PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN SALAH TANGKAP DALAM KASUS NARKOTIKA JURNAL ILMIAH. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. untuk mencapai derajat S-1 pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN SALAH TANGKAP DALAM KASUS NARKOTIKA JURNAL ILMIAH. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. untuk mencapai derajat S-1 pada"

Transkripsi

1 1 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN SALAH TANGKAP DALAM KASUS NARKOTIKA JURNAL ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat S-1 pada Program Studi Ilmu Hukum Oleh : ADI BAYU SAPUTRA DIA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2012

2 2 Halaman Pengesahan Jurnal PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN SALAH TANGKAP DALAM KASUS NARKOTIKA JURNAL ILMIAH Oleh : ADI BAYU SAPUTRA DIA Menyetujui, Pembimbing Utama, Elly Kurniawati Malacca, SH.MH NIP

3 3 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN SALAH TANGKAP DALAM KASUS NARKOTIKA Nama: Adi Bayu Saputra NIM: D1A ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mengetahui penyebab korban salah tangkap serta mengetahui pengaturan perlindungan hukum bagi korban salah tangkap dalam kasus narkotika. Metode penelitian yang digunakan adalah metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsepsual. Hasil penelitian penyebab korban salah tangkap adanya kesalahan prosedur penangkapan. Pengaturan perlindungan korban salah tangkap diatur KUHAP melalui praperadilan Pasal 1 ayat (10). Kesimpulan dari hasil penelitian penyebab korban salah tangkap yaitu kesalahan prosedur penangkapan. Pengaturan korban salah tangkap melalui praperadilan Pasal 1 ayat (10). Saran penyusun bagi korban berhati-hati ditempat kondisi dia berada dan bagi polisi menangkap orang harus sesuai aturan prosedur hukum. ABSTRACT The purpose of this study was to determine the cause of victims of wrongful arrests and to know the setting of legal protection for victims of false arrest in narcotics cases. The method used is the method of normative legislative approach and the conceptual approach. The results victims of false arrest causes an error in the arrest procedure. Protection of victims of wrongful arrests settings set through pretrial Criminal Code Article 1(10). Conclusions from the study are the cause of victims of wrongful arrests arrests procedural errors. Setting wrongfully arrested by pretrial Article 1 (10). Advicefor victims constituent careful he is, and conditions in place for the police catch the person must be in accordance of law rules of procedure. Keyword (kata kunci) korban salah tangkap

4 4 PENDAHULUAN Latar belakang Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) yang berlandasan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Implementasi perlindungan hak asasi manusia(ham) tercermin dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang merupakan suatu upaya perlindungan hak asasi manusia bagi pelaku kejahatan sebagai individu yang mempunyai hak asasi manusia (HAM) khususnya terhadap orang-orang yang terlibat dalam suatu tindak pidana. Dalam setiap penanganan perkara pidana aparat penegak hukum (polisi, jaksa), sering sekali dihadapkan pada kewajiban dua kepentingan korban yang harus dilindungi untuk memulihkan penderitaanya karena telah menjadi korban kejahatan (secara mental, fisik, maupun material) dan kepentingan tertuduh atau tersangka sekalipun dia bersalah, tetapi dia tetap sebagai manusia yang memiliki hak asasi yang tidak boleh dilanggar. Terlebih apabila dalam perbuatannya itu belum ada putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, yang menyatakan bahwa pelaku bersalah, oleh karena itu pelaku harus dianggap sebagai orang yang tidak bersalah (asas praduga tidak bersalah Contoh korban salah tangkap dalam kasus narkotika :nindi ditahan 4 bulan korban salah tangkap mengadu ke propam. MEDAN, Korban salah tangkap oleh petugas Polsek Medan Baru karena tuduhan kepemilikan narkotika jenis sabu-sabu atas nama Nindi (30) Warga Jalan Starban Gang Garuda ini sebelumnya sudah menjalani kurungan penjara selama empat bulan lalu dibebaskan, akhirnya secara resmi melaporkan

5 5 kecerobohan petugas polisi tersebut ke Profesi dan Pengamanan (Propam) Polresta Medan, Kamis (17/2). Didampingi Kuasa Hukumnya, Hasbi Sitorus SH, Nindi yang sebelumnya sempat menjalani kurungan penjara selama empat bulan hingga akhirnya dibebaskan, mendatangi Propam Polresta Medan sekitar pukul WIB, dengan Nomor Pemeriksaan: LP/01/II/2011/Si Propam. Dalam pengaduannya, Nindi menceritakan kepada penyidik dari Propam, Aipda J. Sitorus mengenai awal mula dirinya ditangkap oleh salah satu polisi yang berpakaian preman di Jalan Wakaf Polonia, sekitar lima bulan lalu karena tuduhan kepemilikan narkoba jenis sabu-sabu. Tepatnya tanggal 8 Oktober 2010 lalu, Nindi pun ditangkap oleh petugas Polsek Medan Baru, kemudian diperiksa oleh penyidik, Briptu EbenTarigan dan Bripka Arie Prabudi. Semasa pemeriksaan Nindi dipaksa harus mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya, karena di saat petugas ingin menangkap salah satu Target Operasi, Marwan yang tak lain adalah sahabat dekat Nindi, perempuan yang sudah berumur 30 tahun ini pun sedang bersama Marwan, namun memang Nindi tidak bersekongkol dengan Marwan hingga akhirnya Nindi pun ditahan di Mapolsekta Medan Baru selama 4 bulan, sebelum akhirnya dilepaskan pada minggu lalu, dan melapor ke Propam Polresta Medan. Kepala Seksi Profesi dan Pengamanan Polresta Medan, AKP Beno.P. Sidabutar yang dikonfirmasi wartawan terkait kasus ini mengatakan pihaknya akan berupaya menegakkan hokum sebagai mana mestinya. Yang benar, kita benarkan, yang salah kita salahkan, namun jika terbukti petugas penyidik tersebut ceroboh, maka akan kita kenakan sanksi yang tegas, agar citra kepolisian tidak terlihat ceroboh seperti itu, ucap AKP Beno. 1 Dari contoh kasus di atas, maka pengertian korban salah tangkap ini adalah orang baik secara individual atau kolektif yang menderita secara fisik maupun mental yang disebabkan kesalahan prosedur atau kesalahan tindakan penyidikan ataupun penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang berwenang maupun pejabat sejenisnya. Rumusan masalah dari kasus ini ada 2 (dua) adalah pertama apa penyebab korban salah tangkap :55 1 Ditulis oleh Global.Korban Salah Tangkap, Februari

6 6 dalam kasus narkotika dan kedua bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap korban salah tangkap dalam kasus narkotika. Tujuan dan Manfaat Penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab korban salah tangkap dalam kasus narkotika dan mengetahuibentuk pengaturan perlindungan hukum bagi korban salah tangkap dalam kasus narkotika sedangkan manfaat penelitian ini adalah: pertama secara teoritis penelitian ini dapat memberikan wawasan ilmu pengetahuan didalam memahami victimologi, mengenai perlindungan hukum bagi korban salah tangkap. Selain itu juga bermanfaat dalam memberikan informasi kepada masyarakat untuk diperhatikan agar mewaspadai didalam bergaul dalam lingkungan tempat tinggal kita sehari-hari jangan sampai kita menjadi korban salah tangkap dalam kasus narkotika ini. Kedua secara praktis penelitian ini bermanfat menjadi kerangka acuan pedoman dan landasan bagi peneliti lanjutan, dan memberikan pemahaman undang-undang tentang perlindungan hukum terhadap korban salah tangkap dan bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah kepada korban. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsepsual, bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum dengan cara studi dokumen, dan analisis bahan hukum dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif-diskriptif.

7 7 PEMBAHASAN A. Penyebab Korban Salah Tangkap Dalam Kasus Narkotika Sebelum penyusun memaparkan penyebab korban salah tangkap dalam kasus narkotika, sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dari pada korban itu sendiri. Secara etimologis korban adalah merupakan orang yang mengalami kerugian baik kerugian fisik, mental maupun kerugian finansial yang merupakan akibat dari suatu tindak pidana (sebagai akibat) atau merupakan sebagai salah satu faktor timbulnya tindak pidana (sebagai sebab). Korban diartikan sebagai seseorang yang telah menderita kerugian sebagai akibat tindak pidana dan rasa keadilannya secara langsung terganggu sebagai akibat pengalamannya sebagai target/sasaran tindak pidana. Jadi dari pengertian tersebut di atas dapat diketahui pengertian korban salah tangkap adalah orang baik secara individual atau kolektif yang menderita secara fisik maupun mental yang disebabkan kesalahan prosedur atau kesalahan tindakan penyidikan ataupun penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang berwenang maupun pejabat sejenisnya. Penegakan hukum pada hakikatnya adalah usaha atau upaya untuk menciptakan keadilan. Proses pemenuhan rasa keadilan masyarakat melalui penegakan hukum sampai sekarang ini masih belum memperoleh perlindungan dari aparat penegak hukum, tetapi perlindungan dari aparat penegak hukum malah menimbulkan kesakitan terhadap korban (masyarakat awam yang menjadi salah tangkap) yang dimana seharusnya mendapat

8 8 perlindungan dari aparat penegak hukum tapi malah menjadi kekeliruan hukum dalam penerapan penegak hukum dalam melindungi masyarakat. Penegakan hukum ( law enforcement) tentu akan mendinamisasikan sistem hukum. Dalam hal ini penegakan hukum. Betapa pun ideal suatu peraturan perundang-undangan, apabila tidak didukung dan ditegakkan oleh aparatur-aparatur hukum yang jujur, bersih, berani dan profesional, maka sistem hukum itu niscaya tidak berfungsi. Aturan-aturan hukum yang ideal serta memenuhi rasa keadilan akan sia-sia ketika tidak didukung dan ditegakkan oleh aparatur-aparatur yang jujur dan bersih. Menurut O.C Kaligis, kelalaian penegak hukum dalam Sistem Peradilan Pidana terjadi diberbagai belahan dunia dan dikenal dengan istilah misccarriage of justice. Apabila seorang penegak hukum mempunyai kuasa dan wewenang untuk mengupayakan tercapainya keadilan, ternyata menggunakan kuasa dan wewenang yang ada padanya justru untuk memberi ketidak adilan, pada saat itulah terjadi misccarige of justice atau kegagalan menegakan keadilan. Lemahnya Sistem Peradilan Pidana di Indonesia membuka peluang bagi oknum polisi, jaksa, atau hakim untuk menyalahkan wewenang. 2 Peristiwa salah tangkap dalam kasus narkotika dapat dihindari andai kata semua bukti-bukti yang dikumpulkan berdasarkan dari keterangan bukan pengakuan. Pengakuan yang diberikan oleh seseorang dalam keadaan terdesak karena ketakutan dan kesakitan atau dalam tekanan pasti bukanlah satu kebenaran melainkan suatu keterpaksaan. Salah tangkap oleh polisi dapat dipahami dan diterima oleh akal sehat masyarakat andai kata proses penyelidikan dan penyidikan terhadap seseorang dilakukan secara cerdas, profesioanal, manusiawi, dan dengan menjunjung 2 O.C Kaligis, Antologi Tulisan Ilmu Hukum Jilid 3, (Bandung: PT Alumni), 2007, hal. 59

9 9 tinggi postulat hukum presumption of innoncent atau asas praduga tak bersalah serta dijiwai oleh rasa jujur dan adil, namun penganiyaan dan siksaan yang berlebihan oleh tim penyidik. Sebagai mana yang dituturkan oleh mereka korban salah tangkap, membuat masyarakat mempertanyakan profesionalisme aparat penegak hukum sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Contoh konkrit penyebab korban salah tangkap dalam kasus narkotika Nindi ditahan 4 Bulan - Korban Salah Tangkap Mengadu ke Propam. MEDAN, Korban salah tangkap oleh petugas Polsek Medan Baru karena tuduhan kepemilikan narkotika jenis sabu-sabu atas nama Nindi (30) Warga Jalan Starban Gang Garuda ini sebelumnya sudah menjalani kurungan penjara selama empat bulan lalu dibebaskan, akhirnya secara resmi melaporkan kecerobohan petugas polisi tersebut ke Profesi dan Pengamanan (Propam) Polresta Medan, Kamis (17/2). Didampingi Kuasa Hukumnya, Hasbi Sitorus SH, Nindi yang sebelumnya sempat menjalani kurungan penjara selama empat bulan hingga akhirnya dibebaskan, mendatangi Propam Polresta Medan sekitar pukul WIB, dengan Nomor Pemeriksaan: LP/01/II/2011/Si Propam. Dalam pengaduannya, Nindi menceritakan kepada penyidik dari Propam, Aipda J. Sitorus mengenai awal mula dirinya ditangkap oleh salah satu polisi yang berpakaian preman di Jalan Wakaf Polonia, sekitar lima bulan lalu karena tuduhan kepemilikan narkoba jenis sabu-sabu. Tepatnya tanggal 8 Oktober 2010 lalu, Nindi pun ditangkap oleh petugas Polsek Medan Baru, kemudian diperiksa oleh penyidik, Briptu EbenTarigan dan Bripka Arie Prabudi. Semasa pemeriksaan Nindi dipaksa harus mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya, karena di saat petugas ingin menangkap salah satu Target Operasi, Marwan yang tak lain adalah sahabat dekat Nindi, perempuan yang sudah berumur 30 tahun ini pun sedang bersama Marwan, namun memang Nindi tidak bersekongkol dengan Marwan hingga akhirnya Nindi pun ditahan di Mapolsekta Medan Baru selama 4 bulan, sebelum akhirnya dilepaskan pada minggu lalu, dan melapor ke Propam Polresta Medan. Kepala Seksi Profesi dan Pengamanan Polresta Medan, AKP Beno.P. Sidabutar yang dikonfirmasi wartawan terkait kasus ini mengatakan pihaknya akan berupaya menegakkan hokum sebagai mana mestinya. Yang benar, kita benarkan, yang salah kita salahkan, namun jika terbukti petugas penyidik tersebut ceroboh, maka akan

10 10 kita kenakan sanksi yang tegas, agar citra kepolisian tidak terlihat ceroboh seperti itu, ucap AKP Beno. 3 Proses perkembangan lanjutan kasus Nindi Kapolda Sumatera Utara Akui Nindi Korban Salah Tangkap Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapoldasu) Irjen Pol Oegroseno mengaku bersalah karena jajarannya telah melakukan penangkapan tanpa bukti yang kuat atas tersangka Yulinar Hadi alias Nindi dalam kasus narkoba.hal ini diungkapkan Kapolda dalam gelar perkara di Maporesta Medan, Senin (07/03/2011) pukul WIB."Saya menegur keras mereka karena melakukan penangkapan terhadap Nindi apalagi disertai pemukulan tanpa bukti kuat," kata Kapolda. Kapolda menambahkan, ada lima petugas Polsek Medan Baru yang terlibat dalam kasus salah tangkap itu. Mereka terdiri dari tim penyidik dan juru periksa. Dari kelimanya, satu orang yang tidak hadir dalam gelar perkara itu karena masih menjalani pemeriksaan di Propam Polresta untuk memberikan keterangan lebih lanjut. Kelima anggota ini, kata Kapoldasu, terbukti bersalah dan melanggar kode etik kepolisian karena telah menyalahi tugas. Mereka terancam dipecat karena bertindak melampaui batas dan menyalahi tugas dan wewenang.perkara Nindi yang ditangkap saat itu atas tuduhan kepemilikan narkoba dihentikan."sebab untuk apa dilanjutkan berkasnya karena tidak ada barang bukti melainkan anggota saja yang salah tangkap," ujarnya. Kelima anggota yang terlibat tersebut masing-masing, tiga orang tugas luar Bripka Roky R Siahaan, Brigadir Mayunis dan Briptu Agus Kurniawan. Sedangkan dua juru periksanya, Bripka EH Tarigan (tidak hadir gelar perkara karena sakit) dan Bripka Arie Prabudi. Lebih lanjut Kapoldasu mengatakan terhadap kelima oknum Mapolsekta Medan Baru tersebut, bila terbukti melakukan kesalahan ini langsung dikenakan Pemecatan Dengan Tidak Hormat (PDTH). Kini tengah diproses di Provost Polresta Medan. Bila nanti dari penyidikan mereka ini memang salah bisa saja PTDH, tandasnya. Seperti diketahui, Polsekta Medan Baru menangkap Nindi sebagai tersangka narkoba, tanpa ada barang bukti. Untuk kasus yang dituduhkan kepadanya itu, Nindi harus rela ditahan selama 4 bulan di Mapolsekta Medan Baru. Nindi menjadi tersangka hanya berdasarkan keterangan ngawur dari seorang tersangka pengedar narkoba yang telah ditangkap sebelumnya yakni Marwan. Dari Marwan polisi menyita barang bukti 1 gram sabu-sabu yang diakui dipesan oleh Nindi. Tapi karena tak :55 3 Ditulis oleh Global.Korban Salah Tangkap, Februari

11 11 terbukti, wanita warga Gang Garuda, Jalan Starban, Medan ini, dilepas Kapolsekta Medan Baru Kompol Saptono pada 7 Februari 2011.(BS-021) 4 B. Pengaturan Perlindungan Hukum Bagi Korban Salah Tangkap dan Pengaturan Korban Kejahatan. Upaya perlindungan hukum terhadap korban sebenarnya sudah muncul sejak abad ke-12 yaitu sejak keadaan masyarakat masih primitif yang ditandai dengan kehidupan masyarakat yang masih bersifat berpindah-pindah (nomaden), sampai detik inipun, yang bisa dikatakan sebagai era modern, upaya-upaya perlindungan terhadap korban masih sangat sering digalakkan dengan diadakannya konsorsium dan kajian-kajian hukum mengenai perlindungan terhadap korban. Semakin gencarnya upaya perlindungan terhadap korban sebenarnya hasilnya berbanding lurus terhadap perlindungan korban itu sendiri, tetapi hal tersebut hanya berlaku untuk korban-korban kejahatan saja atau korban-korban tindak pidana, sedangkan ada satu jenis korban yang sampai saat ini masih luput dari penanganan yang baik oleh pemerintah yaitu korban karena salah tangkap (abuse of power ). Akhir-akhir ini seiring dengan gencarnya gerakan pembersihan dan peningkatan mutu pelayanan atau kinerja aparat penegak hukum, banyak muncul ke permukaan kasus-kasus salah tangkap atau salah prosedur penyidikan yang dilakukan oleh istitusi kepolisian pada umumnya. Hal ini terjadi karena umunya pihak-pihak kepolisian masih menggunakan cara-cara primitif dalam penyidikan yaitu kekerasan dan ancaman. Sebenarnya sesuatu 4 Korban Salah Tangkap, Tuesday, 08 March :32

12 12 hal aneh apabila perbuatan pidana justru muncul karena penegakan hukum yang salah oleh aparat. Jadi kalau waktu penegakan hukumnya saja terjadi kesalahan maka akan timbul banyak pertanyaan, bagaimana dengan yang jelas-jelas perbuatan pidana yang dilakukan oleh kriminal dalam hal ini pelaku kejahatan. Selain itu bagaimana nasib korban-korban salah tangkap tersebut yang telah berhari-hari, berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun yang terpaksa menjalani hukuman karena kesalahan aparat dalam penanganan perkaranya. 1. Pengaturan Perlindungan Hukum Korban Salah Tangkap Dalam KUHAP Melalui Praperadilan. Praperadilan tersebut tidak merupakan badan tersendiri, tetapi merupakan suatu wewenang saja dari pengadilan. Pengertian praperadilan diatur Pasal 1 ayat (10) KUHAP Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undangundang ini, tentang: a. Sah atau tidaknya penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegak hukum dan keadilan c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau diajukan ke pengadilan. Wewenang pengadilan untuk mengadili yaitu praperadilan Pasal 77 Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

13 13 a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. b. Ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Pasal 79 Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya. Pasal 80 Permintaan untuk menerima sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umuum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya. Pasal 81 Permintaan ganti kerugian dan/atau rehabilitasi akibat tidak sah penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau oleh pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasanya. Bagi korban salah tangkap dapat mengajukan ganti rugi dan rehabilitasi seperti yang tercantum dalam pasal-pasal KUHAP berikut ini Pasal 1 ayat (22) Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imblan sejumlah uang karena karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undangundang ini. Ketentuan ganti kerugian diatur Pasal 95 ayat (1, 2, 3). Pasal ayat (23) Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undangundang ini. Ketentuan mengenai rehabilitasi diatur dalam Pasal 97 ayat (1, 2, 3).

14 14 Dasar hukum dari pemberian ganti kerugian dan/atau rehabilitasi adalah tercantum di dalam Pasal 9 ayat (1, 2, 3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.. Penjelasan mengenai Pasal 9 ayat (1) yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah pemulihan hak seseorang berdasarkan putusan pengadilan pada kedudukan semula yang menyangkut kehormatan, nama baik, atau hak-hak lain. Apabila di atas dibicarakan tuntutan ganti kerugian atas penangkapan/penahanan dan dilaksanakannya tindakan lain yang tidak sah, maka dibawah ini akan dibicarakan tentang ganti kerugian sebagai akibat dan dilakukannya tindak pidana. Sebagai perbandingan maka sekedar akan diuraikan mengenai penggabungan gugatan ganti kerugian yang disebabkan oleh dilakukannya suatu tindak pidana dibeberapa negara baik dari negara-negara Europa, Amerika Latin, dan beberapa negara Asia, Timur Jauh, seperti diuraikan dalam buku Compensationof the Victims of Crimes yang merupakan hasil suatu survey. Menurut hasil survey tersebut maka disimpulkan adanya lima sistem ganti kerugian tersebut, sebagai berikut: 1. Ganti kerugian tersebut dipandang bersifat perdata dan diberikan pada prosedur perdata. 2. Ganti kerugian bersifat perdata tetapi diberikan pada prosedur pidana. 3. Ganti kerugian yang sifatnya perdata tetapi terjalin dengan sifat pidana dan diberikan pada prosedur pidana.

15 15 4. Ganti kerugian yang sifatnya perdata dan diberikan pada prosedur pidana tetapi pembayaran menjadi tanggung jawab negara. 5. Ganti kerugian yang sifatnya netral dan diberikan dengan prosedur khusus pula. 2. Pengaturan Perlindungan Hukum Korban Kejahatan Dalam KUHP Bentuk perlindungan korban dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat dalam Pasal 14 c, yang berisi: Dengan perintah yang dimaksud Pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan pidana denda, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek dari masa percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tadi. 3. Pengaturan Perlindungan Hukum Korban Kejahatan Dalam KUHAP Secara normatif KUHAP hanya memperhatikan hak-hak pelaku kejahatan, tanpa memberi ruang kepada korban untuk memperjuangkan hakhaknya. Sebagaimana dikemukakan pada bab-bab terdahulu, korban dalam KUHAP hanya diatur dalam beberapa Pasal saja yaitu Pasal Pengaturan Perlindungan Hukum Korban Kejahatan dalam Undang- Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dari kesekian banyak bentuk-bentuk perlindungan kepada korban, masih ada bentuk perlindungan resmi yang diberikan pemerintah melalui Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 yaitu tentang Perlindungan Saksi dan Korban terhadap Pasal yang dibawah ini: Pasal 1 ayat (2, 3, 6)dan Pasal 3-10.

16 16 PENUTUP A. Kesimpulan Dari pemaparan pembahasan mengenai perlindungan terhadap korban salah tangkap dalam kasus narkotika diatas dapat disimpulkan bahwa: pertama penyebab korban salah tangkap dalam kasus narkotika yaitu: adanya hubungan kebersamaan antara korban dengan pelaku, jebakan atau rekayasa kasus penangkapan terhadap korban, kesalahan prosedur penangkapan, penahanan serta kekeliruan dalam penerapan hukum terhadap sasaran pelaku tindak pidana. Kedua pengaturan perlidungan hokum korban salah tangkap, melalui: praperadilan diatur Pasal 1 ayat (10) KUHAP praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang sah atau tidaknya penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegak hukum dan keadilan, Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau diajukan ke pengadilanhak-hak korban salah tangkap ini, dapat berupa: Ganti rugi (diatur Pasal 1 ayat (22)), Rehabilitasi (diatur Pasal 1 ayat (23)), Penggabungan perkara gugatan ganti rugi. Pengaturan perlindungan korban kejahatan melalui Pasal 14c KUHP, mengatur dengan perintah yang dimaksud Pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan pidana denda, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek dari masa

17 17 percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tadi. Pasal KUHAP, Mengatur hak korban dalam menuntut ganti kerugian mengenai cara penggabungan perkara perdata dan perkara pidana mengenai hak terhadap korban kejahatan. Undang- Undang nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, melalui penjabaran terhadap Pasal 1 ayat (2, 3, 6) dan Pasal B. Saran Penyusun memberikan beberapa saran: pertama bagi korban salah tangkap, penyusun berharap agar korban selalu berhati-hati, jangan sampai lengah menjadi korban. Bagi aparat kepolisian sebagai pelindung, pengayom, penjaga tertib masyarakat harus benar-benar profesional dalam melakukan prosedur penangkapan, penahanan, serta kekeliruan penerapan hukum terhadap pelaku, harus benar-benar sesuai dengan prosedur aturan yang berlaku, jangan sampai gegabah menangkap seseorang. Kedua mengingat rawannya kesalahan prosedur penangkapan korban salah tangkap dalam kasus narkotika yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, maka penyusun berharap kepada pihak pemerintah segera membahas pengaturan perlindungan terhadap korban. Penyusun juga berharap kepada aparat petinggi kepolisian yang anggotanya terbukti bersalah melakukan prosedur penangkapan, penahanan dan kekeliruan penerapan hukum terhadap korban, maka perlu diberikan sanksi kepada anggotanya berupa pemecatan dari kesatuan anggota polisi.

18 18 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Arief, Didik M. Mansur dan Gultom Elisatris Urugensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Boven, Theo van Mereka Yang Menjadi Korban. Jakarta: Elsam. Eddyono, Supriyadi Widodo, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban di Indonesia: Sebuah Pemetaan Awal, (Jakarta : Indonesia Corruption Watch. Fadillah, Syarif dan Chaerudin Korban Kejahatan Perspektif Viktimologi dan Hukum Pidana Islam. Jakarta : Ghalia Press. Gosita, Arif VIKTIMOLOGI DAN KUHP (yang mengatur ganti kerugian korban), cet. ke 1, ed. ke 1,Jakarta: CV Akademika Pressindo Masalah korban kejahatan, Jakarta: Akademika Pressindo. Hadiman, H. 1999, Menguak Misteri Maraknya Narkoba di Indonesia, Jakarta: Badan Kerja Sama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama. Kanter, EY., 1982, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta: AHM-PTHM. Kaligis, O.C, 2007, Antologi Tulisan Ilmu Hukum Jilid 3, (Bandung:PT Alumni). Makaro, Moh. Taufik, Suhasril, dan Moh. Zakky A.S Tindak Pidana Narkotika. Jakarta: Ghalia Indonesia. Muladi Hak asasi manusia : Hakekat, Konsep dan Implikasinya Dalam Persepektif Hukum dan Masyarakat. Bandung: Refika Aditama Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992, Bunga Rampai Hukum Pidana Bandung: Alumni, Qaddafi, Moammar, 2011,Upaya Perlindungan Korban Kejahatan Dalam Hukum Pidana Indonesia, Disertasi, skripsi S1. Rena, Yulia.2010.Viktimologi (perlindungan hukum terhadap korban kejahatan), edske 1. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sahetapy, J.E, 1987, Viktimologi Sebuah Bunga Rampai, Jakarta:Pustaka Sinar Harapan Schafer, Stepher The Viktim and Criminal. New York: Random House. Sidabatur, Mangasa, 2001.Hak Terdakwa Terpidana Penuntut Umum Menempuh Upaya Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.

19 19 Widjaya, A.W., 1985, Masalah Kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, Bandung: Armico.. Peraturan-Peraturan Departemen Kehakiman, Keputusan Menteri Kehakiman Tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, No. M.01/PW/07/03/1982 Indonesia, Undang-undang Dasar 1945 Indonesia, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 Tahun 1999 Indonesia, KitabUndang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981 Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban, UU No. 13 Tahun 2006 Indonesia, Undang-Undang tentang Narkotika, UU No. 25 Tahun 2009 B. Web-Site Atang Setiawan, Memperlakukan Korban Kejahatan. Com Beritasumut. www. Korban Salah Tangkap. Com. www. kejahatan narkoba. Ditulis oleh Global, www. Korban Salah Tangkap. Com www. kejahatan narkoba. Com www. Korban Rekayasa Narkoba Itu Divonis Bebas Murni. Com om

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Hak-hak korban pelanggaran HAM berat memang sudah diatur dalam

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Hak-hak korban pelanggaran HAM berat memang sudah diatur dalam BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Hak-hak korban pelanggaran HAM berat memang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban khususnya mengenai kompensasi, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan terhadap. korban kejahatan dengan perlindungan terhadap pelaku, merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan korban kejahatan dalam sistem hukum nasional sepertinya belum mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini terlihat dari sedikitnya hak-hak korban

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing: TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D 101 10 308 Pembimbing: 1. Dr. Abdul Wahid, SH., MH 2. Kamal., SH.,MH ABSTRAK Karya ilmiah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perlindungan Anak Sebuah Masyarakat yang di dalamnya memiliki individu yang mempunyai kepentingan yang tidak hanya sama tetapi dapat bertentangan, untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK TERSANGKA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FIQIH MURA<FA AT TERHADAP VICTIMOLOGI DALAM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

BAB IV ANALISIS FIQIH MURA<FA AT TERHADAP VICTIMOLOGI DALAM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN BAB IV ANALISIS FIQIH MURAfa at Terhadap Victimologi Jari>mah selain jiwa (penganiayaan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan tugas sehari-hari dikehidupan masyarakat, aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) tidak terlepas dari kemungkinan melakukan perbuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN

BAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN BAB II PERLINDUNGAN HAK- HAK TERSANGKA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TINGKAT KEPOLISIAN A Pemeriksaan Tersangka di tingkat Kepolisian Berdasarkan KUHAP, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan Kode Etik

Lebih terperinci

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP Oleh : LBH Jakarta 1. PENGANTAR Selama lebih dari tigapuluh tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diundangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang KAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI JUAL-BELI ONLINE Oleh : Desak Made Prilia Darmayanti Ketut Suardita Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum,Universitas Udayana ABSTRACT: This journal, entitled

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN Oleh : I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana I Made Walesa Putra Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak

Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Oleh : Iman Hidayat, SH.MH. Abstrak Fungsi Dan Wewenang Polri Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia Oleh : Iman Hidayat, SH.MH Abstrak Fungsi penegakan hukum dalam rangka menjamin keamanan, ketertiban dan HAM. Dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tersangka menurut Pasal 1 ayat (14) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti

Lebih terperinci

KAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI JUAL-BELI ONLINE

KAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI JUAL-BELI ONLINE KAJIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI JUAL-BELI ONLINE Oleh : Desak Made Prilia Darmayanti Ketut Suardita Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum,Universitas Udayana ABSTRACT: This journal, entitled

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan suatu kumpulan dari masyarakat-masyarakat yang beraneka ragam corak budaya, serta strata sosialnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 28, Pasal

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan menimbulkan korban. Korban/saksi dapat berupa pelaku tindak pidana yaitu: seorang Korban/saksi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana berhubungan erat dengan diadakannya hukum pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Urgensi Praperadilan Praperadilan yang dimaksudkan di sini dalam pengertian teknis hukum berbeda dengan pemahaman umum yang seakan-akan itu berarti belum peradilan (pra:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau dilanggar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penahanan Tersangka Penahanan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebebasan pers merupakan salah satu dimensi hak asasi manusia, yaitu hak manusia untuk mengeluarkan pendapatnya secara bebas. Hal ini tertuang dalam undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah

BAB III PENUTUP. serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penelitian dan hasil penelitian serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah memeriksa dan memutus permohonan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENYITAAN SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN 1 Oleh: Arif Salasa 2

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENYITAAN SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN 1 Oleh: Arif Salasa 2 PENYITAAN SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN 1 Oleh: Arif Salasa 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang praperadilan menurut hukum acara pidana dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 Abstrak: Nilai yang diperjuangkan oleh hukum, tidaklah semata-mata nilai kepastian hukum dan nilai kemanfaatan bagi masyarakat, tetapi juga

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Polri Melaksanakan tugas penegak hukum dapat terjadi Polisi melaksanakan pelanggaran HAM yang sebenarnya harus ditegakkan. Selama pelaksanaan tugas penegakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA A. Tinjauan Umum Tentang Tersangka 1. Pengertian Tersangka Tersangka menurut Pasal 1 ayat (14) KUHAP, adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum diserahkan kepada aparat penegak hukum yang meliputi: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk menjamin perlindungan hak azasi manusia dan agar para aparat penegak hukum menjalankan tugasnya secara konsekuen, maka KUHAP membentuk suatu lembaga baru yang

Lebih terperinci

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perlu dikemukakan terlebih dahulu identitas responden. : Anggota Pembinaan dan Disiplin Bid Propam Polda Lampung

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perlu dikemukakan terlebih dahulu identitas responden. : Anggota Pembinaan dan Disiplin Bid Propam Polda Lampung IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Untuk memperoleh kesahihan penelitian dan gambaran objektif dari responden maka perlu dikemukakan terlebih dahulu identitas responden. 1.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN

RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN RINGKASAN SKRIPSI/ NASKAH PUBLIKASI TANGGUNG JAWAB KEJAKSAAN DALAM PRA PENUNTUTAN UNTUK MENYEMPURNAKAN BERKAS PERKARA PENYIDIKAN Diajukan oleh: JEMIS A.G BANGUN NPM : 100510287 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rangkaian panjang dalam proses peradilan pidana di Indonesia berawal dari suatu proses yang dinamakan penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, peradilan mutlak diperlukan sebab dengan peradilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan- peraturan yang menentukan perbuatan apa saja yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan terhadap saksi pada saat ini memang sangat mendesak untuk dapat diwujudkan di setiap jenjang pemeriksaan pada kasus-kasus yang dianggap memerlukan perhatian

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan abad ke-21 ini, baik secara nasional maupun internasional. Hak Asasi Manusia telah

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA Disusun Dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 1 Ayat 3. Sebagai Negara hukum

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 1 Ayat 3. Sebagai Negara hukum BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana tercantum dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 1 Ayat 3. Sebagai Negara hukum Indonesia mempunyai kewajiban

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik berwenang melakukan penahanan kepada seorang tersangka. Kewenangan tersebut diberikan agar penyidik dapat melakukan pemeriksaan secara efektif dan efisien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang bersifat tidak tertulis, merupakan pedoman bagi setiap individu tentang bagaimana selayaknya berbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN SALAH TANGKAP DARI SUDUT PANDANG KUHAP 1 Oleh : Hatlyinsyanna Seroy 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pengaturan Kitab Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara

I. PENDAHULUAN. Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara penegakan hukum pidana materiil, artinya apabila terjadi pelanggaran hukum pidana materiil,

Lebih terperinci

BENTUK GANTI KERUGIAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI

BENTUK GANTI KERUGIAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI BENTUK GANTI KERUGIAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI oleh I Gusti Ayu Christiari A.A. Sri Utari Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di kenal dengan istilah strafbar feit dan dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana)

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Urgensi Peran Penasihat Hukum dalam Mendampingi Terdakwa Kasus. Narkotika pada Proses Pemeriksaan di Pengadilan

BAB V PENUTUP. 1. Urgensi Peran Penasihat Hukum dalam Mendampingi Terdakwa Kasus. Narkotika pada Proses Pemeriksaan di Pengadilan 129 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Urgensi Peran Penasihat Hukum dalam Mendampingi Terdakwa Kasus Narkotika pada Proses Pemeriksaan di Pengadilan Terdakwa kasus narkotika dalam menghadapi proses peradilan

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN A. SIMPULAN

BAB IV SIMPULAN A. SIMPULAN BAB IV SIMPULAN A. SIMPULAN 1. Pengaturan tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil tidaklah berbeda dengan penyalahgunaan yang dilakukan oleh masyarakat umum, sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara dengan keanekaragaman budaya dan penduduk adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. 1 Dimana suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, konsep Negara hukum tersebut memberikan kewajiban bagi

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana. Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1

Hukum Acara Pidana. Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Hukum Acara Pidana Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Topik Landasan Hukum Asas Hukum Acara Peradilan Pidana Kewenangan Pengadilan Pemeriksaan Pembuktian Putusan Pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus tindak pidana ringan yang terjadi di Indonesia dan sering menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan ancaman hukuman

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

JURNAL TINJAUAN TERHADAP PEMULIHAN KORBAN SALAH TANGKAP YANG DILAKUKAN OLEH PENYIDIK KEPOLISIAN

JURNAL TINJAUAN TERHADAP PEMULIHAN KORBAN SALAH TANGKAP YANG DILAKUKAN OLEH PENYIDIK KEPOLISIAN JURNAL TINJAUAN TERHADAP PEMULIHAN KORBAN SALAH TANGKAP YANG DILAKUKAN OLEH PENYIDIK KEPOLISIAN Diajukan oleh: Andrian Umbu Sunga NPM : 120510848 Program Studi Program Kekhususan : Ilmu Hukum : Peradilan

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci