di samping itu, pemerintah China mengharuskan semua pegawai pemerintah, apapun pangkat mereka, harus menghormati guru (all government officials, whatever their rank, should respect teachers) [8]. Buah dari reformasi tersebut sudah mulai dinikmati oleh China; China tumbuh menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia dan menjadi negara sangat disegani di dunia. KATA PENUTUP Apabila Indonesia tidak ingin menjadi negara yang makin tertinggal dalam berbagai bidang, maka peningkatan mutu dan pendidikan merupakan suatu keharusan bagi Indonesia; untuk itu, peningkatan mutu guru adalah tiang utamanya. Apabila program ini tidak ditangani dengan sungguhsungguh, sistematik dan sistemik, maka Indonesia untuk kesekian kalinya menjadi negara yang ketinggalan kereta. Sekurang-kurangnya Indonesia sudah dua kali ketinggalan kereta. Untuk pertama kalinya, Indonesia ketinggalan kereta ketika Korea Selatan maju pesat, dan Indonesia belum bergerak, padahal keadaa ekonomi Korea Selatan pada tahun 1962 relatif sama dengan Indonesia.Untuk kedua kali, Indonesia ketinggalan kereta terhadap China. Sekarang ini, 189

218 Jangan Memanjat Pohon yang Salah risiko sosial-ekonomi dari keterlambatan atau kesalahan dalam kebijakan pendidikan akan jauh lebih besar dari pada di masa lalu, karena negara-negara lain yang tadinya sepadan dengan Indonesia sekarang sudah jauh di depan Indonesia. Memang harus diakui bahwa anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan oleh pemerintah sekarang ini jauh lebih besar dari pada di masa lalu. Hal ini sudah lama ditunggu oleh insan pendidikan. Namun demikian, tersedianya anggaran yang lebih besar tidak dengan sendirinya akan menghasilkan pendidikan yang lebih bermutu dan lebih terjangkau oleh semua. Kita perlu waspada agar dalam pengembangan dan penerapan kebijakan, sistem dan program pendidikan, Indonesia jangan memanjat pohon yang salah. Kalau pemerintah Indonesia memanjat pohon yang salah, anggaran pendidikan yang besar akan habis, namun mutu, tingkat pendidikan dan pemerataan yan lebih baik tidak tercapai. Kalau itu terjadi, maka 10 tahun dari sekarang Indonesia akan tetap menjadi salah satu negara yang terkorup di Asia, kebiasaan melanggar hukum tanpa rasa bersalah akan tetap menjadi pemandangan sehari-hari, pemakaian narkoba tidak berkurang, kesenjangan desa-kota- kaya-miskin akan makin membesar, Indonesia akan tetap menjadi salah satu negara yang paling tak kompetitif di dunia, ke-indonesia-an tidak menguat, menjadi guru akan tetap sebagai profesi yang tak menarik bagi generasi muda Indonesia, anak-anak cerdas dari keluarga yang kurang berada tetap akan sulit masuk ke sekolah-sekolah yang bermutu. Tidak seorangpun warga negara Indonesia yang menginginkan hal itu terjadi. 190

219 Peningkatan Mutu Guru: Hati-Hati Jangan Memanjat Pohon yang Salah Catatan Akhir [1] Don Tapscott, Digital Economy, McGraw-Hill, USA, [2] Indonesia Negara Terkorup di Asia, Harian KOMPAS tanggal 9 April [3] Indonesia Masih Negara Produsen Narkoba, Antara News, 14 Desember 2007 [4] Tren Pecandu Narkoba Indonesia Meningkat, Harian KOMPAS tanggal 24 Maret 2005 [5] Tantangan Berat Nasionalisme, Harian Kompas 27 Oktober 2008, [6] World Competitiveness Scoreboard 2007, IMD World Competitiveness Yearbook [7] NationMaster-Education Statistic, 2006 [8] Li Lanqing, Education for 1.3 Billion,Pearson Education and Foreign Language Teaching&Research Press China 191

220 Jangan Memanjat Pohon yang Salah 192

221 Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah 8 PENDEKATAN KO KREASI DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH: Pelajaran dari Sebuah Action Research * PENDAHULUAN Kembalinya Pendidikan Karakter di Indonesia Lebih dari 2000 tahun yang lalu, seorang filosof dan negarawan Yunani mengatakan bawa kesejahteraan suatu bangsa ditentukan oleh karakter warga negaranya [1]. Sejarawan Arnold Toynbee mengamati bahwa 19 dari 21 peradaban besar di dunia hancur bukan karena ditaklukkan oleh musuh dari luar tetapi dari keterpurukan moral dari dalam[2]. Dalam pidatonya pada tahun 1962, Presiden Soekarno, salah seorang bapak bangsa ini, menyatakan bahwa untuk menjadi bangsa yang kuat, Indonesia memerlukan nation and character building [3]. * Risalah ini disajikan dalam First International Conference on Character Education, Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 8-9 November 2011, di Yogyakarta; risalah asli ditulis dalam bahasa Inggris.. 193

222 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Sayangnya, di sekolah-sekolah di Indonesia, selama empat dekade, dari awal tahun 1970-an sampai dengan tahun 2010, pendidikan karakter seperti diabaikan atau tidak menjadi prioritas utama. Walaupun UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan watak adalah salah satu tujuan pendidikan [4], namun dalam praktek tidaklah demikian halnya. Misalnya, sejak tahun 2004, kebijakan yang diterapkan dalam pelaksannaan pendidikan adalah kurikulum berbasis kompetensi ; semua kriteria yang dipakai untuk menentukan keberhasilan seorang siswa dan sekolah dalam proses pembelajaran dan keberhasilan pendidikan secara umum adalah krieria berbasis kompetensi; tidak satupun dari kriteria tersebut berkaitan dengan karakter. Sebelumnya, kebijakan yang dipopulerkan adalah link and match. Nampaknya, kebijakan pembangunan ekonomi selama periode tersebut menempatkan orang-orang Indonesia hanya sebagai instrumenh ekonomi, atau hanya sebagai faktor produksi. Pandangan seperti itu mengesampingkan peran pendidikan dalam mengembangkan kualitas kemanusiaan yang utuh, bahwa manusia adalah insan dengan nilai-nilai moral dan aspirasi; bahwa mereka bukan benda. Dalam komunitas manusia, karakter yang baik adalah satu kualitas kemanusiaan yang sangat penting. Untunglah, pada tanggal 11 Mei 2010, Presiden Republik Indonesia menegaskan bahwa pendidikan di Indonesia haruslah diarahkan pada pengembangan karakter dan budaya [ 5]. Bagi banyak orang dan kalangan yang sangat meyakini pentingnya pendidikian karakter, pernyataan Presiden tersebut benar-benar merupakan kabar gembira. Ini diharapkan menjadi salah satu titik balik dalam reorientasi pendidikan di Indonesia. Ini tidak berarti bahwa 194

223 Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah pengembangan kompetensi tidak penting. Kompetensi sangat penting pada era masyarakat pengetahuan ; namun demikian kita tidak boleh mengabaikan kenyataan bahwa penguasaan kompetensi hanya akan membawa kemaslahatan bagi masyarakat luas apabila disertai dengan karakter yang baik. Seseorang atau suatu kelompok dengan kompetensi yang sangat tinggi tetapi dengan karakter buruk akan menjadi sumber masalah bagi masyarakat atatu bahkan sumber malapetaka bagi kemanusiaan. Tantangan yang Dihadapi : Memimpin dan Mengelola Perubahan. Melakukan reorientasi pendidikan, dari berbasis kompetensi menjadi pengembangan karakter adalah perubahan besar, penting dan kritis, yang mencakup memprakarsai, merancang, merencanakan, mempersiapkan implementasi, implementasi dan memantau proses perubahan serta mengevaluasi hasil perubahan. Perubahan ini disebut perubahan besar karena perubahan ini akan melibatkan sekitar 2,7 juta guru dan kepala sekolah, dan akan berdampak pada sekitar 37 juta siswa. Hal ini disebut penting dan kritis karena sebagaian terbesar masalah-masalah yang dihadapi oleh Indonesia sekarang ini seperti korupsi, hilangnya tolerasi terhadap perbedaan, rendahnya produktivitas, pengrusakan lingkungan, konflik sosial horizontal, berakar pada karakter yang buruk atau lemah. Apabila Indonesia ingin menjadi bangsa yang dihormati di dunia (dalam bidang budaya, sosial dan ekonomi), bangsa ini sangat memerlukan generasi baru dengan karakter kuat. Oleh karena itu, pendidikan karakter adalah salah satu hal yang sangat menentukan masa depan Indonesia. 195

224 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Dengan melihat besarnya perubahan yang akan dilakukan, reorientasi pendidikan menuju pendidikan karakter seyogyannya dijalankan sebagi gerakan nasional, dalam arti bahwa perubahan ini hendaknya dilakukan dengan melibatkan, secara emosional dan intelektual, banyak orang dari semua komponen bangsa, dan bergerak bersama dengan dipandu oleh cita-cita bersama dan strategi yang jelas. Pengembangan pendidikan di Indonesia tidak akan mencapai tujuannya apabila diperlakukan sebagai proyek administratif, yang kemudian direduksi menjadi proyek penerbitan buku petunjuk teknis pelaksanaan, dan proyek dianggap sudah selesai apabila buku yang dicetak sudah didistribusikan kepada kepala sekolah dan guru, serta laporan proyek sudah diserahkan. Untuk mengembangkan kapabilitas sekolah di Indonesia dalam rangka mengembangkan pendidikan karakter dengan cepat dan efektif, kita memerlukan pendekatan yang dapat memunculkan potensi semua anggota komunitas sekolah (khususnya guru dan kepala sekolah) dan membuat mereka punya komitmen yang kuat untuk mengembangkan cara kreatif dalam memimpin dan memfasilitasi proses pembelajaran. Pendekatan ko-kreasi, yang akan diuraikan dalam makalah ini, telah dipilih sebagai suatu pendekatan untuk membantu para guru dan kepala sekolah dalam meningkatkan kemampuan dan komitmen mereka untuk mengembangkan pendidikan karakter yang efektif di sekolah mereka. Pendekatan ko-kreasi ini diterapkan pada lima sekolah menengah di wilayah Jakarta. Program ini melibatkan 105 orang guru dan kepala sekolah, dimulai pada bulan Februari 2009 (15 bulan sebelum pidato Presiden R.I yang menyatakan pentingaya pendidikan karakter) dan berakhir pada bulan 196

225 Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah Februari Ini adalah sebuah langkah rintisan yang diprakarsai oleh Yayasan Jati Diri Bangsa dan dilakukan dalam format participatory action reseach. Di sini perlu dicatat bahwa sekolah hanyalah salah satu tempat diantara banyak tempat di mana pendidikan karakter terjadi. Para pelajar belajar hal baik dan hal buruk dari beberapat tempat dan media, seperti : keluarga, media massa, teman sepergaulan, lembaga keagamaan. Di samping itu, penulis sepenuhnya menyadari bahwa Indonesia membutuhkan pendidikan karakter tidak hanya untuk siswasiswa sekolah, tetapi juga untuk orang tua. Walapun demikian, risalah ini hanya memusatkan perhatian pada pengamatan dan perubahan yang terjadi di sekolah. Di sini diuraikan alasan pemilihan pendekatan ko-kreasi, ciri-ciri utama pendekatan ko-kreasi, kegiatan-kegiatan dalam kokreasi, strategi implementasi, hasil yang diamati dan pelajaran yang diperoleh dari langkah rintisan ini. ALASAN MEMILIH PENDEKATAN KO-KREASI Pemerintah Indonesia sudah beberapa kali mengubah orientasi pendidikan. Dalam semua perubahan ini, tantangannya adalah bagaimana caranya agar perubahan benar-benar terjadi pada semua lapisan, (termasuk di tataran akar rumput ) di seluruh Indonesia, dan dampaknya berkelanjutan. Menurut pengamatan penulis, selama ini perubahan hanya terjadi di permukaan saja, dan dampaknya tak berkelanjutan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perubahan nyata tak terjadi, terutama sekali: pendekatan yang dipakai dalam memperkenalkan serta mengelola perubahan 197

226 Jangan Memanjat Pohon yang Salah tidak membangun komitmen jangka panjang dan tidak meningkatkan keberdayaan pelaku paling penting pada lapisan akar rumput, terutama sekali para guru dan kepala sekolah. Tidak akan pernah ada perubahan sejati di sekolah tanpa komitmen yang kuat dan peningkatan keberdayaan para kepala sekolah dan guru. Cara-cara berikut ini tidak akan membantu bahkan akan menghambat upaya membangun komitmen dan peningkatan keberdayaan guru dan kepala sekolah : Guru dan kepala sekolah, sebagai ujung tombak pelaku perubahan pada tingkat sekolah, tidak dibantu untuk memperoleh pengertian yang jelas mengenai alasan yang mendasari perubahan; mereka tidak diberi pengetahuan kontekstual yang menjadi latar belakang dari perubahan yang dibutuhkan. Mereka perlu tahu mengapa perubahan diperlukan, sebelum memahami bagaimana perubahan akan dilakukan. Tidak cukup usaha yang dilakukan untuk membantu mencerahkan para guru dan kepala sekolah untuk mengembangkan atau membentuk mind-set baru. Program perubahan seringkali langsung disajikan dalam bentuk instruksi untuk melakukan kegiatan teknis dan administratif, sementara implementasi dari orientasi baru dalam pendidikan seringkali memerlukan mind-set baru. Dalam hal ini, aspek perubahan mind-set diabaikan. Tidak cukup investasi untuk mengembangkan kapabilitas baru bagi para guru dan kepala sekolah. Untuk mengimplementasikan pendekatan atau cara baru, para kepala sekolah dan guru perlu memiliki kapabilitas baru, di samping mind-set baru. Apabila tidak ada cukup usaha 198

227 Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah untuk membangun kapabilitas baru ini, maka perubahan nyata tidak akan terjadi. Guru dan kepala diperlakukan semata-mata sebagai pelaksana atau operator dari petunjuk teknis. Mereka tidak diberikan peran sebagai agen perubahan yang paling penting atau sebagai pelopor yang menciptakan perubahan di sekolah mereka. Mereka tidak diberikan cukup peluang untuk terlibat aktif dalam proses perancangan dan perencanaan perubahan. Hal ini akan menyebakan tidak berkembangnya rasa memiliki pada para guru dan kepala sekolah terhadap program-program perubahan. Guru dan kepala sekolah tidak diberi wawasan dan pengetahuan yang cukup yang diperlukan agar mereka bisa melihat atau merasakan bahwa peran dan kontribusi mereka dalam menciptakan perubahan memang bermakna bagi kemajuan pribadi mereka sendiri dan kemajuan pendidikan secara umum. Cara ko-kreasi yang dipilih untuk menjalankan langkah rintisan ini diharapkan bisa mencegah terjadinya praktek atau cara yang menghambat proses perubahan yang diuraikan di atas. 199

228 Jangan Memanjat Pohon yang Salah CIRI UTAMA DARI PENDEKATAN KO-KREASI YANG DITERAPKAN Dalam definisi yang singkat, ko-kreasi adalah upaya untuk mencapai keadaan atau kinerja yang lebih baik dan bermakna dengan cara mencipta dan mengembangkan bersama. Dalam langkah rintisan ini, ada empat ciri utama dari pendekatan kokreasi yang diterapkan untuk membangun komitmen dan meningkatkan keberdayaan guru dan kepala sekolah untuk pendidikan karakter: keterlibatan aktif guru dan kepala sekolah, hubungan subyek-subyek, belajar bersama dan berorientasi proses. Keterlibatan Aktif Para Guru dan Kepala Sekolah. Untuk membangun rasa memilki pada para guru dan kepala sekolah terhadap program pengembangan pendidikan karakter, para guru dan kepala sekolah diundang dan diberikan kesempatan luas untuk berperan aktif dalam mengembangkan metoda dan cara pendekatan dalam mengembangkan pendidikan karakter di sekolah mereka masing-masing. Keterlibatan seperti ini diharapkan dapat menciptakan perasaan pada para guru dan kepala sekolah bahwa mereka akan mengimplementasikan gagasan mereka sendiri; mereka melakukan pengembangan karena mereka yang menginginkannya dan tidak karena orang lain menyuruh atau menginginkan mereka melakukan hal itu. Rasa-memiliki seperti ini pada gilirannya akan menumbuhkan dan menguatkan komitmen pada para guru dan kepala sekolah untuk mengimplementasi program perubahan. 200

229 Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah Hubungan Subyek-subyek Proses ko-kreasi, yang melibatkan secara aktif para guru dan kepala sekolah, difasilitasi oleh satu Tim Fasilitator. Tim ini terdiri dari orang-orang yang punya pengetahuan luas dan pemahaman tentang pendidikan karakter dan berpengalaman dalam memfaslitasi diskusi kelompok. Tim Fasilitator berperan dan bertindak sebagai mitra bagi para guru dan kepala sekolah dalam mengembangkan gagasan mengenai pengembangan pendidikan karakter. Mereka bukan kelompok yang memberitahu para guru dan kepala sekolah tentang bagaimana caranya mengembangkan pendidikan karakter. Dalam kaitannya dengan keadaan di Indonesia pada umumnya, hubungan subyek-subyek ini sangat penting karena di masa lalu dalam proses perubahan seperti ini, para guru dan kepala sekolah biasanya diposisikan sebagai obyek yang pasif, dalam arti bahwa mereka hanya diminta melaksanakan kegiatan dengan hanya mengikuti petunjukpetunjuk yang sebelumnya telah ditetapkan oleh pihak lain. Belajar Bersama, Belajar sebagai Sebuah Tim. Dari perspektif pengembangan kapabilitas, proses ko-kreasi adalah salah satu cara yang sangat sesuai untuk mengembangkan cara belajar sebagai sebuah tim. Para guru dan kepala sekolah diundang, diberi kesempatan dan didorong untuk memberikan gagasan mengenai pendidikan karakter. Dalam proses ini setiap gagasan disambut dengan pikiran terbuka, dan para guru dan kepala sekolah dianjurkan untuk memperkaya gagasan yang disampaikan dan mengombinasikannya dengan gagasan lain untuk mendapatkan gagasan baru dan yang lebih baik. Ini adalah 201

230 Jangan Memanjat Pohon yang Salah sebuah proses kreatif di mana setiap orang diharapkan bersikap terbuka. Berorientasi Proses, tidak Terpaku pada Hasil. Pendekatan ko-kreasi sangat menekankan pentingnya proses. Ini didasarkan pada pandangan bahwa hasil yang baik dan berkelanjutan merupakan buah dari proses yang baik. Dalam hal ini, salah satu tugas dari Tim Fasilitataor adalah merancang proses pembelajaran yang memotivasi dan memampukan para guru dan kepala sekolah secara bebas mengembangkan gagasan-gagasan baru dan bertukar pendapat dengan sejawatnya mengenai cara-cara kreatif dalam mengembangkan pendidikan karakter. Mereka didorong untuk menciptakan gagasan baru mengenai proses pembelajaran, karena dalam pendidikan karakter, cara pembelajaran seringkali berpengaruh lebih besar daripada substansi pelajaran yang diberikan oleh para guru. KEGIATAN DALAM KO-KREASI Membangun Kesadaran Baru dan Menguatkan Rasa Percaya Diri Langkah pertama dalam proses ko-kreasi ini adalah membangun kesadaran diantara para guru dan kepala sekolah tentang pentingnya kebajikan dan karakter yang baik dalam menentukan keberhasilan dan kesejahteraan seseorang, dan kesejahteraan masyarakat. Kesadaran ini merupakan prasyarat dari berkembangnya keyakinan kuat terhadap kebajikan dan karakter yang baik. Dalam kegiatan ini, para 202

231 Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah guru dan kepala sekolah juga dibantu untuk menyadari tentang potensi yang mereka miliki dan menjadi lebih yakin bahwa mereka dapat menjadi orang dan guru yang lebih baik apabila mereka mau memunculkan potensi kebajikan yang ada pada diri mereka. Seorang guru hanya akan bisa melakukan pendidikan karakter sepenuh hati apabila dia punya keyakinan kuat terhadap kebajikan dan kepercayaan diri bahwa dia bisa menjadi orang yang lebih baik. Mulai dari Diri Sendiri Para guru dan kepala sekolah disediakan kesempatan terlibat dalam proses kreatif untuk mengembangkan gagasan mengenai pengembangan suasana, proses, substansi pembelajaran dan cara memantau serta menilai hasil pembelajaran dalam pendidikan karakter. Dari proses kreatif ini, para peserta kemudian membangun bank gagasan kreatif untuk pendidikan karakter. Menyusun Rencana Tindakan. Aktivitas berikutnya dalam proses ko-kreasi adalah menyusun Rencana Tindakan untuk implementasi pendidikan karakter di sekolah. Setiap tim, yang terdiri dari guru dan kepala sekolah, diminta menyusun sebuah Rencana Tindakan. Setiap tim dipersilakan untuk memilih gagasn-gagasan yang ada pada bank gagasan untuk diterapkan di sekolah mereka, sesuai dengan keadaan sekolah masing-masing. 203

232 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Mengimplementasikan Rencana Tindakan. Dengan mengacu kerpada Rencana Tindakan yang sudah disusun, setiap sekolah kemudian mulai mengimplementasikan rencana yang sudah mereka susun. Langkah ini pada dasarnya adalah sebuah upaya kreatif untuk memulai perubahan suasana, proses dan substansi pembelajaran di sekolah oleh para guru dan kepala sekolah bersama-sama, sedemikian rupa sehingga para siswa terinspirasi dan termotivasi untuk mengembangkan kebiasaan baik di sekolah, di rumah dan di mana saja. Perubahan yang dilakukan tidak harus perubahan besar. Setiap inisiatif perubahan untuk perbaikan, sekecil apapun itu, disambut dengan besar hati. Mengamati Perubahan Ketika Rencana Tindakan sudah diimplementasikan, secara berkala Tim Fasilitator mengunjungi sekolah-sekolah yang ikut serta dalam langkah rintisan ini untuk berdiskusi dengan para guru dan kepala sekolah, dan mengamati perubahan yang terjadi. Perubahan yang diamati mencakup perubahan perilaku (perilaku kepala sekolah, guru dan siswa), suasana dan proses pembelajaran, dan perubahan fisik lingkungan sekolah. 204

233 Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah STRATEGI IMPLEMENTASI Kegembiraan Baru, Bukan Beban Baru Kepala sekolah dan guru tidak akan termotivasi untuk mencoba cara-cara baru dalam pendidikan karakter apabila mereka memandang dan merasa bahwa implementasi cara baru ini sebagai beban baru bagi dirinya. Oleh karena itu dalam proses ko-kreasi ini, Tim Fasilitator membantu para guru dan kepala sekolah untuk dapat melihat upaya kreatif yang mereka lakukan dalam perspektif menciptakan kegembiraan dan kebahagian baru. Kegembiraan baru ini haruslah benar-benar dirasakan oleh para guru, kepala sekolah dan para siswa. Mulai dengan sesuatu yang Mudah, Murah dan Menggembirakan. Kesulitan dalam memulai perubahan akan meningkat apabila para guru dan kepala sekolah memusatkan perhatian pada hal-hal yang tidak bisa mereka lakukan dan terperangkap oleh pikiran tentang kendala. Untuk menghindari keadaan seperti itu, para guru dan kepala sekolah dianjurkan untuk memulai perubahan dengan kegiatan yang bisa mereka lakukan, rendah tingkat kesulitannya, tanpa biaya atau bisa dilakukan dengan biaya relatif sangat kecil, namun berguna dan membawa kegembiraan kepada mereka yang terlibat dalam kegiatan ini. 205

234 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Mulai dari Diri Sendiri Seseorang tidak bisa mengajarkan apa yang dia tahu; seseorang tidak bisa mengajarkan apa yang dia mau; seseorang hanya bisa mengajarkan siapa dia sebenarnya [6]. Kutipan ini sangat relevan untuk pendidikan karakter. Pendidikan karakter memerlukan keteladanan tingkah laku dan kebiasaan yang baik. Di sekolah, keteladanan diharapkan diberikan oleh para guru dan kepala sekolah. Keteladanan ini tidak boleh hanya berupa wacana, tetapi dalam bentuk tingkah laku nyata, karena tindakan nyata gemanya jauh lebih keras dan luas daripada wacana. Dengan demikian, pendidikan karakter di sekolah mulai dengan pendidikan karakter diri sendiri yang dilakukan oleh para guru dan kepala sekolah. Guru dan kepala sekolah dianjurkan untuk tidak menunggu orang lain untuk berubah; mereka hendaklah mulai dari diri mereka sendiri, tidak peduli sekecil apapun perubahan tersebut. Perbaikan Terus Menerus Pendidikan karakter bukanlah sebuah proyek yang berakhir pada suatu waktu yang telah ditetapkan; pendidikan karakter adalah upaya perbaikan terus menerus yang tak pernah berakhir. Guru dan kepala sekolah dianjurkan untuk mulai berbuat, mulai sesuatu yang baru, mengamati hasilnya dan kemudian melakukan perbaikan lagi. Semangat dari upaya ini adalah hari ini lebih baik dari kemarin, dan besok lebih baik dari hari ini. 206

235 Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah Melibatkan Siswa Pendidikan karakter, kapan dan di mana saja dimungkinkan, hendaknya membuka kesempatan bagi para siswa untuk berperan aktif dalam mendidik diri mereka sendiri. Guru dan siswa dapat melakukan ko-kreasi (khususnya di sekolah menengah) untuk menciptakan kegiatan-kegiatan yang berguna bagi pengembangan karakter. Misalnya, keterlibatan aktif para siswa dalam mengorganisasikan kegiatan ekstrakurikuler akan memberi kesempatan kepada mereka untuk belajar memimpin, bertanggung jawab, menghargai perbedaan pendapat, dan belajar mengendalikan diri. Melibatkan Orangtua Siswa Orang tua siswa adalah mitra terpenting para guru dan kepala sekolah dalam pendidikan karakter. Orangtua siswa seyogyanya selalu diberikan informasi lengkap mengenai program pengembangan karakter di sekolah, dan apabila memungkinkan mereka terlibat sebagai relawan dalam program-program tersebut. Berbagi dan Berbagi Para guru dan kepala sekolah dianjurkan untuk berbagi pengalaman diantara rekan sejawat mereka, khususnya pengalaman tentang pengembangan suasana dan proses pembelajaran yang membawa dampak pada pengembangan karakter siswa. Berbagi pengalaman antar sekolah juga dilakukan. 207

236 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Mengapresiasi Usaha dan Kemajuan. Guru dan kepala sekolah dianjurkan untuk menaruh perhatian yang lebih besar terhadap usaha yang dilakukan oleh siswa dan kemajuan yang mereka capai dalam mengembangkan perilaku dan kebiasaan baik serta memberikan penghargaan terhadap hal-hal baik yang telah mereka lakukan. Apresiasi atau penghargaan adalah cara sederhana untuk menyampaikan pesan kepada para siswa bahwa karakter baik sangatlah penting. Pada saat yang sama, apresiasi juga akan menumbuhkan emosi positif dan memotivasi para siswa untuk mempertahankan serta menguatkan tingkah laku yang baik. HASIL-HASIL Berikut ini disampaikan beberapa hasil dari pendekatan kokreasi untuk pengembangan pendidikan karakter yang dijalankan dengan strategi di atas. Hasil ini mencakup pandangan para guru dan kepala sekolah yang terlibat mengenai jenis karakter yang perlu diprioritaskan dalam pendidikan karakter di sekolah, gagasan-gagasan untuk pengembangan pendidikan karakter di sekolah, dan perubahan yang terjadi di sekolah. Prioritas Pengembangan Karakter di Sekolah Para ahli mengkategorikan karakter dengan berbagai cara. Misalnya, Patterson dan Seligman mengidentifikasikan

237 Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah jenis karakter sebagai manifestasi dari enam jenis kebajikan [7]. Dengan melihat keadaan di Indonesia sekarang ini, dalam proses ko-kreasi ini, para guru dan kepala sekolah diminta menentukan jenis karakter yang paling penting untuk dikembangkan sekarang ini melalui pendidikan di sekolah. Mereka berpendapat bahwa ada delapan karakter yang harus dijadikan prioritas utama dalam pendidikan karakter, yaitu: Kejujuran - berbicara benar, tidak berbohong, tidak mencuri, tidak menipu, tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya. Bertanggung jawab - melakukan kewajiban dengan sungguh-sungguh, tidak mencari kambing hitam Semangat belajar rasa ingin tahu yang besar, kreatif, suka melakukan eksplorasi, tekad kuat untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan baru Disiplin diri mengendalikan diri sendiri, mengatur diri sendiri Gigih menyelesaikan tugas atau pekerjaan sampai tuntas, pantang menyerah, tahan uji, tabah Mengapresiai kebinekaan berpikir dan bersikap terbuka, menghargai perbedaan, tidak memaksakan pendapat atau keyakinan kepada orang lain Semangat berkontribusi dermawan, senang berbagi, suka membantu Optimis yakin atas kemampuan sendiri untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik 209

238 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Gagasan-gagasan untuk Pengembangan Karakter di Sekolah Melalui satu seri lokakarya, para guru dan kepala sekolah yang terlibat dalam proses ko-kreasi menghasilkan banyak gagasan tentang cara pelaksanaan pendidikan karakter secara kreatif. Gagasan-gagasan tersebut dapat dipilah menjadi lima kategori, yaitu: suasana pembelajaran pada tingkat sekolah, suasana pembelajaran di kelas, proses pembelajaran untuk mata pelajaran tertentu, program pengembangan kapabilitas guru dan kepala sekolah, dan kemitraan dengan orangtua siswa. Menciptakan Suasana Pembelajaran yang Positif di Sekolah: Gagasan kegiatan dalam kategori ini ditujukan untuk mengembangkan lingkungan pembelajaran yang mengembangkan emosi positif: gembira, hangat, saling menghargai, saling percaya, optimism diantara para siswa dan para guru di sekolah. Semua siswa dan guru dapat bekerja sama untuk mengembangkan suasana pembelajaran yang diharapkan. Menciptakan Suasana Pembelajaran yang Positif di Kelas: Ini mencakup berbagai gagasan kegiatan yang diorganisasikan pada tingkat kelas. Guru atau Wali kelas menjadi fasilitator atau penasihat dari kegiatan-kegiatan ini. Mengembangkan Program Pembelajaran untuk Mata Ajaran Tertentu: Kategori ini terdiri dari berbagai gagasan kreatif dari guru yang bertanggung jawab mengajar suatu mata pelajaran tertentu. Tujuannya adalah, dengan menerapkan cara yang kreatif, seorang guru dapat menjadikan mata 210

239 Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya sebagai wahana untuk pendidkan karakter. Program Belajar Berkelanjutan bagi Para Guru dan Kepala Sekolah: Semangat perbaikan terus menerus dalam pendidikan karakter di sekolah hanya bisa dijalankan apabila para guru dan kepala sekolah juga terus belajar. Mereka perlu terus memperbarui pengetahuan dan semangat mereka agar supaya mereka bisa menjadi sumber inspirasi bagi para siswanya. Di sini diberikan beberapa gagasan kegiatan untuk meningkatkan kapabilitas guru untuk pendidikan karakter. Kemitraan dengan Orangtua Siswa: Ini mencakup gagasan kegiatan yang diharapkan dapat menciptakan sinergi antara pendidikan karakter di sekolah dan pendidikan dalam keluarga. Kagiatan ini akan membuat orangtua punya lebih banyak pengetahuan dan pemahaman mengenai pendidikan karakter dan cara-cara meningkatkan kerjasama antara orangtua dan guru dalam mengembangkan kebiasaan baik pada siswa. Perubahan pada Tingkat Individu dan pada Tingkat Sekolah Sesudah satu tahun implementasi Rencana Tindakan di sekolah-sekolah, Tim Facilitator melakukan pengamatan, wawancara dan survai untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada tingkat sekolah dan pada tingkat individu, khususnya pada guru dan kepala sekolah. 211

240 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Perubahan pada Tingkat Individu. Ada delapan jenis perubahan yang paling sering disebutkan oleh para guru dan kepala sekolah yang terjadi pada diri mereka, yaitu: Disiplin diri yang lebih tinggi menetapi janji, tepat waktu, tidak datang terlambat. Komitmen yang lebih kuat untuk menjadi orang yang lebih baik lebih peduli pada orang lain, lebih senang berbagi, lebih dermawan, lebih ikhlas, bekerja lebih bersungguh-sungguh. Lebih bertanggung jawab lebih hati-hati dalam melakukan tugas, melakukan pekerjaan lebih baik. Berpikir positif melihat persoalan dari sudut pandang yang lebih optimis, lebih yakin tentang masa depan yang lebih baik. Lebih mampu mengapresiasi orang lain: lebih menghargai pendapat, kelebihan dan keberhasilan orang lain, menjadi pendengar yang baik. Lebih sabar: lebih sabar menghadapi para siswa, mencoba lebih memahami sikap dan perilaku siswa. Lebih terbuka lebih terbuka terhadap gagasan baru, tidak berburuk sangka. Perubahan pada Tingkat Sekolah.Berikut ini adalah perubahan pada tingkat sekolah yang diamati oleh para guru dan kepala sekolah: Lingkungan fisik sekolah lebih bersih dan lebih hijau. Hubungan yang lebih positif antara guru dan murid (lebih dekat, lebih ramah, lebih hangat) Para guru lebih memperhatikan para siswa dan lebih mengapresiasi usaha dan kemajuan yang dicapai siswa. 212

241 Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah Kerjasama yang lebih baik diantara para guru dan diantara guru dan kepala sekolah. Para siswa menunjukkan disiplin-diri yang lebih tinggi, mereka mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam menjaga kebersihan lingkungan sekolah, mereka lebih percaya diri dalam mengemukakan pendapat, lebih sopan dalam interaksi dengan orang lain. BEBERAPA PELAJARAN Keberdayaan versus Kepatuhan Salah satu pelajaran yang diperoleh dari pendekatan ko-kreasi ini adalah bahwa untuk menciptakan perubahan pada tingkat akar rumput atau pada mereka yang berada digaris depan, kita sangat memerlukan peningkatan keberdayaan. Metoda kreatif dalam pendidikan karakter di sekolah merupakan hasil dari kepala sekolah dan guru yang berdaya. Peningkatan keberdayaan dilakukan dengan membantu para guru dan kepala sekolah menumbuhkan kesadaran baru tentang besarnya potensi yang mereka miliki, melihat perspektif baru tentang pendidikan serta peran penting mereka sebagai guru dan kepala sekolah, memperluas pengetahuan yang mereka miliki, meningkatkan kemampuan bekerjasama dan belajar dalam tim, dan dengan memberi kepercayaan, peluang untuk mengekspresikan kreativitas mereka, serta memperlakukan mereka sebagai orang yang bermartabat. Sayangnya, sebegitu jauh, sampai saat ini, birokrasi di Indonesia dalam melakukan perubahan di sekolah cenderung untuk lebih mengandalkan kepatuhan daripada peningkatan keberdayaan. 213

242 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Peran Menentukan dari Seorang Kepala Sekolah Dalam memprakarsai dan melaksanakan perubahan di sekolah, kepala sekolah memegang peran yang sangat penting, bahkan menentukan. Dia bisa menjadi motor perubahan atau penghalang perubahan. Seorang kepala sekolah dengan pola pikir yang baru dan memilki kemampuan memimpin, dengan mudah dapat mempengaruhi para guru untuk menerima pola pikir baru dan mengajak para guru untuk masuk dalam arus perubahan. Namun, sebaliknya, perubahan akan sulit dilakukan apabila kepala sekolah masih memegang pola pikir lama walaupun semua guru sudah menerima pola pikir baru. Nampaknya, cara pengelolaan sekolah yang birokratis dan sangat berpegang pada hirarkhi yang kaku merupakan akar dari masalah ini. Semua Guru Terlibat Agar supaya proses perubahan lebih cepat dan lebih lancar, semua guru perlu diikut sertakan dalam proses ko-kreasi. Apabila ada guru yang tidak terlibat dalam proses ini, guru yang tidak terlibat atau tidak dilibatkan ini akan menjadi beban bagi guru lain yang terlibat. Di samping itu, guru yang tidak diikutkan sertakan dalam proses ko-kreasi merasa ditinggalkan oleh rekan-rekannya dan merasa tersingkir. 214

243 Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah Berbuat, Tidak Hanya Berteori Ada banyak teori mengenai pendidikan karakter. Tetapi pada tingkat sekolah, guru yang berani berbuat atau melakukan sesuatu yang nyata, walaupun itu hanya upaya kecil untuk perbaikan, membawa dampak lebih besar terhadap perubahan pada siswa daripada guru yang tahu banyak teori tetapi tidak melakukan usaha nyata melalui perbuatan. Dalam pendidikan karakter, mengetahui apa yang baik tidak cukup; guru haruslah melakukan kebaikan. Pendidikan Karakter Mempengaruhi Prestasi Akademik Ada tanda-tanda awal bahwa perhatian yang lebih besar yang diberikan para guru dalam memperbaiki suasana dan proses pembelajaran untuk pendidikan karakter telah memberi pengaruh positif terhadap prestasi akademik para siswa. Nampaknya, perbaikan dalam sikap guru terhadap siswa lebih ramah, lebih bersahabat, lebih apresiatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik dan cara kreatif dalam metoda pembelajaran telah membuat kegiatan pembelajaran menjadi lebih menggembirakan dan para siswa lebih termotivasi untuk meraih prestasi yanhg lebih baik. 215

244 Jangan Memanjat Pohon yang Salah AGENDA SELANJUTNYA Perbaikan Mutu Guru untuk Pendidikan Karakter Tidak akan ada pendidikan yang baik tanpa guru yang baik; tidak ada pendidikan yang istimewa tanpa guru yang istimewa. Untuk pelaksanaan pendidikan karakter, Indonesia sangat memerlukan program perbaikan mutu guru. Program ini perlu disediakan untuk semua guru dan kepala sekolah, dari pendidikan usia dini sampai sekolah menengah atas. Berikut ini adalah beberapa karakteristik utama yang perlu ada pada program tersebut. Mencerahkan. Program ini hendaknya dapat memberikan pencerahan pada para guru dan kepala sekolah; sekurangkurangnya program ini dapat menumbuhkan kesadaran baru atau menguatkan kesadaran yang sudah ada mengenai pentingnya kebajikan dan karakter baik bagi keberhasilan dan membangun kehidupan bermakna. Program ini juga hendaknya dapat membantu para guru dan kepala untuk menyadari besarnya potensi yang mereka miliki. Menguatkan Komitmen untuk Menjadi Orang yang Lebih Baik. Pendidikan karakter memerlukan guru yang berkarakter baik. Hanya orang yang berkarakter baik yang secara moral berhak mengajar kebaikan dan mengajak para siswa menjadi orang baik. Mengembangkan Kreativitas. Pendidikan karakter memerlukan guru dan kepala sekolah yang kreatif. Program perbaikan mutu guru hendaknya dapat menggugah, membantu dan mendorong para guru dan kepala sekolah untuk memunculkan potensi kreatif mereka. 216

245 Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah Mengembangkan Kepemimpinan. Dalam pendidikan karakter, kepala sekolah dan guru diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi bagi para siswa untuk menjadi orang yang lebih baik. Harapan ini bisa dipenuhi apabila para guru dan kepala sekolah dapat mengembangkan peran mereka sebagai pemimpin bagi para siswa, dan tidak terjebak pada peran yang bersifat administratif saja. Mengembangkan kepemimpinan hendaknya menjadi bagian dari proram peningkatan mutu guru dan kepala sekolah. Mendorong Kebiasaan Belajar dan Bekerjasama dalam Tim. Program peningkatan mutu guru hendaknya dapat meningkatkan kemampuan dan mengembangkan sikap yang dapat membuat para guru dan kepala sekolah mudah dan senang belajar serta bekerjasama dalam tim, tidak hanya bekerja dan berlajar sendiri. Pendidikan untuk Calon Guru Untuk meningkatkan kontribusinya bagi pendidikan karakter di Indonesia, perguruan tinggi di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan calon guru, hendaklah memperkaya program pendidikan mereka. Ada tiga unsur yang perlu dipertimbangkan dalam pengayaan program pendidikan calon guru ini: Mengembangkan Pesemaian untuk Menghasilkan Guru yang Berkarakter Baik dan Kompeten. Untuk menghasilkan guru yang berkarakter baik dan kompeten, lembaga pendidikan calon guru perlu memperkaya dan memodifikasi proses pembelajaran, orientasi penelitian dan orientasi program pengabdian kepada masyarakat. 217

246 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Menghasilkan Guru yang Berwawasan Luas. Pendidikan karakter di sekolah bukanlah kegiatan yang terisolasi; pendidikan karakter ini hendaknya menjadi bagian dari kehidupan dan haruslah kontekstual. Oleh karena itu, untuk membuat pendidikan karakter lebih bermakna, seorang guru perlu memilki wawasan yang luas. Seorang guru, mata pelajaran apapun yang diajarkannya, akan berada dalam posisi yang lebih baik untuk melaksanakan pendidikan karakter apabila punya pengetahuan mengenai budaya dan sejarah. Menghasilkan Guru yang Bekerja dengan Hati. Pendidikan guru pada dasarnya adalah pendidikan untuk menyentuh hati, tidak hanya pendidiakn untuk mengasah otak. Oleh karena itu, lembaga pendidikan karakter memerlukan guru yang melakukan tugas-tugasnya dengan hati, mereka yang melihat profesi guru bukan hanya sebagai pekerjaan, namun sebagai panggilan hidup. Cara Baru untuk Menilai Hasil Pendidikan. Pendidikan karakter memerlukan kriteria dan metoda penilaian hasil pembelajaran yang sesuai dengan tujuannya. Walaupun pendidikan karakter telah dinyatakan sebagai salah satu tujuan utama pendidikan di Indonesia, tetapi dalam kenyataan kriteria dan metoda yang dipakai untuk menilai hasil pembelajaran belum berubah; yang dipakai tetap saja kriteria dan metoda lama yang didasarkan pada kurikulum berbasis kompetensi yang tercermin dalam Ujian Nasional sampai saat ini. Implementasi pendidikan karakter memerlukan cara penilain yang memasukkan kriteria yang merepresentasikan perkembangan karakter. Kriteria ini bisa merupakan manifestasi dari kemajuan dalam pengembangan 218

247 Pendekatan Ko-Kreasi dalam Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah karakter pada tingkat individu, pada tingkat sekolah, pada tingkat wilayah dan pada tingkat nasional. Hal ini sangat penting karena pada tataran operasional apa yang diukur, itu yang dianggap penting dan itu yang dilakukan. Kalau yang diukur untuk penilaian keberhasilan adalah faktor-faktor yang tidak ada hubungannya dengan karakter, maka yang akan dilakukan oleh pelaksana di lapangan adalah hal-hal yang juga tidak ada hubungannya dengan perbaikan karakter. Catatan Akhir [1]. Lihat Thomas Lickona, Character Matters, (A Touchstone Book, Published by Simon & Shuter, New York, 2004), h.4. [2]. Ibid, h.4 [3]. Ir. Soekarno, Tahun Kemenangan, Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid Kedua, Cetakan Kedua, (Panitia Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi, 1965), p498. [4]. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. [5]. Poin-poin Sambutan dan Pengarahan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada Puncak Perayaan Hardiknas di Istana Negara, Tanggal 11 Mei 2010 [6]. Lihat Ir. Soekarno, Menjadi Goeroe di Masa Kebangoenan, Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid Petama, (Panitia Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi, 1965), h.611 [7]. Christopher Paterson & Martin E.P.Seligman, Character Strength and Virtues: A Handbook of Classification, (Oxford University Press, 2004), h

248 Jangan Memanjat Pohon yang Salah 220

249 Perkembangan Pengetahuan, Kebudayaan dan Tantangan untuk Membangkitkan.. 9 PERKEMBANGAN PENGETAHUAN, KEBUDAYAAN DAN TANTANGAN UNTUK MEMBANGKITKAN KEMBALI JIWA KEJUANGAN DI INDONESIA * PENDAHULUAN Manusia sebagai Pencipta Pengetahuan dan Kebudayaan. Dibandingkan dengan mahluk lain, manusia adalah satusatunya mahluk yang paling banyak mengubah wajah muka bumi ini, walaupun secara fisik manusia tidak banyak berbeda dari mahluk-mahluk lainnya. Dari segi DNA, 98,4 % DNA manusia sama dengan DNA simpanse [1]. Dengan kata lain hanya 1,6% DNA manusia yang berbeda dengan * Risalah ini disajikan sebagai Orasi Ilmiah pada Wisuda Sarjana dan Pasca Sarjana Universitas Paramadina tanggal 13 Maret 2010 di Jakarta. 221

250 Jangan Memanjat Pohon yang Salah DNA simpanse. Namun perbedaan yang hanya 1,6% ini membawa perbedaan yang sangat besar dalam kemampuan manusia dibandingkan dengan simpanse dan mahluk-mahluk lainnya. Dua kemampuan yang sangat membedakan manusia dari mahluk lain adalah kemampuannya menciptakan pengetahuan dan kebudayaan. Pengetahuan manusia ada yang bersifat tacit dan ada yang bersifat eksplisit. Pengetahuan tacit adalah pengetahuan yang bersifat subyektif dan belum dikodifikasikan atau distandardisasi. Sementara pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang sudah dibuat obyektif, dikodifikasikan atau distandardisasi. Ilmu pengetahuan merupakan bagian dari pengetahuan eksplisit. Pengetahuan manusia yang ada sekarang adalah hasil akumulasi pengetahuan yang sudah berjalan ribuan tahun, baik pengetahuan tacit maupun eksplisit. Pada awalnya pertambahan pengetahuan berlangsung agak lambat, namun makin lama makin cepat. Diperkirakan manusia baru memiliki pengetahuan membuat tembikar tahun 8000 SM, dan memilki pengetahuan untuk membuat roda pada tahun 3500 SM. Jadi di masa lalu diperlukan sekitar 5500 tahun untuk menambah satu pengethuan penting dalam kehidupan manusia. Pengetahuan dan teknologi pengolahan logam baru dikembangkan 2300 tahun sesudah manusia memiliki pengetahuan membuat roda [2]. Namun, pada akhir abad 20, pengetahuan manusia sudah berlipat dua setiap delapan belas bulan [3]. Sekarang, waktu yang diperlukan untuk berlipat ganda pasti lebih pendek. 222

251 Perkembangan Pengetahuan, Kebudayaan dan Tantangan untuk Membangkitkan.. Pengetahuan dan Teknologi: Manfaat vs Mudarat. Perkembangan dan kemajuan pengetahuan telah memungkinkan manusia mengembangkan berbagai teknologi. Dengan teknologi manusia dapat melipat-gandakan kemampuannya dan memungkinkan manusia lebih memenuhi berbagai kebutuhannya. Kemajuan teknologi sekarang ini telah memungkinkan manusia mendarat di bulan dan bercakap-cakap serta bertatap muka dengan orang lain yang berada di belahan bumi yang lain, puluhan ribu kilometer jauhnya, seperti sedang berbincang-bincang di ruang tamu atau meja makan yang sama. Namun di pihak lain, pengetahuan dan teknologi dapat juga dipakai untuk melakukan hal-hal yang dapat mendatangkan kesengsaraan bagi manusia atau sekelompok manusia. Punahnya penduduk asli Tasmania adalah salah satu contoh di samping banyak contoh lainnya. Kemajuan teknologi pembuatan kapal, pengetahuan astronomi dan geografi telah memungkinkan orang-orang dalam jumlah banyak berlayar mengarungi samudera. Dengan kapal-kapal tersebut orang-orang dari Eropa menemukan Australia dan Tasmania. Untuk pertama kalinya orang Eropa datang ke Tasmania pada tahun Ketika itu diperkirakan ada 5000 orang penduduk asli Tasmania yang masih satu rumpun dengan penduduk asli Australia. Mata pencaharian penduduk asli Tasmania adalah berburu dan meramu. Pada tahun 1800-an datang rombongan orang-orang dari Inggris. Mulailah terjadi benturan. Dalam benturan tersebut penduduk asli diburu, dibunuh, diperbudak. Akibat perburuan dan pembunuhann tersebut, pada tahun 1869 hanya tinggal tiga orang penduduk asli Tasmania yang masih 223

252 Jangan Memanjat Pohon yang Salah hidup- dua orang wanita dan satu orang laki-laki [4]. Sekarang semua penduduk asli Tasmania sudah musnah. Pengalaman sejarah bangsa Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat di kepuluan Nusantara ini pernah lama menderita karena adanya kemajuan teknologi di belahan dunia yang lain. Dalam rangka menemukan daerah penghasil rempahrempah, dengan kapal-kapal modern jaman itu orang Portugis berhasil mencapai Maluku pada tahun 1512 dan kemudian diikuti oleh armada kapal Balanda pada tahun 1599 [5]. Pendatang dari Eropa ini dilengkapi dengan teknologi persenjataan yang jauh lebih maju daripada yang dimiliki masyarakat setempat. Maka mulailah proses penaklukan kerajan-kerajaan di kepuluan Nusantara yang menjadi awal dari masa penjajahan yang panjang. Sejarah menunjukkan bahwa seberapa jauh pengetahuan dan teknologi membawa kesejahteraan dan perdamaian bagi umat manusia, hal itu sangat ditentukan oleh kualitas hati kelompok masyarakat yang menguasa teknologi. Di tangan orang-orang dengan rasa kemanusiaan, teknologi akan membawa berkah, namun sebaliknya teknologi cenderung akan membawa kesengsaraan apabila kemanusiaan tidak hadir di hati orang-orang yang menguasai teknologi. Kerugian yang paling besar cenderung akan menimpa kelompok masyarakat yang lemah dalam penguasaan pengetahuan dan teknologi. 224

253 Perkembangan Pengetahuan, Kebudayaan dan Tantangan untuk Membangkitkan.. Budaya dan Kemampuan Penguasaan Teknologi. Ada berbagai definisi kebudayaan. Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai seluruh total dari pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan yang karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar. Kebudayaan terdiri tujuh unsur, yaitu: sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan peralatan. Ini adalah definisi kebudayaan yang sangat luas. Dalam definisi ini, sistem pengetahuan dan teknologi adalah bagian kebudayaan. Ada tiga wujud kebudayaan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, normanorma, dan peraturan-peraturan. Kedua, wujud kebudayaan sebagai kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Ketiga wujud kebudayaan sebagai bendabenda hasil karya manusia [6]. Project GLOBE mendefinisiskan kebudayaan sebagai motif, tata-nilai, kepercayaan bersama, dan makna atau interpretasi dari suatu peristiwa yang merupakan hasil dari pengalaman bersama dari anggota suatu kelompok yang dialihkan dari satu generasi ke generasi lainnya [7]. Hofstede menempatkan tata-nilai sebagai inti dari budaya [8]. Dari semua definisi tersebut, nilai-nilai selalu dipandang sebagai bagian penting dari kebudayaan. Nilai- nilai ini menjadi acuan bertingkah laku dalam suatu masyarakat. Mengenai sistem nilai ini, ada berbagai klasifikasi yang dikemukakan. Edward Spranger mengklasikan nilai-nilai menjadi enam jenis nilai yaitu nilai teori, nilai ekonomi, nilai 225

254 Jangan Memanjat Pohon yang Salah estetik, nilai kuasa, nilai solidaritas, dan nilai agama [9]. Nilai teori yang kuat dalam suatu masyarakat ditunjukkan oleh perhatian yang sangat besar terhadap upaya menemukan kebenaran obyektif melalui rasionalitas dan sikap kritis. Dalam masyarakat seperti ini ada banyak usaha yang dilakukan untuk mensistimatikkan pengetahuan. Nilai ekonomik ditunjukkan oleh besarnya perhatian masyarakat terhadap kegunaan dari hal-hal yang ditemukan dalam lingkungannya. Salah satu tujuan yang dianggap sangat penting dalam kehidupan adalah mengakumulasikan kekayaan materi. Nilai seni atau estetik ditunjukkan oleh besarnya perhatian dan penghargaan terhadap keindahan - keindahan bentuk, keindahan bunyi, keindahan warna, keindahan gerakan. Masyarakat dengan nilai solidaritas atau nilai sosial yang tinggi memandang rasa sayang atau mengasihi sesama adalah sesuatu yang sangat penting dibandingkan dengan sifat-sifat yang lain. Mengasihi sesama ini ditunjukkan oleh sikap tidak mementingkan diri dan bersimpati terhadap orang lain. Masyarakat dengan nilai kuasa atau politik yang tinggi sangat menghargai kekuasaan dan berusaha mempengaruhi atau mengatur orang atau kelompok lain. Dalam masyarakat dengan nilai agama yang tinggi sangat banyak perhatian diberikan pada upaya untuk memahami kekudusan, dan kemestiriusan alam semesta ini. Dari enam nilai tersebut kita dapat melihat bahwa agar supaya bisa maju dalam pengembangan pengetahuan dan teknologi, suatu masyarakat perlu kuat dalam nilai teori dan ekonomi. Dalam bahasa praktis, anggota masyarakatnya haruslah punya rasa ingin tahu dan tingkat rasionalitas yang tinggi, serta punya kecenderungan kuat untuk memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya guna menciptakan produk atau metoda yang menciptakan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Sutan Takdir Alisyahbana menyebut masyarakat 226

255 Perkembangan Pengetahuan, Kebudayaan dan Tantangan untuk Membangkitkan.. dengan nilai teori dan nilai ekonomi yang kuat sebagai masyarakat dengan kebudayaan progresif, dan kebudayaan yang sangat menghargai perasaan, intuisi, dan imajinasi sebagai masyarakat ekspresif. Konsep Kebajikan. Salah satu unsur kebudayaan yang membuat manusia benarbenar sangat berbeda dari mahluk-mahluk lain adalah konsep tentang kebajikan (virtues). Menurut Patterson dan Seligman, kebajikan adalah karakteristik utama yang sangat dihargai oleh para filosof moral dan pemikir-pemikir besar agama [10]. Berdasarkan kajiannya terhadap agama-agama dan kebudayaan yang sangat berpengaruh di muka bumi ini, mereka mengajukan enam dimensi kebajikan yang bersifat universal yaitu: Kearifan dan pengetahuan (wisdom and knowledge) kekuatan kognitif yang berkaitan dengan penambahan dan penggunaan pengetahuan. Di sini termasuk kreativitas, rasa ingin tahu, keterbukaan (open-mindness), semangat belajar, dan perspektif Keberanian (courage) - kekuatan emosional (emotional strength) yang mecakup kemauan yang kuat untuk mencapai suatu tujuan, ditengah-tengah tentangan yang dihadapi, baik dari dalam maupun dari luar. Keberanian ini mencakup kegigihan, integritas dalam arti kejujuran dan ketulusan, semangat dan antusiasme Kemanusiaan (humanity) - kekuatan interpersonal yang mencakup ketulusan merawat, membantu, sikap bersahabat dan menjaga orang lain. Kemanusiaan ini mencakup kasih sayang, kepeduliaan, welas asih, kedermawanan, dan sifat tak mementingkan diri. 227

256 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Keadilan (justice) - sifat baik warga masyarakat yang menjadi tumpuan kehidupan masyarakat yang sehat. Keadilan ini mencakup rasa tanggung jawab sosial, fairness dan kepemimpinan. Pembatasan diri (temperance) - sifat baik yang menghindarkan seseorang dari ekses sikap atau perbuatan yang meliwati batas. Ini mencakup keihlasan untuk memaafkan kesalahan orang lain, kerendahan hati, kehati-hatian, dan pengendalian diri. Transendensi (transcendence) - kekuatan untuk melihat hubungan dengan alam dan merasakan makna. Ini mencakup rasa syukur, rasa terima kasih, apresiasi terhadap keindahan dan keistimewaan, harapan, dan spiritualitas. Kebajikan ini, apabila dijalankan dan dikembangkan menjadi kebiasaan dalam kehidupan akan menjadikan pengetahuan dan teknologi sebagai sarana untuk menciptakan kemaslahatan bagi masyarakat luas dan menghindarkan kemungkinan pemanfaatan teknologi yang membawa dampak negatif bagi kehidupan manusia. PENGARUH SOSIAL-EKONOMI DARI KEMAJUAN PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI Mari kita melihat hal yang lebih spesifik mengenai pengaruh kemajuan pengetahuan dan teknologi terhadap ekonomi dan pergaulan sosial di dunia sekarang ini, pada akhir abad 20 dan awal abad

257 Perkembangan Pengetahuan, Kebudayaan dan Tantangan untuk Membangkitkan.. Kesejahteraan Berbasis Modal Maya. Apabila disimak, banyak negara yang tingkat kesejahteraan rakyatnya sangat tinggi, yang daya saing ekonominya sangat kuat, yang punya pengaruh besar dalam perekonomian dunia adalah bangsa-bangsa yang sumber daya alamnya terbatas. Mereka adalah bangsa-bangsa yang membangun kesejahteraan dan daya saingnya tidak dengan bertumpu pada sumber daya alam atau modal fisik, tetapi betumpu pada modal maya (virtual capital). Ada empat jenis modal maya yang dianggap sangat besar perannya dalam menciptakan kesejahteraan dan daya saing sebuah bangsa yaitu: modal intelektual, modal sosial, modal etikal dan semangat. Pada tataran individual, modal intelektual mencakup pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman seseorang, atau yang secara umum disebut kompetensi seseorang. Pada tataran masyarakat, modal intelektual merefleksikan tingkat kecerdasan atau tingkat penguasaan pengetahuan dan teknologi bangsa yang bersangkutan. Pengetahuan telah menjadi sumber utama penciptaan nilai atau kesejahteraan. Hal itu menjadi alasan utama mengapa ekonomi sekarang ini sering disebut ekonomi pengetahuan. Namun kemampuan menciptakan nilai atau kesejahteraan berdasarkan penguasaan pengetahuan menjadi lebih kecil atau terbatas apabila anggota masyarakat tidak bisa bekerja sama secrara kreatif atau masyarakat yang bersangkutan tidak bisa bekerja sama dengan pihak-pihak lain di luar kelompoknya. Kemampuan bekerja sama diantara anggota masyarakat, diantara kelompok masyarakat, dan luasnya jaringan kerja sama yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan bersama merupakan unsur-unsur utama modal sosial. Modal etikal merupakan bagian dari modal maya yang sangat diperlukan 229

258 Jangan Memanjat Pohon yang Salah agar modal intelektual dan modal sosial dapat meciptakan nilai lebih banyak dan membawa kemaslahatan bagi masyarakat luas. Sebuah bangsa yang instusinya tidak dapat dipercaya atau tidak credible (penuh KKN, tidak ada kepastian hukum, diskriminatif, tidak efisien) akan tehambat perkembangannya walaupun modal intelektual dan modal sosialnya tinggi. Semangat, sebagai salah satu unsur modal maya, ditunjukkan oleh komitmen dan kegairahan untuk mencapai yang terbaik, dan kegigihan atau sikap pantang menyerah. Pergaulan yang Makin Pluralistik. Setiap hari, mereka yang hidup sekarang ini, khususnya yang hidup di kota-kota besar, secara tidak langsung bergaul dengan orang-orang dari seluruh dunia. Salah satu jembatan untuk pergaulan dunia ini adalah layar televisi. Jembatan yang lain, bagi mereka yang terlatih untuk memakainya, adalah internet. Di samping aliran informasi, layar televisi juga mengalirkan nilai-nilai yang berasal dari bagian dunia yang lain, dan sebagian dari nilai-nilai itu mungkin sekali asing bagi orang-orang yang melihatnya, dan bahkan kadangkadang dirasakan bertentangan. Dunia yang tanpa batas secara tidak disadari telah menimbulkan tarikan keberbagai arah dalam hal tata-nilai. Pada sisi lain, dunia yang makin tanpa batas telah menyebabkan kita memasuki pergaulan yang makin pluralistik. Lulusan perguruan tinggi akan makin sering bertemu, atau berurusan atau bekerja dengan mitra yang berasal dari latar belakang budaya atau etnis atau kebangsaan yang berbeda. Mereka akan lebih sering menemukan 230

259 Perkembangan Pengetahuan, Kebudayaan dan Tantangan untuk Membangkitkan.. perbedaan-perbedaan yang muncul dari latar belakang pendidikan maupun latar belakang sosio-kultural. Persaingan yang Makin Terbuka. Kesempatan kerja dan peluang bisnis yang potensial atau yang sudah ada akan diperebutkan oleh makin banyak orang. Yang memperebutkannya bukan hanya tenaga kerja dalam negeri, namun juga oleh tenaga kerja luar negeri. Produk dan jasa yang dihasilkan di negara-negara dengan sistem produksi yang lebih efisien akan mengalir ke negara negara yang sistemnya kurang efisien. Dalam persaingan yang sangat terbuka, diperlukan kemampuan untuk memenuhi tuntutan standard mutu yang bersifat global. Interaksi Antar Budaya yang Makin Intensif. Kemajuan teknologi, khususnya teknologi komunikasi dan informasi telah menyebabkan interaksi antar budaya yang makin dalam. Dalam interaksi ini akan terjadi proses saling mempengaruhi. Budaya yang kuat dan dikomunikasikan secara efektif akan menembus dan melarutkan budaya lain yang kurang kuat dan tidak terkomunikasikan dengan baik. Dalam era dunia tanpa batas ini ada risiko suatu kelompok akan terseret budaya lain dan kehilangan identitas budayanya. 231

260 Jangan Memanjat Pohon yang Salah BEBERAPA KEADAAN SPESIFIK INDONESIA Ditengah-tengah kecenderungan global seperti yang telah disampaikan di atas, Indonesia sebagai sebuah negara menghadapi beberapa masalah spesifik yang terjadi sebagai implikasi dari kebijakan dan proses pembangunan yang dijalankan di masa lalu. Empat dari masalah tersebut adalah tingkat pendidikan yang relatif rendah, sumber daya alam yang makin berkurang, makin menonjolnya sikap ke-kami-an, dan korupsi. Tingkat Pendidikan yang Relatif Rendah. Enam puluh lima tahun sesudah kemerdekaan, prestasi Indonesia dalam bidang pendidikan masih jauh dari memuaskan. Rata-rata orang dewasa Indonesia tidak tamat Sekolah Dasar karena hanya bersekolah selama lima tahun. Negara-negara tetangga seperti Malaysia, Philipina, thailand dan China berada di atas Indonesia- China 6,4 tahun, Philipina 8,2 tahun, Thailand 6,5 tahun, Malaysia 6,8 tahun [11]. Secara lebih umum tingkat pengembangan atau kesejahteraan manusia yang dinyatakan dalam Human Development Index, posisi Indonesia pada tahun 2009 berada pada peringkat 111 dari 178 negara, masih berada di bawah negara tetangga kita seperti China (85), Philipina 84), Thailand (73), dan Malaysia (61) [12]. Dalam era ekonomi pengetahuan (knowledge economy) seperti sekarang ini, yang ditandai oleh pentingnya penguasaan pengetahuan dalam meningkatkan kualitas kehidupan, maka tingkat pendidikan yang rendah akan menjadi penghambat besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Kurangnya perhatian terhadap pengembangan pendidikan dan kualitas manusia secara 232

261 Perkembangan Pengetahuan, Kebudayaan dan Tantangan untuk Membangkitkan.. umum sangat terkait dengan kebijakan pembangunan yang bertumpu pada sumber daya alam. Akibatnya pengembangan kualitas manusia cenderung kurang mendapat perhatian. Sumber Daya Alam yang Makin Habis. Sampai saat ini pembangunan ekonomi Indonesia dijalankan dengan sumber daya alam sebagai tumpuan utama. Untuk membiayai pembangunan, Indonesia telah melakukan dan masih melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam: menyedot minyak dari perut bumi, menambang batu bara, timah, nikel, tembaga, emas, dan membabat hutan. Pada suatu hari nanti sumber daya alam yang tak terbarukan akan habis. Untuk minyak bumi misalnya, kalau tidak ada cadangan baru yang ditemukan dan laju tingkat eksploitasi masih seperti sekarang ini, cadangan minyak bumi Indonesia diperkirakan akan habis dalam dua dekade [13]. Apabila sumber daya alam sudah terkuras habis dan pada pada saat itu rakyat Indonesia tidak memiliki tingkat kecerdasan dalam penguasaan teknologi, semangat kerja, kemampuan untuk bekerja sama, dan standar etika yang diperlukan agar bisa bersaing dengan rakyat dari bangsa-bangsa lain, maka peluang Indonesia untuk menjadi bangsa yang terpandang di dunia akan makin kecil. Makin Menonjolnya Ke-kami-an, Surutnya Ke-kita-an. Sejarah bangsa Indonesia pernah mencatat peristiwa besar yang menyinarkan inklusifisme yang luar biasa, yaitu Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober Ini adalah persistiwa ketika para pejuang beralih dari semangat kami - kami pemuda Jawa, kami Pemuda Sumatera, kami Pemuda 233

262 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Selebes, kami Pemuda Ambon - ke semangat kita, kita bangsa Indonesia. Namun yang kita saksikan akhir-akhir ini adalah menguatnya semangat ke-kami-an. Kelompokkelompok masyarakat lebih menempatkan kepentingan kelompoknya di atas kepentingan bangsa. Bahkan suatu survai yang diadakan oleh Kompas menjelang peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun 2008 menunjukkan kecenderungan bahwa generasi muda Indonesia lebih menonjolkan kepentingan daerah dari kepentingan nasional [14]. Meningkatnya semangat ke kami-an juga ditunjukkan oleh makin populernya istilah putera daerah setelah pemberlakuan otonomi daerah. Pengertian putera daerah pun makin lama makin ekslusif dan menyempit, yaitu mengacu pada suatu suku yang berasal dari kabupaten tertentu saja dan tidak berlaku bagi orang dari suku yang sama apabila dia berasal dari kabupaten yang berbeda. Korupsi. Sejak awal tahun 1970-an di Indonesia berkembang pesat suatu praktek baru, yaitu praktek korupsi. Praktek ini, yang pada awalnya dimulai di kalangan mereka yang memegang jabatan dalam birokrasi, dengan cepat berkembang menjadi kebiasaan baru. Kebiasaan ini menyebar luas dari atas ke bawah, ke seluruh wilayah negara. Saking meluasnya korupsi, Bung Hatta, salah seorang Proklamator Kemerdekaaan R.I, sampai menyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah membudaya. Nampaknya yang beliau maksud adalah bahwa korupsi sudah menjadi kebiasaan yang diterima sebagai suatu hal yang wajar. Praktek korupsi telah mengakibatkan sumber daya yang dimiliki negara telah mengalir kepada sekelompok orang yang tidak pantas mendapatkannya dan sebagaian besar rakyat yang justru berhak menikmatinya terabaikan. Ini adalah salah satu bentuk ketidakadilan. Praktek korupsi 234

263 Perkembangan Pengetahuan, Kebudayaan dan Tantangan untuk Membangkitkan.. melemahkan daya saing ekonomi, daya saing negara dan merusak kredibilitas bangsa. Praktek korupsi yang meluas menunjukkan bahwa masih sangat banyak warga bangsa ini yang didominasi oleh DNA yang tidak memisahkan kita dari simpanse. Meluasnya praktek korupsi sampai sekarang ini telah menyebabkan Indonesia tergolong sebagai salah satu negara yang praktek korupsinya paling tinggi. Lima tahun terakhir ini upaya pemberantasan korupsi di Indonesia telah ditingkatkan dan hasil-hasil yang dicapai sampai saat ini dan kenyataan di lapangan memperingatkan kita bahwa kebiasaan korupsi akarnya sangat dalam dan tidak mudah mencabutnya. TANTANGAN Mengubah Ancaman Menjadi Peluang. Sekarang mari kita lihat implikasi perkembanganan dunia yang diakibatkan oleh perkembangan pengetahuan dan teknologi terhadap Indonesia. Arus globalisasi dalam berbagai bidang akan makin deras. Secara umum, globalisasi ini membawa peluang dan pada saat yang sama membawa ancaman atau tantangan baru. Bagi negara-negara yang yang kuat dalam penguasaan pengetahuan dan teknologi, globalisasi lebih banyak membawa peluang daripada ancaman. Sebaliknya bagi negara yang masih lemah dalam penguasaan teknologi, dan masih lemah dalam pelaksanaan good governance, maka globalisasi akan lebih banyak membawa ancaman atau tantangan dari pada peluang. Kalau tidak berhati-hati negara-negara ini cenderung akan menjadi korban globalisasi. Dalam posisi sebagai korban, negara ini hanya menjadi konsumen dari 235

264 Jangan Memanjat Pohon yang Salah semua hal yang dihasilkan oleh negara atau bangsa lain: konsumen produk, jasa, gaya hidup, pandangan hidup, cara berpikir, tata-nilai, sikap, perilaku. Semua hal itu masuk melalui berbagai saluran, termasuk melalui toko-toko, film, acara televisi, musik, buku, restoran, sekolah, universitas, pergaulan, dan konsultan luar negeri. Apabila tidak kritis dalam mengahadapi perubahan, masyarakat di negara yang bersangkutan dapat menjadi masyarakat terjajah ; terjajah dalam cara berpikir, terjajah dalam wawasan, terjajah dalam sikap hidup, selera dan gaya hidup. Masyarakat yang bersangkutan bisa kehilangan jati-dirinya. Berbeda dengan penjajahan di masa lalu yang menaklukkan melalui kekuatan fisik, proses penjajajahan sekarang berlangsung liwat penaklukan dengan cara-cara yang dirasakan menyenangkan oleh para korbannya. Pada satu sisi, bagi semua bangsa, globalisasi adalah pertarungan untuk mengendalikan masa depan. Negaranegara atau bangsa-bangsa yang lebih siap akan berada pada posisi yang lebih baik dalam mengendalikan masa depan mereka. Bagi yang kurang siap, ada risiko bahwa masa depannya ditentukan oleh pihak lain. Sejauh ini, di mana posisi Indonesia dalam arus globalisasi? Saya melihat Indonesia masih dalam posisi defensif. Pasar dalam negerinya makin terbuka dan makin dibanjiri oleh produk luar negeri. Kita masih sangat tergantung pada teknologi luar negeri. Bahkan Indonesia masih tergantung pada bahan pangan dan BBM yang diimpor. Pertanyaan yang dihadapi sekarang: Apakah kita akan membiarkan keadaan seperti sekarang berlanjut, dengan risiko Indonesia akan tetap ketinggalan dari negara-negara lain di dunia dan tergelincir menjadi korban globalisasi? 236

265 Perkembangan Pengetahuan, Kebudayaan dan Tantangan untuk Membangkitkan.. Apabila Indonesia berhasrat menjadi bangsa yang terpandang, maka pilihan tidak banyak kecuali berusaha keras untuk mengubah tantangan menjadi peluang. Ini tugas besar yang dihadapi generasi muda sekarang ini. Tantangan ini harus ditanggapi dan diatasi, tidak bisa dihindari. Membangkitkan Kembali Jiwa Kejuangan. Dalam rangka mengatasi tantangan di atas, kita perlu memahami faktor faktor yang menyebabkan bangsa kita mengahadapi permasalahan yang diwariskan kepada generasi muda Indonesia sekarang ini. Menurut pendapat saya, salah satu penyebab utamanya adalah surutnya patriotisme atau lunturnya jiwa kajuangan. Patriotisme tidak hanya diperlukan dalam perjuangan merebut kemerdekaan, namun diperlukan juga dalam upaya pembangunan ekonomi, politik, sosial dan kebudayaan. Semangat kejuangan mulai luntur ketika para pembuat kebijakan dan pemegang kekuasaan di negari tercinta ini berpegang pada keyakinan bahwa uang atau dana yang sebagian terbesar dipinjam dari luar negeri- adalah faktor yang paling menentukan dalam membangun kesejahteraan bangsa. Ini adalah bagian dari pembangunan yang didasarkan pada doktrin ekonomi sebagai panglima. Ini dianggap sebagai koreksi terhadap doktrin sebelumnya yang dianggap mempanglimakan politik. Akibatnya keberhasilan atau kemajuan hanya dilihat dari besaran-besaran yang bisa diukur dalam variabel ekonomi. Hal-hal yang tidak bisa diukur dengan variabel tersebut dianggap kurang penting. Kecenderungan yang terlalu mengedepankan keberhasilan 237

266 Jangan Memanjat Pohon yang Salah ekonomi, khususnya keberhasilan jangka pendek, telah membuat sebagian dari masyarakat terperangkap dalam pragmatisme yang overdoses, dan kemudian terjebak dalam sikap atau perilaku tujuan menghalalkan cara. Idealisme dianggap tidak penting. Ini adalah era ketika banyak orang percaya bahwa orang jujur tidak bisa hidup sejahtera secara ekonomi. Pragmatisme yang berlebihan ini menjadi sumber dari berkembangnya korupsi dan meningkatnya ketergantungan terhadap sumber dana luar negeri. Kucuran dana pinjaman ini juga mengakibatkan kurang berkembangnya kebiasaan berhemat dan tidak berkembangnya semangat untuk kerja keras. Di samping surutnya patriotisme, masih ada penyebab yan lain, seperti model-mental pembangunan yang usang, kekeliruan dalam memaknai kekayaan sumber daya alam. Faktor penyebab ini tidak saya soroti di sini, karena hal itu saya telah ulas dalam berbagai risalah [15]. Di sini yang dimaksud dengan patriotisme atau jiwa kejuangan adalah niat yang diwujudkan dalam tindakan yang didasari integritas, untuk berkontribusi secara ikhlas demi kemaslahatan masyarakat luas. Dari definisi ini kiranya menjadi jelas bahwa lunturnya patriotisme di masyarakat ditunjukkan oleh meningkatnya kemunafikan, surutnya ketulusan, meningkatnya kecenderungan mengambil dari pada memberi, mengambil yang bukan haknya, meningkatnya kecenderungan mengutamakan kepentingan diri atau kelompok yang sempit di atas kepentingan masyarakat luas atau di atas kepentingan bangsa. Patriotisme bukan barang baru di Indonesia. Ini telah ditunjukkan oleh para pejuang kemerdekaan yang bahkan 238

267 Perkembangan Pengetahuan, Kebudayaan dan Tantangan untuk Membangkitkan.. berani mempertaruhkan nyawanya. Sekarang ini patriotisme tidak hilang dari bumi Indonesia, namun hanya sedang surut dan melemah. Pengalaman penulis dalam berinteraksi dengan berbagai kalangan-kalangan masyarakat pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, pemuda dan mahasiswa, bahkan di kalangan perusahaan swasta penulis menyaksikan dan merasakan bahwa jiwa kejuangan tersebut masih menyala, walaupun di lingkungan yang sangat luas mungkin memudar. Jadi tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia dan generasi muda Indonesia khususnya dalam menyongsong masa depan adalah melakukan revitalisasi atau membangkitkan kembali jiwa kejuangan di semua sektor kehidupan. Patriotisme yang diperlukan sekarang adalah patriotisme yang membuat bangsa Indonesia lebih maju, lebih sejahtera, lebih berkeadilan dan mampu menjadi salah satu bangsa yang terpandang di tengah-tengah bangsa lain di dunia. Menurut pendapat saya saat ini, isi dari jiwa kejuangan tersebut terutama sekali adalah: Kejujuran ditengah-tengah masyarakat yang masih dibelit penyakit korupsi, hidup jujur memerlukan keberanian dan komitmen yang kuat. Optimisme menghadapi kesulitan dan tantangan dengan sikap sulit, tetapi bisa, bukan sikap bisa tetapi sulit. Semangat belajar terbuka terhadap kemungkinan baru, kreatif, menjadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Kerja keras berusaha melakukan yang terbaik, disiplindiri. Semangat berkontribusi berusaha memberi, pantang menadahkan tangan. 239

268 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Tanggung jawab sosial melakukan sesuatu yang membawa kemaslahatan bagi masyarakat luas. Maju bersama dalam kebhinekaan - membangun cita-cita bersama, menjadikan kebhinekaan sebagai sumber kekuatan. Membangkitkan kembali jiwa kejuangan pada dasarnya adalah memunculkan potensi kebajikan yang ada pada semua putra-putri Indonesia. Dengan kebajikan ini kita memunculkan kemuliaan manusia. Sebab itu patriotisme yang kita tumbuhkan adalah patriotisme yang humanis, dengan kata lain, kita membangkitkan kembali jiwa kejuangan agar bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa di dunia bisa berkontribusi lebih besar bagi kemajuan kemanusiaan. Orang-orang yang menghayati jiwa kejuangan dalam kehidupan sehari-hari adalah orang-orang biasa, mereka bukan malaikat. Sebab, orang biasa seperti kita pernah dan bisa jujur, pernah dan bisa optimis, pernah dan bisa belajar dan bekerja keras, pernah dan bisa berkontribusi untuk masyarakat di sekitar kita, dan pernah serta bisa maju bersama orang-orang lain yang latar belakang pendidikan atau lingkungan budayanya berbeda dari diri kita sendiri. LINGKUNGAN YANG MEMFASILITASI TUMBUHNYA JIWA KEJUANGAN Dewasa ini, menumbuhkan dan mengembangkan jiwa kejuangan tidak bisa dilakukan dengan memasukkan seseorang dalam program indoktrinasi, atau penataran seratus jam, 200 jam, atau 500 jam. Jiwa kejuangan yang sehat tumbuh secara alami, bersemi dari kesadaran, dari kepekaan, dari 240

269 Perkembangan Pengetahuan, Kebudayaan dan Tantangan untuk Membangkitkan.. keyakinan dan rasa tanggung jawab sosial. Jiwa kejuangan sebagai suatu himpunan kebajikan tumbuh dan berkembang karena terjadinya proses belajar. Dalam proses belajar ini, lingkungan pendidikan memegang peran penting. Lingkungan pendidikan yang menguatkan karakter, yang menumbuhkan kesadaran dan pemahaman sejarah, dan yang menumbuhkan kesadaran serta pemahaman budaya akan mempermudah tumbuhnya jiwa kejuangan. Lingkungan Pendidikan yang Menguatkan Karakter. Berbagai lingkungan pendidikan, seperti lingkungan pendidikan di rumah, di sekolah, pergaulan dengan teman sejawat, buku, media, mempengaruhi wawasan dan sikap seseorang. Jiwa kejuangan akan lebih mudah berkembang dalam lingkungan pendidikan yang berorientasi pada pengembangan karakter. Setelah berkali-kali dihimbau dan diloby oleh berbagai pihak, akhirnya, sejak akhir tahun 2010 pemerintah Indonesia berpaling dari kebijakan pendidikan yang sangat berpusat pada pengembangan kompetensi ke kebijakan yang berorientasi pengembangan karakter dan kebudayaan. Memang tidak mudah meyakinkan pembuatan kebijakan bahwa masalah besar yang dihadapi bangsa ini, seperti korupsi yang masih merajalela, mafia pengadilan, kesulitan menegakkan hukum, bersumber pada lemah atau buruknya karakter, bukan pada kurangnya kompetensi. Ini tidak berarti bahwa kompetensi tidak penting. Kompetensi itu penting. Namun kompeteni yang dimilki seseorang hanya akan membawa manfaat bagi masyarakat apabila disertai dengan karakter yang baik. Orang yang memilki kompetensi tinggi 241

270 Jangan Memanjat Pohon yang Salah namun dengan karakter buruk cenderung akan menjadi sumber masalah bagi masyarakat. Pendidikan karakter bukanlah barang baru di Indonesia. Para pendiri bangsa menyiapkan bangsa Indonesia untuk berjuang mencapai kemerdekaan melalui pendidikan karakter. Mereka membangun kepercayaan diri rakyat Indonesia, membangun optimisme, keberanian, kerelaan berkorban, semangat ke-kitaan. Bahkan sesudah kemerdekaan, dalam pidato kenegaraan tanggal 17 Agustus 1957 Bung Karno menekankan pentingnya nation building dan character building bagi Indonesia [16]. Negara tetangga kita di Asia, RRC, setelah terpuruk oleh Revolusi Kebudayaan, membangun kembali kejayaannya pada akhir abad ke-20 dengan meningkatkan kualitas rakyatnya melalui pendidikan karakter [17]. Di belahan bumi yang lain, lebih dari dua ribu tahun yang lalu Cicero, seorang filosof dan negarawan Yunani menyatakan bahwa kesejahteraan suatu bangsa ditentukan oleh karakter warga negaranya. Lingkungan Pendidikan yang Menumbuhkan Kesadaran dan Pemahaman Sejarah. Kesadaran dan pemamahamn sejarah ini mencakup kesadaran dan pemahaman sejarah bangsa, sejarah dunia dan sejarah peradaban manusia. Kesadaran dan pemahaman sejarah dapat memicu tumbuhnya rasa tanggung jawab sosial. Kesadaran dan pemahaman sejarah dapat menumbuhkan pengertian bahwa kita berhutang kebaikan pada banyak orang dan bahwa dengan berkontribusi bagi kemajuan masyarakat kita mengembalikan kebaikan orang lain yang telah kita terima. Kesadaran dan pemahaman sejarah umat manusia akan menumbuhkan pengertian dan perasaan bahwa 242

271 Perkembangan Pengetahuan, Kebudayaan dan Tantangan untuk Membangkitkan.. manusia di muka bumi ini sebenarnya satu keluarga besar, walaupun kita mungkin sekarang nampaknya berbeda-beda. Hal ini akan memudahkan kita melihat pentingnya tumbuh berkembang bersama dalam kebhinekaan. Kesadaran dan pemahaman sejarah peradaban manusia dapat menumbuhkan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan hidup, dan menguatkan kebutuhan untuk melestarikan atau memperbaiki kualitas lingkungan hidup demi terjaganya kelangsungan hidup manusia di muka bumi ini. Lingkungan Pendidikan yang Menumbuhkan Kesadaran dan Pemahaman Budaya. Dalam era globalisasi sekarang ini, yang melintas bebas dari satu negara ke negara lain tidak saja produk, jasa, dan dana, namun juga budaya bangsa-bangsa. Dengan memiliki kesadaran dan pemahaman budaya, suatu bangsa akan mampu melakukan dialog budaya dengan budaya yang datang dari luar. Dengan kemampuan dialog ini, masyarakat akan dapat memilah dan memilih unsur budaya luar yang dapat memperkaya budayanya sendiri. Dengan kesadaran dan pemahaman budaya sendiri, masyarakat akan terhindar dari kemungkinan menerima begitu saja budaya lain tanpa proses seleksi, atau kemungkinan menolaknya secara apriori. Dengan kesadaran dan pemahaman budaya Indonesia, jiwa kejuangan akan dapat mengantar Indonesia menjadi Indonesia yang maju, adil dan sejahtera dan tetap berjatidiri Indonesia. 243

272 Jangan Memanjat Pohon yang Salah KATA PENUTUP Saya sepakat dengan seorang ahli yang menyatakan bahwa under development is a state of mind [18]. Sebab itu apabila kita mau keluar dari ketertinggalan kita maka pertama-tama yang perlu kita benahi adalah mentalitas kita atau our state of mind. Membangkitkan kembali jiwa kejuangan adalah bagian dari usaha pembenahan mentalitas tersebut. Membangkitkan kembali jiwa kejuangan adalah tanggapan budaya terhadap perkembangan pengetahuan manusia serta makin intensifnya proses interaksi budaya antar bangsa sekarang ini. Membenahi mentalitas memang bukan segala-galanya. Namun ini adalah penggerak mula atau penghela dari perubahan lain yang perlu dilakukan. Membangkitkan jiwa kejuangan sekarang ini agak berbeda dengan membangkitkan jiwa kejuangan dalam merebut kemerdekaan. Dalam perjuangan merebut kemerdekaan, patriotisme diarahkan untuk mengalahkan pihak lain, yaitu penjajah. Sekarang patriotisme justru diarahkan untuk mengalahkan diri kita sendiri: mengalahkan kemunafikan, mengalahkan pesimisme, mengalahkan kebodohan, mengalahkan kemalasan, mengalahkan ketidak-pedulian, mengalahkan keserakahan, dan mengalahkan kesombongan yang ada pada diri kita. Membangkitkan kembali jiwa kejuangan perlu menjadi ikhtiar kita bersama, karena pada dasarnya semua orang dalam lubuk hatinya yang paling dalam ingin hidupnya berarti, bermakna, membawa rahmat bagi masyarakat luas. Itu semua adalah bisikan hati untuk mewujudkan jiwa kejuangan. 244

273 Perkembangan Pengetahuan, Kebudayaan dan Tantangan untuk Membangkitkan.. Catatan Akhir [1] Jared Diamod, The Rise and Fall of The Third Chimpanzee, h.15 [2] central_file [3] Don Tapscott, The Digital Economy, Mc.Graw Hill, 1996 [4] Op.Cit. no.1, h [5] M.C.Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern , Serambi, 2008, h. 45, h.51. [6] Kuntjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, PT Gramedia, h.1-3 [7] Robert J. House et.al, Culture, Leadership and Organization, Sage Publication, [8] Geert Hofstede and Gert Jan Fofstede, Culture and Organization: Software of Mind, McGraw Hill, 2005, h.7. [9] Sutan Takdir Alisjahbana, dalam Saswinadi Sasmojo, dkk, Editor, Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni, Penerbit ITB, 1991, h.6-8 [10] Christhoper Peterson & Martin E.P. Seligman, Character Strengths and Virtues: A Handbook Of Classification, Oxford University Press, 2004, h. 13, [11] [12] n development index [13] New Energy and Industrial Technology Development (NEDO), CDM Development in Indonesia-Enabling Policies, Institutions and Programmes, Issues and Chalengges, 2006 (second edition), [14] Tantangan Berat Nasionalisme, Harian Kompas 27 Oktober 2008, h.1 [15] Gede Raka, Pendidikan Beyond Competence, Makalah disampaikan pada Lokakarya Membangun Indonesia Abad 21 yang diselenggarakan oleh Majelis Guru Besar ITB tanggal Juli di Balai Pertemuan Ilmiah ITB. [16] Ir. Soekarno, Satu Tahun Ketentuan, Dibawah Bendera Revolusi, Jilid Kedua, Cetakan Kedua, 1965, Panitya Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi, h

274 Jangan Memanjat Pohon yang Salah [17] Li Lanqing, Education for 1.3 Billion,Pearson Education and Foreign Language Teaching,&Research Press China, 2005, [18] Lawrence E.Harrison & Samuel P. Huntington, Culture Matters: how values shape human progress,

275 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa 10 PEMBANGUNAN KARAKTER DAN PEMBANGUNAN BANGSA: Menengok Kembali Peran Perguruan Tinggi * Underdevelopment is a state of mind (Lawrence E. Harrison) PENDAHULUAN Topik risalah ini saya pilih karena terdorong oleh menguatnya kecemasan yang saya rasakan. Sebagai seorang warga negara Indonesia biasa yang mengamati perkembangan di Indonesia akhir-akhir ini, saya merasakan berbagai kecemasan yang muncul. Salah satunya adalah kecemasan akan kehilangan. Kecemasan ini berkaitan dengan beberapa kalimat berikut, yang pernah saya baca dalam lukisan yang diberi nama The Nightmare of Losing karya A.D. Pirous, seniman terkemuka dan Guru Besar Emeritus ITB: * Risalah ini disajikan pada Kuliah Akhir Masa Jabatan sebagai Guru Besar ITB, pada Sidang Terbuka Majelis Guru Besar ITB, tanggal 28 Nopember 2008 di Gedung Balai Pertemuan Ilmiah (BPI) ITB, di Bandung.. 247

276 Jangan Memanjat Pohon yang Salah You lose your wealth, you lose nothing You lose your health, you lose something You lose your character, you lose everything [1] Saya melihat dan merasakan sejak tiga dekade terakhir ini Indonesia mengalami proses kehilangan. Kita kehilangan hutan kita. Indonesia sekarang dikenal sebagai negara dengan laju deforestasi tertinggi di dunia [2]. Kita kehilangan tanah subur kita. Luas tanah kritis di Indonesia pada tahun 2008 ditaksir 77,8 juta hektar atau sekitar 40% luas daratan Indonesia[3], dan tanah kritis ini diperkirakan masih akan bertambah satu juta hektar setiap tahunnya. Kita makin kehilangan hak guna tanah kita untuk perkebunan. Makin banyak perusahaan asing yang bergerak di bidang perkebunan di Indonesia. Kita kehilangan kekayaan alam yang berasal dari laut yang dikeruk secara ilegal oleh penjarah dari dalam maupun luar negeri. Indonesia kehilangan daya saing. Dalam World Competitiveness Scoreboard tahun 2007, Indonesia menempati peringkat 54 dari 55 negara [4], turun dari peringkat 52 pada tahun Kita kehilangan niat untuk menaati hukum atau peraturan, bahkan menaati aturan yang paling sederhana yaitu aturan lalu lintas; atau di pihak lain orang-orang melanggar hukum dengan main hakim sendiri terhadap kelompok yang tidak sepaham dengan kelompoknya. Kita kehilangan kecintaan terhadap keseniaan dan busana tradisional yang sangat indah dari berbagai daerah Indonesia seperti baju kurung, baju bodo, kebaya. Sebagian besar dari kita sudah kehilangan kejujuran dan rasa malu. Sudah sekian tahun lamanya Indonesia mendapat predikat sebagai salah satu negara yang tingkat korupsinya sangat tinggi di dunia [5], dan predikat itu tidak membuat kita merasa malu, dan korupsi masih terus berlangsung. Kita kehilangan rasa ke- Indonesian kita. Kaum muda Indonesia makin menonjolkan kepentingan daerah daripada 248

277 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa kepentingan bangsa [6]. Kita kehilangan cita-cita bersama sebagai bangsa Indonesia. Tiada lagi Indonesian Dream yang mengikat kita bersama, yang lebih menonjol adalah cita-cita golongan untuk mengalahkan golongan lain. Indonesia sudah kehilangan sangat banyak hal dan kehilangan ini masih berlangsung, dan daftar kehilangan ini masih bisa diperpanjang lagi. Pertanyaannya, mungkinkah ini tanda-tanda kita meluncur ke arah kehilangan segala-galanya? Alasan kedua untuk membahas topik ini adalah optimisme. Tidak sedikit orang sekarang ini berpendapat bahwa ketidakjujuran, ketidak-pedulian, mau menang sendiri, mengutamakan diri dan golongan sendiri, tidak taat hukum, tidak punya semangat kerja, menyukai kekerasan, memang merupakan sifat-sifat dasar orang Indonesia. Saya sendiri tidak berada dalam kelompok itu. Apabila kita menengok kembali pada perjalanan sejarah bangsa Indonesia, khususnya pada periode perjuangan kemerdekaan, selama periode tersebut masyarakat dan para pemimpin perjuangan memunculkan sifat-sifat istimewa mereka. Kualitas istimewa inilah yang dibangkitkan, dipupuk, dikuatkan oleh para pejuang kemerdekaan, yang akhirnya mengantarkan masyarakat yang tinggal di ribuan pulau zamrud katulistiwa ini, yang sangat beraneka ragam baik dari sisi suku, agama, alam, dan budaya, memproklamirkan diri sebagai satu negara bangsa, yaitu Negara dan Bangsa Indonesia. Kualitas istimewa itu mencakup kesepakatan kuat mengenai cita-cita bersama, semangat ke-kita-an, penghargaan atas kebhinekaan, kesediaan berkorban, berani kerja keras, ketulusan, solidaritas, dan rasa percaya diri. Ini menunjukkan bahwa rakyat Indonesia bukan bangsa yang 249

278 Jangan Memanjat Pohon yang Salah secara histotris adalah bangsa tak bermutu. Masyarakat Indonesia memiliki kualitas atau kekuatan yang apabila dipupuk dan dikembangkan dapat mengantarnya kepada kemajuan. Itu dulu, bagaimana dengan sekarang? Apakah sifat-sifat tersebut masih tersisa? Selama tiga puluh tahun, di samping berinteraksi dengan teman-teman dari kalangan masyarakat akademik, saya punya banyak kesempatan berinteraksi dengan rekan-rekan dari lembaga swadaya masyarakat, dunia bisnis dan ribuan guru dari tingkat pendidikan dasar dan menengah. Di kelompok lembaga swadaya masyarakat saya bertemu dengan sangat banyak orang, tua dan muda, yang bekerja secara tulus, atas dasar idealisme yang tinggi untuk kepentingan masyarakat. Di luar dugaan, semangat kerja keras, idealisme, kepeduliaan terhadap kemajuan masyarakat luas, keteguhan memegang etika, saya jumpai juga di kalangan para professional -pucuk pimpinan, manajer- dan pengusaha (yang sudah lama berusaha maupun yang baru) yang bergerak di sektor swasta, suatu sektor kegiatan yang sering diasosiasikan hanya bertujuan mencari untung. Ketulusan, dedikasi, semangat untuk maju, juga bisa ditemukan pada guru-guru dan kepala sekolah. Di pihak lain, di dalam kampus, saya melihat ada hasrat yang kuat dari sebagian mahasiswa untuk menjadikan masa pendidikan mereka di perguruan tinggi sebagai sebuah kesempatan emas untuk pengembangan jati-diri mereka di samping sebagai kesempatan untuk menimba ilmu pengetahuan. Ini dapat dilihat melalui beberapa kegiatan ekstra kurikuler mahasiswa dan diskusi-diskusi yang mereka 250

279 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa selenggarakan. Kebetulan saya sering menyaksikan kegiatan dan diskusi-diskusi seperti itu. Jadi, di balik hal-hal negatif yang terjadi di Indonesia, saya melihat ada hal-hal positif yang hidup di kalangan kelompokkelompok masyarakat. Dengan kata lain, masih banyak orang yang bekerja keras dengan niat, hati dan perilaku baik di negeri kita ini. Tantangan bagi dunia pendidikan adalah menjadikan lembaga-lembaga pendidkan sebagai tempat pesemaian yang lebih subur untuk tumbuh dan berkembangnya lebih banyak orang dengan sikap dan perilaku positif. KEBUTUHAN NYATA, DULU DAN SEKARANG Permasalahan Lama yang Tetap Aktual. Bagi bangsa Indonesia, persoalan pembangunan karakter dan pembangunan bangsa bukan barang baru. Presiden Soekarno melontarkan permasalahan nation building ini dalam pidato kenegaraan tanggal 17 Agustus Presiden Soekarno melihat nation building sebagai fase kedua dalam revolusi Indonesia sesudah fase pertama yang dinamakan fase liberation yaitu pembebasan Indonesia dari penjajahan Belanda. Permasalahan ini dikedepankan sebagai tanggapan terhadap keadaan Indonesia pada saat itu yang ditandai oleh makin kuatnya kecenderunagn mengutamakan kepentingan kelompok - golongan, suku, agama. daerah, partai- di atas kepentingan negara dan bangsa, dan makin lunturnya idealisme. Dalam pidato tersebut juga dinyatakan bahwa fase 251

280 Jangan Memanjat Pohon yang Salah nation building lebih sulit daripada fase liberation [7]. Pentingnya character building disampaikan oleh Presiden Soekarno pada pidato kenegaraan tanggal 17 Agustus Ketika itu, character building ini dikaitkan dengan nation building dan perjuangan pembebasan Irian Barat dari penjajah Belanda [8]. Pada tahun 1956, Slamet Iman Santoso, dalam ceramahnya di depan kelompok studi Lingkaran Pemuda menyatakan bahwa tujuan setiap pendidikan yang murni ialah menyusun harga pribadi yang kukuh-kuat dalam jiwa pelajar, supaya mereka kelak dapat bertahan dalam masyarakat [9]. Memang dalam ceramah ini tidak disebut istilah karakter secara spesifik namun secara tersirat dapat ditangkap bahwa pembanguan karakter adalah tujuan utama pendidikan. Sejak tahun tujuh-puluhan sampai sekarang pembangunan karakter dan pembangunan bangsa (character & nation building) tidak banyak mendapat perhatian, khususnya dalam kaitannya dengan pendidikan. Dunia pendidikan kita melontarkan tema-tema yang lebih praktis seperti menyiapkan lulusan siap pakai dan pendidikan berbasis kompetensi. Dengan kata lain, pendidikan cenderung dilihat hanya sebagai instrumen untuk menyiapkan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan aktivitas ekonomi. Dalam perspektif ini manusia hanya dipandang sebagai faktor produksi. 252

281 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa Karakter dan Kohesivitas Bangsa sebagai Kekuatan. Kurangnya perhatian dalam pembangunan karakter secara tidak langsung mengabaikan pengalaman bangsa kita dan pengalaman bangsa lain dalam mencapai kemajuan. Pengalaman sejarah bangsa Indonesia sendiri menunjukkan bahwa kemerdekaan Indonesia tercapai karena pejuang kemerdekaan berhasil melakukan pendidikan yang bisa membangkitkan kualitas mental yang sangat baik pada bangsa kita yang dinamakan karakter. Keberhasilan Vietnam mengusir tentara Amerika Serikat pada tahun 1975 adalah hasil dari kekuatan karakter, seperti kegigihan, keberanian, kerelaan berkorban, kepercayaan diri, rasa bermartabat, dan persatuan bangsa. Teknologi persenjataan mutakhir dari sebuah negara adikuasa tak bisa mematahkan kekuatan karakter suatu bangsa. Contoh yang sangat jelas yang sekarang sedang berlangsung di depan mata kita adalah kebangkitan RRC menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia pada awal abad ke-21 ini. Revolusi Kebudayaan China yang diprakarsai oleh Mao Zedong antara tahun praktis melumpuhkan perekonomian dan pendidikan China. Selama 10 tahun, semasa Revolusi Kebudayaaan, perguruan tinggi di China tidak menerima mahasiswa baru, dan kaum intelektual serta mereka yang punya keahlian dikirim kekamp para pekerja (labor camp). Presentase penduduk yang buta huruf meningkat drastis [10 ]. Di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping China berusaha keluar dari kehancuran yang diwariskan oleh Revolusi Kebudayaan. Salah satu tindakan bersejarah yang dilakukan Deng adalah melakukan reformasi pendidikan dengan arsitek utama reformasi Wakil Perdana Menteri Senior Li Lanqing. Tema utama reformasi pendidikan China yang dimulai pada awal tahun 1990-an adalah pendidkan karakter. 253

282 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Dalam Education for 1.3 Billion dinyatakan bahwa tujuan utama reformasi pendidikan di China adalah untuk menjadikan setiap warga China menjadi orang yang berkarakter kuat dan menumbuh kembangkan warga masyarakat yang lebih konstruktif [11]. Di atas telah dikemukakan mengenai peran kekuatan persatuan atau kohesivitas bangsa dalam merebut kemerdekaan. Di samping itu, kohesivitas juga merupakan suatu kekuatan untuk membangun kesejahteraan di era ekonomi pengetahuan sekarang ini. Bangsa-bangsa yang kohesivitasnya rendah, yang selalu berada dalam suasana konflik dan cenderung memecahkan perbedaan dengan cara kekerasan akan menghabiskan energinya untuk melakukan tindakan-tindakan yang merusak diri sendiri. Dua dekade terakhir ini kita melihat betapa konflik-konflik horizontal di beberapa negara Afrika seperti di Sudan, Somalia, Ethiopia, Rwanda, Zimbabwe, Congo, sudah menimbulkan kesengsaraan yang luar biasa pada rakyat di negara-negara tersebut. Tingkat kohesivitas suatu bangsa atau masyarakat menunjukkan kekuatan modal sosial bangsa atau masyarakat yang bersangkutan. Modal sosial merujuk pada kemampuan orang-orang untuk bekerja sama dalam kelompok atau organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Dalam Trust, Francis Fukuyama menunjukkan dengan berbagai contoh hubungan antara modal sosial dengan kemampuan suatu kelompok masyarakat dalam menciptakan kesejahteraan. Dia menyatakan bahwa social capital is critical to prosperity and to what has come to be called competitiveness, [12] 254

283 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa Karakter dan Dunia Kerja Apakah pendidikan yang berorientasi pembangunan karakter juga sesuai dengan kebutuhan dunia kerja sekarang ini? Bukankah dunia kerja mencari orang yang kompeten? Memang di Indonesia sekarang ini faktor kompetensi menjadi tema utama dalam perekrutan dan pengembangan tenaga kerja. Namun ada satu hal yang luput dari pengamatan para manajer atau eksekutif di Indonesia, yaitu hasil penelitian Jim Collins yang ditulis dalam bukunya yang beberapa tahun terakhir ini menjadi buku manajemen terlaris di dunia, Good to Great. Dalam kajiannya terhadap perusahaan-perusahaan yang berkembang menjadi perusahaan-perusahaan yang sangat hebat (great company) Jim Collins menemukan bahwa salah satu faktor - dari lima faktor- yang menjadi ciri-ciri dari perusahaan-perusahaan ini adalah bahwa perusahaanperusahaan tersebut memilih orang yang tepat (the right person) untuk menjadi bagian dari tenaga kerjanya. Di sini, ketepatan ini lebih terkait dengan karakter orangnya dari pada dengan pengalaman, pengetahuan, atau keterampilannya [13]. Jadi dalam merekrut orang, faktor pertama yang diperhatikan oleh perusahaan yang hebat adalah siapa orang yang akan direkrut tersebut (first Who, then What). Dengan kata lain, perusahaan yang hebat mencari orang yang berkarakter. Orang-orang dengan karakter yang kuat tidak memerlukan motivasi dari orang lain, sebab mereka akan memotivasi dirinya sendiri. Perusahaanperusahaan yang hebat tidak menganggap pengetahuan atau keahlian khusus tidak penting, tetapi mereka menganggap pengetahuan dan keahlian itu bisa dipelajari, sementara dimensi-dimensi yang berkaitan denagn keyakinan seperti karakter, etos kerja, dedikasi untuk memenuhi komitmen, akarnya jauh lebih dalam dan lebih sulit diubah. 255

284 Jangan Memanjat Pohon yang Salah BEBERAPA PENYEBAB MELEMAHNYA KARAKTER DAN MENURUNNYA KOHESIVITAS MASYARAKAT INDONESIA Bangga Berhutang. Ketika pemerintah Indonesia pada akhir tahun 1960-an menggalakan pembangunan ekonomi, tanpa disadari ada anggapan bahwa kalau ada dana maka semuanya akan berjalan seperti yang diharapkan. Kemudian mulailah Indonesia membiayai pembangunannya dengan hutang luar negeri dan hutang itu makin lama makin besar dan muncullah kriteria baru dalam melihat keberhasilan dalam menjalankan pembangunan, yaitu besarnya hutang. Banyak pejabat negara pada dekade 1980-an dan awal 1990-an yang dengan bangga menyatakan bahwa misi yang dipimpinnya berhasil karena sudah berhasil mendapatkan hutang (istilahnya dihaluskan menjadi bantuan ) luar negeri lebih banyak. Membiayai pembangunan dengan hutang tidak dengan sendirinya salah. Namun yang keliru adalah bangga akan hutang yang kita dapatkan. Rasanya tidak ada kelompok masyarakat di kepuluan Nusantara yang memegang tata-nilai bangga menjadi penghutang atau bangga menjadi bangsa yang menandahkan tangan. Pembangunan yang berpusat pada hutang ini seolah-olah didasarkan pada asusmsi bahwa materi atau uang dapat menggantikan segalanya. Pengetahuan, pendidikan, etos kerja dan kejujuran lalu makin terpinggirkan. 256

285 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa Pembangunan Ekonomi yang Terlalu Bertumpu pada Sumber Daya Alam. Pembangunan ekonomi sejak akhir tahun 1960-an sampai sekarang terlalu bertumpu pada sumber daya alam. Seolaholah Republik ini di masa depan akan bisa berjaya selamanya dengan mengandalkan sumber daya alam. Seakan-akan minyak, batubara, tembaga, emas, hutan akan bisa kita pakai sebagai tumpuan kesejahteraan bangsa untuk selamalamanya. Sumber daya alam yang melimpah telah mengakibatkan pembuat kebijakan pembangunan ekonomi berada pada comfort zone. Akibatnya, kebijakan pembanguan Indonesia kurang memperhatikan pengembangan sumber kesejahteraan yang selalu bisa diperbaharui yaitu manusia dan masyarakat yang berkualitas tinggi. Karena itu, tidak mengherankan apabila selama lebih dari tiga dekade alokasi anggaran pembangunan untuk pendidikan di Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan anggaran pembangun sektor-sektor lain. Indonesia terkena kutukan sumber daya (resource curse); kekayaan alam Indonesia bukannya menjadi sumber kekuatan, namun menjadi awal dari kelemahan. Menggunakan sumber daya alam untuk modal pembangunan tidak dengan sendirinya salah. Kekeliruan kebijakan pembangunan selama tiga decade adalah tidak memakai sebagian besar pendapatan yang berasal dari sumber daya alam untuk membiayai pengembangan sumber kekuatan baru yaitu pengembangan kualitas manusia dan kualitas masyarakat melalui pendidikan. Kekeliruan lainnya adalah anggapan seolah-olah kekayaan alam Indonesia ini hanya untuk generasi yang sekarang saja. Akibatnya, yang berkembang adalah semangat atau nafsu eksploitasi besarbesaran, tanpa mempedulikan konservasi atau pelestarian. 257

286 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Kita lupa bahwa kekayaan alam itu adalah titipan dari generasi yang akan datang, yang juga berhak mendapatkan kesejahteraan dari keberadaannya. Di samping itu, ukuran keberhasilan pembangunan yang kita banggakan pun sebagian besar lebih bersifat fisik. Ukuranukuran non-fisik seperti tingkat dan kualitas pendidikan masyarakat dikesampingkan. Menikmati Dapat Uang Tanpa Kerja. Kebanggaan menjadi penghutang tanpa disadari telah menumbuhkan sikap hidup yang baru yaitu dapat uang tanpa kerja itu biasa atau wajar, dan bahkan kemudian menjadi perlu. Sikap ini menjadi salah satu bibit berkembangnya kebiasaan korupsi di Indonesia. Dana yang berasal dari hutang luar negeri yang disalurkan liwat lembaga-lembaga pemerintah telah menjadi sumber rejeki baru bagi birokrat yang berwenang untuk menggunakan dana tersebut. Selanjutnya, setiap penjabat berlomba lomba berusaha menciptakan proyek untuk dapat dibiayai dengan hutang luar negeri, karena setiap proyek berarti sumber peluang baru untuk mengutip cukai dari setiap transaksi yang terjadi. Labih buruk lagi, dalam masyarakat yang berbudaya kolektif seperti Indonesia kebiasaan korupsi berkembang dengan sangat cepat karena orang-orang korupsi bersama-sama dan mereka yang korupsi bersama kemudian saling melindungi. Bersamaan dengan sikap mengusung uang sebagai pusat segalanya, ukuran keberhasilan orang di masyarakatpun makin bergeser kearah banyaknya materi yang orang miliki tanpa mempersoalkan dari mana asal dan bagaimana cara seseorang mendapatkan materi tersebut. Ini menimbulkan sikap baru, yaitu tujuan menghalalkan cara. 258

287 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa Hanya Melihat di Permukaan Semua orang mengetahui bahwa negara yang tingkat kesejahteraan rakyatnya tinggi adalah negara yang masyarakatnya secara umum berada di garis terdepan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Negara-negara ini memiliki tenaga kerja dengan kompetensi relatif tinggi. Inilah satu alasan ketika Indonesia hendak meningkatkan kualitas tenaga kerjanya dan meningkatkan kemampuan menciptakan teknologi atau memanfaatkan teknologi, pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kompetensi. Namun yang kurang dapat perhatian adalah faktor-faktor yang berada di bawah permukaan yang menjadi penggerak dan pendorong sehingga suatu masyarakat mencapai tingkat kompetensi yang tinggi atau menghasilkan produk atau jasa yang berbasis teknologi atau pengetahuan tinggi. Faktorfaktor di bawah permukaan ini mencakup semangat belajar yang tinggi, komitmen untuk mencapai yang terbaik, semangat untuk melakukan perbaikan terus menerus, keterbukaan terhadap kemungkinan-kemungkinan baru, keberanian untuk mencoba hal-hal baru. Hal-hal yang disebutkan terakhir ini termasuk dalam kategori karakter, bukan kompetensi. Kompetensi membuat seseorang bisa melakukan suatu tugas dengan baik, namun karakterlah yang membuat dia bertekad mencapai yang terbaik dan selalu ingin lebih baik. Di pihak lain, orang-orang dengan kompetensi yang tinggi tanpa disertai dengan karakter yang baik dapat menjadi sumber masalah bagi lingkungannya, karena dengan kompetensinya yang tinggi orang yang bersangkutan bisa secara rasional mendistorsikan banyak hal. Seperti sebuah pepatah China menyatakan even the best scripture can be distorted by a bad monk. 259

288 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Hilangnya Musuh Bersama dan Kaburnya Cita-cita Bersama. Pada masa perjuangan kemerdekaan, rasa persatuan atau kohesivitas bangsa sangat kuat karena ketika itu musuh bersama rakyat Indonesia sangat jelas yaitu penjajah Belanda. Di samping itu, persatuan menjadi makin kuat karena cita-cita yang hendak dicapai bersama juga sangat jelas yaitu Indonesia Merdeka. Namun kedaaan menjadi berbeda sesudah Proklamasi Kemerdekaan. Kohesivitas menurun karena kepentingan golongan menjadi menonjol di atas kepentingan bersama. Pemberontakan demi pemberontakan yang mengancam kesatuan RI terjadi. Dalam masyarakat kolektif seperti masyarakat Indonesia, apabila tidak ada musuh bersama di luar kelompoknya, mereka akan mencari musuh di dalam kelompoknya sendiri. Inilah yang menjadisalah satu faktor pendorong timbulnya permusuhan antar suku, antar kelompok agama dan antar daerah. Semangat ke-kita-an yang sangat kuat di masa lalu menjadi makin lemah dan bersamaan dengan itu semangat ke-kami-an menguat. Makin lemahnya kohesivitas bangsa juga disebabkan oleh makin kaburnya atau tidak adanya cita-cita yang disepakati bersama yang dapat menggugah semua komponen bangsa untuk berjuang bersama dengan tidak mempersoalkan perbedaan yang ada diantara komponen yang bersangkutan. Tidak ada lagi yang namanya Indonesian Dream yang memberi inspirasi dan mengikat rakyat Indonesia untuk berjuang bersama. Kesenjangan dan Ketimpangan. Beberapa Kebijakan Pembangunan Ekonomi yang berlangsung selama tiga dekade, yang dimulai sejak akhir tahun 1960-an juga memunculkan beberapa sandungan dalam 260

289 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa meningkatkan solidaritas bangsa. Pembangunan ekonomi melalui investasi yang terpusat di pulau Jawa telah mengakibatkan banyak daerah di luar Jawa merasa diabaikan dan kurang mendapat manfaat dari eksploitasi sumber daya alam di daerahnya. Ini menimbulkan ketimpangan antar daerah. Di samping itu pembangunan ekonomi yang disertai dengan maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme telah menyebabkan penumpukan kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat Indonesia, khususnya yang dekat dengan pemegang kekuasaan. Kesenjangan antara kaya dan miskin makin besar. Ini menumbuhkan perasaan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak disertai dengan keadilan. Ini menjadi salah satu pemicu dari timbulnya konflik horizontal. Penerapan Undang-undang Otonomi Daerah diharapkan dapat meningkatkan keberdayaan daerah. Namun otonomi ini telah juga membawa efek ikutan yang kurang diperhitungkan sebelumnya yaitu rasa kedaerahan yang sangat sempit, tribalisme dalam bentuk fanatisme putra daerah dan penjalaran yang sangat cepat kebiasaan korupsi dari Jakarta ke daerah-daerah. 261

290 Jangan Memanjat Pohon yang Salah PEMBANGUNAN KARAKTER DAN PEMBANGUNAN BANGSA : DESKRIPSI SINGKAT Karakter dan Pembangunan Karakter Di sini yang dimaksud dengan karakter adalah distinctive trait, distinctive quality, moral strength, the pattern of behavior found in an individual or group [14]. Kamus Besar Bahasa Indonesia belum memasukkan kata karakter, yang ada adalah kata watak yang diartikan sebagai: sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku; budi pekerti; tabiat. Dalam risalah ini, dipakai pengertian yang pertama, dalam arti bahwa karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Jadi, orang berkarakter adalah orang yang punya kualitas moral (tertentu) yang positif. Dengan demikian, pendidikan membangun karakter, secara implisit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif atau yang baik, bukan yang negatif atau yang buruk. Peterson dan Seligman, dalam Character Strength and Virtue [15], mengaitkan secara langsung character strength dengan kebajikan (virtues). Character strength dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang membangun kebajikan. Salah satu kriteria utama dari character strength adalah bahwa karakter tersebut berkontribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam membangun kehidupan yang baik, yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. 262

291 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa Pendidikan untuk pembangunan karakter pada dasarnya mencakup pengembangan substansi, proses dan suasana atau lingkungan yang menggugah, mendorong dan memudahkan seseorang untuk mengembangkan kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan ini tumbuh dan berkembang dengan didasari oleh kesadaran, keyakinan, kepekaan dan sikap orang yang bersangkutan. Dengan demikian, karakter bersifat inside-out, dalam arti bahwa perilaku yang berkembang menjadi kebiasaan baik itu terjadi karena adanya dorongan dari dalam, bukan karena adanya paksaan dari luar. Ada orang yang menyatakanan bahwa turis Indonesia yang bepergian ke Singapura atau Jepang akan berperilaku tertib di jalan raya atau di tempat-tempat umum, karena aturan yang sangat tegas dan keras di sana. Namun, saat pulang kembali ke Indonesia, mereka kembali pada kebiasaan lama, yaitu tidak peduli aturan lalu lintas. Jadi, perilaku tertib di Singapura atau Jepang bukan karakter orang-orang yang bersangkutan. Proses pembangunan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang sering juga disebut faktor bawaan (nature) dan oleh faktor-faktor lingkungan (nurture) di mana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Namun demikian perlu diingat, bahwa faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat untuk mempengaruhinya. Hal yang berada dalam pengaruh kita, sebagai individu maupun bagian dari masyarakat, adalah faktor lingkungan. Jadi, dalam usaha pengembangan atau pembangunan karakter pada tataran individu dan masyarakat, fokus perhatian kita adalah pada faktor yang bisa kita pengaruhi, yaitu pada pembentukan lingkungan. Dalam pembentukan lingkungan inilah peran lingkungan pendidikan menjadi sangat penting, bahkan sangat sentral, 263

292 Jangan Memanjat Pohon yang Salah karena pada dasarnya karakter adalah kualitas pribadi seseorang yang terbentuk melalui proses belajar, baik belajar secara formal maupun informal. Bangsa dan Pembangunan Bangsa. Secara hisitoris dan emosional berbagai kelompok etnis yang tinggal di ribuan pulau di wilayah Nusantara ini menjadi satu bangsa sejak 28 Oktober 1928, ketika Sumpah Pemuda dikumandangkan. Bangsa Indonesia lahir karena ada perasaan senasib, karena adanya hasrat kuat untuk bersatu dan adanya cita-cita bersama. Kelompok etnis yang berbedabeda memilih untuk bersatu menjadi satu bangsa secara sukarela. Sumpah Pemuda mempercepat penyatuan budaya melalui bahasa Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 mengantar bangsa Indonesia masuk ke dalam satu kesatuan legal/konstitusional dan kesatuan ideologi negara. Dengan berakhirnya pendudukan Belanda di Irian Barat, masyarakat Indonesia mengukuhkan posisinya sebagai sebuah bangsa yang menempati kesatuan wilayah geografi dari Sabang sampai Merauke. Indonesia menjadi sebuah negara-bangsa (nation state). Dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa tujuan membangun negara-bangsa ini secara umum adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial dan didasarkan atas lima prinsip yang dikenal dengan nama Pancasila. Pengalaman sejarah bangsa Indonesia selama ini menunjukkan bahwa menjaga kesamaan cita-cita dan rasa persatuan diantara kelompok masyarakat yang bhineka tidaklah mudah. Berbagai pemberontakan bersenjata yang 264

293 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa mengancam kesatuan bangsa terjadi di bumi Indonesia. Demikian juga akhir-akhir ini konflik horizontal yang berdarah antar kelompok yang makan banyak korban jiwa mudah terjadi, seperti konflik di Ambon, Poso, dan Kalimantan Tengah. Bersamaan dengan itu, kita merasakan bahwa Indonesia mulai ditinggalkan oleh negara-negara Asia yang merebut kemerdekaannya pada waktu yang hampir bersamaan atau mulai membangun bangsanya pada waktu yang hampir bersamaan. Indonesia sudah jauh ketinggalan dari Korea Selatan yang pada awal tahun 1960-an keadaan perekonomiannya relatif sama dengan Indonesia. Indonesia sudah jauh ketinggalan dari China, dan juga ketinggalan dari India. Malaysia yang memperoleh kemerdekaannya 12 tahun sesudah Indonesia pun sudah jauh berada di depan. Sekitar 15 tahun yang lalu, orang-orang membandingkan kemajuan Indonesia dengan China dan India, sekarang, kemajuan Indonesia dibandingkan dengan Vietnam dan Bangladesh. Ini berarti bahwa selama lebih dari 60 tahun sesudah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, masyarakat Indonesia masih harus belajar dan kerja keras untuk menghayati semangat kebangsaannya secara cerdas agar Indonesia tidak makin tertinggal dari negara-negara lain di dunia. PEMBANGUNAN KARAKTER DARI PERSPEKTIF MENGUATKAN KEMAMPUAN INTEGRASI INTERNAL DAN ADAPTASI EKSTERNAL Satu kelompok masyarakat, atau sebuah organisasi akan bisa bertahan hidup dan berkembang apabila kelompok atau organisasi tersebut memiliki dua kemampuan yaitu 265

294 Jangan Memanjat Pohon yang Salah kemampuan integrasi internal dan kemampuan adaptasi eksternal. Kedua kemampuan tersebut perlu diperbarui terus menerus. Kemampuan Integrasi Internal. Kemampuan integrasi internal mencakup kemampuan suatu bangsa untuk membangun dan menjaga kohesivitas. Kohesivitas ini dimanifestasikan dalam berbagai bentuk seperti kuatnya rasa persatuan, kemampuan untuk menemukan platform bersama ditengah-tengah perbedaan, kemampuan untuk bekerja sama secara kreatif, kemampuan untuk mengatasi perselisihan secara damai, rasa saling percaya antar kelompok, rasa saling menghormati diantara kelompok yang berbeda, kemampuan untuk mengedepankan kepentingan bersama yang lebih besar daripada kepentingan kelompok yang sempit. Dengan adanya kohesivitas, suatu bansga menjadikan kebhinekaan sebagai sumber kekuatan, sumber kreativitas, bukan sumber masalah atau kelemahan. Denngan kohesivitas, suatu bangsa dapat melipat gandakan kekuatannya karena terbentuknya sinergi diantara kekuatan-kekuatan yang berbeda. Sebaliknya, hilangnya kohesivitas inilah yang menyebabkan bahkan sebuah negara adidaya yang sangat ditakuti dan disegani seperti Uni Soviet mengalami proses kehancuran. Dalam perspektif integrasi internal ini, pembangunan karakter dan pembangunan bangsa adalah usaha sistematik untuk mengembangkan potensi kebajikan pada warga negara 266

295 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa sebagai individu dan pada kelompok-kelompok masyarakat yang membuat kohesivitas bangsa terbangun dan terjaga. Kemampuan Adaptasi Eksternal. Kemampuan adaptasi eksternal mencakup kemampaun untuk mengantisipasi dan menanggapi secara cerdas perkembangan dan perubahan lingkungan sehingga suatu kelompok atau organisasi berada pada posisi yang relatif kuat dan mampu berkontribusi dalam membangun masa depan yang lebih baik untuk kesejahteraan umum. Kemampuan adaptasi ekstenal muncul dalam berbagai manifestasi, seperti: kemampuan untuk maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi setara dengan bangsa-bangsa lain, kemampuan untuk menegakkkan standar etika yang bersifat universal, dan kemampuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Kemampuan adaptasi eksternal yang rendah akan menyebabkan suatu bangsa makin lama makin tertinggal dari bangsa lain. Indonesia sekarang menjurus ke keadaan seperti itu. Di atas telah disampaikan bahwa daya saing Indonesia sangat rendah dibandingkan negara-negara lain, Rendahnya daya saing ini sangat terkait dengan tingginya tingkat korupsi di Indonesia, rendahnya efisiensi lembaga-lembaga pemerintah dan rendahnya tingkat kemampuan penguasaan teknologi tanaga kerja Indonesia. Dilihat dari perspektif adaptasi eksternal, pembangunan karakter dan pembangunan bangsa adalah usaha sistematik untuk mengembangkan potensi kebajikan warga negara dan masyarakat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang 267

296 Jangan Memanjat Pohon yang Salah lebih berdaya saing dan lebih mampu berkontribusi bagi kemajuan dan kesejahteraan dunia. Pembaruan Kemampuan secara Terus Menerus. Kemampuan integrasi internal dan adaptasi eksternal berkaitan satu dengan yang lain. Bangsa yang tidak mampu melakukan integrasi internal akan makin kecil kemampuannya untuk melakukan adaptasi eksternal. Kedua kemampuan itu perlu dipupuk dan diperbaharui secara terus menerus. Pembaruan ini diperlukan karena lingkungan (politik, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi) berubah dan bergerak terus. Perubahan lingkungan ini membawa tantangantantangan baru, yang sering sekali tidak bisa diatasi dengan sikap dan cara-cara lama. Pentingnya pembangunan karakter dan pembangunan bangsa yang disampaikan oleh Bung Karno sekitar setengah abad lalu didorong oleh kedaaan lingkungan atau tuntutan untuk menjaga kelangsungan hidup negara dan bangsa Indonesia pada saat itu. Sekarang kita berada di tengah keadaan dunia yang berbeda. Kita sekarang dalam dunia yang hampir tanpa batas. Sekat-sekat antar negara makin hilang. Kita sekarang berada di tengah-tengah ekonomi pengetahuan (knowledge economy) yang memanfaatkan ilmu pengetahuan sebagai sumber utama kesejahteraan. Dengan demikian, pembangunan karakter dan pembangunan bangsa sekrang ini perlu secara sadar memasukkan usaha-usaha yang meningkatkan kemampuan rakyat Indonesia menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bekerja dengan standard 268

297 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa etika dan standard kinerja internasional. Dengan demikian Indonesia akan punya kesempatan lebih besar untuk menjadikan arus globalisasi yang makin meningkat ini sebagai sumber peluang untuk maju bersama-sama bangsa lain, dan memperkecil kemungkinan Indonesia menjadi korban globalisasi. PERAN PERGURUAN TINGGI Mahasiswa dalam Perjuangan Kemerdekaan. Besarnya harapan terhadap perguruan tinggi dalam pembangunan karakter dan pembangunan bangsa tidak dapat dilepaskan dari peran para mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi dalam perjuangan kemerdekaan, Mahasiswa Indonesia adalah motor dari munculnya gerakan kebangsaan di Indonesia pada awal abad ke-20. Bibit gerakan ini disemai di perguruan tinggi dan kemudian ditanam oleh Boedi Oetomo. Peran Wahidin Soedirohoesodo, seorang dokter pribumi dalam awal tumbuhnya gerakan kebangsaan perlu dicatat. Boleh dikatakan bahwa berdirinya Boedi Oetomo terjadi di luar rencana Wahidin Soedirohoesodo. Wahidin ketika itu yakin bahwa pendidikan modern bersama dengan pendalaman budaya Jawa akan dapat membantu masyarakat mengatasi masalah kehidupan sehari-hari. Untuk memajukan pendidikan ini Wahidin kemudian berkeliling menemui pemuka masyarakat Jawa dan minta mereka menyumbangkan dana beasiswa untuk memajukan pendidikan bagi pribumi. Ternyata usaha dokter Wahidin 269

298 Jangan Memanjat Pohon yang Salah mengumpulkan dana ini tidak berhasil. Namun di luar dugaan, gagasan Wahidin ini menggugah semangat beberapa mahasiswa Sekolah Dokter Bumiputra (STOVIA) di Batavia. Mereka kemudian mengusulkan untuk mendirikan organisasi yang lebih luas. Organisasi ini seyogyanya tidak hanya membantu pendidikan, tapi juga menyadarkan penduduk Jawa akan keutamaannya. Pada hari Minggu, 20 Mei 1908, mahasiswa STOVIA berhasil mengumpulkan rekan-rekan mereka dari seluruh Jawa di Aula STOVIA di Batavia, untuk membentuk organisasi yang akan memperjuangkan cita-cita Wahidin. Mereka berusia antara tahun. Maka lahirlah Boedi Oetomo dengan Soetomo sebagai ketua, dan Goenawan dan Soewarno sebagai sekretaris [16]. Di dalam organisasi sosial yang tadinya hanya mengutamakan perhatian pada masyarakat bumiputra di Jawa dan Madura muncul anggota yang menginginkan agar Boedi Oetomo tidak hanya beorientasi pada kemajuan bumi putra di Jawa, namun diperluas menjadi kemajuan Hindia. Diantara mereka adalah Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (kemudian berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara). Mereka berdua dan E.F.E. Douwes Dekker mendirikan Indische Partij, pada 25 Desember 1912.[17]. Sebagai konsekuensi dari pendirian Indische Partij ini, pada tahun 1913 mereka bertiga dibuang ke negeri Belanda, sebagai hukuman yang dijatuhkan kepada mereka oleh pemerintah penjajah Belanda. Di negeri Belanda, para mahasiswa Hindia di sana mendirikan Indische Vereeniging yang kemudian berubah namanya menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indodesia) pada tanggal 19 Februari 1922 [18]. Dengan perhimpunan ini, mahasiswa Indonesia di negeri Belanda berjuang bersama. 270

299 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa Di Bandung, pada tahun 1920 didirikan Technische Hogeschool (THS) yang sekarang menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB). Tercatat sebagai salah seorang mahasiswanya adalah Soekarno. Soekarno dengan beberapa rekannya mengobarkan semangat kebangsaan dari Bandung. Aktivitas politiknya telah mengakibatkan Ir Soekarno dijatuhi hukuman oleh penjajah Belanda, dijebloskan ke penjara dan kemudian di buang ke Ende. Hukuman dalam bentuk pembuangan juga dikenakan terhadap aktivis perjuangan lain seperti Mohammdad Hatta, Sjahrir dan Maskoen Soemadiredja; mereka dibuang ke Boven Digul. Dari perguruan tinggi yang jumlahnya sedikit sudah tumbuh banyak mahasiswa yang militan. Perguruan tinggi telah membuka peluang bagi pemuda Indonesia waktu itu untuk menimba pengetahuan yang tinggi dan luas setara dengan mahasiswa Belanda. Ini telah menimbulkan kepercayaan diri bahwa mereka tidak kalah dari orang asing yang menjajah. Di samping itu mereka juga mendapat kesempatan untuk memahami cara melawan penjajah dengan cara-cara modern. Para mahasiswa melawan penjajah tidak dengan kekuatan fisik seperti yang dilakukan para pejuang sebelumnyanamun dengan kecerdasan dan dengan organisasi modern dalam bentuk partai, suatu oragnisasi yang belum pernah ada sebelumnya di Hindia. Mereka berjuang dengan membangun dan menguatkan kesadaran, kecerdasan, dan keyakinan rakyat Indonesia. Dan ini mereka lakukan melalui pendidikan, dan kegiatan pendidikan lebih banyak dilakukan di luar bangku sekolah. Pengelola STOVIA, THS dan perguruan tinggi di Negeri Belanda tempat para aktivis mahasiswa Indonesia belajar telah berkontribusi besar dengan cara membiarkan para mahasiswa melakukan kegiatan politiknya. 271

300 Jangan Memanjat Pohon yang Salah Sebagian besar para mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi yang berperan aktif dalam perjuangan kemerdekaan kemudian meneruskan komitmen mereka untuk membangun Indonesia sesudah proklamasi kemerdekaan. Pengalaman menunjukkan bahwa menjaga kohesivitas bangsa sesudah proklamasi ternyata lebih sulit, dan membangun kesejahteraan umum yang berkeadilan seperti yang dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 ternyata banyak sekali tantangannya. Generasi Soekarno-Hatta sudah memberikan yang terbaik yang mereka bisa berikan kepada tanah air Indonesia. Mereka meninggalkan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan oleh generasi berikutnya. Peran Strategik Perguruan Tinggi Kini. Enam puluh tiga tahun sesudah Proklamasi Kemerdekaan posisi Indonesia di tengah-tengah bangsa lain di dunia tidak secerah yang diharapkan. Di masa lalu, pemerintah Indonesia pernah memeprcepat laju pembangunan ekonomi dengan mengandalkan hutang luar negeri. Namun pembangunan ekonomi yang digerogoti oleh merebaknya penyakit KKN bermuara pada krisis besar tahun Indonesia mulai dari bawah lagi. Krisis besar ini telah mengakibatkan posisi Indonesia relatif mundur dibandingkan dengan negara negara lain di Asia. Walaupun krisis tersebut berwujud krisis ekonomi, politik dan sosial, saya mengganggap bahwa akar dari krisis besar tersebut adalah krisis karakter. Pelajaran yang sederhana dari krisis besar tersebut adalah bahwa tidak ada ekonomi yang benar-benar kuat bisa dibangun di atas sistem yang korup, dan tidak ada kesejahteraan yang berkelanjutan yang bisa diraih dengan menadahkan tangan pada orang lain, tanpa kerja keras. 272

301 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa Untuk memperkecil kemungkinan terjebak ke dalam krisis yang serupa di masa yang kan datang, Indonesia tidak punya pilihan lain kecuali bergegas membangun basis kesejahteraan yang kuat, yaitu masyarakat yang cerdas, masyarakat yang berkarakter kuat, masyarakat yang kohesif dalam kebhinekaan, dan lembaga-lembaga pemerintahan yang bersih serta efisien. Basis kuat ini, khususnya masyarakat cerdas, berkarakter dan kohesif, terbentuk dan terakumulasi melalui pendidikan. Pendidikan untuk menghasilkan manusia cerdas dan berkarakter memang tidak hanya menjadi tugas perguruan tinggi. Namun demikian, perguruan tinggi punya posisi strategik yang berbeda dari lembaga pendidikan lain. Posisi strategik tersebut antara lain: a. Lulusan perguruan tinggi (sekurang-kurangnya sebagaian besar) akan menjadi anggota dari kelas menengah Indonesia. Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, kelas menengah memegang peran sentral dalam pembangunan. Kelas menengah yang bermutu akan menghasilkan kemajuan pembangunan yang bermutu. b. Perguruan Tinggi adalah tempat pesemaian calon pemimpin di semua sektor. Posisi kekepimpinan secara umum akan menimbulkan multiplier effect yang besar pada lingkungan yang dipimpinnya. Perguruan tinggi yang menghasilkan lulusan yang bermutu akan membawa dampak positif pada masyarakat di lingkungannya. c. Dalam era ekonomi pengetahuan sekarang ini, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sumber utama kesejahteraan suatu bangsa. Masyarakat akademik di perguruan tinggi dan para lulusan 273

302 Jangan Memanjat Pohon yang Salah perguruan tinggi adalah kelompok masyarakat yang potensinya paling besar untuk menguasai sumber kesejahteraan tersebut. d. Perguruan tinggi umum (yang tidak memusatkan diri pada studi keagamaan tertentu) adalah lembaga pendidikan yang komunitasnya paling majemuk baik dari segi golongan, kelompok etnis, maupun agama. Sebab itu perguruan tinggi dapat menjadikan kemajemukan ini sebagai kesempatan untuk mewujudkan semangat Bhineka Tunggal Ika seperti yang dinyatakan dalam lambang negara Garuda Pancasila dalam kenyataan hidup sehari-hari. Perguruan tinggi dapat menjadi model Indonesia yang mengedepankan semangat ke-kita-an di tengah-tengah kebhinekaan. Perguruan tinggi dapat menjadi lembaga yang dapat dijadikan contoh yang menunjukkan bahwa primordialisme bukan sebuah masalah dalam semua tindak tanduk masyarakatnya. e. Mutu perguruan tinggi mempengaruhi mutu pendidikan pada strata di bawahnya. Para guru dan kepala sekolah di sekolah menegah, sekolah dasar dan taman kanak-kanak pada umumnya lulusan perguruan inggi. Mutu guru dan kepala sekolah ini sangat menentukan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. 274

303 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa HAL-HAL YANG PERLU DILAKUKAN Mencermati Perbedaan Antara Pendidikan dan Pelatihan. Pengelola lembaga pendidikan dan para pengajar perlu memahami perbedaan pengertian antara pendidikan dan pelatihan. Kekaburan pengertian ini sering mengakibatkan program-program yang pada awalnya dimaksudkan sebagai program pendidikan kemudian tereduksi menjadi hanya kegiatan pelatihan. Secara umum, program pelatihan memusatkan perhatian pada peningkatan keterampilan, baik keterampilan fisik maupun keterampilan berpikir para peserta program. Di pihak lain, pendidikan menjangkau pengembangan atau perubahan hal-hal yang lebih dalam, termasuk di dalamnya pengembangan atau perubahan kesadaran, cara pandang/paradigma/mental-model, perubahan keyakinan, nilai-nilai, sikap, kebiasaan, dan kemampuan. Pengembangan karakter pada dasarnya adalah pendidikan,. Namun demikian, dalam praktek kegiatan pendidikan dan pelatihan sering kali berjalan bersamaan. Seorang pendidik yang cerdas dapat memanfaatkan pelatihan sebagai batu loncatan untuk melakukan pendidikan. Melihat Perguruan Tinggi sebagai Komunitas, Bukan Sebagai Pabrik Disadari atau tidak, banyak pihak memandang atau memperlakukan sebuah perguruan tinggi sebagai sebuah pabrik. Para mahasiswa dipandang hanya sebagai bahan 275

304 Jangan Memanjat Pohon yang Salah baku atau input yang diolah dalam sebuah proses yang dilakukan oleh mesin-mesin yang bernama dosen yang bekerja menurut sebuah program produksi yang namanya kurikulum. Out-put dari pabrik ini adalah lulusan yang ukuran kualitasnya adalah Indeks Prestasi. Apabila perguruan tinggi hendak dijadikan sebagai lingkungan belajar yang memudahkan dan mendorong para mahasiswa mengembangkan karakter, maka cara pandang bahwa perguruan tinggi sebagai sebuah pabrik perlu dicermati kembali. Cara pandang ini adalah peninggalan dari konsep sekolah yang lahir sekitar 400 tahun yang lalu, pada awal revolusi industri [19]. Cara pandang dan praktek yang perlu dikembangkan adalah sekolah sebagai komunitas atau lebih spesifik komunitas belajar. Dalam konsep komunitas ini, mahasiswa bukanlah bahan baku namun mereka adalah anggota komunitas yang memiliki peran dan tanggung jawab, dan para dosen bukan kumpulan mesin-mesin namun anggota komunitas yang bermartabat. Dalam sebuah komunitas interaksi antar anggota menjadi sangat penting dan proses interaksi yang efektif akan sangat membantu para anggota untuk tumbuh dan berkembang bersama. Dalam sebuah komunitas, para anggota terdorong untuk bertanya atau memikirkan tentang jati diri nya atau dengan kata lain mencoba merumuskan siapa dia di tengahtengah anggota komunitas lainnya. 276

305 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa Perilaku Komunitas Kampus yang Dihela Tata-Nilai Untuk menghasilkan lulusan yang berkarakter, pergaulan komunitas akademik dan manajemen perguruan tinggi harus juga dijiwai dan dihela oleh tata-nilai luhur yang menjadi acuan dalam mengembangkan karakter. Ini berarti suatu perguruan tinggi perlu memunculkan dengan jelas prisnsip luhur apa yang dianutnya dalam interaksi di dalam komunitasnya maupun dalam interaksinya dengan pihak luar. Tata-nilai ini menjadi dasar dari etika komunitas. Apabila pendidikan membangun karakter diandaikan sebagai upaya menyalakan obor kebajikan di hati setiap mahasiswa, maka obor perguruan tinggi itu sendiri, dalam bentuk penghayatan terhadap tata-nilai yang luhur, harus menyala, Seseorang tidak bisa menyalakan obor orang lain dengan obor yang padam. Dewasa ini, saya berharap bahwa pergaulan dalam komunitas yang dihela tata-nilai dapat membantu para mahasiswa untuk mengembangkan kekuatan karakter yang sangat diperlukan oleh Indonesia, yaitu: kejujuran, optimisme, kreativitas, apresiasi terhadap kebhinekaan, semangat belajar, semangat kerja, dan rasa tanggung jawab sosial. Investasi pada Peningkatan Mutu Guru. Tidak ada pendidkan yang bermutu tanpa guru yang bermutu. Guru di sini mencakup pengajar pada semua jenjang pendidikan, dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. Mengharapkan perbaikan mutu pendidikan tanpa perbaikan mutu guru adalah sebuah ilusi. Kalau Indonesia ingin melakukan turn around dalam bidang pendidikan, maka negara ini perlu segera mulai melakukan 277

306 Jangan Memanjat Pohon yang Salah investasi besar-besaran dalam peningkatan mutu para guru. Posisi guru hendaknya dikembalikan sebagai ujung tombak dan pelaku utama dalam peningkatan mutu pendidikan,. Kesejahteraan guru memang isu besar, namun peningkatan kesejahteraan hendaknya dijadikan bagian yang tidak terpisahkan dari peningkatan mutu guru. Dalam hal ini Indonesia bisa mencermati pengalaman RRC. Reformasi pendidikan di RRC pada akhir abad ke-20 menempatkan perbaikan mutu guru sebagai prioritas utama. Perubahan perundang-undangan dan kebijakan dibuat sedemikian rupa sehingga profesi sebagai guru menjadi suatu profesi yang membuat iri profesi-profesi lain (make teaching an enviable profession) [20]. Perguruan Tinggi sebagai Pusat Pengembangan Kebudayaan. Sebagai pusat studi dan pengembangan kebudayaan perguruan tinggi dapat menjalankan beberapa fungsi berikut: Memahami kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang di wilayah Nusantara. Mengembangkan unsur-unsur kebudayaan Nusantara ini, termasuk kearifan lokal, yang dapat dijadikan bagian dari kekuatan bangsa menghadapi tantangan dunia baru Memperkenalkan bagian-bagian dari kebudayaan di wilayah Nusantara ke pergaulan budaya internasional sehingga menjadi bagian dari kekayaan kebudayaan dunia 278

307 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa Melakukan dialog dengan kebudayaan yang berasal dari bagian dunia yang lain dalam rangka memperkaya dan menguatkan budaya nusantara. Dalam perspektif ini maka memisahkan pendidikan dan kebudayaan tidak sejalan dengan harapan agar perguruan tinggi menjadi lembaga yang berperan aktif dalam pembangunan karakter dan pembangunan bangsa. Pendidikan dan kebudayaan merupakan dua dimensi kehidupan manusia yang tak terpisahkan. Di pihak lain, masyarakat perguruan tinggi atau unsurunsurnya hendaknya jangan sampai,secara sadar atau tidak sadar, menjadi agen yang menganjurkan atau mendorong masyarakat Indonesia, karena kurangnya pengetahuan mereka, masuk dalam posisi subordinasi budaya terhadap budaya yang berasal dari luar. Lebih Memperhatikan Iklim dan Proses Pembelajaran. Sebagian besar perhatian dalam meningkatkan mutu pendidikan sekarang ini berpusat pada perubahan isi kurikulum. Sedikit sekali perhatian diberikan pada pengembangan iklim pembelajaran dan proses pembelajaran. Usaha untuk meningkatkan peran perguruan tinggi dalam pembangunan karakter dan pembangunan bangsa hendaknya tidak dilakukan dengan membuat suatu mata kuliah tertentu atau suatu penataran tertentu seperti P4, namun lebih memusatkan perhatian pada pengembangan iklim dan proses pembelajaran yang memberi inspirasi dan yang menggugah para mahasiswa untuk mengembangkan cita-cita dan sikap hidup positif. Melalui proses dan iklim pembelajaran inilah 279

308 Jangan Memanjat Pohon yang Salah nilai-nilai positif dikomunikasikan secara implisit, melalui pencerahan, melalui perenungan dan melalui perbuatan. Dalam hal ini perguruan tinggi dapat memanfaatkan secara optimal proses belajar melalui kegiatan ekstra kurikuler. Dalam kegiatan ekstra kurikuler, para mahasiswa dapat mengasah diri dan saling mengasah dengan sejawat. Mereka dapat mengembangkan kemampuan memimpin, mengembangkan kepercayaan diri, menghargai kebhinekaan, bersikap fair atau sportif, mengembangkan integritas, belajar berbagi, belajar peduli, dan belajar mengambil tanggung jawab atas inisiatif sendiri. Menggugah Kesadaran dan Rasa Tanggung Jawab Sosial. Meningkatkan peran perguruan tinggi dalam pembangunan karakter dan pembangunan bangsa sekarang ini tidak bisa lagi dilakukan dengan indoktrinasi, namun dibangun di atas kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial yang tulus (genuine). Kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial ini dikembangkan dengan memperkaya proses pembelajaran dengan pengetahuan kontekstual. Dengan pengetahuan kontekstual ini, pengetahuan yang dipelajari menjadi lebih punya makna. Dalam kaitannya dengan pembangunan karakter, pengetahuan kontekstual tersebut diharapkan dapat, sekurang-kurangnya, membangun kesadaran berikut: Kesadaran tentang tantangan-tantangan besar yang akan dihadapi generasi yang akan datang apabila sumber daya alam Indonesia yang tak terbarukan sudah habis terkuras. Kesadaran tentang pentingnya bertumbuh-kembang bersama dalam kebhinekaan; kesadaran bahwa kita 280

309 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa tidak bisa maju dengan mengobarkan perpecahan dan permusushan diantara sesama bangsa kita sendiri. Kesadaran tentang pentingnya menguasai pengetahuan dan teknologi, serta pentingnya kerja keras, kerja cerdas, jujur dan etikal untuk mencapai kemajuan. Kesadaran tentang pentingnya berkontribusi. Republik Indonesia terbentuk karena di masa lalu sangat banyak putra-putri Indonesia yang bersedia berkontribusi, dan kontribusi itu bahkan dalam bentuk pengorbanan jiwa. Kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia sekarang dan di masa depan hanya akan terjadi apabila setiap warganya berkontribusi, bukan menggerogoti dengan cara mengambil yang bukan haknya. Kesadaran dan pengertian bahwa belajar di perguruan tinggi punya arti luas. Tujuannya tidak hanya menyelesaikan kuliah namun juga menyiapkan diri agar nanti bisa berkontribusi untuk kemajuan dan kebaikan masyarakat luas, Kesadaran bahwa tidak ada bangsa atau orang yang bisa membangun martabatnya dengan menadahkan tangan kepada bangsa atau orang lain. Kesadaran dan keyakinan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kekuatan dan kebaikan untuk keluar dari hal-hal negatif yang dialaminya sekarang, seperti halnya negara-negara tetangga kita bisa melakukan hal itu. 281

310 Jangan Memanjat Pohon yang Salah MENENGOK KEMBALI POSISI ITB Menapak Torehan Sejarah Realita bahwa Ir. Soekarno, pejuang kemerdekaan, Proklamator Kemerdekaan dan President R.I pertama adalah alumnus THS, membuat ITB sering diasosiasikan sebagai sebuah kampus yang perannya sangat besar dalam menyiapkan generasi muda untuk melakukan perubahan sosial. Asosiasi ini secara implisit mencerminkan juga besarnya harapan masyarakat terhadap kontribusi ITB dalam perubahan Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Keterlibatan mahasiswa dan sejumlah staf akademik ITB dalam peristiwa yang membawa perubahan sosial besar di Indonesia-seperti pada tahun 1966 dan tahun membuat harapan itu masih tetap berlangsung. Apabila harapan ini diperhatikan maka dalam perspektif pembangunan karakter dan pembangunan bangsa ITB seharusnya selalu berada di garis terdepan diantara perguruan tinggi lain di Indonesia. Apalagi dalam keadaan seperti sekarang ini ketika Indonesia makin tertinggal dari negara tetangga dalam banyak hal, maka masyarakat akan makin mengharapkan peran besar dari lembaga pendidikan tinggi teknik tertua di Indonesia ini. Justru akan terasa ganjil apabila dalam ikhtiar-ikhtiar ITB tidak terasa denyut atau getaran pembangunan karakter dan pembangungan bangsa. Secara formal dan eksplisit hasrat untuk berperan besar ini dinyatakan dalam visi ITB yaitu ITB menjadi lembaga pendidikan tinggi dan pusat pengembangan sains, teknologi dan seni yang unggul, handal dan bermartabat di dunia, yang bersama dengan lembaga terkemuka bangsa menghantarkan 282

311 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa masyarakat Indonesia menjadi bangsa yang bersatu, berdaulat dan sejahtera [21]. Ini merupakan cita-cita yang sangat tinggi dan mulia, dan seyogyanya memang demikian. Tantangannya bagi ITB sekarang ini adalah melakukan ikhtiar nyata agar semangat dari cita-cita yang mulia tersebut merasuk atau tercemin dalam semua aspek kehidupan komunitas akademik ITB baik di dalam kampus maupun dalam hubungannya dengan pihak-pihak lain di luar kampus. Mewujudkan cita-cita mulia memerlukan komitmen yang sangat kuat terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya (unggul, handal, bermartabat), dan pada saat yang sama diperlukan kewaspadaan yang tinggi pada civitas akademika agar dalam melakukan kegiatan-kegiatannya ITB sebagai lembaga atau komunitas tidak melanggar tata-nilai tersebut. Artinya, civitas akademika ITB perlu mengawal agar ITB tidak terlibat dalam atau melakukan hal-hal yang bisa dikategorikan tidak unggul, tidak handal dan tidak bermartabat. ITB yang Ada di Pikiran Saya Tanpa mengurangi penghargaan terhadap perguruan tinggi lain, saya mendaftar menjadi mahasiswa ITB dan kemudian bergabung menjadi dosen ITB karena dalam pandangan saya ITB bukan perguruan tinggi biasa-biasa saja. Bagi saya ITB adalah perguruan tinggi khusus. Lembaga ini istimewa, karena dalam pikiran saya ITB adalah perguruan tinggi yang menjunjung tinggi empat nilai utama yaitu: kepeloporan, kejuangan, pengabdian dan keunggulan. Interpretasi saya mengenai empat nilai ini sangat sederhana: ITB adalah komunitas inovatif yang selalu berani mencoba hal-hal baru dan berusaha berada di garis depan dalam arus kemajuan; ITB 283

312 Jangan Memanjat Pohon yang Salah adalah komunitas yang berani berkorban untuk mencapai cita-cita yang mulia; ITB adalah komunitas yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat, bangsa dan negara dan bangga melayani kebutuhan tersebut; ITB adalah komunitas yang senantiasa berikhtiar memberi yang terbaik dan mencapai yang terbaik untuk kemajuan bangsa, ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan. Nilai-nilai tersebut (seharusnya) mewarnai setiap interaksi ITB dengan lingkungannya, termasuk dengan masyarakat luas, masyarakat bisnis, lembaga pemerintah, dan masyarakat ilmu pengetahuan. Dalam pikiran saya, untuk menjaga empat nilai atau semangat di atas, komunitas ITB mendisiplin dirinya secara internal dengan dua prinsip, yaitu integritas dan kualitas. Ini berarti, komunitas ITB (seharusnya) adalah komunitas yang tidak akan melakukan tawar menawar dalam hal integritas, dengan kejujuran sebagai intinya, dan dalam hal kualitas. Sebagai bagian dari komuntas ITB saya menyaksikan bahwa memegang teguh nilai-nilai tersebut tidak mudah, memerlukan keberanian dan kekuatan. Namun demikian, justru di sinilah letak tantangannya. Keteguhan menghadapi tantangan ini yang akan menunjukkan keistimewaan institut ini. Seperti dinyatakan oleh Kenneth Blanchard if you are always confronted with easy life, you don t build character [22]. Bagi saya ITB adalah model masyarakat Indonesia yang tumbuh dan berkembang bersama dalam kebhinekaan. Para mahasiswa bergaul tanpa dibatasi oleh atribut etnis maupun agama. Tidak ada eksklusifitas. Tidak ada diskriminasi. Mahasiswanya dari seluruh Indonesia, dari kota besar, kota 284

313 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa kecil dan desa. Mahasiswa yang berasal dari keluarga yang relatif berada dan yang berasal dari keluarga yang kurang mampu bergaul tanpa jarak. Semangat ke-kita-an mengatasi ke-kami-an. Demikianlah keadaan yang saya temukan sebagai mahasiswa ITB pada awal tahun 1960-an. Saya bangga menjadi bagian dari komunitas yang dewasa dan maju seperti itu. Komunitas kampus seperti itu sampai sekarang tetap menjadi idaman saya. Pentingnya Peran Alumni Melakukan sebaik-sebaiknya Tri Dharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdiaan kepada masyarakat) oleh civitas akademika hanya sebagian saja dari upaya ITB untuk berkontribusi dalam pembangunan karakter dan pembangunan bangsa. Kontribusi yang sangat besar justru dapat ditunjukkan oleh kontribusi para alumni melalui berbagai profesi yang mereka geluti, apakah mereka menjadi pengusaha, menjadi penggiat LSM, menjadi karyawan perusahaan, peneliti, pendidik, seniman, atau pegawai pemerintah. Sumbangan ITB bagi bangsa dan negara juga akan dilihat dari karya-karya para alumninya dan norma-norma yang mereka hayati dalam mewujudkan karya-karya tersebut. Saya garis bawahi pentingnya norma etikal dalam mencapai hasil atau mewujudkan karya, karena apabila keluarga besar ITB tidak waspada dalam hal ini, nila setitik bisa merusak susu sebelanga. Saya yakin bahwa kontribusi keluarga besar ITB bagi kemajuan bangsa bisa ditingkatkan dengan membangun sinergi yang lebih besar antara masyarakat kampus dan para 285

314 Jangan Memanjat Pohon yang Salah alumni. Untuk itu, hubungan antara masyarakat alumni di luar kampus dan masyarakat kampus perlu dibingkai ulang (reframe). Selama ini, saya melihat bahwa dalam rangka mewujudkan visi ITB, masyarakat alumni yang di luar kampus posisinya berada di peripheral atau di lingkaran pinggir. Mereka dilibatkan hanya sewaktu-waktu apabila diperlukan. Saya menyarankan, di masa depan, dalam bingkai hubungan yang baru, masyarakat alumni menjadi bagian dari lingkaran dalam, dalam arti alumni benar-benar menjadi mitra strategik masyarakat akademik ITB dalam meningkatkan kontribusi ITB untuk kemajuan bangsa. Para alumni ini jugalah yang diharapkan mewujudkan nilai-nilai kepeloporan, kejuangan, pengabdian dan keunggulan dalam profesi mereka masing-masing di tengah-tengah masyarakat dimanapun mereka berada. KATA PENUTUP Mengingatkan kembali peran perguruan tinggi dalam pembangunan karakter dan pembangunan bangsa dapat dilihat sebagai upaya untuk menyalakan api idealisme di dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Idealisme ini sangat penting ditinjau dari beberapa hal: Pertama, sebagian besar perubahan-perubahan besar dalam peradaban manusia beberapa ribu tahun terkahir ini dihela oleh idealisme; di sini idealisme diartikan sebagai cita-cita yang tinggi dan luhur. Kedua, tidak ada bangsa yang bisa maju tanpa digerakkan oleh idealisme, walaupun bentuk idealisme itu mungkin berbeda-beda diantara bangsa-bangsa. 286

315 Pembangunan Karakter dan Pembangunan Bangsa Ketiga, idealisme membuat usaha-usaha yang dilakukan bersifat manusiawi, sebab di muka bumi ini hanya manusialah yang punya idealisme. Keempat, idealisme membuat usaha-usaha yang dilakukan menjadi bermakna, dalam arti bahwa usaha tersebut dirasakan sebagai ikhtiar yang dilakukan tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri namun juga untuk membawa kebaikan bagi masyarakat luas. Di sisi lain, usaha untuk meningkatkan peran perguruan tinggi dalam pembangunan karakter dan pembangunan bangsa adalah salah satu upaya untuk mendekatkan dunia pendidikan dengan kehidupan. Dengan demikian mudahmudahan perguruan tinggi di Indonesia benar-benar dapat menjadi pelopor yang menghantarkan masyarakat di persada Nusantara ini menjadi masyarakat yang maju, adil, sejahtera dan bermartabat. Catatan Akhir [1] Kata-kata Pendeta Billy Graham yang dikutip dalam lukisan The Nightmare of Losing, karya A.D. Pirous; ungkapan yang semangatnya sama juga dimuat dalam buku Character Building, oleh Soemarno Soedarsono, Penerbit Elex Media Komputindo, 2004, Jakarta, h.216. [2] http/news.worldwide.org/deforestation-in-indonesia-referred-in-theguinness-book/ [3] Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Kehutanan Sosial, Departemen Kehutanan R.I., Luas dan Penyebaran Lahan Kritis sampai Tahun 2008, [4] World Competitiveness Scoreboard 2007, IMD World Competitiveness Yearbook

316 Jangan Memanjat Pohon yang Salah [5] [6] Tantangan Berat Nasionalisme, Harian Kompas 27 Oktober 2008, h.1 [7] Ir. Soekarno, Satu Tahun Ketentuan, Dibawah Bendera Revolusi, Jilid Kedua, Cetakan Kedua, 1965, Panitya Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi, h.301 [8] Ir. Soekarno, Tahun Kemenangan, Dibawah Bendera Revolusi Jilid Kedua, Cetakan Kedua, 1965, Panitya Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi, h.498 [9] Slamet Iman Santoso, Beberapa Segi Pendidikan, Pembinaan Watak Tugas Utama Pendidikan, Penerbit Universitas Indonesia, h.33 [10] [11] Li Lanqing, Education for 1.3 Billion,Pearson Education and Foreign Language Teaching, &Research Press China, 2005, h [12] Francis Fukuyama, Trust: Social Virtues and the Creation of Prosperity, Hamish Hamilton, London, 1995,h.355 [13] Jim Collins, Good to Great, Harper Business, 2001, h.51. [14] Victoria Neufeld (Editor in Chief) & David B. Guralnik (Editor in Chief Emeritus), Webster New World Dictionary, Third College Edition (Prentice Hall, 1991). [15] Christopher Paterson and Martin E.P. Seligman, Character Strengths and Virtues : A Handbook and Classification, Oxford University Press, [16] Parakirti T. Simbolon, Menjadi Indonesia: Akar-akar Kebangsaan Indonesia, Buku I, Buku KOMPAS dan Grasindo, 1995, h [17] Ibid, h [18] Ibid, h [19] Peter Senge, The Industrial Age System of Education, School that Learn, Nicholas Brealey Publishing, London, 2000, h [20] Li Lanqing, op.cit, h [21] Senat Akademik Institut Teknologi Bandung, Harkat Pendidikan di Institut Teknologi Bandung, [22] Kenneth Blanchard & Norman Vincent Peale, The Power of Ethical Management Heinemann Kingwod, London, 1988, h

317 Kesan dan Saran Kesan dan Saran Pembaca yang terhormat, Penulis berharap, setelah membaca buku ini Anda berkenan menyampaikan kesan, komentar, atau saran. Kesan atau saran bisa dikirimkan langsung ke alamat penulis di atau atau dengan mengisi form online di alamat atau dengan meng-klik tombol di bawah ini. Terima kasih 289

318 Jangan Memanjat Pohon yang Salah 290

319 Biodata Penulis Biodata Penulis Dr. Raka lahir di desa Keramas, Gianyar Bali, tanggal 29 Juli 1943, memperoleh gelar Sarjana Teknik Industri dari Institut Teknologi Bandung (ITB), gelar Master Of Engineering in Industrial Engineering dari Pennsylvania State University, Amerika Serikat, dan gelar Doktor dalam Ilmu Manajemen dari Universitas Grenoble II, Perancis; menjadi dosen tetap ITB sejak tahun 1973 dan pensiun dengan jabatan terakhir sebagai Guru Besar ITB tahun Dr.Raka juga aktif sebagai konsultan pada perusahaan swasta, BUMN, lembaga pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat, terutama sekali dalam bidang pengembangan kepemimpinan, pengembangan budaya perusahaan dan transformasi organisasi. Di samping mengajar di ITB, sejak tahun 1992 sampai sekarang Dr. Raka melakukan kerja sosial untuk perbaikan mutu pendidikan, khususnya pendidikan di sekolah-sekolah yang orangtua siswanya berasal dari keluarga yang kurang mampu. Dalam rangka melakukan kegiatan sosial ini, Dr. Raka mengambil inisiatif untuk mendirikan Perhimpunan Indonesia untuk Pengembangan Kreativitas (PIPK), menjadi anggota Tim Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa dan mendirikan Perkumpulan Masyarakat Pendidikan Sejati. 291

RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO

RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO Membangun kembali fundamental ekonomi yang sehat dan mantap demi meningkatkan pertumbuhan, memperluas pemerataan,

Lebih terperinci

Puji syukur kehadirat Allah SWT, kita berkumpul dalam rangkaian acara ITB

Puji syukur kehadirat Allah SWT, kita berkumpul dalam rangkaian acara ITB iii SAMBUTAN REKTOR & PEMBUKAAN SIMPOSIUM Bismillahirrahmanirrahim Yang terhormat Bapak Ketua Majelis Wali Amanah, Ketua Senat Akademik, Pimpinan Majelis Guru Besar, para civitas academica ITB, para pembicara

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Di hari yang membahagiakan ini, ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

Tanggal 17 Agustus Assalamu alaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan Salam sejahtera bagi kita sekalian.

Tanggal 17 Agustus Assalamu alaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan Salam sejahtera bagi kita sekalian. BUPATI KULON PROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA 17 AGUSTUS 2014 DALAM RANGKA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN KE 69 PROKLAMASI KEMERDEKAAN R I TINGKAT KABUPATEN KULON PROGO Tanggal 17 Agustus 2014 Assalamu

Lebih terperinci

BELAJAR: PROSES MEMBANGUN KEMAMPUAN UNTUK MENGENDALIKAN MASA DEPAN DENGAN BAIK. Oleh: Meilanny Budiarti Santoso ABSTRAK

BELAJAR: PROSES MEMBANGUN KEMAMPUAN UNTUK MENGENDALIKAN MASA DEPAN DENGAN BAIK. Oleh: Meilanny Budiarti Santoso ABSTRAK BELAJAR: PROSES MEMBANGUN KEMAMPUAN UNTUK MENGENDALIKAN MASA DEPAN DENGAN BAIK Oleh: Meilanny Budiarti Santoso ABSTRAK Manusia memiliki pilihan hidup untuk menentukan jalan hidupnya, dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agama. Hal tersebut sangat berkaitan dengan jiwa Nasionalisme bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. agama. Hal tersebut sangat berkaitan dengan jiwa Nasionalisme bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya, suku, ras dan agama. Hal tersebut sangat berkaitan dengan jiwa Nasionalisme bangsa Indonesia. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang masa depan dari saat ini, maka fokus perhatian kita adalah sejauh mana kesiapan sumber daya yang kita miliki saat ini dapat dikembangkan dan di tingkatkan

Lebih terperinci

IRRA MAYASARI F

IRRA MAYASARI F HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN VOKASIONAL DENGAN MINAT BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Disusun oleh : IRRA MAYASARI F 100 050 133

Lebih terperinci

Oleh : Izza Akbarani*

Oleh : Izza Akbarani* Oleh : Izza Akbarani* Kita sebagai bangsa yang baru lahir kembali, kita harus dengan cepat sekali cepat check up mengejar keterbelakangan kita ini! Mengejar di segala lapangan. Lapangan politik kita kejar,

Lebih terperinci

MEMBERDAYAKAN GURU DALAM MENULIS AKADEMIK (Academic Writing)

MEMBERDAYAKAN GURU DALAM MENULIS AKADEMIK (Academic Writing) MEMBERDAYAKAN GURU DALAM MENULIS AKADEMIK (Academic Writing) Oleh: Khaerudin Kurniawan Salah satu visi ilmiah guru adalah menuangkan gagasan dan pemikirannya ke dalam bentuk tulisan ilmiah. Karya tulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sesungguhnya memiliki modal besar untuk menjadi sebuah bangsa yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Hal itu didukung oleh sejumlah fakta

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KEUANGAN PADA UPACARA PERINGATAN HARI OEANG KE-71 DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN. Jakarta, 30 Oktober 2017

SAMBUTAN MENTERI KEUANGAN PADA UPACARA PERINGATAN HARI OEANG KE-71 DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN. Jakarta, 30 Oktober 2017 SAMBUTAN MENTERI KEUANGAN PADA UPACARA PERINGATAN HARI OEANG KE-71 DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN Jakarta, 30 Oktober 2017 Assalamu alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi dan salam sejahtera

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI Pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Di hari yang berbahagia ini, kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar untuk kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar untuk kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar untuk kehidupan yang manusiawi dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini tidak saja terjadi tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah berstandar internasional dan menjadi contoh bagi sekolah dasar negeri lainnya, guru lebih

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. penjelasan pasal demi pasal BAB I KETENTUAN UMUM.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. penjelasan pasal demi pasal BAB I KETENTUAN UMUM. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL penjelasan pasal demi pasal BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI NEGARA PEMUDA DAN OLAHRAGA RI PADA ACARA PERINGATAN HARI SUMPAH PEMUDA KE-83 TAHUN 2011

SAMBUTAN MENTERI NEGARA PEMUDA DAN OLAHRAGA RI PADA ACARA PERINGATAN HARI SUMPAH PEMUDA KE-83 TAHUN 2011 1 Bagian Humas Pemerintah Kota Surabaya SAMBUTAN MENTERI NEGARA PEMUDA DAN OLAHRAGA RI PADA ACARA PERINGATAN HARI SUMPAH PEMUDA KE-83 TAHUN 2011 TANGGAL 28 OKTOBER 2011 (DIKIR NEGERI ASSALAMU ALAIKUM WR.

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA BERDASARKAN KURIKULUM 2004 (STUDI KASUS DI KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH GUBUG) TESIS

MANAJEMEN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA BERDASARKAN KURIKULUM 2004 (STUDI KASUS DI KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH GUBUG) TESIS MANAJEMEN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA BERDASARKAN KURIKULUM 2004 (STUDI KASUS DI KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH GUBUG) TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Hal ini terlihat dari keberagaman suku bangsa, ras, bahasa, agama, adat-istiadat, maupun lapisan sosial yang ada

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 No.1910, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Restorasi Sosial. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG RESTORASI SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasawarsa terakhir ini, ternyata belum sepenuhnya mampu menjawab. kebutuhan dan tantangan nasional dan global dewasa ini.

BAB I PENDAHULUAN. dasawarsa terakhir ini, ternyata belum sepenuhnya mampu menjawab. kebutuhan dan tantangan nasional dan global dewasa ini. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan nasional yang telah dibangun selama tiga dasawarsa terakhir ini, ternyata belum sepenuhnya mampu menjawab kebutuhan dan tantangan nasional

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 I. LATAR BELAKANG Anak

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA

MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA A. Definisi Sistem ekonomi adalah cara suatu negara mengatur kehidupan ekonominya dalam rangka mencapai kemakmuran. Pelaksanaan sistem ekonomi suatu negara tercermin

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 I. LATAR BELAKANG Anak

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PROGRAM PENYEBARAN DAN PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH Dl PERSADA NUSANTARA Yang saya hormati, Tanggal : 11 Agustus 2008 Pukul : 09.30 WIB Tempat : Balai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan

I. PENDAHULUAN. teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia yang begitu pesat ditandai dengan kemajuan ilmu dan teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan antarnegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam konteks pembangunan bangsa dan negara, masih mengalami permasalahan yang serius. Kunandar (2011:7), menjelaskan bahwa bangsa Indonesia kini

Lebih terperinci

PELAJAR, POLITIK, DAN PEMILU Oleh: Pan Mohamad Faiz

PELAJAR, POLITIK, DAN PEMILU Oleh: Pan Mohamad Faiz PELAJAR, POLITIK, DAN PEMILU 2014 Oleh: Pan Mohamad Faiz Tahun 2014 di Indonesia dianggap oleh sebagian besar kalangan sebagai Tahun Politik. Di tahun ini akan digelar hajatan politik terbesar setiap lima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada. Pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasih sayang, dan perlindungan oleh orangtuanya. Sebagai makhluk sosial, anakanak

BAB I PENDAHULUAN. kasih sayang, dan perlindungan oleh orangtuanya. Sebagai makhluk sosial, anakanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak merupakan bagian dari sebuah keluarga yang patut diberi perhatian, kasih sayang, dan perlindungan oleh orangtuanya. Sebagai makhluk sosial, anakanak senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakter adalah sifat pribadi yang relatif stabil pada diri individu yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Perjalanan sejarah hidup umat manusia tidak terlepas dari proses pendidikan yang menjadi salah satu kebutuhan dari setiap manusia. Berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 6, 1989 (PEMBANGUNGAN. PENDIDIKAN. Kebudayaan. Prasarana. Warga Negara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Puncak Peringatan Hari Anak Nasional Tahun 2012, Jakarta, 29 Agustus 2012 Rabu, 29 Agustus 2012

Sambutan Presiden RI pada Puncak Peringatan Hari Anak Nasional Tahun 2012, Jakarta, 29 Agustus 2012 Rabu, 29 Agustus 2012 Sambutan Presiden RI pada Puncak Peringatan Hari Anak Nasional Tahun 2012, Jakarta, 29 Agustus 2012 Rabu, 29 Agustus 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PUNCAK PERINGATAN HARI ANAK NASIONAL

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPUSTAKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a. bahwa perpustakaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BUKU KODE ETIK DAN TATA TERTIB DOSEN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

BUKU KODE ETIK DAN TATA TERTIB DOSEN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO BUKU KODE ETIK DAN TATA TERTIB DOSEN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahnya Buku Kode Etik dan Tata tertib dosen Universitas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha mencerdaskan kehidupan manusia melalui kegiatan bimbingan

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha mencerdaskan kehidupan manusia melalui kegiatan bimbingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah. Pendidikan merupakan proses untuk meningkatkan, memperbaiki, mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam

Lebih terperinci

MEWUJUDKAN SDM BERKUALITAS MELALUI KELUARGA

MEWUJUDKAN SDM BERKUALITAS MELALUI KELUARGA Artikel: MEWUJUDKAN SDM BERKUALITAS MELALUI KELUARGA Tjondrorini dan Mardiya Dalam era global ini, bangsa Indonesia masih menghadapi masalah dan tantangan yang sangat kompleks. Di satu sisi, secara internal

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA Sambutan Pada Acara PEMBUKAAN REMBUK NASIONAL PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN (RNPK) TAHUN 2016 Tema: Meningkatkan Pelibatan Publik

Lebih terperinci

STRATEGI MEMAJUKAN PERAN & KEBERLANJUTAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DI INDONESIA 1

STRATEGI MEMAJUKAN PERAN & KEBERLANJUTAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DI INDONESIA 1 STRATEGI MEMAJUKAN PERAN & KEBERLANJUTAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DI INDONESIA 1 Handoko Soetomo 2 Peran organisasi masyarakat sipil (OMS) di Indonesia tak dapat dilepaskan dari konteks dan tantangan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini membahas hasil penelitian Peran dan Fungsi Komite Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah mengenai kependudukan merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah mengenai kependudukan merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah mengenai kependudukan merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan. Pembangunan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan di bidang pendidikan yang dialami bangsa Indonesia pada saat ini adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pembentukan watak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini dilanda era informasi dan globalisasi, dimana pengaruh dari

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini dilanda era informasi dan globalisasi, dimana pengaruh dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia saat ini dilanda era informasi dan globalisasi, dimana pengaruh dari luar negeri baik yang bersifat positif mupun negatif tidak bisa dibendung lagi. Permasalahan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Dosen PJMK : H. Muhammad Adib. Essay Bebas (Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini)

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Dosen PJMK : H. Muhammad Adib. Essay Bebas (Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Dosen PJMK : H. Muhammad Adib Essay Bebas (Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi Sejak Dini) OLEH: NADHILA WIRIANI (071211531003) DEPARTEMEN KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN

Lebih terperinci

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG Bangsa Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Masing-masing budaya memiliki adat-istiadat, kebiasaan, nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kegiatan pendidikan yang mempunyai kemampuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kegiatan pendidikan yang mempunyai kemampuan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam usaha membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa, diperlukan kegiatan pendidikan yang mempunyai kemampuan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN MUATAN LOKAL KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menuju masyarakat yang madani dan

I. PENDAHULUAN. mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menuju masyarakat yang madani dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional merupakan salah satu faktor yang sangat strategis dalam membentuk dan mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menuju masyarakat yang madani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu berupa kekayaan alam maupun kekayaan budaya serta keunikan yang dimiliki penduduknya. Tak heran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh karena itu tentu pendidikan juga akan membawa dampak yang besar terhadap peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan Tutor Oleh Gugus PAUD Dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Tutor PAUD Di Desa Cangkuang Rancaekek

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan Tutor Oleh Gugus PAUD Dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Tutor PAUD Di Desa Cangkuang Rancaekek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini non formal dipandang memiliki peran penting dalam pembentukan sumber daya manusia ke depan. Namun kesiapan tenaga pendidik di lembaga PAUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, namun juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, namun juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusiaa, pendidikan adalah hak setiap warga negara sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang akan berpengaruh

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI - 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL TAHUN 2015-2019. BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Pembukaan Kongres XXI PGRI dan Guru Indonesia 2013, 3 Juli 2013, di Jakarta Rabu, 03 Juli 2013

Sambutan Presiden RI pd Pembukaan Kongres XXI PGRI dan Guru Indonesia 2013, 3 Juli 2013, di Jakarta Rabu, 03 Juli 2013 Sambutan Presiden RI pd Pembukaan Kongres XXI PGRI dan Guru Indonesia 2013, 3 Juli 2013, di Jakarta Rabu, 03 Juli 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN KONGRES XXI PGRI DAN KONGRES GURU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini semakin pesat, sehingga terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini semakin pesat, sehingga terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini semakin pesat, sehingga terjadi persaingan antara satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini, peran pemerintah untuk ikut serta

Lebih terperinci

Kepala BKKBN SAMBUTAN PADA UPACARA PERINGATAN HARI KELUARGA XX TINGKAT NASIONAL TAHUN 2013 DI SELURUH INDONESIA

Kepala BKKBN SAMBUTAN PADA UPACARA PERINGATAN HARI KELUARGA XX TINGKAT NASIONAL TAHUN 2013 DI SELURUH INDONESIA Kepala BKKBN SAMBUTAN PADA UPACARA PERINGATAN HARI KELUARGA XX TINGKAT NASIONAL TAHUN 2013 DI SELURUH INDONESIA Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat pagi dan Salam Sejahtera untuk kita

Lebih terperinci

KETETAPAN SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Nomor : 023/SK/K01-SA/2002 TENTANG HARKAT PENDIDIKAN DI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

KETETAPAN SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Nomor : 023/SK/K01-SA/2002 TENTANG HARKAT PENDIDIKAN DI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Menimbang KETETAPAN SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Nomor : 023/SK/K01-SA/2002 TENTANG HARKAT PENDIDIKAN DI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG : (a) bahwa pasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja memiliki tugas untuk melaksanakan pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas dari suatu bangsa. Kualitas bangsa dapat diukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berawal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi pahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan yang diinginkan. Pendidikan bersifat aktif dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan yang diinginkan. Pendidikan bersifat aktif dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses untuk meningkatkan, memperbaiki, mengubah pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta tata laku seseorang atau kelompok orang dalam

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan proaktif melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan proaktif melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. BAB 1 PENDAHULUAN Globalisasi telah memicu peningkatan kesadaran secara global di semua sektor kehidupan masyarakat dunia yang mewujud dalam bentuk pergeseran cara berpikir dan bertindak sehingga memengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. generasi muda untuk mempunyai jiwa kemanusiaan.

I. PENDAHULUAN. generasi muda untuk mempunyai jiwa kemanusiaan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah tindakan yang fundamental, yaitu perbuatan yang menyentuh akar-akar kehidupan bangsa sehingga mengubah dan menentukan hidup manusia.

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 058 TAHUN 2017 TENTANG TRANSFORMASI PERPUSTAKAAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 058 TAHUN 2017 TENTANG TRANSFORMASI PERPUSTAKAAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 058 TAHUN 2017 TENTANG TRANSFORMASI PERPUSTAKAAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pendidikan dan Kemajuan 2.2 Peranan Pendidikan Terbuka dalam Mempersiapkan SDM Berkualitas

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pendidikan dan Kemajuan 2.2 Peranan Pendidikan Terbuka dalam Mempersiapkan SDM Berkualitas BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pendidikan dan Kemajuan Pendidikan adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh manusia dewasa kepada manusia yang belum dewasa dengan tujuan untuk mempengaruhi ke arah

Lebih terperinci

Revolusi Paradigma Pendidikan Monday, 31 August :21

Revolusi Paradigma Pendidikan Monday, 31 August :21 Kemanakah arah pendidikan nasional kita? Tidak jelas yang dituju. Centang perenang kebijakan pendidikan baik karena aktor maupun sistemnya membuat arah pendidikan nasional tidak pernah jelas yang mau dicapai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak,

Lebih terperinci

S1 Manajemen. Visi. Misi

S1 Manajemen. Visi. Misi PAGE 1 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS TRISAKTI S1 Manajemen Visi Menuju Program Studi Sarjana yang berstandar internasional dengan tetap memperhatikan nilai-nilai lokal dalam mengembangkan ilmu

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

Majalah Bulanan Tamansiswa PUSARA, terbit di Yogyakarta, Edisi Januari AKTUALISASI KONSEP PEMERATAAN PENDIDIKAN Oleh : Ki Supriyoko

Majalah Bulanan Tamansiswa PUSARA, terbit di Yogyakarta, Edisi Januari AKTUALISASI KONSEP PEMERATAAN PENDIDIKAN Oleh : Ki Supriyoko Majalah Bulanan Tamansiswa PUSARA, terbit di Yogyakarta, Edisi Januari 1990 AKTUALISASI KONSEP PEMERATAAN PENDIDIKAN Oleh : Ki Supriyoko "Oleh karena pengajaran yang hanya terdapat pada sebagian kecil

Lebih terperinci

BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA

BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA Oleh : PROF. DR. 1 TERIMA KASIH ATAS UNDANGAN UNTUK MENGIKUTI TEMU NASIONAL ORMAS KARYA KEKARYAAN GAGASAN TENTANG UPAYA MENGATASI KRISIS DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi dunia yang berdampak buruk pada perekonomian di Indonesia tidak hanya berdampak pada naiknya harga-harga. Krisis ekonomi juga mengakibatkan meningkatnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN BAGI REMAJA MASALAH DAN SOLUSI Oleh: Sunartiningsih, SE

PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN BAGI REMAJA MASALAH DAN SOLUSI Oleh: Sunartiningsih, SE Artikel PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN BAGI REMAJA MASALAH DAN SOLUSI Oleh: Sunartiningsih, SE Tidak terasa, Kota Yogyakarta yang selama ini dianggap sebagai kota kecil, sekarang sudah semakin ramai sampai-sampai

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN Menimbang BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, : a. bahwa dalam pembaruan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 Topik #10 Wajib Belajar 12 Tahun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menjawab Daya Saing Nasional Latar Belakang Program Indonesia

Lebih terperinci

MEMBENTUK SUMDER DAYA MANUSIA BERKUALITAS MELALUI LEADER CLASS

MEMBENTUK SUMDER DAYA MANUSIA BERKUALITAS MELALUI LEADER CLASS MEMBENTUK SUMDER DAYA MANUSIA BERKUALITAS MELALUI LEADER CLASS Sistem Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Siap Membangun 1

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Siap Membangun 1 BAB I PENDAHULUAN Remaja Siap Membangun 1 2 Remaja Siap Membangun MENYIAPKAN SDM SIAP BEKERJA Dalam banyak hal, dibandingkan banyak negara berkembang lainnya, Indonesia termasuk salah satu negara yang

Lebih terperinci

PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI DENGAN TATANAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI DENGAN TATANAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI Contoh Artikel Konseptual PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI DENGAN TATANAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI oleh Kholis Rahmat Riyadi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang ABSTRAK Korupsi adalah

Lebih terperinci

Bagaimana Memotivasi Anak Belajar?

Bagaimana Memotivasi Anak Belajar? Image type unknown http://majalahmataair.co.id/upload_article_img/bagaimana memotivasi anak belajar.jpg Bagaimana Memotivasi Anak Belajar? Seberapa sering kita mendengar ucapan Aku benci matematika atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perbaikan manajemen pendidikan. Tidak ada lembaga sekolah yang baik

BAB I PENDAHULUAN. dengan perbaikan manajemen pendidikan. Tidak ada lembaga sekolah yang baik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.3 Latar Belakang Masalah Upaya perbaikan di bidang pendidikan hanya mungkin dicapai jika diawali dengan perbaikan manajemen pendidikan. Tidak ada lembaga sekolah yang baik kecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Pendidikan juga penting bagi terciptanya kemajuan dan kemakmuran

Lebih terperinci